JURNAL INKUIRI ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 2, 2012 (hal 86-92) http://jurnal.pasca.uns.ac.id
PEMBELAJARAN BIOLOGI MENGGUNAKAN PENDEKATAN METAKOGNITIF MELALUI MODEL RECIPROCAL LEARNING DAN PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA Afandi1), Sugiyarto2), Widha Sunarno2) 1) Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Tanjungpura, Pontianak 2) Program Studi Pendidikan Sains Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta Email:
[email protected] ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendekatan metakognitif model Reciprocal Learning (RL) dan Problem Based Learning (PBL), kemandirian belajar dan kemampuan berpikir kritis serta interaksinya terhadap prestasi belajar mahasiswa. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental faktorial 2x2x2 dengan subjek penelitian seluruh mahasiswa P.MIPA yang mengambil mata kuliah Biologi Umum tahun ajaran 2011/2012. Hasil penelitian menunjukkan: (1) pembelajaran dengan pendekatan metakognitif model PBL secara signifikan lebih baik dibandingkan model RL terhadap prestasi belajar mahasiswa; (2) kemandirian belajar tinggi secara signifikan lebih baik dibandingkan kemandirian belajar rendah terhadap prestasi belajar mahasiswa; (3) kemampuan berpikir kritis tinggi secara signifikan lebih baik dibandingkan kemampuan berpikir kritis tinggi terhadap prestasi belajar mahasiswa; (4) interaksi antara model pembelajaran dengan kemandirian belajar secara signifikan mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa; (5) interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan berpikir kritis belajar secara signifikan mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa; (6) tidak terdapat interaksi antara kemandirian belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar mahasiswa; (7) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemandirian belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar mahasiswa. Kata kunci : Metakognitif, PBL, RL, Kemandirian Belajar, Kemampuan Berpikir Kritis
Pendahuluan Sains memiliki peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini. Pembelajaran sains di berbagai jenjang pendidikan termasuk perguruan tinggi seharusnya berpijak pada hakikat sains yakni produk, proses, dan sikap ilmiah. Pelaksanaan pembelajaran sains yang berpijak pada hakikat sains seharusnya dapat menjadi pondasi bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) ke depan. Sayangnya, peranan tersebut belum sepenuhnya didukung oleh proses pembelajaran sains yang semestinya. Sains masih sering dianggap sebagai kendala bagi banyak peserta didik maupun tenaga pengajar. Pembelajaran sains di berbagai jenjang pendidikan hanya dipandang sebagai kewajiban dalam menjalankan kurikulum, kehilangan daya tariknya, dan lepas relevansinya dengan dunia nyata yang seharusnya menjadi objek ilmu pengetahuan tersebut. Kondisi di atas juga diperburuk dengan munculnya berbagai persepsi bahwa pelajaran sains (termasuk biologi) merupakan pelajaran
yang sulit dan kompleks, membosankan, bersifat hafalan, dan hanya siswa tertentu saja yang dapat menguasainya. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya revitalisasi proses pembelajaran termasuk pada proses pendidikan calon guru sains. Sharma (1983) mengemukakan bahwa “kualitas pendidikan sains sangat bergantung pada kualitas guru sains, bukan pada fasilitas dan material semata”. Dengan adanya kenyataan tersebut, tampaknya upaya peningkatan kualitas guru sains (termasuk guru biologi) melalui pendidikan calon guru perlu ditangani lebih serius lagi. Pembelajaran yang berlangsung bagi calon guru sains dalam pelaksanaannya tidak cukup hanya membekali mereka dengan berbagai pengetahuan, tetapi lebih dari itu diperlukan adanya upaya nyata yang dilakukan secara intensif untuk menumbuh kembangkan kesadaran belajar, kemampuan dalam memecahkan masalah, kecakapan berpikir tingkat tinggi, dan
86
