PEMAKNAAN NAMA DIRI TOKOH DALAM NOVEL KETIKA CINTA BERTASBIH KARYA HABIBURRAHMAN EL-SHIRAZY: KAJIAN SEMIOTIKA Oleh: Muhri, S.Pd., M.A.1 Surel:
[email protected]
Abstrak Nama diri dalam karya sastra berbeda dengan dalam realitas faktual. Nama diri dalam karya sastra tidak hanya bersifat indeks tetapi juga berimplikasi pada pesan yang hendak disampaikan pengarang. Jika ditinjau dari sudut pandang objektif pesan bisa diketahui dengan kesesuaian signifikasi nama diri secara linguistik, cerminan nama diri pada karakterisasi, dan cerminan nama diri pada alur. Dengan menekankan pada kesatuan antara bentuk dan konten, penelitian ini menggunakan pendekatan teori struktural semiotik yang bersifat deskriptif-kualitatif. Metode analisis isi dipakai dengan menyesuaikan konteks pemaknaan dengan semiotika. Berdasarkan analisis dapat dinyatakan adanya kesesuaian antara pemaknaan nama diri secara linguistik, pemaknaan melalui karakterisasi, dan pemaknaan melalui alur. Implikasi dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa nama diri tidak hanya berfungsi indeksikal, tetapi juga simbol dan ikon. Kata kunci: semiotika, nama diri, Peirce Abstract Proper name in literary work is not the same as in factual reality. Proper name in literary work is not only indexical, but also implicating to messages sent by an author. Objectively viewed, the message is known by appropriation of proper name linguistically, in characterization, and in plot. Focusing on unity of form and content, this research takes structural-semiotics theory as an approach of descriptive-qualitative research method. Analytically it is found that proper name has appropriate meaning linguistically, in characterization, and in plot. It is proved that proper name functions not only indexical but also as a symbol and an icon. Key word: semiotics, proper name, Peirce
1
Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Bangkalan
1
2
sama dengan ―takdir‖ yang ditulis oleh
A. Pendahuluan Novel realitas.
merupakan
Karena
refleksi
merupakan
dari
refleksi
pengarang sebagai ―tuhan‖ dari novel tersebut.
Nama
mengindikasikan
hakikatnya bukan realitas itu sendiri atau
banyak
realitas
yang
Karena
stastus sosial, marga, dsb. Abdullah,
refleksi
ini,
tidak
misalnya, mengindikasikan bahwa tokoh
menganggap novel sebagai realita tetapi
yang diceritakan beragama Islam, Henry
menjadi
Guntur Tarigan mengindikasikan bahwa
bukan
pembaca
cermin
merefleksi
faktual.
fakta
juga
realita. hidup
Pembaca
dengan
fakta
reflektif.
hal,
diri
misalnya
suku,
agama,
orang tersebut berasal atau keturunan satu suku di Sumatera Utara. Selain itu
Seperti kehidupan faktual, novel menghadirkan figur ―tak pernah hidup‖
nama juga mengandung simbol-simbol budaya seperti penggantian nama.
yang diambil dari kualitas hidup figur-figur
Dalam
kehidupan
sehari-hari
nyata. Seperti tokoh nyata, tokoh dalam
penggantian nama dimaksudkan untuk
novel memiliki kualitas seperti sabar,
banyak hal. Anak yang sakit-sakitan,
pemarah, pintar, cerdas, tegas, kejam,
misalnya, dianggap memiliki nama yang
dsb. Tokoh atau figur dalam novel juga
terlalu berat untuk dipikul sehingga harus
memiliki jalan hidup melalui aksi-aksi yang
diganti dengan nama yang lebih ringan.
membentuk urutan cerita yang disebut
Anak yang terlalu nakal juga harus diganti
alur. Berbeda dengan alur kehidupan
nama
nyata,
oleh
sehingga harus dicari nama yang cocok.
pengarang, kualitas tokoh diciptakan oleh
Nama kecil seorang raja diganti dengan
pengarang,
sering
nama yang akan dipakai sebagai raja saat
sudah memiliki skema yang mengarah
penobatan. Jika disebutkan, penamaan
pada akhir cerita tokoh-tokoh ciptaannya.
dan
alur
novel
bahkan
Proyeksi
diciptakan
pengarang
pengarang
ini
berpengaruh pada seleksi unsur-unsur pembangun
novel
dianggap
penggantian
nama
tidak
cocok
mengandung
simbol-simbol budaya yang berbeda-beda pada masyarakat yang berbeda.
yang
Dalam keilmuan semiotika nama
berkaitan dengan tokoh. Seleksi inilah
diri pertama kali dibahas oleh C.S. Pierce
yang
dalam
merupakan
termasuk
karena
unsur
pembangun
bentuk
menyebut
pemilihan tersebut adalah tokoh atau
sebagai
karakter yang menentukan cerita dan
(Nöth, 2005: 45; Weber, 2008: 346-62).
ketersampaian ide.
