perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN DAN IMPLIKATUR DALAM ACARA OPERA VAN JAVA DI TRANS 7: SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh DWI ARIYANI C0206002
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2010
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN DAN IMPLIKATUR DALAM ACARA OPERA VAN JAVA DI TRANS 7: SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK
Disusun oleh DWI ARIYANI C0206002
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing
Miftah Nugroho, S.S., M.Hum. NIP 197707252005011002
Mengetahui Ketua Jurusan Sastra Indonesia
Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag. NIP 196206101989031001
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN DAN IMPLIKATUR DALAM ACARA OPERA VAN JAVA DI TRANS 7: SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK Disusun oleh DWI ARIYANI C0206002
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada Tanggal 27 Desember 2010 Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Ketua
Dra. Chattri Sigit Widyastuti, M.Hum. NIP 196412311994032005
.......................
Drs. Kaswan Darmadi, M.Hum. NIP 196203031989031005
.......................
Miftah Nugroho, S.S., M.Hum. NIP 197707252005011002
.......................
Dr. Dwi Purnanto, M. Hum. NIP 196111111986011002
.......................
Sekretaris
Penguji I
Penguji II
Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Drs. Sudarno, M.A. NIP 195303141985061001 commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama : Dwi Ariyani NIM : C0206002
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Pelanggaran Prinsip Kesantunan dan Implikatur dalam Acara Opera Van Java di Trans 7: Sebuah Kajian Pragmatik adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, 14 Desember 2010 Yang membuat pernyataan,
Dwi Ariyani
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Perjalanan ratusan mil diawali dengan satu langkah.“ (Lao Tzu)
Jangan pernah menyerah dengan apa yang sedang kau perjuangkan. Jika tidak, semua yang telah kau lakukan akan menjadi sia-sia. (Penulis)
“Pikiran yang bagus dan hati yang bagus adalah kombinasi yang hebat.” (Nelson Mandela)
“Orang mungkin ragu pada apa yang kau katakan, tapi mereka akan percaya dengan apa yang kau lakukan.” (Levis Cass)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya tulis ini Penulis persembahkan kepada: Bapak Ibu tercinta yang selalu memberi dukungan dan doa Kakakku satu-satunya, yang selalu memberi semangat Almamater Universitas Sebelas Maret Surakarta
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pelanggaran Prinsip Kesantunan dan Implikatur dalam Acara Opera Van Java di Trans 7: Sebuah Kajian Pragmatik dengan lancar. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra di Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak berikut. 1. Drs. Sudarno, M.A. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. 2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah memberi izin dalam penulisan skripsi ini. 3. Rianna Wati, S.S. selaku pembimbing akademis penulis selama masa kuliah. 4. Miftah Nugroho, S.S., M.Hum. selaku pembimbing penulis yang dengan penuh kesabaran membimbing dan memberi petunjuk pada penulis dalam mengerjakan skripsi ini. 5. Drs. Hanifullah Syukri, M.Hum. selaku penelaah penulis yang bersedia memberi petunjuk dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini. 6. Bapak dan ibu dosen serta seluruh staf pengajar Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret atas semua ilmu dan fasilitas yang telah penulis terima.
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Staf UPT Perpustakaan Universitas Sebelas Maret dan staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberikan kemudahan dalam mendapatkan sumber data dan buku-buku referensi untuk penyelesaian skripsi ini. 8. Bapak dan ibu tercinta, Hyongnim, dan seluruh keluarga atas doa dan dukungan yang selalu tercurah. 9. Mas Bayu yang selalu mengingatkan untuk mengerjakan skripsi. 10. Okky dan teman-teman rumah yang telah memberikan hiburan dan kebersamaan yang menyenangkan. Sahabat-sahabatku yang setia. 11. Teman-teman Sasindo ’06 atas kebersamaan dan bantuannya selama ini. 12. Kakak-kakak tingkat angkatan berapa pun yang telah membantu penulis. 13. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah ikut serta dalam melancarkan proses penulisan ini. Semoga segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah Swt. Karya tulis ini tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sumbangan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga karya tulis ini bermanfaat bagi pembaca. Surakarta, 14 Desember 2010 Penulis,
Dwi Ariyani
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PERSETUJUAN......................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................
iv
MOTTO ....................................................................................................
v
PERSEMBAHAN .....................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ..............................................................................
vii
DAFTAR ISI .............................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .....................................................................................
xii
DAFTAR SINGKATAN ..........................................................................
xiii
ABSTRAK ................................................................................................
xiv
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah .........................................................
1
B. Pembatasan Masalah ...............................................................
5
C. Rumusan Masalah ...................................................................
5
D. Tujuan Penelitian ....................................................................
5
E. Manfaat Penelitian ..................................................................
6
F. Sistematika Penulisan .............................................................
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI .................
8
A. Tinjauan Pustaka .....................................................................
8
B. Landasan Teori ........................................................................
10
1. Pragmatik .......................................................................... commit to user
10
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Pragmatik Humor ..............................................................
11
3. Situasi Tutur ......................................................................
12
4. Tindak Tutur......................................................................
13
5. Kesantunan Berbahasa ......................................................
16
6. Teori Kesantunan Brown dan Levinson ............................
17
7. Prinsip Kesantunan Leech .................................................
19
8. Prinsip Ironi .......................................................................
25
9. Implikatur Percakapan ......................................................
25
10. Humor ...............................................................................
26
C. Kerangka Pikir ........................................................................
28
BAB III METODE PENELITIAN............................................................
30
A. Jenis Penelitian ........................................................................
30
B. Sampel .....................................................................................
30
C. Data dan Sumber Data ............................................................
31
D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ..................................
32
E. Klasifikasi Data .......................................................................
32
F. Teknik Analisis Data ...............................................................
33
G. Metode Penyajian Hasil Analisis Data ....................................
34
BAB IV ANALISIS DATA ......................................................................
35
A. Bentuk Pelanggaran Prinsip Kesantunan ................................
35
1. Maksim Kearifan ...............................................................
35
2. Maksim Kedermawanan....................................................
43
3. Maksim Pujian ..................................................................
46
4. Maksim Kerendahan Hati ................................................. commit to user
51
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Maksim Kesepakatan ........................................................
55
6. Maksim Simpati ................................................................
58
7. Maksim Pertimbangan ......................................................
62
B. Prinsip Ironi dalam Acara OVJ ...............................................
67
C. Implikatur yang Muncul dalam Acara OVJ ............................
70
1. Implikatur Menghina .........................................................
71
2. Implikatur Memancing Amarah ........................................
72
3. Implikatur Tidak Suka dengan Kedatangan Orang Lain...
73
4. Implikatur Mempengaruhi ................................................
74
5. Implikatur Tidak Suka.......................................................
75
6. Implikatur Ingin Menyiksa ................................................
77
7. Implikatur Tidak Sayang kepada Istri ...............................
78
8. Implikatur Menyuruh ........................................................
79
9. Implikatur Merayu ............................................................
80
BAB V PENUTUP ....................................................................................
82
A. Simpulan .................................................................................
82
B. Saran ........................................................................................
83
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
84
LAMPIRAN ..............................................................................................
1
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Lima Fungsi Umum Tindak Tutur.......................................
15
Tabel 2.
Pelanggaran Prinsip Kesantunan .........................................
66
Tabel 3.
Penerapan Prinsip Ironi .......................................................
70
Tabel 4.
Implikatur Percakapan .........................................................
81
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
CP
: Cooperative Principle (Prinsip Kerja Sama)
OVJ
: Opera Van Java
PP
: Politeness Principle (Prinsip Kesantunan)
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Dwi Ariyani. C0206002. 2010. Pelanggaran Prinsip Kesantunan dan Implikatur dalam Acara Opera Van Java di Trans 7: Sebuah Kajian Pragmatik. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana bentuk pelanggaran prinsip kesantunan dalam OVJ?, (2) Bagaimana prinsip ironi dalam OVJ?, dan (3) Bagaimana implikatur yang muncul dalam OVJ? Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan bentuk pelanggaran prinsip kesantunan dalam OVJ, (2) Mendeskripsikan prinsip ironi dalam OVJ, dan (3) Mendeskripsikan implikatur yang muncul dalam OVJ. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan pragmatik. Sumber data yang digunakan adalah percakapan atau dialog dalam tayangan OVJ di Trans 7 episode 1-7 Februari 2010. Data dalam penilitian ini adalah tuturan yang mengandung pelanggaran prinsip kesantunan dan tuturan yang mengandung penerapan prinsip ironi dalam acara OVJ di Trans 7, yang ditayangkan pada 1-7 Februari 2010. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak, sedangkan teknik untuk pengumpulan data menggunakan teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik rekam, dan teknik catat. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis heuristik. Metode penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini adalah penyajian secara informal dan formal. Berdasarkan analisis dapat disimpulkan beberapa hal. Pertama, ditemukan pelanggaran terhadap prinsip kesantunan. Pelanggaran terhadap prinsip kesantunan ditemukan pada banyak data dan meliputi semua maksimnya (tujuh maksim). Pelanggaran paling banyak ialah terhadap maksim pujian, yang diikuti oleh maksim kearifan, simpati, kesepakatan, pertimbangan, kerendahan hati, dan terakhir maksim kedermawanan. Kedua, terdapat prinsip ironi dalam acara OVJ. Hanya terdapat sedikit data yang mengandung penerapan prinsip ironi. Hal tersebut karena kemungkinan para pemain OVJ akan merasa lebih puas jika menghina/mengecam orang lain secara terang-terangan. Pemain OVJ kelihatan bahagia jika berhasil menghina orang lain, hal itu dapat dilihat dari raut muka mereka yang tersenyum. Ketiga, ditemukan beberapa implikatur percakapan dalam acara OVJ. Implikatur tersebut terdiri dari sembilan (9) macam implikatur yang berbeda. Kesembilan macam implikatur tersebut ialah implikatur menghina, memancing amarah, tidak suka dengan kedatangan orang lain, mempengaruhi, tidak suka, ingin menyiksa, tidak sayang kepada istri, menyuruh, dan merayu. Dalam acara OVJ implikatur yang terjadi didominasi oleh implikatur menghina.
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai alat komunikasi manusia mempunyai peranan yang sangat penting dalam interaksi manusia. Bahasa dapat digunakan untuk menyampaikan ide, gagasan, keinginan, perasaan, dan sebagainya kepada orang lain. Tanpa bahasa manusia akan kesulitan dalam berkomunikasi dan berinteraksi sosial. Selain sebagai alat komunikasi, bahasa juga berfungsi sebagai penyampai pesan seseorang kepada orang lain. Berbahasa dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan. Dalam berbahasa, terkadang seseorang tidak menyatakannya secara langsung, melainkan melalui maksud yang tersembunyi di balik tuturannya. Selain itu, dalam memahami sebuah tuturan mitra tutur tidak dapat hanya mengandalkan
kata-kata
yang
menyusunnya
saja,
melainkan
harus
memperhatikan juga fenomena yang ada di luar bahasa. Ketidakmampuan linguistik struktural untuk menjelaskan fenomena yang ada di luar kalimat serta kejenuhan para linguis terhadap linguistik struktural yang mengkaji bahasa dalam batasan kalimat saja memicu lahirnya cabang ilmu linguistik yang disebut „pragmatik‟ di awal tahun 1960-an. Pragmatik berisi halhal tentang penggunaan bahasa yang tidak dapat dijelaskan dari sudut pandang linguistik struktural (Jumanto, 2009: 83). Tidak semua tuturan mempunyai makna sesuai dengan kata-kata yang menyusunnya, terkadang ada maksud yang tersembunyi di belakangnya. Pragmatiklah yang dapat mengkaji hal ini. Menurut Gunarwan (dalam Rustono, 1999: 4), pragmatik adalah bidang linguistik yang commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
mengkaji hubungan (timbal balik) fungsi ujaran dan bentuk (struktur) kalimat yang mengungkapkan ujaran. Penelitian terhadap pragmatik dapat dilakukan pada segala macam tuturan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik tuturan yang terdapat di masyarakat maupun tuturan di tayangan televisi. Dalam penelitian ini, penulis bermaksud untuk meneliti tuturan dalam acara humor Opera Van Java (yang selanjutnya akan disebut OVJ). OVJ menggunakan ragam tutur nonformal. OVJ merupakan sebuah acara humor yang unik, karena tidak sama dengan acara humor seperti biasanya yang dikemas dengan cerita yang rapi. Di sini, ceritanya sering tidak sesuai dengan jalan cerita yang seharusnya. Akan tetapi, justru inilah yang menjadikannya lucu. Selain itu, OVJ menggunakan konsep wayang yang juga lain dari yang lain. Konsep tersebut ialah bahwa wayang-wayangnya dapat berkomunikasi dengan dalang dan dapat mengadu argumentasi mereka. Hal menarik lainnya dalam OVJ adalah bahwa wayang dapat berbicara dengan wayang yang lain sebagai pemeran (pemeran yang sebenarnya), bukan sebagai tokoh yang sedang dimainkan. Sebagai sebuah acara humor, tentu saja tuturan yang terdapat di dalamnya bertujuan untuk menimbulkan efek lucu. Dalam OVJ tidak jarang ditemukan tuturan yang merendahkan orang lain, atau bahkan diri sendiri. Misalnya ialah tuturan Sule “Walaupun muka gua jelek, tapi pesek.” Tuturan tersebut berarti bahwa Sule telah merendahkan dirinya sendiri, yaitu dengan mengatakan bahwa dia jelek. Tuturan dalang Parto “Sek, saya lagi mo nutup Sek.” (ditujukan kepada Sule) berarti merendahkan mitra tuturnya, yaitu Sule. „Sek‟ ialah kependekan dari pesek, yang berarti menghina Sule bahwa hidungnya pesek. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
Tuturan-tuturan yang digunakan dalam OVJ menarik untuk diteliti. Meskipun dalam OVJ terdapat tuturan yang mematuhi dan melanggar prinsip kesantunan, yang akan diteliti ialah tuturan yang menunjukkan ketidaksantunan kepada orang lain. Hal tersebut karena, jika merendahkan diri sendiri berarti hanya akan menyakiti diri sendiri, bukan orang lain, dan hal itu sudah biasa karena tidak akan berdampak negatif pada orang lain. Bertutur yang menyakiti atau merugikan orang lain merupakan tindakan yang tidak sopan, sedangkan dalam kehidupan sehari-hari tentu saja semua orang lebih menyukai tuturan yang ditujukan kepadanya itu sopan. Akan tetapi, bagaimana dalam sebuah acara humor? Atas dasar apa para pemain menuturkan tuturan yang melanggar prinsip kesantunan? Dalam acara humor mungkin tidak seperti dalam kehidupan nyata. Sebuah acara humor tidak mempermasalahkan mengenai sopan santun kepada mitra tuturnya, karena jika tuturannya sopan akan terdengar sangat „datar‟ dan tidak menarik untuk ditonton. Selain itu mungkin juga ada implikatur di balik ketidaksantunan tuturan dalam sebuah acara humor. Mampu bertutur secara halus dan isi tutur katanya memiliki maksud yang jelas dapat menyejukkan hati dan membuat orang lain berkenan. Seandainya perilaku bahasa setiap orang seperti itu, rasa kebencian, rasa curiga, sikap berprasangka buruk terhadap orang lain tidak perlu ada (Pranowo, 2009: 1). Kesantunan seseorang dapat dilihat dari tuturannya, karena bahasa merupakan cermin kepribadian seseorang. Artinya, melalui bahasa yang digunakan seseorang dapat diketahui kepribadiannya (Pranowo, 2009: 3). Seseorang akan merasa senang jika mitra tuturnya berbicara dengan santun. Pemakaian bahasa secara santun belum banyak mendapat perhatian. Oleh karena commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
itu, sangat wajar jika sering ditemukan pemakaian bahasa yang baik ragam bahasanya, tetapi nilai rasa yang terkandung di dalamnya menyakitkan hati pembaca atau pendengarnya. Hal ini terjadi karena pemakai bahasa belum mengetahui bahwa di dalam suatu struktur bahasa (yang terlihat melalui ragam dan tata bahasa) terdapat struktur kesantunan. Struktur bahasa yang santun adalah struktur bahasa yang disusun oleh penutur/penulis agar tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca (Pranowo, 2009: 4). Berdasarkan uraian tersebut, kesantunan mempunyai arti penting dalam berbahasa. Dalam pragmatik terdapat banyak prinsip mengenai kesantunan yang dapat digunakan untuk menganalisis tuturan. Prinsip mengenai kesantunan tersebut antara lain dikemukakan oleh Brown dan Levinson, Leech, Lakoff, Yueguo Gu, dan sebagainya (Asim Gunarwan, 2007: 102). Prinsip kesantunan Leech (selanjutnya akan disebut prinsip kesantunan saja) menjelaskan bagaimana bertutur secara santun dengan membagi menjadi tujuh macam maksim. Ketujuh maksim tersebut dijelaskan dengan masing-masing dua submaksim yang lebih terperinci. Dengan tujuh maksim yang dirumuskan oleh Leech, dapat dianalisis apakah tuturan tersebut santun atau tidak santun kepada orang lain. Setiap maksim dari tujuh maksim tersebut dapat dimanfaatkan untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan. Prinsip kesantunan ini dapat digunakan untuk menganalisis tuturan dalam OVJ apakah termasuk sopan atau tidak. Dengan tujuh maksim yang dirumuskan oleh Leech, dapat dianalisis apakah tuturan tersebut santun atau tidak santun kepada orang lain. Selain itu, dalam prinsip kesantunan tersebut disertai pula dengan tiga skala kesantunan. commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setiap maksim dari tujuh maksim tersebut dapat dimanfaatkan untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan. Prinsip kesantunan ini dapat digunakan untuk menganalisis tuturan dalam OVJ apakah termasuk sopan atau tidak. Dengan skala kesantunan pula, dapat diketahui peringkat kesantunan sebuah tuturan.
B. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dimaksudkan agar penelitian lebih terarah dan mempermudah penulis dalam menentukan data yang diperlukan. Penelitian ini dibatasi pada tuturan dalam acara OVJ yang melanggar prinsip kesantunan dan tuturan yang mengandung prinsip ironi. Tuturan-tuturan tersebut juga dibatasi pada penayangan OVJ episode 1 sampai 7 Februari 2010.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, masalah-masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimanakah bentuk pelanggaran prinsip kesantunan dalam acara OVJ? 2. Bagaimana prinsip ironi dalam acara OVJ? 3. Bagaimana implikatur yang muncul berdasarkan pelanggaran prinsip kesantunan dalam acara OVJ?
D. Tujuan Penelitian Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga hasil penelitiannya dapat diketahui. Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut.
commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Mendeskripsikan bentuk pelanggaran prinsip kesantunan dalam acara OVJ. 2. Mendeskripsikan prinsip ironi dalam acara OVJ. 3. Mendeskripsikan implikatur yang muncul berdasarkan pelanggaran prinsip kesantunan dalam acara OVJ.
E. Manfaat Penelitian Sebuah penelitian yang dilakukan harus dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis. Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain: 1. Manfaat Teoretis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi perkembangan studi tentang prinsip kesantunan, ironi, dan implikatur khususnya dalam tuturan yang bersifat humor. 2. Manfaat Praktis. Manfaat praktis penelitian ini adalah dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam hal pemahaman wacana dialog humor, terutama dalam hal memahami pelanggaran prinsip kesantunan, penerapan prinsip ironi, serta implikatur yang muncul dari pelanggaran tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk landasan kajian penelitian sejenis selanjutnya.
F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan diperlukan untuk mempermudah penguraian masalah dalam suatu penelitian, karena cara kerja penelitian lebih terarah, runtut, dan jelas. Penulisan yang sistematis banyak membantu pembaca dalam commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memahami hasil penelitian. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini tersusun atas lima bab. Kelima bab itu adalah sebagai berikut. Bab pertama pendahuluan. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab kedua landasan teori. Bab ini terdiri atas tinjauan studi terdahulu, landasan teori, dan kerangka pikir. Tinjauan studi terdahulu merupakan tinjauan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang sejenis, sedangkan landasan teori berisi tentang teori-teori yang digunakan untuk mengkaji dan memahami permasalahan yang diteliti. Kerangka pikir berisi gambaran secara jelas kerangka yang digunakan penulis untuk mengkaji dan memahami permasalahan yang diteliti. Bab ketiga metode penelitian. Bab ini akan memberikan gambaran proses penelitian yang terdiri atas metode penelitian, data dan sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Bab keempat analisis data. Bab ini merupakan inti dari penelitian yang berisikan analisis data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Bab kelima penutup. Bab ini berisi simpulan hasil penelitian dan saran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka Bagian ini akan memaparkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang sejenis dan relevan dengan penelitian ini. Erfan Rony Hadmoko (2004) dalam skripsinya yang berjudul “Kesantunan Tindak Tutur Ilokusioner dalam Rubrik Konsultasi pada Surat Kabar” memaparkan tiga masalah dalam penelitiannya. Ketiga masalah tersebut ialah 1) Bagaimanakah wujud tindak tutur ilokusioner berdasarkan skala kesantunan pragmatik dalam rubrik konsultasi, 2) bagaimanakah strategi tutur penanya dalam menuturkan pertanyaan pada rubrik konsultasi, dan 3) bagaimanakah wujud ungkapan penanda kesantunan dalam rubrik konsultasi. Berdasarkan hasil analisis data yang penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan skala kesantunan pragmatik wujud tindak tutur ilokusioner yang diutarakan penanya maupun pengasuh rubrik mengandung skala kerugian dan keuntungan, skala pilihan, skala ketidaklangsungan, dan skala keotoritasan. Dalam penelitian ini dideskripsikan juga mengenai wujud kesantunan strategi tutur penanya dalam menuturkan pertanyaan kepada rubrik konsultasi, yang mencakup hal-hal: (1) panjang pendek tuturan, (2) urutan tutur, (3) langsung – tak langsung tuturan, dan (4) kata sapaan. Keempat hal tersebut dipandang sebagai faktor strategi tutur penanya dalam menuturkan pertanyaan kepada rubrik konsultasi. Secara linguistik, kesantunan dalam pemakaian tindak tutur ilokusioner dalam rubrik dalam rubrik konsultasi sangat ditentukan oleh muncul atau tidaknya ungkapan commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id
9 digilib.uns.ac.id
penanda kesantunan. Penanda kesantunan itu dapat disebutkan, yaitu tolong, mohon, cobalah, dan hendaknya. Skripsi Bambang Pamuji Rahardjo yang berjudul “Implikatur Tuturan Humor Politik dalam Acara News Dot Com di Metro TV: Pendekatan Pragmatik” membahasa tiga permasalahan, yaitu (1) Bagaimanakah tindak tutur dari tinjauan pragmatik dalam acara News Dot Com (NDC) di Metro TV? (2) Bagaimanakah bentuk pelanggaran prinsip kerjasama dan kesopanan yang terjadi dalam acara NDC di Metro TV? (3) Bagaimanakah maksud implikatur percakapan yang terdapat dalam NDC di Metro TV? Berdasarkan hasil analisis data, penelitian tersebut mendeskripsikan (1) tindak tutur yang digunakan adalah tindak tutur asertif atau representatif untuk melaporkan dan menyombongkan diri, tindak tutur direktif yang berfungsi untuk menyarankan dan menolak, tindak tutur komisif berfungsi untuk menawarkan dan menjajikan. Tindak tutur ekspresif berfungsi untuk mengkritik, menyindir, mengejek, dan menyatakan keluhan. (2) Tindak tutur berimplikatur terjadi karena adanya pelanggaran terhadap prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan. (3) Implikatur yang terkandung dalam acara NDC bermaksud untuk menyindir pemerintah, mengingatkan pemerintah, menawarkan kepada penonton, mengejek kepada tokoh NDC, melaporkan kepada pemerintah, menolak atau menyatakan ketidaksetujuan, menyombongkan diri sendiri, dan mengkritik kepada pemerintah. Penelitian ini hampir sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang juga meneliti tentang prinsip kesantunan. Dalam penelitian ini dibahas mengenai pelanggaran terhadap maksim-maksim dalam prinsip kesantunan dan implikatur yang muncul akibat pelanggaran tersebut. Selain itu, dalam penelitian ini juga commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terdapat perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu memasukkan prinsip ironi dalam analisis penelitian. Dalam penelitian ini dimasukkan juga prinsip ironi, karena prinsip tersebut berhubungan dengan prinsip kesantunan dan juga dapat digunakan untuk mengetahui kesantunan orang lain.
B. Landasan Teori 1. Pragmatik Levinson membatasi pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatisasi, atau terkodifikasi dalam struktur bahasa (1985: 9). Sementara itu, Thomas mendefinisikan pragmatik sebagai makna dalam interaksi. Menurutnya suatu makna bukanlah yang melekat pada suatu kata, tetapi merupakan proses dinamis yang melibatkan penutur dan petutur, konteks tuturan, dan makna potensial dari suatu tuturan (1996: 22). Yule mendefinisikan pragmatik ke dalam 4 (empat) definisi (dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 3-4). Pertama, menurutnya pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Hal tersebut karena pragmatik mempelajari makna yang disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh petutur. Kedua, pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual. Diperlukan suatu pertimbangan tentang bagaimana cara penutur mengatur apa yang ingin mereka katakan yang disesuaikan dengan orang yang diajak bicara, di mana, kapan, dan dalam keadaan apa. Ketiga, pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan. Tipe studi ini menggali betapa commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
banyak sesuatu yang tidak dikatakan ternyata menjadi bagian yang disampaikan. Keempat, pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari jarak hubungan. Keakraban, baik secara fisik, sosial, atau konseptual, menyiratkan adanya pengalaman yang sama. Pada asumsi tentang seberapa dekat atau jauh jarak petutur, penutur menentukan seberapa banyak kebutuhan yang dituturkan. Analisis pragmatik berupaya menemukan maksud penutur, baik yang diekspresikan secara tersurat maupun yang diungkapkan secara tersirat di balik tuturan. Maksud tuturan, terutama yang implikatif, hanya dapat dikenali melalui penggunaan bahasa secara konkret dengan mempertimbangkan komponen situasi tutur (Rustono, 1999: 17). 2. Teori Pragmatik Humor Di tingkat wacana, komunikasi serius mengenal beberapa aturan komunikasi, seperti disebut oleh H.P. Grice dalam “Theory of Implicature”. Menurut Grice (dalam Wuri Soedjatmiko, 1992: 76) ada dua jenis implikatur, yaitu konvensional dan tindak ujaran. Dalam implikatur yang konvensional makna ditentukan oleh bentuk linguistik, sedangkan dalam prinsip tindak ujaran (co-operative principle = CP) makna ditentukan oleh sejumlah elemen wacana. Leech mengatakan bahwa Maksim Cara sebetulnya tidak terbatas untuk CP, tetapi juga untuk retorika tekstual. Komunikasi menurut Leech, tidak selalu harus mengikuti CP. Dalam pragmatik, komunikasi merupakan gabungan antara fungsi ilokusi dan fungsi sosial. Dengan kata lain komunikasi tidak hanya harus lancar dan jelas, tetapi memenuhi tuntutan sosial juga. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
12 digilib.uns.ac.id
Leech membagi retorika menjadi dua (1) retorika antar-pribadi, dan (2) retorika tekstual. Dalam retorika antar pribadi ditambahkan Politeness Principle = PP (Prinsip sopan-santun), dan Ironical Principle yang seringkali harus berlawanan dengan CP. Humor di tingkat wacana justru memanfaatkan penyimpangan terhadap CP dan PP (Wuri Soedjatmiko, 1992:78). 3. Situasi Tutur Pragmatik mengkaji makna dalam hubungannya dengan situasi tutur. Leech menyatakan aspek-aspek dalam situasi tutur (1993: 19-21). a. Yang menyapa (penyapa) atau yang disapa (pesapa) Orang yang menyapa disebut dengan „penutur‟ dan orang yang disapa
disebut „petutur‟. Petutur selalu menjadi sasaran tuturan dari
penutur. b. Konteks sebuah tuturan Konteks ialah suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan petutur, dan yang membantu petutur menafsirkan makna tuturan. c. Tujuan sebuah tuturan Istilah tujuan lebih netral daripada maksud, karena tidak membebani pemakainya dengan suatu kemauan atau motivasi yang sadar, sehingga dapat digunakan secara umum untuk kegiatan yang berorientasi tujuan. d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan: tindak ujar Pragmatik berurusan dengan tindak-tindak atau performansiperformansi verbal yang terjadi dalam situasi dan waktu tertentu. Dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
demikian, pragmatik menangani bahasa pada tingkatan yang lebih konkret daripada tata bahasa. e. Tuturan sebagai produk tindak verbal Sebuah tuturan dapat merupakan suatu contoh kalimat (sentenceinstance) atau tanda kalimat (sentence-stoken), tetapi bukanlah sebuah kalimat. Tuturan-tuturan merupakan unsur-unsur yang maknanya dikaji dalam pragmatik, sehingga dengan tepat pragmatik dapat digambarkan sebagai suatu ilmu yang mengkaji makna tuturan. 4. Tindak Tutur Pada suatu saat, tindakan yang ditampilkan dengan menghasilkan suatu tuturan akan menghasilkan tiga tindak yang saling berhubungan. Pertama, tindak lokusi, yang merupakan tindak dasar tuturan atau menghasilkan suatu ungkapan linguistik yang bermakna. Kebanyakan penutur tidak hanya menghasilkan tuturan yang tersusun dengan baik tanpa suatu tujuan. Penutur membentuk tuturan dengan beberapa fungsi di dalam pikiran. Ini adalah dimensi ke dua, yaitu tindak ilokusi. Tindak ilokusi ditampilkan melalui penekanan komunikatif suatu tuturan (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 83-84). Tentu penutur tidak secara sederhana membuat tuturan yang memiliki fungsi tanpa mempunyai maksud bahwa tuturan itu memiliki akibat. Hal ini merupakan dimensi ke tiga, tindak perlokusi. Dengan bergantung pada keadaan, penutur akan menuturkan sesuatu dengan asumsi bahwa petutur akan mengenali akibat yang ditimbulkan. Biasanya dikenal juga sebagai akibat perlokusi (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 84). commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Di antara ketiga dimensi tersebut, yang paling banyak dibahas ialah tekanan ilokusi. Istilah ‘tindak tutur” biasanya diterjemahkan secara sempit dengan hanya diartikan sebagai tekanan ilokusi suatu tuturan. Tekanan tutur ilokusi ialah „apa yang diperhitungkan tekanan itu‟ (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 84). Ada beberapa klasifikasi jenis tindak tutur umum yang biasanya digunakan. Sistem klasifikasi umum mencantumkan 5 jenis fungsi umum yang ditunjukkan oleh tindak tutur; deklarasi, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 9192). Searle (dalam Leech, 1993: 163) mengklasifikasikan tindakan ilokusi berdasarkan pada berbagai kriteria. Secara garis besar, kategori Searle (dalam Leech, 1993: 164-165) ialah sebagai berikut. a. Asertif Pada ilokusi ini penutur terikat pada kebenaran tuturan yang diujarkan. Tuturan ilokusi ini misalnya, menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. b. Direktif Ilokusi ini bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh petutur. Ilokusi ini misalnya, memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasehat. c. Komisif Pada ilokusi ini penutur (sedikit banyak) terikat pada suatu tindakan di masa depan. Ilokusi ini misalnya, menjajikan, menawarkan, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
berkaul. Jenis ilokusi ini tidak mengacu pada kepentingan penutur, tetapi pada kepentingan petutur. d. Ekspresif Ilokusi ini berfungsi untuk mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Ilokusi ini misalnya, mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, memuji, mengucapkan belasungkawa, dan sebagainya. e. Deklarasi Jika pelaksanaan ilokusi ini berhasil, maka akan mengakibatkan adanya kesesuaian antara isi tuturan dengan kenyataan. Ilokusi ini misalnya, mengundurkan diri, membaptis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan/membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya. Kelima fungsi umum tindak tutur beserta sifat-sifat kuncinya terangkum dalam tabel berikut (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 94-95). Tabel 1 Lima Fungsi Umum Tindak Tutur Tipe tindak tutur Arah penyesuaian P = penutur X = situasi Deklarasi Kata mengubah dunia P menyebabkan X Representatif/Asertif Kata disesuaikan dengan dunia P meyakini X Ekspresif Kata disesuaikan dengan dunia P merasakan X Direktif Dunia disesuaikan dengan kata P menginginkan X Komisif Dunia disesuaikan dengan kata P memaksudkan X Sumber: Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab. 2006: 95. Tindak tutur langsung dan tidak langsung Pendekatan berbeda terhadap pengkategorian tipe tindak tutur dapat commit to user dilakukan berdasarkan strukturnya. Dalam bahasa Inggris terdapat pemisahan
perpustakaan.uns.ac.id
16 digilib.uns.ac.id
struktural yang sederhana, yaitu menjadi 3 kalimat dasar. Terdapat hubungan antara 3 bentuk struktural (deklaratif, interogratif, imperatif) dan tiga fungsi komunikasi umum (pernyataan, pertanyaan, perintah/permohonan (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 95). Apabila ada hubungan langsung antara struktur dengan fungsi, maka terdapat suatu tindak tutur langsung. Sebaliknya, jika ada hubungan tidak langsung antara struktur dengan fungsi, maka terdapat suatu tindak tutur tidak langsung (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 9596). Bentuk interogatif yang digunakan untuk membuat suatu pertanyaan disebut tindak tutur langsung, sedangkan bentuk interogatif yang digunakan untuk membuat suatu perintah disebut tindak tutur tidak langsung. Tuturan „Apa kau bisa mengerjakannya?‟, digunakan untuk menanyakan kemampuan seseorang dalam mengerjakan sesuatu, merupakan tindak tutur langsung. Akan tetapi, jika tuturan tersebut ditanyakan ibu kepada anaknya, misalnya dalam hal membuang sampah, maka merupakan tindak tutur tidak langsung. Hal tersebut karena sebenarnya sang ibu ingin menyuruh anaknya untuk membuang sampah, tetapi dengan tuturan yang berbentuk interogatif. 5.
