STRATEGI DAKWAH M. QURAISH SHIHAB DALAM BUKU "MEMBUMIKAN AL-QUR'AN"
SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Jurusan Manajemen Dakwah (MD)
DEWI THOHAROH 1105025
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010
NOTA PEMBIMBING Lamp : 5 (lima) eksemplar Skripsi Kepada Yth. Bapak Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang
Assalamualaikum Wr. Wb. Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana mestinya, maka kami menyatakan bahwa skripsi saudara: Nama
: DEWI THOHAROH
NIM
: 1105025
Jurusan
: DAKWAH /MD
Judul Skripsi : STRATEGI DAKWAH M. QURAISH SHIHAB DALAM BUKU "MEMBUMIKAN AL-QUR'AN Dengan ini telah saya setujui dan mohon agar segera diujikan. Demikian atas perhatiannya diucapkan terima kasih. Wassalamu alaikum Wr. Wb.
Semarang,
Desember 2010
Pembimbing, Bidang Substansi Materi,
Bidang Metodologi & Tatatulis,
Drs. H. Nurbini, M.Si NIP. 19680918 199303 1 004
NIP. 19620107 199903 2 001
Dra. Hj. Misbah Zulfa Elysabeth, M.Hum
ii
SKRIPSI STRATEGI DAKWAH M. QURAISH SHIHAB DALAM BUKU "MEMBUMIKAN AL-QUR'AN"
Disusun oleh DEWI THOHAROH 1105025
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal: 27 Desember 2010 dan dinyatakan telah lulus memenuhi sarat Susunan Dewan Penguji, Ketua Dewan Penguji/ Dekan,
Penguji, Penguji I,
Dr. Muhammad Sulthon, M.Ag NIP. 19620827 199203 1 003
Saerozi, M.Ag NIP. 19700605 199803 1 004
Sekretaris Dewan Penguji/ Pembimbing,
Penguji II,
Drs. H. Nurbini, M.Si NIP. 19680918 199303 1 004
Suprihatiningsih S.Ag, M.Si. NIP. 19760510 200501 2 001 Pembimbing,
Drs. H. Nurbini, M.Si NIP. 19680918 199303 1 004
Dra. Hj. Misbah Zulfa Elysabeth, M.Hum NIP. 19620107 199903 2 001
iii
MOTTO
(
:
){
}
Artinya: Serulah kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. an-Nahl: 125) (DEPAG RI, 1979: 423).
iv
PERSEMBAHAN
v Teruntuk orang tuaku tercinta terima kasih untuk setiap tetes keringat dan air mata untuk setiap untaian doa bapak dan Ibu. v Suamiku
tercinta
(Ahmad
Agus
Khaerun
Anwar)
yang
selalu
mendampingi dalam suka dan duka dalam menyelesaikan studi dan skripsi ini. v Putriku tercinta (Adhwa Safira Ahyani) semoga menjadi anak yag salehah amin
v
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka
Semarang, 9 Juni 2010 Tanda tangan,
DEWI THOHAROH 1105025
vi
ABSTRAK Quraish Shihab merupakan salah satu tokoh di Indonesia yang banyak menaruh perhatian terhadap strategi dakwah juga merupakan salah seorang ahli tafsir di Indonesia yang menaruh perhatian pula terhadap dakwah dan problematikanya. Hal ini dibuktikan dengan karyanya yang berjudul: Membumikan Al-Qur'an. Dalam buku ini pada Bab keempat bagian pertama halaman 193 ada materi tentang metode dakwah al-Qur'an. dan pada Bab keempat bagian kedua halaman 394 menyentuh persoalan strategi dakwah. Yang menjadi rumusan masalah yaitu bagaimanakah strategi dakwah M. Quraish Shihah? Bagaimanakah posisi strategi dakwah M. Quraish Shihab dikaitkan dengan manajemen dakwah? Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data skripsi ini dengan teknik studi pustaka. Data Primernya yaitu buku yang berjudul "Membumikan al-Qur'an" karya M. Quraish Shihab, sedangkan data sekundernya yaitu sejumlah kepustakaan yang relevan dengan skripsi ini. Penulisan ini menggunakan analisis studi pustaka. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa strategi dakwah M. Quraish Shihab yaitu agar para da'i dalam meletakkan strategi dakwah di era teknologi canggih dengan masyarakat yang belum tersentuh teknologi canggih hams dibedakan. Dakwah pada masyarakat di era teknologi canggih lebih dituntut rasional, logis dan mampu menarik benang merah dengan kapasitas kemampuan mad'u yang lebih cenderung menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sini para da'i dituntut untuk bisa menguasai IPTEK sehingga pemaparan Islam tidak sekadar menyampaikan ajaran agama yang sudah ada 1500 tahun yang lalu jika dihitung mulai diturunkannya al-Qur'an semasa hidup Nabi Muhammad SAW. Posisi strategi dakwah M. Quraish Shihab mengandung dan berkaitan dengan fungsi-fungsi manajemen dakwah. Strategi dakwah menurut M. Quraish Shihab merupakan bagian dari manajemen dakwah, khususnya fungsi perencanaan dakwah dan lebih khususnya lagi masuk dalam kategori penentuan dan perumusan sasaran dalam rangka pencapaian tujuan dakwah. Dalam rangka perencanaan dakwah, penentuan dan perumusan strategi dakwah merupakan langkah kedua setelah dilakukannya perkiraan dan perhitungan mengenai berbagai kemungkinan di masa depan. Penentuan dan perumusan strategi dakwah ini adalah sangat penting. Oleh karena rencana dakwah hanya dapat dirumuskan dengan baik bilamana terlebih dahulu diketahui dengan baik apa yang menjadi sasaran dan bagaimana strategi dari penyelenggaraan dakwah itu.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim. Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang senantiasa telah menganugerahkan rahmat, dan hidayah-Nya kepada penulis dalam rangka menyelesaikan karya skripsi dengan judul “STRATEGI DAKWAH M. QURAISH SHIHAB DALAM BUKU "MEMBUMIKAN AL-QUR'AN". Karya skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) bidang jurusan Manajemen Dakwah (MD) di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang. Dalam penyusunan skripsi ini penulis merasa bersyukur atas bantuan dan dorongan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi penulis dengan baik. Oleh karena itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada yang terhormat: 1. Bapak Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang. 2. Bapak Dr. Muhammad Sulthon, M. Ag. selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. 3. Bapak Drs. H. Nurbini, M.Si selaku Dosen pembimbing I dan Ibu Dra. Hj. Misbah Zulfa Elysabeth, M.Hum selaku Dosen pembimbing II yang telah berkenan membimbing dengan keikhlasan dan kebijaksanaannya meluangkan waktu, waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan pengarahan-pengarahan hingga terselesaikannya skripsi ini. 4. Segenap Bapak, Ibu tenaga edukatif dan administratif fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang yang telah memperlancar proses pembuatan skripsi ini.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
JUDUL ........................................................................................................ i PEMBIMBING ........................................................................................... ii PENGESAHAN .......................................................................................... iii PERNYATAAN .......................................................................................... iv MOTTO ...................................................................................................... v PERSEMBAHAN .................................................................................... vi ABSTRAKSI............................................................................................... vii KATA PENGANTAR................................................................................. viii DAFTAR ISI ............................................................................................... ix BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................1 1.2. Perumusan Masalah ..................................................................5 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................5 1.4. Tinjauan Pustaka.......................................................................6 1.5. Metode Penelitian .....................................................................9 1.4. Sistematika Penulisan................................................................12 BAB II : STRATEGI DAKWAH 2.1. Strategi Dakwah........................................................................13 2.1.1. Pengertian Strategi .........................................................13 2.1.2. Strategi Dakwah .............................................................15 2.1.3. Tujuan Dakwah .............................................................20 2.2. Manajemen Dakwah..................................................................22 2.2.1. Pengertian Manajemen Dakwah .....................................22 2.2.2. Fungsi Manajemen Dakwah ...........................................27 2.2.3. Prinsip-Prinsip Manajemen Dakwah ..............................44
ix
BAB III: GAMBARAN UMUM BUKU "MEMBUMIKAN AL-QUR'AN" DAN BIOGRAFI M. QURAISH SHIHAB 3.1. Biografi M. Quraish Shihab, Pemikiran dan KaryaKaryanya ................................................................................47 3.1.1. Latar Belakang M. Quraish Shihab ................................47 3.1.2.Corak Pemikiran M. Quraish Shihab...............................51 3.2. Deskripsi Singkat Buku "Membumikan al-Qur'an"....................55 3.2.1. Dakwah di tengah Kemajuan Sains dan Teknologi...........59 3.2.2. Gejala Umum Masyarakat Dewasa Ini.............................61 3.2.3. Dakwah Perkotaan .........................................................63 3.2.4. Dakwah di Daerah Pinggiran dan Pedesaan.....................67 BAB IV: ANALISIS PENDAPAT M. QURAISH SHIHAB TENTANG STRATEGI DAKWAH 4.1.Analisis Strategi Dakwah M. Quraish Shihab .............................70 4.2.Analisis Posisi Strategi Dakwah Menurut M. Quraish Shihab Dikaitkan dengan Manajemen Dakwah...........................81 BAB V : PENUTUP 5.1. Kesimpulan ...............................................................................93 5.2. Saran-Saran...............................................................................94 5.3. Penutup.....................................................................................94
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pengertian yang integralistik (menyeluruh), dakwah merupakan suatu proses penyampaian ajaran Islam yang berkesinambungan, ditangani oleh para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah, dan secara bertahap menuju ke arah peri kehidupan yang Islami. Suatu proses yang berkesinambungan adalah suatu proses yang bukan insidental atau kebetulan, melainkan benar-benar direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi secara terus menerus oleh para pengemban dakwah sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan. Dakwah tidak boleh dilakukan asal jalan, tanpa sebuah perencanaan yang matang, baik menyangkut materinya, tenaga pelaksanaannya, ataupun metode yang digunakan (Ahmad, 1983: 17). Dakwah seyogyanya melihat apa yang menjadi kebutuhan dan kondisi umat Islam. Dakwah di tengah masyarakat intelektual dengan kualitas SDM nya cukup tinggi harus bersifat rasional. Demikian pula dakwah di tengah perkotaan akan berbeda dengan dakwah di kampung-kampung yang berlatarbelakang SDM yang lemah, maka dakwah dilaksanakan dengan cara tidak mengandalkan logika dan filosofis. Di tengah-tengah masyarakat yang terbilang awam tentunya akan tepat jika dakwah berupa kisah-kisah yang menarik dan tidak banyak membutuhkan rasio dalam mencerna isi dakwah (Shihab, 2004: 395).
1
Kegiatan dakwah sering dipahami sebagai upaya memberikan pemecahan masalah. Masalah yang dimaksud mencakup aspek ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, sains, dan teknologi. Untuk itu dakwah harus dikemas dengan cara atau metode yang tepat. Yunan Yusuf (Suparta (ed), 2003: xiii) menyatakan bahwa dakwah harus dilakukan secara aktual, faktual dan kontekstual. Aktual dalam arti memecahkan masalah yang kekinian yang hangat di tengah masyarakat, faktual dalam arti konkrit yang nyata, serta kontekstual dalam arti relevan dan menyangkut problem yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Pada dasarnya dakwah merupakan seruan agama Seruan tersebut mempunyai maksud dan tujuan untuk mengubah masyarakat sasaran dakwah ke arah lebih baik dan lebih sejahtera, lahiriah maupun batiniah baik secara individu maupun kelompok. Agar tujuan tersebut tercapai secara efektif, maka para penggerak dakwah harus mengorganisir segala komponen dakwah secara tepat. Salah satu komponen itu adalah strategi dakwah. Strategi dakwah merupakan kebutuhan yang mendasar untuk berhasilnya dakwah, terlebih lagi di era kemajuan ilmu dan teknologi. Kemajuan ilmu dan teknologi yang menyebabkan transformasi sosial dengan berbagai dampaknya merupakan medan dakwah yang perlu dipahami dan diketahui dengan baik. Pengertian medan di sini tidak berarti hanya bersifat fisik, tetapi juga bersifat non-fisik, seperti alam pikiran, kecenderungan, tingkah laku dan situasi. Dengan memahami medan dakwah ini para da'i
2
diharapkan dapat memilih bahan dakwah yang tepat sesuai tuntutan sasaran dakwah tersebut (Romly, 2003: viii). Teknologi informasi muatan nilainya lebih banyak dipengaruhi oleh masyarakat Barat. Maka kondisi dakwah di Indonesia makin terpuruk dikarenakan umat Islam belum siap menghadapi kondisi tersebut baik secara mental, skill dan pendayagunaannya. Umat Islam hanya terjebak dan terpesona dengan kecanggihan teknologi informasi yang datang dan merambah begitu cepat dalam kehidupan masyarakat. Perubahan yang begitu cepat pada masyarakat akan membawa implikasi yang cukup besar bagi pola pikir, sikap dan kepribadian masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia yang mempunyai pola pikir tradisional akan berubah menjadi pola pikir modern yang lebih berpikir rasional, efisien, dan pragmatis. Demikian pula sikap
dan
kepribadian
berkepribadian
menarik,
masyarakat dan
Indonesia
memiliki
yang
semangat
tadinya
ramah,
kekeluargaan akan
mengalami perubahan yang cukup drastis sesuai dengan tuntutan zaman (Basit, 2006: 31). Terkait dengan dampak informasi dan teknologi, Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul: Wawasan al-Qur'an Tafsir Maudhu i atas Pelbagai Persoalan Umat mengungkapkan bahwa dari hari ke hari tercipta mesin-mesin semakin canggih. Shihab (2004: 395) menegaskan mesin-mesin tersebut melalui daya akal manusia digabung-gabungkan dengan yang lainnya, sehingga semakin kompleks, serta tidak bisa lagi dikendalikan oleh seorang. Dewasa ini telah lahir teknologi khususnya di bidang rekayasa genetika yang
3
dikhawatirkan dapat menjadikan alat sebagai majikan. Bahkan mampu menciptakan bakal-bakal "majikan" yang akan diperbudak dan ditundukkan oleh alat (Shihab, 2003: 446). Pernyataan Shihab tersebut, menjadi petunjuk tentang pentingnya meneliti persoalan informasi, teknologi dan strategi dakwah untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan oleh kemajuan tersebut. Informasi dan teknologi bagaikan pisau yang bermata dua bisa memberikan manfaat juga bisa mencelakakan. Selain problem informasi dan teknologi persoalan dakwah juga semakin kompleks jika melihat perkembangan wilayah. Realitas menunjukkan bahwa wilayah perkotaan demikian besar perkembangannya baik jumlah maupun keramaiannya. Oleh karena itu dapat dipahami betapa dituntutnya perkembangan dakwah dari waktu kewaktu. Dengan adanya perkembangan pengetahuan masyarakat tuntutan dakwah pun menjadi demikian beragam. Sementara ahli menggambarkan perkembangan dakwah dari masa ke masa dengan menyatakan bahwa pada mulanya dakwah selalu dikaitkan dengan alam metafisika disertai dengan janji-janji dan ancaman-ancaman ukhrawi. Kemudian beralih kepada pengaitan ajaran agama dengan bukti-bukti ilmiah rasional. Kini, kata mereka, dakwah seharusnya lebih banyak mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Menurut Shihab, pemilahan semacam itu tidak selalu harus demikian. Karena di satu saat khusus di kalangan kaum terpelajar, kesadaran dan kepuasan yang mereka
4
dambakan bukanlah selalu harus melalui dorongan berpartisipasi dalam pembangunan (Shihab, 2004: 397). Untuk keberhasilan dakwah tidak semata-mata dituntut aplikasinya namun juga kajian pemikiran. Adapun sebabnya penulis memilih tokoh M. Quraish Shihab sebagai berikut: pertama, ia merupakan salah satu tokoh di Indonesia yang banyak menaruh perhatian terhadap strategi dakwah. Kedua, ia merupakan salah seorang ahli tafsir di Indonesia yang menaruh perhatian pula terhadap dakwah dan problematikanya. Hal ini dibuktikan dengan karyanya yang berjudul: Membumikan Al-Qur'an. Dalam buku ini pada Bab keempat bagian pertama halaman 193 ada materi tentang metode dakwah al-Qur'an, dan pada Bab keempat bagian kedua halaman 394 menyentuh persoalan strategi dakwah. Berdasarkan keterangan tersebut, mendorong peneliti memilih judul Strategi Dakwah M. Quraish Shihab 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas rumusan masalah dalam skripsi ini yaitu 1.2.1. Bagaimanakah strategi dakwah M. Quraish Shihab? 1.2.2. Bagaimanakah posisi strategi dakwah M. Quraish Shihab dikaitkan dengan manajemen dakwah? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan penelitian ini: 1.3.1.1. Untuk mengetahui strategi dakwah M. Quraish Shihab
5
1.3.1.2. Untuk mengetahui posisi strategi dakwah M. Quraish Shihab dikaitkan dengan manajemen dakwah 1.3.2 Manfaat penelitian dapat ditinjau dari dua segi: 1.3.2.1 Secara teoritis, yaitu untuk pengembangan ilmu Dakwah khususnya ilmu Manajemen Dakwah, dengan harapan dapat dijadikan salah satu bahan studi banding oleh peneliti lainnya. 1.3.2.2 Secara praktis yaitu dapat dijadikan pedoman para da'I dalam menyampaikan ajaran Islam 1.4 Tinjauan Pustaka Berdasarkan kajian yang telah ada, beberapa penelitian yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini, di antaranya: 1. Selamet Riyadi (NIM 1199071) dengan judul: Strategi Dakwah Muhammad Yunan Nasution Terhadap Perilaku Munkarât. M. Yunan Nasution sudah sejak semula di Sumatera amat berjasa dalam kegiatankegiatannya menulis, mengarang dan berkhutbah atau berceramah. M.Yunan Nasution bersama-sama almarhum Buya Hamka giat menulis dan menyebarkan karangan-karangannya lewat Pedoman Masyarakat (satu-satunya mingguan di Medan, Sumatera Timur, waktu itu), di samping majalah-majalah Islam lainnya seperti Panji Islam misalnya. Sewaktu partai politik Islam "Masyumi" didirikan di Indonesia, maka di tahun 1956 M.Yunan Nasution terpilih menjadi Sekretaris Umum dari partai tersebut, sedang Ketua Umumnya adalah Mohammad Natsir. Itulah
periode
masanya
M.Yunan
6
Nasution
aktif
sekali dalam
memperjuangkan
cita-cita
Islam
di
Indonesia.
Yunan
Nasution
menyatakan bahwa Islam adalah satu agama yang mengandung ajaranajaran kemasyarakatan, yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia laksana "satu tubuh, jika sebagiannya menderita sakit, maka seluruh tubuh akan merasakannya". Tidak cukup seorang Muslim menjadi seorang yang baik saja, yang hanya hidup untuk kebahagiaan dan kemanfaatan dirinya. Tapi, disamping itu ia harus memberikan bahagia dan manfaat kepada manusia yang lain, dengan jalan menyuruh orang berbuat baik seperti kebaikan yang diperbuatnya sendiri untuk dirinya. Tidak cukup seorang Muslim sekedar mencegah dirinya sendiri tidak berbuat jahat, tapi dia harus pula melarang manusia yang lain supaya jangan
melakukan
kejahatan.
