PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN IMPLIKATUR DALAM ACARA DEBAT TV ONE SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
oleh: Rully Pratistya 1111013000069
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN IMPLIKATUR DALAM ACARA DEBATTV ONE SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi P
ersyaratan Mempero leh Gelar
S
arj ana
Pendidikan
Oleh
RULLY PRATISTYA NIM: 1111013000069
Mengetahui, Dosen Pembimbing
NrP. 19840409 201 101
1 015
JURUSAN PENDIDIKAI{ BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2015
LBMBAR PENGESAIIAN UJIAN MUNAQ OSAH Skripsi bedudul "Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur dalam Acara Debat TY One serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia
di SMA"
disusun oleh Rully Pratistya,
NIM
111013000069, diajukan kepada
Fakultas IImu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatulah Jakarta dan telah
dinyatakan lulus dalam ujian Munaqasah pada tarrggal 15 Oktober 2015 di hadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis berhak memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.) dalam bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Jakart4 20 Oktober 2015 Panitian Ujian Munaqasah Ketua Panitia (Ketua
Jurusan/Prodi)
M.frum.
Makvqn Qubuki. NiP. 19800305 200901
,.{.lg.Li*,s-
1 015
Sekretaris Panitia (Sekretaris
JurusailItod$
Dona Aii Karunia Putra" M.A NrP. 19840409201101 1 015 Penguji
Tanggal
L3t
I
Dr. Nuryani. M.A..
glZ
,
..(.\?...1*ts
a$,?''
NIP. 19820628 2009t2 2 003 Penguji
II
Dr. EIvi Susanti. M.Pd. NrP. 19680801 200801 2 016
rclof
zots
KEII'EHTERIAH AGAI'IA UIH JAKARTA FITK ,4. k tt.w * # cipt,d t54,2 ffirana
FORM (FR)
:
No.
Dokumen
TglNo.
Revisi: :
Terbit :
iHal
FITK-FR-AKF089 1 Maret 2010 01 'U1
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI Saya yang bertanda tangan di bawah
Nama
ini,
:RullYPratistYa
Tempat/Tgl.Lahir : Bandung, 22 Mei 1992
NIM
: 1111013000069
Jurusan I
Judul
Prodi
Skripsi
: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
:
*Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur dalam Acara DebatTY One serta Implikasinya
terhadap Pembelajarau Bahas* Indonesia di SMII.
ksflr Pemhimhing : Duru,qii
dengan
Kanmia Putra"
tt{'A
ini menyatakan bahwa skripai yang $a-va buat benar-benar hasil karya sendiri
dan saya bertanggung jawab secara akademis atas *pa yang saya tulis. Pernyataan
ini dibuat sebagai salah satu syatatmenempuh wisuda. Jakarta" 28 Oktofuer 201 5
RuttyPmtistya NrM- IIlt$t3ffi0069
ABSTRAK RULLY PRATISTYA,1111013000069,“ Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur dalam Acara Debat TV One serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Dona Aji Karunia Putra, M.A. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja sama yang terdapat dalam acara Debat TV One dengan judul Adu Aksi KPK−Polri. Penelitian ini pun mendeskripsikan implikatur yang terkandung dalam pelanggaran prinsip kerja sama tersebut serta fungsi dari implikatur itu. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori prinsip kerja sama dan implikatur yang dikemukakan oleh H.P. Grice. Prinsip kerja sama dan implikatur merupakan bagian dari ilmu pragmatik. Percakapan sebagai objek penelitian dalam penelitian ini, maka penelitian ini bersifat penelitian kualitatif. Desain penelitian yang digunakan yaitu deskriptif dengan menjelaskan secara apa adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi selama percakapan disesuaikan dengan sasaran dan tujuan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa maksim yang sering dilanggar dalam format debat TV One yaitu maksim kuantitas dengan jumlah tujuh pelanggaran. Urutan kedua ditempati oleh maksim relevansi dengan jumlah tiga pelanggaran. Berikutnya, yaitu maksim cara dengan jumlah dua pelanggaran. Maksim di urutan terakhir yaitu maksim kualitas dengan jumlah satu pelanggaran. Penelitian ini pun menemukan adanya pelanggaran maksim gabungan, yaitu pelanggaran maksim cara dan maksim kualitas serta pelanggaran maksim kuantitas dan maksim cara. Masing-masing pelanggaran tersebut berjumlah satu. Jumlah keseluruhan pelanggaran maksim yaitu lima belas. Adapun fungsi implikatur yang paling banyak muncul yaitu untuk menyatakan, dengan jumlah enam tuturan. Posisi kedua ditempati oleh fungsi implikatur untuk menyarankan dengan jumlah lima tuturan. Berikutnya, yaitu fungsi implikatur untuk menegaskan dengan jumlah tiga tuturan. Terakhir, yaitu fungsi implikatur untuk menyindir dengan jumlah satu tuturan. Debat dapat digunakan sebagai metode pembelajaran, pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan maupun pada Kurikulum 2013 di tingkat SMA khususnya kelas X. Melalui hasil penelitian ini, guru dapat menjelaskan cara membangun komunikasi yang efektif dan santun dalam debat. Guru dapat juga menjelaskan kesalahan-kesalahan yang tidak boleh dilakukan dalam debat. Peserta didik pun menjadikan hasil penelitian ini sebagai referensi dan pembelajaran dalam mengembangkan keterampilan berbicara, khususnya debat. Kata Kunci : Pelanggaran, Prinsip Kerja Sama, Implikatur, Debat TV One, Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA
ABSTRACT RULLY PRATISTYA, 1111013000069,” Violation of the Cooperative Principle and Implicature in a Debate TV One and its Implication in Learning Indonesian Language in Senior High School”. Department of Education Indonesian Language and Literature, Faculty of Education and Teaching Tarbiyah, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. Supervisor: Dona Aji Karunia Putra, M.A. This research to describe forms violation of the cooperative principle in a Debate TV One with the tittle “Adu Aksi KPK−Polri”. In addition, this research also describes implicatures contained in violation of the cooperative principle as well as the function of implicature it. The theory used in this research is the theory of the cooperative principle and implicature suggested by H.P. Grice. The cooperative principle and implicature is part of the pragmatics. Conversation as an object in this research, accordingly this research is qualitative research. The design of this research is descriptive to explain what the events that occurred during a conversation aligned with the goals and objectives of research. The result showed that maxim is often violated in a debate format TV One is maxim of quantity with seven violated. The second sequence is occupied by maxim of relevance with three violated. Furthermore, maxim of manner with two violated. The latter is maxim of quality with one violated. In this research found also the combination maxims violation that is the violated maxim of manner and maxim of quality and then the violated maxim of quantity and maxim of manner. Each of these violations amounted one violated. As for the function implicature often in this research is purpose to declare with amount is six utterances. The second position is purpose to recommend with amount is five utterances. Furthermore, the function of implicature is purpose to emphasize with amount is three utterances. The last, is purpose to quip with amount is one utterances. The research result can be used in the learning Indonesian language Senior High School, especially in the first class of Senior High School. Debate can be used as a learning method, in the KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) or in Kurikulum 2013. Through this research, the teacher can explain how to build manners an effective communications and polite in debate. Then, The teacher can explain the mistakes that should not be done in the debate. The students also make this research result as a reference and learning in developing speaking skills, especially the debate. Keywords: Violation, Cooperative Principle, Implicature, Debate TV One, Learning Indonesian Language in Senior High School
KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas sifat rahman dan rahim-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur dalam Acara Debat TV One serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA”. Selawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Baginda Nabi Muhammad SAW, dan kesejahteraan serta keberkahan semoga selalu menaungi keluarga Beliau, para sahabatnya, dan para umatnya yang selalu berharap syafa’at darinya. Penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan berupa bimbingan, saran, materi, doa serta motivasi dari proses hingga terselesaikannya skripsi ini. Adapun pihak-pihak tersebut yaitu: 1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Makyun Subuki, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 3. Dona Aji Karunia Putra, M.A., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan juga selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas kesabaran Bapak dalam membimbing saya. Terima kasih atas ilmu dan saran-saran yang diberikan. 4. Dra. Hindun, M.Pd., selaku Dosen Penasehat Akademik. Terima kasih atas waktu yang selalu diluangkan kepada penulis untuk berkonsultasi permasalahan dan kegiatan perkuliahan. 5. Kepada segenap Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Dosen FITK yang telah memberikan ilmunya sehingga ilmu tersebut dapat turut serta dalam membantu pembuatan skripsi ini. 6. Kedua orang tua penulis, yaitu Endang Sukendar, MM. dan Kokom Komariyah, BA., yang selalu mencurahkan kasih sayangnya dan mendoakan penulis tiada henti.
i
7. Kedua kakak penulis, yaitu Rendy Prasetya Supandar, SE. dan Riza Primajaya Sutandar, ST., yang banyak memberi bantuan materi dan memberi motivasi untuk menyelesaikan studi tepat waktu dan atau secepatnya. 8. Sahabat terbaik penulis, yaitu Muhammad Fikri Firdaus yang banyak membantu dalam pengeditan skripsi serta selalu memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan studi S1 agar dapat menjadi anak band kembali dan pensiun dini menjadi guru (kemungkinan bisa kembali jadi guru lagi kalau gagal jadi anak band). 9. Kepada Devi Aristiyani dan Pratiwi, terima kasih banyak atas pinjaman buku-buku pragmatik dan metode penelitian sehingga penulis tidak kesusahan dalam menyelesaikan Bab 2 dan Bab 3. 10. Kepada teman-teman yang istimewa bagi penulis, yaitu Ustad Fauzi, Daeng Sofyan, Bang Aris, Wenti Frisca Septiani Putri terima kasih telah menjadi teman yang selalu ada untuk penulis menyampaikan keluh kesah selama menyusun skripsi ini.
Semoga Allah SWT mencatatnya sebagai amal kebaikan dan memberikan balasan kebaikan pula atas bantuan yang diberikan kepada penulis. Aaamiin allahumma aamiin. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat digunakan dan bermanfaat.
Jakarta, 07 Oktober 2015
Rully Pratistya
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR ...........................................................................
i
DAFTAR ISI ..........................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN A. B. C. D. E. F.
Latar Belakang Masalah .............................................................. Identifikasi Masalah .................................................................... Pembatasan Masalah ................................................................... Rumusan Masalah ....................................................................... Tujuan Penelitian ........................................................................ Manfaat Penelitian ......................................................................
1 6 6 7 7 7
BAB II LANDASAN TEORI A. B. C. D. E. F. G. H.
Pragmatik .................................................................................... Situasi Tutur ................................................................................ Prinsip Kerja Sama ...................................................................... Implikatur .................................................................................... Implikatur Percakapan ................................................................ Pembelajaran Keterampilan Berbicara Tingkat SMA................. Debat ........................................................................................... Penelitian yang Relevan ..............................................................
9 15 19 23 25 34 38 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. B. C. D.
Waktu Penelitian ......................................................................... Desain Penelitian ......................................................................... Prosedur Pengumpulan Data ....................................................... Teknik Analisis Data ...................................................................
48 48 49 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur ........................ 1. Pelanggaran Maksim Kuantitas............................................. 2. Pelanggaran Maksim kualitas ............................................... 3. Pelanggaran Maksim Relevansi ............................................ 4. Pelanggaran Maksim Cara .................................................... 5. Pelanggaran Maksim Cara dan Kualitas ............................... 6. Pelanggaran Maksim Kuantitas dan Cara .............................
iii
52 55 63 65 69 73 75
B. Fungsi Pelanggaran Prinsip Kerja Sama ..................................... 1. Menyatakan ........................................................................... 2. Menyarankan ......................................................................... 3. Menegaskan........................................................................... 4. Menyindir .............................................................................. C. Implikasi Acara Debat TV One dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA .......................................................................
80 80 86 92 95 98
BAB V PENUTUP A. Simpulan ..................................................................................... B. Saran ............................................................................................
101 102
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
104
LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1 : RPP Lampiran 2 : Transkripsi Percakapan Debat TV One “ Adu Aksi KPK−Polri” Lampiran 3 : Kartu Data Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kegiatan interaksi dengan media bahasa merupakan kegiatan yang mutlak dilakukan oleh manusia. Dengan adanya interaksi dengan media bahasa, setiap individu dapat menyampaikan perasaan dan sesuatu yang diinginkannya. Komunikasi yang dibangun oleh seorang individu harus bisa dipahami oleh lawan bicaranya atau petuturnya karena hal tersebut merupakan syarat sukses tersampaikannya perasaan atau hal yang ingin individu tersebut sampaikan. Begitupun sebaliknya petutur ketika kemudian balik memberi tanggapan (berarti dalam posisi ini menjadi penutur) haruslah dimengerti dan dipahami atau sifatnya mengakomodasi tujuan dari komunikasi yang terlebih dahulu dibangun oleh kawan bicaranya. Inilah yang kemudian dinamakan cooperative principle atau dalam bahasa Indonesianya Prinsip Kerja Sama yang dikemukakan oleh seorang filsuf dan juga linguis yaitu H. Paul Grice. H. Paul Grice mengemukakan gagasan prinsip kerja sama dan implikatur pertama kali pada saat mengisi kuliah umum di Universitas Harvard pada tahun 1967. Kemudian, gagasannya tersebut dimasukkan bersama dengan tulisan para penulis lainnya dalam satu buku. Buku antologi tersebut diberi judul Syntax and Semantics, Volume 3 : Speech Acts dengan Peter Cole dan Jerry L. Morgan sebagai editor pada buku tersebut. Menurut Grice, komunikasi akan berjalan sesuai harapan jika para partisipan dalam komunikasi tersebut mematuhi empat prinsip atau maksim yang dicetuskannya. Empat maksim tersebut yaitu maksim kualitas, kuantitas, hubungan, dan pelaksanaan. Secara singkat dari empat maksim tersebut, Grice menuntut setiap partisipan untuk; memberikan kontribusi seperti yang diperlukan, pada saat yang diperlukan, 1
2
berdasarkan tujuan yang disepakati atau arah pergantian percakapan yang anda terlibat di dalamnya. Prinsip kerja sama juga dibutuhkan dalam debat karena debat juga merupakan salah satu bentuk interaksi komunikasi. Pada awalnya debat merupakan wahana adu argumentasi antara dua kelompok yang memiliki perspektif berbeda dalam sebuah tema atau topik. Debat pada awalnya berasal dari lingkup parlemen. Pihak pemerintah akan berhadapan dengan pihak oposisi (pihak yang berseberangan dengan pemerintah) untuk membahas suatu tema atau topik. Pihak pemerintah berada di pihak afirmatif atau selaku pihak yang mendukung tema atau topik tersebut. Berbanding terbalik dengan kondisi tersebut, pihak oposisi berada di pihak yang negatif terhadap tema atau topik tersebut. Debat tidak hanya ada di parlemen, melainkan juga digunakan di kampus dan di sekolah (umumnya sekolah menengah atas dan sekolah menengah pertama). Format debat bisa beragam, misalnya debat yang ada di parlemen memiliki format debat yang berbeda-beda. Format tersebut yaitu; Australasian Parliamentary System, British Parliamentary System dan Asia Parliamentary System. Selain format debat di parlemen, ada juga format debat Karl Popper dan World Schools. Selain itu, debat juga sering dijadikan sebuah acara untuk membahas suatu topik atau tema yang sedang menjadi sorotan utama publik. Salah satunya yaitu acara Debat di salah satu TV swasta yaitu di TV One. Acara Debat TV One berlangsung dan tayang setiap hari Senin dimulai pukul 19.00 WIB sampai dengan pukul 20.00 WIB. Awalnya, acara Debat TV One dipimpin oleh dua pembawa acara yang masingmasing pembawa acara berada di salah satu pihak yang berdebat. Kini acara Debat TV One hanya dipandu oleh satu orang pembawa acara yang juga bertindak sebagai moderator. Acara Debat TV One diikuti oleh dua tim atau dua kelompok yang masing-masing tim terdiri dari dua orang. Sama halnya dengan debat pada umumnya tentu kedua tim ini memiliki posisi yang berseberangan
3
terhadap tema atau topik yang diajukan. Kedua tim yang berseberangan dan berhadapan ini nantinya akan mengungkapkan argumennya masingmasing terhadap tema atau topik yang diajukan tersebut. Moderator bertugas memimpin dan mengatur jalannya debat. Pada debat di TV One tidak ada batasan waktu yang diberikan oleh seorang
moderator
kepada
setiap
pembicara
dalam
tim
untuk
menyampaikan argumentasinya ketika menjawab pertanyaan. Moderator pun terkadang memotong pembicaraan di
tengah jalan dengan
memberikan pertanyaan sebagai tanggapan/penegas dari informasi yang sudah disampaikan oleh pembicara. Sanggahan pun seringkali dilakukan ketika tim lawan sedang dalam posisi bicara (diberikan hak oleh moderator untuk menyampaikan argumentasi) sehingga membuat moderator harus menghentikan pihak tersebut dan mempersilakan kembali pihak yang sedang diberikan hak untuk menyampaikan argumentasi melanjutkan argumentasinya. Hal itu dilakukan hingga salah satu tim dapat meruntuhkan
argumen
lawannya
serta
lebih
meyakinkan
dan
mempengaruhi penonton dengan argumen yang dibangunnya terhadap tema atau topik yang diajukan tersebut. Lantas timbul pertanyaan, bagaimana kemudian prinsip kerja sama yang dicetuskan oleh H. Paul Grice dijalankan oleh para individu tersebut di dalam arena perdebatan. Sejatinya di dalam praktik berkomunikasi tidak sepenuhnya prinsip kerja sama itu dipatuhi. Partisipan dalam sebuah interaksi komunikasi terkadang melanggar ketetapan prinsip kerja sama tersebut. Melanggar sebuah prinsip kerja sama bukanlah hal yang tidak boleh dilakukan dikarenakan prinsip kerja sama sifatnya aturan atau pedoman. Pada hakikatnya setiap tuturan menghasilkan implikatur atau dapat mengimplikasikan tuturan lain begitupun halnya dengan pelanggaran prinsip kerja sama yang dapat menghasilkan implikatur atau dapat mengimplikasikan tuturan lain. Ada alasan yang membuat seorang partisipan melanggar ketetapan prinsip kerja sama. Alasan-alasan tersebut
4
di antaranya terkait aspek etika atau kesopanan, tidak ingin menyampaikan maksudnya secara terang-terangan, dan ingin menyindir secara halus. Salah satu tema yang dibahas dalam acara Debat TV One yaitu berkenaan dengan KPK dan Polri. Pada pertengahan hingga menjelang akhir Januari semua perhatian masyarakat tertuju kepada KPK dan Polri. Pada awalnya hanya soal penetapan tersangka calon Kapolri yaitu Budi Gunawan oleh KPK hingga kemudian asumsi berkembang terjadi kisruh atau meminjam istilah Presiden terjadi “gesekan” di kedua institusi ini setelah ditetapkannya salah satu Komisioner KPK yaitu Bambang Widjojanto menjadi tersangka oleh Bareskrim Polri. Budi Gunawan ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK terkait “dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian”.1 Pada kasus lainnya, Bambang Widjojanto ditetapkan tersangka oleh Bareskrim Polri terkait dugaan memengaruhi saksi dalam memberikan keterangan tidak benar dalam sidang perkara sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi. Beranjak dari situlah kemudian peneliti tergerak untuk melakukan penelitian terhadap acara Debat dengan tema tersebut. Dalam penelitian kali ini peneliti mengambil edisi yang pertama atau judul yang pertama (tema tentang KPK dan Polri) yaitu Adu Aksi KPK−Polri yang berlangsung dan tayang pada hari Senin, 26 Januari 2015. Alasannya yaitu sebagai dasar pengetahuan terhadap sesuatu yang terjadi antara KPK dan Polri sehingga diharapkan ini menjadi fondasi awal pengetahuan bagi peneliti serta pembaca yang terjadi antara KPK dan Polri. Peneliti tergerak ingin mengetahui kepatuhan para narasumber tersebut terhadap prinsip kerja sama. Jika terjadi pelanggaran prinsip kerja sama maka apa implikatur atau hal yang diimplikasikan dalam 1
RYO dkk, “Presiden Pertimbangkan KPK” , Surat Kabar Harian Kompas, 14 Januari, 2015, Hlm. 1 dan Hlm. 15 kol 5-7
5
pelanggaran tersebut. Tentunya ini akan dapat menambah informasi sehingga mengetahui lebih dalam hal-hal yang terjadi dalam arena perdebatan tersebut khususnya tentang yang terjadi antara KPK dan Polri, suatu hal yang menjadi perhatian masyarakat luas. Disertakan pula fungsi implikatur dari pelanggaran prinsip kerja sama yang dilakukan. Pada akhirnya akan dapat diketahui maksim yang sering dilanggar oleh partisipan dalam interaksi komunikasi debat khususnya model debat TV One, fungsi implikatur yang paling banyak digunakan serta kesalahankesalahan yang terdapat dalam interaksi komunikasi debat tersebut. Hal ini (penelitian) nantinya turut serta dapat dimanfaatkan dalam bidang pendidikan, khusunya dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA. Debat merupakan sarana yang baik bagi peserta didik untuk menumbuhkembangkan kemampuannya, tidak hanya dari aspek retorikanya atau kemampuan berbicaranya melainkan juga melatih daya analisa
berpikirnya
;
logis,
sistematis,
dan
kritis.
Debat
bisa
diimplementasikan baik pada Kurikulum 2013 maupun pada KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Pada Kurikulum 2013 khususnya pada materi pelajaran kelas X SMA ada materi tentang teks eksposisi yang menuntut peserta didik mampu membuat teks eksposisi dengan struktur teks eksposisi yaitu ; pernyataan pendapat (tesis)^argumentasi^penegasan ulang pendapat. Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan terdapat juga pada materi pelajaran kelas X SMA yaitu materi tentang paragraf argumentatif. Jadi ketika metode debat dipakai sebagai metode pembelajaran maka peserta didik tidak hanya sekadar mampu membuat teks eksposisi atau
paragraf
argumentasi
secara
tulisan
melainkan
mampu
mengemukakan pendapat dan argumentasi yang ditulisnya itu serta mempertanggungjawabkan
dan
meyakinkan
bahwa
pendapat
dan
argumentasinya itulah yang paling logis dan ideal. Mengingat suatu permasalahan yang terjadi atau yang ada dalam realitas kehidupan tidak
6
mungkin peserta didik seragam dan serempak, pasti di dalamnya terdapat perbedaan pendapat dan pandangan. Dari acara Debat TV One inilah peserta didik dapat melihat dan belajar cara membangun sebuah argumentasi terhadap sebuah pandangan yang diyakini. Selain hal tersebut peserta didik juga dapat belajar cara berkomunikasi yang efektif dan santun. Peserta didik juga dapat belajar dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh partisipan dalam debat yang tentunya akan dapat merugikan diri sendiri maupun teman kelompok dalam suatu debat yang akan dilakukan oleh peserta didik nantinya. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah-masalah dalam penelitian ini dideskripsikan sebagai berikut: 1. Adanya bentuk-bentuk pematuhan prinsip kerja sama dalam tuturan para partisipan Debat TV One 2. Adanya bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja sama dalam tuturan para partisipan Debat TV One 3. Adanya Implikatur yang terkandung dalam bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja sama dalam tuturan para partisipan Debat TV One 4. Adanya implikatur konvensional, implikatur skala, dan hedges atau pembatas dalam tuturan para partisipan Debat TV One 5. Adanya fungsi implikatur dalam bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja sama dalam tuturan para partisipan Debat TV One C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka dilakukan pembatasan masalah sesuai dengan apa yang menjadi sasaran awal peneliti dan keinginan peneliti. Penelitian ini difokuskan pada bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja sama dalam acara Debat TV One beserta dengan implikatur yang terkandung dalam pelanggaran prinsip kerja sama tersebut serta fungsinya.
7
D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka dilakukan perumusan masalah. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut: 1. Bagaimana bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja sama dan implikaturnya dalam acara Debat TV One? 2. Apa fungsi implikatur dalam acara Debat TV One? 3. Bagaimana implikasi hasil penelitian ini terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja sama dan implikaturnya dalam acara Debat TV One 2. Mendeskripsikan fungsi implikatur dalam pelanggaran prinsip kerja sama dalam acara Debat TV One 3. Mendeskripsikan implikasi hasil penelitian ini terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMA F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat-manfaat dalam penelitian ini baik secara teoritis maupun secara praktis yaitu sebagai berikut : 1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap bidang linguistik khususnya dan pembelajaran bahasa di SMA. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai kalangan di antaranya : a. Pembaca Hasil penelitian ini memberikan informasi tentang bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja sama dalam acara Debat TV One serta implikatur yang dikandungnya dan juga fungsi implikatur tersebut.
8
b. Guru Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menjelaskan bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja sama dalam acara Debat TV One serta implikatur yang dikandungnya dan juga fungsi implikatur tersebut. Dalam hal tersebut, bisa disertakan penjelasan cara membangun sebuah komunikasi yang efektif dan santun serta menjelaskan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh partisipan debat sebagai pelajaran untuk peserta didik. c. Peserta didik Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi siswa dalam mempelajari cara membangun sebuah komunikasi yang efektif dan santun dalam sebuah debat. Peserta didik pun dapat mempelajari kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh partisipan debat yang dapat merugikan diri sendiri maupun teman kelompok dalam debat. Peserta didik dapat mempraktikannya ketika terlibat atau mengikuti lomba debat.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pragmatik Pragmatik merupakan salah satu cabang dari ilmu linguistik. Kunjana Rahardi menyebutkan bahwa “cabang-cabang ilmu di dalam entitas linguistik itu secara berturut-turut dapat disebutkan sebagai berikut: (1) fonologi, (2) morfologi, (3) sintaksis, (4) semantik, (5) pragmatik”.1 Pragmatik merupakan cabang ilmu yang paling muda di antara cabang ilmu yang lainnya sehingga “ilmu pragmatik sering dikatakan sebagai young science”.2 Nuri Nuraidah dalam bukunya menyatakan bahwa “pragmatik telah tumbuh di Eropa pada 1940-an dan berkembang di Amerika sejak 1970-an”.3 Lebih lanjut Nuri Nuraidah menjelaskan bahwa “seorang tokoh bernama Morris dianggap sebagai peletak dasar lewat pandangannya tentang semiotik. Ia membagi ilmu tanda itu menjadi tiga cabang: sintaksis, semantik, dan pragmatik”.4 Morris atau yang lebih lengkapnya Charles Morris “mendasarkan pemikirannya pada gagasan filsuf-filsuf pendahulunya, seperti Charles Sanders Pierce dan John Locke yang banyak menggeluti ilmu tanda dan ilmu lambang semasa hidupnya. Ilmu tanda dan ilmu lambang yang mereka pelajari itu dinamakan semiotika (semiotics)”.5 Dengan kata lain, pragmatik lahir dari tangan Charles Morris, ia mengembangkan pemikiran para filsuf-filsuf pendahulunya dengan membagi ilmu tanda (semiotika) tersebut yang salah satunya yaitu pragmatik. 1
R. Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik, (Jakarta : Erlangga, 2009), hlm. 20. R. Kunjana Rahardi, Pragmatik (Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia), (Jakarta : Erlangga, 2006), hlm. 47. 3 Nuri Nuraidah, Wacana Politik Pemilihan Presiden di Indonesia,(Yogyakarta: Smart Writing, 2014), hlm.27. 4 Ibid. 5 Rahardi. loc.cit. 2
9
10
Hal tersebut akhirnya membuat adanya pembagian atau dikotomi dalam dunia linguistik. Meskipun demikian dikotomi tersebut tidak menyebabkan pertelingkahan. Keduanya justru saling melengkapi. Leech mengungkapkan pendapatnya bahwa “tata bahasa (sistem bahasa yang abstrak-formal) dan pragmatik (prinsip-prinsip penggunaan bahasa) merupakan ranah-ranah yang saling melengkapi dalam linguistik”.6 Lebih lanjut Leech menyatakan bahwa “fonologi, sintaksis, dan semantik merupakan bagian dari tata bahasa atau gramatika, sedangkan pragmatik itu merupakan bagian dari penggunaan tata bahasa (language use)”.7 Pada akhirnya dikenal istilah kompetensi dan performansi. Tata bahasa merupakan aspek kompetensi sedangkan pragmatik merupakan aspek performansi. Hamid Hasan Lubis menjelaskan bahwa “kompetensi adalah pengetahuan kita tentang sesuatu bahasa yang ada dalam pikiran kita, sedangkan performansi adalah implikasi dari pengetahuan kita itu yang berbagai-bagai ragamnya dan berbeda antar pribadi”.8 Jadi dengan kata lain kompetensi berkaitan dengan pengetahuan ilmu tata bahasa dalam hal ini fonologi, sintaksis, dan kemudian semantik yang tersimpan dalam memori, sedangkan performansi lebih kepada aspek kemampuan diri dalam mengaplikasikan atau mengimplementasikan kompetensi yang ada tersebut di dalam wujud praktik berkomunikasi atau di dalam penggunaan bahasa. Verhaar menyebut pragmatik sebagai ekstralinguistik.9 Kridalaksana dalam Fatimah Djajasudarma menerangkan tentang etimologi pragmatik yaitu : Kata Pragmatika sendiri berasal dari bahasa Jerman
yang diusulkan oleh seorang filsuf Jerman Immanuel Kant. PRAGMATISCH dari 6
Geoffrey Leech, Prinsip-prinsip Pragmatik terj. M.D.D Oka, (Jakarta : UI- Press, 1993)
7
Rahardi. loc. cit. A. Hamid Hasan Lubis, Analisis Wacana Pragmatik, ( Bandung : Angkasa, 2011), hlm.
hlm. 6 8
21 9
J.W.M. Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1996), hlm. 14
11
(bahasa Latin) bermakna „pandai berdagang‟ atau di dalam bahasa Yunani PRAGMATIKOS dari artinya „perbuatan‟ dan <prasein> „berbuat‟.10 Berdasarkan pengertian di atas, arti dari kata „berbuat‟ dan „perbuatan‟ mengacu kepada penggunaan bahasa oleh seseorang individu. Merujuk lagi kepada pengertian „pandai berdagang‟ dengan arti lainnya bahwa bagaimana bahasa itu diaksikan, diekspresikan dan atau digunakan oleh seorang individu. Bahasa diaksikan, diekspresikan, dan atau digunakan oleh seorang individu tentu ini mengandung hakikat pragmatik itu sendiri yaitu performansi. John I Saeed dalam bukunya yang berjudul Semantics menyatakan bahwa “ in this view semantics is concerned with sentence meaning and pragmatics with speaker meaning”.11 Kurang lebih terjemahannya yaitu bahwa semantik berpusat pada arti kalimat sedangkan pragmatik berpusat kepada arti pembicara. Cruse menyatakan definisi pragmatik sebagai berikut: pragmatik berkaitan dengan aspek-aspek informasi yang disampaikan melalui bahasa yang tidak dikodekan, oleh konvensi yang diterima secara umum, dalam linguistik yang digunakan. Namun juga muncul secara alamiah dan tergantung makna-makna yang dikodekan secara konvensional dalam konteks.12 Jacob L. Mey masih dalam Nuri Nuraidah menjelaskan pragmatik yaitu “sebagai ilmu bahasa yang mempelajari pemakaian dan penggunaan bahasa, yang ditentukan oleh konteks situasi tutur di dalam masyarakat dan wahana kebudayaan yang mewadahi dan melatar-belakanginya”.13 Levinson sendiri secara singkat menyatakan bahwa “pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari
relasi bahasa dengan konteksnya”.14
George Yule lebih jelas dan lebih luas lagi dalam mendefinisikan atau 10
T. Fatimah Djajasudarma, Wacana dan Pragmatik, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2012), hlm. 71 11 John I Saeed, Semantics (Second Edition), (United Kingdom : Blackwell Publishing Ltd, 2003), hlm. 18 12 Nuraidah, op. cit, hlm. 21 13 Ibid 14 Rahardi. loc .cit
12
memaknai pragmatik. Menurutnya pragmatik itu: (1) pragmatics is the study of speaker meaning ; (2) pragmatics is the study of contextual meaning ; (3) pragmatics is the study of how more gets communicated than is said ; dan (4) pragmatics is the study of the expression of relative distance.15 Dengan kata lain bahwa: (1) pragmatik yaitu ilmu tentang arti/maksud pembicara; (2) pragmatik yaitu ilmu tentang arti berdasarkan konteksnya; (3) pragmatik yaitu ilmu tentang maksud atau arti lain yang didapatkan dari apa yang dituturkan/diujarkan; serta (4) pragmatik yaitu ilmu tentang ekspresi yang muncul oleh pengguna bahasa didasarkan oleh jarak sosial. Dari berbagai penjelasan di atas maka pragmatik sebuah subdisiplin ilmu dari linguistik yang mengkaji makna sama halnya dengan semantik. Hal yang membedakannya yaitu pragmatik bersifat performansi yaitu ketika sebuah bahasa sudah diaktualisasikan menjadi tuturan dan menafsirkan makna tuturan tersebut tidak bisa hanya berdasar dari apa yang dituturkan saja melainkan harus melibatkan konteks. Konteks merupakan titik sentral dari pragmatik.
B. Situasi Tutur Berdasarkan uraian sebelumnya, konteks merupakan titik sentral dari pragmatik. Dilihat dari berbagai pendefinisian yang diberikan oleh sejumlah pakar mengenai pragmatik. Berdasarkan pendefinisiannya Levinson menyebut dengan istilah konteks. George Yule pun sama yaitu menyebut konteks. Jacob L. Mey dalam hal ini menyebut konteks situasi ujar. Pada bukunya Louise Cummings menyebut konteks. Hampir mirip dengan Jacob L.Mey, Leech menyebut situasi ujar sedangkan Wijana dalam bukunya menyebutnya dengan situasi tutur meski Wijana mengutip dari apa yang dinyatakan oleh Leech berkenaan dengan situasi ujar. Mulyana dalam bukunya menyatakan bahwa “konteks ialah situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi. Konteks dapat dianggap sebagai 15
George Yule, Pragmatics, (United Kingdom : Oxford University Press, 2000), hlm. 1
13
sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan/dialog. Segala sesuatu yang berhubungan dengan tuturan, apakah itu berkaitan dengan arti, maksud, maupun
informasinya,
sangat
tergantung
pada
konteks
yang
melatarbelakangi peristiwa tuturan itu”.16 Ada empat jenis
konteks
yang dijelaskan
oleh Fatimah
Djajasudarma dalam bukunya. Konteks yang pertama yaitu konteks fisik. Konteks fisik yaitu tempat terjadinya konversasi (tindak ujar). Konteks yang kedua yaitu konteks linguistik yang maksudnya yaitu tuturan yang dipertimbangkan sebelumnya. Hal yang ketiga yaitu konteks epistemik adalah latar belakang pengetahuan baik pembicara maupun kawan bicara (hubungan speaker-hearer). Terakhir atau konteks sosial yaitu hubungan sosial yang ada (setting) antara penyapa-pesapa.17 Jadi dalam penjelasan Mulyana konteks itu melihat tujuan komunikasi seseorang dengan seseorang lainnya dengan melibatkan latar/situasi di mana terjadinya interaksi komunikasi tersebut.
