PEMIKIRAN PENDIDIKAN QURAISH SHIHAB DALAM BUKU MEMBUMIKAN AL-QURAN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh : Jaka Perdana Putra NIM : 1111011000114
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2015 M
ABSTRAK Skripsi ini ditulis oleh Jaka Perdana Putra, dengan Nomor Induk Mahasiswa 1111011000114, dengan Judul Skripsi “Pemikiran Pendidikan Quraish Shihab dalam Buku Membumikan al-Quran”. Program Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 1437 H / 2015 M. Masalah utama pada skripsi ini yaitu pemikiran Quraih shihab terkait pendidikan. Dalam bukunya yang berjudul Membumikan al-Quran beliau memaparkan tiga aspek pemikirannya tentang pendidikan, yaitu tujuan pendidikan, metode penyampaian materi, dan proses pembelajaran seumur hidup. Pemikiran beliau didasari oleh al-Quran sebagaimana wajarnya karena beliau adalah seorang pakar tafsir yang menekuni dunia pendidikan. Terkait yang pertama, beliau menjelaskan bahwa tujuan adalah membina manusia guna mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah swt dan khalifah-Nya. Pendidikan harus memerhatikan ketiga aspek vital peserta didik, yaitu akal, jiwa, dan jasmani. Mengenai metode pembelajaran beliau berpendapat bahwa metode itu harus memperlakukan peserta didik tersebut dengan unsur penciptaannya, yakni jasmani, jiwa, dan akal. Atau dengan kata lain mengarahkan untuk menjadikan manusia seutuhnya. Metode pembelajaran dibagi menjadi tiga, metode pembelajaran secara umum, metode pengajaran tafsir di perguruan tinggi, dan metode serta materi aqidah dan syari’ah untuk sekolah umum. Secara umum, metode pembelajaran yang disarikan oleh Quraish Shihab dari al-Quran amat selaras dengan pembelajaran yang terpusat pada peserta didik (students center). Itu disebabkan karena setiap metodenya selalu memperhatikan kondisi peserta didik, khususnya pada sisi psikologis. Terakhir, menurut Qurasih Shihab, masa berlangsungnya pendidikan adalah sepanjang hayat. Pendidikan di sini bukan hanya pendidikan yang bersifat formal tetapi semua proses pendidikan, formal, informal, dan nonformal. Kata Kunci : Tujuan Pendidikan, Metode Penyampaian Materi, Pendidikan Sepanjang Hayat,
i
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat, rahmat, hidayah, dan cahaya ilmu yang selalu diberikan kepada hambanya tanpa henti. Sesungguhnya hanya dengan pertolongan-Nya lah akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam kita panjatkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang ini, zaman yang penuh dengan ilmu kehidupan. Berbagai hal, tantangan, kesulitan telah penulis lalui dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari masih sangat banyak kekurangan dalam penulisan ini dan masih jauh dari kata sempurna sebagaimana yang diharapkan. Namun berkat bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai kalangan pihak, dan Alhamdulillah pada akhirnya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, secara khusus penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua penulis yang pastinya tidak pernah bosan mendoakan dan memotivasi penulis untuk cepat lulus dari UIN. Khususnya mama yang memiliki stamina tak terbatas dalam mengurusi penulis saat di rumah. Soal kasih sayang, cukuplah penulis gambarkan bahwa mama dengan senang hati dibangunkan pada jam 2 pagi hanya untuk membuatkan penulis mie instan. 2. Prof. Thib Raya., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan arahan, bimbingan selama penulis dalam masa perkuliahan juga restunya sehingga skripsi ini dapat penulis kaji dan selesaikan.
ii
3. Bapak Abdul Majid Khon dan Ibu Marhamah., selaku ketua dan sekretaris Program Studi Pendidikan Agama Islam, yang telah memberikan ilmu dan arahan kepada penulis, khususnya dalam penggarapan skripsi ini. Walaupun Bu Marhamah sering kali menjadi
‘galak’
ketika
konsultasi
tetapi
sungguh
sangat
memotivasi penulis. 4. Bapak Abdul Ghofur, selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan selasa paginya untuk penulis. Penulis juga berhutang banyak atas curahan pikiran, perhatian, kesabarannya, dalam membimbing dan mengarahkan penulis hingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. 5. Bapak Akhmad Sodiq, selaku pembimbing akademik yang telah menyediakan waktu, pikiran, perhatian, dan rumahnya kepada penulis. Jujur, Bapak adalah dosen yang amat menginspirasi saya. Seumur hidup belum pernah rasanya mendapat guru seperti Bapak. Terima kasih banyak Pak! 6. Kepada dua penguji sidang saya yang zuper, Pak Mundzier dan Bu Sururin. Terima kasih telah mengkritisi skripsi penulis dengan sepenuh hati sehingga penulis terdorong untuk merevisi skripsi ini dengan sepenuh hati pula. 7. Para Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan ilmu yang sangat bermanfaat hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Kepada Prof. Quraish Shihab yang telah amat berbaik hati untuk meluangkan penulis menemuinya. Aku mah apa atuh dihadapan iii
Prof. Jika bukan karena kerendahan hati seorang Guru Bangsa sulit rasanya meluangkan waktu sibuk hanya untuk diwawancarai mahasiswa kelas teri macam saya. Terima kasih Prof! Tidak salah saya amat menganggumi dan menjunjung Prof! 9. Untuk semua adik-adik penulis yang sangat penulis sayangi. Mila, Aang, dan Apuh. Terima kasih atas support, motivasi, canda tawa kepada penulis sehingga penulis dapat lebih semangat dalam menyelesaikan studi ini. Tanpa kalian hidup penulis akan sunyi dan tidak akan penuh warna, terutama kalau sedang di rumah. 10. Untuk keluarga besar Baba Bunyamin H. Muhammad dan Nyanya Halimah, khususnya untuk Baba dan Nyanya yang telah memberikan perhatian, kasih sayang, dan ilmu mengenai kehidupan. Juga kepada om dan tante yang selalu mendoakan yang terbaik untuk penulis. 11. Untuk keluara besar Mabit Nurul fikri yang telah menghiasi kehidupan saya selama tujuh tahun belakangan. Terutama sahabatsahabat terhebat yang saya punya, Fadly Robby, Chandra Jumawa, Yayan dan Nurlaila. Saya yakin bahwa sahabat tidak harus banyak, sedikit asalkan setia itulah yang terbaik 12. Buat semua murid-murid saya, baik di Mabit NF, MAN 7, dan juga murid-murid privat. Doa dan motivasi kalian dikala bersama saya amatlah berarti. Saya amat mencintai profesi mengajar dan kalianlah jembatan sehingga saya dapat merasakan kebahagian dari mengajar tersebut. 13. Untuk teman-teman PAI angkatan 2011, wabilkhusus PAI C. Terima kasih banyak buat Teman-teman yang selalu sharing ilmu
iv
pengetahuan, dan canda tawa selama di kelas. Maacih banyak atas kegokilan, kekocakan, dan keunikan kalian selama ini. Penulis hanya dapat berdoa dan berharap semoga Allah SWT membalas dengan berlipat ganda segala kebaikan yang telah kalian berikan kepada penulis. Semoga kebaikan kalian akan menjadi tabungan di Akhirat nanti. Aamiin. Jakarta, 2 September 2015 Penulis
v
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ABSTRAK ....................................................................................... i KATA PENGANTAR ..................................................................... ii DAFTAR ISI.................................................................................... vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.................................................................. 1 B. Identifikasi Masalah........................................................................ 7 C. Batasan Masalah ............................................................................. 7 D. Perumusan Masalah ........................................................................ 7 E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ...................................... 8 1. Tujuan Penelitian............................................................... ....... 8 2. Manfaat Penelitian .................................................................... 8
BAB II KAJIAN TEORI A. Tujuan Pendidikan .......................................................................... 9 B. Metode Pembelajaran...................................................................... 15 C. Pembelajaran Sepanjang Hayat....................................................... 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 30 B. Metode Penelitian ........................................................................... 30 C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ................................ 32 D. Pemeriksaan Keabsahan Data ......................................................... 33 E. Analisis Data ................................................................................... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Biografi dan Karya Quraish Shihab ................................................ 36 1. Biografi Quraish Shihab ........................................................... 36 vi
2. Karya Quraish Shihab ............................................................... 41 B. Pemikiran Quraish Shihab Terkait Pendidikan ............................... 43 1. Tujuan Pendidikan .................................................................... 43 2. Metode Pembelajaran................................................................ 47 3. Konsep Pembelajaran Sepanjang Hayat ................................... 61
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan ..................................................................................... 69 B. Implikasi ......................................................................................... 71 C. Saran ............................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 73 LAMPIRAN
vii
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu berkah yang amat besar yang diberikan Allah Yang Maha Esa kepada manusia. Hanya manusialah yang ditakdirkan untuk mendapatkan pendidikan. Tugasnya sebagai khalifah di muka bumi Allah tunjang dengan pemberian asupan berupa pengetahuan untuk akal dan moral untuk budi. Kebebasan berkehendak dan kemerdekaan untuk memilih menjadikan alasan utama manusia memperoleh pendidikan. Seperti yang dikatakan H.A.R Tilaar, “Sebagai makhluk alamiah yang dilahirkan di dalam lingkungan alamiahnya manusia diberikan kebebasan untuk menentukan sendiri posisinya di dalam lingkungan alamiahnya itu. Realisasi kemanusiaan makhluk merupakan suatu proses pembebasan. Itulah makna pendidikan bagi manusia” 1 Menurut Prof. Jalaludin, pendidikan diartikan sebagai suatu proses usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya dalam membimbing, melatih, mengajar, dan menanamkan nilai-nilai dan dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugasnya sebagai manusia, sesuai sifat hakiki dan ciri-ciri kemanusiannya.2 Dalam bukunya, Hasan Basri mengutip penjelasan Muhaimin terkait pendidikan. Muhaimin menjelaskan bahwa pendidikan adalah aktivitas atau upaya yang sadar dan terencana, dirancang untuk membantu seseorang mengembangkan
1
H.A.R. Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2005), h. 106 Jalaludin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Manusia, Filsafat, dan Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo, 2012), h. 8 2
1
2
pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental dan sosial 3 Dari semua pembahasan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa pendidikan adalah usaha manusia menumbuh kembangkan segala elemen-elemen terkait kemanusiaannya baik itu secara fisik, mental, maupun rohani. Secara fisik berarti berkaitan erat dengan kecerdasan psikomotorik, mental berkaitan dengan kecerdasan intelektual dan emosi, dan rohani berkaitan dengan moral sesama makhluk dan hubungan positif dengan Tuhannya. Itu semua demi menjadikannya sebagai mahkluk yang benar-benar paripurna dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai manusia sejati. Dalam Dictionary of Education yang dikutip oleh Lester D. Crow seorang professor dalam bidang pendidikan, (1) education is the aggregate of all the processes by which a person develops ability, attitudes, and other from behaviour of practical value, in the society in which he lives, (pendidikan ialah hasil agregate dari semua proses pengembangan kemampuan, sikap, dan kebiasaan lain dari nilai praktis, di komunitas di mana seseorang tinggal); (2) the social process by which people are subjected to the influence of a selected and controlled environment (especially that of the school) so that they may obtain social competence and optimum individual development.4 (Pendidikan ialah proses sosial di mana seseorang menjadi subjek untuk mempengaruhi lingkungan yang dipilih dan dikontrol (khususnya di sekolah), sehingga mereka akan memperoleh kompetensi sosial dan perkembangan diri yang optimal) Dari pengertian di atas terlihat jelas bahwa tujuan akhir dari pendidikan adalah perkembangan diri maksimum yang menjadikan seseorang mempunyai kecakapan sosial yang baik.
3
Drs. Hasan Basri, M.Ag, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h.53 Lester D Crow and Alice Crow, Introduction to Education, (New York: American Book Company, 1960), h. 53 4
3
Redja Mudyahardjo menawarkan dua perspektif dalam mendefinisikan pendidikan, menurutnya pendidikan memiliki dua makna, luas dan sempit. Dalam arti yang luas, pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang memengaruhi pertumbuhan individu. Pengertian dalam arti luas yang dijelaskan Redja Mudyahardjo ini senada dengan pengertian pendidikan menurut Dictionary of Education yang sebelumnya dikutip, yaitu hasil pendidikan yang berupa perkembangan diri seorang individu. 5 Sedang dalam arti sempit, pendidikan merupakan usaha perbaikan dan pengembangan individu secara kognitif, keterampilan, dan sikap. Singkatnya, pendidikan ialah sekolah. 6 Dalam Islam, pendidikan juga dinomorsatukan. Pendidikan merupakan prioritas utama, bahkan Nabi Muhammad juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk mengupayakan pembentukan karakter yang baik. Barulah ribuan tahun setelahnya, para pakar Barat merumuskan tujuan pendidikan yang pada hakikatnya tetap sejalan dengan misi utama Nabi. Tokohtokoh yang mendunia dalam bidang pendidikan seperti Klipatrick, Lickona, Brooks, dan Goble seakan mengemakan kembali gaung yang disuarakan oleh Nabi Muhammad, bahwa moral, akhlak, atau karakter, adalah tujuan yang tak terhindarkan dari dunia pendidikan. 7 Sebagai sumber hukum nomor satu dalam Islam, jelaslah al-Quran memegang peranan penting. Dari segi kandungannya, bisa dikatakan al-Quran merupakan sebuah kitab pendidikan. Bahkan ayat yang turun pertama kali kepada
5
Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, Studi Awal tentang Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo, 2012), h. 4 6 Ibid, h. 5 7 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaka Rosdakarya, 2011), h. 31
4
Nabi Muhammad, surat al-Alaq, ayat pertamanya yang berbunyi, ‘iqra’ adalah sebuah perintah yang mengacu kepada sebuah pembelajaran. Perintah iqra bukan hanya berarti ‘membaca’ karena kata iqra mempunyai makna asli ‘menghimpun’ sehingga menghasilkan varian makna turunan antara lain, menyampaikan, menelaah, membaca, meneliti, mengetahui ciri-ciri dan sebagainya.8 Karena kata iqra dalam ayat pertama surat al-Alaq itu dalam bentuk kalimat perintah maka bisa kita artikan menjadi: sampaikanlah!, telaahlah!, bacalah!, telitilah!, ketauhilah! Dan sebagainya. Singkat kata bisa juga kita artikan sebagai, belajarlah! Tidak hanya itu, al-Quran merupakan kitab yang isinya mencakup banyak sekali ayat-ayat yang mendorong manusia untuk meningkatkan minatnya dalam mencari ilmu. Perintah untuk menggunakan akal untuk berpikir dengan kata-kata renungkanlah, berpikirlah dan sebagainya terulang ratusan kali di dalam al-Quran bahkan kata ilmu dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 854 kali. 9 Semua ayat al-Quran inilah--yang memaparkan masalah ilmu pengetahuan, penggunaan nalar, perintah membaca dan sebagainya--yang mendorong kaum muslim untuk mengembangkan pengetahuan mereka sehingga umat muslim, khususnya pada zaman Dinasti Abbasiyah menjadi umat yang memiliki seni, pemikiran, budaya, dan peradaban paling puncak di muka bumi. 10 Dalam kaitannya dengan pendidikan, pada umunya al-Quran menggunakan kata al-tarbiyah. Namun tidak hanya itu, terdapat istilah-istilah lain yang maknanya berdekatan
dengan kata al-tarbiyah. Istilah-istilah antara lain, al-
ta’lim, al-ta’dib, al-waadz atau al-mauidzah al-riyadhah, al-tazkiyah, al-talqin, al-tadris, al-tafaqquh, al-tabyin, al-tazkirah, dan al-irsyad.11 Dengan begitu dapat diambil kesimpulan bahwa banyak sekali kata-kata dalam al-Quran yang 8
Quraish Shihab, Lentera Hati, (Bandung: Mizan, 1998), h. 40 Ibid, h. 359 10 Tamim Ansary, Dari Puncak Baghdad, Sejarah Dunia Versi Islam. Terj. Dari Destiny Disrupted, the History of the World through Islamic Eyes, Penerjemah Yuliani Liputo. (Jakarta: Zaman, 2012). Cet ke-2, h. 158 11 Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta: Raja Grafindo, 2012), h. 20 9
5
memotivasi
manusia
untuk meningkatkan
kepribadiannya
melalui
jalur
pendidikan. Secara gamblang dapat dilihat bahwa semangat pendidikan di dalam al-Quran terbaca jelas dan amat masif sehingga dari situlah konsep pendidikan ala al-Quran bisa disarikan oleh para pakar tafsir al-Quran. Kehadiran al-Quran yang demikian itu tentu telah memberikan pengaruh dan kontribusi yang luar biasa bagi lahirnya konsep yang diperlukan manusia dalam berbagai bidang kehidupan. Begitu tajamnya aspek pendidikan yang termuat, Salih Abdullah Salih yang dinukil oleh Abuddin Nata mencapai satu kesimpulan bahwa al-Quran adalah sebuah ‘kitab pendidikan’. 12 Kitab pendidikan inilah yang berkontribusi amat besar dalam dunia peradaban pada saat ini. walaupun zaman sekarang adalah eranya barat yang menguasai pengetahuan dan teknologi tetapi pada hakikatnya barat berhutang kepada ilmuwan-ilmuwan muslim pada era kejayaan Islam. Barat yang dahulunya hanyalah belantara primitf dan tidak mengenal pendidikan ditulari semangat ilmiah oleh para cendikiawan muslim baik karena perantara perdagangan, perang, maupun pembelajaran akademik. Akhirnya akhirnya pengetahuan mengalir ke Eropa dan mengubah peradabannya seperti yang kita lihat sekarang ini. Jika kita membuka kembali lembar sejarah maka mustahil kita membayangkan peradaban Barat tanpa sumbangsih sains Arab. 13 Tidak lain, pada awalnya semangat intelektual para saintis Arab-muslim didorong dan dimotivasi oleh ayat-ayat pendidikan dalam al-Quran. Seperti ayat-ayat lain di dalam al-Quran yang terus dikaji, ditafsirkan, dan diberikan komentar, ayat-ayat yang berkenaan dalam pendidikan juga seakan tak habis dibahas. Para pakar yang menggeluti bidang tafsir dan para ahli yang mendalami kandungan al-Qur’an dengan upayanya yang gigih terus-menerus mensarikan dan mencari makna-makna sejati dari firman Allah itu. Dengan 12
Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif al-Quran, (Jakarta: UIN Jakarta Press), 2005, h. 1 Jonathan Lyons, The Great Bait al-Hikmah, Kontribuis Islam dalam Peradaban Barat, Terj. Dari The Great Bait al-Hikmah, penerj. Maufur, (Bandung: Mizan Media Utama), 2013, h. 6 13
6
sifatnya yang selalu terbuka untuk ditafsirkan sesuai dengan konteks sosial, alQuran selalu menjadi bahan perenungan serius dari zaman ke zaman, bukan hanya oleh para pakar Islam tetapi juga oleh para orientalis baik yang objektif maupun yang berniat buruk. Singkatnya, banyak sekali para pakar di seluruh pelosok planet bumi yang berminat dengan al-Quran! Dalam kajian ini, sudah pasti saya hanya akan mengambil penafsiran yang dilakukan oleh para pakar Quran Muslim. Begitu banyaknya para ahli tafsir baik di luar maupun dalam negri, saya akan memilih Prof. Quraish Shihab dalam mengkaji konsep pendidikan dalam al-Quran. Prof. Quraish Shihab merupakan salah satu dari sedikit ulama indonesia yang memiliki kitab tafsir quran sendiri, al-Misbah. Selain ketenarannya sebagai mufassir yang acap kali muncul di pertelevisian terlebih pada bulan Romadhan, beliau juga sangat produktif, mungkin sebagai ulama Indonesia yang paling produktif dengan belasan bukunya yang kesemuanya mendapat label best seller. Dari itu semua tidak berlebihan jika dikatakan beliau merupakan salah satu ulama yang amat berkontribusi bagi Indonesia sekarang ini. Pemilihan ini juga bukan saja didasari oleh alasan Prof. Quraish Shihab seorang mufassir al-Quran tetapi lebih dari itu, usaha ini merupakan salah satu cara untuk melestarikan tafsir nusantara, penafsiran yang disajikan sendiri oleh anak bangsa Indonesia. Terlebih, betapa penulis mengidolakan sosok Quraish Shihab sehingga penulis memiliki minat yang begitu besar untuk mengkaji pemikiran beliau, khususnya dalam hal pemikiran pendidikan. Pemikiran Prof. Quraish Shihab berkenaan tentang konsep pendidikan dalam al-Quran bisa ditemukan salah satunya di dalam buku Membumikan alQuran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat terbitan Mizan tahun 1997. Buku ini merupakan kumpulan makalah lepas beliau yang disatukan oleh sebuah benang merah tema-tema sentral. Walaupun merupakan buku lama namun buku ini menjadi salah satu buku beliau yang paling laris dan gagasangagasan yang beliau tawarkan tidaklah kadaluarsa, karena erat kaitannya dengan
7
tafsir maka tulisan-tulisan yang termuat dalam buku Membumikan al-Quran merupakan benih-benih penafsiran yang akan beliau padukan, lengkapkan, dan diolah sedemikian rupa menjadi sebuah tafsir yang kohesif, al-Misbah. Atas semua alasan di atas maka penelitian yang saya lakukan seputar konsep pendidikan akan saya beri judul, “Pemikiran Pendidikan Quraish Shihab dalam Buku Membumikan al-Quran”
B. Identifikasi Masalah Adapun identifikasi masalah penelitian ini adalah: 1. Tujuan pendidikan yang belum menitikberatkan pada pembentukan manusia yang mampu mengabdi sepenuhnya kepada Allah sebagaimana tujuan penciptaan manusia 2. Metode penyampaian materi yang sering kali tidak relevan dan tidak menyentuh hati para peserta didik 3. Belum banyak orang yang memahami bahwa pembelajaran itu adalah proses yang berlangsung sepanjang hayat
C. Batasan Masalah Agar tulisan ini fokus kepada pokok permasalahan yang diangkat maka masalah perlu dibatasi. Pembatasan masalah akan berkisar pada konsep pendidikan dalam al-Quran yang terdapat di dalam Membumikan al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat yang berkaitan dengan tujuan pendidikan, metode pembelejaran, dan konsep pembelajaran sepanjang hayat.