JURNAL INKUIRI ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 2, 2012 (hal 86-92) http://jurnal.pasca.uns.ac.id kemampuan menerapkannya dalam situasi masyarakat saat ini. Kenyataan di lapangan menunjukan menunjukan bahwa kegiatan perkuliahan bagi calon guru yang berlangsung belum banyak mencerminkan pembelajaran sains yang semestinya. Pelaksanaan perkuliahan yang terjadi selama ini masih di dominasi dengan metode ceramah, berorientasi pada buku teks, diktat dan power point dosen, belum mengarah kepada upaya pemecahan masalah dan kemampuan berpikir tingkat tinggi, serta masih lemahnya kesadaran belajar yang dimiliki oleh banyak mahasiswa. Hal ini berakibat pada rendahnya prestasi belajar mahasiswa yang tercermin dari data nilai akhir mahasiswa yang dihimpun pada mata kuliah Biologi Umum tahun akademik 2010/2011 yakni sekitar 56 % dari 43 orang mahasiswa memperoleh nilai B atau dibawah target pencapaian prestasi yang diharapkan. Berpijak dari permasalahan-permasalahan di atas, maka implikasi terpenting dalam proses pembelajaran sains (terutama biologi) adalah mewujudkan suatu suatu bentuk pembelajaran alternatif yang dirancang untuk meningkatkan keterlibatan mahasiswa secara aktif dalam menanamkan kesadaran kognisi mereka sendiri. Upaya tersebut dapat diwujudkan dengan menerapkan pendekatan pembelajaran yang sesuai yakni dengan pendekatan metakognitif. Sehingga diharapkan proses perkuliahan akan menitikberatkan kepada aktivitas belajar, membantu dan membimbing mahasiswa jika ada kesulitan serta membantu mahasiswa untuk mengembangkan kesadaran metakognisinya. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model reciprocal learning (RL) dan problem based learning (PBL). Dipilihnya kedua model pembelajaran tersebut karena landasan utamanya adalah adanya kebebasan bagi peserta didik untuk dapat menggembangkan cara berpikir mereka sendiri dengan menggunakan strategi belajar tertentu dengan tepat yang memudahkan mereka dalam belajar dan memecahkan masalah belajar sesuai dengan prinsip yang dimiliki oleh pendekatan metakognitif. Keberhasilan proses pembelajaran tidak semata-mata dipengaruhi oleh pelaksanaan pembelajaran di kelas. Berbagai faktor baik internal maupun eksternal yang telah diteliti meyakinkan bahwa bahwa kedua faktor tersebut
memberi kontribusi yang besar terhadap perkembangan kognitif peserta didik, namun berbagai faktor tersebut belum mendapat perhatian dari banyak tenaga pengajar di kelas. Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi pencapaian prestasi belajar adalah kemandirian belajar dan kemampuan berpikir kritis. Menurut Zimmerman (1990) “kemandirian belajar merupakan cara seseorang membangun pikiran, perasaan, strategi, dan perilaku yang diorientasikan ke arah pencapaian tujuan belajar”. Sedangkan kemampuan berpikir kritis digambarkan sebagai ”proses aktif yang melibatkan peran yang dimainkan oleh metakognisi (berpikir tentang pemikiran sendiri)” (Fisher, 2010). Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilaksanakan penelitian dalam pembelajaran biologi menggunakan pendekatan metakognitif melalui model RL dan PBL ditinjau dari kemandirian belajar dan kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) pengaruh pendekatan Metakognitif melalui model RL dan PBL terhadap prestasi belajar mahasiswa; (2) pengaruh kemandirian belajar kategori tinggi dan kemandirian belajar kategori rendah terhadap prestasi belajar mahasiswa; (3) pengaruh kemampuan berpikir kritis mahasiswa kategori tinggi dan kemampuan berpikir kritis kategori rendah terhadap prestasi belajar mahasiswa; (4) interaksi antara pendekatan metakognitif melalui model RL dan PBL dengan kemandirian belajar terhadap prestasi belajar mahasiswa; (5) interaksi antara pendekatan metakognitif melalui model RL dan PBL dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar mahasiswa; (6). interaksi antara kemandirian belajar dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar mahasiswa; (7) interaksi antara pendekatan Metakognitif melalui model RL dan PBL dengan kemandirian belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar mahasiswa. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2011 – Januari 2012. Penelitian ini menggunakan metode
eksperimen. Kelompok eksperimen I diajar 87
JURNAL INKUIRI ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 2, 2012 (hal 86-92) http://jurnal.pasca.uns.ac.id dengan model RL sedangkan kelompok eksperimen II diajar dengan model PBL.
