PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE ACCELERATED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN ADAPTIF SISWA SMP Rizki Wahyu Yunian Putra1, Linda Sari2 Pendidikan Matematika, IAIN Raden Intan
[email protected]
12
ABSTRAK Kemampuan penalaran adaptif merupakan kompetensi yang harus dimiliki siswa, namun kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan penalaran adaptif siswa masih belum memuaskan. Pembelajaran dengan metode accelerated learning diterapkan dengan harapan untuk meningkatkan kemampuan penalaran adaptif sisw. Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran adaptif siswa dengan metode accelerated learning lebih baik dari pembelajaran biasa. Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment atau eksperimen semu dengan rancangan pretest-posttest control group design. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Bandar Lampung. Soal-soal yang diberikan adalah soal-soal kemampuan penalaran adptif pada materi relasi dan fungsi, uji coba tes kemampuan penalaran adptif diuji secara teoritik oleh validator dengan gambaran bahwa soal tes dapat dipahami dengan baik dan secara empirik validitas dan reliabilitas memenuhi karakteristik untuk digunakan dalam penelitian, tingkat kesukaran dan daya pembeda soal sudah bisa digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran adaptif. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji perbedaan rataan dan uji N-Gain. Hasil penelitian ini adalah siswa yang pembelajarannya menerapkan pembelajaran dengan metode accelerated learning peningkatan kemampuan penalaran adaptif secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran biasa ditinjau secara keselurahan. Kata kunci: Accelerated Learning, kemampuan penalaran adaptif. PENDAHULUAN Hal yang menjadi permasalahan saat proses belajar mengajar adalah banyaknya siswa yang berpendapat bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sulit untuk dipahami. Sejalan dengan yang dikatakan Freudenthal dalam Steen bahwa sejumlah besar anak-anak beranggapan bahwa matematika itu sulit. Kesulitan anak dalam belajar matematika terletak pada kegagalannya dalam memahami ide matematika dengan pikirannya sendiri (Suherman dkk, 2003).
117
Dalam proses pembelajaran diperlukan kemandirian dari siswa untuk mampu mengembangkan dan merumuskan ide-ide matematikanya. Ruseffendi menyatakan bahwa matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran (Suherman dkk, 2003). Mengacu pada pendapat tersebut, penalaran merupakan salah satu aspek penting untuk memperoleh hasil belajar matematika yang baik. Persoalan yang terjadi adalah bagaimana cara menanamkan konsep-konsep materi pembelajaran agar dapat meningkatkan kemampuan penalaran siswa. Proses pembelajaran yang terjadi kebanyakan berasal dari pemikiran guru. Soemarmo menyatakan, hendaknya guru berusaha agar siswa tidak hanya terampil mengaplikasikan konsep atau rumus saja, tetapi lebih didorong ke arah pencapaian tingkat penalaran yang lebih tinggi (Lia Kurniawati, 2006). Berdasarkan pra survey peneliti melakukan wawancara dengan guru matematika yaitu Ibu Mutiarini, S. Pd didapat informasi bahwa kemampuan penalaran siswa dalam mempelajari matematika masih sangat rendah. Dalam proses pembelajaran masih menggunakan pembelajaran biasa, guru mendominasi dalam pembelajaran. Pada saat pembelajaran berlangsung hanya beberapa siswa saja yang aktif bertanya dan menjawab soal yang diberikan guru, siswa yang kurang aktif dalam proses pembelajaran cenderung mendengar dan mencatat yang disampaikan oleh guru sehingga pembelajaran hanya berjalan satu arah saja, sehingga dalam proses pembelajaran berlangsung kemampuan penalaran adaptif siswa masih belum terlihat. Pembelajaran yang berpusat pada guru tidak menempatkan siswa sebagai subjek didik yang menemukan pengetahuanya, melainkan sebagai objek yang harus disuapi pengetahuan, pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Darhim (2004). Sangat dibutuhkan pembelajaran yang tepat untuk mengakomodasi peningkatan kompetensi siswa sehingga hasil belajar dapat lebih baik khususnya kemampuan penalaran adaptif, salah satunya pembelajaran dengan metode accelerated leraning. Pembelajaran dengan metode accelerated leraning dapat mengkondisikan siswa untuk berfikir ke tahapan yang lebih tinggi. Metode accelerated learning dibagi menjadi enam langkah dasar, yang bertujuan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran dan
