65
Pemasyarakatan iptek budidaya udang vaname ... (Agus Nawang)
PEMASYARAKATAN IPTEK BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) SISTEM TRADISIONAL PLUS DI BARRU, SULAWESI SELATAN Agus Nawang, Suwardi Tahe, Hambali Supriyadi, Ike Trismawanti, dan Rachmansyah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pemasyarakatan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang perikanan budidaya merupakan program pemberdayaan masyarakat kelautan dan perikanan dengan tujuan untuk menyebarluaskan teknologi budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) sistem tradisional plus. Kegiatan pemasyarakatan ini dilaksanakan di tambak masyarakat di Desa Lawallu Kecamatan Soppeng Riaja Kabupaten Barru. Dua kelompok pembudidaya yang dilibatkan yaitu Kelompok Vaname Jaya dengan jumlah anggota 14 orang masing-masing satu petak tambak dengan luas total 5,63 ha. Kelompok kedua adalah Kawan Sejahtera yang terdiri atas 10 anggota masing-masing satu petak tambak dengan luas total 4,37 ha. Jumlah luas keseluruhan tambak yang digunakan yaitu 10 ha. Penebaran benur udang vaname PL-10 setiap petakan tambak kepadatan 8 ekor/m2; bobot rata-rata 0,01 g/ekor. Tahapan kegiatan diawali dari persiapan tambak dilakukan sebagaimana ketentuan prosedur cara budidaya ikan yang baik (CBIB) yang meliputi pengeringan, pengelolaan, dan perbaikan tanah dasar, pengapuran, pemasukan air, dan pemberantasan hama. Pemeliharaan selama 65 hari dan dilakukan sampling pertumbuhan setiap 10 hari mulai umur 35 hari, pengamatan kualitas air setiap 10 hari serta analisis sampel untuk uji PCR dan bakteri. Pemberian pakan menggunakan pelet setelah umur 35 hari dengan dosis 5%-2% dari bobot biomassa udang per hari. Hasil yang diperoleh terhadap bobot akhir rata-rata yaitu 18,30 g/ekor dan tingkat sintasan rata-rata 25% serta produksi secara total didapatkan 3.377,4 kg atau sama dengan 337,7 kg//ha. KATA KUNCI:
iptekmast, produksi, tradisional plus, vaname
PENDAHULUAN Kabupaten Barru adalah salah satu kabupaten yang berada pada pesisir Barat Provinsi Sulawesi Selatan yang terletak antara koordinat 40o5'49"-40o47'35" lintang Selatan dan 119o35'00"-119 o49'16 " bujur Timur dengan luas wilayah 1.174,72 km 2 dengan garis pantai sepanjang 78 km. Jumlah penduduknya berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2009 sebesar 162.985 jiwa dengan kepadatan rata-rata 138,74 jiwa/km2. Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Barru tahun 2009 sebesar Rp 9.705.963,-. Kabupaten Barru memiliki potensi areal budidaya tambak sekitar 3.500 ha. Dari potensi tersebut telah dimanfaatkan pertambakan seluas 2.617,05 ha yang terdiri atas tambak udang intensif 81,5 ha; semi-intensif 290,48 ha; tradisional 1.639,1 ha; dan tambak polikultur bandeng-udang 695,88 ha dengan jumlah pembudidaya tambak 7.413 orang (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Barru, 2005). Potensi lahan yang belum dimanfaatkan adalah 25,23% sementara yang masih dikelola secara tradisional mencapai 89,22% di mana tingkat produktivitas areal tambak masih sangat rendah. Sehingga dalam rangka mendukung peningkatan produksi dan percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat petani tambak diperlukan introduksi budidaya udang vaname. Dalam rangka meningkatkan efektivitas misi penyebarluasan hasil riset, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) melaksanakan program IPTEKMAS (Pemasyarakatan Ilmu pengetahuan dan Teknologi), yaitu sebuah bentuk upaya pemacuan adopsi dan penyebarluasan hasil riset karya para peneliti Balitbang KP kepada masyarakat. Program tersebut mencakup kegiatan-kegiatan inventarisasi paket-paket teknologi Balitbang KP yang perlu diadopsi diberbagai kasus/lokasi, penerapan, pengkajian dan pengumpulan umpan balik menyempurnakan teknologi, serta upaya-upaya peningkatan ekonomi masyarakat kelautan dan perikanan dengan
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012
66
menggunakan teknologi yang tersedia, dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat dan peneliti Balitbang KP. Melalui program IPTEKMAS, diharapkan teknologi hasil riset Balitbang KP menjadi guna, sehingga dampaknya terhadap peningkatan pendapatan pelaku utama (pembudidaya, nelayan tangkap dan pengolah) dapat dimaksimalkan. IPTEKMAS dilaksanakan sejak tahun 2007 hingga sekarang. Mengingat keterpaduan program dan pelaksanaannya melibatkan berbagai pihak terkait yang bersifat lintas institusi dan lembaga, maka perlu adanya kesamaan visi, misi, dan semangat kebersamaan dalam mengembangkan sektor kelautan dan perikanan. Setelah melalui serangkaian penelitian dan kajian, maka pemerintah melalui SK Menteri KP No. 41/2001 secara resmi melepas udang vaname sebagai varietas unggul pada tanggal 12 juli 2001 (Anonim, 2003; Poernomo, 2002). Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan kenaikan terhadap produksi udang sebesar 74,75% di tahun 2010-2014, yaitu dari 400.000 ton menjadi 699.000 ton. Dalam pencapaian tersebut, peningkatan produksi udang akan diarahkan pada komoditas udang windu (Penaeus monodon) dan udang vaname (Litopenaeus vannamei). Udang vaname sendiri ditargetkan pada tahun 2014 mencapai 511.000 ton. Udang vaname merupakan salah satu jenis udang introduksi yang akhir-akhir ini banyak diminati, karena memiliki keunggulan seperti lebih tahan terhadap penyakit dan pertumbuhan cepat, bahkan udang vaname yang positif (deteksi PCR) terinfeksi WSSV namun tidak menunjukkan gejala klinis, masih dapat tumbuh normal dengan sintasan 88% dan produksi sebesar 11,5 ton/ha (Sugama, 2002). Namun demikian pembudidaya udang dengan kemampuan modal sangat terbatas masih beranggapan bahwa udang vaname hanya dapat dibudidayakan secara intensif. Anggapan tersebut ternyata tidaklah sepenuhnya benar, karena hasil kajian menunjukkan bahwa udang vaname juga dapat diproduksi dengan pola tradisional. Bahkan dengan pola tradisional petambak dapat menghasilkan ukuran panen yang lebih besar karena pertumbuhan relatif lebih cepat. Belakangan ini teknologi yang berkembang pada pola intensif dan semi-intensif, pada hal luas areal pertambakan di Indonesia mencapai 360.000 ha, di mana 80% di antaranya digarap oleh petambak yang bermodal terbatas. Dengan demikian kegiatan sosialisasi sangat diperlukan dalam rangka untuk penyebarluasan beberapa hasil kajian teknologi budidaya udang vaname secara tradisional plus melalui kegiatan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEKMAS). Tujuan, Manfaat, dan Dampak Kegiatan IPTEKMAS bertujuan untuk menyosialisasikan aplikasi teknologi budidaya udang vaname sistem tradisional plus yang mengacu pada cara budidaya ikan yang baik (CBIB) kepada masyarakat kelompok pembudidaya. Teknologi tersebut dapat menjadi acuan untuk diadopsi dan diserap bagi masyarakat petambak di sekitar kawasan lokasi kegiatan IPTEKMAS sehingga peningkatan produktivitas hasil tambak dapat tercapai. Kegiatan ini diharapankan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat petani tambak. PERMASALAHAN SEBELUM IPTEKMAS Permaslahan yang ada sebelum kegiatan IPTEKMAS yang menjajdi keluhan dari pihak pembudidaya sendiri, yaitu lemahnya pengetahuan masyarkat pembudidaya tentang bagaimana cara budidaya ikan/udang yang baik. Pembudidaya selama ini hanya perpatokan dari pengalaman-pengalaman saja tanpa memliki acuan bagaimana melakukan budidaya udang yang baik sesuai CBIB. Sehingga terkadang ada hal-hal dianggap pada tahapan kegiatan hanya merepotkan saja dan buang-buang biaya seperti misalnya pada tahapan persiapan tambak yaitu pengeringan, pengapuran, pemberantasan hama, serta pemupukan. Pada hal kegiatan tesebut memiliki peran dalam hal memperbaiki tekstur tanah tambak, meningkatkan kesuburan dasar tambak dan mempercepat penumbuhan pakan alami untuk mendukung pertumbuhan udang karena pada awal pemeliharaan sebelum diberikan pakan tambahan. Permasalahan lain yang dialami oleh masyarakat pembudidaya adalah susahnya untuk mendapatkan benur vaname yang berkualitas. Karena benur yang berkualitas bagus kebanyakan diproduksi dari Pulau Jawa, sementara akses pembudidaya untuk mendapatkan benur tersebut sangat sulit. Tidak adanya pengetahuan bagaimana cara pemantauan pertumbuhan untuk menentukan
67
Pemasyarakatan iptek budidaya udang vaname ... (Agus Nawang)
jumlah pakan yang mestinya diberikan dalam satu hari, sehingga pembudidaya pada saat melakukan pemberian pakan hanya berdasarkan perasaan saja sehingga akhirnya kadang terjadinya kekurangan atau kelebihan pakan. Lemahnya kelembagaan kelompok antara pembudidaya lebih cendrung jalan sendiri-sendiri. Pemberdayaan tenaga penyuluh perikanan yang merupakan satu bagian komponen dari Dinas Perikanan dan Kelautan sangat kurang padahal peranan tenaga penyuluh perikanan tersebut, sangatlah dibutuhkan sebagai tenaga pendamping, baik untuk kegiatan pendampingan di lapangan ataupun kegiatan dalam hal untuk mendapatkan kemudahan memperoleh saprokan sesuai yang diharpkan. UNSUR/INSTITUSI YANG TERLIBAT Kegiatan IPTEKMAS melibatkan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Maros dan pemerintah daerah yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Barru, tenaga Penyuluh Perikanan serta pembudidaya sendiri. Kegiatan pendampingan dan bimbingan melibatkan peneliti dan teknisi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan perikanan Budidaya dan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya air Payau Maros serta Dinas kelautan dan Perikanan Kabupaten Barru. Sementara kegiatan lapangan dari persiapan, pemeliharaan, pemantauan sampai panen selain peneliti dan para peserta iptekmas/pemilik tambak juga dilibatkan tim penyuluh perikanan Kecamatan Soppeng Riaja yang secara aktif mendampingi dan membimbing para pembudidaya selama kegiatan pemeliharaan. POTENSI SUMBERDAYA Lokasi IPTEKMAS Kegiatan IPTEKMAS dilakukan di kawasan pertambakan di Desa Lawallu Kecamatan Soppeng Riaja Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan (Gambar 1). Potensi Lahan Kabupaten Barru adalah salah satu Daerah potensial di bidang Kelautan dan Perikanan. Potensi areal budidaya tambak sekitar 3.500 ha. Dari potensi tersebut telah dimanfaatkan untuk pertambakan udang yang sudah dikembangkan seluas 2.617,05 ha dengan produktivitas 0,34 ton/ha (Tabel 1).
