1
PELUANG DAN TANTANGAN KPID DIY 2010-2013 Hartanto Pengajar Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta Abstract Nilai-nilai luhur telah diamanatkan oleh Pancasila dan Pembukaan UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dalam hal ini empat tujuan nasional, yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Kemudian diterjemahkan dalam produk-produk hukum, salah satunya adalah Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Dalam tulisan ini, akan dibahas mengenai salah satu media siaran yaitu televisi, mengingat televisi memiliki beberapa keunggulan dibanding media lain, yaitu: Visulisasi didukung oleh suara (audio) dalam televisi merupakan media yang paling mudah dicerna/mempengaruhi otak manusia, relatif terjangkau biaya perolehannya, perusahaan pengelola dan penyelenggara siaran televisi relatif terus bertambah, pengusaha televisi yang hanya bertumpu pada “profit oriented”, pandangan masyarakat umum bahwa televisi adalah sarana hiburan. Kita perhatikan tayang-tayangan yang ada sampai hari ini masih kerap melanggar Undang-Undang Penyiaran atau setidaknya etika, seperti yang kita lihat pada: Sinetron, film, iklan, realigi, berita-berita/infotaimen. Siaran televisi sebenarnya memiliki nilai positif jika dikonsumsi dan mentaati regulasi-regulasi yang benar, dikarenakan siaran telvisi dapat digunakan sebagai: jendela dunia, sosialisasi program pemerintah, pendidikan, maupun hiburan. Maka Komisi Penyiaran Indonesia Daerah sebagai badan independen yang diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, harus dapat menjalankan fungsinya sebagai pengawas maupun pengatur siaran-siaran beserta kontennya, agar hakhak masyarakat sebagai konsumen dapat terlindungi.
Abstraction Noble values have been mandated by the Pancasila and Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945, in this case the four national goals, namely: to protect the whole Indonesian nation, promote the general welfare, the intellectual life of the nation and participate implementing world order based on freedom, and social justice. Then translated into legal products, one of which is the Constitution 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. In this paper, we will study about one of the broadcast media, namely television, considering that television has several advantages over other media, namely: Visulisasi supported by sound (audio) in the media, television is the most easily digested / affect the human brain, relatively affordable cost, management companies and providers continues to grow relative telecast, television entrepreneur who only rely on profit oriented, public majority view that television is entertainment. We note the broadcast television that exist to this day is still often violated the Broadcasting Act, or at least ethically, as we see in: Soap operas, movies, advertising, realigi, news/infotaiment. Broadcast television actually has a positive value if consumed
2
and obey regulations that right, because the broadcast telvision can be used as: window to the world, the socialization of government programs, education, and entertainment. Then the Regional Indonesian Broadcasting Commission (KPID) as an independent body as stipulated in Act Number 32 Years of Broadcasting in 2002, should be able to perform its functions as a supervisor or manager broadcasts its content, so that people's rights as a consumer can be protected.
A.
yang lebih berkepribadian dan lebih membangun. Perubahan paradigma tersebut karena banyak lembagalembaga bisnis sudah melupakan fungsi sosial maupun budaya, dan dikelola seperti layaknya industri/perusahaan asing.
Pendahuluan Beberapa tahun ini cukup banyak tayangan infotaimen atau berita yang sangat tidak mendidik kepada masyarakat. Banyak kejadian-kejadian yang disiarkan melalui media massa terlalu vulgar/tanpa batas. Tayangantayangan di televisi khususnya merupakan tayangan yang sangat banyak dilihat dan didengarkan oleh berbagai kalangan dan usia. Selama ini semua tayangan selalu ditampilkan tanpa memperhatikan jam tayang dan kalaupun jam tayang itu sesuai, tetapi isi dari berita tersebut sangat tidak mendidik kepada masyarakat/ konsumen. Banyak sekali siaransiaran yang tidak melindungi kepentingan konsumen bahkan sangat banyak sekali yang merugikan walaupun tidak secara langsung. Pergeseran pola pikir pada masyarakat kita sudah sangat menyimpang jauh dengan kepribadian masyarakat Indonesia pada masa lalu. Semuanya sudah menuju era liberal didukung sarana digital yang artinya semuanya dilakukan tanpa pertimbangan tanggung jawab maupun moral dan berdampak luas. Semua kegiatan telah bertumpu pada keuntungan semata dengan menerapkan nilai-nilai bisnis tanpa memperhatikan aspek-aspek kehidupan yang lain
B.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Nilai-nilai luhur telah diamanatkan oleh Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dalam hal ini empat tujuan nasional, yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dijabarkan dalam ketetapan Pasal-pasal Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang pada intinya mengamanatkan bahwa: Kebebasan menyampaikan pendapat, memperoleh informasi, merupakan perwujudan hak asasi manusia, dan dilaksanakan dengan bertanggung jawab, selaras dan seimbang menggunakan hak berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dibuat dengan seksama agar tidak
3
bertentang sehingga menimbulkan anomali hukum terhadap UndangUndang: Tentang Perfilman, Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Perlindungan Konsumen, Pemerintah Daerah, Telekomunikasi, Hak Asasi Manusia, Pers, Hak Cipta. Untuk yang tidak boleh pula bertentangan dengan UndangUndang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang bersifat lebih baru. C.