Kesantunan Berbahasa Dalam pertukaran tuturan peserta tutur tidak hanya menghormati prinsip-prinsip kerja sama sebagaimana diajukan oleh Grice (1975) tetapi juga mengindahkan prinsip-prinsip kesopanan (Nadar, 2008:28). Leech (dalam Nadar, 2008: 28) berpendapat bahwa prinsip kerja sama yang ditawarkan ol;eh Grice (1975) tidak selalu dapat menjawab pertanyaan mengapa dalam suatu pertuturan peserta tutur cenderung menggunakan cara yang tidak langsung commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk
menyatakan
apa
yang
mereka
maksudkan,
sehingga
tidak
mengindahkan maksim yang terdapat dalam prinsip kerja sama Grice tersebut. Linguis-linguis yang berteori tentang ilokusi tidak langsung adalah Gordon dan Lakoff (1971) (dengan Conversational Postulates) dan Sadock (1974) (dengan Extended Performative Hypothesis) (Asim Gunarwan, 1992: 183). Mereka menelaah, tetapi tidak berteori, tentang ilokusi tidak langsung itu dalam kaitannya dengan kesantunan berbahasa. Linguis yang mengaitkan dan berteori tentang kedua hal itu adalah Brown dan Levinson (1978) dan Leech (1983) (Asim Gunarwan, 1992: 183). 6. Teori Kesantunan Brown dan Levinson Teori kesantunan berbahasa menurut Brown dan Levinson (1978) berkisar atas nosi muka (face). Semua orang yang rasional mempunyai muka (tentunya dalam arti kiasan) dan muka itu harus dijaga, dipelihara, dihormati, dan sebagainya (Asim Gunarwan, 1992: 184). Muka di dalam pengertian kiasan ini dikatakan terdiri atas dua wujud, yaitu muka positif dan muka negatif. Muka positif mengacu ke citra diri seseorang bahwa segala yang berkaitan dengan dirinya itu patut dihargai (yang kalau tidak dihargai, orang yang bersangkutan dapat kehilangan mukanya). Muka negatif merujuk ke citra diri seseorang yang berkaitan dengan kebebasan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kemauannya (yang kalau dihalangi, orang yang bersangkutan dapat kehilangan muka) (Asim Gunarwan, 2007: 105). Kesantunan yang dimaksudkan untuk menjaga muka positif disebut kesantunan positif (kesantunan afirmatif) dan kesantunan yang dimaksudkan untuk menjaga muka negatif disebut kesantunan negatif (kesantunan commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
deferensial). Kesantunan positif mengacu ke strategi bertutur dengan cara menonjolkan kedekatan, keakraban, hubungan baik diantara penutur dan petutur. Kesantunan negatif merujuk ke strategi bertutur yang menunjukkan adanya jarak sosial antara penutur dan petutur (Asim Gunarwan, 2007: 105). Menurut Brown dan Levinson (dalam Asim Gunarwan, 2007: 106), muka itu rawan terhadap ancaman yang timbul dari tindak tutur tertentu. Artinya, ada tindak tutur, yang karena isi dan atau cara mengungkapkannya, menyebabkan muka terancam, apakah itu muka penutur atau petutur. Brown dan Levinson menyebut tindak tutur pengancaman muka itu face-threatening act (FTA), yang menyebabkan penutur (yang normal, rasional dan sehat pikiran) harus memilih strategi dengan mempertimbangkan situasi atau peristiwa tuturnya, yaitu kepada siapa dia bertutur, di mana, tentang apa, untuk apa, dan sebagainya. Penutur menentukan strategi ini dengan “menghitung” tingkat keterancaman muka berdasarkan jarak sosial penutur-petutur, besarnya perbedaan kekuasaan antara keduanya, serta status relative jenis tindak tutur yang diujarkan penutur di dalam budaya yang bersangkutan. Brown dan Levinson (dalam Asim Gunarwan, 2007: 106) mengatakan bahwa ada empat strategi utama untuk mengutarakan maksud itu, ditambah satu strategi, yaitu strategi lebih baik tidak bertutur. Tergantung pada derajat keterancamannya, kelima strategi itu berturut-turut adalah: (1) bertutur secara terus terang tanpa basa-basi (bald on record); (2) bertutur dengan menggunakan kesantunan positif; (3) bertutur dengan menggunakan kesantunan negatif; (4) bertutur dengan cara samar-samar atau tidak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
transparan (off record) ; dan (5) bertutur “di dalam hati” dalam arti penutur tidak mengujarkan maksud hatinya. 7. Prinsip Kesantunan Leech Sopan santun merupakan mata rantai yang hilang antara prinsip kerja sama dengan masalah bagaimana mengaitkan daya dengan makna. Leech (1993: 161) melihat sopan santun dari sudut pandang petutur dan bukan dari sudut pandang penutur. Leech (1993: 166) menyatakan bahwa tuturan yang sopan bagi petutur atau pihak ketiga bukan merupakan tuturan yang sopan bagi penutur, begitu pula sebaliknya. Prinsip kesantunan Leech berhubungan dengan dua pihak, yaitu diri dan lain. Diri ialah penutur dan lain adalah petutur, dalam hal ini lain juga dapat menunjuk kepada pihak ketiga baik yang hadir maupun yang tidak hadir dalam situasi tutur Leech, 1993: 206). Leech (1993: 206) merumuskan prinsip kesantunannya ke dalam tujuh maksim. Ketujuh maksim tersebut ialah sebagai berikut. a. Maksim Kearifan (Tact Maxim) (dalam ilokusi direktif dan komisif) 1) Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin 2) Buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin b. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim) (dalam ilokusi direktif dan komisif) 1) Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin 2) Buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin c. Maksim Pujian (Approbation Maxim) (dalam ilokusi ekspresif dan asertif) 1) Kecamlah orang lain sesedikit mungkin 2) Pujilah orang lain sebanyak mungkin commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim) (dalam ilokusi ekspresif dan asertif) 1) Pujilah diri sendiri sesedikit mungkin 2) Kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin) e. Maksim Kesepakatan (Agreement Maxim) (dalam ilokusi asertif) 1) Usahakan agar ketaksepakatan antara diri dan lain terjadi sesedikit mungkin 2) Usahakan agar kesepakatan antara diri dengan lain terjadi sebanyak mungkin f. Maksim Simpati (Sympathy Maxim) (dalam ilokusi asertif) 1) Kurangi rasa antipati antara diri dengan lain hingga sekecil mungkin 2) Tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan lain g. Maksim pertimbangan (Consideration Maxim) (dalam ilokusi asertif dan ekspresif) 1) Minimalkan rasa tidak senang pada mitra tutur 2) Maksimalkan rasa senang pada mitra tutur
a. Maksim Kearifan (Tact Maxim) Maksim kearifan berorientasi pada petutur (Cruse, 2000: 363). Maksim kearifan memiliki dua segi, yaitu segi negatif dan segi positif. Segi negatif ialah „buatlah kerugian petutur sekecil mungkin‟ dan segi positif „buatlah keuntungan petutur sebesar mungkin‟. Segi yang kedua (segi positif) merupakan akibat yang wajar dari segi pertama. Dapat dijelaskan
bahwa
jika
penutur ingin commit to user
melakukan
sesuatu
yang
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menguntungkan petutur maka harus memperkecil kemungkinan bagi petutur untuk mengatakan „tidak‟. Dalam konteks informal, sebuah imperatif di mana penutur tidak memberi kesempatan kepada petutur untuk mengatakan tidak merupakan suatu tindakan yang sopan. Hal tersebut dapat dilihat pada tuturan, „Ambillah sandwich sepotong lagi‟ lebih santun daripada „Maukah anda mengambil sandwich sepotong lagi?‟ (Leech, 1993: 170-171). Dalam konteks yang berbeda, misalnya ingin menyuruh petutur untuk mencuci piring, tuturan yang tidak langsung lebih sopan daripada tuturan langsung. Tuturan „Bisakah kamu mencuci piring?‟ lebih sopan daripada „Cuci piring!‟ (Cruse, 2000: 363). b. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim) Maksim kedermawanan memiliki orientasi untung rugi kepada penutur. Berdasarkan maksim ini, tuturan „Biar saya yang mencuci piring.‟ lebih santun daripada „Saya ragu apakah saya bisa mencuci piring‟ (Cruse, 2000: 364). Dapat dikatakan bahwa penutur harus mengutarakan dengan tuturan yang bersifat langsung jika bermaksud memberi „biaya‟ bagi diri sendiri. Hal tersebut agar tidak menciptakan kemungkinan bahwa petutur yang akan melakukan „biaya‟ yang seharusnya dilakukan penutur. c. Maksim Pujian (Approbation Maxim) Pada maksim ini, submaksim pertama lebih penting, yaitu „jangan mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan mengenai orang lain, terutama bagi petutur‟. Berdasarkan maksim ini tuturan „Masakanmu enak commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sekali‟ lebih santun daripada tuturan „Masakanmu sangat tidak enak‟ (Leech, 1993: 211-212). d. Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim) Maksim kerendahan hati berorientasi kepada penutur. Memuji diri sendiri merupakan tuturan yang tidak santun. Jika seseorang dipuji dengan tuturan „Kamu melakukannya dengan sangat bagus‟, akan lebih santun bila menjawab „Ya, yang saya lakukan tidak terlalu buruk‟ daripada „Ya, saya melakukannya dengan baik‟ (Cruse, 2000: 365). e. Maksim Kesepakatan (Agreement Maxim) Kesepakatan merupakan hubungan antara opini penutur dengan petutur
(Cruse,
2000:
365).
Orang
cenderung
melebih-lebihkan
kesepakatannya dengan orang lain, juga mengurangi ketidaksepakatannya melalui ungkapan penyesalan, kesepakatan sebagian, dan sebagainya (Leech, 1993: 217). Berdasarkan maksim ini, pertanyaan „Apakah pamerannya menyenangkan?‟ akan terdengar sopan jika dijawab dengan „Iya, pamerannya menarik‟ daripada dijawab dengan „Pamerannya sangat tidak menarik‟. Contoh lain ialah jika ada pertanyaan „Apakah kamu menyukai kopi?‟, maka jawaban „Saya lebih suka teh daripada kopi‟ terdengar lebih santun daripada „Saya tidak suka kopi‟. f. Maksim Simpati (Sympathy Maxim) Maksim simpati menjelaskan bahwa ucapan selamat dan belasungkawa merupakan tindak tutur yang santun, walaupun ucapan belasungkawa mengungkapkan keyakinan penutur tentang keyakinan negatif bagi petutur (Leech, 1993: 218). Tuturan „Saya sangat menyesal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
23 digilib.uns.ac.id
mendengar bahwa kucingmu mati‟ merupakan tuturan yang santun daripada „Saya sangat senang mendengar bahwa kucingmu mati‟. Akan tetapi, ada sesuatu yang berat dalam mengutarakan belasungkawa, karena dengan demikian berarti penutur meyakini sesuatu yang tidak sopan, yaitu keyakinan yang merugikan petutur (Leech, 1993: 218). g. Maksim Pertimbangan (Consideration Maxim) Inti pematuhan maksim ini adalah bahwa penutur perlu mempertimbangkan perasaan petutur, jangan sampai petutur merasa lebih tidak senang dalam suasana yang tidak menyenangkan; kalau dapat, rasa tidak senang itu dapat berkurang (Asim Gunarwan, 2005: 10). Cruse (2000: 366) mencontohkan, lebih sopan untuk mengutarakan „Saya turut sedih mendengar kabar tentang suami anda’ daripada „Saya turut sedih mendengar tentang kematian suami anda‟. Pengungkapan secara rinci berpotensi menambah rasa tidak senang petutur karena ia diingatkan kepada hal-hal yang menyedihkan (Asim Gunarwan, 2005: 11).
Skala kesantunan Leech Leech (1993: 194) mengidentifikasi tiga skala yang menunjukkan tingkat kearifan suatu situasi percakapan tertentu. Skala-skala tersebut ialah sebagai berikut . a. Skala untung-rugi Skala ini memperkirakan keuntungan atau kerugian suatu tindakan bagi penutur atau petutur (Leech, 1993: 194). Leech (1993: 166-167) menjelaskan peringkat kesantunan berdasarkan skala untung-rugi. commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
merugikan t
kurang sopan
[1] Kupas kentang ini. [2] Berikan saya koran itu. [3] Duduk. [4] Lihatlah itu. [5] Nikmatilah liburanmu. [6] Makanlah, sepotong lagi. menguntungkan t
lebih sopan
b. Skala keopsionalan Skala ini memperhitungkan jumlah pilihan yang diberikan penutur kepada petutur (Leech, 1993: 195). Semakin besar jumlah pilihan yang diberikan oleh penutur maka semakin santun tuturan itu (Asim, 1994: 92). Berdasarkan skala ini, tuturan „Kalau tidak lelah, pindahkan kotak itu.‟ lebih santun daripada „Pindahkan kotak ini‟. c. Skala ketaklangsungan Skala ini mengukur panjang jalan yang menghubungkan tindak ilokusi dengan tujuan ilokusi, sesuai dengan analisis cara-tujuan (Leech, 1993: 195). Skala ketaklangsungan dapat dirmuskan dari sudut pandang petutur, yaitu sesuai dengan panjangnya jalan inferensial yang perlukan oleh makna untuk sampai ke daya (Leech, 1993: 195). Tuturan „Saya ada acara lain‟ lebih santun daripada „tidak bisa‟ untuk menolak ajakan orang lain.
commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8. Prinsip Ironi Prinsip ironi memungkinkan seseorang bertindak tidak santun, tetapi dengan tuturan yang seolah-olah santun. Dengan menerapkan prinsip ironi berarti penutur bersikap santun, tetapi tidak tulus. Hal tersebut dilakukan sebagai pengganti sikap tidak santun, dan melalui perilaku ini penutur mempunyai tujuan untuk merugikan dan menyudutkan orang lain (Leech, 1993: 224-225). Dapat dikatakan bahwa dengan menerapkan prinsip ironi, penutur mengungkapkan daya ilokusi yang tidak santun secara santun. Bila seseorang mengatakan „Terima kasih banyak atas perhatian anda mengembalikan buku saya dalam keadaan baik‟ – padahal buku yang dikembalikan itu robek-robek dan kotor – orang itu sebenarnya mencemooh si peminjam buku itu. Dalam prinsip ironi, struktur luar tuturannya santun, tetapi implikaturnya terasa tidak santun (Asim, 2005: 12). 9. Implikatur Percakapan Dalam rangka memahami apa yang dimaksudkan oleh seorang penutur, lawan tutur harus selalu melakukan interpretasi pada tuturantuturannya. Jika dibedakan antara “apa yang dikatakan” (what is said) dan “apa yang dikomunikasikan” (what is communicated), implikatur termasuk yang dikomunikasikan (Pranowo, 2009: 102). Grice (dalam Thomas, 1996: 57) membagi implikatur menjadi dua macam, yaitu implikatur konvensional (conventional implicature) dan implikatur percakapan (conversational implicature). Implikatur konvensional commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
tidak memperhatikan/menghiraukan konteks. Dalam implikatur percakapan, apa yang diimplikasikan tergantung pada konteks tuturan (Thomas, 1996: 57). Implikatur konvensional tidak didasarkan pada prinsip kerja sama atau maksim-maksim, dan tidak harus terjadi dalam percakapan. Selain itu, implikatur konvensional juga tidak bergantung pada konteks khusus untuk menginterpretasikannya. Implikatur konvensional diasosiasikan dengan katakata khusus dan menghasilkan maksud tambahan. Contoh kata-kata khusus tersebut dalam bahasa Inggris, misalnya kata penghubung „tetapi‟ (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 78). Tuturan „Mary menyarankan warna hitam, tetapi saya pilih warna putih.‟, menunjukkan bahwa saran Mary (hitam) bertolak belakang dengan pilihan saya (putih). Implikatur percakapan ialah implikatur yang muncul berdasarkan konteks. Sebuah tuturan bisa saja memiliki implikatur yang berbeda, jika konteksnya berbeda. Tuturan „Great, that’s really great! That’s made my Chrismas!‟ bisa memiliki implikatur yang berbeda dalam konteks yang berbeda. Pertama, tuturan tersebut mengandung implikatur „sangat marah‟, jika konteksnya seseorang telah muntah ke badannya. Kedua, menunjukkan implikatur „bersedih‟, jika konteksnya seekor anjing telah memakan kalkunnya (Thomas, 1996: 58). 10. Humor Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 512), humor adalah sesuatu yang lucu, keadaan (dalam cerita dan sebagainya) yang menggelikan hati, kejenakaan, kelucuan. Menurut Ensiklopedi Indonesia (dalam Chattri, 2003: 137), kata humor berasal dari Yunani, yang berarti getah. Menurut commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kepercayaan bangsa Yunani pada zaman dahulu, tubuh manusia mengandung semacam getah yang dapat menentukan temperamen seseorang. Perbedaan temperamen dalam diri manusia, menurut kepercayaan orang Yunani, disebabkan perbedaan kadar campuran getah dalam tubuh manusia itu. Kalau campuran itu seimbang, maka dikatakan orang tersbut mempunyai humor, tidak marah, tidak sedih, dan sebagainya. Di samping humor, terdapat juga kata jenaka, yang menurut R.J. Wilkinson (dalam Chattri, 2003: 137) berarti a farce, a practical, joke, atau farcical, willing. Cerita yang beraspek humor, pada umumnya mengisahkan kejenakaan atau kelucuan akibat kecerdikan, kebodohan, kemalangan, dan keberuntungan tokoh utamanya. Tokoh ceritanya kadang-kadang sangat bodoh dan tidak dapat menangkap maksud orang lain, sehingga menimbulkan kesalahpahaman yang tidak perlu. Freud (dalam Wuri Soedjatmiko, 1992: 71) mengatakan bahwa humor merupakan penyimpangan dari pikiran wajar dan diekspresikan secara ekonomis dalam kata-kata dan waktu. Humor oleh Freud (dalam Wuri Soedjatmiko, 1992: 80) dapat diklasifikasikan menurut motivasinya, yaitu humor yang dibuat tanpa motivasi (komik) dan humor yang secara sengaja “mencapai kesenangan melalui penderitaan orang lain” seperti agresi, satire, dark jokes.
commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Kerangka Pikir Tuturan dalam Acara OVJ
Banyak tuturan yang bermaksud merendahkan orang lain
Prinsip Kesantunan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Prinsip Ironi
Maksim Kearifan Maksim Kedermawanan Maksim Pujian Maksim Kerendahan Hati Maksim Kesepakatan Maksim Simpati Maksim Pertimbangan
Implikatur
Tingkat kesantunan tuturan dalam acara OVJ
commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Banyak tuturan dalam acara OVJ yang diujarkan untuk merendahkan orang lain/mitra tuturnya. Tuturan-tuturan dalam acara OVJ tersebut akan dicoba untuk dibedah dengan menggunakan prinsip kesantunan (khususnya pelangaran) dan prinsip ironi. Kemudian dari pelanggaran terhadap prinsip kesantunan, dapat dilihat suatu implikatur dalam tuturan tersebut. Berdasarkan analisis pelanggaran prinsip kesantunan, prinsip ironi, dan implikatur dapat dilihat atau diketahui bagaimana kesantunan tuturan yang terdapat dalam acara OVJ.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif, yang bersifat deskriptif. Metode kualitatif menjadi titik tolak penelitian kualitatif, yang menekankan kualitas (ciri-ciri data yang alami) sesuai dengan pemahaman deskriptif data alamiah itu sendiri (Fatimah Djadjasudarma, 1993: 13). Secara umum dinyatakan bahwa metode kualitatif adalah metode penelitian suatu masalah yang tidak didesain atau dirancang menggunakan prosedur-prosedur statistik (Edi Subroto, 2007: 5). Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan pragmatik.
