Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
PELUANG PEMANFAATAN TAPIOKA TERMODIFIKASI SEBAGAI FAT REPLACER PADA KEJU RENDAH LEMAK (The Possibility of Modified Tapioca Implementation as Fat Replacer in the Low Fat Cheese) HENY HERAWATI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114
ABSTRACT Cheese is one kind of food which is consumed by a lot of people. Cheese is produced from protein based raw material, commonly from cow milk protein or other dairy animals. Cheese production technology includes a steps such as pasteurization, casein coagulation (milk protein), whey separation, molding, pressing, and aging. Recently, cheese processing technology has developed throughout raw material based modification also processing modification related to segmentation product resulted. This point initiate classified cheese product into several category based on it specifications. One of cheese alternative product is low fat cheese production. Low fat cheese is produced from low fat milk and tapioca modified starch as fat replacer technolog was discuss in this paper. Chance of low fat cheese mode of tapioca modified starch as one of alternative processing production. Key Words: Modification, Tapioca, Cheese, Low Fat ABSTRAK Keju merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat secara luas. Keju dapat diproduksi dari beberapa sumber protein, pada umumnya dari protein susu sapi maupun dari jenis hewan lainnya. Teknologi pengolahan keju pada dasarnya meliputi tahapan penting: pasteurisasi, penggumpalan kasein (protein susu), pemisahan whey, pencetakan, pengepresan dan pemeraman. Seiring dengan perkembangan teknologi pengolahan keju semakin beraneka ragam sesuai dengan modifikasi bahan maupun proses pengolahan sesuai dengan segmentasi produk yang dihasilkan. Hal ini yang menginisiasi timbulnya pengelompokan jenis keju menurut kriteria tertentu dan cukup beraneka ragam. Salah satu alternatif peluang pengembangan keju yaitu keju rendah lemak. Keju rendah dapat diolah dengan cara mempergunakan bahan baku berupa susu rendah lemak dan penggunaan fat replacer seperti tapioka termodifikasi. Dalam tulisan ini dijabarkan alternatif teknologi pengolahan keju termasuk penggunaan tapioka termodifikasi sebagai salah satu alternatifnya. Kata Kunci: Modifikasi, Tapioka, Keju, Rendah Lemak
PENDAHULUAN Keju telah dikonsumsi di Asia beberapa ribu tahun yang lalu dan banyak tulisan purbakala berisi referensi yang mentransformasi susu cair menjadi keju sebagai suatu metode preservasi (ALTEKRUSE et al., 1998). Keju banyak dikonsumsi serta ditambahkan dalam berbagai makanan untuk membantu meningkatkan nilai gizi maupun citarasa makanan yang akan dikonsumsi.
Keju adalah curd dari susu yang diperoleh melalui proses koagulasi dan pemisahan protein whey, krim atau bagian susu skim. Ribuan jenis keju berkembang dengan kharakteristik yang berbeda di wilayah dunia (ANONIMUS, 2000). Keju merupakan pangan serba guna yang biasanya ada pada menu sebagai perangsang selera. Sebagai perangsang selera, keju biasa dijumpai sebagai keju untuk pesta, keju olesan atau keju irisan (CHARLEY, 1982). Keju sudah banyak dikenal oleh masyarakat memiliki nilai gizi yang cukup
411
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