Nama diri di sini dianggap sebagai dengan
rhematic
diri
(proper
Pierce
estetika seni sastra. Paling nyata dalam
Sehubungan
nama
trikotominya.
indexical
name) legisigns
kualitas
konvensi yang merupakan hukum general
karakter, nama memiliki signifikasi yang
yang dimasukkan pada bagian ketiga
3
yaitu legisign yang bersifat indeks atau
Habiburrahman
indeksikal. Namun, dalam kasus sastra,
mengambil
tokoh
nama
nama-nama
unik
mungkin
merupakan
proyeksi
el-Shirazy
pesantren yang
dengan
hampir
tidak
pengarang terhadap tokoh yang dalam hal
ditemui pada nama Arab yang biasa
ini merupakan kualitas tokoh. Dalam novel
dipakai
nama
―Abdullah
dipilih
karakter
yang
dengan
pertimbangan
―memanggul‖
kualitas-
dalam
konteks
Khairul
Althafunnisa‖,
Indonesia.
Azzam‖,
―Anna
Husna‖
adalah
―Ayatul
kualitas yang melekat, misalnya Sitti
sebagian dari nama-nama yang muncul
Nurbaya dikenal bukan sebagai diri tetapi
dalam novel-novel Habiburrahman. Nama-
sebagai kualitas. Sitti Nurbaya hanya
nama
merujuk pada satu figur fiksional pada
kebetulan, dipilih acak, tak ada kaitan
awalnya. Kemudian, pada fase berikutnya
dengan peristiwa dalam cerita, netral, dsb.
Sitti Nurbaya memiliki kualitas tertentu
Sesuai
misalnya kasih tak sampai, kawin paksa,
(1985: 101) menyatakan fungsi indeks
dsb. Pada fase ini Sitti Nurbaya tidak
dari nama. Ia menyatakan bahwa seaneh
hanya legisign yang bersifat indeksikal
dan sekhusus apapun sebuah nama
tetapi juga bisa menjadi ikon.
dengan kualitas tertentu, tetap saja suatu
ini
bisa
dengan
dianggap
pendapat
sebagai
ini
Langer
Berbeda dengan nama di dunia
saat akan mungkin dipakai orang lain.
nyata, nama diri dalam karya sastra
Akan tetapi sebuah nama juga bisa
memiliki implikasi-implikasi sesuai dengan
dianggap
karakteristik sastra. Jika dalam realitas
dengan cerita, dibuat secara sengaja
nama tidak memiliki hubungan langsung
untuk kepentingan tertentu, dsb. Nama
dengan objek penamaan, yaitu legisign,
memiliki kualitas yang menyebabkan ia
nama dalam cerita rekaan diciptakan
tidak hanya berfungsi sebagai konfensi
pengarang yang sudah membuat skema
indeks tetapi bisa lebih dari itu. Preucel
dan membebani tokoh yang dinamai
(dalam
dengan misi penyampaian ide. Dengan
pendapat
demikian nama dalam cerita rekaan bukan
ketika seseorang bertemu untuk pertama
legisign saja, tetapi merupakan sebagian
kali, nama merupakan indeks karena
dari ide pengarang tentang cerita. Karena
mengacu pada ide, benda, atau orang.
itu, nama dalam cerita rekaan bersifat
Namun, pada pertemuan kedua nama
artifisial. Pada satu sisi nama tersebut
menjadi ikon dari indeks tersebut karena
menjadi legisign namun di sisi lain nama
ia
tersebut
mengendap
menjadi
kualitas
yang
tidak
tendensius,
Langer,
1935:
Peirce
telah
memiliki
72)
mengutip
menyatakan
menyimpan dalam
―Sesuatu‖
kaitan
sesuatu
bahwa
yang
kesadaran
orang
tersebut
adalah
hanya berfungsi indeksikal. Inilah yang
tersebut.
menjadi fokus dari penelitian ini.
kualitas dari objek yang diindikasikan.
