PRINSIP KERJA SAMA GRICE DALAM HUMOR DIALOG CEKAKAK-CEKIKIK JAKARTA KARYA ABDUL CHAER SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Churin In Nabila NIM 1110013000003
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014
ABSTRAK Churin In Nabila (NIM 1110013000003): Prinsip Kerja Sama dalam Humor Dialog Cekakak-Cekikik Jakarta Karya Abdul Chaer serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dibawah bimbingan Dr. Darsita Suparno. M.Hum. Prinsip kerja sama merupakan prinsip yang dijadikan pedoman ketika melaksanakan aktifitas komunikasi, dengan menerapkan empat maksim di dalamnya, yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara. Dialog yang terdapat dalam humor Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer mengandung unsur pematuhan dan penyimpangan terhadap prinsip kerja sama, sehingga menarik perhatian peneliti untuk membuat penelitian dalam kajian pragmatik. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan (1) Prinsip kerja sama yang digunakan dalam dialog, (2) Penyimpangan yang dilakukan sebagai sarana penciptaan humor, dan (3) Implikasi prinsip kerja sama terhadap pembelajaran bahasa Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Penelitian ini difokuskan pada permasalahan prinsip kerja sama yang digunakan dalam dialog humor dengan menggunakan metode, teknik, dan kiat sebagai upaya dalam mengumpulkan data. Metode yang digunakan adalah metode simak dengan teknik simak bebas cakap dan teknik catat serta kiat tertentu yaitu memberi kode dan menandai setiap dialog dengan pensil warna, hal ini berguna untuk mengklasifikasikan data dialog sesuai maksim-maksimnya. Hasil penelitian menunjukkan beberapa hal berikut: 1) Prinsip kerja sama yang digunakan dalam beberapa dialog humor Cekakak-Cekikik Jakarta lebih besar dari pada penyimpangan yang dilakukan. 2) Penyimpangan terhadap prinsip kerja sama bisa terjadi karena penutur tidak faham dengan konteks pembicaraan, selain itu penyimpangan dilakukan sebagai sarana penciptaan humor, seperti mengkritik, menyindir, dan menghibur. 3) Implikasi prinsip kerja sama terhadap pembelajaran bahasa Indonesia membantu guru agar proses pembelajaran menjadi baik dan lancar serta meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa di dalam berkomunikasi melalui telepon, kegiatan wawancara maupun diskusi. Kata kunci: Prinsip kerja sama. Maksim kuantitas. Maksim kualitas. Maksim relevansi. Maksim cara.
ii
ABSTRACT
Churin In Nabila (1110013000003): The Principle of Cooperation in Humor Dialogue of Cekakak-Cekikik Jakarta created by Abdul Chaer and Its Implications toward Indonesian Learning. Skripsi of Indonesian Language and Literature Education at Faculty of Tarbiyah and Teachers Training of State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta 2014, under the guidance of Dr. Darsita Suparno, M.Hum. The principle of cooperation is a guiding principle when implementing communication activities, by applying the four maxims in it, named the maxim of quantity, maxim of quality, maxim of relevance, and the maxim of manner. Dialogues in Cekakak-Cekikik Jakarta contain elements of compliance and deviation toward the principles of cooperation, so as to attract the attention of researcher to make research in the study of pragmatics. The purpose of this study is to describe (1) The principle of cooperation used in dialogue, (2) Deviations as a means of creating humor, and (3) The implications of the principle of cooperation towards Indonesian learning. Methods used in this research is descriptive qualitative. This study focused on the issues of cooperation principle which is used in humor dialogue by uses methods, techniques, tips asan effort to collect the data. The observing method by using scrutinized free abletechnique, taking note method and specific techniques provided code and mark any dialogues with colored pencils, it is easy for researcher to classify the data according to the maxims. The results are: 1) The principle of co-operation which is used in some humorous dialogue Cekakak-Cekikik Jakarta are larger than deviations. 2) Violations of the principle of cooperation can occur because the speaker does not understand the context of the conversation, in addition to the irregularities done as a means of creating humor, like criticize, satirize, and entertaining. 3) Implications of the principle of cooperation against Indonesian learning can support the teachers in order a learning process becomes well and to improve the students' speaking skills in communicating by telephone, interviews or discussions. Keywords: Principles of Cooperation, Maxim of Quantity, Maxim of Quality, Maxim Relevance, Maxim Way.
iii
KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-NYA serta karunia lahir maupun batin sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam semoga selalu terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya. Skripsi yang berjudul “Prinsip Kerja Sama dalam Humor Dialog CekakakCekikik Jakarta Karya Abdul Chaer serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia” merupakan tugas akhir dan sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan. Tema yang diangkat sangat relevan dalam kehidupan sehari-hari, baik di kalangan masyarakat maupun di kalangan pendidikan, dengan menerapkan prinsip kerja sama maka komunikasi menjadi baik dan lancar sehingga dapat tercapainya maksud dan tujuan yang diinginkan. Penyusunan srkipsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik karena adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sebagai ungkapan rasa hormat yang tulus, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dra. Mahmudah Fitriyah, Z.A, M.Pd. dan Hindun, M.Pd., selaku ketua dan sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, serta segenap dosen dan staff karyawan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang ikhlas membina dan memberikan ilmunya agar kami menjadi manusia yang berilmu dan beramaliyah islami. 3. Dr. Darsita Suparno, M.Hum., selaku dosen pembimbing skripsi yang ikhlas membimbing, memberikan wawasan, dan meluangkan waktunya kepada penulis agar bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan bermanfaat bagi orang lain. 4. Staff karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah, serta Perpustakaan Utama Universitas Indonesia dan Universitas Negeri Jakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mencari referensi dan memanfaatkan fasilitas di dalamnya. 5. Suami tercinta Khoirul Fatihin, S.Pd.I., yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, motivasi, serta kesempatan kepada istrinya agar bisa meraih citaiv
citanya, menjadi orang yang sukses dan berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Putri pertamaku, Channa Aulia Fatihiyah yang menjadi penghibur di kala lelah datang, senantiasa memberikan waktu dan pengertian kepada uminya untuk menyelesaikan tugasnya menempuh sarjana. 6. Orang tua nan jauh di kampung, H.M. Munif dan Mardliyah yang senantiasa mendoakan putrinya, doa dan nasihat-nasihat kalian penulis harapkan untuk menjalani kehidupan ini, semoga kalian bangga menyebut “Churin adalah anak kami”. Ibu mertuaku Nafsiyah serta orang tua angkatku KH. Saeful Millah, MM. MBA. dan Hj. Nur Hayanah atas doa, bantuan, dan nasihatnya sehingga dapat tersusun skripsi ini. 7. Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, serta adik-adikku Novela, Ilham, dan Salsabila yang selalu menghibur di saat galau dan resah. 8. Segenap Guru dan Santriwan/Santriwati Pondok Pesantren Modern Terpadu Jabal Nur yang telah memberikan peluang kepada penulis untuk menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Hidup adalah perjuangan, tiada kesuksesan tanpa jerih payah dan usaha yang sungguh-sungguh. Segala kemampuan, pikiran dan daya upaya penulis kerahkan untuk mendapatkan hasil yang baik dalam penulisan skripsi ini. Namun, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan serta kekhilafan yang belum terlaksanakan. Hal ini karena keterbatasan dan pengetahuan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, sehingga dapat mencapai pada tahap yang lebih baik dan sempurna. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Jakarta, 30 Juni 2014 Penulis
Churin In Nabila
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI…………………………………………
i
ABSTRAK………………………………………………………………………………. ii KATA PENGANTAR…………………………………………………………………..
iv
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….. vi DAFTAR TABEL………………………………………………………………………. viii DAFTAR BAGAN............................................................................................................ ix DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………………..
x
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………………. xi BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang……………………………………………………………. 1 B. Identifikasi Masalah…………………………………………………. …... 6 C. Pembatasan Masalah………………………………………………………. 7 D. Perumusan Masalah…………………………………………………..…… 7 E. Tujuan Penelitian………………………………………………………….. 7 F. Manfaat Penelitian………………………………………………………… 7
BAB II
KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori……………………………………………………………. 9 1. Ruang Lingkup Pragmatik……………………………………………. 9 2. Prinsip Kerja Sama………………………………………………........ 12 3. Humor dan Fungsinya……………………………………………..
21
B. Penelitian yang Relevan…………………………………………………... 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian…………………………………………………….... 28 B. Metode Penelitian…………………………………………………………. 29 C. Ruang Lingkup Penelitian………………………………………………… 30 vi
D. Objek Penelitian……………………………………………………........... 30 E. Pengumpulan Data………………………………………………………... 31 F. Jenis Data…………………………………………………………………. 33 G. Analisis Data……………………………………………………………… 33 H. Pelaksanaan Penelitian……………………………………………………. 34 I. Keabsahan Data…………………………………………………………... 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data……………………………………………………………. 38 B. Analisis Data dan Pembahasan……………………………………………. 45 C. Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia…………………….... 85 BAB V
PENUTUP A. Simpulan…………………………………………………………………… 89 B. Saran……………………………………………………………………….. 90
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL Tabel:
Halaman
1. Pematuhan prinsip kerja sama (Maksim kuantitas)………………….... 38 2. Pematuhan maksim kualitas…………………………………………… 39 3. Pematuhan maksim relevansi…………………………………………. 39 4. Pematuhan maksim cara………………………………………………. 40 5. Penyimpangan prinsip kerja sama (Maksim kuantitas)……………….. 41 6. Penyimpangan maksim kualitas...........................................................
41
7. Penyimpangan maksim relevansi……………………………………… 42 8. Penyimpangan maksim cara…………………………………………… 42
viii
DAFTAR BAGAN Bagan:
Halaman
1. Metodologi penelitian………………………………………… 26 2. Kegiatan menganalisis data…………………………………… 35
ix
DAFTAR SINGKATAN
1. HD
: Humor Dialog
2. CCJ
: Cekakak-Cekikik Jakarta
3. KN
: Kuantitas
4. KL
: Kualitas
5. R
: Relevansi
6. C
: Cara
7. PKN : Penyimpangan Kuantitas 8. PKL
: Penyimpangan Kualitas
9. PR
: Penyimpangan Relevansi
10. PC
: Penyimpangan Cara
x
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran : 1. Data pematuhan prinsip kerja sama 2. Data penyimpangan prinsip kerja sama 3. Biografi pengarang 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Pertama 6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas 7. Lembar Uji Referensi 8. Biografi Penulis
xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kegiatan berkomunikasi, manusia tidak pernah lepas dari suatu wahana yang bernama bahasa. Bahasa merupakan sebuah sistem berupa lambang bunyi yang digunakan oleh anggota kelompok masyarakat untuk berinteraksi, menyampaikan maksud guna mencapai tujuan yang diinginkan selama proses berkomunikasi. Bahasa merupakan aktivitas sosial, sama halnya dengan aktivitas-aktivitas yang lain. Jadi, dalam kegiatan bertutur, bahasa juga memerlukan manusia sebagai objeknya, karena tidak ada kegiatan masyarakat tanpa bahasa, begitu pula penggunaan bahasa tanpa adanya masyarakat. Berdasarkan fungsinya, bahasa mempunyai tiga fungsi utama yaitu sebagai alat komunikasi, alat ekspresi, dan alat berpikir. Ketika seseorang menggunakan bahasa, ada sesuatu yang ingin disampaikan berupa informasi, sehingga bahasa mempunyai peran sebagai perantara dalam kegiatan bertutur. Kegiatan bertutur tersebut bisa disampaikan melalui satu arah seperti pidato, pembacaan berita dan lain sebagainya, ataupun melalui dua arah seperti halnya dialog, diskusi, maupun wawancara. Ekspresi seseorang ketika menyatakan senang atau susah lebih lengkap apabila dinyatakan dengan bahasa, tidak cukup hanya dengan tersenyum atau menangis. Dalam fungsinya sebagai alat berpikir, bahasa selalu dipakai baik secara lisan maupun tulisan, ketika seseorang akan membuat artikel atau menjadi narasumber pada suatu acara, dia memerlukan bahasa yang baik dan benar, selain itu bahasa juga menjadi sebuah cermin dari kepribadian seseorang. Dalam kegiatan bertutur, ada tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai. Setiap partisipan berusaha agar maksud dan pesan yang disampaikan bisa diterima dengan baik oleh lawan tutur. Akan tetapi tidak selamanya proses
1
2
berkomunikasi bisa berjalan dengan lancar, hal ini terjadi dikarenakan apabila tiap-tiap partisipan tidak memahami topik yang sedang dibicarakan, atau lawan tutur tidak mengetahui konteksnya. Oleh karena itu, dalam proses berkomunikasi, diperlukan aturan-aturan yang bisa mengatur penutur dan lawan tutur untuk bekerja sama dalam mewujudkan komunikasi yang baik dan lancar sehingga maksud dan tujuan dari komunikasi tersebut bisa tercapai. Hal inilah yang menjadi alasan peneliti mengapa pengetahuan mengenai tindak tutur sangat penting bagi pengajaran bahasa, karena teori dalam tindak tutur memusatkan kepada penggunaan bahasa, menuntut adanya pengetahuan bersama yang harus dimiliki oleh setiap peserta tutur serta mengkomunikasikan maksud dan tujuan agar bisa dicapai. Namun sering kita mengetahui penyimpangan terhadap kaidah bahasa seringkali terjadi. Penyimpangan tersebut bisa berasal dari struktur kalimat ataupun prinsip. Jika penyimpangan terhadap struktur kalimat bisa diatasi oleh sintaksis dan kawan-kawannya. Namun penyimpangan terhadap prinsip berhubungan dengan makna secara eksternal dan situasi tuturan, sehingga ilmu yang cocok digunakan untuk menangani masalah ini adalah pragmatik. Pragmatik merupakan tataran linguistik yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yaitu mengkaji maksud penutur dalam menyampaikan satuan lingual melalui bahasa, karena yang dikaji dalam pragmatik adalah makna, maka sedikit banyak hal ini sejajar dengan semantik yang sama-sama mengkaji makna. Namun bedanya, makna yang dikaji dalam pragmatik secara eksternal dan terikat konteks, sedangkan semantik mengkaji makna satuan lingual secara internal dan bebas konteks. Konteks mencakup aspek-aspek yang relevan baik fisik maupun nonfisik. Konteks juga bisa diartikan sejumlah pengetahuan dan latar belakang yang dimiliki oleh masing-masing peserta tutur sehingga bisa diasumsikan dan mendukung interpretasi yang diinginkan.
3
Dalam kaidah bertutur, ada dua teori yang kita terapkan, 1) Prinsip kerja sama, dan 2) Prinsip kesopanan. Prinsip kerja sama merupakan prinsip dalam menyampaikan komunikasi verbal dengan relatif memadai, cukup, sesuai dengan fakta, relevan, dan tidak kabur atau ambigu. Sedangkan prinsip kesopanan merupakan prinsip dalam penyampaian komunikasi verbal dengan sopan, bijaksana, dan rendah hati. Prinsip kerja sama yang dikemukakan oleh Grice di dalam aktifitas bertutur itu seluruhnya meliputi empat maksim, yaitu : (1) Maksim Kuantitas (maxim of quantity), (2) Maksim Kualitas (maxim of quality), (3) Maksim Relevansi (maxim of relevance), dan (4) Maksim Pelaksanaan (maxim of manner). Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta tutur agar memberikan informasi yang secukupnya sesuai dengan kebutuhan lawan tuturnya, jadi apabila penutur memberikan informasi yang berlebihan dapat dianggap menyimpang dari maksim kuantitas. Di dalam maksim kualitas setiap peserta tutur diharapkan memberikan informasi yang benar dan sesuai fakta, sehingga kalau ada dari peserta tutur yang memberikan informasi yang salah dan tidak sesuai fakta, maka dianggap telah menyimpang dari maksim
kualitas.
Maksim
relevansi
mengharapkan
setiap
tutur
memberikan kontribusi yang relevan dengan topik yang sedang dibicarakan, apabila peserta tutur memberikan informasi atau respon yang tidak relevan maka dikatakan telah menyimpang dari maksim relevansi. Sedangkan maksim cara menghendaki setiap peserta tutur agar memberikan informasi yang langsung, jelas, runtut, dan tidak ambigu. Apabila peserta tutur tersebut memberikan informasi atau jawaban yang bertele-tele, tidak jelas, membingungkan, dan ambigu, maka dianggap telah menyimpang dari maksim cara. Apabila di dalam praktek bertutur sapa terdapat pihak tertentu yang menjawab sebuah pertanyaan yang tidak relevan dengan sesuatu yang hendak ditanyakan, maka akan menimbulkan kelucuan dan kejenakaan. Sesungguhnya dapat dikatakan bahwa kejenakaan atau kelucuan dalam
4
aktivitas bertutur itu seringkali terjadi dan biasanya terdapat dalam dialog manusia
yang berupa
humor,
hal
itu
dapat
diperoleh
dengan
menyelewengkan salah satu maksim yang terdapat dalam prinsip kerja sama. Selain berfungsi sebagai alat komunikasi verbal, bahasa juga mempunyai fungsi-fungsi lain. Salah satu fungsi itu adalah fungsi intertainment atau fungsi hiburan. Fungsi hiburan ini dapat diwujudkan dalam bentuk narasi, puisi, nyanyian, dan wacana-wacana yang bersifat humor. Humor merupakan rangsangan verbal atau visual yang secara spontan dimaksudkan dapat memancing senyum dan tawa pendengar, pembaca atau orang yang melihatnya. Humor menjadi salah satu kebutuhan manusia, yang bisa membuatnya terhibur dan merasa lega, terbebas dari beban mental yang dialami sepanjang hari selama beraktivitas sebagai makhluk hidup dan makhluk sosial. Tanpa humor hidup manusia mungkin akan kering, dikarenakan proses bertindak dan berpikir yang terlalu serius, sehingga sering mengakibatkan stres ataupun depresi. Kesanggupan humor untuk membebaskan manusia dari beban mental adalah karena di dalam humor terdapat penyimpangan-penyimpangan kaidah dalam bahasa, selain itu kaidah dalam sosial kemasyarakatan. Di dalam masyarakat, humor baik yang bersifat protes sosial, meskipun hanya sekadar gurauan tapi bisa diambil hikmahnya, dan berfungsi sebagai pelipur lara. Jadi, sama dengan dongeng-dongeng fiktif dalam cerita sastra lama. Penyimpangan
terhadap
prinsip
kerja
sama
membuat
proses
berkomunikasi menjadi tidak lancar, namun menjadi sarana bagi penciptaan humor. Penyimpangan tersebut dilakukan agar para pembaca terbebas dari beban kejenuhan, keseriusan, dan lain sebagainya. Selain itu, penyimpangan dilakukan dikarenakan peserta tutur lebih mementingkan prinsip kesopanan, hal ini biasanya sering ditemukan dalam komunitas
5
masyarakat jawa yang menganggap bahwa ketidaklangsungan dalam berbicara merupakan salah satu kriteria kesantunan seseorang dalam menggunakan bahasanya. Dalam kurikulum di sekolah (KTSP) pelajaran bahasa Indonesia merupakan kelompok mata pelajaran estetika, di samping teori yang diajarkan, anak-anak juga mampu mengaplikasikan setiap SK dan KD yang telah ditentukan. Sebagai institusi pendidikan formal, sekolah mempunyai fungsi dan peran strategis di dalam melahirkan generasigenerasi masa depan yang terampil di dalam berbahasa Indonesia yang baik, benar, dan sopan. Melalui pembelajaran bahasa Indonesia, peserta didik diajak untuk berlatih dan belajar berbahasa melalui aspek keterampilan dalam berbahasa yang meliputi keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam melatih kemampuan berbicara pada peserta didik tentunya tidak akan lepas dari prinsip kerja sama. Di dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, seorang guru hendaknya dapat memahami prinsip dalam kegiatan bertutur, sehingga mampu mengaplikasikannya dalam setiap materi yang ada di pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan kompetensi siswa di dalam proses berkomunikasi dan berbicara yang baik dan benar. Prinsip kerja sama juga sangat dibutuhkan oleh siswa ketika proses
pembelajaran
berlangsung,
misalnya
praktik
diskusi
atau
wawancara, dalam praktik tersebut siswa diharapkan mampu menerapkan prinsip kerja sama dengan baik agar kompetensi yang telah ditentukan bisa tercapai. Selain pembelajaran di kelas, prinsip kerja sama juga bisa diaplikasikan siswa di dalam proses bertutur sehari-hari, ketika siswa tersebut berkomunikasi dengan temannya tentunya bahasa yang digunakan akan berbeda ketika dia berkomunikasi dengan gurunya, hal itu menunjukkan bahwa prinsip kerja sama juga dibutuhkan dalam proses pembelajaran, karena untuk mencapai maksud dan tujuan dalam berkomunikasi setiap partisipan harus bekerja sama agar komunikasi tersebut bisa berjalan lancar.
6
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti akan mengadakan penelitian yang berjudul : “Prinsip Kerja Sama Grice dalam Humor Dialog Cekakak-Cekikik Jakarta
Karya
Abdul
Chaer
serta
Implikasinya
terhadap
Pembelajaran Bahasa Indonesia”. Dengan alasan sebagai berikut : 1. Prinsip kerja sama merupakan prinsip yang menjadi pedoman ketika manusia melaksanakan aktivitas komunikasi, sehingga komunikasi yang dilaksanakan bisa berjalan lancar serta maksud dan tujuan yang diinginkan bisa tercapai. 2. Ingin mengetahui sejauh mana prinsip kerja sama yang terdapat dalam humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer. 3. Sejauh pengetahuan peneliti, judul tersebut belum pernah diteliti oleh peneliti lain. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan
latar
belakang
masalah
di
atas,
ada
beberapa
permasalahan yang perlu dikaji. Permasalahan tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut : 1. Prinsip kerja sama yang terjadi di dalam komunikasi humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer. 2. Penyimpangan prinsip kerja sama yang digunakan sebagai sarana penciptaan humor Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer. 3. Tujuan penyimpangan terhadap prinsip kerja sama dalam humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta karyaAbdul Chaer. 4. Kurangnya minat baca orang terhadap humor di dalam menghilangkan kejenuhan. 5. Implikasi prinsip kerja sama yang digunakan oleh guru di dalam menyampaikan materi pembelajaran bahasa Indonesia. 6. Implikasi prinsip kerja sama yang digunakan oleh siswa ketika melakukan praktik berbicara di dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
7
C. Pembatasan Masalah Permasalahan yang diuraikan dalam identifikasi masalah terlalu luas sehingga tidak mungkin untuk diteliti secara keseluruhan. Dalam penelitian ini, penulis hanya memfokuskan terhadap prinsip kerja sama yang digunakan di dalam komunikasi humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer. D. Perumusan Masalah Masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah prinsip kerja sama yang digunakan di dalam humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer? 2. Bagaimanakah penyimpangan prinsip kerja sama yang dilakukan sebagai sarana penciptaan humor? 3. Bagaimanakah implikasi prinsip kerja sama terhadap pembelajaran bahasa Indonesia? E. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Mendeskripsikan dan menganalisis prinsip kerja sama yang digunakan di dalam proses berkomunikasi dalam humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer. 2. Mendeskripsikan dan menganalisis penyimpangan prinsip kerja sama yang dilakukan sebagai sarana penciptaan humor. 3. Mendeskripsikan implikasi prinsip kerja sama terhadap pembelajaran bahasa Indonesia. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoretis a. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu linguistik serta pengajarnya di dalam menambah
khazanah
kajian
pragmatik
terutama
penggunaan prinsip kerja sama di dalam proses bertutur.
tentang
8
b. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti lainnya di dalam mengkaji ilmu pragmatik terutama tentang prinsip kerja sama sebagai sumber yang relevan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi
peneliti,
penelitian
ini
sebagai
aplikasi
terhadap
pemahamannya di dalam kajian pragmatik terutama tentang prinsip kerja sama Grice. b. Bagi guru, penelitian ini bisa dijadikan pedoman ketika mengajar dan melakukan proses
pembelajaran di
kelas, khususnya
pembelajaran bahasa Indonesia. c. Bagi siswa, penelitian ini mampu dijadikan teori di dalam bertutur dan berkomunikasi dengan baik dan lancar.
BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dikaji beberapa acuan teori yang digunakan di dalam melakukan penelitian, di antaranya yaitu (1) Ruang lingkup pragmatik, (2) Prinsip kerja sama beserta maksim-maksimnya, (3) Humor dan fungsinya, (4) Penelitian yang relevan. A. Deskripsi Teori 1. Ruang Lingkup Pragmatik Pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang semakin dikenal pada masa sekarang ini walaupun pada kira-kira lima belas tahun yang silam ilmu ini jarang atau hampir tidak pernah disebut oleh para linguis. Namun sekarang, tidak sedikit dari mereka yang mulai memberi perhatian bahwa upaya menguak hakikat bahasa tidak akan membawa hasil yang diharapkan tanpa didasari pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi.1 Istilah pragmatik berasal dari “Pragmatica”. Kata “Pramatika” sendiri berasal dari bahasa Jerman “Pragmatisch” yang diusulkan oleh seorang filsuf Jerman Immanuel Kant. “Pragmatisch” dari “Pragmaticus” dari bahasa latin bermakna „pandai berdagang‟ atau di dalam bahasa Yunani “Pragmatikos” dari “Pragma” artinya „perbuatan‟ dan “Prasein” „berbuat‟. Pragmatik adalah language in use, studi terhadap makna tuturan dalam situasi dan kondisi tertentu. Sifat-sifat bahasa dapat dimengerti melalui pragmatik, yakni bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi.2 Pragmatik mulai berkumandang di bumi linguistik (Amerika) pada tahun 1970-an. Istilah pragmatik itu sendiri dapat ditelusuri kelahirannya dengan 1
Geoffrey Leech, Prinsip-Prinsip Pragmatik, (Jakarta: UI Prees, 1993), h. 1 Fatimah Djajasudarma, Wacana & Pragmatik, (Bandung : PT Refika Aditama, cet. 1, 2012), h. 71-72. 2
9
10
menyangkutpautkan seorang filosof yang bernama Charles Morris (1938). Ia sebenarnya mengolah kembali pemikiran para filosof pendahulunya (Locke dan Peirce) mengenai semiotik (ilmu tanda dan lambang). Oleh Morris semiotik dipilah-pilah menjadi tiga cabang : sintaksis, semantik, dan pragmatik.3 Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa semiotik. Semiotik mengkaji bahasa verbal, lambang, simbol, tanda, serta pereferensian dan pemaknaannya dalam wahana kehidupan. Ilmu pragmatik mengkaji hubungan bahasa dengan konteks dan hubungan pemakaian bahasa dengan pemakai atau penuturnya.4 Morris dalam Hindun mengatakan bahwa Pragmatik adalah ilmu yang menelaah tentang hubungan tanda-tanda dengan para penafsir.5Sedangkan Levinson dalam Kunjana mendefinisikan Pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya.6 Mira menyatakan bahwa “Pragmatics is said to analyze the relationship between grammatical products (most notably, sentences) and their extralinguistic contexs.”7 (Pragmatik merupakan kajian untuk menganalisis hubungan antara tata bahasa (terutama kalimat) dengan konteks di luar satuan lingual) Pragmatik sebagai suatu telaah makna dalam hubungannya dengan aneka situasi ujaran.8Pragmatik mengkaji maksud penutur dalam menuturkan satuan lingual tertentu pada sebuah bahasa, karena yang dikaji di dalam pragmatik adalah makna, dapat dikatakan bahwa pragmatik banyak sejajar dengan semantik yang juga mengkaji makna. Perbedaan antara keduanya adalah bahwa pragmatik mengkaji makna satuan lingual secara eksternal, bersifat
3
Bambang Kaswanti Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa, (Yogyakarta : Kanisius, cet. 1, 2009), h. 10-11 4 Tagor Pangaribuan, Paradigma Bahasa, (Yogyakarta : Graha Ilmu, cet. 1, 2008), h. 68 5 Hindun, Pragmatik, (Depok : Nufa Citra Mandiri, cet. 1, 2012), h. 3 6 Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik, (Jakarta : Erlangga, 2009), h. 20 7 Mira Ariel, Defining Pragmatics, (New York: Cambridge University Press, 2010), h. 3 8 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Pragmatik, (Bandung : Angkasa, cet.1, 1984), h. 24
11
triadis, dan terikat konteks. Sedangkan semantik mengkaji makna satuan lingual secara internal, bersifat diadis, dan bebas konteks.9 Konteks yang dimaksud adalah segala latar belakang pengetahuan yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur yang menyertai dan mewadahi sebuah pertuturan.10Istilah “Konteks” didefinisikan sebagai situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi, dan yang membuat ujaran mereka dapat dipahami.11 Hubungan antara bahasa dengan konteks merupakan dasar dalam pemahaman pragmatik. Pemahaman yang dimaksud adalah memahami maksud penutur (O1), lawan tutur (O2), dan partisipan (O3) yang melibatkan konteks.12Hasan Lubis memberikan keterangan konteks dalam kutipan sebagai berikut: Konteks pemakaian bahasa dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu; (1) konteks fisik yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam suatu komunikasi, objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi itu dan tindakan atau perilaku dari para peran dalam peristiwa komunikasi itu; (2) konteks epistemis atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh pembicara atau pendengar; (3) konteks linguistik yang terdiri atas kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan yang mendahului satu kalimat atau tuturan tertentu dalam peristiwa komunikasi; (4) konteks sosial yaitu relasi sosial dan latar setting yang melengkapi hubungan antara pembicara (penutur) dengan pendengar.13 Jadi, Pragmatik adalah bagian dari ilmu linguistik yang menghubungkan pemakaian bahasa dengan penggunanya, mengkaji maksud penutur dengan mempelajari struktur bahasa secara eksternal dengan memperhatikan konteks pada saat ujaran terjadi. Konteks meliputi latar belakang peserta tutur, waktu dan tempat terjadinya pertuturan. Di dalam aktivitas bertutur, lawan tutur harus berusaha memahami makna dan maksud yang diujarkan oleh penutur sehingga maksud penutur bisa tersampaikan dengan baik. 9
I Dewa Putu Wijana dan Mohammad Rohmadi, Analisis Wacana Pragmatik, (Surakarta: Yuma Pustaka, cet.2, 2010), h. 4-5 10 Kunjana, Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia, (Jakarta : Erlangga, 2009), h. 50 11 F. X Nadar, Pragmatik & Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta : Graha Ilmu, cet.1, 2009), h. 4 12 Muhammad Rohmadi, Pragmatik: Teori dan Analisis, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), h. 3 13 Lubis, Hamid Hasan, Analisis Wacana Pragmatik, (Bandung: Angkasa, 2011), h. 60
12
Dalam kurikulum 1984 Pragmatik ditambahkan sebagai suatu komponen “Kegiatan berbahasa” dan sebagai perwujudan konsep serta tujuan “kemampuan komunikatif” untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Contohcontoh yang diberikan berupa fungsi komunikasi, dan digambarkan sebagai berikut: a. Di sekolah Dasar (1) Mengungkapkan perasaan tentang suatu hal atau peristiwa. (2) Memberitahukan suatu hal melalui telepon dan dengan surat pribadi. b. Di Sekolah Menengah Pertama (1) Mengungkapkan informasi faktual tentang sesuatu kejadian. (2) Menyampaikan pesan penting melalui telepon atau telegram dan surat yang semiformal. c. Di Sekolah Menengah Atas (1) Tata krama berdiskusi, umpamanya mempersilahkan peserta rapat mengemukakan pendapat atau sanggahan. (2) Menyatakan kurang setuju dengan pendapat orang lain dalam rapat atau pertemuan yang semiformal atau dalam surat yang formal.14 2. Prinsip Kerja Sama Peserta tutur di dalam aktivitas bertutur harus berusaha agar apa yang dikatakannya cukup relevan, jelas, dan mudah dipahami dengan situasi yang ada dalam percakapan itu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ada kaidah-kaidah yang harus ditaati oleh peserta tutur agar percakapan dapat berjalan lancar. Kaidah-kaidah ini, di dalam kajian pragmatik dikenal sebagai prinsip kerja sama.15 Prinsip kerja sama didasari oleh asumsi bahwa dalam berkomunikasi, penutur dan petutur bersedia bekerja sama.16Bagi Grice, Kerjasama membentuk struktur kontribusi-kontribusi kita sendiri terhadap percakapan dan bagaimana kita mulai menginterpretasikan kontribusi-kontribusi orang 14
Bambang Kaswanti Purwo, Bulir-Bulir Sastra & Bahasa, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), h. 77 Kushartanti dkk, Pesona Bahasa, (Jakarta : Gramedia, cet. 3, 2009), h. 106 16 Suhartono dan Yuniseffendri, Pragmatik, (Jakarta: Universitas Terbuka, cet. 3, 2011), h. 4.4 15
13
lain.17 Jadi, prinsip kerja sama bisa membantu peserta tutur untuk tercapainya maksud dan tujuan dalam berkomunikasi. Rumusan prinsip kerja sama tersebut bunyinya sebagai berikut : “Make your conversational contribution such as is required, at the stage at which it occurs, by the accepted purpose or direction of the talk exchange in which you are engaged”.18 (Berikanlah kontribusi percakapan Anda sesuai yang diperlukan, pada tahap di mana itu terjadi, sesuai dengan tujuan pembicaraan di mana Anda terlibat.) Pada banyak kesempatan, asumsi kerja sama dapat dinyatakan sebagai suatu prinsip kerja sama dalam percakapan dan dapat dirinci ke dalam empat sub-prinsip, yang disebut maksim.19Maksim adalah prinsip yang harus ditaati oleh peserta pertuturan dalam berinteraksi, baik secara tekstual maupun interpersonal dalam upaya melancarkan jalannya proses komunikasi. 20Prinsip kerja sama di dalam aktivitas bertutur itu seluruhnya meliputi empat maksim, yaitu (1) maksim kuantitas (maxim of quantity), (2) maksim kualitas (maxim of quality), (3) maksim relevansi (maxim of relevancy), (4) maksim pelaksanaan (maxim of manner). Selanjutnya prinsip kerja sama ini dijabarkan oleh Grice sebagai berikut : a. Maksim Kuantitas: 1) Berikanlah informasi anda sesuai kebutuhan dalam rangka tujuan atau maksud pertuturan; 2) Jangan memberikan informasi yang berlebihan melebihi kebutuhan. b. Maksim Kualitas: 1) Jangan mengatakan sesuatu yang tidak benar; 2) Jangan mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan secara memadai c. Maksim Relevansi: Harap relevan
17
Louise Cummings, Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, cet. 1,2007) h. 14 18 Yan Huang, Pragmatics,(New York : Oxford University Press, 2007), h. 25 19 George Yule, Pragmatik, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, cet. 1, 2006), h. 63 20 Kushartanti dkk, Pesona Bahasa, h. 106
14
d. Maksim Cara: 1) Hindari ungkapan yang tidak jelas; 2) Hindari ungkapan yang membingungkan
dan ambigu;
3) Hindari ungkapan
berkepanjangan; 4) Ungkapkan sesuatu secara runtut.
yang
21
1. Pematuhan Prinsip Kerja Sama a) Maksim Kuantitas Di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin. Informasi demikian itu tidak boleh melebihi informasi yang sebenarnya dibutuhkan si mitra tutur.22Maksim kuantitas menuntut penggunaan potensi bahasa itu dalam bentuk ujaran yang hemat.“Hemat” di sini berarti bahwa untuk mencapai tujuan komunikasi itu penggunaan kata,
struktur
dan
makna
dengan
secukupnya
saja,
dan
tidak
boros.23Contoh : (1) Anak pertama saya sudah melahirkan Ujaran (1) di atas dianggap mematuhi maksim kuantitas karena memberikan konstribusi yang secukupnya. Dikatakan demikian, karena setiap orang pasti tahu bahwa hanya kaum perempuan yang bisa melahirkan. Selain itu, di dalam maksim kuantitas lawan tutur diharapkan memberikan informasi yang relatif memadai dan sesuai yang dibutuhkan oleh mitra tutur. Contoh : (2) A : Sudah makan belum ? B : Sudah A : Di mana ? B : Di Pesanggrahan Ujaran (2) di atas dianggap mematuhi maksim kuantitas. Karena B menjawab semua pertanyaan A dengan seinformatif mungkin dan
21
Nadar, Pragmatik & Penelitian Pragmatik, h. 24 Kunjana, Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia, h. 53 23 Tagor, Paradigma Bahasa, h. 130 22
15
mencukupi pada setiap tahapan komunikasi serta sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan oleh A. b) Maksim Kualitas Dengan maksim kualitas ini, seorang peserta tutur diharapkan dapat menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai dengan fakta yang sebenarnya di dalam aktivitas bertutur yang sesungguhnya. Fakta kebahasaan yang demikian itu harus didukung dan didasarkan pada buktibukti yang jelas, konkrit, nyata dan terukur. Maka sebuah tuturan akan dapat dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila tuturan itu sesuai dengan faktanya, sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya, tidak mengada-ada, tidak dibuat-buat, dan tidak rekayasa.24 Contoh : (3) Guru : Deny, apa ibu kota Jawa Timur? Deny: Surabaya, Pak! Pertuturan (3) sudah mematuhi maksim kualitas karena Deny menjawab dengan benar pertanyaan yang diberikan oleh gurunya bahwa kata Surabaya memang menjadi Ibu kota bagi Jawa Timur. c) Maksim Hubungan (relevansi) Maksim memberikan
relevansi
mengharuskan
kontribusi
yang
setiap relevan
peserta dengan
percakapan masalah
pembicaraan.25Maksim Hubungan yang mengatakan „usahakan agar informasi yang diberikan ada relevansinya‟ telah menghasilkan berbagai interpretasi. Beberapa di antaranya mengartikan maksim ini sebagai „sejenis keinformatifan yang khusus‟.26 Contoh : (4) A : Kak, ada telepon untuk Kakak! B : Kakak sedang di kamar mandi, Dek. (5) A : Jam berapa sekarang, Bu? 24
Kunjana, Sosiopragmatik, h. 24 Wijana dan Rohmadi, Analisis Wacana Pragmatik, h. 46 26 Geoffrey Leech, Prinsip-Prinsip Pragmatik, h. 144 25
16
B : Tukang Koran baru saja lewat Sepintas jawaban B pada pertuturan (4) dan (5) tidak berhubungan. Namun, bila disimak baik-baik hubungan itu ada. Jawaban B pada pertuturan (4) mengimplikasikan atau menyiratkan bahwa saat itu si B tidak dapat menerima telepon secara langsung karena sedang berada di kamar mandi. Maka B secara tidak langsung meminta agar si A menerima telepon itu. Begitu juga kontribusi B pada pertuturan (5) yang memang tidak secara eksplisit menjawab pertanyaan A, akan tetapi dengan pengetahuan kebiasaan tukang koran lewat, maka si A akan membuat inferensi jam berapa saat itu. d) Maksim Cara Maksim cara ini mengharuskan penutur dan lawan berbicara secara jelas, langsung, tidak kabur, tidak ambigu, dan runtut.27 Contoh : (6) A : Masak Peru ibu kotanya Lima, banyak amat ? B : Bukan jumlahnya, tapi namanya.28 (7) Tukang bakso
: Anak saya satu di UI, Depok, satu lagi di UIN, Ciputat!