D. Rumusan Masalah Rumusan masalah penelitian ini mencakup 1. Apa yang menjadi tujuan pendidikan menurut Prof. Quraish Shihab dalam Buku Membumikan al-Quran ? 2. Bagaimana metode penyampaian materi menurut Quraish Shihab dalam Buku Membumikan al-Quran ?
8
3. Bagaimana pandangan Quraish Shihab mengenai masa berlangsungnya pendidikan dalam Buku Membumikan al-Quran?
E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pemikiran Prof. Quraish Shihab mengenai tujuan pendidikan dalan al-Quran yang terdapat dalam Buku Membumikan al-Quran 2. Mengetahui pemikiran Prof. Quraish Shihab mengenai metode pembelajaran dalam Buku Membumikan al-Quran 3. Mengetahui pemikiran Prof. Quraish Shihab mengenai masa berlangsungnya proses pembelajaran
F. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang saya harapkan adalah: 1. Sebagai sumbangsih pemikiran dan kontribusi terhadap latar belakang kejuruan Pendidikan Agama Islam. Sebuah kajian yang berkaitan tentang pemikiran pendidikan seorang tokoh yang dalam kasus ini ialah pemikiran Prof. Quraish Shihab. 2. Menginformasikan dan menyajikan kepada masyarakat luas, khususnya masyarakat akademik akan pemikiran Prof. Quraish Shihab mengenai tujuan pendidikan dalam al-Quran yang tersaji dalam Buku Membumikan al-Quran. 3. Sebagai bahan perbandingan bagi para pendidik terkait metode penyampaian materi yang baik, metode yang bisa diterapkan dalam mengajar peserta didik.
BAB II KAJIAN TEORI Pendidikan secara umum bertujuan membantu manusia menemukan hakikat kemanusiaanya. Maksudnya, pendidikan harus mampu mewujudkan manusia seutuhnya. Pendidikan berfungsi melakukan proses penyadaran terhadap manusia untuk mampu mengenal, mengerti, dan memahami, realitas kehidupan yang ada di sekelilingnya. Dengan adanya pendidikan, diharapkan manusia mampu menyadari potensi yang dimilikinya sebagai makhluk yang berpikir. Potensi yang dimaksud yaitu potensi ruhaniyah (spiritual), nafsiyah (jiwa), aqliyah (akal), dan jasmaniah (tubuh). Ini senada seperti yang disampaikan Abuddin Nata dalam salah satu prinsip pendidikan yaitu, “Seluruh rumusan pendidikan selalu menempatkan pendidikan sebagai sarana strategis untuk melahirkan manusia yang terbina seluruh potensi dirinya”.1 Begitu pentingnya pendidikan, bahkan pendidikan merupakan landasan utama serta mendasar dalam mewujudkan suatu perubahan. Hanya dengan pendidikanlah paradigma, sikap, dan perilaku umat manusia dapat berubah dan tercerahkan. Dalam hal ini pendidikan mampu menyiapkan pelajar dari segi professionalitas dan teknis supaya manusia dapat menguasai profesi tertentu.2 Hal tersebut berguna agar mereka dapat mencari rizki dalam hidupnya dan mendapatkan kehormatan dalam hidup. Pendidikan yang amat penting ini memiliki banyak komponen yang saling terkait. Dari banyaknya komponen pendidikan, dalam kajian yang saya teliti yaitu pemikiran Quraish Shihab terkait pendidikan, saya akan memusatkan pada tiga hal, yaitu tujuan pendidikan secara umum, metode pembelajaran, dan filsafat pembelajaran seumur hidup. Ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana pandangan Quraish Shihab mengenai pendidikan
1 2
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 31 Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), h. 165
9
10
A. Tujuan Pendidikan Pada dasarnya dalam setiap kegiatan, tujuan pelaksanaan adalah hal yang harus ditetapkan terlebih dahulu. Begitu pula dengan halnya pendidikan, tujuan pendidikan yakni mengarahkan setiap proses pendidikan agar tidak menyimpang. Dengan dirumuskannya tujuan pendidikan, maka proses pendidikan menjadi tepat sasaran dan memiliki orientasi yang jelas. Ngalim Purwanto sebagaimana mengutip dari Langveld mengutarakan macam-macam tujuan pendidikan sebagai berikut: 1. Tujuan umum 2. Tujuan-tujuan tak sempurna (tak lengkap) 3. Tujuan-tujuan sementara 4. Tujuan-tujuan perantara 5. Tujuan insidental3 a. Tujuan Umum Tujuan umum disebut juga tujuan sempurna, tujuan terakhir, atau tujuan bulat. Tujuan umum adalah tujuan di dalam pendidikan yang seharusnya menjadi tujuan orang tua dan pendidik lain, yang telah ditetapkan oleh pendidik dan selalu dihubungkan dengan syarat-syarat dan alat-alat untuk mencapai tujuan umum itu. Dalam bukunya, As’aril Muhajir mengatakan bahwa tujuan pendidikan ialah terciptanya insan kaffah, insan yang memiliki dimensi-dimensi religius, budaya, juga ilmiah.4 Tujuan umum itu tidak dapat selalu diingat oleh pendidik dalam melaksanakan pendidikannya, oleh karena itulah tujuan umum selalu dilaksanakan dalam bentuk-bentuk yang khusus mengingat keadaan-
3
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 20 4 As’aril Muhajir, Ilmu Pendidikan Perspektif Kontekstual, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h.89
11
keadaan dan faktor-faktor yang terdapat pada anak didik sendiri dan lingkungannya seperti:5 1) Sifat pembawaan anak didik, umurnya, dan jenis kelaminnya, watak dan kecerdasannya.
Perlunya menjaga perbedaan-
perbedaan pada tiap individu peserta didik. Pendidik harus mengetahui bahwa di antara muridnya terdapat perbedaan baik itu secara kelemahan atau kelebihannya. Maka dari itu pendekatan yang dilakukan haruslah berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan kecenderungannya masing-masing.6 2) Kemungkinan-kemungkinan
dan
kesanggupan-kesanggupan
keluarga anak itu, miskin atau kaya, terpelajar atau tidak dan lainlain. Sudah primitif atau sudah majukan masyarakat sekitar itu? Apakah adat istiadat di masyarakat di situ menghambat atau melancarkan jalannya pendidikan anak-anak itu? dan sebagainya 3) Tempat dalam masyarakat yang menjadi tujuan anak didik tersebut. Jabatan-jabatan, pekerjan-pekerjaan, dan fungsi-fungsi masyarakat apakah yang diperlukan? Pertanian, perindustrian, perekonomian, pemerintahan, perdagangan, dan sebagainya adalah lapangan-lapangan kemasyarakatan yang memerlukan syarat-syarat tertentu dari tiap-tiap orang. Dengan kata lain tidak semua anggota masyarakat meminta syarat-syarat yang sejenis. 4) Tugas badan-badan dan tempat pendidikan. Keluarga atau rumah tangga, sekolah, badan-badan keagamaan, badan-badan sosial, dan sebagaimana sudah tentu mempuyai tugas yang berbeda-beda dalam mendidik anak-anak. Masing-masing badan dan lembaga pendidikan itu selayaknya memperhatikan kepribadian anak didik dari sudutnya sendiri-sendiri.
5
Ibid, h. 21 Omar Muhammad, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Dari Falsafatut tarbiyah al-Islmaiyah, penerjemah Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 595 6
12
5) Tugas negara dan masyarakat di sini dan sekarang. Tugas suatu bangsa atau umat manusia di dalam suatu negara yang dijajah atau yang sudah merdeka berlainan. Demikian pula keadaan bangsa dan umat manusia dahulu berbeda dengan sekarang. Maka dari itu tujuan sempurna dengan sendirinya mengalami penentuan yang berlainan pula. 6) Kemampuan-kemampuan yang ada pada pendidik sendiri. Seperti pernah diuraikan, hidup si pendidik turut menentukan arah tujuan pendidikan. Demikian pula kecakapan-kecapakan, kesanggupan, pengetahuan, dan kehidupan si pendidik itu. Alangkah baiknya jika para pendidik menetapkan peserta didiknya sebagai subjek pendidikan bukan sebagai objek. Dengan begitu para pendidik tidak
menenggelamkan
ketidakberdayaan pasif.
peserta
didik
pada
sebuah
7
b. Tujuan-tujuan Tak Sempurna Yang dimaksud dengan tujuan tak sempurna atau tak lengkap ini ialah tujuan-tujuan mengenai segi-segi kepribadian manusia yang tertentu yang hendak dicapai dengan pendidikan itu, yaitu segi-segi yang berhubungan dengan
nilai-nilai
hidup
tertentu, seperti
kecerdasan, moral, sosial, kegamaan, estetika, dan sebagainya.8 Oleh karena itu, kita dapat juga mengatakan, pendidikan sosial, pendidikan moral, pendidikan keagamaan, dan pendidikan intelektual, dan lainlain yang masing-masing dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang terkandung dalam masing-masing seginya. Tujuan tak sempurna ini bergantung kepada tujuan umum dan tidak terlepas dari tujuan umum tersebut. Memisahkan tujuan tak lengkap menjadi tujuan sendiri sehingga merupakan tujuan terakhir atau tujuan umum dari pendidikan, menjadi berat sebelah, dan berarti tidak mengakui kepribadian manusia seutuhnya. 7
Umiarso dan Zamroni, Pendidikan Pembebasan dalam Perspektif Barat & Timur, (Jogjakarta: Ar-Ruuz Media, 2011), h. 146 8 Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 42
13
c. Tujuan-tujuan Sementara Tujuan-tujuan sementara ini merupakan tempat-tempat perhentian sementara pada jalan yang menuju ke tujuan umum, seperti anak-anak dilatih untuk belajar kebersihan, belajar berbicara, belajar berbelanja, dan belajar bermain-main bersama teman-temannya. Umpanya kita melatih anak kita belajar berbicara sampai anak itu sekarang dapat berbicara. Dalam hal ini tujuan kita telah tercapai (tujuan sementara), yaitu anak dapat berbicara. Tetapi tidak hanya sampai di situ tujuan kita. Anak kita ajarkan berbicara agar anak itu dapat berbicara dengan baik dan sopan dantun terhadap sesama manusia, agar dia berbuat susila (tujuan tak lengkap), dan seterusnya. Demikian pula melatih anak untuk belajar kebersihan, belajar berbelanja, dan sebagainya adalah contoh dari tujuan sementara. Agar tujuan sementara ini dapat tercapai dengan sebaik-baiknya maka pendidik harus mengetahui masa peka yaitu masa di mana anaknya matang untuk mempelajari sesuatu yang akan dicapai dengan tujuan tersebut.9 d. Tujuan-tujuan Perantara Tujuan ini bergantung pada tujuan-tujuan sementara. Umpamanya, tujuan sementara ialah si anak belajar membaca dan menulis. Setelah ditentukan kegunaan anak belajar membaca dan menulis itu, dapatlah sekarang berbagai kemungkinan untuk mencapainya itu dipandang sebagai tujuan perantara, seperti metode mengajar dan metode membaca.10 Contoh lain tujuan tak sempurna ialah pembentukan kesusilaan: sebagai tujuan sementaranya dapat ditentukan pada suatu umur yang tertentu si anak belajar membeda-bedakan ‘kepunyaanku’ dan kepunyaanmu’. Dengan begitu menyadarkan mereka terhadap diri sendiri dan realitas yang berada di sekitarnya. 9 10
Ibid, h. 42 Ngalim Purwanto, Op Cit, h. 22
14
e. Tujuan Insidental Tujuan ini hanya sebagai kejadian-kejadian yang merupakan saat-saat yang terlepas pada jalan yang menuju pada tujuan umum. Contoh, seorang ayah memanggil anaknya untuk masuk ke dalam rumah, agar mereka tidak menjadi terlalu lelah, atau untuk makan bersama-sama; ayah menuntut agar perintahnya itu ditaati. Tetapi dalam situasi yang lain si ayah akan mengurangi tuntutan ketaatan itu dan hanya bersikap netral saja. Nyatalah bahwa di dalam tiap-tiap situasi ada tujuan-tujuan yang terpisah, meskipun tujuan-tujuan itu masih ada hubungannya dengan tujuan umum. Tetapi, jika yang dimaksud oleh ayah itu adalah agar anaknya
mempunyai
kebiasaan-kebiasaan
tetap
untuk
makan
bersama-sama keluarga hingga dengan demikian bermaksud pula untuk memperkuat rasa sama-sama terikat dalam ikatan keluarga, maka hal itu dapatlah dipandang sebagai tujuan sementara11. Macam-macam ‘tujuan’ tersebut di atas (tujuan tak sempurna, tujuan sementara, tujuan perantara, dan tujuan insidental) dapat dicapai dengan nyata. Adapaun bagaimana menetapkan tujuan-tujuan itu dan bagaimana tatacara melaksanakannya adalah tugas pedagogis praktis. Dengan memperhatikan tujuan-tujuan di atas dan hubunganhubungannya satusama lain, mempermudah usaha kita hendak mengerti pekerjaan mendidik dan memungkinkan kita untuk meninjau apa-apa yang dianjurkan oleh aliran-aliran modern atau aliran-aliran kuno dalam pendidikan. Sedangkan tujuan umum itu bermuara dalam pandangan hidup yang mendukung sebagai batu dasarnya. Sedangkan Prof. Jalaludin Idi dalam bukunya menjelaskan bahwa ada 4 macam tujuan pendidikan yang tingkatan dan luasnya berlainan yaitu Tujuan Pendidikan Nasional, tujuan institusional, tujuan instruksional, dan tujuan kurikuler. 11
Ibid, h. 23
15
1) Tujuan Pendidikan Nasional Yaitu membangun kualitas manusia yang bertakwa kepada Tuhan YME dan selalu dapat meningkatkan kebudayaannya sebagai warga negara yang berjiwa pancasila dan mempunyai semangat dan kesadaran yang tinggi, berbudi pekerti luhur, dan berkepribadian yang kuat.12 2) Tujuan Institusional Tujuan yang harus dicapai menurut program pendidikan di tiap sekolah atau lembaga pendidikan tertentu secara bulat seperti tujuan institusional SLTP/SLTA.13 3) Tujuan kurikuler Tujuan kurikuler ini ditetapkan untuk dicapai menurut menurut garisgaris besar program pengajaran di setiap intitusi pendidikan. 14 Tujuan kurikuler
ini
penting
untuk
menentukan
macam
pengetahuan,
kemampuan, dan keterampilan pada para peserta didik. 4) Tujuan instruksional Tujuan instruksional adalah rumusan secara terperinci tentang hal-hal yang harus dikuasai siswa atau anak didik setelah mereka melewati kegiatan intuksional yang bersangkutan dengan berhasil. Tujuan instruksional terbagi menjadi dua yaitu tujuan intruksional khusus (tujuan yang terarah pada bidang mata pelajaran) dan tujuan intruksional umum (diarahkan pada penguasaan secara umum), di mana keduanya harus diarahkan kepada peserta didik.15
B. Metode Pembelajaran Metode secara harfiah berarti “cara”. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai tatacara melakukan suatu kegiatan atau tatacara melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep secara
12
Jalaludin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Manusia, Filsafat, dan Pendidikan, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2012), h. 119 13 H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendkatan Interdisipliner, (Jakarta: Sinar Grafika Ofset, 2003), h. 27 14 Ibid, h. 27 15 Jalaludin dan Abdullah Idi, Op Cit, h. 120
16
sistematis.16 Dalam pengertian umum, metode diartikan sebagai tatacara mengerjakan sesuatu. Cara itu mungkin baik atau mungkin tidak baik. Metode yang baik tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor itu mungkin berupa situasi dan kondisi. Dalam pengertian litterlijk, kata “metode” berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari meta yang berarti “melalui”, dan hodos yang berarti “jalan”. Jadi, metode berarti “jalan yang dilalui”.17 Metode menunjukkan kepada jalan yang bersifat non fisik. Yakni jalan dalam bentuk ide-ide yang mengacu kepada tatacara yang mengantarkan seseorang untuk sampai pada tujuan yang telah ditentukan. Namun secara terminology atau istilah kata metode membawa pengertian yang bermacammacam sesuai dengan konteksnya. Dalam pendidikan agama banyak segi yang harus dipelajari bukan hanya tentang shalat, tetapi guru harus dapat menyesuaikan materi pendidikan agama dengan metode yang akan digunakan. Untuk ranah kognitif yang menekankan kepada pengetahuan misalnya mempelajari fakta sejarah dapat menggunakan metode ceramah, ada ranah afektif seperti akhlak dan ranah psikomotorik yang menekankan kepada keterampilan seperti praktek wudhu dan shalat. Metode pembelajaran yang tepat merupakan syarat untuk efisiensinya aktivitas pendidikan, karena tujuan pendidikan akan tercapai secara tepat guna manakala jika ditempuh menuju cita-cita tersebut dan benar-benar tepat. Sebab ketidaktepatan dalam penerapan metode secara praktis akan menghambat proses belajar mengajar yang berakibat membuang waktunya dan tenaga secara percuma.18 Al-Gazali seorang ahli pikir dan ahli tasawuf Islam yang terkenal dengan gelar “Pembela Islam” banyak mencurahkan dalam dunia pendidikan. Menurut Al Gazali, seorang pendidik agar memperoleh sukses dalam
16
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 198. 17 Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), h. 89. 18 Fadhilah Suralaga, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005), h. 88.
17
tugasnya harus menggunakan pengaruhnya serta dengan tatacara yang tepat arah.19 Dalam kaitannya untuk mencapai keberhasilan dalam mendidik, metode pembelajaran adalah elemen vital yang harus diperhitungkan. Beragam metode ditawarkan dan dirumuskan para pakar pendidikan demi berhasilnya kegiatan kependidikan. Para ahli pendidikan baik yang berlatar belakang pendidikan Islam ataupun bukan telah menelurkan butir-butir metode yang sesuai untuk digunakan dalam kegiatan kependidikan. Abdurrahman an-Nahlawi menawarkan sejumlah metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pelaksanaan pendidikan, yaitu sebagai berikut: 1. Metode pembelajaran dengan hiwar (percakapan) qur’ani dan nabawi 2. Metode pembelajaran dengan kisah qurani dan nabawi 3. Metode pembelajaran melalui perumpamaan (amsal) 4. Metode pembelajaran teladan yang baik (uswah hasanah) 5. Metode pembelajaran dengan ibrah (pelajaran) dan mau’izah (peringatan) 6. Metode pembelajaran dengan targhib (membuat senang) dan tarhib (membuat takut)20 Begitupun dengan M. Thalib yang rumusannya tentang 30 T, yaitu bermacam-macam teknik atau metode yang sesungguhnya terdapat di dalam dua sumber hukum Islam, yaitu al-Quran dan Hadits. Abuddin Nata dalam bukunya mengutip 30 T yang disimpulkan M. Thalib, yaitu; 1. Ta’lim, secara harfiyah artinya memberitahukan sesuatu kepada seseorang yang belum tahu. 2. Tabyin, yaitu mmberi penjelasan lebih jauh kepada lawan bicara setelah dia mengajukan permintaan penjelasan.
19
Muzayyin Arifin, OpCit, h. 93. Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, penerjemah HerryNoer Ali, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1989), h. 283-284 20
18
3. Tafshil, memberi keterangan yang lebih detail mengenai suatu masalah. 4. Tafhiim, memberikan pengertian tentang suatu masalah dengan merumuskan objek secara utuh, baik benda, keadaan, persoalan, atau kasus. 5. Tarjih, tatacara memilih suatu masalah dari beberapa masalah dengan memperhitungkan kekuatan atau mana yang lebih banyak manfaatnya. 6. Taqrib, melakukan pendekatan bila ada yang menjauhkan hubungan antara dua atau beberapa bait terkait dengan manusia atau masalah. 7. Tahkiim menjadi penengah antara seorang yang bersengketa. 8. Ta’syir, menggunakan benda atau isyarat dalam menyampaikan sesuatu. 9. Taqrir, memberi pengakuan atau persetujuan tanpa kata baik dengan senyum atau anggukan. 10. Talwiih, menggunakan symbol atau kiasan dalam menyampaikan sesuatu. 11. Tarwiih, memberi penyegaran fisik dan mental dengan melakukan halhal yang menyegarkan. 12. Taqshiir, mengurangi atau meringankan beban yang semestinya dipikul oleh peserta didik sehingga tugas menjadi ringan dan pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik. 13. Tabsyir, menggembirakan sehingga tugas dapat dilaksanakan dengan senang tanpa tekanan lahir atau batin. 14. Tamtii, pemberian tambahan selain dari apa-apa yang diperoleh seperti memberikan pujian setelah mendapatkan nilai yang baik. 15. Takfiz, memberikan tanda kehormatan atau penghargaan atas prestasi yang dicapai. 16. Targhib, memotivasi untuk mencintai kebaikan. 17. Ta’tsfir, menggugah rasa kepedulian sosial. 18. Tahriidl, membangkitkan semangat untuk menghadapi rintangan.