tinggi. Citarasa keju yang memiliki aroma dan rasa yang khas dapat mencirikan suatu makanan memilki segmentasi secara khusus. Keju mengandung proporsi nutrien susu yang tinggi, kaya dengan protein berkualitas tinggi, persentasi lemak yang tinggi (kecuali keju lunak), sumber kalsium dan fosfor yang baik sekali (kecuali keju lunak dan keju krim), dan banyak sekali mengandung kepala susu. Keju juga merupakan sumber riboflavin yang baik sekali dan bila dibuat dari susu murni menyumbang vitamin A untuk diet (CHARLEY, 1982). Keju merupakan makanan berbentuk padat yang mengandung protein, lemak, kalsium, fosfor, riboflavin dan vitamin lain (SCOTT, 1986). Kandungan nilai nutrisi yang cuukup tinggi tersebut yang menyebabkan keju memiliki nilai fungsional tinggi sebagai bahan makanan. Namun demikian, seiring dengan semakin meningkatnya kecerdasan konsumen, nilai gizi yang tinggi belum cukup dapat memenuhi semua aspek permintaan konsumen. Konsumen yang memerlukan proses diet rendah kalori dengan tetap dapat memperoleh citarasa keju oriental, menjadikan alternatif peluang pengembangan keju rendah lemak, dimana alternatif teknologi yang dapat diterapkan dengan menambahkan tapioka termodifikasi sebagai komponen fat replacer pada produk keju yang dihasilkan. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi produksi ubi kayu yang cukup besar. Produksi ubi kayu Indonesia terus meningkat dari tahun 2000 – 2009, dari volume 16,089 menjadi 20,834 juta ton per tahun (DEPTAN, 2009). Walaupun Indonesia memproduksi tapioka dalam jumlah yang cukup besar, namun pemanfaatannya masih terbatas sebagai sumber karbohidrat (makanan pokok) serta banyak diekspor dalam bentuk pellet atau tapioka (HERAWATI, 2008). Tapioka merupakan komponen karbohidrat yang dapat dimofikasi lebih lanjut sehingga menghasilkan karakteristik fisiko kimia tertentu yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk produk keju pada khususnya. Salah satu peluang pengembangan produk yaitu pati termodifikasi dari tapioka yang dapat dipergunakan untuk pengolahan sebagai fat replacer pada produk keju rendah lemak. Teknologi modifikasi pati dapat dilakukan untuk menghasilkan produk yang memiliki
412
kharakteristik fisiko kimia tertentu sehingga dapat dimanfaatkan lebih lanjut sebagai produk fat replacer untuk produk keju rendah lemak. Dalam makalah ini akan coba diuraikan elternatif peluang teknologi proses produksi tapioka sebagai fat replacer pada keju rendah lemak. MATERI DAN METODE Teknologi keju Keju merupakan produk makanan yang biasa dikenal serta diolah dari hasil penggumpalan atau koagulasi protein susu. Keju biasa atau banyak diproduksi dari protein susu Sapi, namun demikian protein yang bersumber dari hewan lain juga mulai banyak dipergunakan untuk proses pengolahan keju. Teknologi pengolahan keju pada dasarnya meliputi tahapan penting: pasteurisasi, penggumpalan kasein (protein susu), pemisahan whey, pencetakan, pengepresan dan pemeraman. Berdasarkan jenis susu yang digunakan, yaitu susu sapi digunakan hampir terpisah dari yang lain, susu domba digunakan untuk membuat Norwegian gjetost, dan susu kerbau digunakan untuk Italian mozzarella. Susu murni biasa digunakan, tapi beberapa keju dibuat dari krim, susu skim dan whey. Tipe curd adalah untuk keju krim dan keju lunak cara tua, dimana curd dibentuk oleh keasaman susu. Tapi kebanyakan curd dibuat oleh rennin. Dari macam mikroorganisme yang digunakan faktor yang mempengaruhi suhu saat pematangan, kelembaban udara dan lama periode pematangan juga menyebabkan perbedaan tipe karakteristik yang unik pada keju (ULFAH, 2008). Tahapan dasar dalam proses pengolahan keju sebagaimana tertera pada Tabel 1. Berdasarkan tahapan proses pengolahannya, keju dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok tergantung pada jenis, tahapan proses maupun kualitas produk yang dihasilkan. Berdasarkan tahapan proses terdapat keju peram dan keju non peram, maupun keju diperam dengan bakteri ataupun keju yang diperam dengan mempergunakan kapang. Keju berdasarkan tingkat kekerasannya dapat diklasifikasikan menjadi: keju sangat keras, keras, semi keras dan lunak.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Tabel 1. Tahapan proses pembuatan keju Tahapan