Lebih
ditambahkan lagi oleh Fatimah Djajasudarma yaitu dengan melihat juga relasi sosial di antara penutur dan petutur serta latar belakang pengetahuan di antara keduanya. Leech memasukkan konteks ke dalam salah satu bagian dari aspek-aspek ujar. Aspek-aspek situasi ujar menurut Leech yaitu sebagai berikut: (1) yang menyapa (penyapa) atau yang disapa (pesapa); (2) konteks sebuah tuturan; (3) tujuan sebuah tuturan; (4) tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan: tindak ujar; (5) tuturan sebagai produk tindak verbal.18 Penyapa atau yang disapa tentu maksudnya yaitu penutur dengan petutur. Untuk konteks sendiri, Leech memasukkan pendapatnya. Konteks dalam pengertian Leech bukanlah sebagai gambaran fisik atau sosial sebuah tuturan melainkan Leech menganggap bahwa konteks itu sebagai 16
Mulyana, Kajian Wacana : Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), hlm. 21 17 Djajasudarma, op.cit., hlm. 76 18 Leech, op. cit., hlm. 19-20
14
latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan petutur. Tujuan sebuah tuturan merupakan apa yang diharapkan oleh penutur dengan mengadakan interaksi komunikasi dengan petutur. Adanya interaksi komunikasi berarti tentu ada tuturan atau tindak ujar dan tindak tutur itu biasanya menghasilkan tuturan menurut Leech “untuk mengacu pada produk linguistik tindakan tersebut”. Leech tidak memasukkan waktu dan tempat dalam unsur-unsur situasi ujar yang dicetusnya melainkan waktu dan tempat sebagai salah satu unsur yang wajib dipertimbangkan juga. Leech menyatakan “kita dapat menyusun konsep SITUASI UJAR yang mencakup semua unsur ini, dan mungkin juga unsur-unsur lain seperti waktu dan tempat
ketika
tuturan dihasilkan”.19 Untuk itu dapat ditarik sebuah simpulan bahwa tidak menjadi suatu masalah yang besar jika mempergunakan istilah konteks atau situasi ujar/tutur. Hal yang terpenting di dalamnya yaitu melibatkan tempat atau situasi serta waktu berlangsungnya proses komunikasi tersebut, siapa penutur dan petutur di dalam proses komunikasi tersebut dan kemudian relasi sosial keduanya. Perlu dipertimbangkan juga latar belakang pengetahuan antara penutur dan petutur tersebut dan tujuan dari diadakannya komunikasi tersebut. Hal-hal inilah yang kemudian dapat menarik makna dari sebuah tuturan yang melibatkan atau menjadi wilayah dari pragmatik. Untuk lebih memahaminya, perhatikan contoh berikut ini: (1) Rudi : “Aduh San, notebook-nya sudah mau mati nih”. Ihsan : “Oh iya sebentar, saya ambil charger-nya dulu”. Berdasarkan contoh di atas jika berdasarkan tuturan yang tampak, Rudi tidak meminta Ihsan untuk mengambilkan charger, tetapi Ihsan dengan bergegas ingin mengambil charger yang dimaksud. Untuk menjawab
kasus
ini
maka
dilihat
situasi
tutur
atau
konteks
keberlangsungan ujaran tersebut. Rudi dan Ihsan pada saat itu sedang berada di kantin kampus dan Rudi sedang mengerjakan tugas kuliah 19
Ibid, hlm. 21-22
15
manajemen bisnis dengan meminjam notebook milik Ihsan. Rudi hanya memiliki sisa waktu 45 menit untuk mengerjakan tugas itu dikarenakan setelah itu merupakan waktu atau sudah saatnya jam mata kuliah manajemen bisnis. Berdasarkan hal itu Ihsan mengetahui bahwa tuturan Rudi tersebut tidak semata hanya bersifat informasi, tetapi juga memintanya untuk mengambil charger notebook miliknya. Rudi pun mengetahui
bahwa
Ihsan
akan
mengerti
tujuan
pembicaraannya
berdasarkan situasi atau konteks yang ada. Inilah yang kemudian bisa dikatakan adanya latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur maupun petutur. Bisa dilihat juga rumusan Dell Hymes yang disingkat SPEAKING yang dapat juga dipakai untuk menentukan makna sebuah tuturan melalui kajian pragmatik. Dell Hymes dalam Mulyana menyatakannya sebagai berikut:
S
: setting and scene, yaitu latar dan suasana. Latar (setting) lebih bersifat fisik, yang meliputi tempat dan waktu terjadinya tuturan. Sementara scene adalah latar psikis yang lebih mengacu pada suasana psikologis yang menyertai peristiwa tuturan.
P
:participants, peserta tuturan, yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan, baik langsung maupun tidak langsung. Hal-hal yang berkaitan dengan partisipan, seperti usia, pendidikan, latar sosial, dsb, juga menjadi perhatian.
E
:ends, hasil, yaitu hasil atau tanggapan dari suatu pembicaraan yang memang diharapkan oleh penutur (ends as outcomes), dan tujuan akhir pembicaraan itu sendiri (ends in view goals). :act sequences, pesan/amanat, terdiri dari bentuk pesan (message form) dan isi pesan (message content). Dalam kajian pragmatik, bentuk pesan meliputi; lokusi, ilokusi, dan perlokusi. :key, meliputi cara, nada, sikap, atau semangat dalam melakukan percakapan. Semangat
A
K
16
percakapan antara lain, misalnya: serius, santai, akrab. :instrumentalities, atau sarana, yaitu sarana percakapan. maksudnya dengan media apa percakapan tersebut disampaikan, misalnya: dengan cara lisan, tertulis, surat, radio, dsb. :norms, atau norma, menunjuk pada norma atau aturan yang membatasi percakapan. Misalnya, apa yang boleh dibicarakan dan tidak, bagaimana cara membicarakannya: halus, kasar, terbuka, jorok, dan sebagainya. :genres, atau jenis, yaitu jenis atau bentuk wacana. Hal ini langsung menunjuk pada jenis wacana yang disampaikan, misalnya: wacana telepon, wacana koran, wacana puisi, ceramah, dan sebagainya.20
I
N
G
Berkaitan
dengan
rumus
SPEAKING
di
atas,
Preston
mengungkapkan pendapatnya. Adapun pendapatnya sebagai berikut: unsur-unsur sosiolinguistik penentu percakapan di atas, merupakan penjabaran dari konteks nonlinguistik, yang terdiri dari: (1) konteks dialektikal, yang meliputi partisipan dan jenis wacana, (2) konteks diatipik, yaitu latar, hasil, dan amanat, dan (3) konteks realisasi, yakni sarana (saluran), norma, dan cara berkomunikasi.21 Jadi dengan kata lain meskipun konsep SPEAKING yang diungkapkan oleh Dell Hymes ini diperuntukkan sebagai unsur-unsur sosiolinguistik namun hakikat keberadaannya dapat digunakan dalam kajian pragmatik untuk menentukan makna. Konsep SPEAKING hakikatnya sama dengan konteks nonlinguistik. Menentukan sebuah makna di dalam pragmatik, tidak hanya berdasarkan aspek linguistiknya saja melainkan juga aspek nonlinguistiknya. Berikut diberikan sebuah contoh bahwa konsep SPEAKING dapat menentukan sebuah makna dalam sebuah percakapan: A: “ Rina itu orangnya baik tidak sih?” B: “Oh iya, Rina itu baik sekali”
20 21
Mulyana, op. cit., hlm. 23-24 Ibid, hlm. 24
17
Tuturan B yang tampak,mempunyai makna bahwa Rina merupakan orang yang baik sekali. Hal tersebut bukanlah makna sebenarnya dari maksud tuturan B. Nada dan sikap yang ditunjukkan oleh penutur B dalam mengungkapkan tuturannya seperti orang yang sedang menyindir. Jadi, maksud sebenarnya penutur B yaitu Rina bukanlah orang yang baik. Berdasarkan hal tersebut, nada dan sikap dapat menentukan sebuah makna tuturan.
C. Prinsip Kerja Sama Sebelumnya sudah disinggung bahwa prinsip kerja sama merupakan buah pemikiran dari Herbert Paul Grice yang disampaikan pertama kali pada kuliah umum di Universitas Harvard yaitu pada tahun 1967. Leech dalam Asim Gunarwan membagi pragmatik ke dalam dua cabang yaitu pragmatik interpersonal dan pragmatik tekstual.22 Leech membagi pragmatik ke dalam dua cabang tidak lepas dari pembagian fungsi bahasa menurut Halliday. Dua fungsi bahasa yang ada yaitu fungsi interpersonal dan fungsi tekstual. Fungsi interpersonal “berkaitan dengan pengungkapan sikap penutur serta pengaruhnya pada sikap dan perilaku petutur”. Fungsi tekstual “berhubungan dengan cara-cara membangun teks, baik lisan maupun tulis”.23 Prinsip kerja sama merupakan bagian dari pragmatik interpersonal. Elizabeth Black dalam bukunya menjelaskan alasan atau dasar dari Grice membentuk prinsip kerja sama yaitu “he considers, underlies successful verbal communication”.24 Jadi kurang lebih artinya yaitu Grice membentuk prinsip kerja sama sebagai dasar untuk suksesnya interaksi komunikasi yang terjalin. Lebih lanjut Elizabeth Black menjelaskan rumusan dari prinsip kerja sama sehingga interaksi komunikasi yang
22
Asim Gunarwan, Pragmatik (Teori dan Kajian Nusantara), (Jakarta : Universitas Atma Jaya, 2007), hlm. 162 23 Ibid, hlm. 161-162 24 Elizabeth Black, Pragmatic Stylistics, ( United Kingdom : Edinburgh University Press, 2009), hlm. 23
18
terjalin berjalan sukses. Rumusan tersebut yaitu “ The co-operative principle states: Make your conversational contribution such as is required, as the stage at which it occurs, by the accepted purpose or direction of the talk exchange in which you are engaged”.25 Rumusan tersebut bermakna “berikanlah kontribusi anda dalam percakapan sesuai dengan kebutuhan, pada tingkat di mana percakapan tersebut berlangsung, sesuai dengan maksud dan tujuan di mana anda terlibat”.26 Berdasarkan rumusan tersebut terbentuklah empat maksim sebagai pelaksana terwujudnya rumusan prinsip kerja sama. Keempat maksim tersebut yaitu “maksim kuantitas (maxim of quantity), maksim kualitas (maxim of quality), maksim relevansi (maxim of relevance), dan maksim pelaksanaan (maxim of manner).27 Adapun penjelasan hakikat dari keempat maksim tersebut yaitu sebagai berikut:
25 26
Kuantitas
: Berikan jumlah informasi yang tepat, yaitu: 1. Sumbangan informasi Anda harus seinformatif yang dibutuhkan. 2. Sumbangan informasi Anda jangan melebihi yang dibutuhkan.
Kualitas
: Usahakan agar sumbangan informasi anda benar, yaitu: 1. Jangan mengatakan suatu yang Anda yakini bahwa itu tidak benar. 2. Jangan mengatakan suatu yang bukti kebenarannya kurang meyakinkan.
Hubungan
: Usahakan agar relevansinya.
Cara
: Usahakan agar mudah dimengerti, yaitu: 1. Hindarilah pernyataan-pernyataan yang samar. 2. Hindarilah ketaksaan
perkataan
Anda
Ibid F.X Nadar, Pragmatik&Penelitian Pragmatik, ( Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009), hlm.
24 27
ada
I. Dewa Putu Wijana, Dasar-dasar Pragmatik, (Yogyakarta : Andi , 1996), hlm. 46
19
3. Usahakan agar ringkas (hindarilah pernyataan-pernyataan yang panjang lebar dan bertele-tele). 4. Usahakan agar Anda berbicara dengan teratur.28 Berdasarkan uraian di atas, maksim kuantitas erat kaitannya dengan muatan jumlah dalam hal ini berkaitan dengan informasi, sampaikanlah informasi sesuai dengan yang dibutuhkan dalam percakapan atau yang dibutuhkan oleh petutur. Wijana dalam bukunya memberikan contoh dari maksim kuantitas, yaitu: “(a) Tetangga saya hamil ; (b) Tetangga saya yang perempuan hamil”.29 Menurut Wijana, “ujaran (a) di samping lebih ringkas, juga tidak menyimpangkan nilai kebenaran (truth value). Setiap orang tentu tahu bahwa hanya orang-orang wanitalah yang mungkin hamil. Dengan demikian, elemen yang perempuan dalam tuturan (b) sifatnya
berlebih-lebihan”.
Dengan
kata
lain, Wijana ingin
menyampaikan bahwa tuturan (b) bersifat tidak kooperatif atau melanggar maksim kuantitas karena informasi yang diberikan terlalu berlebihan dan tidak dibutuhkan oleh petutur. Perhatikan kembali contoh yang diberikan oleh Wijana dalam bukunya: (108) + siapa namamu - Ani + Rumahmu di mana? - Klaten, tepatnya di Pedan + Sudah bekerja? - Belum masih mencari-cari (109) + Siapa namamu? - Ani, rumah saya di Klaten, tepatnya di Pedan. Saya belum bekerja. Sekarang saya masih mencari pekerjaan. Saya anak bungsu dari lima bersaudara. Saya pernah kuliah di UGM, tetapi karena tidak ada biaya, saya berhenti kuliah.30 Berdasarkan contoh di atas, tuturan (108) bersifat kooperatif dan mematuhi maksim kuantitas. Berbeda halnya dengan tuturan (109) yang 28
Leech, Op.Cit., hlm. 11-12 Wijana. loc. cit. 30 Ibid, hlm. 47 29
20
tidak bersifat kooperatif dan melanggar maksim kuantitas. Tuturan (108) menjawab sesuai dengan informasi yang dibutuhkan oleh lawan tuturnya atau kawan bicaranya. Sementara tuturan (109) memberi informasi jauh lebih banyak dari yang dibutuhkan oleh lawan tuturnya atau kawan bicaranya. Maksim yang kedua yaitu maksim kualitas, berhubungan dengan aspek
kebenaran
tuturan.
Jangan
bertutur
jika
tuturan
tersebut
mengandung kebohongan atau kebenarannya tidak dapat dibuktikan. Hal tersebut dapat merugikan petutur karena pada dasarnya petutur berharap mendapat informasi yang benar atau yang dibutuhkan mengandung kebenaran. Contohnya sebagai berikut : A
: “Apa Ibu Kota India sekarang?”
B
: “New Delhi”
berdasarkan contoh di atas, penutur B telah mematuhi prinsip kerja sama maksim kualitas dengan memberikan informasi yang benar. Louise Cummings dalam bukunya memberikan contoh sifat kooperatif atau pematuhan terhadap maksim kualitas lainnya, yaitu: “The students have passed all their examination. (para siswa telah lulus semua ujian mereka).”31 Menurut Louise Cummings penutur ujaran tersebut meyakini apa yang dikatakannya itu benar bahwa para siswa telah lulus semua ujian mereka. Maksim
ketiga
yaitu
maksim
relevan
berharap
adanya
kesinambungan atau keterhubungan antara tuturan yang satu dengan tuturan yang lainnya antara tuturan penutur dengan tuturan petutur. Contohnya sebagai berikut:
31
A
: “Mah, lihat buku catatan kerja papah tidak?”
B
: “Mamah sudah simpan di tas kerja papah.”
Louise Cummings, Pragmatik (Sebuah Perspektif Multidisipliner), Terj. dari Pragmatics A Multidisciplinary Perspective oleh Eti Setiawati dkk, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 17
21
bandingkan dengan contoh di bawah ini: A
: “ Acara Debat TV One dimulai jam berapa sih?”
B
: “ Novel saya kalau sudah baca, letakkan di tempat semula dong!” Penutur B bersikap tidak kooperatif atau melanggar maksim
relevansi dikarenakan tuturannya tidak mengakomodasi dari yang dibutuhkan oleh lawan tuturnya yaitu penutur A. Penutur B mungkin kesal dengan penutur A akibat penutur A meminjam novel penutur B tetapi tidak meletakkan kembali di tempat semulanya. Meskipun demikian, jika tidak ingin dinyatakan melanggar maksim relevansi maka penutur B seharusnya mengakomodasi terlebih dahulu dari yang dibutuhkan oleh penutur A. Setelah itu, penutur B mengungkapkan kekesalannya terhadap penutur A. Maksim terakhir yaitu maksim cara yang berkaitan dengan persoalan bahwa tuturan yang disampaikan harus jelas dan dapat dimengerti sehingga tidak membuat kesalahpahaman bagi lawan tutur. Contohnya sebagai berikut: A
: “Bisa ambilkan saya sambal yang ada di dekatmu?”
B
: “Oh, baik.” Adapun contoh yang diberikan oleh Louise Cummings dalam
bukunya, yaitu “she dusted the shelves and washed the walls. (Dia membersihkan debu pada rak-rak itu dan membersihkan dindingdindingnya dengan air.).”32 Berdasarkan tuturan di atas, penutur bersikap kooperatif dengan menjelaskan secara teratur atau sistematis dalam menceritakan peristiwaperistiwa yang penutur tersebut lihat. Untuk lebih jelasnya Grice memberikan analogi dari maksimmaksim prinsip kerja sama ini, yatu :
32
Ibid
22
1. Quantity. If you are assisting me to mend a car, I expect your contribution to be neither more not less than is required; if, for example, at a particular stage I need four screws, I expect you to hand me four, rather than two or six. 2. Quality. I expect your contributions to be genuine and not spurious. If I need sugar as an ingredient in the cake you are assisting me to make, I do not expect you to hand me salt; if I need a spoon, I do not expect a trick spoon made of rubber. 3. Relation. I expect a partner‟s contribution to be appropriate to immediate needs at each stage of the transaction; if I am mixing ingredients for a cake, I do not expect to be handed a good book, or even an oven cloth (thought this might be an appropriate contribution at a later stage). 4. Manner. I expect a partner to make it clear what contribution he is making, and to execute his performance with reasonable dispatch.33 Wijana dalam bukunya memberikan terjemahan dari analogi maksim-maksim prinsip kerja sama yang dicetuskan oleh Grice ini, yaitu: 1. Maksim Kuantitas. Jika anda membantu saya memperbaiki mobil, saya mengharapkan kontribusi anda tidak lebih atau tidak kurang dari apa yang saya butuhkan. Misalnya, jika pada tahap tertentu saya membutuhkan empat obeng, saya mengharapkan anda mengambilkan saya empat bukannya dua atau enam. 2. Maksim Kualitas. Saya mengharapkan kontribusi anda sungguh-sungguh, bukanlah sebaliknya. Jika saya membutuhkan gula sebagai bahan adonan kue, saya tidak mengharapkan anda memberi saya garam. Jika saya membutuhkan sendok, saya tidak mengharapkan anda mengambilkan sendoksendokan, atau sendok karet. 3. Maksim Relevansi. Saya mengharapkan kontribusi teman kerja saya sesuai dengan apa yang saya butuhkan pada setiap tahapan transaksi. Jika saya mencampur bahan-bahan adonan kue, saya tidak mengharapkan diberikan 33
H.P. Grice, “Logic and Conversation”, dalam Cole et al, Syntax and Semantics 3: Speech arts, 2015, p. 47, (http://www.ucl.ac.uk)
23
buku yang bagus, atau bahkan kain oven walaupun benda yang terakhir ini saya butuhkan pada tahap berikutnya. 4. Maksim Cara. Saya mengharapkan teman kerja saya memahami kontribusi yang harus dilakukannya, dan melaksanakannya secara rasional.34 D. Implikatur Selain prinsip kerja sama, implikatur juga buah dari pemikiran Grice. J Meibauer menjelaskan hakikat implikatur dalam pemikiran Grice sebagai berikut: In Grice‟s approach, both „what is implicated‟ and „what is said‟ are part of speaker meaning. „What is said‟ is that part of meaning that is determined by truth-conditional
semantics,
while
„what
is
implicated‟ is that part of meaning that cannot be captured by truth conditions and therefore belong to pragmatics.35 dengan kata lain (jika diterjemahkan) dalam pendekatan Grice, ada yang diistilahkan dengan „apa yang terimplikasi‟ dan „apa yang dikatakan‟ yang keduanya merupakan bagian dari makna pembicara. „ Apa yang dikatakan‟ merupakan bagian dari arti kondisi kebenaran secara semantik, sedangkan „apa yang terimplikasi‟ merupakan bagian dari arti yang bukan dari kondisi kebenaran (secara semantik) dan ini merupakan bagian dari pragmatik. Mey
dalam
FX
Nadar
menyatakan
bahwa
“implikatur
“implicature” berasal dari kata kerja to imply sedangkan kata bendanya adalah implication. Kata kerja ini berasal dari bahasa latin plicare yang
34
Wijana, Op.Cit., hlm. 52-53 J. Meibauer, “ Implicature”, dalam Jacob L. Mey (ed.), Concise Encyclopedia of Pragmatics (Second Edition), (United Kingdom : Elsevier Ltd., 2009), hlm. 365 35
24
berarti to fold “melipat” sehingga untuk mengerti apa yang dilipat atau disimpan tersebut haruslah dilakukan dengan cara membukanya”.36 Berdasarkan penjelasan di atas, implikatur dihasilkan atau produk dari sebuah tuturan atau „apa yang dikatakan‟ dan untuk mengetahui implikatur dari sebuah tuturan maka seseorang harus „membukanya‟. Untuk membuka, tentunya melibatkan konteks. Bisa merujuk kembali kepada contoh yang sudah diberikan sebelumnya yaitu contoh kasus Rudi dan Ihsan. Berikut kembali disajikan contoh kasusnya: Rudi
: “ Aduh San, notebook-nya sudah mau mati nih.”
Ihsan : “Oh iya sebentar, saya ambil charger-nya dulu.” Dalam kasus di atas, jika memakai rumus Grice “apa yang dikatakan” maka yang dikatakan Rudi hanyalah sebuah informasi yang memberitahukan bahwa sebuah notebook sudah mau mati. Ketika melihat atau melibatkan konteksnya maka sebenarnya ada yang “disimpan” atau “dilipat” oleh Rudi melalui tuturannya tersebut atau dengan kata lain “apa yang diimplikasikan” oleh Rudi dalam tuturan tersebut. Ihsan pun „membuka‟ apa yang „disimpan‟ atau „dilipat‟ oleh Rudi dengan melibatkan konteks. Seperti yang dinyatakan oleh Leech dalam FX Nadar sebagai berikut: interpreting an utterance is ultimately a matter of guesswork, or (to use a more dignified term) hypothesis formation (“menginterpretasikan suatu tuturan sebenarnya merupakan usaha-usaha untuk menduga, yang dalam bahasa lain yang lebih terhormat merupakan suatu pembentukan hipotesa”).37 Lebih lanjut Nadar menjelaskan bahwa “menduga “guessing” tergantung pada konteks, yang mencakup permasalahan, peserta pertuturan dan latar belakang penutur dan lawan tuturnya”38.
36
Nadar, Op.Cit., hlm. 60 Ibid 38 Ibid 37
25
Jadi bisa disimpulkan implikatur merupakan bagian dan ada dalam setiap tuturan yang maujud serta untuk mengetahuinya dengan jalan melibatkan konteks tuturan tersebut. E. Implikatur Percakapan Implikatur terbagi ke dalam dua jenis. Levinson dalam Meibauer menunjukkan tipologi makna pembicara dari Grice yaitu sebagai berikut: speaker meaning
what is said
what is implicated
conventionally
conversationally
generalized (GCI)
particularized (PCI)39
Adapun bagan di atas jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yaitu sebagai berikut: maksud Pembicara
apa yang dikatakan
apa yang diimplikasi
konvensional
konversasi
umum
khusus
Berdasarkan bagan di atas “apa yang diimplikasi” dari ujaran atau implikatur dari ujaran terbagi menjadi dua yaitu implikatur konvensional 39
Mey. loc. cit.
26
dan implikatur percakapan (konversasi). Penelitian ini tidak akan meneliti implikatur
konvensional
melainkan
hanya
membahas
implikatur
percakapan, tetapi tetap dijelaskan mengenai pengertian implikatur konvensional sebagai penjelas perbedaan dari implikatur percakapan. Implikatur konvensional merupakan implikatur yang “secara konvensional
terkait
dengan
butir-butir
leksikal
tertentu
yang
menghasilkannya, meskipun secara kondisional tidak benar.”40 Lebih jelasnya George Yule menjelaskan bahwa “conventional implicatures are associated with specific words and result in additional conveyed meanings when those words are used”.41 Jadi bisa dikatakan bahwa implikatur konvensional merupakan implikatur yang muncul disebabkan penggunaan kata leksikal tertentu sehingga dalam penggunaannya menyebabkan makna tambahan. Contohnya sebagai berikut : A
: “Nanti pada datang ya Bapak-bapak ke acara pernikahan anak saya bahkan katanya Pak Menteri pun siap datang.” Penggunaan kata „bahkan‟ dalam ujaran di atas mengimplikasikan
bahwa tidak sembarang orang bisa mengundang menteri dalam acara pernikahan maka jika seorang menteri datang bisa dikatakan bahwa pernikahan tersebut sangat berarti. Berbeda halnya dengan implikatur percakapan yang ada akibat timbal balik percakapan. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa implikatur
percakapan
dibagi
menjadi
dua
yaitu
generalized
conversationally implicature atau dalam bahasa Indonesianya yaitu implikatur
percakapan
umum
dan
yang
kedua
particularized
conversationally implicature atau implikatur percakapan khusus. Menurut Yule, implikatur percakapan umum yaitu “when no special knowledge is
40
Louise Cummings, Pragmatik (Sebuah Perspektif Multidisipliner), Terj. dari Pragmatics, A Multidisciplinary Perspective oleh Eti Setiawati dkk, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), hlm.20 41 Yule, Op.Cit., hlm. 45
27
required in the context to calculate the additional conveyed meaning”.42 Jadi dengan kata lain sesuatu disebut implikatur percakapan umum ketika kita tidak membutuhkan pengetahuan yang khusus dalam mengetahui makna tambahan. Yule pun memberikan contohnya sebagai berikut: Doobie
: “Did you invite Bella and Cathy?”
Mary
: “I invited Bella”43
(Doobie
: “Apakah kamu mengundang Bella dan Cathy?”
Mary
: “ Saya mengundang Bella”) Dari contoh di atas bisa diketahui kemudian bahwa implikatur
dalam tuturan Mary yaitu Cathy tidak turut serta diundang oleh Mary. Untuk Implikatur percakapan khusus dijelaskan oleh Yule sebagai berikut: However, most of the time, our conversations take place in very specific contexs in which locally recognized inferences are assumed. Such inferences are required to work out the conveyed meanings which result from particularized conversational implicatures.44 Dengan kata lain, implikatur percakapan khusus berada dalam konteks yang khusus menghasilkan sebuah inferensi yang kemudian inferensi tersebut menjadi hasil untuk mengetahui makna tambahan dalam tuturan yang maujud. Perhatikan contoh Yule berikut ini : Rick
: “Hey, coming to the wild party tonight?”
Tom
: “My parents are visiting.”
(Rick : “ Hei, bisakah datang ke acara pesta nanti malam?” Tom
42
: “Orangtuaku datang berkunjung”)
Ibid, hlm. 41 Ibid, hlm. 40 44 Ibid, hlm. 42 43
28
berikut penjelasan Yule mengenai contoh di atas : In order to make Tom‟s response relevant; Rick has to draw on some assumed that one college student in this setting expects another to have. Tom will be spending than evening with his parents, and time spent with parents is quiet (consequently +> Tom not at party).45 Berdasarkan contoh di atas, Rick haruslah berkeyakinan bahwa Tom tetap bersifat kooperatif meski memang dalam jawaban yang sederhana untuk mematuhi maksim relevansi jawabannya antara yes atau no. Untuk itulah kemudian Rick harus mendayagunakan pengetahuannya serta mempergunakan konteksnya sehingga implikatur yang dihasilkan dalam tuturan Tom yaitu Tom secara tidak langsung menyatakan no. Ini berdasarkan asumsi yang diperoleh dari pengetahuan dan konteks bahwa Tom merupakan seorang mahasiswa ketika orangtuanya berkunjung maka kemudian Tom akan lebih menghabiskan malamnya bersama orangtuanya. Berbeda halnya dengan contoh sebelumnya yaitu antara Doobie dan Mary yang tidak membutuhkan konteks yang khusus, ketika Doobie menanyakan “Did you invite Bella and Cathy?” maka Mary menjawab “I invited Bella”, maka implikatur yang muncul yaitu Cathy tidak diundang oleh Bella. Yule lebih lanjut menyatakan bahwa implikatur percakapan khusus merupakan yang disebut “implikatur”, berikut pernyataannya: “ because they are by far the most common, particularized conversational implicatures are typically just called implicatures”.46 Terjemahan pernyataan Yule tersebut yaitu mereka (implikatur percakapan khusus) yang paling umum (sering ditemukan dalam interaksi komunikasi) untuk itu implikatur percakapan khusus merupakan tipikal dari implikatur. Sesuai uraian sebelumnya bahwa jika memegang teguh maksim relevansi maka Tom seharusnya menjawab yes atau no tetapi Tom melakukan penyimpangan. Hal itu tidak membuatnya bisa dikatakan 45 46
Ibid,hlm. 43 Ibid
29
sepenuhnya tidak kooperatif karena implikatur buah dari tuturannya menghasilkan sesuatu yang relevan terhadap yang dibutuhkan oleh Rick. Hal semacam di atas sering terjadi, prinsip kerja sama dengan maksimnya sering dilanggar. Meskipun demikian, hal tersebut bukanlah hal yang haram untuk dilakukan. Prinsip kerja sama yang dicetuskan oleh Grice bukanlah sebagai bentuk baku layaknya sebuah konstitutif-jika meminjam istilah yang dipakai oleh Leech- yang menjadi sifat tata bahasa. Prinsip atau maksim merupakan kaidah atau rambu-rambu dalam praktik berkomunikasi atau jika meminjam istilah yang dipakai oleh Leech yaitu yang bersifat mengatur atau regulatif.47 Untuk itu terkadang prinsip kerja sama melalui keempat maksimnya sering dilanggar dengan masing-masing bentuk pelanggaran. J Meibauer mengutip dari Grice dan Levinson menggambarkan contoh bentuk
pelanggaran
terhadap
setiap
maksim
serta
kemudian
menuangkannya ke dalam sebuah tabel, yaitu sebagai berikut: (1) War is war. +> „There is nothing one can do about it (2) Some men were drunk.+> „Not all of them were drunk.” (3a) He is a fine friend. +> „He is not a fine friend.” (3b) You are the cream in my coffee.+>„You are my best friend (4) There is life on Mars. +> „Speaker believes that there is Life on Mars‟ (5) Speaker A : I‟m out of petrol. Speaker B : There is a garage round the corner. +> „The garage is open.‟‟ (6) Speaker A : Look, that old sprinter over there! Speaker B : Nice weather today, isn‟t it?. +> „No Comment‟ (7) She produced a series of noises that resembled “ Si, mi chiamano Mimi”. +> „ Her singing 47
Leech, Op.Cit., hlm. 12
30
was a complete disaster‟ (8) Anna went to the shop and bought jeans. +> „ She bought the jeans‟
Table 1 Typical cases of Implicature Maxims
Exploitation
Quantity
Tautology (1)
Quality
Irony, Metaphor,
Belief Implicature
Sarcasm (3)
in assertions (4)
Relevance
Observation Scalar Implicature (2)
Implicatures due to
Bridging (6)
Thematic switch (5) Manner
Implicatures due to
Conjuction
obscurity, etc. (7)
buttressing (8) 48
Adapun tabel di atas jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, yaitu sebagai berikut: (1) Perang adalah perang.+>’Tidak ada yang bisa dilakukan tentang hal itu (2) Beberapa pria yang mabuk.+>’Tidak semua dari mereka mabuk (3a) Dia (laki-laki) adalah teman yang baik. +>‟ Dia (laki-laki) bukan teman yang baik.” (3b) Kamu itu seperti krim dalam kopi saya.+>‟ Kamu merupakan teman terbaik saya.” (4) Ada kehidupan di Mars.+>‟ Pembicara percaya bahwa ada kehidupan di Mars.” (5) Pembicara A : Saya kehabisan bensin. Pembicara B : Ada sebuah garasi di tikungan. 48
Mey, op. cit.,hlm. 366
31
+> „Garasi itu buka (bisa dipakai).” (6) Pembicara A : Lihat, atlet pelari yang sudah tua itu berada di sana! Pembicara B : Cuaca hari ini bagus, bukan begitu? +> „Tidak menanggapi‟ (7) Dia (perempuan) menghasilkan serangkaian suara yang menyerupai “ Si, mi chiamano Mimi”. +>‟ Nyanyian perempuan itu seperti bencana yang dahsyat‟ (8) Anna pergi ke toko dan membeli celana jeans. +> ‘ Perempuan itu membeli celana jeans‟ Tabel 1 Tipikal Kasus Implikatur Maksim
Eksploitasi
Observasi
Kuantitas
Pengulangan (1)
Implikatur berskala (2)
yang tak berguna Kualitas
Ironi, Metafora,
Percaya pada implikatur
Sarkasme (3)
yang terkandung dalam pernyataan (4)
Relevansi
Implikatur (5)
Menjembatani (6)
karena beralih tematik Cara
Implikatur dari
Menunjang kata
ketidakjelasan (7)
sambung (8)
Pada tabel di atas tertulis exploitation atau dalam bahasa Indonesianya
eksploitasi.
Memang
ada
yang
menyebutkannya
mengeksploitasi maksim-termasuk dalam hal ini Louise Cummings-, ada yang juga menyebutkan pelanggaran terhadap prinsip kerja sama seperti halnya Wijana. Grice sendiri dalam artikelnya menyebutkan dengan istilah flouting atau mencemoohkan. Selain contoh Tom dan Rick maka contoh no (5) pun sebagaimana yang dituliskan di atas merupakan jenis pelanggaran terhadap maksim
32
relevansi atau sifatnya mengeksploitasi dari maksim relevansi. Implikatur diperoleh
dari
akibat
peralihan
tetapi
masih
menyangkut
tema
pembicaraan (tematik). Contoh kasus Tom dan Rick, ketika Rick mengundang Tom, kemudian Tom malah menginformasikan Ayahnya yang akan berkunjung nanti malam. Meskipun terjadi peralihan, peralihan ini masih menyangkut tema pembicaraan, dilihat dari implikatur yang diperoleh kemudian yaitu saya tidak bisa datang. Pada kasus maksim cara, eksploitasi atau pelanggaran terhadap maksim ini dilakukan dengan cara membuat tuturan yang taksa, tidak jelas, dan bisa membuat lawan tutur kebingungan. Dari situlah kemudian muncul implikatur yang disebabkan dari ketaksaan atau ketidakjelasan. Selain contoh di atas, Wijana dalam bukunya memberikan contoh sebagai berikut: (+) Let‟s stop and get something to eat ( - ) Okay, but not M-C-D-O-N-A-L-D-S49 ( (+) Ayo berhenti dan cari makan ( - ) Oke, tapi jangan M-C-D-O-N-A-L-D-S) Pada contoh di atas menurut Wijana “tokoh (-) menjawab ajakan (+) secara tidak langsung, yakni dengan mengeja satu persatu kata McDonalds. Penyimpangan ini dilakukan karena ia tidak menginginkan anaknya yang sangat menggemari makanan itu mengetahui maksudnya”. 50 Dari penyimpangan ini kemudian diperoleh implikatur kata McDonalds yang sebenarnya ingin dituturkan oleh tokoh (-). Jika merujuk ke contoh Grice dan Levinson yang dikutip oleh J Meibeur, pada contoh kasus maksim cara maka sebenarnya maksud penutur ingin menyatakan bahwa suara perempuan itu ketika menyanyi seperti bencana yang dahsyat. Ini hasil dari implikatur tuturannya yang menyatakan bahwa suara perempuan itu menyerupai “Si, mi chiamano Mimi”. 49 50
Wijana, op. cit., hlm. 51 Ibid
33
Maksim kualitas sering dieksploitasi dengan menghubungkannya melalui gaya bahasa yang digunakan yaitu ironi, metafor, dan sarkasme. Lebih dari itu, Grice dalam artikelnya menyebutkan juga meiosis dan hiperbol sebagai bagian dari pencemoohan-jika meminjam istilah Griceterhadap maksim kualitas.51 Pada contoh di atas, pelanggaran terhadap maksim kualitas ditunjukkan dengan contoh tuturan “He is a fine friend”. Yang sebenarnya maksud dari tuturannya atau implikaturnya yaitu “He is not a fine friend”. Mengingat prinsip dasar dari maksim kualitas yaitu “jangan mengatakan sesuatu yang anda tidak yakini kebenarannya” tetapi penutur melakukan pelanggaran tersebut untuk menyampaikan maksudnya dengan memanfaatkan gaya bahasa ironi. Hal yang sama juga dicontohkan oleh Louise Cummings dalam bukunya, yaitu sebagai berikut : The players were lions on the pitch ( Pemain-pemain itu laksana singa-singa di atas puncak)52 Menurut Louise Cummings “penutur telah sengaja melanggar maksim kualitas dengan tujuan untuk mencapai efek komunikasi tertentu”.53 Pemain itu bukan singa melainkan pemain itu diasosiasikan seperti singa. Ini seperti sebuah metafor yang dihasilkan oleh penutur. Implikaturnya kemudian pemain-pemain itu diibaratkan seperti singa yang bisa dikatakan bahwa singa itu buas, kuat, dan cepat. Pelanggaran terhadap maksim kuantitas yaitu „tautologi‟. Jika menilik KBBI maka tautologi merupakan pengulangan yang tidak berguna. Seperti halnya contoh di atas yaitu “war is war” yang implikasinya menyerupai ujaran maujudnya sehingga penjelasan di atas “there is nothing one can do about it”. Grice pun menyatakan bahwa tautologi bersifat uninformative atau tidak bersifat informatif dan tidak bisa
51
tidak
dikatakan
Cole et al, op. cit., hlm. 53 Cummings, op. cit., hlm. 18 53 Ibid, hlm. 19 52
melanggar
maksim
kuantitas.
Grice
pun
34
menambahkan kecuali ada maksud yang ingin disampaikan dari ujaran tersebut maka ini membutuhkan tautologi yang khusus.54 Untuk itu prinsip kerja sama terkadang dilanggar oleh partisipan dengan sebuah alasan tertentu. Pelanggaran prinsip kerja sama tersebut mengandung implikatur di dalamnya atau ada hal yang diimplikasikan dalam
pelanggarannya.
