PELAPORAN KEUANGAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE GENERAL PRICE LEVEL ACCOUNTING PADA PT GUDANG GARAM Tbk PERIODE 2011 NOVA AMALLIA Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma DR. EMMY INDRAYANI, SE., MM Universitas Gunadarma
ABSTRAK The financial report is important information for its users. Financial report information is considered to have an information value if it meets two elements which are reliable and relevant to users of financial report. Recording of Accounting in Indonesia adheres to conventional accounting system. Conventional accounting does not acknowledge the existence of general price level change as well as specific rate level change. Consequently, if there is a change in the purchasing power as in inflation periods, the financial report becomes irrelevant. In order to reflect the real situation or at least close to the real situation, the financial report can be prepared using Inflation accounting with general price level accounting, which able to state the true value of rupiah (IDR purchasing power). This study aims to determine the reporting of financial report with the general price level accounting method. The study was conducted using data derived from Central Bureau of Statistics in the form of Consumer Price Index and the financial report of the sample companies in 2011 which then processed by converting it with the Consumer Price Index as a analysis tool. Based on the analysis result, it can be summarized that the financial report of the general price level accounting is more informative and more accurate to use than the historical cost, however, the effect of the difference caused by the General Price Level Accounting is material or not depends on the company. List of Library : 8 (2000-2009) Keywords : General Price Level Accounting, Inflation Accounting
1
2
PENDAHULUAN Laju inflasi di Indonesia, berdasarkan Indeks Harga Konsumen sampai tahun 2011 selalu lebih dari 5% kecuali pada tahun 1985 sebesar 4,3% dan tahun 2009 sebesar 4,89%. Enam tahun terakhir dari tahun 2006 sampai dengan 2011 besarnya inflasi adalah 13,33%, 6,40%, 10,31%, 4,89%, 5,16%, dan 5,38%. Ini menunjukkan adanya kenaikan harga barang dan jasa secara langsung dipengaruhi oleh perubahan daya beli masyarakat dan perubahan biaya produksi atau faktorfaktor produksi. Walaupun angka inflasi tersebut dibawah dua digit, namun inflasi di atas 5% saja sudah cukup tinggi, apalagi bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan pendapatan nasional dan penduduk. Laporan keuangan merupakan informasi yang penting bagi penggunanya dalam rangka menilai kinerja keuangan perusahaan secara keseluruhan. Informasi laporan keuangan dianggap memiliki nilai kualitas informasi jika memenuhi dua unsur yaitu dapat diandalkan (reliable) dan relevan bagi pengguna laporan keuangan. Pencatatan Akuntansi d i Indonesia menganut sistem akuntasi konvesional dimana laporan keuangan disajikan berdasarkan nilai historis (Historical Cost) yang mengasumsikan bahwa harga-harga (unit moneter) adalah stabil. Akuntansi konvensional tidak mengakui adanya perubahan tingkat harga umum maupun perubahan tingkat harga khusus. Sebagai konsekuensinya, jika terjadi perubahan daya beli seperti pada periode inflasi, maka laporan keuangan tidaklah relevan. Dari penjelasan diatas dapat diperoleh rumusan masalah yaitu Bagaimana kewajaran pelaporan keuangan PT Gudang Garam Tbk periode 31 Desember 2011 setelah disesuaikan dengan menggunakan metode General price level accounting (GPLA). Penelitian ini menganalisis penerapan akuntansi inflasi metode tingkat harga umum (GPLA) pada laporan keuangan PT Gudang Garam Tbk pada Laporan Keuangan Neraca dan Laba Rugi periode Desember 2011. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kewajaran pelaporan laporan keuangan PT Gudang Garam Tbk periode 31 Desember 2011 menggunakan metode General Price Level Accounting (GPLA). Dan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu bagi perusahaan dapat sebagai bahan pertimbangan perusahaan dalam penyusunan laporan keuangan non-konvensional, bagi pembaca dapat memberikan informasi sebagai bahan perbandingan untuk penulisan lain yang berkaitan dengan permasalahan ini, sehingga dalam penulisan ini dapat disempurnakan dalam penulisan berikutnya KERANGKA PEMIKIRAN Akuntansi Inflasi merupakan suatu proses akuntansi untuk menghasilkan informasi yang telah memperhitungkan tingkat perubahan harga, sehingga informasi yang dihasilkan menunjukkan ukuran satu mata uang dengan tingkat harga yang berlaku. Ada beberapa pendekatan untuk menyajikan informasi tersebut antara lain pendekatan harga umum (general price level), pendekatan
3
biaya berlaku (current cost), dan gabungan kedua pendekatan tersebut. (Kodrat: 2006) General Price Level Accounting atau dikenal sebagai akuntansi tingkat harga umum menyatakan bahwa nilai sesungguhnya dari rupiah ditentukan oleh barang atau jasa yang diperoleh, yang biasa disebut daya beli. Akuntansi tingkat harga umum akan mengadakan penyajian kembali komponen-komponen laporan keuangan kedalam rupiah pada tingkat daya beli yang sama, namun sama sekali tidak mengubah prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan dalam akuntansi berdasarkan nilai historis. Akuntansi penyusutan saat ini merupakan suatu upaya untuk menyediakan lebih realistis nilai buku dengan menilai asset sebesar biaya pengganti saat ini, bukan jumlah yang harus dibayar. Hal ini bertentangan dengan pendekatan nilai historis. Biaya saat ini ( current cost ) biasanya dihitung dengan menyesuaikan nilai historis untuk masa inflasi, selain penyesuaian seperti penyusutan. (Sari: 2009) Tujuan konsep GPLA adalah menyajikan informasi tentang akibat perubahan harga terhadap suatu usaha perusahaan, informasi tersebut berguna bagi manajemen dalam melakukan penilaian terhadap kemajuan usaha perusahaan karena unit moneter yang tercantum dalam laporan keuangan merupakan unit moneter yang mempunyai daya beli sama. Akuntansi tingkat harga umum akan mengadakan penyajian kembali komponen-komponen laporan keuangan ke dalam rupiah apada tingkat daya beli yang sama, namun sama sekali tidak mengubah prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan dalam akuntansi berdasarkan nilai historis. Penyesuaian atas besaran keuangan untuk inflasi guna mencerminkan nilai harga umum atau tingkat harga umum dan penggunaan nilai yang telah disesuaikan tersebut dalam akuntansi dengan menggunakan indeks harga. Indeks harga yang biasa digunakan adalah indeks harga konsumen, yaitu suatu indeks yang menyajikan perubahan perodik dalam biaya kelompok barang-barang terpilih yang dibeli konsumen yang digunakan sebagai ukuran inflasi. (Sari: 2009) Dalam penyusunan laporan keuangan berdasarkan tingkat harga umum perlu diperhatikan pos-pos yang akan terpengaruh dengan adanya penrunan daya beli rupiah, yaitu : (Sari: 2009) 1. Monetary Assets, seperti kas ditangan, surat-surat berharga, piutang dan lain-lain yang sifatnya sebagai dormant account akan mengalami penuruna daya beli secara berarti karena rekening-rekening tersebut tidak dapat lagi dinilai ( di-apprisial ). 2. Non Monetary Assets secara riil tidak mengalami penurunan daya beli, tetapi dari sudut akuntansi merupakan pos yang terkena pengaruh penurunan harga beli, tetapi dari sudut akuntansi merupakan pos yang terkena pengaruh penurunan harga beli. Pos-pos moneter, seperti telah disebutkan diatas, merupakan pos-pos yang jumlahnya tetap, dan nilainya tidak terpengaruh oleh perubahan nilai mata uang karena ditentukan oleh kontrak. Meskipun jumlah-jumlah ini tetap, nilai dari dari pos-pos moneter dilihatdari segi daya beli mengalami perubahan. Pemilik pos-pos moneter, karenanya mengalami keuntungan atau kerugian daya beli karena terjadi perubahan pada tingkat harga umum. Keuntungan dan kerugian seperti ini disebut