Penanya
: Di fakultas apa, Pak?
Tukan bakso
: bukan di fakultas!
Penanya
: Jadi……..?
Tukang bakso
: Yang satu jualan teh botol, yang satu lagi jualan bakso kayak saya.
Tuturan di atas telah mematuhi maksim cara, karena memberikan informasi secara jelas dan tidak kabur atau ambigu. Dalam contoh (6), B memberikan konstribusi yang tidak taksa, bahwa yang dimaksud dengan Lima bukanlah nama bilangan, tapi merupakan nama dari Ibu Kota Peru. Sedangkan contoh (7), tukang bakso juga memberikan informasi yang jelas,
27 28
Chaer, Kesantunan Berbahasa, h. 36 Wijana, Analisis Wacana Pragmatik, h. 48
17
bahwa anaknya bukan sedang menjalani kuliah, tapi berprofesi sebagai penjual teh botol dan bakso. 2. Penyimpangan Prinsip Kerja Sama Apabila di dalam praktik bertutur sapa terdapat pihak tertentu yang menjawab pertanyaan secara berlebihan, tidak logis, tidak relevan, taksa, ambigu, dan berbelit-belit, maka akan timbul kelucuan dan kejenakaan. Sesungguhnya dapat dikatakan bahwa kejenakaan atau kelucuan dalam aktivitas bertutur dapat diperoleh, salah satunya dengan menyelewengkan maksim dalam prinsip kerja sama Grice. a) Penyimpangan Maksim Kuantitas Pertuturan dianggap menyimpang dari maksim kuantitas apabila peserta tutur memberikan informasi yang berlebihan dan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh mitra tutur. Contoh : (8) Anak pertama saya yang perempuan sudah melahirkan Penambahan
informasi
seperti
ditunjukkan
pada
tuturan
(8)
menyebabkan tuturan menjadi berlebihan, karena kehadiran kata perempuan dalam (8) justru menerangkan sesuatu yang sudah jelas, hal ini bertentangan dengan maksim kuantitas. Selain memberikan informasi yang berlebihan, percakapan dianggap menyimpang dari maksim kuantitas apabila penutur memberikan informasi tidak sesuai dengan kebutuhan lawan tutur. (9) Doni Joko
: Siapa istri Mas Joko ? : Mbakyu29
Joko dalam tuturan di atas telah menyimpang dari maksim kuantitas, karena memberikan jawaban yang tidak informatif dan sesuai dengan kebutuhan Doni. Dalam hal ini, Doni tidak menanyakan panggilan 29
Wijana, Kartun, h. 79
18
(sapaan) yang umum digunakan untuk memanggil seorang perempuan yang berusia lebih tua (dalam bahasa Jawa), tetapi nama perempuan itu. b) Penyimpangan Maksim Kualitas Sebuah ujaran dikatakan menyimpang dari maksim kualitas, apabila peserta tutur memberikan informasi yang salah dan tidak logis.Dalam wacana humor, sering kali penyimpangan itu terjadi untuk menimbulkan sebuah kelucuan. (10)
Mamat : Din, kenapa kamu goyang-goyangin perut seperti itu ? Udin
: Gue habis minum obat!
Mamat : Ya, kenapa ? Udin
: Tadi obatnya lupa dikocok. Jadi, gua kocok aja di perut sekarang.
(PKL=HD/CCJ: 64/183) Ujaran (10) di atas, Udin telah memberikan jawaban yang menyimpang dari maksim kualitas, karena tidak mungkin jika dengan menggoyang-goyang perut sama saja dengan mengkocok obat. Obat akan dengan sendirinya larut ke dalam perut, tanpa dikocok terlebih dahulu. c) Penyimpangan Maksim Relevansi Agar pembicaraan selalu relevan, maka penutur harus membangun konteks yang kurang lebih sama dengan konteks yang dibangun oleh lawan tuturnya. Jika tidak, penutur dan lawan tutur akan terperangkap dalam kesalahpahaman. (11)
A : Pak, tadi ada tabrakan motor lawan mobil di depan kecamatan B : mana yang menang?
Komentar B terhadap pernyataan A tidak ada relevansinya, dengan demikian B telah menyimpang dari maksim relevansi. Sebab dalam peristiwa tabrakan tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah, kedua
19
pihak sama-sama mengalami kerugian. Di luar maksud melucu jawaban B pada pertuturan (11) di atas sukar dicari hubungan implikasionalnya.30 d) Penyimpangan Maksim Cara Dalam maksim cara, peserta tutur hendaknya bertutur secara jelas, tidak ambigu, dan tidak kabur. Orang yang bertutur dengan tidak mempertimbangkan hal-hal di atas dapat dikatakan melanggar prinsip kerja sama Grice karena tidak mematuhi maksim cara. (12)
(13)
Ayu
: Kamu datang ke sini mau apa?
Desi
: Mengambil hak saya
Doni
: “Ayo, cepat ditutup!”
Agus : “ Sebentar dulu, masih panas.” Kedua tuturan (12) dan (13) di atas telah menyimpang dari maksim cara. Penutur Desi (12) tidak menaati maksim cara karena bersifat ambigu. Kata hak saya bisa mengacu pada hak sepatu bisa juga pada sesuatu yang menjadi miliknya.31 Begitu juga Tuturan Doni yang berbunyi : “Ayo cepat ditutup!” sama sekali tidak memberikan kejelasan tentang apa yang sebenarnya diminta oleh si mitra tutur. Kata „ditutup‟di atas mengandung kadar ketaksaan dan kekaburan sangat tinggi dan maknanya pun menjadi sangat kabur. Demikian pula tuturan yang disampaikan oleh Agus (13), yakni “Sebentar dulu, masih panas” mengandung kadar ketaksaan cukup tinggi. Kata „panas‟ pada tuturan itu dapat mendatangkan banyak kemungkinan persepsi penafsiran karena di dalam tuturan itu tidak jelas apa sebenarnya yang masih panas.32 Untuk menjelaskan maksim-maksim tersebut, Grice membuat ilustrasi sebagai berikut :
30
Chaer, Kesantunan Berbahasa, h. 36 Ibid,. 32 Kunjana, Pragmatik Kesantunan Imperatif, h. 57 31
20
a) Kuantitas: Jika anda membantu saya memperbaiki mobil, saya mengharapkan konstribusi anda sesuai kebutuhan, tidak lebih, tidak juga kurang. Misalnya, kalau pada saat tertentu saya memerlukan empat sekrup, saya ingin anda memberikan kepada saya empat sekrup bukannya dua atau enam. b) Kualitas: Saya mengharapkan konstribusi anda sungguh-sungguh, bukan palsu. Kalau saya memerlukan gula sebagai bahan pembuat kue yang anda minta saya membuatnya, saya tidak mengharapkan anda memberikan garam kepada saya; kalau saya memerlukan sendok, saya ingin sendok sungguhan bukan sendok mainan yang terbuat dari karet. c) Relasi: Saya menginginkan konstribusi pasangan saya sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan pada setiap tahapan transaksi, seandainya saya sedang membuat adonan kue, saya tidak mengharapkan diberi buku atau lampin walaupun konstribusi barang-barang ini mungkin sesuai untuk tahapan berikutnya. d) Cara : Saya mengharapkan pasangan saya menjelaskan konstribusi apa yang diberikannya dan melaksanakan tindakannya secara beralasan.33 Ketika seseorang bertutur dalam suatu proses komunikasi dia mengharapkan tanggapan dari lawan tuturnya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Ketika penutur ingin meminta sesuatu, harapannya adalah sesuatu yang diminta akan diperoleh. Banyak faktor yang menyebabkan satu proses komunikasi menjadi gagal, di antaranya: (1) Lawan tutur tidak mempunyai pengetahuan Proses komunikasi atau pertuturan akan gagal apabila lawan tutur tidak mempunyai pengetahuan mengenai objek yang dibicarakan. (2) Lawan tutur tidak sadar Suatu proses pertuturan melibatkan penutur, lawan tutur dan pesan atau objek yang dituturkan; tetapi dengan syarat lawan tutur harus
33
Nadar, Pragmatik & Penelitian Pragmatik, h. 26
21
dalam keadaan sadar atau menyadari adanya tuturan dari seorang penutur. (3) Lawan tutur tidak tertarik Proses pertuturan akan berlangsung dengan baik apabila informasi atau objek yang dibicarakan sama-sama diminati oleh penutur dan lawan tutur; atau lawan tutur juga mempunyai perhatian terhadap informasi yang disampaikan oleh penutur. (4) Lawan tutur tidak berkenan Proses pertuturan akan gagal kalau lawan tutur tidak berkenan atau tidak suka dengan cara penutur menyampaikan informasi tuturannya. (5) Lawan tutur tidak paham Apabila lawan tutur tidak dapat memahami maksud dari tuturan penutur, maka komunikasi tidak akan berlanjut. (6) Lawan tutur terkendala kode etik Lawan tutur dapat menjawab permintaan penutur, tetapi kalau dijawab dia akan melanggar kode etik yang harus dipegangnya.34 Jadi, ketika kita melakukan proses komunikasi hendaknya berusaha untuk menerapkan dan mematuhi prinsip kerja sama Grice yang terdiri dari empat maksim, yaitu (1) maksim kuantitas; (2) maksim kualitas; (3) maksim relavansi; dan (4) maksim cara, agar pesan yang kita sampaikan atau maksud pembicaraan kita bisa tersampaikan dengan baik kepada lawan tutur. 3. Humor beserta fungsinya Humor atau lelucon merupakan kenyataan universal, dan digunakan oleh setiap orang di sepanjang hidupnya sebagai penghibur atau bumbubumbu percakapan. Dalam suasana yang kaku, humor difungsikan sebagai pemecah ketegangan, sehingga suasana kaku berubah menjadi tidak beku lagi. Dalam konteks sosial politik, humor digunakan sebagai peranti kontrol sosial dan sarana menyampaikan masukan. Dalam berbagai surat kabar dan majalah atau bulletin politik, sering kali dimunculkan gambar34
Chaer, Kesantunan, h. 38-44
22
gambar yang bernuansa komikal. Dalam dunia pendidikan, humor juga dipercaya dapat digunakan sebagai alat untuk menyampaikan variasivariasi pembelajaran. Tetapi, ada kalanya humor dapat mengundang kemarahan. Dia menjadi pangkal kejengkelan dan perselisihan. Seseorang yang berselera humor rendah, dapat saja tersinggung ketika dirinya mendapat olok-olokan dari seorang teman. Maka dapatlah dikatakan bahwa sesungguhnya sosok humor itu bagaikan bilah-bilah pisau bermata tajam dua. Di satu sisi dia digunakan sebagai sarana pendukung komunikasi, di lain sisi berfungsi sebagai pemicu terjadinya ketidakmulusan komunikasi.35 Danandjaja dalam Darmansyah menyatakan bahwa humor adalah sesuatu yang dapat menimbulkan atau menyebabkan pendengarannya merasa tergelitik perasaan lucunya, sehingga terdorong untuk tertawa.36 Sheinowizt menyatakan bahwa humor dapat juga diartikan suatu kemampuan untuk menerima, menikmati dan menampilkan sesuatu yang lucu, ganjil atau aneh yang bersifat menghibur.37 Wijana mengatakan bahwa humor baik yang bersifat protes sosial, berfungsi sebagai pelipur lara, dan mampu membawa pembaca dari keadaan telis ke keadaan paratelis. Selain itu, humor juga dapat menyalurkan ketegangan bathin yang menyangkut ketimpangan norma masyarakat yang dapat dikendurkan melalui tawa.38 Sheinowizt dalam Darmansyah menyatakan bahwa humor dapat juga diartikan suatu kemampuan untuk menerima, menikmati dan menampilkan sesuatu yang lucu, ganjil atau aneh yang bersifat menghibur.39
35
Kunjana Rahardi, Dimensi-Dimensi Kebahasaan, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 93 Darmansyah, Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor, (Jakarta : Bumi Aksara, cet.1, 2010), h. 68 37 Darmansyah, Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor, h. 66 38 I Dewa Putu Wijana, Kartun : Studi tentang Permainan Bahasa, (Yogyakarta : Ombak, 2003),h. 3 39 Darmansyah, Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor, h. 66 36
23
Jadi, humor adalah wacana lisan maupun tulisan yang bisa menimbulkan tawa dan juga kemarahan, bergantung kepada jenis humor yang disampaikan. Ketika humor
dapat menimbulkan tawa dan
senyuman, maka humor tersebut berfungsi sebagai sebuah hiburan dan pelipur lara, menghilangkan stress serta kejenuhan. Sebaliknya apabila humor tersebut menimbulkan kejengkelan atau kemarahan maka akan mengakibatkan terjadinya pertengkaran maupun perselisihan. Dalam sejarah kepelawakan kita sudah melihat Charlie Chaplin dan Mr. Bean dalam film-film serialnya yang hanya menampilkan gerak-gerik untuk memancing senyum atau tawa penonton. Pelawak-pelawak Indonesia dari Bing Slamet, Benyamin S. Bagio dan kawan-kawan, Bokir dan kawan-kawan, rombongan Sri Mulat, sampai yang terakhir rombongan Parto dengan Opera Van Javanya di stasiun televise. Menggabungkan gerak-gerik kostum yang aneh-aneh, dan ujaran-ujaran yang tidak lazim untuk memancing tawa penonton.40 Pradopo (1985) membeda-bedakan humor menjadi tiga jenis, yakni humor sebagai kode bahasa, humor sebagai kode sastra, dan humor sebaga kode budaya. Di dalam sastra, humor berfungsi sebagai pengikat tema dan fakta cerita. Sebagai kode budaya, humor merupakan hasil budaya masyarakat pendukungnya. Sebagai kode bahasa, ditemukan cara penciptaan humor, yakni dengan penyimpangan makna, penyimpangan bunyi, dan pembentukan kata baru. Humor dapat ditampilkan dengan melakukan penyimpangan kaidah pragmatik, seperti penyimpangan 2 jenis implikatur, yaitu implikatur konvensional dan implikatur pertuturan. Yang pertama menyangkut makna bentuk-bentuk linguistik, sedangkan yang kedua menyangkut elemenelemen wacana yang menurut Grice (1975) dinamakan prinsip kerja sama. Humor yang berkembang dewasa ini bertumpu pada tiga teori utama, yakni teori ketidaksejajaran, teori pertentangan, dan teori pembebasan. Teori ketidaksejajaran dan pertentangan mengemukakan bahwa humor 40
Abdul Chaer, Cekakak-Cekikik Jakarta, (Jakarta : PT Rineka Cipta, cet.1, 2011), h. ix
24
secara tidak kongruen menyatukan dua makna atau penafsiran yang berbeda ke dalam suatu objek yang kompleks. Ketidaksejajaran atau ketidaksesuaian bagian-bagian itu dipersepsikan secara tiba-tiba oleh penikmatnya. Seperti contoh kartun di bawah ini yang menggabungkan dua konsep yang satu sama lain berbeda dengan satu kata yang secara kebetulan memiliki bunyi yang sama, yaitu lima. 13. A : Masak Peru ibu kotanya Lima, banyak amat? B : Bukan jumlahnya….tapi namanya. Ketidaksejajaran
atau
pertentangan
di
dalam
wacana
kartun
dikreasikan oleh para kartunis untuk menanggapi kondisi masyarakatnya atau sekadar bersenda gurau yang pada akhirnya diharapkan dapat melepaskan khalayak pembaca dari keseriusan dan berbagai beban kehidupan. Sebagai pemerjelas perhatikan contoh di bawah ini : 14. A : Kau telah disemir oleh oknum-oknum itu, ya? B : Bapak menghina saya, ya. Saya ini pejabat bukan sepatu. Wacana kartun (14) memanfaatkan ambiguitas kata disemir. Secara literal kata disemir bermakna „membersihkan sepatu atau rambut agar mengkilat dengan cairan atau bahan tertentu‟, sedangkan secara figuratif bermakna „diberi uang secara tidak legal untuk memperlancar atau mempermudah suatu urusan‟. Pengacauan antara pemakian yang bersifat literal dan nonliteral itulah letak kejenekaan wacana kartun (14) di atas. Humor merupakan teka-teki yang terpahami ketidaksejajarannya. Dalam kaitannya dengan pemahaman humor, para penikmat harus menemukan semacam kaidah kognitif (cognitive rule) ketidaksejajaran itu. Penemuan kaidah ditandai dengan penolakan salah satu rangsangan atau kemungkinan interpretasi yang disodorkan.41 Sifat-sifat khas wacana humor 41
dapat
Wijana, Kartun, h. 12-27
juga
didasarkan
atas
teori
Hymes
(1974)
yang
25
mengemukakan bahwa ada 8 faktor yang menentukan wujud ujaran seseorang. Semua faktor tersebut diringkas menjadi SPEAKING. 1. Setting and Scene, yaitu berkenaan dengan waktu, tempat, situasi tempat dan waktu, atau situasi psikologis pembicaraan. 2. Participants, yaitu pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan. 3. Ends, yaitu maksud dan tujuan pertuturan. 4. Act sequence, yaitu mengacu pada bentuk dan isi ujaran. 5. Key, yaitu mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan disampaikan. 6. Intrumentalities, yaitu jalur bahasa yang digunakan. 7. Norm of Interaction and Interpretation, yaitu mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. 8. Genre, yaitu jenis bentuk penyampaian.42 Wacana humor bisa terbentuk melalui pemanfaatan berbagai aspek kebahasaan yang digunakan secara tidak semestinya. Berhubungan dengan ini, ragam bahasa informal cenderung lebih banyak digunakan sebagai sarana berhumor dengan sifat-sifatnya yang tidak terikat pada kaidah kebakuan sehingga ketaksaan, berlebihan, tidak logis, dan tidak relevan merupakan aspek penting dalam humor. B. Penelitian yang relevan Ayusya (Mahasiswa UI 2010) telah melakukan penelitian dengan judul “Wacana NgupingJakarta: Tinjauan Terhadap Prinsip Kerja Sama, Koherensi, Makrostruktur, dan Suprastruktur dalam Blog Humor”. Hasil penelitiannya yaitu menjelaskan jenis pelanggaran terhadap prinsip kerja sama, menjelaskan suprastruktur dan makrostruktur wacana, dan menjelaskan pengaruh koherensi yang terjadi dalam blog humor NgupingJakarta. Ayusya ingin mengetahui penyimpangan prinsip kerja sama dalam humor NgupingJakarta tersebut, selain itu dia juga melihat struktur wacana dan koherensi yang ada dalam blog humor tersebut. Jadi, penelitian Ayusya terdiri dari dua bidang kajian yaitu bidang kajian 42
Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), h. 48-49
26
pragmatik dan wacana. Menurutnya, mengapa dia mengambil penelitian tersebut dikarenakan wacana pada umumnya selalu berdampingan dengan kajian pragmatik, dan bahasa dalam pragmatik terutama humor terbentuk menjadi sebuah wacana.Sehingga wacana dan pragmatik terkadang sangat erat hubungannya. Tyas Chairunisa (Mahasiswa UI 2011) telah melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pelanggaran terhadap Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Kesantunan pada Humor Singkat.” Hasil penelitiannya yaitu mendeskripsikan dan menganalisis pelanggaran-pelanggaran terhadap prinsip percakapan yang terdiri dari prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan serta penyebab terjadinya pelanggaran-pelanggaran tersebut dalam humor singkat KKBHBJ (Ketawa Ketiwi Betawi Humor dari Batavia sampai Jabotabek karya Abdul Chaer tahun 2007). Jadi, Kajian yang diambil oleh Tyas adalah kajian pragmatik tentang prinsip percakapan yang terdiri dari prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan. Namun, dia hanya menitikberatkan kepada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dalam percakapan humor tersebut. Syifa Fauziah (Mahasiswa UNJ 2011) telah melakukan penelitian dengan judul “Maksim Kerja Sama Pada Dialog Tokoh Utama dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih 1 dan Implikasinya Bagi Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA.” Hasil penelitiannya yaitu mendeskripsikan dan menganalisis pemenuhan dan pelanggaran terhadap maksim kerja samayang dilakukan oleh dialog tokoh utama dalam novel Ketika Cinta Bertasbih 1, tokoh utama yang dimaksud adalah Khoirul Azzam dan Anna Althofunnisa. Dari awal cerita dialog tokoh utama dengan tokoh lain hingga akhir cerita, Syifa membuat kesimpulan bahwa dialog yang dilakukan oleh tokoh utama dalam novel Ketika Cinta Bertasbih 1 lebih cenderung terhadap pemenuhan maksim kerja sama. Selain itu, Syifa menjadikan hasil penelitiannya sebagai implikasi terhadap pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya dalam materi keterampilan menulis dialog dan berbicara mengungkapkan perasaan. Jadi, kajian yang diambil oleh
27
Syifa adalah kajian pragmatik tentang maksim kerja sama Grice. Dia menitikberatkan kepada pemenuhan dan pelanggaran yang dilakukan oleh dialog tokoh utama yaitu Azzam dan Anna dalam novel Ketika Cinta Bertasbih 1 karya Habiburrahman El-Shirazy. Persamaan dan perbedaan ketiga penelitian di atas dengan penelitian ini adalah terletak kepada unsur yang dikaji danobjek yang menjadi kajiannya. Persamaan penelitian Ayusya dan Tyas dengan penelitian ini yaitu sama-sama mengkaji humor sebagai objeknya, namun perbedaannya bahwa Ayusya dan Tyas mengkaji penyimpangan yang dilakukan terhadap prinsip kerja sama, selain itu Ayusya juga mengkaji tentang macrostruktur, suprastruktur, dan koherensi. Adapun Tyas juga meneliti tentang penyimpangan terhadap prinsip kesopanan. Sedangkan penelitian ini menitikberatkan kepada prinsip kerja sama serta penyimpangan yang dilakukan dalam humor Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer. Objek yang menjadi kajian Ayu adalah Blog humor NgupingJakarta,Tyas dengan objek humor Ketawa Ketiwi Betawi, dan penelitian ini menggunakan
humor
Cekakak-Cekikik
Jakarta
sebagai
objek
penelitiannya. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Syifa, persamaan dan perbedaan terletak pada unsur yang dikaji dan objek yang menjadi kajiannya. Penelitian Syifa dengan penelitian ini sama-sama mengkaji maksim kerja sama sebagai unsur kajiannya. Hasil penelitian Syifa sangat relevan dengan penelitian ini, bahwa tujuannya adalah mendeskripsikan dan menganalisis pemenuhan dan pelanggaran terhadap prinsip kerja sama yang dilakukan dalam sebuah dialog. Namun, yang menjadi perbedaan terletak di dalam objek yang menjadi kajiaannya. Objek penelitian Syifa terdapat pada dialog tokoh utama dalam novel Ketika Cinta Bertasbih 1, sedangkan objek penelitian ini adalah dialog masyarakat betawi yang terdapat dalam humor Cekakak-Cekikik Jakarta.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi merupakan sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan untuk memperoleh kebenaran terhadap masalah tertentu yang diajukan di dalam suatu penelitian. Usaha tersebut dilakukan dengan sistematis dan terorganisasi, karena membutuhkan jawaban dan penyelesaian yang benar dan logis. Adapun unsur-unsur metodologi dalam penelitian ini sebagai berikut: Metodologi Penelitian
Ancangan
Pragmatik
Metode
Kualitatif
Teknik
Simak
Bebas Cakap
Catat
Skema Konseptual 1 Sumber Muhammad (2011) yang sudah dimodifikasi oleh peneliti
A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini terdiri dari tiga aspek yang tercakup dalam istilah metodologi penelitian, yaitu aspek aksiologi dari satu paradigma. Aspek tersebut merupakan aspek nyata yang menunjukan cara melaksanakan
28
29
penelitian yang terdiri dari ancangan, metode, dan teknik. Ancangan merupakan disiplin ilmu yang digunakan sebagai paradigma berpikir. Menurut Bogdan dalam Moleong, paradigma adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian.1Dengan paradigma, cara atau orientasi berpikir peneliti menjadi terarah dan penelitian yang dilakukan akan menjadi fokus. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ilmu pragmatik. Ilmu pragmatik merupakan bidang linguistik yang mempelajari struktur bahasa
secara
eksternal,
yaitu
mengkaji
maksud
penutur
dalam
menyampaikan satuan lingual melalui bahasa berdasarkan konteks. B. Metode Penelitian Metode penelitian atau research method merupakan aspek aksiologi dari suatu paradigma, yang merupakan aspek nyata cara melaksanakan penelitian. Di dalamnya terdapat jenis penelitian, data, sumber data, dan metode penelitian yang meliputi pengadaan, analisis, dan penyajian data.2 Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik dan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa.3 Penelitian kualitatif deskriptif tidak hanya mengemukakan berbagai tindakan yang tampak oleh kasat mata saja, sebagaimana dikatakan Bailey (1982) dalam Mukhtar (2013) menurut kutipan sebagai berikut: 1
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 49 Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 168 3 Moleong, op. cit., h. 6 2
30
Penelitian kualitatif deskriptif selain mendiskusikan berbagai kasus yang sifatnya umum tentang berbagai fenomena sosial yang ditemukan, juga harus mendeskripsikan hal-hal yang bersifat spesifik yang dicermati dari sudut kemengapaan dan kebagaimanaan, terhadap suatu realitas yang terjadi baik perilaku yang ditemukan di permukaan lapangan sosial, juga yang tersembunyi di balik sebuah perilaku yang ditunjukkan.4 Dengan demikian, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan prinsip kerja sama serta penyimpangan yang dilakukan dalam humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer. C. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah prinsip kerja sama serta penyimpangan yang dilakukan dalam humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer. Prinsip kerja sama merupakan prinsip yang dijadikan pedoman ketika peserta tutur melaksanakan proses komunikasi. Prinsip kerja sama terdiri dari empat maksim, yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara. D. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah seluruh dialog yang mengalami prinsip kerja sama serta penyimpangan yang dilakukan dalam humor dialog CekakakCekikik Jakarta karya Abdul Chaer. Dalam penelitian ini, hanya diambil sepuluh dialog yang mengandung prinsip kerja sama dan sepuluh dialog yang menyimpang dari prinsip kerja sama yang terdapat dalam humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer. Dalam pengambilan sampel penelitian, peneliti mempunyai pertimbangan tersendiri di dalam pengambilannya, maka teknik yang 4
Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif, (Jakarta: Referensi, 2013), h. 11
31
digunakan dalam pengambilan sampel adalah Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Adapun hal yang menjadi pertimbangan yaitu adanya pengulangan beberapa dialog yang dianggap bisa mewakili dari setiap dialog yang telah diklasifikasikan berdasarkan maksim-maksimnya. E. Pengumpulan Data Peneliti
menggunakan
metode,
teknik,
dan
kiat
dalam
upaya
mengumpulkan data. Metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode simak dengan teknik simak bebas cakap dan teknik catat. Adapun kemampuan peneliti dalam menggunakan teknik untuk menjalankan metode dengan kiat tertentu yaitu menandai dengan bolpoin warna dan memberi kode pada setiap dialog sesuai dengan maksim-maksim yang terdapat dalam prinsip kerja sama. Maksim-maksim tersebut terdiri atas maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara. Tujuan pemberian kode dan tanda tersebut untuk memudahkan peneliti di dalam mengidentifikasi dialog yang mematuhi dan menyimpang dari prinsip kerja sama. 1. Metode Simak Metode simak dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Istilah menyimak dalam penelitian ini berkaitan dengan penggunaan bahasa secara tertulis. Simak merupakan kegiatan permulaan, mengamati, dan memahami dialog antar peserta tutur yang terdapat dalam humor Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer. Selanjutnya, digunakan teknik lanjutan berupa teknik simak bebas cakap dan teknik catat. Hal ini untuk memudahkan di dalam mengumpulkan data dengan lebih teliti dan cermat.
32
a) Teknik Simak Bebas Cakap Pada teknik ini, peneliti berperan sebagai pengamat penggunaan bahasa. Peneliti tidak terlibat dalam peristiwa pertuturan, namun hanya menyimak pertuturan atau dialog yang sedang dilakukan antar peserta tutur. Pada teks humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta, peneliti hanya menyimak informasi teks baik yang berkenaan dengan isi maupun unsur-unsur di luar bahasa. b) Teknik Catat Setelah melakukan teknik simak bebas cakap, digunakan teknik catat atau taking note method dengan melakukan pengelompokan teks dialog menjadi gugus-gugus sesuai maksim-maksimnya pada kartu data yang telah disediakan. Gugus adalah rangkaian; kumpulan; kelompok.5 Tujuan membuat gugus-gugus tersebut untuk memudahkan di dalam mengklasifikasikan dialog berdasarkan maksim-maksim yang terdapat dalam prinsip kerja sama Grice. Berikut ini adalah contoh kartu data yang digunakan dalam penelitian. No.
Nama Maksim
Kode Data
Jumlah
Persentese
No
Nama maksim yang Bentuk dialog yang Jumlah
Jumlah
mor
terdapat
persentase
Urut
prinsip kerja sama. kuantitas,
Maks
Contoh : Maksim kode
im
Kuantitas
dalam mematuhi maksim data diberi (dialog) data yang
dialog yang mematuhi
KN=HD/CCJ:
mematuhi
maksim
3/163
maksim
kuantitas.
kuantitas.
Kartu data dirancang sendiri oleh peneliti untuk memudahkan mengidentifikasi dialog sesuai maksim yang terdapat dalam prinsip kerja sama.