118
memberikan kesempatan kepada siswa saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan dan dengan metode pembelajaran accelerated leraning dapat melatih kemampuan penalaran adaptif (Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl, 2002). Selain itu siswa dapat mempunyai banyak kesempatan mengolah informasi sehingga dapat meningkatkan kemampuan penalaran adaptif. Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah peningkatan kemampuan penalaran adaptif siswa dengan metode accelerated learning lebih baik dari pembelajaran biasa. 1. Metode Accelerated Learning Prinsip-prinsip dasar accelerated learning yang paling berhasil dijalankan adalah sebagai berikut: belajar melibatkan seluruh pikiran dan tubuh, belajar adalah berkreasi, kerja sama membantu proses belajar, pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan, belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri (dengan umpan balik), emosi positif sangat membantu pembelajaran, otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis (Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl, 2002). Menurut Colin Rose (2002) metode accelerated learning adalah mempercepat pemahaman siswa tentang suatu konsep dalam proses pembelajaran. Siswa dituntut untuk aktif dalam setiap proses pembelajaran, dengan mengalami sendiri dan terlibat langsung dalam proses belajar maka belajar matematika akan lebih efektif dan konsep makin lama makin jelas. Peran guru disini sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk memperoleh pemahamannya sendiri te rhadap pokok bahasan yang diajarkan. Beberapa asumsi pokok pada metode accelerated learning yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan pembelajaran yaitu lingkungan belajar yang positif, keterlibatan pembelajar sepenuhnya, kerja sama diantara pembelajar, variasi yang cocok untuk semua gaya belajar dan belajar kontekstual ( Dave Meier, 2000). Metode accelerated learning dibagi menjadi enam langkah dasar yaitu: motivating your mind (memotivasi pikiran), acquiring the information (memberikan informasi), searching out the meaning (mencari tahu makna), triggering the memory (memicu memori), exhibition what you know
119
(mepresentasikan apa yang diketahui), reflecting on how you have learned (merefleksikan apa yang telah dipelajari). 2. Kemampuan Penalaran Adaptif
Penalaran adaptif merupakan salah satu kecakapan yang harus dimiliki oleh siswa untuk menunjukkan kemampuan belajarnya. Adapun menurut Kilpatrick, Swafford dan Findell dalam bukunya Adding It Up (2001), penalaran adaptif adalah kapasitas untuk berpikir secara logis, memperkirakan jawaban, memberikan penjelasan mengenai konsep dan prosedur jawaban yang digunakan dan menilai kebenarannya secara matematika. Kilpatrick mengemukakan bahwa penalaran adaptif tidak hanya mencakup penalaran deduktif saja yang hanya mengambil kesimpulan berdasarkan pembuktian formal secara deduktif, tetapi penalaran adaptif juga mencakup intuisi dan penalaran induktif dengan pengambilan kesimpulan berdasarkan pola analogi, dan metofora. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa penalaran adaptif memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan penalaran pada umumnya yang hanya mencakup penalaran induktif dan deduktif saja, karena dalam prosesnya penalaran adaptif juga melibatkan proses intuisi. Istilah intuisi atau intuitif adalah kognisi yang ditangkap secara langsung tanpa atau sebelumnya membutuhkan pembenaran atau interprestasi. Pengetahuan intuitif adalah jenis pengetahuan yang tidak didasarkan pada bukti empiris yang cukup atau argument logis yang ketat dan meskipun seperti itu tetap diterima dengan yakin dan jelas. Sementara pemahaman intuitif terjadi jika seseorang dapat dapat memperkirakan atau menduga kebenaran sesuatu tanpa ragu-ragu dan tanpa terlebih dahulu menganalisis secara analitik ( Efraim Fischbein, 2014) Penalaran adaptif tidak hanya menekankan siswa untuk menyelesaikan suatu permasalahan tetapi, siswa dituntut untuk berpikir secara logis yaitu masuk akal dan menggunakan penalarannya secara benar. Hal tersebut berdasarkan fakta yang diketahui sebelumnya, dan benar-benar mempertimbangkan bahawa prosedur penyelesainnya memang sesuai dengan kaidah yang berlaku. Siswa dapat menunjukan penalaran adaptif mereka ketika menemui tiga kondisi (Jeremy Kilpatrick dkk, 2001) yaitu:
120
1. Mempunyai pengetahuan dasar yang cukup. Dalam hal ini siswa mempunyai kemampuan prasyarat yang bagus sebelum memasuki pengetahuan yang baru untuk menunjang proses pembelajaran. 2. Tugas yang dapat dipahami atau dimengerti dan dapat memotivasi siswa. 3. Konteks yang disajikan telah dikenal dan menyenangkan bagi siswa. Indikator yang terdapat dalam penalaran adaptif yaitu : 1. Kemampuan mengajukan dugaan atau konjektur. 2. Kemampuan memberikan alasan mengenai jawaban yang diberikan. 3. Kemampuan menarik kesimpulan dari sebuah pernyataan. 4. Kemampuan memeriksa kesahihan suatu argumen. 5. Kemampuan menemukan pola dari suatu masalah matematika Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dirumuskan bahwa kemampuan penalaran adaptif siswa dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir secara logis mengenai hubungan antara konsep dan situasi melalui penalaran induktif intuitif dan deduktif intuitif. Proses intuisi adalah proses atau kegiatan untuk menduga, menetapkan sesuatu dengan atau tanpa menggunakan bantuan representasi tetapi tanpa terlebih dahulu melakukan pembuktian atau penjelasan secara formal. Dalam penelitian ini difokuskan pada tiga indikator, yaitu: 1) Kemampuan mengajukan dugaan atau konjektur 2) Kemampuan memberikan alasan mengenai jawaban yang diberikan 3) Kemampuan menemukan pola dari suatu masalah matematika Peneliti hanya mengambil tiga indikator tersebut karena dari ketiga indikator tersebut sudah mencakup apa yang dimaksud pengertian penalaran adaptif menurut Kilpatrick, Swafford dan Findell, serta telah memenuhi indikator materi relasi dan fungsi. Pada dasarnya, kemampuan penalaran adaptif sama dengan penalaran lainnya. Yang membedakan kemampuan penalaran adaptif dengan kemampuan penalaran lainnya adalah indikatornya. METODELOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment atau eksperimen semu yang terdiri dari dua kelompok penelitian yaitu kelas eksperimen (kelas
121
perlakuan), kelas ini merupakan kelompok siswa yang pembelajarannya menerapkan pembelajaran dengan metode accelerated learning dan kelompok kontrol (kelas pembanding) adalah kelompok siswa yang pembelajarannya tidak menerapkan pembelajaran
dengan metode accelerated learning (biasa).
Pertimbangan penggunaan desain penelitian ini adalah bahwa kelas yang ada sudah terbentuk sebelumnya, dan pembentukan kelas baru akan menyebabkan kekacauan jadwal pelajaran serta mengganggu efektivitas pembelajaran di sekolah. Sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokkan secara acak. Dengan demikian untuk mengetahui adanya
perbedaan kemampuan
komunikasi matematis siswa terhadap pembelajaran matematika dilakukan penelitian dengan desain kelompok kontrol non-ekuivalen (Ruseffendi, 2005: 52) berikut:
Keterangan: = Kelompok ekperimen = Kelompok Kontrol = Perlakuan pembelajaran menggunakan metode accelerated learning Perlakuan pembelajaran menggunakan metode ceramah (pembelajaran biasa) Pretest Kelompok Eksperimen = Pretest Kelompok Kontrol Posstest Kelompok Eksperimen = Posstest Kelompok Kontrol 2. Populasi dan Sampel Penelitian Penelitian ini dilakukan di salah satu Sekolah Menengah Pertama Negeri di Bandar Lampung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII salah satu Sekolah Menengah Pertama Negeri di Bandar Lampung semester ganjil pada tahun ajaran 2016/2017.