4
keuntungan atau kerugian tingkat daya beli umum, atau keuntungan tingkat harga umum atau kerugian akibat pos-pos moneter. Lebih khusus lagi, selama periode harga-harga mengalami kenaikan: (Harahap : 2007) a. Aktiva moneter kehilangan daya beli, yang akan diakui sebagai suatu kerugian tingkat harga umum. b. Kewajiban moneter mendapatkan daya beli, yang diakui sebagai suatu keuntungan tingkat harga umum. Selama periode di mana harga-harga mengalami penurunan: a. Aktiva moneter mendapatkan daya beli yang diakui sebagai suatu keuntungan tingkat harga umum. b. Kewajiban moneter kehilangan daya beli, yang diakui sebagai suatu kerugian tingkat harga umum. Akuntansi yang sekarang berjalan mengasumsikan bahwa daya beli uang stabil menunjukkan bahwa kenyataan semacam ini tidak realistis lagi. Namun demikian, akuntansi yang menggunakan metode historical cost accounting ingin mempertahankan dua karakteristik informasi yaitu objektivitas dan keterujian padahal pemakai laporan keuangan sangat berkepentingan dengan relevansi. Relevansi lebih berkepentingan dengan masa sekarang dan masa akan datang. Karena itu, informasi yang didasarkan biaya historis kurang relevan untuk tujuan pengambilan keputusan khususnya dalam kondisi didalamnya yaitu kecenderungan akan meningkatnya harga-harga. Beberapa pendekatan yang digunakan dalam menyajikan informasi laporan keuangan salah satunya adalah General Price Level Accounting. Dalam penelitian ini, General Price Level Accounting digunakan karena konsep ini hanya merubah penilaian dalam laporan keuangan dan mempertahankan model laporan atas dasar harga perolehan historis. Penelitian yang dilakukan oleh Leng (2002) dan Rahmawati (2008) memberikan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan antara nilai histors (historical cost accounting) dengan nilai berdasarkan tingkat harga umum (general price level accounting), namun, dari keduanya juga didapatkan adanya perbedaan dalam hal perlu tidaknya dilakukan penyesuaian laporan keuangan berdasarkan tingkat harga umum. Dari penjelasan dan penelitian terdahulu yang telah dijelaskan di atas, maka kerangka pemikiran penelitian dapat digambarkan pada Gambar 1 berikut,
5
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
METODE PENELITIAN Objek penelitian dalam penulisan ini adalah menggunakan metode General Price Level Accounting (GPLA). Unit penelitian yang digunakan adalah PT Gudang Garam Tbk, dan unit analisis adalah Laporan Keuangan perusahaan periode Desember 2011 yang telah di audit oleh Institut Akuntan Publik Indonesia. Dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan, penulis menggunakan metode pengumpulan data Penelitian Kepustakaan yaitu peneliti mencari data sekunder atau informasi-informasi dengan mempelajari buku-buku dan menelaah literature yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas yang akan dijadikan sebagai landasan teoritis seperti buku bacaan serta internet dengan mengakses situs – situs yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Metode analisis yang digunakan, yaitu analisis tabel yang merupakan penyajian pos-pos moneter dan pos–pos non moneter sebelum dan sesudah konversi dengan menggunakan metode tingkat