5
Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 2008), h. 464
33
F. Jenis Data Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah humor Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer. Identitas novel tersebut adalah: Judul buku
: Cekakak-Cekikik Jakarta
Pengarang
: Abdul Chaer
Penerbit
: PT Rineka Cipta Jakarta
Cetakan
: Pertama, Juni 2011
Tebal
: 312 halaman
Referensi utama yang digunakan dalam penelitian adalah buku-buku pragmatik yang berkaitan dengan prinsip kerja sama. Selain itu, digunakan referensi lain untuk menambah pengetahuan dalam mengkaji prinsip kerja sama. G. Analisis Data Dalam analisis data digunakan metode dan teknik dalam upaya menganalisis data, selanjutnya menghubungkan hasil analisis data dengan teori menurut beberapa ahli. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah metode padan ekstralingual dengan teori Speaking, selanjutnya digunakan teknik lanjutan berupa teknik hubung banding menyamakan, teknik hubung banding membedakan serta teknik hubung banding menyamakan hal pokok. Dengan teknik lanjutan ini, peneliti membanding-bandingkan bagaimana dialog-dialog itu dihasilkan, kemudian mengelompokkan sesuai maksim-maksimnya
dengan
prinsip
menyamakan
yang
sama
dan
membedakan yang berbeda, kemudian mencari kesamaan hal pokok tentang pematuhan dan penyimpangan prinsip kerja sama dari pembedaan dan penyamaan
yang
dilakukan.
Adapun
teori
yang
digunakan
dalam
34
menganalisis data adalah teori Grice yang dikembangkan oleh Kunjana Rahardi, Fatimah Djajasudarma, Kushartanti, Abdul Chaer, F.X. Nadar, dan I Dewa Putu Wijana. 1. Metode Padan Ekstralingual Metode padan ekstralingual digunakan untuk menganalisis unsur yang bersifat ekstralingual, seperti menghubungkan masalah bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa, seperti hal-hal yang menyangkut makna, informasi, konteks tuturan dan lain-lain.6 a) Teori Speaking Peneliti menggunakan teori Speaking untuk memudahkan menganalisis data, digunakan teori tersebut karena dialog-dialog yang terdapat dalam humor Cekakak-Cekakak Jakarta tidak lepas dari konteks sosial masyarakat. Dell Hymes (1972) mengatakan, bahwa suatu komunikasi dengan menggunakan
bahasa
harus
memperhatikan
delapan
unsur,
yang
diakronimkan menjadi Speaking. H. Pelaksanaan Penelitian Prosedur dalam mengidentifikasi data prinsip kerja sama dalam humor Cekakak-Cekikik Jakarta sebagai berikut : 1. Membaca secara intensif humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta. 2. Mencermati
dan mengamati
dialog dengan
metode dan teknik
pengumpulan data. 3. Menandai dan memberi kode pada dialog yang mematuhi dan menyimpang dari prinsip kerja sama.
6
Mahsun, op. cit., h. 120.
35
4. Menganalisis bentuk dialog yang mematuhi dan menyimpang dari prinsip kerja sama dengan metode dan teknik analisis data. 5. Mengklasifikasikan
bentuk-bentuk
dialog
yang
mematuhi
dan
menyimpang sesuai maksim-maksim yang terdapat dalam prinsip kerja sama. 6. Menulis data hasil klasifikasi. 7. Membahas data hasil klasifikasi berdasarkan teori 8. Membuat kesimpulan mengenai prinsip kerja sama dan penyimpangan yang dilakukan dalam humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer.
36
Kegiatan Meneliti Prinsip Kerja Sama dalam Humor Dialog CekakakCekikik Jakarta Karya Abdul Chaer Metode
Dataggjj Data Prinsip Kerja Sama dalam Humor
Teknik dan Kiat
Klasifikasi Data Sesuai Maksim
Metode dan Teknik
Analisis Data dan Pembahasan
Teori
Metode Padan Ekstralingual
Teori Speaking
Teknik Hubung Banding Menyamakan
Hasil Data Prinsip Kerja Sama Berdasarkan Maksim
Teknik Hubung Banding Membedakan
Kuantitas, Maksim Kualitas, Maksim Relevansi, dan Maksim Cara dalam
Teknik Hubung Banding Menyamakan Hal Pokok
Humor Dialog Cekakak-Cekikik Jakarta Karya Abdul Chaer Skema Konseptual 2
Sumber Mahsun (2007) dan Muhammad (2011) yang sudah dimodifikasi oleh peneliti.
37
I. Keabsahan Data Dalam upaya mendapatkan keabsahan data penelitian, perlu dilakukan pengecekan terhadap data yang ditemukan.Pengecekan data dalam penelitian ini dilakukan dengan ketekunan pengamatan dan diskusi. Ketekunan pengamatan bermaksud melakukan pengecekan kembali terhadap data yang sudah diklasifikasikan, sehingga dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis. Dalam melakukan ketekunan pengamatan ini, peneliti menggunakan referensi buku-buku pragmatik terutama tentang prinsip kerja sama Grice. Setelah melakukan ketekunan pengamatan, peneliti berdiskusi dengan beberapa teman sejawat dan berkonfirmasi dengan pembimbing mengenai keabsahan data yang telah ditemukan.
BAB IV HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil penelitian ini berupa deskripsi pematuhan serta penyimpangan terhadap prinsip kerja sama dalam humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer. Pematuhan terhadap prinsip kerja sama dilakukan sebagai pedoman selama komunikasi berlangsung, hal ini dengan mematuhi maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi dan maksim cara. Sedangkan penyimpangan prinsip kerja sama terjadi disebabkan penutur tidak faham dengan konteks pembicaraan atau penyimpangan sengaja dilakukan untuk menimbulkan efek lucu atau sindiran halus. Pada penelitian ini, pematuhan maksim kuantitas berupa informasi yang relatif memadai dan sesuai dengan kebutuhan penutur. Pematuhan maksim kualitas berupa informasi yang benar dan logis. Pematuhan maksim relevansi berupa informasi
yang relevan dengan topik
pembicaraan. Pematuhan maksim cara berupa informasi yang jelas, langsung, tidak ambigu dan tidak membingungkan. Penyimpangan terhadap prinsip kerja sama dalam humor dialog ini meliputi penyimpangan maksim kuantitas dengan memberikan informasi yang
berlebihan
dan
tidak
sesuai
dengan
kebutuhan
penutur.
Penyimpangan maksim kualitas berupa informasi yang salah dan tidak logis. Penyimpangan maksim relevansi berupa informasi yang tidak relevan dengan topik pembicaraan. Penyimpangan maksim cara berupa informasi yang kabur, ambigu, berbelit-belit dan membingungkan. Untuk mempermudah pemahaman analisis data, penelitian dilakukan dengan
menggunakan
metode
SPEAKING
(Setting
and
Scene,
Participants, Ends, Act sequence, Key, Instrumentalities, Norm of
38
39
Interaction and Interpretation, Genre) dan hasil penelitian ditampilkan dengan bentuk tabel yang menggambarkan garis besar rumusan masalah dalam penelitian ini. Pemaparan hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk tabel sebagai berikut Tabel 01 Pematuhan Prinsip Kerja Sama dalam Humor Dialog CekakakCekikik Jakarta karya Abdul Chaer No.
Nama Maksim
Nomor Data (KN=HD/CCJ: 3/163), (KN=HD/CCJ: 8/165),
1.
(KN=HD/CCJ: 14/167), (KN=HD/CCJ: 15/167), (KN=HD/CCJ: 17/168), (KN=HD/CCJ: 22/170), (KN=HD/CCJ: 24/171), (KN=HD/CCJ: 28/172), (KN=HD/CCJ: 32/173), (KN=HD/CCJ: 36/174), (KN=HD/CCJ: 37/175), (KN=HD/CCJ: 39/175), (KN=HD/CCJ: 45/177), (KN=HD/CCJ: 48/178), (KN=HD/CCJ: 49/178), (KN=HD/CCJ: 66/183) (KN=HD/CCJ: 72/186), (KN=HD/CCJ: 73/187),
Maksim
(KN=HD/CCJ: 74/187), (KN=HD/CCJ: 81/190),
Kuantitas
(KN=HD/CCJ: 85/192), (KN=HD/CCJ: 86/193), (KN=HD/CCJ: 87/193), (KN=HD/CCJ: 90/194), (KN=HD/CCJ: 96/196), (KN=HD/CCJ:100/198), (KN=HD/CCJ:101/199), (KN=HD/CCJ:102/200), (KN=HD/CCJ:103/200,
(KN=HD/CCJ:107/202),
(KN=HD/CCJ:108/203), (KN=HD/CCJ:114/205), (KN=HD/CCJ:126/209), (KN=HD/CCJ:132/212), (KN=HD/CCJ:137/214), (KN=HD/CCJ:145/217), (KN=HD/CCJ:148/219), (KN=HD/CCJ:153/221), (KN=HD/CCJ:155/222)
Keterangan
: (KN=HD/CCJ: 3/163)
a. KN b. HD c. CCJ
= Kuantitas = Humor Dialog = Cekakak-Cekikik Jakarta
Jum lah
39
Persen Tase 25,16%
40
d. 14 e. 167
= Nomor urut humor = Nomor urut halaman Tabel 02
No.
Nama Maksim
Nomor Data (KL=HD/CCJ: 1/161), (KL=HD/CCJ: 2/161),
2.
Jum lah
28
Persen Tase 18,06%
(KL=HD/CCJ: 5/164), (KL=HD/CCJ: 9/165), (KL=HD/CCJ: 10/166), (KL=HD/CCJ: 19/169), (KL=HD/CCJ: 20/169), (KL=HD/CCJ: 31/173), (KL=HD/CCJ: 44/177), (KL=HD/CCJ: 53/180), (KL=HD/CCJ: 68185), (KL=HD/CCJ: 79/189),
Maksim
(KL=HD/CCJ: 84/192), (KL=HD/CCJ: 98/197),
Kualitas
(KL=HD/CCJ: 99/198), (KL=HD/CCJ:110/203), (KL=HD/CCJ:112/204), (KL=HD/CCJ:117/206), (KL=HD/CCJ:118/206), (KL=HD/CCJ:119/207), (KL=HD/CCJ:120/207), (KL=HD/CCJ:125/209), (KL=HD/CCJ:136/213), (KL=HD/CCJ:138/215), (KL=HD/CCJ:141/216), (KL=HD/CCJ:142/216), (KL=HD/CCJ:144/217), (KL=HD/CCJ:147/218)
Keterangan : (KL=HD/CCJ: 99/198) a. b. c. d. e.
KL HD CCJ 99 198
= Kualitas = Humor Dialog = Cekakak-Cekikik Jakarta = Nomor urut humor = Nomor urut halaman Tabel 03
No.
3.
Nama Maksim Maksim Relevansi
Nomor Data (R=HD/CCJ: 7/165), (R=HD/CCJ: 23/170), (R=HD/CCJ: 29/172), (R=HD/CCJ: 88/194), (R=HD/CCJ:106/202), (R=HD/CCJ:131/212)
Keterangan : (R=HD/CCJ: 29/172)
Jum lah
6
Persen tase 3,87%
41
a. b. c. d. e.
R HD CCJ 29 172
= Relevansi = Humor Dialog = Cekakak-Cekikik Jakarta = Nomor urut humor = Nomor urut halaman Tabel 04
Nama
No.
Maksim
Nomor Data (C=HD/CCJ: 18/169), (C=HD/CCJ: 25/171),
4.
Jum
Persen tase
lah
7,09%
11
(C=HD/CCJ: 30/173), (C=HD/CCJ: 40/176),
Maksim
(C=HD/CCJ: 52/179), (C=HD/CCJ: 69/185),
Cara
(C=HD/CCJ: 93/195), (C=HD/CCJ: 97/197), (C=HD/CCJ:123/208), (C=HD/CCJ:124/208), (C=HD/CCJ:128/211)
Keterangan : (C=HD/CCJ: 128/211) a. b. c. d. e.
C HD CCJ 128 211
= Cara = Humor Dialog = Cekakak-Cekikik Jakarta = Nomor urut humor = Nomor urut halaman Tabel 05
Penyimpangan Prinsip Kerja Sama dalam Humor Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer No.
Nama Maksim
5. Penyimpa ngan Maksim Kuantitas
Nomor Data (PKN=HD/CCJ:13/167),
(PKN=HD/CCJ:27/172),
(PKN=HD/CCJ:55/180),
(PKN=HD/CCJ:57/181),
(PKN=HD/CCJ:58/181),
(PKN=HD/CCJ:60/181),
(PKN=HD/CCJ:61/182),
(PKN=HD/CCJ:67/184),
(PKN=HD/CCJ:76/188),
(PKN=HD/CCJ:77/188),
(PKN=HD/CCJ:121/208),(PKN=HD/CCJ:129/211), (PKN=HD/CCJ:135/213)
Keterangan
: PKN=HD/CCJ: 13/167
Jum lah
13
Persen Tase 8,38%
42
a. b. c. d. e.
PKN HD CCJ 13 167
= Penyimpangan Kuantitas = Humor Dialog = Cekakak-Cekikik Jakarta = Nomor urut humor = Nomor urut halaman Tabel 06
No.
Nama Maksim
Nomor Data (PKL=HD/CCJ: 21/170), (PKL=HD/CCJ: 26/171)
6.
(PKL=HD/CCJ: 35/174), (PKL=HD/CCJ: 38/175), (PKL=HD/CCJ: 42/176), (PKL=HD/CCJ: 46/178), (PKL=HD/CCJ: 50/179), (PKL=HD/CCJ: 56/180), (PKL=HD/CCJ: 59/181), (PKL=HD/CCJ: 62/182), (PKL=HD/CCJ: 63/182), (PKL=HD/CCJ: 64/183),
Penyimpa
(PKL=HD/CCJ: 65/183), (PKL=HD/CCJ: 71/186), (PKL=HD/CCJ: 75/187), (PKL=HD/CCJ: 80/190),
ngan Maksim Kualitas
(PKL=HD/CCJ: 83/191), (PKL=HD/CCJ: 94/196), (PKL=HD/CCJ: 95/196), (PKL=HD/CCJ:104/201), (PKL=HD/CCJ:105/202), (PKL=HD/CCJ:109/203), (PKL=HD/CCJ:111/204), (PKL=HD/CCJ:113/205), (PKL=HD/CCJ:115/205), (PKL=HD/CCJ:134/213), (PKL=HD/CCJ:140/215), (PKL=HD/CCJ:143/217), (PKL=HD/CCJ:146/218), (PKL=HD/CCJ:149/219), (PKL=HD/CCJ:151/220), (PKL=HD/CCJ:152/223), (PKL=HD/CCJ:154/221).
Keterangan
: PKL=HD/CCJ: 154/221
a. b. c. d. e.
= Penyimpangan Kualitas = Humor Dialog = Cekakak-Cekikik Jakarta = Nomor urut humor = Nomor urut halaman
PKN HD CCJ 154 221
Jum lah 33
Persen Tase 21,29%
43
Tabel 07 Nama
No.
Nomor Data
Maksim
(PR=HD/CCJ: 4/164), (PR=HD/CCJ: 6/164),
7. Penyimpa
Jum lah 14
Persen Tase 9,03%
(PR=HD/CCJ: 12/166), (PR=HD/CCJ: 41/176), (PR=HD/CCJ: 43/177), (PR=HD/CCJ: 47/178),
ngan
(PR=HD/CCJ: 54/180), (PR=HD/CCJ: 70/186),
Maksim
(PR=HD/CCJ: 78/189), (PR=HD/CCJ: 89/194),
Relevansi
(PR=HD/CCJ: 91/194), (PR=HD/CCJ:116/206), (PR=HD/CCJ:139/215), (PR=HD/CCJ:150/220).
Keterangan
: (PR=HD/CCJ: 116/206)
a. b. c. d. e.
= Penyimpangan Relevansi = Humor Dialog = Cekakak-Cekikik Jakarta = Nomor urut humor = Nomor urut halaman
PR HD CCJ 116 206
Tabel 08 No.
Nama Maksim
Nomor Data (PC=HD/CCJ: 11/166), (PC=HD/CCJ: 16/168),
8. Penyimpa
(PC=HD/CCJ: 33/172), (PC=HD/CCJ: 34/174),
ngan
(PC=HD/CCJ: 51/179), (PC=HD/CCJ: 82/191),
Maksim
(PC=HD/CCJ: 92/195), (PC=HD/CCJ:122/208),
Cara
(PC=HD/CCJ:127/211),
(PC=HD/CCJ:130/212),
(PC=HD/CCJ:133/212)
Keterangan
: (PC=HD/CCJ: 133/212)
a. b. c. d. e.
= Penyimpangan Cara = Humor Dialog = Cekakak-Cekikik Jakarta = Nomor urut humor = Nomor urut halaman
PC HD CCJ 133 212
Jum lah
11
Persen Tase 7,09%
44
Data pematuhan prinsip kerja sama pada tabel 01 di atas menunjukkan bahwa jumlah wacana humor dialog yang mematuhi prinsip kerja sama berupa maksim kuantitas ada 39 dari 155 wacana humor dengan persentase 25,16%. Pertuturan dalam wacana humor tersebut telah mematuhi maksim kuantitas karena antara peserta tutur saling memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan sesuai dengan kebutuhan penutur. Tabel 02 menunjukkan bahwa jumlah humor dialog yang mematuhi maksim kualitas ada 28 dari 155 wacana humor dengan persentase
18,06%.
Pertuturan
telah
mematuhi
maksim
kualitas
dikarenakan peserta tutur saling memberikan informasi yang benar, logis, tidak direkayasa, dan sesuai dengan fakta. Tabel 03 menunjukkan jumlah dialog yang mematuhi maksim relevansi ada enam dari 155 wacana humor dengan persentase 3,87%. Pertuturan telah mematuhi maksim relevansi dikarenakan peserta tutur saling memberikan informasi yang relevan dengan topik pembicaraan. Tabel 04 menunjukkan jumlah wacana humor yang mematuhi maksim cara ada 11 dari 155 wacana humor dialog dengan persentase 7,09%. Pertuturan telah mematuhi maksim cara dikarenakan peserta tutur saling memberikan informasi yang jelas, tidak ambigu, dan tidak membingungkan. Adapun data penyimpangan yang dilakukan terhadap prinsip kerja sama pada tabel 05 di atas menunjukkan bahwa jumlah wacana humor dialog yang menyimpang dari maksim kuantitas ada 13 dari 155 wacana humor dengan persentase 8,38%. Pertuturan telah menyimpang dari maksim kuantitas dikarenakan masing-masing peserta tutur memberikan informasi yang berlebihan dan tidak sesuai dengan kebutuhan lawan tuturnya. Tabel 06 menunjukkan jumlah dialog yang menyimpang dari maksim kualitas ada 33 dari 155 wacana humor dengan persentase 21,29%. Pertuturan telah menyimpang dari maksim kualitas dikarenakan peserta tutur saling memberikan informasi yang salah, direkayasa, tidak logis, dan tidak sesuai dengan fakta. Tabel 07 menunjukkan jumlah dialog yang menyimpang dari maksim relevansi ada 14 dari 155 wacana humor dengan persentase 9,03%, pertuturan telah menyimpang dari maksim
45
relevansi dikarenakan peserta tutur memberikan informasi yang tidak relevan dengan topik pembicaraan. Tabel 08 menunjukkan jumlah dialog yang menyimpang dari maksim cara ada 11 dari 155 wacana humor dengan persentase 7,09%. Pertuturan telah menyimpang dari maksim cara dikarenakan peserta tutur memberikan informasi yang tidak jelas, berbelitbelit, membingungkan, dan ambigu. Jadi, dapat disimpulkan dari beberapa tabel di atas bahwa data pematuhan terhadap prinsip kerja sama lebih besar daripada data penyimpangan. Jumlah data pematuhan ada 84 dari 155 wacana humor dialog dengan persentase 54,20%, sedangkan data penyimpangan lebih kecil dengan jumlah 71 dari 155 wacana humor dialog dengan persentase 45,80%. Data pematuhan prinsip kerja sama yang paling banyak dilakukan dalam wacana humor dialog adalah maksim kuantitas, sedangkan data penyimpangan terhadap prinsip kerja sama dalam wacana humor dialog banyak terjadi dalam maksim kualitas. B. Analisis Data dan Pembahasan Prinsip kerja sama merupakan prinsip dalam menyampaikan komunikasi verbal dengan relatif memadai, cukup, sesuai dengan fakta, relevan, tidak ambigu dan berbelit-belit. Penjelasan mengenai prinsip kerja sama dikemukakan oleh Grice, yang kemudian dikembangkan oleh beberapa pengarang buku pragmatik. Prinsip kerja sama dalam percakapan terdiri dari empat maksim, yaitu:(1) maksim kuantitas(maxim of quantity), (2) maksim kualitas(maxim of quality), (3) maksim relevansi (maxim of relevancy),dan (4) maksim cara (maxim of manner). Berdasarkan data-data dalam hasil analisis penelitian yang telah disampaikan sebelumnya, telah ditemukan dialog yang mematuhi prinsip kerja sama yang terdiri atas empat maksim, yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara. Selain itu juga ditemukan dialog yang menyimpang dari maksim-maksim tersebut. Bentuk-bentuk dialog yang mematuhi dan menyimpang dari maksimmaksim kerja sama akan dianalisis dan dibahas sebagai berikut:
46
1. Pematuhan prinsip kerja sama Prinsip kerja sama yang dilakukan dalam humor dialog CekakakCekikik Jakarta karya Abdul Chaer meliputi empat maksim, yaitu (1) Maksim kuantitas, (2) Maksim kualitas, (3) Maksim relevansi, dan (4) Maksim cara. Berikut ini akan dipaparkan mengenai jenis-jenis prinsip kerja sama. a. Maksim Kuantitas Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta tutur memberikan informasi yang relatif memadai atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan tutur.Jika peserta tutur memberikan informasi yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan lawan tutur, maka pertuturan tersebut dianggap telah mematuhi maksim kuantitas. 1. Nama Belum Jadi Petugas : Nama Anda? Sudir : Sudir, Pak! Petugas : Nama Anda? Sukar : Sukar, Pak! Petugas : Nama Anda? Sumar : Sumar, Pak? Petugas : Kalian bagaimana sih? Nama belum jadi kok sudah dipakai? (HD/CCK: 14/167) S (Waktu, tempat, suasana)
: Siang hari, kantor kelurahan, suasana ramai
P (Peserta tutur)
:Petugas, Sudir, Sukar, Sumar
E (Maksud dan tujuan)
: Petugas ingin mengetahui nama dari masing-masing lawan tutur.Sudir, Sukar, Sumar bermaksud memberitahukan nama mereka.
A (Bentuk dan isi ujaran)
: Bentuk ujaran yang digunakan merupakan kalimat
langsung,
sedangkan
topik
pembicaraan mengenai nama dari masingmasing lawan tutur.
47
K (Nada, cara, semangat)
: Petugas bertanya dengan serius dan mengejek, sedangkan Sudir, Sukar, dan Sumar menjawab pertanyaan petugas dengan singkat.
I (Jalur bahasa)
: Jalur Lisan.
N (Norma/aturan)
: Sopan dan Jujur
G (Jenis bahasa)
: Eksposisi (Memberikan informasi)
Pertuturan di atas dianggap telah memenuhi maksim kuantitas, karena setiap peserta pertuturan memberikan informasi yang cukup dan relatif memadai pada setiap tahapan pertuturan. Interpretasi konteks pertuturan tersebut terjadi di kantor kelurahan pada Siang hari. Petugas bertanya dengan serius nama dari masing-masing lawan tutur, maka masing-masing lawan tutur menjawab pertanyaan petugas dengan santai. Akan tetapi di pertuturan yang terakhir bahwa petugas bertutur “Kalian bagaimana sih? Nama belum jadi kok sudah dipakai?” adalah sebuah kelucuan belaka, petugas memberikan sindiran kepada lawan tutur dengan mengatakan nama yang mereka gunakan belum jadi, padahal memang benar bahwa nama mereka adalah Sudir, Sukar, dan Sumar. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya jawaban dari pertanyaan petugas yang terakhir. Selain itu, dialog di atas juga sesuai dengan teori Grice (1975: 45) yang berbunyi “Do not make your contribution more informative than is required”, yang diartikan oleh Nadar (Jangan memberikan informasi yang berlebihan melebihi kebutuhan)1 Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin. Informasi demikian itu tidak boleh melebihi informasi yang sebenarnya dibutuhkan si mitra tutur.2 Tuturan yang tidak mengandung informasi yang cukup, dapat dikatakan
1
F.X. Nadar, op. cit., h. 24 Rahardi, Pragmatik Kesantunan Imperatif, h. 53
2
48
melanggar maksim kuantitas dalam prinsip kerja sama Grice. Dengan demikian, tuturan di atas dianggap mematuhi maksim kuantitas, karena sesuai dengan teori Grice yang dikembangkan oleh Rahardi, bahwa masing-masing dari peserta tutur (Sudir, Sukar, Sumar) menjawab pertanyaan petugas dengan cukup dan relatif memadai. 2. Operasi Jantung Pasien Dokter Pasien Dokter Pasien Dokter
: Dok, apakah operasi jantung itu tidak berbahaya? : O, sama sekali tidak. : Berapa tingkat keberhasilan itu, Dok? : Seribu berhasil, satu gagal. : Saya ini pasien ke berapa, Dok? : Tunggu dulu. Lihat catatan. O, Anda pasien ke seribu! Pasien : Jadi???? (si pasien langsung pingsan) (HD/CCJ: 3/163) S (Waktu, tempat, suasana)
: Siang hari, ruang dokter, suasana sunyi.
P (Peserta tutur)
: Pasien dan dokter
E (Maksud dan tujuan)
: Pasien ingin mengetahui apakah operasi jantung berbahaya atau tidak, sedangkan dokter
memberitahukan
bahwa
operasi
jantung tidak berbahaya. A (Bentuk dan isi ujaran)
:
Bentuk
ujaran
yang
disampaikan
merupakan kalimat langsung, dan topik pembicaraan mengenai operasi jantung. K (Nada, cara, semangat)
: Pasien bertanya mengenai operasi jantung dengan serius, sedangkan dokter menjawab setiap pertanyaan pasien dengan tenang meyakinkan.
I (Jalur bahasa)
: Jalur lisan
N (Norma/aturan)
: Sopan dan Jujur
G (Jenis bahasa)
: Eksposisi
49
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada siang hari di ruang dokter dengan keadaan yang sunyi. Pertuturan di atas dianggap telah memenuhi maksim kuantitas, karena dokter telah menjawab setiap pertanyaan sesuai dengan kebutuhan pasiennya. Namun, ketika pasien bertanya dengan serius “Saya ini pasien ke berapa, Dok?”, dokter menjawabnya dengan santai “O, anda pasien ke seribu!”, pasien tersebut langsung kaget dan pingsan, karena tidak adanya kognitif dalam humor yang dimiliki pasien, sehingga dia berasumsi bahwa termasuk orang yang gagal, padahal dokter mengatakan seribu berhasil satu gagal hanyalah sebuah ilustrasi, hal inilah yang menimbulkan efek lucu dari humor di atas. Efek kelucuan tetap ditimbulkan, namun percakapan yang dilakukan tidaklah menyimpang dari maksim kuantitas. Hal ini sesuai dengan teori Grice (1975:45) yang mengatakan “Make your information as invormative as required for the current purposes og exchange”, yang diartikan oleh Nadar (Berikanlah informasi Anda sesuai kebutuhan dalam rangka tujuan atau maksud pertuturan; jangan memberikan informasi yang berlebihan melebihi kebutuhan)3 Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa maksim kuantitas dengan syarat ada sumbangan informasi sebatas yang diperlukan; jangan memberikan sumbangan informasi lebih dari yang diperlukan.4Selanjutnya di dalam maksim kuantitas ini seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang benar-benar cukup, memadai, dan berciri seinformatif dan sejelas mungkin. Sebuah informasi yang dianggap cukup memadai tidak boleh melebihi informasi yang sebenarnya dibutuhkan oleh mitra tutur dalam aktivitas bertutur.5 Dengan demikian, pertuturan di atas dianggap telah mematuhi maksim kuantitas, karena sesuai dengan teori Grice yang dikembangkan oleh Rahardi, yaitu seorang dokter memberikan informasi dengan cukup dan sesuai kebutuhan pasiennya di setiap tahapan pertuturan. 3
Nadar, loc. cit Fatimah, op. cit., h. 92 5 Rahardi, Sosiopragmatik, h. 23-24 4
50
3. Pelebaran Kali Warga baru Warga lama Warga baru Warga lama Warga baru Warga lama Warga baru
Warga lama (HD/CCJ: 100/198)
: Abang berasal dari mana? : Dari Tanah Abang : Pindah ke Depok ini kenapa? : Rumah kami tergusur kena proyek pelebaran jalan. : O, begitu! : Abang sendiri berasal dari mana dan juga kenapa pindah ke sini? : Saya juga dari Tanah Abang, Kebon Melati; Pindah ke sini karena terkena proyek pelebaran kali. : Oh, kita sama-sama senasib
S (Waktu, tempat, suasana)
: Sore hari, di jalan, suasana ramai.
P (Peserta tutur)
: Warga baru dan warga lama
E (Maksud dan tujuan)
: Warga baru ingin mengetahui asal dan alasan warga lama pindah ke Depok, begitu pula dengan warga lama yang juga ingin mengetahui asal dan alasan warga baru pindah ke Depok.
A (Bentuk dan isi ujaran)
:
Bentuk
ujaran
merupakan
kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai tempat tinggal asal penutur dan alasan dari masing-masing penutur pindah ke Depok. K (Nada, cara, semangat)
: Warga baru bertanya dengan semangat, dan warga lama juga menyampaikan ujarannya dengan sungguh-sungguh.
I (Jalur bahasa)
: Jalur lisan
N (Norma/aturan
: Sopan dan terbuka
G (Jalur bahasa)
: Narasi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada siang hari, di jalan dalam keadaan yang ramai. Peserta tutur terdiri dari warga lama dan warga
51
baru. Pertuturan di atas telah memenuhi maksim kuantitas, karena peserta tutur menjawab setiap pertanyaan yang diberikan dengan jawaban yang sesuai dengan kebutuhan lawan tuturnya. Ketika warga baru bertanya kepada warga lama tentang asal dan alasannya pindah ke Depok, maka warga lama memberi jawaban sesuai dengan keinginan warga baru, begitu pula dengan warga lama yang bertanya tentang asal dan alasan warga baru pindah ke Depok, warga baru pun juga menjawab sesuai dengan pertanyaan yang diajukan oleh lawan tuturnya. Dari humor di atas, tidak ada percakapan yang berlebihan, karena masing-masing dari peserta tutur menjawab semua pertanyaan sesuai kebutuhan lawan tuturnya. Hal ini sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Make your information as invormative as required for the current purposes og exchange”, yang diartikan oleh Nadar (Berikanlah informasi Anda sesuai kebutuhan dalam rangka tujuan atau maksud pertuturan; jangan memberikan informasi yang berlebihan melebihi kebutuhan) 6 Teori
Grice
tersebut
menjelaskan
bahwa
maksim
kuantitas
menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan konstribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya. Perhatikan contoh berikut: (1) + Siapa namamu? - Ani + Rumahmu di mana? -
Klaten, tepatnya di Pedan
+ Sudah bekerja? -
Belum masih mencari-cari Terlihat (-) dalam (1) bersifat kooperatif, memberikan konstribusi yang
secara kuantitas memadai, atau mencukupi pada setiap tahapan komunikasi.7 Dengan demikian, tuturan di atas dianggap mematuhi maksim kuantitas karena sesuai dengan teori Grice, bahwa masing-masing 6 7
Nadar, loc. cit I Dewa Putu, Analisis Wacana Pragmatik, h. 42-44
52
dari peserta tutur (warga baru & warga lama) menjawab masing-masing pertanyaan yang diberikan dengan relatif memadai dan sesuai kebutuhan penutur. b. Maksim Kualitas Maksim kualitas menghendaki setiap peserta tutur memberikan informasi yang benar dan logis, menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai fakta sebenarnya di dalam aktivitas bertutur. Fakta itu harus didukung dan didasarkan pada bukti-bukti yang jelas. Maksim kualitas yang pertama membutuhkan sikap percaya diri, bahwa sesuatu yang dikatakan adalah benar, sedangkan maksim yang kedua bila kita percaya mempunyai bukti yang kuat untuk suatu pernyataan, kita akan mengujarkannya dengan yakin. 4. Betawi Dulu dan Sekarang A
: Kalau sekelompok orang Betawi sedang bercakap-cakap dengan wajah cerah dan penuh keriangan, apa artinya? B : Mereka sedang mempercakapkan Betawi tempo dulu dengan kebun-kebun dan tanah luas A : Kalau sekelompok orang Betawi sedang bercakap-cakap dengan penuh kepiluan dan muka ditekuk apa artinya? B : Mereka sedang membicarakan masa kini dan masa mendatang tanpa kebun, tanpa tanah, dan tanpa harapan. (KL=HD/CCJ: 1/161)
S (Waktu, tempat, suasana)
: Pagi hari, di depan rumah para penutur, suasana sepi.
P (Peserta tutur)
: A dan B (Anonim)
E (Maksud dan tujuan)
:
A
ingin
mengetahui
maksud
dari
percakapan orang betawi yang dilakukan dengan wajah ceria dan penuh kepiluan, sedangkan B bertujuan memberitahukan perbedaan yang dimaksud oleh A. A (Bentuk dan isi ujaran)
:
Bentuk
ujaran
merupakan
kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai
53
perbedaan orang betawi yang bercakapcakap dengan muka ceria dan penuh kepiluan. K (Nada, cara, semangat)
: A bertanya dengan nada serius, sedangkan B menjawab pertanyaan A dengan semangat yang menyala-nyala.