B. Sampel Penelitian kualitatif tidak memilih sampling (cuplikan) yang bersifat acak (random sampling) yang merupakan teknik sampling yang paling kuat digunakan dalam penelitian kuantitatif. Teknik cuplikannya cenderung bersifat ‘purposive’ karena dipandang lebih mampu menangkap kelengkapan dan kedalaman data. Dalam penelitian ini, pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel bertujuan (purposive sample), dalam artian pengambilan sampel yang diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki data penting dan juga berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti (Sutopo, 2002: 36). Adapun sampel dalam penelitian ini berupa tuturan yang melanggar prinsip kesantunan, serta prinsip ironi dalam acara komedi OVJ yang ditayangkan di Trans 7 pada 1 sampai commit to user
30
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7 Februari 2010. Penelitian dimaksudkan diambil dari tujuh episode OVJ, karena dari tujuh episode tersebut sudah terdapat data yang mencukupi untuk dilakukan penelitian.
C. Data dan Sumber Data 1. Data Secara umum dapat dinyatakan bahwa data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan oleh alam (dalam arti luas), yang harus dicari atau dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti (Edi Subroto, 2007: 38). Data merupakan bahan jadi penelitian. Data, pada hakikatnya adalah objek penelitian beserta dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud, baik lingual maupun nonlingual, dapat dipandang sebagai realitas lain yang menentukan identitas objek penelitian (Sudaryanto dalam Tri Mastoyo, 2007: 25). Objek dalam penelitian ini adalah tuturan yang melanggar prinsip kesantunan dan menerapkan prisip ironi. Adapun data dalam penelitian ini adalah tuturan yang mengandung pelanggaran prinsip kesantunan dan tuturan yang mengandung penerapan prinsip ironi dalam acara OVJ di Trans 7, yang ditayangkan pada 17 Februari 2010. 2. Sumber data Sumber data merupakan asal muasal data penelitian itu diperoleh. Dari sumber itu penulis dapat memperoleh data yang dimaksud dan yang diinginkan. Adapun sumber data penelitian ini adalah percakapan atau dialog dalam tayangan acara OVJ di Trans 7 episode 1-7 Februari 2010. commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data Data kebahasaan adalah konteks kebahasaan (dan bahkan juga konteks situasi) yang dapat berwujud wacana atau kalimat atau klausa atau frase atau kata (tunggal atau kompleks) atau morfem yang di dalamnya terdapat segi-segi tertentu yang diteliti. Dalam penelitian ini digunakan metode simak. Metode simak dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993: 133). Adapun teknik dalam penelitian ini adalah teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik rekam, serta teknik catat. Teknik simak bebas libat cakap ialah bahwa peneliti tidak terlibat dalam dialog, konversasi, atau imbal wicara; atau dengan kata lain tidak ikut serta dalam proses pembicaraan orang-orang yang saling berbicara (Sudaryanto, 1993: 134). Teknik rekam ialah perekaman terhadap tuturan dengan menggunakan alat rekam tertentu (Sudaryanto, 1993: 135). Teknik catat yaitu dilakukan pencatatan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi (Sudaryanto, 1993: 135).
E. Klasifikasi Data Klasifikasi data dilakukan sesuai dengan pokok persoalan yang diteliti. Hasil klasifikasi data harus memberikan manfaat dan kemudahan dalam pelaksanaan analisis data (Tri Mastoyo, 2007: 47). Klasifikasi berarti penyusunan bersistem dalam kelompok atau golongan menurut kaidah atau standar yang ditetapkan (KBBI, 2008: 706). Teknik klasifikasi data dilakukan setelah semua data yang diperoleh telah terkumpul. Klasifikasi data pada penelitian ini dilakukan commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan cara penyimakan terhadap pelanggaran-pelanggaran prinsip kesantunan dan penerapan prinsip ironi. Adanya pengurutan data bermanfaat untuk mencocokkan data-data dengan analisisnya, yaitu memberikan syarat tambahan apa yang akan dikerjakan berikutnya dan bagaimana tahapan ini dilakukan dengan mengurutkannya sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun penomoran data disesuaikan menurut nomor urut contoh, judul acara, sumber, tanggal, bulan, dan tahun. Contoh: (9/OVJ/Trans 7/1 Februari 2010). 9: nomor urut data OVJ: Opera Van Java Trans 7: Sumber 1 Februari 2010: tanggal, bulan, dan tahun (waktu penayangan)
F. Teknik Analisis Data Menganalisis berarti mengurai atau memilah-bedakan unsur-unsur yang membentuk suatu satuan lingual, atau mengurai suatu satuan lingual ke dalam komponen-komponennya (Edi Subroto, 2007: 59). Jenis tugas pemecahan masalah yang dihadapi petutur dalam menginterpretasi sebuah tuturan dapat disebut tugas heuristik (Leech, 1993: 61). Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan teknik analisis heuristik. Strategi heuristik berusaha mengidentifikasi daya pragmatik sebuah tuturan (Leech, 1993: 61). Hal yang penting dalam teknik analisis heuristik ialah masalah interpretasi tuturan. Berdasarkan makna tuturan, informasi mengenai commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
latar belakang konteks, dan asumsi-asumsi dasar, petutur membuat hipotesis mengenai tujuan-tujuan tuturan (Leech. 1993: 62).
G. Metode Penyajian Hasil Analisis Data Sudaryanto (1993: 144) menyatakan bahwa metode penyajian hasil analisis data ada dua macam, yaitu yang bersifat informal dan yang bersifat formal. Dalam penelitian ini digunakan metode penyajian hasil analisis data secara informal dan formal. Metode penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa-walaupun dengan terminologi yang teknis sifatnya, sedangkan penyajian formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang-lambang (Sudaryanto, 1993: 145). Tri Mastoyo (2007: 73) menyatakan penyajian hasil analisis data secara formal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kaidah. Kaidah itu dapat berbentuk rumus, bagan/diagram, tabel, dan gambar. Akan tetapi, demi kemudahan pemahaman, penyajian kaidah tersebut biasanya didahului dan/atau diikuti oleh penyajian yang bersifat informal. Rumus dapat berarti (i) ringkasan yang dilambangkan oleh huruf, angka, atau tanda dan (ii) pernyataan atau simpulan tentang asas, pendirian, ketetapan, dan sebagainya yang disebutkan dengan kalimat yang ringkas dan tepat (Alwi dkk., dalam Tri Mastoyo, 2007: 74).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV ANALISIS DATA
Deskripsi dalam analisis data ini meliputi tiga bagian, yaitu pelanggaran terhadap prinsip kesantunan dalam acara OVJ, prinsip ironi dalam acara OVJ, dan implikatur dalam OVJ. A. Bentuk Pelanggaran Prinsip Kesantunan dalam Acara OVJ Prinsip kesantunan berkenaan dengan aturan tentang hal-hal yang bersifat sosial, estetis, dan moral dalam bertindak tutur (Grice, dalam Rustono,1999: 61). Prinsip kesantunan terdiri dari tujuh maksim, yaitu maksim kearifan, kedermawanan, pujian, kerendahan hati, kesepakatan, simpati, dan pertimbangan. Dalam acara OVJ, setiap peserta tutur tidak berusaha untuk membuat orang lain senang, akan tetapi justru banyak melanggar maksim-maksim dalam prinsip kesantunan. 1. Maksim Kearifan Maksim kearifan berisi dua submaksim, yaitu a) buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin, dan b) buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin. Berdasarkan pengamatan, dalam acara OVJ terdapat banyak pelanggaran terhadap maksim kearifan. Hal tersebut dapat dilihat pada percakapan berikut. [1] Latar : Sebuah kebun (ada sumurnya) Peserta : Kenji dan Kok Rata (serta Sadako) Tujuan : Meminta Sadako yang sedang mandi untuk membuka bajunya Kunci : Santai Percakapan: Kenji : Mau mandi juga. commit to user Kok Rata : Mbak, kalo mandi buka dong. Masak mandi pake baju.
35
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kamu masak nggak liat sih? (10/OVJ/Trans7/1 Februari 2010) Pada percakapan [1] terdapat pelanggaran terhadap maksim kearifan, khususnya submaksim pertama karena membuat kerugian orang lain sebesar mungkin. Pelanggaran terlihat pada tuturan Kok Rata, “Mbak, kalo mandi buka dong.”, yang ditujukan kepada Sadako. Tuturan tersebut termasuk dalam tindak tutur direktif, karena merupakan tuturan menyuruh. Kok Rata melanggar maksim kearifan karena memberikan kerugian pada orang lain, yaitu Sadako. Kerugian itu adalah bahwa Sadako akan merasa malu jika dia benar-benar membuka bajunya. Tuturan “Mbak, kalo mandi buka dong.” melanggar maksim kearifan karena memberi kerugian kepada Sadako dan bukan memberi keuntungan. Jika dilihat dari skala untung-rugi, tuturan tersebut merugikan bagi Sadako dan menguntungkan bagi Kok Rata. Kerugian Sadako adalah dia akan merasa malu, dan keuntungan bagi Kok Rata adalah dia akan marasa senang karena keinginannya tercapai. Tuturan yang memberi kerugian kepada orang lain, berdasarkan skala untung-rugi termasuk tindak tutur yang tidak santun. Berdasarkan skala ketaklangsungan, tuturan tersebut dituturkan secara langsung, yaitu tuturan yang bertujuan memerintah diujarkan dengan tindak tutur imperatif. Sesuai dengan skala ketaklangsungan, maka tuturan yang bersifat langsung seperti tuturan tersebut termasuk tindak tutur yang tidak santun. Dilihat dari skala keopsionalan, tuturan tersebut tidak memberikan pilihan kepada petutur, sehingga petutur tidak mempunyai pilihan dari tuturan direktif penutur. Tuturan yang tidak memberikan kesempatan memilih bagi commit to user petutur termasuk tindak tutur yang tidak santun.
perpustakaan.uns.ac.id
37 digilib.uns.ac.id
Contoh lain percakapan yang melanggar maksin kearifan ialah sebagai berikut. [2]
Latar : Sebuah ruangan Peserta : Koichi, Kok Rata, dan Takeshi (serta Dalang, yang merusak mainan) Tujuan : Meminta pertanggujawaban dari Dalang (bagi Kenji) Kunci : Santai Percakapan: Koichi : Bapak memutilasi pak. Kok Rata : Bapak memutilasi. Takeshi : Aa papah, a dirusakin. Kenji : Mainan anak saya dirusakin. Ganti! Ganti! (12/OVJ/Trans7/1 Februari 2010) Pada percakapan [2] terdapat pelanggaran terhadap maksim kearifan,
terutama terhadap submaksim pertama, karena penutur memaksimalkan kerugian orang lain. Pelanggaran terlihat pada tuturan Kenji, “Ganti! Ganti!”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur direktif, karena merupakan tuturan memerintah. Dalang merusakkan mainan Takeshi, anak Kenji. Kemudian Kenji menuturkan “Ganti! Ganti!” kepada Dalang. Tuturan Kenji tersebut merupakan tuturan menyuruh kepada Dalang agar mengganti mainan anaknya yang telah rusak. Tuturan tersebut merugikan Dalang, karena harus mengganti mainan Takeshi. Untuk mengganti mainan tersebut tentu Dalang harus berusaha, entah dengan cara membeli atau apa pun. Hal tersebut memberikan kerugian bagi Dalang, yang harus mencari mainan pengganti. Berdasarkan skala untung-rugi, tuturan tersebut jelas memberikan kerugian bagi Dalang karena harus melakukan usaha untuk mengganti mainan yang rusak. Tuturan yang memberi kerugian bagi petuturnya termasuk tindak tutur yang tidak santun. Selain itu, tuturan tersebut juga dapat dikaitkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
38 digilib.uns.ac.id
dengan skala keopsionalan. Berdasarkan skala keopsionalan, tuturan Kenji tersebut tidak memberi pilihan kepada Dalang. Kenji tidak memikirkan apakah Dalang menyanggupi atau tidak, penutur hanya memerintah Dalang untuk mengganti. Tuturan semacam ini termasuk tuturan yang tidak santun, karena tidak memberi kesempatan memilih bagi petuturnya. Kemudian, dilihat dari skala ketaklangsungan tuturan tersebut termasuk tuturan yang bersifat langsung. Tuturan Kenji, “Ganti! Ganti!” merupakan tuturan imperatif, yang juga ditujukan untuk memerintah Dalang. Berdasarkan skala ini, tuturan yang bersifat langsung merupakan tuturan yang tidak santun. Contoh lain pelanggaran terhadap maksim kearifan ialah percakapan berikut ini. [3]
Latar : Depan rumah Ghozali Peserta : Jalaludin dan Hartinah Tujuan : Merebut tanah (bagi Jalaludin) Kunci : Santai Percakapan: Jalaludin : Saya mau untuk memperluas daerah Madura. Dan kalian semua harus enyah dari tanah Madura ini. Karna ini daerah kekuasaan saya. Hartinah : Saya orang Madura kok disuruh enyah dari tanah ini. Nggak bisa. (73/OVJ/Trans7/4 Februari 2010)) Pada percakapan [3] terdapat pelanggaran terhadap maksim kearifan,
terutama terhadap submaksim pertama karena memaksimalkan kerugian orang lain. Pelanggaran terlihat pada tuturan Jalaludin, “Dan kalian semua harus enyah dari tanah Madura ini”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam tindak tutur direktif, karena merupakan tuturan memerintah. Jalaludin memerintah Hartinah (beserta suaminya) melalui tuturan “Dan kalian semua harus enyah dari tanah Madura ini.”. Tuturan tersebut commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
39 digilib.uns.ac.id
memberi kerugian bagi petuturnya, yaitu Hartinah. Hartinah tinggal dan memiliki rumah di Madura, tetapi diperintah untuk meninggalkan Madura. Hal tersebut sangat merugikan Hartinah, karena berarti dia harus meninggalkan rumahnya dan mencari rumah baru. Hal itu tidak mudah dan tentu sangat merepotkan bagi Hartinah. Jika dikaitan dengan skala untung-rugi, tuturan Jalaludin tersebut jelas merugikan petuturnya. Hal tersebut karena Jalaludin memerintahkan kepada Hartinah untuk meninggalkan rumahnya sendiri. Tuturan yang merugikan petuturanya termasuk tuturan yang tidak santun. Kemudian, berdasarkan skala keopsionalan, tuturan Jalaludin tersebut tidak memberikan kesempatan kepada Hartinah untuk memilih. Jalaludin hanya memerintah dan tidak mau tahu dengan apa yang dirasakan Hartinah. Tuturan yang tidak memberikan kesempatan bagi petuturnya untuk memilih semacam ini termasuk tuturan yang tidak santun. Selain itu, tuturan Jalaludin tersebut dapat dikaitkan dengan skala ketaklangsungan. Berdasarkan skala ketaklangsungan, tuturan tersebut termasuk tuturan yang bersifat langsung. Tuturan tersebut bersifat langsung, karena untuk memerintah petuturnya, penutur menggunakan tuturan imperatif. Tuturan yang bersifat langsung semacam ini termasuk tuturan yang tidak santun. Pelanggaran terhadap maksim kearifan juga terdapat pada percakapan berikut ini. [4]
Latar : Panggung hiburan Peserta : Dalang, Yudis, dan Rudi Tujuan : Mencoba mic (bagi Dalang) Kunci : Santai Percakapan: commit tu. to user Dalang : Nyari kacamata, Saya masuk kok burem amat. Tes tes
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Yudis Rudi Dalang Yudis Rudi Yudis
: : : : : :
tes, Sule jelek, Sule jelek. Anak RW, biasa. Nggak pa-pa, biarain aja nggak pa-pa. Azis pacaran ama Nunung, tes tes tes. Eh, lu bawa bensin nggak? Bensin, bensin. Ada. Bakar ni orang ni. (102/OVJ/Trans7/6 Februari 2010)
Pada percakapan [4] terdapat pelanggaran terhadap maksim kearifan, terutama terhadap submaksim pertama karena memberikan kerugian kepada orang lain. Dalam hal ini kerugian diberikan kepada pihak ketiga, yaitu Dalang. Pelanggaran dilakukan oleh Yudis, yang terlihat pada tuturan “Bakar ni orang ni.”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur direktif, karena menyuruh orang lain untuk melakukan sesuatu. Yudis menuturkan “Bakar ni orang ni.” kepada Rudi, yaitu dimaksudkan untuk membakar Dalang. Tuturan Yudis tersebut memberi kerugian kepada pihak ketiga, yaitu Dalang. Yudis menyuruh Rudi untuk membakar Dalang, yang berarti Dalang akan tersakiti. Apa yang dilakukan Yudis bukan untuk membuat kerugian orang lain sekecil mungkin, tetapi justru membuat kerugian orang lain sebesar mungkin. Bila dilihat dari skala untung-rugi, tuturan Yudis tersebut memberi kerugian kepada petuturnya, yaitu Dalang. Hal tersebut karena tuturan Yudis memerintahkan kepada Rudi untuk membakar Dalang. Tuturan yang memberikan kerugian kepada petuturnya semacam ini termasuk tuturan yang tidak santun. Berdasarkan skala keopsionalan, tuturan Yudis tersebut tidak memberikan kesempatan kepada petutur untuk memilih. Dalam tuturan Yudis tersebut tidak mengandung unsur bagi petutur untuk memilih. Tuturan Yudis commitpetutur to useruntuk memilih, sehingga termasuk tersebut tidak memberi kesempatan
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
tuturan yang tidak santun. Dilihat dari skala ketaklangsungan, tuturan Yudis tersebut termasuk tuturan yang bersifat langsung. Tuturan Yudis tersebut merupakan tuturan imperatif, yang memang digunakan untuk tujuan menyuruh. Tuturan yang bersifat langsung semacam ini termasuk tuturan yang tidak santun. Pelanggaran terhadap maksim kearifan yang lain dapat dilihat pada percakapan berikut ini. [5]
Latar : Depan rumah Peserta : Herman, Dalang, dan Tasya Tujuan : Menyuruh berantem (bagi Tasya) Kunci : Santai Percakapan: Herman : Kamu memilih siapa? Tarno? Ini ngapain krasak kresek? Dalang : Dio sama Herman. Herman : O Dio. Silahkan. Tasya : Ayo tanding. Udah pokoknya tanding aja deh. Pokoknya mana yang paling kuat, yang paling pinter itu yang menang. Dah gitu aja. Pake otot ya. (120/OVJ/Trans7/7 Februari 2010) Pada percakapan [5] terdapat pelanggaran terhadap maksim kearifan,
khususnya terhadap submaksim pertama karena memberi kerugian kepada orang lain. Pelanggaran terlihat pada tuturan Tasya, “Ayo tanding” dan “Pake otot ya”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur direktif, karena menyuruh petutur untuk melakukan sesuatu. Tasya sedang diperebutkan oleh Dio dan Herman. Untuk memilih salah satu dari mereka, Tasya menyuruh mereka untuk bertanding dengan tuturan “Ayo tanding” dan “Pake otot ya”. Tuturan Tasya tersebut menyuruh Dio dan Herman, dan dengan tuturan tersebut berarti Tasya merugikan mereka. Berdasarkan tuturan Tasya, Dio dan Herman harus bertanding dengan commit to bertarung user menggunakan otot, yang berarti harus dengan sekuat tenaga. Jika
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bertarung dengan sekuat tenaga pasti akan melukai lawannnya. Oleh karena itu, tuturan Tasya tersebut jelas memberi kerugian kepada petuturnya, yaitu Dio dan Herman. Jika dikaitkan dengan skala untung-rugi, tuturan Tasya tersebut memberikan kerugian kepada petuturnya. Tuturan Tasya menyuruh petuturnya untuk bertanding, yang berarti akan saling menyakiti. Tuturan yang memberikan kerugian kepada petuturnya seperti tuturan Tasya tersebut termasuk tuturan yang tidak santun. Selain itu, jika dilihat dari skala keopsionalan, tuturan tersebut tidak memberikan pilihan kepada petuturnya. Dio dan Herman sebagai petutur tidak diberi kesempatan untuk memilih oleh Tasya. Tuturan semacam ini termasuk tuturan yang tidak santun. Kemudian, bila dikaitkan dengan skala ketaklangsungan, tuturan Tasya tersebut termasuk tuturan yang bersifat langsung. Hal tersebut dapat dilihat dari tuturannya, yaitu untuk menyuruh petuturnya, Tasya menggunakan tuturan imperatif. Tuturan yang bersifat langsung semacam ini termasuk tuturan yang tidak santun. Terdapat tuturan-tuturan lain yang juga mengandung pelanggaran terhadap maksim kearifan. Data yang menunjukkan pelanggaran terhadap submaksim pertama maksim kearifan ialah data nomor 10, 12, 14, 17, 19, 43, 45, 50, 53, 55, 59, 65, 67, 68, 70, 71, 72, 73, 82, 83, 84, 88, 90, 100, 102, 111, 113, dan 120. Dari kesemua data tersebut dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu penutur memperbanyak kerugian kepada orang kedua dan penutur
memperbanyak
kerugian
kepada
orang
ketiga.