Inilah
yang
dimaksudkan
dengan
keistimewaan doktrin Islam. Justru karena keistimewaan ajarannya yang demikian, maka kaum Muslimin dikaruniakan oleh Tuhan kedudukan yang paling baik di antara ummat-ummat dalam sejarah dari abad ke abad 2. Kasmiyati, program strata 1 Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang tahun 1996 yang berjudul Strategi Dakwah Susuhunan Paku Buwono IV (Studi Analisis Materi dan Metode Dakwah) . Menurut penelitiannya, dakwah yang dilakukan oleh Susuhunan Paku Buwono IV terbagi menjadi dua besar permasalahan yaitu jalinan hubungan dengan Allah SWT dan jalinan antara sesama manusia yang tercakup dalam materi-materi dakwah tentang aspek keimanan, ibadah dan akhlaqul karimah. Sedangkan dalam penerapan dakwahnya Susuhunan Paku Buwono IV menggunakan tiga
7
metode yaitu metode nasehat, metode keteladanan, metode persuasif (Kasmiati, 1996: 72) 3. Sururi, program strata 1 Fakultas dakwah IAIN Walisongo Semarang tahun 1999 yang berjudul Strategi Dakwah Syafi i Ma arif . Dalam hal ini pemikiran dakwah Syafi’i Ma’arif bersumber pada Al Qur’an dan Hadis. Serta pandangannya pada pemikir Islam pada amar ma’ruf nahi mungkar sebagai paradigma konsep dakwah.
Aspek dakwahnya
menekankan relevansi antar Islam dan terciptanya tatanan sosial yang ideal untuk tercapai suatu tujuan. Menurut peneliti kelebihan pemikiran dakwah Syafi’i Ma’arif terletak pada sitematika yang secara komprehensif berusaha membumikan nilai-nilai Islam dengan beberapa aspek dakwah yang sesuai dengan tatanan sosial-politik sosial-kultur. Kalau ditinjau dari segi kelemahan pemikiran Syafi’i Ma’arif terletak pada dataran praktis konseptual yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat terpelajar intelektual. Maka perlu reinterpretasi lebih lanjut agar dapat dipahami oleh masyarakat umum (Sururi, 1999: 81). 4. Sri Mulyati program strata 1 fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang tahun 1999 yang berjudul Strategi Dakwah Muhammad Natsir Tentang Metode Dakwah bagi Para Da i (Kajian Terhadap Buku Fiqhud Dakwah) . Penelitian yang dilakukan ini memfokuskan pada pemikiran M. Natsir tentang dakwah Islam. Menurutnya dakwah Islam adalah mengajak manusia untuk selalu ingat kepada Allah SWT, jadi nilai-nilai keislaman harus mewarnai dalam segala bidang kehidupan, baik politik,
8
ekonomi, sosial, dan budaya. Menurutnya, Muhammad Natsir mempunyai dua konsep metode dakwah bagi para da’i, yang diambil dari surat An Nahl ayat 125, yaitu tentang dakwah yang dijabarkan dari hikmah yang harus dimiliki seorang da’i dalam berdakwah. Yaitu hikmah dalam arti mengenal golongan, kemampuan memilih saat, mencari titik temu, uswatun hasanah dan lisanul khal. Menurutnya dalam penyelenggaraan dakwah harus ada kerjasama yang harmonis antara unsur-unsur dakwah yaitu, da’i, mad’u, materi, media, metode dan tujuan dakwah, sehingga akan mempermudah penyampaian risalah ajaran Islam (Sri Mulyani, 1999: 76). Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut tampaklah bahwa penelitian terdahulu berbeda dengan penelitian saat ini, karena penelitian sebelumnya belum menyentuh dan mengkaji strategi dakwah M. Quraish Shihab dalam menghadapi kemajuan informasi dan teknologi. 1.5 Metode Penelitian 1.5.1. Jenis, Pendekatan, dan Spesifikasi Penelitian Jenis penelitian ini adalah studi pustaka. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan filosofis. Pendekatan ini diupayakan dengan menggunakan pemikiran secara mendalam dengan memahami substansi konsep M. Quraish Shihab tentang strategi dalam buku "Membumikan Al-Qur'an". Spesifikasi penelitian ini adalah penelitian manajemen dakwah karena pada penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan,
9
tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Metode ini menguraikan dan menjelaskan strategi dakwah M. Quraish Shihab. 1.5.2. Sumber Data a. Data primer yaitu buku yang berjudul Membumikan al-Qur'an karya M. Quraish Shihab. b. Data sekunder yaitu sejumlah kepustakaan yang relevan dengan penelitian yang hendak disusun namun sifatnya hanya pendukung, di antaranya seperti: di antaranya: Wawasan al-Qur'an; Secercah Cahaya Ilahi, Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab. Amrullah Ahmad yang berjudul: Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, internet, jurnal-jurnal, surat kabar dan lain-lain. 1.5.3. Teknik Pengumpulan Data Peneliti menggunakan teknik studi pustaka yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya Yang dimaksud studi pustaka dalam tulisan ini yaitu sejumlah data yang terdiri dari data primer dan sekunder. Hampir semua penelitian memerlukan studi pustaka. Walaupun orang sering membedakan antara riset kepustakaan dan riset lapangan, keduanya tetap memerlukan penelusuran pustaka. Perbedaan utamanya hanyalah terletak pada fungsi, tujuan dan atau kedudukan studi pustaka dalam masing-masing riset tersebut. Dalam riset pustaka, penelusuran
10
pustaka lebih daripada sekedar melayani fungsi-fungsi persiapan kerangka penelitian, mempertajam metodologi atau memperdalam kajian teoretis. Riset pustaka dapat sekaligus memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya tanpa melakukan riset lapangan (Zed, 2006: 1). 1.5.4. Metode Analisis Data Metode analisis data merupakan proses menyusun data agar data tersebut dapat ditafsirkan. Dalam hal ini digunakan analisis studi pustaka. Dalam melakukan riset kepustakaan, ada empat langkah yang biasa
dilakukan.
Langkah
pertama
adalah
menyiapkan
alat
perlengkapan berupa pensil, pulpen dan kertas catatan. Langkah kedua adalah menyusun bibliografi kerja. Selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mengatur waktu penelitian. Setelah itu yang perlu dilakukan adalah membaca dan membuat catatan penelitian. Yang perlu diingat, sebuah catatan bibliografis harus memuat nama pengarang dan identitas buku lainnya. Informasi bibliografis pun hanya boleh ditulis pada satu permukaan kertas catatan saja, tidak boleh bolak-balik dan sebaiknya diusahakan seefektif mungkin. Sediakan sedikit ruang di bagian bawah kertas untuk anotasi. Biasakan untuk melihat bibliografi di belakang buku yang dibaca untuk mencari informasi tambahan. Sediakan waktu untuk membaca resensi buku-buku terbaru yang relevan dengan penelitian ataupun buku teks standar yang paling relevan (Zed, 2006: 1).
11
1.6 Sistematika Penulisan Untuk dapat dipahami urutan dan pola berpikir dari tulisan ini, maka penelitian disusun dalam lima bab. Setiap bab merefleksikan muatan isi yang satu sama lain saling melengkapi. Untuk itu, disusun sistematika sedemikian rupa sehingga dapat tergambar kemana arah dan tujuan dari tulisan ini. Bab pertama, berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metoda penelitian dan sistematika penulisan. Bab kedua berisi strategi dan manajemen dakwah. Sub bab strategi dakwah meliputi: pengertian strategi, strategi dakwah, tujuan dakwah. Sub bab manajemen dakwah meliputi: pengertian manajemen dakwah, fungsi manajemen dakwah, prinsip-prinsip manajemen dakwah Bab ketiga berisi gambaran umum buku "Membumikan al-Qur'an" karya M. Quraish Shihab yang meliputi sub bab biografi M. Quraish Shihab, pemikiran dan karya-karyanya, meliputi: latar belakang M. Quraish Shihab, corak pemikiran M. Quraish Shihab serta sub bab; pendapat M. Quraish Shihab tentang strategi dakwah. Bab keempat analisis pendapat M. Quraish Shihab tentang strategi dakwah yang meliputi analisis strategi dakwah M. Quraish Shihab dan analisis posisi strategi dakwah menurut M. Quraish Shihab dikaitkan dengan manajemen dakwah. Bab kelima merupakan penutup berisi kesimpulan dan saran-saran yang layak dikemukakan.
12
BAB II STRATEGI DAKWAH
2.1. Strategi Dakwah 2.1.1. Pengertian Strategi Strategi merupakan istilah yang sering diidentikkan dengan "taktik" yang secara bahasa dapat diartikan sebagai "corcerning the movement of organisms in respons to external stimulus" (suatu yang terkait dengan gerakan organisme dalam menjawab stimulus dari luar). Sementara itu, secara konseptual strategi dapat dipahami sebagai suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan (Pimay, 2005: 50). Strategi juga bisa dipahami sebagai segala cara dan daya untuk menghadapi sasaran tertentu dalam kondisi tertentu agar memperoleh hasil yang diharapkan secara maksimal (Arifin, 2003: 39). Dengan demikian, strategi dakwah dapat diartikan sebagai proses menentukan cara dan daya upaya untuk menghadapi sasaran dakwah dalam situasi dan kondisi tertentu guna mencapai tujuan dakwah secara optimal. Dengan kata lain strategi dakwah adalah siasat, taktik atau manuver yang ditempuh dalam rangka mencapai tujuan dakwah (Pimay, 2005: 50). Strategi pada mulanya berasal dari peristiwa peperangan, yaitu sebagai suatu siasat untuk mengalahkan musuh. Namun pada akhirnya strategi berkembang untuk semua kegiatan organisasi, termasuk keperluan
13
ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Strategi ini dalam segala hal digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan tidak akan mudah dicapai tanpa strategi, karena pada dasarnya segala tindakan atau perbuatan itu tidak terlepas dari strategi. Adapun tentang taktik, sebenarnya merupakan cara yang digunakan, dan merupakan bagian dari strategi. Strategi yang disusun, dikonsentrasikan, dan dikonsepsikan dengan baik dapat membuahkan pelaksanaan yang disebut strategis (Rafi'udin dan Djaliel, 1997: 76). Menurut Hisyam Alie yang dikutip Rafi'udin dan Djaliel, untuk mencapai strategi yang strategis harus memperhatikan apa yang disebut SWOT sebagai berikut: 1. Strength (kekuatan), yakni memperhitungkan kekuatan yang dimiliki yang biasanya menyangkut manusianya, dananya, beberapa piranti yang dimiliki. 2. Weakness kelemahan sebagaimana
(kelemahan), yang
yakni
dimilikinya,
dimiliki
sebagai
memperhitungkan yang
menyangkut
kekuatan,
kelemahanaspek-aspek
misalnya
kualitas
manusianya, dananya, dan sebagainya. 3. Opportunity (peluang), yakni seberapa besar peluang yang mungkin tersedia di luar, hingga peluang yang sangat kecil sekalipun dapat diterobos. 4. Threats (ancaman), yakni memperhitungkan kemungkinan adanya ancaman dari luar (Rafi'udin dan Djaliel, 1997: 77).
14
2.1.2. Strategi Dakwah Dalam pengertian keagamaan, dakwah memasukkan aktifitas tabligh
(penyiaran),
tatbiq
(penerapan/pengamalan)
dan
tandhim
(pengelolaan) (Sulthon, 2003: 15). Kata dakwah berasal dari bahasa Arab dalam bentuk masdar (infinitif) dari kata kerja da'â ( da'watan (
) yad'û (
)
), di mana kata dakwah ini sekarang sudah umum dipakai
oleh pemakai Bahasa Indonesia, sehingga menambah perbendaharaan bahasa Indonesia (Munsyi, 1981: 11). Kata da'wah (
) secara harfiyah bisa diterjemahkan menjadi:
"seruan, ajakan, panggilan, undangan, pembelaan, permohonan (do'a) (Pimay, 2005: 13). Sedangkan secara terminologi, banyak pendapat tentang definisi dakwah, antara lain: a. Menurut Ya'qub (1973: 9), dakwah adalah mengajak umat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan RasulNya. b. Menurut Anshari (1993: 11) dakwah adalah semua aktifitas manusia muslim di dalam usaha merubah situasi dari yang buruk pada situasi yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT dengan disertai kesadaran dan tanggung jawab baik terhadap dirinya sendiri, orang lain, dan terhadap Allah SWT. Keaneka ragaman pendapat para ahli seperti tersebut di atas meskipun terdapat kesamaan ataupun perbedaan-perbedaan namun bila dikaji dan disimpulkan bahwa dakwah adalah suatu usaha atau proses
15
yang diselenggarakan dengan sadar dan terencana; usaha yang dilakukan adalah mengajak umat manusia ke jalan Allah, memperbaiki situasi yang lebih baik (dakwah bersifat pembinaan dan pengembangan); usaha tersebut dilakukan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, yakni hidup bahagia sejahtera di dunia ataupun di akhirat. Berkaitan dengan strategi dakwah Islam, maka diperlukan pengenalan yang tepat dan akurat terhadap realitas hidup manusia yang secara aktual berlangsung dalam kehidupan dan mungkin realitas hidup antara satu masyarakat dengan masyarakat lain berbeda. Di sini, juru dakwah dituntut memahami situasi dan kondisi masyarakat yang terus mengalami perubahan, baik secara kultural maupun sosial-keagamaan. Strategi dakwah semacam ini telah diperkenalkan dan dikembangkan oleh Rasulullah Muhammad SAW dalam menghadapi situasi dan kondisi masyarakat Arab saat itu. Strategi dakwah Rasulullah yang dimaksud antara lain menggalang kekuatan di kalangan keluarga dekat dan tokoh kunci yang sangat berpengaruh di masyarakat dengan jangkauan pemikiran yang sangat luas, melakukan hijrah ke Madinah untuk fath alMakkah dengan damai tanpa kekerasan, dan lain sebagainya (Rafi'udin dan Djaliel, 1997: 78). Kemudian, jika dikaitkan dengan era globalisasi saat ini, maka juru dakwah harus memahami perubahan transisional dari transaksi pada kekuatan magis dan ritual ke arah ketergantungan pada sains dan kepercayaan serta transisi dari suatu masyarakat yang tertutup, sakral dan
16
tunggal ke arah keterbukaan, plural dan sekuler. Jadi, suatu strategi tidak bersifat universal. la sangat tergantung pada realitas hidup yang sedang dihadapi. Karena itu, strategi harus bersifat terbuka terhadap segala kemungkinan perubahan masyarakat yang menjadi sasaran dakwah (Pimay, 2005: 53).. Berkaitan dengan perubahan masyarakat yang berlangsung di era globalisasi, maka perlu dikembangkan strategi dakwah Islam sebagai berikut. Pertama, meletakkan paradigma tauhid dalam dakwah. Pada dasarnya dakwah merupakan usaha penyampaian risalah tauhid yang memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal (egaliter, keadilan dan kemerdekaan). Dakwah berusaha mengembangkan fitrah dan kehanifan manusia agar mampu memahami hakekat hidup yang berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Dengan mengembangkan potensi atau fitrah dan kedhaifan manusia, maka dakwah tidak lain merupakan
suatu
proses
memanusiakan
manusia
dalam
proses
transformasi sosio-kultural yang membentuk ekosistem kehidupan. Karena itu, tauhid merupakan kekuatan paradigmatis dalam teologi dakwah yang akan memperkuat strategi dakwah. Kedua, perubahan masyarakat berimplikasi pada perubahan paradigmatik pemahaman agama. Dakwah sebagai gerakan transformasi sosial sering dihadapkan pada kendala-kendala kemapanan keberagamaan seolah-olah sudah merupakan standar keagamaan yang final sebagaimana agama Allah. Pemahaman agama yang terialu eksoteris dalam memahami
17
gejala-gejala kehidupan dapat menghambat pemecahan masalah sosial yang dihadapi oleh para juru dakwah itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan pemikiran inovatif yang dapat mengubah kemapanan pemahaman agama dari pemahaman yang tertutup menuju pemahaman keagamaan yang terbuka. Ketiga, strategi yang imperatif dalam dakwah. Dakwah Islam berorientasi pada upaya amar ma'ruf dan nahi munkar. Dalam hal ini, dakwah tidak dipahami secara sempit sebagai kegiatan yang identik dengan pengajian umum atau memberikan ceramah di atas podium, lebih dari itu esensi dakwah sebetulnya adalah segala bentuk kegiatan yang mengandung unsur amar ma'ruf dan nahi munkar (Pimay, 2005: 52). Dalam QS. Ali Imran/3: 110, Allah berfirman:
(
:
)
Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (Q.S. Ali Imran/3: 110) (Depag RI, 1978: 94). Selanjutnya, strategi dakwah Islam sebaiknya dirancang untuk lebih memberikan tekanan pada usaha-usaha pemberdayaan umat, baik pemberdayaan ekonomi, politik, budaya, maupun pendidikan. Karena itu, strategi yang perlu dirumuskan dalam berdakwah perlu memperhatikan asas-asas sebagai berikut. Pertama, asas filosofis, asas ini erat
18
hubungannya dengan perumusan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses atau aktivitas dakwah. Kedua, asas kemampuan dan keahlian (Achievemen and professional) da'i. Ketiga, asas sosiologis, asas ini membahas tentang persoalan-persoalan yang berhubungan dengan situasi dan kondisi masyarakat obyek dakwah. Misalnya situasi politik, ekonomi, keamanan, kehidupan beragama masyarakat dan lain sebagainya. Keempat, asas psikologis, merupakan asas yang membahas tentang aspek kejiwaan manusia, untuk memahami karakter penerima dakwah agar aktivitas dakwah berjalan dengan baik. Kelima, asas efektif dan efisien, hal ini merupakan penerapan prinsip ekonomi dalam dakwah, yaitu pengeluaran sedikit untuk mendapatkan penghasilan yang semaksimal mungkin. Setidak-tidaknya seimbang antara tenaga, pikiran, waktu dan biaya dengan pencapaian hasilnya (Syukir, 1983: 32-33). Karena itu, dakwah masa depan perlu mengagendakan beberapa hal antara lain: Pertama, mendasarkan proses dakwah pada pemihakan terhadap kepentingan masyarakat. Kedua, mengintensifkan dialog dan menjaga ketertiban masyarakat, guna membangun kesadaran kritis untuk memperbaiki keadaan. Ketiga, memfasilitasi masyarakat agar mampu memecahkan masalahnya sendiri serta mampu melakukan transformasi sosial yang mereka kehendaki. Keempat, menjadikan dakwah sebagai media pendidikan dan pengembangan potensi masyarakat, sehingga masyarakat akan terbebas dari kejahilan dan kedhaifan (Syukir, 1983: 172).
19
2.1.3. Tujuan Dakwah Menurut Arifin (2000: 4) tujuan program kegiatan dakwah dan penerangan agama tidak lain adalah untuk menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayatan dan pengalaman ajaran agama yang dibawakan oleh aparat dakwah atau penerang agama. Pandangan lain dari A. Hasjmy (1984: 18) tujuan dakwah Islamiyah yaitu membentangkan jalan Allah di atas bumi agar dilalui umat manusia. Ketika merumuskan pengertian dakwah, Amrullah Ahmad menyinggung tujuan dakwah adalah untuk mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap, dan bertindak manusia pada dataran individual dan sosiokultural dalam rangka terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan (Ahmad, 1991: 2). Barmawie Umary (1984: 55) merumuskan tujuan dakwah adalah memenuhi perintah Allah Swt dan melanjutkan tersiarnya syari'at Islam secara merata. Dakwah bertujuan untuk mengubah sikap mental dan tingkah laku manusia yang kurang baik menjadi lebih baik atau meningkatkan kualitas iman dan Islam seseorang secara sadar dan timbul dari kemauannya sendiri tanpa merasa terpaksa oleh apa dan siapa pun. Salah satu tugas pokok dari Rasulullah adalah membawa amanah suci berupa menyempurnakan akhlak yang mulia bagi manusia. Dan akhlak yang dimaksudkan ini tidak lain adalah al-Qur'an itu sendiri sebab hanya kepada al-Qur'an-lah setiap pribadi muslim itu akan berpedoman. Atas dasar ini tujuan dakwah secara luas, dengan sendirinya adalah menegakkan ajaran Islam kepada setiap insan baik individu maupun
20
masyarakat, sehingga ajaran tersebut mampu mendorong suatu perbuatan sesuai dengan ajaran tersebut (Tasmara, 1997: 47). Secara umum tujuan dakwah dalam al-Qur'an menurut Moh. Aziz (2004: 68) adalah: 1. Agar manusia mendapat ampunan dan menghindarkan azab dari Allah.
( :
) ...