Kegunaan
Penyiapan susu
Menyiapkan susu sehingga dapat digumpalkan oleh rennet dan ditumbuhi kultur mikroba yang sesuai
Pencacahan
Mempermudah pengeluaran whey dari curd dengan memperluas permukaan curd
Pemasakan
Pengkerutan curd agar pengeluaran whey lebih efektif serta meningkatkan tektur dari curd
Pemisahan
Mendapatkan curd yang bebas dari whey
Penggaraman
Meningkatkan citarasa dan tekstur
Pembentukan curd dan pengepresan
Membentuk curd dan mengatur kadar air untuk mendapatkan bentuk dan tekstur yang spesifik
Perlakuan khusus
Membentuk cita rasa, warna, dan tekstur spesifik dengan menumbuhkan mikroba tertentu
Pemeraman
Memberikan kesempatan agar enzim dan mikroorganisme membentuk cita rasa, tekstur dan warna spesifik
Sumber: RAHMAN et al. (1992)
Pemeraman merupakan salah satu tahapan penting proses pengolahan keju, yang sangat menentukan cita rasa keju yang terbentuk. Pada saat proses pemeraman berlangsung proses pemecahan protein, pemecahan lemak, pemecahan laktosa, sitrat dan senyawa organik lainnya. Senyawa-senyawa hasil pembentukan serta pemecahan tersebut yang dapat memperkuat timbulnya citarasa produk keju yang dihasilkan. Tahapan proses pengolahan keju sangat bervariasi, sehingga pada akhirnya akan dapat menghasilkan karakter produk yang sangat bervariasi pula. Tahapan proses pengolahan keju tersebut, akan menghasilkan kualitas produk keju sesuai dengan karakteristik fisiko kimia produk keju yang dihasilkan. Dewasa ini, alternatif teknologi proses produksi keju sudah banyak dihasilkan serta menghasilkan
produk keju sesuai dengan kharakteristik fisiko kimianya. HASIL DAN PEMBAHASAN Klasifikasi keju Jenis keju alami yang paling banyak digunakan dalam pembuatan keju olahan di Indonesia adalah keju cheddar, sehingga sering disebut keju Cheddar olahan. Bentuknya pun bermacam-macam mulai dari kotak (block), irisan (slice), celupan (dip/sauce) hingga olesan (spreadable) (ANONYMOUS, 2008). Salah satu pengelompokan keju berdasarkan kadar air dalam bahan sebagaimana yang dikemukakan oleh SCOTT (1986) pada Tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi keju berdasarkan komposisi Kadar air dalam bahan bebas lemak
Kadar lemak dalam bahan kering
Golongan deskriptif
< 51
> 60
Keju lemak tinggi
Keras
49 – 55
45 – 60
Keju susu penuh
Separuh lemak
53 – 63
25 – 45
Keju separuh lemak
Semi lunak
61 – 68
10 – 25
Keju rendah lemak
> 61
< 10
Keju susu skim
Tipe keju Ekstra keras
Lunak Sumber: SCOTT (1986)
413
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Beberapa literatur lain mengklasifikasikan keju ke dalam empat kelas yaitu keju sangat keras, keju keras, dan keju lunak. Keju sangat keras memiliki kadar air 30 – 35%, serta diperam dengan mempergunakan bakteri. Beberapa keju sangat keras diantaranya yaitu: Romano cheese, Parmesan cheese dan Asiago Cheese. Keju keras memiliki kadar air 35 – 40%, serta diperam dengan mempergunakan bakteri. Yang termasuk keju keras dan memiliki tekstur tertutup diantaranya yaitu: Cheddar cheese, Edam Cheese, Gouda Cheese, Colby Cheese dan Provolone Cheese. Sedangkan keju keras yang memiliki tekstur terbuka yaitu memiliki lubanglubang pada permukaannya diantaranya yaitu Swiss Cheese, Elmentarec-cheese dan Gruyere cheese. Keju keras memiliki kadar air 40 – 45%, yang diperam dengan mempergunakan bakteri dikenal dengan Brick cheese dan yang diperam dengan mempergunakan kapang yaitu Roquefort cheese. Keju lunak peram memiliki kadar air 45 – 52%, sedangkan keju lunak tanpa peram memiliki kadar air 52 – 80%. Saat ini diperkirakan ada lebih dari 400 macam keju di berbagai negara di dunia. Variasi