kritis mahasiswa dapat dilihat pada Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4 di bawah ini.
Rancangan penelitian ini menggunakan desain faktorial dengan rancangan penelitian Anava tiga jalan 2 X 2 X 2. Variabel bebas meliputi model RL dan PBL, variabel terikat adalah prestasi belajar mahasiswa dan variabel moderator meliputi kemandirian belajar dan kemampuan berpikir kritis. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tes untuk mengukur prestasi belajar kognitif dan kemampuan berpikir kritis, angket untuk mengukur kemandirian belajar dan lembar observasi untuk mengukur prestasi belajar afektif dan psikomotorik mahasiswa. Data kemandirian belajar dan kemampuan berpikir kritis diperoleh sebelum sampel diberikan perlakuan, sedangkan data prestasi belajar diperoleh setelah sampel diberikan perlakuan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif kemudian dilanjutkan dengan uji statistik Anava dan uji Scheffe jika terdapat interaksi. Uji statistik dilakukan pada taraf signifikansi 5%. Sebelum dilakukan analisis statistik dilakukan uji prasyarat, yaitu uji homogenitas dan uji normalitas terhadap data yang diperoleh.
Tabel 2 Rata-Rata Prestasi Belajar Mahasiswa Berdasarkan Model Pembelajaran Model Prestasi Belajar Pembelajaran Kognitif Afektif Psikom otorik PBL 70,68 24,88 20,45 RL 67,10 21,70 18,43 Tabel 3 Rata-Rata Prestasi Belajar Mahasiswa Berdasarkan Kemandirian Belajar Kemandirian Prestasi Belajar Belajar Kognitif Afektif Psikomo torik Tinggi 71,46 23,23 19,46 Rendah 66,44 22,34 19,41 Tabel 3 Rata-Rata Prestasi Belajar Mahasiswa Berdasarkan Kemampuan Berpikir Kritis Kemampuan Prestasi Belajar Berpikir Kritis Kognitif Afektif Psikom otorik Tinggi 71,18 24,51 20,72 Rendah 66,71 22,12 18,22 Catatan: Skor tertinggi Prestasi Belajar Kognitif : 100 Skor tertinggi Prestasi Belajar Afektif dan Psikomotorik: 60
Tabel 2 di atas menunjukan bahwa skor ratarata prestasi belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik mahasiswa yang diajar menggunakan pendekatan metakognitif model PBL lebih baik dibandingkan model RL. Selanjutnya, skor rata-rata prestasi belajar kognitif dan afektif mahasiswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi lebih baik dibandingkan mahasiswa yang memiliki kemandirian belajar rendah, namun relatif sama untuk prestasi belajar psikomotorik (Tabel 3). Sedangkan Tabel 4 menunjukan bahwa skor ratarata prestasi belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik mahasiswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi lebih baik dibandingkan mahasiswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah. Data yang diperoleh tersebut kemudian diolah menggunakan analisis statistik anava 2x2x2 dan dilanjutkan dengan uji Scheffe. Rangkuman hasil uji statistik Anava disajikan pada Tabel 4, Tabel 5 dan Tabel 6 di bawah ini.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Data penelitian ini diperoleh melalui tes kemampuan berpikir kritis, angket kemandirian belajar, dan tes prestasi belajar pada aspek kognitif. Sedangkan data prestasi belajar pada aspek afektif dan psikomotorik diperoleh menggunakan lembar observasi mahasiswa. Deskripsi data kemandirian belajar (KB), kemampuan berpikir kritis (KBK) disajikan pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Deskripsi Data Kemandirian Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Kelas KB KBK SD SD X X Eksperimen I 127,93 9,35 41,03 3,87 Eksperimen II 123,70 9,84 40,00 4,22 Catatan: Skor tertinggi KB : 160 Skor tertinggi KBK : 60