Keunggulan Media Televisi Dibandingkan Media Lain 1. Visuailisasi didukung oleh suara (audio) dalam televisi merupakan media yang paling mudah dicerna oleh otak manusia, sehingga berperan besar dalam pengembangan pengetahuan, pola pikir dan sikap konsumennya. 2. Televisi merupakan media massa yang relatif terjangkau biaya perolehannya 3. Perkembangan perusahaan pengelola dan penyelenggara siaran televisi yang relatif terus bertambah 4. Pandangan masyarakat pada umumnya bahwa televisi adalah sarana hiburan 5. Kiprah para pengusaha televisi yang hanya bertumpu pada “profit oriented” dan mengesampingkan fungsi pendidikan maupun sosial yang menjadi masalah utama bangsa kita.
D.
Gambaran MateriI Televisi Nasional
Siaran
Siaran televisi adalah media siaran yang paling penting diantara media penyiaran lainnya,
seperti kita ketau bahwa: Menonton televisi (visual) akan jauh lebih disukai masyarakat daripada mendengar (radio) ataupun membaca (media cetak), sehingga dapat disimpulkan bahwa televisi merupakan media massa yang paling efektif. Materi makalah ini saya batasi mengenai siaran televisi dan secara khusus antara lain: sinetron, film, iklan, realigi, maupun tayangan beritaberita. Mari kita perhatikan tayang-tayangan yang ada sampai hari ini masih kerap melanggar Undang-Undang Penyiaran atau setidaknya etika. 1. Sinetron Sinetron masih banyak yang bermuatan eksploitasi kemiskinan, penganiayaan, penindasan secara umum maupun secara khusus kepada anak dan perempuan. Sinetron secara alur cerita hanya mengejar rating dan panjangnya episode, sehingga alurnya berbolak-balik dan tidak berbobot, dan menurut saya, tidak berlebihan jika ada slogannya “Apapun judul maupun siapa artisnya, namun tetap isi ceritanya”. Kualitas pendidikan juga kurang tampak dalam sinetron ini. Pada tayangan sinetron ini perlu secara khusus kita cermati karena dapat diibaratkan tontonan wajib ibu rumah tangga atau sebagian besar kaum hawa. Dewasa ini telah terjadi pergeseran konten kekerasan dalam tayangan sinetron, yaitu: kekerasan fisik, menjadi kekerasan secara psikologi maupun struktural. 2. Film Masih banyak film layar kaca atau layar lebar
4
yang ditayangkan dalam layar kaca, namun masuk ke dalam jam belajar anak. Beberapa film kartun juga membawa masuknya ideologi/nilai-nilai asing yang tidak sepenuhnya sesuai dengan jiwa Pancasila serta UUD RI 1945. Dalam hal ini pendampinginan terhadap anak selalu harus dikampanyekan (parental guiding). 3. Iklan Masyarakat Indonesia sudah cukup dikenal sebagai masyarakat konsumtif, hal tersebut dapat kita lihat dari informasi para pedagang negeri tetangga (Malaysia dan Singapura) yang menyukai orang Indonesia saat berkunjung, dikarenakan sangat suka berbelanja (memborong), maka tayangan iklan yang tumbuh suburpun mendorong konsumtifisme. Dalam dunia iklan kita ambil salah satu contoh iklan sepeda motor merek “Y” yang dibintangi oleh “K” dan “DM”, tampak sekali iklan tersebut mengedepankan “kecepatan pengendaraan sepeda motor” bahkan disalah satu iklan berisi adegan ketika sepeda motor melewati jembatan, langsung rubuh. Beberapa iklan yang pernah saya kritisi melalui rubrik Pikiran Pembaca Kedaulatan Rakyat : Iklan layanan masyarakat dari Depdiknas yang mengambil sosok seorang ibu namun menggunakan dialek bahasa melayu yang secara umum dipahami sebagai dialek negeri Malaysia, meskipun sebenarnya itu salah satu tokoh dalam film yang