Data
yang
menunjukkan penutur memberi kerugian kepada orang kedua adalah data nomor 10, 12, 17, 19, 50, 70, 71, 72, 73, 82, 83, 88, 90, 100, 111, dan 120. commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tuturan yang memberikan kerugian kepada orang ketiga, yaitu orang yang tidak ikut dalam percakapan tetapi dibicarakan dalam percakapan tersebut, terdapat pada data nomor 14, 43, 45, 59, 65, 67, 68, 84, 102, dan 113. Selain pelanggaran terhadap submaksim pertama, ditemukan juga pelanggaran terhadap submaksim kedua, yaitu terlihat pada data nomor 32, 47, dan 58. Pelanggaran terhadap submaksim kedua maksim kearifan tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama, yaitu bahwa penutur berusaha untuk mengurangi keuntungan orang kedua. 2. Maksim Kedermawanan Maksim kedermawanan berisi dua submaksim, yaitu a) buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan b) buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap data yang digunakan, terlihat hanya ada dua tuturan yang melanggar maksim kedermawanan. Tuturan tersebut terlihat pada percakapan berikut ini. [6] Latar : Sebuah warung Peserta : Amel, Madun, dan Miun Tujuan : Berjualan jagung (bagi Amel) dan minta berkenalan (bagi Madun) Kunci : Santai Percakapan: Amel : Madun : Miun : Madun :
Pada
Kalo mau kenalan syaratnya harus beli jagung bakar lima. Gampang. Ini jagung saya borong semua. Nggak tau? Nggak tau dia. Ya. Ini saya borong, yang bayar dia. (79/OVJ/Trans7/5 Februari 2010)
percakapan
[6]
terdapat
pelanggaran
terhadap
maksim
kedermawanan, terutama terhadap submaksim pertama karena memperbanyak keuntungan untuk diri sendiri. Pelanggaran terlihat pada tuturan Madun, “Ini commit to user saya borong, yang bayar dia.”. Tuturan tersebut termasuk dalam tindak tutur
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
direktif, karena mempunyai maksud untuk menyuruh Miun melakukan sesuatu. Tuturan Madun tersebut ditujukan kepada Miun dalam rangka untuk mempermudah jalannya berkenalan dengan Amel. Penutur ingin mendapatkan yang dia inginkan dengan cara menyuruh seseorang membayarkan jagung yang dia borong. Terlihat jelas bahwa penutur ingin mendapatkan apa yang dia inginkan dengan cara merugikan orang lain. Dalam hal ini penutur merugikan petutur (Miun), karena menyuruhnya mengeluarkan uang untuk membayar jagung. Petutur tentu saja dirugikan oleh ujaran penutur, karena petutur tidak mempunyai kepentingan apa-apa yang berkaitan dengan Amel. Jika dikaitkan dengan skala untung-rugi, tuturan Madun tersebut jelas tidak santun karena merugikan bagi petutur. Kerugian yang dialami petutur ialah dia harus mengeluarkan uang untuk membantu memenuhi keinginan penutur. Dari sisi ketaklangsungan, tuturan tersebut membutuhkan jalan yang sedikit panjang untuk sampai pada tujuan yang diinginkan penutur. Dalam hal ini penutur bertujuan untuk menyuruh petutur membayar jagungnya, tetapi dengan tuturan yang tidak ada unsur menyuruh. Oleh karena itu, tuturan tersebut lebih sopan daripada menyuruh dengan tuturan “kamu yang bayar jagungnya”. Dilihat dari skala keopsionalan, tuturan tersebut tidak memberikan kesempatan kepada petutur untuk memilih. Tuturan Madun tersebut terlihat memaksa Miun, karena dalam menyuruh, Madun tidak menanyakan terlebih dahulu kesanggupan Miun. Tuturan yang cenderung memaksa seperti tuturan Madun tersebut termasuk tuturan yang tidak santun, karena tidak memberi kesempatan kepada petutur untuk memilih. commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Contoh lain pelanggaran terhadap maksim kedermawanan dapat dilihat pada percakapan berikut. [7]
Latar : Sebuah toko pinggir jalan Peserta : Tasya, Herman, Surti, dan Dio Tujuan : Bersumpah (bagi Herman) Kunci : Santai Percakapan: Tasya : Aku marah sama kamu pokoknya. Gimana sih? Kamu lebih memilih dia coba. Herman : Kok kamu percaya sih? Tasya : Ya liat aja, dipeluk-peluk. Di depan kita dipeluk-peluk, di belakang ngapain? Herman : Sumpah. Surti : Kalo kamu boong aku meluk kamu, kamu nolak. Kamu nggak nolak kan. Tasya : Coba-coba. Herman : Saya mau nolak. Tasya : Coba peluk. Herman : Saya nolak. Tasya : Pokoknya aku, Herman : Berani sumpah. Sambar geledek bareng-bareng. Dio : He, sendirin aja, sembarangan. (114/OVJ/Trans7/7 Februari 2010) Pada
percakapan
[7]
terdapat
pelanggaran
terhadap
maksim
kedermawanan, terutama terhadap submaksim kedua karena meminimalkan kerugian diri sendiri. Pelanggaran terlihat pada tuturan Herman, “Berani sumpah. Sambar geledek bareng-bareng.”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur komisif, karena bersumpah. Herman dituduh pacarnya (Tasya) telah berselingkuh. Merasa telah difitnah, dia pun tidak mau mengakui hal tersebut. Herman berusaha menyelamatkan diri dengan bersumpah. Dalam sumpah tersebut, Herman melibatkan juga orang lain, yang terlihat pada “Sambar geledek barengbareng”. Tuturan tersebut bukan hanya merugikan penutur, tetapi juga orang lain yang dimaksud oleh penutur, yaitu temannya. Melalui tuturan tersebut commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terlihat bahwa penutur berusaha untuk mengurangi kerugian yang dia alami dengan cara membaginya dengan orang lain. Penutur bersumpah jika dia berbohong, dia berani disambar geledek tetapi bersama orang lain, yang jelas memperlihatkan bahwa penutur tidak ingin mengalami penderitaan seorang diri. 3. Maksim Pujian Maksim ketiga dalam prinsip kesantunan ini memiliki dua submaksim, yaitu a) kecamlah orang lain sesedikit mungkin dan b) pujilah orang lain sebanyak mungkin. Dalam penelitian ini ditemukan banyak sekali pelanggaran terhadap maksim pujian, yaitu sebanyak lima puluh tiga tuturan. Hanya beberapa data yang akan dianalisis di sini, salah satunya adalah percakapan berikut. [8]
Latar : Sebuah kebun Peserta : Dalang, Kok Rata, dan Kenji Tujuan : Menjelaskan nama Kok Rata Kunci : Santai Percakapan: Dalang : Kok Rata ma Takeshi lagi ngobrol-ngobrol. Trus, Kok Rata : Kok Rata? Dalang : Namanya Kok Rata. Kenji : Ya, sesuai Le. (5/OVJ/Trans7/1 Februari 2010) Pada percakapan [8] terdapat pelanggaran terhadap maksim pujian,
terutama terhadap submaksim pertama karena penutur mengecam petutur. Pelanggaran dilakukan oleh Kenji kepada Kok Rata. Pelanggaran terlihat pada tuturan “Ya, sesuai Le.”, yang merupakan tindak tutur asertif. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur asertif karena penutur mengemukakan pendapatnya tentang nama Kok Rata. commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penutur (Kenji) mengemukakan pendapatnya tentang nama Kok Rata, yaitu bahwa Kok Rata pantas memiliki nama tersebut. Penutur menuturkan “Ya, sesuai Le”, yang menghina Kok Rata. Kok Rata terhina karena penutur mengujarkan bahwa Kok Rata mempunyai hidung yang juga rata, yaitu pesek. Jika orang lain menuturkan bahwa seseorang memiliki hidung yang pesek, maka itu adalah sebuah hinaan. Menurut penutur, nama Kok Rata sesuai dengan orangnya yang mempunyai hidung yang rata (tidak mancung). Penutur melakukan sebuah penghinaan kepada petutur (Kok Rata) melalui tuturannya yang dimaksudkan untuk menghina hidungnya yang pesek. Pelanggaran terhadap maksim pujian dapat dilihat pula pada percakapan berikut. [9]
Latar : Sebuah ruangan Peserta : Kok Rata, Kenji, dan Dalang (serta Sadako, yang muncul dari televisi) Tujuan : Marah kepada Sadako (bagi Kok Rata) Kunci : Santai Percakapan: Kok Rata : Jangan-jangan dia dateng nih? Aku mau ngumpet. Heh, tipi gue ini rusak! Tipi gue rusak. Kenji : Ribet banget sih? Kok Rata : Lama-lama gue hajar nih. Dalang : Haah, jadi nggak serem itu. Kok Rata : Tipi gue dirusakin. Setan kurang ajar. (20/OVJ/Trans7/1 Februari 2010) Pada percakapan [9] terdapat pelanggaran terhadap maksim pujian,
khususnya terhadap submaksim pertama karena melakukan pengecaman kepada orang lain. Pelanggaran terlihat pada tuturan Kok Rata, “Setan kurang ajar”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur ekspresif, karena merupakan tuturan mengecam. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
48 digilib.uns.ac.id
Tuturan “Setan kurang ajar” melanggar maksim pujian karena tuturan tersebut dimaksudkan untuk menghina orang lain, yaitu Sadako. Penutur (Kok Rata) menuturkan tuturan tersebut karena Sadako sudah merusak televisinya. Penutur merasa tidak senang kepada Sadako, maka penutur menghinanya. Sadako terhina oleh tuturan Kok Rata, karena dikatakan sebagai setan yang kurang ajar. Sadako dihina sebagai setan kurang ajar, yang berarti dia telah melakukan hal yang buruk/tidak baik. Hinaan Kok Rata tersebut tentu sangat tidak berkenan di hati Sadako. Berikut contoh lain percakapan yang melanggar maksim pujian. [10] Latar : Lapangan bermain skateboard Peserta : Dalang, Puff Diddy, dan Eminem Tujuan : Menyela (bagi Puff Diddy) Kunci : Santai Percakapan: Dalang : Bagaimanakah kelanjutan ceritanya? Puff Diddy : Opera Van Java. Eminem : Ya‟e. Puff Diddy : Betul kan? Iya betul. Dalang : Sek, saya lagi mo nutup Sek. (27/OVJ/Trans7/2 Februari 2010) Pada percakapan [10] terdapat pelanggaran terhadap maksim pujian, terutama terhadap submaksim pertama karena melakukan penghinaan kepada orang lain. Pelanggaran terlihat pada tuturan Dalang, “Sek, saya lagi mo nutup Sek.”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur asertif, karena menyatakan sesuatu. Tuturan Dalang tersebut melanggar maksim pujian karena menghina orang lain, yaitu Puff Diddy. Dalang merasa terganggu dengan Puff Diddy yang menyela narasinya, kemudian Dalang menuturkan “Sek, saya lagi mo nutup Sek.”. Dalam tuturan Dalang tersebut mengandung sebuah hinaan commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kepada Puff Diddy, yaitu “sek” yang berarti pesek. Puff Diddy diperankan oleh Sule, yang memang mempunyai hidung pesek. Dalang merasa terganggu dengan Puff Diddy, maka dia memanggilnya dengan “sek”. Puff Diddy tentu saja terhina dengan tuturan Dalang tersebut, karena dikatakan memiliki hidung yang pesek. Contoh lain yang melanggar maksim pujian terdapat pada percakapan berikut. [11] Latar : Panggung hiburan Peserta : Dalang, Yudis, dan Rudi Tujuan : Mencoba mic (bagi Dalang) Kunci : Santai Percakapan: Dalang : Nyari kacamata, tu. Saya masuk kok burem amat. Tes tes tes, Sule jelek, Sule jelek. Yudis : Anak RW, biasa. Rudi : Nggak pa-pa, biarain aja nggak pa-pa. (101/OVJ/Trans7/6 Februari 2010) Pada percakapan [11] terdapat pelanggaran terhadap maksim pujian, terutama terhadap submaksim pertama karena memperbanyak kecaman kepada orang lain. Pelanggaran terlihat pada tuturan Dalang, “Tes tes tes, Sule jelek, Sule jelek.”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur asertif, karena menyatakan sesuatu. Tuturan Dalang tersebut melanggar maksim pujian karena menghina orang lain, yaitu Sule. Sule adalah pemeran tokoh Yudis. Dalang menghina Sule dengan menuturkan bahwa Sule jelek. Sule tentu merasa terhina dengan tuturan Dalang, karena dia dikatakan jelek. Dinilai orang lain jelek merupakan sebuah hinaan, yang berarti bahwa orang tersebut tidak menghargai wajah orang yang dihina tersebut. commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Contoh lain pelanggaran terhadap maksim pujian dapat dilihat pada percakapan berikut. [12] Latar : Depan rumah Bu Mintuk Peserta : Rusli dan Dalang Tujuan : Menagih hutang (bagi Rusli) Kunci : Santai Percakapan: Rusli : Buah srikaya belum mateng, orang kaya baru dateng. Bu Mimin, how are you today? Kok malah gembira? Bu Mimin, Dalang : Buah srikaya diajak berantem, Rusli : Artinya? Dalang : Orang kaya kulitnya item. (96/OVJ/Trans7/6 Februari 2010) Pada percakapan [12] terdapat pelanggaran terhadap maksim pujian, terutama terhadap submaksim pertama karena menghina orang lain. Pelanggaran maksim pujian terlihat pada tuturan Dalang, “Orang kaya kulitnya item.”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur ekspresif, karena merupakan tuturan mengecam. Rusli sedang berpantun yang memuji dirinya sendiri. Dalang yang mendengarnya membalas dengan memberikan pantun juga, tetapi dengan tujuan menghina Rusli. Dalang menghina Rusli bahwa dia orang kaya yang kulitnya hitam. Berdasarkan tuturan “Orang kaya kulitnya item.”, berarti Dalang
memaksimalkan
hinaan
kepada
Rusli.