I (Jalur bahasa)
: Jalur lisan
N (Norma/aturan)
: Akrab dan jujur
G (Jalur bahasa)
: Narasi
Interpretasi konteks percakapan di atas terjadi pada pagi hari di depan rumah para penutur. Mereka sedang membicarakan kehidupan orang Betawi dulu dan sekarang. Pertuturan di atas telah memenuhi maksim kualitas, karena penutur (B) memberikan infomasi yang benar dan sesuai kenyataan dari setiap pertanyaan yang diajukan oleh (A), orang-orang Betawi pada zaman dahulu bisa dikatakan termasuk golongan orang yang mampu dan mempunyai banyak simpanan, seperti harta warisan, sawah, maupun tempat untuk bermukim. Namun sekarang simpanan mereka lambat laut semakin sedikit, dikarenakan kebutuhan hidup yang terus meningkat, misalnya ketika ada cucu atau anaknya yang menikah, mereka menjual sawahnya untuk dijadikan modal pernikahan, ada pula yang menjual rumah-rumah kontrakan untuk bidang bisnis atau untuk beribadah haji ke tanah suci Mekkah. Semakin banyaknya orang perantauan dari seluruh pelosok yang merantau ke Jakarta, membuat kehidupan orang Betawi juga semakin sempit, begitu juga dengan lahan dan rumah-rumah kontrakan mereka. Hal ini sesuai dengan teori Grice (1975:45) dalam Nadar yang mengatakan “Do not say that for which you lack adequate evidence” yang diartikan oleh Nadar (Jangan mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan secara memadai).8
8
Nadar, loc. cit
54
Teori Grice tersebut memberikan penjelasan bahwa dengan maksim kualitas ini, seorang peserta tutur diharapkan dapat menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai dengan fakta yang sebenarnya di dalam aktivitas bertutur sesungguhnya. Fakta kebahasaan yang demikian itu harus didukung dan diasarkan pada bukti-bukti yang jelas, konkrit, nyata, dan terukur. Maka sebuah tuturan akan dapat dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila tuturan itu sesuai dengan faktanya, sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya, tidak mengada-ada, tidak dibuat-buat, tidak rekayasa, sehingga informasi yang demikian itu menjadi sangat tidak sesuai dengan kenyataannya ketidaksesuaian yang demikian itu akann menjadikan kualitas pertuturan semakin rendah. Jadi, sesuai dengan maksim ini, selalu berusahalah agar dalam praktik bertutur sapa yang sebenarnya, kualitas pertuturan
itu
benar-benar
dijaga.
Caranya,
selalu
sampaikanlah
pernyataan itu sesuai dengan fakta dan keadaan sesungguhnya.9 5. Tokoh Betawi Guru : Siapa tokoh Betawi yang terkenal? Siswa I : Mohamad Husni Thamrin Guru : Apa jabatannya? Siswa II : Anggota Volkread Guru : Kapan dia wafat? Siswa III : Kata ibu saya, ketika kakek lahir. (HD/CCJ: 20/169) S (Waktu, tempat, suasana)
: Pagi hari, di kelas, suasana tenang.
P (Peserta tutur)
: Guru, siswa I, siswa II, dan siswa III
E (Maksud dan tujuan)
: Guru bertanya mengenai tokoh betawi yang terkenal, jabatannya, dan kapan wafatnya, sedangkan siswa I menjawab Mohamad Husni Thamrin, siswa II menjawab sebagai anggota Volkread, sedangkan siswa III menjawab Mohamad Husni Thamrin wafat ketika kakeknya dilahirkan.
9
Rahardi, Sosiopragmatik, h. 24
55
A (Bentuk dan isi ujaran)
:
Bentuk
ujaran
merupakan
kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai tokoh Betawi yang terkenal. K (Nada, cara, semangat)
: Guru bertanya dengan nada serius dan semangat, sedangkan siswa I, siswa II, dan siswa III juga menjawab dengan nada yang semangat.
I (Jalur bahasa)
: Jalur lisan
N (Norma/aturan)
: Ramah dan Jujur
G (Jalur bahasa)
: Eksposisi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada pagi hari, di kelas dengan suasana yang tenang. Peserta tutur terdiri dari guru dan beberapa murid. Pertuturan di atas dianggap mematuhi maksim kualitas, karena penutur siswa I, siswa II, dan siswa III menjawab pertanyaan gurunya dengan jujur, benar, dan tepat. Tokoh betawi yang terkenal adalah Mohamad Husni Thamrin, beliau lahir tanggal 16 Februari 1894 di Weltevreden, Batavia. Selama hidupnya beliau menjabat sebagai anggota Volkread(Dewan Rakyat), dan pada tanggal 11 Januari 1941 beliau menghembuskan nafas terakhirnya dan dimakamkan di TPU Karet, Jakarta. Namun, pertanyaan terakhir yang diberikan guru mengenai kapan Mohamad Husni Thamrin wafat, siswa III memberikan jawaban yang diyakini benar dan tidak mengada-ngada, bahwa dia mengatakan kalau Mohamad Husni Thamrin meninggal ketika kakeknya dilahirkan, hal tersebut dia ketahui dari ibunya. Jadi, pertuturan terakhir tetap dikatakan mematuhi maksim kualitas, karena siswa III mengatakan sesuatu yang diketahui dan diyakini benar dengan merujuk kepada “Kata ibu saya, ketika kakek lahir.” Hal ini sesuai dengan teori Grice (1975: 45) yang mengatakan “Do not say what you believe to be false, do not say that for which you lack adequate evidence” yang diartikan oleh Nadar (Jangan mengatakan
56
sesuatu yang tidak benar, jangan mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan secara memadai.10 Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa maksim kualiti sebagai inti dari kaidah konversasi yang mengatur konversasi dengan ketentuan: (1) Jangan diujarkan bila tidak benar, dan (2) Jangan diujarkan bila kekurangan data yang akurat maksim kualiti yang pertama adalah selfevident ‘percaya diri’ (PD), sedangkan maksim yang kedua bila kita percaya mempunyai bukti yang kuat untuk suatu pernyataan, kita akan mengujarkannya dengan yakin.11Namun, kadang kala penutur tidak merasa yakin
dengan
apa
yang
diinformasikannya.
Ada
cara
untuk
mengungkapkan keraguan seperti itu tanpa harus menyalahi maksim kualitas. Ungkapan di awal kalimat sepeti setahu saya, kalau tidak salah dengar, katanya, dan sebagainya, menunjukkan pembatas yang memenuhi maksim kualitas.12 Hal ini terdapat pada dialog di atas, ketika guru menanyakan kepada siswa III tentang kapan wafatnya Muhammad Husni Thamrin, maka siswa III menjawab dengan tanpa ragu dan yakin, dengan menunjukkan pembatas maksim kualitas, yaitu „kata ibu saya‟. 6. Status Sosial Sopir Domang
: Kabarnya status sosial seorang sopir sangat tergantung pada status sosial majikannya. Daman : Maksudmu? Domang : Ya, status sosial sopir mobil Presiden tentu lebih tinggi dari status sosial sopir Menteri; dan status sosial sopir Menteri lebih tinggi dari status sosial sopir mobil Camat. Daman : Jadi, status sosial sopir mobil tinja gimana? (HD/CCJ: 110/203) S (Waktu, tempat, suasana)
: Siang hari, di warung nasi, suasana ramai.
P (Peserta tutur)
: Domang dan Daman
E (Maksud dan tujuan)
: Domang ingin memberitahukan bahwa status sosial seorang sopir sangat tergantung
10
Nadar, loc. cit Fatimah Djajasudarma, op. cit., h. 92 12 Kushartanti, op. cit., h. 107 11
57
kepada status sosial majikannya, sedangkan Daman mendengarkan pernyataan Domang dengan menanyakan status sosial mobil tinja A (Bentuk dan isi ujaran)
:
Bentuk
ujaran
merupakan
kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai status sosial sopir yang bergantung kepada status sosial majikannya. K (Nada, cara, semangat)
: Domang memberikan informasi dengan semangat yang menyala-nyala, sedangkan Daman menanggapi pernyataan Domang dengan santai.
I (Jalur bahasa)
: Jalur lisan
N (Norma/aturan)
: Ramah dan bersahabat
G (Jenis bahasa)
: Narasi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada siang hari, di sebuah warung dengan suasana yang ramai. Peserta tutur terdiri dari Domang dan Daman. Pertuturan di atas disampaikan dengan jenis bahasa berupa narasi dan dianggap telah mematuhi prinsip kerja sama yang berupa maksim kualitas, karena penutur Domang memberikan informasi yang benar mengenai status sosial seorang sopir, bahwa profesi menjadi sopir itu bisa berbeda tingkat kehormatannya tergantung kepada siapa majikannya. Namun di akhir percakapan, tuturan Daman yang menanyakan bagaimana status sosial sopir mobil tinja, tidak mendapatkan jawaban dari Domang, karena disinilah letak kelucuan humor di atas, Jika akan dijawab sopir mobil tinja sama halnya dengan sopir angkot, maupun sopir taksi, karena kata „tinja‟ bukanlah disamakan dengan nama majikan yang sama halnya dengan presiden, menteri dan camat. Mobil tinja adalah sejenis kendaraan sama halnya dengan angkutan umum, bis, maupun taksi. Hal ini sesuai dengan teori Grice (1975: 45) yang berbunyi “Do not say what you believe to be false, do not say that for which you lack adequate evidence” yang diartikan oleh Nadar (Jangan mengatakan
58
sesuatu yang tidak benar, jangan mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan secara memadai.13 Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa maksim ini menghendaki agar peserta pertuturan itu mengatakan hal yang sebenarnya; hal yang sesuai dengan data dan fakta.14Di dalam berbicara secara kooperatif, masingmasing peserta percakapan harus berusaha sedemikian rupa agar mengatakan sesuatu yang sebenarnya. Peserta tindak tutur hendaknya mengatakan sesuatu berdasarkan atas bukti-bukti yang memadai. Dari data yang terkumpul, terlihat bahwa oposisi logis dan tidak logis merupakan aspek penting di dalam penciptaan dialog.15 c. Maksim Relevansi Maksim
relevansi
mengharapkan
setiap
peserta
tutur
dapat
memberikan informasi yang relevan atau berhubungan dengan topik pembicaraan. Jika peserta tutur mampu memberikan informasi yang relevan dan ada hubungan implikasionalnya pada setiap tahapan pertuturan, maka dianggap telah mematuhi maksim relevansi. 7. Pemuda Berkharisma Nina
: Kudengar kamu tidak mau punya pacar pemuda berkharisma. Memang kenapa? Nani : Harapanku, minimal punya pacar berinova. Syukursyukur kalau dapat yang ber-BMW. (HD/CCJ: 88/194)
S (Waktu, tempat, suasana)
: Siang hari, di depan rumah para penutur, suasana sunyi.
P (Peserta tutur)
: Nina dan Nani
E (Maksud dan tujuan)
: Nina ingin mengetahui alasan Nani tidak mau punya pacar pemuda yang mempunyai motor karisma, dan Nani memberitahukan
13
Nadar, loc. cit Chaer, Kesantunan Berbahasa, h. 35 15 I Dewa Putu, Kartun, h. 81-82 14
59
bahwa minimal dia punya pacar yang mempunyai mobil inova atau BMW. A (Bentuk dan isi ujaran)
:
Bentuk
ujaran
merupakan
kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai tipe pacar yang diharapkan. K (Nada, cara, semangat)
: Nina dan Nani berdialog dengan nada yang santai
I (Jalur bahasa)
: Jalur lisan
N (Norma/aturan)
: Akrab dan terbuka
G (Jenis bahasa)
: Narasi
Pertuturan di atas telah mematuhi maksim relevansi karena penutur (Nani) memberikan jawaban yang relevan dengan pertanyaan lawan tuturnya (Nina). Pemuda berkharisma yang dimaksud adalah pemuda yang mempunyai kendaraan motor bermerek “Karisma”. Nina menanyakan bahwa mengapa Nani tidak mau punya pacar yang mempunyai motor “karisma”, karena ada pengetahuan yang dimiliki bersama oleh Nina dan Nani, maka Nani langsung menjawab bahwa harapannya adalah mempunyai pacar yang berinova atau syukur-syukur yang ber-BMW, pacar yang berinova dan ber-BMW maksudnya adalah pemuda yang mempunyai mobil merek “Inova” atau “BMW”. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Grice (1975: 45) yang berbunyi “Be relevant”, yang diartikan oleh Nadar (Harap relevan).16 Teori Grice yang mengatakan bahwa dalam maksim relevansi, peserta tutur hendaknya memberikan informasi atau jawaban yang relevan dengan topik pembicaraan, bahwa sebuah pernyataan P dinyatakan relevan dengan sebuah pernyataan Q jika P dan Q, bersama-sama dengan pengetahuan latar belakang, menghasilkan informasi baru yang bukan hanya diperoleh dari P dan Q. Interpretasi itu berarti bahwa relevansi antara pernyataan A
16
Nadar, loc. cit
60
dan pernyataan B tidak hanya dalam wujud tuturan bersifat langsung, tetapi juga bersifat tidak langsung.17 8. Tidak Lihat Ada Bapak Petugas Pengemudi Petugas Pengemudi
: Apakah kamu tidak melihat ada larangan membelok? : Lihat, Pak! : Tapi, mengapa kamu belok juga? : Karena saya tidak melihat ada bapak!
(HD/CCJ: 23/170) S (Waktu, tempat, suasana)
: Malam hari, di jalan raya, suasana ramai
P (Peserta tutur)
: Petugas dan pengemudi
E (Maksud dan tujuan)
:
Petugas
ingin
mengetahui
mengapa
pengemudi tetap melanggar meskipun sudah ada
tanda
larangan
membelok,
dan
pengemudi berargumen bahwa dia tidak melihat ada petugas di jalan raya. A (Bentuk dan isi ujaran)
:
Bentuk
langsung,
ujaran dan
isi
merupakan ujaran
kalimat mengenai
pelanggaran lalu lintas. K (Nada, cara, semangat)
: Petugas bertanya dengan nada serius, dan pengemudi menjawab pertanyaan petugas dengan khawatir.
I (Jalur bahasa)
: Jalur lisan
N (Norma/aturan)
: Tegas
G (Jenis bahasa)
: Argumentasi
Konteks pertuturan di atas terjadi pada malam hari, di jalan raya dengan keadaan lalu lintas yang masih ramai. Peserta tutur terdiri dari petugas dan pengemudi. Masalah dari percakapan di atas ialah adanya seorang pengemudi yang melanggar lalu lintas berupa larangan berbelok. Petugas bertanya dengan nada serius “Tapi, mengapa kamu belok juga?”, 17
Suhartono, op. cit., h. 4.5
61
maka pengemudi menjawab dengan rasa khawatir “Karena saya tidak melihat ada bapak!”, sekilas jika diperhatikan, jawaban yang diberikan pengemudi “karena saya tidak melihat ada bapak!” tidak relevan dengan pertanyaan petugas yang menanyakan mengapa masih berbelok juga kalau sudah melihat tanda dilarang berbelok. Namun, jika diteliti jawaban yang diberikan oleh pengemudi tersebut ada hubungan implikasionalnya, yaitu seringnya orang mematuhi lalu lintas hanya karena ada petugas atau polisi. Jadi, pertuturan di atas dianggap mematuhi maksim relevansi, karena ada hubungan implikasional di dalamnya, secara tidak langsung petugas memahami bahwa orang mematuhi lalu lintas jika ada petugas atau polisi saja, kalau tidak ada petugas maupun polisi yang mengatur lalu lintas, biasanya orang akan dengan seenaknya melanggar peraturan lalu lintas. Hal ini sesuai dengan teori Grice (1975: 45)
yang berbunyi “Be
relevant”, yang diartikan oleh Nadar (Harap relevan).18 Teori
Grice
tersebut
mengatakan
bahwa
maksim
relevansi
mengharuskan setiap peserta pertuturan memberikan konstribusi yang relevan dengan masalah atau tajuk pertuturan. Perhatikan contoh pertuturan (1) dan (2) berikut: 1. A
: Bu, ada telepon untuk Ibu!
B : Ibu sedang di kamar mandi, Nak. 2. A
: Bu, bus yang ke arah Kebayoran yang mana?
B : Coba tanya pada petugas lalu lintas itu. Sepintas jawaban B pada pertuturan (1) dan (2) tidak berhubungan. Namun bila disimak baik-baik hubungan itu ada. Jawaban B pada pertuturan (1) mengimplikasikan atau menyiratkan bahwa saat itu si B tidak dapat menerima telepon secara langsung karena sedang berada di kamar mandi. Maka B secara tidak langsung meminta agar si A menerima telepon itu. Begitu juga konstribusi B pada pertuturan (2) yang memang secara eksplisif menjawab pertanyaan A. Akan tetapi dengan pengetahuan 18
Nadar, loc. cit.
62
bahwa petugas lalu lintas mengetahui rute-rute bus kota, maka pertanyaan A dapat dijawab.19 d. Maksim Cara Di dalam prinsip kerja sama yang berupa maksim cara ini, setiap peserta tutur diharapkan mampu memberikan informasi yang jelas dan langsung, tidak taksa atau ambigu, tidak kabur, dan tidak membingungkan. Jika selama proses pertuturan berlangsung, peserta tutur mampu menjalankan salah satu syarat yang diajukan dalam maksim cara, maka dapat dikatakan bahwa proses pertuturan yang dilakukan telah mematuhi prinsip kerja sama yang berupa maksim cara. 9. Jualan Bakso Tukang Bakso di UNJ (TBU)
: Anak saya satu di UI, Depok, satu lagi di UIN, Ciputat. Penanya : Di fakultas apa, Pak? TBU : Bukan di fakultas. Penanya : Jadi……….? TBU : Yang satu jualan teh botol, yang satu lagi jualan bakso kayak saya. (HD/CCJ: 18/169) S (Waktu, tempat, suasana)
: Siang hari, di kampus UNJ, suasana ramai.
P (Peserta tutur)
: Tukang bakso dan penanya
E (Maksud dan tujuan)
: Tukang bakso ingin memberitahukan bahwa anaknya yang di UI jualan teh botol, dan di UIN jualan bakso, sedangkan penanya ingin mengetahui profesi anak-anak tukang bakso.
A(Bentuk dan isi ujaran)
:
Bentuk
ujaran
merupakan
kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai pemberitahuan tukang bakso tentang profesi anak-anaknya.
19
Chaer, op. cit., h. 35-36
63
K (Nada, cara, semangat)
: Tukang bakso menyampaikan informasinya dengan santai, sedangkan penanya bertanya dengan nada serius.
I (Jalur bahasa)
: Jalur lisan
N (Norma/aturan)
: Ramah dan sopan
G (Jenis bahasa)
: Eksposisi
Pertuturan di atas telah mematuhi maksim cara, karena tukang bakso UNJ (TBU) telah memberikan informasi yang jelas kepada lawan tuturnya (Penanya). Awal pertuturan dimulai dari informasi yang diberikan tukang bakso, dan penanya sangat penasaran sehingga dia bertanya mengenai anaknya berada di fakultas apa?, dari pertanyaan yang diajukan oleh penanya, kalau diperhatikan hampir penanya tidak faham dengan perkataan tukang bakso yang mengatakan “Anak saya satu di UI, Depok, satu lagi di UIN, Ciputat”. Namun untuk menghindari pertuturan yang ambigu dan salah faham, tukang bakso secara langsung memberikan penjelasan bahwa anak-anaknya bukan sedang belajar di fakultas UI maupun UIN, akan tetapi mereka sedang berjualan, yang satu jualan teh botol di UI dan satu lagi jualan bakso di UIN. Dari pernyataan yang diberikan tukang bakso, akhirnya penanya dapat memahami tuturan yang dikatakan oleh tukang bakso di awal tadi. Hal ini sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Avoid obscurity of expression”, yang diartikan oleh Nadar (Hindari ungkapan yang tidak jelas).20 Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa maksim cara atau maksim pelaksanaan dalam prinsip kerja sama mengharuskan setiap peserta pertuturan dalam aktifitas bertutur sapa yang sebenarnya menyampaikan informasi dengan secara langsung, dengan secara jelas, tidak dengan kabur, tidak samar, tidak taksa, dan tidak berbelit.21
20 21
Nadar, loc. cit. Rahardi, op. cit., h. 25
64
10. AGAM atau GAM Dulgani Dulhak Dulgani Dulhak Dulgani Dulhak agam”.
: Rakyat Aceh kini sudah hidup tenang! : Ya,sejak adanya kesepakatan damai antara GAM dan Pemerintah Republik Indonesia. : Namun kini di Aceh masih banyak GAM berkeliaran, katanya! : Benar, karena di Aceh banyak anak laki-laki kecil! : Maksudmu? : Di Aceh anak laki-laki kecil disapa “gam atau
S (Waktu, tempat, suasana)
: Sore hari, di teras rumah, suasana sepi.
P (Peserta tutur)
: Dulgani dan Dulhak
E (Maksud dan tujuan)
: Dulgani membuat pernyataan bahwa rakyat Aceh sudah hidup tenang dan penasaran dengan gam yang masih banyak berkeliaran di Aceh, sedangkan Dulhak memberitahukan bahwa rakyat Aceh hidup tenang karena sejak ada kesepakatan damai antara GAM dan Pemerintah Indonesia, selain itu dia menjelaskan kalau anak laki-laki kecil disapa gam.
A (Bentuk dan isi ujaran)
:
Bentuk
ujaran
merupakan
kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai GAM dengan anak laki-laki kecil yang disapa gam. K (Nada, cara, semangat)
: Dulgani bertanya dengan nada serius dan penasaran, sedangkan Dulhak menjawab pertanyaan Dulgani dengan santai.
I (Jalur lisan)
: Jalur lisan
N (Norma/aturan)
: Bersahabat dan jujur
G (Jenis bahasa)
: Narasi
65
Pertuturan di atas telah mematuhi maksim cara, karena penutur Dulhak memberikan informasi yang jelas dan tidak taksa, yaitu memberikan keterangan bahwa Aceh hidup tenang sejak adanya kesepakatan
damai
antara
GAM
dengan
Pemerintah
Republik
Indonesia,selain itu juga menjelaskan bahwa “gam atau agam” merupakan sapaan untuk anak kecil laki-laki yang ada di Aceh. Kata “Gam” menimbulkan makna lebih dari satu, yaitu singkatan dari Gerakan Aceh Merdeka, dan sapaan untuk anak kecil laki-laki.Hal itulah yang sempat membuat bingung dan penasaran Dulgani. Namun, agar topik pembicaraan berjalan lancar, Dulhak berusaha menjelaskan pernyataan Dulgani yang masih ambigu tentang GAM. Hal ini sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Avoid ambiguity”, yang diartikan oleh Nadar (Hindari ungkapan yang membingungkan atau ambigu).22 Teori
Grice
tersebut
menjelaskan
bahwa
maksim
cara
ini
mengharuskan penutur dan lawan tutur berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak ambigu, tidak berlebih-lebihan dan runtut.23 2. Penyimpangan Prinsip Kerja Sama Apabila di dalam praktek berkomunikasi, terdapat peserta tutur yang memberikan informasi atau jawaban yang berlebihan, salah, tidak relevan, tidak jelas dan ambigu, maka kelucuan dan kejenakaan saja yang akan dilahirkan, sesungguhnya dapat dikatakan bahwa kejenakaan atau kelucuan dalam aktifitas bertutur itu biasanya sering terjadi dalam dialog manusia yang berupa humor. Humor tersebut berisi tentang fenomena kehidupan sekarang atau sindiran halus untuk orang-orang tertentu, hal itu dapat diperoleh dengan menyelewengkan salah satu maksim yang terdapat dalam prinsip kerja sama. Selain itu, penyimpangan prinsip kerja sama terjadi dikarenakan tidak adanya pengetahuan bersama yang dimiliki oleh peserta tutur. 22 23
Nadar, loc. cit Chaer, Kesantunan Berbahasa, h. 36
66
a. Penyimpangan Maksim Kuantitas Penyimpangan terhadap maksim kuantitas terjadi apabila peserta tutur memberikan informasi yang berlebihan, tidak cukup dan tidak sesuai dengan kebutuhan lawan tuturnya. 11. Komputer bekas Pembeli Penjual
: Saya ingin membeli komputer bekas karena uang saya cuma sedikit. Ada tidak ? : Ada tuh, ada yang bekas kantor, bekas mainan anak, yang bekas kebanjiran juga ada !
(HD/CCJ: 55/180) S (Waktu, tempat, suasana)
: Siang hari, di toko komputer, suasana sepi
P (Peserta tutur)
: Pembeli dan penjual
E (Maksud dan tujuan)
: Pembeli ingin mengetahui ada tidaknya komputer bekas karena uangnya cuma sedikit, sedangkan penjual memberitahukan ada komputer bekas kantor, mainan anak, dan bekas kebanjiran.
A (Bentuk dan isi ujaran)
:
Bentuk
ujaran
merupakan
kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai komputer bekas. K (Nada, cara, semangat)
: Pembeli bertanya dengan nada serius, sedangkan informasinya
penjual dengan
memberikan nada
santai
dan
mengejek. I (Jalur bahasa)
: Jalur lisan
N (Norma/aturan)
: Sopan dan terbuka
G (Jenis bahasa)
: Eksposisi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada siang hari, di toko komputer dalam keadaan sepi. Peserta tutur terdiri dari pembeli dan penjual. Pertuturan di atas dianggap menyimpang dari maksim kuantitas, karena penjual memberikan informasi secara berlebihan. Makna literal
67
komputer bekas adalah komputer yang sudah pernah dipakai oleh orang lain, dan tidak baru lagi. Pembeli menanyakan perihal ada tidaknya komputer bekas, dikarenakan uangnya yang sedikit, namun penjual menjawab pertanyaan tersebut dengan berlebihan dan makna figuratif “ada yang bekas kantor, bekas mainan anak, bekas kebanjiran juga ada”. Semua orang pasti mengetahui bahwa komputer bekas kebanjiran mungkin sangat fatal kerusakannya dan susah untuk diperbaiki. Informasi yang diberikan oleh penjual di samping menimbulkan kelucuan juga bisa menimbulkan kekesalan dalam diri pembeli. Wacana humor di atas memanfaatkan teori pertentangan dengan maksud dan keinginan lawan tuturnya, sehingga makna literal berkesampingan dengan makna figuratifnya. Hal ini tidak sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Do not make your contribution more informative than is required”, yang diartikan oleh Nadar
(Jangan memberikan informasi
yang berlebihan melebihi
kebutuhan).24 Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin. Informasi demikian itu tidak boleh melebihi informasi yang sebenarnya dibutuhkan si mitra tutur. Tuturan yang tidak mengandung informasi yang sungguh-sungguh diperlukan mitra tutur, dapat dikatakan melanggar maksim kuantitas dalam prinsip kerja sama Grice. Demikian sebaliknya, apabila tuturan itu mengandung informasi yang berlebihan akan dapat dikatakan melanggar maksim kuantitas.25 12. Jus Amma A
: Selain jus tomat, jus alvokat, dan jus mangga di warung ini sedia jus apa lagi ?
B
: Juz Amma
(HD/CCJ: 121/208) 24 25
Nadar, loc. cit. Rahardi, Kesantunan Imperatif, h. 53
68
S (Waktu, tempat, suasana)
: Siang hari, di warung nasi, suasana ramai.
P (Peserta tutur)
: A dan B (Anonim)
E (Maksud dan tujuan)
: A ingin mengetahui jus apalagi yang tersedia di warung selain jus tomat, alvokat dan
mangga,
sedangkan
B
menjawab
pertanyaan A dengan jawaban Juz Amma. A (Bentuk dan isi ujaran)
:
Bentuk
ujaran
merupakan
kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai macam-macam jus di warung. K (Nada, cara, semangat)
: A bertanya dengan nada serius, sedangkan B menjawab pertanyaan A dengan nada santai.
I (Jalur bahasa)
: Jalur lisan
N (Norma/aturan)
: Halus dan tidak jujur
G (Jenis bahasa)
: Eksposisi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada siang hari, di sebuah warung dengan keadaan yang ramai. Pertuturan di atas dianggap menyimpang dari maksim kuantitas karena penutur A memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh lawan tutur B. Penutur A bertanya mengenai macam-macam jus selain jus tomat, alvokat dan mangga, namun B menjawabnya dengan jawaban juz amma. Makna literal Jus tomat, alvokat, dan mangga merupakan „jenis minuman yang
dihancurkan
dengan
menggunakan
blender‟,
sedangkan
B
memberikan makna figuratif juz dengan juz amma yang merupakan „kumpulan
ayat-ayat
alquran
juz
30‟.
Wacana
humor
di
atas
memanfaatkan teori pertentangan, sehingga menimbulkan makna atau penafsiran yang tidak kongruen dengan objek pembicaraan. Hal ini tidak sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Make your information as informative as required (for the current purposes of exchange), and do not make your contribution more informative than is required”, yang diartikan oleh Nadar (Berikanlah informasi Anda sesuai
69
kebutuhan dalam rangka tujuan atau maksud pertuturan; jangan memberikan informasi yang berlebihan melebihi kebutuhan.26 Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa di dalam berkomunikasi lazimnya untuk memenuhi tuntutan prinsip kerja sama penutur memberikan informasi sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya. Di dalam wacana humor, seperti wacana kartun, diciptakan dialog-dialog yang melanggar maksim ini. Misalnya saja salah seorang tokoh kartun memberikan konstribusi yang kurang memadai dari apa yang dibutuhkan oleh
lawan
bicaranya
sehingga
kelancaran
komunikasi
menjadi
terganggu.27
13. Bayangannya Juga Hitam Mpok Mun
: Di Tenabang sekarang banyak orang Afrika itemitem deh.
Mpok Jun
: Katanya, sampe bayangannya juga item.
S (Waktu, tempat, suasana)
: Pagi hari, di toko sembako, suasana ramai.
P (Peserta tutur)
: Mpok Mun dan Mpok Jun
E (Maksud dan tujuan)
: Mpok Mun memberitahukan banyak orang Afrika
yang badannya
hitam-hitam
di
Tenabang, sedangkan Mpok Jun membalas informasi Mpok Mun dengan mengatakan bayangannya juga hitam. A (Bentuk dan isi ujaran)
:
Bentuk
ujaran
merupakan
kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai orang Afrika yang berbadan hitam. K (Nada, cara, semangat)
: Mpok Mun dan Mpok Jun menyampaikan informasinya dengan nada yang semangat menyala-nyala.
26 27
I (Jalur bahasa)
: Jalur lisan
N (Norma/aturan)
: Akrab dan jujur
Nadar, loc. cit I Dewa Putu Wijana, Kartun, h. 78-79
70
G (Jenis bahasa)
: Narasi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada pagi hari, di sebuah toko dalam keadaan ramai. Peserta tutur terdiri dari Mpok Jun dan Mpok Mun. Pertuturan di atas dianggap menyimpang dari maksim kuantitas, karena Mpok Jun menyampaikan informasi yang berlebihan mengenai informasi yang disampaikan oleh Mpok Mun. Semua orang mengetahui bahwa warna dari bayangan adalah hitam. Informasi yang disampaikan Mpok Jun hanyalah kelucuan belaka, karena Mpok Mun memberitahukan orang Afrika banyak yang berbadan hitam sehingga Mpok Jun memanfaatkan kata „hitam‟ untuk bayangan dari badan orang Afrika. Wacana humor di atas memanfaatkan teori pembebasan, sehingga makna literal kata „hitam‟ yang sesungguhnya dibebaskan dengan mengaitkan makna figuratifnya. Hal ini tidak sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Do not make your contribution more informative than is required”, yang diartikan oleh Nadar
(Jangan memberikan informasi
yang berlebihan melebihi
kebutuhan).28 Teori Grice tersebut kemudian dikembangkan oleh I Dewa Putu Wijana yang menjelaskan bahwa bentuk penyimpangan maksim kuantitas yang lain adalah pemberian informasi yang sifatnya berlebih-lebihan. Bila penutur mengetahui lawan bicaranya memberikan konstribusi semacam itu tentu ia tidak akan bertanya. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh di bawah ini: (1) + Mobilku ringsek ketabrak kereta… kau bisa ngetok sampai kelihatan baru lagi? -
Bisa tuan, tapi waktunya kira-kira 16 tahun.
(2) + Apa kapal selam ini masih dipakai untuk menyelam? -
28
Nadar, loc. cit.
Masih! Tapi, nggak bisa nimbul lagi.
71
Bila diperhatikan secara seksama konstribusi tokoh (-) pada wacana (1) dan (2) di atas sifatnya berlebih-lebihan dan menyesatkan lawan bicaranya. Setiap orang tentu mengetahui bahwa mengetok mobil selama 16 tahun berarti sama saja bahwa mobil itu tidak dapat diperbaiki lagi. Begitu jua kapal selam yang tidak bisa muncul ke permukaan laut lagi tidak bedanya dengan tidak dapat dipergunakan lagi.29Hal ini sesuai dengan informasi yang diberikan oleh Mpok Jun pada percakapan di atas, semua orang tentu mengetahui bahwa warna bayangan adalah hitam, dan tidak ada warna bayangan dengan warna lain. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai maksim kuantitas, menurut peneliti ditemukan enam (6) kata kunci, yaitu: Informasi cukup, relatif memadai, seinformatif mungkin, sejelas mungkin, tidak berlebihan, dan informasi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan penutur.
b. Penyimpangan Maksim Kualitas Maksim kualitas mengharapkan setiap peserta tutur memberikan informasi yang benar, logis, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.Jika terdapat peserta tutur yang memberikan informasi yang salah, mengada-ada, tidak logis dan tidak bisa didukung dengan buktibukti yang jelas maka bisa dikatakan menyimpang dari maksim kualitas. 14. Masih Kuncup Tati
: Tivi kalau pakai antene parabola enak deh, bisa dapat siaran tivi luar negeri. Tapi sayangnya antene parabola harganya jutaan. Nani : Yang murah harga seratusan juga ada. Kamu mau ? Tati : Mana mungkin ada parabola yang harganya seratusan. Nani : Kamu tidak tahu, ada ! Tati : Yang bagaimana ? Nani : Yang masih kuncup, belum mekar. Siram saja setiap hari. Nanti dia akan mekar. (HD/CCJ: 42/176)
29
I Dewa Putu, Kartun, h. 80-81
72
S (Waktu, tempat, suasana)
: Sore hari, di dalam rumah, suasana sepi.
P (Peserta tutur)
: Tati dan Nani
E (Maksud dan tujuan)
: Tati memberitahukan bahwa melihat televisi dengan memakai antene parabola lebih enak karena bisa melihat siaran luar negeri, akan tetapi harga antene parabola mahal,
sedangkan
Nani
memberikan
informasi bahwa adanya antene parabola seharga seratus ribu. A (Bentuk dan isi ujaran)
:
Bentuk
ujaran
merupakan
kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai harga antene parabola. K (Nada, cara, semangat)
: Tati bertanya dengan nada serius dan penasaran, sedangkan Nani memberikan informasi dengan semangat.
I (Jalur bahasa)
: Jalur lisan
N (Norma/aturan)
: Akrab dan tidak jujur
G (Jenis bahasa)
: Eksposisi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada sore hari, di sebuah rumah dalam keadaan yang sepi. Pertuturan di atas dianggap menyimpang dari maksim kualitas, karena penutur Nani memberikan informasi yang salah dan mengada-ada mengenai antene parabola yang disamakan dengan bunga atau tanaman. Harga antene parabola yang paling murah adalah dua ratus lima puluh ribu rupiah, sedangkan Nani memberitahukan kepada Tuti dengan serius bahwa antene parabola ada yang harga seratus ribu yaitu yang masih kuncup dan belum mekar. Jawaban yang diberikan oleh Nani hanyalah kelucuan belaka dan tidak logis, karena memanfaatkan teori ketidaksejajaran dalam humor. Selain itu, juga bisa menimbulkan kekesalan dalam diri Tati, karena antene parabola yang masih kuncup dan disiram setiap hari agar mekar tidak mungkin ada di toko televisi manapun.