122
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik acak kelas, yaitu mengambil sampel secara acak tanpa melihat kemampuan siswa yang terdapat di dalam kelas tersebut. Kemudian membuat suatu undian dari 10 kelas tersebut diundi dengan melakukan dua kali pengundian yang masing-masing sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan teknik tersebut diperoleh kelas VIII H sebagai kelas eksperimen (kelas yang memperoleh pembelajaran dengan metode accelerated learning) dan kelas VIII J sebagai kelas kontrol (kelas yang memperoleh pembelajaran biasa) dengan penimbang Wakil Kepala Sekolah dan guru. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Kemampuan Penalaran Adaptif Data kemampuan komunikasi matematis diperoleh melalui pre-test dan post-test, dan N-gain. Berikut ini merupakan deskripsi pre-test, post-test, dan Ngain pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tabel 1. Statistik Deskriptif Kemampuan Penalaran Adaptif Nilai Pre-test Post-test N-gain
N 30 30 30
Eksperimen Kontrol SD % N SD 38,103 14,965 38,1 29 39 16,26 75,86 9,826 75,8 29 68, 66 11, 29 0,624 0,006 29 0,492 0,009 Skor Maksimum Ideal = 100
% 39 11,2
Berdasarkan Tabel 1 di atas, diperoleh rataan pre-test untuk kelas eksperimen sebesar 38,103 dan untuk kelas kontrol sebesar 39. Rataan pre-test kedua kelas relatif sama sebelum diberikan perlakuan. Persentase skor diperoleh dari hasil bagi skor rataan dengan skor ideal dikali 100%. Rataan skor post-test kemampuan penalaran adaptif pada kelas eksperimen adalah 75,86 lebih tinggi dari kelas kontrol dengan rataan post-test sebesar 68,66. Rataan N-gain kemampuan penalaran adaptif pada kelas eksperimen adalah 0,624 dengan klasifikasi peningkatan sedang dan untuk kelas kontrol sebesar 0, 492 dengan klasifikasi peningkatan sadang. Berikut secara ringkas disajikan perbandingan rataan skor pre-test, post-test, dan N-gain kemampuan penalaran adaptif.
123
Tabel 2. Rataan Skor Pre-test, Post-test, dan N-gain Kemampuan Penalaran Adaptif Siswa Kelas Eksperimen Kontrol
Pre-test 38,103 39
Post-test 75,86 68, 66
N-gain 0,624 0,492
Dari Tabel 2 di atas tampak bahwa rataan pre-test kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak jauh berbeda, nilai rataan kelas eksperimen 38,103 sedangkan kelas kontrol 39 yang menunjukkan bahwa kemampuan awal kedua kelas relatif sama sebelum diberikan perlakuan. Sedangkan untuk rataan post-test kelas eksperimen yang menerapkan pembelajaran dengan metode accelerated learning menunjukkan hasil yang lebih baik dengan nilai rataan 75,86 dibandingkan kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran biasa dengan nilai rataan 68,66. Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan skor kemampuan penalaran adaptif siswa setelah pembelajaran dilaksanakan. Analisis Skor N-gain Kemampuan Penalaran Adaptif Pembelajaran Analisis skor N-gain kemampuan penalaran adaptif menggunakan data gain ternormalisasi, data gain ternormalisasi juga menunjukkan klasifikasi peningkatan skor siswa yang dibandingkan dengan skor maksimal idealnya. Rataan N-gain menggambarkan peningkatan kemampuan penalaran adaptif siswa yang menerapkan pembelajaran dengan metode accelerated learning maupun yang mendapat pembelajaran biasa. Rangkuman rataan N-gain kemampuan penalaran adaptif siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan dalam Tabel berikut. Tabel 3. Rataan dan Klasifikasi N-gain Kemampuan Penalaran Adaptif Kelas Eksperimen Kontrol
Rataan N-gain 0,624 0,492
Klasifikasi Sedang Sedang
Dari Tabel 3 di atas terlihat bahwa siswa yang menerapkan pembelajaran dengan metode accelerated learning (kelas eksperimen) memiliki rataan skor Ngain0,624 sedangkan siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa (kelas kontrol) memiliki rataan skor N-gain 0, 492.