Dalam
hal
ini
semua
tuturan
juga
mempunyai/dapat mengimplikasikan sesuatu, beranjak dari pemikiran Louise Cummings. Implikatur yang terkandung dalam pelanggaran prinsip kerja sama mempunyai fungsi yang erat kaitannya dengan alasan seorang partisipan dalam melakukan pelanggaran prinsip kerja sama. F. Pembelajaran Keterampilan Berbicara Tingkat SMA Keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang wajib dimiliki oleh peserta didik. Nida dan Harris dalam Henry Guntur Tarigan menyatakan bahwa “Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu keterampilan menyimak (listening skill), keterampilan berbicara (speaking skill), keterampilan membaca (reading skill), dan kemampuan menulis (writing skill).”55 Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, standar kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta didik di tingkat SMA mencakup keempat komponen keterampilan berbahasa yaitu peserta didik mampu “menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa Indonesia dan Inggris.”56 Berbeda dengan Kurikulum 2013, pembelajaran tidak berdasarkan kepada pembagian keempat komponen keterampilan berbahasa. Pada Kurikulum 2013 pembelajaran berdasarkan kepada teks dan keempat komponen keterampilan berbahasa tersebut diintegrasikan masuk ke dalamnya. Berikut pernyataan dari Muhammad Nuh selaku
54
Cole et al, op. cit., hlm. 52 Henry Guntur Tarigan, Berbicara (Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa), (Bandung : Penerbit Angkasa, 2008), hlm. 1 56 Tuszie Widhiyanti, KTSP : Berdasarkan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, 2015, (http://www.file.upi.edu) 55
35
penggagas kurikulum 2013 dan ketika itu menjabat sebagai menteri pendidikan: Sebagai bagian dari Kurikulum 2013 yang menekankan pentingnya keseimbangan kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan, kemampuan berbahasa yang dituntut tersebut dibentuk melalui pembelajaran berkelanjutan: dimulai dengan meningkatkan pengetahuan tentang jenis, kaidah dan konteks suatu teks, dilanjutkan dengan keterampilan menyajikan suatu teks tulis dan lisan baik terencana maupun spontan, dan bermuara pada pembentukan sikap kesantunan dan kejelian berbahasa serta sikap penghargan terhadap Bahasa Indonesia sebagai warisan budaya bangsa.57 Berdasarkan pendapat Muhammad Nuh di atas, hal yang dituntut dalam kurikulum 2013 yaitu aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Peserta didik dituntut untuk mengetahui berbagai jenis teks yang ada disertakan dengan kaidah dan konteks teks tersebut. Kemudian peserta didik diharapkan dapat menyajikan berbagai teks tersebut secara tulis maupun secara lisan. Dalam hal tersebut, secara lisan berarti sama halnya dengan melihat kompetensi keterampilan berbicara. Imber dan Klingler mencetuskan gagasan kurikulum nasional keterampilan berbahasa yang terdiri atas delapan unit dasar. Adapun delapan unit dasar tersebut yaitu sebagai berikut: 8.
Aneka Pemahaman
7.
Mengomentari, menanya(i), memperbaiki (membetulkan, membenarkan), melaporkan, menganalisis. Mengingatkan, menyarankan, menganjurkan, meyakinkan, menegaskan, memaksakan. Mengkritik, memperingatkan, menghina, menuduh (menyalahkan), mengancam. Memberi pujian, mengucapkan selamat merayu (menyanjung), membanggakan (menyombongkan diri).
6. 5. 4.
57
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Guru : Bahasa Indonesia (Ekspresi diri dan Akademik) kelas X,2015, hlm. Iii, (http://www.bse.kemdikbud.go.id)
36
3.
2.
1.
Menghindarkan (mengelakkan), membelokkan percakapan (mengalihkan arah pembicaraan), menyangkal (mengingkari). Menyetujui, membantah, menyatakan simpati (mengucapkan belasungkawa), menentang (memperdebatkan), mendamaikan (menentramkan) Aneka Kesalahpahaman.58
Salah satu unit dasar keterampilan berbahasa yang ada dalam kurikulum nasional yaitu menentang atau memperdebatkan. Henry Guntur Tarigan dalam bukunya menjelaskan betapa pentingnya berdebat diajarkan di dalam kegiatan pembelajaran. Adapun pendapat Henry Guntur Tarigan tersebut sebagai berikut: para guru memang wajar mendidik para siswa berpikir logis; yang benar harus dibenarkan, yang salah harus disalahkan. Dalam hal ini penalaranlah yang diutamakan. Walaupun suatu pendapat muncul dari teman karib, tetapi apabila pendapatnya itu tidak masuk akal, harus ditentang atau didebat demi kebenaran. Begitu pula sebaliknya, pendapat yang logis, walaupun dikemukakan oleh orang yang tidak kita senangi, haruslah diterima karena memang masuk akal. Berdebat, berbantah tentang sesuatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat atau pendirian, berguna untuk mendidik para siswa berpikir logis, dapat memilih mana yang benar dan mana yang salah.59 Pendapat Henry Guntur Tarigan tersebut bisa diimplementasikan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan maupun dalam Kurikulum 2013 khususnya untuk pembelajaran keterampilan berbicara. Standar kompetensi untuk keterampilan berbicara dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yaitu salah satunya peserta didik mengungkapkan komentar terhadap informasi dari berbagai sumber. Kompetensi dasar dari standar kompetensi tersebut yaitu: (1) memberikan kritik terhadap informasi dari media cetak dan atau elektronik; (2) memberikan
58 59
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Pragmatik, (Bandung : PT. Angkasa, 2009), hlm. 136 Ibid, hlm. 141
37
persetujuan/dukungan terhadap artikel yang terdapat dalam media cetak dan atau elektronik.60 Memberikan kritik berarti tidak setuju dengan isi informasi atau berita sedangkan memberikan persetujuan berarti ikut mengafirmasi isi informasi atau berita. Hal tersebut tentu sama dengan hakikat debat yang mempertemukan pihak yang setuju dengan pihak yang tidak setuju atau kontra. Guru dapat menggunakan metode debat dalam pembelajaran untuk kompetensi dasar tersebut. Dalam implementasinya, guru mempunyai dua pilihan yaitu: (1) memulai dari kompetensi dasar yang pertama dilanjutkan kompetensi dasar yang kedua dan terakhir melakukan evaluasi dengan menggunakan metode debat dalam pembelajaran; (2) menggabungkan kedua kompetensi dasar tersebut dalam satu rancangan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode debat dalam pembelajaran. Dalam kurikulum 2013 metode debat sebagai keterampilan berbicara bisa digunakan dalam pembelajaran materi teks eksposisi. Dalam buku Bahasa Indonesia SMA Kelas X (buku pelajaran dengan menggunakan kurikulum 2013 yang dikeluarkan pemerintah) disajikan teks “untung rugi perdagangan bebas”.61 Peserta didik diminta untuk menentukan sikap: setuju atau tidak setuju dengan adanya perdagangan bebas. Dengan demikian, ada dua kelompok yang terbentuk dalam kelas yaitu kelompok yang setuju dengan perdagangan bebas dan kelompok yang tidak setuju dengan perdagangan bebas. Jadi, metode debat dapat digunakan dalam pembelajaran tersebut karena debat mempertemukan dua pihak yang berbeda pendapat dan mencari pendapat yang paling logis dan ideal. Perlu diketahui sebelumnya, kompetensi dasar dalam pembelajaran tersebut memang dituntut hanya pada aspek keterampilan menulis saja.
60
Badan Standar Nasional Pendidikan, Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah : Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA, 2015, hlm.110, (http://www.mansurmok.files.wordpress.com) 61 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Bahasa Indonesia (Ekspresi Diri dan Akademik) kelas X,2015, hlm.100 (http://www.bse.kemdikbud.go.id)
38
Meskipun demikian, guru dapat menambahkan atau memasukkan aspek keterampilan secara lisan atau berbicara. Hal tersebut ditunjang juga dengan salah satu indikator yang tertulis dalam silabus yaitu peserta didik memublikasikan teks eksposisi yang telah dibuat melalui media atau forum komunikasi yang tersedia.62 Debat dapat digunakan sebagai forum komunikasi. Hal tersebut tentu tidak menyalahi pembelajaran karena tetap berdasarkan ruh dari kurikulum 2013 yaitu peserta didik dapat menyajikan berbagai jenis teks secara tulis maupun lisan. G. Debat Onong
Uchjana
menyatakan
bahwa
“secara
terminologis
komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain”.63 Debat merupakan salah satu bentuk interaksi komunikasi. Debat sering dianggap sama dengan diskusi. Padahal diskusi dan debat merupakan hal yang berbeda. Pengertian diskusi yaitu sebagai berikut: sekelompok orang bertemu dengan seorang pemimpin yang terlatih (narasumber), untuk mendiskusikan topik yang merupakan minat bersama, sehingga setiap anggota dari peserta mengumumkan pendapatnya baik tertulis maupun lisan tentang suatu masalah atau topik. Kemudian pendapat tersebut dibahas bersama dengan anggota lainnya, sehingga diperoleh pendapat bersama.64 Adapun pengertian debat menurut Dori Wuwur Hendrikus yaitu “debat pada hakikatnya adalah saling adu argumentasi antarpribadi atau antarkelompok manusia, dengan tujuan mencapai kemenangan untuk satu pihak.”65 Sementara itu Henry Guntur Tarigan menyatakan bahwa “debat 62
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Guru : Bahasa Indonesia (Ekspresi Diri dan Akademik) kelas X, hlm. 5 63 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hlm.4 64 Siti Sahara, dkk. Keterampilan Berbahasa Indonesia, ( Jakarta : FITK UIN Jakarta, 2008), hlm. 4 65 Dori Wuwur Hendrikus , Retorika : Terampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi, Bernegosiasi, (Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 1991), hlm. 120
39
merupakan suatu argumen untuk menentukan baik tidaknya suatu usul tertentu yang didukung oleh satu pihak yang disebut pendukung afirmatif, dan ditolak, disangkal oleh pihak lain yang disebut penyangkal atau negatif.”66 Neill Harvey dan Smith mengungkapkan bahwa “debate is a particular form of argument. It is not a way of reconciling differences-that is misconception. Debate is a way of arbitrating between differences. The purpose of a debate is not for two disputing parties to leave the room in agreement. Instead, through the debate between them, others will form a judgment about which of the two to support.67 Berdasarkan pendapat Neill Harvey dan Smith tersebut debat merupakan bentuk khusus dari argumen dan debat bukan media untuk mencari kesepakatan tetapi untuk mencari dukungan dari orang lain agar menyetujui dan mendukung salah satu pendapat dari dua pendapat yang ada. Jadi perbedaan yang mendasar dalam debat dan diskusi yaitu diskusi berupaya mencari kesepakatan bersama sedangkan debat berusaha mempertahankan pendapat dan meyakinkan pendapat untuk diterima. Debat terdiri dari dua kelompok yang memiliki perspektif berbeda terhadap sebuah tema atau topik. Secara umum kelompok yang setuju terhadap permasalahan disebut kelompok afirmatif sedangkan kelompok yang tidak setuju disebut kelompok oposisi. Simon Quin berpendapat bahwa “Debating is all around us; on the television, in thenewspapers, and in our own homes. As a society, we debate about almost everything -from tax reform to mowing the lawn. Debating is everywhere, and everyone can do it.68. Artinya bahwa debat akrab dalam kehidupan sehari-hari yaitu ada di televisi, di surat kabar, dan di rumah. Dalam kehidupan bermasyarakat hampir segala sesuatu hal diperdebatkan. Debat bisa dilakukan di mana saja dan semua orang mampu berdebat. 66
Tarigan, Berbicara (Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa), hlm. 92 Neill Harvey and Smith, The Practical Guide to Debating : worlds style/british parliamentary style, 2015, hlm. 1, (http://www.debate.uvm.edu) 68 Simon Quinn, Debating, 2015, hlm. 1, (http://www.debate.uvm.edu) 67
40
Sementara menurut Henry Guntur Tarigan debat memegang peranan dalam berbagai bidang, yaitu: perundang-undangan, politik, perusahaan (bisnis), dalam hukum, dan dalam pendidikan.69 Untuk itu, debat diatur sedemikian mungkin agar proses “tarung” argumentasi ini bisa berjalan dengan baik, sehingga kemudian dikenal berbagai bentuk atau format debat. Henry Guntur Tarigan mengklasifikasikan atas tipetipe atau kategori dalam debat berdasarkan bentuk, maksud, dan metodenya, yaitu : 1) debat parlementer/majelis (assembly or parlementary debating) 2) debat pemeriksaan ulangan untuk mengetahui kebenaran pemeriksaan terdahulu (cross-examination debating) 3) debat formal, konvensional, atau debat pendidikan (formal, conventional, or educational debating)70 Mulgrave dalam Henry Guntur Tarigan menjelaskan ketiga tipe atau kategori dalam debat tersebut sebagai berikut: Ketiga tipe ini dipergunakan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Akan tetapi, debat parlementer merupakan ciri badan-badan legislatif; debat pemeriksaan ulangan adalah suatu teknik yang dikembangkan di kantorkantor pengadilan; dan debat formal didasarkan pada konversi-konversi debat bersama secara politis.71 Rachmat Nurcahyo dalam makalahnya menyebutkan nama-nama format debat yang ada yang termasuk ke dalam salah satu tipe atau kategori yang sudah disebutkan di atas, yaitu: Karl Popper, Format British Parliamentary, Format Australasian, dan Format World Schools.72 Dori Wuwur Hendrikus dalam bukunya menyebutkan serta menjelaskan format debat Inggris dan debat Amerika. Setiap format debat dengan nama yang dilekatkan atau diberikan mempunyai metode, teknik, dan aturan masing-masing. Seperti halnya Format British Parliamentary atau Format Parlementer Inggris. Dalam 69
Tarigan, Berbicara (Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa), hlm. 93-94 Ibid, hlm. 95-96 71 Ibid, hlm. 96 72 Rachmat Nurcahyo, Panduan Debat Bahasa Indonesia, 2015, (http://www.staff.uny.ac.id). 70
hlm.
3,
41
debat Format Parlemen Inggris terdapat dua kelompok yang berseberangan (sesuai dengan hakikat debat), kelompok pertama disebut kelompok proposition (afirmatif) atau kelompok pemerintah dan kemudian kelompok kedua yaitu kelompok oposisi atau penentang. Berikut aturan atau urutan berbicara dalam debat Format Parlemen Inggris73: 1st
Prime Minister
Speaker 3rd
Opposition
Speaker
Deputy Leader of 4th
Deputy Prime
Speaker
2nd
Leader of the
Minister
the Opposition
Speaker
5th
Member for
Member for the
6th
Speaker
Government
Opposition
7th
Government
Speaker
Opposition Whip
Whip
Speaker 8th Speaker
Berbeda halnya dengan format Amerika yang dalam satu kelompoknya terdiri dari empat orang tetapi aturan atau urutan berbicaranya sama dengan yang ada pada Format Parlemen Inggris. Untuk itu langkah-langkah dalam debat bisa berbeda tergantung jenis format debat yang dipakai. Norma-norma dalam berdebat secara umum ditulis oleh Henry Guntur Tarigan dalam bukunya (mengutip pendapat Mulgrave). Adapun norma-norma tersebut sebagai berikut: 1. Pengetahuan yang sempurna mengenai pokok pembicaraan; 2. Kompetensi atau kemampuan menganalisis; 3. Pengertian mengenai prinsip-prinsip argumentasi; 4. Apresiasi terhadap kebenaran fakta-fakta; 5. Kecakapan menemukan buah pikiran yang keliru dengan penalaran; 6. Keterampilan dalam pembuktian kesalahan; 7. Pertimbangan dalam persuasi; serta
73
G Rhydian Morgan, (http://www.debate.uvm.edu.).
British
Parliamentary
Debating,
2015,
hlm.4,
42
8. Keterarahan, kelancaran, dan cara/penyampaian pidato. 74
kekuatan
dalam
Norma-norma yang dijelaskan oleh Mulgrave cenderung kepada norma dalam teknik berargumentasi/berdebat bukan kepada norma yang mengarah kepada aturan etika atau tata tertib dalam debat. Jadi, calon peserta debat sebelum memulai debat harus memiliki pengetahuan yang kompherensif terhadap tema atau pokok pembicaraan. Peserta debat juga harus paham hakikat argumentasi dan penyusunan karangan argumentasi.
Kemudian dilanjutkan dengan penyusunan
karangan argumentasi sesuai dengan topik pembicaraan dan posisi calon peserta debat: afirmasi atau oposisi. Dalam penyusunan tersebut dituntut kemampuan dan kompetensi calon peserta debat dalam menganalisis permasalahan-permasalahan yang menjadi topik pembicaraan (disesuaikan dengan posisi calon peserta debat). Setelah itu, ketika memasuki proses debat, komunikasi (penyampaian argumentasi) yang dibangun oleh calon peserta debat harus terarah, lancar, dan mempunyai kekuatan. Calon peserta debat harus melakukan apresiasi terhadap kebenaran fakta-fakta yang ditampilkan oleh pihak lawan tetapi calon peserta debat harus terampil juga dalam pembuktian kesalahan argumentasi dan logika yang dipakai oleh lawan. Hal-hal tersebut merupakan norma dalam teknik berargumentasi/debat
(berdasarkan
pendapat
Mulgrave)
sehingga
tercapailah tujuan sebenarnya dalam perdebatan yaitu menemukan argumentasi/pendapat yang paling logis dan ideal. Berkaitan dengan sikap atau etika dalam berdebat, Henry Guntur Tarigan menyatakan bahwa “seorang pendebat haruslah bersifat rendah hati, wajar, ramah, dan sopan tanpa kehilangan kekuatan dalam argumenargumennya. Lebih lanjut Henry Guntur Tarigan menjelaskan sikap dalam berdebat sebagai berikut: Para anggota debat tidak mengizinkan diri mereka berbuat marah karena adanya sindiran tajam ataupun tuduhan tidak 74
Tarigan, Berbicara (Sebagai suatu Keterampilan Berbahasa), hlm. 116-117
43
langsung dari para lawan mereka. Daya tahan ampuh yang bersifat lelucon dan humor memang diperlukan, tetapi serangan-serangan yang bertubi-tubi terhadap pribadi para lawan tidak dibenarkan sama sekali. Sikap tenang dan santai serta sopan santun terhadap para lawan dan para pendengar akan menimbulkan kesan yang paling baik. Pada setiap peristiwa pembicara harus mengingat bahwa tujuan utamanya adalah komunikasi langsung dan persuasif dengan para pendengarnya.75 Berdasarkan penjelasan di atas tersebut, partisipan debat atau peserta debat dalam menyampaikan argumentasi harus dengan sikap yang tenang, santai dan sopan. Walaupun ingin melakukan sindiran tidak perlu dengan marah atau dengan nada tinggi (emosi) tetapi tetap bisa dilakukan dengan sikap yang tenang dan santai. Hanya saja penggunaan nada yang perlu diperhatikan saat melakukan sindiran. Untuk terlihat lebih sopan maka dalam melakukan sindiran bisa disampaikan secara tidak langsung atau implisit. Hal tersebut tentu berkaitan dengan kemampuan retorika seseorang. Begitupun sebaliknya ketika pihak lawan melakukan sindiran maka tidak perlu direspon dengan marah tetapi tetap tenang dan santai. Sikap dalam menyampaikan argumentasi atau berdebat tentu menjadi salah satu penilaian dari hakim (juri) dan pendengar dalam perdebatan tersebut. Dalam perdebatan ada yang menghasilkan keputusan (argumentasi yang diterima) dan ada yang tidak menghasilkan keputusan. Adapun penjelasan Henry Guntur Tarigan berkaitan dengan hal tersebut yaitu sebagai berikut: Dalam suatu badan legislatif, keputusan terhadap suatu perdebatan diadakan dengan cara pemungutan suara (voting) atau mosi, resolusi, atau rancangan undangundang. Dalam perdebatan politik, keputusan diadakan dengan cara pemilihan atau menggagalkan calon. Dalam kantor pengadilan, keputusan merupakan putusan yang diambil oleh hakim atau juri. Dalam bidang usaha atau bisnis, keputusan merupakan retensi (hak tetap memiliki) atau perubahan suatu kebijaksanaan.76 75 76
Ibid, hlm. 111 Ibid, hlm. 112
44
Berdasarkan penjelasan di atas, keputusan bisa ditentukan oleh dua pihak. Pihak pertama yaitu orang yang ditunjuk menjadi hakim atau juri. Pihak kedua yaitu pendengar atau penonton dalam perdebatan tersebut. Dalam perdebatan di perguruan tinggi keputusan bisa dihasilkan oleh kedua pihak tersebut yaitu hakim (juri) maupun pendengar (penonton) dalam perdebatan. Hal yang membedakan yaitu hakim atau juri bisa memberi keputusan dengan kritik atau tanpa kritik. Jadi, dalam perdebatan di perguruan tinggi setidaknya ada tiga pilihan yang bisa dipilih:(1) keputusan oleh para pendengar; (2) keputusan oleh para hakim; (3) keputusan dengan kritik (dilakukan oleh hakim atau juri). Hakim atau juri yang dimaksud yaitu orang yang kompeten di bidangnya atau ahli dalam teknik-teknik perdebatan (teori dan praktik perdebatan).77 Adapun perdebatan yang dilakukan tanpa keputusan yaitu debat yang diikuti oleh suatu diskusi panel. Debat yang dilaksanakan dengan diskusi panel membuat adanya pertanyaan-pertanyaan sehingga para pendengar dapat mempelajari lebih banyak lagi topik atau tema perdebatan. Begitupun halnya bagi para peserta debat, yaitu sebagai refleksi tentang materi/argumentasi yang dibuatnya, sudah cukup memuaskan atau belum. Argumen-argumen yang mana saja yang belum jelas dan belum meyakinkan. Tujuan dari diadakannya debat tersebut hanya berfokus memusatkan perhatian terhadap informasi-informasi kepada para pendengar.78 Debat yang ada di TV One berbeda dengan debat-debat yang ada, misalkan debat format parlemen Inggris maupun debat Amerika. Acara Debat TV One “merupakan program genre baru talkshow yang melibatkan dua
narasumber
yang
berseberangan
dalam
memandang
sebuah
masalah/isu. Talkshow ini dipandu dua host yang masing-masing berpihak pada dua narasumber yang berbeda untuk membahas isu-isu aktual dan
77 78
Ibid, hlm. 112-113 Ibid, hlm. 114
45
masih menjadi kontroversi di masyarakat”.79 Saat ini acara debat di TV One dipimpin oleh satu host dan juga bertindak sebagai moderator jalannya debat. Jika dalam debat format parlemen Inggris maupun debat Amerika ada alur atau urutan pembicara serta ada waktu bagi setiap pembicara maka dalam acara debat di TV One hal itu tidaklah ditemukan. Pada debat di TV One tidak ada batasan waktu yang diberikan oleh seorang
moderator
kepada
setiap
pembicara
dalam
tim
untuk
menyampaikan argumentasinya ketika menjawab pertanyaan. Moderator pun terkadang memotong pembicaraan dengan memberikan pertanyaan sebagai tanggapan/penegas dari apa yang sudah disampaikan oleh pembicara. Sanggahan pun seringkali dilakukan ketika tim lawan sedang dalam posisi bicara (diberikan hak oleh moderator untuk menyampaikan argumentasi) sehingga membuat moderator harus menghentikan pihak tersebut dan mempersilakan kembali pihak yang sedang diberikan hak untuk menyampaikan argumentasi melanjutkan argumentasinya. Dalam debat TV One, moderator memang tidak menjelaskan tata tertib atau aturan dalam debat. Namun apabila perdebatan berlangsung ricuh maka moderator menengahi kericuhan tersebut dan berusaha membuat suasana kembali kondusif. Dalam penyampaian argumentasi maupun sindiran, ada peserta debat yang menyampaikannya secara emosi tetapi ada juga peserta debat yang menyampaikannya secara tenang, santai, dan sopan. Perdebatan dilakukan hingga salah satu tim dapat meruntuhkan argumen lawannya serta lebih meyakinkan dan mempengaruhi penonton dengan argumen yang dibangunnya terhadap tema atau topik yang diajukan. H. Penelitian yang Relevan Penelitian mengenai prinsip kerja sama pernah dilakukan oleh Fikri Yulaehah dengan judul skripsinya yaitu Analisis Prinsip Kerja Sama pada 79
TV One, Debat, 2015, (http://www.video.tvonenews.tv).
46
Komunikasi Facebook (Studi Kasus pada Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Yogyakarta Angkatan 2007).
Pada
penelitian tersebut, Fikri Yulaehah mengulas tentang pelanggaran prinsip kerja sama yang terjadi pada alur komunikasi yang terjadi di facebook. Selain pelanggaran prinsip kerja sama, Fikri Yulaehah juga mengulas tentang fungsi dari pelanggaran prinsip kerja sama tersebut. Beda halnya lagi dengan yang dilakukan oleh Waluyo, mahasiswa Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta melalui skripsinya yang berjudul Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Kesopanan dalam Percakapan “Lum Kelar” di Radio SAS FM. Selain mengulas bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja sama yang terjadi dalam percakapan di salah satu acara di Radio yang bernama Lum Kelar, Waluyo juga mengulas bentuk-bentuk pelanggaran terhadap prinsip kesopanan. Waluyo juga mengungkapkan kegunaan implikatur percakapan sebagai hasil dari pelanggaran prinsip kerja sama. Zuraidah Nasution melalui tesisnya yang berjudul Implikatur Percakapan dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah DKI Jakarta mengungkapkan tentang bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja sama beserta implikatur dari pelanggaran tersebut. Selain hal tersebut, Zuraidah Nasution juga membahas tentang implikatur berskala atau scala implicature dan Hedges atau pembatas yang terdapat dalam tuturantuturan dalam debat kandidat calon Kepala Daerah DKI Jakarta. Melihat dari ketiga penelitian yang pernah dilakukan di atas maka sekiranya penelitian ini dapat diterima. Hal yang sama dengan penelitianpenelitian sebelumnya yaitu menelaah tentang bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja sama dan implikatur. Hal yang membedakan yaitu pada objek penelitiannya. Penelitian kali ini mengambil objek acara Debat TV One dengan judul Adu Aksi KPK-Polri. Selain itu, penelitian ini juga berupaya untuk mendeskripsikan implikasi terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMA khususnya SMA kelas X.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan pada hari Senin, tanggal 24 Januari 2015 atau pada saat berlangsungnya tayangan acara Debat TV One dengan judul Adu Aksi KPK−Polri. Adapun untuk mengolah dan menganalisis data tersebut yaitu dimulai dari bulan Februari 2015 sampai dengan bulan Oktober 2015. B. Desain Penelitian Seperti yang sudah disinggung di atas bahwa penelitian ini bersumberkan data kualitatif maka desain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif. Bogdan dan Guba dalam Uhar Suharsaputra menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah “prosedur penelitian yang menghasilkan data deksriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.”1 Fraenkel dan Wallen masih dalam Uhar Suharsaputra menyatakan bahwa “penelitian yang mengkaji kualitas hubungan, kegiatan, situasi, atau material disebut penelitian kualitatif, dengan penekanan kuat pada deskripsi menyeluruh dalam menggambarkan rincian segala sesuatu yang terjadi pada suatu kegiatan atau situasi tertentu.”2 Jadi dengan kata lain penelitian yang dilakukan ini bersifat kualitatif karena menyajikan secara deskriptif kata-kata baik yang tertulis maupun lisan dari orang-orang pada suatu kegiatan atau situasi tertentu yang kemudian diselaraskan dengan apa yang menjadi kebutuhan dan sasaran penelitian.
1
Uhar Suharsaputra, Metode Penelitian : kuantitatif, kualitatif, dan Tindakan, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2012), hlm. 181 2 Ibid
47
48
C. Prosedur Pengumpulan Data Menurut Uhar Suharsaputra “pengumpulan data pada dasarnya merupakan serangkaian proses yang dilakukan sesuai dengan metode penelitian yang dipergunakan”.3 Adapun prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Merekam acara Debat TV One dengan judul Adu Aksi KPK−Polri yang tayang pada hari Senin 24 Januari 2015, Pukul 19.00−20.00 WIB. Acara tersebut dipandu oleh Muhammad Rizki yang bertindak sebagai pembawa acara dan juga moderator. Pembicara atau narasumber di pihak Polri yaitu Sisno Adiwinoto yang merupakan seorang purnawirawan Polri dan juga Junimart Girsang yang merupakan anggota DPR dari fraksi PDI Perjuangan. Sementara pembicara di pihak KPK yaitu Bibit Samad Rianto yang merupakan eks komisioner KPK dan juga Ubedilah yang merupakan seorang pengamat politik. Adapun instrumen yang digunakan untuk merekam acara Debat TV One yaitu dengan menggunakan perangkat telepon genggam. 2. Membuat transkripsi dari hasil rekaman yang telah dilakukan. D. Teknik Analisis Data Setelah data sudah didapatkan maka kemudian dilakukan tahap analisis terhadap data tersebut sesuai dengan sasaran dan tujuan penelitian. Adapun tahapan dalam melakukan analisis data yaitu sebagai berikut: 1. Membuat kartu data pelanggaran prinsip kerja sama. Adapun bentuk kartu data tersebut sebagai berikut:
Kartu Data Pelanggaran Prinsip Kerja Sama No. Data
3
Ibid, hlm. 207
:
49
Bentuk Tuturan
:
Pelanggaran Maksim
:
Indikator Pelanggaran
:
Implikatur
:
Fungsi Implikatur :
2. Melakukan pembacaan terhadap hasil transkripsi yang telah dilakukan. 3. Menganalisis pelanggaran prinsip kerja sama yang terdapat dalam acara Debat TV One (berdasarkan maksimnya) ke dalam kartu data. Termasuk dalam hal tersebut, menyertakan implikatur dan fungsi implikatur dari bentuk pelanggaran prinsip kerja sama. Analisis didasarkan kepada indikator yang ditetapkan berdasarkan rumusan prinsip kerja sama. Adapun rumusan dan indikatornya sebagai berikut:
No.
Nama Maksim
Rumusan Maksim
Indikator Pelanggaran Maksim
Berikan jumlah informasi yang tepat,yaitu: 1. Sumbangan informasi Anda 1.
Maksim Kuantitas
1. Sumbangan informasi yang
harus seinformatif yang
diberikan tidak seinformatif
dibutuhkan.
yang dibutuhkan
2. Sumbangan informasi Anda
2. Sumbangan informasi yang
jangan melebihi yang
diberikan melebihi dari yang
dibutuhkan.
dibutuhkan.
Usahakan agar sumbangan informasi Anda benar,yaitu: 2.
Maksim Kualitas
1. Jangan mengatakan suatu yang Anda yakini bahwa itu tidak benar. 2. Jangan mengatakan suatu yang
1. Mengatakan suatu hal yang salah 2. Mengatakan suatu hal yang bukti kebenarannya kurang
50
bukti kebenarannya kurang
meyakinkan
meyakinkan Mengatakan suatu hal yang
3.
Maksim Hubungan Usahakan agar perkataan Anda ada (Relevansi)
relevansinya.
tidak
ada
kaitannya
atau
hubungannya dengan perkataan sebelumnya
(perkataan
oleh
kawan bicaranya) Usahakan agar mudah dimengerti, yaitu: 1. Hindarilah pernyataanpernyataan yang samar. 2. Hindarilah ketaksaan. 4.
Maksim Cara
3. Usahakan agar ringkas (hindarilah pernyataanpernyataan yang panjang lebar dan bertele-tele). 4. Usahakan agar Anda berbicara
1. Mengatakan pernyataan yang samar 2. Mengatakan pernyataan yang menimbulkan ketaksaan 3. Mengatakan pernyataan yang panjang lebar dan bertele-tele 4. Berbicara tidak teratur (tidak sistematis/runut)
dengan teratur. Melanggar lebih dari satu
5.
Maksim Gabungan
Hakikatnya sesuai dengan rumusan keempat maksim
maksim dan indikatornya sesuai dengan indikator pelanggaran pada setiap maksim
4. Melakukan verifikasi data terhadap kartu data. Verifikasi dilakukan dengan mempergunakan data transkripsi maupun data rekaman. 5. Melakukan pembahasan/menjelaskan hasil analisis terhadap bentukbentuk pelanggaran prinsip kerja sama yang terdapat dalam acara Debat TV One. 6. Menentukan jumlah pelanggaran di setiap maksim dan fungsi implikatur yang muncul dalam acara Debat TV One.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur Judul yang dibahas pada debat kali ini yaitu “Adu Aksi KPK−Polri”. Debat tersebut menampilkan satu pihak yang mewakili KPK dan di pihak satunya mewakili Polri. Hal unik yang ada dalam debat kali ini yaitu tidak terdapat saling adu argumen, saling serang, membela dan meyakinkan. Kedua pihak lebih kepada penyelamatan kedua institusi ini (KPK dan Polri) dari prahara yang terjadi meskipun di dalamnya tetap terdapat sentimen negatif terhadap KPK dan Polri. Dalam bab ini akan dibahas satu-persatu pelanggaran prinsip kerja sama yang terjadi dan kemudian menjelaskan implikatur yang terkandung dalam pelanggaran prinsip kerja sama tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan menjelaskan fungsi implikatur dari pelanggaran prinsip kerja sama tersebut yang dibahas secara terpisah atau pada subbab berikutnya. Pembahasan dilakukan dengan menganalisis satu-persatu maksim dimulai dengan maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, maksim cara serta pelanggaran lebih dari satu maksim atau pelanggaran maksim gabungan. Pada pembahasannya, ada beberapa pelanggaran maksim yang langsung mengarah kepada tuturan yang dianggap sebagai pangkal atau penyebab dari terjadinya pelanggaran prinsip kerja sama sehingga tidak ditampilkan tuturan secara keseluruhan. Hal tersebut dimaksudkan untuk lebih mudah dalam pembacaan dan langsung fokus kepada sasaran yang dimaksud. Adapun penggambaran situasi tutur secara umum dalam acara Debat TV One bisa diketahui dengan menggunakan rumusan Dell Hymes yaitu SPEAKING. Penjelasannya sebagai berikut: 1. Setting and Scene Acara Debat TV One dilaksanakan di studio TV One Cawang (kampus STIE Nusantara) Jl. D.I. Panjaitan. Adapun waktu
51
52
berlangsungnya acara debat yaitu dari pukul 19.00 WIB− 20.00 WIB. Latar suasana atau psikologis dalam acara Debat yaitu berlangsung secara serius. Meskipun memang salah satu partisipan dalam debat ada yang menciptakan suasana humor tetapi latar suasana atau psikologis dalam acara Debat didominasi oleh latar suasana yang serius. 2. Participants Pembicara di pihak Polri yaitu Sisno Adiwinoto dan Junimart Girsang. Sisno Adiwinoto merupakan purnawirawan Polri. Ketika masih aktif sebagai anggota Polri, Sisno Adiwinoto pernah menjabat sebagai Kadiv Humas Mabes Polri dan juga pernah menjabat sebagai Kapolda Sulawesi Selatan dan Barat. Setelah pensiun, Sisno tetap aktif di kegiatan yang masih menyangkut kepolisian. Sisno kini menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian Indonesia. Adapun Junimart Girsang merupakan anggota DPR RI dari fraksi partai PDI Perjuangan. Sebelum menjadi politisi dan anggota DPR, Junimart Girsang merupakan seorang pengacara. Pembicara di Pihak KPK yaitu Bibit Samad Rianto dan Ubedilah. Bibit Samad Rianto merupakan purnawirawan Polri dan juga eks komisioner KPK. Ketika masih aktif menjadi anggota Polri, Bibit Samad Rianto pernah menjabat sebagai Kapolres Jakarta Utara, Kapolres Jakarta Pusat, Wakapolda Jawa Timur, dan Kapolda Kalimantan Timur. Bibit Samad Rianto menjabat sebagai wakil ketua KPK pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Bibit Samad Rianto kini aktif di organisasi Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi. Ubedilah atau nama lengkapnya Ubedilah Badrun merupakan seorang pengamat sosial politik Universitas Negeri Jakarta. Selain itu, Ubedilah Badrun juga menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia. 3. Ends Ends merupakan tujuan dari diadakannya komunikasi sehingga melalui komunikasi tersebut dapat memenuhi hal yang dinginkan oleh
53
penutur terhadap kawan bicaranya. Adapun ends dalam acara debat yaitu untuk mencari tahu sesungguhnya yang terjadi antara KPK dan Polri serta solusi agar KPK dan Polri tidak tampak seperti berselisih. Perlu diketahui sebelumnya, Budi Gunawan merupakan calon Kapolri tunggal yang dipilih oleh Jokowi. Beberapa hari setelah diumumkan nama Budi Gunawan sebagai calon Kapolri, KPK mengeluarkan putusan status tersangka untuknya. Budi Gunawan ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK terkait dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003−2006 dan jabatan lainnya di kepolisian. Selang beberapa hari kemudian, Polri menetapkan status tersangka kepada Bambang Widjajanto. Polri menjerat Bambang Widjajanto
terkait
kasus
dugaan
memengaruhi
saksi
dalam
memberikan keterangan tidak benar dalam sidang perkara sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi. Dengan saling tangkap seperti itu, kemudian memicu asumsi bahwa telah terjadi permasalahan antara KPK dan Polri. 4. Act Sequences Act Sequences berkaitan dengan bentuk dan isi pesan. Hal yang difokuskan yaitu lebih kepada bentuk pesan. Adapun bentuk pesan yang terdapat dalam acara debat yaitu berupa lokusi, ilokusi, serta perlokusi. Lokusi yaitu bentuk tuturan (pesan) untuk menyatakan sesuatu.