19
19. Tahdiidl, mengajak melakukan perbuatan baik bagi seorang yang tidak peduli padahal dia mampu melakukannya 20. Tadarus, mempelajari sesuatu secara bersama-sama. 21. Tazwid, memberikan bekal moril maupun materil untuk menghadapi masa depan. 22. Tajriib, mengadakan masa percobaan untuk melakukan sesuatu untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki. 23. Tandzir, memperingatkan resiko yang akan datang. 24. Taubikh, mencerca kejahatan agar mengetahui kebenaran yang harus diikuti. 25. Tahrim, melarang melakukan sesuatu yang diharamkan. 26. Tahjir, menjauhkan diri dari orang yang tidak mampu lagi dinasihati. 27. Tabdiil, mengganti dengan yang lebih baik. 28. Tarhiib, mengancam dengan kekerasan. 29. Tagrhib, mengasingkan diri dari rumah. 30. Ta’dzib, memberi hukuman fisik.21 Menurut Basyiruddin Usman, secara garis besar metode mengajar dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian, yakni metode mengajar konvensional dan metode mengajar inkonvesional. Untuk pembahasan kajian ini, saya hanya membahas metode pembelajaran tradisional yang pada umumnya metode inilah yang erat kaitannya dengan pembahasan terkait metode pembelajaran oleh Quraish Shihab. Metode mengajar konvensional berarti metode mengajar yang masih tradisional. Berikut akan dibahas secara singkat metode pembelajaran klasik tersebut: 1. Metode Ceramah22 Ini adalah metode yang paling banyak digunakan oleh para guru. Metode ini adalah metode mengajar yang paling klasik, tetapi masih 21
351
22
h. 33
Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Hadits, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002)
20
dipakai di mana-mana. Metode ceramah adalah sebuah penyampaian informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang umumnya mengikuti secara pasif. Kelebihan dari metode ceramah ialah informasi materi yang ada di dalam pembelajaran dapat diberikan secara jelas dan komprehensif sehingga pengetahuan siswa takakan sepenggal-sepenggal. Namun kelemahan yang paling jelas terlihat dari metode ini adalah bosannya para murid. Andaikan penjelasan materi oleh guru terlalu banyak dan disampaikan dengan cara-cara yang monoton, maka siswa akan cenderung bosan dan tidak memperhatikan pembelajaran. 2. Metode Diskusi Metode ini adalah salah satu cara mempelajari pelajaran dengan memperdebatkan masalah yang timbul dan saling mengadu argumentasi rasional.23 Metode diskusi juga dimaksudkan untuk dapat merangsang siswa berpikir kritis dan mengeluarkan pendapatnya secara rasional dan objektif dalam pemecahan suatu masalah. Dengan metode diskusi, pendidik dapat membaca pikiran para siswa tentang konsep yang dipelajarinya, seperti penilaian mereka, apakah mereka salah mengerti atau bias terhadap konsep tersebut. Reaksi emosi mereka terhadap konsep tersebut dapat diamati untuk melihat kesiapan mereka menerima inovasi atau konsep-konsep baru.24 Kelebihan paling signifikan dalam metode diskusi adalah partisipasi aktif dari para murid dan keterlibatannya dalam diskusi akan meningkatkan kemampuan argumen dan kepercayaan diri mereka. Dengan metode diskusi juga kelas akan menjadi lebih bergairah. Kelemahannya ialah apabila ada siswa yang tak terlibat diskusi maka ia akan bersikap acuh tak acuh dengan proses pembelajaran yang sedang berjalan. Kekurangan lainnya adalah ketika diskusi hanya berlangsung antara satu dua orang sehingga terkesan peserta yang aktif hanya itu-itu 23
Ibid, h. 36 Tukiran Taneraja dkk, Model-model Pembelajaran Inovatif dan Efektif, (Bandung: Alfa Beta, 2011), h. 31 24
21
saja. Jalannya diskusi yang demikian akan mengurangi peluang siswa lain untuk memberi kontribusi.25 Salah satu upaya untuk mengatasi kelemahan dari metode ini ialah dengan cara penyebaran merata di setiap kelompok. Misalnya, dari lima orang kelompok tersebut ada beberapa dari mereka yang pandai bicara dan yang kurang pandai berbicara, juga ada pencampuran antara siswa laki-laki dan perempuan. Hal ini benar-benar harus diperhatikan oleh guru sehingga kelompok diskusi benar-benar bekerjasama dengan kondusif.26 3. Metode Tanya jawab Metode ini adalah teknik dengan cara melemparkan pertanyaan kepada semua murid, lalu murid yang merasa dirinya bisa memberikan jawaban dengan tepat dipersilakan untuk menjawab. Metode ini memungkinkan terjadinya komunikasi secara langsung yang bersifat two ways traffic sebab pada saat yang bersamaan terjadi dialaog antara guru dan siswa. Guru memberikan pertanyaan lalu siswa menjawab atau sebaliknya.27 Tujuan yang hendak dicapai dalam metode ini antara lain; mengetahui sampa sejauh mana materi pelajaran yang telah dikuasai oleh siswa, guna merangsang siswa berpikir, dan memberi kesempatan pada siswa untuk mengajukan masalah yang belum dipahami.28 Kelebihan metode ini adalah murid-murid diharapkan berusaha sebaik mungkin untuk mengasah kemampuan dirinya sehingga mampu menjawab pertanyaan yang diberikan. Dengan cara ini, murid juga akan terstimulus untuk menjawab pertanyaan secepat dan setepat mungkin. Kelemahannya ialah apabila pertanyaannya terlampau sulit sehingga semua murid tidak mampu menjawab maka jalannya metode ini akan tersendat dan nuansa kelas menjadi tidak aktif. 4. Metode Demonstrasi 25
Muhibbin Syah, Op Cit, h. 204 Tukiran Tameraja, Op Cit, h. 38 27 Trianto, Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik, (Jakarta: PT Prestasi, 2010), h. 133 28 Ibid, h. 134 26
22
Metode ini ialah berupa penyajian informasi, dapat diartikan sebagai upaya peragaan atau pertunjukan tentang tatacara melakukan atau mengerjakan sesuatu.29 Tujuan pokok penggunaan metode demonstrasi dalam proses belajar mengajar ialah untuk memperjelas konsep dan memperlihatkan tatacara melakukan sesuatu atau proses terjadinya sesuatu. Manfaat psikologis-pedagodis dari metode demonstrasi antara lain: perhatian siswa dapat lebih dipusatkan, proses belajar siswa menjadi lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari, dan pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa.30 Kelebihan metode demonstrasi antara lain:31 a. Secara psikologis ialah perhatian siswa lebih terpusat dan proses belajar mengajar lebih terarah pada materi yang harus dipelajari. b. Membantu anak didik memahami jalannya sesuatu proses atau kerja suatu benda. c. Memudahkan berbagai jenis penjelasan. d. Kesalahan-kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki melalui pengamatan dan contoh konkret, dengan menghadirkan objek sebenarnya. Adapun kekurangan dalam metode demonstrasi ialah:32 a. Bahwa tidak semua materi pembelajaran dapat diperagakan. b. Dari segi finansial pengadaan alat peraga untuk metode demonstrasi juga relatif mahal. c. Sukar dimengerti bila didemonstrasikan oleh guru yang kurang mengusai objek yang didemonstrasikan.
29
Muhibbin Syah, Loc Cit, h. 205 Trianto, Op Cit, h. 135 31 Ibid, h. 135 32 Ibid, h. 135 30
23
Maka dari itu sang pendidik mesti pintar-pintar dalam mencari cara untuk mendemonstrasikan objek dengan menarik juga cerdas dalam menentukan alat yang efektif untuk diperagakan. 5. Metode cerita Semua budaya lisan menggunakan cerita dan semua jenis cerita itu memegang peranan penting dalam kehidupan dan masyarakat. Dengan begitu metode cerita ini bisa menjadi sebuah metode pembelajaran yang efektif. Metode cerita adalah instrument untuk mengorientasikan emosi manusia kepada isi cerita itu. Cerita tidak hanya sekedar menyampaikan informasi dengan cara melibatkan emosi kita; cerita mengarahkan atau membentuk emosi kita terhadap kejadian atau karakter dnegan cara tertentu33 Kekuatan terbesar dari cerita adalah bahwa metode tersebut dapat melakukan dua hal sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Pertama, cerita-cerita itu sangat efektif dalam mengomunikasikan informasi dengan bentuk yang mudah diingat, dan kedua cerita-cerita dapat mengarahkan
perasaan
pendengarnya
tentang
informasi
yang
dikomunikasikan.34 Agar anak penuh perhatian pada tema suatu ceita, maka cerita harusnya berupa cerita pendek yang mengisahkan peristiwa-peristiwa yang berlangsung dengan cepat dan menakjubkan.35 Sehingga dalam alur cerita seperti ini, fantasi anak mulai tumbuh dan menguat secara berangsur-angsur. Dari segala kelebihan yang dimiliki oleh metode pengisahan, bukan berarti metode ini tanpa cacat. Kelemahan yang terjadi dalam fase ini biasanya jika unsur cerita mengandung sesuatu yang bersifat negatif, misalnya cerita-cerita yang samat menakutkan atau cerita yang banyak di
33
Kieran Egan, Pengajaran yang Imajinatif, penerjemah Agustina Reni, (Jakarta: PT Indeks, 2009), h. 12 34 Ibid, h. 12 35 Abdul Aziz Abdul Majid, Mendidik dengan Cerita, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), h. 12
24
dalamnya kisah-kisah penderitaan dan tipu daya.36 Misalnya, cerita mengenai penyiksaan terhadap anak-anak atau kisah pemerkosaan sadis yang menakutkan. Jenis cerita-cerita seperti ini jelaslah harus dihindari karena berakibat negatif terhadap para pendengarnya. Mungkin ceritacerita seperti itu hanya akan memperbesar rasa takut dan cemas terhadap peserta didik. Oleh karena itu guru harus pandai-pandai menyiapkan bahan cerita, mengambil cerita-cerita yang penuh nilai kebajikan dan imajinatif, serta menghindari model tema yang penuh dengan kebencian dan ketakutan.
C. Pembelajaran Sepanjang Hayat Dalam kehidupan Islam, pendidikan Islam ialah suatu proses internalisasi dan sosialisasi nilai-nilai moral Islam melalui sejumlah informasi, pengetahuan, sikap, prilaku, dan budaya. Pendidikan Islam juga merupakan sesuatu yang terintegrasi, yang berarti memiliki kesatuan yang integral dengan disiplin ilmu-ilmu lain. Dilihat dari prosesnya, maka pendidikan Islam merupakan long life process sejak dini kehidupan manusia.37 Dalam bukunya, Hasbullah meninjau pentingnya pendidikan seumur hidup dalam berbagai perspektif. Dasar pemikiran ditinjau dari beragam aspek, di antaranya ialah:38 1. Tinjauan Ideologis Pendidikan
seumur
hidup
atau
long
life
education
akan
memungkinkan seseorang mengembangkan potensinya sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Pada dasarnya semua manusia dilahirkan ke dunia mempunyai hak yang sama, khususnya hak untuk mendapatkan pendidikan dan peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan amat penting dalam pertumbuhan suatu individu. Pendidikan yang baik akan memberi sumbangan pada semua bidang pertumbuhan individu. Pendidikan juga akan membantu seseorang 36
Ibid, h. 13 Zainuddin, Paradigma Pendidikan Terpadu, (Malang: Uin Malang Press, 2008), h. 90 38 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 67 37
25
dalam
menumbuhkan
keterampilan,
dan
kesediaan,
kekuatan
bakat-bakat,
jasmaninya.
Begitu
keterampilanjuga
dapat
meningkatkan, mengembangkan, dan menumbuhkan kesediaan, bakat, minat, dan kemampuan-kemampuan akalnya.39 2. Tinjauan Ekonomis Pendidikan merupakan sala satu cara yang paling efektif untuk keluar dari suatu lingkaran yang menyeret kepada kebodohan dan kemelaratan.
Pendidikan
seumur
hidup
dalam
konteks
ini
memungkinkan seseorang untuk: a. Meningkatkan produktivitas; b. Memelihara
dan
mengembangkan
sumber-sumber
yang
dimilki; c. Memungkinkan hidup dalam lingkungan yang lebih sehat dan menyenangkan; d. Memiliki motivasi dalam mengasuh dan mendidik anakanaknya secara tepat sehingga peranan pendidikan keluarga menjadi sangat penting dan besar artinya.40 Mengetahui arti penting pendidikan bagi perekonomian dan masa depan suatu bangsa, bahkan Aristoteles yang hidup pada zaman dahulu (384 SM-322 SM) mengatakan, “Kemiskinan merupakan ayah dari revolusi dan kejahatan. Siapapun yang pernah memikirkan seni memerintah umat manusia akan merasa yakin bahwa nasib negaranegara akan ditentukan oleh pendidikan kaum muda”41 3. Tinjauan Sosiologis Pada umumnya di Negara-negara sedang berkembang ditemukan masih banyak orang tua yang kurang menyadari akan pentingnya pendidikan formal bagi anak-anaknya.42 Oleh karena itu anak-anak 39
31
40
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Pustaka al-Husna, 2008), h.
Hasbullah, Op Cit, h. 68 Hart, Michael H. 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia. Penerjemah Ken Ndaru dan M. Nurul Islam. (Jakarta: Noura Books, 2012) Cet. Ke-2, h. 80 42 Hasbullah, Lop Cit, h. 68 41
26
yang kurang mendapatkan pendidikan formal, putus sekolah, dan atau tidak bersekolah samasekali. Dengan demikian, pendidikan seumur hidup kepada orang tua diharapkan menjadi solusi dari masalah tersebut. 4. Tinjauan Filosofis Negara-negara
demokrasi
menginginkan
seluruh
rakyatnya
menyadari pentingnya hak memilih dan memahami fungsi pemerintah, DPR,
DPD,
dan
sebagainya.
Oleh
karena
itu,
pendidikan
kewarganegaraan perlu diberikan kepada setiap orang. Hal ini menjadi tugas pendidikan seumur hidup.43 5. Tinjauan Teknologis Di era globalisasi seperti sekarang ini, tampaknya dunia dilanda oleh eksplosi ilmu pengetahuan dan teknologi dengan berbagai produk yang dihasilkannya. Semua orang, tidak terkecuali para pendidik, sarjana, pemimpin, dan sebagainya dituntut selalu memperbaharui pengetahuan dan keterampilannya, seperti yang terjadi pada di negaranegara maju.44 Bila hal ini tidak dilakukan, maka kita akan senantiasa tertinggal, sebab bagaimanapun orang tidak bisa menutup diri terhadap segala kemajuan yang melandanya. 6. Tinjauan Psikologis dan Pedagogis Bagaimanapun diakui perkembangan iptek yang sangat pesat punya dampak dan pengaruh besar terhadap berbagai konsep, teknik, dan metode pendidikan.45 Di samping itu perkembangan tersebut juga semakin luas, dalam, dan kompleks, yang menyebabkan ilmu pengetahuan tidak mungkin lagi diajarkan seluruhnya kepada anak didik sekolah. Dalam bidang psikologi, pendidikan yang baik juga mampu menolong
43
Ibid, h. 69 Ibid, h. 69 45 Ibid, h. 69 44
dan
menghaluskan
perasaan
para
peserta
didik.
27
Mengarahkannya ke arah yang diingini oleh tujuan pendidikan.46 Pendidikan juga dapat membantunya menumbuhkan perasaan manusia yang mulia, yang menjadikannya manusia yang mencintai kebaikan bagi orang lain, berinteraksi dengan mereka dan turut merasakan penderitaan-penderitaan orang lain. Dengan begitu peserta didik mampu beradaptasi dan menyesuaikan dirinya sendiri dalam kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, tugas pendidikan jalur sekolah yang utama sekarang ialah mengajarkan bagaimana cara belajar, menanamkan motivasi yang kuat dalam diri anak untuk belajar terus sepanjang hidupnya, memberikan skill kepada anak didik secara efektif agar dia mampu beradaptasi dalam masyarakat yang cenderung berubah sangat cepat. Berkenaan dengan itulah, perlu diciptakan satu kondisi yang merupakan aplikasi asas pendidikan seumur hidup atau long life education.
D. Penelitian Relevan Sebelumnya 1. Tesis berjudul Konsep Metode Pendidikan Islam: Studi Pemikiran Dr. H. M. Quraish Shihab, MA, oleh Qonitah Maratin dari UIN Sunan Ampel. Penelitian Qonitah ini mengkaji tentang pemikiran Quraish Shihab terkait metode pendidikan Islam. Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian skripsi ini adalah: a. Beragamnya metode pendidikan yang ditawarkan dan dilaksanakan oleh Quraish Shihab seperti: metode dialog, metode keteladanan, metode nasihat, metode kisah, metode pembiasaan, metode sanksi, dan metode ganjaran. b. Adanya kesenjangan antara metode yang ditawarkan Quraish Shihab dengan metode-metode kontemporer seperti: metode discovery, metode brain storming, metode simulasi, metode inquiry, dll. Kesenjangan itu dikarenakan tidak adanya salah satu substansi pendidikan 46
yang terdapat
Hasan Langgulung, Op Cit, h. 31
pada
metode
pembelajaran
yang
28
ditawarkan
Quraish
Shihab
namun
tidak
terdapat
metode
pembelajaran kontemporer, yakni pembentukan moral dan nilai-nilai peserta didik. Itu diakibatkan oleh titik tekan metode pembelajaran kontemporer yang hanya meliputi penguatan aspek kognitif. Perbedaan yang terdapat antara kajian Qonitah dengan kajian yang sedang saya garap ialah, tesis Qonitah ini membahas mengenai pemikiran Quraish Shihab dalam hal metode pendidikan secara komprehensif sedangkan apa yang penulis kaji ialah seputar tujuan pendidikan, metode pendidikan, dan filsafat pembelajaran seumur hidup yang terdapat dalam buku Quraish Shihab yang berjudul ‘Membumikan al-Quran’. 2. Skripsi yang berjudul ‘Konsep Pendidikan Anak Menurut Quraish Shihab dan Su’dan dalam Perspektif Pendidikan Islam. Skirpsi karya Muhammad Asyhar (IAIN Walisongo) ini merupakan kajian komparatif antara pemikiran pendidikan anak versi Quraish Shihab dan versi Su’dan. Adapun hasil temuan dari skripsi ini ialah. a. Menurut Quraish Shihab pendidikan anak haruslah berlangsung sejak dini. Penanaman nilai-nilai keimanan merupakan prioritas yang harus didahulukan sejak masa kanak-kanak. Faktor keluarga dalam hal ini merupakan pendidik pertama dan utama dalam hal menanamkan nilai-nilai keimanan bagi anak. b. Pemikiran Quraish Shihab mengenai pendidikan anak banyak diwarnai oleh penafsiran beliau terhadap al-Quran. Sehingga, menurut beliau pendidikan agama merupakan pendidikan yang harus dikedepankan dengan pengajaran berupa mengetengahkan nilai-nilai dan hikmah dari sebuah kisah sehingga dapat dengan mudah dipahami dan dicerna oleh anak-anak. c. Menurut Muhammad Asyhar, konsep pendidikan kedua tokoh ini sama-sama kurang memuaskan. Namun, tetap saja berarti sebagai masukan kepada para orang tua dan pendidik lainnya untuk membentuk anak yang cerdas,beriman, dan bertaqwa.
29
Perbedaan dengan kajian penulis ialah, skripsi Muhammad Asyhar merupakan studi komparatif antara dua tokoh, yakni Quraish Shihab dan Su’dan dengan menitikberatkan kepada kajian pendidikan anak. Kajian Muhammad Asyhar membandingkan mana pemikiran pendidikan anak yang paling sesuai dan relevan dengan konteks sekarang ini. Walaupun pada akhirnya Muhammad Asyhar sendiri dalam kesimpulannya mengatakan kurang puas dengan pemikiran pendidikan dua tokoh tersebut. Sedangkan skripsi penulis memfokuskan pemikiran Quraish Shihab, yang terdapat dalam karyanya yang berjudul Membumikan al-Quran.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat dalam penelitian ini lebih bersifat fleksibel. Sebagian besar pencarian berada di perpustakaan di mana sumber-sumber yang bisa dijadikan bahan rujukan untuk penelitian ini tersedia dalam jumlah yang banyak dan memadai. Untuk penelitian yang berhubungan dengan wawancara narasumber, yakni Quraish Shihab saya melakukan wawancara di Pusat Studi Quran. Setelah sumber-sumber data terkumpul barulah saya mengkaji referensi dan menulis data-data itu di rumah. Adapun waktu penelitian yang dilakukan oleh penulis juga bersifat lentur. Harapan dan prediksi saya untuk pengerjaan skripsi ini yaitu selama satu semester terhitung dari tanggal 7 Januari 2015.