Artinya: Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka ... (QS Nuh: 7) (Depag RI,1978: 978). 2. Untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya.
(
)
Artinya: Orang-orang yang telah kami berikan kitab kepada mereka, bergembira dengan kitab yang telah diturunkan kepadamu, dan di antara golongan-golongan Yahudi Jang bersekutu ada yang mengingkari sebagiannya. Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Hanya kepada-Nya aku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya aku kembali". (QS. ar Ra'd: 36) (Depag RI,1978: 375). 3. Untuk menegakkan agama dan tidak terpecah-belah.
(
:
)...
21
Artinya: Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa Jang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya..." (QS Asy Syura: 13) (Depag RI,1978: 786). 4. Mengajak dan menuntun ke jalan yang lurus.
( :
)
Artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka ke jalan yang lurus. (QS. al-Mukminun: 73) (Depag RI,1978: 534). 5. Untuk menghilangkan pagar penghalang sampainya ayat-ayat Allah ke dalam lubuk hati masyarakat.
(
:
)
Artinya: Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orangorang yang mempersekutukan Tuhan. (QS. al-Qashshas: 87) (Depag RI,1978: 612).
2.2. Manajemen Dakwah 2.2.1. Pengertian Manajemen Dakwah Manajemen dakwah adalah terminologi yang terdiri dari dua kata, yakni "manajemen" dan "dakwah". Kedua kata ini berangkat dari dua disiplin ilmu yang sangat berbeda. Istilah yang pertama, berangkat dari disiplin ilmu yang sekuler (ilmu yang tidak berdasarkan pada agama), yakni ilmu ekonomi. Ilmu ini diletakkan di atas paradigma materialistis. Prinsipnya adalah dengan modal yang sekecil-kecilnya untuk mendapat
22
keuntungan yang sebesar-besarnya. Sedangkan istilah yang kedua berasal dari lingkungan agama, yakni ilmu dakwah. Ilmu ini diletakkan di atas prinsip, ajakan menuju keselamatan dunia dan akhirat, tanpa paksaan dan intimidasi serta tanpa bujukan dan iming-iming material. Ia datang dengan tema menjadi rahmat bagi semesta alam (Munir dan Ilaihi, 2006: vii). Untuk memudahkan pemahaman menyeluruh terhadap manajemen dakwah, maka akan dibahas terlebih dahulu secara terpisah antara manajemen dengan dakwah, lalu dikemukakan pengertian manajemen dakwah (Mahmuddin, 2004: 18). Secara etimologi, dalam bahasa Indonesia belum
ada
keseragaman
mengenai
terjemahan
terhadap
istilah
"management" hingga saat ini terjemahannya sudah banyak dengan alasanalasan tertentu seperti pembinaan, pengurusan, pengelolaan ketatalaksanaan, manajemen dan management (Siagian, 1993: 8-9). Hal yang sama dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut: a. Menurut Manullang (1963: 15 dan 17) bahwa istilah manajemen terjemahannya dalam bahasa Indonesia, hingga saat ini belum ada keseragaman. ketatalaksanaan,
Berbagai
istilah
manajemen,
yang
manajemen
dipergunakan" pengurusan
seperti: dan
lain
sebagainya. b. Dalam Kamus Ekonomi, management berarti pengelolaan, kadangkadang ketatalaksanaan (Winardi, 1984: 296). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, manajemen berarti penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran (KBBI, 2002: 708).
23
Menurut terminologi, bahwa istilah manajemen hingga kini tidak ada standar istilah yang disepakati. Istilah manajemen diberi banyak arti yang berbeda oleh para ahli sesuai dengan titik berat fokus yang dianalisis (Moekiyat, 1980: 320). Hal ini dapat dilihat sebagai berikut: a. Manajemen seperti dikemukakan R.Terry adalah Mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan, dilakukan oleh individu-individu yang menyumbangkan upayanya yang terbaik melalui tindakan-tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal tersebut meliputi pengetahuan tentang apa yang harus mereka lakukan, menetapkan cara bagaimana melakukannya, memahami bagaimana mereka harus melakukannya dan mengukur efektivitas dari usaha-usaha mereka (R.Terry, 1993: 9). Dalam buku yang lain R.Terry (1977: 4) menyatakan, Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling, performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human beings and other resources. (manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan: perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan dan pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber-sumber lain). b. Menurut P. Siagian, manajemen dapat didefinisikan sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain. c. Menurut Handoko, manajemen dapat didefinisikan sebagai bekerja dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia atau kepegawaian (staffing), pengarahan dan kepemimpinan (leading) dan pengawasan (controlling) (Handoko, 2003: 10).
24
d. Menurut Hasibuan, manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Hasibuan, 2001: 3) e. Menurut Sukarno K. (1986: 4), manajemen ialah : 1). Proses dari memimpin, membimbing dan memberikan fasilitas dari usaha orangorang yang terorganisir dalam organisasi formal guna mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan; 2). Proses perencanaan, pengorganisasian, pengerakkan dan pengawasan. f. Menurut Manullang (1985: 5), manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan,
prngorganisasian,
penyusunan,
pengarahan,
dan
pengawasan daripada sumber daya manusia untuk mencapai untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah
serangkaian
kegiatan
merencanakan,
mengorganisasikan,
menggerakkan, mengendalikan dan mengembangkan segala upaya dalam mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Berpijak pada pengertian manajemen dan dakwah di atas, baik pengertian “Manajemen” dan pengertian “Dakwah” secara keseluruhan keduanya memiliki substansi definisi operasional (objek materia) yang sama namun arah kajian (objek forma) yang berbeda.
25
Maksudnya, dari pengertian tersebut seperti “Manajemen” berarti seni dan ilmu dalam proses atau usaha untuk memimpin, merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, dan mengawasi kegiatan bersama untuk mencapai tujuan yang ditetapkan; dan pengertian “Dakwah” yang berarti usaha atau proses menyeru dan mengajak kepada orang lain secara sengaja, sadar dan bertanggung jawab dalam mencapai tujuan guna memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Di sini dapat diketahui bahwa sistem operasionalnya mengarah kepada pelaksanaan dalam menjalankan aktifitas yang ditempuh secara sadar, sistematis, terarah, efektif dan efisien serta bertanggung jawab guna mencapai tujuan yang diharapkan. Secara teoritis munculnya ilmu “Manajamen dan Dakwah” berada dalam lingkup yang berbeda, maka pemahaman dan penafsirannya pun berdasarkan konteks disiplin ilmu. Namun demikian, dengan perkembangan ilmu pengetahuan telah muncul disiplin ilmu baru dalam khazanah keislaman dengan istilah “Manajemen Dakwah”. Sehingga dengan demikian diperlukan cakupan konsep manajemen dakwah secara teoritis yang mengacu pada pengertian manajemen dakwah itu sendiri. Dari penjelasan tersebut maka dapat dirumuskan bahwa manajemen dakwah adalah proses merencanakan tugas, mengelompokkan tugas, menghimpun dan menempatkan tenaga-tenaga pelaksana dalam kelompokkelompok tugas dan kemudian menggerakkannya ke arah pencapaian tujuan dakwah (Shaleh,1977: 44).
26
Kegiatan lembaga dakwah yang dilaksanakan menurut prinsipprinsip manajemen akan menjamin tercapainya tujuan yang telah ditetapkan oleh lembaga yang bersangkutan dan menumbuhkan kesan profesionalisme di kalangan masyarakat, khususnya para pengguna jasa dan profesi da'i (Muchtarom, 997: 37). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen dakwah merupakan suatu proses yang dinamik karena ia berlangsung secara terus menerus dalam suatu organisasi.
2.2.2. Fungsi Manajemen Dakwah Pada uraian yang telah lalu diutarakan beberapa definisi tentang manajemen dan dakwah. Walaupun batasan tersebut dibatasi pada beberapa saja, namun tampak jelas titik persamaan yang terdapat padanya. Persamaan tersebut tampak pada beberapa fungsi manajemen dakwah sebagai berikut: 2.2.2.1. Fungsi Perencanaan Dakwah Pada perencanaan dakwah terkandung di dalamnya mengenai hal-hal yang harus dikerjakan seperti apa yang harus dilakukan, kapan, di mana dan bagaimana melakukannya? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa perencanaan dapat berarti proses, perbuatan, cara merencanakan atau merancangkan (KBBI, 2002: 948). Perencanaan
dapat
berarti
meliputi
tindakan
memilih
dan
menghubungkan fakta-fakta dan membuat serta menggunakan asumsiasumsi mengenai masa yang akan datang dalam hal memvisualisasikan serta merumuskan aktivitas-aktivitas yang diusulkan yang dianggap perlu untuk
27
mencapai hasil-hasil yang diinginkan. Perencanaan berarti menentukan sebelumnya apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya (R.Terry, 1986: 163) Dengan demikian, perencanaan merupakan proses pemikiran, baik secara garis besar maupun secara detail dari satu pekerjaan yang dilakukan untuk mencapai kepastian yang paling baik dan ekonomis. Perencanaan merupakan gambaran dari suatu kegiatan yang akan datang dalam waktu tertentu dan metode yang akan dipakai. Oleh karena itu, perencanaan merupakan sikap mental yang diproses dalam pikiran sebelum diperbuat, ia merupakan perencanaan yang berisikan imajinasi ke depan sebagai suatu tekad bulat yang didasari nilai-nilai kebenaran. Untuk
memperoleh
perencanaan
yang
kondusif,
perlu
dipertimbangkan beberapa jenis kegiatan yaitu; a. Self-audit (menentukan keadaan organisasi sekarang). b. Survey terhadap lingkungan c. Menentukan tujuan (objektives) d. Forecasting (ramalan keadaan-keadaan yang akan datang) e. Melakukan tindakan-tindakan dan sumber pengerahan f. Evaluate (pertimbangan tindakan-tindakan yang diusulkan) g. Ubah dan sesuaikan "revise and adjust" rencana-rencana sehubungan dengan hasil-hasil pengawasan dan keadaan-keadaan yang berubah-ubah. h. Communicate,
berhubungan
terus
(Mahmuddin, 2004: 24).
28
selama
proses
perencanaan
Rincian kegiatan perencanaan tersebut menggambarkan adanya persiapan dan antisipasi ke depan yang berkaitan dengan kegiatan perencanaan yang akan dilakukan. Atas dasar itu maka perencanaan dakwah merupakan proses pemikiran dan pengambilan keputusan yang matang dan sistematis mengenai tindakan-tindakan yang akan dilakukan pada masa yang akan datang dalam rangka penyelenggaraan dakwah (Shaleh, 1977: 64). Menurut Munir dan Ilaihi (2006: 95) dalam organisasi dakwah, merencanakan di sini menyangkut merumuskan sasaran atau tujuan dari organisasi dakwah tersebut, menetapkan strategi menyeluruh untuk mencapai tujuan dan menyusun hirarki lengkap rencana-rencana untuk mengintegrasikan
dan
mengkoordinasikan
kegiatan-kegiatan.
Pada
perencanaan dakwah menyangkut tujuan apa yang harus dikerjakan, dan sarana-sarana bagaimana yang harus dilakukan. Dengan demikian perencanaan dakwah dapat berjalan secara efektif dan efesien bila diawali dengan persiapan yang matang. Sebab dengan pemikiran secara matang dapat dipertimbangkan kegiatan prioritas dan non prioritas, Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan dakwah dapat diatur sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai sasaran dan tujuannya. Berdasarkan uraian di atas, maka proses perencanaan dakwah meliputi langkah-langkah sebagai berikut: a. Forecasting Forecasting
adalah
tindakan
memperkirakan
dan
memperhitungkan segala kemungkinan dan kejadian yang mungkin timbul
29
dan dihadapi di masa depan berdasarkan hasil analisa terhadap data dan keterangan-keterangan yang konkrit (Shaleh, 1977: 65). Singkatnya forecasting adalah usaha untuk meramalkan kondisi-kondisi yang mungkin terjadi di masa datang (Terry dan Rue, 1972: 56). Perencanaan dakwah di masa datang memerlukan perkiraan dan perhitungan yang cermat sebab masa datang adalah suatu prakondisi yang belum dikenal dan penuh ketidakpastian yang selalu berubah-ubah. Dalam memikirkan perencanaan dakwah masa datang, jangan hanya hendaknya mengisi daftar keinginan belaka. Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam rangka forecasting diperlukan adanya kemampuan untuk lebih jeli di dalam memperhitungkan dan memperkirakan kondisi objektif kegiatan dakwah di masa datang, terutama lingkungan yang mengitari kegiatan dakwah, seperti keadaan sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan yang mempunyai pengaruh (baik langsung maupun tidak langsung) pada setiap pelaksanaan dakwah. Dalam kerangka forecasting ini, berbagai tindakan yang perlu diperhatikan adalah: 1) Evaluasi keadaan Hal ini dilakukan untuk melihat pelaksanaan rencana dakwah yang lalu terwujud. Dari hasil telaah dan penelitian itu, maka dapat diketahui keberhasilan dan kegagalan pelaksanaannya. Dari situ dapat diketahui
penyimpangan-penyimpangan
30
yang
terjadi,
sehingga
memerlukan tindak lanjut perbaikan di masa datang (Hafidhuddin, 2001: 192). 2) Membuat Perkiraan-perkiraan Langkah ini dilakukan berdasarkan kecenderungan masa lalu, dengan bertolak pada asumsi; kecenderungan masa lalu diproyeksikan pada masa yang akan datang, peristiwa yang terjadi berulang-ulang pada masa datang, menghubungkan suatu peristiwa dengan peristiwa yang lain. Bertolak dari asumsi di atas, maka diperlukan hal-hal sebagai berikut; a) Pendekatan ekstrapolasi; yaitu perluasan data di luar data yang tersedia, tetapi tetap mengikuti pola kecenderungan data yang tersedia. (KBBI, 2001: 222). b) Pendekatan normatif; yaitu pendekatan yang berpegang teguh pada norma atau kaidah yang berlaku (KBBI, 2001: 618). c) Pendekatan campuran. 3) Menetapkan sasaran/tujuan 4) Merumuskan berbagai alternatif 5) Memilih dan menetapkan alternatif 6) Menetapkan rencana b. Objectives Objectives diartikan sebagai tujuan. Sedangkan yang dimaksud dengan tujuan adalah nilai-nilai yang akan dicapai atau diinginkan oleh seseorang atau badan usaha. Untuk mencapai nilai-nilai itu dia bersedia
31
memberikan pengorbanan atau usaha yang wajar agar nilai-nilai itu, terjangkau (Davis, 1951: 90). Penyelenggaraan dakwah dalam rangka pencapaian tujuan, dirangkai ke dalam beberapa kegiatan melalui tahapan-tahapan dalam periode tertentu. Penetapan tujuan ini merupakan langkah kedua sesudah forecasting. Hal ini menjadi penting, sebab gerak langkah suatu kegiatan akan diarahkan kepada tujuan. Oleh karena itu, ia merupakan suatu keadaan yang tidak boleh tidak harus menjadi acuan pada setiap pelaksanaan dakwah. Tujuan tersebut harus diarahkan pada sasaran dakwah yang telah dirumuskan secara pasti dan menjadi arah bagi segenap tindakan yang dilakukan pimpinan. Tujuan tersebut diwujudkan dalam bentuk target atau sasaran kongkrit yang diharapkan dapat dicapai (Muchtarom, 1996: 41 – 42). Sasaran dakwah tersebut harus diperjelas secara gamlang guna mengetahui kondisi sasaran yang diharapkan, wujud sasaran tersebut berbentuk individu maupun komunitas masyarakat (Hafidhuddin, 2001: 184 – 185). c. Mencari berbagai tindakan dakwah Tindakan dakwah harus relevan dengan sasaran dan tujuan dakwah, mencari dan menyelidiki berbagai kemungkinan rangkaian tindakan yang dapat diambil, sebagai tindakan yang bijaksana. Tindakan dakwah harus singkron dengan masyarakat Islam, sehingga tercapai sasaran yang telah ditetapkan. Ketidaksingkronan dalam
32
menentukan isi dakwah dapat menimbulkan dampak negatif terhadap pribadi muslim (Hafidhuddin, 2001: 189 – 190). Oleh karena itu jika sudah ditemukan berbagai alternatif tindakan, maka perencana harus menyelidiki berbagai kemungkinan yang dapat ditempuh, dalam arti bahwa perencana harus memberikan penilaian terhadap kemungkinan tersebut. Pada tiap-tiap kemungkinan tersebut, harus diperhitungkan untung ruginya dengan mempertimbangkan faktorfaktor yang mempengaruhinya. Hal ini menjadi dasar pengambilan keputusan. d. Prosedur kegiatan Prosedur adalah serentetan langkah-langkah akan tugas yang berkaitan, ia menentukan dengan cara-cara selangkah demi selangkah metode-metode yang tepat dalam mengambil kebijakan (Terry dan Rue, 1972: 69). Prosedur kegiatan tersebut merupakan suatu gambaran mengenai sifat dan metode dalam melaksanakan suatu pekerjaan, atau dengan kata lain, prosedur terkait dengan bagaimana melaksanakan suatu pekerjaan. e. Penjadwalan (Schedul) Schedul merupakan pembagian program (alternatif pilihan) menurut deretan waktu tertentu, yang menunjukkan sesuatu kegiatan harus diselesaikan. Penentuan waktu ini mempunyai arti penting bagi proses dakwah. Dengan demikian, waktu dapat memicu motivasi. (SP. Siagian, 1996: 11)
33
Untuk itu perlu diingat bahwa batas waktu yang telah ditentukan harus dapat ditepati, sebab menurut Drucker semakin banyak menghemat waktu untuk mengerjakan pekerjaan merupakan pekerjaan profesional (Drucker, 1986: 41). f. Penentuan lokasi Penentuan lokasi yang tepat, turut mempengaruhi kualitas tindakan dakwah. Oleh karena itu, lokasi harus dilihat dari segi fungsionalnya dari segi untung ruginya, sebab lokasi sangat terkait dengan pembiayaan, waktu, tenaga, fasilitas atau perlengkapan yang diperlukan. Untuk itulah lokasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam rangka perencanaan dakwah. g. Biaya Setiap kegiatan memerlukan biaya, kegiatan tanpa ditunjang oleh dana yang memadai, akan turut mempengaruhi pelaksanaan dakwah. Pusat Dakwah Islam Indonesia memberikan defenisi tentang dana dakwah, yaitu segala tenaga atau modal uang peralatan yang dapat dipergunakan dalam kegiatan dakwah (Forum Dakwah, 1971: 306). Batasan tersebut meliputi segala perbendaharaan yang bernilai material yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana dalam pelaksanaan dakwah. Perintah berkorban dengan harta didahulukan dari pada berkorban dengan jiwa, karena dana sangat dibutuhkan baik di waktu damai maupun di waktu perang (Forum Dakwah, 1971: 306).
34
Pernyataan tersebut sesuai dengan firman Allah dalam QS. alTaubah (9:41):
(
:
)
Artinya: Dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. al-Taubah: 41) 2.2.2.2. Fungsi Pengorganisasian Dakwah Pengorganisasian merupakan proses pengelompokan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan dan penegasan kepada setiap kelompok dari seorang manejer. Pengorganisasian dilakukan untuk menghimpun dan mengatur semua sumber-sumber yang diperlukan, termasuk manusia. Gumur merumuskan organizing ke dalam pengelompokan dan pengaturan orang untuk dapat digerakkan sebagai satu kesatuan sesuai dengan rencana yang telah dirumuskan, menuju tercapainya tujuan yang ditetapkan (Gumur, 1975: 23). Sedangkan Fayol (1949: 53) menyebutkan sebagai to organize a bussiness is to provide it with everything useful to its fungsioning, raw materials, tools, capital, personal. Fayol melihat bahwa organisasi merupakan wadah pengambilan keputusan terhadap segala kesatuan fungsi seperti bahan baku, alat-alat kebendaan, menyatukan segenap peralatan modal dan personil (karyawan). Baik Gumur maupun Fayol sama-sama melihat bahwa organizing merupakan pengelompokan orang-orang dan alat-alat ke dalam satu kesatuan kerja guna mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun
35
mengenai wujud dari pelaksanaan organizing adalah tampaknya kesatuan yang utuh, kekompakan, kesetiakawanan dan terciptanya mekanisasi yang sehat, sehingga kegiatan lancar, stabil dan mudah mencapai tujuan yang ditetapkan. Proses organizing ini tergambar di dalam QS. Ali Imran (3:103):
(
:
)...