124
Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan penalaran adaptif siswa kelas eksperimen lebih baik atau lebih tinggi daripada kelas kontrol. Namun untuk menyakinkan apakah benar peningkatan kemampuan penalaran adaptif siswa yang menerapkan pembelajaran dengan metode accelerated learning lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa perlu dilakukan uji statistik lanjutan. Berdasarkan hasil uji normalitas didapat kesimpulan bahwa skor N-gain kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal, serta skor N-gain kemampuan penalaran adaptif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari varian yang homogen. Untuk membuktikan bahwa skor N-gain kemampuan penalaran adaptif siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol dilakukan uji perbedaan rataan skor N-gain dengan menggunakan uji dua varians. Rangkuman hasil uji homogenitas N-gain pada taraf signifikansi α = 0,05 dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4. Hasil Uji Perbedaan Rataan Skor N-gain Kemampuan Penalaran Adaptif Kelompok Eksperimen Kontrol
N 29 30
Fhitung 1,501
Ftabel 1,867
Keputusan H0 diterima
Berdasarkan hasil perhitungan tabel di atas diperoleh Fhitung = 1,501 dan Ftabel= 1,867 terlihat bahwa Fhitung
Rata-rata 0,624 0,492
Varians 0,006 0,009
thitung 5,662
ttabel 2,002
Keputusan H0 ditolak
125
Berdasarkan uji hipotesis N-gain kemampuan penalaran adaptif pada materi relasi dan fungsi dapat dilihat bahwa thitung = 5,662 > ttabel = 2,002 ini berarti pada taraf signifikasi α = 0,05 H0 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran adaptif siswa dengan metode accelerated learning lebih baik dari pembelajaran biasa Penelitian ini terdiri dari variabel bebas (X) yaitu metode pembelajaran accelerated learning, serta variabel terikat (Y) yaitu kemampuan penalaran adaptif. Penelitian ini akan membuktikan apakah kemampuan penalaran adaptif siswa dengan pembelajaran accelerated laerning lebih baik dari pembelajaran biasa. Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel sebanyak dua kelas yaitu kelas VIII H sebagai kelas eksperimen yang diberi perlakuan menggunakan metode pembelajaran accelerated learning dan kelas VIII J sebagai kelas kontrol dimana proses pembelajarannya menggunakan pembelajaran biasa. Adapun jumlah siswa pada kelas eksperimen berjumlah 29 siswa dan jumlah siswa kelas kontrol berjumlah 30 siswa, sehingga total sampel seluruhnyan berjumlah 59 siswa. Materi yang diajarkan adalah relasi dan fungsi, penulis mengumpulkan data untuk pengujian hipotesis sebanyak 4x pertemuan kelas eksperimen dan 4x kelas kontrol. Untuk mengukur kemampuan penalaran adaptif siswa, penulis menggunakan
pretest posttest control group design yaitu rancangan desain