Hal
tersebut
sangat
bertentangan dengan maksim pujian submaksim pertama, yang seharusnya mengecam orang lain sesedikit mungkin. Rusli tentu juga merasa terhina dengan tuturan Dalang tersebut, karena dihina memiliki kulit yang hitam. Maksim pujian merupakan maksim yang paling banyak dilanggar. Pelanggaran maksim ini ditandai dengan tuturan yang menghina petuturnya user ini dapat dibedakan ke dalam atau orang lain. Pelanggaran commit terhadaptomaksim
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
dua submaksim. Tuturan yang termasuk ke dalam pelanggaran terhadap submaksim pertama ialah pada data nomor 1, 2, 5, 6, 7, 11, 15, 20, 22, 23, 24, 26, 27, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 42, 51, 52, 54, 56, 57, 61, 62, 63, 66, 69, 74, 75, 78, 80, 81, 85, 91, 92, 93, 94, 96, 97, 99, 101, 105, 106, 107, 108, 109, 112, dan 116. Pelanggaran terhadap submaksim pertama dapat dibedakan lagi menjadi dua, yaitu pengecaman yang dilakukan penutur kepada orang kedua dan pengecaman yang dilakukan penutur kepada orang ketiga. Pengecaman yang dilakukan kepada orang kedua ialah pada data nomor 5, 6, 7, 11, 15, 20, 23, 26, 27, 37, 42, 51, 52, 54, 56, 57, 61, 62, 63, 66, 69, 75, 78, 80, 81, 92, 93, 94, 96, 97, 101, 107, dan 112. Penutur juga sering melakukan pengecaman kepada orang ketiga, yaitu orang yang ikut disebutkan dalam sebuah pertuturan. Pengecaman yang dilakukan penutur kepada orang ketiga dapat dilihat pada data nomor 1, 2, 22, 24, 34, 35, 36, 38, 39, 74, 85, 91, 99, 105, 106, 108, 109, dan 116. Pelanggaran terhadap maksim pujian submaksim kedua hanya ditemukan pada data nomor 89 dan 119. Kedua data tersebut menunjukkan bahwa penutur meminimalkan pujian kepada petuturnya (orang kedua). 4. Maksim Kerendahan Hati Seperti maksim-maksim sebelumnya, maksim kerendahan hati juga terdiri dari dua submaksim. Submaksim tersebut ialah a) pujilah diri sendiri sesedikit mungkin dan b) kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin. Pelanggaran terhadap maksim kerendahan hati dapat dilihat pada percakapan di bawah ini. [13] Latar : Lapangan commit user Peserta : Puff Diddy, 50 Cent, to dan Igor
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
Tujuan : Beradu nge-rap Kunci : Santai Percakapan: Puff Diddy : Ayo kita mulai. Siapa yang berani duluan, itu yang menang. 50 Cent : Ok. Puff Diddy : Yo. Kamu mau duluan? 50 Cent : Boleh. Puff Diddy : Ok, silahkan. Igor : Sampai langit berwarna jingga, mo bilang apa juga pasti kita semua yang jauh lebih menang. Kalo kita menang, semua pasti menang. Mendingan Elu ke laut, langsung berenang. (41/OVJ/Trans7/2 Februari 2010) Pada percakapan [13] terdapat pelanggaran terhadap maksim kerendahan hati, khususnya submaksim pertama karena memaksimalkan pujian kepada diri sendiri. Pelanggaran maksim kerendahan hati dilakukan oleh Igor, yaitu pada tuturan “mo bilang apa juga pasti kita semua yang jauh lebih menang”. Tuturan tersebut merupakan tindak tutur asertif, karena membual tentang dirinya sendiri yaitu menyatakan bahwa dirinya hebat. Penutur mengujarkan tuturan tersebut untuk menyombongkan dirinya, bahwa dirinya yang akan menjadi pemenang. Tuturan tersebut bertentangan dengan maksim kerendahan hati submaksim pertama, yang seharusnya memuji diri sendiri sesedikit mungkin. Penutur justru melakukan hal sebaliknya, yaitu memaksimalkan pujian pada diri sendiri bahwa dirinyalah yang pasti akan menang. Berikut data lain yang melanggar maksim kerendahan hati. [14] Latar : Depan Rumah Bu Mintuk Peserta : Rusli dan Dalang (serta Bu Mintuk dan Lestari, sebagai pendengar) Tujuan : Membanggakan diri sendiri (bagi Rusli) Kunci : Santai Tuturan: user orang kaya baru dateng. Bu Rusli : Buah srikayacommit belum to mateng,
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mimin, how are you today? Kok malah gembira? Bu Mimin, Dalang : Buah srikaya diajak berantem, Rusli : Artinya? Dalang : Orang kaya kulitnya item. (95/OVJ/ Trans7/6 Februari 2010) Pada percakapan [14] terdapat pelanggaran terhadap maksim kerendahan hati, terutama terhadap submaksim pertama karena Rusli memuji dirinya sendiri. Pelanggaran maksim kerendahan hati terlihat pada tuturan Rusli, “orang kaya baru dateng.”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur ekspresif karena merupakan tuturan memuji, dalam hal ini memuji diri sendiri. Rusli yang berniat untuk menagih hutang kepada Bu Mintuk, menuturkan pantun yang isinya memuji diri sendiri, yaitu “orang kaya baru dateng.”. Tuturan tersebut berarti bahwa penutur membanggakan dirinya sendiri, yaitu bahwa dirinya orang kaya. Tuturan tersebut termasuk menyombongkan diri sendiri, yang sangat bertentangan dengan submaksim pertama maksim kerendahan hati untuk memuji diri sendiri sesedikit mungkin. Rusli justru melakukan yang sebaliknya, yaitu memaksimalkan pujian pada diri sendiri. Pelanggaran terhadap maksim kerendahan hati dapat dilihat pula pada percakapan berikut. [15] Latar : Sebuah panggung hiburan Peserta : Yudis dan Lestari Tujuan : Memuji (bagi Yudis) Kunci : Dengan sombong Percakapan: Yudis : Ternyata kamu kalo udah berpakaian dangdut cantik juga ya? Lestari : Iya dong. (98/OVJ/Tran7/6 Februari 2010) commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada percakapan [15] terdapat pelanggaran terhadap maksim kerendahan hati, khususnya terhadap submaksim pertama karena memuji diri sendiri. Pelangaran maksim kerendahan hati terlihat pada tuturan Lestari, “Iya dong.”, bahwa dia meng-iya-kan ketika dipuji cantik. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur ekspresif, karena merupakan tuturan memuji (diri sendiri). Lestari yang biasanya menggunakan pakaian sederhana, kini memakai pakaian yang bagus, Yudis langsung memuji bahwa dia cantik. Mendengar pujian Yudis tersebut, Lestari pun menjawab “Iya dong.” yang sama saja dia memuji diri sendiri. Tuturan “iya dong” sama saja memuji diri sendiri, karena penutur meng-iya-kan pujian yang menyatakan bahwa dia cantik. Hal tersebut bertentangan dengan submaksim pertama maksim kerendahan hati, yang seharusnya memuji diri sendiri sesedikit mungkin. Penutur justru melakukan hal yang sebaliknya dengan memuji diri sendiri, yang membanggakan dirinya sendiri bahwa dia memang cantik. Seperti maksim-maksim lainnya, maksim kerendahan hati juga terdiri dari dua submaksim. Akan tetapi, pada data hanya ditemukan pelanggaran terhadap maksim kerendahan hati submaksim pertama dan tidak ditemukan pelanggaran terhadap submaksim kedua. Data lain yang menunjukkan pelanggaran terhadap maksim kerendahan hati submaksim pertama adalah data nomor 16 dan 21. Kedua data tersebut sama-sama menunjukkan bahwa penutur memuji dirinya sendiri.
commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Maksim Kesepakatan Maksim kesepakatan terdiri dari dua submaksim, yaitu “a) usahakan agar ketaksepakatan antara diri dan lain terjadi sesedikit mungkin dan b) usahakan agar kesepakatan antara diri dengan lain terjadi sebanyak mungkin.” Pelanggaran terhadap maksim kesepakatan ini juga banyak terjadi, salah satunya ialah pada contoh berikut ini. [16] Latar : Sebuah ruangan Peserta : Kok Rata dan Kenji Tujuan : Memberikan mic pada Kok Rata (bagi Kenji) Kunci : Santai Percakapan: Kok Rata : Ini buat apaan? Kenji : Mic, mic. Kok Rata : Mic beginian? Kenji : Itu yang terbaru, modelnya. Kok Rata : Ini poci Ndre. Kenji : Pura-puranya mic. Tuh dah keluar tuh. (18/OVJ/Trans7/1 Februari 2010) Pada percakapan [16] terdapat pelanggaran terhadap maksim kesepakatan, terutama submaksim pertama karena penutur memiliki ketaksepakatan dengan petutur. Pelanggaran tampak pada tuturan Kok Rata “Ini poci Ndre”, yang termasuk dalam tindak tutur asertif. Tuturan tersebut termasuk dalam tindak tutur asertif karena penutur menyatakan sesuatu. Penutur mengujarkan sesuatu yang menunjukkan ketaksepakatannya dengan petutur. Penutur tidak setuju dengan apa yang dikemukan oleh petutur bahwa benda yang diberikan kepada penutur adalah sebuah mic. Penutur tidak mau berpura-pura untuk menganggap poci sebagai mic, maka penutur menyatakan ketaksepakatannya. Contoh lain pelanggaran terhadap maksim kesepakatan terdapat pada percakapan berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
56 digilib.uns.ac.id
[17] Latar : Sebuah hutan Peserta : Qodir, Hartinah,Dalang, dan Ghozali Tujuan : Mengajarkan jurus (bagi Qodir) Kunci : Santai Percakapan: Qodir : Saya latih, tenang saja. Ikuti saya. Sebelumnya, kamu harus pake ini. Ghozali : Ok. Qodir : Nambah energi. Hajar kanan. Ghozali : Hajar kanan. Qodir : Hajar kiri. Ghozali : Hajar kiri. Dalang : Nah gitu, iya gitu. Qodir : Dorong depan. Dalang : Na, iya. Qodir : Tarik nafas, buang. Itu pingsan semua. Makan pete dulu, jengkol. Paduan pete dan jengkol. Hartinah : Akan pingsan semua. Ghozali : Itu berarti bukan jurus. Ngapain musti kanan-kiri kanan-kiri? Makan aja pete, udah langsung mati orang. (76/OVJ/Trans7/4 Februari 2010) Pada percakapan [17] terdapat pelanggaran terhadap maksim kesepakatan, terutama terhadap submaksim pertama karena penutur tidak memiliki kesepakatan dengan petutur. Pelanggaran maksim kesepakatan terlihat pada tuturan Ghozali, “Itu berarti bukan jurus.”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur asertif, karena penutur mengemukakan pendapatnya. Qodir sedang mengajari Ghozali sebuah jurus. Setelah selesai diajari oleh Qodir, Ghozali menuturkan “Itu berarti bukan jurus”. Tuturan tersebut menunjukkan bahwa Ghozali tidak memiliki kesepakatan dengan Qodir. Penutur tidak sepakat dengan Qodir bahwa apa yang sudah diajarkannya adalah sebuah jurus. Menurut penutur, apa yang diajarkan oleh Qodir bulanlah sebuah jurus. Hal tersebut karena menurut penutur, semua orang, asal makan petai kemudian menghembuskan nafas, dapat melumpuhkan musuhnya. Penutur sangat tidak sepakat dengan Qodir tentang jurus yang diajarkannya. commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tuturan yang menunjukkan ketaksepakatan dengan orang lain, seperti yang terlihat pada tuturan Ghozali tersebut sangat bertentangan dengan submaksim pertama maksim kesepakatan, untuk mengusahakan agar ketaksepakatan diri dengan lain terjadi sesedikit mungkin. Pelanggaran terhadap maksim kesepakatan juga terlihat pada percakapan berikut. [18] Latar Peserta Tujuan Kunci
: : : :
Panggung hiburan Dalang dan Rudi Menjelaskan (bagi Dalang) Santai
Percakapan: Dalang :
Rudi Dalang
: :
Di sini akhirnya Lestari mengingatkan e, apa namanya? Rencana mereka semua, yaitu memberikan bantuan kepada ibunya. Di mana untuk melunasi hutang kepada rentenir. Pada niat semula, mengingatkan. Ya sudah, lebih baik kita bantu. Belum, belum sudah. Kalo sudah, abis dong. (103/OVJ/Trans7/6 Februari 2010)
Pada percakapan [18] terdapat pelanggaran terhadap maksim kesepakatan, khususnya terhadap submaksim pertama karena penutur tidak memiliki kesepakatan dengan petutur. Pelanggaran maksim kesepakatan terlihat pada tuturan Dalang, “Belum, belum sudah. Kalo sudah, abis dong.”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur asertif, karena penutur menyatakan pendapatnya. Tuturan Dalang tersebut menunjukkan bahwa dia tidak memiliki kesepakatan dengan apa yang dituturkan oleh Rudi. Dalang membacakan narasi, kemudian Rudi menyanggupi apa yang dinarasikan oleh Dalang dengan menuturkan “Ya sudah, lebih baik kita bantu.”. Mendengar tuturan Rudi tersebut, Dalang pun menanggapi dengan “Belum, belum sudah. Kalo commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sudah, abis dong.”. Penutur (Dalang) tidak sepakat dengan Rudi, khususnya mengenai tuturan „sudah‟. Di sini terlihat penutur berusaha mencari-cari sesuatu untuk tidak memiliki kesepakatan dengan petutur. Penutur menyatakan bahwa yang dituturkan petutur salah, seharusnya belum sudah karena jika sudah maka ceritanya berakhir. Apa yang dituturkan oleh Rudi sebenarnya sudah benar, tetapi memang Dalang yang ingin mencari sesuatu untuk tidak sepakat dengan Rudi. Hal tersebut sangat bertentangan dengan submaksim
pertama
maksim
kesepakatan,
karena
memaksimalkan
ketaksepakatan dengan mitra tutur. Pelanggaran terhadap maksim kesepakatan hanya meliputi satu submaksim, yaitu submaksim pertama. Selain ketiga data yang telah dijelaskan sebelumnya, data lain yang melanggar submaksim pertama maksim kesepakatan adalah data nomor 28, 33, 40, 64, dan 77. Dari kelima data tersebut, dapat dikatakan kelimanya memiliki karakteristik yang sama, yaitu bahwa penutur menyatakan ketidaksepakatannya dengan orang kedua. 6. Maksim Simpati Maksim keenam dalam prinsip kesantunan ini juga terdiri dari dua submaksim, yaitu a) kurangi rasa antipati antara diri dengan lain hingga sekecil mungkin dan b) tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan lain. Salah satu bentuk pelanggaran terhadap maksim simpati dapat dilihat pada contoh di bawah ini. [19] Latar : Tempat nongkrong Geng Taplak Peserta : Puff Diddy, 50 Cent, dan Missy Elliot Tujuan : Mencari adiknya yang hilang (bagi Puff Diddy) Kunci : Santai Percakapan: to user dululah permasalahan kita. Gua Puff Diddy : Ya, kita commit kesampingkan
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
50 cent Puff Diddy Missy Elliot Puff Diddy 50 cent
: : : : :
mau nanya. Liat adek gue nggak? Siapa? Adek Lu siapa? Ni. Yang mana? Udah tau? Saya kurang tau. Udah bodo amat, pulang dari sini deh! (30/OVJ/Trans7/2 Februari 2010)
Pada percakapan [19] terdapat pelanggaran terhadap maksim simpati, khususnya submaksim pertama karena memaksimalkan rasa antipati kepada orang lain. Pelanggaran terlihat pada tuturan 50 Cent “Saya kurang tau. Udah bodo amat, pulang dari sini deh!”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur asertif, karena penutur menyatakan tentang sesuatu, bahwa dia tidak tahu tentang apa yang sedang ditanyakan oleh petutur. Berdasarkan tuturan tersebut, dapat dilihat bahwa penutur sama sekali tidak mengurangi rasa antipati kepada petutur. Petutur sedang kehilangan adiknya, seharusnya penutur dapat membantunya atau paling tidak mengurangi rasa antipati kepadanya. Melalui tuturan tersebut terlihat bahwa penutur justru meningkatkan antipati kepada petutur, penutur sama sekali tidak bersimpati walaupun petutur sedang kesusahan kehilangan adiknya. Tuturan “Saya kurang tau. Udah bodo amat, pulang dari sini deh!” menunjukkan bahwa penutur tidak mau tahu dengan urusan petutur. Rasa antipati penutur lebih terlihat, karena petutur sedang kesusahan dan penutur justru mengusirnya dan sama sekali tidak memperhatikan kesusahan petutur. Hal tersebut sangat bertentangan dengan submaksim pertama maksim simpati, yang seharusnya mengurangi rasa antipati antara diri dengan lain hingga sekecil mungkin. commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Contoh lain pelanggaran terhadap maksim simpati dapat dilihat pada percakapan berikut. [20] Latar : Tepi pantai Peserta : Bundo dan Dalang Tujuan : Mengeluh (bagi Bundo) Kunci : Santai Percakapan: Bundo : Nasib saya kok jelek banget? Dalang : Dari dulu. Ampe tiga kali kan Nung. Berarti jelek. (60/OVJ/Trans7/3 Februari 2010) Pada percakapan [20] terdapat pelanggaran terhadap maksim simpati, khususnya terhadap submaksim kedua karena meminimalkan rasa simpati kepada orang lain. Pelanggaran maksim simpati terlihat pada tuturan Dalang, “Dari dulu. Ampe tiga kali kan Nung. Berarti jelek.”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur asertif, karena penutur menyatakan pendapatnya tentang sesuatu. Bundo sedang mengeluh tentang nasibnya yang dirasanya buruk. Kemudian Dalang menanggapinya dengan menuturkan “Dari dulu. Ampe tiga kali kan Nung. Berarti jelek.”. Tuturan Dalang tersebut menunjukkan bahwa dia tidak memiliki rasa simpati kepada Bundo. Penutur (Dalang) tidak sedikit pun bersimpati kepada Bundo, dan justru meng-iya-kan keluhan Bundo. Sangat kelihatan bahwa penutur tidak berniat untuk bersimpati kepada Bundo atas keluhannya, dan menuturkan sesuatu yang justru sama dengan yang dikeluhkan Bundo. Tuturan yang diujarkan oleh Dalang tersebut bertentangang dengan submaksim kedua maksim simpati, yang seharusnya meningkatkan rasa simpati kepada orang lain. Pelanggaran terhadap maksim simpati juga terdapat pada percakapan berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