Artinya : Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai. (QS. Ali Imran: 103). Berdasarkan dari uraian di atas, maka terlihat adanya tiga unsur organizing yaitu: a. Pengenalan dan pengelompokan kerja b. Penentuan dan pelimpahan wewenang serta tanggung jawab. c. Pengaturan hubungan kerja. Setelah adanya gambaran pengertian pengorganisasian sebagaimana telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan pengorganisasian dakwah sebagai rangkaian aktivitas dalam menyusun suatu kerangka yang menjadi wadah bagi segenap kegiatan usaha dakwah dengan jalan membagi dan mengelompokkan pekerjaan yang harus dilaksanakan serta menetapkan dan menyusun jalinan hubungan kerja di antara satuan-satuan organisasi (Mahmuddin, 2004: 32). Pengorganisasian dakwah dapat dirumuskan sebagai rangkaian aktivitas menyusun suatu kerangka yang menjadi wadah bagi segenap kegiatan usaha dakwah dengan jalan membagi dan mengelompokkan
36
pekerjaan yang harus dilaksanakan serta menetapkan dan menyusun hubungan kerja di antara satuan-satuan organisasi atau petugasnya (Shaleh, 1977: 88). Muchtarom (1997: 15) menyebutkan bahwa organisasi dakwah adalah alat untuk pelaksanaan dakwah agar mencapai tujuan secara efektif dan efesien. Mengorganisir dakwah berarti menghimpun dan mengatur sumber daya dan tenaga ke dalam suatu kerangka struktur tertentu, sehingga kegiatan dakwah dapat tercapai sesuai rencana. Pelaksanaan dakwah dapat berjalan secara efisien dan efektif serta tepat sasaran, apabila diawali dengan perencanaan yang diikuti dengan pengorganisasian. Oleh karena itu, pengorganisasian memegang peranan penting bagi proses dakwah. Sebab dengan pengorganisasian, rencana dakwah akan
lebih
mudah
pelaksanaannya,
mudah
pengaturannya
bahkan
pendistribusian tenaga muballig dapat lebih mudah pengaturannya. Hal ini didasarkan pada adanya pengamalan dan pengelompokan kerja, penentuan dan pelimpahan wewenang dan tanggungjawab ke dalam tugas-tugas yang lebih rinci serta pengaturan hubungan kerja kepada masing-masing pelaksana dakwah. Adapun tujuan diperlukannya pengorganisasian dakwah yang pada hakekatnya adalah untuk mengemban tujuan dakwah itu sendiri, dapat dirumuskan sebagai suatu kegiatan bersama untuk mengaktualisasikan nilainilai dan ajaran Islam dalam bentuk amar ma'ruf nahi mungkar dan amal saleh dalam kehidupan sehari-hari,
baik secara
37
pribadi,
berkeluarga dan
bermasyarakat, sehingga mewujudkan masyarakat yang baik, sejahtera lahir dan batin dan berbahagia di dunia dan di akhirat (Muchtarom, 1997: 18 – 19). Dari dasar tujuan pengorganisasian dakwah tersebut akan membawa pada suatu kenyataan hidup dengan dakwah yang lebih menyentuh kehidupan masyarakat, sebagai akibat dari pengorganisasian dakwah yang tepat. Seiring dengan lebih maju dan berkembangnya ilmu administrasi, manajemen dan organisasi, dan dengan pendekatan yang digunakannya serta sarana dengan rasionalitas manusia, maka organisasi pun merupakan suatu sistem yang rasional pula. Pertimbangan itulah yang dijadikan dasar untuk membentuk organisasi. Rasionalitas yang digunakan dalam menciptakan dan menjalankan roda organisasi juga sejalan dengan pengorganisasian dakwah yaitu: (1) Efektifitas Penyelenggaraan dakwah hanya dapat dilaksanakan secara efektif, apabila dilakukan pengorganisasian. Oleh karena itu, efektifitas menjadi alasan utama bagi pembentukan organisasi, karena eksistensi organisasi menjamin untuk dapat mengemban misinya. (2) Efisiensi Sumber daya dan dana merupakan modal utama dalam menjalankan, roda organisasi. Oleh karena itu, penggunaannya selalu berorientasi pada efisiensi. Organisasi dakwah hams mampu menjalankan prinsip efisiensi berdasarkan kebutuhan bukan berdasarkan keinginan.
38
(3) Produktifitas Pelaksanaan dakwah yang berdasar pada prinsip efektifitas dan efesiensi akan membuahkan pelaksana dakwah yang lebih produktif. Dalam arti bahwa meningkatkan efisiensi kerja sangat terkait dengan peningkatan produktifitas. (4) Rasionalisasi Apabila ditinjau dari segi pendekatan kesisteman, maka sasaran rasionalitas mencakup seluruh proses administrasi, manajemen dan variabel-variabel organisasional. (5) Departementalisasi Departementalisasi menghendaki adanya spesialisasi. Dalam kegiatan
dakwah
pun
menghendaki
spesialisasi
tugas,
sehingga
pelaksanaan dakwah betul-betul merupakan suatu kerja profesi. (6) Fungsionalisasi Fungsionalisasi dalam tugas-tugas dakwah memerlukan adanya suatu satuan kerja yang secara fungsional paling bertanggungjawab atas terlaksananya kegiatan tertentu dan atas terpecahkannya masalah-masalah tertentu yang mungkin terjadi. (7) Spesialisasi Spesialisasi menghendaki kerja secara profesional. Dengan adanya beberapa spesialisasi membawa dampak pada tingkat kualitas dan mutu kegiatan dakwah.
39
(8) Hirarki wewenang Keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab akan membawa kinerja yang lebih tinggi, sebab bila terjadi ketidakseimbangan, akan cenderung seseorang bertindak otoriter yang berlebihan bahkan, akan ragu-ragu dalam pengambilan keputusan. (9) Pembagian tugas Pembagian tugas kepada segenap pelaksana dakwah memerlukan kecermatan dan ketelitian, oleh karena itu, prinsip keadilan (dalam arti luas) perlu diterapkan, di samping prinsip fungsionalisasi. Dengan prinsip tersebut akan memicu kerja yang seimbang. (10) Dokumentasi dan arsip tertulis Suatu organisasi bukanlah milik pribadi atau orang perorang, yang sewaktu-waktu dapat berpindah tangan. Keadaan seperti itu, maka dokumentasi dan arsip sangat diperlukan. (11) Tata cara dan hubungan kerja Seperti layaknya setiap organisasi, maka hubungan kerja antara yang satu dengan yang lainnya memiliki tata aturan yang berlaku. (12) Koordinasi Salah satu yang memicu kegagalan dalam merealisasikan suatu rencana dengan pengorganisasian yang rapi adalah koordinasi. Terjadinya berbagai ketidaklancaran suatu program dan terjadinya tumpang tindih kegiatan banyak disebabkan karena tidak berfungsinya koordinasi (S.P. Siagian, 1986: 93 – 98).
40
Sistem rasionalisasi pengorganisasian dakwah dengan pendekatan kesisteman seperti telah diutarakan di atas, akan membawa pada rasionalisasi pelaksanaan dakwah memberikan dampak positif dan manfaat ganda. 2.2.2.3. Fungsi Penggerakan Dakwah Pengertian penggerakan adalah seluruh proses pemberian motivasi kerja kepada para bawahan sedemikian rupa, sehingga mereka mampu bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis (Munir dan Ilaihi, 2006: 139). Menurut Shaleh (1977: 112) setelah rencana dakwah ditetapkan, begitu pula setelah kegiatan-kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan itu dibagi-bagikan kepada para pendukung dakwah, maka tindakan berikutnya dari pimpinan dakwah adalah menggerakkan mereka untuk segera melaksanakan kegiatan-kegiatan itu, sehingga apa yang menjadi
tujuan
dakwah
benar-benar
tercapai.
Tindakan
pimpinan
menggerakkan para pelaku dakwah itu disebut "penggerakan" (actuating) Inti kegiatan penggerakan dakwah adalah bagaimana menyadarkan anggota suatu organisasi untuk dapat bekerjasama antara satu dengan yang lain (Mahmuddin, 2004: 36). Menurut SP. Siagian (1986: 80) bahwa suatu organisasi hanya bisa hidup apabila di dalamnya terdapat para anggota yang rela dan mau bekerja-sama satu sama lain. Pencapaian tujuan organisasi akan lebih terjamin apabila para anggota organisasi dengan sadar dan atas dasar keinsyafannya yang mendalam bahwa tujuan pribadi mereka akan tercapai melalui jalur pencapaian tujuan organisasi. Kesadaran merupakan tujuan dari
41
seluruh kegiatan penggerakan yang metode atau caranya harus berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang dapat diterima oleh masyarakat. Kesadaran yang muncul dari anggota organisasi terutama kaitannya dengan proses dakwah, maka dengan sendirinya telah melaksanakan fungsi manajemen.
Penggerakan
dakwah
merupakan
lanjutan
dari
fungsi
perencanaan dan pengorganisasian, setelah seluruh tindakan dakwah dipilahpilah menurut bidang tugas masing-masing, maka selanjutnya diarahkan pada pelaksanaan kegiatan. Tindakan pimpinan dalam menggerakkan anggotanya dalam melakukan suatu kegiatan, maka hal itu termasuk actuating. Unsur yang sangat penting dalam kegiatan penggerakan dakwah setelah unsur manusia, sebab manusia terkait dengan pelaksanaan program. Oleh karena itu, di dalam memilih anggota suatu organisasi dan dalam meraih sukses besar, maka yang perlu dipikirkan adalah bagaimana mendapatkan orang-orang yang cakap. Dengan mendapatkan orang-orang yang cakap berarti akan memudahkan dalam pelaksanaan kegiatan dakwah. Tindakan untuk menggerakkan manusia oleh Panglaykim (1981: 39 – 40)
disebut
dengan
leadership
(kepemimpinan),
perintah,
instruksi,
communication (hubung menghubungi), conseling (nasihat). 2.2.2.4. Fungsi Pengendalian dan Evaluasi Dakwah Pengendalian
berarti
proses,
cara,
perbuatan
mengendalikan,
pengekangan, pengawasan atas kemajuan (tugas) dengan membandingkan hasil dan sasaran secara teratur serta menyesuaikan usaha (kegiatan) dengan hasil pengawasan (KBBI, 2002: 543).
42
Pengertian pengendalian menurut istilah adalah proses kegiatan untuk mengetahui hasil pelaksanaan, kesalahan, kegagalan untuk diperbaiki dan mencegah terulangnya kembali kesalahan itu, begitu pula mencegah sebagai pelaksanaan tidak berbeda dengan rencana yang telah ditetapkan (Rahman, 1976: 99). Pengawasan mencakup mengevaluasi pelaksanaan kerja dan jika perlu memperbaiki apa yang sedang dikerjakan untuk menjamin tercapainya hasilhasil menurut rencana. Mengevaluasi pelaksanaan kerja merupakan kegiatan untuk meneliti dan memeriksa pelaksanaan tugas-tugas perencanaan semula betul-betul dikerjakan sekaligus until) mengetahui terjadinya penyimpangan, penyalahgunaan, kebocoran, kekurangan dalam melaksanakan tugas-tugasnya (Mahmuddin, 2004: 40). Pengendalian atau pengawasan yang dilakukan sering disalah artikan untuk sekedar mencari-cari kesalahan orang lain. Padahal sesungguhnya pengendalian atau pengawasan ialah tugas untuk mencocokkan program yang telah digariskan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Pengendalian terhadap pelaksanaan dakwah diperlukan untuk dapat mengetahui tugas-tugas dakwah yang dilaksanakan oleh para pelaksana dakwah,
tentang
bagaimana
tugas
itu
dilaksanakan,
sejauh
mana
pelaksanaannya, penyimpangan yang terjadi. Oleh karena itu, dengan pengendalian
dakwah
dapat
diambil
tindakan
pencegahan
kemungkinan adanya penyelewengan (Mahmuddin, 2004: 40).
43
terhadap
2.2.3. Prinsip-Prinsip Manajemen Prinsip-prinsip manajemen dapat digunakan sebagai pelindung dan pencegah terhadap kekeliruan yang fatal yang bisa terjadi dalam kegiatan teknikal maupun manajerial. Mengingat prinsip manajemen bersifat luwes dan bukan mutlak, hal ini dapat dimanfaatkan terlepas dari kondisi yang beruabah dan situasi khusus (Winardi, 2000: 62). Fayd berpendapat ada empat belas prinsip yang hendak dilakukan oleh organisasi, yaitu : a. Pembagian kerja (division of work). Hal ini berhubungan dengan spesialisasi pekerjaan, di mana individu senantiasa menghadapi pekerjaan yang sama. Pembagian kerja dapat diterapkan baik terhadap pekerjaan teknikal maupun pekerjaan manajerial. b. Otoritas dan tanggung jawab (authority and responsibility) Otoritas atau kekuasaan merupakan hak untuk memberikan perintah-perintah dan untuk ditaati. Tanggung jawab merupakan pelengkap otoritas suatu tahapan alamiah dan bagian yang senantiasa muncul, apabila orang melaksanakan otoritas. c. Disiplin (discipline). Disiplin sebagai ketaatan, penerapan, energi, dan respek antara pihak majikan dan para manajerial. d. Kesatuan perintah (unity of command)
44
Prinsip ini berarti bahwa seorang individu harus menerima perintah hanya dari seorang atasan saja. Apabila perintah tersebut dilanggar, maka otoritas digerogoti dan disiplin tidak dapat ditegakkan lagi, stabilitas mendapatkan ancaman. e. Kesatuan arah (unity of direction). Masing-masing kelompok aktifitas dengan sasaran sama harus mempunyai satu pimpinan dan satu rencana. f.
Asas kepentingan umum diatas kepentingan pribadi (subordination of individual interest into general interest). Prinsip
ini
pada
hakikatnya
menyatakan
bahwa
apabila
kepentingan individual dan kepentingan organisasi berbenturan, maka kepentingan organisatoris harus diutamakan. g. Imbalan untuk personil (remuneration of personal). Imbalan untuk jasa-jasa yang diberikan oleh para pekerja harus adil dan memuaskan baik bagi para karyawan maupun pimpinan. h. Sentralisasi (centralization). Sentralisasi merupakan keadaan yang umumnya terdapat pada organisme-organisme dan organisasi-organisasi. i. Rantai skala (the scalar chain). Suatu rantai atasan dapat dijumpai pada organisasi-organisasi yang mencakup otoritas puncak kebawah melalui tingkatan-tingkatan yang menurun hingga jajaran terendah. y. Keteraturan (order).
45
Menempatkan sesuatu pada tempatnya merupakan keteraturan yang mengarah kepada keteraturan social, dimana para pekerja berada pada tempat mereka mendapatkan tugas. k. Keadilan (equity). Para karyawan harus diperlakukan dengan ramah dan secara adil serta adanya loyalitas yang tinggi. l. Stabilitas personalia (stability of tenure of personal). Kondisi organisasi membutuhkan waktu cukup lama untuk mempelajari tugas-tugas dan pekerjaan karena kondisi demikian dihadapkan pada timbulnya problem-problem yang tidak terduga. m. Inisiatif (initiative). Dalam menyusun rencana dan mengupayakan keberhasilan suatu pekerjaan berdasarkan pada pengalaman yang dimiliki, dan hal ini senantiasa akan memunculkan inisiatif yang baru. n. Jiwa korps (esprit de corps). Harmoni antara personalia dalam organisasi merupakan sumber kekuatan yang dahsyat. Kerja sama antar personalia dapat dicapai melalui komunikasi dengan menekankan kontak verbal dimana hal tersebut dimungkinkan (Winardi, 2000: 424-426). Dari
keseluruhan
prinsip-prinsip
manajemen
tersebut
sangat
membantu dalam pekerjaan manajerial dalam bidang apapun. Maka dalam kegiatan dakwah prinsip-prinsip di atas digunakan sesuai dengan keadaan dan tujuan dalam bidang penggarapan dakwah melalui organisasi yang disusun.
46
BAB III GAMBARAN UMUM BUKU "MEMBUMIKAN AL-QUR'AN" DAN BIOGRAFI M. QURAISH SHIHAB
3.1. Biografi M. Quraish Shihab, Pemikiran dan Karya-Karyanya 3.1.1. Latar Belakang M. Quraish Shihab Muhammad Quraish Shihab, lahir di Rappang, Sulawesi Selatan, 16 Februari 1944. Ia termasuk ulama dan cendikiawan muslim Indonesia yang dikenal ahli dalam bidang tafsir al-Qur'an. Ayah Quraish Shihab, Prof. KH Abdrurahman Shihab, seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir. Abdurrahman Shihab dipandang sebagai salah seorang tokoh pendidik yang memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Kontribusinya dalam bidang pendidikan terbukti dari usahanya membina dua perguruan tinggi di Ujungpandang, yaitu Universitas Muslim Indonesia (UMI), sebuah perguruan tinggi swasta terbesar di kawasan Indonesia bagian timur, dan IAIN Alauddin Ujungpandang. Ia juga tercatat sebagai mantan rektor pada kedua perguruan tinggi tersebut: UMI 1959 – 1965 dan IAIN 1972 – 1977 (Nata, 2005 : 363 ). Sebagai putra
dari seorang guru
besar,
Quraish Shihab
mendapatkan motivasi awal dan benih kecintaan terhadap bidang studi tafsir dari ayahnya yang sering mengajak anak-anaknya duduk bersama. Pada saat-saat seperti inilah sang ayah menyampaikan nasihatnya yang kebanyakan berupa ayat-ayat al-Qur'an.
