PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DENGAN METODE TIME TOKEN UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA KELAS X A AP PADA MATA PELAJARAN MENERAPKAN PRINSIP-PRINSIP KERJASAMA DENGAN KOLEGA DAN PELANGGAN DI SMK WIJAYA KUSUMA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Friddy Wahyu Kurniawan, Wiedy Murtini, Anton Subarno Pendidikan Administrasi Perkantoran Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Email:
[email protected] ABSTRACT The objective of this research is to improve the students’ activeness in the subject of applying of cooperation’s principles to colleagues and customers in grade X A of Office Administration Department in Wijaya Kusuma Vocational High School Surakarta through the application of the Problem-Based Learning (PBL) model and time token method. This research is classroom action reserach (CAR) that consists two cycles. Each cycle consisted of four phases, namely: planning, implementation, observation, and reflection. In Cycle I, the application of time token method was done in 30 seconds to talk, and in Cycle II was done in 60 seconds to talk. The subjects of this research were 19 students in Grade X A of Office Administration Department of Wijaya Kusuma Vocational High School in Surakarta. The sources of data were the teacher and students, and documents. The data of this research were collected through in-depth interview, observation, and documentation. They were validated using data and method triangulation, then analyzed using the descriptive-comparative analysis technique. The result of this research shows that the application of the PBL through time token method can improve the student’ activeness as much as 44.47%. The activeness in Pre-cycle was 32.11%. Then it became 53.68% in Cycle I and 76.58% in Cycle II respectively. Keywords: Problem Based Learning, Time Token, Learning Activeness 1. Latar Belakang Perkembangan dalam dunia pendidikan menuntut pembentukan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas yaitu sumber daya manusia yang dapat bersaing dengan memiliki kompetensikompetensi yang perlu dan dibutuhkan dalam dunia kerja melalui proses pembelajaran yang berkualitas. Pembelajaran yang berkualitas merupakan pembelajaran yang memposisikan guru dengan tepat sehingga guru berperan sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik. Guru memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) sebagai pengajar sehingga guru dituntut untuk memiliki berbagai kompetensi yang diperlukan agar materi yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Namun, guru bukan satusatunya sumber belajar bagi peserta didik sebab pembelajaran saat ini mengalami perkembangan dari pembelajaran yang berpusat pada guru (Teacher Centered) beralih kepada pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (Student Centered). Guru dalam proses pembelajaran berperan sebagai fasilitator dan peserta didik berperan aktif dalam proses
pembelajaran melalui sumber-sumber belajar yang ada, seperti buku dan internet. Salah satu hal yang paling penting pada proses pembelajaran yaitu penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi peserta didik di kelas. Model pembelajaran memiliki peran yang cukup besar dalam kegiatan pembelajaran sehingga guru harus mampu memilih model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa. Model pembelajaran yang tepat dapat digunakan dalam proses pembelajaran untuk membantu meningkatkan keaktifan peserta didik. Dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk aktif agar dapat mengembangkan potensipotensi yang dimilikinya. Potensi-potensi tersebut dapat dikembangkan dengan memberikan kesempatan untuk mengemukakan gagasan pikiran yang dimiliki siswa terkait dengan materi pembelajaran. Oleh karena itu, perlu penggunaan model pembelajaran yang mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan membantu siswa agar aktif serta mendukung kelancaran dalam proses pembelajaran. Salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