Gambar 1. Lokasi kegiatan Iptekmas budidaya udang vaname sistem tradisional plus
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012
68
Tabel 1. Jenis komoditas, potensi lahan, dan produksi perikanan
Komoditas Udang Bandeng Ikan kerapu Ikan merah Rumput laut
Luas potensi Lahan yang sudah Produksi Produktivitas lahan (ha) dikembangkan (ha) (ton) (ton/ha) 3.500 3.500 56.160 56.160 1.200
2.617 2.167 7,00
888,30 2.698 89,20 50,10 84,00
0,34 1,03 0,16 0,09 12,00
Sebagian besar sistem budidaya yang dilakukan di Kabupaten Barru adalah sistem tradisional, dengan kepadatan rata-rata 10.000–30.000 ekor/ha. Pemeliharaan dilakukan hanya mengharapkan pakan alami sebagai pakan udang dan tanpa menerapkan SOP cara-cara budidaya ikan yang baik yaitu pada kegiatan persiapan tidak melakukan pengolahan tanah dasar, pengapuran. Kemudian saat masa pemeliharaan tidak adanya kegiatan analisis kualitas air dan pemantauan kesehatan air dan sampling udang baik pertumbuhan maupun kesehatan udang, sehingga terkadang sudah ada indikasi adanya serangan penyakit belum ada tindakan untuk penanganan atau panen. KERAGAAN BUDIDAYA Komuditas Budidaya Komuditas budidaya yang digunakan pada kegiatan IPTEKMAS ini adalah komuditas yang menjadi salah satu produk unggulan Kementerian Kelautan dan Perikanan yaitu udang vaname. Komoditas udang vaname merupakan komoditas andalan yang mempunyai nilai pasaran yang cukup tinggi yang sangat cocok dibudidayakan di kawasan pertambakan di Kabupaten Barru. Produksi Komoditas Unggulan Sebelum ada kegiatan IPTEKMAS kegiatan budidaya udang vaname sudah diterapkan oleh pembudidaya di Kabupaten Barru sebagai komoditas utama dalam kegiatan pemeliharaan dengan tingkat teknologi intensif dan semi-intensif tapi hanya sebagian kecil saja dan mayoritas masih pola sederhana dengan komoditas utama ikan bandeng serta udang vaname tapi tingkat kepadatan yang rendah yaitu 10.000-25.000 ekor/ha. Produktivitas yang dihasilkan berkisar antara 100–300 kg/ha. Pelaksanaan IPTEKMAS budidaya udang vaname sistem tradisional plus meskipun tidak terlalu besar produksi yang dihasilkan atau belum sesuai dengan target maksimal yang diharapkan, tapi masih didapatkan peningkatan produktivitas yaitu rata-rata 337,74 kg/ha atau peningkatan sebesar 12%. SUMBERDAYA MANUSIA BUDIDAYA Jumlah Kelompok Pembudidaya, Jumlah Anggota Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Barru jumlah keseluruhan kelompok pembudidaya yang ada di Kabupaten Barru dari 5 kecamatan adalah 25 kelompok dengan jumlah anggota sebanyak 733 orang (Tabel 2). Kelompok dan Anggota yang Ikut dalam IPTEKMAS Peserta IPTEKMAS terdiri atas dua kelompok yaitu kelompok Vaname Jaya yang terdiri atas 14 anggota dan kelompok Kawan Sejahtera. Luas Lahan IPTEKMAS Kegiatan IPTEKMAS budidaya udang vaname sistem tradisional plus di Barru dilakukan di tambak masyarakat dengan jumlah petakan sebanyak 24 petak dengan total luasan lahan sebanyak 10 ha. Yang terdiri atas 5,63 ha lokasi Kelompok Vaname Jaya dan 4, 37 ha lokasi Kelompok Kawan Sejahtera. Masing-masing kelompok luasan lahan bervariasi antara 0,15 ha sampai luasan 1 ha. Hal ini karena
69
Pemasyarakatan iptek budidaya udang vaname ... (Agus Nawang) Tabel 2. Nama kelompok pembudidaya tambak di Kabupaten Barru
Nama kelompok
Alamat Desa/Kelurahan
Mattirodeceng Pancana Sipakainge Corawali Tanete Indah Tanete Lipudeceng Lipukasi Sederhana Garessi Telijaya Garessi Sama Turue Coppo Sipurio Coppo Maruala Sumpang Binangae Sipurennu Mangempang Rezki Siawung Sepakat Madello Cidapi Takkalasi Mappideceng Takkalasi Ar-Rahim Lampoko Padaelo Ajjakang Sipakatau Lawallu Sipurenu Siddo Mega Windu Batu Pute Teratai Lawallu Vaname Jaya Lawallu Kawan Sejahtera Lawallu Mattirowali Cilellang Aliran Rezki Bojo Macinnong Bojo Jumlah
Kecamatan
Jumlah anggota
Tanete Rilau Tanete Rilau Tanete Rilau Tanete Rilau Tanete Rilau Tanete Rilau Barru Barru Barru Barru Barru Balusu Balusu Balusu Balusu Soppeng Riaja Soppeng Riaja Soppeng Riaja Soppeng Riaja Soppeng Riaja Soppeng Riaja Soppeng Riaja Mallusetasi Mallusetasi Mallusetasi
24 22 26 46 57 22 57 32 21 23 53 38 25 31 25 34 28 19 41 25 14 10 20 18 22 733