47
Pendidikan
formalnya
dimulai
dari
sekolah
dasar
di
Ujungpandang. Setelah itu ia melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat pertama di kota Malang sambil “nyantri” di Pondok Pesantren Darul Hadis al-Falaqiyah di kota yang sama. Untuk mendalami studi keislamannya, Quraish Shihab dikirim oleh ayahnya ke al-Azhar, Cairo, pada tahun 1958 dan diterima di kelas dua sanawiyah. Setelah itu, ia melanjutkan studinya ke Universitas al-Azhar pada Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir dan Hadits. Pada tahun 1967 ia meraih gelar LC (setingkat sarjana S1). Dua tahun kemudian (1969), Quraish Shihab berhasil meraih gelar M.A. pada jurusan yang sama dengan tesis berjudul al-I jaz atTasryri i al-Qur'an al-Karim (kemukjizatan al-Qur'an al-Karim dari Segi Hukum) (Nata, 2005 : 364). Pada tahun 1973 ia dipanggil pulang ke Ujungpandang oleh ayahnya yang ketika itu menjabat rektor, untuk membantu mengelola pendidikan di IAIN Alauddin. Ia menjadi wakil rektor bidang akademis dan kemahasiswaan sampai tahun 1980. Di samping mendududki jabatan resmi itu, ia juga sering memwakili ayahnya yang uzur karena usia dalam menjalankan tugas-tugas pokok tertentu. Berturut-turut setelah itu, Quraish Shihab diserahi berbagai jabatan, seperti koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VII Indonesia bagian timur, pembantu pimpinan kepolisian Indonesia Timur dalam bidang pembinaan mental, dan sederetan jabatan lainnya di luar kampus. Di celah-celah kesibukannya ia masih sempat merampungkan beberapa tugas penelitian, antara lain
48
Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia (1975) dan Masalah Wakaf Sulawesi Selatan (1978). (Karsayuda, 2006 : 130). Pada tahun 1980, Quraish Shihab kembali ke Mesir untuk meneruskan studinya di Program Pascasarjana Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis, Universitas Al-Azhar. Hanya dalam waktu dua tahun (1982) dia berhasil menyelesaikan disertasinya yang berjudul "Nazm al-Durar li al-Biqai Tahqiq wa Dirasah" dan berhasil dipertahankan dengan nilai Suma Cum Laude. (Nata, 2005 : 363 – 364). Tahun 1984 adalah babak baru tahap kedua bagi Quraish Shihab untuk melanjutkan kariernya. Untuk itu ia pindah tugas dari IAIN Ujung Pandang ke Fakultas Ushuluddin di IAIN Jakarta. Di sini ia aktif mengajar bidang Tafsir dan Ulum Al-Qur'an di Program Sl, S2 dan S3 sampai tahun 1998. Di samping melaksanakan tugas pokoknya sebagai dosen, ia juga dipercaya menduduki jabatan sebagai Rektor IAIN Jakarta selama dua periode (1992-1996 dan 1997-1998). Setelah itu ia dipercaya menduduki jabatan sebagai Menteri Agama selama kurang lebih dua bulan di awal tahun 1998, hingga kemudian dia diangkat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk negara Republik Arab Mesir merangkap negara Republik Djibauti berkedudukan di Kairo. (Karsayuda, 2006 : 130). Kehadiran Quraish Shihab di Ibukota Jakarta telah memberikan suasana baru dan disambut hangat oleh masyarakat. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai aktivitas yang dijalankannya di tengah-tengah
49
masyarakat. Di samping mengajar, ia juga dipercaya untuk menduduki sejumlah jabatan. Di antaranya adalah sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat (sejak 1984), anggota Lajnah Pentashhih AlQur'an Departemen Agama sejak 1989. Dia juga terlibat dalam beberapa organisasi profesional, antara lain Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), ketika organisasi ini didirikan. Selanjutnya ia juga tercatat sebagai Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu Syariah, dan Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Aktivitas lainnya yang ia lakukan adalah sebagai Dewan Redaksi Studia Islamika: Indonesian journal for Islamic Studies, Ulumul Qur 'an, Mimbar Ulama, dan Refleksi jurnal Kajian Agama dan Filsafat. Semua penerbitan ini berada di Jakarta. (Suplemen Ensiklopedi Islam, 2, 1994 : 111). Disamping kegiatan tersebut, H.M.Quraish Shihab juga dikenal sebagai penulis dan penceramah yang handal. Berdasar pada latar belakang keilmuan yang kokoh yang ia tempuh melalui pendidikan formal serta ditopang oleh kemampuannya menyampaikan pendapat dan gagasan dengan bahasa yang sederhana, tetapi lugas, rasional, dan kecenderungan pemikiran yang moderat, ia tampil sebagai penceramah dan penulis yang bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat. Kegiatan ceramah ini ia lakukan di sejumlah masjid bergengsi di Jakarta, seperti Masjid al-Tin dan Fathullah, di lingkungan pejabat pemerintah seperti pengajian Istiqlal serta di sejumlah stasiun televisi atau media elektronik, khususnya di bulan
50
Ramadhan. Beberapa stasiun televisi, seperti RCTI dan Metro TV mempunyai program khusus selama Ramadhan yang diasuh olehnya. (Nata, 2005 : 364 – 365). Di tengah-tengah berbagai aktivitas sosial, keagamaan tersebut, H.M. Quraish Shihab juga tercatat sebagai penulis yang sangat prolifik. Buku-buku yang ia tulis antara lain berisi kajian di sekitar epistemologi Al-Qur'an hingga menyentuh permasalahan hidup dan kehidupan dalam konteks masyarakat Indonesia kontemporer. Beberapa karya tulis yang telah dihasilkannya antara lain: disertasinya: Durar li al-Biga'i (1982), Membumikan Al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (1992), Wawasan Al-Qur'an:Tafsir Maudlu'i atas Berbagai Persoalan Umat (1996), Studi Kritis Tafsir al-Manar (1994), Mu'jizat AlQur'an Ditinjau dari Aspek Bahasa (1997), Tafsir al-Mishbah (hingga tahun 2004) sudah mencapai 14 jilid. Selain itu ia juga banyak menulis karya ilmiah yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan. Di majalah Amanah dia mengasuh rubrik "Tafsir al-Amanah", di Harian Pelita ia pernah mengasuh rubrik "Pelita Hati", dan di Harian Republika dia mengasuh rubrik atas namanya sendiri, yaitu "M. Quraish Shihab Menjawab". 3.1.2. Corak Pemikiran M. Quraish Shihab Ditinjau dari latar belakang riwayat hidupnya, H.M.Quraish Shihab sangat dekat dengan aktivitas pendidikan dan dakwah, bahkan sebagai pemikir dan praktisi pendidikan, juga banyak mengisi siraman
51
rohani, terutama di bulan Ramadhan dengan materi kajian al-Qur'an melalui Tafsirnya yang berjudul Tafsir al-Misbah. Kepiawayan Quraish Shihabn dalam bidang tafsir di samping pendidikannya specialisasi dibidang tafsir juga hal ini, misalnya, dapat dilihat dari ayahnya, Abdurrahman Shihab (1905-1986) yang tercatat sebagai seorang ulama dan guru besar. Secara formal, selain menjadi dosen bidang tafsir dan bidang ilmu-ilmu keislaman lainnya, dia juga konsen dengan manajemen proses- proses pendidikan. Keseriusannya dalam bidang tersebut terbukti dengan kenyataan bahwa dia pernah diberi amanat untuk menjadi Rektor IAIN Alauddin. Selain itu, Abdurrahman Shihab juga termasuk salah satu pendiri Universitas Muslim Indonesia (UMI), sebuah universitas swasta terkemuka di Sulawesi Selatan. Sedangkan secara informal, Abdurrahman Shihab juga sering.skali berdakwah, menyampaikan siraman rohani di masjid-masjid. Selanjutnya Quraish Shihab sendiri juga banyak berkiprah dalam bidang pendidikan. Sejak tahun 1984 hingga sekarang, Quraish Shihab tercatat sebagai seorang Guru Besar pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu, ia juga pernah memangku jabatan sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dua periode (1992-1996 dan 1997-1998). Sebelum itu, sejak 1989 ia tercatat sebagai Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional. Dari latar belakang riwayat hidupnya ini, terlihat bahwa Quraish Shihab aktif dalam kegiatan pendidikan.
52
Demikian pula bila dilihat dari segi keahliannya, H.M.Quraish Shihab tercatat sebagai ahli tafsir al-Qur' n yang amat disegani, dan penulis yang amat produktif. Di antara karya tulisnya itu adalah Membumikan al-Qur'an Fungsi dan Peran Wahyu yang berisi topik-topik bahasan: bukti kebenaran al-Qur'an, sejarah perkembangan tafsir, ilmu tafsir dan problematikanya, gagasan al-Quran tentang pembudayaannya, agama dan problematikanya, Islam dan cita-cita sosial, Islam dan perubahan masyarakat, keluarga tiang agama, kualitas pribadi Muslim, Islam dan pembangunan, Konsep pendidikan dalam al-Qur'an, Islam dan tujuan ibadah, Islam dan peran ulama. Selanjutnya karya Quraish Shihab adalah Wawasan al-Qur'an: Tafsir Maudlu'i atas Pelbagai Persoalan Umat. Buku ini memuat topik pembahasan tentang: al-Qur'an, Tuhan, Nabi Muhammad Saw., takdir, kematian, hari akhirat, keadilan dan kesejahteraan, makanan, pakaian, kesehatan, pernikahan, syukur, halal bihalal, akhlak, manusia, perempuan, masyarakat, umat, kebangsaan, ahl al-kitab, agama, seni, ekonomi, politik, ilmu dan teknologi, kemiskinan, masjid, musyawarah, ukhuwah, jihad, puasa, lailatul qadar, dan waktu. Dalam seluruh topik kajian yang dibahas tersebut H.M. Quraish Shihab tidak berhenti hanya pada tataran fakta- fakta akademik belaka, melainkan melalui topik-topik tersebut H.M. Quraish Shihab ingin menyampaikan pesan moral dan pendidikan kepada umat. Oleh sebab itu, pada setiap topik kajian yang dikemukakan ia selalu mengemukakan nilai-nilai edukatif yang terdapat di dalamnya.
53
Dari sejumlah topik kajian tersebut, terdapat tiga topik kajian yang secara langsung berhubungan dengan pendidikan, yaitu topik tentang konsep pendidikan dalam al-Qur'an, ilmu pengetahuan dan teknologi serta akhlak. Sedangkan topik-topik lainnya memiliki hubungan secara tidak langsung dengan pendidikan. Dalam topik kajian tentang konsep pendidikan dalam al-Qur'an tersebut, H.M.Quraish Shihab mencoba menjelaskan pengertian pendidikan, tujuan pendidikan, kurikulum (mated) pendidikan, metode pendidikan, dan sifat pendidikan Islam. Ditilik dari segi sifat dan coraknya, pemikiran dan gagasan H.M. Quraish Shihab tentang pendidikan bertolak dari keahliannya dalam bidang tafsir al-Quran yang berdasar pada perpaduan pemikiran masa lalu dengan pemikiran modern. la tampak berpegang pada kaidah yang umumnya dianut ulama yaitu: al-muhafazah ala al-qadim al-shahih wa alakhzu bi al-jadid al-ashlah (Memelihara tradisi lama yang masih relevan dan mengambil tradisi baru yang lebih baik). Dengan kata lain, H.M. Quraish Shihab adalah seorang ahli tafsir yang memiliki pandangan tentang pendidikan. Konsep dan gagasannya tentang pendidikan tersebut sejalan dengan pandangan al-Qur'an yang menjadi bidang keahliannya. Pemikiran H.M.Quraish Shihab dalam bidang pendidikan tersebut tampak sangat dipengaruhi oleh keahliannya dalam bidang tafsir AlQur'an yang dipadukan dengan penguasaannya yang mendalam terhadap berbagai ilmu lainnya
baik
ilmu-ilmu keislaman maupun ilmu
pengetahuan umum serta konteks masyarakat Indonesia. Dengan
54
demikian, ia telah berhasil membumikan gagasan Al-Qur'an tentang pendidikan dalam arti yang sesungguhnya, yakni sesuai dengan alam pikiran masyarakat Indonesia. Pemikiran dan gagasan H.M. Quraish Shihab tersebut telah pula menunjukkan dengan jelas bahwa di dalam Al-Qur'an terdapat ayat-ayat yang memiliki implikasi terhadap munculnya konsep pendidikan menurut Al-Qur'an yang pada gilirannya dapat menjadi salah satu bidang kajian yang cukup menarik. Upaya ini perlu dilakukan mengingat bahwa di dalam pemikiran H.M. Quraish Shihab tersebut mengisyaratkan perlunya melakukan studi secara lebih mendalam tentang pendidikan dalam perspektif Al-Qur'an. 3.2. Deskripsi Singkat Buku "Membumikan al-Qur'an" Buku Membumikan al-Qur'an memuat apa yang terekam dari kumpulan makalah M. Quraish Shihab. Buku ini adalah kumpulan dari sekian banyak makalah dan uraian M. Quraish Shihab dalam berbagai forum, yang masih dapat terekam dan diterbitkan. Kendati demikian, buku yang buku ini tidak sepenuhnya sama dengan makalah yang disampaikan dalam aneka forum itu, antara lain, karena makalah-makalah tersebut oleh penulisnya sempurnakan lagi baik dari umpan balik yang berkembang dalam forum, maupun dari hasil bacaan dan renungan M. Quraish Shihab ketika mengoreksi kembali makalah-makalah tersebut, atau karena penggabungan dua atau tiga makalah yang memiliki bahasan serupa.
55
Penyusun buku ini menyadari bahwa menurutnya, zaman kita ditandai oleh banyak hal yang antara lain adalah lahirnya aneka perubahan yang menjungkirbalikkan sekian banyak pandangan lama. Kita tentu tidak dapat mengelak dari perubahan, tetapi tidak semua perubahan bersifat positif, karena itu kita ditantang memilah dan memilih melalui kajian ulang, antara lain dengan membandingkan yang lama dan yang baru, kemudian memilih yang terbaik di antara keduanya. Dalam buku ini pembaca akan menemukan sekian banyak uraian yang mungkin dapat memberi sedikit sumbangan ke arah itu. Sebagaimana halnya setiap buku yang merupakan kumpulan dari aneka makalah, maka pengulangan beberapa ide dari penulis buku ini tidak dapat dihindari. Dalam buku ini, kendati telah diusahakan agar hal tersebut tidak terjadi, dengan menambah uraian bila inti persoalan yang diuraikan sama atau mirip, namun tidak mustahil pengulangan tersebut masih ditemukan. Buku Membumikan Al-Qur'an ini adalah karya seorang pakar tafsir dan ilmu-ilmu Al-Qur'an dalam upaya kerasnya memancarkan kilau cahaya sudut-sudut penting "intan" yang dikandung Al-qur'an. Berasal dari enam puluh lebih makalah dan ceramah yang pernah disampaikan oleh penulisnya pada rentang waktu 1975 hingga 1992, tema dan gaya pembahasan buku ini terpola menjadi dua bagian. Di bagian pertama, secara efektif dan efisien, penulis menjabarkan dan membahas berbagai "aturan main" berkaitan dengan cara-cara memahami al-Qur'an. Di bagian kedua secara jenial
56
penulis mendemonstrasikan keahliannya dalam memahami sekaligus juga mencarikan jalan keluar bagi problem-problem intelektual dan sosial yang muncul di dalam masyarakat dengan berpijak pada "aturan main" al-Qur'an. Meskipun belum semua problematik di seputar studi-studi al-Qur'an, keislaman dan kemasyarakatan terungkap secara menyeluruh, namun buku ini diharapkan dapat mengantarkan para peminat studi al-Qur'an pada khususnya dan studi keislaman pada umumnya untuk melangkah lebih jauh dan terarah. Semua buku penting dan langka di bidangnya serta ditulis oleh seorang pakar yang juga langka di bidangnya. Buku Membumikan Al-Qur'an pada bab pertama mengungkapkan bukti kebenaran al-Quran, keotentikan al-Quran, all-Quran dan Ilmu Pengetahuan, sejarah turun dan tujuan pokok al-Quran, kebenaran ilmiah alQuran, hikmah ayat ilmiah al-Quran, al-Quran, ilmu, dan filsafat manusia. Pada bab kedua diungkakan sejarah perkembangan tafsir, Kebebasan dan pembatasan dalam tafsir, perkembangan metodologi tafsir, tafsir dan modernisasi, penafsiran ilmiah al-Quran, metode tafsir tematik. Ejalan dengan itu maka pada bab ketiga berisi ilmu tafsir dan problematiknya, hubungan hadis dan al-Quran, fungsi dan posisi sunnah dalam tafsir, ayatayat kawniyyah dalam al-Quran, konsep qath'iy dan zhanniy, soal nasikh dan mansukh, pokok-pokok bahasan tafsir, penafsiran "khalifah" dengan metode tematik.
57
Berdasarkan hal itu, maka pada bab keempat buku ini mengupas tentang gagasan al-Quran tentang pembudayaannya, falsafah dasar "iqra", konsep pendidikan dalam al-Quran, mengajarkan tafsir di perguruan tinggi, pengajaran akidah dan syari'ah di sekolah umum, soal penilaian dalam musabaqah tilawatil Qur'an, komputerisasi al-Quran, Pada bagian kedua diungkapkan tentang amalan al-Quran, karena bahasan ditujukan pada bab pertama agama dan problematiknya yang membahas mengapa beragama? universalisme Islam, agama: antara absolutisme dan relativisme, kehidupan menurut al-Quran, kematian dalam al-Quran. Bab kedua memuat Islam dan kemasyarakatan dengan mengungkapkan Islam dan cita-cita sosial, Islam dan perubahan masyarakat, keluarga tiang negara, riba menurut al-Quran, kedudukan perempuan dalam al-Quran, kualitas pribadi muslimah, Islam, gizi, dan kesehatan masyarakat, Islam, kependudukan, dan lingkungan hidup, Islam dan pembangunan. Sedangkan dalam bab tiga tentang Islam dan tuntunan ibadah dibahas mengenai tujuan puasa menurut al-Quran, laylat al-qadr, makna halal bihalal, soal zakat dan 'amil zakat, makna ibadah haji makna isra' dan mi'raj, hikmah hijrah, wisata ziarah menurut al-Quran. Pada bab keempat tentang Islam dan peran ulama dibahas mengenai soal ukhuwah islamiyah, keragaman dan kerukunan menurut al-Quran, selamat natal menurut al-Quran, ulama, kaum muda, dan pemerintah, ulama sebagai pewaris nabi, peran dan tanggung jawab intelektual muslim, strategi dakwah.
58
3.2.1. Dakwah di tengah Kemajuan Sains dan Teknologi Strategi dakwah merupakan sebagai proses siasat, taktik atau manuver yang merefleksikan metode dan segala upaya untuk menghadapi sasaran dakwah dalam situasi dan kondisi tertentu guna mencapai tujuan dakwah secara optimal. Tujuan dakwah adalah memenuhi perintah Allah Swt dan melanjutkan tersiarnya syari'at Islam secara merata. Dakwah bertujuan untuk mengubah sikap mental dan tingkah laku manusia yang kurang baik menjadi lebih baik atau meningkatkan kualitas iman dan Islam seseorang secara sadar dan timbul dari kemauannya sendiri tanpa merasa terpaksa oleh apa dan siapa pun (Shihab, 2004: 446). M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul: Wawasan alQur'an Tafsir Maudhu i Atas Pelbagai Persoalan Umat berpendapat bahwa dari hari ke hari tercipta mesin-mesin semakin canggih. Mesin-mesin tersebut melalui daya akal manusia digabung-gabungkan dengan yang lainnya, sehingga semakin kompleks, serta tidak bisa lagi dikendalikan oleh seorang. Tetapi akhirnya mesin dapat mengerjakan tugas yang dulu mesti dilakukan oleh banyak orang. Pada tahap ini, mesin telah menjadi semacam "seteru" manusia, atau lawan yang harus disiasati agar mau mengikuti kehendak manusia. Dewasa ini telah lahir teknologi khususnya di bidang rekayasa genetika yang dikhawatirkan dapat menjadikan alat sebagai majikan. Bahkan mampu menciptakan bakal-bakal "majikan" yang akan diperbudak dan ditundukkan oleh alat. Jika begitu, ini jelas bertentangan dengan kedua catatan yang disebutkan di terdahulu (Shihab, 2004: 446).