4
Pendapat terakhir yang diambil dalam
yang diangkat dalam penelitian adalah
tulisan
hal
novel Ketika Cinta Bertasbih jilid 1 dan 2
menghadirkan
karya Habiburrahma el-Shirazy. Novel ini
ini
penting.
mengingat
beberapa
Habiburrahman
nama-nama
yang
secara
arti
dalam
merupakan sumber data primer. Sumber
pembacaan dangkal mengandung kualitas
data
sama antara nama dan kualitas tokoh.
ensiklopedi
Pemahaman
masalah penelitian.
ini
dapat
memberi
pemahaman lebih intens terhadap tokohtokoh
yang
bertugas
menyampaikan
pesan dari pengarang.
sekunder
adalah
yang
berkenaan
Karena pengumpulan
kamus
library data
dan
dengan
research,
dilakukan
dengan
pembacaan intensif karya sastra. Dalam
Dalam langkah selanjutnya, ada
penelitian sastra, seperti juga penelitian
beberapa masalah yang perlu dijelaskan
kualitatif
berdasarkan penelitian berkaitan dengan
mencakup analisis data sesuai dengan
nama diri dalam novel Ketika Cinta
sifat penelitian kualitatif yang bersifat
Bertasbih
grounded. Temuan dikumpulkan dalam
karya
Habiburrahman
el-
Shirazy.
lain,
pengumpulan
data
tabel data diurutkan berdasarkan urutan
1) Arti nama secara bahasa.
masalah yang diteliti. Analisis data yang
2) Makna nama ditinjau dari aspek
digunakan analisis konten atau content
karakterisasi
analysis (Muhadjir, 2007: 110-27). Analisis
3) Makna nama ditinjau dari aspek alur
data dilakukan dengan metode analisis isi dengan
B. Metode
disesuaikan
Paradigma penelitian yang sesuai dengan fokus penelitian adalah paradigma kualitatif. Paradigma kualitatif tersebut diterapkan pada kebahasaan teks yang bersifat interpretatif. Berdasarkan dua hal tersebut, paradigma penelitian ini adalah kualitatif-interpretatif. Berkenaan
data,
data
diinterpretasi. Teks tersebut berupa novel dipilih
sesuai
dengan
teknis objek
yang formal
penelitian ini yaitu strukturalisme dan semiotik. 1) Terjemahan nama secara semantik diformulasi berdasarkan pengertianpengertian bahasa
kamus
yang
dari
bahasa-
berkaitan
dengan
objek material.
dengan
dalam penelitian ini berupa teks untuk
yang
langkah-langkah
maksud
dan
kecukupan pengumpulan data. Sumber data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Novel-novel
2) Dari terjemahan tersebut diformulasi kualitas-kualitas
yang
sesuai
dengan formulasi 1) yang diambil dari
kutipan-kutipan
novel
disesuaikan dengan masalah yang diteliti.
5
3) Hasil
2)
ditabulasi
berdasarkan
artinya
masalah penelitian. 4) Hasil
tabulasi
sebutan untuk Tuhan umat Islam yang
data
ditafsirkan
‗Tuhan‘.
Frase هللا
عبدberarti
penyembah atau pelayan Tuhan.
dengan mempertimbangkan konteks
Frase
kedua
dari
nama
tokoh
budaya sebagai penandaan tingkat
pertama adalah khairul azzam ()خي ُر العزام.
dua.
Kata khairun berasal dari akar /x/, /j/, /r/
5) Hasil penafsiran tersebut dirangkai menjadi
deskripsi-deskripsi
hasil
lain: ‗kebaikan‘, ‗menjadi baik‘, ‗lebih memilih
pembahasan. 6) Dari
atau < <ر,> <ي,> >خyang artinya antara
deskripsi
disimpulkan
sst/sso
dari
pada
sst/sso‘,
‗pilihan‘, dan ‗terbaik‘. Dalam bentuk frase,
baik
خيرsering berarti ‗paling baik‘ atau ‗sebaik-
sesuai dengan masalah penelitian
baiknya‘ seperti ‗ خير امةsebaik-baiknya
maupun implikasi dari temuan.
bangsa/umat atau umat yang paling baik‘.