harga umum ( General Price Level Accounting ) yang terdapat dalam laporan keuangan yaitu Neraca dan Laba rugi. Analisis tabel ini terdiri dari beberapa kolom, yaitu: 1. Kolom sebelum penyesuaian berisikan nilai dari masing-masing pos laporan keuangan sebelum dilakukan konversi dengan indeks tingkat harga umum. 2. Kolom faktor konversi berisikan indeks tingkat harga umum sebagai pembanding untuk menyajikan laporan keuangan yang relevan terhadap adanya perubahan nilai uang. 3. Kolom setelah penyesuaian berisikan nilai dari masing-masing pos laporan keuangan yang telah dihitung ulang menggunakan kolom faktor konversi.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut ini adalah tabel laporan neraca PT Gudang Garam setelah dikonversi : TABEL 1 PT GUDANG GARAM DAN ANAK PERUSAHAAN LAPORAN NERACA SETELAH DILAKUKAN KONVERSI PERIODE 31 DESEMBER 2011 (DALAM JUTAAN RUPIAH) Nama Akun ASET ASET LANCAR : Kas Dan Setara Kas Piutang Usaha : a. Pihak Ketiga b. Pihak Berelasi Piutang Lain-Lain Persediaan Pajak Dibayar Dimuka Biaya Dibayar Dimuka Aset Lancar Lainnya Total Aset lancer ASET TIDAK LANCAR Aset Tetap bersih Aset Pajak Tangguhan, bersih Aset Tidak Lancar Lainnya Total Aset Tidak Lancar TOTAL ASET LIABILITAS LIABILITAS JANGKA PENDEK Pinjaman Jangka Pendek Utang Usaha: a. Pihak Ketiga b. Pihak Berelasi Utang Pajak Utang Cukai Dan PPN Rokok Beban Akrual Liabilitas Jangka Pendek Lainnya Total Liabilitas Jangka Pendek LIABILITAS JANGKA PANJANG Liabilitas Imbalan Kerja Liabilitas Pajak Tangguhan, bersih
Historical Cost Accounting (sebelum penyesuaian)
Konversi
GPLA (setelah penyesuaian)
1.094.895
129/129
1.094.895
919.730 3.792 14.465 28.020.017 141.185 101.482 86.188
129/129 129/129 129/129 129/127 129/125 129/125 129/125
919.730 3.792 14.465 28.461.277 145.703 104.729 88.946
Faktor
30.381.754
30.833.537
8.189.881 37.597 479.473 8.706.951 39.088.705
129/125 129/125 129/125
8.451.957 38.800 494.816 8.985.573 39.819.111
6.163.978
129/129
6.163.978
1.474.715 41.096 101.094 5.453.491 83.592 216.353 13.534.319
129/129 129/129 129/129 129/129 129/129 129/129
1.474.715 41.096 101.094 5.453.491 83.592 216.353 13.534.319
759.206 244.252
129/129 129/129
759.206 244.252
7
Nama Akun Total Liabilitas Jangka Panjang TOTAL LIABILITAS EKUITAS Modal Saham, nilai nominal Rp 500 (rupiah penuh) per saham: Modal Dasar: 2.316.000.000 saham Modal ditempatkan dan disetor penuh: 1.924.088.000 saham Tambahan Modal Disetor Agio Saham Saldo Laba Dicadangkan Belum dicadangkan TOTAL EKUITAS TOTAL LIABILITAS DAN EKUITAS
Historical Cost Accounting (sebelum penyesuaian) 1.003.458 14.537.777
Konversi
GPLA (setelah penyesuaian) 1.003.458 14.537.777
962.044 152.906 53.700
129/125 129/125 129/125
992.829 157.799 55.418
200.000 23.182.278 24.550.928 39.088.705
Faktor
200.000 23.182.278 24.588.325 39.126.102
Sumber : Data olahan 2012 Ada perbedaan antara perhitungan jumlah aktiva dan jumlah kewajiban serta ekuitas (passiva) pada tabel 1 sesudah di konversi, yang awalnya sebelum konversi jumlah aktiva dengan kewajiban dan ekuitas seimbang sebesar 39.088.705 (dalam jutaan rupiah) menjadi tidak seimbang setelah dilakukan konversi untuk total aktiva yaitu sebesar 39.819.111 (dalam jutaan rupiah) dan untuk jumlah kewajiban dan ekuitas sebesar 39.126.102 (dalam jutaan rupiah). Perbedaan atau ketidakseimbangan antara jumlah aktiva dan kewajiban setelah dikonversi, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh inflasi, yang ditandai dengan indeks harga konsumen yang lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap nilai pos-pos moneter dan juga pos nonmoneter yang terdapat di dalam neraca. Penyajian laporan laba rugi PT. Gudang Garam periode 2011 yang telah dikonversi dengan indeks tingkat harga umum adalah sebagai berikut:
8
TABEL 2 PT GUDANG GARAM DAN ANAK PERUSAHAAN LAPORAN LABA RUGI SETELAH DILAKUKAN KONVERSI PERIODE 31 DESEMBER 2011 (DALAM JUTAAN RUPIAH) Uraian
Penjualan Beban Pokok Penjualan: a. Beban Produksi b. Pita Cukai c. Persediaan awal barang jadi / dagangan d. Pembelian barang dagangan e. Persediaan akhir barang jadi / dagangan f. Barang jadi untuk promosi g. Beban pokok penjualan rokok h. Beban pokok penjualan lain Total Beban Pokok Penjualan Laba Bruto Pendapatan Lainnya Beban Usaha: a. Beban penjualan b. Beban Umum dan Administrasi Kompensasi karyawan Perbaikan dan Pemeliharaan Listrik dan air Keperluan kantor, komunikasi Penyusutan aset tetap Perjalanan dinas, akomodasi Asuransi Pajak bumi dan bangunan Lain – lain Total Beban Umum & Administrasi Total Beban Usaha Beban Lainnya Rugi Kurs bersih Beban bunga Laba Sebelum Pajak Penghasilan Beban Pajak Penghasilan a. Kini b. Tangguhan Beban Pajak Penghasilan Bersih Laba Bersih
Historical Cost Accounting (sebelum penyesuaian)
Konversi
GPLA (setelah penyesuaian)
41.884.352
129/127
42.543.948
9.591.267 22.323.435
129/127 129/127
9.742.311 22.674.985
2.613.976 121.224
129/125 129/127
2.697.623 123.133
3.163.127 53.040 31.433.735 321.249 31.754.984 10.129.368 46.322
129/129 129/127 129/127 129/127
129/127
3.163.127 53.875 31.928.754 326.308 32.255.062 10.288.886 47.051
2.028.709
129/127
2.060.657
599.370 98.196 88.305 72.961 63.861 36.536 32.532 26.706 243.550 1.262.017 3.290.726 4.511
129/127 129/127 129/127 129/127 129/126 129/127 129/127 129/127 129/127
608.809 99.742 89.696 74.110 65.382 37.111 33.044 27.127 247.385 1.282.406 3.343.063 4.582
12.480 253.002 6.614.971
129/127 129/127
12.677 256.986 6.718.629
1.739.593 82.724 1.656.869 4.958.102
129/127 129/127
1.766.988 84.027 1.682.961 5.035.668
Faktor
129/127
9
Pada Tabel 2 terdapat perbedaan laba sebesar 77.566 (dalam jutaan rupiah). Sebelum dilakukan konversi laba sebesar 4.958.102 (dalam jutaan rupiah) dan setelah dilakukan konversi laba menjadi 5.035.668 (dalam jutaan rupiah). Perhitungan perbedaan besarnya laba tersebut bukan dikarenakan pendapatan yang didapat lebih besar dibandingkan beban yang dikeluarkan, tetapi dikarenakan perbedaan asset moneter yang dapat dilihat di tabel berikut ini: TABEL 3 PT GUDANG GARAM DAN ANAK PERUSAHAAN Perhitungan Laba Rugi Tingkat Harga Umum (DALAM JUTAAN RUPIAH) Uraian
Pendapatan Moneter Pendapatan usaha Pendapatan diluar usaha Total Pendapatan Moneter Beban Pokok Penjualan Beban Usaha: a.Beban Penjualan b. Beban Umum dan administrasi Kompensasi karyawan Perbaikan dan Pemeliharaan Listrik dan air Keperluan kantor, komunikasi Penyusutan aset tetap Perjalanan dinas, akomodasi Asuransi Pajak bumi dan bangunan Lain – lain Total Beban Umum & Administrasi Total Beban Usaha Beban Lainnya Rugi Kurs bersih Beban bunga Asset moneter netto menurut perhitungan per 31 Desember 2011 Asset netto sesungguhnya per 31 Desember 2011 Laba/Rugi atas kepemilikan asset moneter
Sumber : Data olahan 2012
Historical Cost Accounting (sebelum penyesuaian)
Faktor Konversi
GPLA (setelah penyesuaian)
41.884.352 46.322 41.930.674 31.754.984
129/127 129/127 129/127
42.543.948 47.051 42.591.000 32.255.062
2.028.709
129/127
2.060.657
599.370 98.196 88.305 72.961 63.861 36.536 32.532 26.706 243.550
129/127 129/127 129/127 129/127 129/126 129/127 129/127 129/127 129/127
608.809 99.742 89.696 74.110 65.382 37.111 33.044 27.127 247.385
129/127 129/127 129/127
1.282.406 3.343.063 4.582 12.677 256.986
1.262.017 3.290.726 4.511 12.480 253.002
6.718.629 6.614.971 103.658
10