jenis keju ini didapatkan dari penggunaan susu dan bakteri yang berbeda juga lamanya proses pematangan. Selain itu, makanan yang dimakan oleh binatang yang akan diambil susunya pun berpengaruh terhadap keju yang akan dihasilkan (ANNE, 2004). Lebih lanjut, ANNE (2004) mengelompokkan keju kedalam empat kelas yaitu keju keras, keju iris, keju iris semi keras dan keju lunak. Berdasarkan proses pematangannya, WAYNE (2007) mengklasifikasikan keju ke dalam lima kelompok yaitu bakteri yang dimatangkan dari dalam, keju yang dicuci kulitnya, keju bercoreng biru, keju berlapis kapang, dan keju yang tidak dimatangkan. Sementara pada literatur yang lain mengklasifikasikan keju berdasarkan sumber bahan baku susu maupun berdasarkan kulit keju. Klasifikasi produk keju sesuai tahapan proses maupun kharakteristik fisiko kimia tersebut, merupakan alternatif teknologi proses yang telah dihasilkan maupun dikembangkan sesuai dengan spesifikasi tujuan penggunaan
414
bahan pangan yang nantinya akan diproduksi untuk produk makanan sesuai segmentasi hasil yang diinginkan. Tapioka termodifikasi Tapioka merupakan pati yang diambil dari ubi kayu serta dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan atau bahan pembantu industri non-pangan (LIU et al., 2005). Modifikasi pati dapat dilakukan secara fisik melalui beberapa cara. Diantaranya yaitu pengeringan, ekstrusi, pengeringan dengan spray, pemanasan, pendinginan, pemasakan maupun perlakuan fisik lainnya (HERAWATI, 2008). Proses modifikasi pati juga dapat dilakukan secara kimia dengan cara cross linking, substitusi maupun kombinasi keduanya dengan menggunakan bahan kimia sebagai bahan pembantu reaksi selama proses pengolahan. Berdasarkan proses tersebut, pati termodifikasi yang dihasilkan dapat diklasifikasikan menjadi pati dengan perlakuan asam, perlakuan basa, pemutihan pati, oksidasi pati, perlakuan enzim, penggunaan fosfat, penggunaan gliserol, esterifikasi fosfat dengan natrium trimetafosfat, fosfatisasi fosfat, asetilasi fosfat, esterifikasi asetat dengan anhidrat asetat, esterifikasi asetat dengan vinil asetat, asetilisasi adipat, asetilisasi gliserol, penggunaan hidroksipropil, hidroksipropilasi fosfat, hidroksipropilasi gliserol dan perlakuan natrium oktenil suksinat (HERAWATI, 2008). Beberapa tipe pati termodifikasi beserta sifat dan alternatif aplikasinya sebagaimana tertera pada Tabel 3. Berdasarkan alternatif teknologi modifikasi pati tersebut, yang banyak dimanfaatkan untuk produk farmasi dan makanan yaitu dekstrin. Dekstrin memiliki kharakteritik memiliki daya ikat yang cukup kuat sehingga banyak dimanfaatkan sebagai matrik pembawa pada komponen aktif pada farmasi dan flavor untuk makanan. Dekstrin memiliki struktur yang lebih sederhana, sehingga dapat pula dijadikan alternatif komponen fat replacer pada keju. Teknologi modifikasi lain yang dapat dipergunakan untuk proses produksi fat replacer yaitu pati ester maupun reaksi silang.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Tabel 3. Berbagai tipe pati tapioka termodifikasi beserta sifat dan aplikasinya dalam bidang pangan Tipe pati
Sifat
Aplikasi
Pati pre-gelatinisasi
Larut dalam air dingin, bahan pengisi
Sup instan, puding instan, saus, campuran bakery, makanan beku
Pati hidrolisis asam
Viskositas rendah, tinggi, gel kuat
Gum, permen, formulasi pangan cair
Dekstrin
Bahan pengikat, enkapsulasi
Confectionary, baking, perisa, rempah dan minyak
Pati teroksidasi
Stabilizer, penjernih
Formulasi confectionary
Pati eter
Stabilizer
Sup, puding, makanan beku,
Pati ester
Stabilizer, bahan pengisi, penjernih
Permen, emulsi
Pati reaksi silang
Bahan pengisi,stabilizer, texturizer
Pengisi pie, roti, makanan beku, bakery, puding, makanan instan, sup, salad dressing, saus