temuan-temuan
menarik,
Akar kata /ᵓ/, /z/, dan /m/ atau < <ز,>>ع, C. Hasil Analisis
dan
Seperti disebutkan dalam masalah
berarti
<>م
‗mendesak‘,
‗bermaksud‘,
penelitian, pembahasan ini meliputi arti
‗penyelesaian‘,
nama
dipercaya‘.
secara
bahasa,
makna
nama
‗memutuskan‘,
عزام
dan
‗keputusan‘,
‗setia
berarti
dan
bisa
‗tekad‘
atau
ditinjau dari aspek alur, makna nama
‗keteguhan hati‘. Jadi, frase ini berarti
ditinjau
‗sebaik-baiknya tekad‘. Yang dimaksud
dari
aspek
karakterisasi
dan
makna nama ditinjau dari aspek setting.
‗hamba Allah (dengan) sebaik-baiknya
Nama-Nama Tokoh dan Artinya 1)
tekad/kebulatan hati. Dalam lingkup tekad
Abdullah Khairul Azzam (AKA) Tokoh-tokoh yang memiliki nama
unik dalam penelitian ini antara lain: Abdullah Khairul Azzam ()عبد هللا خير العزام, Ayatul
Husna
(الحسنى
)آية,
dan
dengan عبد هللا خير العزامbisa diartikan
Anna
Althafunnisa ()انا الطاف النساء. Jika ditinjau dari segi bahasa, akar /ᵓ/, /b/, /d/ atau <>ع, <>ب, < >دberarti ‗budak‘, ‗pelayan‘,
terdapat kata cita-cita dan keteguhan hati. 2)
Anna Althafunnisa (AA) Nama
berikutnya
adalah
Anna
Althafunnisa ()انا الطف النساء. Nama ini membentuk satu klausa yang artinya ‗sesungguhnya kami perempuan paling lemah-lembut/halus‘.
Klausa
tersebut
‗memperbudak‘. عبدmerupakan bentuk
terdiri atas adverbia ‗ اَنsesunguhnya‘,
mashdar yang merupakan salah satu
pronomina berupa klitika َناyang berarti
bentuk nomina dalam konjugasi bahasa
‗kami‘, bentuk superlatif
Arab. Kata ini berarti ‗menyembah‘ atau
halus/lemah-lembut‘ yang berasal dari
‗penyembah‘
akar < >ف<>ط<>لdan ‗ اَل ِّنسآءperempuan‘.
(worship[per]). هللا
adalah
ُ‗ اَ ْل َطفpaling
6
3)
Ayatul Husna (AH) Ayatul Husna ( )آية الحسنىadalah
tokoh berikutnya. Kata آيةdalam bahasa Arab berarti ‗tanda‘ atau sign. Kata حسنى berarti ‗lebih baik‘. Frase آية الحسنىbisa diterjemahkan ‗tanda-tanda lebih baik‘.
suka memuji orang yang diajak bicara (KCB 1/255-6). Dalam kutipan (1) tersebut arti nama dinyatakan
secara
eksplisit
dengan
pernyataan Wail, ―Masya Allah. Namamu bagus
sekali
kau
pasti
orang
yang
memiliki kemauan keras dan karakter
Pemaknaan tingkat pertama ini bisa
yang kuat.‖ ―Memiliki kemauan keras dan
disempurnakan dengan melihat unsur
karakter yang kuat‖ merupakan kata lain
struktur yang lain, yaitu penokohan dan alur sebagai salah satu komponen sistem yang membangun karya sastra.
dari
ditunjukkan
Abdullah Khairul Azzam
Azzam
bukan
Abdullah sekadar
Penamaan
yang
menyatakan
makna
Khairul
―asal
secara
pilih‖. eksplisit
dari
itu
dengan
tekad
juga
cita-cita
dan
(2)Kalaulah ia harus jujur, maka impiannya yang paling tulus adalah segera pulang ke Tanah Air bertemu dengan ibu dan adik-adiknya. Tak ada impian yang lebih kuat dalam jiwanya melebihi itu. Namun akal sehatnya selalu menahan agar impiannya itu tidak sampai meledak dan melemahkannya. (KCB 1/68) Kutipan tersebut berbicara tentang
Unsur Penokohan
Penamaan
Selain
ketabahan tokoh.