59
M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul: Menabur Pesan Ilahi menjelaskan bahwa sebagian pakar menguraikan betapa kemajuan teknologi yang kini dikembangkan sangat rawan terhadap sisi negatif yang disinggung di atas. Misalnya, uraian yang menyebut bahwa manusia sering kali tidak mampu membedakan apa yang dia inginkan dan apa yang dia butuhkan, dan menduga bahwa sesuatu yang baik adalah sesuatu yang telah dapat dilakukan, tanpa seleksi apakah yang mampu dilakukan itu perlu atau diinginkan, atau justru sebaliknya. Apakah perpindahan dari satu tempat ke tempat lain melebihi kecepatan suara dibutuhkan atau tidak? Apakah kemampuan menembus ruang angkasa diperlukan atau tidak? Apakah kloning merupakan kebutuhan manusia atau sekadar keinginan yang timbul karena keberhasilannya sudah di pelupuk mata? Sampai kini belum ada sesuatu yang begitu kuat yang mampu membatasi keinginan sementara ilmuwan untuk mewujudkan dalam kenyataan apa yang dapat dilakukannya. Sebab, sebagian dari apa yang mampu diwujudkan itu sebenarnya tidak diperlukan, bahkan boleh jadi membahayakan diri manusia. Ini dapat menjadikan manusia seperti kupu-kupu yang berhasil keluar dari kepompongnya dan berhasil terbang, tetapi akhirnya terbakar sendiri akibat kemampuannya itu (Shihab, 2004: 157) M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul: Membumikan alQur'an berpendapat bahwa apa yang akan terjadi di masa datang tidak terlepas dari apa yang terjadi masa kini. Karenanya, secara umum, terlebih dahulu harus diamati keadaan masa kini dalam kaitannya dengan dakwah,
60
agar apa yang diharapkan dari uraian ini dapat dikemukakan. Apa yang akan terjadi pada tahun akan datang, bukanlah satu hal yang mudah diramalkan, apalagi jika pandangan ditujukan kepada seluruh problem yang berkaitan dengan dakwah. Ini berarti membicarakan seluruh kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek, baik aspek sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya (Shihab, 2004: 394). 3.2.2. Gejala Umum Masyarakat Dewasa Ini Menurut Shihab, gejala umum yang dapat dirasakan atau dilihat dewasa ini khususnya dalam kaitannya dengan kehidupan beragama adalah banyaknya ilmuwan yang berdomisili di kota-kota besar yang menyadari benar bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) tidak mampu menyelesaikan segala problem kehidupan manusia. Karena iptek tidak mampu memberi ketenangan batin kepada mereka, terasa ada sesuatu "yang kurang pas" atau "hilang" dari diri mereka. Mereka pun berusaha menemukan "yang hilang" itu melalui beberapa cara, antara lain dengan mencarinya pada ajaran spiritual keagamaan. Semaraknya kehidupan keagamaan di kota-kota besar setelah sebelumnya memudar yang dihuni oleh lapisan atas baik dari segi ekonomi maupun pengetahuan merupakan salah satu indikator tentang betapa besarnya kesadaran akan "kehilangan" tersebut. Sekian banyak pria dan wanita berusia tua atau muda yang tadinya tidak mengenal agama, kini kembali ke pangkuan agama. Sehingga, tidak jarang pula di-"temukan" orang yang diduga keras belum merasakan
61
nikmatnya beragama, menjadi malu untuk tidak melaksanakan tuntunan agama (Shihab, 2004: 394). Di Jakarta, misalnya menurut Shihab, pada tahun 1965 jumlah masjid kurang lebih hanya 500 buah. Kini, jumlahnya telah melebihi angka 2000, dan hampir kesemuanya penuh sesak pada saat berlangsung upacara shalat Jumat. Belum lagi yang dilaksanakan di kantor-kantor pemerintah atau swasta. Kalau gambaran di atas, secara umum atau lahiriah, dapat dikatakan menggembirakan dari segi dakwah, maka berbeda halnya dengan keadaan di luar kota-kota besar. Di samping kesenjangan ekonomi antara penduduk pedesaan dan perkotaan yang merupakan gejala umum dan yang tentunya mempunyai dampak dalam berbagai bidang, pelaksanaan dakwah di pedesaan seringkali tidak menemukan sasarannya. Misalnya, tema dan materi dakwah seringkali tidak membumi atau menyentuh problem-problem dasar mereka, sehingga kelemahan dalam bidang ekonomi digunakan oleh sementara pihak untuk maksud-maksud tertentu. Menurut Shihab, masuknya informasi melalui media elektronik dan cetak ke pedesaan, di samping membawa dampak-dampak positif juga menghasilkan dampak-dampak negatif. Pemberitaan-pemberitaan tentang berbagai peristiwa telah sedemikian "maju" dan "menyentuh" sehingga materi-materi dakwah yang disampaikan oleh para muballigh dan da'i yang tidak siap menjadi tertinggal sangat jauh (Shihab, 2004: 395).
62
3.2.3. Dakwah Perkotaan Menurut Shihab, di kota-kota, sebagaimana dikemukakan di atas, berdomisili banyak ilmuwan dari berbagai disiplin serta usahawanusahawan yang sukses sekaligus haus ketenangan batin. Sebagian mereka tampil ke depan secara mandiri atau termasuk dalam kelompok studi keagamaan untuk mengatasi kehausan itu. Harus diakui bahwa tidak sedikit dari mereka yang berhasil bukan hanya memuaskan diri dan keluarganya, tetapi juga masyarakat sekitarnya. Mereka mampu memadukan antara disiplin ilmu yang mereka tekuni dengan ajaran-ajaran agama yang diyakini, sehingga agama terasa dan terbukti semakin rasional dan semakin menyentuh. Tetapi, di sisi lain, tidak jarang pula kehausan akan pegangan mengantar sebagian yang lain untuk memahami dan melaksanakan ajaran agama dengan sangat ketat dan- kaku. Sebagai gambaran ekstremnya adalah demikian: seseorang yang dapat dinilai sebagai ilmuwan kadang beranggapan bahwa masyarakat ideal adalah masyarakat yang tidak menggunakan listrik atau kursi karena keduanya belum atau tidak digunakan oleh masyarakat Islam pada masa Rasulullah saw (Shihab, 2004: 395). Akibat yang ditimbulkan oleh usaha belajar sendiri tanpa mengetahui seluk-beluk disiplin ilmu agama, atau bimbingan dari da'i yang belum siap, adalah lahirnya kelompok kecil yang "menyempal" dari masyarakat Islam. Timbulnya kelompok-kelompok kecil tersebut bukan saja merugikan diri mereka sendiri dari sudut pandangan agama, tetapi juga merugikan keseluruhan umat Islam bahkan juga masyarakat bangsa. Karena,
63
tidak jarang sikap dan pandangan-pandangan mereka menimbulkan keresahan-keresahan sosial. Menurut Shihab, salah satu hal yang harus diantisipasi oleh dakwah di masa datang, adalah kelompok-kelompok semacam itu, yang diduga akan terus bermunculan sebagai salah satu akibat dari kehausan batin serta ketidakmampuan para da'i untuk memberikan kepuasan ruhani dan nalar kepada sasaran dakwah (Shihab, 2004: 396). Menurut
Shihab, beberapa
butir
masalah berkaitan dengan
kelompok-kelompok dalam kehidupan keagamaan. 1) Tidak dapat disangkal bahwa perbedaan pendapat dalam segala aspek kehidupan manusia merupakan satu fenomena yang telah lahir bersamaan dengan lahirnya masyarakat dan hanya berakhir dengan berakhirnya masyarakat. Umat Islam tidak terkecuali akan terkena fenomena tersebut sejak zaman Nabi Muhammad saw., walaupun tentunya perbedaanperbedaan pada masa itu tidak meruncing karena kehadiran Nabi saw., di tengah-tengah mereka. Dalam perkembangan lebih lanjut, perbedaanperbedaan tersebut melahirkan aliran-aliran dalam Islam bahkan kemudian menjadikan umat Islam berkelompok-kelompok. Sebagian orang ada yang menghitungnya sebanyak 73 kelompok untuk menyesuaikan jumlah tersebut dengan sebuah hadis yang memberitakan pengelompokan tersebut dan ada pula yang menghitungnya lebih dari itu. 2) Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa salah satu faktor penyebab timbulnya perbedaan tersebut adalah dikarenakan redaksi ayat-ayat Al-
64
Quran dan hadis-hadis Nabi saw. Tidak seorang pun yang dapat memastikan maksud yang sebenarnya dari suatu redaksi atau ucapan kecuali pemiliknya sendiri. Sehingga, pengertian yang dipahami oleh pembaca atau pendengar dapat saja bersifat relatif. Tetapi, walaupun demikian, hal itu tidak berarti bahwa tidak ada tolok ukur untuk menilai kebenaran satu pendapat, atau kedekatannya kepada kebenaran. 3) Salah satu dari kelima pokok ajaran adalah pemeliharaan terhadap agama itu sendiri, yang antara lain menuntut peningkatan pemahaman umat terhadap ajaran agamanya, serta usaha membentengi mereka dari segala bentuk pencemaran dan pengeruh kemurniannya. Benar bahwa manusia diberi kebebasan oleh Tuhan untuk memilih agama atau bahkan tidak beragama. Tetapi, bagi yang memilih, tidak lagi diberi kebebasan untuk memilah agama itu, sehingga menganut apa yang dianggapnya sesuai dan menolak yang dinilainya tidak sesuai (Shihab, 2004: 396). Menurut Shihab, agama pilihan adalah satu paket. Lebih jauh, agama Islam tidak memberi kepada seorang Muslim kebebasan memilih keragamankeragaman pendapat yang berkembang dalam bidang ushul al-din (prinsipprinsip pokok agama) semacam Keesaan Tuhan, Kedudukan Muhammad saw. sebagai nabi terakhir, kedudukan dan fungsi Sunnah beliau, kewajiban shalat, puasa, haji, dan sebagainya. Kebebasan memilih hanya dibolehkan dalam bidang furu' (cabang). Itupun hanya berlaku selama yang mengemukakan pendapat dalam bidang tersebut adalah seseorang yang memiliki otoritas dalam disiplin ilmu tertentu.
65
Di sini wajar untuk digarisbawahi, bahwa ada sekian banyak masalah-masalah keagamaan yang kait berkait dengan berbagai disiplin ilmu. Sehingga, ketika memberikan keputusan agama, para ahli dalam berbagai disiplin terkait seharusnya berperan serta bersama agamawan dalam memecahkannya. Adapun.
masalah-masalah
yang
dicakup
oleh
bidang
ijma'
(persepakatan ulama) menurut Shihab, maka walaupun penolakannya tidak berakibat dikeluarkannya si penolak dari komunitas Muslim, namun bila ditinjau dari segi kewajiban memelihara agama dan kemurniannya, pada hakikatnya hal itu tidak jauh berbeda dengan kedudukan ushul al-din. Artinya umat berkewajiban melakukan usaha-usaha konkret guna membentengi diri dan membendung tersebar luasnya paham seperti itu. Di sini, kebebasan beragama tidak dapat dijadikan dalih dan alasan karena di samping kebebasan itu tidak mencakup bidang ini, juga dan yang lebih penting lagi karena kewajiban pemeliharaan kemurnian agama mempunyai kedudukan yang melebihi bahkan bertentangan dengan dalih kebebasan tersebut. Butir-butir di atas menurut Shihab mengantarkan kita untuk berkesimpulan bahwa kelompok-kelompok seperti yang digambarkan di atas tidak serta merta dijatuhi vonis "sesat dan atau menyesatkan", sebagaimana yang kadang terjadi dewasa ini. Kita tidak berhak membendungnya dengan memutar-balikkan fakta, tetapi kita harus menghadapi mereka dengan argumentasi-argumentasi ilmiah yang kokoh serta dengan dada yang sangat lapang.
66
Dari uraian sekilas di atas, agaknya dapat disimpulkan bahwa dakwah di perkotaan harus didukung oleh uraian-uraian ilmiah dan logis serta menyentuh hati dan menyejukkannya. Sementara ahli menurut Shihab menggambarkan perkembangan dakwah dari masa ke masa dengan menyatakan bahwa pada mulanya dakwah selalu dikaitkan dengan alam metafisika disertai dengan janji-janji dan ancaman-ancaman ukhrawi. Kemudian beralih kepada pengaitan ajaran agama dengan bukti-bukti ilmiah rasional. Dan kini, kata mereka, dakwah seharusnya lebih banyak mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Hemat Shihab, pemilahan semacam itu tidak selalu harus demikian. Karena di satu saat khusus di kalangan kaum terpelajar, kesadaran dan kepuasan yang mereka dambakan bukanlah selalu harus melalui dorongan berpartisipasi dalam pembangunan. 3.2.4. Dakwah di Daerah Pinggiran dan Pedesaan Perumusan masalah dalam hal ini dikaitkan secara erat dengan situasi dan kondisi kemasyarakatan secara luas. Menurut Shihab, situasi dan kondisi dimaksud tecermin antara lain dalam: 1) lemahnya kemampuan kelembagaan dalam mengembangkan swadaya masyarakat, 2) adanya
anutan
eksklusif
('ashabiyyah
atau
fanatisme)
sehingga
kemampuan menopang aspirasi seluruh umat sangat kurang. 3) keterbatasan lapangan kerja, informasi dan pembinaan di kalangan masyarakat miskin perkotaan/pinggiran dan pedesaan.
67
4) keterbatasan dana khususnya di luar kota-kota besar, serta lebih-lebih lagi ditunjang oleh pandangan keagamaan menyangkut kredit perbankan (Shihab, 2004: 398). Berdasar sedikit dari banyak masalah yang dikemukakan di atas, maka alternatif gerakan dakwah yang digalakkan di masa datang adalah apa yang selama ini dikenal dengan da'wah bil hal atau "dakwah pembangunan". Alternatif ini berangkat dari asumsi bahwa syarat utama agar suatu komunitas dapat memelihara dan mengembangkan identitasnya adalah terciptanya kondisi yang terorganisasi, yang kemudian memudahkan persatuan, kerja sama, dan pergerakan ke arah yang lebih produktif. Selama ini menurut Shihab, dakwah mengajarkan kepada umat bahwa Islam datang membawa rahmat untuk seluruh alam dan tentunya lebih-lebih lagi untuk pemeluknya. Tetapi, sangat disayangkan bahwa kerahmatan tersebut tidak dirasakan menyentuh segi-segi kehidupan nyata kaum Muslim, lebih-lebih yang hidup di pedesaan. Hal di atas disebabkan antara lain karena yang menyentuh mereka dari ajaran agama selama ini, baru segi-segi ibadah ritual (ibadah murni), sedangkan segi-segi lainnya kalaupun disentuh dan dilaksanakan hanya dalam bentuk individual dan tidak dalam bentuk kolektif. Da'wah bil hal diharapkan menunjang segi-segi kehidupan masyarakat, sehingga pada akhirnya setiap komunitas memiliki kemampuan untuk mengatasi kebutuhan dan kepentingan anggotanya, khususnya dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan kesehatan masyarakat (Shihab, 2004: 398)..
68
Membicarakan masyarakat Indonesia di masa yang akan datang, berkait erat pula dengan jumlah penduduk yang pada saat itu diperkirakan mencapai 225 juta orang, yang kesemuanya membutuhkan sarana kehidupan, sehingga pembangunan pun harus mengarah kepada industri. Bila hal ini terlaksana, maka tantangan-tantangan akan semakin berat, apalagi jika, hipotesis yang menyatakan bahwa masyarakat industri akan lebih menjauh dari agama sehingga penyakit-penyakit masyarakat akan lebih banyak dan lebih parah. Oleh sebab itu dakwah tentunya harus mengambil peranan yang lebih besar, karena bila tidak, maka pembangunan nasional yang didambakan tidak akan dapat tercapai (Shihab, 2004: 399)..
69
BAB IV ANALISIS PENDAPAT M. QURAISH SHIHAB TENTANG STRATEGI DAKWAH
4.1. Analisis Strategi Dakwah M. Quraish Shihab Apabila memperhatikan pendapat M. Quraish Shihab sebagaimana telah diketengahkan dalam bab tiga skripsi ini, maka ada butir penting yang harus diantisipasi oleh para da'i dalam strategi dakwah: Tujuan tidak akan mudah dicapai tanpa strategi, karena pada dasarnya segala tindakan atau perbuatan itu tidak terlepas dari strategi. Adapun tentang taktik, sebenarnya merupakan cara yang digunakan, dan merupakan bagian dari strategi. Strategi yang disusun, dikonsentrasikan, dan dikonsepsikan dengan baik dapat membuahkan pelaksanaan yang disebut strategis (Rafi'udin dan Djaliel, 1997: 76). Menurut Hisyam Alie yang dikutip Rafi'udin dan Djaliel, untuk mencapai strategi yang strategis harus memperhatikan apa yang disebut SWOT. Apabila strategi dakwah M. Quraish Shihab dihubungkan dengan analisis SWOT, maka yang menjadi kekuatan yaitu saat ini adanya organisasi
dakwah
dalam
berbagai
nama
dan
bentuk
dengan
mengkoordinasikan dana secara baik dan tersedianya sarana dan perasarana. Kelemahannya yakni organisasi dakwah masih kekurangan dana dan fasilitas. Meskipun demikian ada peluang yaitu sumbangan dari para dermawan serta dukungan masyarakat yang makin kuat terhadap eksistensi
70
dakwah. Ancaman dari luar tentunya ada yaitu para misionaris kristen pun menggunakan berbagai strategi untuk menanamkan agama Kristen. Pertama, Strategi Dakwah di tengah Kemajuan Sains dan Teknologi. M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul: Wawasan al-Qur'an Tafsir Maudhu i Atas Pelbagai Persoalan Umat berpendapat: Dari hari ke hari tercipta mesin-mesin semakin canggih. Mesinmesin tersebut melalui daya akal manusia digabung-gabungkan dengan yang lainnya, sehingga semakin kompleks, serta tidak bisa lagi dikendalikan oleh seorang. Tetapi akhirnya mesin dapat mengerjakan tugas yang dulu mesti dilakukan oleh banyak orang. Pada tahap ini, mesin telah menjadi semacam "seteru" manusia, atau lawan yang harus disiasati agar mau mengikuti kehendak manusia. Dewasa ini telah lahir teknologi khususnya di bidang rekayasa genetika yang dikhawatirkan dapat menjadikan alat sebagai majikan. Bahkan mampu menciptakan bakal-bakal "majikan" yang akan diperbudak dan ditundukkan oleh alat (Shihab, 2006: 446).
Kedua, Strategi Dakwah di Tengah Gejala Umum Masyarakat Dewasa Ini. Menurut Shihab; Masuknya informasi melalui media elektronik dan cetak ke pedesaan, di samping membawa dampak-dampak positif juga menghasilkan dampak-dampak negatif. Pemberitaan-pemberitaan tentang berbagai peristiwa telah sedemikian "maju" dan "menyentuh" sehingga materi-materi dakwah yang disampaikan oleh para muballigh dan da'i yang tidak siap menjadi tertinggal sangat jauh (Shihab, 2006: 395). Ketiga, Strategi Dakwah di Tengah Masyarakat Perkotaan. Menurut Shihab, di kota-kota, sebagaimana dikemukakan di atas, berdomisili banyak ilmuwan dari berbagai disiplin serta usahawanusahawan yang sukses sekaligus haus ketenangan batin. Sebagian mereka tampil ke depan secara mandiri atau termasuk dalam kelompok studi keagamaan untuk mengatasi kehausan itu. Harus diakui bahwa tidak sedikit dari mereka yang berhasil bukan hanya memuaskan diri dan keluarganya, tetapi juga masyarakat sekitarnya. Mereka mampu memadukan antara disiplin ilmu yang mereka tekuni dengan ajaran-ajaran agama yang diyakini, sehingga agama terasa dan terbukti semakin rasional dan semakin menyentuh. Tetapi, di
71
sisi lain, tidak jarang pula kehausan akan pegangan mengantar sebagian yang lain untuk memahami dan melaksanakan ajaran agama dengan sangat ketat dan- kaku. Sebagai gambaran ekstremnya adalah demikian: seseorang yang dapat dinilai sebagai ilmuwan kadang beranggapan bahwa masyarakat ideal adalah masyarakat yang tidak menggunakan listrik atau kursi karena keduanya belum atau tidak digunakan oleh masyarakat Islam pada masa Rasulullah saw (Shihab, 2006: 395). Akibat yang ditimbulkan oleh usaha belajar sendiri tanpa mengetahui seluk-beluk disiplin ilmu agama, atau bimbingan dari da'i yang belum siap, adalah lahirnya kelompok kecil yang "menyempal" dari masyarakat Islam. Timbulnya kelompokkelompok kecil tersebut bukan saja merugikan diri mereka sendiri dari sudut pandangan agama, tetapi juga merugikan keseluruhan umat Islam bahkan juga masyarakat bangsa. Karena, tidak jarang sikap dan pandangan-pandangan mereka menimbulkan keresahankeresahan sosial. Menurut Shihab, salah satu hal yang harus diantisipasi oleh dakwah di masa datang, adalah kelompok-kelompok semacam itu, yang diduga akan terus bermunculan sebagai salah satu akibat dari kehausan batin serta ketidakmampuan para da'i untuk memberikan kepuasan ruhani dan nalar kepada sasaran dakwah (Shihab, 2006: 396). Keempat, Strategi Dakwah di Daerah Pinggiran dan Pedesaan. Selama ini menurut Shihab, dakwah mengajarkan kepada umat bahwa Islam datang membawa rahmat untuk seluruh alam dan tentunya lebih-lebih lagi untuk pemeluknya. Tetapi, sangat disayangkan bahwa kerahmatan tersebut tidak dirasakan menyentuh segi-segi kehidupan nyata kaum Muslim, lebih-lebih yang hidup di pedesaan. Hal di atas disebabkan antara lain karena yang menyentuh mereka dari ajaran agama selama ini, baru segi-segi ibadah ritual (ibadah murni), sedangkan segi-segi lainnya kalaupun disentuh dan dilaksanakan hanya dalam bentuk individual dan tidak dalam bentuk kolektif. Da'wah bil hal diharapkan menunjang segi-segi kehidupan masyarakat, sehingga pada akhirnya setiap komunitas memiliki kemampuan untuk mengatasi kebutuhan dan kepentingan anggotanya, khususnya dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan kesehatan masyarakat (Shihab, 2006: 398)..