Tabel 4 Rangkuman Anava Prestasi Belajar Kognitif No Source pKesimpulan value Uji 1. Model Pembelajaran 0,045 Di tolak 2. Kemandirian Belajar 0,000 Di tolak 3. Kemampuan Berpikir Kritis 0,021 Ditolak 4. Model*Kemandirian belajar 0,025 Ditolak 5. Model*Kemampuan 0,030 Di tolak Berpikir kritis 6. Kemandirian 0,995 Diterima
Tabel 1 di atas, terlihat bahwa rata-rata kemandirian belajar dan kemampuan berpikir kritis mahasiswa pada kelas eksperimen I lebih baik dibandingkan kelas eksperimen II. Sedangkan deskripsi data prestasi belajar mahasiswa berdasarkan model pembelajaran, kemandirian belajar dan kemampuan berpikir
88
JURNAL INKUIRI ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 2, 2012 (hal 86-92) http://jurnal.pasca.uns.ac.id 7.
belajar*berpikir kritis Model*kemandirian belajar*berpikir kritis
0,821
pada materi metabolime. Pembelajaran dengan pendekatan metakognitif model PBL secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan prestasi belajar kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa dibandingkan dengan model RL. Temuan ini dinilai sebagai suatu kewajaran mengingat salah satu keunggulan yang dimiliki model tersebut adalah adanya masalah kontekstual yang sifatnya tidak terstruktur (illstructured) yang menjadikan model ini mampu memberikan stimulus lebih bagi perkembangan kognisi mahasiswa. Sedangkan pada pendekatan metakognitif melalui model RL pembelajaran hanya diawali dengan penyajian wacana dan bahan bacaan untuk dipelajari. Temuan ini semakin diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Sadia (2007) yang menggungkapkan bahwa proses pembelajaran yang diawali dengan penyajian masalah dan dilanjutkan dengan analisis masalah dalam kelompok-kelompok kecil sampai pada penemuan konsep, ataupun prinsip untuk memecahkan masalah merupakan wahana yang sangat baik dalam meningkatkan prestasi belajar. Lebih lanjut, Pierce & Jones (dalam Runi, 2005) menggemukakan beberapa hal yang menjadikan pembelajaran dengan pendekatan metakognitif model PBL penting dalam pembentukan sikap dan aktivitas belajar antara lain: (1) keterlibatan dalam keseluruhan proses pembelajaran; (2) investigasi yang mencakup eksplorasi dan distribusi informasi (3) performansi yaitu menyajikan temuan dan (4) diskusi. Oleh karena itu, pembelajaran dengan pendekatan metakognitif melalui model PBL patut dipertimbangkan sebagai wahana untuk meningkatkan sikap dan aktivitas belajar mahasiswa. b. Hipotesis Kedua Hasil pengujian statistik menunjukan bahwa terdapat pengaruh kemandirian belajar kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif mahasiswa, namun tidak pada prestasi belajar psikomotorik mahasiswa. Prestasi belajar kognitif dan afektif mahasiswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi secara signifikan lebih baik dibandingkan mahasiswa yang memiliki kemandirian belajar rendah. Mencermati hasil bahwa kemandirian belajar sangat mempengaruhi prestasi belajar, kenyataan dilapangan menunjukan bahwa mahasiswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi lebih rendah jumlahnya dibandingkan
Diterima
Tabel 5 Rangkuman Anava Prestasi Belajar Afektif No Source pKesimpulan value Uji 1. Model Pembelajaran 0,001 Ditolak 2. Kemandirian Belajar 0,026 Ditolak 3. Kemampuan Berpikir Kritis 0,040 Ditolak 4. Model*Kemandirian belajar 0,031 Ditolak 5. Model*Kemampuan 0,079 Diterima Berpikir kritis 6. Kemandirian 0,264 Diterima belajar*berpikir kritis 7. Model*kemandirian 0,155 Diterima belajar*berpikir kritis Tabel 6 Rangkuman Anava Prestasi Belajar Psikomotorik No Source pKesimpulan value Uji 1. Model Pembelajaran 0,001 Ditolak 2. Kemandirian Belajar 0,026 Ditolak 3. Kemampuan Berpikir Kritis 0,040 Ditolak 4. Model*Kemandirian belajar 0,031 Ditolak 5. Model*Kemampuan 0,079 Diterima Berpikir kritis 6. Kemandirian 0,264 Diterima belajar*berpikir kritis 7. Model*kemandirian 0,155 Diterima belajar*berpikir kritis