Pemaknaan Nama Diri Ditinjau dari
1)
tekad.
nama
diri
AKA
yang
sudah
tahun
menahan
―TEKAD MERAJUT DOA‖ (KCB 1/65).
menunda kelulusan demi menjaga visa
Kata tekad dalam bab tersebut sama
pelajar yang membuatnya hidup dengan
dengan kata terakhir Azzam. ―Merajut
biaya lebih murah. Dengan begitu ia bisa
doa‖ berarti menyusun doa menjadi cita
bekerja menghidupi keluarga di Indonesia
(kain). Secara implisit judul tersebut bisa
yang menjadi tanggung jawabnya. Kutipan
ditafsirkan
ini selain mengandung keteguhan hati,
ketuhanan
(doa)
berlandaskan
menggapai
tidak
10
ditunjukkan pada kutipan sub bab 2
dengan
untuk
hampir
pulang
dan
cita-cita
juga menunjukkan perjuangan mencapai
(merajut) dengan penuh kekuatan hati
cita-cita. Dalam perjuangan tersebut AKA
(tekad).
tidak berhenti kuliah dan lulus setelah
Penggambaran ditemukan
dalam
lebih
kutipan
eksplisit
adiknya sudah bisa mandiri.
percakapan
Azzam dengan Wail berikut. (1)―Masya Allah. Namamu bagus sekali kau pasti orang yang memiliki kemauan keras dan karakter yang kuat.‖ Ujar pemuda Mesir bernama Wail. Orang Mesir memang paling
2)
Anna Althafunnisa Karakter
AA
digambarkan melalui
secara
eksplisit
percakapan AKA
dengan ibunya tentang sikap dan perilaku AA.
7
(3)Bu Nafis sama Azzam langsung masuk. Begitu duduk Bu Nafis langsung berkata pada Azzam, ―Kok ada ya perempuan yang jelita dan halusnya kayak Anna. Andai saja...‖ ―Menantu ibu, Si Vivi, insya Allah juga halus, bahkan nanti akan Azzam buat lebih halus dari Anna.‖ Azzam memotong perkataan ibunya (KCB 2/344). Kesesuaian
nama
dengan
gambaran karakterisasi dalam kutipan tersebut ditunjukkan dengan kutipan, ―Kok ada
ya
perempuan
yang
jelita
dan
halusnya kayak Anna. Andai saja...‖. ‗Selembut-lembutnya‘ ditunjukkan dengan ungkapan sebagai
keheranan, ungkapan
―kok
ada
keheranan
ya‖ yang
menunjukkan kualitas yang ekstrem yang langka menurut pengalaman seorang ibu tua
yang
banyak
menemui
banyak
perempuan dalam hidupnya. Kata lemah lembut diwakili dengan kata ―halus‖ yang diucapkan secara langsung dalam dialog. Sifat perempuan ―ideal‖ secara implisit digambarkan sebagai ibu rumah tangga yang salah satunya dinilai dari kemampuannya memasak. Dengan kata lain kehalusan atau sifat lemah lembut ditunjukkan
dengan
kemampuan
mengurus rumah, salah satunya adalah memasak. (4)―Apa ini Nduk, cuma telur dadar begini?‖ ucap Kiyai Lutfi. Anna hanya tersenyum dan kembali masuk. Ia tidak menjawab pertanyaan Abahnya. ―Setahu saya ini namanya nasi goreng Pattaya. Nasi goreng khas muslim daerah Pattani di Thailand.‖ Justru Azzam yang menerangkan... ...
Azzam menyantap dengan lahap. Ia harus mengakui masakan Anna lezat. Ia jadi iri pada Furqan, ia merasa Furqan benar-benar pria paling beruntung di dunia. Anna tidak hanya cerdas dan berprestasi secara akademik. Gadis itu ternyata juga jago masak (KCB 2/174-5). Dalam kutipan yang cukup panjang tersebut, seorang tua seperti Kiyai Lutfi meragukan dengan bertanya, ―Apa ini Nduk,
cuma
telur
dadar
begini?‖.
Pengajuan pertanyaan ini berimplikasi bahwa seorang laki-laki berpengalaman sekalipun tidak tahu urusan ―perempuan‖. Urusan ini lebih dipahami oleh Azzam karena telah melewati sekat
budaya
memasak yang masih dipandang bagian dari
perempuan
sebagai
perempuan
yang
kelembutan.