terdapat dua kelompok yang dipilih secara acak. Pelaksanaan penelitian dengan memberikan pretest sebelum pemberian perlakuan guna untuk mengetahui kondisi awal kemampuan penalaran adaptif siswa kelas eksperimen maupun kelas control. Diakhir pertemuan setelah diberi perlakuan diberikan posttest guna untuk melihat hasil dari perlakuan yang telah diberikan. Pengujian prasyarat analisis data posttest uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah liliefors, hasil perhitungan terlihat bahwa H0 diterima yang artinya sampel kelas eksperimen maupun kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Selanjutnya uji homogenitas pada data posttest diperoleh hasil perhitungan bahwa H0 diterima yang artinya sampel berasal dari populasi yang homogen. Kemudian uji hipotesis, dalam penelitian ini kemampuan penalaran adaptif siswa dengan menggunakan metode pembelajaran accelerated
126
learning lebih baik dari siswa yang mengikuti pembelajaran biasa. Dimana proses pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran accelerated learning melibatkan peran aktif siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Pada setiap pertemuan siswa diberikan bahan ajar berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) yang penulis
buat
sebagai
sarana
berlangsungnya
tahapan-tahapan
kegiatan
pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan penalaran adaptifnya. Hal tersebut yang diharapkan akan membuat siswa lebih mudah memahami, mengingat materi yang dipelajari dan kemampuan penalaran adaptif siswa dapat berkembang sehingga proses pembelajaran menjadi bermakna. Dalam penerapan metode pembelajaran accelerated learning terlebih dahulu peneliti membagi siswa menjadi beberapa kelompok, setelah itu setiap kelompok diberikan LKS untuk didiskusikan dengan anggota kelompok masing masing. Kemudian peneliti memberikan arahan tentang cara mengerjakan LKS tersebut. Pada saat diskusi kelompok masih ada siswa yang terlihat kebingungan bertanya harus bagaimana cara mengerjakan LKS tersebut. Walaupun masih banyak siswa masih kebingungan mereka aktif bertanya apakah langkah-langkah yang mereka lakukan sudah benar atau belum. Setelah selesai berdiskusi beberapa kelompok dimintai perwakilannya untuk mempresentasikan hasil diskusi yang mereka lakukan. Penerapan metode pembelajaran accelerated learning ini masih dirasa waktunya terlalu singkat karena tidak semua kelompok dapat mempresentasikan hasil diskusi mereka. Situasi pembelajaran di kelas kontrol berbeda dengan kelas eksperimen, yakni pada tahap kegiatan inti pembelajaran.
Kelas kontrol yang menerapkan
pembelajaran biasa dimana proses pembelajarannya berpusat pada guru terlebih dahulu menjelaskan materi yang diajarkan sementara itu siswa mendengarkan dan memperhatikan penjelasan yang di sampaikan oleh pendidik. Setelah pendidik menjelaskan materi dilanjutkan dengan pemberian soal-soal latihan yang harus dikerjakan siswa dalam waktu yang telah ditentukan. Diakhir pembelajaran, pendidik memberikan evaluasi dan dilanjutkan dengan menutup pembelajaran. Dengan demikian siswa kurang aktif dalam mengemukakan gagasannya sehingga siswa kurang mengembangkan kemampuan penalaran adaptifnya.