B. Metode Penelitian Oleh karena yang menjadi objek kajian di sini adalah pemikiran Quraish Shihab yang tertulis dalam bukunya (Membumikan al-Quran) maka metode penelitian yang penulis gunakan ialah sebuah kajian hermenutika. Secara etimologis, hermeneutika berasal dari bahasa Yunani, hermeneuein, yang berarti mengungkapkan pikiran seseorang dalam kata-kata.1 Istilah hermeneutika juga memiliki asosiasi etimologis dengan nama dewa Yunani yang bernama Hermes, yang dalam mitologi Yunani dipercaya bertugas untuk menyampaikan dan menerjemakan pesan-pesan Tuhan kepada manusia ke dalam bahasa yang dapat dimengerti manusia.2 Dari pembahasan di atas, kita dapat menyebut dalam bahasa yang singkat bahwa hermeneutika adalah penafsiran. Dalam Islam istilah hermeneutika lebih dikenal dengan istilah tafsir atau takwil.3 Yaitu cara menjelakan makna tersurat dari teks. Penelitian pemikiran 1
Mudja Rahardjo, Hermeneutikan Gadamerian, (Malang: UIN-Malang Press, 2007), h. 88 Ibid, h. 88 3 Abdul Hadi, Hermeneutika, Estetika, dan Religiusitas, (Yogyakarta: Matahari, 2004), h. 70 2
31
tokoh yang melibatkan pembacaan buku-buku karya tokoh tersebut (Qurasih Shihab) maka metode hermeneutika ini menjadi penting karena pada intinya metode hermeneutika atau penafsiran adalah metode untuk berdialog dengan sebuah teks. Hubungan kajian hermeneutika dalam penelitian pemikiran memang sangat erat. Salah satu agenda pokok kajian hermeneutika yaitu, mengkaji pikiran dan perasaan orang yang telah terlembagakan dalam bahasa tulis, sementara pembicaranya tak lagi di tempat.4 Dalam kajian ini maka akan dilakukan interpretasi terhadap teks dan wacana dari pemikiran Quraish Shihab terkait pendidikan yang tertulis dalam buku Membumikan al-Quran. Namun, yang perlu dipahami ialah bahwa interpretasi yang saya lakukan ialah belum dalam bentuk final seperti yang dikatakan Komaruddin Hidayat bahwa wacana sebagai peristiwa dialog bisa dipandang sebagai eksposisi pemikiran yang belum final dan memang tak akan pernah final, karena wawasan dan spirit untuk memperoleh kebenaran memang selalu berada di depan dan kebenaran tak mengenal batas akhir. 5 Maka itu perlu sikap keterbukaan dan kejelian dalam melihat sebuah teks agar kita dapat memahami serta membedakan antara apa yang tertulis dan apa yang terpikirkan dan apa yang diinginkan oleh si tokoh tersebut. Dengan begitu kita mampu menangkap makna sebenarnya dari pemikiran tokoh yang tertulis dalam karyanya. Dalam hal ini adalah pemikiran Quraish Shihab dalam karnya Membumikan al-Quran.
C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data Prosedur pengumpulan data menggunakan pendekatan kepustakaan (library research). Dalam kajian ini penulis mengandalkan data yang bersumber dari dokumen dan juga wawancara langsung terhadap tokoh yang penulis kaji, yakni Quraish Shihab. Dengan begitu data primer yang berkaitan dengan kajian penulis akan semakin lengkap, kuat, dan komprehensif. Dengan begitu 4 5
Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 126 Ibid, h. 130
32
diharapkan kajian pemikiran Quraish Shihab terkait pendidikan berakhir dengan kesimpulan yang memadai untuk menjawab rumusan masalah. Dengan cara-cara diatas berarti metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian studi dokumentasi, yaitu mengumpulkan data, fakta, dan informasi berupa tulisan-tulisan dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat di perpustakaan, seperti berupa buku-buku; Membumikan alQuran, Tafsir al-Misbah juga sumber utama lain yaitu dengan mewawancarai Prof. Quraish Shihab secara langsung sehingga akan didapatkan data yang benar-benar akurat Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan mempelajari dan menganalisis literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian yang akan diteliti dengan mengumpulkan data-data melalui bahan bacaan dengan bersumber pada buku-buku cetak, dan literatur lain yang mendukung. Maka dari itu pencarian data penulis lakukan dengan membaca karya-karya Quraish Shihab sendiri sebagai sumber primer dan buku-buku atau komentar terhadap Quraish Shihab sebagai sumber sekundernya. Setelah data terkumpul, maka dilakukan penelaahan secara sistematis dalam hubungannya dengan
masalah
yang
diteliti, sehingga diperoleh data/informasi untuk bahan penelitian. Berikutnya ialah pengolahan data. Pengolahan data dilakukan dengan menyatukan keseluruhan data yang telah didapat lalu dilakukan reduksi ukuran dan cakupan data jika datanya terlalu banyak sehingga dapat memudahkan penulis untuk menganalisis juga memudahkan para pembaca saat membaca penelitian ini. Pereduksian ini juga mencakup tulisan Quraish Shihab yang bersumber dari pihak lain sehingga hasil kajian skripsi ini murni hanya pemikiran yang bersumber langsung dari beliau. Untuk memudahkan dalam mengelola data penulis akan menggunakan teknik seleksi dan merangkum data. Seleksi tidak lain untuk memanejemen data dengan memilih item-item yang menarik, signifikan, dan merujuk pada
33
pembahasan sehingga dapat mewakili argumentasi-argumentasi penulis.6 Teknik selanjutnya ialah dengan merangkum data, sebuah versi dari data yang telah dikurangi dan bernilai akurat. Proses ini bertujuan untuk mempertahankan sesuatu dari banyaknya data yang terkumpul.7 Dalam hal ini adalah segala data yang berkaitan dengan kajian penulis terkait pemikiran pendidikan Quraish Shihab. Untuk analisis data akan dibicarakan dibagian terakhir.
D. Pemeriksaan Keabsahan Data Pada pengertian yang lebih luas pemeriksaan keabsahan data merujuk pada masalah kualitas data dan ketepatan metode yang digunaka untuk melaksanakan proyek penelitaian. Kualitas data dan ketepatan metode yang digunakan untuk melaksanakan penelitian sangat penting khususnya dalam penelitian ilmu-ilmu sosial karena pendekatan filosofis dan metodologis yang berbeda terhadap studi aktivitas manusia.8 Dikarenakan data yang dikumpulkan penulis berupa dokumen maka penilaian terhadap kualitas dokumen mesti dilakukan.
Payne menjelaskan
bahwa ada empat kriteria dalam melakukan pemeriksaan kualitas dokumen. 9 1. Otentik, yaitu keaslian dan asal dokumen tidak diragukan. 2. Kredibel, yaitu dokumen yang digunakan bebas dari kesalahan dan penulisnya dapat dipercaya 3. Representatif, yaitu apakah dokumen yang digunakan adalah dokumen yang biasa dijumpai atau langka. Apakah banyak dokumen lain yang sejenis? Semakin banyak dokumen yang berisi hal yang sama membuat proses verifikasi menjadi lebih mudah 4. Makna, yaitu dokumen yang didapat jelas dan mudah dipahami. Makna juga merujuk pada dokumen seharusnya dibaca dan diinterpretasikan Setelah data berhasil dikumpulkan maka dilakukanlah pemeriksaan. Penulis perlu melakukan klarifikasi yang tepat akan jenis dokumen yang tersedia. 6
Loraine Blaxter dkk, How to Research, Seluk Beluk Melakukan Riset,Terj. Dari How to Research, penerjemah Agustina, (Jakarta: PT Index, 2006) h. 309. 7 Ibid, h. 309 8 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Analisis Data, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h. 78 9 Samiaji Sarosa, Dasar-dasar Metode Kualitatif, (Jakarta: PT. Indeks, 2012), h. 63
34
Dokumen bisa juga dalam bentuk fotografi, film, video, slide dan sumber tidak tertulis lain. Namun, jenis dokumen yang paling umum dalam penelitian pendidikan ditulis sebagai sumber tercetak. 10 Dokumen dapat dibagi dalam dua kelompok, sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer ialah sumber yang ada selama penelitian dan sumber ini memiliki sudut pandang tokoh yang kita kaji.11 Dalam kajian pemikiran Quraish Shihab ini sumber primernya jelas berasal dari karya-karya Quraish Shihab sendiri, yaitu : Membumikan al-Quran dan Tafsir al-Misbah . Lalu ada pula sumber sekunder yang merupakan interpretasi atas segala hal yang berkaitan berbasiskan sumber primer. Bisa dibilang sumber sekunder adalah cara pandang orang lain terhadap permasalahan yang kita kaji.12 Sumber sekunder yang penulis pakai adalah buku-buku yang berkaitan dengan topik permasalahan sekitar tentang tujuan pendidikan Islam, metode pendidikan Islam, dan pembelajaran seumur hidup. Yaitu, 1. Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran karya Abuddin Nata 2. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, karya Hasbullah 3. Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, karya Abuddin Nata
E. Analisis Data Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode analisis isi (content analyzing). Content analysis didefinisikan sebagai mencari makna materi tertulis atau visal dengan cara alokasi isi sistematis ke kategori terinci yang telah ditentukan sebelumnya dan kemudian menghitung dan menginterpretasikan hasilnya.13. Keunggulan content analysis adalah memungkinkan peneliti mengkuantifikasi isi teks kualitatif dan interpretatif secara sistematis. Sedangkan kekurangannya
10
ialah
secara
inheren
mengandung
bias
peneliti
yang
Judith Bell, Doing Your Research Project, Terj. Dari Doing Your Research Project, penerjemah Jacobus Embu (Jakarta: Indeks, 2006), h. 154 11 Ibid, h. 155 12 Ibid, h. 155 13 Samiaji Sarosa, Op Cit, h.70
35
memungkinkan adanya informasi yang terlepas dari konteksnya. Akibatnya adalah makna kontekstual suatu teks menjadi hilang, berubah, atau berkurang. 14 Proses analisis data dimulai dengan menelaah secara menyeluruh data yang tersedia dari berbagai sumber. Data-data yang sangat banyak itu, setelah dipelajari dan ditelaah, maka langkah beruikutnya ialah melakukan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. 15 Langkah selanjutnya adalah menyusunnya
dalam
satuan-satuan.
Satuan-satuan
itu
kemudian
dikategorisasikan pada koding. Tahap akhir dari analisis data ialah mengadakan pemeriksaan keabsahan data. Setelah selesai tahap ini, mulailah kini tahap penafsiran data dengan mengolah hasil sementara menjadi teori subtantif dengan menggunakan metode deduktif. Metode yang digunakan dalam menganalisis masalah dalam kajian ini adalah metode deduktif, yaitu apa yang dipandang benar dalam peristiwa dalam suatu kelas atau jenis, berlaku pada hal yang benar pada semua peristiwa yang termasuk dalam kelas atau jenis. Hal ini adalah suatu proses berpikir dari pengetahuan yang bersifat umum dan berangkat dari pengetahuan tersebut, ditarik suatu pengetahuan yang khusus. 16 Metode mengetahui
perpindahan
dari
ini
bertujuan
untuk
pola pemikiran yang bersifat umum kepada
penarikan pola pemikiran yang khusus. Metode ini juga berfungsi melatih agar terbiasa berpikir ilmiah, membanding, menimbang antara bagian-bagian dan mengambil kesimpulan dan prinsip-prinsip umum tersebut.17
14 15
190
16
Ibid, h. 70 Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997), h.
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h.103 17 Ibid, h. 103
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Biografi dan Karya Quraish Shihab H. M. Quraish Shihab lahir tanggal 16 Februari 1994 di Rappang, Sulawesi Selatan. Ayahnya bernama Abdurrahman Shihab adalah keluarga keturunan Arab yang terpelajar, dan menjadi ulama sekaligus guru besar tafsir di IAIN Alauddin, Ujung Pandang.1 Sebagai seorang yang berpikiran maju, Abdurrahman percaya bahwa pendidikan adalah merupakan agen perubahan. Sikap dan pandangannya yang demikian visioner itu dapat dilihat dari latar belakang pendidikannya, yaitu Jami’atul Khair, sebuah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Muridmurid yang belajar di lembaga ini diajari tentang gagasan-gagasan pembaruan gerakan dan pemikiran Islam. Hal ini terjadi karena lembaga ini memiliki hubungan yang erat dengan sumber-sumber pembaruan di Timur Tengah seperti Hadramaut, Haramain, dan Mesir. Banyak guru-guru yang didatangkan ke lembaga tersebut, di antaranya Syekh Ahmad Soorkati yang berasal dari Sudan, Afrika. Quraish Shihab menyelesaikan pendidikan dasarnya di Ujung Pandang. Quraish Shihab muda kemudian melanjutkan sekolah menengahnya di Kota Malang sambil belajar agama di Pesantren Dar al-Hadits al-Fiqhiyyah. Pada tahun 1958, ketika berusia 14 tahun, ia berangkat ke Kairo, Mesir untuk melanjutkan studi, dan diterima di kelas II Tsanawiyah al-Azhar. Setelah itu dirinya diterima sebagai mahasiswa di Universitas al-Azhar dengan mengambil jurusan tafsir dan hadits, di fakultas Ushuluddin hingga menyelesaikan LC pada tahun 1967. Kemudian beliau melanjutkan studinya di jurusan dan universitas yang sama hingga berhasil mempertahakan tesisnya yang berjudul Al-I’jaz Al-Tasyri’iy li AlQuranul-Karim pada tahun 1969 dengan gelar M.A.2
1
Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1997), h. 6 2 Ibid, h. 6
36
37
Setelah menyelesaikan studinya dengan gelar M.A tersebut, untuk sementara beliau kembali ke Ujung Pandang. Dalam kurun waktu kurang lebih sebelas tahun (1969 sampai 1980) Quraish Shihab terjun ke berbagai aktivitas sambil menimba pengalaman empirik, baik dalam kegiatan akademik di IAIN Alauddin maupun di berbagai institusi pemerintahan setempat. Dalam masa menimba pengalaman dan karier ini, Quraish Shihab terpilih sebagai Pembantu Rektor III IAIN Ujung Pandang. Selain itu, beliau juga terlibat dalam pengembangan pendidikan perguruan tinggi swasta wilayah Timur-Indonesia dan diserahi tugas sebagai Koordinator wilayah. Di tengah-tengah kesibukannya itu, beliau juga aktif melakukan kegiatan ilmiah yang menjadi dasar kesarjanaannya. Beberapa penelitian telah dilakukannya. Di antaranya penelitian tentang “Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia Timur” (1975) dan “Masalah Wakaf di Sulawesi Selatan” (1978)3 Pada tahun 1980, Quraish Shihab kembali ke Mesir untuk meneruskan studinya di Program Pascasarjana Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadis, Universita al-Azhar. Hanya dalam waktu dua tahun dia berhasil menyelesaikan disertasinya yang berjudul “Nazm al-Durar li al Biqai Tahqiq wa Dirasah” dan berhasil dipertahankan dengan nilai Suma Cum Laude disertai penghargaan tingkat I.4 Tahun 1984 adalah babak baru tahap kedua bagi Quraish Shihab untuk melanjutkan kariernya. Untuk itu Quraish Shihab pindah tugas dari IAIN Ujung Pandang ke Fakultas Ushuluddin di IAIN Jakarta. Di sini beliau aktif mengajar bidang Tafsir dan Ulumul Quran di program S1, S2, dan S3 sampai tahun 1998. Di samping melaksanakan tugas pokoknya sebagai dosen, Quraish Shihab juga dipercaya meduduki jabatan sebagai rektor IAIN Jakarta selama dua periode (1992-1996 dan 1997-1998). Setelah itu ia dipercaya menduduki jabatan sebagai Menteri Agama kurang lebih dua bulan di awal 1998, hingga kemudian diangkat menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk 3 4
Ibid, h. 6 Ibid, h. 6
38
negara
Republik
Negara
Mesir
merangkap
negara
Republik
Djibauti
berkedudukan di Kairo. Kehadiran Quraish Shihab di Ibukota Jakarta telah memberikan suasana baru dan disambut hangat oleh masyarakat. Hal ini terbukti dengan adanya aktivitas yang dijalankannya di tengah-tengah masyarakat. Di samping mengajar, beliau juga dipercaya untuk menduduki sejumlah jabatan. Di antaranya sebagai Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) Pusat (sejak 1948), anggota Lajnah Pentashih alQuran Departemen Agama sejak 1989. Dia juga terlibat dalam beberapa organisasi profesional, antara lain Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim seIndonesia (ICMI), ketika organisasi ini didirikan. Selanjutnya beliau juga tercatat sebagai Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu Syariah, dan Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Aktivitas lainnya yang beliau lakukan adalah sebagai Dewan Redaksi Studi Islamika: Indonesian Journal for Islamic Studies Ulumul Quran, Mimbar Ulama dan Refleksi Jurnal Kajian Agama dan Filsafat. Semua penerbitan ini berada di Jakarta.5 Di samping kegiatan tersebut di atas, H. M. Quraish Shihab juga dikenal sebagai penulis dan penceramah yang handal. Berdasar pada latar belakang keilmuan yang kokoh yang ia tempuh melalui pendidikan formal serta ditopang oleh kemampuannya menyampaikan pendapat dan gagasan dengan bahasa sederhana, tetapi lugas, rasional, dan kecenderungan pemikiran yang moderat. Dengan begitu beliau tampil sebagai penceramah dan penulis yang biasa diterima oleh semua lapisan masyarakat. Sejumlah ceramah ini beliau lakukan di sejumlah masjid bergengsi di Jakarta, seperti Masjid at-Tin dan Fathullah, di lingkungan pejabat pemerintah seperti pengajian di Masjid Istiqlal serta di sejumlah statiun televisi, seperti RCTI, Metro TV mempunyai program khusus selama bulan Romadhan yang diasuhnya. Selain itu ia juga banyak menulis karya ilmiah yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan. Di majalah Amanah ia mengasuh rubrik “Tafsir al-Amanah”, di
5
Ibid, h. 7
39
harian Pelita ia pernah mengasuh rubrik “Pelita Hati”, dan di harian Republika dia mengasuh rubrik atas namanya sendiri yaitu “M. Quraish Shihab Menjawab” Buku yang pertama yaitu membumikan al-Quran benar-benar disambut hangat oleh masyarakat. Tidak lama setelah dipublikasikan kehadiran buku ini menimbulkan decak kagum, tak heran kalau penjualan buku ini amat laris sampai beberapa kali cetak ulang. Bahkan Howard M. Federspiel, professor dari Universitas McGill yang melakukan kajian intensif tentang kajian al-Quran di Indonesia memberikan sanjungan dan nilai yang amat tinggi untuk buku Membumikan al-Quran. Itu dikarenakan tingkat penulisan berada pada level yang amat menarik minat orang-orang dewasa terpelajar.6 Buku Membumikan al-Quran memusatkan isu-isu khusus yang relevan bagi audiens kontemporer seperti, “Islam, gizi, dan kesehatan umum,” dan “Alam, penduduk dan lingkungan.” Buku ini juga di antara buku Quraish Shihab yang lain berhasil mengungkapkan sikap-sikap yang lebih kontemporer mengenai pentingnya agama dalam kehidupan kaum mukmin di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, Quraish Shihab mulai diterpa isu-isu tidak enak sebagaimana isu-isu miring yang menghampiri para tokoh besar. Pandangannya yang moderat dan cenderung menyajikan banyak pilihan (fatwa-fatwa ulama, baik salaf
maupun
kontemporer)
membuat
rekan-rekannya
sendiri
sering
menasihatinya. Di satu sisi memang ada benarnya, karena jawaban yang diberikan Quraish Shihab atas persoalan agama sangat jarang diambil dari sudut pandang, beliau lebih menyukai menyediakan ragam pendapat dari para ulama yang mempunyai otoritas. Bagi orang-orang yang amat keras dalam merespon sebuah fatwa, tulisantulisan atau ceramah Quraish Shihab yang menampung aneka pendapat adalah objek kritikan. Seperti dalam kasus hijab, di saat Quraish Shihab mengemukakan aneka pendapat pakar tentang persoalan jilbab beliau malah dicap sebagai liberal. Padahal penyajian ini dikarenakan Quraish Shihab sendiri belum dapat men-tarjih mana pendapat yang paling kuat 6
Howard M. Federpiel, Kajian al-Quran di Indonesia, dari Mahmud Yunus Hingga Quraish Shihab, Terj. Dari Populer Indonesian Literature oh the Quran, penerjemah Yajul Arifin (Bandung: Mizan, 1994), h. 297
40
sehingga mengambil sikap tawaqquf sembari menyajikan opsi fatwa dari ulama-ulama terkemuka. Dalam hal ini beliau berkata, “Dalam buku ini penulis membentangkan aneka pendapat, baik pandangan ulama-ulama terdahulu yang terkesan ketat, meupun cendikiawan kontemporer yang dinilai longgar. Penulis akan berusaha menghidangkan dalil, argumentasi atau dalih masing-masing pendapat seobjektif mungkin…Dengan membaca dan memikirkannya, masing-masing kita dapat memahami jalan pikiran semua pihak, sehinga tidak timbul sikap saling kafir mengkafirkan atau saling menuduh antar kita sebagai orang-orang yang telah menalahi prinsip agama.”7 Tidak hanya isu bahwa Quraish Shihab adalah ulama yang berpaham liberal tetapi beliau juga dituduh sebagai pengikut Syiah. Lagi-lagi pandangannya yang moderat bahwa Sunni dan Syiah haruslah berdamai dan bersatu menjadi sebuah serangan balik untuknya. Namun beliau merespon dengan itu semua dengan cara yang sabar dan cerdas, ia lantas menulis sebuah buku yang berjudul Sunni-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah? Kajian atas Konsep dan Pemikirannya. Di dalam buku ini ia menyangkal bahwa dirinya beraliran Syiah. Beliau berkata, “Keberatan penulis atas tuduhan itu bukan menganggap aliran Syiah sesat dan menyesatkan, tetapi karena dugaan itu tidak benar”8 Pada awalnya teman-teman beliau menasihati agar tidak menerbitkan buku itu karena usaha seperti itu akan malah menambah isu bahwa Quraish shihab berpaham Syiah. Namun lagi-lagi, dengan kebesaran hati beliau menjawab, “Usiaku telah senja, puncak karier dalam berbagai bidang yang kutekuni, Alhamdulillah tercapai baik, baik di bidang ilmiah maupun profesi. Rezeki pun Alhamdulillah, cukup memadai. Demikian juga anak-anak, Alhamdulillah, kesemuanya telah memperoleh bekal ilmu, walau belum maksimal, tetapi semoga dapat mengantar mereka sukses duniawi dan ukhrawi. Karena itu tidak perlu lagi ada sesuatu yang terlalu dicemaskan menyangkut kehidupan dunia. Amanah ilmiah menuntut agar menyampaikan apa yang diyakini, khawatir jangan sampai sikap diam, dinilai Allah sebagai menyembunyikan kebenaran”9
7
Quraish Shihab, JIlbab, Pakaian Wanita Muslimah, Pandangan Ulama Masa Lalu & Cendikiawan Kontemporer (Jakarta, Lentera Hati, 2010), h.xv 8 Quraish Shihab, Sunni-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah? Kajian atas Konsep dan Pemikirannya, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), cet III, h.x 9 Ibid, h. x
41
Di tengah-tengah berbagai aktivitas sosial, keagamaan tersebut, H. M. Quraish Shihab juga tercatat sebagai penulis yang sangat profilik. Buku-buku yang ia tulis berisi kajian, seputar epistemologi Al-Quran hingga menyentuh permasalahan hidup dan kehidupan dalam konteks masyarakat Indonesia kontemporer. Beberapa karya tulis yang telah dihasilkannya bahkan mencapai best seller. Karya-karya beliau antara lain: 10 1. Disertasinya yang berjudul Durar lil al-Biqa’I pada tahun1982 2. Membumikan al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam kehidupan Masyarakat. Inilah tulisan pertamanya yang dibukukan. Buku ini begitu terkenal sehingga melejitkan nama Quraish Shihab sebagai penulis ternama. 3. Wawasan al-Quran: Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat 4. Rasionalitas al-Quran, Studi Kritis Tafsir al-Manar 5. Menabur Pesan Ilahi, al-Quran dan Dinamika Kehidupan Masyarakat 6. Mu’jizat al-Quran Ditinjau dari Aspek Bahasa, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib. Buku ini juga salah satu buku yang dengan cepat tersedot oleh pasar. Lebih dari 20.000 eksemplar buku ini terjual. Awal buku ini ditulis Quraish Shihab ketika beliau berada di Massachussets, Amerika Serikat.11 7. Tafsir al-Misbah 8. Secercah Cahaya Ilahi 9. Lentera Hati, Kisah dan Hikmah Kehidupan 10. Dia di Mana-mana, Tangan Tuhan di Balik Setiap fenomena 11. Wanita 12. 40 Hadits Qudsi Pilihan 13. Perjalanan Menuju Keabadian, Kematian Surga, dan Ayat-ayat Tahlil 14. Wawasan al-Quran tentang Dzikir dan Doa 10
Sebagian karya Prof. Quraish Shihab saya kutip dari buku Tokoh-tokoh Pembaruan Islam di Indonesia karya Abuddin Nata, hal. 365, sisanya saya melakukan penelusuran di perpustakaan pusat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 11 Quraish Shihab, Mukjizat al-Quran, Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib, (Bandung: Mizan, 1998), h. 9
42
15. Jilbab, Pakaian Wanita dan Muslimah, Pandangan Ulama Masa Lalu & Cendikiawan Kontemporer 16. Sunni, Syiah bergandengan tangan, mungkinkah?! Kajian atas Konsep dan Pemikirannya 17. Pengantin al-Quran, Kalung Permata Buat Anak-anakku 18. Menyingkap Tabir Ilahi 19. Yang Tersembunyi, Malaikat, Jin, dan Syaithan menurut al-Quran 20. Membumikan al-quran 2 21. Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW, Dalam Sorotan al-Quran dan Hadits-hadits Shahih 22. Al-Lubab, Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-surah al-Quran 23. M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman. Buku ini adalah kumpulan dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada Quraish Shihab pada rubric “Dialog Jumat” sejak tahun 1992. Buku ini merupakan gabungan dari buku-buku fatwa Quraish Shihab seputar, ibadah mahdhah, al-Quran dan hadits, ibadah dan muamalh, wawasan agama, dan tafsir alQuran. 24. Kematian adalah Nikmat. Dari seluruh karya tulis Quraish Shihab yang dianalisis Kusmana lalu dikutip oleh Badri Yatim dalam bukunya Membangun Pusat Keunggulan Studi Islam, Sejarah dan Profil Pimpinan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ditemukan kesimpulan bahwa
secara umum karakteristik pemikiran keislaman Quraish Shihab bersifat rasional dan moderat. Sifat rasionalnya diabdikan tidak untuk, misalnya, memaksakan agama
mengikuti
kehendak
realitas
kontemporer
atau
mengapresiasi
kemungkinan pemahaman dan penafsiran baru tetapi dengan sangat menjaga kebaikan tradisi lama.