Bahkan
pekerjaan
mengandung secara
tidak
langsung Azzam menggambarkan bahwa perempuan
yang
baik
sebagai
pendamping suami adalah perempuan yang bisa memasak seperti digambarkan, ―Anna tidak hanya cerdas dan berprestasi secara akademik. Gadis itu ternyata juga jago
masak.‖
Pengakuan
tersebut
dikuatkan dengan, ―Ia jadi iri pada Furqan, ia merasa Furqan benar-benar pria paling beruntung di dunia.‖ Namun
di
sisi
lain
AA
juga
digambarkan sebagai berpendirian tegas dan keras. Dalam beberapa bagian tidak mencerminkan kelembutan. (5) ―Sangat sulit bagiku memaafkanmu Fur!‖ Anna tidak lagi memanggil dengan panggilan Mas, tapi langsung memanggil nama Furqan! Itu sebagai tanda dalam hati
8
Anna sudah tidak ada lagi penghormatan pada Furqan (KCB 2/311). Dalam
kutipan
memanggil
atas,
suaminya,
mengecewakannya, nama.
di
Panggilan
AA yang
dengan ini
Besok pagi dilanjutkan lagi. Nanti sakit lagi.‖ Ucap perempuan muda berjilbab coklat sambil menghentikan aktivitas membacanya. Perempuan berjilbab coklat itu lalu bangkit dari tempat duduknya dan beranjak menuju ibunya. Ia lalu memijit pundak ibunya yang masih sesekali batuk dengan kasih sayang (KCB 2/36).
menyebut
menunjukkan
hilangnya rasa hormat dari seorang istri terhadap suaminya. Kalimat, ―Sangat sulit
Pemaknaan Nama Diri Ditinjau dari
bagiku memaafkanmu Fur!‖ menunjukkan
Unsur Alur
ketegasan.
Kutipan
menunjukkan
kalimat
kontradiksi
ini
juga
antara
sifat
lembut atau halus seperti pada nama diri dan
pada
Kontradiksi
penggambaran ini
menjadi
watak. indikator
pengetahuan yang kuat tentang agama dan hukum. Dengan kata lain seperti pada
Nama diri dalam novel juga bisa diidentifikasi dengan alur. Sifat teguh, misalnya,
jika ditinjau dari segi alur. 1)
Abdullah Khairul Azzam
digambarkan
Secara eksplisit, tokoh AH dalam tersebut
digambarkan
melalui
pernyataan narator secara langsung, tidak langsung melalui pernyataan tokoh lain
(6)Anak keduanya, Ayatul Husna, sangat halus tutur bahasanya. Dan sangat mencintainya. Husna seolah tidak pernah rela ada nyamuk sekalipun menyentuh kulit ibunya ... (KCB 2/38) Karakterisasi menunjukkan bahwa terdapat tanda-tanda sifat baik. Sifat adalah
bahasanya‖ Karakter
dan
tersebut
―sangat
halus
tutur
―mencintai(ibu)nya.‖ dikuatkan
(happy
hidup
dengan
ending).
peribahasa
tokoh akhir
Seperti
AKA
bahagia mengutip
―Berakit-rakit
ke
hulu,
berenang-renang ketepian/ Bersakit-sakit dahulu,
kemudian‖,
bersenang-senang
pengarang menggambarkan perjuangan
dan melalui sikap tokoh tersebut.
tersebut
dengan
akhir. Berikut identifikasi nama diri tokoh
Perjalanan
Ayatul Husna
novel
ditunjukkan
pendirian tokoh dari awal cerita sampai
kutipan (4) 3)
bisa
kutipan
berikut. (7)―Bue jangan memaksakan diri tho. Kalau sudah capek ya istirahat.
10 tahun di Mesir. Penggambaran 10 tahun ini dimasukkan dalam jilid 1 buku novel Ketika Cinta Bertasbih. Dalam menggambarkan 10 tahun ini cita-cita dan harapan
dipendam
pernah
habis
lama
tetapi
terbukti
tidak
setelah
meninggalkan kuliah untuk menghidupi keluarga di Indonesia, akhirnya AKA menyelesaikan kuliahnya. Pada
buku
kedua
KCB,
perjuangan mulai menampakkan hasil mulai dari titik nol menjadi pengirim
9
barang sampai menjadi pengusaha bakso
dalam novel. AH muncul pada jilid kedua
dan foto kopi. Dalam buku kedua ini pula
KCB.
AKA mulai mendapat jodoh kalangan terpilih.