problem based learning dengan metode time token. Hasil observasi di kelas X A AP SMK Wijaya Kusuma Surakarta yang dilakukan peneliti bahwa kendala dalam kelas tersebut yaitu rendahnya keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran dan model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran yang masih didominasi dengan metode ceramah dan masih berpusat pada guru. Model pembelajaran yang demikian dapat mengakibatkan siswa kurang aktif pada saat pembelajaran berlangsung. Hal tersebut dapat dilihat dari pengamatan pada kelas X A AP yang berjumlah 19 peserta didik, 38,2 % peserta didik yang aktif dalam proses pembelajaran dan 61,8 % peserta didik yang tidak aktif. Kurangnya keaktifan peserta didik kelas X A AP SMK Wijaya Kusuma Surakarta tersebut terjadi karena model pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) dan penggunaan metode ceramah tersebut. Kebanyakan peserta didik mengalami kebosanan dikarenakan penerapan model pembelajaran yang berpusat pada guru sehingga gagasan-gagasan pikiran peserta didik tidak dapat tersalurkan yang berdampak terhadap keaktifan peserta didik. Peranan guru yang mendominasi dalam interaksi kegiatan belajar mengajar dan peserta didik hanya mendengarkan materi pelajaran yang disampaikan oleh guru akan menjadikan peserta didik pasif dan kurang kreatif. Kondisi tersebut juga mengakibatkan suasana pembelajaran yang monoton dan tidak adanya variasi. Tidak adanya variasi pembelajaran akan berdampak kurangnya keaktifan peserta didik dan cenderung berbicara dengan teman yang lain disaat proses pembelajaran sedang berlangsung. Hal ini mengakibatkan peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru. Pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa sangat diperlukan untuk menggali potensi siswa, pembelajaran aktif menuntut peran serta peserta didik dalam proses pembelajaran agar peserta didik mendapat pengalaman belajar dan mengeksplorasi kemampuan yang dimiliki. Dengan adanya pengalaman belajar akan mempermudah peserta didik dalam menerima dan memahami materi yang disampaikan sehingga tercapainya prestasi belajar yang sesuai standar. Mata pelajaran menerapkan prinsipprinsip kerjasama dengan kolega dan pelanggan harus dikemas dalam pembelajaran yang menyenangkan dan membantu siswa untuk aktif. Untuk menciptakan suasana yang menyenangkan dan membantu peserta didik
untuk aktif, maka peneliti berinisiatif menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe problem based learning dengan metode time token. Model pembelajaran problem based learning merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan secara komprehensif, sebab di dalamnya terdapat unsur menemukan masalah dan sekaligus memecahkannya. Tujuan dari model pembelajaran problem based learning adalah untuk menantang siswa mengajukan permasalahan juga menyelesaikan masalah, meningkatkan keaktifan dan membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir. Model pembelajaran problem based learning adalah model pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara guru memberikan suatu permasalahan nyata terkait materi pelajaran. Setelah itu peserta didik berkelompok dan berdiskusi untuk memecahkan permasalahan tersebut. Guru memberikan evaluasi berkaitan dengan seluruh kegiatan pembelajaran. Model problem based learning diharapkan dapat membantu siswa untuk aktif dan berpikir kritis dalam mencari pemecahan permasalahan yang ada serta mempermudah siswa dalam memahami materi pelajaran. Selain itu di dalam proses pembelajaran diharapkan siswa aktif dan berani dalam menyampaikan pendapatnya masing-masing. Sehingga di dalam kelas tidak didominasi oleh satu atau dua peserta didik saja, melainkan semua peserta didik dituntut untuk menyampaikan pendapatnya masing-masing. Oleh karena itu dibutuhkan lagi satu metode pembelajaran yang dirasa mampu merangsang peserta didik untuk berani menyampaikan pendapatnya sendiri. Metode yang dapat diterapkan untuk merangsang peserta didik agar berani berpendapat adalah dengan metode pembelajaran time token. Metode pembelajaran time token adalah metode pembelajaran yang dilanksanakan dengan cara guru menjelaskan materi pelajaran yang akan dipelajari. Setelah itu peserta didik dikelompokkan dan diberi kupon berbicara sesuai jumlah seluruh peserta didik di kelas. Kupon berbicara tersebut berisi waktu yang digunakan peserta didik untuk menyampaikan suatu pendapat. Metode pembelajaran time token menuntut setiap peserta didik dapat berbicara sehingga secara tidak langsung merangsang atau mendorong peserta didik untuk menyampaikan pendapatnya. Model pembelajaran tipe time token bertujuan agar masing-masing anggota kelompok diskusi mendapatkan kesempatan untuk memberikan konstribusinya dan mendengarkan pandangan serta pemikiran anggota lain. Model pembelajaran ini cocok digunakan untuk mengajarkan keterampilan berbicara dan berpendapat, serta untuk