43
Dengan kata lain, beliau tetap berpegang pada adagium ulama al-muhafadzah bi al-qadim al-shalih wa al-akhdz bi al-jadid al-ashlah, (memilih tradisi lama yang masih relevan dan mengambil tradisi baru yang lebih baik).12 Berdasarkan uraian tersebut di atas kita dapat mengatakan bahwa Muhammad Quraish Shihab adalah sarjana Muslim kontemporer Indonesia yang berhasil tidak hanya pada karier keilmuannya, tetapi juga dalam karier sosial kemasyarakatan, terutama
dalam
bidang
pemerintahan.
Kesuksesan
karier
keilmuannya
ditunjukkan dengan kenyataan bahwa ia berhasil menyandang gelar doktor dari Universitas al-Azhar, Kairo dengan predikat Summa Cum Laude (pujian tingkat pertama), dan tercatat sebagai doktor pertama dalam bidang tafsir lulusan perguruan tinggi tersebut untuk kawasan Asia Tenggara. Sedangkan kesuksesan karier kemasyarakatannya mengikuti kesuksesan karier keilmuannya, dari mulai menjadi Pembantu Rektor, Rektor, Staf Ahli Mendikbud, Ketua MUI, Menteri Agama, Duta Besar RI untuk Mesir dan Republik Djibauti yang berkedudukan di Mesir. Informasi tersebut memperlihatkan bahwa ia adalah seorang ahli tafsir yang pendidik. Keahliannya dalam bidang tafsir tersbut diabdikan dalam bidang pendidikan. Kedudukannya sebagai Pembantu Rektor, Rektor, Staf Ahli Mendikbud, Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan, menulis karya ilmiah, dan ceramah sangat erat kaitannya dengan kegiatan pendidikan. Dengan kata lain ia adalah seorang ulama yang memanfaatkan keahliannya untuk mendidik umat. Hal ini ia lakukan pula melalui sikap dan kepribadiannya yang penuh dengan sikap dan sifat yang patut diteladani. Ia memiliki sifat-sifat seorang guru dan pendidik yang bisa dijadikan suri tauladan. Penampilannya yang sederhana tawadhu, sayang kepada semua orang, jujur, amanah, dan tegas dalam prinsip adalah merupakan bagian dari sikap yang seharusnya dimiliki seorang guru. B. Pemikiran Quraish Shihab Terkait Pendidikan 12
Badri Yatim dan Hamid Nasuhi, Membangun Pusat Keunggulan Studi Islam, Sejarah dan Profil Pimpinan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1957-2002. (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2002), h. 261
44
Gagasan dan pemikiran Quraish Shihab dapat ditelusuri pada sejumlah karya ilmiah dan pesan-pesan dakwah yang disampaikannya. Secara lebih khusus gagasan dan pemikiran Quraish Shihab dalam bidang pendidikan dapat ditemukan dalam buku beliau yang berjudul Membumikan al-Quran. Dalam karyanya gagasan dan pemikiran beliau dituangkan dan dikemukakan sebagai berikut 1. Tujuan Pendidikan Tujuan merupakan sesuatu yang esensial bagi kehidupan manusia. Dengan adanya tujuan, semua aktivitas dan gerak manusia menjadi lebih dinamis, terarah, dan bermakna. Tanpa tujuan, aktivitas manusia akan terombang-ambing. Dengan demikian, seluruh karya, karsa manusia hendaknya memiliki orientasi tujuan tertentu, terlebih dengan apa yang dinamakan pendidikan. Quraish Shihab sebagai pakar tafsir dan juga orang yang sebagian besar hidupnya dicurahkan untuk kegiatan pendidikan memiliki pandangan tersendiri akan tujuan pendidikan. Pertama tentang tujuan pendidikan. Dengan merujuk pada ayat ke 2 surat al-Jumu’ah yang berbunyi
[٦٢:٢] Artinya, “Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (QS. Al-Jumu’ah: 2) Terkait ayat ini Quraish Shihab berkomentar, “Rasulullah SAW, yang dalam hal ini bertindak sebagai penerima alQuran, bertugas untuk menyampaikan petunjuk-petunjuk kepada orang yang bertakwa sebagaimana tersebut pada ayat di atas, menyucikan dan mengajarkan manusia. Menyucikan dapat diidentikan dengan mendidik
45
sedangkan mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisika serta fisika.”13 Tujuan yang ingin dicapai dengan pembacaan, penyucian, dan pengajaran tersebut adalah sebuah bentuk pengabdian kepada Allah. Ini sejalan dengan tujuan penciptaan manusia sebagaimana ditegaskan oleh alQuran dalam surat al-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi.
[٥١:٥٦] Artinya, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS. Al-Dzariyat: 56) Quraish Shihab sendiri mengartikan ayat di atas dengan, “Aku tidak menciptakan jin dan manusia untuk suatu manfaat yang kembali kepadaKu, tetapi mereka Aku ciptakan untuk beribadah kepada-Ku. Dan ibadah itu sangat bermanfaat untuk mereka sendiri.” Wajar kiranya jika Quraish Shihab berpendapat demikian, latar belakang beliau sebagai pakar tafsir jelas telah memenuhi pemikiran beliau di banyak aspek salah satunya terkait pendidikan. Dengan kepakarannya sebagai mufassir itulah Quraish Shihab menjelaskan konsep pendidikan dalam perspektif al-Quran. Ibadah sendiri terdiri dari ibadah mahdhah (murni) dan ghairu mahdhah (tidak murni). Ibadah mahdhah adalah ibadah yang telah ditentukan oleh Allah baik waktu, tempat, serta tatacaranya, seperti zakat, puasa, shalat, haji. Ibadah ghairu mahdhah adalah segala aktivitas lahir dan batin manusia yang dimaksudkannya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hubungan muamalah antar manusia dapat menjadi sebuah ibadah bahkan hubungan seks pun dapat terhitung ibadah jika dikerjakakan sesuai dengan ketentuan agama. Dengan begitu ayat 56 Surat al-Dzariyat menjelaskan bahwa Allah menghendaki agar segala aktivitas manusia dilakukannya demi karena Allah, yakni sesuai dan sejalan dengan tuntuan petunjuk-Nya. 13
Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1997), h. 172
46
Aktivitas yang dimaksud di atas tersimpul dalam kandungan Surat alHud ayat 61 yang berbunyi
... Artinya, “…Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya…” (QS. Al-Hud: 61) Kata ( )أَﻧﺸَﺄَﻛُﻢansya’akum/menciptakan kaum mengandung makna mewujudkan serta mendidik dan mengembangkan. Sedangkan kata ( )اﺳْﺘَﻌْﻤَﺮَكista’mara terambil dari antonim dari kata kharab, yakni kehancuran. Huruf sin dan ta yang menyertai kata ista’mara ada yang memahaminya dalam arti perintah sehingga kata tersebut berarti Allah memerintahkan
kamu
memakmurkan
bumi
dan
ada
juga
yang
memahaminya sebagai berfungsi penguat, yakni menjadikan kamu benarbenar mampu memakmurkan bumi. Sedangkan Ibn Katsir memahaminya dalam arti menjadikan kamu pemakmur-pemakmur dan pengelolapengelolanya.14 Selanjutnya, Quraish Shihab mengambil pendapat Thabathaba’I yang memahami ista’marakum fil ardh dalam arti mengolah bumi sehingga beralih menjadi suatu tempat dan kondisi yang memungkinkan manfaatnya dapat dipetik seperti membangun pemukiman untuk dihuni, masjid untuk tempat ibadah, tanah untuk pertanian, taman untuk dipetik buahnya dan rekreasi. Dengan demikian penggalan ayat tersebut bermakna bahwa Allah swt telah mewujudkan melalui bahan bumi ini, manusia yang Dia sempurnakan
dengan
mendidiknya
tahap
demi
setahap
dan
menganugrahkannya fitrah berupa potensi yang menjadikan ia mampu mengolah bumi dengan megalihkannya ke suatu kondisi di mana ia dapat memanfaatkan demi kepentingan hidupnya.15 Quraish Shihab menyimpulkan bahwa ayat di atas mengandung perintah kepada manusia--langsung ataupun tidak langsung—untuk 14 15
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), vol. 6, h. 61 Ibid, h. 285
47
membangun bumi dalam kedudukannya sebagai khalifah, sekaligus menjadi alasan mengapa mausia harus menyembah Allah swt semata.16 Berhubungan dengan tugas manusia sebagai khalifah, Quraish Shihab mengatakan bahwa penjabaran tugas kekhalifahan harus sejalan dan diangkat dari dalam masyarakat itu masing-masing. Itu dikarenakan adanya corak yang berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Dari situ pula diambil kesimpulan bahwa sistem serta tujuan pendidikan bagi suatu masyarakat atau negara tidak dapat diimpor atau diekspor dari atau ke suatu negara atau masyarakat.17 Lebih lanjut Quraish Shihab mengemukakan bahwa tujuan yang ingin dicapai al-Quran sendiri adalah membina manusia guna mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah swt dan khalifah-Nya. Pembinaan akalnya menghasilkan ilmu, pembinaan jiwanya menghasilkan kesucian
dan
etika,
serta
pembinaan
jasmaninya
menghasilkan
keterampilan. Dengan pengabungan unsur-unsur tersebut, terciptalah makhluk dwidimensi dalam satu keseimbangan, dunia akhirat, ilmu dan iman.18 Pandangan tentang tujuan pendidikan yang diutarakan Quraish Shihab sangat selaras dengan tujuan pendidikan yang dicetuskan oleh para cendikiawan Muslim. Seperti halnya Hamka, di mana menurut beliau, pendidikan memiliki dua dimensi yang pertama terkait pengembangan pemahaman tentang kehidupan konkret dalam konteks dirinya sesama manusia dan alam semesta dan dimensi kedua yang menjadikan pendidikan sebagai jembatan dalam mencapai hubungan yang abadi dengan Sang Pencipta. Dalam pandangan Hamka bisa dikatakan bahwa tujuan pendidikan adalah mengenal dan mencari keridhaan Allah swt, membangun budi pekerti untuk berakhlak mulia.19
16
Ibid, h. 285 Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Op Cit, h. 173 18 Ibid, h. 173 19 Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2007), h. 117 17
48
Dalam hal tujuan pendidikan, lagi-lagi terdapat kesamaan antara pendapat Quraish Shihab dengan tujuan pendidikan Islam yang dikemukakan oleh Prof. Muhammad Athiyah yang dikutip oleh Zuhairini dalam bukunya, di mana tujuan pendidikan Islam adalah untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia, persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat, dan menyiapkan pelajar dari segi professional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat menguasai profesi tertentu20. Dari pemikiran Quraish Shihab terkait tujuan pendidikan kita bisa menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan menurut Quraish Shihab hanya mengarah kepada tujuan pendidikan umum atau yang disebut juga tujuan sempurna. Tujuan sempurna berarti mengarah kepada tujuan terakhir, atau tujuan bulat suatu pendidikan, dalam bukunya, As’aril Muhajir mengatakan bahwa tujuan pendidikan ialah terciptanya insan kaffah, insan yang memiliki dimensi-dimensi religius, budaya, juga ilmiah.21 Menurut Quraish Shihab, pendidikan tidaklah melulu soal ilmu yang bersifat kognitif, ia menyatakan bahwa secara umum ilmu tidak mampu menciptakan kebahagiaan manusia. Ilmu hanya mampu menciptakan pribadi-pribadi manusia secara satu dimensi, sehingga kalaupun manusia mampu berbuat sesuatu, dia sering kali tidak bijaksana.22 Pendidikan haruslah meliputi aspek religius-ilmiah, akal dan spiritual sehingga apa yang dikehendaki, yaitu terciptanya manusia yang seimbang dalam duniawi-ukhrowi tercapai. Perspektif Quraish Shihab terkait tujuan pendidikan sekilas bukanlah berasal sudut pandang dari seorang pakar pendidikan umum. Ini bukan dikarenakan Quraish Shihab tidak pakar dalam hal pendidikan, tetapi dikarenakan pemikiran beliau yang berasal dari pemahaman al-Quran sangatlah kuat sehingga tujuan pendidikan yang dicetuskan beliau sejajar dengan prinsip al-Quran. Kepakaran beliau mengenai pendidikan terlihat jelas ketika beliau mengungkapkan tujuan pengajaran tafsir di IAIN yang 20
Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), h. 164 As’aril Muhajir, Op Cit, h.89 22 Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Loc Cit, h. 65 21
49
hanya terbatas pada bidang kognitif namun tidak mempermasalahkan segi afektif dan psikomotorik kehidupan peserta didik. Menurut Quraish Shihab tujuan yang dimaksud di atas bukanlah tujuan akhir yang ideal dari suatu pendidikan yang kemudian diturunkan menjadi tujuan kurikulum sampai kepada tujuan instruksional.23 Ini berarti, dalam bukunya membumikan al-Quran bahkan Quraish Shihab tidak menjelaskan maksudnya secara eksplisit bahwa pandangannya didasari dari tujuan umum pendidikan, tetapi secara implisit bisa diambil kesimpulan yang sama dengan tujuan umum pendidikan yang banyak dicetuskan oleh pakar pendidikan. Singkatnya, Quraish Shihab menekankan bahwa pendidikan sejatinya mampu menjadikan manusia mampu menjalani fungsinya sebagai khalifah di muka bumi serta menjadi hamba Allah yang taat. Agama Islam menuntut agar manusia dididik dengan segala totalitasnya (jasmani, akal, dan jiwa) tanpa perbedaan dan pemisahan, dan sedapat mungkin disajikan secara simultan.24 Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa aktivitas pendidikan termasuk ke dalam aktvitas beribadah kepada Allah. Membentuk manusia yang berkualitas baik jasmani maupun rohani, juga mampu mengendalikan hawa nafsu untuk taat dan berbuat baik.25 Pendidikan merupakan jalan agar manusia mampu mengasah baik intelektual, keterampilan, dan moral. Ketiga elemen yang terasah dan terbina oleh pendidikan merupakan jalan menuju pengenalan dan pendekatan terhadap sang Pencipta, yakni Allah SWT. 2. Metode Pembelajaran Di dalam buku Membumikan al-Quran, penulis menemukan setidaknya ada tiga pembahasan mengenai metode pembelajaran yang dikemukakan Quraish Shihab. Pertama ialah metode pembelajaran mengenai pendidikan yang bersifat umum (formal, informal, dan nonformal), kedua ialah metode 23
Ibid, h. 153 Ibid, h. 184 25 Abdul Majid Khon, Hadits Tarbawi, (Jakarta, Kencana Media Group, 2012), h. 170 24
50
pengajaran tafsir di perguruan tinggi dan yang terakhir adalah metode sekaligus materi pengajaran aqidah dan syari’ah di sekolah umum. Ketiga metode ini akan penulis bahas sehingga pemikiran Quraish Shihab yang tertuang dalam buku membumikan al-Quran menjadi semakin holistik dan lengkap. a. Metode Pembelajaran Secara Umum Terkait metode pembelajaran secara umum26, Quraish Shihab menggunakan istilah metode penyampaian materi. Menurutnya alQuran memandang dalam mengarahkan pendidikannya kepada manusia dengan memperlakukan makhluk tersebut dengan unsur penciptaannya: jasmani, jiwa, dan akal. Atau dengan kata lain mengarahkan untuk menjadikan manusia seutuhnya. Karena itu, materi-materi pendidikan yang disajikan al-Quran hampir selalu mengarah pada jiwa, akal, dan raga manusia. Sampai-sampai ditemukan ayat yang mengaitkan antara keterampila dengan kekuasaan Allah swt, yang artinya: Dan bukanlah kamu yang melempar ketika kamu yang melempar, melainkan Allahlah yang melempar” (QS. Al-Anfal, 8:17). Menurut Quraish Shihab bahwa dalam penyajian materi pendidikan, al-Quran membuktikan kebenaran materi tersebut melalui pembuktianpembuktian,
baik
dengan
argumentasi-argumentasi
yang
dikemukakannya maupun yang dapat dibuktikan sendiri oleh manusia (peserta didik) melalui penalaran akalnya. Ini dianjurkan oleh al-Quran untuk dilakukan saat mengemukakan materi tersebut, mengutip Abdul Karim Khatib yang mengemukakan “agar akal manusia merasa bahwa ia berperan dalam menemukan hakikat materi yang disajikan itu
26
Tulisan yang terdapat di dalam buku Membumikan al-Quran ini diangkat dari naskah yang berjudul “Konsepsi Pendidikan al-Quran dan Relevansinya dengan Pendidikan Nasional”. Naskah selesai ditulis pada 5 November 1987, dan disampaikan pada “Seminar Nasional tentang Pendidikan Informal dan Nonformal Agama Islam di Indonesia” yang diselenggarakan oleh IAIN Sultan Thaha Saifuddin, Jambi 5-7 November 1987.