kondisi luasan tambak yang ada di wilayah Kabupaten Barru sangat bervariasi dari ukuran kecil sampai ukuran sangat luas, bahkan ada beberapa petak tambak yang luasnya dibawah 1.000 m2 tapi yang tetap dikelolah oleh masyarakat dan ada juga sampai mencapai luasan 20 ha. Mata Pencaharian Mata pencaharian masyarakat peserta IPTEKMAS sebagaian besar adalah petani tambak, namun tidak terlepas dari beberapa kegiatan lain yang dijadikan sebagai sumber penghasilan tambahan yaitu, sebagai nelayan, petani sawah inipun tergantung musim, serta berternak. Sebagian juga yang punya kegiatan sebagai pengahasilan alternatif yaitu jadi buruh bangunan dan tukang ojek. KELEMBAGAAN DAN INFRASTRUKTUR Kelembagaan Finansial Pelaksanaan kegiatan IPTEKMAS belum melibatkan kelembagaan lain seperti perbankan dan koperasi, tetapi semestinya untuk keberlanjutan kegiatan pembudidaya secara berkelompok dan
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012
70
terorganisasi sangat diperlukan kelembagaan tersebut untuk kemudahan dan kelancaran dalam proses kegiatan budidaya terutama dalam hal penyediaan modal dan saprokan. Sumber Saprokan Ketersediaan sarana produksi perikanan seperti benur, pakan, pupuk, dan bahan-bahan lain yang menjadi kebutuhan tidak menjadi persoalan. Karena daerah lokasi pelaksanaan IPTEKMAS berada pada kawasan yang mudah dijangkau dan dekat sumber penjualan bahan-bahan yang menjadi kebutuhan. Cuma yang menjadi persoalan adalah benur, memang di daerah Kabupaten Barru sangat mudah untuk mendapatkan benur karena banyak hatcheri dan backyard yang memproduksi benur udang vaname tetapi untuk mendapatkan yang berkualitas baik relatif susah. Karena benur yang dibeli tidak dilengkapi dengan dokumen yang memastikan benur tersebut spesifik patogen free (SPF). Sehingga masyarakat terpaksa membelinya dari pada tidak ada sama sekali. Kalo dari segi kualitas benur, masyarakat pembudidaya lebih cenderung memilih benur dari Jawa Timur. Karena selain kualitas lebih bagus, terbukti berdasarkan pengalaman bahwa hasilnyapun lebih bagus baik dari tingkat sintasan juga dari segi pertumbuhan lebih cepat. Dukungan Infrastruktur Infrastruktur di lokasi kegiatan iptekmas sangat mendukung karena petakan-petakan tambak dapat langsung dijangkau oleh kendaraan roda empat, serta konstruksi jalan cukup bagus karena sudah diaspal dan tidak jadi kendala untuk kendara-kendaraan yang bertonase besar untuk bisa lewat kalo ada bahan saprokan seperti pakan, pupuk, kapur, dan lain-lain yang akan diangkut ke lokasi dan jaraknyapun tidak terlalu jauh dengan jalan poros/jalan Trans Sulawesi yaitu, hanya berkisar 2-3 km. TEKNOLOGI INOVASI YANG DITERAPKAN Aplikasi IPTEKMAS merupakan hasil kajian dari beberapa kegiatan penelitian Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau mengenai sistem budidaya secara tradisional plus, yang mengacu pada CBIB. Teknologi ini sudah lebih meningkat dibanding dengan penerapan pemeliharaan secara sederhana dan tradisional, di mana pada proses masa pemeliharaannya sampai panen hanya mengandalkan pakan alami sebagai sumber makanan untuk udang atau ikan, serta tanpa mengacu pada sistem budidaya yang berdasarkan CBIB karena masih adanya penggunaan bahan kimia, pestisida yang digunakan untuk pemberantasan hama, serta tidak dilakukannya cara yang tepat dan mantap proses persiapan dan pengolahan tanah sebelum penebaran. Sistem budidaya udang secara tradisional plus yang mengacu pada CBIB diterapkan sesuai dengan tahapan-tahapan kegiatan budidaya mulai dari persiapan yang meliputi pengeringan, pengolahan tanah dasar, pemberantasan hama, pemasukan air dan penebaran, serta kegiatan pemeliharaan yang meliputi pemberian pakan, pemantauan pertumbuhan, serta kualitas air dan kesehatan udang. Adapun tahapan kegiatan teknologi budidaya udang vaname sistem tradisional plus yang dilakukan selama pelaksanaan pemeliharaan sebagai berikut: Persiapan Pengeringan, pengolahan tanah dasar, dan pemberantasan hama Pengeringan dilakukan dengan cara membuang air tambak melalui pintu pembuangan sampai dasar petakan betul-betul kering. Adapun yang kondisi air tambak tidak bisa kering dengan melalui pintu pembuangan dibantu dengan pompa untuk pengeringannya. Selanjutnya tambak dikeringkan sampai kondisi dasar tambak retak-retak dan dilakukan pengolahan tanah dasar dengan tujuan kandungan H2S bisa teroksidasi. Pengeringan secara sempurna juga dapat membunuh bakteri patogen yang ada di pelataran tambak. Pengeringan secara sempurna juga dapat memberantas hama, membunuh bakteri patogen yang ada di pelataran tambak. Lama pengeringan sekaligus pengelolaan tanah dasar sekitar 14 hari. Pemberantasan hama awal menggunakan saponin dengan dosis 30 kg/ha tapi pemberantasan hama ini hanya dilakukan pada petakan yang kondisinya tidak bisa kering secara total atau masih ada sisasisa genangan air yang tidak bisa dibuang meskipun sudah dibantu dengan menggunakan pompa.