perekat,
retrogradasi
pengegel,
pangan,
gum,
Sumber: HUSTIANY (2006) dalam HERAWATI (2010)
Teknologi modifikasi keju Teknologi modifikasi keju dapat dilakukan dengan cara melakukan modifikasi bahan baku yang dipergunakan maupun tahapan proses yang dilakukan. Modifikasi bahan yang dipergunakan dapat dilakukan dengan cara mempergunakan bahan baku utama berupa sumber susu, bakteri atau kapang yang dipergunakan pada tahapan proses pematangan, penggunaan rennet atau getah tumbuhan pada proses pengentalan, penggunaan bahan tambahan lain seperti pati termodifikasi sebagai fat replacer, maupun bahan alternatif lainnya. Sedangkan modifikasi proses dapat dilakukan untuk dapat menghasilkan kualitas keju sesuai dengan segmentasi produk, diantaranya yaitu proses pengadonan pada air panas untuk menghasilkan tektur berserabut sebagaimana pada keju Mozarella dan Provolone; tahapan pemotongan dan penggilingan dadih sebagaimana pada keju Cheddar dan keju Inggris; pencucian keju untuk menghasilkan keju Edam dan Gauda; serta pemanasan dadih sebagaimana terdapat pada keju Emmental, keju Appenzeller dan Gruyere. Salah satu alternatif teknologi modifikasi yaitu dengan cara menambahkan fat replacer pada keju dengan tujuan untuk menghasilkan
keju yang memiliki kadar lemak rendah. Menurut HUYGHEBAERT et al. (1996), fat replacer merupakan ingredien yang dipergunakan untuk menggantikan lemak alami sehingga dapat menurunkan kandungan lemak pada makanan yang telah disubstitusi. Bahan baku yang dipergunakan untuk menggantikannya dapat bersumber dengan basis protein dan karbohidrat. Salah satu peluang alternatif komponen berbasis karbohidrat yaitu dari pati termodifikasi. SIPAHIOGLU et al. (1999) melakukan penelitian substitusi komponen bahan pembuat keju dengan menambahkan tapioka termodifikasi serta dibandingkan dengan penggunaan komposisi bahan yang lain dengan kharakteristik hasil analisa sebagaimana tertera pada Tabel 4. Adanya modifikasi penambahan bahan sebagai fat replacer tersebut, tidak mempengaruhi pH dan kadar garam. Sedangkan dengan adanya penambahan tapioka termodifikasi dan penggunaan susu dengan kadar lemak rendah sangat mempengaruhi kadar lemak dari keju yang dihasilkan. Berdasarkan literatur tersebut, tapioka termodifikasi dapat dijadikan alternatif peluang dengan adanya penambahan lesitin maupun bahan lain untuk membantu memperbaiki kualitas keju yang dihasilkan.
415
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
416
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
KARAKTERISTIK KEJU
DAFTAR PUSTAKA
Keju mengandung komposisi nilai gizi yang hampir sama dengan sumber bahan baku utamanya yaitu susu. Beberapa kandungan nutrisi yang terdapat pada keju diantaranya yaitu protein, vitamin, mineral, kalsium, fosfor, lemak dan kolesterol, sehingga dapat mengakibatkan permasahalan apabila dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan. Kandungan lemak yang terdapat pada keju sangat tergantung pada jenis susu yang serta bahan lainnya yang dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan keju tersebut. Keju yang dibuat dari susu murni atau yang sudah ditambah dengan krim memiliki kandungan lemak, kolesterol serta kalori yang tinggi. Untuk pertumbuhan anak-anak, keju memiliki nilai fungsional yang tinggi karena memiliki kandungan protein yang cukup tinggi serta penting untuk membantu pertumbuhan. Komposisi nilai gizi beberapa jenis keju sebagaimana tertera pada Tabel 5. Keju memiliki citarasa yang beraneka ragam dan sangat tergantung pada bahan bakususu, jenis bakteri atau kapang yang dipergunakan selama proses fermentasi, lama proses pemeraman maupun penyimpanan atau pematangan.