61 digilib.uns.ac.id
[21] Latar : Pinggir jalan Peserta : Amel dan Miun Tujuan : Memberitahukan (bagi Amel) Kunci : Santai Percakapan: Amel : Kang, mau kasih kabar. Temen Akang yang kemaren jajan jagung di tempat saya teh meninggal. Miun : Bagus. (87/OVJ/Trans7/5 Februari 2010)
Pada percakapan [21] terdapat pelanggaran terhadap maksim simpati, terutama terhadap submaksim kedua karena penutur tidak bersimpati kepada orang lain. Pelanggaran maksim simpati terlihat pada tuturan Miun, “Bagus”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur asertif, karena penutur menyatakan sesuatu. Amel memberikan kabar kepada Miun bahwa temannya telah meninggal. Mendengar kabar tersebut, bukannya bersimpati Miun justru menuturkan “Bagus”. Seseorang jika mendengar berita bahwa ada orang yang meninggal seharusnya bersimpati, apalagi yang meninggal itu adalah temannya. Akan tetapi, hal sebaliknyalah yang dilakukan oleh Miun. Miun justru menganggap kematian temannya itu sebagai berita yang bagus. Hal tersebut sangat bertentangan dengan submaksim kedua maksim simpati, yang seharusnya meningkatkan rasa simpati kepada orang lain. Pelanggaran yang dilakukan terhadap maksim simpati meliputi dua macam, yaitu terhadap submaksim pertama dan terhadap submaksim kedua. Data yang menunjukkan pelanggaran maksim simpati submaksim pertama ialah data nomor 30, 104, dan 115. Ketiga data tersebut sama-sama menunjukkan bahwa penutur memiliki rasa antipati dengan orang kedua. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
Ditemukan juga pelanggaran terhadap maksim simpati submaksim kedua, yaitu pada data nomor 4, 13, 29, 49, 60, 86, 87, dan 117. Data nomor 4, 13, 29, 49, dan 60 menunjukkan bahwa penuturnya tidak bersimpati atas apa yang terjadi kepada orang kedua, sedangkan pada data nomor 86, 87, dan 117 menunjukkan bahwa penutur tidak bersimpati kepada orang ketiga. 7. Maksim Pertimbangan Maksim pertimbangan terdiri dari dua submaksim, yaitu a) minimalkan rasa tidak senang pada mitra tutur dan b) maksimalkan rasa senang pada mitra tutur. Dalam penelitian ini ditemukan banyak pelanggaran terhadap maksim pertimbangan, salah satunya terlihat pada percakapan berikut ini. [22] Latar : Lapangan bermain skateboard Peserta : Iwa dan Puff Diddy Tujuan : Menanyakan langkah selanjutnya (bagi Puff Diddy) Kunci : Santai Percakapan: Iwa : Jadi sudah jelas selama ini. Dulu kita pernah memadu janji kalo kita bakal sehidup semati. Puff Diddy : Ini salah dia, serius. Anda mau membikin apa? Seteleh anda melihat berpacaran berselingkuh begini? (31/OVJ/Trans7/2 Februari 2010) Pada percakapan [22] terdapat pelanggaran terhadap maksim pertimbangan, terutama submaksim pertama karena memaksimalkan rasa tidak senang kepada mitra tutur. Pelanggaran dilakukan oleh Puff Diddy kepada Iwa, yang terlihat pada tuturan “Ini salah dia, serius.”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam tindak tutur asertif, karena penutur menyatakan sebuah pendapat. Penutur mengujarkan sesuatu yang mengingatkan petutur tentang commit to user kesedihan yang sedang dialaminya. Petutur sedang bersedih karena
perpustakaan.uns.ac.id
63 digilib.uns.ac.id
mengetahui pacarnya berselingkuh, hal yang seharusnya dilakukan penutur adalah mengurangi kesedihan yang sedang dialami petutur. Akan tetapi, penutur justru mengatakan hal yang justru menambah kesedihannya, yaitu bahwa pacarnya memang bersalah. Hal yang dilakukan penutur bukan membuat petutur lebih santai, tetapi justru membuatnya semakin „panas‟ atau marah. Contoh lain pelanggaran terhadap maksim pertimbangan dapat dilihat pada percakapan berikut. [23] Latar : Depan rumah Udo Gilo Peserta : Dalang, Midun, dan Udo Gilo Tujuan : Memperbaiki rumah Udo Gilo (bagi Dalang dan Midun) Kunci : Santai Percakapan: Dalang : Bapak. Tenang pak. Bapak nggak usah sedih gitu pak. Silahkan dibuka. Midun : Bentar. Bapak, mungkin dulu bapak punya rumah reot. Udo Gilo : He-eh. (menangis) (46/OVJ/Trans7/3 Februari 2010) Pada percakapan [23] terdapat pelanggaran terhadap maksim pertimbangan, khususnya terhadap submaksim kedua karena meminimalkan rasa senang pada mitra tutur. Pelanggaran terlihat pada tuturan Midun, “mungkin dulu bapak punya rumah reot”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur asertif, karena menyatakan sesuatu. Dalang dan Midun adalah orang dari bedah rumah yang memperbaiki rumah Udo Gilo. Ketika Dalang dan Midun akan memperlihatkan rumah baru Udo Gilo, Midun menuturkan “mungkin dulu bapak punya rumah reot”. Tuturan Midun tersebut akan mengingatkan Udo Gilo tentang keadaan rumahnya sebelum diperbaiki. Hal tersebut dapat mengurangi kebahagiaan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
64 digilib.uns.ac.id
yang sedang dirasakan oleh Udo Gilo dalam menerima rumah barunya. Udo Gilo akan merasa sedih jika teringat rumahnya yang dahulu, yang dikatakan reot oleh Midun. Dengan kata lain, tuturan Midun tersebut dapat mengurangi kebahagiaan yang sedang dirasakan oleh Udo Gilo. Tuturan Midun tersebut bertentangan dengan submaksim kedua maksim pertimbangan, yang seharusnya memaksimalkan rasa senang pada mitra tutur. Selain dua contoh sebelumnya, berikut satu lagi percakapan yang menunjukkan pelanggaran terhadap maksim pertimbangan. [24] Latar : Depan rumah Peserta : Dio dan Tasya Tujuan : Menghibur (bagi Dio) Kunci : Santai Percakapan: Dio : Adinda. Tasya : Iya kakanda. Dio : Sudahlah, kamu nggak usah bersedih begitu. Untuk apa diharapkan seorang laki-laki yang ternyata mengkhianati kamu. (118/OVJ/Trans7/7 Februari 2010) Pada percakapan [24] terdapat pelanggaran terhadap maksim pertimbangan, khususnya terhadap submaksim pertama karena tidak meminimalkan rasa tidak senang kepada mitra tutur. Pelanggaran maksim pertimbangan terlihat pada tuturan Dio, “Untuk apa diharapkan seorang laki-laki yang ternyata mengkhianati kamu.”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur asertif, kerena penutur menyatakan sesuatu. Dio sedang menghibur Tasya yang sedang sedih karena kehilangan pacarnya. Dalam menghibur Tasya tersebut, Dio menuturkan “Untuk apa diharapkan seorang laki-laki yang ternyata mengkhianati kamu.”. Tuturan Dio tersebut dapat mengingatkan Tasya tentang hal buruk yang terjadi commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
padanya, yaitu bahwa dia dikhianati oleh pacaranya. Pada saat itu Tasya sedang bersedih karena dikhianati pacarnya, dengan tuturan Dio tersebut bisa jadi Tasya menjadi lebih sedih. Tuturan Dio akan lebih sopan jika “Untuk apa diharapkan seorang laki-laki yang seperti itu.”. Akan terdengar lebih sopan jika bagian yang dianggap menyedihkan tidak disebutkan secara detail. Tuturan Dio tersebut bertentangan dengan submaksim pertama maksim pertimbangan, yang seharusnya meminimalkan rasa tidak senang pada mitra tutur. Ditemukan data yang melanggar kedua submaksim dalam maksim pertimbangan.
Pelanggaran
terhadap
submaksim
pertama
maksim
pertimbangan tampak pada data nomor 9, 25, 31, dan 118. Keempat data tersebut menunjukkan bahwa penutur telah meminimalkan rasa senang. Pada data nomor 25 penutur meminimalkan rasa senang orang ketiga, sedangkan pada data nomor 9, 31, dan 118 penutur meminimalkan rasa senang orang kedua. Selain itu, terdapat juga pelanggaran terhadap submaksim kedua maksim pertimbangan, yang terlihat pada data nomor 46 dan 48. Kedua data tersebut menunjukkan bahwa penutur telah meminimalkan rasa senang petuturnya.
commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Adapun pelanggaran prinsip kesantunan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2 Pelanggaran Prinsip Kesantunan No. 1.
Pelanggaran Prinsip Kesantunan Maksim Kearifan a. Submaksim pertama
b. Submaksim kedua
2
3.
a. Submaksim pertama b. Submaksim kedua
Maksim Pujian a. Submaksim pertama
6.
7.
79 114 1, 2, 5, 6, 7, 11, 15, 20, 22, 23, 24, 26, 27, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 42, 51, 52, 54, 56, 57, 61, 62, 63, 66, 69, 74, 75, 78, 80, 81, 85, 91, 92, 93, 94, 96, 97, 99, 101, 105, 106, 107, 108, 109, 112, 116 89, 119
Maksim Kerendahan Hati a. Submaksim pertama b. Submaksim kedua
5.
10, 12, 14, 17, 19, 43, 45, 50, 53, 55, 59, 65,67, 68, 70, 71, 72, 73, 82, 83, 84, 88, 90, 100, 102, 111, 113, 120 32, 47, 58
Maksim Kedermawanan
b. Submaksim kedua
4.
Nomor Data
16, 21, 41, 95, 98 -
Maksim Kesepakatan a. Submaksim pertama b. Submaksim kedua
Maksim Simpati a. Submaksim pertama b. Submaksim kedua
Maksim Pertimbangan a. Submaksim pertama b. Submaksim kedua
18, 28, 33, 40, 64, 76, 77, 103 30, 104, 115 4, 13, 29, 49, 60, 86, 87, 117
9, 25, 31 46, 48
commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Prinsip Ironi dalam Acara OVJ Penjelasan terhadap prinsip ironi, bukanlah seperti pada tujuh maksim pada prinsip kesantunan. Jika dalam prinsip kesantunan, bentuk tidak sopan ialah jika terjadi pelanggaran terhadap maksim-maksimnya, maka dalam prinsip ironi, jika sebuah tuturan mengandung prinsip ironi maka dikatakan tidak sopan. Penutur dikatakan ironis jika bertindak sopan, tetapi sebenarnya maksud di dalamnya ialah tidak sopan. Atau dengan kata lain, berpura-pura baik untuk sesuatu sebenarnya yang tidak baik. Maksud orang dengan menggunakan prinsip ironi ini adalah untuk menyudutkan dan merugikan orang lain. Prinsip Ironi yang terdapat dalam acara OVJ dapat dilihat pada contoh berikut ini. [25] Latar : Sebuah kebun Peserta : Dalang, Kok Rata, dan Kenji Tujuan : Membagikan rapor milik Kok Rata Kunci : Santai Percakapan: Dalang : Anak bapak termasuk pintar. Merahnya cuman satu. Kok Rata : Satu. Kenji : Wah, hebat. Dalang : Satu lembar. (3/OVJ/Trans7/1 Februari 2010) Pada percakapan [25] terdapat tuturan yang mengandung prinsip ironi. Hal tersebut dapat dilihat pada tuturan Dalang, “Anak bapak termasuk pintar.”. Tuturan Dalang tersebut termasuk tindak tutur ekspresif, karena penutur memuji seseorang (Kok Rata). Dalang menuturkan sesuatu yang terdengar seperti memuji Kok Rata, yaitu bahwa dia termasuk anak yang pintar. Akan tetapi, jika dilihat lebih lanjut tuturan tersebut bukan bermaksud untuk memuji tetapi menyatakan bahwa Kok Rata mendapat nilai merah sebanyak satu lembar. Tuturan tersebut commitditobalik user tuturan yang terdengar memuji mengandung prinsip ironi, karena
perpustakaan.uns.ac.id
68 digilib.uns.ac.id
ternyata tujuan yang sebenarnya adalah menghina. Kok Rata dan Kenji dapat mengetahui maksud yang sebenarnya dari Dalang setelah mengetahui keadaan yang sebenarnya, yaitu bahwa nilai merahnya bukan hanya satu tetapi satu lembar. Tuturan yang mengandung prinsip ironi juga terlihat pada percakapan berikut. [26] Latar : Sebuah kebun Peserta : Dalang, Kok Rata, dan Kenji Tujuan : Membahas hidung Kok Rata Kunci : Santai Percakapan: Dalang : Nggak. Hidungnya nggak pesek, cuma lumer. Kok Rata : Lumer? Kenji : Lumer. Kok Rata : Beda ama pesek? Kenji : Beda ama pesek. Kok Rata : Kalo pesek jelek kan? Kenji : Kalo lumer bagus. (8/OVJ/Trans7/1 Februari 2010) Pada percakapan [26] terdapat tuturan yang mengandung prinsip ironi, yaitu pada tuturan Kenji “Kalo lumer bagus”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur ekspresif, karena Kenji memuji orang lain (Kok Rata). Kenji menuturkan “Kalo lumer bagus” untuk memuji Kok Rata bahwa hidung lumer berbeda dengan pesek. Penutur mengutarakan hal tersebut untuk menunjukkan kepada Kok Rata bahwa lumer itu bagus dan berbeda dengan pesek. Jika Kok Rata dikatakan memiliki hidung pesek, maka hal itu dapat menghinanya. Kenji berusaha untuk mengatakan dengan kata lain, meskipun sebenarnya lumer itu sama dengan pesek. Kenji seolah-olah memuji Kok Rata bahwa hidung lumer itu bagus, padahal yang sebenarnya adalah menghina bahwa hidungnya lumer, yang sama artinya dengan hidung commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
69 digilib.uns.ac.id
pesek. Selain dua contoh sebelumnya, berikut satu lagi contoh tuturan yang mengandung prinsip ironi. [27] Latar : Di depan rumah Udo Gilo Peserta : Nirmala, Dalang, Udo Gilo, dan Bundo Tujuan : Memaksa ke pasar (bagi Nirmala) dan menolak (bagi Udo Gilo) Kunci : Santai Percakapan: Nirmala : Nggak mau. Aku nggak mau sabar. Sekarang ke pasar. Ayo Bundo, kita ke pasar. Dalang : Akhirnya. Udo Gilo : Sudah, kalo tidak mau kubunuh Makmu. Bundo : Loh, kok aku dibunuh? Dalang : Ceritanya nggak begitu. Sapa yang bikin itu? Bundo : Tau tuh. Pengennya matiin aku terus kamu. Udo Gilo : Gue kan sayang ama die. (44/OVJ/Trans7/3 Februari 2010) Pada percakapan [27] terdapat tuturan yang mengandung prinsip ironi. Hal tersebut dapat dilihat pada tuturan Udo Gilo, “Gue kan sayang ama die”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur asertif, karena penutur menyatakan sesuatu. Udo gilo telah mengancam akan membunuh Bundo. Setelah diprotes oleh Dalang, kemudian Udo Gilo menuturkan “Gue kan sayang ama die”. Tuturan tersebut mengandung prinsip ironi karena apa yang dituturkan Udo Gilo berkebalikan dengan apa yang telah dia tuturkan sebelumnya. Penutur mengaku sayang kepada Bundo, tetapi sebelumnya dia telah mengancam akan membunuh Bundo. Lebih jelasnya, penutur mengujarkan bahwa dia sayang kepada Bundo tetapi sebenarnya dia tidak sayang. Ketidaksayangan penutur kepada Bundo dapat dilihat dalam ancaman yang telah dituturkan penutur sebelumnya, jika memang benar sayang maka tidak mungkin akan membunuh commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
orang yang disayangi itu. Tuturan
yang mengandung prinsip
ironi
dimaksudkan untuk
menjatuhkan atau menghina orang lain, tetapi dengan tuturan yang seolah-olah sopan. Tuturan yang mengandung prinsip ironi terlihat seperti menyenangkan orang lain, tetapi sangat menjatuhkan jika mengetahui makna yang sebenarnya. Penerapan prinsip ironi dapat dinyatakan dengan tuturan yang merupakan kebalikan dari apa yang dimaksud oleh penutur. Sebenarnya penutur menganggap orang lain jelek, tetapi dia justru menuturkan „cantik banget‟, yang dapat dilihat pada data nomor 110. Adapun penerapan prinsip ironi dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3 Penerapan Prinsip Ironi No. 1.