Martabatnya
mulai
naik
bersamaan dengan penilaian orang-orang sekitar. Puncaknya adalah keberhasilan dari cita-citanya mendarma- baktikan ilmu yang diperoleh dengan menjadi menantu Kiai Lutfi yang sesuai dengan disiplin yang dipilihnya yaitu keilmuan agama. Dalam alur yang relatif panjang tersebut sebagian besar menunjukkan perjuangan
yang
secara
langsung
menunjukkan tekad. Dan hasil yang dicitacitakan
merupakan kebaikan menurut
agama, yaitu pengabdian pada Tuhan. Jadi, dalam alur ini nama Abdullah Kairul Azzam termanifestasi dengan lengkap pada akhir cerita.
(8)... Ia ingat anak keduanya itu sewaktu kecil paling sering bikin ulah. Paling sering berkelahi dengan anak tetangga. Paling sering merebut mainan temannya. Dan saat kelas tiga SMP justru ikutan karate sebagai kegiatan ekstra kurikuler. Ia ingat bagaimana dulu Husna pernah memukul kakaknya dengan gagang sapu sekeras-kerasnya. Garagaranya Husna disiram kakaknya karena sampai pukul enam pagi belum juga bangun pagi. (KCB 2/38) ... Namun kenakalan itu perlahan hilang sejak Husna masuk SMA dan Azzam terbang ke Mesir. Husna berubah seratus delapan puluh derajat sejak ayahnya meninggal dunia. (KCB 2/38-9) Penyebab berhentinya kenakalan Husna adalah kematian ayahnya yang, secara tidak langsung, disebabkan oleh Husna yang kabur dari rumah karena permintaan sepeda motor baru tidak
2)
Anna Althafunnisa Berbeda dengan AKA, AA tidak
dikabulkan oleh orang tuanya. Kecelakaan terjadi
saat
ayah
Husna
hendak
atau sulit untuk digambarkan ditinjau dari
menjemput husna untuk membeli sepeda
alur. Kata lembut tidak menunjukan sifat
motor dengan uang pinjaman dari bank.
yang aktif, sebaliknya cenderung pasif. Bahkan, kelembutan AA hanya diucapkan oleh Bu Nafis dalam kutipan (3) di muka. Gejala seperti ini muncul dalam beberapa novel Habiburrahman El-Shirazy seperti dalam Ayat-Ayat Cinta, Dalam Mihrab Cinta, Api Tauhid, dan beberapa novel lain. Dengan kata lain yang menjadi pusat penyampaian ide adalah tokoh laki-laki. 3)
Ayatul Husna Penggambaran tokoh AH dalam
alur tidak mengambil banyak bagian
(9)Saat diberi tahu ayahnya meninggal mulanya ia tidak percaya. Dan setelah melihat sendiri jenazah ayahnya ia menjerit dan menangis sejadi-jadinya. Ia merasa menjadi anak paling durhaka di dunia. Ia merasa ialah sebenarnya yang menabrak ayahnya hingga terpelanting lima belas meter dan tewas seketika. Ia sangat menyesal. Tapi penyesalannya tidak akan pernah mengembalikan nyawa ayahnya. Satu hal yang paling membuatnya semakin menyesal adalah ketika ia tahu bahwa sang ayah siangnya baru pinjam uang di bank untuk membayar uang muka membeli sepeda motor baru.
10
Ayahnya ingin menjemputnya dan keesokan harinya akan diajak ke dealer agar ia sendiri yang memilh kendaraan yang ia inginkan. Selanjutnya ayah akan membayar setiap bulan dengan cara kredit. Ia sangat menyesal. Betapa sebenarnya ayahnya sangat mencintai dan menyayanginya. Dan ia merasakan itu ketika ayahnya sudah meninggal dunia. Sejak itu ia berubah.(KCB 2) 'Tanda-tanda
kebaikan/menjadi
lebih baik' begitulah arti Ayatul Husna. Dalam novel tersebut Husna digambarkan sebagai anak yang tidak baik pada mulanya. Namun, tanda-tanda kebaikan muncul dalam, ―Namun kenakalan itu perlahan hilang sejak Husna masuk SMA dan Azzam terbang ke Mesir‖ pada kutipan (9). Kebaikan itu tergambar pada
(6) Anak keduanya, Ayatul Husna, sangat halus tutur bahasanya. Dan sangat mencintainya. Husna seolah tidak pernah rela ada nyamuk sekalipun menyentuh kulit ibunya ... (KCB 2/38) Dalam penggambaran alur, Husna digambarkan dengan proses alur yang pada
Perubahan
kutipan
itu
(8)
menjadi
di
atas.
tanda-tanda
transformasi Husna menjadi lebih baik. Dengan kata lain, pembentukan karakter husna melalui alur tergambar lengkap menandakan
proses
menjadi
baik.