Berdasarkan pendapat M. Quraish Shihab tersebut maka pada intinya M. Quraish Shihab mengingatkan kepada para da'i agar dalam meletakkan
72
strategi dakwah di perkotaan dengan masyarakat pedesaan harus dibedakan. Dakwah pada masyarakat kota lebih dituntut rasional, logis dan mampu menarik benang merah dengan kapasitas kemampuan mad'u perkotaan yang lebih cenderung menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sini para da'i dituntut untuk bisa menguasai IPTEK sehingga pemaparan Islam tidak sekadar menyampaikan ajaran agama yang sudah ada 1500 tahun yang lalu jika dihitung mulai diturunkannya al-Qur'an semasa hidup Nabi Muhammad SAW. Sebaliknya dalam perspektif M. Quraish Shihab bahwa dakwah di pedesaan jangan hanya bersifat normatif yang hanya berbicara yang halal dan haram, namun lebih jauh dari itu dakwah harus menyentuh aspek pembangunan karena masyarakat pedesaan pada umumnya masih tertinggal dalam sektor ekonomi, di antaranya pengangguran, kesenjangan sosial, daya tarik dan bujuk rayu dari kelompok ekonomi yang kuat yang menyeret masyarakat pedesaan pada paham yang serba membolehkan. Betapa kurang berartinya jika penyampaian ajaran agama tidak mampu memecahkan persoalan perut mereka yang kosong. Demikian pula dakwah terhadap kelompok orang yang fanatik dalam arti membabi buta dalam menafsirkan ajaran agama sehingga ditafsirkan secara sempit atau harfiah, maka hal ini menjadi bahaya yang mengancam ketenangan masyarakat. Berdasarkan hal itu maka dalam pandangan M. Quraish Shihab bahwa para da'i harus mampu mengantisipasi bahaya tersembunyi ini, bahaya ini seakan tidak mempunyai gerakan tapi bentuknya
73
pasti.
Penafsiran
yang
keliru
terhadap
agama
yang
hanya
menginterpretasikan agama secara sempit tanpa memiliki standar penafsiran yang mendekati kebenaran maka hal ini menyeret umat Islam pada kesesatan. Lebih jauh dari itu M. Quraish Shihab mengingatkan bahwa tantangan besar untuk para da'i adalah meluruskan para penganut kebebasan yang sebebas-bebasnya dalam menjatuhkan aspek hukum ajaran agama. Jika masalah ushuluddin (pokok agama) maka hal ini sudah tidak bisa ditawar lagi karena ruang akal dibatasi. Dalam kenyataannya masih banyak kelompok yang mencoba menundukkan masalah akidah dengan akal, padahal pada wilayah akidah maka kebenarannya adalah absolut dan tidak bisa semuanya diuji dengan kapasitas akal yang terbatas, kecuali masalah furuiyah atau cabang maka manusia dipersilahkan untuk berijtihad. Namun ini pun tidak bisa dilakukan sembarang orang melainkan harus yang memiliki otoritas atau kemampuan sebagai mujtahid. Jika masalah ijtihad dikembangkan oleh orang yang paham keagamaannya masih dangkal maka hal ini pun bisa menyesatkan umat. Menyikapi pandangan M. Quraish Shihab berkaitan dengan strategi dakwah Islam, maka diperlukan pengenalan yang tepat dan akurat terhadap realitas hidup manusia yang secara aktual berlangsung dalam kehidupan dan mungkin realitas hidup antara satu masyarakat dengan masyarakat lain berbeda. Di sini, juru dakwah dituntut memahami situasi dan kondisi masyarakat yang terus mengalami perubahan, baik secara kultural maupun
74
sosial-keagamaan. Strategi dakwah semacam ini telah diperkenalkan dan dikembangkan oleh Rasulullah Muhammad SAW dalam menghadapi situasi dan kondisi masyarakat Arab saat itu. Strategi dakwah Rasulullah yang dimaksud antara lain menggalang kekuatan di kalangan keluarga dekat dan tokoh kunci yang sangat berpengaruh di masyarakat dengan jangkauan pemikiran yang sangat luas, melakukan hijrah ke Madinah untuk fath alMakkah dengan damai tanpa kekerasan, dan lain sebagainya (Rafi'udin dan Djaliel, 1997: 78). Kemudian, jika dikaitkan dengan era globalisasi saat ini, maka juru dakwah harus memahami perubahan transisional dari transaksi pada kekuatan magis dan ritual ke arah ketergantungan pada sains dan kepercayaan serta transisi dari suatu masyarakat yang tertutup, sakral dan tunggal ke arah keterbukaan, plural dan sekuler. Jadi, suatu strategi tidak bersifat universal. la sangat tergantung pada realitas hidup yang sedang dihadapi. Karena itu, strategi harus bersifat terbuka terhadap segala kemungkinan perubahan masyarakat yang menjadi sasaran dakwah (Pimay, 2005: 53).. Berkaitan dengan perubahan masyarakat yang berlangsung di era globalisasi, maka perlu dikembangkan strategi dakwah Islam sebagai berikut. Pertama, meletakkan paradigma tauhid dalam dakwah. Pada dasarnya dakwah merupakan usaha penyampaian risalah tauhid yang memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal (egaliter, keadilan dan kemerdekaan). Dakwah berusaha mengembangkan fitrah dan kehanifan
75
manusia agar mampu memahami hakekat hidup yang berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Dengan mengembangkan potensi atau fitrah dan kedhaifan manusia, maka dakwah tidak lain merupakan suatu proses memanusiakan manusia dalam proses transformasi sosio-kultural yang membentuk ekosistem kehidupan. Karena itu, tauhid merupakan kekuatan paradigmatis dalam teologi dakwah yang akan memperkuat strategi dakwah. Kedua,
perubahan
masyarakat
berimplikasi
pada perubahan
paradigmatik pemahaman agama. Dakwah sebagai gerakan transformasi sosial sering dihadapkan pada kendala-kendala kemapanan keberagamaan seolah-olah sudah merupakan standar keagamaan yang final sebagaimana agama Allah. Pemahaman agama yang terialu eksoteris dalam memahami gejala-gejala kehidupan dapat menghambat pemecahan masalah sosial yang dihadapi oleh para juru dakwah itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan pemikiran inovatif yang dapat mengubah kemapanan pemahaman agama dari pemahaman yang tertutup menuju pemahaman keagamaan yang terbuka. Ketiga, strategi yang imperatif dalam dakwah. Dakwah Islam berorientasi pada upaya amar ma'ruf dan nahi munkar. Dalam hal ini, dakwah tidak dipahami secara sempit sebagai kegiatan yang identik dengan pengajian umum atau memberikan ceramah di atas podium, lebih dari itu esensi dakwah sebetulnya adalah segala bentuk kegiatan yang mengandung unsur amar ma'ruf dan nahi munkar (Pimay, 2005: 52). Dalam QS. Ali Imran/3: 110, Allah berfirman:
76
(
:
)
Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (Q.S. Ali Imran/3: 110) (Depag RI, 1978: 94).
Selanjutnya, strategi dakwah Islam sebaiknya dirancang untuk lebih memberikan tekanan pada
usaha-usaha
pemberdayaan umat,
baik
pemberdayaan ekonomi, politik, budaya, maupun pendidikan. Karena itu, strategi yang perlu dirumuskan dalam berdakwah perlu memperhatikan asas-asas sebagai berikut. Pertama, asas filosofis, asas ini erat hubungannya dengan perumusan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses atau aktivitas dakwah. Kedua, asas kemampuan dan keahlian (Achievemen and professional) da'i. Ketiga, asas sosiologis, asas ini membahas tentang persoalan-persoalan yang berhubungan dengan situasi dan kondisi masyarakat obyek dakwah. Misalnya situasi politik, ekonomi, keamanan, kehidupan beragama masyarakat dan lain sebagainya. Keempat, asas psikologis, merupakan asas yang membahas tentang aspek kejiwaan manusia, untuk memahami karakter penerima dakwah agar aktivitas dakwah berjalan dengan baik. Kelima, asas efektif dan efisien, hal ini merupakan penerapan prinsip ekonomi dalam dakwah, yaitu pengeluaran sedikit untuk mendapatkan penghasilan yang semaksimal mungkin. Setidak-tidaknya
77
seimbang antara tenaga, pikiran, waktu dan biaya dengan pencapaian hasilnya (Syukir, 1983: 32-33). Karena itu, dakwah masa depan perlu mengagendakan beberapa hal antara lain: Pertama, mendasarkan proses dakwah pada pemihakan terhadap kepentingan masyarakat. Kedua, mengintensifkan dialog dan menjaga ketertiban
masyarakat,
guna
membangun
kesadaran
kritis
untuk
memperbaiki keadaan. Ketiga, memfasilitasi masyarakat agar mampu memecahkan masalahnya sendiri serta mampu melakukan transformasi sosial yang mereka kehendaki. Keempat, menjadikan dakwah sebagai media pendidikan dan pengembangan potensi masyarakat, sehingga masyarakat akan terbebas dari kejahilan dan kedhaifan (Syukir, 1983: 172). Perkembangan akhir-akhir
ini terutama dalam bidang
ilmu
pengetahuan, teknologi dan informasi telah begitu meninggalkan umat Islam jauh di belakangnya. Bahkan dalam perkembangan pemikiran umat Islam sendiri pun belum tersosialisasikan dengan baik. Lagi pula dalam kajiankajian ilmiah bidang keagamaan justru kalah dan tertinggal dari "orang lain" yang mengkaji keislaman, terutama apabila dibandingkan dengan para Orientalis Barat. Juga dalam penerimaan terhadap pemikiran baru, mayoritas umat Islam masih terkesan "menutup diri" dari perkembangan pemikiran keislaman. Realitas ini banyak dijumpai pada daerah-daerah Indonesia, terutama Jawa, yang memiliki tipologi masyarakat yang terkesan masih sangat meminjam istilah Eric Fromm, mitologis dan kultis dengan corak eksklusif dan sektarian. Sehingga mayoritas umat Islam sekarang ini
78
mengalami dis-informasi yang berakibat timbulnya "keterbelahan jiwa" atau mental dis-order ketika
berhadapan dengan segala sesuatu
yang
dianggapnya baru serta modern. Karena daya inferiority complex yang berlebihan itu banyak umat Islam yang terkesan phobi terhadap gejalagejala baru dalam pemahaman keagamaan yang mereka anggap sebagai produk Barat. Walaupun itu menyangkut perkembangan umat Islam sendiri. Sehingga sikap yang diperlihatkan terkesan amat ambiguistis. Hal ini paling tidak disebabkan oleh tiga hal: a. Umat Islam kurang respect terhadap perkembangan informasi-informasi baru baik dalam skala umum ataupun religi lewat media-media yang tersedia baik cetak maupun lainnya. Bahkan masih banyak para da'i yang membuat jalur pemisah antara faktor agama dengan faktor yang dianggapnya profan seperti pembangunan nasional umpamanya. Sehingga materi tentang pembangunan nasional tidak termasuk dalam agenda dakwah mereka. b. Akibat dari yang pertama, para da'i yang selama ini menjadi kunci informasi religius bagi umat beragama kurang/tidak mampu memberikan dan mensosialisasikan informasi-informasi yang sangat dibutuhkan umat sehubungan dengan perkembangan yang terjadi. c. Kedua dilema di atas berakibat metoda dakwah sampai saat ini simplifikasinya masih dalam tataran fiqih-sentris (Ibadah dan amaliyahmahdhah par exelence).
79
Hal itu dapat sedikit diantisipasi dengan upaya memperluas cakrawala pengetahuan para ulama dan cendekiawan, karena problem yang ada selama ini, masih banyak da'i yang masih terjebak dalam kondisi berpikir 'ala mazhabi yang berakibat dakwahnya terkesan sangat eksklusifistik dan sektarianis. Mereka terjerembab dalam sudut pemahaman normatifitas an sich, tanpa memperimbangkan aspek empiris-praksis dalam sosial kemasyarakatan. Akibatnya Islam seakan-akan hanya menjadi sejumlah konsep hukum epistimologis yang tidak memiliki kemampuan pembaruan aspek-aspek sosio-kultural, ekonomi dan politik, (contradictio in-terminis). Padahal tiga konsep inilah yang dapat mendatangkan perubahan umat Islam menuju kemajuannya ('izzu al-lslam wa al-muslimin). Sedangkan pada masa ketika agama dihadapkan pada problematika zaman baik sosial atau lingkungan seperti saat ini, yang disinyalir sebagai krisis global, dalam era dunia yang serba absurd dan tidak menentu, dengan segala kompleksitas permasalahannya terutama bidang bio-teknologi, dibutuhkan da'i-da'i yang "tercerahkan" yang mampu menampilkan Islam secara kaffah (prima) baik dalam segi eksoteris maupun esoterisnya. Sehingga yang dibutuhkan bukan lagi Islam yang tersekat dalam Sunni ataupun Syi'i, apalagi Islam Syafi'i dan yang lebih kecil lagi, karena Islam yang demikian itu bukanlah Islam yang terkategorikan dalam alQur'an, namun Islam yang benar adalah Islam Ciniversal (kaffah) yang memandang realitas selalu dalam skala normatifitas-empiris murni dengan prinsip ekuilibriumnya, yang membawa
80
kemampuan
maksimal dalam
peran pembangunan yang diambil dalam konstruk akademis-intelektual maupun praxis-aktual. Sehingga pada saatnya nanti Islam mampu menampilkan diri sebagai agama yang bukan hanya "sekadar agama", namun bisa menjawab seluruh rangkaian program zaman, yang tidak menutup kemungkinan Islam harus mampu menampilkan teologi "parsial" dalam dimensi Insaniyyah, seperti teologi ekologi, teologi biotik, teologi medis dan bentuk teologi developmentalisme
lain dalam rangka
mewujudkan Islam yang mampu "mendikte" zaman. 4.2.
Analisis Posisi Strategi Dakwah Menurut M. Quraish Shihab Dikaitkan dengan Manajemen Dakwah Dalam sub ini, penulis hendak menganalisis posisi strategi dakwah M. Quraish Shihab dikaitkan dengan fungsi-fungsi manajemen dakwah yang meliputi perencanaan, organisasi, penggerakkan dan fungsi control dakwah. Pertama, fungsi perencanaan dakwah Pada perencanaan dakwah terkandung di dalamnya mengenai hal-hal yang harus dikerjakan seperti apa yang harus dilakukan, kapan, di mana dan bagaimana melakukannya. Strategi dakwah M. Quraish Shihab memuat fungsi perencanaan dakwah, karena strateginya sudah menyangkut merumuskan sasaran atau tujuan dari organisasi dakwah tersebut, menetapkan strategi menyeluruh untuk mencapai tujuan dan menyusun hirarki
lengkap
mengkoordinasikan
rencana-rencana kegiatan-kegiatan.
81
untuk Pada
mengintegrasikan perencanaan
dan
dakwah
menyangkut tujuan apa yang harus dikerjakan, dan sarana-sarana bagaimana yang harus dilakukan. Strategi dakwah merupakan bagian dari perencanaan dakwah karena strategi dakwah termasuk pencapaian tujuan dakwah yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan penentuan dan perumusan strategi atau sasaran dalam rangka pencapaian tujuan dakwah yang telah ditetapkan sebelumnya merupakan salah satu pembahasan terhadap proses perencanaan dakwah, dan perencanaan dakwah merupakan salah satu fungsi manajemen dakwah. Manajemen seperti dikemukakan R.Terry adalah Mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan, dilakukan oleh individu-individu yang menyumbangkan upayanya yang terbaik melalui tindakan-tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal tersebut meliputi pengetahuan tentang apa yang harus mereka lakukan, menetapkan cara bagaimana melakukannya, memahami bagaimana mereka harus melakukannya dan mengukur efektivitas dari usaha-usaha mereka (R.Terry, 1993: 9). Dalam buku yang lain R.Terry (1977: 4) menyatakan, Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling, performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human beings and other resources. (manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan: perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan dan pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber-sumber lain). Dari penjelasan tersebut maka dapat dirumuskan bahwa manajemen dakwah adalah proses merencanakan tugas, mengelompokkan tugas, menghimpun dan menempatkan tenaga-tenaga pelaksana dalam kelompokkelompok tugas dan kemudian menggerakkannya ke arah pencapaian tujuan dakwah (Shaleh,1977: 44).