Dari Tabel 3 diatas, terlihat bahwa terdapat perubahan-perubahan yang terjadi pada pos-pos moneter, perubahan-perubahan tersebut disebabkan oleh perubahan dari segi daya beli. Dalam hal ini, terdapat perbedaan laba. Terjadi selisih laba lebih besar atas kepemilikan aset moneter yang disebabkan oleh harga-harga yang cenderung naik yang tidak lain disebabkan oleh terjadinya inflasi, Nampak dari tingkat indeks harga konsumen yang lebih tinggi dari harga konsumen sebelumnya. Selisih laba lebih besar tersebut bukan disebabkan karena adanya biaya yang dikeluarkan lebih sedikit daripada pendapatan yang diperoleh perusahaan, melainkan selisih laba lebih besar atas kepemilikan aset moneter sebesar 103.638 (dalam jutaan rupiah), merupakan pergeseran moneter yang disebabkan oleh pengaruh inflasi terhadap kepemilikan aset moneter yang dimiliki perusahaan. Hasil dari penerapan GPLA yang dilakukan pada PT. Gudang Garam Tbk pihak manajemen dapat mengetahui adanya perbedaan nilai akun-akun dalam laporan keuangan sebelum dan sesudah adanya penyesuaian konsep penerapan akuntansi ini. Penyesuaian tersebut menimbulkan selisih laba sebesar 77.566 (dalam jutaan rupiah) lebih besar dibandingkan dengan metode historical cost. Material atau tidaknya selisih ini pada keputusan perusahaan tergantung pengaruhnya pada perusahaan tersebut sehingga penerapan akuntansi tingkat harga umum merupakan informasi tambahan dalam pengambilan keputusan. Material atau tidaknya selisih ini bisa dilihat dari beberapa sudut pandang, pertama dari sudut pandang Investor dengan menggunakan metode GPLA, perusahaan memiliki selisih laba lebih besar dibandingkan dengan metode historical cost ini menjadi sebuah keuntungan pagi perusahaan karena selisih laba ini dapat membuat para investor tertarik untuk menanamkan modalnya untuk perusahaan. Kedua secara matematis, Menurut Boediono dalam Cahyono (2003) tidak semua inflasi mempengaruhi secara material laporan keuangan, hanya inflasi dua digit atau minimum 10% yang mempunyai pengaruh material/signifikan terhadap laporan keuangan. Sedangkan selisih laba PT. Gudang Garam Tbk periode 2011 adalah sebesar 77.566 (dalam jutaan rupiah) atau sebesar 1,15%, sehingga sesuai dengan Boediono dalam Cahyono (2003) selisih ini tidak material. Ketiga dari sudut pandang perpajakan dengan menggunakan metode GPLA akan terjadi peningkatan pajak. Sehingga pajak yang harus dibayarkan perusahaan lebih besar dibandingkan dengan menggunakan metode historical cost. Namun demikian, jika kondisi perekonomian mengalami inflasi yang tinggi, sebaiknya perusahaan menerapkan akuntansi tingkat harga umum karena selisih yang disebabkan oleh perubahan nilai mata uang relatif besar sehingga akan mempengaruhi hasil dari pengambilan keputusan yang akan dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
11
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Dari hasil penelitian terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada laporan keuangan sebelum dan sesudah dilakukan konversi. Dan dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa : a. Neraca Di dalam neraca terlihat bahwa jumlah aktiva sebelum dikonversi jumlahnya adalah 39.088.705 (dalam jutaan rupiah) menjadi tidak seimbang setelah dikonversi yaitu sebesar 39.819.111 (dalam jutaan rupiah) dan untuk jumlah kewajiban dan ekuitas 39.126.102 (dalam jutaan rupiah). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan setelah dan sebelum dikonversi antara total pos aktiva, hutang dan modal. Menurut Boediono dalam Cahyono (2003) tidak semua inflasi mempengaruhi secara material laporan keuangan, hanya inflasi dua digit atau minimum 10% yang mempunyai pengaruh material/signifikan terhadap laporan keuangan. Sedangkan selisih untuk aktiva sebelum dan setelah konversi adalah sebesar 730.406 (dalam jutaan rupiah) atau sebesar 1,83% dan untuk kewajiban dan ekuitas sebelum dan setelah konversi terdapat selisih sebesar 37.397 (dalam jutaan rupiah) dan selisih aktiva dan passiva (kewajiban) setelah dikonversi adalah 693.009 (dalam jutaan rupiah) atau sebesar 1,77% sehingga perbedaan tersebut dikapitalisasi ke dalam saldo laba yang dicadangkan untuk menjaga keseimbangan antara aktiva dan passiva di dalam laporan neraca. Keseluruhan perbedaan tersebut bersifat tidak material karena laporan keuangan neraca yang sebelum dan setelah dikonversi ke dalam GPLA tidak terlalu menunjukkan perbedaan yang signifikan, dan hasil yang didapat di bawah persentase tingkat materialitas yang telah ditetapkan, maka penyajian laporan keuangan neraca PT Gudang Garam dianggap wajar berdasarkan metode GPLA. b. Laba Rugi Di dalam Laporan Laba Rugi terdapat perbedaan antara besarnya laba sebelum dan sesudah dikonversi yaitu 4.958.102 (dalam jutaan rupiah) menjadi 5.035.668 (dalam jutaan rupiah) maka di dapat selisih 77.566 (dalam jutaan rupiah). Perbedaan ini bersifat tidak material karena perbedaan laba sebelum dan sesudah konversi adalah 1,54% di bawah dari 10%, ini diakibatkan oleh adanya selisih laba lebih besar pada kepemilikan asset moneter perusahaan sebesar 103.658 (dalam jutaan rupiah). Sehingga laporan keuangan laba rugi PT Gudang Garam dinilai wajar berdasarkan metode GPLA. Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian ini, maka pada masa inflasi, laporan keuangan General Price Level Accounting lebih informatif dan lebih tepat digunakan dibanding historical cost, namun material atau tidaknya perbedaan yang ditimbulkan General Price Level Accounting tergantung pengaruhnya pada perusahaan tersebut. Sehingga General Price Level Accounting bukan dimaksudkan untuk mengganti laporan keuangan historical cost melainkan hanya sebagai supplement report yang digunakan sebagai informasi tambahan dalam
12
pengambilan keputusan bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi laporan keuangan. Dengan menggunakan metode GPLA, dilihat dari selisih labanya maka akan terjadi peningkatan pajak. Sehingga pajak yang harus dibayarkan perusahaan lebih besar dibandingkan dengan menggunakan metode historical cost. Jika kondisi perekonomian mengalami inflasi yang tinggi, sebaiknya perusahaan menerapkan akuntansi tingkat harga umum karena selisih yang disebabkan oleh perubahan nilai mata uang relatif besar sehingga akan mempengaruhi hasil dari pengambilan keputusan yang akan dilakukan oleh pihakpihak yang berkepentingan.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2001. “Monthly Indonesia’s Consumers Price Indices and Inflation”. www.bps.go.id Harahap, Sofyan Safri. 2007. Teori Akuntansi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Kodrat, David Sukardi. 2006. “Studi Banding Penyusunan Laporan Keuangan dengan Metode Historical Accounting dan General Price Level Accounting pada masa inflasi, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.8 : 78-91. Leng, Pwee. 2002. “Analisis Terhadap Perlunya Laporan Keuangan Historis (Conventional Accounting) menjadi berdasarkan tingkat harga umum (General Price Level Accounting)”, Jurnal Akuntansi & Keuangan, Vol.4 No.2 : 141-155. Rahmawati, Nurani. 2008. “Perlakuan Akuntansi Inflasi Dan Penyajiannya Dalam Laporan Keuangan”, Jurnal Akuntansi & Keuangan, Vol.1 No.1 : 45-60. Sari, Dian Indah. 2009. “Akuntansi Inflasi Dalam Menilai Relevansi Laporan Keuangan Perusahaan”. Sumatera: Universitas Sumatera. ( http://4putciput.weebly.com/uploads/1/3/5/5/1355290/akuntansi_infl asi_dalam_menilai_relevansi_laporan_keuangan_suatu_perusahaan. pdf )