Kutipan (9) menunjukkan penyebab atau titik balik perubahan. D. Pembahasan (Sintesis) Dari
merupakan simbol dan ikon dari ide pengarang. Disebut simbol karena nama tersebut
analisis di muka terbukti
bahwa nama diri dalam sebuah karya fiksi
memiliki
hubungan
dengan
dibuktikan
dengan
arti
dan
arti
memiliki
nama
kesesuaian
yang antara
nama dan kualitas diri ―tertunjuk‖, yaitu orang atau tokoh yang memiliki nama tersebut. Kesesuaian tersebut ditunjukkan dengan
kesesuaian
denotasi
nama
dengan kualitas tokoh yang ditinjau dari sudut
pandang
karakterisasi
dan
pemplotan. Dalam hal ini, nama diri dalam fiksi berbeda dengan nama diri dalam realitas faktual. Dalam fiksi nama dan kehidupan diciptakan sebagai
kutipan (6).
ringkas
tidak hanya berarti indeksikal tetapi juga
sekaligus ―tuhan‖.
oleh
Nama
pengarang dalam
fiksi
merupakan proyeksi pengarang tentang tokoh. Di sisi lain nama dalam realitas bersifat ―harapan‖ orang tua diciptakan orang tua atau orang pintar sedangkan kehidupannya diciptakan Tuhan. Dengan kata lain nama diri dalam realitas faktual hanya bersifat indeksikal. Disebut ikon karena nama diri merepresentasikan kualitas yang menjadi ikon atau figur dari ide pengarang tentang sesuatu. AKA, misalnya, bisa menjadi ikon pemuda muslim ideal yang dicita-citakan pengarang dalam tulisannya. Hal ini juga ditunjukkan
kemampuan
tokoh
Sitti
Nurbaya yang dihadirkan oleh Marah Rusli menjadi ikon dari ketidakmampuan perempuan
memilih
pasangan
hidup
11
karena aturan budaya yang dalam bahasa
Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta:
mudahnya ―kawin paksa‖.
Rake Sarasin Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Al-
E. Simpulan
Munawwir: Kamus Arab-Indonesia
Berdasarkan analisis dan sintesis di muka dapat ditarik beberapa simpulan mengenai nama diri dalam karya sastra Ketika
Cinta
Bertasbih
karya
Terlengkap.
Surabaya:
Pustaka
Progressif Shirazy, Habiburrahman El. 2008. Ketika Cinta
Bertasbih
1.
Jakarta:
Habiburrahman el-Shirazy.
Republika
1.
Nama diri dalam karya sastra memiliki
. 2008. Ketika Cinta Bertasbih 2.
signifikasi dengan unsur karya sastra,
Jakarta: Republika
dalam
2.
penelitian
ini
ditunjukkan
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa.
dengan kesesuaian antara makna
2008. Kamus Bahasa Indonesia.
denotatif-objektif
Jakarta: Pusat Bahasa
semiotika
tingkat
satu pada makna kebahasaan dan
Tim Redaksi Tesaurus Bahasa Indonesia
makna konotatif-subjektif semiotika
Pusat Bahasa. 2008. Tesaurus
tingkat dua pada karya fiksi.
Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.
Selain
Jakarta:
memiliki
fungsi
indeksikal,
nama diri dalam karya sastra memiliki
Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional Weber,
fungsi simbol dan ikon.
Pusat
Eric
Thomas.
Names
and
2008.
―Proper
Persons:
Peirce‘s
Semiotic Consideration of Proper Names‖ dalam Transaction, vol.
Daftar Pustaka Badawi,
Elsaid
M.
dan
Haleem,
Muhammad Abdel. 2008. ArabicEnglish
Dictionary
of
Qur‟anic
Usage. Leiden dan Boston: Brill Langer, Susanne K. ―Discursive and Presentational Form‖ dalam Ennis, Robert E. 1985. Semiotics: An Introductory Anthology Advances in
Semiotics.
Indiana:
Indiana
University Press. Muhadjir,
Noeng.
Keilmuan:
2007. Paradigma
Metodologi Kualitatif,
44, no. 2. Winfried
Nöth.
Semiotics.
2005.
Handbook
Indiana:
University Press.
of
Indiana