menghindari peserta didik mendominasi pembicaraan atau peserta didik diam sama sekali. Dari latar belakang masalah tersebut, maka peneliti dapat mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut: Apakah penerapan model pembelajaran problem based learning dengan metode time token dapat meningkatkan keaktifan dalam proses pembelajaran pada mata pelajaran menerapkan prinsip-prinsip kerjasama dengan kolega dan pelanggan di kelas X A administrasi kepegawaian SMK Wijaya Kusuma Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015? 2. Kajian Pustaka Belajar Belajar merupakan kebutuhan utama siswa yang pasti dialami dalam menghadapi tuntutan pendidikan. Setiap siswa pasti melakukan proses belajar di dalam mupun di luar kelas. Proses belajar ini dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan. Menurut Yamin (2009:98) Belajar adalah perubahan perilaku seseorang akibat pengalaman yang ia dapat melalui pengamatan, pendengaran, membaca, dan meniru. Model Pembelajaran Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi guru dan siswa yang saling bertukar informasi. Menurut Suprijono (2012:46) model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah sebuah pola atau rancangan yang disusun untuk membantu guru dalam proses pembelajaran. Model Pembelajaran Problem Based Learning Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang di dalamnya dirancang suatu permasalahan-permasalahan yang ada dalam pembelajaran yang menuntut siswa untuk memperoleh pengetahuan dan membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan partisipasi dalam kelompok. Menurut Tan dalam Rusman (2010:232) bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning adalah model pembelajaran yang memusatkan pada masalah yang ada pada dunia nyata yang harus dipecahkan oleh siswa dalam proses pembelajaran dengan kemampuan berpikir dan keterampilan dalam memecahkan masalah yang dihubungkan dengan pengetahuan dan konsep yang ada dari materi pelajaran.
Metode Pembelajaran Time Token Time Token Arends adalah metode pembelajaran kooperatif yang digunakan untuk mengembangkan keterampilan partisispasi peserta didik (Arends, 2008:29). Metode time token lebih berfokus terhadap menumbuh kembangkan perhatian siswa terhadap materi yang diajarkan.. Metode pembelajaran time token menuntut partisipasi siwa dalam kelompok untuk berbicara mengeluarkan ide atau gagasannya dengan diberi kupon berbicara sehingga semua siswa harus berbicara sehingga tidak ada siswa yang mendominasi atau diam dalam pelaksanaan diskusi. Metode ini dapat dikatakan sebagai suatu metode pembelajaran yang secara langsung maupun tidak langsung memaksa siswa untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan belajar mengajar. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan Metode Time Token Model pembelajaran Problem Based Learning dengan metode Time Token merupakan penggabungan dari model Problem Based Learning dan metode Time Token. Kedua penggabungan model dan metode tersebut memiliki tujuan yang berbeda. Model pembelajaran Problem Based Learning bertujuan untuk membantu siswa lebih memahami tentang materi Menerapkan prinsip-prinsip kerjasama dengan kolega dan pelanggan yang akan dipelajari. Dalam pembelajaran problem based learning siswa akan dihadapkan pada suatu permasalahan nyata yang ada, sehingga siswa dituntut untuk memecahkan solusi dari permasalahan tersebut. Metode time token bertujuan agar siswa dapat menyampaikan pendapat, ide atau gagasan pemikiran dalam pembelajaran, sehingga menghindari dari adanya siswa yang mendominasi atau diam saat diskusi kelompok maupun pembelajaran yang sedang