berjudul Laskar Pelangi. Iklan “Geng Hijau” yang terdapat kata-kata/dialog yang mengesankan “Lebih Terasa, Terasa Lebih Bali” daripada Jogja, dan iklan internet di Sekolah Dasar. Fenomena terbaru adalah munculnya iklan-iklan/kuis tengah malam yang mengajak penonton untuk berinteraktif dan dipandu oleh host wanitawanita, umumnya menawarkan produk handphone dengan cara menelepon berpakaian seksi, jika tidak dibatasi, maka hal ini dapat menjurus ke perjudian/pornografi. Berbagai iklan tersebut diatas mendorong konsumtifisme yang akan semakin menjadijadi. 4. Realigi Tayangan realigi maupun yang bermuatan hantu-hantu, seringkali tidak mendidik, bahkan menurut beberapa pendapat menjurus kepada musyrik. Realigi sendiri merupakan pembodohan jika tidak mau dikatakan “kebohongan publik”, apakah konten kebenaran tentang materi siaran itu dapat/sudah teruji? Tampak lebih berisi hiperbola, personifikasi, sehingga unsur realitanya terkalahkan. Lebih baik di awal/akhir tayangan tersebut diberi pengantar mengenai muatan kebenaran kejadian, pelaku ataupun tempat kejadian. Realigi ini harus diperjelas sebagai tayangan fiksi atau non fiksi. Menyimpang sedikit dari Realigi, perlu kita catat April 2010 lalu TvOne yang menayangkan wawancara
5
terhadap “makelar kasus” dan diduga tayangan tersebut adalah rekayasa dengan tertangkapnya narasumber dalam acara tersebut. Dalam kasus bernuansa pidana/ dugaan kebohongan publik ini, diselesaikan secara “kekeluargaan” antara Polri dengan pihak TvOne, dalam hal ini patut dipertanyakan keberanian Komisi Penyiaran Indonesia. 5. Berita-berita Dilematis bagi saya pribadi, pertama: Mengenai tayangan berita-berita, disatu pihak mengedepankan akurasi dan kebebasan memperoleh informasi, dipihak lain ketika jam tayang masuk kedalam jam belajar atau jam-jam malam yang masih terkonsumsi oleh anak-anak, dikhawatirkan hal seperti ini mempengaruhi pola pikir/psikologis anak. Kedua: Beberapa tayangan tindak kejahatan ternyata berpengaruh terhadap potensi penonton yang ingin berbuat jahat seakan memperoleh contoh. Terakhir fenomena infotaimen yang melanggar ranah pribadi seseorang, maupun “polesan” rekayasa. E.
Cara Mengkonsumsi Televisi Yang Ideal
Siaran
Menonton siaran televisi bukanlah hal buruk, namun pemilihan program acara yang tepat dan regulasi yang tepat dalam siaran akan berkontribusi berbagai hal positif yang tidak diperoleh dari lingkungan maupun keluarga. Dewasa ini seperti kita ketahui televisi merupakan barang yang relatif murah, bahkan ditiap
keluarga/rumah acapkali kita jumpai lebih dari satu televisi. 1. Televisi Membantu Memahami Dunia Sekitar Televisi mirip dengan “jendela dunia” secara umum, dan secara khusus kita dapat menggunakan internet. Banyak hal yang terjadi sehari-hari disekitar kita dapat kita ketahui dengan nyaman dan mudah melalui siaran televisi dengan sekilas atapun secara khusus meluangkan waktu untuk menonton, serta didukung oleh biaya yang realtif murah. Apalagi maraknya televisi swasta baik nasional maupun lokal yang bermunculan “bak jamur dimusim hujan”. Seyogianya siaran televisi membantu kita mempertajam rasa sosial dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar 2. Televisi Membantu Proses Pendidikan Kemampuan televisi yang utama adalah menyajikan berbagai hal secara visual, dalam materi siaran yang benar dan didukung oleh pihak terkait dapat saja memberikan tayangan yang bermuatan pendidikan, misalnya cerdas cermat, belajar bahasa, belajar matematika, maupun keterampilan lain yang bermuatan pendidikan, bahkan lomba-lomba yang bersifat mendidik. 3. Televisi Membantu Program Pemerintah Program - program pemerintah akan mudah dipahami dan diikuti oleh masyarakat secara cepat jika ditayangakan melalui televisi. Contoh: Beberapa waktu lalu
6