71
Pemasyarakatan iptek budidaya udang vaname ... (Agus Nawang)
Sementara petakan yang pengeringannya secara total dan sempurna tidak dilakukan pemberantasan hama, karena dengan pengeringan total sudah membantu memberantas adanya ikan-ikan liar, ataupun bibit telur ikan yang nantinya bisa menetas. Tapi tetap pada pertengahan pemeliharaan dilakukan pemberantasan dengan menggunakan saponin dengan dosis 50 kg/ha. Pengapuran dan pemupukan Untuk menunjang perbaikan kualitas tanah dan air dilakukan pemberian kapur bakar (CaO3) dengan dosis 1.000 kg/ha dan kapur dolomit 500 kg/ha. Selanjutnya dilakukan pemupukan dengan pupuk urea 200 kg/ha dan TSP 100 kg/ha. Pemupukan ini diharapkan dapat meningkatkan kesuburan dasar tambak sebagai penunjang untuk merangsang dan mempercepat penumbuhan pakan alami, karena pada sistem pemeliharaan yang diterapkan adalah secara tradisional plus di mana masa pemeliharaan udang setelah dilakukan penebaran tidak secara langsung diberikan pakan tambahan. Menurut Amin & Pantjara (2002), untuk menumbuhkan plankton di tambak dilakukan pemupukan dengan pupuk urea (150 kg/ha), TSP (75 kg/ha). Tapi setelah berumur 30 hari, sehingga pada masa awal pemeliharaan betul-betul pertumbuhan pakan alami yang sangat diharapkan untuk mendukung pertumbuhan udang. Pemasukan air Pemasukan air dilakukan setelah seluruh persiapan dasar tambak telah rampung termasuk pemasangan saringan pada pintu air. Pemasukan air sebagian petakan hanya dengan membuka pintu air ke petakan tapi sebagian petakan dibantu dengan menggunakan pompa. Karena kondisi dasar petakan memang tinggi sehingga kalau hanya mengharapkan tingginya air pasang maka ketinggian air di dalam tambak sangat rendah yaitu hanya berkisar 5–10 cm. Hal ini tidak menjadi persoalan karena petakan tersebut luasannya tidak terlalu besar yaitu berkisar antara 1.500 m2 sampai dengan 2.500 m2, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mengisi tambak sampai ketinggian yang diharapkan yaitu 40–60 cm dengan pompa tidak terlalu lama. Penebaran Penebaran benur udang vaname dilakukan setelah pemasukan air dan pertumbuhan makanan alami di tambak yang ditandai dengan tumbuhnya plankton dan klekap yang tumbuh di dasar tambak. Benur vaname yang digunakan adalah benur PL-10 dari Hatcheri PT Global Gen Situbondo yang sudah bersertifikat dan dilengkapai dengan dokumentasi hasil pemeriksaan laboratorium yang memastikan bahwa benur tersebut adalah benur bebas penyakit (SPF). Kriteria benur yang baik adalah mencapai ukuran PL-10 atau organ insangnya telah sempurna, ukuran seragam dan rata, badan benur dan usus terlihat jelas serta berenang melawan arus. Sebelum benur ditebar terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi terhadap suhu dan salinitas. Aklimatisasi artinya penyesuaian terhadap lingkungan yang berbeda. Aklimatisasi ini berguna untuk mencegah terjadinya stress pada suatu organisme bila dipindahkan dari suatu lingkungan ke dalam lingkungan lain yang berbeda sifatnya. Keadaan benur yang diangkut dari jarak yang jauh dan menempuh waktu yang lama dapat menjadi lemas dan bahkan stres. Beberapa faktor kondisi air yang berpengaruh dan perlu diperhatikan dalam proses aklimatisasi ialah suhu, pH, dan salinitas. Proses aklimatisasi dilakukan dengan cara mengapungkan kantong yang berisi benur di permukaan air tambak dan disiram secara perlahan-lahan selama 30 menit. Sedangkan aklimatisasi salinitas dilakukan dengan membuka kantong kemudian menambahkan air tambak sedikit demi sedikit selama 15-20 menit sampai salinitas air dalam kantong sama atau mendekati salinitas air tambak. Selanjutnya kantong dimiringkan sampai benur keluar dengan sendirinya. Penebaran semestinya dilakukan di pagi hari namun karena benur yang dikirim dari Surabaya pagi hari dan baru tiba di lokasi pada siang hari yaitu pada pukul 14.30, sehingga penebaran yang dilakukan sangat berisiko karena benur saat tiba di lokasi dalam kondisi siang hari. Tetapi dengan harapan dilakukannya tahapan kegiatan aklimatisasi dengan baik oleh para peserta IPTEKMAS dapat mengurangi tingkat risiko stresnya benur yang ditebar. Padat penebaran yang aplikasikan berdasarkan beberapa hasil kajian bahwa tingkat kepadatan optimal untuk budidaya udang vaname sistem tradidional plus adalah 8 ekor/m 2 atau 80.000 ekor/ha. Jumlah keseluruhan penebaran dari luas tambak peserta IPTEKMAS 10 ha adalah 80.000 ekor benur.