berlangsung. Sehingga semua siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk mengeluarkan pendapatnya dalam proses pembelajaran. Penerapan model pembelajaran problem based learning dengan metode time token diharapkan siswa dapat memahami serta mampu menyampaikan pendapatnya tentang solusi dari suatu permasalahan yang ada, yaitu masalah tentang menerapkan prinsip-prinsip kerjasama dengan kolega dan pelanggan. Sehingga dalam proses pembelajaran tersebut siswa dapat aktif serta mampu memahami materi pelajaran menerapkan prinsip-prisip kerjasama dengan kolega dan pelanggan. Berikut ini langkah-langkah model pembelajaran problem based learning dengan metode time token: a. Guru menyampaikan materi pembelaja ran. b. Guru memberikan suatu permasalahan terkait materi pembelajaran. c. Siswa diberi kupon berbicara untuk mengemukakan pendapat awalnya terkait materi pembelajaran. d. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok. e. Guru memberikan arahan terkait menemukan konsep dan solusi permasalahan. f. Guru membantu mendorong terciptanya kerjasama,diskusi antar anggota kelompok. g. Siswa mengerjakan lembar kegiatan siswa dibimbing oleh guru. h. Siswa menyajikan hasil kerja dan mengkji ulang hasil pemecahan masalah. i. Menarik kesimpulan dengan cara siswa menyampaikan hasil diskusinya secra individu dengan kupon berbicara. j. Mengevaluasi pembelajaran secara keseluruhan. Keaktifan Belajar Siswa Aktif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:23) berarti giat. Aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran perlu diperhatikan oleh guru, agar proses belajar mengajar yang ditempuh mendapatkan hasil yang maksimal. Maka guru perlu mencari cara untuk meningkatkan keaktifan siswa. Sardiman (2009 : 100) berpendapat bahawa aktifitas disini yang baik yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar kedua aktifitas itu harus saling terkait. Kaitan antara keduanya akan membuahkan aktifitas belajar yang optimal. Banyak aktifitas yang dapat dilakukan siswa di sekolah. Beberapa macam
aktifitas itu harus diterapkan guru pada saat pembelajaran sedang berlangsung. Dari uraian di atas dapat diartikan keaktifan siswa dalam belajar adalah segala kegiatan yang bersifat fisik maupun non fisik siswa dalam proses pembelajaran yang menuntut guru sebagai fasilitator dan siswa sebagai pusat pembelajaran sehingga menciptakan kondisi kelas yang aktif dan pembelajaran yang optimal.
3. Metode Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di SMK Wijaya Kusuma Surakarta, Jl. Kutai Raya, Sumber, Surakarta, Jawa Tengah 57143. Adapun penelitian ini dilaksanakan selama 9 bulan terhitung dari bulan Februari 2015 sampai Oktober 2015, yang meliputi persiapan penelitian, pelaksanaan tindakan, analisis data, dan pelaporan. Subjek Penelitian Subjek penelitian merupakan pihakpihak yang terkait dalam pelaksanaan penelitian. Subjek pada penelitian ini adalah guru mata pelajaran menerapkan prinsip-prinsip kerjasama dengan kolega dan pelanggan sebagai pelaksana didampingi oleh peneliti sebagai kolaborator yang akan membantu proses penelitian tindakan kelas, serta siswa kelas X A jurusan Administrasi Perkantoran SMK Wijaya Kusuma semester genap tahun pelajaran 2014/2015 pada pokok bahasan Prinsip-prinsip kerjasama dengan kolega dan pelanggan. Siswa kelas ini berjumlah 19 siswa perempuan. Pengumpuan Data Pengumpulan data adalah salah satu faktor penting dalam penelitian. Untuk mendapatkan data tersebut digunakan beberapa teknik pengumpulan data sehingga data yang diperoleh benar-benar valid dan dapat dipercaya. Menurut Arikunto (2013:193200) ada beberapa macam metode pengumpulan data antara lain tes, angket atau kuesioner, interview, observasi, skala bertingkat, dan dokumentasi. Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Uji Validitas Data Setelah semua data terkumpul, peneliti harus menguji kebenaran dari setiap data yang didapat, yang biasa disebut dengan validitas data. Dalam penelitian ini uji validitas dilakukan dengan triangulasi. Menurut
(Muhadi, 2011:19) secara umum triangulasi mengacu pada pencarian kosistensi temuan oleh pengamat yang berbeda-beda, baik pengamatan instrument, metode pengamatan, waktu, tempat, dan situasi penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi data dan tiangulasi metode. Triangulasi data diperoleh dari sumber data yaitu guru dan siswa, sedangkan triangulasi metode diperoleh dari hasil wawancara dan observasi.