mengenai sosialisasi tata cara pencoblosan / pemungutan suara saat Pemilihan Umum, bahaya bencana alam / terorisme, sosialisasi peraturan peraturan pemerintah, dan lain-lain. Terlepas dari televisi, kita tetap patut mengingat media lain dalam sejarah, bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan ke segenap penjuru tanah air melalui Radio Republik Indonesia (Voice of Indonesia). 4. Televisi Memberi Informasi Global Televisi menembus batas jangkauan dan waktu, membuat kita dapat mengetahui apa yang terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri dengan cepat. Namun kita tetap harus waspada dengan pengaruh ideologi maupun budaya-budaya asing yang lebih mudah masuk dan belum tentu sesuai dengan ideologi maupun budaya kita. Contoh: Budaya kekerasan (fisik/psikologis) maupun pornografi (perbuatan, simbol, maupun kata-kata). Disini peran KPI/KPID sebagai kontrol dan filter sangat dibutuhkan 5. Televisi Sebagai Sarana Hiburan Televisi sebagai saran hiburan yang dapat mempermudah kita menikmati segala bentuk tayangan yang menghibur ditengah-tengah aktifitas maupun disaat kita senggang. Namun sebagai hiburan ini sebaiknya tidak dipahami sebagai kebutuhan utama atapun hedonisme yang menghabiskan waktu semata.
Contoh: tayangan presenter/aktor yang mengedepankan “banci-isme”, meskipun seseorang tetap harus kita hargai bila mengalami kekurangan genetik, sebagai suatu keadaan cacat bawaan. F.
Peluang Komisi Penyiaran Indonesia Daerah, Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Keadilan Dan Keseimbangan Informasi Fungsi siaran televisi secara nasional maupun daerah berpengaruh besar terhadap tegakknya hukum sebagai panglima di negeri ini. Maka Komisi Penyiaran Indonesia Daerah, Daerah Istimewa Yogyakarta memliki peluang untuk menjadi motor dalam menegakkan/kesadaran hukum di Indonesia, berdasar asumsi bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta adalah barometer Indonesia. Hal ini dapat tercapai jika siaran televisi di DIY dapat menyuguhkan muatan yang adil dan berimbang dalam segenap aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya maupun hukum. Keadilan dan keseimbangan ini harus dilakukan menyeluruh sesuai ketetapan pada tugas serta kewajiban KPI/KPID tanpa meninggalkan aspirasi dari masyarakat. 2. Sebagai Lembaga Independen Perwujudan peran serta masyarakat dalam KPI/KPID adalah sifat indepen lembaga ini, sehingga dalam melakukan segala tindakan berkaitan dengan penyiaran,
7
lembaga ini merupakan perwujudan masyarakat sehingga harus berpihak pada masyarakat dan mengesampingkan segala bentuk campur tangan lembaga lain, baik itu eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, sepanjang campur tangan tersebut patut diduga mengurangi tugas dan wewenang KPID yang diatur oleh Undang-Undang tentang Penyiaran. 3. Tool Of Social Engineering Masyarakat selalu berubah dan perubahan ini bisa menjadi positif maupun negatif. Penyiaran sangat berpotensi untuk turut melakukan rekayasa sosial agar masyarakat dalam perubahannya dapat mengarah kepada hal-hal yang positif. 4. Yogyakarta Merupakan Kota Pariwisata, Budaya dan Pendidikan Berbagai predikat yang sarat nilai telah tersandang pada kota Yogyakarta pada khususnya maupun Daerah Istimewa Yogyakarta pada umumnya. Semua elemen warga daerah ini harus mendukung serta mempertahankannya, termasuk KPID DIY, dan perlu diingat bahwa budaya tidak terbatas pada tarian atau benda cagar budaya, namun yang lebih menarik adalah budaya yang tercermin pada kehidupan sehari-hari masyarakat Yogyakarta. KPID DIY dapat mengatur setiap isi siaran ataupun iklim berusaha para penyelenggara siaran yang ada untuk turut mempromosikan setidak-tidaknya ketiga konten
tersebut dalam materi mereka, yaitu pariwisata, budaya, dan pendidikan. Ketiga predikat tersebut adalah penopang pendapatan Daerah Istimewa Yogyakarta, maka secara otomatis jika pendapatan naik maka semua insan yang bernaung di daerah Istimewa Yogyakarta akan sejahtera. G.