Adapun
ilokusi
yaitu
bentuk
tuturan
(pesan)
yang
menitikberatkan lawan tutur untuk melakukan sesuatu. Jadi tidak sekadar untuk mengatakan atau memberitahukan sesuatu. Perlokusi merupakan bentuk tuturan yang membuat pendengarnya atau kawan bicara menjadi terpengaruh dengan apa yang dituturkan. 5. Key Para partisipan dalam debat selalu serius dalam menyampaikan tuturannya. Meskipun para partisipan menyampaikan tuturannya secara serius tetapi cara dan sikap dalam menyampaikan tuturan tetap
54
tenang dan santun. Para Partisipan tidak dengan sikap emosi atau marah ketika menyampaikan tuturan. Walau terdapat nada tinggi dalam tuturan partisipan tetapi itu bukan menunjukkan sikap emosi atau marah melainkan partisipan ingin menunjukkan sikap tegas terhadap suatu hal. 6. Instrumentalities Instrumentalities berkaitan dengan media percakapan yang dilakukan. Debat merupakan interaksi komunikasi yang dilakukan secara langsung, berada dalam tempat yang sama serta membutuhkan tanggapan cepat sehingga media percakapan dilakukan secara lisan. 7. Norms Secara umum, aturan atau norma dalam debat yaitu setiap partisipan debat atau peserta debat harus bersikap tenang, santai, dan sopan
dalam
menyampaikan
argumentasinya.
Hal
tersebut
mengakibatkan para partisipan bersikap tenang dan santun dalam menyampaikan tuturan meskipun dalam suasana yang serius (seperti yang dijelaskan dalam poin 5 atau key) 8. Genres Debat secara umum yaitu penyampaian argumentasi terhadap suatu hal yang merefleksikan posisi dari penutur tersebut: menyetujui atau tidak setuju terhadap suatu hal tersebut. Untuk itu dalam debat, wacana yang terbentuk yaitu wacana argumentatif. Namun dalam debat juga bisa terdapat bentuk wacana persuasif. Seorang penutur selain menyampaikan argumentasi juga terkadang mengajak secara langsung pendengar atau penonton yang ada dalam perdebatan tersebut untuk berada di pihak yang sama dengan penutur tersebut. Hal tersebut diwujudkan dengan wacana persuasif. Berdasarkan penggambaran situasi tutur secara umum di atas maka bisa diketahui suasana yang muncul yaitu suasana yang didominasi oleh suasana yang serius. Berdasarkan hal tersebut, para partisipan menujukkan sikap, cara, dan nada yang serius dalam setiap tuturannya.
55
Adapun tujuan dari diadakannya debat yaitu mencari tahu sesungguhnya yang terjadi antara KPK dan Polri serta solusi agar KPK dan Polri tidak tampak seperti berselisih. Para partisipan terikat dengan norma-norma dalam berdebat yaitu bersikap tenang, santai, dan santun. Berdasarkan hal-hal yang sudah disebutkan di atas, diharapkan sebagai gambaran
dasar
sehingga
dapat
mengetahui
alasan
peneliti
menentukan setiap pelanggaran maksim yang terjadi dan implikatur yang terkandung dalam pelanggaran maksim tersebut.
1.
Pelanggaran Maksim Kuantitas Sesuai dengan ketetapan dari maksim kuantitas ini yaitu berikan jumlah informasi yang tepat, yang kemudian dijabarkan ke dalam dua poin yaitu: (a)sumbangan informasi Anda harus seinformatif yang dibutuhkan; (b)sumbangan informasi Anda jangan
melebihi
yang
dibutuhkan.
Berdasarkan
interaksi
komunikasi yang berlangsung selama debat maka ditemukan partisipan-partisipan atau peserta dalam acara debat yang melanggar ketetapan atau aturan dari maksim kuantitas ini. (1) Konteks: Moderator ingin bertanya kepada Bibit Samad Rianto perihal yang terjadi antara KPK dengan Polri. Data 3 Moderator: “Apalagi ini yang terjadi Pak, antara KPK dan Polri ini?” Bibit Samad Rianto: “Masalah koordinasi aja, Mas. Koordinasi antara pimpinan Polri dengan pimpinan KPK,enggak,enggak sumut.” Moderator: “Koordinasi itu artinya” Bibit Samad Rianto : “Koordinasi” Moderator : “komunikasi seperti itu?”
56
Bibit Samad Rianto dalam hal ini melakukan pelanggaran terhadap maksim kuantitas karena memberi informasi tidak seinformatif yang dibutuhkan oleh moderator. Hal itu bisa terlihat karena moderator menanyakan kembali apa yang dimaksud dengan koordinasi. Apakah yang dimaksud dengan koordinasi itu sama halnya dengan komunikasi atau lebih dari itu. Implikatur yang dihasilkan yaitu permasalahan antara KPK dan Polri hanya masalah koordinasi antara pimpinan Polri dan KPK tidak sumut. Bibit cenderung menunjukkan bahwa tidak ada masalah serius antara KPK dan Polri tetapi seharusnya Bibit Samad Rianto lebih menjelaskan
yang dimaksud dengan
koordinasi yang tidak sumut antara KPK dan Polri itu.
(2) Konteks: Moderator ingin bertanya kepada Junimart apakah Junimart memiliki pandangan yang sama dengan Bibit Samad Rianto bahwa tidak ada sesuatu hal yang serius yang terjadi antara KPK dan Polri. Data 5 Moderator: “Mungkin ini juga Pak, ya, Pak Jokowi lihat kali ya, sebenarnya KPK sama Polri ini ga berantem. Jadi Pak… Pak Jokowi statemennnya biasa-biasa aja… katanya orang… banyak orang. Gitu Pak Junimart?” Junimart: “Iya… eh.. yang pertama tentu saya harus sampaikan…eh.. tidak ada, selamatkan KPK, tidak ada selamatkan Polri. Yang ada adalah harus saling menguatkan, ini dulu, ya, karena tidak ada yang tidak selamat di sini, semua selamat, ya, karena menurut saya, kalau istilah save KPK save Kapolri itu provo.. provokatir. Sangat provokatif itu, tidak boleh kita pergunakan itu, menurut saya, itu yang pertama. Yang kedua, eh… tentang tim, eh… saya berharap tim ini bisa bekerja objektif dan independen, ya, tanpa menyentuh, tanpa mengintervensi substansi perkara.”
57
Junimart
melakukan
pelanggaran
terhadap
maksim
kuantitas dikarenakan memberikan informasi lebih dari yang dibutuhkan. Moderator tidak menanyakan perihal tim (tim independen yang dibentuk oleh presiden) tetapi Junimart mengulas dan memberikan pandangannya terhadap tim independen yang dibentuk oleh presiden. Implikatur yang terdapat dalam pelanggaran ini yaitu Junimart berharap tim independen yang dibentuk oleh presiden ini bekerja secara objektif, independen dan jangan masuk atau ikut campur terhadap inti perkara yang terjadi antara KPK dan Polri. (3) Konteks: Moderator bertanya berdasarkan pernyataan Junimart sebelumnya tentang tim independen yang dibentuk oleh Presiden untuk tidak masuk ke dalam substansi perkara Budi Gunawan dan Bambang Widjajanto. Data 6 Moderator: “Jadi maksudnya perkara Pak Budi Gunawan, perkara, Pak eh… Bambang, itu tetap berjalan?” Junimart: “Tetap. Biarkan hukum sebagai panglima di negara ini. Itu yang pertama. Yang kedua, kita mengatut, eh… mengenal asas, ya, persamaan di depan hukum. Semua sama di muka hukum. Tidak terkecuali siapapun. Ah ini kita harus sepakat dulu, ya, kita harus sepakat. Yang ketiga, kalau tim ini bekerja, tentu mereka bekerja harus dengan betul-betul objektif dan tidak mempunyai target untuk masuk ke substansi perkara. Ini sangat perlu. Jadi jangan sekalikali tim ini menyentuh perkara. Silakan tugas yang diberikan oleh Presiden.” Pada kasus ini Junimart memberikan informasi yang melebihi dari yang dibutuhkan oleh moderator. Padahal informasi tersebut sudah diberikan oleh Junimart dan justru informasi tersebut yang kemudian memunculkan pertanyaan dari moderator
58
sebagai tanggapannya. Jika tidak ingin melanggar maksim kuantitas maka Junimart cukup menyatakan hal kesatu dan kedua. Kemudian Implikatur yang muncul, tim ketika bekerja harus betul-betul objektif dan tidak mempunyai target untuk masuk ke substansi perkara dan menjalankan tugas seperti yang diberikan oleh presiden. Ini yang harus menjadi perhatian oleh tim. (4) Konteks: Moderator sebelumnya bertanya kepada Sisno apakah Sisno melihat sepeti kabar yang beredar bahwa ada sekelompok orang yang memanfaatkan Polri untuk tujuan tertentu. Sisno tidak menjawabnya secara langsung. Untuk itu kemudian moderator menanyakan kembali
kepada
dimanfaatkan
oleh
Sisno
apakah
sekelompok
Polri tertentu
dengan suatu tujuan. Data 11 Moderator: “Tapi mungkin ga pak pertanyaannya soal tadi, Polri itu dimanfaatkan kelompok… sekelompok tertentu?” Sisno: “Saya pikir tidak ada manfaat-memanfaatkan. Justru yang kita waspadai jangan personifikasi memanfaatkan institusi dengan dalih ya, dengan dalih kewenangan kemudian tugas yang mulia, ya, tapi dia terselubung.” Moderator: “Oke.” Sisno Adiwinoto: “itu yang mungkin pada saat kita sekarang era eh… Revolusi mental kita bersih-bersih mari kita bersihbersih sehingga bukan tadi, kalau tadi, bukan selamatkan eh… KPK ataupun Polri tapi mari kita bersihkan sehingga institusi Polri institusi KPK tidak diduduki atau tidak diawaki oleh orang-orang yang mungkin” Moderator: “Baik” Sisno Adiwinoto: “mental atau kredibilitasnya kurang”
59
Pertanyaan moderator sebenarnya sudah ditanyakan kepada Sisno hanya Sisno tidak menjawabnya secara langsung untuk itu peneliti memasukkannya ke dalam kategori pelanggaran terhadap maksim relevansi (bisa dilihat dalam pembahasan pelanggaran maksim implikatur
relevansi). dari
menanyakannya
Moderator pernyataan
kembali
mungkin Sisno
atau
tidak
menangkap
sehingga
moderator
moderator
ingin
melakukan
penegasan atau memaksa Sisno untuk menjawab secara lugas dan tegas. Dalam hal ini Sisno menjawab secara langsung dari yang ditanyakan oleh moderator yaitu tidak ada manfaat-memanfaatkan, dengan kata lain yaitu tidak ada kelompok yang memanfaatkan Polri. Sisno dinyatakan melakukan pelanggaran maksim kuantitas dikarenakan memberikan informasi
yang lebih dari
yang
dibutuhkan oleh moderator. Apabila Sisno tidak ingin dinyatakan melanggar maksim kuantitas maka Sisno cukup menjawab bahwa tidak ada kelompok yang memanfaatkan Polri. Implikatur yang muncul dari pelanggaran maksim kuantitas ini yaitu ada seseorang yang memanfaatkan institusi yang sebenarnya untuk kepentingan pribadinya sendiri yaitu dalam hal ini Abraham Samad (seperti yang sudah dijelaskan dalam pelanggaran maksim relevansi). Untuk itu ini momentum yang tepat untuk melakukan pembersihan di setiap institusi yaitu KPK dan Polri. Hal tersebut dilakukan agar kedua institusi tersebut bebas dari orang yang mental atau kredibilitasnya kurang. Ini sudah disampaikan Sisno pada pernyataan sebelumnya kemudian disampaikan kembali oleh Sisno sehingga menyebabkan dia melanggar maksim kuantitas. (5) Konteks:
Setelah
Junimart
menjawab
tidak
ada
intervensi dari PDIP untuk kasus yang terjadi antara
KPK
dan
Polri.
Moderator
60
menanyakan apakah ada muatan politisnya calon Kapolri jagoan PDIP yaitu Budi Gunawan jadi tersangka. Data 12 Moderator: “Oke sampai disitu tuh ga ada, tidak ada muatan intervensi tapi berpikir atau tidak, ada muatan politisnya ketika yang dijagokan oleh PDI Perjuangan sebagai calon Kapolri itu dijadikan tersangka?” Junimart: “Jadi begini, kita jangan langsung eh.. menjudge bahwa Pak BG itu eh.. dijagokan oleh PDIP. Kita bisa buktikan sewaktu fit and proper test semua fraksi minus Demokrat mendukung Pak BG. Bukan hanya PDIP di sana, ada 10 fraksi. Satu tidak ikut,sembilan mendukung. Ini sembilan adalah partai politik yang semuanya kuat walaupun dalam paripurna satu partai politik yaitu PAN menarik diri, tinggal delapan. Jadi kalau dikatakan eh., partai PDIP sebagai pendukung Pak BG saya men.. mengatakan tidak.” Junimart melakukan pelanggaran maksim kuantitas karena tidak memberikan informasi seperti yang dibutuhkan oleh moderator. Moderator dengan jelas menanyakan bahwa apakah ada muatan politis ketika Budi Gunawan calon Kapolri yang dijagokan oleh PDIP dijadikan tersangka. Implikatur yang muncul yaitu partai PDIP bukanlah satu-satunya partai yang mendukung Budi Gunawan sebagai calon Kapolri. Ketika memasuki proses fit and proper test di DPR, tidak hanya partai PDIP saja yang mendukung Budi Gunawan tetapi ada delapan fraksi yang turut mendukung. Sebenarnya suatu hal yang sah untuk Junimart melakukan klarifikasi terhadap yang dinyatakan oleh moderator dalam rangkaian pertanyaannya bahwa calon Kapolri Budi Gunawan merupakan calon yang dijagokan oleh PDIP hanya saja Junimart tidak menjawab yang menjadi inti pertanyaan dari moderator. Untuk itu jika tidak ingin melanggar tentunya setelah melakukan
61
klarifikasi tersebut Junimart melanjutkannya dengan menjawab yang diinginkan oleh moderator. (6) Konteks: Junimart tidak ingin ada pernyataan dari moderator atau ada opini yang menyatakan bahwa PDIP merupakan satu-satunya partai yang mendukung Budi Gunawan dan itu seperti menyudutkan partai PDIP. Data 13 Moderator: “Oh PDIP merasa disudutkan dengan masalah ini?” Junimart: “Bukan merasa disudutkan kan kelihatan, kelihatan kan, kelihatan, iya kan?. Saya perlu sampaikan, saya perlu sampaikan, ya, PDIP adalah partai yang tangguh, semakin disudutkan semakin tangguh dia. Itu partai PDIP.” Pada kasus di atas dinyatakan melanggar maksim kuantitas karena Junimart memberikan pernyataan yang informasinya melebihi dari yang dibutuhkan. Moderator hanya menanyakan atau menanggapi dari pernyataan Junimart sebelumnya bahwa PDIP disudutkan dengan opini bahwa PDIP merupakan partai pendukung calon Kapolri Budi Gunawan. Jika tidak ingin melanggar maksim ini maka Junimart cukup menjawab merasa disudutkan atau tidak. Implikatur yang muncul dari pelanggaran maksim kuantitas ini yaitu PDIP merupakan partai yang tangguh apabila dia disudutkan maka dia semakin tangguh. (7) Konteks: Sebelumnya Ubedilah memberikan saran untuk melakukan Yudicial Review terhadap Undang-undang KPK dalam pasal yang mengatur tentang seleksi di KPK yang tidak perlu harus melalui proses fit & proper test di DPR. Hal itu untuk meminimalkan ruang politis.
Moderator
pun
melakukan
62
pertanyaan sebagai penegasan terhadap hal tersebut.
Data 15 Moderator: “Oke. Mas Ubed singkat saja terakhir Mas Ubed gimana apakah tadi memang harus di Yudicial Review soal Undangundang yang mengatur eh... bagaimana seleksi dari KPK?” Ubedilah: “Iya saya kira ini kritik eh.. sebagai analis ya bahwa proses pemilihan eh.. anggota KPK itu eh.. melalui sebuah proses politik. Oleh karena itu sebetulnya ini bisa dievaluasi, diganti. Yang menseleksi anggota, calon anggota KPK bisa saja tim independen. Mereka adalah kaum profesional yang sangat eh.. teruji melalui sebuah seleksi yang sangat ketat sehingga tidak ada unsur politis di dalam seleksi anggota KPK itu. Demikian pula sebetulnya Kapolri cukup saja Presiden langsung.” Moderator: “Baik” Ubedilah: “Jadi saya kira itu solusi sederhana ya. Kalau soal yang lain eh misalnya Pak BG dan eh… Pak BW.” Moderator: “Biar melalui proses” Ubedilah: “Biar melalui proses hukum berjalan” Moderator: “Iya oke” Ubedillah: “Ketika kemudian terbukti, ya udah hentikan, begitu” Pada peristiwa ini Ubedilah melanggar maksim kuantitas karena Ubedilah memberikan informasi melebihi dari yang dibutuhkan.
Itu
bisa
diketahui
dengan
jelas
berdasarkan
indikatornya yaitu “kalau soal yang lain” yang berarti Ubedilah sudah masuk ke persoalan lain dalam hal ini tentang kasus Budi Gunawan dan Bambang Widjajanto yang itu tidak ditanyakan oleh Moderator. Apabila tidak ingin melanggar maksim kuantitas, Ubedilah cukup menjabarkan solusi seperti yang ditanyakan oleh
63
moderator tidak dengan menjawab solusi hal lain yang tidak dibutuhkan atau diperlukan oleh moderator. Implikatur yang dihasilkan dari pelanggaran maksim kuantitas ini yaitu untuk masalah Budi Gunawan dan Bambang Widjajanto biarkan proses hukum berjalan, apabila terbukti bersalah maka hentikan (melepaskan jabatan yang disandang di institusinya). 2. Pelanggaran Maksim Kualitas Berdasarkan hal yang tercantum dalam ketetapan prinsip kerja sama maka maksim kualitas menuntut setiap partisipan untuk menyumbangkan sebuah informasi yang benar. Selanjutnya dimanifestasikan ke dalam dua poin yaitu: (a) jangan mengatakan suatu yang Anda yakini bahwa itu tidak benar; (b) jangan mengatakan suatu yang bukti kebenarannya kurang meyakinkan. (8) Konteks: Moderator menanyakan perihal solusi yang bisa
ditawarkan
untuk
mengatasi
permasalahan antara Polri dan KPK. Salah satu solusi yang diberikan oleh Sisno yaitu jangan ada kriminalisasi yang dilakukan oleh KPK dan Polri. Data 1 Moderator: “…. Pak Sisno, kalau Anda melihat apa yang terjadi sama Polri dan KPK ini sebenarnya bukan hal yang baru. Ada catatan, ada ini yang ketiga kali, kisruh seperti ini. Menurut Anda sebenarnya solusi seperti apa yang bisa ditawarkan?” Sisno: “…kemudian jangan ada kriminalisasi. Mungkin nanti Pak Jumin, Junimart ya, yang DPR tapi kan mantan Pengacara. Apa sih itu kriminalisasi. kalau dari kacamata kami, tidak mengenal, kalau pengamat saya selama di Kepolisian, pemerhati ya, tidak ada kata-kata kriminalisasi,ya, memenuhi unsur, cukup bukti atau tidak, ya, tindak pidana, eh… kejahatan atau pelanggaran tapi sekarang memasyarakat, ya, kriminalisasi.”
64
Dalam pernyataannya ini Sisno melakukan pelanggaran maksim kualitas karena Sisno mengatakan suatu hal yang tidak benar. Implikatur yang muncul dari pelanggaran maksim kualitas ini yaitu tidak ada istilah kriminalisasi di dalam tubuh Polri. Kinerja yang selalu dipegang oleh Polri yaitu berdasar memenuhi unsur cukup bukti atau tidak dan kemudian masuk tindak pidana jenis kejahatan atau pelanggaran. Jika dirunut lebih jauh penetapan status tersangka Bambang Widjojanto bukan kriminalisasi karena Polri tidak mengenal yang namanya kriminalisasi. Ini merupakan pernyataan yang salah. Hal itu berdasarkan kasus yang terjadi pada tahun 2009, kasus Bibit dan Chandra yang keduanya merupakan komisioner KPK mengajukan uji materiil Undang-undang
Nomor
Pemberantasan Korupsi.
30 1
tahun
2009
tentang
Komisi
Dalam persidangan di Mahkamah
Konstitusi tersebut diperdengarkan rekaman penyadapan terhadap Anggodo Widjojo dengan sejumlah petinggi di Polri dan Kejaksaan Agung. Dalam rekaman tersebut diperdengarkan percakapan Anggodo Widjojo dengan sejumlah petinggi Polri dan Kejaksaan Agung untuk melakukan upaya kriminalisasi terhadap Bibit dan Chandra. Bukti rekaman tersebut yang kemudian menjadi dasar keputusan dan ketetapan Mahkamah Konstitusi untuk tidak memberhentikan komisioner KPK jika masih berstatus terdakwa. Pemberhentian baru bisa dilakukan setelah adanya putusan dari pengadilan. Hal yang menjadi titik poinnya yaitu bukti rekaman yang diperdengarkan di ruang sidang antara Anggodo Widjojo dengan
petinggi
Polri
dan
Kejaksaan
Agung
untuk
mengkriminalisasi Bibit dan Chandra. Ini tentu menjadi kontras dengan informasi yang dinyatakan oleh Sisno.
1
BBC Indonesia, MK Menangkan Bibit-Chandra, 2015, (http://www.bbc.com)
65
3. Pelanggaran Maksim Relevansi H. Paul Grice telah menetapkan bahwa partisipan harus mengusahakan untuk memberikan perkataan atau pernyataan yang ada relevansinya. (9) Konteks: Moderator ingin bertanya kepada Junimart apakah Junimart memiliki pandangan yang sama dengan Bibit Samad Rianto bahwa tidak ada sesuatu hal yang serius yang terjadi antara KPK dan Polri Data 4 Moderator: “Mungkin ini juga Pak, ya, Pak Jokowi lihat kali ya, sebenarnya KPK sama sama Polri ini ga berantem. Jadi Pak… Pak Jokowi statemennnya biasa-biasa aja… katanya orang… banyak orang. Gitu Pak Junimart?” Junimart Girsang: “Iya… eh.. yang pertama tentu saya harus sampaikan…eh.. tidak ada, selamatkan KPK, tidak ada selamatkan Polri. Yang ada adalah harus saling menguatkan, ini dulu, ya, karena tidak ada yang tidak selamat di sini, semua selamat, ya, karena menurut saya, kalau istilah save KPK save Kapolri itu provo.. provokatir. Sangat provokatif itu, tidak boleh kita pergunakan itu, menurut saya, itu yang pertama….” Hal yang membuat Junimart dinyatakan melanggar maksim relevansi yaitu tidak adanya jawaban langsung dari Junimart berkenaan dengan pertanyaan moderator yaitu persetujuan dari Junimart bahwa sebenarnya KPK dan Polri itu tidak ribut atau tidak ada masalah yang besar. Meskipun demikian, implikasi yang dikandung dari pernyataan Junimart yang maujud menjawab pertanyaan dari moderator. Implikatur yang dihasilkan yaitu bahwa tidak ada keributan antara KPK dan Polri. Hal yang membuat KPK dan Polri terlihat seperti ribut itu disebabkan dengan adanya istilah Save KPK dan Save Polri. Istilah itu sangat provokatif sehingga terlihat seperti KPK dan Polri sedang berselisih.
66
(10) Konteks: Moderator ingin meminta tanggapan dari Bibit mengenai pernyataan dari Ubedilah mengenai adanya kemungkinan intervensi dari partai politik. Benarkah ada intervensi dari partai politik yang memanfaatkan institusi KPK atau Polri dengan tujuan tertentu.
`
Data 9 Moderator: “Pak Bibit tidak melihat ada tadi yang sempat disampaikan Bang Ubed, intervensi. Intervensi-intervensi kepentingan dari partai politik.” Bibit Samad Rianto: “Nah” Moderator: “yang menggunakan misalnya institusi, menggunakan Polri atau menggunakan KPK untuk tujuan tertentu Pak Bibit?” Bibit Samad Rianto: “Ya jangan mau diintervensi. Supaya ga diintervensi pilihlah pemimpin-pemimpin yang punya integritas, punya kompetensi yang sesuai dan konsisten. Ini aja pemimpinnya yang.. yang.. yang jadi pengalaman saya di Polres di Polda pemimpinnya ngomong A bawahannya yo A kok. Tak..tak.. tidak usah di.. apa, tidak usah dipaksa-paksa. Dia melihat, kita konsisten dengan A tadi mereka yang tidak A ya akan malulah.” Moderator: “Oke” Bibit Samad Rianto: “artinya dan seterusnya. Itu pemimpinnya.” Bibit melakukan pelanggaran maksim relevansi karena memberikan jawaban yang tidak relevan dengan yang ditanyakan oleh moderator. Implikatur yang muncul yaitu seorang pemimpin harus memiliki rasa enggan untuk diintervensi. Untuk itu pilihlah pemimpin yang berintegritas, memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidangnya dan konsisten. Dengan demikian nantinya semua jajaran di bawahnya akan mengikuti instruksi pemimpin tersebut.
67
Implikatur yang muncul yaitu Bibit tidak menjawab pertanyaan dari moderator bahwa apakah Bibit melihat ada atau tidaknya
intervensi-intervensi
dari
partai
politik
yang
“menunggangi” KPK dan Polri untuk tujuan tertentu. Jawaban Bibit malah memberi saran bahwa jangan mudah diintervensi sebagai seorang pemimpin dan bagaimana layaknya sikap pemimpin itu dan kemudian saran untuk memilih seorang pemimpin. Bibit seperti langsung mengafirmasi bahwa di tubuh atau instansi KPK maupun Polri ada yang namanya intervensi sehingga kemudian Bibit memberikan instruksi atau saran bagaimana sebaiknya menjadi seorang pemimpin dan kemudian cara memilih pemimpin. Moderator dengan jelas tidak menyatakan bahwa di instansi, baik KPK maupun Polri ada intervensi, tetapi moderator menanyakan atau mengklarifikasi sesuai dengan apa yang diketahui oleh Bibit. (11) Konteks: Moderator bertanya apakah Sisno melihat seperti kabar yang beredar bahwa ada sekelompok orang yang memanfaatkan Polri untuk tujuan tertentu. Data 10 Moderator: “Pak Sisno, Anda melihat ada yang mengatakan bahwa ini Polri ini dimanfaatkan oleh sekelompok… sekelompok orang untuk tujuan tertentu. Pak” Sisno Adiwinoto: “Iya” Moderator: “Sisno. Apa Anda melihatnya juga seperti itu sebagai pemerhati?” Sisno Adiwinoto: “….Jadi kalau mulai kembali dari kasus,eh…pada saat pertama,eh…BG dinyatakan sebagai tersangka itu yang mungkin ada latar belakang politik tapi mungkin juga ambisius pribadi. Saya sebagai Wakil Ketua Umum Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian Indonesia yang eh… motto kita itu lebih memuliakan profesi kemudian
68
eh… mengoreksi yang salah dan membela yang benar. Melihat dari kami kaji di dalam eh… Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian itu, tadi kalau tadi juga dipermasalahkan masalah Pak Bibit kembali ke masalah kasus awalnya BG. Dia juga kasus lama juga. Kasus lama kemudian eh… terjadinya sudah lama kemudian karena dianggap latar belakang politik sampailah diperkarakan menjadi tersangka…..” Secara singkat pertanyaan dari moderator yaitu apakah Sisno
Adiwinoto
sebagai
pemerhati
melihat
bahwa
Polri
dimanfaatkan oleh sekelompok orang dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Jawaban yang diberikan oleh Sisno Adiwinoto tampak melanggar maksim relevansi karena jawaban yang diberikan tidak relevan dengan pertanyaan moderator. Meskipun demikian, implikatur yang dikandung dari pernyataan Sisno dapat menjawab pertanyaan moderator. Implikaturnya yaitu tidak ada kelompok-kelompok yang memanfaatkan Polri atau dengan kata lainnya Polri tidak dimanfaatkan oleh suatu kelompok. Implikatur yang terkandung dalam tuturan yang maujud, yaitu Sisno ingin menjelaskan bahwa justru institusi yang dimanfaatkan itu KPK. Seseorang telah memanfaatkan institusi KPK untuk kepentingan pribadinya. Orang yang dimaksud Sisno, yaitu Abraham Samad (Ketua KPK). Sebelumnya, sempat beredar di beberapa media cetak/elekronik bahwa Abraham Samad sakit hati dengan Budi Gunawan karena Budi Gunawan merupakan orang yang membuatnya gagal menjadi calon wakil presiden mendampingi
Jokowi.
Hal
tersebut
diketahui
berdasarkan
pengakuan sekretaris jenderal partai PDIP yaitu Hasto Kristiyanto. Pernyataan Hasto Kristiyanto yang dikutip dari salah satu media, “yang jelas dari penyadapan itu, Pak Abraham Samad menyatakan kepada saya bahwa akar persoalan beliau tidak ditetapkan sebagai
69
cawapres itu karena Pak Budi Gunawan, itu yang saya dengar dari beliau sendiri…..”2. 4. Pelanggaran Maksim Cara Pada maksim cara, setiap penutur diwajibkan untuk memberikan tuturan agar mudah dimengerti, yang dijabarkan ke dalam empat poin yaitu: (a) hindarilah pernyataan-pernyataan yang samar; (b) hindarilah ketaksaan; (c) usahakan agar ringkas (hindarilah pernyataan-pernyataan yang panjang lebar dan berteletele); (d) usahakan agar anda berbicara dengan teratur. (12) Konteks: Moderator menanyakan perihal solusi yang bisa diajukan untuk mengatasi permasalahan antara Polri dan KPK. Sisno pun menyoroti masalah hukum. Data 2 Moderator: “…. Pak Sisno, kalau Anda melihat apa yang terjadi sama Polri dan KPK ini sebenarnya bukan hal yang baru. Ada catatan, ada ini yang ketiga kali, kisruh seperti ini. Menurut Anda sebenarnya solusi seperti apa yang bisa ditawarkan?” Sisno Adiwinoto: “….kita semua sepakat untuk bekerja berdasarkan tadi, eh… objektif, kebenaran, keadilan, dan kemudian secara penegakan hukum, eh… kita tidak saja eh... menganut azas legalitas formal, tapi kita memilih azas, eh… oportunitas sehingga diberi kesempatan memang untuk mengeyampingkan perkara. Kalau perkara itu diproses menjadi lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bisa dikesampingkan. Secara resmi, Jaksa dan Polisi bisa deponeer, ya, tapi kelihatannya KPK tidak bisa deponeer tidak ada penghentian ya, tapi pernah terjadi, eh… yang lalu, ada pejabat KPK yang sampai diproses sampai di Jaksa Agung dan sampai di Jaksa Huk, Jaksa Agung walaupun tidak secara, eh… spesifik dinyatakan deponeer tapi itu dihentikan karena syarat.” Berdasarkan peristiwa komunikasi di atas Sisno Adiwinoto melanggar maksim cara dengan membuat pernyataan yang samar. 2
Fathiyah Wardah, PDIP Tuduh Ketua KPK Sakit Hati karena Gagal Jadi Cawapres, 2015, (http://www.voaindonesia.com)
70
Hal yang perlu dipertanyakan, yaitu maksud Sisno sesungguhnya dengan memberitahu bahwa di dalam hukum Indonesia mengenal hukum asas oportunitas yaitu mengesampingkan sebuah perkara. Implikatur yang muncul atau dihasilkan dari pelanggaran maksim cara ini yaitu upaya menyadarkan dengan adanya asas oportunitas yang diberlakukan oleh negara ini sehingga itu bisa dipakai sebagai solusi untuk meredam ketegangan antara KPK dan Polri yang terjadi dengan cara menghentikan proses kasus yang terjadi baik di KPK maupun di Polri. Perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa asas oportunitas tercantum dalam Pasal 35 C Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Penjelasan pasal tersebut sebagai berikut: mengesampingkan perkara merupakan pelaksanaan asas oportunitas yang hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badanbadan kekuasaan negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut. Hal ini berarti kewenangan mengesampingkan perkara hanya ada pada Jaksa Agung dan bukan pada Jaksa di bawah Jaksa Agung (vide Penjelasan Pasal 77 KUHAP).3 Asas oportunitas sendiri menurut A.Z Abidin dalam Andi Hamzah, dkk yaitu “asas hukum yang memberikan wewenang kepada Penuntut Umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi
kepentingan umum.”4 Kata lain dari
pengeyampingan perkara yaitu deponeering. Jadi sebagai penegas, implikatur yang kemudian muncul yaitu dapat mempergunakan celah hukum dengan memanfaatkan asas oportunitas untuk menghentikan perkara yang ada di KPK maupun yang ada di Polri dan anggota KPK maupun Polri berhak untuk mendapatkan 3
Andri Hamzah,dkk, Laporan Hasil Kerja Tim Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Pelaksanan Asas Oportunitas dalam Hukum Acara Pidana Tahun Anggaran 2006, 2015, hlm. 10, (http://www.tu.bphn.go.id) 4 Ibid, hlm. 9
71
deponeering.
Penggunaan
diperuntukkan
untuk
asas
kepentingan
oportunitas umum
itu
sendiri
sehingga
dapat
meredakan ketegangan maupun kekisruhan yang terjadi. (13) Konteks: Junimart
menyampaikan
bahwa
tim
independen yang dibentuk oleh Presiden jangan sampai masuk ke dalam subtansi perkara. Moderator pun mempertanyakan kepada Junimart bahwa apa yang terjadi antara KPK dan Polri ini justru karena sebuah perkara yaitu ditetapkannya Budi Gunawan sebagai tersangka dan juga Bambang Widjajanto ditetapkan menjadi tersangka. Data 7 Moderator: “Tapi Pak Junimart, tapi ini terjadi antara KPK dan Polri ini karena suatu perkara. Orang melihatnya seperti itu karena Pak Budi” Junimart Girsang “Iya begini…” Moderator: “Pak Budi Gunawan jadi tersangka” Junimart Girsang “betul” Moderator: “Kemudian Pak BW jadi tersangka” Junimart Girsang “Iya” Moderator: “Ini yang kemudian di… diartikan atau dilihat orang, ini jadi ribut KPK dan Polri. Itu loh.” Junimart Girsang: “Justru karena itu. Justru karena itu. Elemen masyarakat juga harus kita buat cerdas, ya. Jangan sampai masyarakat itu,ya,eh… mempunyai, eh.. apa namanya.. pola pro dan kontra. Tidak boleh begitu. Masyarakat harus melihat perkara ini secara objektif. Perkara ini adalah Pidum,Pidana Umum. Yang urusannya menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing. Jadi, harus kita pisahkan, antara pribadi,
72
eh.. Pak BW, pribadi Pak BG dengan institusi mereka. Ini kita harus… harus.. harus sampaikan kepada masyarakat. Ya, jadi bukan berarti kalau misalnya Pak BW menjadi tersangka, yang merujuk kepada pelemahan KPK, tidak, saya kira tidak.” Moderator: “Oke baik” Junimart Girsang: “karena begini, sebentar Pak, sebentar ya. Kita… kita mendengar, Pak Abraham Samad mengatakan satu orang pun yang memimpin KPK, KPK tidak mati. Saya ingat betul itu. Saya ingat betul.” Moderator: “Ok. Artinya?” Junimart pada awal pernyataannya menjawab dengan baik pertanyaan moderator yaitu memang terjadi suatu perkara yaitu kasus Budi Gunawan dan Bambang Widjojanto, tetapi itu harus dipandang sebagai kasus pribadi bukan kasus institusi kedua individu tersebut. Lebih lanjut bahwa penangkapan Bambang Widjojanto jangan diartikan sebagai pelemahan KPK. Pada penghujung pernyataannya, Junimart menyatakan sesuatu secara samar. Hal yang perlu dipertanyakan, yaitu tujuan Junimart mengutip pernyataan Abraham Samad, bahwa satu orang pun yang memimpin KPK, KPK tidak akan mati. Itu bisa terlihat ketika moderator menanyakan arti dari pernyatan Junimart tersebut. Implikatur yang muncul dari pelanggaran maksim cara ini yaitu KPK tetap bisa berjalan atau beroperasi meskipun Bambang Widjajanto ditetapkan sebagai tersangka. Untuk itu tidak ada istilah pelemahan KPK. 5. Pelanggaran Maksim Cara dan Kualitas Pada interaksi komunikasi dalam debat ini ternyata tidak hanya ditemukan pernyataan yang melanggar satu ketetapan maksim, tetapi dalam satu pernyataan ditemukan melanggar ketetapan dua maksim khususnya dalam satu paragraf atau satu ide
73
pokok. Pada kasus ini pernyataan tersebut melanggar maksim cara dan maksim kualitas. (14) Konteks : Moderator menanyakan hal yang tidak dimengerti Junimart
dari yang
maksud
pernyataan
mengutip
pernyataan
Abraham Samad bahwa KPK tidak akan mati meski hanya dipimpin oleh satu orang. Data 8 Moderator: “Ok. Artinya?” Junimart Girsang: “Artinya tanpa Pak BW pun di sana itu jalan terus, kok. Itu yang saya tangkap. Yang kedua, kalau kita berbicara mengenai Undang-undang No.30,ya, 4 komisioner tidak boleh berjalan di KPK. Jelas, 4 komisioner tidak berjalan tetapi bukan itu yang kita permasalahkan. Kita hanya mau bagaimana semangat pemberantasan korupsi ini betul-betul bisa berjalan di KPK secara murni dan objektif. Semua kita mendukung mengenai ini.” Setelah Junimart menjawab maksud dari pernyataannya yang mengutip pernyataan Abraham Samad, Junimart pun kembali memberi sebuah pernyataan. Tidak dapat dikatakan informasi yang ditambahkan itu bersifat melanggar maksim kuantitas karena masih dalam satu kesatuan informasi yang memang diperlukan atau dalam kata lain masih dalam konteks pembahasan yang sama. Hanya saja kemudian kembali Junimart melakukan pelanggaran maksim cara dengan menyatakan pernyataan secara samar. Bedanya kali ini Junimart pun melakukan pelanggaran terhadap maksim kualitas. Ada maksud lain dari Junimart dengan berbicara mengenai Undang-undang KPK No. 30 yang masih berkaitan dengan pernyataan Abraham Samad yang dikutip tentunya. Implikatur yang dihasilkan yaitu bahwa hal yang dinyatakan oleh Abraham
74
Samad merupakan kesalahan, yaitu pernyataan bahwa KPK tidak akan mati meski hanya dipimpin oleh satu orang termasuk dalam hal ini penetapan Pak BW sebagai tersangka. KPK justru akan mati atau
tidak
bisa
beroperasi
karena
Undang-undang No.30
menyatakan bahwa jika KPK terdiri dari empat komisioner maka KPK tidak boleh berjalan. Sekiranya hal inilah yang ingin dicapai oleh Junimart atau maksud dari pernyataan Junimart, tetapi tanpa disadari oleh Junimart justru pernyataan ini melanggar maksim kualitas karena hal yang dinyatakan tersebut salah. Undang-undang KPK atau Undang-undang No.30 Pasal 21 ayat 2 menyatakan sebagai berikut: Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf a disusun sebagai berikut: a. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi merangkap Anggota;dan b. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas 4 (empat) orang, masing-masing merangkap Anggota.5 Diterangkan pula selanjutnya dalam pasal 21 ayat 5 yaitu “Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bekerja secara kolektif”6.