Analisis Data Data yang telah terkumpul dan selesai diuji validitasnya, data tersebut diolah dan dianalisis sesuai teknik analisis yang tepat. Pada penelitian, analisis yang digunakan adalah dengan analisis data deskriptif komparatif. Teknik deskriptif komparatif digunakan untuk data kuantitatif, yakni dengan membandingkan hasil antar siklus. Peneliti membandingkan hasil sebelum penelitian dengan membandingkan hasil pada akhir setiap siklus. Teknik komparatif dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan hasil penelitian siklus I dan II. Hasil perbandingan antar siklus tersebut digunakan untuk mengetahui indikator keberhasilan dan kegagalan dalam setiap siklus. Indikator yang belum tercapai diperbaiki pada siklus berikutnya sehingga dapat meningkatkan keaktifan siswa. 4. Hasil Tindakan Pra siklus Observasi awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 23 Maret 2015 diketahui bahwa proses pembelajaran di kelas X A AP yang masih didominasi metode ceramah atau berpusat pada guru. Guru menjelaskan materi dan peserta didik mencatat apa yang disampaikan guru. Kesempatan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran sangat sedikit, hal ini mengakibatkan keaktifan peserta didik rendah. Kondisi ini dapat terlihat dari sedikitnya peserta didik yang bertanya dan berpendapat mengenai pertanyaan dari guru. Peneliti menggunakan lembar observasi untuk mengambil nilai keaktifan dari peserta didik sudah disiapkan oleh peneliti dengan cara mengamati pada proses pembelajaran. Keaktifan peserta didik diketahui masih rendah berdasarkan dokumentasi nilai peserta didik. Pengamatan yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa metode pembelajaran yang digunakan adalah metode
ceramah. Kondisi pembelajaran yang berpusat pada guru mengakibatkan peserta didik cenderung pasif sehingga menimbulkan rendahnya keaktifan peserta didik. Pada observasi awal yang dilakukan masih terdapat kekurangan yang menyebabkan banyaknya siswa yang tidak aktif. Kekurangan yang ada akan diuraikan menjadi bahan perencanaan pada siklus 1 dengan tujuan agar siswa menjadi sering aktif dan selalu aktif. Berdasarkan data lembar observasi keaktifan siswa di kelas X A AP mencapai 32,11%. Angka tersebut diperoleh dari total skor 19 siswa dari 5 indikator yang telah ditetapkan. Total skor adalah 122 dengan skor maksimal 380. Dengan rumus penghitungan sebagai berikut : X 100% =
X 100%
=32,11% Siklus 1 Dari hasil observasi yang telah dilakukan, pada siklus 1 terlihat adanya peningkatan pada keaktifan siswa. Namun, peningkatan tersebut belum sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan oleh peneliti yaitu 75%. Pada siklus 1 terdapat beberapa kekurangan yang menyebabkan masih banyak siswa yang jarang aktif. Kekurangan yang ada akan dijadikan bahan refleksi dan diterapkan pada siklus 2 dengan tujuan agar siswa lebih banyak yang sering aktif dan selalu aktif. Berdasarkan data lembar observasi keaktifan siswa di kelas X A AP mencapai 53,68%. Angka tersebut diperoleh dari total skor 19 siswa dari 5 indikator yang telah ditetapkan. Total skor adalah 204 dengan skor maksimal 380. Dengan rumus penghitungan sebagai berikut : X 100% =
X 100%
= 53,89 % Siklus 2 Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pada siklus 2, keaktifan belajar siswa sudah meningkat sesuai target yang telah ditetapkan oleh peneliti. Siswa jarang aktif menurun dan siswa sering aktif serta selalu aktif meningkat dibandingkan dengan grafik pada siklus pertama. Data tersebut menunjukkan bahwa keaktifan siswa lebih baik