82
Dengan merujuk pada penjelasan di atas, maka jelaslah bahwa strategi dakwah menurut M. Quraish Shihab merupakan bagian dari manajemen dakwah, khususnya fungsi perencanaan dakwah dan lebih khususnya lagi masuk dalam kategori penentuan dan perumusan sasaran dalam rangka pencapaian tujuan dakwah. Manakala mengkaji jalan pelaksanaan dakwah dalam rangka pencapaian apa yang menjadi tujuannya, terdiri dari serentetan aktifitas yang meliputi berbagai aspek, yang dilakukan secara tahap demi tahap dalam masamasa tertentu. Pada setiap tahap yang dilakukan dalam suatu periode atau tenggang waktu tertentu, di samping perlu ditentukan hasil apa yang harus dapat dicapai oleh pelaksanaan dakwah secara keseluruhan, juga perlu ditetapkan hasil apa yang diharapkan dapat dicapai atau diperoleh oleh masing-masing bidang itu. Hasil-hasil yang diharapkan dapat dicapai oleh penyelenggaraan dakwah dalam setiap tahapan, apakah itu hasil keseluruhan ataupun hasil dari masing-masing bidang, disebut sasaran atau target dakwah. Dengan demikian sasaran dakwah itu adalah merupakan bagian dari tujuan dakwah. Ia adalah merupakan titik-titik tertentu dari hasil yang harus dicapai dalam setiap tahapan dalam rangka pencapaian tujuan dakwah yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam rangka perencanaan dakwah, penentuan dan perumusan strategi dakwah merupakan langkah kedua setelah dilakukannya perkiraan dan perhitungan mengenai berbagai kemungkinan di masa depan. Penentuan dan perumusan strategi dakwah ini adalah sangat penting. Oleh karena rencana
83
dakwah hanya dapat dirumuskan dengan baik bilamana terlebih dahulu diketahui dengan baik apa yang menjadi sasaran dan bagaimana strategi dari penyelenggaraan dakwah itu. Tanpa mengetahui sasaran apa yang hendak dicapai dan bagaimana strateginya tidak mungkin dapat ditetapkan langkahlangkah dan tindakan-tindakan apa yang harus dilaksanakan. Begitu pula metode dan sarana yang diperlukan. Dengan demikian sasaran yang hendak dicapai dan strategi yang dirumuskan merupakan landasan bagi langkahlangkah berikutnya dalam rangka perencanaan dakwah. Bahkan lebih dari itu, sasaran dan strategi dakwah sebenarnya adalah juga merupakan landasan atau dasar dari fungsi management yang lain, yaitu pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian. Dalam
penyusunan
pola
dan
bentuk
usaha
kerjasama
atau
pengorganisasian dakwah, yang mencakup aktivitas pengelompokan tugastugas pekerjaan dalam kesatuan-kesatuan tertentu, pemberian tugas pekerjaan kepada para pelaku dakwah serta pemberian wewenang dan penjalinan hubungan di antara mereka, yang dijadikan ukuran utama adalah sasaran dakwah yang hendak dicapai itu serta strategi untuk pencapaiannya. Begitu pula dalam menjalankan fungsi penggerakan dakwah, sasaran dan strategi adalah merupakan pedoman yang tidak boleh diabaikan. Ini berarti bahwa dalam memberikan motivasi, bimbingan dan koordinasi terhadap para pelaku dakwah, begitu pula dalam mengkomunikasikan berbagai persoalan, membina dan mengembangkan para pelaku dakwah, maka faktor sasaran dan strategi dakwah adalah sangat penting dan menentukan. Selanjutnya dalam
84
melaksanakan pengendalian dakwah, cara yang paling efektif adalah mengetahui terlebih dahulu apa yang hendak dicapai oleh penyelenggaraan dakwah itu. Dengan jalan mengadakan pemeriksaan terhadap penyelenggaraan dakwah, baik yang sedang dalam proses maupun yang sudah selesai dan kemudian
membandingkannya
dengan
sasaran
dan
strategi
untuk
mencapainya, dapatlah segera diketahui apakah proses dakwah dapat berjalan dengan baik ataukah tidak. Pendek kata, sasaran dan strategi dakwah adalah merupakan landasan atau dasar bagi seluruh tindakan dalam rangka penyelenggaraan dakwah. Mengingat demikian pentingnya peranan sasaran dan strategi bagi penyelenggaraan dakwah, maka sasaran yang hendak dicapai dan strategi untuk mencapainya haruslah dirumuskan dengan jelas, sehingga mudah dipahami oleh setiap orang, terutama para pelaku dakwah. Perumusan sasaran dakwah dan strategi yang tidak jelas akan berakibat timbulnya kekaburan, penafsiran yang bermacam-macam, dan sebagainya, yang ini tentu saja akan mengakibatkan kesimpang siuran dan kekacauan. Selanjutnya sesuai dengan pentingnya peranan sasaran dan strategi bagi seluruh tindakan dakwah yang akan dilakukan, maka haruslah diusahakan agar sasaran dan strategi yang ditetapkan dan dirumuskan itu benar-benar efektif. Untuk itu ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu ; a
Tujuan dakwah Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa sasaran dan strategi merupakan bahagian dari pencapaian dakwah. Sebagai bahagian,
85
oleh karena itu sasaran dan strategi harus bersifat menunjang dan memberikan sumbangan ke arah pencapaian tujuan dakwah. Penetapan sasaran dan strategi yang tidak menunjang dan menghampiri tujuan dakwah, apalagi yang menyimpanginya, adalah merupakan tindakan yang sia-sia. Sebab penyelenggaraan dakwah yang didasarkan pada sasaran dan strategi yang serupa itu, pada hakekatnya tidak dapat dinamakan sebagai tindakan dakwah Islam. Suatu tindakan atau usaha barulah dapat dinamakan dakwah Islam bilamana usaha itu dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan dakwah, yaitu terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridlai oleh Allah Swt. Tujuan dakwah yang semacam itulah yang harus dijadikan sebagai dasar dan landasan bagi seluruh gerak dan dinamika dakwah. la memberikan motivasi dan inspirasi kepada para pelaku dan penyelenggara dakwah, sehingga mereka dengan tabah dan tekun serta tidak kenal menyerah, mampu melaksanakan usaha yang besar itu. la pulalah yang membuat para pelaku dakwah, terutama di zaman Rasul Allah s.a.w; bersedia mengorbankan apa saja yang dimilikinya. Atas dasar itulah,
maka dalam hendak menetapkan dan
merumuskan sasaran dan strategi apa yang diharapkan bisa mencapai tujuan penyelenggaraan dakwah yang direncanakan itu, pimpinan dakwah harus sudah memahami terlebih dahulu tujuan dan strategi dakwah. b
Masalah-masalah yang dihadapi masyarakat
86
Sasaran yang hendak dicapai oleh penyelenggaraan dakwah hendaknya merupakan jawaban terhadap persoalan-persoalan yang tengah dihadapi oleh masyarakat. Atas dasar ini maka sebelum sasaran
dan
strategi dakwah itu ditentukan, haruslah dapat diidentifikasikan masalahmasalah apa yang tengah dihadapi oleh masyarakat itu. Sebagai contoh, bilamana dapat diidentifikasikan bahwa persoalan-persoalan yang sangat mendesak adalah soal sandang pangan misalnya, maka meletakkan strategi dakwah pada bidang sosial ekonomi tentulah akan mendapatkan tanggapan dan perhatian yang sangat positif dari masyarakat. Apabila usaha-usaha dalam rangka dakwah itu telah mendapatkan simpati masyarakat, maka terbukalah jalan bagi usaha-usaha dakwah yang lebih meningkat lagi. Sehingga secara tahap demi tahap masyarakat dapat digerakkan dan dibawa ke arah tujuan dakwah. c
Hasil penyelenggaraan dakwah di masa lampau Strategi yang telah dicapai beserta dengan data mengenai penyelenggaraan dakwah di masa lampau mempunyai arti penting bagi penetapan sasaran dakwah di masa depan. Hasil nyata yang telah dicapai itu dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan untuk periode yang lalu. Dari hasil perbandingan ini akan terlihat berbagai kemungkinan tentang bagaimana
strategi dakwah di masa lampau
itu telah
diselenggarakan. Kemungkinan pertama, bahwa hasil nyata yang telah dicapai tidak sesuai atau menyimpang dari sasaran yang telah ditetapkan. Kemungkinan kedua, bahwa hasil nyata yang telah dicapai ternyata
87
mendekati sasaran yang telah ditetapkan. Kemungkinan ke tiga, hasil nyata yang telah dicapai, sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. Kemungkinan ke empat, bahwa hasil nyata yang telah dicapai dapat melampaui sasaran yang telah ditetapkan. Hasil perbandingan tersebut setelah dilengkapi dengan data mengenai
berbagai
faktor
yang
ada
pada
waktu
dakwah
itu
diselenggarakan, kemudian dianalisa. Dari hasil analisa akan segera dapat dijawab persoalan-persoalan yang menyangkut berbagai kemungkinan tersebut di atas. Mengenai kemungkinan pertama, bahwa sasaran yang telah ditetapkan itu tidak dapat dicapai, mungkin karena strategi itu ditetapkan pada taraf yang terlampau tinggi, sehingga berada di luar jangkauan penyelenggara dakwah. Atau dapat juga terjadi bahwa strategi sudah ditetapkan secara realistis, akan tetapi dalam proses pencapaiannya ternyata tidak cukup tersedia faktor-faktor yang diperlukan. Begitu pula mengenai kemungkinan ke dua dan ke tiga, bahwa strategi yang telah ditetapkan cukup realistis, sedang faktor-faktor yang diperlukan cukup tersedia, sehingga memungkinkan proses pencapaiannya dapat berjalan dengan sempurna. Adapun mengenai kemungkinan terakhir, bahwa strategi ditetapkan pada taraf terlalu rendah, sehingga mudah untuk mencapainya. Atau juga dapat terjadi sasaran cukup realistis, sedang faktor-faktor yang diperlukan cukup tersedia, sehingga memberikan dorongan yang besar untuk mencapai sasaran itu.
88
Dari uraian di atas dapatlah diambil kesimpulan, bahwa hasil nyata dari proses dakwah pada setiap tahapan, dipengaruhi oleh dua macam faktor, yaitu faktor penetapan strategi dan faktor yang terdapat pada proses penyelenggaraan dakwah. Atas dasar itulah maka dalam hendak menetapkan strategi dakwah di masa depan, sangat penting artinya untuk mengadakan penelitian dan penilaian terhadap faktor sasaran, dan faktor penyelenggaraan dakwah di masa lampau. Sehingga strategi dakwah di masa depan dapat ditetapkan dengan tepat dan realistis. Kedua, fungsi pengorganisasian dakwah Strategi
dakwah
M.
Quraish
Shihab
mengandung
fungsi
pengorganisasian dakwah. Alasannya karena dalam strateginya terdapat rangkaian aktivitas dalam menyusun suatu kerangka yang menjadi wadah bagi segenap kegiatan usaha dakwah dengan jalan membagi dan mengelompokkan pekerjaan yang harus dilaksanakan serta menetapkan dan menyusun jalinan hubungan kerja di antara satuan-satuan organisasi. Mengorganisir dakwah berarti menghimpun dan mengatur sumber daya dan tenaga ke dalam suatu kerangka struktur tertentu, sehingga kegiatan dakwah dapat tercapai sesuai rencana. Pelaksanaan dakwah dapat berjalan secara efisien dan efektif serta tepat sasaran, apabila diawali dengan perencanaan yang diikuti dengan pengorganisasian. Oleh karena itu, pengorganisasian memegang peranan penting bagi proses dakwah. Sebab dengan pengorganisasian, rencana dakwah
89
akan
lebih
mudah
pelaksanaannya,
mudah
pengaturannya
bahkan
pendistribusian tenaga muballig dapat lebih mudah pengaturannya. Hal ini didasarkan pada adanya pengamalan dan pengelompokan kerja, penentuan dan pelimpahan wewenang dan tanggungjawab ke dalam tugas-tugas yang lebih rinci serta pengaturan hubungan kerja kepada masing-masing pelaksana dakwah. Adapun tujuan diperlukannya pengorganisasian dakwah yang pada hakekatnya adalah untuk mengemban tujuan dakwah itu sendiri, dapat dirumuskan sebagai suatu kegiatan bersama untuk mengaktualisasikan nilainilai dan ajaran Islam dalam bentuk amar ma'ruf nahi mungkar dan amal saleh dalam kehidupan sehari-hari,
baik secara
pribadi,
berkeluarga dan
bermasyarakat, sehingga mewujudkan masyarakat yang baik, sejahtera lahir dan batin dan berbahagia di dunia dan di akhirat. Ketiga, fungsi penggerakan dakwah Strategi dakwah M. Quraish Shihab mengandung atau memuat fungsi penggerakan dakwah. Alasannya karena ada seluruh proses pemberian motivasi kerja kepada para bawahan sedemikian rupa, sehingga mereka mampu bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis. Setelah rencana dakwah ditetapkan, begitu pula setelah kegiatan-kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan itu dibagi-bagikan kepada para pendukung dakwah, maka tindakan berikutnya dari pimpinan dakwah adalah menggerakkan mereka untuk segera melaksanakan kegiatan-kegiatan itu, sehingga apa yang menjadi tujuan dakwah benar-benar tercapai. Tindakan
90
pimpinan menggerakkan para pelaku dakwah itu disebut "penggerakan" (actuating) Inti kegiatan penggerakan dakwah adalah bagaimana menyadarkan anggota suatu organisasi untuk dapat bekerjasama antara satu dengan yang lain. Suatu organisasi hanya bisa hidup apabila di dalamnya terdapat para anggota yang rela dan mau bekerja-sama satu sama lain. Pencapaian tujuan organisasi akan lebih terjamin apabila para anggota organisasi dengan sadar dan atas dasar keinsyafannya yang mendalam bahwa tujuan pribadi mereka akan tercapai melalui jalur pencapaian tujuan organisasi. Kesadaran merupakan tujuan dari seluruh kegiatan penggerakan yang metode atau caranya harus berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang dapat diterima oleh masyarakat. Keempat, fungsi control Strategi dakwah M. Quraish Shihab mengandung fungsi control. Pengendalian berarti proses, cara, perbuatan mengendalikan, pengekangan, pengawasan atas kemajuan (tugas) dengan membandingkan hasil dan sasaran secara teratur serta menyesuaikan usaha (kegiatan) dengan hasil pengawasan. Pengertian pengendalian menurut istilah adalah proses kegiatan untuk mengetahui hasil pelaksanaan, kesalahan, kegagalan untuk diperbaiki dan mencegah terulangnya kembali kesalahan itu, begitu pula mencegah sebagai pelaksanaan tidak berbeda dengan rencana yang telah. Pengawasan mencakup mengevaluasi pelaksanaan kerja dan jika perlu memperbaiki apa yang sedang dikerjakan untuk menjamin tercapainya hasil-
91
hasil menurut rencana. Mengevaluasi pelaksanaan kerja merupakan kegiatan untuk meneliti dan memeriksa pelaksanaan tugas-tugas perencanaan semula betul-betul dikerjakan sekaligus until) mengetahui terjadinya penyimpangan, penyalahgunaan, kebocoran, kekurangan dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Pengendalian atau pengawasan yang dilakukan sering disalah artikan untuk sekedar mencari-cari kesalahan orang lain. Padahal sesungguhnya pengendalian atau pengawasan ialah tugas untuk mencocokkan program yang telah digariskan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Pengendalian terhadap
pelaksanaan dakwah
diperlukan untuk dapat
mengetahui tugas-tugas dakwah yang dilaksanakan oleh para pelaksana dakwah,
tentang
bagaimana
tugas
itu
dilaksanakan,
sejauh
mana
pelaksanaannya, penyimpangan yang terjadi. Oleh karena itu, dengan pengendalian
dakwah
dapat
diambil
kemungkinan adanya penyelewengan.
92
tindakan
pencegahan
terhadap
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab satu sampai dengan bab empat sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 5.1.1. Strategi dakwah M. Quraish Shihab yaitu agar para da'i dalam meletakkan strategi dakwah di era teknologi canggih dengan masyarakat yang belum tersentuh teknologi canggih hams dibedakan. Dakwah pada masyarakat di era teknologi canggih lebih dituntut rasional, logis dan mampu menarik benang merah dengan kapasitas kemampuan mad'u yang lebih cenderung menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sini para da'i dituntut untuk bisa menguasai IPTEK sehingga pemaparan Islam tidak sekadar menyampaikan ajaran agama yang sudah ada 1500 tahun yang lalu jika dihitung mulai diturunkannya al-Qur'an semasa hidup Nabi Muhammad SAW. 5.1.2. Posisi strategi dakwah M. Quraish Shihab mengandung dan berkaitan dengan fungsi-fungsi manajemen dakwah. Strategi dakwah menurut M. Quraish Shihab merupakan bagian dari manajemen dakwah, khususnya fungsi perencanaan dakwah dan lebih khususnya lagi masuk dalam kategori penentuan dan perumusan sasaran dalam rangka pencapaian tujuan dakwah. Dalam rangka perencanaan dakwah, penentuan dan perumusan
strategi dakwah merupakan
93
langkah kedua setelah
dilakukannya
perkiraan
dan
perhitungan
mengenai
berbagai
kemungkinan di masa depan. Penentuan dan perumusan strategi dakwah ini adalah sangat penting. Oleh karena rencana dakwah hanya dapat dirumuskan dengan baik bilamana terlebih dahulu diketahui dengan baik apa yang menjadi sasaran dan bagaimana strategi dari penyelenggaraan dakwah itu. 5.2 Saran-saran Kepada para da'i hendaknya konsep strategi dakwah M Quraish Shihab dijadikan masukan dalam rangka keberhasilan dakwah di tengah kehidupan yang makin modern. Strategi dakwah menurut M. Quraish Shihab merupakan bagian dari manajemen dakwah, khususnya fungsi perencanaan dakwah dan lebih khususnya lagi masuk dalam kategori penentuan dan perumusan sasaran dalam rangka pencapaian tujuan dakwah. 5.3 Penutup Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT. atas rahmat dan ridhanya pula tulisan ini dapat diangkat dalam bentuk skripsi. Peneliti menyadari bahwa di sana-sini terdapat kesalahan dan kekurangan baik dalam paparan maupun metodologinya. Karenanya dengan sangat menyadari, tiada gading yang tak retak, maka kritik dan saran membangun dari pembaca menjadi harapan peneliti. Semoga Allah SWT meridhainya. Wallahu a'lam.
94
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Amrullah. 1983. Dakwah Islam dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Primaduta. AM. Romly, 2003. Medan dan Bahan Dakwah. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara. Amirin, Tatang. 1995. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Anas, Ahmad. 2006. Paradigma Dakwah Kontemporer. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra. Arifin, M. 2003. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara. Basit, Abdul. 2006. Wacana Dakwah Kontemporer. Yogyakarta: pustaka Pelajar. Hasibuan, Malayu S.P., 1989. Manajemen, Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: PT Gunung Agung. Mahmuddin, 2004. Manajemen Dakwah Rasulullah (Suatu Telaah Historis Kritis). Jakarta: Restu Ilahi. Manullang, M., 1963. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Balai Aksara. Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rosda Karya. Muchtarom, Zaini, 1997. Dasar-Dasar Manajemen Dakwah. Yogyakarta: AlAmin. Muhammadiyah, Hilmi, dan Syamsudin M.Pay (editor). 2000. Dakwah dan Globalisasi. Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Sosial. Munir, M., dan Wahyu Ilaihi. 2006. Manajemen Dakwah. Jakarta: Prenada Media Nitisemito, Alex.S., 1978. Management Suatu Dasar dan Pengantar. Jakarta: Sarana Press Panglaykim dan Hazil Tanzil, 1981. Manajemen Suatu Pengantar. Jakarta: Ghalia Indonesia. Pimay, Awaludin, 2005, Paradigma Dakwah Humanis Strategi dan Metode Dakwah Prof. KH. Saifuddin Zuhri, Semarang: RaSAIL. R.Terry, George, 1977. Principles of Management. Richard D. Irwin, INC. Homewood, Irwin-Dorsey Limited Georgetown, Ontario L7G 4B3.
95
-------, 1986. Asas-Asas Manajemen. Terj. Winardi, Bandung: Alumni. -------, 1993. Prinsip-prinsip Manajemen. Terj. J. Smith, Jakarta: Bumi Aksara. Rafi'udin dan Maulana Abdul Djaliel. 1997. Prinsip dan Strategi Dakwah. Bandung: Pustaka Setia. Rahman, Arifin Abdul, 1976. Kerangka Pokok-Pokok Management Umum. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. Rakhmat, Jalaluddin. 2004. Islam Alternatif. Bandung: PT Mizan Pustaka. Sardar, Ziauddin. 1996. Tantangan Dunia Islam Abad 21. Bandung: Mizan. Shaleh, A.Rosyad, 1977. Management Da'wah. Jakarta: Bulan Bintang. Shihab, M.Quraish. 2006. Menabur Pesan Ilahi. Jakarta: Lentera Hati. --------. 2003. Wawasan al-Qur'an Tafsir Maudhu i Atas Pelbagai Persoalan Umat, Mizan, Bandung: Anggota IKAPI. --------. 2004. Membumikan al-Qur an. Bandung: Mizan Khasanah Ilmu-Ilmu Islam. Siagian, Harbangan, 1993. Manajemen Suatu Pengantar. Semarang: Satya Wacana. Siagian, Sondang, 1984. Filsafat Administrasi. Jakarta: Gunung Agung. --------, 1986. Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta: Gunung Agung. --------, 1986. Peranan Staf Dalam Managemen, Jakarta: Gunung Agung --------, 2004. Manajemen Stratejik, Jakarta: PT Bumi Aksara Soejoeti dkk. 1998. Al-Islam dan IPTEK, Buku 1, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Soekarno, 1986. Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta: Miswar Sujadi, F.X, 1990, O.M. Organization and Methods, Jakarta: CV Haji Masagung Suryabrata, Sumardi. 1992. Metodologi penelitian, Jakarta: Rajawali Press. Sutarto, 1987. Dasar-Dasar Organisasi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press Syukir, Asmuni, 1983. Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: al-Ikhlas.
96
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Dewi Thoharoh
NIM
: 1105025
Tempat / tgl. lahir
: Kendal, 1 Maret 1988
Alamat Asal
:Jl. KH Hasyim Kholil Asyari Rt 01/04 Kebonharjo Patebon Kendal 51351
Pendidikan
:- SD Kebonharjo 02 lulus th. 1999 - MTs NU Patebon Kendal lulus th 2002 - MAN Kendal lulus th 2005 - Fakultas Dakwah Jurusan Manajemen Dakwah IAIN Walisongo Semarang angkatan 2005
Demikian daftar riwayat hidup pendidikan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan harap maklum adanya.
Dewi Thoharoh
97