Sedangkan rangkuman uji Scheffe dilakukan pada hipotesis ke-4 dan hipotesis ke-5 yang disajikan pada Tabel 7 dan tabel 8 berikut ini. Tabel 7 Hasil Uji Scheffe Model Pembelajaran dengan Kemandirian belajar Interaksi I-J
Interaksi I-J
PBL_KBT
PBL_KBR RL_KBT RL_KBR PBL_KBT RL_KBT RL_KBR
PBL_KBR
Prestasi Belajar Kognitif Afektif Sig Sig 0,279 0,890 * 0,744 0,003 * 0,172 0,004 0,279 0,890 * 0,895 0,044 0,509 0,649
Tabel 8 Hasil Uji Scheffe Model Pembelajaran dengan Kemampuan Berpikir Kritis Interaksi I-J PBL_KBKT
PBL_KBKR
Interaksi I-J PBL_KBKR RL_KBKT RL_KBKR PBL_KBKT RL_KBKT RL_KBKR
Sig 0,346 0,629 * 0,007 0,251 0,975 0,478
a. Hipotesis Pertama Hasil pengujian statistik menunjukan bahwa terdapat pengaruh pendekatakan metakognitif model RL dan PBL terhadap prestasi belajar kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa
89
JURNAL INKUIRI ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 2, 2012 (hal 86-92) http://jurnal.pasca.uns.ac.id mahasiswa yang memiliki kemandirian belajar rendah. Hal ini menunjukan bahwa ditingkat perguruan tinggi sekalipun, kemandirian belajar memang perlu mendapat perhatian serius. Menurut Arixs (2006) rendahnya kemandirian belajar disebabkan oleh banyak hal, namun secara umum setidaknya terdapat 6 penyebab, yaitu: (1) sistem pembelajaran belum membuat peserta didik diharuskan untuk banyak membaca buku, mencari informasi atau pengetahuan lebih dari apa yang diajarkan; (2) banyaknya jenis hiburan, permainan (game) dan tayangan TV yang mengalihkan perhatian peserta didik; (3) banyaknya tempat hiburan untuk menghabiskan waktu seperti taman rekreasi, tempat karaoke, night club, mall, supermarket; (4) budaya membaca yang belum terwariskan; (5) Perhatian dari orangtua terhadap aktivitas anak dan (6) sarana untuk memperoleh bacaan, seperti perpustakaan atau taman bacaan masih minim. c. Hipotesis Ketiga Hasil pengujian statistik menunjukan bahwa terdapat pengaruh kemampuan berpikir kritis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik mahasiswa pada materi metabolisme. Prestasi belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik mahasiswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi secara signifikan lebih baik dibandingkan mahasiswa yang memiliki kemandirian belajar rendah. Sebagai salah satu dari aktivitas berpikir tingkat tinggi, berpikir kritis memainkan peranan penting dalam membangun kognisi seseorang karena berpikir kritis sebagai bagian dari sebuah proses aktif dimana seseorang memikirkan berbagai hal secara mendalam, mengajukan berbagai pertanyaan, menemukan informasi yang relevan dari pada hanya menerima informasi secara pasif. Oleh karena itu, seseorang yang mempunyai kemampuan berfikir kritis apabila mempunyai kesulitan dalam belajar akan berfikir bagaimana menyelesaikan masalah tersebut berdasar fakta yang terjadi. Sehingga suatu kewajaran jika mahasiswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi dapat menghasilkan prestasi belajar yang tinggi pula. Besarnya pengaruh yang diberikan oleh kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar ternyata bertolak belakang dengan kenyataan dilapangan bahwa kemampuan berpikir kritis yang dimiliki mahasiswa masih tergolong rendah yakni sekitar 51,25%.