51
sehingga
merasa
membelanya.”
memiliki
dan
bertanggung
jawab
untuk
27
Dalam bukunya, Membumikan al-Quran, beliau menuturkan bahwa salah satu metode yang digunakan al-Quran untuk mengarakan manusia ke arah yang dikehendaki-Nya adalah dengan menggunakan ‘kisah’. Setiap kisah menunjang materi yang disajikan, baik kisah tersebut benar-benar terjadi ataupun kisah simbolik semata. Lebih
lanjut,
mengemukakan
Qurasih
Shihab
kisah-kisahnya,
menegaskan
al-Quran
bahwa
tidak
dalam
segan-segan
menceritakan kelemahan manusia. Namun hal tersebut digambarkan sebagaimana
adanya,
tanpa
menojolkan
segi-segi
yang
dapat
mengundang tepuk tangan dan rangsangan. Ini agaknya menampilkan sebuah kekhawatiran tersendiri dari Quraish Shihab bahwa sering kali cerita-cerita menonjolkan aspek negatif bagi para pembacanya. Menurut Quraish Shihab pengisahan di dalam al-Quran biasanya diakhiri dengan menggarisbawahi akibat kelemahan, atau melukiskan saat kesadaran manusia dan kemenangannya mengatasi kelemahan tadi. Untuk ini, Quraish Shihab mengajak para pembacanya menyimak dan memperhatikan kisah yang diungkapkan oleh Surat al-Qashsash ayat 76-81. Di dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa dengan bangganya Karun mengakui bahwa kekayaannya yang melimpah adalah berkat hasil usahanya sendiri, suatu kekaguman meliputi orang-orang yang melihat betapa kayanya Karun, namun tiba-tiba gempa bumi menelan semua harta beserta Karunnya sendiri. Orang-orang yang tadinya kagum mulai sadar, bahwa orang durhaka tidak akan mendapatkan keberuntungan yang langgeng. Juga kisah Nabi Sulaiman ketika terpengaruh oleh keindahan kuda-kudanya dalam Surat ash-Shad ayat 30-35. Dalam ayat ini digambarkan bagaimana Nabi Sulaiman benarbenar menyenangi kuda-kudanya dan kemudian lengah, sehingga waktu Ashar berlalu tanpa beliau melakukan shalat. Ketika itu beliau sadar 27
Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Op Cit, h. 175
52
maka disembelihlah (diwakafkan) kuda-kuda itu yang membuat dirinya lalai dalam mengerjakan shalat. Kisah-kisah yang berkaitan dengan orang-orang zaman dahulu, baik itu para Nabi, orang ‘alim, juga orang durhaka menjadi nilai lebih dari metode pengisahan al-Quran, karena pada dasarnya orang menyukai cerita-cerita yang menyangkut sejarah kehidupan orang lain.28 Bahkan metode kisah atau cerita merupakan salah satu instrument mengajar favorit dari para pendidik besar kelas dunia. Itu dikarenakan metode kisah itu membuat pendidik mengajar dengan daya Tarik dan bukan paksaan. Cerita membingkai imajinasi dan menyentuh hati. Itulah mengapa metode kisah merupakan cara alami untuk melibatkan dan membangun sisi emosional dari karakter seorang anak.29 Lebih lanjut Quraish Shihab mengatakan bahwa persis seperti sikap para pengarang novel, al-Quran juga menganggap bahwa wanita adalah salah satu unsur terpenting dalam suatu kisah. Bahkan, agaknya alQuran juga menggambarkan mukaddimah suatu hubungan seks. Namun yang harus digarisbawahi ialah gambaran tersebut tidak seperti yang pengarang novel uraikan dengan memancing nafsu dan merangsang berahi. Al-Quran menggambarkan seks sebagai suatu kenyataan manusiawi yang tak perlu lagi ditutup-tutupi atau dianggap sebagai sala satu kekejian.30 Dengan melihat kisah Yusuf dan Zulaikha dalam Surat Yusuf, kita menjadi tahu bagaimana penggambaran tentang sikap istri penguasa Mesir itu ketika merayu Yusuf, dengan menutup pintu rapatrapat seraya berkata. “Marilah ke sini” (QS. Yusuf 12: 23). Dari katakata yang terdapat pada ayat tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa kita bisa mengambil manfaat dari setiap cerita, bahkan jika cerita itu mengandung unsur seksual. Naluri seksual adalah fitrah dan
28
Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 154 29 Thomas Lickona, Pendidikan Karakter, Panduan Lengkao Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik, penerjemah Lita S, (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2013), h. 110 30 Quraish Shihab, Membumikan al-Quran Loc Cit, h. 176
53
pengetahuan mengenai seks tidak harus menjadi kisah tabu yang mesti ditutup-tutupi, dengan catatan metode penceritaan tidak menimbulkan fantasi negatif dari pembacanya. Selain itu, menurut Quraish shihab, al-Quran juga menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendakinya. Kalimat-kalimat yang memberikan harapan dan motivasi di mana motivasi itu sendiri merupakan seni mendorong siswa untuk terdorong melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Urgensi sebuah motivasi bukan hanya menggerakkan seseorang untuk beraktivitas, tetapi melalui motivasi juga orang tersebut akan mengarahkan aktivitasnya secara bersungguh-sungguh untuk mencapai tujuan tertentu.31 Kembali kepada Quraish Shihab, menurutnya, nasihat yang terkandung di dalam alQuran selalu diiringi oleh panutan si pemberi atau penyampai nasihat tersebut, yakni Rasululah saw. Karena itu terhimpunlah dalam diri Rasulullah berbagai keistimewaan yang memungkinkan orang-orang yang mendengar ajaran-ajaran al-Quran untuk melihat secara nyata penjelmaan atau nasihat-nasihat pribadi beliau, yang selanjutnya mendorong mereka untuk meyakini keistimewaan dan mencontoh pelaksanaannya. Di samping itu al-Quran juga menggunakan metode pembiasaan dalam menanamkan ajarannya kepada umat manusia. Dalam hal ini Quraish Shihab mengatakan, pembiasaan yang pada akhirnya melahirkan kebiasaan yang ditempuh pula oleh al-Quran dalam rangka memantapkan
pelaksanaan
materi-materi
ajarannya.
Pembiasaan
tersebut menyangkut segi-segi pasif mau pun aktif. Namun, perlu diperhatikan bahwa pembiasaan yang digunakan al-Quran terkait segisegi pasif hanyalah dalam hal-hal yang berhubungan erat dengan kondisi sosial dan ekonomi, bukan hal-hal yang menyangkut kondisi kejiwaan yang berkaitan erat dengan akidah dan etika. Sedangkan 31
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Media Group, 2008), h. 253
54
dalam hal yang bersifat aktif atau menuntut pelaksanaan ditemui pembiasaan tersebut secara menyeluruh.32 Hal demikian menurut Quraish Shihab dapat dibuktikan dengan mengamati larangannya yang bersifat pasti tanpa bertahap terhadap penyembahan berhala, syirik, atau kebohongan. Sedangkan dalam halhal semacam pelarangan minuman keras, zina, atau riba, dan sebagainya semuanya melalui proses yang berangsur-angsur. Sebagai contoh, larangan bertahap dalam hal minuman keras adalah ayat 219 Surat al-Baqarah yang berbunyi
ۖ ۗ
ۗ [٢:٢١٩]
Artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir” (QS. Al-Baqarah 2:219) Di dalam ayat ini belum secara tegas pelarangan khamr namun sudah menyentuh pembahasan bahwa terdapat dosa di dalamnya sehingga orang-orang yang berhati-hati mulai meninggalkan khamr. Untuk melanjutkan proses pembiasaan ini maka turunlah ayat 43 dari Surat an-Nisa yang berbunyi.
.. 32
Ibid, 176
55
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan…” (QS. An-Nisa 3:43) Pelarangan selanjutnya meningkat dengan mengharamkan meminum khamr jika di dekat waktu shalat karena sifat khamr yang memabukkan dan membuat orang-orang yang shalat dalam keadaan mabuk meracau dengan tidak jelas. Dengan turunnya ayat ini, orang-orang semakin banyak yang menghindar dari khamr. Pada akhirnya ketika dirasa mental semua orang cukup kuat untuk tidak meminum minuman keras, barulah Allah swt secara tegas melarang khamr secara mutlak dengan menurunkan firman-Nya yang berbunyi.
[٥:٩٠] Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatanperbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah 4:90) Itulah salah satu contoh metode al-Quran dalam mendidik umat, seperti pelarangan minuman keras secara bertahap yang merupakan contoh dari penerapan metode dialogis yang amat memperhatikan sisi psikologis manusia. Dari
semua pembahasan
yang telah disajikan, kita dapat
menyimpulkan bahwa al-Quran menggunakan berbagai macam metode untuk mendidik dan mengajar manusia. Metode diskusi, kisah, panutan, dialogis-psikologis,
dan
sebagainya
diterapkan
al-Quran
untuk
menuntun nalar peserta didiknya untuk menemukan kebenaran, di saat yang bersamaan amat memperhatikan kesiapan psikologis umat jika itu berkaitan dengan suatu hukum khususnya terkait dengan sebuah
56
pelarangan sesuatu yang mulanya menjadi budaya. Jika berkaitan dengan sebuah kisah maka al-Quran menuntut agar materi yang disajikan diyakini kebenarannya melalui argumentasi-argumentasi logika dan kisah-kisah yang dipaparkannya mengantarkan mereka kepada nilai-nilai kebajikan. Metode pembelajaran yang disarikan oleh Quraish Shihab dari alQuran amat cocok dengan pembelajaran yang terpusat pada peserta didik. Menurut beliau, metode dianalogikan seperti alat. Dalam wawancara penulis, beliau berkata, “Metode itu ditentukan oleh apa yang akan anda garap, ya toh. Saya beri contoh, Anda mau menangkap ikan, banyak metodenya, ada yang benar ada yang salah. Bisa pakai pancing? Bisa pakai jaring? Bisa pakai bom? Atau bisa pakai bersiul seperti memanggil ayam? Jadi begitulah, kita lihat siapa yang ada di depan kita, apa yang kita mau capai. Begitulah metode, cara untuk mencapai tujuan”33 Dikarenakan sebagai salah satu alat mencapai tujuan maka metode selalu memperhatikan kondisi peserta didik, khususnya pada sisi psikologis. Al-Quran, dengan segala metode yang ditempuhnya bertujuan untuk membangun kejiwaan yang mantap dan mental yang sehat sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan optimal. Pembelajaran di sini bukan saja tentang menguatkan kognitif peserta didik, tetapi pembelajaran yang memiliki pengaruh jangka panjang di mana peserta didik tidak hanya mengetahui sebuah teori tetapi mengamalkan apa yang mereka ketahui tersebut. b. Metode Pengajaran Tafsir di Perguruan Tinggi Sebagai pakar tafsir, Quraish Shihab dalam karyanya ‘Membumikan al-Quran memberikan pandangan-pandangan segarnya mengenai tafsir dan metode pengajarannya.34 Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa 33
Hasil wawancara dengan Quraish Shihab di PSQ pada tanggal 3 Nov 2015 Sub judul ini didominasi oleh Tulisan Quraish Shihab yang terdapat di dalam buku Membumikan al-Quran ini diangkat dari naskah asli yang berjudul, “Metode Pengajaran Tafsir pada Perguruan Tinggi Agama”, yang prnah disampaikan pada, “Seminar Sehari Pengajaran Tafsir di Perguruan Tinggi”. Penyelenggaranya adalah IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 30 Januari 1991. 34
57
gagasan-gagasan beliau yang progresif dan kekinian amat memengaruhi khazanah tafsir di Indonesia Menurut Quraish Shihab, al-Quran sejalan dengan pertimbangan dakwah: turun sedikit demi sedikit bergantung pada kebutuhan dan hajat.35 Metode seperti itu dibutuhkan untuk menyesuaikan kebutuhan, perkembangan, dan tingkat kecerdasan masyarakat ketika al-Quran itu diturunkan. Walaupun al-Quran turun lebih dari 14 abad yang lalu dan sebagiannya turun untuk memenuhi tuntutan di waktu tersebut tetapi alQuran merupakan kitab suci yang anti pelapukan diakibatkan waktu. Artinya, penafsiran al-Quran sampai kapan pun relevan dengan zaman dan secara terbuka mempersilahkan dirinya untuk dikaji, dipahami, dan ditafsiri. Quraish Shihab dalam hal ini menekankan bahwa sejatiya seseorang tidak dapat dihalangi untuk merenungkan, memahami, dan menafsirkan al-Quran. Itulah konsekuensi logis, selama pemahaman dan penafsiran tersebut dilakukan secara sadar dan penuh tanggung jawab. 36 Namun menurut beliau, tidak semua orang bebas menafsirkan al-Quran. Masih menurut beliau, menafsirkan berbeda dengan berdakwah atau berceramah tentang tafsir.37 Sebagai contoh, jika salah seorang mahasiswa menjelaskan tentang tafsir suatu ayat menggunakan tafsir tertentu maka itu diperbolekan tetapi jika dia menafsirkan sendiri suatu ayat maka itu tidaklah diperkenankan. Menafsirkan butuh seperangkat prasyarat, sehingga jika penafsir bukanlah seorang pakar tafsir maka akan banyak sekali faktor-faktor yang bisa mengakibatkan kekeliruan dalam penafsirannya. Sebagai contoh, Quraish Shihab dalam bukunya ‘Membumikan al-Quran’ memberikan kritiknya atas gaya penafsiran popular pada abad 20 yang mengaitkan antara temuan ilmiah barat dengan al-Quran. Menurut 35
Quraish Shihab, Membumikan al-Quran Loc Cit, h. 39 Ibid, h. 77 37 Ibid, h. 79 36
58
beliau tindakan penafsiran seperti itu tidak diperlukan karena bila seseorang membenarkan suatu teori ilmiah berdasarkan al-Quran, berarti pula dia mewajibkan setiap muslim untuk mempercayai teori tersebut.38 Risiko juga terdapat jika seseorang memaksakan penafsiran al-Quran atas temua ilmiah yang belum mapan, dikarenakan sifat alQuran yang absolut dan sifat ilmu pengetahuan yang relatif, jika suatu saat pengetahuan itu direvisi ini akan menimbulkan keraguan akan kebenaran mutlak al-Quran itu sendiri. Quraish
Shihab
menegaskan
bahwa
seseorang tidak
dapat
memebenarkan satu teori ilmiah atau penemuan baru dengan ayat-ayat al-Quran.39 Menurut beliau kecenderungan penafsiran seperti ini dikarenakan perasaan rendah diri umat muslim abad-19 yang diakibatkan oleh dominasi barat terhadap negara-negara muslim. Namun sayangnya reaksi seperti ini kurang tepat.40 Yang lebih utama ialah dengan melihat apakah ada jiwa ayat-ayat al-Quran yang menghalangi kemajuan ilmu pengetahuan atau sebaliknya, serta adakah satu ayat al-Quran yang bertentangan dengan hasil penemuan ilmiah yang telah mapan.41 Bahkan menurut Quraish Shihab ayat-ayat semacam itulah yang kemudian membentuk iklim baru dalam masyarakat dan mewujudkan udara yang dapat mendorong kemajuan ilmu pengetahuan.42 Dalam hal metode penafsiran, Quraish Shihab menilai bahwa penafsiran yang paling ideal adalah tafsir bil ma’tsur, yakni yang berlandaskan, ayat, hadits, dan pendapat sahabat namun menuerut Quraish
Shihab
penafsiran
tersebut
harus
didudukkan
dalam
proporsinya yang tepat.43 Sikap ini diambil agar penafsiran selalu sesuai dengan konteks sebab turunnya ayat dan semangat zaman dikarenakan 38
Ibid, h. 48 Ibid, h. 57 40 Ibid, h. 52 41 Ibid, h. 41 42 Ibid, h. 44 43 Ibid, h. 95 39
59
penafsiran tidak boleh memaksa suatu generasi untuk mengikuti ‘keseluruhan’ hasil pemikiran generasi masa lampau sehingga menyulitkan generasi yang sedang berlangsung.44 Menurut Quraish Shihab, dalam menafsirkan al-Quran dibutuhkan kerja sama para pakar dalam berbagai disiplin ilmu.45 Dengan demikian produk penafsiran akan menjadi komprehensif dan senantiasa relevan dengan zaman. Sebagai pakar tafsir yang juga pendidik, khususnya sebagai dosen dalam mata kuliah tafsir, Quraish Shihab juga mengkritik metodemetode pembelajaran tafsir yang diterapkan di perguruan tinggi. Menurut beliau pengajaran bidang tafsir di perguruan tinggi seyogyanya tidak ditekankan pada pemahaman kandungan makna suatu ayat, ttapi melampaui hal tersebut, yaitu dengan cara memberi ‘kuncikunci’ yang kelak dapat mengantarkanya untuk memahami al-Quran dan kandungannya secara mandiri.46 Dalam wawancara penulis, Quraish Shihab menjelaskan bahwa ‘kunci-kunci’ yang dimaksud ialah kaidah-kaidah tafsir. Selain itu, ketidakefektifan metode yang dipraktikkan di perguruan tinggi dalam bidang tafsir ialah kecenderungan tumpeng tindihnya permasalahan tersebut dengan disiplin ilmu lain yang juga memilih masalah yang sama.47 Ditambah, jumlah ayat yang mampu diajarkan dosen amatlah terbatas, dengan asumsi 40 ayat yang mampu dibahas selama satu semester maka untuk jenjang S1 ayat yang mampu dijelaskan hanya berkisar 320 ayat. Hanya sekitar lima persen dari keseluruhan ayat di dalam al-Quran.48 Ironisnya, itupun jika setiap semester terdapat mata kuliah tafsir. Jika standar ini yang terus diterapkan maka dibutuhkan puluhan tahun untuk menafsirkan semua
44
Ibid, h. 95 Ibid, h. 79 46 Ibid, h. 153 47 Ibid, h. 153 48 Ibid, h. 181 45
60
ayat-ayat al-Quran atau dengan kata lain butuh puluhan tahun untuk melahirkan calon mufassir. Kenyataan di lapangan pun mengecewakan seorang Quraish Shihab. dalam pengalaman beliau mengajar tafsir, mahasiswa yang ditugasi untuk mencari dan menulis materi pelajaran dalam bentuk paper hanya menghasilkan paper yang dangkal.49 Mungkin dikarenakan kemalasan atau keterbatasan bahan kepustakaan. Di ruang kelas pun kekecewaan dirasakan Quraish Shihab, beliau merasa seringkali pertanyaan yang diajukan mahasiswa hanyalah berupa pengulangan-pengulangan yang selama ini didengar.50 Namun dilema juga dirasakan oleh Quraish Shihab dikarenakan jika dosen pengampu mata kuliah menyampaikan sendiri maka komunikasi hanya terdiri satu arah dan tidak menstimulus keaktifan siswa. Menurut Quraish Shihab, komunikasi yang seharusnya terjadi haruslah tiga arah bukan dua arah51 namun harulah tiga arah. Dosen dengan mahasiswa, antar mahasiswa, dan sesame dosen pun diharapkan adanya komunikasi.52 Terakhir, menurut Quraish Shihab, lahirnya mufassir membutuhkan adanya mahasiswa yang memiliki penguasaan bahasa yang memadai, dosen yang mampu membimbing mahasiswa kea rah yang diharapkan, serta ketekunan mereka semua. tanpa hal-hal tersebut, metode pengajaran apapun yang diterapkan mustahil hasilnya akan memuaskan.53 Terakhir, dalam wawancara dengan beliau, Quraish Shihab menawarkan solusi berupa penggantian metode ajar dari yang konvensional menjadi pengajaran terhadap kaidah-kaidah tafsir atau setidaknya ada pengurangan dari metode yang konvensional dan
49
Ibid, h. 183 Ibid, h. 183 51 Dua arah yang dimaksud ialah komunikasi antara dosen dengan mahasiswa dan antar mahasiswa. 52 Ibid, h. 183 53 Ibid, h. 183 50
61
penambahan dalam pengajaran kaidah-kaidah tafsir untuk melatih mahasiswa terbiasa untuk menafsirkan secara mandiri.54 c. Metode dan Materi Pengajaran Aqidah dan Syari’ah di Sekolah Umum Sebagai salah satu pakar dalam bidang agama, khususnya tafsir, Quraish shihab juga mengemukakan ide-idenya mengenai pembuatan materi-materi agama Islam di tataran sekolah umum.55 Tidak hanya terkait tafsir, pemikiran Quraish Shihab juga banyak mewarnai standar pembuatan materi di bidang aqidah dan syari’ah di sekolah umum. Quraish Shihab memberikan pandangannya akan penyajian materi pendidikan Islam yang menurut beliau telah mereduksi esensi yang terdapat dalam materi agama. Beliau meresahkan tentang materi-materi yang bersumber dari al-Quran dan Hadits, namun disusun sedemikian rupa dengan sistematikan ilmiah. Menurutnya, cara seperti ini telah melucuti segi-segi ruhaniyah dan aqliahnya.56 Fakta seperti itu membuat bukan hanya peserta didik, tetapi pendidiknya sendiri merasa kesulitan dalam memahami petunjujpetunjuk syariat Islam apalagi melaksanakannya. Untuk itulah harus diadakan pembaruan dalam materi atau metode dalam bidang pengajaran agama Islam. Menurut Quraish Shihab, materi pendidikan agama disajikan dengan menjelaskan hikmah al-tasyri’inya. Itu diusahakan dengan tujuan agar anak didik dapat memahami dan menghayati sebab dan manfaat yang diperoleh.57
Tentu
saja
setelah
materi-materi
telah
melewati
pertimbangan dan uji kelayakan yang cukup. 54
Wawancara dengan Quraish Shihab di PSQ pada tanggal 3 November 2015. Tulisan Quraish Shihab yang terdapat di dalam buku Membumikan al-Quran ini diangkat dari naskah asli yang berjudul, “Materi Pendidikan Agama di Sekolah Umum Mengenai Aqidah dan Syari’ah”. Naskah tersebut selesai ditulis pada 29 Maret 1986, untuk satu diskusi di Departemen Agama RI. Dalam skrisi saya memasukkan materi ini menjadi sub-bagian dari ‘metode’ walaupun penulis sadari materi ini lebih didominasi oleh isi materinya disbanding metodenya. 55
56 57
Ibid, h. 185 Ibid, h. 185
62
Dalam
bidang
akidah,
Quraish
Shihab
menyetujui
adanya
ketidakrelevanan antara isi kitab teologi terdahulu dengan kondisi maka kini. Menurutnya, itulah yang menjadikan pendapat atau ajaran yang jauh dari jiwa agama, bahkan menimbulkan kesalahpahaman istilahistilah dalam al-Quran dan hadits.58 Menurut Quraish Shihab, pelajaran agama yang ideal adalah yang menguraikan kebenaran ajaran agama sesuai dengan perkembangan masyarakat dan sekaligus mendorong terwujudnya kerukunan antar hidup beragama.59 Dari sini dapat dilihat bahwa Quraish Shihab sangatlah menjunjung tinggi toleransi dalam beragama, khususnya di Indonesia yang sangat plural. Akhirnya, berangkat dari situlah beliau merekomendasikan
materi-materi
yang
harus
ada
atau
harus
dihilangkan dari kurikulum pendidikan agama, khususnya materi bidang akidah dan syariah. Dalam bidang aqidah, mengenai hukuman kafir bagi penganut ajaran trinitas dan hukuman haram bagi wanita Muslim utuk menikah dengan lelaki kafir, merupakan hal-hal yang mesti disajikan untuk anak didik. Hanya saja menurut Quraish Shihab, penyajiannya harus disertai penjelasan bahwa penganut ajaran trinitas tidak disebut kafir melainkan ahl al-kitab.60 Selanjutnya tentang, diperbolehkannya memerangi orang murtad menurut hemat beliau, seharusnya tidak dijadikan materi pembahasan. Dikarenakan masih banyaknya khilafiah para ulama tentang masalah ini dan manfaat mengethuinya juga tidak banyak bahkan bisa fatal apabila dipahami secara keliru.61 Lalu mengenai larangan pengangkatan seorang kafir menjadi pemimpin, Quraish Shihab cenderung untuk tidak memasukkan sebagai materi. Jikapun itu tetap dimasukkan maka penyajiannya harus utuh dan 58
Ibid, h. 185 Ibid, h. 185 60 Ibid, h. 186 61 Ibid, h. 186 59
63
tidak menyempitkan makna ‘kafir’ yang ada dalam ayat-ayat alQuran.62 Mengenai bidang syariah, materi-materi seperti bersuci, shalat, zakat meruapakan materi yang perlu disajikan sedini mungkin kepada anak didik. Dengan penyajiannya harus sejalan dengan metode yang ditekankan al-Quran, yaitu penekanan terhadap hikmah al-tasyri’i yang dapat dijangkau pemikiran mereka. Ditambah dengan prinsip-prinsip Islam yang bersifat meringankan dan memudahkan--seperti dalam keadaan darurat—itu juga mesti dimasukkan ke dalam materi.63 Sehingga anak didik tidak menjadikan keadaan yang menyulitkan untuk meninggalkan kewajiban beragama. Dalam materi bidang akidah dan syariah kita dapat melihat bagaimana progresifnya pemikiran Quraish Shihab. Beliau sangat mencita-citakan kerukunan antar umat beragama sehingga materimateri penyajiannya
benar-benar diarahkan ke arah toleransi.