73
Hal ini tidak sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Do not say what you believe to be false and do not say that which you lack adequate evidence,” yang diartikan oleh Nadar (Jangan mengatakan sesuatu yang tidak benar; jangan mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan secara memadai.30 Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa di dalam berbicara secara kooperatif, masing-masing peserta percakapan harus berusaha sedemikian rupa agar mengatakan sesuatu yang sebenarnya. Peserta tindak tutur hendaknya mengatakan sesuatu berdasarkan atas bukti-bukti yang memadai. Dari data yang terkumpul, terlihat bahwa oposisi logis dan tidak logis merupakan aspek penting di dalam penciptaan dialog dan monolog humor. Tokoh atau tokoh-tokoh yang dikreasikan oleh para kartunis sering kali mengucapkan hal-hal yang tidak masuk akal. Sehingga sering kali menyimpang dari maksim kualitas.31 15. Segede Upil A : Bang, dukunya sekilo berapa Bang? B : Sepuluh ribu, Nyonya? A : Ah, si Abang, duku segede-gede upil ini kok mahal amat! B : Ya, Nyonya, kalau upilnya segede gini, nah, hidungnya segede apa? (HD/CCJ: 134/213) S (Waktu, tempat, suasana)
: Pagi hari, di pasar buah, suasana ramai.
P (Peserta tutur)
: A dan B (Anonim)
E (Maksud dan tujuan)
: A ingin mengetahui harga duku sekilo dan mengejek mahalnya harga duku dengan mengatakan
duku
sebesar-besar
upil,
sedangkan B memberitahu harga duku dan menanggapi pernyataan A.
30 31
Nadar, loc. cit I Dewa, op. cit., h. 81-82
74
A (Bentuk dan isi ujaran)
:
Bentuk
ujaran
merupakan
kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai mahalnya harga duku. K (Nada, cara, semangat)
: A bertanya dengan nada santai dan mengejek,
sedangkan
B
membalas
pernyataan A dengan nada santai. I (Jalur bahasa)
: Jalur lisan
N (Norma/aturan)
: Akrab dan Kasar (Jorok)
G (Jenis bahasa)
: Argumentasi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada pagi hari, di pasar buah dalam keadaan yang ramai. Pertuturan di atas dianggap menyimpang dari maksim kualitas, karena masing masing peserta tutur memberikan informasi yang tidak sesuai dengan fakta. Penutur A bertanya mengenai harga duku sekilo, dan dia beranggapan bahwa duku sekilo seharga sepuluh ribu adalah harga yang mahal, maka dia mengatakan duku sebesar-besar upil, begitu pula dengan penutur B yang mengatakan kalau upilnya sebesar buah duku, maka bagaimana dengan hidungnya. Duku sebesar-besar upil mengandung makna sebaliknya, artinya duku tersebut sangatlah kecil sehingga diumpamakan seperti upil, begitu pula sebaliknya, tidak pernah ada upil yang besarnya seperti buah duku. Penutur A bermaksud menyindir lawan tuturnya B, sehingga mengatakan duku sebesar-besar upil, begitu pula dengan penutur B, yang juga bermaksud menyindir lawan tuturnya A dengan mengatakan kalau upilnya sebesar buah duku, maka bagaimana dengan hidungnya. Wacana humor di atas telah memanfaatkan teori pertentangan, sehingga makna figuratif yang disampaikan berlawanan dengan makna literalnya. Hal ini tidak sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Do not say what you believe to be false and do not say that which you lack adequate evidence,” yang diartikan oleh Nadar (Jangan mengatakan sesuatu yang
75
tidak benar; jangan mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan secara memadai.32 Teori Grice tersebut memberikan penjelasan bahwa dengan maksim kualitas ini, seorang peserta tutur diharapkan dapat menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai dengan fakta yang sebenarnya di dalam aktivitas bertutur. Fakta kebahasaan tersebut harus didukung dan didasarkan pada bukti-bukti yang jelas, konkrit, nyata, dan terukur. Sebuah tuturan akan dapat dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila tuturan itu sesuai dengan faktanya, sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya, tidak mengada-ada, tidak dibuat-buat, tidak rekayasa, sehingga informasi yang demikian itu menjadi sangat tidak sesuai dengan kenyataannya, ketidaksesuaian yang demikian itu akan menjadikan kualitas pertuturan semakin rendah.33Jadi, sesuai dengan maksim ini, selalu berusahalah agar dalam praktik bertutur sapa yang sebenarnya, kualitas pertuturan itu benarbenar dijaga. Caranya, selalu sampaikanlah pernyataan itu sesuai dengan fakta dan keadaan sesungguhnya. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai maksim kualitas, peneliti menemukan sepuluh (10) kata kunci, yaitu: informasi yang diberikan benar, berdasarkan bukti-bukti yang memadai, jelas, konkrit, dan terukur, sesuai dengan fakta, tidak mengada-ada, tidak rekayasa, tidak dibuat-buat, dan jangan diujarkana bila kekurangan data yang akurat. c. Penyimpangan Maksim Relevansi Agar pembicaraan selalu relevan, diharapkan setiap peserta tutur mempunyai latar belakang pengetahuan yang sama sehingga topik pembicaraan mudah untuk dipahami pada setiap tahapan komunikasi. Jika terdapat peserta tutur yang tidak faham dengan konteks saat ujaran terjadi, maka ujaran tersebut bisa menyimpang dari maksim relevansi. 16. Si Markus Orang Mana 32 33
Nadar, loc. cit Rahardi, Sosiopragmatik, h. 24
76
A
: Gara-gara si Markus banyak koruptor divonis bebas.
B
: Ngomong-ngomong emang si Markus orang mana ?
(HD/CCJ: 139/215)
S (Waktu, tempat, suasana)
: Siang hari, di jalan, suasana sepi.
P (Peserta tutur)
: A dan B (Anonim)
E (Maksud dan tujuan)
: A memberitahukan bahwa banyak koruptor divonis bebas disebabkan oleh markus, sedangkan B ingin mengetahui tentang markus.
A(Bentuk dan isi ujaran)
:
Bentuk
ujaran
merupakan
kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai banyaknya koruptor yang divonis bebas karena markus. K (Nada, cara, semangat)
:
A
menyampaikan
informasi
dengan
sungguh-sungguh, sedangkan B menanyakan tentang markus dengan nada penasaran. I (Jalur bahasa)
: Jalur lisan
N (Norma/aturan)
: Akrab
G (Jenis bahasa)
: Eksposisi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada siang hari, di sebuah jalan dalam keadaan sepi. Pertuturan di atas dianggap menyimpang dari maksim relevansi, karena penutur B tidak memiliki pengetahuan tentang markus, sehingga dia menanyakan markus orang mana kepada lawan tuturnya A. Markus merupakan „singkatan dari makelar kasus yang dapat diartikan sebagai seorang perantara yang mengenal penjahat sekaligus memiliki hubungan dengan penegak keadilan (Polisi, KPK, Jaksa)‟ dan biasanya makelar kasus memberikan informasi yang dia ketahui tentang penjahat kepada para penegak hukum. Namun, makelar kasus yang disebut di atas adalah makelar yang tidak lagi menempatkan etika dan kaidah
77
hukum, karena berupaya merekayasa sebuah perkara hukum untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Wacana humor di atas telah memanfaatkan teori ketidaksejajaran, sehingga tidak kongruen dengan objek pertuturan. Selain itu, makna figuratif yang dibangun oleh B telah berlawanan dengan makna literatif yang diasumsikan oleh A. Hal ini tidak sesuai dengan teori Grice (1975: 45) yang berbunyi “Be relevant”, yang diartikan oleh Nadar (Harap relevan).34 Teori Grice yang mengatakan bahwa dalam maksim relevansi, peserta tutur hendaknya memberikan informasi atau jawaban yang relevan dengan topik pembicaraan, bahwa sebuah pernyataan P dinyatakan relevan dengan sebuah pernyataan Q jika P dan Q, bersama-sama dengan pengetahuan latar belakang, menghasilkan informasi baru yang bukan hanya diperoleh dari P dan Q. Interpretasi itu berarti bahwa relevansi antara pernyataan A dan pernyataan B tidak hanya dalam wujud tuturan bersifat langsung, tetapi juga bersifat tidak langsung.35 17. Bekas Pejabat MA
: Bapak X, dosen kita yang baru itu kenapa ya kalau mengajar duduk saja di kursi, nggak pernah berdiri? MU : Yah, kamu belum tahu? MA : Belum tahu kenapa? MU : Dia kan bekas pejabat! MA : Apa hubungannya? MU : Kalau dia pergi berdiri dia takut kursinya diambil orang lain. (HD/CCJ: 150/220) S (Waktu, tempat, suasana)
: Pagi hari, di koperasi kampus, suasana ramai
P (Peserta tutur)
: MA dan MU (Anonim)
E (Maksud dan tujuan)
: MA penasaran dengan dosen baru yang mengajarnya hanya duduk saja di kursi, sedangkan
34 35
Nadar, loc. cit Suhartono, op. cit., h. 4.5
MU
memberikan
informasi
78
kepada MA bahwa dosen baru tersebut adalah bekas pejabat. A (Bentuk dan isi ujaran)
:
Bentuk
ujaran
merupakan
kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai dosen baru yang mengajarnya hanya duduk di kursi dihubungkan dengan bekas pejabat. K (Nada, cara, semangat)
: MA bertanya dengan nada serius dan penasaran,
sedangkan
MU
menjawab
pertanyaan MA dengan nada santai. I (Jalur bahasa)
: Jalur lisan
N (Norma/aturan)
: Akrab dan terbuka
G (Jenis bahasa)
: Eksposisi
Konteks pertuturan di atas terjadi pada pagi hari, di koperasi kampus dalam keadaan ramai. Pertuturan di atas dianggap menyimpang dari maksim relevansi, karena penutur MU memberikan informasi yang tidak relevan dengan topik pembicaraan. Penutur MA bertanya mengenai dosen baru yang cara mengajarnya hanya duduk saja di kursi, tidak pernah berdiri, sedangkan penutur MU memberikan informasi bahwa dosen tersebut adalah bekas pejabat, sehingga dia tidak mau berdiri karena takut kursinya diambil oleh orang lain. Jika penutur MU merupakan peserta tutur yang cooperative, maka tidak seharusnya dia menghubungkan cara mengajar dengan duduk di kursi dengan bekas pejabat yang kursinya takut diambil orang lain. Wacana humor di atas telah memanfaatkan teori ketidaksejajaran, sehingga makna literal kata „duduk‟ yang diasumsikan oleh MA berlawanan dengan makna figuratif yang diasumsikan oleh MU. Hal ini tidak sesuai dengan teori Grice (1975: 45) yang berbunyi “Be relevant”, yang diartikan oleh Nadar (Harap relevan).36 Teori relevansi tersebut menjelaskan bahwa sebagai seorang yang kooperatif di dalam berkomunikasi, penutur dan lawan tutur dituntut selalu 36
Nadar, loc. cit
79
relevan mengemukakan maksud dan ide-idenya. Konstribusi-konstribusi yang diberikan harus berkaitan atau sesuai dengan topik-topik yang sedang diperbincangkan. Di dalam berbicara penutur mengutarakan tuturannya sedemikian rupa sehingga tuturan itu hanya memiliki satu tafsiran yang relevan dengan konteks pembicaraan. Konteks dalam hal ini tidaklah terbatas pada informasi mengenai lingkungan fisik tuturan yang langsung dihadapinya, atau yang mendahuluinya, tetapi meliputi pula harapanharapan, dugaan-dugaan, kepercayaan, kenangan, asumsi-asumsi budaya, keyakinan terhadap keadaan mental pembicara. Agar pembicaraan selalu relevan maka penutur harus membangun (mengkonstruksi) konteks yang kurang lebih sama dengan konteks yang dibangun oleh lawan bicaranya. Jika tidak, mereka akan terperangkap dalam kesalahpahaman. Untuk jelasnya dapat disimak wacana 1 dan 2 berikut ini: 1. + Gamsut kok lima jari diacungin semua. -
Maju satu-satu belum tentu menang…. Lebih baik main keroyok.
2. + Akulah manusia enam juta dolar -
Biyuh-biyuh, kalau begitu kenalpotnya aja harga berapa? Dalam kartun (1) dan (2) tampak tokoh (-) memberikan tanggapan
yang menyimpang dari konteks yang diajukan oleh lawan bicaranya (+). Dalam (1) tokoh (-) menghubungkan gamsut dengan orang berkelahi, sedangkan dalam (2) menghubungkan manusia enam juta dolar dengan kendaraan.37Dengan demikian, pertuturan di atas dianggap menyimpang dari maksim relevansi, karena tidak sesuai dengan teori Grice, yaitu penutur (MU) menghubungkan kursi yang dibuat untuk tempat duduk dengan kursi jabatan, hal ini membuat bingung lawan tuturnya (MA) karena tidak sesuai dengan topik pembicaraan. 18. Yang Paling Bersih Pak RT
37
: Saya sebagai ketua RT menyarankan Saudara-saudara untuk memilih calon gubernur yang paling bersih dalam pilkada nanti!
I Dewa Putu, Kartun, h. 85-87
80
Warga
: Kalau itu saran Bapak tentu yang harus kita pilih adalah cagub X. Pak RT : Kenapa dia Saudara anggap paling bersih? Warga : Karena istrinya banyak. Jadi, dia paling sering mandi. (HD/CCJ: 78/189)
S (Waktu, tempat, suasana)
: Pagi hari, di balai warga, suasana ramai.
P (Peserta tutur)
: Pak RT dan warga
E (Maksud dan tujuan)
: Pak RT menyarankan kepada warganya untuk memilih gubernur yang paling bersih, sedangkan warga mengusulkan agar memilih cagub X karena paling sering mandi.
A (Bentuk dan isi ujaran)
:
Bentuk
ujaran
merupakan
kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai pemilihan calon gubernur. K (Nada, cara, semangat)
: Pak RT memberitahukan dengan nada semangat menyala-nyala, sedangkan warga menanggapi informasi pak RT dengan nada santai.
I (Jalur bahasa)
: Jalur lisan
N (Norma/aturan)
: Sopan dan jujur
G (Jenis bahasa)
: Narasi
Pertuturan di atas dianggap menyimpang dari maksim relevansi, karena penutur warga memberikan informasi yang tidak relevan dengan masalah yang sedang dibicarakan. Konteks pembicaraan di atas mengenai pemilihan calon gubernur yang paling bersih. Pak RT menyarankan agar warga memilih cagub yang paling bersih maksudnya adalah cagub yang jujur, baik, dan tidak pernah korupsi. Sedangkan menurut warga cagub yang paling bersih dianggap dari segi kebersihan fisik, sehingga dia menyarankan untuk memilih cagub X karena istrinya banyak, dan tentunya dialah yang paling sering mandi. Wacana humor di atas memanfaatkan teori pertentangan, sehingga makna literal tentang „yang
81
paling bersih‟ berlawanan dengan makna figuratifnya yaitu „yang paling sering mandi‟. Hal ini tidak sesuai dengan teori Grice (1975: 45) yang berbunyi “Be relevant”, yang diartikan oleh Nadar (Harap relevan).38 Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa di dalam maksim relevansi dengan tegas dinyatakan bahwa agar dapat terjalin kerja sama yang sungguh-sungguh baik antara penutur dan mitra tutur dalam praktik bertutur sapa hendaknya masing-masing dapat memberikan konstribusi yang benar-benar relevan dengan sesuatu yang sedang dipertuturkan itu. Bertutur dengan tidak memberikan konstribusi relevan yang demikian itu, akan dapat dianggap tidak mematuhi dan melanggar prinsip kerja sama Grice.39Dengan demikian, pertuturan di atas dianggap menyimpang dari teori Grice, bahwa penutur telah menghubungkan pemimpin yang bersih bukan dari segi/sifat batin melainkan dari segi dlohir (fisik). Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan menegnai maksim relevansi, peneliti menemukan dua (2) kata kunci, yaitu: Informasi yang disampaikan sesuai dengan topik pembicaraan dan masing-masing peserta tutur mempunyai latar belakang yang sama. d.
Penyimpangan Maksim Cara Maksim cara mengharapkan peserta tutur
memberikan informasi
yang langsung, jelas, tidak kabur dan tidak ambigu. Sebuah ujaran dikatakan menyimpang dari maksim
cara
apabila peserta tutur
memberikan informasi yang berbelit-belit, membingungkan, kabur dan ambigu. 19. Keturunan Ke-8 A B 38 39
: Moyangku dulu adalah orang kaya raya, yang kekayaannya tidak akan habis dimakan sampai tujuh turunan. : Lah, kamu sendiri kok jadi pengemis miskin!
Nadar, loc. cit Rahardi, Sosiopragmatik, h. 24
82
A : Ya, karena saya keturunan ke delapan. (HD/CCJ: 127/211) S (Waktu, tempat, situasi) : Sore hari, di depan rumah para penutur, suasana sepi P (Peserta tutur)
: A dan B (Anonim)
E (Maksud dan tujuan)
:
A
memberitahukan
moyangnya
adalah
bahwa
orang
nenek
kaya,
dan
kekayaannya tidak habis sampai tujuh turunan, sedangkan B ingin mengetahui mengapa A menjadi pengemis miskin. A (Bentuk dan isi ujaran)
:
Bentuk
ujaran
merupakan
kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai kekayaan
yang
dimiliki
sampai
tujuh
turunan, namun menjadi pengemis miskin karena turunan kedelapan. K (Nada/cara/semangat)
: A menyampaikan informasinya dengan nada semangat dan kesal, sedangkan B bertanya dengan nada mengejek.
I (Jalur bahasa)
: Jalur lisan
N (Norma/aturan)
: Akrab dan terbuka
G (Jenis bahasa)
: Eksposisi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada sore hari, di depan rumah para penutur dalam keadaan sepi. Pertuturan di atas dianggap menyimpang dari maksim cara, karena penutur A menyampaikan informasi yang taksa. Dalam ujaran pertama A menyampaikan bahwa nenek moyangnya adalah orang kaya raya, sehingga kekayaannya tidak akan habis sampai tujuh turunan, artinya kekayaan yang dimiliki nenek moyangnya sangat berlimpah ruah sehingga hampir kebutuhan serta keinginannya bisa dicapai. Istilah “Tujuh turunan” merupakan istilah umum masyarakat yang digunakan untuk mengibaratkan kekayaan
83
seseorang. Namun, ketika lawan tuturnya B bertanya mengapa A menjadi pengemis miskin, A memberi jawaban bahwa dia adalah keturunan kedelapan. Keturunan kedelapan merupakan tingkatan, bahwa dia merupakan keturunan yang kedelapan. Asumsi A yang berubah dari ujaran pertama mengenai tujuh turunan dengan ujaran yang kedua mengenai tingkatan, menjadikan tuturan yang disampaikan mengandung ketaksaan, sehingga bisa menyimpang dari maksim cara. Dengan demikian,
wacana
humor
di
atas
telah
memanfaatkan
teori
ketidaksejajaran dan ambiguitas, sehingga makna literal kata „tujuh turunan‟ memiliki makna ganda dan membutuhkan penafisiran dari masing-masing peserta tutur. Hal ini sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Avoid ambiguity” yang diartikan oleh Nadar (Hindari ungkapan yang taksa).40 Teori
Grice
tersebut
menjelaskan
bahwa
pembicara
harus
mengutarakan ujarannya sedemikian rupa agar mudah dipahami oleh lawan bicaranya dengan menghindari kekaburan, ketaksaan, berbicara secara padat, dan langsung. Setiap peserta tindak tutur tidak dapat mengutarakan tuturannya secara kabur dan taksa atau menafsirkan sesuatu yang sebenarnya jelas sebagai sesuatu yang kabur atau taksa.41 20. Beli Satu Dikasi Satu Eneng Abang Eneng Abang Eneng Abang Eneng Abang Eneng
: Bang pepayanya berapa? : Murah, Neng. Empat ribu saja! : Kalau saya beli satu, dikasi berapa? : Kalau beli satu, ya, dikasi satu! : Baik, Bang! Ini duit empat ribu saya beli satu. : Ini Neng, pepayanya. Terima kasih, Neng! : Iya, Bang. Ini yang saya beli.Yang dikasi mana? : Yang dikasi? : Tadi kan Abang bilang kalo beli satu dikasih satu. Jadi, yang dikasi mana pepayanya? Abang : Ha, Eneng nih bagaimana? Eneng : Kan Abang yang bilang, kalo beli satu, dikasi satu! (HD/CCJ: 82/191) 40 41
Nadar, loc. cit Ibid., h. 88-89
84
S (Waktu, tempat, situasi) : Pagi hari, di pasar buah, suasana ramai. P (Peserta tutur)
: Eneng dan Abang
E (Maksud dan tujuan)
: Eneng menanyakan harga papaya, dan beranggapan kalau beli papaya satu dikasi satu, sedangkan Abang memberitahukan harga
papaya
dan
bingung
dengan
pernyataan yang dibuat oleh neng. A (Bentuk dan isi ujaran)
:
Bentuk
ujaran
merupakan
kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai harga papaya dan pemberian papaya jika membelinya satu. K (Nada/cara/semangat)
:
Eneng
dan
Abang
bertanya
dan
memberikan informasi dengan nada santai dan serius. I (Jalur tuturan)
: Jalur lisan
N (Norma/aturan)
: Sopan dan membingungkan
G (Jenis/ragam bahasa)
: Argumentasi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada pagi hari, di pasar buah dalam keadaan yang ramai. Peserta tutur terdiri dari Eneng dan Abang. Pertuturan di atas dianggap menyimpang dari maksim cara, karena penutur Eneng telah membuat pernyataan yang membingungkan lawan tuturnya. Hal ini disebabkan karena pemahaman yang didapatkan dari ujaran Abang bahwa beli papaya satu dikasi satu. Kalau diperhatikan, ketika seseorang membeli papaya satu, maka yang dikasihpun juga satu. Namun di sini kata “dikasi” bisa menimbulkan makna yang ambigu yaitu sebagai
pemberian
atau
penyerahan
barang
sesudah
melakukan
pembayaran, dan juga berarti sebagai bonus, sama halnya ujaran “Beli satu dapat dua”. Ujaran Abang yang mengatakan “beli satu dikasi satu”, sama si Eneng diasumsikan dengan makna yang kedua, yaitu jika dia membeli papaya satu maka dikasi satu (dapat bonus satu). Wacana humor di atas
85
telah memanfaatkan teori pertentangan, sehingga makna literal yang diasumsikan berlawanan dengan makna figuratifnya. Hal ini tidak sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Avoid obscurity of expression and Avoid ambiguity” yang diartikan oleh Nadar (Hindari ungkapan yang tidak jelas dan hindari ungkapan yang membingungkan).42 Teori Grice tersebut kemudian dikembangkan oleh Rahardi yang menjelaskan maksim cara atau maksim pelaksanaan dalam prinsip kerja sama mengharuskan setiap peserta pertuturan dalam aktivitas bertutur sapa yang sebenarnya menyampaikan informasi dengan secara langsung, dengan secara jelas, tidak dengan kabur, tidak samar, tidak taksa, tidak berbelit.
Orang
bertutur
yang
tidak
dengan
secara
cermat
mempertimbangkan hal-hal yang disampaikan di depan itu akan dapat dikatakan sebagai pelanggar terhadap prinsip kerja sama Grice. 43Dengan demikian, pertuturan di atas dianggap menyimpang dari maksim cara karena tidak sesuai dengan teori Grice yang dikembangkan oleh Rahardi, bahwa penutur (Eneng) telah membuat komunikasi yang membingungkan dengan lawan tuturnya (Abang). Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai maksim cara, peneliti menemukan empat (4) kata kunci, di antaranya: informasi yang diberikan jelas, tidak berbelit-belit, tidak kabur atau ambigu, dan tidak membingungkan. C. Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia Prinsip kerja sama merupakan sebuah prinsip yang dijadikan pedoman ketika melakukan aktifitas komunikasi. Prinsip ini didasari oleh asumsi bahwa dalam berkomunikasi, peserta tutur bersedia bekerja sama sehingga berfungsi mengatur tuturan agar mendukung tercapainya maksud dan tujuan yang diinginkan.
42 43
Nadar, loc. cit Rahardi, Pragmatik, h. 25
86
Prinsip kerja sama yang dilakukan dalam humor dialog CekakakCekikik Jakarta memiliki potensi untuk dikembangkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip kerja sama sangat penting untuk menciptakan komunikasi yang baik dan lancar. Selain itu, pertuturan yang dilakukan di dalam wacana humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer tetap menimbulkan efek kelucuan dengan tidak menyimpang dari prinsip kerja sama Grice. Adapun penyimpangan yang dilakukan terhadap prinsip kerja sama dalam humor dialog tersebut tidak lain hanyalah bertujuan sebagai hiburan yang mempunyai aspek membebaskan manusia dari beban mental, menghilangkan rasa stress dan jenuh, serta menambah wawasan. Selain itu juga
berisi
tentang
sindiran-sindiran
halus
dalam
dunia
sosial
kemasyarakatan, pendidikan maupun politik terhadap orang-orang tertentu, seperti polisi, pejabat, dosen, guru, dan lain sebagainya. Penyimpangan terhadap prinsip kerja sama bisa terjadi disebabkan karena kurangnya pengetahuan yang dimiliki bersama oleh peserta tutur. Selain itu, penutur memberikan informasi dengan maksud dan tujuan menyindir tentang topik yang menjadi bahan pembicaraan. Dalam suasana yang ricuh, humor berfungsi sebagai pemecah ketegangan, sehingga suasana tersebut berubah menjadi rileks lagi. Dalam konteks politik, humor digunakan sebagai sarana menyampaikan kritik dan saran. Dalam konteks sosial masyarakat, humor disajikan untuk mengungkapkan fenomena kehidupan yang benar-benar terjadi dalam sehari-hari. Berbagai surat kabar dan majalah atau bulletin politik, sering kali dimunculkan gambar-gambar yang bernuansa komikal. Dalam dunia pendidikan, humor juga dipercaya sebagai alat untuk menyampaikan variasi-variasi dalam belajar, agar menjadi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, emotif, dan menyenangkan. Hasil riset mengimplikasikan bahwa prinsip kerja sama merupakan unsur penting untuk diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas. Sebagai guru, khususnya guru bidang studi bahasa Indonesia
87
hendaknya mempelajari bagaimana prinsip kerja sama bisa diaplikasikan selama proses pembelajaran berlangsung. Selain itu, dalam kurikulum pembelajaran bahasa Indonesia, prinsip kerja sama juga sangat dibutuhkan oleh peserta didik di dalam melatih komunikasi yang baik dan benar, di antaranya
dalam
menyampaikan
pembelajaran
pesan
melalui
diskusi, telepon.
wawancara, Ketika
maupun
mereka
sedang
melaksanakan diskusi, mereka membutuhkan prinsip kerja sama agar proses diskusi bisa berjalan dengan lancar. Kegiatan wawancara pun demikian, mereka mengaplikasikan prinsip kerja sama ketika melakukan praktek wawancara, baik dengan teman sendiri maupun dengan narasumber yang berada di luar kelas, seperti guru, orang tua, maupun masyarakat. Di dalam menyampaikan pesan melalui telepon mereka menerapkan prinsip kerja sama dengan baik dan santun agar maksud dan tujuan yang diinginkan bisa tercapai. Gambaran implikasi prinsip kerja sama terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di beberapa tingkat satuan pendidikan yang mengacu kepada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) diuraikan sebagai berikut: 1) Mengacu kepada RPP Sekolah Dasar (SD) Standar Kompetensi : Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman melalui kegiatan menanggapi cerita dan bertelepon. Kompetensi Dasar
: Bertelepon dengan kalimat yang efektif dan bahasa yang santun.
Indikator Pembelajaran: 1. Mampu mendiskusikan cara bertelepon. 2. Mampu mendata kesalahan-kesalahan kalimat dalam bertelepon. 3. Mampu bertelepon dengan berbagai mitra bicara sesuai dengan konteks. Tujuan pembelajaran: Siswa mampu bertelepon dengan kalimat yang efektif dan bahasa yang santun.
88
2) Mengacu kepada RPP Sekolah Menengah Pertama (SMP) Standar Kompetensi : Mengungkapkan berbagai informasi melalui wawancara dan presentasi laporan. Kompetensi Dasar
: Berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan
dengan
memperhatikan
etika
berwawancara. Indikator Pembelajaran: 1. Mampu membuat daftar pokok-pokok pertanyaan untuk wawancara. 2. Mampu melakukan wawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan dengan memperhatikan etika berwawancara. Tujuan pembelajaran: Siswa mampu melakukan wawancara dengan narasumber
dari
berbagai
kalangan
dengan
memperhatikan etika berwawancara. 3) Mengacu kepada RPP Sekolah Menengah Atas (SMA) Standar Kompetensi : Memahami pendapat dan informasi dari berbagai sumber dalam diskusi atau seminar. Kompetensi Dasar
: Mengomentari pendapat seseorang dalam suatu diskusi atau seminar.
Indikator Pembelajaran: 1. Memahami pendapat yang disampaikan pembicara dalam suatu diskusi atau seminar 2. Mengajukan pertanyaan berkait dengan topik diskusi atau seminar 3. Mengomentari jalannya diskusi atau seminar yang telah berlangsung. Tujuan Pembelajaran: Siswa mampu mengomentari pendapat seseorang dalam suatu diskusi atau seminar.
BAB V PENUTUP A. Simpulan Penelitian ini menunjukkan bahwa prinsip kerjasama yang dilakukan dalam wacana humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer lebih besar daripada penyimpangan yang dilakukan. Pematuhan terhadap prinsip kerja sama banyak dilakukan dalam maksim kuantitas, sedangkan penyimpangan yang sering dilakukan terdapat dalam maksim kualitas. Pertuturan dianggap mematuhi maksim kuantitas karena peserta tutur memberikan informasi yang cukup, tidak berlebihan, dan sesuai dengan kebutuhan lawan tutur. Mematuhi maksim kualitas karena memberikan informasi yang benar, logis, tidak direkayasa, dan sesuai dengan fakta. Mematuhi maksim relevansi karena pertuturan relevan dengan topik pembicaraan, dan mematuhi maksim cara karena memberikan informasi yang jelas, tidak membigungkan, dan tidak ambigu. Penyimpangan
dalam
humor
bisa
diciptakan
dengan
teori
ketidaksejajaran, pertentangan, dan pembebasan. Selain itu, dalam hubungannya dengan kode bahasa ditemukan tiga cara penciptaan humor, yakni penyimpangan makna, penyimpangan bunyi, dan pembentukan kata baru. Hal tersebut dilakukan melalui penyimpangan kaidah pragmatik berupa prinsip kerja sama. Penyimpangan bisa terjadi juga disebabkan kurangnya kaidah kognitif (cognitive rule) dengan konteks pembicaraan. Selain itu, penyimpangan sebagai sarana penciptaan humor bertujuan untuk menghibur, menyampaikan kritik sosial, dan membawa pembaca dari keadaan telis ke keadaan paratelis. Implikasi prinsip kerja sama terhadap pembelajaran bahasa Indonesia sangat penting untuk membantu guru menciptakan pembelajaran yang baik dan lancar, serta membantu meningkatkan keterampilan berbicara siswa di dalam berkomunikasi melalui telepon, wawancara, maupun diskusi.
89
90
B. Saran 1. Bagi pembaca, ketika melaksanakan aktivitas komunikasi penting memperhatikan kaidah-kaidah di dalam percakapan dan berusaha agar tuturan yang disampaikan tidak berlebihan, benar, relevan dengan konteks, tidak berbelit-belit, dan ambigu. 2. Bagi siswa dan guru, prinsip kerja sama bisa membantu tercapainya hasil proses belajar mengajar serta meningkatkan keterampilan siswa di dalam komunikasi yang baik dan lancar.
DAFTAR PUSTAKA Ayusya. “Wacana NgupingJakarta: Tinjauan terhadap Prinsip Kerja Sama, Koherensi, Makrostruktur, dan Suprastruktur dalam Blog Humor.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia Depok, 2010.
Ariel, Mira. Defining Pragmatics. Cambridge University Press: New York. 2010.
Chaer, Abdul. Cekakak-Cekikik Jakarta. Jakarta: Rineka Cipta. 2011.
Chaer, Abdul. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta. 2010.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. Sosiolinguistik. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2010. Chairunisa, Tyas. “Analisis Pelanggaran terhadap Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Kesantunan pada Humor Singkat.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia Depok, 2011.
Cummings, Louise. Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007.
Darmansyah. Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor. Jakarta: Bumi Aksara. 2010.
Djajasudarma, Fatimah. Wacana & Pragmatik. Bandung: Refika Aditama. 2012. Fauziah, Syifa. “Maksim Kerja Sama pada Dialog Tokoh Utama dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih 1 dan Implikasinya bagi Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA”. Skripsi S1 Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta, 2011.
Hindun. Pragmatik. Depok : Nufa Citra Mandiri. 2012.
Huang, Yan. Pragmatics.New York: Oxford University Press. 2007.
Kushartanti dkk. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia. 2009.
Leech, Geoffrey. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: UI Press. 1993.
Lubis, Hamid Hasan. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa. 2011.
Mahsun. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2007.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2013.
Muhammad. Metode Penelitian Bahasa. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2011.
Mukhtar. Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta: Referensi. 2013.
Nadar, F.X. Pragmatik & Penelitian Pragmatik.Yogyakarta: Graha Ilmu. 2009.
Pangaribuan, Tagor. Paradigma Bahasa. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2008.
Purwo, Bambang Kaswanti. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa.Yogyakarta: Kanisius. 2009. Purwo, Bambang Kaswanti. Bulir-Bulir Sastra & Bahasa. Yogyakarta: Kanisius. 1991.
Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. 2008. Rahardi, Kunjana. Dimensi-Dimensi Kebahasaan. Jakarta: Erlangga. 2006.
Rahardi, Kunjana. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga. 2009.
Rahardi, Kunjana. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. 2009. Rohmadi, Muhammad. Pragmatik: Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka. 2010.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2009.
Suhartono dan Yuniseffendri, Pragmatik. Jakarta: Universitas Terbuka. 2011.
Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa. 1984.
Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. Analisis Wacana Pragmatik, Surakarta: Yuma Pustaka, 2010.