Secara teoretik, hal ini berbeda dengan pandangan Piaget. Semestinya, seseorang dengan rentangan umur diatas 17 tahun sudah memiliki kemampuan berpikir pada kualifikasi tinggi, jika kelima faktor penentu perkembangan intelektual siswa, yaitu: (1) kedewasaan; (2) pengalaman fisik; (3) pengalaman logikal; (4) transmisi sosial dan (5) pengaturan-diri berinteraksi dan berkontribusi secara optimal dalam pengembangan intelektual anak. Tampaknya teori Piaget tentang perkembangan intelektual anak bahwa anak yang telah berusia 11 tahun ke atas sudah mencapai periode operasi formal kurang sesuai dengan kondisi mahasiswa di Universitas Tanjungpura. d. Hipotesis Keempat Hasil pengujian statistik menunjukan bahwa terdapat interaksi antara pendekatan metakognitif melalui model RL dan PBL dengan kemandirian belajar terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif mahasiswa, namun tidak memberikan interaksi terhadap prestasi belajar psikomotorik mahasiswa. Temuan tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fauzi (2011) yang menyatakan bahwa adanya interaksi antara pendekatan metakognitif (group dan klasikal) dengan kemandirian belajar secara bersama-sama memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar dan sikap ilmiah siswa. Adanya interaksi tersebut dikarenakan karakteristik dari pendekatan metakognitif yang dipadukan dengan kedua model pembelajaran diatas menekankan kepada penanaman kesadaran belajar kepada mahasiswa untuk dapat merancang, memonitor, serta mengontrol segala proses belajar yang diperlukan sebagai bagian yang terintegrasi dalam mewujudkan kemandirian belajar. Perwujudan kemandirian belajar yang telah dimiliki mahasiswa tersebut pada akhirnya akan mendorong mereka untuk senantiasa berusaha mencari informasi-informasi yang relevan guna meningkatkan prestasi belajarnya. Berbeda dengan temuan pada kedua aspek diatas, pada aspek psikomotorik hasil penelitian menunjukan tidak ditemukan interaksi antara pendekatan metakognitif melalui model RL dan PBL dengan dengan kemandirian belajar mahasiswa. Namun, hal ini dinilai sebagai suatu kewajaran karena jika ditinjau dari karakteristik materi yang diajarkan maka pembelajaran yang berlangsung cenderung akan didominasi oleh proses kognitif. Sifat materi yang cenderung
90
JURNAL INKUIRI ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 2, 2012 (hal 86-92) http://jurnal.pasca.uns.ac.id abstrak dan kurangnya keterlibatan mahasiswa dalam proses-proses penemuan seperti pada kegiatan-kegiatan praktikum diduga memiliki pengaruh yang besar terhadap tidak adanya interaksi antara faktor-faktor tersebut. e. Hipotesis Kelima Hasil pengujian statistik menunjukan bahwa terdapat interaksi antara pendekatan metakognitif melalui model RL dan PBL dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar kognitif mahasiswa, namun tidak memberikan interaksi terhadap prestasi belajar afektif dan psikomotorik mahasiswa. Temuan tersebut sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa meningkatnya kemampuan metakognitif berdampak pada peningkatan kemampuan berpikir kritis karena metakognitif sebagai suatu aspek dari berpikir kritis yang mencakup kemampuan untuk mengembangkan sebuah cara yang sistematik selama memecahkan masalah dan mengevaluasi produktivitas dari proses berpikir (Nindiasari, 2004). Model PBL dan RL dengan segala sintaks pembelajarannya dinilai mampu