Jadi, dalam dua ayat
tersebut jelas bahwa KPK terdiri dari lima unsur pimpinan yang satu terdiri dari ketua dan empat orang sisanya terdiri dari wakil ketua. Selanjutnya dalam melaksanan tugas, pokok, dan fungsinya mereka bekerja secara kolektif. Tidak ada pasal atau ayat yang menyatakan bahwa apabila KPK terdiri dari empat komisioner maka KPK tidak boleh berjalan. Empat masih tergolong lebih dari satu dan itu termasuk dalam kerja kolektif sesuai dengan ayat yang mengaturnya. KPK pernah dipimpin oleh dua orang. Pada saat itu ketua KPK Antasari Azhar terkait masalah kasus dugaan pembunuhan. 5
KPK RI, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, 2015, (http://www.kpk.go.id), 6 Ibid
75
Dua Wakil Ketua KPK yaitu Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Rianto terkait masalah kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan, ketika itu sering disebut sebagai kriminalisasi. Akibatnya KPK tinggal menyisakan dua orang, yaitu Mochammad Jasin dan Haryono Umar. Meskipun menyisakan dua orang, kebijakan atau putusan-putusan mereka tetap dianggap sah dan KPK tetap beroperasi. 6.
Pelanggaran Maksim Kuantitas dan Cara (15) Konteks: Moderator ingin meminta tanggapan dari Sisno berkaitan
dengan pendapat dari
Bibit yang menyatakan bahwa hak imunitas boleh saja diberikan ketika kasus itu merupakan kasus yang lama dari seorang pimpinan KPK. Bukan kasus yang ada atau muncul
ketika
ia
menjabat
sebagai
pimpinan KPK. Memproses kasus yang lama
tersebut
ketika
pimpinan
KPK
tersebut telah selesai menjabat sebagai pimpinan KPK. Data 14 Moderator: “Oke, Pak Sisno. Kalau Pak Sisno bisa Pak seperti itu Pak tadi yang disampaikan Pak Bibit tadi memang eh… nanti dulu setelah pimpinan KPK nya selesai dulu kemudian baru proses” Sisno Adiwinoto “Ya kalau kasusnya sudah kasus lama tambah lagi 5 tahun selama” Moderator: “Takut habis Pak, ya?” Sisno Adiwinoto: “di KPK kadaluarsa bisa” Moderator: “Kadaluarsa” Sisno Adiwinoto: “Jadi saya pikir wacana imunitas itu mengada-ngada”
76
Moderator: “Oke” Sisno Adiwinoto: “Jadi tidak perlu saya pikir. Kemudian juga yang perlu lagi eh… kita menegakkan hukum tadi jangan ada intervensi. Janganlah galang menggalang. Jangan juga membangunkan. Saya dipesenin nih polisi itu 400 ribu lebih. Kalau dengan keluarga besar Polrinya itu bisa sampai 4 juta.” Sisno sudah menjawab dengan baik bahwa jika seperti yang disampaikan oleh Bibit maka sebuah kasus bisa kadaluarsa dan Sisno tidak setuju dengan hak imunitas dan menganggap tidak perlu karena itu hal yang mengada-ngada. Sampai pada pernyataan tersebut sebenarnya itu sudah cukup. Namun, Sisno melanjutkan kembali dengan pernyataan lain yang membuat Sisno akhirnya melanggar maksim kuantitas. Selain melanggar maksim kuantitas, Sisno pun melanggar maksim cara karena membuat pernyataan yang samar. Sisno
menambahkan
informasi
bahwa
jangan
ada
intervensi. Jangan galang-menggalang. Jangan membangunkan karena Sisno dititipkan polisi yang berjumlah 400 ribu lebih. Ditambah dengan keluarga besar Polri maka bisa mencapai 4 juta lebih. Hal yang perlu dipertanyakan, yaitu maksud Sisno sesungguhnya dengan menyatakan hal tersebut. Implikatur yang muncul dari pelanggaran maksim kuantitas dan cara ini yaitu janganlah ada upaya dalam galang-menggalang karena itu salah satu bentuk intervensi. Jangan sampai itu juga membuat Polisi akhirnya bereaksi dan Polisi mempunyai massa yang juga cukup banyak. Setelah Bambang Widjajanto ditangkap oleh Bareskrim Polri dan dijadikan tersangka, tidak lama kemudian muncul gelombang reaksi massa. Mereka adalah “kelompok aktivis, akademisi, profesional, dan seniman berbondong-bondong datang
77
ke Gedung KPK.”7 Upaya penggalangan massa yang banyak dapat sekiranya mengintervensi hukum dikarenakan nantinya ada penggiringan opini bahwa KPK “korban kejahatan” oleh Polri sehingga Polri akan seperti pihak yang salah dan tersudut. Hal tersebut ditakutkan, akan membuat Polri bereaksi dikarenakan Polri juga memiliki massa yang banyak. Untuk lebih memudahkan dalam melihat hasil secara keseluruhan, berbagai jenis pelanggaran maksim dirangkum dalam tabel di bawah. Tabel 1.1 Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Maksim Kuantitas Maksim Kualitas Maksim Relevansi
Nomor Data Data 3, data 5, data 6, data 11, data 12, data 13, dan data 15
Jumlah
7
Data 1
1
Data 4, data 9, dan data 10
3
Data 2 dan data 7
2
Data 8
1
Maksim Cara Maksim Gabungan 1. Maksim cara dan Kualitas 2. Maksim Kuantitas dan Cara
Data 14
Jumlah
7
1
15
Al-Abrar, KPK Banjir Dukungan, Kelompok ini Malah Minta Abraham Samad Mundur, (http://www.news.metrotvnews.com)
78
Pada tabel di atas, maksim yang sering dilanggar dalam interaksi komunikasi debat khususnya dalam acara Debat TV One yaitu maksim kuantitas. Maksim berikutnya yang secara kuantitas kedua terbanyak yaitu maksim relevansi. Diikuti kemudian oleh maksim cara dan terakhir yaitu maksim kualitas. Untuk pelanggaran maksim gabungan terdapat dua pelanggaran yaitu maksim cara dan maksim kualitas dan kemudian yaitu maksim kuantitas dan maksim cara. Dalam acara Debat TV One (seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya) bahwa tidak ada waktu yang ditentukan bagi setiap partisipan untuk berbicara. Kontrol atau kendali sepenuhnya berada di tangan moderator. Itulah, sekiranya alasan pelanggaran pada maksim kuantitas sering terjadi. Partisipan atau peserta debat selain menjawab pertanyaan dari moderator kemudian menambahkan lagi sebuah persoalan atau pembahasan baru yang kemudian tujuannya bisa bermacam-macam. Moderator juga menanggapi persoalan atau pembahasan baru tersebut (di luar dari pertanyaan moderator) sehingga debat bisa menjadi lebih hidup dan kemudian debat tidak berjalan hanya berdasarkan teks atau daftar pertanyaan yang sudah disiapkan oleh moderator saja. Akibatnya, ada hal-hal atau informasi yang didapat di luar dari dugaan moderator (tidak disiapkan oleh moderator). Dalam hal ini, moderator harus memiliki wawasan yang luas terhadap tema yang dibahas atau sudah memiliki bekal pengetahuan yang cukup terhadap tema tersebut. Jadi, tidak masalah melakukan pelanggaran maksim kuantitas dalam versi model Debat yang dipakai oleh acara Debat TV One. Hal yang menjadi pengecualian dari pelanggaran maksim kuantitas dalam versi model Debat yaitu ketika informasi yang disampaikan tidak seinformatif yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini ditemukan dua kasus hal seperti itu. Kasus yang pertama
79
dilakukan oleh Bibit Samad Rianto dan kasus yang kedua dilakukan oleh Junimart Girsang. Hal yang perlu menjadi perhatian juga yaitu dalam menyampaikan kebenaran suatu fakta. Hal yang sekiranya berdasarkan pengamatan yang dangkal dan pengetahuan yang minim sebaiknya tidak usah disampaikan karena itu bisa menimbulkan pelanggaran maksim kualitas. Seperti halnya yang disampaikan oleh Sisno, yaitu pernyataan bahwa Polri tidak mengenal
istilah
kriminalisasi.
Hal
terakhir
yang
perlu
diperhatikan, yaitu dalam menjawab pertanyaan usahakan untuk menelaah secara cermat hal yang ditanyakan oleh lawan bicara. Berikanlah jawaban yang sesuai dengan maksud pertanyaan lawan bicara. Jangan melakukan kesalahan seperti yang dilakukan oleh Bibit Samad Rianto. Bibit Samad Rianto memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan maksud pertanyaan moderator. Dengan demikian kesalahan-kesalahan tersebut dapat dipelajari dari hasil penelitian ini. B. Fungsi Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Dari beberapa implikatur yang terkandung dalam pelanggaran prinsip kerja sama terdapat beberapa fungsi implikatur tersebut. Setiap implikatur yang terkandung dalam sebuah pelanggaran prinsip kerja sama tentunya memiliki fungsi implikatur yang terikat dengan konteks karena implikatur ditentukan berdasarkan konteksnya. Fungsi-fungsi implikatur yang terdapat dalam acara Debat TV One yaitu untuk menyatakan, menyarankan, menegaskan, dan menyindir. Adapun pembahasannya sebagai berikut. 1. Menyatakan Fungsi implikatur yang digunakan untuk menyatakan terdapat pada semua maksim yaitu maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan cara.
80
a. Maksim Kuantitas (1) Konteks: Moderator ingin bertanya kepada Bibit Samad Rianto perihal yang terjadi antara KPK dengan Polri. Data 3 Moderator: “Apalagi ini yang terjadi Pak, antara KPK dan Polri ini?” Bibit Samad Rianto: “Masalah koordinasi aja, Mas. Koordinasi antara pimpinan Polri dengan pimpinan KPK,enggak,enggak sumut.” Moderator: “Koordinasi itu artinya” Bibit Samad Rianto : “Koordinasi” Moderator : “komunikasi seperti itu?” Dalam hal ini, fungsi implikatur dari pelanggaran prinsip kerja sama berdasarkan data di atas yaitu untuk menyatakan. Bibit Samad Rianto ingin menyatakan bahwa yang terjadi antara KPK dan Polri hanya masalah koordinasi saja yang tidak sumut. Tidak ada masalah serius antara Polri dan KPK.
(5) Konteks: Setelah Junimart menjawab tidak ada intervensi dari PDIP
untuk kasus yang
terjadi antara KPK dan Polri. Moderator menanyakan apakah ada muatan politisnya calon Kapolri jagoan PDIP yaitu Budi Gunawan jadi tersangka. Data 12 Moderator: “Oke sampai disitu tuh ga ada, tidak ada muatan intervensi tapi berpikir atau tidak, ada muatan politisnya ketika yang dijagokan oleh PDI Perjuangan sebagai calon Kapolri itu dijadikan tersangka?” Junimart:
81
“Jadi begini, kita jangan langsung eh.. menjudge bahwa Pak BG itu eh.. dijagokan oleh PDIP. Kita bisa buktikan sewaktu fit and proper test semua fraksi minus Demokrat mendukung Pak BG. Bukan hanya PDIP di sana, ada 10 fraksi. Satu tidak ikut,sembilan mendukung. Ini Sembilan adalah partai politik yang semuanya kuat walaupun dalam paripurna satu partai politik yaitu PAN menarik diri, tinggal delapan. Jadi kalau dikatakan eh., partai PDIP sebagai pendukung Pak BG saya men.. mengatakan tidak.” Fungsi dari implikatur pelanggaran prinsip kerja sama yaitu untuk menyatakan bahwa partai PDIP bukanlah satu-satunya partai yang mendukung pencalonan Budi Gunawan menjadi Kapolri. Dalam ruang lingkup parlemen turut serta partai-partai lain mendukung Budi Gunawan menjadi Kapolri kecuali partai Demokrat dan partai PAN yang tidak ikut ambil bagian. Total ada delapan partai yang mendukung. (6) Konteks: Junimart tidak ingin ada pernyataan dari moderator atau ada opini yang menyatakan bahwa PDIP merupakan satu-satunya partai yang mendukung Budi Gunawan dan itu seperti menyudutkan partai PDIP. Data 13 Moderator: “Oh PDIP merasa disudutkan dengan masalah ini?” Junimart: “Bukan merasa disudutkan kan kelihatan, kelihatan kan, kelihatan, iya kan?. Saya perlu sampaikan, saya perlu sampaikan, ya, PDIP adalah partai yang tangguh, semakin disudutkan semakin tangguh dia. Itu partai PDIP.” Dalam tuturan di atas, tampak bahwa fungsi implikatur dari pelanggaran prinsip kerja sama yaitu Junimart ingin menyatakan
bahwa PDIP merupakan
82
partai yang tangguh. Semakin disudutkan, maka semakin tangguh dia b. Maksim Kualitas (8) Konteks: Moderator menanyakan perihal solusi yang bisa
ditawarkan
untuk
mengatasi
permasalahan antara Polri dan KPK. Salah satu solusi yang diberikan oleh Sisno yaitu jangan ada kriminalisasi yang dilakukan oleh KPK dan Polri. Data 1 Moderator: “…. Pak Sisno, kalau Anda melihat apa yang terjadi sama Polri dan KPK ini sebenarnya bukan hal yang baru. Ada catatan, ada ini yang ketiga kali, kisruh seperti ini. Menurut Anda sebenarnya solusi seperti apa yang bisa ditawarkan?” Sisno: “…kemudian jangan ada kriminalisasi. Mungkin nanti Pak Jumin, Junimart ya, yang DPR tapi kan mantan Pengacara. Apa sih itu kriminalisasi. Kalau dari kacamata kami, tidak mengenal, kalau pengamat saya selama di Kepolisian, pemerhati ya, tidak ada kata-kata kriminalisasi,ya, memenuhi unsur, cukup bukti atau tidak, ya, tindak pidana, eh… kejahatan atau pelanggaran tapi sekarang memasyarakat, ya, kriminalisasi.” Dalam memberikan solusi terkait permasalahan KPK dan Polri, Sisno memberikan solusi bahwa jangan ada kriminalisasi. Kemudian dilanjutkan dengan pernyataan bahwa Polri tidak mengenal istilah kriminalisasi. Polisi selalu bekerja on the track yaitu berdasarkan memenuhi bukti atau tidak serta termasuk jenis tindak pidana kejahatan atau pelanggaran. Jadi, fungsi implikaturnya untuk menyatakan hal tersebut. Ini juga sebuah pernyataan dari Sisno bahwa kasus
yang menimpa Bambang
83
Widjajanto
bukanlah
kriminalisasi,
seperti
yang
disangkakan oleh banyak orang karena Polisi tidak mengenal istilah kriminalisasi. c. Maksim Relevansi (11) Konteks: Moderator bertanya apakah Sisno melihat seperti kabar yang beredar bahwa ada sekelompok orang yang memanfaatkan Polri untuk tujuan tertentu. Data 10 Moderator: “Pak Sisno, Anda melihat ada yang mengatakan bahwa ini Polri ini dimanfaatkan oleh sekelompok… sekelompok orang untuk tujuan tertentu. Pak” Sisno Adiwinoto: “Iya” Moderator: “Sisno. Apa Anda melihatnya juga seperti itu sebagai pemerhati?” Sisno Adiwinoto: “….Jadi kalau mulai kembali dari kasus,eh…pada saat pertama,eh…BG dinyatakan sebagai tersangka itu yang mungkin ada latar belakang politik tapi mungkin juga ambisius pribadi. Saya sebagai Wakil Ketua Umum Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian Indonesia yang eh… motto kita itu lebih memuliakan profesi kemudian eh… mengoreksi yang salah dan membela yang benar. Melihat dari kami kaji di dalam eh… Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian itu, tadi kalau tadi juga dipermasalahkan masalah Pak Bibit kembali ke masalah kasus awalnya BG. Dia juga kasus lama juga. Kasus lama kemudian eh… terjadinya sudah lama kemudian karena dianggap latar belakang politik sampailah diperkarakan menjadi tersangka…..” Sisno ingin menjelaskan bahwa justru institusi yang dimanfaatkan itu KPK. Seseorang telah memanfaatkan institusi KPK untuk kepentingan pribadinya. Orang yang dimaksud Sisno yaitu Abraham Samad (ketua KPK). Pada akhirnya, muncul implikatur dalam pernyataannya bahwa Polri tidak dimanfaatkan oleh sekelompok tertentu. Jadi,
84
fungsi implikatur tersebut kemudian untuk menyatakan bahwa Polri tidak dimanfaatkan oleh kelompok tertentu. d. Maksim Cara (12) Konteks:
Junimart
menyampaikan
bahwa
tim
independen yang dibentuk oleh Presiden jangan sampai masuk ke dalam subtansi perkara. Moderator pun mempertanyakan kepada Junimart bahwa apa yang terjadi antara KPK dan Polri ini justru karena sebuah perkara yaitu ditetapkannya Budi Gunawan sebagai tersangka dan juga Bambang Widjajanto ditetapkan menjadi tersangka. Data 7 Moderator: “Tapi Pak Junimart, tapi ini terjadi antara KPK dan Polri ini karena suatu perkara. Orang melihatnya seperti itu karena Pak Budi” Junimart Girsang “Iya begini…” Moderator: “Pak Budi Gunawan jadi tersangka” Junimart Girsang “betul” Moderator: “Kemudian Pak BW jadi tersangka” Junimart Girsang “Iya” Moderator: “Ini yang kemudian di… diartikan atau dilihat orang, ini jadi ribut KPK dan Polri. Itu loh.” Junimart Girsang: “Justru karena itu. Justru karena itu. Elemen masyarakat juga harus kita buat cerdas, ya. Jangan sampai masyarakat itu,ya,eh… mempunyai, eh.. apa namanya.. pola pro dan kontra. Tidak boleh begitu. Masyarakat harus melihat perkara ini secara objektif. Perkara ini adalah Pidum,Pidana Umum. Yang urusannya menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing. Jadi, harus kita pisahkan, antara pribadi,
85
eh.. Pak BW, pribadi Pak BG dengan institusi mereka. Ini kita harus… harus.. harus sampaikan kepada masyarakat. Ya, jadi bukan berarti kalau misalnya Pak BW menjadi tersangka, yang merujuk kepada pelemahan KPK, tidak, saya kira tidak.” Moderator: “Oke baik” Junimart Girsang: “karena begini, sebentar Pak, sebentar ya. Kita… kita mendengar, Pak Abraham Samad mengatakan satu orang pun yang memimpin KPK, KPK tidak mati. Saya ingat betul itu. Saya ingat betul.” Moderator: “Ok. Artinya” Fungsi implikatur digunakan untuk menyatakan bahwa tidak ada istilah pelemahan KPK dengan Bambang Widjajanto dijadikan sebagai tersangka. Abraham Samad menyatakan bahwa satu orang pun yang memimpin KPK, KPK tidak mati. Junimart tidak ingin menyatakan secara terangterangan bahwa KPK tidak akan melemah dengan ditetapkannya Bambang Widjajanto sebagai tersangka. Ketika
Junimart
menerangkannya
pun
orang
akan
meragukan pernyataan Junimart tersebut. Junimart tidak mempunyai dasar pernyataan yang kuat. Untuk itu Junimart menyertakan pendapat Abraham Samad. Dengan hal itu dua pesan bisa langsung tersampaikan yaitu KPK tidak akan melemah meski tanpa BW dan pesan keduanya yaitu hal tersebut dinyatakan sendiri oleh Abraham Samad. 2. Menyarankan Pada
fungsi
implikatur
yang
digunakan
untuk
menyarankan terdapat pada maksim kuantitas, maksim relevansi, maksim cara dan maksim gabungan.
86
a. Maksim Kuantitas (2) Konteks: Moderator ingin bertanya kepada Junimart apakah Junimart memiliki pandangan yang sama dengan Bibit Samad Rianto bahwa tidak ada sesuatu hal yang serius yang terjadi antara KPK dan Polri. Data 5 Moderator: “Mungkin ini juga Pak, ya, Pak Jokowi lihat kali ya, sebenarnya KPK sama Polri ini ga berantem. Jadi Pak… Pak Jokowi statemennnya biasa-biasa aja… katanya orang… banyak orang. Gitu Pak Junimart?” Junimart: “Iya… eh.. yang pertama tentu saya harus sampaikan…eh.. tidak ada, selamatkan KPK, tidak ada selamatkan Polri. Yang ada adalah harus saling menguatkan, ini dulu, ya, karena tidak ada yang tidak selamat di sini, semua selamat, ya, karena menurut saya, kalau istilah save KPK save Kapolri itu provo.. provokatir. Sangat provokatif itu, tidak boleh kita pergunakan itu, menurut saya, itu yang pertama. Yang kedua, eh… tentang tim, eh… saya berharap tim ini bisa bekerja objektif dan independen, ya, tanpa menyentuh, tanpa mengintervensi substansi perkara.” Seperti yang tertera pada data di atas maka fungsi implikatur dari pelanggaran prinsip kerja sama yaitu untuk menyarankan bahwa tim independen, tim yang dibentuk oleh presiden, harus bekerja objektif dan independen tanpa harus masuk atau terlibat ke dalam substansi perkara karena itu bisa mengintervensi proses perkara. (7) Konteks: Sebelumnya Ubedilah memberikan saran untuk melakukan Yudicial Review terhadap Undang-undang KPK dalam
pasal yang
mengatur tentang seleksi di KPK yang tidak perlu harus melalui proses fit & proper test di DPR. Hal itu untuk meminimalkan ruang
87
politis.
Moderator
pun
melakukan
pertanyaan sebagai penegasan terhadap hal tersebut. Data 15 Moderator: “Oke. Mas Ubed singkat saja terakhir Mas Ubed gimana apakah tadi memang harus di Yudicial Review soal Undangundang yang mengatur eh... bagaimana seleksi dari KPK?” Ubedilah: “Iya saya kira ini kritik eh.. sebagai analis ya bahwa proses pemilihan eh.. anggota KPK itu eh.. melalui sebuah proses politik. Oleh karena itu sebetulnya ini bisa dievaluasi, diganti. Yang menseleksi anggota, calon anggota KPK bisa saja tim independen. Mereka adalah kaum profesional yang sangat eh.. teruji melalui sebuah seleksi yang sangat ketat sehingga tidak ada unsur politis di dalam seleksi anggota KPK itu. Demikian pula sebetulnya Kapolri cukup saja Presiden langsung.” Moderator: “Baik” Ubedilah: “Jadi saya kira itu solusi sederhana ya. Kalau soal yang lain eh misalnya Pak BG dan eh… Pak BW.” Moderator: “Biar melalui proses” Ubedilah: “Biar melalui proses hukum berjalan” Moderator: “Iya oke” Ubedillah: “Ketika kemudian terbukti, ya udah hentikan, begitu” Moderator pada awalnya mengajukan pertanyaan untuk melakukan penegasan terhadap saran dari Ubedilah berkenaan dengan Yudicial Review Undang-Undang KPK No.
30
Tahun
2002,
tetapi
kemudian
Ubedilah
melanjutkannya dengan kasus Budi Gunawan dan Bambang
88
Widjajanto. Fungsi implikaturnya untuk menyarankan bahwa untuk kasus Budi Gunawan dan Bambang Widjajanto, biarkan berjalan sesuai dengan prosedur ketentuan hukum yang berlaku. Jika terbukti melakukan tindak
pidana
sesuai
dengan
yang
disangkakan,
berhentikan.
b. Maksim Relevansi (10) Konteks: Moderator ingin meminta tanggapan dari Bibit mengenai pernyataan dari Ubedilah mengenai adanya kemungkinan intervensi dari partai politik. Benarkah ada intervensi dari partai politik yang memanfaatkan institusi KPK atau Polri dengan tujuan tertentu.
`
Data 9 Moderator: “Pak Bibit tidak melihat ada tadi yang sempat disampaikan Bang Ubed, intervensi. Intervensi-intervensi kepentingan dari partai politik.” Bibit Samad Rianto: “Nah” Moderator: “yang menggunakan misalnya institusi, menggunakan Polri atau menggunakan KPK untuk tujuan tertentu Pak Bibit?” Bibit Samad Rianto: “Ya jangan mau diintervensi. Supaya ga diintervensi pilihlah pemimpin-pemimpin yang punya integritas, punya kompetensi yang sesuai dan konsisten. Ini aja pemimpinnya yang.. yang.. yang jadi pengalaman saya di Polres di Polda pemimpinnya ngomong A bawahannya yo A kok. Tak..tak.. tidak usah di.. apa, tidak usah dipaksa-paksa. Dia melihat, kita konsisten dengan A tadi mereka yang tidak A ya akan malulah.” Moderator: “Oke” Bibit Samad Rianto: “artinya dan seterusnya. Itu pemimpinnya.”
89
Data di atas menunjukkan bahwa Bibit tidak menjawab pertanyaan moderator, apakah Bibit setuju dan juga melihat bahwa ada intervensi dari kepentingan partai politik terhadap KPK dan Polri untuk tujuan tertentu. Bibit malah seperti terpengaruh dengan pertanyaan tersebut dan seperti langsung mengafirmasi bahwa ada intervensi terhadap KPK dan Polri. Padahal dengan jelas itu tidak dinyatakan
oleh
Moderator.
Moderator
meminta
konfirmasi. Ketika Bibit seperti terpengaruh dengan pertanyaan moderator dan seperti mengafirmasi bahwa ada intervensi maka Bibit menyarankan bahwa sebagai seorang pemimpin dari institusi yang terhormat seharusnya enggan untuk diintervensi. Bibit pun kemudian melanjutkan dengan menyarankan cara dalam memilih seorang pemimpin. Jadi, fungsi implikatur tuturan Bibit adalah menyarankan. c. Maksim Cara (12) Konteks : Moderator menanyakan perihal solusi yang bisa diajukan untuk mengatasi permasalahan antara Polri dan KPK. Sisno pun menyoroti masalah hukum. Data 2 Moderator: “…. Pak Sisno, kalau Anda melihat apa yang terjadi sama Polri dan KPK ini sebenarnya bukan hal yang baru. Ada catatan, ada ini yang ketiga kali, kisruh seperti ini. Menurut Anda sebenarnya solusi seperti apa yang bisa ditawarkan?” Sisno Adiwinoto: “….kita semua sepakat untuk bekerja berdasarkan tadi, eh… objektif, kebenaran, keadilan, dan kemudian secara penegakan hukum, eh… kita tidak saja eh... menganut azas legalitas formal, tapi kita memilih azas, eh… oportunitas sehingga diberi kesempatan memang untuk mengeyampingkan perkara. Kalau perkara itu diproses menjadi lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bisa dikesampingkan. Secara resmi, Jaksa dan Polisi bisa deponeer, ya, tapi kelihatannya KPK
90
tidak bisa deponeer tidak ada penghentian ya, tapi pernah terjadi, eh… yang lalu, ada pejabat KPK yang sampai diproses sampai di Jaksa Agung dan sampai di Jaksa Huk, Jaksa Agung walaupun tidak secara, eh… spesifik dinyatakan deponeer tapi itu dihentikan karena syarat.” Fungsi implikatur berdasarkan data di atas yaitu untuk menyarankan bahwa ada celah hukum yang bisa digunakan untuk mengatasi kekisruhan yang terjadi antara KPK dan Polri dengan memanfaatkan asas oportunitas. Sisno tidak ingin menjelaskan maksudnya secara terangterangan karena ditakutkan itu salah satu bentuk intervensi terhadap proses hukum. d. Maksim Kuantitas dan Maksim Cara (15) Konteks: Moderator ingin meminta tanggapan dari Sisno berkaitan
dengan pendapat dari
Bibit yang menyatakan bahwa hak imunitas boleh saja diberikan ketika kasus itu merupakan kasus yang lama dari seorang pimpinan KPK. Bukan kasus yang ada atau muncul
ketika
ia
menjabat
sebagai
pimpinan KPK. Memproses kasus yang lama
tersebut
ketika
pimpinan
KPK
tersebut telah selesai menjabat sebagai pimpinan KPK. Data 14 Moderator: “Oke, Pak Sisno. Kalau Pak Sisno bisa Pak seperti itu Pak tadi yang disampaikan Pak Bibit tadi memang eh… nanti dulu setelah pimpinan KPK nya selesai dulu kemudian baru proses.” Sisno Adiwinoto “Ya kalau kasusnya sudah kasus lama tambah lagi 5 tahun selama” Moderator: “Takut habis Pak, ya?”
91
Sisno Adiwinoto: “di KPK kadaluarsa bisa” Moderator: “Kadaluarsa” Sisno Adiwinoto: “Jadi saya pikir wacana imunitas itu mengada-ngada” Moderator: “Oke” Sisno Adiwinoto: “Jadi tidak perlu saya pikir. Kemudian juga yang perlu lagi eh… kita menegakkan hukum tadi jangan ada intervensi. Janganlah galang menggalang. Jangan juga membangunkan. Saya dipesenin nih polisi itu 400 ribu lebih. Kalau dengan keluarga besar Polrinya itu bisa sampai 4 juta.” Berdasarkan
data
di
atas,
fungsi
implikatur
digunakan untuk menyarankan bahwa tidak perlu ada pihak
yang
galang-menggalang
dukungan
terutama
dukungan untuk KPK karena itu seperti menyudutkan Polri. Polri seperti telah melakukan tindakan yang “salah” terhadap KPK. Itu dikhawatirkan akan membuat Polri balik bereaksi. Dalam hal ini, Sisno tidak ingin menyampaikan maksudnya secara terang-terangan. 3. Menegaskan Pada fungsi implikatur untuk menegaskan terdapat pada maksim kuantitas dan maksim relevansi. Frekuensi yang paling banyak ada pada maksim kuantitas. a. Maksim Kuantitas (3) Konteks: Moderator
menanyakan
berdasarkan
pernyataan Junimart tentang tim independen yang dibentuk oleh Presiden untuk tidak masuk ke dalam substansi perkara Budi Gunawan dan Bambang Widjajanto
92
Data 6 Moderator: “Jadi maksudnya perkara Pak Budi Gunawan, perkara, Pak eh… Bambang, itu tetap berjalan?” Junimart: “Tetap. Biarkan hukum sebagai panglima di negara ini. Itu yang pertama. Yang kedua, kita mengatut, eh… mengenal asas, ya, persamaan di depan hukum. Semua sama di muka hukum. Tidak terkecuali siapapun. Ah ini kita harus sepakat dulu, ya, kita harus sepakat. Yang ketiga, kalau tim ini bekerja, tentu mereka bekerja harus dengan betul-betul objektif dan tidak mempunyai target untuk masuk ke substansi perkara. Ini sangat perlu. Jadi jangan sekalikali tim ini menyentuh perkara. Silakan tugas yang diberikan oleh Presiden” Data tersebut menunjukkan bahwa fungsi implikatur yang muncul dari pelanggaran prinsip kerja sama maksim kuantitas ini yaitu ingin menegaskan. Sebelumnya, itu sudah diujarkan oleh Junimart sebagai saran kepada tim independen untuk tidak menyentuh substansi perkara, tetapi diulang
kembali
oleh
Junimart
dalam
rangkaian
pernyataannya yang lain dan itu tidak ditanyakan oleh Moderator. Itu dilakukan oleh Junimart sebagai penegasan kepada tim independen untuk jangan masuk ke substansi perkara cukup hanya instruksi yang diberikan oleh presiden. (4) Konteks: Moderator sebelumnya bertanya kepada Sisno apakah Sisno melihat sepeti kabar yang beredar bahwa ada sekelompok orang yang memanfaatkan Polri untuk tujuan tertentu. Sisno tidak menjawabnya secara langsung. Untuk itu kemudian moderator menanyakan kembali
kepada
dimanfaatkan
oleh
dengan suatu tujuan.
Sisno
apakah
sekelompok
Polri tertentu
93
Data 11 Moderator: “Tapi mungkin ga pak pertanyaannya soal tadi, Polri itu dimanfaatkan kelompok… sekelompok tertentu?” Sisno: “Saya pikir tidak ada manfaat-memanfaatkan. Justru yang kita waspadai jangan personifikasi memanfaatkan institusi dengan dalih ya, dengan dalih kewenangan kemudian tugas yang mulia, ya, tapi dia terselubung.” Moderator: “Oke.” Sisno Adiwinoto: “itu yang mungkin pada saat kita sekarang era eh… Revolusi mental kita bersih-bersih mari kita bersihbersih sehingga bukan tadi, kalau tadi, bukan selamatkan eh… KPK ataupun Polri tapi mari kita bersihkan sehingga institusi Polri institusi KPK tidak diduduki atau tidak diawaki oleh orang-orang yang mungkin” Moderator: “Baik.” Sisno Adiwinoto: “mental atau kredibilitasnya kurang.” Sebelumnya Sisno sudah menjelaskan bahwa sebenarnya institusi yang “ditunggangi” itu KPK. Ada individu yang “menunggangi” KPK. Individu yang dimaksud dalam hal ini yaitu Abraham Samad. Ketika Sisno kembali ditanya dengan hal yang sama oleh moderator Sisno mengujarkan hal yang sama dengan sebelumnya. Fungsi implikatur yang muncul yaitu untuk menegaskan bahwa yang patut diwaspadai itu di institusi KPK. Ada individu yang memanfaatkan institusi KPK. b. Maksim Relevansi (9) Konteks: Moderator ingin bertanya kepada Junimart apakah Junimart memiliki pandangan yang sama dengan Bibit Samad Rianto bahwa tidak ada sesuatu hal yang serius yang terjadi antara KPK dan Polri.
94
Data 4 Moderator: “Mungkin ini juga Pak, ya, Pak Jokowi lihat kali ya, sebenarnya KPK sama Polri ini ga berantem. Jadi Pak… Pak Jokowi statemennnya biasa-biasa aja… katanya orang… banyak orang. Gitu Pak Junimart?” Junimart Girsang: “Iya… eh.. yang pertama tentu saya harus sampaikan…eh.. tidak ada, selamatkan KPK, tidak ada selamatkan Polri. Yang ada adalah harus saling menguatkan, ini dulu, ya, karena tidak ada yang tidak selamat di sini, semua selamat, ya, karena menurut saya, kalau istilah save KPK save Kapolri itu provo.. provokatir. Sangat provokatif itu, tidak boleh kita pergunakan itu, menurut saya, itu yang pertama….” Junimart melalui implikatur yang terkandung dalam pernyataan yang maujudnya yaitu menjawab tidak ada masalah atau keributan antara KPK dan Polri. Jadi fungsi implikaturnya untuk menegaskan bahwa tidak ada masalah atau keributan antara KPK dan Polri. Junimart ingin menjelaskan latar belakang terjadinya keributan antara KPK dan Polri hingga muncul istilah Save KPK dan Save Polri. Istilah itu sangat provokatif sehingga terlihat seperti KPK dan Polri ini sedang berselisih. 4. Menyindir Pada fungsi implikatur yang digunakan untuk menyindir terdapat pada pelanggaran maksim gabungan yaitu maksim cara dan maksim kualitas. (14) Konteks : Moderator menanyakan hal yang tidak dimengerti Junimart
dari yang
maksud
pernyataan
mengutip
pernyataan
Abraham Samad bahwa KPK tidak akan mati meski hanya dipimpin oleh satu orang.