ALTEKRUSE, S.F., B.B. TIMBO, J.C. MOWBRAY, N.H. BEAN dan M.E. POTTER. 1998. Cheeseassociated outbreaks of human illness in the United States, 1973 to 1992: sanitary manufacturing practices protect consumers. J. Food Protect. 61(10): 1405 – 1407.
KESIMPULAN Perkembangan teknologi pengolahan keju semakin beraneka ragam sesuai dengan modifikasi bahan maupun proses pengolahan sesuai dengan segmentasi produk yang dihasilkan. Hal ini yang menginisiasi timbulnya pengelompokan jenis keju menurut kriteria tertentu dan cukup beraneka ragam. Salah satu alternatif peluang pengembangan keju yaitu keju rendah lemak. Keju rendah dapat diolah dengan cara mempergunakan bahan baku berupa susu rendah lemak dan penggunaan fat replacer seperti tapioka termodifikasi. Teknologi tersebut dapat dipergunakan untuk pengembangan lebih lanjut produk pangan fungsional khususnya untuk segmentasi produk dengan target pasar masyarakat diet konsumsi lemak rendah.
ANNE, I. 2004. Dumont's Lexicon of Cheese. Rebo International b.v., Lisse, The Netherlands. ISBN 978-90-366-1689-8. ANONIMUS. 2000. http/www.foodsci guelph.ca/ dairyedu/ micro.htm//# micro4. ANONIMUS. 2008. J. Halal. LPPOM MUI. No. 70 Februari Th XI 2008. CHARLEY, H. 1982. Food Science. Second edition. John Wiley and Sons Inc., Oregon. 564 p. Page 297 – 311. DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. 2009. http: //database. deptan. go.id/bdsp/hasil kom asp (27 Januari 2009). HERAWATI, H. 2008. Peluang alternatif produk ”modified tapioka. Seminar Nasional Kacang-kacangan dan Surakarta, 7 Agustus 2008.
pengembangan starch” dari Pengembangan Umbi-umbian.
HERAWATI, H. 2010. Modifikasi Ester-Gelombang Pendek Untuk Produksi Pati Termodifikasi Dari Tapioka. Tesis Magister Teknik Kimia, Universitas Diponegoro, Semarang. HUSTIANY, R. 2006. Modifikasi Asilasi dan Suksinilasi Pati Tapioka sebagai Bahan Enkapsulasi Komponen Flavor. Dalam: Modifikasi Ester-Gelombang Pendek Untuk Produksi Pati Termodifikasi dari Tapioka. HERAWATI, H. 2009. Tesis Magister Teknik Kimia, Universitas Diponegoro. HUYGHEBAERT, A., K. DEWETTINCK and W. DE GREYT. 1996. Fat replacers. Bull. IDF, 317: 10 – 15. LIU, Z., L. PENG and J.F. KENNNEDY. 2005. The technology of molecular manipulation and modification assisted by microwaves as applied to starch granules. Carbohydrate Polymers 61: 374 – 378. RAHMAN, A., S. FARDIAZ, W.P. RAHAJU, SULIANTARI dan C.C. NURWITRI. 1992. Teknologi fermentasi susu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen. Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. hlm. 50 – 62.
417
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
418
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
SCOTT, R. 1986. Cheesemaking Practice. Second Edition. Elsevier Applied Science Publisher, London. p 21.
ULFAH, T.A. 2008. Kajian kehalalan keju dan olahannya. Bul. Teknol. Pascapanen Pertanian (4)1.
SIPAHIOGLU, O., V.B. ALVARES and C. SOLANOLOPEZ. 1999. Structure, physico-chemical and sensory properties of feta cheese made with tapioca starch and lecithin as fat mimetics. International Dairy Journal 9: 783 – 789.
WAYNE, G. 2007. Professional Cooking. John Wiley & Sons, Inc. ISBN 978-0-471-66376-8.
TRIYONO, A. (2008). Potensi sumber pati dari umbiumbian dalam proses produksi pati termodifikasi secara hidrolisa enzimatik sebagai bahan untuk industri pangan. Pros. Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2008. ISSN:1411-4216.
419