untuk menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kritis yang menjadikan kedua model ini efektif untuk diterapkan guna meningkatkan prestasi belajar mahasiswa. Perpaduan antara pendekatan metakognitif dengan model PBL dan RL inilah yang menjadikan interaksi tersebut semakin besar. f. Hipotesis Keenam Hasil pengujian statistik menunjukan bahwa tidak terdapat interaksi antara kemandirian belajar dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa. Temuan tersebut dimungkinkan terjadi mengingat pada dasarnya kemampuan berpikir kritis berkaitan erat dengan tingkat kecerdasan dan logika sedangkan kemandirian belajar berkaitan erat dengan motivasi belajar. Seseorang yang memiliki kemandirian belajar tinggi belum tentu memiliki kemampuan berpikir kritis yang tinggi, demikian pula sebaliknya seseorang yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi belum tentu memiliki kemandirian belajar yang tinggi pula. Hal inilah yang menyebabkan tidak adanya interaksi antara kemandirian belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar mahasiswa. Disamping itu, kemampuan berpikir kritis dan kemandirian belajar sebagai faktor internal dari dalam diri mahasiswa terikat
erat dengan proses kognitif. Prestasi belajar psikomotorik yang sebagian besar berkaitan dengan olah gerak tubuh dinilai kurang terkait dengan kedua variabel tersebut. Phan (2010) menjelaskan bahwa berpikir kritis sebagai praktek kognitif, membantu dalam mengembangkan kemandirian belajar seseorang namun tidak berkaitan dengan pengaturan diri seseorang dan subproses yang terlibat dalam pengaturan diri dan membantu dalam pengembangan keterampilan berpikir kritis. Aspek teoritis dari kedua kerangka tersebut menunjukkan bahwa subproses terlibat dalam pengaturan diri dan berpikir kritis berkaitan erat dalam suatu sistem perubahan yang dinamis. g. Hipotesis Ketujuh Hasil pengujian statistik menunjukan bahwa tidak terdapat interaksi antara pendekatan metakognitif melalui model RL dan PBL dengan kemandirian belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa. Seperti yang diketahui sebelumnya, bahwa pembelajaran inovatif memainkan peranan penting dalam pencapaian tujuan belajar. Pembelajaran dengan pendekatan metakognitif melalui model PBL dan RL sesungguhnya diharapkan dapat menjadi sarana dalam mencapai prestasi belajar mahasiswa yang optimal. Namun, dalam penelitian ini hasil analisis menunjukan bahwa tidak terdapat interaksi antara pendekatan metakognitif melalui model PBL dan RL dengan kemandirian belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar mahasiswa. Dari hipotesis satu, dua, tiga dapat di simpulkan bahwa mahasiswa yang menerima pembelajaran dengan pendekatan metakognitif melalui model PBL memiliki prestasi belajar biologi lebih baik daripada mahasiswa yang diajar dengan pendekatan metakognitif melalui model RL, mahasiswa yang mempunyai kemandirian belajar dan kemampuan berpikir tinggi akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari pada mahasiswa yang mempunyai kemandirian belajar dan kemampuan berpikir kritis rendah. Hasil ini memberikan bukti bahwa apapun model pembelajaran yang diterapkan, mahasiswa yang memiliki kemandirian belajar dan kemampuan berpikir kritis tinggi akan sensntiasa memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada mahasiswa yang memiliki kemandirian belajar dan kemampuan berpikir rendah.