Wijana, I Dewa Putu. Kartun: Studi tentang Permainan Bahasa. Yogyakarta: Ombak. 2003.
Yule, George. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2006.
LAMPIRAN 1 : DATA PEMATUHAN PRINSIP KERJA SAMA NAMA MAKSIM
NO. KODE DATA 1. KN=HD/CCJ: 3/163
Maksim Kuantitas
2.
KN=HD/CCJ: 8/165
Pasien Dokter Pasien Dokter Pasien Dokter Pasien Orang I
Orang II Orang I Orang II
BENTUK DIALOG : Dok, apakah operasi jantung itu tidak berbahaya? : O, sama sekali tidak. : Berapa tingkat keberhasilan itu, Dok? : Seribu berhasil, satu gagal. : Saya ini pasien ke berapa, Dok? : Tunggu dulu. Lihat catatan. O, Anda pasien ke seribu! : Jadi????? (si pasien langsung pingsan) : Kabarnya pada tahun lima puluhan beli karcis di bioskop Megaria (dulu Metropole) tidak boleh pakai sandal. : Memang Benar! : Kenapa? : Ya, sebab harus pakai uang.
KOMENTAR Informasi yang diberikan relatif memadai pada setiap tahapan pertuturan dan sesuai dengan kebutuhan penutur.
Informasi yang diberikan cukup dan tidak berlebihan. Selain itu, orang II menjawab pertanyaan sesuai dengan kebutuhan orang I.
3.
KN=HD/CCJ: 14/167
Petugas : Nama Anda ? Sudir : Sudir, Pak! Petugas : Nama Anda? Sukar : Sukar, Pak! Petugas : Nama Anda? Sumar : Sumar, Pak! Petugas : Kalian bagaimana sih? Nama belum jadi kok sudah dipakai?
Informasi yang diberikan cukup dan relative memadai pada setiap tahapan pertuturan.
4.
KN=HD/CCJ: 15/167
Guru TK : Anak-anak, kalian harus punya cita-cita. Kalau nanti Informasi yang diberikan cukup, singkat, dan besar, kamu Adi mau jadi apa? relatif memadai. Adi : Mau jadi dokter, Bu guru! Guru TK : Bagus! kamu Siti, kalau sudah besar mau jadi apa? Siti : Mau jadi guru, Bu guru! Guru Tk : Bagus sekali! Lalu kamu Udin, kalau sudah besar mau jadi apa? Udin : Mau jadi pengantin, Bu guru!
5.
KN=HD/CCJ: 17/168
Mahasiswa asal Korea (MK) Dosen MK Dosen MK Dosen MK Dosen MK
6.
KN=HD/CCJ: 22/170
Umar
7.
KN=HD/CCJ: 24/171
Ayah Anak Ayah Anak
KN=HD/CCJ: 28/172
: Bagaimana, senang? : Takut, Pak! : Kenapa? : Macannya pada ngeliatin kita : Kamu tahu apa yang ada dipikiran macan-macan itu? : Apa, Pak? : Manusia yang putih-putih ini dagingnya enak! : Ih, Bapak nakutin!
: Pak Haji, tadi saya lihat anak Pak Haji sedang bermain judi di sana! Pak Haji : Astagfirullah. Tu anak memang nakal.Bikin dosa saja. Umar : Tapi dia sedang menang! Pak Haji : Alhamdulillah!
Ayah Anak
8.
: Kemarin, Pak, kami ke Taman Informasi yang diberikan relative memadai dan Safari. sesuai dengan kebutuhan penutur.
Informasi yang diberikan cukup dan tidak berlebihan.
: Mengapa Nak, kamu pulang sekolah menangis? Informasi yang diberikan relative memadai dan : Dimarahi pak guru. sesuai dengan kebutuhan penutur. : Memang kenapa? : Pak guru kan bertanya, dua tambah dua berapa. Lalu saya jawab tiga….. : Ya, memang salah. Mestinya empat, kan! : Bapak gimana sih? Saya jawab tiga saja salah, apalagi dibilang empat!
Laki-laki tua (LK) : Numpang tanya Mas, kereta api ke Cirebon Informasi yang diberikan cukup dan sesuai sudah lewat. dengan kebutuhan penutur. Petugas kereta api (PK) : Sudah tadi. LK : Kereta yang ke Bandung? PK : Juga sudah LK : Kereta yang ke Surabaya? PK : Sudah tadi. Bapak ini mau apa sih sebenarnya? LK : Mau nyeberang!
9.
KN=HD/CCJ: 32/173
Ahmad Mahmud Ahmad Mahmud Ahmad Mahmud
: Mobilmu ringsek begini memangnya kenapa? : Nabrak pohon besar di pinggir jalan! : Enak, kalau nabrak pohon tidak ada yang minta ganti. : Ada juga. : Siapa itu? : Polisi.
10.
KN=HD/CCJ: 36/174
Pak RT
11.
KN=HD/CCJ: 37/175
Mahasiswa I
12.
KN=HD/CCJ: 39/175
Hamid : Kulihat waktu akad nikah tadi kamu kok gemetar; kenapa? Ahmad : Mungkin karena baru tumben.
13.
KN=HD/CCJ: 45/177
Mamat Pak Haji Mamat Pak Haji
14.
KN=HD/CCJ: 48/178
Pasien I : Kenapa ya, perawat dipangil-panggil nggak mau datang? Pasien II : Bapak berobatnya pakai askes ya? Pasien I : Iya, kenapa?
Informasi yang diberikan tidak berlebihan dan sesuai dengan kebutuhan penutur.
: Dalam rapat ini saya ingin bicarakan mengapa banyak Informasi yang diberikan relative memadai anak-anak muda kita yang sering nongkrong di pinggir karena sesuai dengan kebutuhan penutur dan jalan. topic pembicaraan. Warga I : Pak RT, mungkin karena mereka tidak punya pekerjaan. Warga II :Pak RT, mungkin karena mereka tidak ditegur orang tuanya. Warga III : Pak RT, mungkin karena di pinggir jalan tidak ada kursi. : Profesor kita tidak mengizinkan kita masuk kalau Informasi yang diberikan tidak berlebihan dan kuliah sudah berjalan. sesuai dengan kebutuhan penutur Mahasiswa II : Untuk masuk kalau terlambat kita harus tahu caranya Mahasiswa III : Caranya bagaimana? Mahasiswa II : Beliau kan sering merem. Nah, kalau beliau sedang merem kita masuk saja.Dia kagak tahu. Informasi yang diberikan cukup dan sesuai dengan kebutuhan penutur.
: Apa kesan Bapak sewaktu menjalankan ibadah haji. Informasi yang diberikan sesuai dengan : Wah, kesannya banyak. Kamu mau yang mana? kebutuhan penutur dan relatif memadai pada : Yang mana sajalah! setiap tahapan komunikasi. : Kesan yang menarik, belon jadi haji, di asrama haji saya sudah dipanggil haji sama pedagang kagetan. Informasi yang diberikan cukup dan tidak berlebihan serta sesuai dengan kebutuhan penutur.
Pasien II : Pantas saja, Bapak nggak diurus dengan baik. 15.
KN=HD/CCJ: 49/178
Ani Ita Ani Ita Ani
16.
KN=HD/CCJ: 66/183
Warga
17.
KN=HD/CCJ: 72/186
18.
KN=HD/CCJ: 73/187
: Kebiasaan kakekku sampai sekarang nggak hilang-hilang. : Kebiasaan apa? : Suka menggigit-gigit kuku. : Untuk menghilangkannya gampang, kok! : Umpetin saja gigi palsunya.
: Kami dengar Bapak mencalonkan diri dalam pilkada yang akan datang. Tokoh : Benar, sebagai calon independen Warga : Apa rencana kerja Bapak kalau terpilih nanti? Tokoh : Tahun pertama dan kedua saya akan berusaha mengembalikan uang mereka yang membenatu dalam kampanye pilkada. Warga : Tahun Ketiga apa, Pak? Tokoh : Tahun ketiga saya akan berusaha mengembalikan uang pribadi yang saya gunakan untuk kampanye. Warga : Lalu, tahun keempat? Tokoh : Menyusun strategi untuk memenangkan pilkada berikutnya. Warga : Nah, tahun kelima apa? Tokoh : Memantapkan strategi yang saya susun pada tahun keempat. Warga : ??????? Pelanggan : Ongkos cukur berapa, Pak? Tukang cukur : Enam ribu. Pelanggan : Ini uang sepuluh ribu, kembali empat ribu Tukang cukur : Wah, belum ada kembaliannya Pelanggan : Tambah dah cukurnya empat ribu lagi. Opik Oman Opik Oman Opik
Informasi yang diberikan cukup dan tidak berlebihan.
Informasi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan penutur, dan relative memadai pada setiap tahapan pertuturan.
Informasi yang diberikan cukup dan tidak berlebihan pada setiap tahapan pertuturan.
: Kalau nggak ikut mobil lu gue nggak tau! Informasi yang diberikan relatif cukup, : Tau apa, pak? memadai dan tidak berlebihan. : Ternyata keponakan lu banyak. : Ah, cuman Si Otong seorang kok! : Nah, tadi tiap belokan, setiap lu abis ngasi cepe‟an selalu ada yang bilang “terima kasih Oom”
19.
KN=HD/CCJ: 74/187
Didi Dudu Didi Dudu Didi Dudu
: Orang padang itu memang hebat! Informasi yang diberikan tidak berlebihan dan : Hebat gimana? relatif memadai di setiap tahapan pertuturan. : Doyan makan paku! : Masih kalah dengan orang Cina : Kalahnya gimana? : Orang padang cuman doyan makan paku, tapi orang Cina suka makan tong seng.
20.
KN=HD/CCJ: 81/190
Warga : Kalau Bapak terpilih jadi lurah dalam pilkada yang akan Informasi yang diberikan sesuai dengan datang apa program prioritas Bapak? kebutuhan penutur, dan relatif memadai pada Tokoh : Di daerah kita ini masih banyak terdapat warga yang buta setiap tahapan pertuturan. huruf. Warga : Jadi?? Tokoh : Saya akan melakukan pemberantasan buta huruf. Warga : Caranya? Tokoh : Pertama warga yang buta huruf didata. Lalu dikumpulkan dikelurahan. Warga : Selanjutnya? Tokoh : Saya kirim ke daerah lain! Mereka tidak boleh tinggal di daerah kita.Daerah kita harus bebas buta huruf.
21.
KN=HD/CCJ: 85/192
Petugas : Saudara tidak lihat tanda larangan belok itu? Informasi yang diberikan relatif cukup, Pengemudi : Lihat, Pak! memadai dan tidak berlebihan. Petugas : Tapi kenapa Saudara langgar juga? Pengemudi : Maaf, Pak. Saya tidak lihat ada Bapak! Petugas : Kalau begitu Saudara telah melanggar pasal lima ayat empat. Pengemudi : Artinya apa, Pak? Petugas : Saudara kena denda lima gocengan sebanyak empat lembar.
22.
KN=HD/CCJ: 86/193
Dulhak : Pengantin laki-laki pada waktu akad nikah biasanya Informasi yang diberikan cukup dan tidak gemetar. Tapi saya tidak! berlebihan. Duloh : Kamu memang hebat. Dulhak : Malah penghulunya yang gemetar!
Duloh : Mengapa? Dulhak : Karena yang mendampingi saya kepala penghulu provinsi! 23.
KN=HD/CCJ: 87/193
Selebriti : Dulu Bapak janji mau belikan rumah. Informasi yang diberikan cukup, sesuai dengan Tokoh kita : Jangan takut, minggu depan rumah itu sudah dapat kebutuhan penutur dan relatif memadai di ditempati. setiap tahapan komunikasi Selebriti : Tapi saya juga belum punya mobil. Tokoh kita : Besok kita ke showroom cari mobil yang kau senangi. Selebriti : Pak, bagaimana kalau minggu depan kita weekend ke Bali? Tokoh kita : Wah, a good idea. Saya setuju saja. Selebriti : Tapi, Pak, sebelum ke Bali belikan dulu dong HP yang canggih. Tokoh kita : Maksudmu? Selebriti : HP yang ada kamera digitalnya Pak, seperti punya Maria Eva. Tokoh kita : Wah, wah, kalau itu tidak mau saya belikan manis. Maafkan saya. Mintalah yang lain.
24.
KN=HD/CCJ: 90/194
Sidik Abas Sidik Abas
25.
KN=HD/CCJ: 96/196
Profesor : Menurut Anda disertasi yang baik itu yang bagaimana? Informasi yang diberikan sesuai dengan Calon dokter : Yang metodologinya jelas kebutuhan penutur dan tidak berlebihan. Profesor : Lalu? Calon dokter :Yang punya konstribusi terhadap keilmuan dan kemasyarakatan. Profesor : Lalu? Calon dokter : Yang sudah menjawab masalah yang dipersoalkan Profesor : Apalagi? Calon dokter : Apalagi ya, Prof? Profesor : Disertasi yang baik adalah yang selesai
: Kalau bekerja di tempat basah, pasti enak. : Saya bekerja di tempat basah, tetapi tidak enak. : Memang apa pekerjaanmu? : Penggali sumur.
Informasi yang diberikan cukup dan tidak berlebihan.
26.
KN=HD/CCJ:100/198
Warga baru Warga lama Warga baru Warga lama Warga baru Warga lama
: Abang berasal dari mana? Informasi yang diberikan cukup, tidak : Dari Tanah Abang. berlebihan dan sesuai dengan kebutuhan : Pindah ke Depok ini kenapa? penutur. : Rumah kami tergusur kena proyek pelebaran jalan. : O, begitu! : Abang sendiri berasal dari mana dan juga kenapa pindah ke sini? Warga baru : Saya juga dari Tanah Abang, Kebon Melati; Pindah ke sini karena terkena proyek pelebaran kali. Warga lama : Oh, kita sama-sama senasib.
27.
KN=HD/CCJ:101/199
Ayah Joni Ayah Joni
Ayah Joni Ayah 28.
KN=HD/CCJ:102/200
: Joni, dua bulan lagi kamu kan akan UAN (Ujian Akhir Informasi yang diberikan sesuai dengan Nasional). Belajar dong! kebutuhan penutur dan relatif memadai. : Percuma Ayah, kalau belajar. Buang-buang waktu saja! : Lho, kenapa? : Minggu lalu saya diramal oleh tukang rama dipinggir jalan. Katanya saya tidak akan lulus. Karena itu untuk apa saya belajar kalau sudah jelas tidak akan lulus. : O, begitu! Bagaimana kalau kamu diramal pasti lulus. : Kalau pasti lulus, saya juga tidak akan belajar. : O, begitu! Dasar anak sableng!
Penculik Pak Jenggot Penculik Pak Jenggot Penculik
: Halo, halo! Benarkah ini rumah Pak Jenggot? Informasi yang diberikan cukup dan sesuai : Benar! Ada apa? dengan kebutuhan penutur : Ingin bicara dengan Pak Jenggot! : Saya sendiri Pak Jenggot; Ada apa? : Begini Pak! Anak Bapak telah kami culik. Minta tebusan satu miliar. Jangan lapor polisi! Pak Jenggot : Yang diculik berapa? Penculik : Satu! Pak Jenggot : Kenapa Cuma satu! Penculik : Memang kenapa? Pak Jenggot : Soalnya, di sini masih ada dua belas. Coba diculik sekalian tiga. Lumayan mengurangi beban belanja!
29.
KN=HD/CCJ:103/200
Warga Tokoh Warga
Tokoh Warga Tokoh Warga
: Kami dengar Bapak mencalonkan diri menjadi gubernur Informasi yang diberikan tidak berlebihan dan dalam pilkada yang akan datang. sesuai dengan kebutuhan penutur : Benar sebagai calon independen! : Banyak cagub selama dalam kampanye berjanji akan memberi sekolah gratis dari SD sampai SMA. Apakah Bapak juga akan demikian. : Benar! Pokoknya nanti pendidikan gratis, asal………. : Asal apa, Pak? : Asal guru-gurunya juga mau mengajar gratis. : Lho, kok!
30.
KN=HD/CCJ:107/202
Rojali : Dulu di Taman Ria Remaja Senayan ada pertunjukan grup Informasi yang diberikan sesuai dengan lawak Sri Mulat sekarang sudah tidak ada lagi! kebutuhan penutur dan tidak berlebihan Sadeli : Mengapa? Rojali : Karena kalah bersaing! Sadeli : Maksudmu apa? Rojali : Karena lawakannya kalah lucu dari lawakan di gedung sebelahnya.
31.
KN=HD/CCJ:108/203
Guru Murid Guru Murid Guru Murid
: Mengapa kau sering terlambat? : Karena rumah saya jauh, Pak Guru! : Mulai besok kamu tidak boleh terlambat lagi. : Tidak mungkin, Pak Guru! : Kenapa tidak mungkin? : Karena besok rumah saya masih tetap jauh.
Informasi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan penutur, singkat, dan relatif memadai di setiap tahapan pertuturan
32.
KN=HD/CCJ: 114/205
Umar Amir Umar Amir Umar Amir
: Mir, kudengar Ibumu pergi ke dokter ya? : Benar, Mar, Ibu sakit! : Sakit apa? : Suaranya hilang. Nggak punya suara. : Lho, mungkin baterenya abis. Beli aja batere baru lagi. : Emangnya ibu gua radio!
Informasi yang diberikan cukup dan tidak berlebihan, pertuturan di akhir antara Umar dan Amir hanyalah lelucon belaka.
33.
KN=HD/CCJ:126/209
Petugas
: Saudara tidak lihat bahwa antara pukul 6-9 tidak boleh Informasi yang diberikan sesuai dengan belok? kebutuhan penutur dan relatif memadai di
Pengemudi Petugas Pengemudi Petugas Pengemudi
: Lihat, pak! setiap tahapan pertuturan. : Jadi, tahu salah saudara apa? : Tahu, Pak! : Apa? : Salah Saya, Pak, tidak lihat kalau Bapak ada di balik pohon.
34.
KN=HD/CCJ:132/212
Seorang paranormal mengatakan: Informasi yang diberikan cukup dan tidak “Agar tidak diganggu setan kita harus memasang tulisan berisi ayat- berlebihan. kursi di muka pintu rumah kita. Seorang anak bertanya “Pak, memang setan itu bisa baca”.
35.
KN=HD/CCJ:137/214
A : Kabarnya Bapak mencalonkan diri untuk ikut Pemilukada tahun Informasi yang diberikan sesuai dengan ini! kebutuhan penutur dan relatif memadai B : Benar. A : Apa sih motivasi Bapak ikut pemilukada itu? B :Saya ingin berjuang membuat rakyat hidup sejahtera, tidak kekurangan apa-apa? A : Lalu, rencana kerja Bapak per tahun apa, kalau saya boleh tahu. B : Tahun pertama saya melunasi utang-utang uang orang yang saya pinjam untuk kampanye, tahun kedua mengumpulkan kembali uang saya yang dulu habis dipakai kampanye; tahun ketiga membuat rencana untuk pilkada yang akan datang; tahun keempat memantapkan rencana untuk ikut pemilukada berikutnya; dan tahun kelima mulai kampanye lagi.
22 36. KN=HD/CCJ:145/217
CA : Kamu kalau sakit gigi jangan berobat di klinik gigi itu! Informasi yang diberikan cukup dan sesuai CB : Kenapa, Bang? dengan kebutuhan penutur CA : Kabarnya klinik itu suka mencabut gigi pasien yang sebetulnya tidak apa-apa dan masih bisa diobati. CB : Kok, begitu Bang? CA : Nanti gigi itu bisa dijual! CB : Di jual? Siapa yang beli CA : Mahasiswa fakultas kedokteran gigi.
Maksim Kualitas
37.
KN=HD/CCJ: 148/219
OB : Kabarnya DPR telah membentuk panja Gayus. Apa sih Informasi yang diberikan sesuai dengan maksudnya? kebutuhan penutur dan relatif memadai OC : Membahas kasus Gayus Tambunan agar cepat selesai OB : Kalau begitu DPR sebaiknya juga membuat panja cabe. OC : Untuk apa? OB : Agar DPR dapat membantu menurunkan harga cabe yang sekarang telah mencapai harga seratus ribu per kilo.
38.
KN=HD/CCJ:153/221
ZA : Sejak tiga tahun terakhir banyak tetangga Saya mantan orang Informasi yang diberikan cukup dan sesuai besar. dengan kebutuhan penutur ZU : Siapa mereka? ZA : Ada mantan menteri, mantan gubernur, mantan bupati, mantan anggota DPR, atau pejabat tinggi lain. ZU : Memang Anda tinggal di mana? ZA : Belakang penjara Cipinang, Jakarta Timur.
39.
KN=HD/CCJ:155/222
WT : Sebagai anggota Dewan, Bapak tentu banyak menerima Informasi yang diberikan sesuai dengan masukan dari para konstituen Bapak! kebutuhan penutur dan relatif memadai di AD : Benar itu. setiap tahapan pertuturan WT : Bagaimana para konstituen Bapak menyampaikan masukannya, Pak, kalau boleh tahu. AD : Ada yang secara langsung, dengan temu muka. Banyak pula dikirim melalui pos dan email. WT : Boleh tahu alamat email Bapak? Nanti saya akan mengirim masukan. AD : Begini, ya, Dik dulu saya punya email tapi sekarang sudah dijual.
40.
KL=HD/CCJ:1/161
A : Kalau sekelompok orang Betawi sedang bercakap-cakap dengan Informasi yang diberikan benar dan sesuai wajah cerah dan penuh keriangan, apa artinya? dengan keadaan yang sebenarnya. B : Mereka sedang mempercakapkan Betawi tempo dulu dengan kebun-kebun dan tanah luas A : Kalau sekelompok orang Betawi sedang bercakap-cakap dengan penuh kepiluan dan muka ditekuk apa artinya? B : Mereka sedang membicarakan masa kini dan masa mendatang
tanpa kebun, tanpa tanah, dan tanpa harapan. 41.
KL=HD/CCJ:2/161
C
: Apa bedanya kalau dua orang betawi bercakap-cakap dengan Informasi yang diberikan sesuai dengan wajah cerah dan penuh keriangan dengan dua orang pejabat keadaan sebenarnya bercakap-cakap dengan wajah cerah peuh keriangan. D : Kedua orang betawi sedang membicarakan kehidupannya masa lalu dengan kebun dan tanah yang luas; sedangkan kedua pejabat itu sedang membicarakan keberhasilannya mengkorup uang negara. C : Sekarang apa bedanya kalau dua orang Betawi sedang bercakapcakap dengan penuh kepiluan dan muka ditekuk dengan dua orang pejabat sedang bercakap-cakap dengan penuh kesedihan dan kejengkelan? D : Kedua orang Betawi itu sedang membicarakan kehidupan sekarang yang tanpa titik terang; sedangkan kedua orang pejabat itu sedang membicarakan kekesalannya karena tidak berhasil mengkorup uang negara.
42.
KL=HD/CCJ:5/164
Guru Murid Guru Murid Guru Murid
43.
KL=HD/CCJ:9/165
Aman Amin Aman Amin
: Kemarin kamu tidak sekolah kenapa? : Hujan, Bu! : Kemarin dulu kamu juga tidak masuk sekolah, kenapa? : Hujan juga, Bu! : Nah, kalau setiap hari hujan, bagaimana? : Pasti banjir, Bu!
Informasi yang diberikan benar dan tidak mengada-ada.
: Kabarnya dulu orang Belanda sangat cinta akan kebersihan Informasi yang diberikan dengan jawaban : Benar yakin dan sesuai keadaan sebenarnya. : Contohnya apa? : Kalau orang Belanda disuruh memilih antara sabun mandi dan sabun cuci, maka yang dipilih adalah sabun cuci. Tahu kenapa? Aman : Ya, kenapa? Amin : Sabun cuci dapat dipakai mencucui. Sabun mandi tidak dapat.
44.
KL=HD/CCJ: 10/166
Si Dul
: Bapak dari Poso kan sebenarnya bisa langsung naik Informasi yang diberikan benar dan sesuai pesawat ke Jakarta. Tapi mengapa harus naik kereta. dengan fakta. Pejabat dari Poso : Karena saya ingin merasakan naik kereta api. Saudara tahu kan, bahwa di Poso dan seluruh Sulawesi tidak ada kereta api.
45.
KL=HD/CCJ:19/169
Guru Siswa I Guru Siswa II Guru Siswa III
: Siapa pemimpin besar revolusi Indonesia? : Bung Karno : Kapan beliau dilahirkan? : Tahun 1901 : Peristiwa penting apa yang terjadi tahun 1945? : Bung Karno berumur 44 tahun.
Informasi yang diberikan benar, jawaban siswa III hanyalah lelucon belaka.
46.
KL=HD/CCJ:20/169
Guru Siswa I Guru Siswa II Guru Siswa III
: Siapa tokoh Betawi yang terkenal? : Mohamad Husni Thamrin. : Apa jabatannya? : Anggota Volkread : Kapan dia wafat? : Kata ibu saya, ketika kakek lahir.
Informasi yang disampaikan benar dan tidak mengada-ada.
47.
KL=HD/CCJ:31/173
Ustad : Kalau nanti Anda punya anak hati-hatilah dalam memberi Informasi yang disampaikan benar dan logis „nama‟. Santri : Maksud Ustad? Ustad : kalau diberi nama Danil, lalu Anda panggil „Anakku Danil (Anak ku Danil); kalau diberi nama Dalijo akan dipanggil oleh adiknya „kadal ijo‟ (Kak Dalijo); dan kalau diberi nama Tuti sudah jadi ibu dipanggil “Butut”. Santri : O, benar juga.
48.
KL=HD/CCJ:44/177
Hasan Husen
49.
KL=HD/CCJ:53/180
: Orang Cina, Orang Korea, dan orang Jepang rata-rata Informasi yang disampaikan benar dan sesuai bermata sipit. keadaan sebenarnya. : Karena itu, kabarnya, kaisar Jepang kalau marah tidak sampai melotot matanya.
Tamu I : Lu kok cuma makan tempe?
Informasi yang diberikan benar.
Tamu II : Abis, kata mas Karto; iki jangan, iki jangan, iki jangan Tamu I : Dasar lu tolol! Tamu II : Jangan artinya sayur, tahu? 50.
KL=HD/CCJ: 68/185
Guru Si Dul Guru Si Dul Guru Si Dul
: Dul! Penakut artinya………….. : Orang yang suka takut. : Mat! Pemalu artinya………….. : Orang suka malu. : Siti! Pemilu artinya…………… : Orang yang suka pilu.
51.
KL=HD/CCJ:79/189
Yulidar : Kasihan orang Betawi, makanan setiap hari cuma sayur Informasi yang benar dan sesuai dengan asem sama ikan asin. Beda dengan orang Minang yang keadaan sebenarnya. sehari-hari makan rendang atau balado. Aminah : Memang benar. Tapi orang Minang tidak punya masakan spesial. Yulidar : Maksudmu? Aminah : Memang Orang Betawi sehari hari mungkin hanya makan sayur asem dan ikan asin. Tapi kalau lebaran orang Betawi makan semur atau opor; kalau ada hajatan makan nasi kebuli dan gulai; dan kalau ada sunatan makan ketan kuning dan bekakak ayam. Tapi orang Minang, sehari-hari makan rending, lebaran makan rending, dan pesta hajatan juga makan rending. Yulidar : Benar juga kamu
52.
KL=HD/CCJ:84/192
Guru : Mat, apa nama Ibukota provinsi Jawa Barat? Mamat : Semarang, Bu guru! Guru : Lho, kok Semarang? Ibukota Jawa Barat adalah Bandung. Sedangkan Semarang adalah Ibukota provinsi Jawa Tengah. Mamat : Tanya, Bu! Guru : Tanya apa, Mat? Mamat : Sejak kapan Jawa Barat dan Jawa Tengah tukar-tukaran ibukota? Guru : O, sudah lama. Sejak kamu malas belajar!
Informasi yang diberikan benar, dialog yang terakhir antara guru dan Si Dul hanyalah lelucon belaka
Informasi yang diberikan benar dan sesuai dengan data yang akurat, adapun tuturan guru diakhir adalah bertujuan menyindir pertanyaan Mamat agar mau belajar dengan rajin.
53.
KL=HD/CCJ: 98/197
Munir Mahdi Munir Mahdi Munir Mahdi
54.
KL=HD/CCJ: 99/198
Hamid Hamdi Hamid Hamdi Hamid
Hamdi Hamid Hamdi
55.
KL=HD/CCJ:110/203
Domang Daman Domang
Daman 56.
KL=HD/CCJ:112/204
: Apa bedanya cewek zaman dulu dengan cewek sekarang? Informasi yang diberikan benar dan sesuai : Cewek zaman dulu pemalu, cewek zaman sekarang bersifat dengan keadaan yang sebenarnya. proaktif dan agresif. : Contohnya apa? : Cewek zaman dulu kalau digoda cowok akan menghindar karena malu. : Lalu, cewek zaman sekarang? : Cewek zaman sekarang kalau melihat cowok akan berseru “Hei, cowok! Godain kita dong!” : Kalau diperhatikan pemuda zaman dahulu dan pemuda Informasi yang diberikan benar dan sesuai zaman sekarang sangat berbeda. dengan fakta. : Apanya yang berbeda? : Semangat juangnya : Maksudmu? : Pemuda zaman dahulu memiliki semangat juang yang tinggi. Sedangkan pemuda zaman sekarang tidak punya semangat. : Kukira dari segi fisik juga berbeda! : Maksudmu? : Pemuda zaman dulu kini pasti sudah tua-tua sedangkan pemuda zaman sekarang tentu masih muda-muda. : Kabarnya status sosial seorang sopir sangat tergantung Informasi yang diberikan benar, tidak pada status sosial majikannya. direkayasa, dan logis. : Maksudmu? : Ya, status sosial sopir mobil presiden tentu lebih tinggi dari status sosial sopir menteri; dan status sosial sopir menteri lebih tinggi dari status sosial mobil camat. : Jadi, status sosial sopir mobil tinja gimana?
Dogol : Kabarnya tarif Jalan Tol akan naik lagi! Doyok : Bukan naik! Dogol : Jadi, apa dong? Dogol : Disesuaikan dengan laju inflasi.
Informasi yang diberikan benar dan sesuai dengan fakta
57.
KL=HD/CCJ: 117/206
Fati : Kabarnya orang Belanda paling hemat. Malah mengarah ke Informasi yang diberikan benar dan diujarkan pelit. dengan rasa yakin. Yati : Benar! Fati : Contohnya apa? Yati : Kamu tahu, kalau seorang Belanda dan anaknya masuk kafe yang dipesan apa? Fati : Ya, minuman! Yati : Minuman apa? Fati : Apa ya? Yati : Sebotol cola dengan tiga buah gelas.
58.
KL=HD/CCJ:118/206
A : Kabarnya semua Presiden Republik Indonesia punya gelar “Besar” B : Ya, memang! A : Kalau Soekarno? B : Pemimpin Besar (Revolusi) A : Kalau Soeharto? B : Jendral Besar (TNI) A : Kalau Habibie? B : Guru Besar (Fisika) A : Kalau Gus dur? B : Anak Kiyai Besar A : Nah, kalau Megawati? B : Ya, anak Pemimpin Besar.
59.
KL=HD/CCJ:119/207
X : Benarkah para Presiden sebelum Megawati punya gelar Informasi yang diberikan benar dan diujarkan berakhiran –wan. dengan rasa percaya diri. Y : Benar! X : Apa itu? Y : Soekarno adalah negarawan; Soeharto adalah hartawan; Habibie Ilmuwan; dan Gus Dur adalah…………….wisatawan.
60.
KL=HD/CCJ:120/207
A : Apa betul produksi Indomie pakai bahan pengawet? Informasi yang diberikan benar dan sesuai B : Betul; itulah sebabnya di beberapa Negara Asia ada larangan dengan keadaan sebenarnya. mengkonsumsi Indomie itu.
Informasi yang diberikan benar dan sesuai dengan data yang akurat
A : Ah, bohong itu! B : Bohong bagaimana A : Buktinya semangkok Indomie di depan saja tidak lima menit sudah habis. : Amin, coba buat kalimat pasif dari kalimat “Ahmad menendang bola”. Amin : Bola ditendang oleh Ahmad Guru : Bagus, sekarang kamu Udin, buat kalimat pasif dari kalimat “Pak Lurah mengunjungi Puskesmas.” Udin : Puskesmas dikunjungi Pak Lurah Guru : Bagus, sekarang kamu Badu buatlah kalimat pasif dari kalimat “Raja Majapahit bertekuk lutut”. Badu : Gampang Bu Guru, “Lutut raja Majapahit ditekuk-tekuk.”
61.
KL=HD/CCJ: 125/209
Guru
62.
KL=HD/CCJ: 136/213
A : Kenapa para bonek dari Surabaya senang dan sering nonton bola Informasi yang diberikan benar dan sesuai di Jakarta. dengan keadaan sebenarnya. B : Karena di Jakarta dilayani dengan baik oleh Pemda. A : Bagaimana? B : Mereka tiba di stasiun disambut dan dijemput utuk diantar ke Senayan, diberi makan nasi bungkus. Selesai pertandingan diantar lagi ke stasiun senen untuk selanjutnya dengan kereta kembali ke Surabaya.
63.
KL=HD/CCJ: 138/215
A : Kalau kita jauh dari rumah dan melihat anak orang biasanya kita Informasi yang diberikan benar dan sesuai akan ingat dengan anak sendiri. dengan keadaan sebenarnya B : lalu, kalau melihat istri orang bagaimana? A : Biasanya lupa akan istri sendiri.
64.
KL=HD/CCJ:141/216
ZA ZB ZA ZB
Informasi yang diberikan benar dan bisa dibuktikan kebenarannya, adapun jawaban Badu yang terakhir hanyalah lelucon belaka karena Guru memberikan pertanyaan yang salah sehingga jawaban yang diberikan Badu juga salah. Kalimat “Raja Majapahit bertekuk lutut” tidak bisa dibuat menjadi kalimat pasif, sama halnya Toni berlari, bernyanyi dan sebagainya.
: Kita sebagai rakyat merasa sedih dan prihatin dengan Informasi yang diberikan benar dan sesuai banyaknya anggota DPR kita yang bolos sidang. dengan keadaan sebenarnya : Mereka bukan bolos, hanya tidak hadir sidang. : Lho, apa bedanya? : Soal bedanya saya tidak tahu. Yang jelas mereka datang menanda tangan daftar hadir dan uang sidang pun mereka
ZA ZB
ambil. : Jadi, secara administratif mereka hadir. : Lha iya, tetapi secara fisik tidak hadir.