95
Data 8 Moderator: “Ok. Artinya?” Junimart Girsang: “Artinya tanpa Pak BW pun di sana itu jalan terus, kok. Itu yang saya tangkap. Yang kedua, kalau kita berbicara mengenai Undang-undang No.30,ya, 4 komisioner tidak boleh berjalan di KPK. Jelas, 4 komisioner tidak berjalan tetapi bukan itu yang kita permasalahkan. Kita hanya mau bagaimana semangat pemberantasan korupsi ini betul-betul bisa berjalan di KPK secara murni dan objektif. Semua kita mendukung mengenai ini.” Fungsi implikatur dari data di atas yaitu untuk menyindir bahwa pernyataan Abraham Samad itu salah. Sebelumnya Junimart mengutip pernyataan Abraham Samad bahwa meskipun hanya satu orang yang memimpin KPK, KPK tidak akan mati. Itu merupakan pernyataan yang salah. KPK tidak akan bisa berjalan dengan empat komisioner di dalamnya apalagi jika satu orang. Itulah sekiranya sindiran yang ingin dilakukan oleh Junimart dengan menyertakan Undang-undang No.30 tahun 2002 tentang KPK dalam tuturannya. Padahal dalam hal ini Junimart ini pun salah. KPK masih bisa berjalan dengan empat orang komisioner. Dalam Undang-undangnya, KPK bekerja secara kolektif kolegial. Empat orang itu termasuk dalam hitungan kolektif berbeda halnya dengan satu. Apabila
Junimart
menyatakan
bahwa
dalam
Undang-undang KPK menyebutkan secara tersirat KPK tidak boleh hanya terdiri dari satu komisioner karena KPK bekerja secara kolektif maka sindiran ini tentu benar dan berlaku.
96
Berdasarkan analisis di atas, fungsi-fungsi implikatur yang muncul dirangkum dalam tabel berikut. Fungsi Implikatur
Pelanggaran Maksim 1. Maksim Kuantitas 2. Maksim Kualitas
Menyatakan
Menyarankan
Menegaskan Menyindir
3. Maksim Relevansi
Nomor Data Data 3, data 12, dan data 13 Data 1
6 Data 10
4. Maksim Cara
Data 7
1. 2. 3. 4.
Data 5 dan data 15 Data 9 Data 2
Maksim Kuantitas Maksim Relevansi Maksim Cara Maksim Kuantitas dan Cara 1. Maksim Kuantitas 2. Maksim Relevansi 3. Maksim Cara dan Kualitas Jumlah
Jumlah
5
Data 14 Data 6 dan data 11 Data 4
3
Data 8
1 15
Berdasarkan tabel di atas, fungsi implikatur yang sering digunakan yaitu fungsi implikatur untuk menyatakan dengan jumlah enam dan ada pada setiap maksim (dalam hal ini tidak termasuk maksim gabungan). Jumlah yang terbanyak yaitu pada maksim kuantitas. Fungsi implikatur untuk menyatakan ini sebagai bentuk untuk klarifikasi, berupa pandangan atau pendapat serta menyampaikan fakta. Posisi kedua ditempati fungsi menyarankan sebagai bentuk fungsi implikatur yang sering muncul. Pada saat tertentu, seorang partisipan dengan secara terang-terangan atau eksplisit menyampaikan saran dan sebaliknya terkadang secara implisit. Ini tentu berkaitan erat dengan maksim yang dilanggar. Untuk itu Sisno tidak berani menyatakannya secara eksplisit karena dapat berakibat Sisno disebut melakukan intervensi hukum. Jadi, dari analisis tersebut dapat dilihat dan
97
dipelajari cara membangun komunikasi dalam menyampaikan saran yang tidak elegan secara eksplisit. Berikutnya, pemunculan ketiga yang paling banyak yaitu fungsi implikatur untuk menegaskan. Partisipan melanggar maksim
kuantitas
dengan
implikaturnya
berfungsi
untuk
menegaskan hal yang perlu menjadi perhatian. Hal tersebut juga terjadi pada maksim relevansi. Fungsi implikatur terakhir yaitu untuk menyindir. Sama halnya
dengan
kasus
menyarankan,
terkadang
sindiran
disampaikan secara eksplisit dan implisit. Dalam penelitian ini, sindiran disampaikan secara implisit. Hal tersebut dilakukan oleh Junimart Girsang. Hal itu dapat dijadikan pelajaran dalam membangun komunikasi yang efektif. Dalam hal ini, seseorang tidak harus secara eksplisit dalam menyampaikan sindiran. C. Implikasi Acara Debat TV One dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Selama ini dikenal adanya paragraf argumentatif sebagai salah satu jenis paragraf dari total lima jenis paragraf yang ada. Pada kurikulum 2013 paragraf argumentatif atau argumentasi terintegrasi dan merupakan bagian dari teks eksposisi. Hal itu bisa diketahui dari buku Bahasa Indonesia kelas X yang dikeluarkan oleh pemerintah. Berdasarkan buku tersebut, penyusunan teks eksposisi yang benar yaitu strukturnya pernyataan pendapat (tesis)^argumentasi^penegasan ulang pendapat. Jadi, sebagai penegas dan simpulan yaitu argumentasi merupakan bagian dari penyusunan teks eksposisi. Debat dapat diimplementasikan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ataupun dalam Kurikulum 2013. Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pada kelas X terdapat standar kompetensi untuk aspek keterampilan
berbicara
yaitu
mengungkapkan
komentar
terhadap
informasi dari berbagai sumber. Dalam standar kompetensi tersebut, ada
98
dua kompetensi dasar yang diharapkan dimiliki oleh siswa yaitu dapat memberikan kritik terhadap informasi dari media cetak dan atau elektronik serta memberikan persetujuan/dukungan terhadap artikel yang terdapat dalam media cetak dan atau elektronik. Memberikan kritik berarti tidak setuju dengan isi informasi atau berita sedangkan memberi persetujuan berarti ikut mengafirmasi isi informasi atau berita. Hal tersebut tentu sama dengan hakikat debat yang mempertemukan pihak yang setuju dengan pihak yang tidak setuju atau kontra. Dalam implementasinya, guru mempunyai dua pilihan yaitu: (1) memulai dari kompetensi dasar yang pertama dilanjutkan kompetensi dasar yang kedua dan terakhir melakukan evaluasi dengan menggunakan metode debat dalam pembelajaran; (2) menggabungkan kedua kompetensi dasar tersebut dalam satu rancangan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode debat dalam pembelajaran. Adapun implementasi dalam Kurikulum 2013 sudah disinggung sebelumnya di atas yaitu dalam pembelajaran materi teks eksposisi kelas X SMA. Dalam buku Bahasa Indonesia SMA kelas X (buku pelajaran dengan menggunakan kurikulum 2013 yang dikeluarkan pemerintah) disajikan teks “untung rugi perdagangan bebas”. Peserta didik diminta untuk menentukan sikap: setuju atau tidak setuju dengan adanya perdagangan bebas. Dengan demikian, ada dua kelompok yang terbentuk dalam kelas yaitu kelompok yang setuju dengan perdagangan bebas dan kelompok yang tidak setuju dengan perdagangan bebas. Jadi, metode debat dapat digunakan dalam pembelajaran tersebut karena debat mempertemukan dua pihak yang berbeda pendapat dan mencari pendapat yang paling logis dan ideal. Permasalahannya,
debat
kurang
dimaksimalkan
dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya di tingkat SMA. Peserta didik pada umumnya mengikuti atau terlibat dalam kegiatan debat hanya pada saat turnamen debat. Padahal, jika dipraktikkan dalam pembelajaran, debat dapat melatih daya analisis berpikir; logis, sistematis, dan kritis. Peserta
99
didik tidak hanya sekadar mampu membuat paragraf argumentasi atau teks eksposisi secara tertulis, melainkan mampu mengemukakan pendapat dan argumentasi yang ditulisnya itu serta mempertanggungjawabkan dan meyakinkan bahwa pendapat dan argumentasinya logis dan ideal. Debat di kelas dapat dimanfaatkan sebagai latihan bagi peserta didik sebelum terjun langsung ke turnamen debat. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengantar dan stimulan bagi peserta didik untuk mengenal lebih dalam tentang debat. Peserta didik dapat melihat dan mempelajari cara membangun sebuah argumentasi terhadap pandangan yang diyakini. Guru juga dapat menjelaskan cara membangun komunikasi yang efektif dan santun dengan memanfaatkan pelanggaran prinsip kerja sama dan implikatur yang terdapat dalam penelitian ini. Dalam berkomunikasi, sebenarnya peserta didik akrab dengan implikatur, tetapi tidak disadari oleh peserta didik. Contohnya sebagai berikut: Sinta: “Bagaimana menurutmu setelah 1 bulan Tio jadi Ketua?” Dewi: “Seorang pemimpin itu seharusnya menjadi teladan buat para anggotanya” Pada contoh kasus di atas, Dewi memaksimalkan pragmatik dalam tuturannya. Dewi melanggar maksim relevansi karena tuturannya tidak relevan dengan yang ditanyakan, tetapi implikaturnya menjawab pertanyaan Sinta. Implikatur yang terkandung yaitu Tio tidak pantas atau tidak layak menjadi ketua Osis. Hal seperti itu yang harus dijembatani oleh guru, dalam menjelaskan hasil penelitian ini, khususnya berkaitan dengan cara membangun komunikasi yang efektif dan santun. Hal itu dilakukan untuk membentuk daya retorika peserta didik. Dalam berkomunikasi tidak semua hal disampaikan secara eksplisit dan tidak semua peserta didik mampu atau mempunyai retorika yang baik. Selain hal tersebut, guru juga dapat menerangkan kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam acara Debat TV One seperti yang sudah dijelaskan pada subbab sebelumnya.
100
Debat berbeda dengan diskusi yang sering dilakukan oleh peserta didik pada umumnya. Diskusi umumnya mencari kesepakatan bersama atau bertukar pendapat untuk menyelesaikan sebuah persoalan. Berbeda halnya dengan debat, yang berupaya meyakinkan dan mempengaruhi orang dengan pendapatnya kemudian orang tersebut ikut setuju dengan pendapatnya tersebut. Adapun format debat yang dapat digunakan bisa dengan format debat British Parliamentary System, World Schools, atau juga dapat menggunakan format debat TV One. Pada prinsipnya, apapun format debat yang dipakai nanti dalam pembelajaran, hasil penelitian ini setidaknya dapat digunakan dan bermanfaat seperti hal yang sudah dijelaskan sebelumnya.
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diambil beberapa simpulan. Adapun simpulannya sebagai berikut. 1. Maksim yang sering dilanggar oleh partisipan debat yaitu maksim kuantitas dengan jumlah tujuh pelanggaran. Maksim yang secara kuantitas kedua terbanyak yaitu maksim relevansi dengan jumlah tiga pelanggaran. Diikuti kemudian oleh maksim cara dengan jumlah dua pelanggaran. Urutan terakhir yaitu maksim kualitas dengan jumlah satu pelanggaran. Sementara untuk pelanggaran maksim gabungan terdapat dua pelanggaran yaitu maksim cara dan maksim kualitas dan kemudian yaitu maksim kuantitas dan maksim cara. Jumlah pelanggaran maksim gabungan tersebut masing-masing berjumlah satu. Jumlah keseluruhan yaitu lima belas pelanggaran maksim. Dalam acara Debat TV One tidak ada waktu yang ditentukan bagi setiap partisipan untuk berbicara. Kontrol atau kendali debat sepenuhnya berada di tangan moderator. Itulah faktor yang menyebabkan sering terjadinya pelanggaran pada maksim kuantitas. 2. Fungsi implikatur yang paling banyak digunakan yaitu untuk menyatakan dengan jumlah enam tuturan. Fungsi implikatur untuk menyatakan sebagai bentuk klarifikasi, bentuk pandangan atau pendapat serta menyampaikan fakta. Fungsi kedua yang sering digunakan yaitu untuk menyarankan dengan jumlah lima tuturan. Pada saat tertentu, seorang partisipan secara eksplisit menyampaikan saran dan sebaliknya terkadang secara implisit. Fungsi implikatur selanjutnya yaitu untuk menegaskan dengan jumlah tiga tuturan. Partisipan ingin menegaskan hal yang perlu untuk menjadi perhatian. Fungsi implikatur yang terakhir yaitu untuk menyindir dengan jumlah
101
102
satu tuturan. Fungsi implikatur untuk menyindir terdapat pada maksim gabungan yaitu maksim cara dan maksim Kualitas. 3. Kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam interaksi debat ini yaitu ada tiga hal. Hal yang pertama yaitu informasi yang disampaikan tidak seinformatif yang dibutuhkan oleh lawan bicara. Hal itu tentu perlu menjadi perhatian, bahwa informasi yang disampaikan harus sesuai dengan yang dibutuhkan oleh lawan tutur. Apabila ingin menjawab secara ringkas atau singkat tentu itu diperkenankan dengan syarat informasi sudah memenuhi yang diinginkan oleh lawan tutur. Hal yang kedua yaitu dalam menyampaikan kebenaran suatu fakta. Hal yang sekiranya berdasarkan pengamatan yang dangkal dan pengetahuan yang minim sebaiknya tidak usah disampaikan karena itu dapat menyebabkan terjadinya pelanggaran maksim kualitas. Hal yang ketiga atau terakhir, yaitu dalam menjawab pertanyaan usahakan untuk menelaah secara cermat hal yang ditanyakan oleh lawan bicara. Berikanlah jawaban yang sesuai dengan maksud pertanyaan lawan bicara. 4. Debat
dapat
digunakan
sebagai
metode
pembelajaran,
dapat
diimplementasikan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau dalam Kurikulum 2013. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru untuk menjelaskan cara membangun komunikasi yang efektif dan santun. Guru juga dapat menerangkan kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam acara Debat TV One.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan yaitu sebagai berikut : 1. Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian dalam bidang pragmatik maka dapat melakukan penelitian yang sama dengan format debat yang berbeda. Misalnya melakukan penelitian prinsip kerja sama dalam debat model British Parliamentary System. Hal tersebut akan
103
menambah referensi tentang kepatuhan prinsip kerja sama dalam sebuah interaksi komunikasi debat. 2. Penelitian lain yang dapat dilakukan juga yaitu terhadap acara yang membahas sebuah tema/topik yang menjadi sorotan masyarakat luas, Hal tersebut sebagai upaya untuk menangkap implikatur-implikatur yang terkomunikasikan oleh penuturnya. Belum tentu semua masyarakat paham implikatur yang terkomunikasikan tersebut. Peneliti yang menjembatani hal tersebut. Dari hasil penelitian tersebut dapat mengungkapkan dan menjelaskan lebih banyak informasi. 3. Guru dapat mencari contoh-contoh lain yang serupa tentang cara membangun komunikasi yang santun. Hal tersebut dapat menambah bahan referensi bagi peserta didik untuk melatih daya retorikanya. Guru sebaiknya menjadikan debat sebagai metode pembelajaran untuk melihat keberhasilan peserta didiknya dalam membangun dan mempertahankan argumentasi serta keberhasilan dalam mewujudkan komunikasi yang efektif dan santun. 4. Peserta didik harus mempelajari cara seorang partisipan menyusun sebuah argumentasi dalam mempengaruhi dan meyakinkan orang lain untuk setuju kepadanya. Untuk meyakinkan sebuah pendapat atau pendirian tidak perlu dengan marah atau emosi tetapi tetap sampaikan dengan santai, tenang, dan santun. Peserta didik harus membiasakan untuk berkomunikasi secara efektif dan santun terutama dalam berdebat Tidak semua saran dapat dinyatakan secara langsung. Begitupun halnya dengan sindiran, yang sebaiknya disampaikan secara tidak langsung.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Abrar. KPK Banjir Dukungan, Kelompok ini Malah Minta Abraham Samad Mundur”. (http://www.news.metrotvnews.com), 4 Juli 2015 Badan Standar Nasional Pendidikan. “Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA”, (http://www.mansurmok.files.wordpress.com), 27 September 2015 BBC Indonesia. “MK Menangkan Bibit-Chandra”, (http://www.bbc.com), 2 Juli 2015. Black, Elizabeth. Pragmatic Stylistics. United Kingdom : Edinburgh University Press. 2009 Cole, Peter., et al. (ed.). “Syntax (http://www.ucl.ac.uk), 2 Juli 2015.
and
Semantics
3:
Speech
arts”,
Cummings, Louise. Pragmatik (Sebuah Perspektif Multidisipliner). Terjemahan Eti Setiawati, dkk. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2007. Djajasudarma, T. Fatimah. Wacana dan Pragmatik. Bandung : PT. Refika Aditama. 2012 Effendy, Onong Uchjana. Dinamika Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 2008 Gunarwan, Asim. Pragmatik (Teori dan Kajian Nusantara). Jakarta : Universitas Atma Jaya. 2007 Hamzah, Andri, dkk. “Laporan Hasil Kerja Tim Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Pelaksanaan Asas Oportunitas dalam Hukum Acara Pidana Tahun Anggaran 2006”, (http://www.tu.bphn.go.id), 4 Juli 2015 Harvey, Neill and Smith. “The Practical Guide to Debating: Worlds Style/British Parliamentary Style, (http://www.debate.uvm.edu), 2 Juli 2015 Hendrikus, Dori Wuwur. Retorika : Terampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi, Bernegosiasi. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. 1991 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Bahasa Indonesia (Ekspresi Diri dan Akademik) Kelas X”, (http://www.bse.kemdikbud.go.id), 27 September 2015 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Buku Guru: Bahasa Indonesia (Ekspresi Diri dan Akademik) kelas X”, (http://www.bse.kemdikbud.go.id), 27 September 2015
104
105
KPK RI. “Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, (http://www.kpk.go.id), 4 Juli 2015. Leech, Geoffrey. Prinsip-prinsip Pragmatik. Terjemahan M.D.D. Oka. Jakarta : UI-Press. 1993 Lubis, A. Hamid Hasan. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung : Angkasa. 2011 Mey, Jacob L. (ed.). Concise Encyclopedia of Pragmatics (Second Edition). United Kingdom : Elsevier Ltd. 2009 Morgan, G Rhydian. “ British (http://www.debate.uvm.edu), 2 Juli 2015.
Parliamentary
Debating”,
Mulyana. Kajian Wacana : Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta : Tiara Wacana. 2005 Nadar, F.X. Pragmatik& Penelitian Pragmatik. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009 Nasution, Zuraidah. “ Implikatur Percakapan dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah DKI Jakarta”, (http://www.repository.usu.ac.id), 2 Juli 2015 Nuraidah, Nuri. Wacana Politik Pemilihan Presiden di Indonesia. Yogyakarta : Smart Writing. 2014 Nurcahyo, Rahmat. “Panduan Debat (http://www.staff.uny.ac.id), 2 Juli 2015.
Bahasa
Indonesia”,
Quinn, Simon. “Debating”, (http://www.debate.uvm.edu), 2 Juli 2015 Rahardi, R. Kunjana. Pragmatik (Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia). Jakarta : Erlangga. 2006 --------------------------. Sosiopragmatik. Jakarta : Erlangga. 2009 Ryo, dkk. Presiden Pertimbangkan KPK. Surat Kabar Harian Kompas. 24 Januari 2015, 2015. Saeed, John I. Semantics (Second Edition). United Kingdom : Blackwell Publishing Ltd. 2003 Sahara, Siti, dkk. Keterampilan Berbicara. Jakarta : FITK UIN Jakarta. 2008 Suharsaputra, Uhar. Metode Penelitian : Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan. Bandung : PT. Refika Aditama. 2012 Tarigan, Henry Guntur. Berbicara (Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa). Bandung : Penerbit Angkasa. 2008
106
-----------------------------. Pengajaran Pragmatik. Bandung : PT. Angkasa. 2009 TV One. “ Debat”, (http://www.video.tvonenews.tv), 2 Juli 2015. Verhaar, J.W.M. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 1996 Waluyo. “ Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Kesopanan dalam Percakapan Lum Kelar di Radio SAS FM”, (http://www.eprints.uns.ac.id), 2 Juli 2015 Wardah, Fathiyah. “PDIP Tuduh Ketua KPK Sakit Hati karena Gagal jadi Cawapres”, (http://www.voaindonesia.com), 4 Juli 2015 Widhiyanti, Tuszie. “KTSP: Berdasarkan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan”, (http://www.file.upi.edu), 27 September 2015. Wijana, I. Dewa Putu. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta : Andi. 1996 Yulaehah, Fikri. “Analisis Prinsip Kerja Sama pada Komunikasi Facebook”, (http://www.eprints.uny.ac.id), 2 Juli 2015 Yule, George. Pragmatics. United Kingdom : Oxford University Press. 2000
112
Lampiran 1
RPP (RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN)
NAMA SEKOLAH
SMA ................................
MATA PELAJARAN
Bahasa dan Sastra Indonesia
KELAS /SEMESTER
X (sepuluh) / 2 (satu)
PROGRAM
Umum
ASPEK PEMBELAJARAN
Berbicara
STANDAR KOMPETENSI
10. Mengungkapkan komentar terhadap informasi dari berbagai sumber
KOMPETENSI DASAR
10.1 Memberikan kritik terhadap informasi dari media cetak dan atau elektronik 10.2 Memberikan persetujuan/dukungan terhadap artikel yang terdapat dalam media cetak dan atau elektronik
INDIKATOR
1. Peserta didik mampu mengkritik informasi dari media cetak dan atau elektronik 2. Peserta didik mampu memberikan persetujuan/mendukung terhadap artikel yang terdapat dalam media cetak dan atau elektronik
ALOKASI WAKTU
6 x 45 menit ( 3 pertemuan)
113
TUJUAN PEMBELAJARAN TUJUAN
1. Peserta didik mampu mengkritik informasi dari media cetak dan atau elektronik 2. Peserta didik mampu memberikan persetujuan/mendukung terhadap artikel yang terdapat dalam media cetak dan atau elektronik 3. Peserta didik mempunyai etos kerja keras dan kreatif dalam mencari sumber-sumber data berkaitan dengan tema debat yang dibahasnya 4. Peserta didik jujur dan bertanggung jawab dalam mencari sumber-sumber data berkaitan dengan tema debat yang dibahasnya 5. Peserta didik gemar membaca saat mencari sumber-sumber data berkaitan dengan tema debat yang dibahasnya 6. Peserta didik merasakan iklim demokratis dan mempunyai sikap demokratis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
MATERI POKOK PEMBELAJARAN
1. Karangan Argumentasi adalah karangan yang isinya bertujuan untuk meyakinkan atau mempengaruhi pembaca terhadap suatu masalah dengan mengemukakan alasan, bukti, dan contoh nyata. 2. Debat menurut Henry Guntur Tarigan yaitu merupakan suatu argumen untuk menentukan baik tidaknya suatu usul tertentu yang didukung oleh satu pihak yang disebut pendukung atau afirmatif, dan ditolak, disangkal oleh pihak lain yang disebut penyangkal atau negatif.
METODE PEMBELAJARAN Debat
114
KEGIATAN PEMBELAJARAN TAHAP PEMBUKA (Apersepsi)
KEGIATAN PEMBELAJARAN Ketua kelas memimpin berdoa dan memberi salam kepada guru sebagai awal atau pembuka dimulainya pembelajaran Guru memeriksa kehadiran peserta didik di dalam kelas Guru menanyakan kepada peserta didik apakah mengetahui dan pernah menonton tayangan debat di televisi Guru kemudian meminta salah satu peserta didik yang mengetahui dan pernah menonton tayangan debat di televisi untuk menjelaskan pengertian debat Guru mengingatkan kembali pembelajaran tempo lalu tentang membuat/menulis karangan argumentatif dan guru mengulas kembali tentang membuat/menulis karangan argumentatif Guru menjelaskan bahwa karangan argumentatif secara tidak langsung itu bisa dijadikan panduan atau pegangan untuk berdebat dengan pihak yang argumentasinya berbeda atau berlawanan dengan kita. Debat bisa dijadikan sebagai wahana untuk peserta didik untuk mempertahankan dan meyakinkan pendapatnya kepada pihak lawannya yang berseberangan dengan dirinya agar kemudian pihak lawan tersebut mengikuti pendapat dirinya. Guru menjelaskan bahwa di dalam hidup ini selalu terdapat permasalahan yang menyebabkan perbedaan pendapat dan kemudian harus dicarikan solusi atau pendapat yang paling logis dan ideal di antara kedua pendapat itu. Debat merupakan jalan untuk menemukan hal tersebut. Untuk itu peserta didik harus mengerti dan terbiasa dengan debat karena itu bisa berguna dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai catatan tentu cara debat yang efektif, benar dan mempunyai etika.
Pertemuan ke-1 ( 90 menit)
INTI
Peserta didik diajak untuk melihat rekaman video acara Debat TV One dengan judul Adu Aksi KPK−Polri. Peserta didik diharapkan dapat melihat dan mempelajari bagaimana alur komunikasi dalam debat. Peserta didik dapat melihat dan mempelajari juga cara membangun sebuah pendapat dan pandangan yang diyakini para
115
tokoh yang tampil sebagai peserta dalam acara debat itu. Guru membantu mengulas tentang acara debat tersebut. Guru menerangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam interaksi komunikasi debat serta menjelaskan pelanggaran prinsip kerja sama dan implikatur yang terdapat dalam acara debat tersebut khusunya implikatur yang berfungsi untuk menyarankan dan menyindir dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami maksudnya oleh peserta didik. Guru mengenalkan retorika yang santun dalam berdebat. Setelah selesai menyimak tayangan acara debat TV One (bagianbagian yang dianggap penting saja) kemudian guru membagi kelas menjadi dua kelompok. Kelompok 1 berada di sebelah kiri dan kelompok 2 berada di sebelah kanan. Guru kemudian menampilkan dua tema debat dalam slide. Tema yang pertama yaitu tentang ” Hukuman Mati untuk Koruptor” sedangkan tema yang kedua yaitu tentang ” Penggunaan Bahasa Asing dalam Kehidupan Sehari-hari”. Guru meminta perwakilan satu orang dalam masing-masing kelompok untuk mengambil kertas yang di dalamnya bertuliskan tema debat. Misalkan kelompok 1 mendapatkan tema debat ”Hukuman Mati untuk Koruptor” dan kelompok 2 mendapatkan tema ” Penggunaan Bahasa Asing dalam Kehidupan Sehari-hari. Setelah setiap kelompok sudah mendapatkan temanya masingmasing, guru kemudian meminta peserta didik untuk menyimak sebuah video kembali berkaitan dengan kedua tema tersebut yaitu tentang ”Hukuman Mati untuk Koruptor” dan kemudian tentang ” Penggunaan Bahasa Asing dalam Kehidupan Sehari-hari. Usai menyaksikan kedua video tentang kedua tema tersebut guru kemudian meminta sikap kepada kelompok 1 dengan tema ”Hukuman Mati untuk Koruptor”. Pihak yang pro terhadap hukuman mati silahkan berada di sisi kiri sedangkan pihak yang kontra untuk menerapkan hukuman mati silahkan berada di sisi kanan. Nanti pecahan kelompok 1 itu akan saling berdebat. Meskipun pada akhirnya nanti kuantitas antara kedua kelompok itu timpang atau tidak seimbang tetapi debat tetap dilanjutkan. Ini sebagai tantangan bagi kelompok yang minoritas untuk meyakinkan pendapatnya yang paling logis dan ideal. Guru pun melakukan hal yang sama terhadap kelompok 2 untuk menentukan sikap karena tidak mungkin dalam jumlah kelompok yang besar tersebut terdapat pendapat yang seragam tentunya pasti
116
ada perbedaan pendapat di dalamnya. Guru pun menjelaskan bahwa untuk dua pertemuan berikutnya akan diisi oleh debat yang dilakukan peserta didik. Untuk itu guru meminta perwakilan kelompok tema maju, tema yang mana yang akan duluan tampil apakah ”Hukuman Mati untuk Koruptor” atau ” Penggunaan Bahasa Asing dalam Kehidupan Sehari-hari”. Dimisalkan yang pertama tampil di pertemuan berikutnya yaitu ”Hukuman Mati untuk Koruptor” dan pertemuan berikutnya lagi yaitu tema ”Penggunaan Bahasa Asing dalam Kehidupan Seharihari” yang tampil. Guru pun menerangkan bahwa mulai dari sekarang masing-masing tim baik pro dan kontra sesuai dengan tema debatnya mencari bahan-bahan atau data-data untuk dijadikan bahan debat. Setelah itu tim dapat membuatkannya menjadi sebuah karangan argumentatif dan menjadikannya sebuah makalah. Guru pun mengingatkan bahwa tim yang jumlahnya minoritas untuk tidak berkecil hati dan justru menjadikan ini tantangan untuk membuktikan kalau pendirian dan pandangannya tidak salah terhadap apa yang diyakininya. Guru pun mengingatkan bahwa penilaiannya tetap objektif. Tidak ada nilai tambah untuk tim yang jumlahnya minoritas hanya karena sedikit. Guru kemudian memberitahu bahwa setiap tim harus menyiapkan tiga orang yang siap untuk maju sebagai pembicara. Sisa dari kelompok tersebut nantinya akan berada di balik layar tetapi kemudian nanti akan diberikan kesempatan juga untuk mengemukakan pendapat dalam kaitannya membantu temannya yang tiga orang tersebut. Guru menjelaskan bahwa model debat yang dipakai mengikuti model debat seperti acara Debat TV One. Guru yang akan bertindak sebagai moderator dan bertindak sebagai juri. Kuasa ada di tangan guru. Arus lintas komunikasi guru yang memegang sepenuhnya. Peserta didik diminta siap untuk mengikuti dan mempraktikkan model debat seperti acara Debat TV One yang sebelumnya sudah dilihat bersama-sama. Waktu debat berlangsung selama 30 menit. Terakhir guru menerangkan kepada peserta didik tentang penilaian yang akan dilakukan dalam pembelajaran ini. Penilaian dibagi menjadi dua yaitu berupa karangan atau makalah argumentasi yang isinya sesuai dengan posisi yang dipegang apakah pro dan kontra.
117
Penilaian yang kedua yaitu pada saat tiga orang timnya tampil dan nilai mereka mewakili kelompok. Ketika mereka tampil buruk maka dampaknya kepada kelompoknya akan ikut mendapat nilai yang jelek dan sebaliknya tentunya. Untuk itu dalam memilih tiga orang itu harus betul-betul orang yang tepat. Sementara akan ada penilaian juga buat para tim dibalik layar yang nantinya akan dilibatkan juga dalam beberapa bagian untuk mengikuti sesi debat. Nilai tambahan itu untuk menambah apabila nilai tiga temannya itu jelek. Pertemuan ke-2 (90 menit) Debat dengan tema ”Hukuman Mati untuk Koruptor” dimulai. Sebelum debat dimulai, Guru meminta makalah tim kelompok yang berdebat. Guru mempersilahkan tim yang pro dan kontra untuk berada di tempat yang sudah disediakan oleh guru. Untuk tim pro maupun kontra yang tidak tampil sebagai pembicara atau peserta utama debat maka dipersilahkan untuk berada di belakang masing-masing timnya karena ada saatnya nanti moderator (guru) menanyakan kepada masing-masing regu tim yang tidak tampil untuk ikut terlibat dalam perdebatan yang sedang berlangsung. Sementara itu yang tidak terlibat sama sekali maka bertindak sebagai penonton. Guru menunjuk dua orang peserta didik sebagai timer untuk mengingatkan waktu setiap 10 menit sekali. Guru kemudian membacakan aturan main debat. 1. Guru bertindak sebagai moderator 2. Alur komunikasi berada sepenuhnya di tangan moderator 3. Guru berhak memberhentikan peserta debat yang dianggap belum saatnya untuk berpendapat atau sudah terlalu lama dalam menyatakan pendapatnya Debat dimulai dan berlangsung selama 30 menit Ketika debat usai, guru berganti peran dan bertindak kemudian menjadi juri. Guru melakukan refleksi atau penilaian terhadap kedua tim setelah berlangsungnya debat yang dilakukan. Guru mengajak peserta didik untuk melakukan refleksi dan evaluasi terhadap berlangsungya debat tadi. Diharapkan kesalahan atau kekurangan tidak terjadi lagi pada debat di pertemuan berikutnya
118
Pertemuan ke-3 (90 menit) Debat kedua dimulai dengan judul ” Penggunaan Bahasa Asing dalam Kehidupan Sehari-hari”. Sebelum dimulai debat, Guru meminta makalah dari masing-masing kelompok. Guru pun mempersilahkan tim debat yang kedua untuk segera memasuki tempat yang sudah disediakan. Sama halnya dengan sebelumnya untuk tim pro dan kontra yang tidak tampil sebagai pembicara atau peserta utama debat maka dipersilahkan berada di belakang masing-masing timnya. Guru kembali menunjuk dua orang peserta didik sebagai timer untuk mengingatkan waktu setiap 10 menit sekali. Guru kemudian membacakan kembali aturan main debat. Debat dimulai dan berlangsung selama 30 menit Setelah debat kedua usai maka kemudian guru kembali beralih peran menjadi juri. Guru melakukan penilaian selama berlangsungnya debat kedua. Guru kemudian mengajak peserta didik untuk bersama-sama kembali melakukan refleksi dan evaluasi terhadap berlangsungnya debat yang dilakukan tadi.
PENUTUP (Internalisasi dan refleksi)
Guru mengajak peserta didik untuk bersama-sama memberikan kesan dan pesan selama 3x pertemuan berkaitan dengan debat Guru kemudian meminta peserta didik untuk menyimpulkan hal seputar debat sebagai tanda akhirnya pembelajaran mengenai debat atau pembelajaran berbicara dalam menyampaikan kritik atau persetujuan terhadap informasi yang ada di media cetak atau elektronik.
119
SUMBER DAN MEDIA BELAJAR 1.
Pustaka rujukan
Tim Edukatif. Kompeten Berbahasa Indonesia untuk SMA Kelas X. Jakarta : Erlangga. 2015 Video rekaman dari Youtube: Debat TV One “Adu Aksi KPK−Polri” Video rekaman dari Youtube: “Koruptor Diusulkan Hukuman Mati”oleh Liputan Berita, 3 Oktober 2013 Video Rekaman Pribadi “Penggunaan Bahasa Asing dalam Kehidupan dalam Kehidupan Sehari-hari Tarigan, Henry Guntur. Berbicara (Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa). Bandung: PT Angkasa. 2008
3.
Laptop/notebook
4.
LCD
5.
Speaker
6.
Papan Tulis
PENILAIAN TEKNIK DAN BENTUK
1.ObservasiKinerja/Demonstrasi (Terlampir)
120
………………….., …… ……………..