127
Selanjutnya untuk mengetahui seberapa jauh peningkatan kemampuan penalaran adaptif siswa maka dilakukan uji N-gain. Berdasarkan uji N-gain tersebut didapat kesimpulan bahwa kemampuan penalaran adaptif siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kemampuan penalaran adaptif siswa kelas kontrol, dikarenakan secara keseluruhan pembelajaran yang berlangsung dengan menggunakan accelerated learnng berjalan dengan baik. Setelah N-gain didapat maka dilakukan perhitungan uji prasyarat analisis ini meliputi uji normalitas dan uji homogenitas sebagai prasyarat perhitungan uji-t untuk mendapat kesimpulan apakah kemampuan penalaran adaptif siswa dengan metode pembelajaran accelerated learning lebih baik dari pembelajaran biasa? Berdasarkan perhitungan uji prasyarat analisis ini meliputi uji normalitas dan uji homogenitas yang didapati sampel berdistribusi normal dan memiliki varians yang sama, untuk itu uji-t parametrik dapat dilakukan. Hasil pengujian hipotesis didapat bahwa H0 ditolak, yang artinya rata-rata kemampuan penalaran adaptif dengan menggunakan metode pembelajaran accelerated learning daripada
rata-rata
kemampuan
penalaran
adaptif
dengan
lebih besar menggunakan
pembelajaran biasa, dari kesimpulan tersebut menunjukkan bahwa kemampuan penalaran adaptif siswa dengan metode pembelajaran accelerated learning lebih baik dari pembelajaran biasa dan metode tersebut merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan pada pembelajaran matematika sehingga kemampuan penalaran adaptif siswa dapat meningkat.
SIMPULAN Berdasarkan
pembahasan,
dapat
disimpulkan
bahwa
siswa
yang
pembelajarannya menerapkan pembelajaran dengan metode accelerated learning peningkatan kemampuan penalaran adaptif secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran biasa ditinjau secara keselurahan.
DAFTAR PUSTAKA Ali Hamzah dan Muhlisrarini. Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta: Raja Grafindo, 2014
128
Anas Sudijono. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:Raja Grafindo Persada, cet ke-12, 2013 Anas Sudijono. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers, Cetakan Ke-22, 2011 B. Suryosubroto. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. 2010 Budiono. Statistika Untuk Penelitian. Surakarta:Sebelas Maret University Press, 2004 Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl. Accelarated Learning for the 21st Century, Terj. Dedy Ahimsa, cet. 3, Bandung: Nuansa, 2002 Dave Meier. The Accelerated Learning handbook: A Creative Guide to Designing and Delivering Faster More Effective Training Programs.2000 Departemen Pendidikan Nasional, Undang-Undang System Pendidikan Nasional, No. 20 Tahun 2003, Jakarta Didi Haryono, Filsafat Matematika.Bandung: Alfabeta, 2014 Efraim Fischbein” intuition science and mathematics” (Online), tersedia di http://alriyadl.blogspot.ae/2014/03/optimalisasi-penggunaan-intuisidan.html?m=1 Iif Khoiru A, Hendro Ari S, Sofan Amri. Pembelajaran Akselerasi, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011 Jeremy Kilpatrick, Jane Swafford, Bradford Findell. Adding It Up: Helping Children Learn Mathematics. Washington, DC: National Academy Press, 2001 Joko Susanto, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Lesson Study dengan Kooperatif Tipe Numbered Heads Together untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA di SD, Journal of Primary Educational, 2012 Karunia Eka L dan Mokhammad Riwan. Penelitian Pendidikan Matematika. Jakarta: Aditama, 2011 L
Silberman. Active Learning: 101 Strategi Yogyakarta:Pustaka Insan Madani, 2009
Pembelajaran
Aktif.
Nita Putri Utami, dkk. Kemampuan penalaran matematika siswa kelas XI IPA 2 Painan Melalui penerapan Pembelajaran Think Pair Square, Jurnal Pendidikan Matematika Vol. 3 No. 1. 2014, h, 7 Novalia dan M. Syazal. Olah data Penelitian Pendidikan. Bandar Lampung:Aura, 2014
129
Siti Heni Hanifah, 2015, Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Terhadap Kemampuan Penalaran Adaptif Siswa. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, cet-10, 2010 Suharsimi Arikunto. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, Edisi ke-2, 2012 Suherman, dkk. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:JICA, 2003 Sumadi Suryabrata. Metodologi Penelitian , Jakarta: Rajawal Pers, 2013 Suyono dan Hariyanto. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011, Cet. 2 Tina Sri Sumartini, Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah, Jurnal Pendidikan Matematika Vol. 5 No. 1, April 2015 Yanto Permana. Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Vol. I No. 2/Juli 2007
130