65.
KL=HD/CCJ:142/216
TA : Kalau dipikir-pikir Pemda takut sama bonek. Informasi yang diberikan benar dan sesuai TB : Takut bagaimana? dengan keadaan yang sebenarnya. TA : Coba saja perhatikan kalau bonek datang mereka sudah disambut di stasiun Senen, lalu dibawa dengan bus ke Senayan untuk nonton bola. Mereka juga diberi nasi bungkus. Selesai pertandingan, mereka diantar lagi ke stasiun Senen untuk kembali ke Surabaya naik kereta api. TB : O, itu kan Pemda takut kalau mereka akan merusak dan berbuat onar di Jakarta. TA : Nah, itu kan namanya Pemda takut, ya, kan?
66.
KL=HD/CCJ:144/217
MH
67.
KL=HD/CCJ:147/218
DG
: Hampir setiap hari koran atau televise memberitakan adanya Informasi yang diberikan benar dan sesuai anggota legislatif atau pejabateksekutif yang terlibat dengan keadaan sebenarnya kejahatan korupsi. ML : Ya, kenapa ya mereka pada korupsi? MH : Kabarnya untuk bayar utang. ML : Lho, apa hubungannya? MH : Begini, dulu ketika mereka mencalonkan diri untuk jadi anggota legislatif atau jadi pejabat eksekutif mereka banyak mengeluarkan uang agar terpilih. Padahal uang itu pinjaman.Jadi, utang itu harus dibayar, bukan? : Kabarnya perpustakaan di DPR mempunyai koleksi yang Informasi yang diberikan benar dan sesuai lengkap; semua undang-undang dari Negara mana pun tersedia dengan keadaan sebenarnya di sana. DH : Tapi sangat jarang anggota Dewan yang memasuki perpustakaan itu. DG : Mengapa? DH : Karena mereka lebih senang melakukan studi banding ke negara yang bersangkutan daripada membaca bukunya di perpustakaan.
Maksim Relevansi
68.
R=HD/CCJ: 7/165
Petugas Tamu
Maksim Cara
: Berurusan di kantor ini, tidak boleh memberi uang suap, Pertanyaan yang diberikan relevan dengan uang kopi, uang semir, uang sogok, uang………… topik pembicaraan : Kalau uang beneran boleh tidak, Pak.
69.
R=HD/CCJ: 23/170
Petugas Pengemudi Petugas Pengemudi
: Apakah kamu tidak melihat ada larangan membelok? : Lihat, Pak! : Tapi, mengapa kamu belok juga? : Karena saya tidak melihat ada Bapak!
70.
R=HD/CCJ: 29/172
Pelayat I Pelayat II Pelayat III Pelayat IV
71.
R=HD/CCJ: 88/194
Nina : Kudengar kamu tidak mau punya pacar pemuda berkharisma. Memang kenapa? Nani : Harapanku, minimal punya pacar berinova. Syukur-syukur kalau dapat yang ber-BMW.
Informasi yang diberikan sesuai dengan topik pembicaraan, karena masing-masing penutur mempunyai latar belakang pengetahuan yang sama.
72.
R=HD/CCJ:106/202
Jamal : Pak Sadeli itu orang kaya di daerah ini. Kamu kenal dia? Jamil : Maksudu apa? Jamal : Ya, rumahnya banyak. Di mana-mana ada rumahnya. Jamil : Benar! Rumahnya banyak.Tapi tak satu pun yang pakai tangga.
Pertuturan yang dilakukan relevan dengan topik pembicaraan.
73.
R=HD/CCJ:131/212
A : Tetangga kita yang baru itu hebat ya, mobilnya sering gonta- Informasi yang diberikan sesuai dengan topik ganti. pembicaraan B : Tentu saja dia kan pegawai kantor pajak.
74.
C=HD/CCJ: 18/169
Tukang bakso di UNJ (TBU) : Anak saya satu di UI, Depok, satu lagi Informasi yang diberikan jelas dan tidak di UIN, Ciputat! bermakna ambigu. Penanya : Di fakultas apa, Pak? TBU : Bukan di fakultas! Penanya : Jadi…………? TBU : Yang satu jualan teh botol, yang satu
: Almarhum orang baik. Ternyata dia mendahului kita. : Semua kita juga akan seperti dia : Kita ini sebenarnya sedang antri menuju ke sana. : Ayo siapa yang mau nyelag?
Informasi yang diberikan sesuai dengan topik pembicaraan
Informasi yang diberikan sesuai dengan topik pembicaraan.
lagi jualan bakso kayak saya. 75.
C=HD/CCJ: 25/171
Somad : Dulu kakek gue meninggal karena ngorek kuping Informasi yang diberikan jelas dan tidak Hamid : Mana mungkin orang mati karena ngorek kuping! membingungkan. Somad : Benar! Dia kan ngorek kupingnya sambil jalan di jalan raya; karena keasyikan dia nyeberang gitu aja, lalu ditabrak. Mati!
76.
C=HD/CCJ: 30/173
Ibu Anak Ibu Anak Ibu Anak Ibu
: Kakekmu dulu sering dan banyak dikerumuni cewek-cewek. Informasi yang diberikan jelas. : Apakah kakek orangnya ganteng, Bu? : Tidak juga! : Kalo begitu kakek orangnya kaya ya, Bu! : Tidak juga! : Jadi, apanya yang menarik dari kakek, sehingga dia banyak dikerumuni cewek-cewek. : Karena dia pedagang sayur keliling.
77.
C=HD/CCJ: 40/176
Bang Dul Bang Somad Bang Dul Bang Somad
78.
C=HD/CCJ: 52/179
Umar Amin Umar Amin
: Aku mau beli nasi padang kamu mau nggak? : Kalau dibeliin, ya mau : Lauknya, ayam goreng, ayam bakar, apa ayam gulai. : Ayam apa sajalah; asal jangan ayam lapeh.
79.
C=HD/CCJ: 69/185
Tomi
: Kabarnya dalam seminar tentang narkoba kemarin kamu Informasi yang diberikan jelas dan tidak jadi pembawa makalah. bermakna ambigu. : Judulnya apa? : Judulnya? Nggak tau? : Kok tidak tahu? Gimana sih? :Ya, soalnya saya Cuma membawa makalah dari secretariat ke ruang seminar.
Roni Tomi Roni Tomi
80.
C=HD/CCJ: 93/195
Kadir
: Minggu depan anakku si Mumu akan tukar cincin. : Tukar cincin ama apa? : Ya, ama cincin juga : Oh, kukira tukar cincin ama sandal.
: Kamu dipenjara katanya gara-gara ketangkap basah!
Informasi disampaikan secara langsung, tegas dan jelas.
Informasi disampaikan secara langsung.
Informasi yang diberikan jelas dan tidak
Karim : Benar. bermakna ambigu. Kadir : Bagaimana ceritanya? Karim : Sewaktu mencuri di rumah H. Daman, saya ketahuan, lalu dikejar-kejar orang banyak. Saya berlari-lari di pinggir kali, saya terpeleset, lalu kecebur……… Kadir : Jadi, dalam keadaan basah-basah kamu ditangkap orang. Karim : Benar! 81.
C=HD/CCJ: 97/197
Dulgani Dulhak
: Rakyat Aceh kini sudah hidup tenang! Informasi yang diberikan jelas dan tidak : Ya, sejak adanya kesepakatan damai antara GAM dan bermakna ambigu. Pemerintah Republik Indonesia. Dulgani : Namun kini di Aceh masih banyak GAM berkeliaran, katanya! Dulhak : Benar, karena di Aceh banyak anak laki-laki kecil! Dulgani : Maksudmu? Dulhak : di Aceh anak laki-laki kecil disapa “gam atau agam”.
82.
C=HD/CCJ:123/208
A B A B A
83.
C=HD/CCJ:124/208
A B A B
84.
C=HD/CCJ:128/211
A B
: Kabarnya cewek-cewek sekarang tidak suka dengan pemuda Informasi yang diberikan jelas dan tidak berkarisma. bermakna ambigu. : Ya, kenapa? : Karena kalau jalan dengan pemuda berkarisma kalau hujan akan kehujanan. : Apa hubungannya berkarisma dengan hujan? : Ya, jelas kalau jalan dengan pemuda ber-Inova tidak akan kehujanan kalau turun hujan.
: Katanya kalau kita makan nasi di warteg nasinya tidak dihitung. Informasi yang diberikan jelas. : Ya, memang! : Kenapa? : Ya, kalau tempe goreng atau ikan goreng bisa dihitung, tetapi kalau nasi siapa yang bisa ngitung. A : Ooo, Iya iya. : Apa benar menantunya Bu Eti mati karena ketiban kertas? : Ya, benar !
Informasi yang diberikan jelas.
A B
LAMPIRAN II Nama Maksim Penyimpangan Maksim Kuantitas
: Mana mungkin ketiban kertas orang mati? : Ya, mungkin saja kalau kertasnya berupa gulungan yang beratnya satu ton.
: DATA PENYIMPANGAN PRINSIP KERJA SAMA
No. 85.
Nomor Data PKN=HD/CCJ:13/167
Bentuk Dialog Husin : Nama kamu selengkapnya kan Abdulrahman. Kalau dipanggil Si Dul mau? Rahman : Mau saja! Husin : Kalau dipanggil Mama mau? Rahman : Mau saja. Dipanggil Rahman juga mau, dipanggil Dudung juga mau.Tapi saya tidak mau kalau dipanggil polisi atau kejaksaan.
Komentar Informasi yang diberikan berlebihan dan tidak sesuai dengan kebutuhan penutur.
86.
PKN=HD/CCJ: 27/172
Mpok Rum Tukang becak Mpok Rum Tukang becak Mpok Rum Tukang becak
Informasi yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan penutur.
87.
PKN=HD/CCJ: 55/180
Pembeli : Saya ingin membeli komputer bekas karena uang saya cuma sedikit. Ada tidak? Penjual : Ada tuh, ada yang bekas kantor, bekas mainan anak, yang bekas kebanjiran juga ada!
Informasi yang diberikan berlebihan dan tidak sesuai dengan kebutuhan penutur.
88.
PKN=HD/CCJ: 57/181
Mpok Mun : Di Tenabang sekarang banyak orang Afrika item-item deh. Mpok Jun : Katanya, sampe bayangannya juga item.
Informasi yang diberikan berlebihan.
89.
PKN=HD/CCJ: 58/181
Mpok Rum
Informasi yang diberikan berlebihan.
: Cak, ke pasar ceceng, ya! : Noceng aja, Bu! : Udah ceceng aja! : Naik dah, Bu! : Tapi pelan-pelan aja ya bang biar selamat! : Gimana sih, Ibu! Udah bayar murah kok minta selamat lagi!
: Mpok pernah lihat orang Afrika di pasar Tenabang
Mpok Indun Mpok Rum Mpok Indun
: Pernah malah sering! : Kenapa ya mereka pada pakai baju putih-putih. : Kalau pakai plastik, takut disangka dodol.
90.
PKN=HD/CCJ: 60/181
Amir Dewi
: Makan ikan enaknya pake tangan : Tentu saja, sebab kalo pake kaki susah.
Informasi yang diberikan berlebihan.
91.
PKN=HD/CCJ:61/182
Sumardi
: Pertama kali saya punya mobil, mobilnya sudah sangat tua. Kalau berjalan bunyi mesinnya berisik, tutup mesinnya bergoyang, pintu-pintunya berbunyi keras; begitu juga dengan kaca-kaca jendelanya. Hardi : Wah, rusak sekali itu mobil Sumardi : Yang tidak berbunyi cuma satu Hardi : Apa itu? Sumardi : Klaksonnya! Hardi : Kalau begitu lengkaplah penderitaan Anda.
Informasi yang diberikan berlebihan.
92.
PKN=HD.CCJ: 67/184
Warga : Kabarnya Bapak akan mencalonkan diri menjadi bupati dalam pilkada akan datang Tokoh : Benar. Sejumlah partai dari yang besar sampai yang gurem sudah menyatakan mendukung saya. Warga : Wah, baik sekali! Tapi kalau boleh tahu, apa rencana kerja Bapak yang utama? Tokoh : Meningkatkan mutu pendidikan dan mewajibkan semua anak bersekolah. Warga : Tapi biaya pendidikan mahal, Pak. Jadi, bagaimana caranya. Tokoh : Itu masalah gampang; saya akan menaikkan pajak-pajak di segala bidang. Misalnya, PBB naik 300%, tarif listrik dan PAM naik 200%, retribusi sampah naik 500%, dan usahausaha lain akan dikenakan pajak. Warga : Usaha lain apa, misalnya, Pak? Tokoh : Usaha WC umum Warga : Apa semua rencana kenaikan pajak ini akan Bapak sebutkan dalam kampanye nanti?
Informasi yang diberikan berlebihan dan tidak sesuai dengan kebutuhan penutur.
Tokoh : Kalau disebutkan, wah, tentu tidak ada yang milih saya. 93.
PKN=HD/CCJ: 76/188
Aming : Saya ingin membeli komputer yang murah! Pedagang : Ada, tapi bekas. Ini harganya sejuta; dan ini lima ratus ribu Aming : Yah, uang saya cuma dua ratus ribu. Dapat tidak? Pedagang : Dapat, tapi yang bekas kebanjiran.
Informasi yang diberikan berlebihan dan tidak sesuai dengan kebutuhan penutur.
94.
PKN=HD/CCJ:77/188
Warga
Informasi yang diberikan berlebihan.
Tokoh Warga Tokoh Warga Tokoh Warga Tokoh Warga Tokoh
95.
PKN=HD/CCJ: 121/208
96.
PKN=HD/CCJ: 129/211
: Kami dengar Bapak akan mencalonkan diri menjadi gubernur dalam pilkada yang akan datang. : Benar, sebagai calon independen : Apa program Bapak kalau Bapak terpilih menjadi gubernur? : Program pertama adalah memberantas kemiskinan : Wah, baik sekali. Tetapi caranya bagaimana? : Daerah-daerah yang dihuni banyak orang miskin akan saya gusur! : Lho, kok? : Nanti daerah itu saya jadikan pusat perbelanjaan atau hotel mewah : Kok? : Dengan demikian di daerah-daerah itu kemiskinan tidak ada lagi, kan!
A : Selain jus tomat, jus alvokat, dan jus mangga di warung ini sedia jus apa lagi? B : Juz Amma Dua sahabat Ani dan Ina sedang berbicara tentang pasangan hidup yang didambakan. Kata Ani: “Pasangan yang kudambakan orangnya harus putih, berambut hitam, berhidung mancung, tidak perlu terlalu kaya, penuh perhatian, dan……” “Dan, apalagi?” Tanya Ina “Soal kelamin ya nomor dua!”
Informasi yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan penutur. Informasi yang diberikan berlebihan.
Penyimpangan Maksim Kualitas
97.
PKN=HD/CCJ: 135/213
A : Menurut buku tamunya di Taman Safari ini, singa tidak akan mengganggu kalau kita tidak mengganggunya. B : Boleh Tanya, Pak? A : Silakan! B : Apa singa membaca juga buku itu?
Pertanyaan yang diberikan berlebihan.
98.
PKL=HD/CCJ: 21/170
Pembual I
Informasi yang diberikan salah dan tidak logis.
Pembual II Pembual I Pembual II 99.
PKL=HD/CCJ:26/171
100.
PKL=HD/CCJ: 35/174
101.
102.
: Di kampung saya di Cikupa dulu ada papaya besar sekali, hampir sebesar beduk. : Oh, di kampung saya juga ada labu besar sekali. Kulitnya bisa dibuat biola. : Gimana bunyinya biola dari labu itu? : Bunyinya begini; Ente bo‟ong, Ane juga bo‟ong……
Bu Ani
: Heran sekali di rumahku banyak sekali nyamuk. Takutnya kalau nyamuk DBD. Bu Tuti : Bu Ani, sebenarnya nyamuk cuma satu! Bu Ani : Kenyataannya banyak, Bu! Bu Tuti : Yang banyak itu temannya. Bang Dul : Mang, Mamang baru nikah lagi, ya? Mang Asep : Tidak bang! Memangnya kenapa? Bang Dul : Tadi waktu saya menelepon yang menyahut namanya kok Veronica. Bukannya Aminah.
Informasi yang diberikan tidak benar.
PKL=HD/CCJ: 38/175
Tina Nati Tina Nati Tina
Informasi yang diberikan mengada-ada dan tidak didukung bukti yang memadai.
PKL=HD/CCJ: 42/176
Tati
: Kabarnya di Belanda alphabet Latin kurang tiga. : Ah, apa iya? : Benar! : Kenapa? : Karena K, L, M-nya sudah terbang jauh.
: Tivi kalau pakai antene parabola enak deh, bisa dapat siaran tivi luar negeri. Tapi sayangnya antene parabola harganya jutaan. Nani : Yang murah harga seratusan juga ada. Kamu mau? Tati : Mana mungkin ada parabola yang harganya seratusan. Nani : Kamu tidak tahu, ada!
Informasi yang disampaikan bohong dan tidak benar.
Informasi yang diberikan mengada-ada dan tidak logis.
Tati : Yang bagaimana? Nani : Yang masih kuncup, belum mekar. Siram saja setiap hari. Nanti dia akan mekar. 103.
PKL=HD/CCJ:46/178
Ibu
: Nak, sebaiknya kamu jangan lama-lama berada dekat komputer itu! Anak : Memangnya, kenapa, Bu? Ibu : Nanti kamu kena virus
Informasi yang diberikan tidak benar.
104.
PKL=HD/CCJ:50/179
Cucu Kakek Cucu Kakek
Informasi yang diberikan tidak logis.
105.
PKL=HD/CCJ:56/180
Pembeli : Dulu Anda bilang pipa ini terbuat dari gading. Kok bisa patah? Penjual : Mungkin gajahnya pakai gading palsu
Informasi yang diberikan salah.
106.
PKL=HD/CCJ: 59/181
Nenek : Nenek dulu waktu kecil nggak sempet sekolah. Jadi sekarang nenek nggak bisa baca. Cucu : Apakah nenek pengen bisa baca? Nenek : Pengen Cu! Cucu : Baik, Nek! Nanti cucu belikan kacamata yang bisa baca.
Informasi yang diberikan salah dan mengadaada.
107.
PKL=HD/CCJ: 62/182
Aming
Informasi yang diberikan salah dan direkayasa.
Mamat
108.
PKL=HD/CCJ: 63/182
: Kakek nulis surat kepada siapa, Kek? : Teman kakek dulu! : Emang kakek tahu alamatnya? : Justru itu, kakek menulis surat mau tanyakan alamatnya.
: Tempo hari kamu bilang mau melunasi utangmu pada bulan dua.Sekarang bulan dua, Februari, sudah hampir habis gimana? : Maksudku kalau bulan di langit sudah ada dua. Sekarang masih tetap satu kan!
Tono : Aku banyak kenal orang Batak, yang namanya Sinaga, Siahaan, Harahap, Sihombing, Hutauruk, dan lain-lain. Tapi yang namanya Sitindaon kok Cuma kamu seorang. Kenapa? Gustaf : Karena untuk jadi anggota marga Sitindaon harus melalui seleksi.
Informasi yang diberikan salah dan mengadaada.
109.
PKL=HD/CCJ: 64//183
Mamat : Din, kenapa kamu goyang-goyangin perut seperti itu? Udin : Gue habis minum obat! Mamat : Ya, kenapa? Udin : Tadi obatnya lupa dikocok. Jadi, gua kocok aja di perut sekarang!
Informasi disampaikan dengan rekayasa dan tidak logis.
110.
PKL=HD/CCJ: 65/183
Nina : Kabarnya turis asing sekarang takut tinggal lama-lama di Jakarta Tati : Ya, sudah pasti Nina : Kenapa? Tati : Karena di Jakarta sekarang banyak War. Lihat saja ada warnet, wartel, warteg, warbet, dan warsun.
Informasi disampaikan dengan rekayasa dan mengada-ada.
111.
PKL=HD/CCJ:71/186
Aman Amin Aman
: Paling kasihan wasit sepak bola! : Kenapa? : Lihat saja; dia ikut lari-lari mengejar bola. Tapi oleh pemain lain tidak pernah dibagi.
Informasi yang diberikan salah dan mengadaada.
112.
PKL=HD/CCJ:75/187
Susan Santi Susan Santi
: Suamimu sekarang kok jadi bongkok? : Mungkin terkena virus komputer. : Lho, kenapa? : Maklum dia adalah penjaga gudang komputer.
Informasi yang diberikan tidak logis dan mengada-ada.
113.
PKL=HD/CCJ:80/190
Adam Idris Adam Idris Adam
: Kudengar kamu mau menjual tanah, apa benar? : Benar! : Luasnya berapa meter dan harganya berapa? : Luasnya hanya 10 meter; dan harganya 100 juta per meter. : Apa kamu sudah gila! Mana ada sih tanah semester harganya 100 juta? Idris : Saya tidak gila! Tanah yang saya mau jual itu memang mahal. Adam : Kenapa? Idris : Kalau digali terus akan nimbus ke tambang emas di Kalifornia, Amerika.
Informasi yang diberikan tidak logis dan mengada-ada.
114.
PKL=HD/CCJ: 83/191
Togar Udin Togar
: Tahun delapan puluhan semua hakim sudah mengikuti penataran P4, kecuali dua orang! : Siapa itu! : Sumi Hakim dan Christin Hakim
Informasi disampaikan dengan rekayasa dan tidak didukung bukti yang kuat.
: Ratusan ribu orang menjadi korban tsunami di Aceh! : Yang terjadi di Aceh sebenarnya bukan tsunami! : Lalu, apa? : Kalau di Aceh tentu namanya Cut Nami; sedang sunami kalau di Jawa.
Informasi yang diberikan salah dan mengadaada.
115.
PKL=HD/CCJ: 94/196
Hakim Hamid Hakim Hamid
116.
PKL=HD/CCJ: 95/196
Mamat
: Kabarnya Indramayu terkenal dengan buah mangganya yang enak dan manis. Udin : Saya sering lewat Indramayu kalau mau ke Cirebon; dan sering membeli mangga yang dijual di pinggir jalan. Tapi rasanya tidak enak. Asam! Mamat : Oh, itu memang sengaja, agar pengemudi yang memakannya tidak mengantuk sewaktu mengemudi.
Informasi yang diberikan salah dan mengadaada.
117.
PKL=HD/CCJ:104/201
Bokir
Informasi disampaikan secara rekayasa dan tidak didukung dengan bukti yang memadai.
Boim Bokir Boim Bokir Boim Bokir Boim
118.
PKL=HD/CCJ: 105/202
: Kamu sudah dengar hotel Marriot di Kuningan dibom orang? : Sudah! Kenapa? : Teroris itu memang gila, mau ngebom orang Barat yang kena bangsa sendiri. : Itu kabarnya yang ngebom cuma orang frustasi : Frustasi gimana? : Dia berobat sama mak Erot, tapi nggak sembuh-sembuh! : Apa hubungannya Mak Erot dengan pengeboman itu? : Disangkanya hotel Marriot punya Mak Erot. Jadi, karena frustasi dibomnya hotel itu.
Wak Kamal Wak Diran Wak Kamal Wak Diran
: Kudengar anakmu kini sudah jadi mahasiswa di kota. : Benar! : Di mana kuliahnya? : Katanya sih di STTS
Informasi yang diberikan salah dan menagadaada.
Wak Kamal Wak Diran 119.
PKL=HD/CCJ: 109/203
Amir
Umar Amir
: Sebetulnya yang pernah keluar angkasa bukan hanya orang Amerika dan Rusia saja, orang Jawa pun sudah ada yang kesana. : Kapan dan siapa? : Perginya tidak diketahui tapi dikabarkan waktu Yuri Gagarin, astronot Rusia, dari luar angkasa dia pulang dengan Selamet.
120.
PKL=HD/CCJ: 111/204
Bu Nurul Bu Dewi Bu Nurul Bu Dewi Bu Nurul Bu Dewi Bu Nurul Bu Dewi
121.
PKL=HD/CCJ: 113/205
Unyil Ari Unyil
122.
PKL=HD/CCJ: 115/205
123.
PKL=HD/CCJ: 134/213
: Apa itu STTS? Rasanya saya baru dengar. : STTS itu adalah Sekolah Tinggi-Tinggi Sekali.
: Itu teriskaan mau dibawa ke mana? : Mau dibawa ke tukang servis. : Kenapa? : Tidak panas! : Kalau tidak panas gampang. : Gampang bagaimana? : Diejek dan dikata-katain saja nanti juga dia panas! : Emangnya kamu!
: Sebenarnya kalau kita pintar kita bisa lewat jalan tol gratis, alias tidak bayar. : Bagaimana caranya? : Kita masuk tol dari pintu tol luar kota. Lalu keluarnya dari pintu tol dalam kota.
Guru : Anak-anak lanjutkan pepatah ini, Takut karena……….. Anak-anak : Salah. Guru : Bagus! Lanjutannya; Berani karena…………… Anak-anak : Di bayar Guru : Sekarang lanjutkan peribahasa ini; maju tak gentar…… Anak-anak : Membela yang bayar. A : Bang, dukunya sekilo berapa bang? B : Sepuluh ribu, Nyonya! A : Ah, si Abang, duku segede-gede upil ini kok mahal amat!
Informasi yang diberikan mengada-ada dan tidak didukung dengan bukti yang kuat.
Informasi disampaikan secara rekayasa dan tidak logis, karena benda mati (setrika) disamakan dengan benda yang hidup (orang).
Informasi yang diberikan tidak logis dan mengada-ada.
Jawaban yang diberikan salah, yang benar adalah “Berani karena benar, dan maju tak gentar membela yang benar.”
Informasi yang diberikan berlawanan dengan fakta yang sebenarnya, karena tidak ada duku segede-gede upil. Hal ini diungkapkan karena
124.
PKL=HD/CCJ: 140/ 215
B : Ya, Nyonya, kalau upilnya segede gini, nah, hidungnya segede apa?
mahalnya harga duku yang sangat kecil, sehingga disamakan seperti upil.
P
Informasi disampaikan secara rekayasa, dan tidak sesuai dengan fakta.
Q R P R
: Mengherankan sekarang banyak pejabat melakukan korupsi; Apa ya penyebabnya? : Karena ingin punya uang yang banyak, kukira! : Kukira bukan karena ingin cepat-cepat banyak punya uang. : Jadi, apa dong? : Kukira mereka ingin menikmati fasilitas penjara yang kini katanya sudah direhab secara besar-besaran dilengkapi dengan berbagai fasilitas mewah.
125.
PKL=HD/CCJ: 143/217
PA : Setelah Gunung Merapi di Yogya meletus. Gunung Bromo dan Gunung Raung di Jawa Timur ikut pula meletus. Ada apa ya sebenarnya? PB : Sebenarnya tidak apa-apa. Kedua gunung itu cuma ingin menunjukkan solidaritasnya sebagai kawan sesama gunung.
Informasi disampaikan secara rekayasa dan tidak didukung dengan bukti yang memadai.
126.
PKL=HD/CCJ:146/218
AB : Kabarnya banyak caleg yang tidak terpilih menjadi stres atau stroke. AC : Kenapa, Bang? AB : Karena mereka mikirin utang yang cukup banyak AC : Lho, kok begitu! AB : Dulu ketika mencalonkan diri jadi caleg mereka banyak pinjam uang untuk biaya kampanye. Nah, sekarang utang itu ditagih, padahal mereka tidak terpilih dan tidak punya uang. AC : O, begitu!
Informasi yang diberikan kurang didukung dengan bukti yang memadai.
127.
PKL=HD/CCJ:149/219
Seorang Ibu (yang kurang mengerti) berpesan pada seorang anaknya yang baru saja diterima bekerja di sebuah kantor. - “Anakku, apakah di kantormu ada komputer?” - “Ada, Bu. Malah banyak,” sahut anaknya. Memangnya kenapa, Bu?” - “Hati-hati ya, jangan dekat-dekat dengan komputer!” - “Mengapa, Bu?” Tanya anaknya.
Informasi yang diberikan salah dan mengadaada.
“Ibu tidak ingin kalau kamu sampai ketularan virus komputer!”
-
Penyimpangan Maksim Relevansi
128.
PKL=HD/CCJ: 151/220
BD BU BD BU BD BU BD
: Penyakit apa yang obatnya paling gampang? : Penyakit apa, ya? : Masuk angin! : Lho, kok? : La, iya, masuk angin obatnya gampang. : Apa itu? : Ya, bersiul-siul saja.
129.
PKL=HD/CCJ: 152/221
LA : Perbuatan korupsi itu dibenci dan dimusuhi rakyat, tetapi disenangi banyak pejabat. Upaya apa yang harus dilakukan agar hasil korupsi tampaknya legal? LB : Wah itu gampang saja! LA : Bagaimana? LB : Hasil perbuatan korupsi itu harus dikenakan pajak yang besar. Jangan 15% atau 20%, melainkan 80% atau kalau perlu 100%.
Informasi yang diberikan tidak logis dan mengada-ada.
130.
PKL=HD/CCJ: 154/221
OK : Kabarnya banyak orang Jawa sejak dulu sudah melanglang buana ke mana-mana……… OL : Tidak banyak. Hanya satu orang. OK : Siapa itu? OL : Si Selamet! OK : Lho, kok? OL : La, iya, Columbus pergi ke Amerika pulangnya dengan selamet, Yuri Gagarin keluar angkasa pulang dengan selamet, Yan Peter ZoenCoen datang ke Jakarta dengan selamet, Khu Bilal Khan pulang ke Tiongkok dengan selamet…………..
Informasi yang diberikan salah dan mengadaada, karena menyamakan kata keterangan keadaan dengan nama orang.
131.
PR=HD/CCJ: 4/164
Petugas Tamu Petugas Tamu
Informasi yang diberikan tidak relevan dengan topik pembicaraan.
: Nama Saudara siapa? : Saudara saya yang maana, Pak? : Iya, nama Saudara! : Pak, saudara saya ada lima orang. Yang Bapak maksud yang mana?
Informasi yang diberikan salah dan mengadaada.
132.
PR=HD/CCJ: 6/164
Petugas
: (Bingung dan bengong)
Dokter
: Bapak tahu, merokok itu cuma buang-buang duit, tak ada gunanya. : Begini, Dok! Dokter punya mobil berapa? : Satu! : Dokter tidak merokok cuma punya mobil satu, padahal saya suka merokok, tapi punya mobil tiga!
Pasien Dokter Pasien
Informasi yang diberikan tidak relevan dengan topik pembicaraan, karena menghubungkan “Kerugian merokok” dengan “Kemampuan memiliki mobil.”
133.
PR=HD/CCJ: 12/166
Gani
: Kabarnya kamu pernah dipanggil kakek, padahal kamu masih muda. Qomar : Benar! Gani : Bagaimana? Qomar : Tu orang bilang begini; kamu kek yang menolong saya, kamu kek yang minjemin saya duit………..
Informasi yang diberikan tidak relevan dengan topik pembicaran.
134.
PR=HD/CCJ:41/176
Bang Jali : Begini deh, soal yang kemarin itu kita tukar guling saja! Bang Dul : Nggak mau ah, masak motor ditukar sama guling. Siapa yang mau?
Jawaban yang diberikan tidak relevan dengan topik pembicaraan.
135.
PR=HD/CCJ:43/177
Bapak : Bu, kita rupanya memang sedang ketiban sial. Kemarin uang gajiku dicopet; tadi sepatuku yang baru hilang di mesjid. Ibu ingat tidak, minggu lalu sepedaku hilang di kantor Ibu : Kita bukan sedang sial, Pak! Tapi………….. Bapak : Tapi kenapa, Bu? Ibu : Bapak tidak punya bakat jadi orang kaya
Informasi yang diberikan kurang relevan dengan topik pembicaraan, karena menghubungkan “Musibah” dengan “Bakat menjadi orang kaya.”
136.
PR=HD/CCJ: 47/178
Guru
: anak-anak bagian yang depan ini namanya induk kalimat; dan yang belakang ini namanya anak kalimat. Siswa : Bu guru, bapak kalimatnya yang mana?
Pertanyaan yang diberikan tidak relevan, karena menghubungkan struktur dalam kalimat dengan struktur dalam keluarga.
137.
PR=HD/CCJ: 54/180
Bu Santi : Kabarnya sekarang anak-anak SMA dan SMP sudah banyak yang mengisap ganja dan terlibat minuman Bu Yudi : Ah, kalau soal minuman anak-anak TK juga bawa
Informasi yang diberikan tidak relevan dengan topik pembicaraan. Minuman yang dimaksud Bu Santi adalah minuman berjenis alkohol atau
minuman ke sekolah Bu Santi : Apa benar? Bu Yudi : Benar, Bu. Malah mereka no-bra pula
bisa memabukkan, sedangkan Bu Yudi menganggap minuman seperti air putih atau minuman yang memiliki rasa seperti coklat, jeruk, strowberi dan lain-lain.
138.
PR=HD/CCJ: 70/186
Jali : Dasar anak susah, makannya sehari-hari cuma teri! Jamal : Siapa bilang teri makanan orang susah. Teri makanan orang kaya, tahu! Jali : Lho, kok? Jamal : Iya sekali makan tiga atau empat. Tapi kalau, bandeng siapa yang makan sekaligus tiga, nggak ada kan?!
Informasi yang diberikan tidak relevan dengan topik pembicaraan.
139.
PR=HD/CCJ: 78/189
Pak RT
: Saya sebagai ketua RT menyarankan Saudara-saudara untuk memilih calon gubernur yang paling bersih dalam pilkada nanti! Warga : Kalau itu saran Bapak tentu yang harus kita pilih adalah cagub X. Pak RT : Kenapa dia Saudara anggap paling bersih? Warga : Karena istrinya banyak. Jadi, dia paling sering mandi.
Informasi yang diberikan tidak relevan dengan topik pembicaraan.
140.
PR=HD/CCJ: 89/194
Sopir Angkot I
Informasi yang diberikan tidak relevan dengan topik pembicaraan.
141.
PR=HD/CCJ: 91/194
: Trayek kita ini memang merupakan rute kering. Kalau sudah siang hampir tidak ada sewa. Sopir Angkot II : Dulu saya juga narik di rute basah. Tapi juga jarang ada sewa. Sopir Angkot I : Di mana? Sopir Angkot II : Dari Lebak ke Gandul yang sering kebanjiran. Kamal : Penduduk di sini apa pekerjaannya? Kamil : Hampir setiap hari semuanya pengemudi becak! Kamal : Wah, kalau begitu mereka semua turunan senang. Kamil : Lho, kok turunan senang. Mereka orang susah. Gimana sih? Kamal : Ya, memang kalau turunan mereka memang senang, tapi kalau tanjakan mereka nangis.