91
JURNAL INKUIRI ISSN: 2252-7893, Vol 1, No 2, 2012 (hal 86-92) http://jurnal.pasca.uns.ac.id Faktor lain yang menyebabkan tidak adanya interaksi antara model pembelajaran, kemandirian belajar dan kemampuan berpikir kritis adalah banyaknya faktor baik dari luar maupun dari dalam diri mahasiswa yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti yang diduga memberikan pengaruh kuat bagi temuan tersebut.
kelas; (2) faktor kemandirian belajar dan kemampuan berpikir kritis mahasiswa hendaknya menjadi faktor yang patut dipertimbangkan dalam merancang proses pembelajaran di kelas.
Daftar Pustaka Arixs. 2006. Enam Penyebab Rendahnya Minat Baca. Bandung: Gramedia Pustaka Utama
Penutup Adapun kesimpulan penelitian ini antara lain sebagai berikut: (1) prestasi belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik mahasiswa yang diajar menggunakan pendekatan metakognitif melalui model PBL lebih baik dibandingkan model RL; (2) prestasi belajar kognitif dan afektif mahasiswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi lebih baik dibandingkan mahasiswa yang memiliki kemandirian belajar rendah; (3) prestasi belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik mahasiswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi lebih baik dibandingkan mahasiswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah; (4) pembelajaran dengan pendekatan metakognitif model PBL dan RL secara bersamasama dengan kemandirian belajar mempengaruhi secara signifikan prestasi belajar mahasiswa pada aspek kognitif dan afektif mahasiswa; (5) pembelajaran dengan pendekatan metakognitif model PBL dan RL secara bersama-sama dengan kemampuan berpikir kritis mempengaruhi secara signifikan prestasi belajar mahasiswa pada aspek kognitif mahasiswa; (6). secara bersama-sama (interaksi) antara variabel kemandirian belajar (tinggi dan rendah) dan variabel kemampuan brpikir kritis (tinggi dan rendah) tidak memberikan hasil yang signifikan dalam mempengaruhi prestasi belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik mahasiswa; (7) secara bersama-sama (interaksi) antara variabel kemandirian belajar (tinggi dan rendah), variabel kemampuan berpikir kritis (tinggi dan rendah) dan variabel penerapan pembelajaran baik dengan menggunakan pendekatan metakognitif melalui model PBL maupun pendekatan metakognitif melalui model RL tidak memberikan hasil yang signifikan dalam mempengaruhi prestasi belajar kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa. Saran yang disampaikan dalam tulisan ini adalah: (1) pembelajaran biologi menggunakan pendekatan metakognitif melalui melalui PBL dan RL layak dijadikan alternatif dalam mengembangkan prestasi belajar mahasiswa di
Fauzi, A. 2011. Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa Dengan Pendekatan Pembelajaran Metakognitif di Sekolah Menengah Pertama. Desertasi. PPS UPI Bandung (Unpublished) Fisher, A. 2009. Berfikir Kritis; Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga Nindiasari, H. 2004. Pembelajaran Metakognitif Untuk Meningkatkan Pemahaman dan Koneksi Matematika Siswa SMU Ditinjau dari Perkembangan Kognisi Siswa. Tesis. PPS UPI Bandung (Unpublished) Phan, H.P. 2010. Critical Thinking As a SelfRegulatory Process Component In Teaching and Learning. Psicothema, 22(2):285-292 Runi. 2005. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Pada Mata Pelajaran Sains Konsep Pencemaran Lingkungan di Kelas VII SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis. Program Pasca Sarjana UPI Bandung (Unpublished) Sadia, I.W. 2007. Pengembangan Kemampuan Berpikir Formal Siswa SMA Melalui Penerapan Model Pembelajaran “Problem Based Learning” Dan “Cycle Learning” Dalam Pembelajaran Fisika. Pendidikan dan Pengajaran UNDHIKSA, 1 (1):1-20 Sharma, R.C. 1983. Modern Science Teaching. New Delhi: Dhanpat Rai and Sons Zimmerman, B.J. 1990. Self Regulated Learning and Academic Achievement: An Overview. Educational Psychologist, 25(1); 3-17
92