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012
72
Pemeliharaan Pelaksanaan kegiatan pemeliharaan setelah penebaran dilakukan selama 65 hari masa pemeliharaan sampai panen. Untuk mencapai hasil yang maksimal beberapa hal yang menjadi faktor penentu keberhasilan harus diperhatikan selama pemeliharaan yaitu meliputi: Pemberian pakan Program pakan pada dasarnya suatu metode/cara pemberian pakan udang dalam satu siklus budidaya. Program ini ikut menentukan tingkat keberhasilan suatu sistem budidaya udang secara menyeluruh terutama keterkaitannya dengan tingkat biaya produksi yang yang telah dikeluarkan, sehingga dalam penyusunannya perlu kecermatan dan ketepatan dalam dalam menentukan tingkat kebutuhan udang terhadap pakan. Pakan diberikan setelah udang berumur 25 hari, di mana pada saat tersebut ketersediaan pakan alami sudah menipis sehingga diperlukan tambahan pakan buatan. Menurut Suprapto (2005), Pertumbuhan udang vaname yang dibudidayakan di tambak dapat tumbuh dengan baik, maka pakan yang diberikan harus memenuhi kualitas dan cukup jumlahnya. Beberapa faktor-faktor yang perlu diperhatikan secara garis besar meliputi: jenis pakan, ukuran pakan, jumlah pakan, dan frekuensi pemberian pakan. Ukuran pakan yang diberikan disesuaikan dengan ukuran bobot udang, di mana saat menjelang dilakukannya pemberian pakan rata-rata bobot udang sudah mencapai 3-5 g/ekor. Soemardjati & Suriawan (2006) mengatakan bahwa kegiatan paling penting dalam budidaya udang vaname adalah pemberian pakan. Pakan yang diberikan harus memenuhi kebutuhan nutrisi bagi pertumbuhan udang yang dibudidayakan serta harus disesuaikan dengan kebiasaan makan dan tingkah laku udang itu sendiri. Nutrisi pakan terdiri atas protein, lemak, dan karbohidrat. Frekuensi pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi pukul 7.00 dan sore hari pukul 17.00 dengan cara menebar ke sekeliling petakan lewat pematang tambak, ini khususnya dilakukan pada tambak yang ukuran luasnya tidak terlalu luas yaitu dibawa 5.000 m 2. Sementara kalo yang ukuran petakan lebih dari 5.000 m2 sampai ukuran 1 ha, untuk memaksimalkan penyebaran pakan agar pemanfaatannya lebih optimal oleh udang dilakukan dengan menggunakan perahu. Dosis pakan diberikan 3%-5% dari bobot biomassa per hari Adapun acuan penentuan jumlah pakan yang diberikan selain berdasarkan estimasi hasil sampling yang dilakukan setiap 10 hari, juga dilakukan kontrol pada anco.
Sampling pertumbuhan Kegiatan sampling pertama dilakukan pada saat udang mencapai umur 35 hari pemeliharaan di tambak. Sedangkan sampling berikutnya dilakukan 10 hari sekali dari sampling sebelumnya. Adapun maksud dilakukan sampling adalah untuk mengetahui tingkat laju pertumbuhan, dan sekaligus sebagai dasar dalam menetapkan jumlah pakan yang dibutuhkan oleh udang selama pemeliharaan. Sampling dilakukan dengan menggunakan jala tebar, kemudian udang ditimbang untuk mengetahui bobot rata-ratanya. Dengan penggunaan estimasi tingkat sintasan dapat ditentukan jumlah biomassa udang untuk menentukan jumlah pakan per harinya. Daftar hasil sampling yang dilakukan setiap 10 hari dari umur 35 hari sampai panen atau umur 65 hari seperti pada Tabel 3 dan 4. Pelaksanaan kegiatan sampling secara aktif dilakukan dan sangat antusias diikuti oleh para anggota tambak peserta IPTEKMAS dan selain didampingi oleh tim peneliti dari Balai Penelitian dan Pengembangan Budidya Air Payau juga didampingi oleh tim Penyuluh Perikanan Kecamatan Soppeng Riaja. Pengamatan kualitas air Beberapa parameter kualitas air yang dimonitoring setiap 10 hari di tambak dengan nilai kisaran ditunjukkan pada Tabel 5. Pengukuran parameter seperti suhu, oksigen terlarut, pH, dan salinitas dilakukan langsung di lokasi petakan dan untuk parameter amonia, BOT, alkalinitas, nitrit, nitrat, dan fosfat dianalisis di Laboratorium Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Maros. Berdasarkan data hasil pengukuran kisaran parameter kualitas air pada Tabel 6. menunjukkan tingginya variasi nilai parameter khususnya salinitas dan suhu serta oksigen terlarut, hal ini dikarenakan lokasi tambak dengan jumlah yang banyak yaitu sebanyak 24 petak lokasinya terdiri
73
Pemasyarakatan iptek budidaya udang vaname ... (Agus Nawang) Tabel 3. Data hasil sampling Kelompok Vaname Jaya
Nama petambak
Luas lahan Penebaran (m2)
Abidin Makmur Ali Basri Hamzah Jamaluddin Firman Abd. Rahim H. Badrusamad Iskandar Mustafa Amiruddin Sube Ramli
2.500 3.000 3.000 2.200 2.500 1.500 4.000 10.000 10.000 4.000 2.500 2.000 3.000 6.100
20.000 24.000 24.000 17.600 20.000 12.000 32.000 80.000 80.000 32.000 20.000 16.000 24.000 48.800
Bobot rataan (g) (hari) 35
45
55
65
8,20 7,41 5,41 7,71 8,03 4,81 6,84 7,04 8,04 7,14 7,85 7,69 8,24 7,74
12,16 11,69 9,04 13,33 10,80 8,14 11,43 11,69 12,44 11,22 14,11 11,71 12,12 9,18
16,05 15,14 11,88 17,00 14,36 10,34 16,00 16,00 14,33 14,29 16,60 15,50 15,16 15,31