Mengetahui, Kepala SMA ……………
Wakasek Bidang Kurikulum
(
(____________________)
)
Guru
(_______________)
121
FORMAT OBSERVASI DAN PENILAIAN DEBAT NAMA TIM
:
KELAS
:
TANGGAL PENILAIAN
:
KOMPETENSI DASAR
: 10.1 Memberikan kritik terhadap informasi dari media cetak dan atau elektronik. 10.2 Memberikan persetujuan/dukungan terhadap artikel yang terdapat dalam media cetak dan atau elektronik
NILAI
ASPEK
RINCIAN
KURANG CUKUP
D (10)
Sesuai dengan topik berita Kritis/mendalam/tajam Ide asli dan aktual
ARGUMENTASI Gagasan logis dan realistis Didukung alasan, bukti serta referensi memadai Menghargai pendapat orang lain
ETIKA
Tidak emosional Kata-katanya santun Mematuhi aturan debat yang berlaku
JUMLAH SKOR
C (15)
BAIK
B (20)
AMAT BAIK A (25)
122
122
Lampiran 2
TRANSKRIPSI PERCAKAPAN DEBAT TV ONE “ADU AKSI KPK− POLRI”
Pembicara di Kubu Polri Sisno Adiwinoto (Pengamat Kepolisian) Junimart Girsang (Anggota DPR RI F-PDI Perjuangan) Pembicara di Kubu KPK Bibit Samad Rianto (Mantan Wakil Ketua KPK) Ubedilah Badrun ( Pengamat Politik)
Prolog : Gonjang-ganjing penegakan hukum tanah air kian memanas. Lihat saja yang terjadi pada dua lembaga tinggi negara; Kepolisian Republik Indonesia dan Komisi Pemberantasan Korupsi berseteru, saling obral status tersangka. Ya, awalnya status tersangka diberikan KPK untuk calon tunggal Kapolri Komjen Budi Gunawan dalam kasus rekening gendut dirinya. Padahal sebelumnya Polri menganggap tuduhan tersebut tidak terbukti dan sudah selesai. Polri juga menetapkan wakil ketua KPK Bambang Widjojanto sebagai tersangka dalam kasus saksi palsu dalam sengketa Pilkada Kota Waringin Barat, Kalimantan Tengah, 5 tahun silam. Ronny F. Sompie (Kadiv Humas Mabes Polri): “ Dasar pemeriksaan terhadap tersangka, itu memenuhi 3 alat bukti yang sah. Keterangan saksi,ya, lebih dari dua orang. Keterangan ahli, dua orang. Alat bukti surat, berupa dokumen, itu juga sudah terpenuhi sehingga pemeriksaan tersangka itu bisa saja dilakukan dengan penangkapan.” Ada yang berbeda dalam status tersangka Bambang Widjojanto dan Budi Gunawan. Anggota Bareskrim Mabes Polri sempat menangkap Bambang
123
Widjojanto meski penangguhan penahanan diberikan. Sementara KPK belum mampu menangkap Budi Gunawan meski beberapa saksi telah dipanggil KPK. Bahkan ketegangan yang terjadi
lantaran disebut-sebut ketua KPK Abraham
Samad gagal menjadi calon wakil Presiden mendampingi Joko Widodo setelah bertemu dengan petinggi dari PDI Perjuangan. Kini profesionalisme dua lembaga penegak hukum dan anti rasuah tersebut dipertaruhkan. Akankah kericuhan ini akan berakhir? (Acara dimulai) Moderator : Selamat malam. Bersama saya Muhammad Rizky debat pada malam hari ini, kita akan mendiskusikan terkait dengan kisruh antara Polri dan juga KPK. Ada yang mengatakan save KPK, save Polri, dan Presiden pun sudah mengambil langkahlangkah untuk menyelesaikan kisruh antara Polri dan juga KPK. Ini berbuntut dari ditetapkannya calon Kapolri Budi Gunawan dan kemudian wakil ketua KPK, Pak Bambang Widjojanto yang ditetapkan menjadi tersangka. Kemudian Presiden pun mengambil langkah salah satunya adalah memanggil 7 orang tim independen untuk menyelesaikan permasalahan ini. Untuk itu pada malam hari ini kita akan mendiskusikan terkait dengan itu. Apakah langkah yang diambil Pak Jokowi terkait dengan membentuk atau memanggil 7 orang tim dari pakar hukum itu merupakan solusi. Saya ke Pak Sisno yang mewakili dari mantan Polri. Pak Sisno, kalau anda melihat apa yang terjadi sama Polri dan KPK ini sebenarnya bukan hal yang baru. Ada catatan, ada ini yang ketiga kali, kisruh seperti ini. Menurut anda sebenarnya solusi seperti apa yang bisa ditawarkan? Sisno Adiwinoto : Eh, sebelumnya selamat malam, seluruhnya dan saya bukan menyebut mantan Polri lah. Saya atas nama pemerhati Polri. Jadi, kita lihat dengan mata, kita denger dengan telinga dan kita bawa juga dengan hati, gitu ya, ya, jadi itu. Kemudian yang disampaikan kalau disinggung amanat Presiden yang pertama dan ini yang kedua arahan maksudnya. Yang pertama, untuk tidak terjadi gesekan. Dan untuk
124
eh… kalau bekerja itu yang objektif. Kemudian yang kemarin paling tidak ada mungkin 6 ya unsurnya bahwa jaga wibawa, jaga wibawa. Kalau dulu sering kita mendengar pemerintah itu harus aparat pemerintah itu harus bersih dan berwibawa. Jadi kembali sekarang wibawa. Mental. Revolusi mental untuk menegakkan wibawa. Kemudian jangan ada kriminalisasi. Mungkin nanti Pak Jumin, Junimart ya, yang DPR tapi kan mantan Pengacara. Apa sih itu kriminalisasi. Kalau dari kacamata kami, tidak mengenal, kalau pengamat saya selama di Kepolisian,pemerhati,ya, tidak ada kata-kata kriminalisasi,ya,memenuhi unsur, cukup bukti atau tidak, ya, tindak pidana, eh… kejahatan atau pelanggaran tapi sekarang memasyarakat,ya,kriminalisasi. Secara awam mungkin, yang tidak kriminal, dikriminalkan, itu menjadi kriminalisasi tapi kalau memang dia kriminal, ya, memenuhi tindak pidana apa dia, tindak pidana umum atau khusus, kan gitu. Kemudian, kalau diproses,ya, tindak pidana tadi mesti transparan. Eh… kemudian juga jangan ada intervensi. Itu, ya, kita hukum menjadi, kita negara hukum, hukum menjadi panglima. Penegakan hukum itu mutlak. Ya, mestinya memang tadi, hanya,eh… garisnya, dia harus adil, tidak melanggar HAM dan objektif. Sesuai dengan ketentuan hukum. Kemudian, aparat penegak hukum harus saling kerja sama, baik KPK Polri, maupun penegak hukum yang lainnya, dengan Jaksa, dengan pengacara, dengan hakim dan bukan dengan itu saja, tentunya,eh… para, para, eh… warga, individu yang bergerak di bidang hukum harus bekerja sama untuk dalam rangka penegakan hukum. Khususnya penegakan hukum korupsi yang bisa ditangani oleh, eh.. jaksa, polisi, maupun KPK atau tindak pidana umum yang banyak ditangani oleh Polisi. Secara Internasional, jenis kejahatan yang menjadi, dikerjakan oleh Polisi di dunia ini sampai 121 macam, jenis ke.. kejahatan. Kemudian, jangan sok,ya, yang ada, lebih tinggi dari hukum. Ini, ini yang penting, kalau udah pang,eh.. hukum itu menjadi panglima, jangan ada yang lebih tinggi lagi dari panglima, ya. Jadi jangan ada yang sok lebih di atas hukum. Kemudian, sekarang kalau judulnya ini sepertinya ada versus KPK versus Polri kemudian kita bawa kepada selamatkan KPK, selamatkan Polri, dan selamatkan generasi muda bangsa dan negara kita ini. Saya pikir itu, sehingga, sehingga, menurut,eh… perhatian saya, secara tadi dibilang mantan polisi, arahan
125
Presiden,ya, cukup jelas dan cukup tegas koridornya. Yang kita harapkan sekarang ada tim independen. Koridornya ini jelas itu. Jangan keluar dari itu. Mari demi penyelamatan institusi, pene, khususnya penegak hukum dan penyelamatan bangsa dan negara kita,ya,saya harapkan, kita semua sepakat untuk bekerja berdasarkan tadi, eh… objektif, kebenaran, keadilan, dan kemudian secara penegakan hukum,eh… kita tidak saja eh… menganut azas legalitas formal, tapi kita memilih azas, eh.. oportunitas, sehingga diberi kesempatan memang untuk mengeyampingkan perkara. Kalau perkara itu diproses menjadi lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya, bisa dikesampingkan. Secara resmi, Jaksa dan Polisi bisa deponeer,ya, tapi kelihatannya KPK tidak bisa diponeer tidak ada penghentian, ya, tapi pernah terjadi, eh… yang lalu, ada pejabat KPK yang sampai diproses sampai di Jaksa Agung dan sampai di Jaksa Huk, Jaksa Agung, walaupun tidak secara,eh… spesifik dinyatakan diponeer tapi itu dihentikan karena syarat Moderator : Jadi Pak Sisno, maaf saya potong. Jadi menurut,eh.. Bapak, haruskah,eh.. harus ada salah satu kasus yang diberhentikan, begitu? Untuk kasus ini, sehingga kisruh KPK dan Polri ini selesai, harus diambil langkah itu? Sisno Adiwinoto : Eh, saya tidak mengarahkan ke sana, ya, prinsip-prinsip itu penegakan hukum. Dari sejak mungkin memilih kasus. Ini mungkin ah tidak perlu dikasuskan karena terlalu sumir, terlalu apa,tapi.. tapi ada yang membatasi adalah kalau kadaluarsa. Jadi, kalau prinsip bahwa penegakan hukum itu tindakan, pelanggaran hukum sekecil apapun harus ditindak, supaya hukum yang kecil Moderator : Oke, baik. Sisno Adiwinoto : Pelanggaran hukum yang kecil-kecil tadi tidak menjadi besar tapi ternyata sistem hukum kita memberi tadi oportunitas.
126
Moderator : Oke, baik Pak. Kita akan lihat berarti. Kita akan lihat bagaimana, apakah memang dari tim independen ini bisa memberikan solusi seperti yang tadi koridor-koridor yang seperti Pak Sisno sampaikan. Saya juga perlu Pak Junimart dan juga Ubedillah dan juga kami juga akan bertambah lagi satu narasumber kami yaitu mantan pimpinan KPK Pak Bibit Samad Rianto usai jeda pariwara berikut ini. (Iklan) (Acara dimulai kembali) Moderator : Saya langsung ke Pak Bibit. Pak Bibit, anda mantan Wakil Ketua KPK dan sekarang aktif di gerakan Bibit Samad Rianto : Masyarakat Moderator : Masyarakat Bibit Samad Rianto : Perangi korupsi Moderator : Perangi korupsi. Bibit Samat Rianto : Ya. Moderator : Artinya masih samalah Pak ya, sejalan, senafas, dengan KPK.
127
Bibit Samad Rianto : Ya, ya,ya. Moderator : Kalau kita melihat apa yang terjadi saat ini, Pak. Situasi seperti saat ini. Bisa dikatakan genting karena Presiden pun akhirnya turun,Pak, untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan memanggil 7 orang pakar-pakar hukum, dibentuk. Kemudian kalau Pak Bibit melihatnya, sesungguhnya dialami juga sama Pak Bibit saat itu. Bibit Samad Rianto : Ya. Moderator : apalagi ini yang terjadi Pak, antara KPK dan Polri, ini? Bibit Samad Rianto : Masalah koordinasi aja, Mas. Koordinasi antara pimpinan Polri dengan pimpinan KPK, enggak, enggak sumut. Moderator : Koordinasi itu artinya Bibit Samad Rianto : Koordinasi Moderator : komunikasi seperti itu?
128
Bibit Samad : Komunikasi, heeh. Mestinya kan, ya, nih, ini ada masalah gini, saya, saya mau adakan gini. Kan bisa aja gitu ya. Nah, memang pengalaman saya juga, selama ini, waktu… waktu, saya jadi pimpinan KPK itu memang koordinasi itu sulit dilaksanakan. Walaupun kita siap, kedua pejabat, apa.. polisi maupun Kejaksaan Agung tuh, kadang-kadang tidak ada waktu untuk ketemu. Mestinya, lapangan pun sama, Wong sebetulnya penyidik Polisi dengan penyidik KPK itu sama. Sama-sama lulusan PTIK lah kira-kira, aku dosennya juga waktu itu. Moderator : Harusnya tidak ada ribut-ribut Pak, ya? Bibit Samad Rianto : Mestinya itu. Moderator : Oke. Tapi pada kenyataannya faktanya itu yang terjadi saat ini Pak, ya? Bibit Samad Rianto : Iya, enggak tahu, mungkin diperbesar juga dengan media, kan. Moderator : Kenapa jadi media Bibit Samad Rianto : Atas tanggapan macam-macam di media kan, jadi rame gitu kan. Seolah-olah berantem padahal enggak juga gitu loh, enggak juga. Ak.. aku kan pernah berada di Polisi 30 tahun, di KPK 4 tahun.
129
Moderator : Mungkin ini juga Pak, ya, Pak Jokowi lihat kali ya, sebenarnya KPK sama Polri ini ga berantem. Jadi Pak.. Pak, Jokowi statemennya biasa-biasa aja.. katanya orang.. banyak orang. Gitu Pak Junimart. Junimart Girsang : Iya… eh.. yang pertama tentu saya harus sampaikan…eh.. tidak ada, selamatkan KPK, tidak ada selamatkan Polri. Yang ada adalah harus saling menguatkan, ini dulu, ya, karena tidak ada yang tidak selamat di sini, semua selamat, ya, karena menurut saya, kalau istilah save KPK save Kapolri itu provo.. provokatir. Sangat provokatif itu, tidak boleh kita pergunakan itu, menurut saya, itu yang pertama. Yang kedua,eh.. tentang tim, eh.. saya berharap tim ini bisa bekerja secara objektif dan independen,ya, tanpa menyentuh, tanpa mengintervensi substansi perkara. Moderator : Jadi maksudnya perkara Pak Budi Gunawan, perkara,Pak, eh.. Bambang, itu tetap berjalan? Junimart : Tetap. Biarkan hukum sebagai panglima di negara ini. Itu yang Pertama.Yang kedua, kita mengatut, eh.. mengenal asas, ya, persamaan di depan hukum. Semua sama di muka hukum. Tidak terkecuali siapapun. Ah ini kita harus sepakat dulu,ya, kita harus sepakat. Yang ketiga, kalau tim ini bekerja, tentu mereka bekerja harus dengan betul-betul objektif dan tidak mempunyai target untuk masuk ke substansi perkara. Ini sangat perlu. Jadi jangan sekali-kali tim ini menyentuh perkara. Silakan tugas yang diberikan oleh Pak Presiden. Moderator : Tapi Pak Junimart, tapi ini terjadi antara KPK dan Polri ini karena suatu perkara. Orang melihatnya seperti itu karena Pak Budi
130
Junimart Girsang : Iya begini.. Moderator : Pak Budi Gunawan jadi tersangka Junimart Girsang : betul Moderator : Kemudian Pak BW jadi tersangka Junimart Girsang : Iya Moderator : Ini yang kemudian di.. diartikan atau dilihat orang, ini jadi ribut KPK dan Polri. Itu loh. Junimart Girsang : Justru karena itu. Justru karena itu. Elemen masyarakat juga harus kita buat cerdas, ya. Jangan sampai masyarakat itu,ya,eh… mempunyai, eh.. apa namanya.. pola pro dan kontra. Tidak boleh begitu. Masyarakat harus melihat perkara ini secara objektif. Perkara ini adalah Pidum,Pidana Umum. Yang urusannya menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing. Jadi, harus kita pisahkan, antara pribadi, eh.. Pak BW, pribadi Pak BG dengan institusi mereka. Ini kita harus… harus.. harus sampaikan kepada masyarakat. Ya, jadi bukan berarti kalau misalnya Pak BW menjadi tersangka, yang merujuk kepada pelemahan KPK, tidak, saya kira tidak. Moderator : Oke baik..
131
Junimart Girsang : Karena begini, sebentar Pak, sebentar, ya. Kita.. kita mendengar, Pak Abraham Samad mengatakan satu orangpun, satu orang pun yang memimpin KPK, KPK tidak mati. Saya ingat betul itu. Saya ingat betul. Moderator : Oke. Artinya? Junimart Girsang : Artinya tanpa Pak BW pun di sana itu jalan terus, kok. Itu yang saya tangkap. Yang kedua, kalau kita berbicara mengenai Undang-undang No.30,ya, 4 komisioner tidak boleh berjalan di KPK. Jelas, 4 komisioner tidak berjalan tetapi bukan itu yang kita permasalahkan. Kita hanya mau bagaimana semangat pemberantasan korupsi ini betul-betul bisa berjalan di KPK secara murni dan objektif. Semua kita mendukung mengenai ini. Moderator : Oke. Mas Ubed. Ubedilah : Ya. Moderator : Pidato Pak Jokowi terakhir kemarin jangan ada kriminalisasi. Sesungguhnya tadi sudah disampaikan Pak Sisno, kemudian Pak Junimart, Pak Bibit sesungguhnya ini jangan-jangan memang ga ada kisruh cuma karena memang merasa salah satu merasa tersakiti padahal ini personal ke personal. Sesungguhnya apa yang anda lihat? Ubedilah : Iya, kalau saya melihat memang ada dua proses yang bekerja pada saat,eh.. pengajuan Pak Budi Gunawan menjadi Kapolri. Pertama adalah proses,eh..
132
politik, di mana kemudian secara politik Pak Jokowi memiliki hak prerogatif untuk mengajukan,eh.. calon Kapolri kepada DPR. Sampai di situ sebetulnya prosedur hukum dilalui oleh Pak Jokowi dengan benar karena harus membawa ke DPR untuk dilakukan fit and proper test tetapi di saat yang sama ada perspektif hukum yang bekerja, ketika kemudian,eh.. ada pengumuman bahwa Pak Budi Gunawan sebagai tersangka. Nah, sampai di situ lalu kemudian ada perspektif politik tentang etika politik. Moderator : Maksudnya, politik ini di KPK nya atau apanya nih? Ubedilah : Ya. Proses,eh.. ketika kemudian menjadi tersangka. Itu lalu ada interpretasi politik bahwa ini.. ada.. ada etika politik yang tidak dipegang teguh ketika seorang tersangka langsung masuk ke DPR lalu dilakukan fit and proper test. DPR dalam konteks itu juga sebetulnya secara etik politik harusnya berhenti dulu. Nah, karena ini kemudian berjalan terus maka kemudian menimbulkan banyak interpretasi. Perjalanan kemudian saya melihat bahwa
apa yang dilakukan oleh Presiden
sebetulnya adalah langkah yang paling mungkin yang bisa dilakukan untuk meredakan ketegangan. Saya kira ini apresiasi saya untuk Pak Jokowi dalam soal itu, tetapi apakah kemudian ini berhenti. Ternyata kan kemudian, eh.. harus mampu memisahkan antara proses hukum harus terus berjalan dan proses politik harus terus berjalan karena Kapolri harus ada. Kapolri harus ada. Ini yang kemudian menjadi persoalan. Nah, dalam situasi inilah tim Independen itu, itu diperlukan. Saya Moderator : Tapi tim independen ini tadi kemarin disampaikan Pak Jimly, ini masih informal loh, belum formal. Jadi belum terbentuk juga sesungguhnya loh.
133
Ubedillah : Ya meskipun informal di dalam politik itu membutuhkan legitimasi, ketika datang berbagai profesor datang itu… itu sangat luar biasa untuk memberikan legitimasi bagi keputusan Pak Jokowi setelah ini. Bayangkan kalau yang datang misalnya bukan pakar hukum. Bukan orang yang ahli di bidangnya maka perspektifnya menjadi berbeda ini sangat politis lagi begitu kan. Jadi saya kira langkah ini menjadi cukup,eh.. tepat tetapi saya berharap bahwa proses ini, proses kemudian, ya, jangan kemudian intervensi politik lebih dalam Moderator : Siapa yang kira-kira akan mengintervensi dari parpol-parpol atau Ubedillah : Ya Moderator : Dari pihak-pihak antara yang berperkara ini? Ubedillah : Ya, saya kira yang paling,eh.. konkrit adalah,eh.. partai pengusung. Ah,Itu yang paling konkrit Moderator : Oke baik. baik. Partai pengusung katanya akan intervensi Pak Junimart. Kita akan jeda dulu sejenak. Kami kembali sesaat lagi. (Iklan) (Acara dimulai kembali) Prolog II : Komisi Pemberantasan Korupsi diterpa badai. Ya, mungkin itulah kata yang pantas untuk lembaga anti rasuah tersebut. Setelah sebelumnya pimpinan
134
KPK Abraham Samad diterpa kabar tidak sedap. Abraham Samad dikabarkan bertemu dengan petinggi PDI Perjuangan terkait pencalonan dirinya menjadi Calon Wakil Presiden mendampingi Calon Presiden Joko Widodo saat itu. Abraham Samad dinilai tidak pantas mengincar posisi Calon Wakil Presiden tersebut karena Ia masih menjabat sebagai ketua KPK. Selain itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto ditangkap Bareskrim Polri pada Jumat pagi selepas mengantarkan anaknya ke sekolah. Ia ditangkap atas tuduhan keterangan palsu terkait sengketa Pemilukada Kota Waringin Barat lima tahun silam. Tak sampai di situ, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi lainnya Adnan Pandu Praja dilaporkan ke Bareskrim Polri terkait kasus perampasan saham milik perusahaan pengelola hutan tahun 2006 silam. Bahkan Presiden Joko Widodo berharap jika lembaga Polri dan KPK bersinergi untuk menghindari upaya kriminalisasi terhadap dua lembaga tersebut. Presiden Joko Widodo : “Bahwa kita sepakat, institusi KPK dan Polri harus menjaga kewibawaan sebagai institusi penegak hukum. Oleh sebab itu jangan ada kriminalisasi”. Apa yang sebenarnya terjadi dengan lembaga anti rasuah tersebut. Kita lihat saja.. Moderator : Ya ada apa dengan KPK Pak Bibit. Tadi di awal kita sudah bicarakan di zaman Pak Bibit juga ada kasus yang yaaa mirip-mirip Pak ya seperti ini yang ada katakata kriminalisasi. Apakah kriminalisasi ini apa yang seperti disampaikan Presiden kita Pak Joko Widodo, memang ada dan kemudian diminta tidak ada kriminalisasi, Pak Bibit? Bibit Samad Rianto : Kriminalisasi itu orang yang enggak berbuat sesuatu dituduh berbuat sesuatu. Itu kriminalisasi. Tapi kalau alat bukti cukup, yo kenapa kriminalisasi, itu kan. Itu masalahnya.
135
Moderator : Tapi permasalahannya Pak, sebelum itu berproses untuk membuktikan ada atau tidak alat bukti kemudian salah atau benar Bibit Samad Rianto : Nah Moderator : Sudah ada di Bibit Samad Rianto : Disinilah letaknya proses penyelidikan. Penyelidikan itu di KPK, ya, padahal KUHAPnya ya sama juga sih. KPK tuh Plus, KUHAP plus karena UU 30 juga ada hukum acara juga disitu. Disebutkan bahwa penyelidikan tuh menemukan dua alat bukti yang cukup baru seseorang dijadikan tersangka. Kalau itu belum ketemu, aku sendiri pernah kecewa juga, ada seseorang yang jelas dia tuh pelapornya apa.. pemberi suapnya itu ngasih, pe..pe.. pesuruhnya ngasih tapi yang bersangkutan yang nerima ga ngasih.. ga..ga ngaku. Ditelusuri dari aspek dokumen yang lain enggak ketemu sehingga ya terpaksa orang itu dibebaskan ga diapa-apain, tidak dijadikan tersangka, nah di situ, itu.. itu satu.. satu contoh ya. Nah, kemudian dulu ada Cicak Buaya sekarang disebut lagi Cicak Buaya Jilid II, kemudian apa sama ga sih? Gitu ya, Moderator : Iya Bibit Samad Rianto : Sama gak? Nah, Kalau saya tuh memang ga berbuat. Saya berani bersumpah berapa kali saya ga berbuat. Nah, aku dituduh berbuat. Ya kenyataannya apa? Kenyataan saya berada di Peru waktu itu. Berada di Peru dituduh pada hari yang sama menerima duit di Bellagio. Bellagio tuh di mana aku juga ga tahu gitu kan. Lah ini. Nah kondisi ini kan memancing, apa yo, menyentuh rasa keadilan
136
masyarakat, ini orang di luar negeri kok dituduh terima duit di.. di sini. Berarti ada rekayasa di situ dan udah dibuktikan di MK tanggal 3 November, aku ingat benar 3 November 2009 dan aku waktu itu nonton TV di dalam tahanan di Brimob, gitu kan. Setelah itu ga tahu malamnya aku dibebaskan. Aku juga ga minta diapain, di SP 3 juga ga minta, di deponeer juga ga minta, terserah aja mau diapain. Nah, akhirnya aku tetap diperiksa terus, yo, nah kemudian akhirnya ada deponeering segala macam, aku juga ga tahu, gitu ya. Moderator : Kalau untuk yang sekarang yang terjadi Pak Bibit apakah bisa dilakukan hal yang sama seperti Bapak? Bibit Samad Rianto : Nah, sekarang ini Moderator : dilakukan hal yang sama seperti Bapak? Bibit Samad Rianto : sekarang ini yang terjadi kan Mas Bambang itu dituduh melakukan perbuatan melanggar hukum sebelum dia jadi KPK, Moderator : Ya Bibit Samad Rianto : ya kan, sebelum dia jadi pejabat KPK. Mestinya keadaan ini terdeteksi pada waktu panitia seleksi itu. Nah berarti harus diperketat lagi seleksinya. Betul-betul milih orang yang clear yo, clear untuk masuk jadi pimpinan KPK. Nah, kemudian di.. disetujui juga oleh DPR kan. Moderator : Artinya proses ini terus dilakukan Pak terhadap
137
Bibit Samad Rianto : Nah Moderator : Pak BW ini? Bibit Samad Rianto : Bedanya di situ kan. Nah, saya kira ya.. ya.. sesuai dengan arahan Pak Jokowi kan. Saya sepakat dengan arahan beliau, eh.. gunakan aturan hukum untuk menyelesaikan masalah ini gitu toh dan di Republik ini juga ga ada yang kebal hukum gitu kan. Siapapun yang melanggar hukum kena. Gitu ya. Moderator : Pak Bibit tidak melihat ada tadi yang sempat disampaikan Bang Ubed, intervensi. Intervensi-intervensi kepentingan dari partai politik Bibit Samad Rianto : Nah Moderator : yang menggunakan misalnya institusi, menggunakan Polri atau menggunakan KPK untuk tujuan tertentu Pak Bibit?. Bibit Samad Rianto : Ya jangan mau diintervensi. Supaya ga diintervensi pilihlah pemimpin-pemimpin yang punya integritas, punya kompetensi yang sesuai dan konsisten. Ini aja pemimpinnya yang.. yang.. yang jadi pengalaman saya di Polres di Polda pemimpinnya ngomong A bawahannya yo A kok. Tak..tak.. tidak usah di.. apa, tidak usah dipaksa-paksa. Dia melihat, kita konsisten dengan A tadi mereka yang tidak A ya akan malulah,
138
Moderator : Oke. Bibit Samad Rianto : artinya, dan seterusnya. Moderator : Baik Pak Bibit Bibit Samad Rianto : Itu pemimpinnya. Moderator : Pak Sisno, anda melihat ada yang mengatakan bahwa ini Polri ini dimanfaatkan oleh sekelompok.. sekelompok orang untuk tujuan tertentu, Pak Sisno Adiwinoto : Iya Moderator : Sisno. Apa anda juga melihat seperti itu, sebagai pemerhati Sisno Adiwinoto : Kalau tadi kan ada disebut juga masalah di belakangnya ada politik, ada juga masalah koordinasi, ada juga eh.. pemimpin yang ya.. harus.. harus kuat.. gitu ya. Nah mungkin pemimpinnya dianggap lemah gitu. Jadi kalau mulai kembali dari kasus, eh… pada saat pertama, eh… BG dinyatakan sebagai tersangka itu yang mungkin ada latar belakang politik tapi mungkin juga ambisius pribadi. Saya sebagai Wakil Ketua Umum Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian Indonesia yang eh… motto kita itu lebih memuliakan profesi kemudian eh.. mengoreksi yang salah dan membela yang benar. Melihat dari kami kaji di dalam eh.. Ikatan
139
Sarjana dan Profesi Perpolisian itu, tadi kalau tadi juga dipermasalahkan masalah Pak Bibit kembali ke masalah kasus awalnya BG. Dia juga kasus lama juga. Kasus lama kemudian eh.. terjadinya sudah lama kemudian karena dianggap latar belakang politik sampailah diperkarakan menjadi tersangka. Yang tadi dua alat bukti itu masih dalam eh.. Moderator : Proses Sisno Adiwinoto : masih dalam pertanyaan benar tidak tapi kemudian terikat kalau KPK itu sulit untuk SP3 tapi kan proses praperadilan sudah berjalan. Ya kita tunggu proses praperadilan berjalan. Selama proses praperadilan berjalan mestinya perkara status quo menunggu putusan tapi kita lihat masih KPK masih berjalan terus Moderator : Tapi mungkin ga pak pertanyaannya masih soal tadi, Polri itu dimanfaatkan kelompok… sekelompok tertentu? Sisno Adiwinoto : Saya pikir tidak ada manfaat memanfaatkan. Justru yang kita waspadai jangan personifikasi memanfaatkan institusi dengan dalih,ya, dengan dalih kewenangan kemudian tugas yang mulia, ya, tapi dia terselubung. Moderator : Oke Sisno Adiwinoto : itu yang mungkin pada saat kita sekarang era eh.. Revolusi mental kita bersihbersih mari kita bersih-bersih sehingga bukan tadi, kalau tadi, selamatkan tadi, bukan selamatkan eh.. KPK ataupun Polri tapi mari kita bersihkan sehingga
140
institusi Polri institusi KPK tidak diduduki tidak diawaki oleh orang-orang yang mungkin Moderator : Baik Sisno Adiwinoto : mental atau kredibilitasnya kurang Moderator : Baik Pak Sisno. Debat harus jeda dulu sejenak. Kami kembali sesaat lagi. (Iklan) (Acara dimulai kembali) Moderator : Saya ke Pak Junimart. Pak Junimart tadi sempat disinggung ada intervensiintervensi atau juga di Pak Sisno tadi, kepentingan-kepentingan partai politik untuk tujuan tertentu? Junimart : Iya eh… kami dari partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan tegas mengatakan tidak pernah melakukan intervensi. Moderator : Oke sampai disitu tuh ga ada, tidak ada muatan intervensi tapi berpikir atau tidak, ada muatan politisnya ketika yang dijagokan oleh PDI Perjuangan sebagai calon Kapolri itu dijadikan tersangka? Junimart : Jadi begini, kita jangan langsung eh.. menjudge bahwa Pak BG itu eh.. dijagokan oleh PDIP. Kita bisa buktikan sewaktu fit and proper test semua fraksi minus Demokrat mendukung Pak BG. Bukan hanya PDIP di sana, ada 10 fraksi. Satu
141
tidak ikut,sembilan mendukung. Ini Sembilan adalah partai politik yang semuanya kuat walaupun dalam paripurna satu partai politik yaitu PAN menarik diri, tinggal delapan. Jadi kalau dikatakan eh., partai PDIP sebagai pendukung Pak BG saya men.. mengatakan tidak. Moderator : Jadi tidak mendukung Pak BG untuk Calon Kapolri? Junimart : Bukan tidak mendukung Moderator : Dukung kan? Junimart : Semua mendukung Moderator : Oh ya. Iya PDIP maksud saya mendukung kan betul? Junimart : Ya tentu mendukung tapi bukan hanya PDIP semua mendukung. Ini kita harus.. harus.. harus garis bawahi juga. Jadi jangan eh… apa namanya selalu partai PDIP yang disudutkan, ya, tentang urusan ini tidak boleh begitu. Moderator : Oh PDIP merasa disudutkan dengan masalah ini? Junimart : Bukan merasa disudutkan kan kelihatan, kelihatan kan, kelihatan, iya kan?. Saya perlu sampaikan, saya perlu sampaikan, ya, PDIP adalah partai yang tangguh, semakin disudutkan semakin tangguh dia. Itu partai PDIP.
142
Moderator : Oke. Bang Ubed, mengomentari soal itu bagaimana? Ubedillah : Jadi eh… justru itu membuktikan hal yang politis. Ketika di DPR it… DPR adalah area politik. Ketika di DPR kemudian dukungannya 8 fraksi itu menunjukkan dukungan politik dan PDIP adalah fraksi yang eh.. terbesar. Oleh karena itu sebetulnya intervensi politik itu tidak harus kemudian menekan eh.. kekuasaan politik lain tapi melalui prosedur-prosedur politik lalu kemudian mendorong seseorang menjadi calon terutama dalam kasus calon Kapolri. Jadi saya melihat eh.. tetap saja ada, karena eh.. ini adalah arena yang sangat terbuka ruang kemungkinan orang melakukan interpretasi tentang politik dan saya kasih catatan bahwa pola ini itu menunjukkan juga pola politis sebetulnya. Mengapa calon Kapolri harus dibawa ke DPR, mengapa juga calon KPK harus fit and proper test di DPR misalnya, itu kan menunjukkan kekuatan politik dari parlemen, untuk menentukan wilayah eksekutif sebetulnya. Kan sebetulnya eh..eh... Presiden bisa saja memiliki hak prerogatif menentukan eh… Kapolri tapi di dalam Undangundang mengharuskan dilakukan fit and proper test di DPR dan itu adalah ruang politik, Pak. Oleh karena itu Moderator : Termasuk di KPK? Ubedillah : Termasuk KPK. KPK sejak awal itu sudah masuk ke arena politik sebenarnya. Seleksinya kan di DPR, fit and proper test nya. Oleh karena itu kalau ada interpretasi publik mengatakan bahwa ini politis, itu sah-sah saja karena itu adalah area sangat terbuka begitu kan. Moderator : Jadi memang antara Polri dan juga KPK muatan politis,
143
Ubedillah : Ada. Moderator : Unsur politisnya sangat kuat Ubedillah : Ada Moderator : Ada ya? Ubedillah : Baik KPK maupun eh… Polri Moderator : Baik Ubedillah : Tapi kalau kemudian itu diputus tidak ada fit and proper test di DPR saya kira ruang politis itu menjadi minimalis. Moderator : Oke baik Junimart : Tapi awalnya Moderator : Sebentar. Kita jeda sejenak. Kami kembali sesaat lagi. (Iklan) (Acara dimulai lagi)
144
Moderator : Bang Junimart tadi apa yang ingin Anda sampaikan sebelum jeda tadi, terkait juga khususnya ada permintaan atau permohonan dari KPK soal imunitas? Junimart Girsang : Iya eh.. tentu kita apresiasi ya tentang imunitas tetapi eh… satu hal yang mesti kita pahami ya. Presiden saja tidak punya hak imunitas. Presiden, tidak punya hak imunitas, itu yang pertama. Yang kedua kalau sekarang hak imunitas ini, ya, diminta, akan menimbulkan eh.. penegakan hukum yang bias. Contoh begini, di dalam, rangka KPK bekerja, pimpinannya bekerja terus terjadi KDRT, mhon maaf KDRT. Komisioner KPK salah satu melakukan KDRT, ga bisa diproses karena imunitas. Apakah dibiarkan menunggu sampai selesai masa beliau itu bertugas di KPK, itu satu. Kedua, kalau misalnya tertangkap tangan, imunitas, tidak boleh. Kalau melakukan kejahatan, misalnya, karena kelalaiannya menyebabkan kematian orang lain, tidak boleh, tunggu sampai selesai, masanya. Ini kan yang aneh, ya. Yang terakhir dari saya, Pak Abraham Samad, saya bawa filenya di sini, beliau mengatakan, ya, tangkap Presiden lebih mudah bila jadi ketua KPK. Artinya beliau juga sudah tahu bahwa Presiden itu tidak punya alasan apapun, ya, tidak punya dasar apapun untuk mengelak apabila KPK bergerak untuk menangkap Presiden. Jadi jangan sekarang, ya, hak imunitas itu diminta-minta, ya, dengan cara memprovokasi rakyat juga. Tidak boleh begitu. Moderator : Oke baik. itu Pak Junimart. Junimart Girsang : Tidak boleh begitu
145
Moderator : Saya ke Pak Bibit kalau begitu. Pak Bibit apakah imunitas ini memang diperlukan untuk KPK menurut Anda? Bibit Samad Rianto : Saya kira ga perlu. Kesamaan dalam hukum yo. Junimart Girsang : Iya Bibit Samad Rianto : Kesamaan warga negara dalam hukum akan dilanggar itu. Tapi kalau misalnya imunitas nih seperti ini, tidak dipersoalkan, ya, masa lalu, seperti BW ini ya, jadi kejadian yang.. kesalahan yang masa lalu Junimart Girsang : Iya pak Bibit Samad Rianto : selama dia jadi pimpinan KPK tidak dipersoalkan. Nah, setelah dia keluar dari pimpinan KPK baru dipersoalkan. Nanti selama jadi pimpinan KPK tidak ada kaitannya dengan masa lalu. Masa lalu dianggap ya.. di.. apa didiamkan dulu sampai dia selesai dari ketua KPK ditangkap, nah baru,nah tapi kalau dia melakukan, di situ dia melakukan, apa.. pelanggaran hukum ya harus kena dong. Jadi, me.. banyak apa me.. mengandung mudharatnya lebih banyak kira-kira daripada manfaatnya. Moderator : Oke Junimart Girsang : Tapi Pak, sedikit
146
Moderator : Sebentar, sebentar, waktu kita sudah mau habis Junimart Girsang : Ndak, saya nyambung aja sedikit Moderator : Pak Sisno Junimart Girsang : Tentang imunitas, Pak. Ini kan di.. di pasal eh.. di Undang-undang 30 tahun 2002 di Pasal 65 sudah jelas diatur tentang ketentuan pidana. Moderator : Sudah ada aturannya kan? Junimart Girsang : Sudah diatur, jadi Moderator : Ya sudah Junimart Girsang : Akan sangat sulit mengenai itu dilakukan Moderator : Pak Bibit pun setuju sama anda tadi. Junimart Girsang : Silahkan Pak, silahkan Pak, silahkan Pak.
147
Moderator : Oke, Pak Sisno. Kalau Pak Sisno bisa Pak seperti itu Pak tadi yang disampaikan Pak Bibit tadi memang eh.. nanti dulu setelah pimpinan KPK nya selesai dulu kemudian baru proses Sisno Adiwinoto : Ya kalau kasusnya sudah kasus lama tambah lagi 5 tahun selama Moderator : Takut habis Pak ya? Sisno Adiwinoto : di KPK kadaluarsa bisa Moderator : Kadaluarsa Sisno Adiwinoto : Jadi saya pikir wacana imunitas itu termasuk yang mengada-ngada. Moderator : Oke Sisno Adiwinoto : Jadi tidak perlu saya pikir. Kemudian juga yang perlu lagi eh… kita menegakkan hukum tadi jangan ada intervensi. Janganlah galang menggalang. Jangan juga membangunkan. Saya dipesenin nih polisi itu 400 ribu lebih. Kalau dengan keluarga besar Polrinya itu bisa sampai 4 juta. Itu Moderator : Maksudnya apa nih ancaman?