Tantangan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah, Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Mewujudkan Keadilan dan Kesimbangan Informasi Tantangan KPID DIY dalam hal ini dapat dicapai jika kemampuan sumber daya manusia, kemauan, dan kesadaran insan-insan anggota KPID DIY dapat bekerja maksimal untuk menjadi penggerak maupun pengatur materi-materi siaran dan iklim berusaha di bidang penyiaran yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Mempertahankan “mekanisme pasar” dalam bisnis penyiaran maupun muatan isi siaran agar tidak terjadi liberalisasi persaingan. 2. Menjaga Posisi Independen Tantangan ini tidaklah mudah, ketika campur tangan pihak lain yang tentu saja memiliki berbagai macam kekuatan/kepentingan berusaha untuk mempengaruhi independensi KPID DIY, maka tiap insan anggota KPID DIY harus tegas menjaganya baik secara “team work” maupun individu terhadap segala bentuk intervensi, bahkan dengan konsekwensi untuk tidak mendaftar/terpilih pada periode berikutnya.
8
3. Membuat Masyarakat Berkembang Kearah Positif Segenap anggota KPID DIY haruslah peka terhadap perkembangan masyarakat DIY pada khususnya, dan nasional bahkan internasional pada umumnya, sehingga dapat mendorong/menstimulus perkembangan masyarakat kearah yang lebih baik dalam segenap aspek. Kesadaran bahwa anggota KPID DIY adalah pelayan masyarakat DIY yang wajib membantu masyarakatnya, ditengah berbagai tantangan yang terus berkembang. KPID DIY seyogianya konsisten melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang tata cara mengkonsumsi siaran yang baik dan benar, disertai ajakan kepada masyarakat maupun lembaga swadaya masyarakat untuk berperan aktif turut menyalurkan aspirasi terkait penyiaran. 4. Menjaga Dan Turut Mengembangkan Kota Pariwisata, Budaya dan Pendidikan. Penyiaran sebagai sarana untuk promosi dan membentuk opini publik sangat diperlukan agar jumlah wisatawan maupun pelajar/ mahasiswa selalu terjaga bahkan meningkat. Menjaga iklim penyiaran yang berbudaya dan mendukung kebudayaan, harus dijaga sebagai aset milik kita bersama, sehingga setidaktidaknya ketiga icon Yogyakarta diatas dapat memberikan kesejahteraan bagi segenap warga Yogyakarta pada khususnya dan
Daerah Istimewa Yogyakarta pada umumnya. F. Kesimpulan dan Saran Akhirnya semua kembali kepada kita sendiri, kita sebagai anak bangsa yang mengemban amanat luhur dari para pendahulu kita harus mampu membuktikan kepada generasi penerus dan kepada dunia bahwa kita sebagai bangsa yang besar dan mau tidak mau kita harus menjalankan peran kita masingmasing sesuai Pancasila dan Undangundang Dasar 1945. Prinsip-prinsip kita sebagai bangsa yang baik harus ditegakkan dengan memperhatikan kesimpulan dibawah ini: 1. Kita harus kembali menengok masa lalu, masa yang selalu mengedepankan kepentingan luhur demi kemajuan bangsa dan Negara. 2. Setiap tindakan para pengambil kebijakan seharusnya selalu mempertimbangkan aspek-aspek social dan budaya masyarakat kita, jangan hanya keuntungan semata. 3. Undang-undang Dasar 1945 harus selalu ditanamkan dan dijalankan dengan murni dan konsekwen oleh seluruh bangsa Indonesia. 4. Lembaga-lembaga terkait dengan penyiaran, produser film, produser iklan, dan KPI/KPID harus mulai melaksanakan tugas masing-masing dengan baik. 5. Komisi Penyiaran Indonesia membuat dan melaksanakan aturan-aturan maupun Undangundang dengan tegas.
9
Daftar Pustaka Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, yang diumukan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252.
Suharso, Retnoningsih, 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Lux, Semarang: Widya Karya Internet : http:plazainformasi.jogjaprov.go.id/ http://www.kpiddiy.com/home.php http://suarane.org/?p=191