Menurutnya materi-materi agama yang disajikan haruslah mendorong terwujudnya kerukunan hidup antar umat beragama. Di dalam wawancara, beliau menambahkan materi yang seharusnya diajarkan adalah pengajaran kepada peserta didik bahwa Islam itu moderat. Islam senantiasa menerima beragam pendapat dan sangat menghargai toleransi. Urgensi pengenalan Islam yang rahmatan lil ‘alamin ini berfungsi untuk meminimalisir pemikiran yang cenderung radikal yang sedang menjamur di media sosial.64 Semua usaha di atas tak lain merupakan manifestasi terwujudnya kerukunan beragama di tengah-tengah masyarakat yang pluralistik seperti di Indonesia. Untuk itu, mengenai tiadanya agama di sisi Allah selain Islam, Quraish Shihab menekankan bahwa hal tersebut haruslah 62
Ibid, h. 186 Ibid, h. 187 64 Wawancara dengan Quraish Shihab di PSQ tanggal 3 November 2015. Pernyataan itu timbul dikarenakan keprihatinan baik penulis dan Quraish Shihab mengenai sikap masyarakat yang mudah sekali ‘mengkafirkan’ atau ‘menyesatkan’ orang yang berbeda pemahaman agamanya bahkan sikap negative itu mencapai titik klimaksnya yaitu berani untuk mencela ulama. 63
64
dipahami sebagai sikap internal sedangkan untuk sikap eksternal beliau merujuk kepada ayat 26 surat Saba yang berbunyi, “Katakanlah: Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar. Dan Dialah Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui. 3. Konsep Pembelajaran Sepanjang Hayat Menurut Quraish Shihab, sifat pendidikan al-Quran adalah rabbaniy, berdasarkan ayat pertama wahyu pertama. Sementara orang yang melaksanakan juga disebut oleh al-Quran sebagai rabbaniy yang dicirikan pula oleh al-Quran antara lain mengajarkan kitab Allah, baik yang tertulis (al-Quran) maupun yang tidak tertulis (alam raya), serta mempelajarinya terus menerus.65 Jangkauan yang harus dipelajari, yang demikian luas dan menyeluruh itu tidak dapat diraih secara sempurna oleh seseorang. Namun manusia harus berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan ilmu yang mampu diraihnya. Karenanya menurut Quraish Shihab seseorang dituntut untuk belajar terus menerus. Selanjutnya beliau menyebutkan bahwa Nabi Muhammad yang sekalipun telah mencapai puncak pengetahuan, namun beliau juga masih diperintahkan untuk selalu memohon (berdoa) sambil berusaha untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Dalam Surat Thaha digambarkan bagaimana Nabi menerima teguran dari Allah swt karena berusaha cepat-cepat mengahapalkan al-Quran ketika wahyu tersebut baru saja disampaikan oleh malaikat Jibril
ۗ [٢٠:١١٤]
ۖ
Artinya, “Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan
65
Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, loc cit, h. 177
65
mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan” (QS. Thaha, 20:114). Dalil keagamaan menjadi alasan utama bagi Quraish Shihab bahwa pendidikan itu haruslah terlaksana sepanjang hayat. Atas dasar dalil keagamaan itu pula Quraish Shihab berkomentar, “Sangat popular apa yang sementara ini dianggap sebagai hadits Nabi Saw yang berbunyi; ‘Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahad.’ Terlepas dari benar tidaknya penisbahan ungkapan tersebut Nabi Saw, yang jelas ungkapan tersebut sejalan dengan konsep al-Quran tentang keharusan menuntut ilmu dan memperoleh pendidikan sepanjang hayat.66 Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa ide yang terdapat dalam khazanah Islam ini mendahului lifelong education yang dipopulerkan oleh Paul Lengrand dalam bukunya An Introduction to Lifelong Education. Pendidikan seumur hidup ini tidak hanya terlaksana melalui jalur-jalur formal, tetapi juga jalur informal dan nonformal atau dengan kata lain bahwa pendidikan seumur hidup ini menjadi tanggung jawab bersama, masyarakat, keluarga, dan pemerintah. Bukti bahwa begitu bernilai dan berharganya sebuah pengetahuan, salah satu nama Allah adalah ‘Alim, yang berarti ‘Yang Memiliki Pengetahuan’. Oleh karena itu pula, memiliki pengetahuan merupakan sifat Ilahi dan mencari pengetahuan merupakan kewajiban bagi setiap orang beriman. Apabila orang-orang yang beriman diwajibkan mewujudkan sifatsifat Allah dalam diri mereka sendiri, maka merupakan kewajiban setiap orang yang beriman kepada Allah yang menjadi sumber dari segala sesuatu, menyerap dan mencari dalam diri mereka sebanyak mungkin sifat-sifat Allah termasuk pengetahuan, sehingga wawasan Ketuhanan Yang Maha Esa, wawasan tentang Allah menjadi darah daging kehidupan manusia.67 Seperti yang diungkapkan Quraish Shihab bahwa tujuan penciptaan manusia ialah sebagai khalifah di muka bumi dan salah satu cara agar 66
Ibid, h. 178 Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 403 67
66
tujuan itu terlaksana ialah dengan jalur pendidikan. Maka pendidikan tentu dapat menjadikan seuatu bangsa lebih berkualitas. Teori ini diterapkan oleh beragam bangsa seperti pewajiban belajar yang mulanya hanya sampai 14 tahun diperpanjang menjadi 18 tahun oleh Inggris dan menjadikan pendidikan tingkat menengah dan sederajat dilaksanakan secara gratis oleh Kementrian Pendidikan Mesir.68 Sekarang pendidikan di Indonesia pun demikian, dari tingkat SD sederajat sampai tingkat Menengah sederajat diselenggarakan pendidikan gratis untuk sekolah negri dan bantuan subsidi di sekolah-sekolah swasta. Ini semua demi meningkatkan mutu pendidikan dan kualitas anak didik bangsa Indonesia. Setelah meninjau dari sudut pandang agama maka kita beralih ke tinjauan teknologi yang juga merupakan salah satu latar belakang dari proses pendidikan dan pembelajaran sepanjang hayat. 69 Di dalam bukunya, Quraish Shihab menulis mengenai perbaikan teknologi demi menunjang pendidikan yang lebih baik. Tulisan itu berjudul “Komputerisasi alQuran”.70 Di dalam tulisannya, Quraish Shihab termotivasi oleh dakwah dalam penyebarluasan al-Quran dan terinspirasi oleh usaha khalifah dalam penyusunan dan penyebaran al-Quran. Menurut beliau, pemanfaatan teknologi haruslah dioptimalkan sehingga dapat memudahkan pelajar untuk belajar dan mencari informasi. Quraish Shihab mencetuskan beberapa gagasan dalam komputerisasi alQuran, pertama ialah menyangkut petunjuk atau hidayah al-Quran, mukjizat al-Quran, dan perangkat pendukung untuk kedua hal di atas yang merupakan tujuan dan turunnya al-Quran.71 Dengan begitu kiranya
51
68
Ridjaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pusat Kajian Islam FAI Uhamka, 2009), h.
69
Lihat Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013),
h. 67 70
Diangkat dari naskah asli dengan judul yang sama, yang pertama kali dipresentasikan sebagai malakah dalam Musyawarah Kerja Ulama al-Quran XV, 23-25 Maret 1989 71 Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Loc Cit, h. 202
67
informasi yang bisa didapatkan mengenai al-Quran lebih komprehensif dan efisien. Dalam wawancara saya dengan Quraish Shihab, saya sempat menanyakan apakah beliau merasa bahagia dengan perkembangan teknologi sekarang, di mana al-Quran bahkan beserta tafsirnya bisa dimuat dalam satu handphone dan bagaimana cara kita agar dapat menggunakan teknologi secar bijak. Lalu beliau menjawab. “Tantangannya besar sekali, kemajuan di bidang media seakan tak bisa dibendung. Bukan hanya pada alatnya tetapi juga informasinya, jadi orang harus pandai-pandai. Di satu sisi kita boleh merasa bahagia karena sudah tersedia alat yang menjadikan mudah untuk memperoleh pengetahun tapi di sisi lain, karena alat ini bisa memuat pendapat yang berbeda-beda, ada yang benar ada yang salah, ada yang bagus ada yang tidak. Maka penggunanya harus pandai-pandai. Tidak semua yang ada di sini benar, tapi ya kita bisa gunakan ini dengan baik. Dapat dilihat dengan jelas adanya keprihatinan yang timbul. Sebagaimana layaknya alat, sikap pengguna amatlah menentukan. Teknologi bisa bernilai positif dengan penggunaan yang cerdas dan bijak tetapi sebaliknya bisa menjadi mematikan di tangan orang yang salah. Menurut Quraish Shihab pembelajaran sepanjang hayat berarti pengajaran sepanjang hayat. Cukup menarik untuk disimak bagaimana sikap Quraish Shihab mengenai ini, beliau berkata. “Usiaku telah senja, puncak karier dalam berbagai bidang yang kutekuni, Alhamdulillah tercapai baik, baik di bidang ilmiah maupun profesi. Rezeki pun Alhamdulillah, cukup memadai. Demikian juga anak-anak, Alhamdulillah, kesemuanya telah memperoleh bekal ilmu, walau belum maksimal, tetapi semoga dapat mengantar mereka sukses duniawi dan ukhrawi. Karena itu tidak perlu lagi ada sesuatu yang terlalu dicemaskan menyangkut kehidupan dunia. Amanah ilmiah menuntut agar menyampaikan apa yang diyakini, khawatir jangan sampai sikap diam, dinilai Allah sebagai menyembunyikan kebenaran”72
72
Perkataan ini adalah jawaban Quraish Shihab ketika oleh teman-temannya disarankan untuk tidak menulis buku yang berjudul Sunni-Syiah Bergandengan Tangan! Lihat Sunni-Syiah Bergandengan Tangan Mungkinkah? Kajian atas Konsep dan Pemikirannya, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), cet. III, h. x
68
Di situ bagaimana terlihat bahwa pengajaran adalah sebuah amanah yang harus disampaikan. Penyampaian kebenaran walaupun berisiko harus dilakukan tanpa rasa khawatir karena mengajarkan merupakan perintah Allah SWT. Dari jawaban Quraish Shihab penulis juga bisa melihat bahwa beliau sudah mencapai titik di mana seorang hamba tidak merasa takut dan sedih. Indikasi ini menjelaskan kepada kita bahwa tingkatan spiritual Quraish Shihab sudah begitu tinggi. Sungguh suri tauladan yang terpuji dari Quraish Shihab. Dilihat dari pembahasan di atas, jelas sekali pemikiran Quraish Shihab terkait pendidikan seumur hidup dilatarbelakangi oleh perintah agama, baik al-Quran maupun hadits. Bahkan, gagasan komputerisasi al-Quran pun tak lepas dari motif dakwah dan keagamaan. Perkataan yang konon keluar dari Nabi saw, yaitu, “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahad” dan doa Rasulullah agar Allah SWT menambahkan ilmunya menjadi titik landas pemikiran beliau. Sebagai seorang ulama maka wajar saja jika pemikiran beliau didasari oleh dalil-dalil agama. Jika dalam teori pendidikan, asas pembelajaran seumur hidup didasari dan ditinjau oleh berbagai aspek, seperti teknologis, ekonomi, psikologis, filosofis, dan semacamnya, maka menurut Quraish Shihab tinjauan utama dilatarbelakangi dari sudut pandang agama, barulah kemudian mengalami percabangan kepada tinjauan-tinjauan sekunder lainnya.
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan Pada bab terakhir ini, penulis akan menyimpulkan pemikiran pendidikan Quraish Shihab dalam Buku Membumikan al-Quran. Adapun kesimpulannya dari pemikiran pendidikan Quraish Shihab adalah sebagai berikut: 1. Terkait dengan tujuan pendidikan, Quraish Shihab mengambil tujuan pendidikan dari sudut pandang al-Quran. Beliau mengemukakan bahwa tujuan pendidikan adalah membina manusia guna mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah swt dan khalifah-Nya. Pendidikan menurut beliau harus memerhatikan ketiga aspek dalam diri manusia, yaitu akal, jiwa, dan jasmani. Pembinaan akal yang menghasilkan ilmu, pembinaan jiwa yang menghasilkan kesucian dan etika, serta pembinaan jasmaninya yang akan menghasilkan keterampilan. Meninjau dari pemikiran Quraish Shihab terkait tujuan pendidikan kita bisa menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan menurut Quraish Shihab adalah tujuan pendidikan dalam Islam karena diambil dari prinsip-prinsip al-Quran. Tujuan pendidikan menurut Quraish Shihab mengarah kepada tujuan pendidikan umum atau yang disebut juga tujuan sempurna. Tujuan sempurna atau tujuan akhir pendidikan menurut beliau haruslah mampu membentuk manusia dwidimensi yang seimbang antara, akal dan iman, akal dan spiritual, dan terakhir adalah duniawi dan ukhrowi. 2. Terkait dengan metode pembelajaran, penulis akan membaginya ke dalam tiga bagian: Pertama, mengenai metode pembelajaran secara umum. Quraish Shihab juga mengambil pendekatan berdasarkan al-Quran, yang memperlakukan manusia sesuai dengan unsur penciptaannya, yaitu jasmani, jiwa, dan akal. Oleh karena itu, Quraish Shihab tidak mengusulkan sebuah metode khusus dalam penyampaian materi. Perihal terpenting adalah penyampaian materi 69
70
dengan kalimat-kalimat yang menggugah dan menyentuh hati, disertai contoh dan pembiasaan untuk memantapkan materi yang telah diajarkan. Kedua, terkait metode pengajaran tafsir di perguruan tinggi. Selayaknya diadakan perubahan dalam penerapan metodenya, dari yang bersifat konvensional (ceramah dan diskusi) menjadi pembelajaran kaidahkaidah tafsir yang memungkinkan mahasiswa pada akhirnya mampu menafsirkan al-Quran secara mandiri. Jika penerapan seperti itu belum mampu maka setidaknya dilakukan penyisipan materi terkait kaidahkaidah tafsir ke dalam silabus. Ketiga, berkenaan dengan metode dan materi aqidah dan syari’ah di sekolah umum, layak diadakan revisi isi materi dengan meninjau serta menimbang relevansi kehidupan zaman sekarang. Metode yang diterapkan bisa bermacam-macam asalkan di dalamnya terkandung penjelasan tentang hikmah di balik aturan aqidah serta syariah sehingga siswa dapat memetik intisari dan manfaat praktis dari materi tersebut. Berdasarkan sebab di atas penulis bisa simpulkan bahwa metode pembelajaran yang disarikan oleh Quraish Shihab dari al-Quran amat selaras dengan pembelajaran yang terpusat pada peserta didik (students center). Itu disebabkan karena setiap metodenya selalu memperhatikan kondisi peserta didik, yaitu akal, fisik, maupun psikologis 3. Menurut Qurasih Shihab, masa berlangsungnya pendidikan adalah sepanjang hayat. Pendidikan di sini bukan hanya pendidikan yang bersifat formal tetapi semua proses pendidikan, formal, informal, dan nonformal. Ilmu yang begitu luas dan umur manusia yang terbatas mengharukan manusia
melakukan
penimbaan
ilmu
seumur
hidup
untuk
mengoptimalisasi kemampuannya Sebagai ulama dan pendidik, beliau menggunakan dalil-dalil agama sebagai dasar argumentasinya, yakni, surat Thaha ayat 114 dan apa yang masyhur diduga sebagai hadits dari Nabi saw, “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahad” dengan begitu, tuntutan agama menjadi prioritas seorang Muslim untuk menuntut ilmu, sedangkan faktor-faktor lain seperti
71
ekonomi, psikologis, filosofis, dan yang lainnya berada diurutan setelah faktor tuntutan agama. B. Implikasi Sebagai mana lazimnya sebuah kajian terkait dengan pemikiran seorang tokoh, selalu lahir implikasi-implikasi jika manfaat pemikiran tokoh tersebut ingin dirasakan. Pembahasan mengenai pemikiran Quraish Shihab terkait pendidikan akan mengarah pada implikasi-implikasi sebagai berikut: 1. Terkait dengan tujuan pendidikan, maka seorang pendidik harus meyakinkan dan memotivasi anak didiknya bahwa pendidikan pada hakikatnya bertujuan untuk menjadikan peserta didik sebagai hamba Allah yang taat dan mampu menjalankan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi. Diperlukan juga perumuskan kurikulum yang dapat menunjang tercapai cita-cita luhur tersebut, contoh: penyesuaian setiap metodenya, isi silabusnya, fasilitas pembelajaran, dan pendidik yang memiliki visi yang sama. 2. Terkait metode pembelajaran atau penyampaian materi, semua metode bisa diterapkan asalkan metode itu memperhatikan dan memperlakukan peserta didik sesuai dengan kapasitasnya, baik jasmani, kognitif, serta psikologis. Tidak sampai di situ, Pembelajaran juga harus ditunjang oleh contoh yang dapat menginspirasi dan pembiasaan yang dapat memantapkan materi yang telah diajarkan. Mengenai metode pengajaran tafsir di perguruan tinggi, seharusnya diadakan perbaikan terkait materi-materi ajarnya. Penambahan materi tentang kunci-kunci tafsir perlu dilakukan sehingga mahasiswa tidak hanya dituntun untuk mengerti tafsir ayat-ayatnya tetapi mengetahui cara menafsirkannya. Terkait pembelajaran aqidah dan syari’ah, layaknya ditambahkan materi-materi yang berkaitan tentang toleransi dalam beragama dan sikap moderat dalam beragama. Hal tersebut menjadi penting dikarenakan kecenderungan pemikiran radikal yang tengah berkembang
72
dan marak di masyarakat Islam Indonesia saat ini, khususnya mudamudinya. 3. Peserta didik harus mampu melahirkan para anak didik yang mengerti betapa pentingnya proses pendidikan, sehingga mereka akan selalu berusaha belajar di sepanjang hidupnya. Untuk menjamin berlangsung proses pendidikan sepanjang hayat maka diperlukan partisipasi aktif dari pemerintah, masyarakat, dan juga keluarga. Pemerintah dan masyarakat dapat membuat lembaga-lembaga pendidikan baik formal, informal, dan non-formal untuk memfasilitasi proses
pendidikan
sedangkan
keluarga
berperan
aktif
untuk
menanamkan kesadaran juga pembiasaan pada anaknya untuk belajar, sebagai contoh membudayakan kebiasaan baca-tulis semenjak dini hari.