148
Sisno Adiwinoto : Iya kalau galang menggalang kan terus kemudian, jadi itu juga potensi benturan. Yang kita hindari ya benturan. Kemudian kalau pengamanan juga, polisi masih bisa mengamankan gitu. Jangan ada membenturkan nanti polisi dengan instansi lain misalnya gitu. Moderator : Yang kemarin seperti dudukin KPK itu Pak ya, penjagaan itu ya? Sisno Adiwinoto : Ya apapun lah gitu. Jadi, jangan artinya aparat dibenturkan kepada masyarakat, rakyat, gitu kan. Jangan aparat sama aparat dibenturkan. Mari ya kita hindari, warisan, ya, politik eh.. pecah belah divide et impera itu ya, jangan sampai itu terjadi. Jadi justru kembali memang masalah moral, masalah mental, etika, itu yang harus dipegang sehingga mestinya setiap pejabat negara, itu punya mental mo.. moral yang tinggi dia sehingga eh.. benar-benar dia negarawan, gitu. Kalau negarawan, tadi ga perlu ada imunitas juga, oh ini nanti lah, tahu gitu. Jadi, tidak artinya dengan ambisi kemauan pribadi, mengayunkan kewenangan kekuasaannya tadi dengan mengcover itu kemudian terjadi tadi. Ini bukan pelemahan institusi. Tidak ada pelemahan. Kemudian kalau dianggap Polri juga melemahkan, KPK ini, Pak Bibit ini dari Polisi, KPK itu kuat juga dari Polisi. Kalau mau pelemahan, penyidik Polri ditarik semua, pelemahan. Justru Polri mendukung KPK untuk kuat. Kita harapkan keberadaannya KPK tadi untuk kemudian memperkuat penyidik Polri maupun Jaksa, itu yang kita harapkan sehingga peran KPK yang, 5 bang ya Junimart Girsang : Iya
149
Sisno Adiwinoto : 5 yang dari mulai koordinasi, supervisi, penyidik, pe.. pencegahan, ya, itu jangan eh.. lebih kepada kepenyidikan saja, koordinasinya, monitoringnya. Kemudian masalah moral tadi disinggung masalah koordinasi. Kalau MOUnya eh.. Jaksa, Polisi, dan eh… KPK itu dipegang, sejak mulai kasus Djoko Susilo, ya, itu kalau dipegang itu tidak akan terjadi benturan-benturan. Jadi koordinasinya sudah ada ikatan. Moderator : Baik Sisno Adiwinoto : Itu bukan hukum berarti moral. Moral itu di atas. Janji. janji kenapa mesti diingkari. Moderator : Oke Sisno Adiwinoto : Jadi mari kita, eh.. moral di atas. Moderator : Oke. Pak Bibit, ini terakhir sebelum kita tutup, Pak Bibit. Bagaimana memang jikalau ada oknum ya kan dari pihak kepolisian melakukan tindak pidana korupsi atau dari pihak KPK ada yang melakukan pidana korupsi. Ap.. Akankah selalu terulang ribut seperti ini Pak, Bibit?. Jadi saling merasa tidak eh.. tidak yakin akan kinerja masing-masing begitu, Pak?. Bibit Samad Rianto : Nggak.. ngakk.. Nggak usah ributlah. Yang jelas kalau ada tindak pidana korupsi ya ditindak aja yang punya kewenangan. Yang jelas laporan dari masyarakat itu harus dipelajari kemudian kalau cukup alat bukti, lakukan, tindakan, gitu,
150
siapapun penegak hukum. Makanya, kita kembali lagi kenapa sih dulu KPK dibentuk sih, kan sudah ada polisi, ada jaksa, ada hakim, ada pengacara, ini Pak Girsang pengacara juga nih, ya. Ya, kalau ini baik, ga perlu ada KPK kok, ya kan, ya KPK dibentuk karena menurut reformasi itu, yo, itu kan ada TAP MPR, ada Undang-undang, Moderator : Diperlukanlah Bibit Samad Rianto : Heeh diperlukan ada KPK. Lah Mestinya KPK juga ada kewenangan trigger mechanism di situ, nah ini yang belum jalan. Mestinya KPK… KPK.. apa.. KPK jalan, ngajak polisi, jaksa, hakim untuk..untuk baik, gitu loh. Moderator : Tapi kenyataannya sekarang ini, Pak? Bibit Samad Rianto : Kenyataannya ya mereka masih selitutan, gitu. Artinya ya masih.. ma..ma.. apa.. masalah.. masalah mafia kasus segala macam itu masih ada tapi tolonglah ini kita.. kita.. kita perkecil, ya, kita kurangi, kita semakin kurangi, kurangi, kurangi sehingga kita habisin itu. Nah, oleh karena itu Pak, walaupun ak.. aku udah pensiunan Polisi, pensiunan KPK, kan gitu ya, saya ga mau diam untuk korupsi ini karena korupsi ini sudah menggurita.
Moderator : Mas Ubed singkat saja terakhir Mas Ubed gimana apakah tadi memang harus di Yudisial Review soal Undang-undang yang mengatur eh.. bagaimana seleksi dari KPK?
151
Ubedillah : Ya, saya kira ini kritik eh.. sebagai analis ya bahwa proses pemilihan eh.. anggota KPK itu eh.. melalui sebuah proses politik. Oleh karena itu sebetulnya ini bisa dievaluasi, diganti. Yang menseleksi anggota, calon anggota KPK bisa saja tim independen. Mereka adalah kaum profesional yang sangat eh.. teruji melalui sebuah seleksi yang sangat ketat sehingga tidak ada unsur politis di dalam seleksi anggota KPK itu. Demikian pula sebetulnya Kapolri cukup saja Presiden langsung.
Moderator : Baik Ubedillah : Jadi saya kira itu solusi sederhana ya. Kalau soal yang lain eh misalnya Pak BG dan eh Pak BW Moderator : Biar melalui proses Ubedillah : Biar melalui proses hukum berjalan Moderator : Iya ok Ubedillah : Ketika kemudian terbukti, ya udah hentikan, begitu.
152
Moderator : Baik. Mudah-mudahan dengan diskusi malam hari ini, Presiden Joko Widodo dan juga bersama timnya tujuh orang bisa menyelesaikan masalah Polri dan juga KPK. Saya Muhammad Rizki undur diri. Sampai jumpa minggu depan
153
Lampiran 3
KARTU DATA KE-1
KARTU DATA Pelanggaran Prinsip Kerja Sama No. Data
: Data 1
Bentuk Tuturan
: Konteks: Moderator menanyakan perihal solusi yang bisa ditawarkan untuk mengatasi permasalahan antara Polri dan KPK. Salah satu solusi yang diberikan oleh Sisno yaitu jangan ada kriminalisasi yang dilakukan oleh KPK dan Polri. Moderator: “… Pak Sisno, kalau Anda melihat apa yang terjadi sama Polri dan KPK ini sebenarnya bukan hal yang baru. Ada catatan, ada ini yang ketiga kali, kisruh seperti ini. Menurut Anda sebenarnya solusi seperti apa yang bisa ditawarkan?” Sisno: “… kemudian jangan ada kriminalisasi. Mungkin nanti Pak Jumin, Junimart ya, yang DPR tapi kan mantan Pengacara. Apa sih itu kriminalisasi. kalau dari kacamata kami, tidak mengenal, kalau pengamat saya selama di Kepolisian, pemerhati ya, tidak ada kata-kata kriminalisasi,ya, memenuhi unsur, cukup bukti atau tidak, ya, tindak pidana, eh… kejahatan atau pelanggaran tapi sekarang memasyarakat, ya, kriminalisasi.”
Pelanggaran Maksim : Maksim Kualitas Indikator Pelanggaran : Mengatakan suatu hal yang salah Implikatur
: tidak ada istilah kriminalisasi di dalam tubuh Polri. Kinerja yang selalu dipegang oleh Polri yaitu berdasar memenuhi unsur cukup bukti atau tidak dan kemudian masuk tindak pidana jenis kejahatan atau pelanggaran.
Fungsi Implikatur
: Menyatakan
154
KARTU DATA KE-2 KARTU DATA Pelanggaran Prinsip Kerja Sama No. Data
: Data 2
Bentuk Tuturan
: Konteks: Moderator menanyakan perihal solusi yang bisa ditawarkan untuk mengatasi permasalahan antara Polri dan KPK. Salah satu solusi yang diberikan oleh Sisno yaitu jangan ada kriminalisasi yang dilakukan oleh KPK dan Polri. Moderator: “… Pak Sisno, kalau Anda melihat apa yang terjadi sama Polri dan KPK ini sebenarnya bukan hal yang baru. Ada catatan, ada ini yang ketiga kali, kisruh seperti ini. Menurut Anda sebenarnya solusi seperti apa yang bisa ditawarkan?” Sisno: “….kita semua sepakat untuk bekerja berdasarkan tadi, eh… objektif, kebenaran, keadilan, dan kemudian secara penegakan hukum, eh… kita tidak saja eh... menganut azas legalitas formal, tapi kita memilih azas, eh… oportunitas sehingga diberi kesempatan memang untuk mengeyampingkan perkara. Kalau perkara itu diproses menjadi lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bisa dikesampingkan. Secara resmi, Jaksa dan Polisi bisa deponeer, ya, tapi kelihatannya KPK tidak bisa deponeer tidak ada penghentian ya, tapi pernah terjadi, eh… yang lalu, ada pejabat KPK yang sampai diproses sampai di Jaksa Agung dan sampai di Jaksa Huk, Jaksa Agung walaupun tidak secara, eh… spesifik dinyatakan deponeer tapi itu dihentikan karena syarat.”
Pelanggaran Maksim : Maksim Cara Indikator Pelanggaran : Mengatakan pernyataan yang samar Implikatur
: Dapat mempergunakan celah hukum dengan memanfaatkan asas oportunitas untuk menghentikan perkara yang ada di KPK dan Polri. Kedua anggota institusi tersebut dapat dideponeering. hal itu, dapat meredakan ketegangan atau kekisruhan yang terjadi antara KPK dan Polri
Fungsi Implikatur
: Menyarankan
155
KARTU DATA KE-3
KARTU DATA Pelanggaran Prinsip Kerja Sama No. Data
: Data 3
Bentuk Tuturan
: Konteks: Moderator ingin bertanya kepada Bibit Samad Rianto perihal yang terjadi antara KPK dengan Polri Moderator : “Apalagi ini yang terjadi Pak, antara KPK dan Polri ini?” Bibit Samad Rianto: “Masalah koordinasi aja, Mas. Koordinasi antara pimpinan Polri dengan pimpinan KPK,enggak,enggak sumut.” Moderator: “Koordinasi itu artinya” Bibit Samad Rianto: “Koordinasi” Moderator: “Komunikasi seperti itu?”
Pelanggaran Maksim : Maksim Kuantitas Indikator Pelanggaran : Sumbangan informasi yang diberikan tidak seinformatif yang dibutuhkan Implikatur
: Permasalahan antara KPK dan Polri hanya masalah koordinasi antara pimpinan Polri dan KPK tidak sumut.
Fungsi Implikatur
: Menyatakan
156
KARTU DATA KE-4 KARTU DATA Pelanggaran Prinsip Kerja Sama No. Data
: Data 4
Bentuk Tuturan
: Konteks: Moderator ingin bertanya kepada Junimart apakah Junimart memiliki pandangan yang sama dengan Bibit Samad Rianto bahwa tidak ada sesuatu hal yang serius yang terjadi antara KPK dan Polri Moderator: “Mungkin ini juga Pak, ya, Pak Jokowi lihat kali ya, sebenarnya KPK sama sama Polri ini ga berantem. Jadi Pak… Pak Jokowi statemennnya biasa-biasa aja… katanya orang… banyak orang. Gitu Pak Junimart?” Junimart: “Iya… eh.. yang pertama tentu saya harus sampaikan…eh.. tidak ada, selamatkan KPK, tidak ada selamatkan Polri. Yang ada adalah harus saling menguatkan, ini dulu, ya, karena tidak ada yang tidak selamat di sini, semua selamat, ya, karena menurut saya, kalau istilah save KPK save Kapolri itu provo.. provokatir. Sangat provokatif itu, tidak boleh kita pergunakan itu, menurut saya, itu yang pertama….”
Pelanggaran Maksim : Relevansi Indikator Pelanggaran : Mengatakan suatu hal yang tidak ada kaitannya atau hubungannya dengan perkataan sebelumnya (perkataan oleh kawan bicaranya) Implikatur
: Tidak ada keributan antara KPK dan Polri.
Fungsi Implikatur
: Menegaskan
157
KARTU DATA KE-5 KARTU DATA Pelanggaran Prinsip Kerja Sama No. Data
: Data 5
Bentuk Tuturan
: Konteks: Moderator ingin bertanya kepada Junimart apakah Junimart memiliki pandangan yang sama dengan Bibit Samad Rianto bahwa tidak ada sesuatu hal yang serius yang terjadi antara KPK dan Polri Moderator: “Mungkin ini juga Pak, ya, Pak Jokowi lihat kali ya, sebenarnya KPK sama Polri ini ga berantem. Jadi Pak… Pak Jokowi statemennnya biasa-biasa aja… katanya orang… banyak orang. Gitu Pak Junimart?” Junimart : “Iya… eh.. yang pertama tentu saya harus sampaikan…eh.. tidak ada, selamatkan KPK, tidak ada selamatkan Polri. Yang ada adalah harus saling menguatkan, ini dulu, ya, karena tidak ada yang tidak selamat di sini, semua selamat, ya, karena menurut saya, kalau istilah save KPK save Kapolri itu provo.. provokatir. Sangat provokatif itu, tidak boleh kita pergunakan itu, menurut saya, itu yang pertama. Yang kedua, eh… tentang tim, eh… saya berharap tim ini bisa bekerja objektif dan independen, ya, tanpa menyentuh, tanpa mengintervensi substansi perkara.
Pelanggaran Maksim : Maksim Kuantitas Indikator Pelanggaran : Sumbangan informasi yang diberikan melebihi dari yang dibutuhkan Implikatur
: Junimart berharap tim independen yang dibentuk oleh presiden ini bekerja secara objektif, independen dan jangan masuk atau ikut campur terhadap inti perkara yang terjadi antara KPK dan Polri
Fungsi Implikatur
: Menyatakan
158
KARTU DATA KE-6
KARTU DATA Pelanggaran Prinsip Kerja Sama No. Data
: Data 6
Bentuk Tuturan
: Konteks:Moderator Junimart
bertanya
berdasarkan
pernyataan
sebelumnya tentang tim independen
yang dibentuk oleh Presiden untuk tidak masuk ke dalam substansi perkara Budi Gunawan dan Bambang Widjajanto. Moderator: “Jadi maksudnya perkara Pak Budi Gunawan, perkara, Pak eh… Bambang, itu tetap berjalan?” Junimart: “Tetap. Biarkan hukum sebagai panglima di negara ini. Itu yang pertama. Yang kedua, kita mengatut, eh… mengenal asas, ya, persamaan di depan hukum. Semua sama di muka hukum. Tidak terkecuali siapapun. Ah ini kita harus sepakat dulu, ya, kita harus sepakat. Yang ketiga, kalau tim ini bekerja, tentu mereka bekerja harus dengan betul-betul objektif dan tidak mempunyai target untuk masuk ke substansi perkara. Ini sangat perlu. Jadi jangan sekalikali tim ini menyentuh perkara. Silakan tugas yang diberikan oleh Presiden.” Pelanggaran Maksim : Maksim Kuantitas Indikator Pelanggaran : Sumbangan informasi yang diberikan melebihi dari yang dibutuhkan Implikatur
: tim ketika bekerja harus betul-betul objektif dan tidak mempunyai target untuk masuk ke substansi perkara dan menjalankan tugas seperti yang diberikan oleh presiden. Ini yang harus menjadi perhatian oleh tim
Fungsi Implikatur
: Menegaskan
159
KARTU DATA KE-7 KARTU DATA Pelanggaran Prinsip Kerja Sama No. Data
: Data 7
Bentuk Tuturan
: Konteks: Junimart menyampaikan bahwa tim independen yang dibentuk oleh Presiden jangan sampai masuk ke dalam subtansi perkara. Moderator pun mempertanyakan kepada Junimart bahwa apa yang terjadi antara KPK dan Polri ini justru karena sebuah perkara yaitu ditetapkannya Budi Gunawan sebagai tersangka dan juga Bambang Widjajanto ditetapkan menjadi tersangka. Moderator: “Tapi Pak Junimart, tapi ini terjadi antara KPK dan Polri ini karena suatu perkara. Orang melihatnya seperti itu karena Pak Budi” Junimart Girsang “Iya begini…” Moderator: “Pak Budi Gunawan jadi tersangka” Junimart Girsang “betul” Moderator: “Kemudian Pak BW jadi tersangka” Junimart Girsang “Iya” Moderator: “Ini yang kemudian di… diartikan atau dilihat orang, ini jadi ribut KPK dan Polri. Itu loh.”
160
Junimart Girsang: “Justru karena itu. Justru karena itu. Elemen masyarakat juga harus kita buat cerdas, ya. Jangan sampai masyarakat itu,ya,eh… mempunyai, eh.. apa namanya.. pola pro dan kontra. Tidak boleh begitu. Masyarakat harus melihat perkara ini secara objektif. Perkara ini adalah Pidum,Pidana Umum. Yang urusannya menjadi tanggung jawab pribadi masingmasing. Jadi, harus kita pisahkan, antara pribadi, eh.. Pak BW, pribadi Pak BG dengan institusi mereka. Ini kita harus… harus.. harus sampaikan kepada masyarakat. Ya, jadi bukan berarti kalau misalnya Pak BW menjadi tersangka, yang merujuk kepada pelemahan KPK, tidak, saya kira tidak.” Moderator: “Ok baik” Junimart Girsang: “karena begini, sebentar Pak, sebentar ya. Kita… kita mendengar, Pak Abraham Samad mengatakan satu orang pun yang memimpin KPK, KPK tidak mati. Saya ingat betul itu. Saya ingat betul.” Moderator: “Ok. Artinya?” Pelanggaran Maksim : Cara Indikator Pelanggaran : Mengatakan pernyataan yang samar Implikatur
: KPK tetap bisa berjalan atau beroperasi meskipun Bambang Widjajanto ditetapkan sebagai tersangka. Untuk itu tidak ada istilah pelemahan KPK
Fungsi Implikatur
: Menyatakan
161
KARTU DATA KE-8 KARTU DATA Pelanggaran Prinsip Kerja Sama No. Data
: Data 8
Bentuk Tuturan
: Konteks: Moderator menanyakan hal yang tidak dimengerti dari maksud pernyataan Junimart yang mengutip pernyataan Abraham Samad bahwa KPK tidak akan mati meski hanya dipimpin oleh satu orang. Moderator: “Ok. Artinya?” Junimart Girsang: “Artinya tanpa Pak BW pun di sana itu jalan terus, kok. Itu yang saya tangkap. Yang kedua, kalau kita berbicara mengenai Undang-undang No.30,ya, 4 komisioner tidak boleh berjalan di KPK. Jelas, 4 komisioner tidak berjalan tetapi bukan itu yang kita permasalahkan. Kita hanya mau bagaimana semangat pemberantasan korupsi ini betulbetul bisa berjalan di KPK secara murni dan objektif. Semua kita mendukung mengenai ini.”
Pelanggaran Maksim : Maksim Cara dan Kualitas Indikator Pelanggaran : 1. Mengatakan pernyataan yang samar. 2. Mengatakan suatu hal yang salah. Implikatur
: Hal yang dinyatakan oleh Abraham Samad merupakan kesalahan, yaitu pernyataan bahwa KPK tidak akan mati meski hanya dipimpin oleh satu orang termasuk dalam hal ini penetapan Pak BW sebagai tersangka.
Fungsi Implikatur
: Menyindir
162
KARTU DATA KE-9 KARTU DATA Pelanggaran Prinsip Kerja Sama No. Data
: Data 9
Bentuk Tuturan
: Konteks: Moderator ingin meminta tanggapan dari Bibit mengenai pernyataan dari Ubedilah mengenai adanya kemungkinan intervensi dari partai politik. Benarkah ada intervensi dari partai politik yang memanfaatkan institusi KPK atau Polri dengan tujuan tertentu. Moderator: “Pak Bibit tidak melihat ada tadi yang sempat disampaikan Bang Ubed, intervensi. Intervensi-intervensi kepentingan dari partai politik.” Bibit Samad Rianto: “Nah” Moderator: “yang menggunakan misalnya institusi, menggunakan Polri atau menggunakan KPK untuk tujuan tertentu Pak Bibit?” Bibit Samad Rianto: “Ya jangan mau diintervensi. Supaya ga diintervensi pilihlah pemimpin-pemimpin yang punya integritas, punya kompetensi yang sesuai dan konsisten. Ini aja pemimpinnya yang.. yang.. yang jadi pengalaman saya di Polres di Polda pemimpinnya ngomong A bawahannya yo A kok. Tak..tak.. tidak usah di.. apa, tidak usah dipaksapaksa. Dia melihat, kita konsisten dengan A tadi mereka yang tidak A ya akan malulah.”
`
Moderator: “Oke” Bibit Samad Rianto: “artinya dan seterusnya. Itu pemimpinnya.”
163
Pelanggaran Maksim : Maksim Relevansi Indikator Pelanggaran : Mengatakan suatu hal yang tidak ada kaitannya atau hubungannya dengan perkataan sebelumnya (perkataan oleh kawan bicaranya) Implikatur
: Seorang pemimpin harus memiliki rasa enggan untuk diintervensi. Untuk itu pilihlah pemimpin yang berintegritas, memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidangnya dan konsisten. Dengan demikian nantinya semua jajaran di bawahnya akan mengikuti instruksi pemimpin tersebut.
Fungsi Implikatur
: Menyarankan
164
KARTU DATA KE-10 KARTU DATA Pelanggaran Prinsip Kerja Sama No. Data
: Data 10
Bentuk Tuturan
: Konteks: Moderator bertanya apakah Sisno melihat seperti kabar yang beredar bahwa ada sekelompok orang yang memanfaatkan Polri untuk tujuan tertentu. Moderator: “Pak Sisno, Anda melihat ada yang mengatakan bahwa ini Polri ini dimanfaatkan oleh sekelompok… sekelompok orang untuk tujuan tertentu. Pak” Sisno Adiwinoto: “Iya” Moderator: “Sisno. Apa Anda melihatnya juga seperti itu sebagai pemerhati?” Sisno Adiwinoto: “….Jadi kalau mulai kembali dari kasus,eh…pada saat pertama,eh…BG dinyatakan sebagai tersangka itu yang mungkin ada latar belakang politik tapi mungkin juga ambisius pribadi. Saya sebagai Wakil Ketua Umum Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian Indonesia yang eh… motto kita itu lebih memuliakan profesi kemudian eh… mengoreksi yang salah dan membela yang benar. Melihat dari kami kaji di dalam eh… Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian itu, tadi kalau tadi juga dipermasalahkan masalah Pak Bibit kembali ke masalah kasus awalnya BG. Dia juga kasus lama juga. Kasus lama kemudian eh… terjadinya sudah lama kemudian karena dianggap latar belakang politik sampailah diperkarakan menjadi tersangka…..”
Pelanggaran Maksim : Maksim Relevansi Indikator Pelanggaran : Mengatakan suatu hal yang tidak ada kaitannya atau hubungannya dengan perkataan sebelumnya (perkataan oleh kawan bicaranya).
165
Implikatur
: Tidak ada kelompok-kelompok yang memanfaatkan Polri atau dengan kata lainnya Polri tidak dimanfaatkan oleh suatu kelompok.
Fungsi Implikatur
: Menyatakan
166
KARTU DATA KE-11 KARTU DATA Pelanggaran Prinsip Kerja Sama No. Data
: Data 11
Bentuk Tuturan
: Konteks: Moderator sebelumnya bertanya kepada Sisno apakah Sisno melihat sepeti kabar yang beredar bahwa
ada
sekelompok
orang
yang
memanfaatkan Polri untuk tujuan tertentu. Sisno tidak menjawabnya secara langsung. Untuk itu kemudian moderator menanyakan kembali kepada Sisno
apakah
Polri
dimanfaatkan
oleh
sekelompok tertentu dengan suatu tujuan. Moderator: “Tapi mungkin ga pak pertanyaannya soal tadi, Polri itu dimanfaatkan kelompok… sekelompok tertentu?” Sisno: “Saya pikir tidak ada manfaat-memanfaatkan. Justru yang kita waspadai jangan personifikasi memanfaatkan institusi dengan dalih ya, dengan dalih kewenangan kemudian tugas yang mulia, ya, tapi dia terselubung.” Moderator: “Oke” Sisno Adiwinoto: “itu yang mungkin pada saat kita sekarang era eh… Revolusi mental kita bersih-bersih mari kita bersihbersih sehingga bukan tadi, kalau tadi, bukan selamatkan eh… KPK ataupun Polri tapi mari kita bersihkan sehingga institusi Polri institusi KPK tidak diduduki atau tidak diawaki oleh orang-orang yang mungkin” Moderator: “Baik”
167
Sisno Adiwinoto: “mental atau kredibilitasnya kurang
Pelanggaran Maksim : Maksim Kuantitas Indikator Pelanggaran : Sumbangan informasi yang diberikan melebihi dari yang dibutuhkan Implikatur
: Ada seseorang yang memanfaatkan institusi yang sebenarnya untuk kepentingan pribadinya sendiri yaitu dalam hal ini Abraham Samad. Untuk itu ini momentum yang tepat untuk melakukan pembersihan di setiap institusi yaitu KPK dan Polri. Hal tersebut dilakukan untuk agar kedua institusi tersebut bebas dari orang yang mental atau kredibilitasnya kurang.
Fungsi Implikatur
: Menegaskan
168
KARTU DATA KE-12
KARTU DATA Pelanggaran Prinsip Kerja Sama No. Data
: Data 12
Bentuk Tuturan
: Konteks: Setelah Junimart menjawab tidak ada intervensi dari PDIP untuk kasus yang terjadi antara KPK dan Polri. Moderator
menanyakan apakah ada
muatan politisnya calon Kapolri jagoan PDIP yaitu Budi Gunawan jadi tersangka. Moderator: “Oke sampai disitu tuh ga ada, tidak ada muatan intervensi tapi berpikir atau tidak, ada muatan politisnya ketika yang dijagokan oleh PDI Perjuangan sebagai calon Kapolri itu dijadikan tersangka?” Junimart: “Jadi begini, kita jangan langsung eh.. menjudge bahwa Pak BG itu eh.. dijagokan oleh PDIP. Kita bisa buktikan sewaktu fit and proper test semua fraksi minus Demokrat mendukung Pak BG. Bukan hanya PDIP di sana, ada 10 fraksi. Satu tidak ikut,sembilan mendukung. Ini Sembilan adalah partai politik yang semuanya kuat walaupun dalam paripurna satu partai politik yaitu PAN menarik diri, tinggal delapan. Jadi kalau dikatakan eh., partai PDIP sebagai pendukung Pak BG saya men.. mengatakan tidak.” Pelanggaran Maksim : Maksim Kuantitas Indikator Pelanggaran : Sumbangan informasi yang diberikan tidak seinformatif yang dibutuhkan Implikatur
: Partai PDIP bukanlah satu-satunya partai yang mendukung Budi Gunawan sebagai calon Kapolri. Ketika memasuki proses fit and proper test di DPR, tidak hanya partai PDIP saja yang mendukung Budi Gunawan tetapi ada delapan fraksi yang turut mendukung.
Fungsi Implikatur
: Menyatakan
169
KARTU DATA KE-13
KARTU DATA Pelanggaran Prinsip Kerja Sama No. Data
: Data 13
Bentuk Tuturan
: Konteks: Junimart tidak ingin ada pernyataan dari moderator atau ada opini yang menyatakan bahwa PDIP merupakan satu-satunya partai yang mendukung Budi Gunawan dan itu seperti menyudutkan partai PDIP. Moderator: “Oh PDIP merasa disudutkan dengan masalah ini?” Junimart: “Bukan merasa disudutkan kan kelihatan, kelihatan kan, kelihatan, iya kan?. Saya perlu sampaikan, saya perlu sampaikan, ya, PDIP adalah partai yang tangguh, semakin disudutkan semakin tangguh dia. Itu partai PDIP
Pelanggaran Maksim : Kuantitas Indikator Pelanggaran : Sumbangan informasi yang diberikan melebihi dari yang dibutuhkan Implikatur
: PDIP merupakan partai yang tangguh apabila dia disudutkan maka dia semakin tangguh
Fungsi Implikatur
: Menyatakan
170
KARTU DATA KE-14
KARTU DATA Pelanggaran Prinsip Kerja Sama No. Data
: Data 14
Bentuk Tuturan
: Konteks: Moderator ingin meminta tanggapan dari Sisno berkaitan
dengan pendapat dari Bibit yang
menyatakan bahwa hak imunitas boleh saja diberikan ketika kasus itu merupakan kasus yang lama dari seorang pimpinan KPK. Bukan kasus yang ada atau muncul ketika ia menjabat sebagai pimpinan KPK. Memproses kasus yang lama tersebut ketika pimpinan KPK tersebut telah selesai menjabat sebagai pimpinan KPK. Moderator: “Oke, Pak Sisno. Kalau Pak Sisno bisa Pak seperti itu Pak tadi yang disampaikan Pak Bibit tadi memang eh… nanti dulu setelah pimpinan KPK nya selesai dulu kemudian baru proses” Sisno Adiwinoto “Ya kalau kasusnya sudah kasus lama tambah lagi 5 tahun selama” Moderator: “Takut habis Pak, ya?” Sisno Adiwinoto: “di KPK kadaluarsa bisa” Moderator: “Kadaluarsa” Sisno Adiwinoto: “Jadi saya pikir wacana imunitas itu mengada-ngada” Moderator: “Oke” Sisno Adiwinoto: “Jadi tidak perlu saya pikir. Kemudian juga yang perlu lagi
171
Sisno Adiwinoto: “Jadi saya pikir wacana imunitas itu mengada-ngada” Moderator: “Oke” Sisno Adiwinoto: Jadi tidak perlu saya pikir. Kemudian juga yang perlu lagi eh… kita menegakkan hukum tadi jangan ada intervensi. Janganlah galang menggalang. Jangan juga membangunkan. Saya dipesenin nih polisi itu 400 ribu lebih. Kalau dengan keluarga besar Polrinya itu bisa sampai 4 juta.” Pelanggaran Maksim : Kuantitas dan Cara Indikator Pelanggaran : 1. Sumbangan informasi yang diberikan melebihi dari yang dibutuhkan 2. Mengatakan pernyataan yang samar Implikatur
: Janganlah ada upaya dalam galang-menggalang karena itu salah bentuk intervensi. Jangan sampai itu juga membuat Polisi akhirnya bereaksi dan Polisi mempunyai massa yang juga cukup banyak.
Fungsi Implikatur
: Menyarankan
172
KARTU DATA KE-15
KARTU DATA Pelanggaran Prinsip Kerja Sama No. Data
: Data 15
Bentuk Tuturan
: Konteks: Sebelumnya Ubedilah memberikan saran untuk melakukan Yudicial Review terhadap Undangundang KPK dalam pasal yang mengatur tentang seleksi di KPK yang tidak perlu harus melalui proses fit & proper test di DPR. Hal itu untuk meminimalkan ruang politis. Moderator pun melakukan
pertanyaan
sebagai
penegasan
terhadap hal tersebut. Moderator: “Oke. Mas Ubed singkat saja terakhir Mas Ubed gimana apakah tadi memang harus di Yudicial Review soal Undangundang yang mengatur eh... bagaimana seleksi dari KPK?” Ubedilah: “Iya saya kira ini kritik eh.. sebagai analis ya bahwa proses pemilihan eh.. anggota KPK itu eh.. melalui sebuah proses politik. Oleh karena itu sebetulnya ini bisa dievaluasi, diganti. Yang menseleksi anggota, calon anggota KPK bisa saja tim independen. Mereka adalah kaum profesional yang sangat eh.. teruji melalui sebuah seleksi yang sangat ketat sehingga tidak ada unsur politis di dalam seleksi anggota KPK itu. Demikian pula sebetulnya Kapolri cukup saja Presiden langsung.” Moderator: “Baik”
173
Ubedilah: “Jadi saya kira itu solusi sederhana ya. Kalau soal yang lain eh misalnya Pak BG dan eh… Pak BW.” Moderator: “Biar melalui proses” Ubedilah: “Biar melalui proses hukum berjalan” Moderator: “Iya oke” Ubedillah: “Ketika kemudian terbukti, ya udah hentikan, begitu” Pelanggaran Maksim : Maksim Kuantitas Indikator Pelanggaran : Sumbangan informasi yang diberikan melebihi dari yang dibutuhkan Implikatur
: Untuk masalah Budi Gunawan dan Bambang Widjajanto biarkan proses hukum berjalan, apabila terbukti bersalah maka hentikan (melepaskan jabatan yang disandang di institusinya).
Fungsi Implikatur
: Menyarankan
KEMENTERIAN AGAMA UIN JAKARTA FITK
No. Tgl.
FORM (FR)
No.
Jl. lr. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 lndonesia
: Terbit :
Dokumen
FITK-FR-AKD-081
Revisi: :
01
Hal
1 Maret 2010 1t1
SURAT BIMBINGAN SKRIPSI Nomor : Un.0 llF. l/I(M .01.3 13242/2014 Lamp. :Hal : Bimbingan Skripsi
Jakarta, 12 Desember 2014
Kepada Yth.
Aji Karunia Putra,M.A Pembimbing Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Dona
Jakarta. As s alamu'
alaikum wr.wb.
Dengan
ini
ciiharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi pembimbing
(materi/teknis) penulisan skipsi mahasiswa:
l/ll
Nama
Rully Pratistya
NIM
I 1 I 1013000069
Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Semester
VII (Tujuh)
Judul Skripsi
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur dalam Debat
Capres-Cawapres 2014 serta Implikasinya terhadap Pendidikan Judul tersebut telah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal I Desember 2014, abstraksi/oztline terlampir. Saudara dapat melakukan perubahan redaksional pada judul tersebut. Apabila perubahan substansial dianggap perlu, mohon pembimbing menghubungi Jurusan terlebih dahulu. Bimbingan skripsi ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan.
Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih. ll/ass al antu' al aikum wr.wb.
.
Bahasa dan Sastra Indonesia
i.rn.
M.Pd
01215 2009122001 Tembusan: Dekan FITK Mahasiswa ybs.
l. 2.
BIOGRAFI PENULIS
Rully Pratistya lahir di Bandung, 22 Mei 1992. Masa kecilnya sebagian dihabiskan di wilayah timur Indonesia. Selama lima tahun ia tinggal di Manokwari, Papua. Ia sempat merasakan bangku sekolah Taman Kanak-kanak di daerah tersebut. Kemudian ia pindah ke Parepare
(Sulawesi
Selatan)
dan
melanjutkan
pendidikan sekolah Taman Kanak-kanaknya di Taman Kanak-kanak Kartika VII-39. Selepas itu, ia melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ia tercatat sebagai peserta didik di SDN 03 Kota Parepare, Sulawesi Selatan. Namun, menginjak kelas lima ia pindah ke tempat kelahirannya, yaitu Bandung. Ia melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan dasarnya di SDN Bojongloa 4, Kota Bandung. Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya di SMPN 22 Kota Bandung dan setelah itu di SMA Kartika Siliwangi I Kota Bandung. Sempat diterima dan kuliah selama tiga bulan di UIN Sunan Gunung Djati Bandung, ia memutuskan untuk keluar dan ingin merasakan kehidupan di Jakarta. Akhirnya, ia pun diterima sebagai mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2011, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Anak ketiga dari pasangan Endang Sukendar, MM. dan Kokom Komariyah, BA ini dari kecil gemar dengan musik dan film, khususnya film India. Itu yang membuat ia kemudian dinobatkan sebagai sutradara dan penulis naskah drama bahasa Sunda terbaik kelas XI SMA Kartika Siliwangi I Bandung. Ia pun terpilih sebagai salah satu penulis naskah drama terbaik di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2011 dalam mata kuliah Kajian Drama 2 pada tahun 2014.
Selain berkecimpung di dunia seni, ia pun gemar belajar dan membaca. Hal tersebut berpengaruh untuk mengantarkannya menjadi juara I lomba debat yang diadakan oleh SMPN 22 Bandung pada tahun 2004. Ia pun mengulang kesuksesan dengan kembali menjadi juara I lomba debat yang diadakan oleh HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada tahun 2013. Ia juga pernah dinobatkan sebagai siswa terbaik I program IPA pada Pra UN-1 dan Pra US pada tahun 2010. Kini, ia banyak menghabiskan waktunya di bidang seni. Ia bersama temanteman SMA nya membentuk sebuah band dan ia didapuk sebagai vokalis di band tersebut. Ia juga menulis naskah drama dan atau naskah film. Salah satu naskah film yang telah selesai ditulisnya yaitu berjudul “I Want India You Want Indonesia”.