Bekerjasama dengan teman saat diskusi kelompok Total skor
atau meningkat dan siswa kelas X A AP sudah mulai aktif di dalam kelas. Berdasarkan data lembar observasi keaktifan siswa di kelas X A AP mencapai 76,58%. Angka tersebut diperoleh dari total skor 19 siswa dari 5 indikator yang telah ditetapkan. Total skor adalah 291 dengan skor maksimal 380. Dengan rumus penghitungan sebagai berikut: X 100% =
13
0
0
5
12
3
1
5
7
0
2
9
60
11
2
33
62
2 0
2
1 9
4 1
0
3
4 2
Penjelasan dalam grafik:
X 100% =
76,58% Perbandingan Hasil Tindakan Antar Siklus Penerapan model pembelajaran problem based learning dengan metode time token dapat meningkatkan keaktifan siswa pada setiap siklusnya Setiap siklus pada penelitian ini mencakup 4 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Pelaksanaan tindakan tiap siklus terdiri dari 3 kali pertemuan dan tiap pertemuan berlangsung selama 2 x 45 menit. Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan pada siklus I dan siklus II dapat diketahui bahwa adanya peningkatan keaktifan siswa pada kelas X A AP dengan menggunakan model problem based leaning dengan metode time token. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan ratarata jumlah keaktifan siswa dalam kriteria sangat aktif dan aktif. Rata-rata keaktifan meningkat secara bertahap dari pra siklus sebesar 32,11% kemudian meningkat menjadi 53,89% dan di siklus 2 kembali meningkat sebesar 76,58%. Peningkatan keaktifan siswa tersebut disajikan dalam tabel berikut:
Keaktifan antar siklus
Tidak aktif
Jarang aktif
Sering aktif
Selalu aktif
Indikator
Pr a
1
2
Pr a
1
2
1
2
2
3
9
P r a 0
1
3
P r a 1
Turut serta dalam tugas belajarnya Memberikan ide-ide dalam pemecahan masalah Bertanya kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah
6
2
0
12
13
1
7
12
3
1
7
13
4
0
3
9
0
0
5
14
3
0
5
12
6
0
4
1 0
0
0
3
15
3
1
4
12
4
0
4
6
0
0
8
5. Simpulan dan saran Simpulan Penelitian tindakan kelas di SMK Wijaya Kusuma Surakarta dilakukan dalam dua siklus. Penerapan model pembelajaran problem based learning dengan metode time token dapat meningkatkan keaktifan siswa di kelas X A Administrasi Perkantoran di SMK Wijaya Kusuma Surakarta. Keaktifan secara keseluruhan meningkat dari pra siklus terhitung 32,11 % menjadi pada siklus II 76,58 %. Jadi penelitian ini dapat meningkatkan keaktifan siswa sebesar 44,47 %. Adapun peningkatan keaktifan siswa dalam setiap indikator yaitu sebagai berikut: 1. Indikator “turut serta dalam tugas belajarnya” diketahui siswa yang masuk kategori tidak aktif menurun dari 31,58 % menjadi 0 %. Kategori jarang aktif menurun dari 63,16 % menjadi 15,79 %. Kategori sering aktif meningkat dari 5,26 % menjadi 47,37 %. Kategori selalu aktif meningkat dari 0 % menjadi 36,84 %. Peningkatan terjadi dalam kategori sering aktif dan selalu aktif. 2. Indikator “memberikan ide - ide dalam pemecahan masalah” diketahui siswa yang masuk kategori tidak aktif menurun dari 63,16 % menjadi 5,26 %. Kategori jarang aktif menurun dari 36,84 % menjadi 31,58 %. Kategori sering aktif meningkat dari 0 % menjadi 26,31 %. Kategori selalu aktif meningkat dari 0 % menjadi 36,84%. Peningkatan terjadi dalam kategori sering aktif dan selalu aktif. 3. Indikator “bertanya kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya” diketahui siswa yang masuk