C. Saran Setelah mengkaji pokok pembahasan tentang pemikiran Quraish Shihab terkait pendidikan, maka diakhir kajian penulis rekomendasikan beberapa poin penerapan hasil penelitian ini. 1. Kepada para mahasiswa hendaknya ditingkatkan intensitasnya dalam melakukan kajian pemikiran tokoh. Hemat penulis, kajian tokoh masih sangat kurang peminat dibanding kajian PTK dan kuantitatif. 2. Kepada para pendidik, hendaknya lebih memperluas wawasan dengan banyak membaca karya para tokoh bangsa, seperti Quraish Shihab. Dengan
banyak
mengetahui
dan
memahami
pemikiran
para
cendikiawan dan pakar pendidikan itulah para pendidik mengetahui lebih banyak teori-teori pembelajaran yang efektif dan efisien. 3. Kepada para pendidik, khususnya para guru dan dosen hendaknya lebih intensif lagi dalam mengkaji literatur-literatur yang terkait dengan pendidikan. Pandangan-pandangan yang segar dan kekinian yang didapatkan dari literatur tersebut diharapkan mampu mengampu para peserta didiknya dengan metode-metode yang relevan dengan zamannya.
DAFTAR PUSTAKA Abdul Majid, Abdul Aziz, Mendidik dengan Cerita, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002 Abdurrahman
an-Nahlawi,
Prinsip-prinsip
dan
Metode
Pendidikan
Islam,
penerjemah HerryNoer Ali, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1989 Ansary, Tamim, Dari Puncak Baghdad, Sejarah Dunia Versi Islam. Penerjemah Yuliani Liputo, Jakarta: Zaman, 2012 Cet ke-2. Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2002 Arifin, H. M. Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Sinar Grafika Ofset, 2003 Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010 B. Uno, Hamzah, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2010 Basri, Cik Hasan dan Eva Rufaidah, Model Penelitian Agama dan Dinamika Sosial, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002 Basri, Hasan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2009 Bell, Judith, Doing Your Research Project, penerjemah Jacobus Embu Jakarta: Indeks, 2006 Blaxter, Loraine, How to Research, Seluk Beluk Melakukan Riset, penerjemah Agustina, Jakarta: PT Index, 2006 Daud Ali, Muhammad Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008
73
74 Egan, Kieran, Pengajaran yang Imajinatif, penerjemah Agustina Reni, Jakarta: PT Indeks, 2009 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Analisis Data, Jakarta: Rajawali Press, 2011 Federpiel, M. Howard, Kajian al-Quran di Indonesia, dari Mahmud Yunus Hingga Quraish Shihab, Terj. Dari Populer Indonesian Literature oh the Quran, penerjemah Yajul Arifin, Bandung: Mizan, 1994 Hadi, Abdul, Hermeneutika, Estetika, dan Religiusitas, Yogyakarta: Matahari, 2004 Hart, Michael H. 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia. Penerjemah Ken Ndaru dan M. Nurul Islam. Jakarta: Noura Books, 2012. Cet. Ke-2 Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: PT Pustaka al-Husna, 2008 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013 Hidayat, Komaruddin, Memahami Bahasa Agama, Jakarta: Paramadina, 1996 Jalaludin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Manusia, Filsafat, dan Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo, 2012 Lester D. Crow and Alice Crow, Introduction to Education, New York: American Book Company, 1960 Lyons, Jonathan, The Great Bait al-Hikmah, Kontribusi Islam dalam Peradaban Barat, penerj. Maufur, Bandung: Mizan Media Utama, 2013 Majid Khon, Abdul, Hadits Tarbawi, Jakarta, Kencana Media Group, 2012 Majid, Abdul dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Bandung: PT Remaka Rosdakarya, 2011 Meleong, J. Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997 Mudyahardjo, Redja, Pengantar Pendidikan, Studi Awal tentang Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo, 2012
75 Muhajir, As’aril Ilmu Pendidikan Perspektif Kontekstual, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011 Muhammad, Omar, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Dari Falsafatut tarbiyah alIslmaiyah, penerjemah Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979 Mulyana, Dedy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001 Nata, Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2010 ____________, Pendidikan dalam Perspektif al-Quran, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005 ____________, Pendidikan dalam Perspektif Hadits, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005 ____________, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005 ____________, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, Jakarta: Raja Grafindo, 2012 Nizar, Samsul, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2007 Purwanto, Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009 Rahardjo, Mudja, Hermeneutikan Gadamerian, Malang: UIN-Malang Press, 2007 Ridjaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pusat Kajian Islam FAI Uhamka, 2009 Sabri, Alisuf, Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005 Sanjaya, Wina, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Kencana Media Group, 2008 Sarosa, Samiaji, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT Indeks, 2012
76 Shihab, M Quraish, Membumikan al-Quran, fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1997 _______________, JIlbab, Pakaian Wanita Muslimah, Pandangan Ulama Masa Lalu & Cendikiawan Kontemporer, Jakarta, Lentera Hati, 2010 _______________, Mukjizat al-Quran, Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib, Bandung: Mizan, 1998 _______________, Sunni-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah? Kajian atas Konsep dan Pemikirannya, Jakarta: Lentera Hati, 2007 _______________, Tafsir al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2007, vol. 6 Suharto, Toto, Filsafat Pendidikan Islam, Jogjakarta: ar-Ruzz Media, 2011 Suralaga, Fadhilah, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005 Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010 Syar’I, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011 Taneraja, Tukiran dkk, Model-model Pembelajaran Inovatif dan Efektif, Bandung: Alfa Beta, 2011 Thomas Lickona, Pendidikan Karakter, Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik, penerjemah Lita S, Bandung: Penerbit Nusa Media, 2013 Tilaar, H.A.R, Manifesto Pendidikan Nasional, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2005 Trianto, Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik, Jakarta: PT Prestasi, 2010 Umiarso dan Zamroni, Pendidikan Pembebasan dalam Perspektif Barat & Timur, Jogjakarta: Ar-Ruuz Media, 2011
77 Usman, Basyaruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2002 Yatim, Badri dan Hamid Nasuhi, Membangun Pusat Keunggulan Studi Islam, Sejarah dan Profil Pimpinan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 19572002, Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2002 Zainuddin, Paradigma Pendidikan Terpadu, Malang: Uin Malang Press, 2008 Zuhairini dkk, filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009
Nama
: Jaka Perdana Putra
NIM
: 1111011000114
Fakultas : Tarbiyah dan Keguruan Jurusan : Pendidikan Agama Islam Judul : PEMIKIRAN PENDIDIKAN QURAISH SHIHAB DALAM BUKU MEMBUMIKAN AL-QURAN No 1 2 3 4 5
6 7 8 10 11 12 13
Judul Buku Abdul Aziz Abdul Majid, Mendidik dengan Cerita, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002) Abdul Hadi, Hermeneutika, Estetika, dan Religiusitas, (Yogyakarta: Matahari, 2004) Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaka Rosdakarya, 2011) Abdul Majid Khon, Hadits Tarbawi, (Jakarta, Kencana Media Group, 2012) Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, penerjemah HerryNoer Ali, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1989) Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010) Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta: Raja Grafindo, 2012) Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Hadits, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005) Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005) Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002) As’aril Muhajir, Ilmu Pendidikan Perspektif Kontekstual, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011) Badri Yatim dan Hamid Nasuhi, Membangun Pusat Keunggulan Studi Islam, Sejarah dan Profil Pimpinan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1957-2002. (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2002)
Bab No. Fn
Hal.
II
35, 36
22, 22
III
3
28
I
7
3
IV
25
47
II
20
16
II
1
8
I
11
4
I II II
12 21 8, 9
4 18 11, 12
III
17, 18
34, 34
II IV
4, 5 21
9, 10 46
IV
12
40
Paraf
14 15 16 17 18 19
20 21 22
23 24
25
26
Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002) Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001) Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005) Drs. Hasan Basri, M.Ag, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009) Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Analisis Data, (Jakarta: Rajawali Press, 2011) H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendkatan Interdisipliner, (Jakarta: Sinar Grafika Ofset, 2003) H.A.R. Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2005) Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010) Hart, Michael H. 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia. Penerjemah Ken Ndaru dan M. Nurul Islam. (Jakarta: Noura Books, 2012) Cet. Ke-2 Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Pustaka al-Husna, 2008) Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013)
Howard M. Federpiel, Kajian al-Quran di Indonesia, dari Mahmud Yunus Hingga Quraish Shihab, Terj. Dari Populer Indonesian Literature oh the Quran, penerjemah Yajul Arifin (Bandung: Mizan, 1994) Jalaludin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Manusia, Filsafat, dan Pendidikan, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2012)
II
22, 23
18, 19
III
6
30
II
18
15
I
3
1
III
9
32
II
13, 14
14, 14
I
1
1
IV
28
49
II
41
24
II II II II
24 25 23 24, 25, 25, 25
II IV
39 46 38 42, 43, 44, 45 40 6
II I II
12 2 15
14 1 14
24 37
27
28
29 30 31 32 33
34 35 36
Jonathan Lyons, The Great Bait al-Hikmah, Kontribuis Islam dalam Peradaban Barat, Terj. Dari The Great Bait al-Hikmah, penerj. Maufur, (Bandung: Mizan Media Utama, 2013) Judith Bell, Doing Your Research Project, Terj. Dari Doing Your Research Project, penerjemah Jacobus Embu (Jakarta: Indeks, 2006) Kieran Egan, Pengajaran yang Imajinatif, penerjemah Agustina Reni, (Jakarta: PT Indeks, 2009) Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, (Jakarta: Paramadina, 1996) Lester D Crow and Alice Crow, Introduction to Education, (New York: American Book Company, 1960) Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997) Loraine Blaxter dkk, How to Research, Seluk Beluk Melakukan Riset,Terj. Dari How to Research, penerjemah Agustina, (Jakarta: PT Index, 2006) Mudja Rahardjo, Hermeneutikan Gadamerian, (Malang: UIN-Malang Press, 2007) Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008) Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010)
37
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010)
38
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009) Omar Muhammad, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Dari Falsafatut tarbiyah alIslmaiyah, penerjemah Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979) Quraish Shihab, JIlbab, Pakaian Wanita Muslimah, Pandangan Ulama Masa Lalu & Cendikiawan Kontemporer (Jakarta, Lentera
39
40
I
13
5
III
11, 12, 3
33, 33, 33
II
33, 34
22, 22
III
4, 5
30, 30
I
4
1
III
16
34
III
7, 8
31, 32
III
1, 2
29, 29
IV
67
63
II II II II II II II
21 20 15 15 16 9 12, 13
II
29 25 16 17 19 3 10, 11 6
IV
7
38
10
41 42
43 44
45 46
47 48 49
50
51
52
Hati, 2010) Quraish Shihab, Lentera Hati, (Bandung: Mizan, 1998) Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1997)
I
8, 9
IV
Sebagian besar bab IV dipenuhi oleh buku ini
Quraish Shihab, Mukjizat al-Quran, Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib, (Bandung: Mizan, 1998) Quraish Shihab, Sunni-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah? Kajian atas Konsep dan Pemikirannya, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), cet III Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), vol. 6
IV
11
39
IV
8, 9
38, 38
IV
44, 45, 45
Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, Studi Awal tentang Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo, 2012) Ridjaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pusat Kajian Islam FAI Uhamka, 2009) Samiaji Sarosa, Dasar-dasar Metode Kualitatif, (Jakarta: PT. Indeks, 2012)
I
15, 16, 17 5, 6
IV
68
63
III III
32 33, 34
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2007) Tamim Ansary, Dari Puncak Baghdad, Sejarah Dunia Versi Islam. Terj. Dari Destiny Disrupted, the History of the World through Islamic Eyes, Penerjemah Yuliani Liputo. (Jakarta: Zaman, 2012). Cet ke-2, h. 158 Thomas Lickona, Pendidikan Karakter, Panduan Lengkao Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik, penerjemah Lita S, (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2013) Trianto, Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik, (Jakarta: PT Prestasi, 2010)
IV
10 14, 15 19
1
10
4
IV
29
50
II
27, 28 30,
20, 20
II
3, 3
2, 3
45
21, 21,
53 54 55 56 57
Tukiran Taneraja dkk, Model-model Pembelajaran Inovatif dan Efektif, (Bandung: Alfa Beta, 2011) Umiarso dan Zamroni, Pendidikan Pembebasan dalam Perspektif Barat & Timur, (Jogjakarta: Ar-Ruuz Media, 2011) Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Media Group, 2008) Zainuddin, Paradigma Pendidikan Terpadu, (Malang: Uin Malang Press, 2008) Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009)
21
II II
31, 32 26 24
II
7
11
IV
51, 52
II
31, 32 37
II IV
2 20
8 46
20 19
23
Hasil Wawancara dengan Prof. Quraish Shihab T: Menurut Bapak, tujuan pendidikan itu apa? J: Sudah ada kan di buku? Selesai sudah he..he T: Mungkin sekarang Bapak punya pandangan baru? J: Tidak ada, ya prinsipnya seperti itu. Membina manusia sehingga mereka bisa menjadi khalifah sekaligus hamba Allah. T: Apa Bapak setuju jika saya mengaitkan pandangan pemikiran Bapak dengan pandangan pendidikan Islam? J: Ya jelas, justru itu. Itu kan dasarnya dari Quran. Jadi tujuan pendidikan manusia itu untuk mencapai tujuan yang dikehendaki Allah. Dan tujuan yang dikehendaki Allah adalah menjadikan khlaifah dan hamba dalam bingkai ketaatan kepada Allah. T: Terus, implikasinya terhadap kita yang menjadi guru bagaimana Pak? J: Harus ada penyesuaian, harus dibahas kurikulumnya, harus dibahas silabinya, harus dilihat peserta didik, ya toh. Bagaimana mereka, apa tingkat kecerdasannya, bagaimana lingkungannya, untuk menjadikan itu semua sebagai bahan dalam menetapkan kurikulum dan dalam pengajaran. Jadi jangan menjiplak, bahwa di situ saya katakana, bahwa jangan pinjam baju orang, ukur sendiri dan jahit sendiri. Kalau mau mengambil dari luar bisa berbeda dengan kita, budayanya beda, kecerdasannya beda, fasilitasnya juga beda. T: Terkait metode, Bapak tidak merekomendasikan metode secara khusus. Apa mungkin sekarang Bapak mempunyai metode yang paling cocok dalam pengajaran? J: Metode itu ditentukan oleh apa yang akan anda garap, ya toh. Saya beri contoh, Anda mau menangkap ikan, banyak metodenya, ada yang benar ada yang salah. Bisa pakai pancing? Bisa pakai jaring? Bisa pakai bom? Atau bisa pakai bersiul
seperti memanggil ayam? Jadi begitulah, kita lihat siapa yang ada di depan kita, apa yang kita mau capai. Begitulah metode, cara untuk mencapai tujuan. Jadi metode itu bisa bermacam-macam. T: Terkait pembelajaran yang diterapkan al-Quran, di mana aspek psikologis saya diperhatikan. Apa Bapak setuju jika pemikiran Bapak saya kaitkan dengan pendidikan humanistik. J: Ya kita lihat kebutuhannya, guru itu seperti dokter, guru itu pembiming. Dokter itu melihat itu penyakitnya apa. Jangan penyakit bisul diberikan obat flu. Selalu begitu, kita melihat tergantung dari kebutuhan. Guru itu harus menyelami jiwa peserta didik. Jadi metode itu bisa bermacam-macam, tehadap individu bisa terkait pengajaran di kelas juga bisa. T: Terkait dengan pengajaran tafsir di perguruan tinggi, Bapak mengkritik sistem pembelajaran konvensional yang hanya mengajarkan ayat demi ayat dan Bapak mencetuskan ide untuk mengajarkan para mahasiswa itu ‘kunci-kunci’ agar mereka bisa menjadi mufassir yang memadai. Nah, ‘kunci-kunci’ itu apa Pak? J: Kunci-kunci itu dinamai kaidah-kaidah tafsir. Ada buku saya tuh yang membahas tentang itu. Kalau Anda mau masuk gak ada kuncinya gak bisa. T: Itulah mengapa Bapak berkata bahwa pengajaran tafisr itu bisa tumpeng tindih. Berarti Bapak setuju kalau metode pengajarannya harus diubah? J: Ya, bisa tumpeng tindih. Ya kalua bisa diganti, atau paling tidak, pengajaran cara lama dikurangi dan ditambah dengan apa yang saya sebutkan pengajaran ‘kunci-kunci’ tersebut. T: Di dalam buku Bapak, terdapat materi pengajaran Aqidah dan Syariah. Jika saya kaitkan dengan fenomena sekarang, sepertinya pemikiran yang cenderung radikal sedang menjamur di Indonesia sehingga mudah saja bagi mereka untuk menyesatkan satu golongan bahkan menyesatkan para ulama. Menurut Bapak materi apa yang perlu ditambahkan demi meminimalisir pemikiran radikal semacam itu?
J: Hmm menurut saya materi yang harus diberikan, pertama adalah pengajaran bahwa Islam itu moderat. Kedua, Islam itu sangat toleran. Islam itu bisa menerima berbagai pendapat. Saya kira itu, ya toh, sehingga tidak ada lagi yang gampang menyesatkan atau mengkafirkan. T: Terkait pendidikan sepanjang hayat, dalam buku, Bapak berkata bahwa pemikiran pendidikan Islam mendahului pemikiran barat yang dimotori oleh Paul Lengrand. Boleh dijelaskan sekali lagi mengenai pendidikan sepanjang masa? J: Ya yang pertama adalah utlub al-ilma min al-mahdi ila al-lahdi. Nabipun terus meminta ilmu. Jadi menuntut ilmu sepanjang hayat, umur ada batasnya sedangkan ilmu itu terlalu luas. T: Terakhir Pak, mengenai komputerisasi al-Quran yang Bapak tulis di buku Bapak. Sekarang digitalisasi al-Quran sudah sangat canggih bahkan di handphone pun bisa terdapat quran sekaligus tafsirnya. Mengenai hal ini apakah Bapak senang atau prihatin? Lalu apa yang sekiranya bisa kita lakukan agar dapat menggunakan kemudahan teknologi-informasi ini secara bijak? J: Waduh tantangannya besar sekali, kemajuan di bidang media seakan tak bisa dibendung. Bukan hanya pada alatnya tetapi juga informasinya, jadi orang harus pandai-pandai. Di satu sisi kita boleh merasa bahagia karena sudah tersedia alat yang menjadikan mudah untuk memperoleh pengetahun tapi di sisi lain, karena alat ini bisa memuat pendapat yang berbeda-beda. Ada yang benar ada yang salah, ada yang bagus ada yang tidak. Maka penggunanya harus pandai-pandai. Tidak semua yang ada di sini benar, tapi ya kita bisa gunakan ini dengan baik.
Tentang Penulis Anak pertama dari empat kakak-beradik ini adalah orang yang punya hobi tidur selama 12 jam. Sering terkena sindrom sulit tidur di malam hari dan sulit bangun di siang hari. Kadang mendadak bisa nyanyi dan jago gitaran kalau lagi galau. Punya cita-cita untuk memenuhi tembok rumahnya dengan buku dan nikah muda biar ga banyak dosa. Lulus dari UIN di umur yang cukup tua (24 tahun) karena punya sejarah akademik yang mengenaskan. Dua tahun di Arsitektur UI lalu keluar karena ga jago gambar. Akhirnya pindah ke PAI UIN karena suka dunia pendidikan **ngeles. Suka juga ngajar matematika dan menjadi guru privat demi mencari keberkahan dan sesuap pizza. Saat ini sedang bingung mau ngajar di sekolah mana sehingga mengisi waktu luangnya dengan membaca dan menulis di blog. Alhamdulillah, sudah ada dua tulisannya yang dibukukan, “Kisah-kisah Menakjubkan yang Diabadikan dalam al-Quran” dan “Kisah Rasulullah Bersama Anak-anak”. Keduanya diterbitkan oleh Laksana Kidz, Diva Press. Di tengah badai kehidupan dan huru-hara zaman yang melanda ini ternyata dia masih punya harapan besar. Berharap bisa menjadi pemikir yang brilian, penulis yang produktif, guru yang menginspirasi, serta suami idaman bagi istrinya kelak.
Blog
: Jegersan.wordpress.com
Twitter: Jegersan Email :
[email protected] Facebook: Jaka Perdana Putra