20,00 19,61 17,36 22,99 17,24 18,87 20,49 21,74 19,38 14,49 19,31 18,52 19,01 19,61
Tabel 4. Data hasil sampling Kelompok Kawan Sejahtera
Nama petambak A. Ihwan H.M. Amiruddin Rustan Ridwan M. Tahir Masse Lawajo Wendy Santiadjinata Irfan Lahemma
Luas lahan Penebaran (m2) 10.000 5.000 1.400 1.200 5.000 10.000 5.000 1.600 2.500 2.000
80.000 40.000 11.200 9.600 40.000 80.000 40.000 12.800 20.000 16.000
Bobot rataan (g) (hari) 35
45
55
65
5,36 2,38 5,41 6,67 7,22 5,60 6,88 3,25 6,96 7,60
9,21 5,28 10,23 10,53 11,50 9,61 8,00 5,32 10,00 10,00
11,62 7,33 14,55 15,13 15,17 11,94 13,45 7,43 14,08 13,67
16,39 13,33 20,00 21,74 20,83 16,08 18,66 10,0 16,5 17,01
atas beberapa tempat dengan kondisi lahan yang berbeda. Sehingga pada kondisi tertentu menyebabkan terjadinya fluktuasi parameter yang besar, contohnya parameter salinitas pada awal pemeliharaan dari seluruh petak kisarannya tidak terlalu besar yaitu 37-50 ppt. Menurut Li et al. (2007), salinitas berpengaruh terhadap konsumsi oksigen pada udang di mana konsumsi oksigen udang menjadi lebih besar secara signifikan pada salinitas 3 ppt dibandingkan pada salinitas 17 ppt dan 32 ppt. Tapi saat memasuki awal musim hujan sehingga beberapa petakan yang kondisinya berada di lereng bukit, di mana peluang untuk masuknya air tawar sangat besar. Sehingga secara bertahap penurunan kadar garam sampai akhir pemeliharaan mencapai 1 ppt. Tetapi petakan yang letaknya sangat dekat dengan laut meskipun saat musim hujan kandungan kadar garamnya paling rendah hanya mencapai 10 ppt, begitupun juga parameter suhu di mana pada kondisi tertentu beberapa petakan suhu bisa mencapai 40°C-50°C, hal ini disebabkan ketinggian air petakan tambak sangat rendah karena besarnya tingkat resapan tanah dasar tambak pada waktu-waktu tertentu yaitu saat tidak ada pasang tinggi untuk pemasukan air. Dengan demikian sinar matahari pada siang hari
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012
74
Tabel 5. Kisaran kualitas air selama pemeliharaan di tambak
Parameter
Kisaran
Suhu (°C) Oksigen terlarut (mg/L) pH Salinitas Amoniak (NH3) (mg/L) BOT (mg/L) Alkalinitas Nitrit (NO2) Nitrat (NO3) mg/L Fosfat (PO4) mg/L
26,8-40 1,44-9,75 6-8 1-50 0,0924-2,245 46,77-83,27 53,0-100,7 < 0,0010-0,1268 0,01481-1,1852 0,0021-0,4732
Sumber: Trismawanti & Nawang (2012)
pengaruhnya terlalu besar terhadap peningkatan suhu air di tambak. Sementara untuk parameter lain seperti oksigen terlarut dan pH variasi fluktuasi setiap pengamatan tidak terlalu besar pada masing-masing petakan tambak misalkan parameter pH dari awal pemeliharaan kisaran parameter dari semua petak tambak antara 7-8 dan sampai akhir pemeliharaan berkisar antara 6-7. Pemantauan dan analisis kesehatan udang Untuk memantau perkembangan kesehatan udang dilakukan analisis sampel dengan PCR di Laboratorium Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Maros. Jumlah petakan tambak yang sampel udangnya diambil adalah 12 petak dari 24 petak yaitu 6 petak dari Kelompok Vaname Jaya dan 6 petak dari Kelompok Kawan Sejahtera. Selain itu, dilakukan analisis bakteri terhadap air dan tanah dasar petaka tambak. Pengambilan sampel untuk analisis pertama dilakukan setelah udang berumur 44 hari, yang rencananya akan dilakukan sebanyak dua kali pengambilan yaitu pada akhir pemeliharaan. Berdasarkan hasil analisis PCR yang dilakukan pada tanggal 22 Desember 2011 bahwa dari 12 petak tambak sampel yang diambil, 11 petak positif terinfeksi WSSV. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hampir secara keseluruhan petakan tambak pada umur udang 44 hari udang vaname sudah terserang penyakit WSSV. Sehingga untuk selanjutnya diputuskan untuk dilakukan panen secara total. Panen dan Hasil Kegiatan panen dilakukan pada masa pemeliharaan 65 hari, panen dilakukan dengan menggunakan beberapa cara tergantung kondisi tambak. Ada yang menggunakan jaring kanton dan jala. Produksi yang dihasilkan rata-rata dari dua kelompok yang dilibatkan pada kegiatan iptekmas yaitu 337,74 kg/ha; hasil ini lebih rendah dari target yang diharapkan yaitu 500–700 kg/ha. Hal ini karena rendahnya tingkat sintasan yang diperoleh yaitu rata-rata 25%. Menurut Utoyo et al. (1989), bahwa tinggi rendahnya produksi yang dihasilkan tergantung pada sintasan, kecepatan laju pertumbuhan, dan padat penebaran yang dipelihara. Berdasarkan analisis PCR di laboratorium BRPBAP Maros bahwa semua sampel udang yang diambil positif terinfeksi WSSV kecuali petakan atas nama Irfan. Pengambilan sampel udang dilakukan saat pemeliharaan masih berumur 44 hari, selain itu, yang menjadi faktor rendahnya tingkat sintasan adalah pada saat penebaran yaitu tidak optimalnya proses aklimatisasi yang dilakukan oleh para pembudidaya baik itu aklimatisasi suhu maupun aklimatisasi salinitas apalagi saat penebaran, benur tiba di lokasi pada siang hari pukul 14.30. Selain itu, kandungan salinitas tambak peserta waktu penebaran berkisar antara 37–50 ppt. Meskipun sebelumnya sudah dilakukan bimbingan secara teknis mengenai cara aklimatisasi namun yang menjadi kendala terbatasnya kemampuan untuk mengawasi secara langsung pada saat penebaran karena lokasi tambak yang cukup luas dan terletak