142.
PR=HD/CCJ:116/206
Susan : Katanya kalau nelpon pake fren bisa lebih murah, ya. Susi : Benar! Malah bisa gratis!
Informasi yang diberikan tidak relevan dengan topik pembicaraan.
Informasi yang diberikan tidak relevan dengan topik pembicaraan.
Susan : Apa benar? Susi : Benar! Bilang aja “Fren, fren” pinjam HPnya dong!
Penyimpangan Maksim Cara
143.
PR=HD/CCJ: 139/215
A : Gara-gara si Markus banyak koruptor divonis bebas. B : Ngomong-ngomong emang si Markus orang mana?
Informasi yang diberikan tidak relevan dengan topik pembicaraan.
144.
PR=HD/CCJ: 150/220
Informasi yang diberikan tidak relevan dengan topik pembicaraan.
145.
PC=HD/CCJ: 11/166
MA : Bapak X, dosen kita yang baru itu kenapa ya kalau mengajar duduk saja di kursi, nggak pernah berdiri? MU : Yah, kamu belum tahu? MA : Belum tahu kenapa? MU : Dia kan bekas pejabat! MA : Apa hubungannya? MU : Kalau dia pergi berdiri dia takut kursinya diambil orang lain. Dulgani : Waktu gue sampe di Bekasi kemaren, gue dielu-elukan oleh orang di sana. Dulhamid : Apa iya? Dulgani : Bener, Lu nggak percaya. Dulhamid : Apa kata tu orang-orang? Dulgani : Elu si Dulgani, Elu si Dulgani, Elu si Dulgani………
146
PC=HD/CCJ: 16/168
Ali : Bu, kata orang-orang kita ini keturunan orang kaya, apa benar? Ibu : Benar, Nak. kakekmu punya harta untuk tujuh turunan! Ali : Tapi, mengapa hidup kita susah begini, bu? Ibu : Karena kita keturunan kedelapan!
Informasi yang diberikan bermakna ambigu.
147.
PC=HD/CCJ: 33/174
Cucu : Nenek, ini cucu bawakan kalender baru! Nenek : Untuk apa, Cu? yang dulu saja masih bagus!
148.
PC=HD/CCJ: 34/174
Pak RT
Informasi yang diberikan bermakna ambigu, yaitu “Kalender baru” bisa berarti kalender yang berganti tahun baru atau kalender yang baru dibeli. Informasi yang diberikan mempunyai makna ambigu.
149.
PC=HD/CCJ: 51/179
Petugas : Kamu lihat tidak tulisan DILARANG BERJALAN DI
: Saudara-saudara tidak boleh main hakim sendiri. mestinya pencuri ini kita bawa saja ke kantor polisi. Seorang Warga : Pak RT, Bapak kan lihat kita tidak main hakim sendiri. Pencuri ini kan kita pukuli rama-ramai.
Informasi yang diberikan membingungkan, karena kata “Elu” mempunyai dua makna yaitu “Menyambut dengan meriah” dengan “Kamu”.
Informasi yang diberikan bermakna ambigu.
RUMPUT. Tamu : Lihat, kenapa? Petugas : Kalau lihat mengapa jalan juga di situ? Tamu : Bapak kan lihat tadi, saya bukan berjalan melainkan berlari. 150.
PC=HD/CCJ: 82/191
Eneng Abang Eneng Abang Eneng Abang Eneng Abang Eneng
: Bang pepayanya berapa? : Murah, Neng, Empat ribu saja! : Kalau saya beli satau, dikasi berapa? : Kalau beli satu, ya, dikasi satu! : Baik, Bang! Ini duit empat ribu saya beli satu. : Ini Neng, pepayanya. Terima kasih, Neng! : Iya, Bang. Ini yang saya beli.Yang dikasi mana? : Yang dikasi? : Tadi kan Abang bilang kalo beli satu dikasi satu. Jadi, yang dikasi mana pepayanya? Abang : Ha, Eneng nih bagaimana? Eneng : kan Abang yang bilang, kalo beli satu, dikasi satu!
Informasi yang diberikan membingungkan dan berbelit-belit.
151.
PC=HD/CCJ: 92/195
Sadeli Sateli Sadeli Sateli Sadeli Sateli
Informasi yang diberikan bermakna ambigu.
152.
PC=HD/CCJ: 122/208
U : Bapak mau minta jus apa? Jus alvokat, atau jus tomat? V : Jus tomat saja, tapi tidak pakai es ya! U : Wah, Pak, kalau tidak pakai s. Jadinya, JU tomat dong, Pak.
Informasi yang diberikan bermakna ambigu.
153.
PC=HD/CCJ: 127/211
A : Moyangku dulu adalah orang kaya raya, yang kekayaannya tidak akan habis dimakan sampai tujuh turunan. B : Lah, kamu sendiri kok jadi pengemis miskin! A : Ya, karena saya keturunan ke delapan.
Informasi yang diberikan bermakna ambigu.
154.
PC=HD/CCJ: 130/212
A : Kabarnya banyak pemimpin kita yang matanya bisa berubah
Informasi yang diberikan kurang jelas.
: Kalau bekerja di pemda DKI enak. : Apa enaknya? : Banyak sabetannya! : Kamu pengen kerja yang banyak sabetannya? : Ya, ingin sekali. Tapi kerja apa? : Pemain kuda lumping.
155.
PC-=HD/CCJ:133/212
warna. B : Berubah gimana? A : Sehari-hari matanya berwarna kuning karena dia berjuang untuk kelompok kuning. Lalu, kalau melihat uang proyek matanya jadi, hijau. Kemudian kalau dikritik rakyat matanya jadi merah. B : O, gitu ya. A : Tahun lima puluhan ketika masih banyak orang Belanda kalau kita mau beli karcis di Bioskop Metropole katanya gak boleh pakai sandal. B : Kenapa gak boleh pake sandal? Malu ya sama orang Belanda? A : Bukan, bukan, sebab itu! B : Jadi, kenapa? A : Ya, harus pake duit.
Informasi tidak disampaikan secara langsung dan berbelit-belit.
BIOGRAFI PENGARANG Abdul Chaer, dilahirkan di Karet Tanah Abang Jakarta, tanggal 7 November 1940. Oleh rekan-rekan generasi muda sering disapa dengan kata babe, malah juga engkong, beliau seorang BA (Betawai Asli) menjadi Lektor Kepala pada Universitas Negeri Jakarta (dulu : IKIP Jakarta) dan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta dalam matakuliah Linguistik Umum, Semantik, Sosiolinguistik, dan Psikolinguistik. Beliau memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Bahasa Indonesia dari IKIP Jakarta tahun 1969. Mengikuti Post Graduate Training Progamme pada Rejksuniversitiet, Leiden, Negeri Belanda tahun 1976-1977; mengikuti Workshop on Applied Linguistics di Postuniversitair Centrum, Limburg, Hasselt, Belgia tahun 1976; mengikuti Course on Lexicographi di School of Oriental and African Studies, University of London, Inggris, tahun 1977. Sejumlah seminar mengenai linguistik di dalam dan di luar negeri pernah diikuti. Beliau mempunyai banyak pengalaman di antaranya pernah menjadi (1) Instruktur Bahasa Indonesia pada Sekolah Bahasa Hankam (1983-1990), (2) pengajar Bahasa Indonesia pada Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa (1990-sekarang), (3) pengajar Bahasa Indonesia pada Kursus Reguler Pelaksana Bank Exim (1980-1989), (4) anggota redaksi Parameter, majalah penelitian IKIP Jakarta (1981-1990), (5) anggota redaksi majalah Pembinaan Bahasa Indonesia (1985-sekarang), (6) anggota Pengurus Pusat Himpunan Pembina Bahasa Indonesia (1978-1991), dan (7) ketua Komisariat Masyarakat Linguistik Indonesia, IKIP Jakarta (1987-sekarang) Selain itu beliau juga pernah menjadi (1) kopenyusun Buku Materi Pokok Kesuasatraan I (Universitas Terbuka 1986), (2) kopenyusun Buku Materi Pokok Kesusastraan II (Universitas Terbuka 1986), (3) anggota penyusun Kamus Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa 1983), (4) anggota perevisi Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua 1992, dan (5) kopenyusun buku Pelajaran Bahasa Indonesia SMP.
Karyanya yang telah diterbitkan oleh PT Rineka Cipta adalah Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (1990), Gramatika Bahasa Indonesia (1993), Pembakuan Bahasa Indonesia (1993), Linguistik Umum(1994), Sosiolinguistik: Pengantar Awal (1995), Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia (1997), Tata Bahasa Praktis (Edisi Revisi, 1997), Psikolinguistik: Kajian Teoretik (2003), Seputar Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (2003), Kamus Malaysia – Indonesia (2004), Bahasa Indonesia dalam Masyarakat: Telaah Semantik (2006), Leksikologi dan Leksikografi (2007), Kajian Bahasa (2007), Morfologi Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses (2008), Sintaksis Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses (2009), Fonologi Bahasa Indonesia (2009), Kamus Poupuler (2010), Bahasa Jurnalistik (2010), Telaah Bibliografi Kebahasaan (2010), Kesantunan Berbahasa (2010), dan Cekakak-Cekikik Jakarta (2011). Buku yang diterbitkan oleh penerbit lain adalah Kamus Dialek Jakarta – Bahasa Indonesia (Nusa Indah, 1976 Edisi Revisi, Masup Jakarta 2009), Kamus Idiom Bahasa Indonesia (Nusa Indah, 1984), Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia (Bhratara Karya Aksara, 1988), Penggunaan Imbuhan Bahasa Indonesia (Nusa Indah, 1989), Penggunaan Konjungsi dan Preposisi Bahasa Indonesia (1990), Belajar Mengarang (Manasco, 1993), Namaku Bahasa Indonesia (Manasco, 1993), Ketawa Ketiwi Betawi (Masup Jakarta, 2007), Kamus Ungkapan Bahasa Betawi (Masup Jakarta, 2009). Buku Cekakak Cekikik Jakarta adalah upaya beliau memperlihatkan kekayaan masyarakat Jakarta (termasuk etnis Betawinya) yang lain, yaitu humor. Humor dipungut dari masyarakat asli maupun kaum urban Jakarta. Sumbernya adalah sejumlah media massa, tetapi humor Jakarta yang sesungguhnya masih bersifat lisan, dan banyak yang tidak bersifat fiktif. Meliputi tema sosial, politik budaya, ekonomi, dan sebagainya. Termasuk humor mengenai tokoh-tokoh terkenal. Terentang dari masa Voor de Oorlog (sebelum perang) di Batavia sampai yang terjadi di wilayah sekitar yang sekarang disebut wilayah Jabodetabek.
Terkumpul lebih dari 300 humor dalam berbagai bentuk, yaitu dalam bentuk cerita, dialog, tebak-tebakan, peribahasa, dan plesetan. Humorhumor yang berkaitan dengan etnis tertentu dan bersifat “keterlaluan”, begitu pula yang bersifat porno (padahal jumlah bejibun) hanya disimpan untuk koleksi pribadi.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Sekolah
: SD Al-Mubarak
Mata Pelajaran
: Bahasa Indonesia
Kelas/Semester
: VII/II
Standar Kompetensi
: 10. Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman melalui kegiatan menanggapi cerita dan bertelepon.
Kompetensi Dasar
: 10.2 Bertelepon dengan kalimat yang efektif dan bahasa yang Santun
Indikator
: Mampu mendiskusikan tata cara bertelepon. Mampu mendata kesalahan-kesalahan kalimat dalam bertelepon. Mampu bertelepon dengan berbagai mitra bicara sesuai dengan konteks.
Alokasi Waktu
: 2 x 40 menit (1 x pertemuan)
A. Tujuan Pembelajaran Siswa mampu bertelepon dengan kalimat yang efektif dan bahasa yang santun
B. Materi Pembelajaran Bertelepon dengan etikanya
C. Metode Pembelajaran 1. Demonstrasi 2. Tanya jawab 3. Penguasaan
D. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran Pertemuan pertama (2 x 40 menit) 1. Kegiatan awal (15 menit)
a. Siswa mengamati pembicaraan melalui telepon yang dilakukan oleh narasumber b. Siswa dan guru bertanya jawab tentang bahasa yang dipakai oleh siswa yang bertelpon dalam hal salam pembuka salam penutup dan kalimat yang dipakai c. Siswa mampu merumuskan bahasa yang tepat dalam bertelpon
2. Kegiatan inti (55 menit) a. Siswa melakukan pembicaraan telepon antarteman secara bergantian dengan berbagai keperluan, misalnya: mengadakan perjanjian belajar bersama atau menanyakan buku yang dipinjam b. Siswa lain mengamati dan mencatat hal-hal yang kurang benar dari segi kebahasaan dan keruntutan c. Siswa melakukan pembicaraan denga sesama teman dengan bahasa yang telah diadakan perbaikan d. Siswa dan guru bertanya jawab tentang bagaimana bertelepon dengan berbagai lawan bicara: orangtua, guru, pejabat, orang yang tidak di kenal e. Siswa mempraktekkan cara bertelepon dengan berbagai lawan bicara secara bergantian dan cara melakukan pengamatan dan penilaian f. Guru memberikan penguatan
3. Kegiatan akhir (10 menit) a. Siswa mengucapkan dan mencatat salam pembuka, salam penutup yang baik dan kalimat yang efektif dalam bertelepon dengan sesama teman b. Siswa mendapatkan tugas di luar kelas/ di rumah untuk mebiasakan bertelepon dengan baik dan santun
E. Sumber Belajar 1. Pesawat telepon 2. Cara santun telepon
F. Penilaian Format Kriteria Penilaian
Produk (Hasil diskusi) Aspek Kriteria No. 1. Konsep Semua benar Sebagian besar benar Sebagian kecil benar Semua salah
Performansi No. Aspek 1. Praktik
2.
Sikap
Skor 4 3 2 1
Kriteria a. Aktif b. Cukup aktif c. Kurang aktif
Skor 3 2 1
a. Baik b. Cukup baik c. Kurang baik
3 2 1
Lembar Penilaian No. Nama Peserta Didik
Praktik
Sikap
Produk
Jumlah Skor
Nilai
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tangerang Selatan,_________________
Mengetahui, Kepala Sekolah SD AL-MUBARAK
Guru Mata Pelajaran
_________________________
_______________________
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah
: MTs Jabal Nur
Mata Pelajaran
: Bahasa Indonesia
Kelas/Semester
: VIII/I
Standar Kompetensi
: Berbicara 2. Mengungkapkan berbagai informasi melalui wawancara dan presentasi laporan
Kompetensi Dasar
: 2.1 Berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan dengan memperhatikan etika berwawancara
Indikator
:
1. Mampu membuat daftar pokok-pokok pertanyaan untuk wawancara. 2. Mampu melakukan wawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan dengan memperhatikan etika berwawancara Alokasi waktu
: 6 x 40 menit
A. Tujuan Pembelajaran Siswa dapat melakukan wawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan dengan memperhatikan etika berwawancara
B. Materi Pembelajaran Cara berwawancara
C. Metode Pembelajaran a. Pemodelan b. Inkuiri
c. Penugasan
D. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan Pertama a. Kegiatan Awal 1. Guru menunjukkan gambar artis / tokoh yang sedang berwawancara 2. Guru
dan
siswa
bertanya
jawab
mengenai
wawancara
yang
pernah
dilihat/didengar
b. Kegiatan Inti 1. Siswa diajak mengenali ciri wawancara dengan mengamati contoh-contoh di buku siswa 2. Siswa menulis daftar pertanyaan yang dikemukakan pewawancara kepada tokoh 3. Siswa secara berkelompok membandingkan pertanyaan kedua contoh 4. Siswa secara berkelompok menyimpulkan hubungan jenis pertanyaan dengan tujuan wawancara
c. Kegiatan Akhir Guru dan siswa melakukan refleksi
Pertemuan Kedua a. Kegiatan Awal 1. Siswa mengemukakan hubungan antara jenis pertanyaan dengan tujuan wawancara
b. Kegiatan Inti 1. Siswa mengelompokkan jenis pertanyaan yang bersifat langsung dan pertanyaan yang diawali pernyataan dalam kelompoknya masing-masing 2. Siswa menentukan pihak-pihak yang akan diwawancarai (OSIS, guru) 3. Siswa menyusun daftar pertanyaan untuk berwawancara dengan pihak yang telah ditentukan
4. Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok
c. Kegiatan Akhir Siswa dan guru menyimpulkan hasil presentasi
Pertemuan ketiga a. Kegiatan Awal Pembagian tugas dalam proses wawancara pada kelompok masing-masing
b. Kegiatan inti 1. Siswa melakukan wawancara dengan narasumber 2. Kelompok lain mengamati dan menilai dengan paduan penilaian yang sudah dibuat
c. Kegiatan Akhir 1. Siswa dan guru mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar 2. Guru memberikan tugas pengayaan menyimak contoh-contoh wawancara di media elektronik
E. Sumber Belajar 1. Buku pelajaran Bahasa Indonesia 2. Narasumber (siswa) 3. Rekaman
F. Penilaian Format Kriteria Penilaian Produk (Hasil diskusi) No.
Aspek
1.
Konsep
Kriteria
Skor
Semua benar
4
Sebagian besar benar
3
Sebagian kecil benar
2
Semua salah
1
Performansi No. Aspek
Kriteria
Skor
1.
a. Aktif
3
b. Cukup aktif
2
c. Kurang aktif
1
a. Baik
3
b. Cukup baik
2
c. Kurang baik
1
2.
Praktik
Sikap
Lembar Penilaian
No. Nama Peserta Didik
Praktik
Sikap
Produk
Jumlah Skor
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nilai
Tangerang, 12 Mei 2014
Mengetahui, Kepala Sekolah
Guru Mata Pelajaran
MTs Jabal Nur
Chairuddin, S.Ag.
Churin In Nabila
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Sekolah
: MA Jabal Nur
Mata pelajaran
: Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas/Semester
: XI – IPA /II
Pertemuan Ke-
: I-IV
Alokasi waktu
: 4 X 40 menit
Standar Kompetensi
: Berbicara 13. Memahami pendapat dan informasi dari berbagai sumber dalam diskusi atau seminar.
Kompetensi Dasar
: 13.1 Mengomentari pendapat seseorang dalam suatu diskusi atau seminar.
Indikator
:
1) Mampu memahami pendapat yang disampaikan pembicara dalam suatu diskusi atau seminar. 2) Mengajukan pertanyaan berkait dengan topik diskusi atau seminar 3) Mengomentari jalannya diskusi atau seminar yang telah berlangsung 1. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah selesai mengikuti pembelajaran “Mengomentari pendapat dalam diskusi/seminar” siswa diharapkan mampu mengomentari pendapat seseorang dalam suatu diskusi atau seminar. 2. MATERI PEMBELAJARAN 1. Cara berdiskusi dan mengomentari pendapat 3. METODE PEMBELAJARAN 1. Ceramah 2. Tanya Jawab 3. Inkuiri 4. NILAI KARAKTER 1. Komunikatif 2. Jujur 3. Menghargai Prestasi
1
5. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN Pertemuan Pertama 1. Kegiatan Awal Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Nilai Karakter A. Apersepsi a. Memberikan salam a. Menjawab salam Sopan santun kepada siswa dan dan membersihkan memeriksa kelas kebersihan kelas b. Mengabsen dan melihat kondisi kelas
b. Mengacungkan tangan
Disiplin
c. Mengajukan pertanyaanpertanyaan tentang materi yang telah dipelajari
c. Menjawab
Kritis dan teliti
d. Menyampaikan judul materi yang akan dipelajari dan tujuan yang ingin dicapai siswa.
d. Mendengarkan
Rasa ingin tahu dan terbuka
e. Mengajukan pertanyaanpertanyaan yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari
e.
Rasa ingin tahu dan kritis
Menjawab pertanyaan guru
2. Kegiatan Inti Kegiatan Guru A. Eksplorasi
Kegiatan Siswa
a. Guru menampilkan video contoh melaksanakan diskusi.
a. Melihat seksama
b. Guru bertanya jawab tentang diskusi yang telah ditampilkan.
b. Menjawab
B. Elaborasi
2
Nilai Karakter
dengan Kritis dan perhatian
Berani dan tekun
a. Guru meminta kepada siswa untuk membentuk kelompok diskusi yang terdiri atas 3-4 orang
a. Membentuk kelompok diskusi
Kerja sama
b. Guru meminta agar mendiskusikan cara mengemukakan pendapat yang baik dan merangkum isi pembicaraan video diskusi tersebut dalam beberapa kalimat.
b. Berdiskusi dengan Teliti dan tekun teman kelompok
c. Guru menjelaskan cara melakukan diskusi dan mengomentari pendapat yang baik serta cara merangkum isi diskusi.
c. Memperhatikan dengan seksama
d. Guru meminta kepada siswa untuk membacakan hasil diskusinya tentang cara melakukan diskusi yang baik dan isi pembicaraan dalam diskusi.
d. Mendengarkan Teliti dan tekun hasil diskusi teman kelompok
e. Guru meminta kelompok siswa yang lain untuk memberikan tanggapan terhadap kelompok temannya.
e. Memberikan tanggapan
Dapat dipercaya dan mandiri
a. Membuat kesimpulan
Bersahabat demokrasi
Kritis dan tekun
C. Konfirmasi a. Guru bersama-sama siswa membuat simpulan cara melaksanakan diskusi dan mengomentari pendapat orang lain.
3
dan
3. Kegiatan Akhir Kegiatan Guru Kegiatan Siswa a. Guru memberikan a. Mendengarkan motivasi kepada siswa untuk belajar diskusi dan mengomentari pendapat orang lain. b. Guru menutup kegiatan belajar tepat waktu dan mengucapkan salam
Nilai Karakter Mandiri dan terampil
b. Membaca doa dan Sopan santun menjawab salam religius
dan
Pertemuan Kedua 1. Kegiatan Awal Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Nilai Karakter A. Apersepsi a. Memberikan salam a. Menjawab salam Sopan santun kepada siswa dan dan membersihkan memeriksa kebersihan kelas kelas b. Mengabsen dan melihat kondisi kelas
b. Mengangkat tangan
Disiplin
c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang telah dipelajari
c. Menjawab
Tekun dan teliti
2. Kegiatan Inti Kegiatan Guru A. Eksplorasi
Kegiatan Siswa
a. Guru menampilkan contoh video diskusi yang lain.
a. Melihat seksama
b. Guru meminta kepada siswa untuk memberikan komentar tentang diskusi yang telah
b. Memberikan komentar
4
Nilai Karakter
dengan Kritis dan perhatian
Berani dan tekun
ditampilkan. B. Elaborasi a. Guru meminta siswa untuk membentuk kelompok diskusi yang terdiri atas 5-6 orang.
a. Membentuk kelompok
Kerja sama
b. Guru memberikan teks bacaaan tentang “Pengaruh Televisi terhadap Perkembangan Anak”.
b. Membaca teks
Teliti dan tekun
c. Guru meminta kepada kelompok siswa untuk mendiskusikan pengaruh televisi terhadap perkembangan dan pendidikan anak.
c. Berdiskusi dengan Kerja sama dan kritis teman kelompok
d. Guru meminta kepada masing-masing kelompok untuk membacakan hasil diskusinya
d. Memperhatikan dengan seksama
Tanggung jawab
e. Guru meminta kepada kelompok lain untuk mengajukan pertanyaan.
e. Mengajukan pertanyaan
Dapat dipercaya dan mandiri
f. Guru meminta kepada siswa yang lain untuk memberikan pendapat dan tanggapan tentang hasil diskusi temannya.
f. Memberikan pendapat tanggapan
Jujur dan terbuka dan
C. Konfirmasi a. Guru bersama-sama siswa membuat simpulan cara melaksanakan diskusi dan mengomentari pendapat orang lain.
a. Membuat kesimpulan
5
Bersahabat demokrasi
dan
3. Kegiatan Akhir Kegiatan Guru Kegiatan Siswa a. Guru memberikan a. Mendengarkan motivasi kepada siswa untuk belajar diskusi dan mengomentari pendapat orang lain. b. Guru menutup kegiatan belajar tepat waktu dan mengucapkan salam
b. Membaca doa menjawab salam
Nilai Karakter Mandiri dan terampil
dan Sopan santun religius
dan
6. SUMBER BELAJAR 1. Video pelaksanaan diskusi 2. Buku Bahasa Indonesia SMA/MA kelas XI oleh Atep Tatang penerbit PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri 3. LKS Smart bahasa Indonesia kelas XI 7. PENILAIAN Indikator a. Mampu memahami pendapat yang disampaikan pembicara dalam suatu diskusi
Teknik Tes tulis
Bentuk Instrumen Uraian
Contoh Instrumen 1. Pahamilah pendapat yang disampaikan pembicara dalam diskusi tersebut!
b. Mampu mengajukan pertanyaan berkait dengan topik diskusi
2. Berilah pertanyaan yang berkaitan dengan topik diskusi tersebut!
c. Mampu mengomentari jalannya diskusi
3. Berilah komentar terhadap jalannya diskusi tersebut!
Format Kriteria Penilaian Produk (Hasil diskusi) No.
Aspek
Kriteria 6
Skor
1.
Konsep
Semua benar Sebagian besar benar Sebagian kecil benar Semua salah
4 3 2 1
Performansi No. Aspek 1. Praktik
Kriteria a. Aktif b. Cukup aktif c. Kurang aktif
Skor 3 2 1
2.
a. Baik b. Cukup baik c. Kurang baik
3 2 1
Sikap
Lembar Penilaian No. Nama Peserta Didik
Praktik
Sikap
Produk
Jumlah Skor
Nilai
1. 2. 3. Catatan: Nilai= (Jumlah skor : jumlah skor maksimal) x 10 Untuk peserta didik yang tidak memenuhi syarat penilaian KKM maka diadakan remedial
Tangerang, 2 April 2014
Mengetahui, Kepala Sekolah MA Jabal Nur
Guru Mata Pelajaran
Abdul Rohman, M. Pd.
Churin In Nabila 7
:7 t J
LEMBAR UJI REFERENSI
Nama
ChurinIn Nabila
NIM
1I 1013000003
Jurusan/Prodi
PendidikanBahasadanSastraIndonesia
Judul Skripsi
Prinsip Kerja SamaGrice dalamHumor Cekaknk-CekikikJakartaKarya Abdul ChaersertaImplikasinyaterhadapPembelajaranBahasaIndonesia. Referensi
No. I
Paraf
Ayusya. "WacanaNgupingJaknrta:Tinjauan terhadapPrinsip Kerja Sama, Koherensi, Makrostruktur, dan Suprastrukturdalam Blog
('
Humor." Skripsi Sl FakultasIlmu PengetahuanBudaya,Universitas IndonesiaDepok,2010.
2.
Ariel, Mira. Defining Pragmatics. Cambridge University Press: New York. 2010.
a J.
Chaer, Abdul. Cekakak-CekikikJakarta. Jakarta: Rineka Cipta. 2OII.
4.
Chaer,Abdul. KesantunanBerbahasa.Jakarta:RinekaCipta.2010.
5.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. Sosiolinguistik. Jakarta: PT RinekaCipta.2010.
6.
T
1
v \
Chairunisa, Tyas. "Analisis Pelanggaranterhadap Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Kesantunanpada Humor Singkat." Skripsi S1 Fakultas Ilmu PengetahuanBudaya, Universitas IndonesiaDepok, 201t.
7.
Cummings, Louise. Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner. Yogyakarta:PustakaPelajar.2007.
+
to' t
8.
Darmansyah. Strategi Pembelajaran Menyenangknn dengan Humor. Jakarta:Bumi Aksara. 2010.
9.
Djajasudarma,Fatimah. Wacana & Pragmadfr. Bandung: Refika Aditama.2012.
1 0 . Fauziah, Syifa. "Maksim Ke{a Sama pada Dialog Tokoh Utama dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih I dan Implikasinya bagi PembelajaranBahasa Indonesia di SMA". Skripsi S1 Fakultas
v 1
1
Bahasadan Seni,UniversitasNegeri Jakarta,20Il. ll
Hindun. Pragmatik.
T2, Huang, Yan. Pragmafics. New York: Oxford University Press. 2007.
!
+
1 3 . Kushartanti dkk. Pesona Bahasa: Langknh Awal Memahami Linguistik. Jakarta:Gramedia. 2009.
T4, Leech, Geoffrey. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: UI Press. 1993.
1 5 . Lubis, Hamid Hasan. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa.20ll.
1 6 . Mahsun. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada.2007.
(,
+ r
v
1 7 . Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
T
Remaja Rosdakarya. 2013.
T
1 8 . Muhammad. Metode Penelitian Bahasa. Jogiakarta: Ar-Ruzz Media.20ll.
1 9 . Mukhtar. Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta: Referensi.2013.
,l
20. Nadar, F.X. Pragmatik & Penelitisn Pragmatik.Yogyakarta:Graha Ilmu.2009.
2 1 . Pangaribuan,Tagor. Paradigma Bahasa. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2008.
I
.i
{
t
!et I
22. Purwo,
Bambang
Kaswanti.
Pragmatik
dan
Pengajaran
B ahasa.Y ogyakarta:Kanisius. 2009.
2 3 . Purwo, Bambang Kaswanti. Bulir-Bulir
Sastra &
q
Bahass.
Yogyakarta:Kanisius.1991.
\
24. Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. PT Gramedia PustakaUtama: Jakarta.2008.
25. Rahardi, Kunjana. Dimensi-Dimensi Kebahasaan. Jakarta: Erlangga.2006.
{
q
26. Rahardi, Kunj ana. Sosi opragmatik. J akarta:Erlangga. 2009. {-
27. Rahardi, Kunjana. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa lndonesia.Jakarta:Erlangga.2009.
28. Rohmadi, Muhammad. Pragmatik: Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.2010.
29. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:Alfabeta. 2009.
30. Suhartono dan Yuniseffendri, Pragmatik. Jakarta: Universitas Terbuka.20Il.
3 1 . Tarigan, Henry Guntur. PengajaranPragmatik. Bandung:Angkasa. 1984.
{
4
+
+
{
32. Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. Analisis Wacana
JJ.
Pragmatik, Surakarta:Yuma Pustaka,2010.
{
Wijana, I Dewa Putu. Kartun: Studi tentang Permainan Bahasa.
I
Yogyakarta:Ombak. 2003.
3 4 . Yule, George.Pragmatik. Y ogyakarta:PustakaPelajar. 2006.
v
rr K E ME N T E R IAANGA MA UINJAKARTA FITK
No.Dokumen
FORM(FR)
fgl.Terbit
FITK-FR-AKD-OE1 1 Maret 201O 1t1
Jl. lt H. Juanda Na 95 Ciputat 15412 lndonesia
SKRIPSI SURATBIMBINGAN 1.3 1........12013 N o m o r: U n , 0I / F .1, / K M . 0
.2011 Jakafta.26 Nover-nber
Larnp. :r : BimbinganSkripsi Hal KepadaYth, Ibu Dr, Darsita,M.Hurn Skripsi Pernbimbing FakultasIlnru TarbiyahdanKeguruan UIN SyarifHidayatullah .lakarta, Assalamu.'alaikum u,r.wb. Dengan ini diharapkan kesediaan Saudara untuk nrenjadi pembimbing I/ll (rnaterTtekn i s) penuIisanskripsi mahasiswa:
Nama
ChurinIn Nabila
NIM
I I I0013000003
Jurusan
Indonesia danSastra Bahasa Pendidikan
Semester
VII (Tujuh)
Sliripsi .luclul
PrinsipKe{a SamaGricedalarnHumorCekakak-Cekikik,lakarta
BahasaIndonesia, Pernbelajaran terhadap karyaAbclulChaerserlaImplikasinya pada tanggalil5 Oktobcr oleh Jurusanyang bersangktttan telah clisetujLri ,ludultelsebLrt perubahan redaksionalpada melakukan dapat Saudara terlampir. 2013 . abstr.aksi/oriline judul tersebut,Apabila perubahansubstansialdianggap perlu, tnohon penrbirnr:ing menghubungi.lurusanterlebihdahr.rlu. Birnbingal skripsi ini diharapkarrselesaidalam waktu 6 (enam) bulan, clan dapat diperpanjangselama6 (enam)bulanberikutnyatanpasuratperpanjangan. Atas perhatiandan kerjasamaSaudara,karni ucapkanterimakasih. Wassalamw'alaikuntwr,w b,
ra lndonesia
itriyahZA. IU.Pd 1 9 9 7 0230 0 1 Tembusan: l. DekanF-ITI( 2. Mahasiswaybs.
BIOGRAFI PENULIS Churin In Nabila, lahir di Lamongan, 12 April 1992 dari seorang ibu yang bernama Mardliyah dan seorang abah bernama H. Munif, AR. Menikmati masa pendidikan sejak Taman Kanak-Kanak lulus tahun (1998), MI PPI Bintang Sembilan Babat Lamongan (2004), MTs dan MA Pondok Pesantren At-Tanwir Talun Sumberrejo Bojonegoro (2010). Pada tahun 2010, dia berhasil lulus di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Selanjutnya, anak pertama dari empat bersaudara ini menikah dengan Khoirul Fatihin, S.Pd.I pada tanggal 10 Juli 2010, dan baru dikaruniai seorang anak perempuan bernama Channa Aulia Fatihiyah. Kini dia tinggal di Jl. Kp. Gunung No.60 Cipondoh Tangerang, mengabdikan diri menjadi tenaga pengajar (guru Bahasa Indonesia) di Pondok Pesantren Modern Terpadu Jabal Nur, sejak tahun 2010-sekarang. Selain mengajar pelajaran bahasa Indonesia, penulis juga mengajar kitab salafiyah seperti Matan Jurumiah, Arba’ur Rosail, Tuhfatul Athfal, dan lain sebagainya. Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, guru, dan juga mahasiswa, dia jalani dengan tekun dan sabar. Berusaha membagi waktu agar semua tugasnya bisa berjalan dengan lancar, atas dorongan semangat dan motivasi yang diberikan oleh suami beserta anaknya, kini bisa menyelesaikan studinya guna menempuh sarjana pendidikan (S.Pd). Penulis mempunyai motto bahwa “Dunia bisa ditaklukkan dengan pendidikan, jadi belajarlah sepanjang hayat.” Hal ini merupakan motivasi kepada keluarga besarnya, bahwa seorang perempuan meskipun sudah menjadi ibu rumah tangga akan tetap bisa meraih cita-citanya dengan menempuh pendidikan dan mengamalkannya kepada orang lain.