kategori tidak aktif menurun dari 73,68 % menjadi 0 %. Kategori jarang aktif dari 26,31 % menjadi 31,59 %. Kategori sering aktif meningkat dari 0 % menjadi 52,63 %. Kategori selalu aktif meningkat dari 0 % menjadi 10,53%. Peningkatan terjadi dalam kategori sering aktif dan selalu aktif. 4. Indikator “berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah” diketahui siswa yang masuk kategori tidak aktif menurun dari 79,95% menjadi 5,26 %. Kategori jarang aktif tetap sebesar 21,05 %. Kategori sering aktif meningkat dari 0 % menjadi 31,58 %. Kategori selalu aktif meningkat dari 0 % menjadi 42,10 %. Peningkatan terjadi dalam kategori sering aktif dan selalu aktif. 5. Indikator “bekerjasama dengan teman saat diskusi” diketahui siswa yang masuk kategori tidak aktif menurun dari 68,42% menjadi 0 %. Kategori jarang aktif menurun dari 31,59 % menjadi 15,79 %. Kategori sering aktif meningkat dari 0 % menjadi 36,84 %. Kategori selalu aktif meningkat dari 0 % pada menjadi 47,37 %. Peningkatan terjadi dalam kategori sering aktif dan selalu aktif. Selain adanya peningkatan keaktifan siswa disetiap indikator keaktifan, terdapat beberapa hal positif setelah diterapkannya model pembelajaran problem based learning dengan metode time token bagi peserta didik maupun guru , diantaranya: a. Peserta didik lebih banyak dilibatkan atau berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran sehingga peserta didik cenderung aktif. b. Peserta didik mendapatkan pengalaman dan pengetahuan tambahan melalui diskusi kelompok. c. Melatih keberanian dari peserta didik dalam mengemukakan pendapat, ide dan gagasannya. d. Menambah variasi model dan metode pembelajaran bagi guru untuk diterapkan dalam pembelajaran. Saran Bagi Kepala Sekolah a. Kepala sekolah diharapkan memberikan motivasi atau pelatihan kepada guru dalam mengembangkan model dan metode pembelajaran yang dapat menumbuhkan semangat belajar peserta didik agar mampu menerapkan pembelajaran yang inovatif. b. Kepala sekolah diharapkan mampu menambah buku pedoman khususnya
mengenai mata pelajaran menerapkan prinsip-prinsip bekerjasama dengan kolega dan pelanggan. Hal ini dilakukan agar membantu siswa dalam mendalami materi pelajaran. Bagi Guru Mata Pelajaran a. Guru diharapkan mampu mengambil tindakan yang tepat untuk menciptakan kondisi kelas yang kondusif. Misalnya memberi punishment terhadap siswa yang gaduh saat pembelajaran. b. Guru diharapkan lebih maksimal dalam mengontrol siswa saat berdiskusi, misalnya dengan berkeliling tiap kelompok. c. Guru diharapkan mampu memberikan dorongan kepada siswa agar berani dalam menyampaikan pendapat. Misalnya memberikan reward atau hadiah. Bagi Siswa a. Siswa sering tidak memperhatikan dan mengobrol dengan temannya, maka diharapkan siswa memperhatikan guru dalam proses pembelajaran. b. Sebagian siswa gaduh dan tidak memperhatikan saat temannya sedang mengemukakan pendapat, maka diharapkan siswa dapat memperhatikan temannya saat mengemukakan pendapat. c. Siswa diharapkan lebih berani dan percaya diri dalam mengemukakan pendapatnya.
Daftar Pustaka Arends, Richard I. (2008). Learning to Teach. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Arikunto, Suharsimi. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2005. Jakarta: Depdiknas. Muhadi. (2011). Penelitian Tindakan Kelas Panduan Wajib Bagi Pendidik. Yogyakarta: Shira Media Rusman. (2010). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada Sadirman A. M. (2011). Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Suprijono, Agus. (2012). Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yamin, Martinis. (2009). Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Pers.