75
Pemasyarakatan iptek budidaya udang vaname ... (Agus Nawang)
beberapa titik kawasan pertambakan. Adapun daftar hasil produksi dan tingkat sintasan (SR) dari dua kelompok dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Data hasil produksi dan sintasan Kelompok Vaname Jaya dan Kelompok Kawan Sejahtera
Nama petambak Abidin Makmur Ali Basri Hamzah Jamaluddin Firman Abd. Rahim H. Badrusamad Iskandar Mustafa Amiruddin Sube Ramli A. Ihwan H.M. Amiruddin Rustan Ridwan M. Tahir Masse Lawajo Wendy Santiadjinata Irfan Lahemma
Luas lahan Umur Bobot Produksi Sintasan Penebaran 2 (hari) (g/ekor) (g) (%) (m ) 2.500 3.000 3.000 2.200 2.500 1.500 4.000 10.000 10.000 4.000 2.500 2.000 3.000 6.100 10.000 5.000 1.400 1.200 5.000 10.000 5.000 1.600 2.500 2.000 Jumlah
20.000 24.000 24.000 17.600 20.000 12.000 32.000 80.000 80.000 32.000 20.000 16.000 24.000 48.800 80.000 40.000 11.200 9.600 40.000 80.000 40.000 12.800 20.000 16.000
65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65
20,00 19,61 17,36 22,99 17,24 18,87 20,49 21,74 19,38 14,49 19,31 18,52 19,01 19,61 16,39 13,33 20,00 21,74 20,83 16,08 18,66 10,00 16,50 17,01
23.000 123.000 136.200 23.500 92.200 38.000 163.000 300.000 400.700 122.500 90.500 79.000 16.000 300.000 367.500 50.000 41.700 35.000 70.600 359.400 12.200 97.000 145.500 90.900
31 26 33 6 27 17 25 17 26 26 23 27 25 31 28 9 19 17 8 28 2 76 44 33
3.377.400
PASCA PANEN DAN PEMASARAN Hasil panen udang vaname yang diproduksi merupakan produk segar yang langsung dijual sendiri atau dari pihak distributor yang datang langsung ke lokasi tambak pada saat panen. Kemudian selanjutnya di kirim ke Kota Makassar untuk diolah atau langsung dikirim ke Surabaya untuk selanjutnya diekspor. Sehingga terkadang memang ada beberapa dampak dengan sistem penjualan lewat distributor atau pengumpul yaitu tidak stabilnya harga karena dalam waktu singkat sering terjadi perubahan harga, bahkan kadang tidak menentu dalam satu hari terjadi perubahan harga. Produksi yang dihasilkan rata-rata dijual dengan harga Rp 45.000,-. KESIMPULAN Kegiatan pemasyarakatan budidaya udang vaname sistem tradisional plus meskipun produksi yang dihasilkan tidak mencapai target, tapi hasilnya cukup memberikan peningkatan dari hasil produksi sebelumnya yaitu dari 100–300 kg/ha menjadi 337,74 kg/ha.Tingkat sintasan pada udang
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012
76
yang didapatkan sangat rendah karena terinfeksi serangan penyakit WSSV tapi justru memberikan laju pertumbuhan yang sangat cepat yaitu pada umur 65 hari rata-rata sudah berukuran 18 g/ekor. Teknologi ini dapat diserap oleh masyarakat dalam hal untuk mendukung peningkatan produksi perikanan dan pendapatan petambak. Dari hasil kegiatan IPTEKMAS ini diharapakan pengembangannya lebih ditingkatkan dalam skala kawasan agar dampak yang dihasilkan lebih luas. DAFTAR ACUAN Amin & Pantjara, B. 2002. Penggunaan berbagai pupuk organik terhadap kelimpahan plankton pada bak terkontrol. Prosiding Seminar Nasional “Inovasi teknologi tepat guna berorientasi agribisnis untuk pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan pertanian wilayah”. Badan Litbang Deptan, hlm. 263269. Anonim. 2003. Litopenaeus vannamei sebagai alternatif budidaya udang saat ini. PT Central Protein Prima (Charoen Pokphand Group). Surabaya, 18 hlm. Dinas KP Barru. 2005. Peluang investasi Sektor Kelautan dan Perikanan Kabupaten Barru Sulawesi Selatan. Perikanan Kab. Barru. Li, E., Chen, L., Zeng, C., Chen, X., Yu, N., Lay, Q., & Qin, J.G. 2007. Growth, body composition, respiration and ambient ammonia nitrogen tolerance of the yuwanae white shrimp, Litopenaues vannamei, at the different salinities. Aquaculture, 265: 385-390. Poernomo, A. 2002. Perkembangan udang putih vaname (Penaeus vannamei) di Jawa Timur. Disampaikan dalam Temu Bisnis Udang. Makassar, 19 Oktober 2002. 26 hlm. Soemardjati, W. & Suriawan, A. 2006. Petunjuk teknis budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) di Tambak. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Air Payau Situbondo, 30 hlm. Sugama, K. 2002. Status budi daya udang introduksi serta prospek pengembangannya dalam tambak air tawar. Warta Penelitian Perikanan Indonesia, 8(3): 19-22. Suprapto. 2005. Petunjuk teknis budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei). CV Biotirta. Bandar Lampung, 25 hlm. Utojo, Cholik, F., Mansyur, A., & Mangawe, A.G. 1989. Pengaruh padat penebaran terhadap pertumbuhan, daya kelulusan hidup dan produksi udang windu (Penaeus monodon) dalam keramba jaring apung di muara Sungai Binasangkara. Jurnal Penelitian Budidaya Pantai, Maros, 5(1): 95-101.