Penerapan Prinsip Ironi
Nomor Data 3, 8, 44, 110
C. Implikatur yang Muncul dalam acara OVJ Pelanggaran terhadap
maksim-maksim
dalam prinsip percakapan,
menunjukkan adanya sebuah implikatur yang tersimpan dalam tuturan tersebut. Implikatur ialah apa yang mungkin diartikan, disiratkan, atau dimaksudkan oleh penutur, yang berbeda dari apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur di dalam suatu percakapan. Dengan kata lain, dalam sebuah tuturan terkandung suatu maksud lain yang tidak dinyatakan dalam tuturan tersebut. Berdasarkan pelanggaran terhadap prinsip kesantunan, terdapat tuturan yang mengandung implikatur. Terdapat sembilan (9) macam implikatur yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
71 digilib.uns.ac.id
berbeda. Kesembilan macam implikatur tersebut adalah implikatur menghina, memancing amarah, tidak suka dengan kedatangan orang lain, mempengaruhi, tidak suka, ingin menyiksa, tidak sayang kepada istri, menyuruh, dan merayu. 1. Implikatur Menghina Implikatur menghina ialah tuturan yang mempunyai maksud lain untuk menghina mitra tuturnya. Hal tersebut tampak pada percakapan berikut. [28] Latar : Depan panggug hiburan Peserta : Yudis dan Rudi (serta Bagus) Tujuan : Mencari tukang las (bagi Yudis) Kunci : Santai Percakapan: Yudis : Wah, kebetulan pak, motor saya rusak pak, ni ada tukang las di sini. Tukang las bukan? Rudi : Ini bukan tukang las. Yudis : O, saya kira tukang las. Rudi : Ini tukang servis. Yudis : Servis apa pak? Rudi : Servis mukanya. (99/OVJ/Trans7/6 Februari 2010) Pada percakapan [28] terdapat tuturan yang mengandung implikatur menghina. Hal tersebut dapat dilihat pada tuturan Rudi, yang menyatakan “Servis mukanya”. Tuturan Rudi tersebut melanggar maksim pujian dan merupakan tindak tutur ekspresif, karena menghina orang lain.. Tuturan tersebut melanggar maksim pujian, khususnya submaksim pertama, karena mengecam orang lain. Rudi menjelaskan kepada Yudis bahwa Bagus adalah seorang tukang servis. Lebih jelasnya, Rudi menuturkan “Servis mukanya”, yang terdengar seperti menjelaskan pekerjaan secara lebih detail. Akan tetapi, maksud Rudi yang sebenarnya adalah untuk menghina Bagus, yaitu bahwa wajahnya jelek. Menurut Rudi, Bagus memiliki wajah yang jelek sehingga perlu diservis. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
72 digilib.uns.ac.id
Dalam menghina Bagus, Rudi tidak langsung menuturkan bahwa wajahnya jelek. Akan tetapi, Rudi menuturkannya dengan tuturan lain, yang menyatakan bahwa Bagus adalah tukang servis mukanya. Suatu benda yang diservis tentu benda yang sudah rusak atau memiliki sedikit masalah, dengan menuturkan bahwa Bagus tukang servis mukanya maka maksud Rudi yang sebenarnya adalah bahwa Bagus memiliki wajah yang rusak. Data lain yang menunjukkan adanya implikatur menghina ialah pada data nomor 1, 11, 42, 54, dan 119. Pada data nomor 1 dan 42 implikatur mengarah kepada orang ketiga, sedangkan pada data nomor 11, 54, dan 119 implikatur mengarah kepada orang kedua. 2. Implikatur Memancing Amarah Implikatur memancing amarah ialah tuturan yang memiliki maksud lain untuk memancing amarah seseorang. Berikut percakapan yang menunjukkan adanya implikatur memancing amarah. [29] Latar : Sebuah Kebun Peserta : Takeshi, Kok Rata, dan Kenji Tujuan : Menghakimi Takeshi Kunci : Santai Percakapan: Takeshi : Ampun pak, ampun ampun. Kok Rata : Macam macam, hah? Anak siapa ini? Kenji : Bapak tahu anak siapa pak? Kok Rata : Oo,… Kenji : Tahu dia? Kok Rata : Ini kan orang gila, anak yang tadi. Ni liat. Pak, dia suka ngacak-acak kampung sini pak ni. Ni pak. (2/OVJ/Trans7/1 Februari 2010) Pada percakapan [29] terdapat tuturan yang mengandung implikatur memancing amarah. Tuturan yang mengandung implikatur terlihat pada tuturan Kok Rata “Ini kan orang gila, anak yang tadi. Ni liat. Pak, dia suka commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ngacak-acak kampung sini pak ni. Ni pak.”. Tuturan Kok Rata tersebut melanggar maksim pujian terutama submaksim pertama, karena mengecam orang lain (dalam hal ini Takeshi) sebanyak mungkin. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur ekspresif, karena menghina orang lain. Kok Rata menuturkan sesuatu kepada Kenji tentang Takeshi, yang bermaksud menjelaskan sesuatu tentang Takeshi. Akan tetapi, ada maksud lain di balik tuturan Kok Rata tersebut yaitu ingin memancing amarah Kenji. Dengan menghina Takeshi, Kok Rata bermaksud membuat Kenji marah. Apabila Kenji mengetahui bahwa Takeshi adalah orang gila yang sering mengacak-acak kampung, maka dia tidak akan tinggal diam. Kenji mungkin akan melakukan sesuatu yang buruk (memukul) kepada Takeshi, jika mengetahui Takeshi adalah orang gila yang mengacak-acak kampungnya. Dapat dilihat dengan jelas bahwa tuturan Kok Rata tersebut memiliki tujuan lain selain memberitahukan sesuatu tentang Takeshi kepada Kenji. 3. Implikatur Tidak Suka dengan Kedatangan Orang Lain Implikatur tidak suka dengan kedatangan orang lain ialah tuturan yang mengandung maksud lain bahwa penutur tidak suka dengan kedatangan petutur. Hal tersebut tampak pada percakapan berikut. [30] Latar : Sebuah kebun Peserta : Koichi dan Kok Rata Tujuan : Mempertanyakan kedatangan Koichi Kunci : Santai Percakapan: Koichi : Mohon maap, saya datang tanpa undangane. Kok Rata : Tanpa undangan dirimu mengapa datang? Tanpa undangan dirimu kok datang? (9/OVJ/Trans7/1 Februari 2010) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
74 digilib.uns.ac.id
Pada percakapan [30] terdapat tuturan yang mengandung implikatur tidak suka dengan kedatangan orang lain. Hal tersebut dapat dilihat pada tuturan Kok Rata “Tanpa undangan dirimu mengapa datang? Tanpa undangan dirimu kok datang?”. Tuturan Kok Rata tersebut melanggar maksim pertimbangan, khususnya submaksim pertama, karena memaksimalkan rasa tidak senang kepada mitra tutur. Kok Rata mempertanyakan tentang kedatangan Koichi melalui tuturan “Tanpa undangan dirimu mengapa datang? Tanpa undangan dirimu kok datang?”. Tuturan tersebut bermaksud menanyakan kepada Koichi mengapa dia datang menemui Kok Rata. Akan tetapi, ada maksud lain di balik tuturan Kok Rata tersebut. Tuturan Kok Rata tersebut juga menunjukkan bahwa dia merasa tidak suka dengan kedatangan Koichi. Kok Rata tidak suka dengan kedatangan Koichi kepadanya, dan menuturkan tuturan yang bermaksud menanyakan, yang juga bermaksud menyampaikan rasa tidak sukanya atas kedatangan Koichi. 4. Implikatur Mempengaruhi Implikatur mempengaruhi adalah tuturan yang mempunyai maksud lain untuk mempengaruhi orang lain. Hal tersebut dapat dilihat pada percakapan berikut. [31] Latar : Sebuah ruangan Peserta : Dalang, Kok Rata, dan Takeshi Tujuan : Memprovokasi Takeshi (bagi Kok Rata) Kunci : Santai Percakapan: Dalang : Ganti burung-burungan. Kok Rata : Nggak mau, gua sih nggak mau. Nggak mau pasti. Takeshi : A, jelek. A papa, jelek. (13/OVJ/Trans7/1 Februari 2010) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
75 digilib.uns.ac.id
Pada percakapan [31] terdapat tuturan yang mengandung implikatur mempengaruhi. Implikatur tersebut terlihat pada tuturan Kok Rata “Nggak mau, gua sih nggak mau. Nggak mau pasti.”. Tuturan tersebut melanggar maksim simpati, terutama submaksim kedua karena tidak bersimpati kepada mitra tuturnya. Tuturan Kok Rata tersebut termasuk tindak tutur asertif, karena merupakan tuturan yang mengemukakan pendapat seseorang. Kok Rata mengemukakan pendapatnya, yaitu dia tidak mau jika mainannya diganti dengan burung-burungan. Takeshi yang mengalami peristiwa yang sebenarnya terpengaruh dengan tuturan Kok Rata, dia tidak mau mainannya diganti burung-burungan. Tuturan Kok Rata tersebut bermaksud untuk mengemukakan pendapatnya tentang kejadian yang dialami oleh Takeshi dan Dalang. Di balik tuturan menyatakan pendapat Kok Rata tersebut terdapat maksud lain. Maksud lain tersebut ialah untuk mempengaruhi Takeshi agar dia menolak burung-burungan yang ditawarkan Dalang. Jika Takeshi menolah tawaran Dalang, maka Dalang akan lebih kesulitan mencari gantinya. Dalam mempengaruhi Takeshi, Kok Rata tidak menuturkan “Jangan mau”, tetapi dengan menuturkan jika dia yang diganti dia tidak akan mau. 5. Implikatur Tidak Suka Implikatur tidak suka ialah tuturan yang memiliki maksud lain bahwa penutur tidak suka dengan petutur. Hal itu tampak pada percakapan berikut. [32] Latar Peserta Tujuan
: Di depan rumah Udo Gilo : Nirmala, Dalang, Udo Gilo, dan Bundo : Memaksa pergi ke pasar (bagi Nirmala) dan menolak (bagi Udo Gilo) Kunci : Santai Percakapan: Nirmala : Nggak mau. Aku nggak mau sabar. Sekarang ke pasar. Ayo to user Bundo, kitacommit ke pasar.
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalang Udo Gilo Bundo Dalang Bundo
: : : : :
Akhirnya. Sudah, kalo tidak mau kubunuh Makmu. Loh, kok aku dibunuh? Ceritanya nggak begitu. Sapa yang bikin itu? Tau tuh. Pengennya matiin aku terus kamu. (43/OVJ/Trans7/3 Februari 2010)
Pada percakapan [32] terdapat tuturan yang mengandung implikatur tidak suka dengan orang lain. Hal tersebut dapat dilihat pada tuturan Udo Gilo “Sudah, kalo tidak mau kubunuh Makmu.”. Tuturan Udo Gilo tersebut melanggar maksim kearifan, terutama terhadap submaksim pertama, karena penutur memaksimalkan kerugian orang lain. tuturan tersebut termasuk tindak tutur komisif karena mengancam orang lain. Udo Gilo menuturkan sebuah ancaman kepada Nirmala, akan tetapi ancaman tersebut ditujukan kepada Bundo. Udo Gilo sedang kesal kepada Nirmala, dan membuat ancaman yang justru merugikan Bundo. Tuturan Udo Gilo sebernarnya dituturkan untuk menghentikan Nirmala agar tidak terus memaksa untuk pergi ke pasar. Akan tetapi, tuturan Udo Gilo tersebut mengandung maksud lain, yaitu bahwa dia tidak suka kepada Bundo. Hal tersebut karena Udo Gilo sedang mencoba mengehentikan paksaan Nirmala, tetapi yang diancam akan dibunuh justru Bundo. Apabila sedang marah kepada Nirmala seharusnya ancaman ditujukan kepadanya, tetapi justru ditujukan kepada Bundo, yang tidak merugikan Udo Gilo. Data lain yang menunjukkan adanya implikatur tidak suka adalah pada data nomor 19 dan 87. Pada data nomor 19, implikatur mengarah kepada orang kedua, sedangkan pada data nomor 87 implikatur mengarah kepada orang ketiga. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
77 digilib.uns.ac.id
6. Implikatur Ingin Menyiksa Implikatur ingin menyiksa ialah tuturan yang mempunyai maksud lain untuk menyiksa mitra tuturnya. [33] Latar : Rumah Ghozali Peserta : Jalaludin, Dalang, dan Ghozali Tujuan : Minta upeti (bagi Jalaludin) Kunci : Santai Percakapan: Jalaludin : Upetinya mana? Dalang : Heh, upetinya mana? Tanah, tanah. Jalaludin : Tanah, mana tanah? Ghozali : Mana, tanahnya mana? Jalaludin : Tanahnya mana? Dalang : Tanahnya mana? Ni. (sambil menunjuk ke dirinya) Ghozali : Ini. Jalaludin : Tanah ini? Ghozali : Silakan. Jalaludin : Tapi sebelum tanah ini mau dipake, saya mau coba dulu injek-injek tanahnya. Apakah masih gembur atau tidak. Sini kamu. (65/OVJ/Trans7/4 Februari 2010) Pada percakapan [33] terdapat tuturan yang mengandung implikatur ingin menyiksa (dalam hal ini Dalang). Hal tersebut terlihat pada tuturan Jalaludin “Tapi sebelum tanah ini mau dipake, saya mau coba dulu injek-injek tanahnya.”. Tuturan Jalaludin tersebut melanggar maksim kearifan, khususnya submaksim pertama karena membuat kerugian orang lain sebesar mungkin. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur direktif, karena merupakan tuturan yang menunjukkan permintaannya. Jalaludin adalah orang yang ingin mengambil upeti tanah, dan tanahnya adalah Dalang. Jalaludin pun menuturkan “Tapi sebelum tanah ini mau dipake, saya mau coba dulu injek-injek tanahnya.”. Tuturan tersebut bermaksud untuk mengecek tanahnya, apakah masih gembur atau tidak. commitpas to user Tuturan Jalaludin tersebut memang dalam konteks tersebut. Akan tetapi,
perpustakaan.uns.ac.id
78 digilib.uns.ac.id
jika yang menjadi tanah adalah Dalang, maka di balik tuturan tersebut terdapat maksud lain. Maksud lain tersebut ialah bahwa Jalaludin ingin menyiksa Dalang. Apabila Jalaludin diperbolehkan mengecek tanah dengan menginjakinjaknya, maka dia akan menginjak-injak tubuh Dalang. 7. Implikatur Tidak Sayang kepada Istri Implikatur tidak sayang kepada istri adalah tuturan yang mempunyai maksud lain yaitu bahwa penutur tidak sayang kepada istrinya. [34] Latar : Rumah Ghozali Peserta : Hartinah, Jalaludin, dan Ghozali Tujuan : Merampas tanah (bagi Jalaludin) Kunci : Santai Percakapan: Hartinah : Jangan tuan. Ini tanah cuman satu-satunya milik saya. Jalaludin : Sini kau. Kamu tidak menyerahkan tanah itu, Ghozali : Mau kamu apakan dia? Jalaludin : Aku gigit istri kamu. Ghozali : Silakan. (68/OVJ/Trans7/4 Februari 2010) Pada percakapan [34] terdapat tuturan yang mengandung implikatur tidak sayang kepada istri. Hal tersebut dapat dilihat pada tuturan Ghozali “Silakan”. Tuturan tersebut melanggar maksim kearifan, terutama terhadap submaksim pertama karena memaksimalkan kerugian orang lain. Tuturan Ghozali tersebut termasuk tindak tutur direktif, karena merupakan tuturan menyuruh. Ghozali mempersilakan Jalaludin yang akan menggigit Hartinah (istri Ghozali), dengan tuturan “Silakan”. Tuturan Ghozali tersebut bukan hanya setuju dan mempersilakan Jalaludin untuk menggigit istrinya, tetapi juga menunjukkan sesuatu yang lain. Di balik tuturan tersebut masuh terkandung satu maksud lain. Maksud lain dalam tuturan Ghozali tersebut ialah bahwa sebenarnya dia tidak sayang kepada istrinya. Jika Ghozali sayang kepada commit to user
79
istrinya maka dia tidak akan membiarkan Jalaludin menggigitnya. Akan tetapi, Ghozali justru mempersilakan Jalaludin yang akan menggigit istrinya, dan hal itu menunjukkan bahwa Ghozali tidak sayang kepada Hartinah. 8. Implikatur Menyuruh Implikatur menyuruh ialah tuturan yang mempunyai maksud lain untuk menyuruh petuturnya. Hal tersebut tampak pada percakapan berikut. [35] Latar Peserta Tujuan
: Sebuah warung : Amel, Madun, dan Miun : Berjualan jagung (bagi Amel) dan minta kenalan (bagi
80
lain kepada Miun. 9. Implikatur Merayu Implikatur merayu adalah tuturan yang mempunyai maksud lain untuk merayu petuturnya. Hal tersebut dapat dilihat pada percakapan berikut. [36] Latar : Depan rumah Peserta : Dio dan Tasya Tujuan : Menghibur (bagi Dio) Kunci : Santai Percakapan: Dio : Adinda. Tasya : Iya kakanda. Dio : Sudahlah, kamu nggak usah bersedih begitu. Untuk apa diharapkan seorang laki-laki yang ternyata mengkhianati kamu. (118/OVJ/Trans7/7 Februari 2010) Pada percakapan [36] terdapat tuturan yang mengandung implikatur merayu. Hal tersebut terlihat pada tuturan Dio “Untuk apa diharapkan seorang laki-laki yang ternyata mengkhianati kamu.”. Tuturan tersebut melanggar maksim pertimbangan, terutama submaksim pertama karena tidak meminimalkan rasa tidak senang kepada mitra tutur. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur asertif, kerena penutur menyatakan sesuatu. Dio menuturkan “Untuk apa diharapkan seorang laki-laki yang ternyata mengkhianati kamu.” untuk menyadarkan Tasya agar tidak mengharapkan
mantan
pacarnya
lagi.
Selain
untun
menghibur
dan
menyadarkan Tasya, tuturan tersebut juga memiliki maksud lain. Maksud lain Dio adalah untuk merayu Tasya. Pada saat itu Tasya tidak mempunyai pacar lagi, maka Dio memiliki kesempatan untuk merayunya. Dio menuturkan rayuannya dengan cara mengingatkan Tasya untuk tidak mengharapkan lagi mantan pacarnya.
81
Adapun implikatur percakapan dalam tuturan yang lain dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4 Implikatur Percakapan No. 1.
Implikatur Percakapan Menghina
Nomor Data 1, 11, 42, 54, 99, 119
2.
Memancing Amarah
2
3.
Tidak Suka dengan Kedatangan Orang Lain
9
4.
Mempengaruhi
13
5.
Tidak Suka
19, 43, 87
6.
Ingin Menyiksa Dalang
65
7.
Tidak Sayang kepada Istri
68
8.
Menyuruh
79
9.
Merayu
118
BAB V PENUTUP
A. SIMPULAN Dalam penelitian ini dapat disimpulkan tiga hal yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya. Berikut merupakan simpulan dari penelitian ini. 1. Dari analisis yang dilakukan pada acara OVJ didapatkan pelanggaran terhadap prinsip kesantunan. Pelanggaran terhadap prinsip kesantunan meliputi semua maksimnya (tujuh maksim). Pelanggaran paling banyak ialah terhadap maksim pujian, yang diikuti oleh maksim kearifan, simpati, kesepakatan, pertimbangan, kerendahan hati, dan terakhir maksim kedermawanan. Diketahui bahwa pelanggaran paling banyak dilakukan terhadap maksim pujian, maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar humor dalam acara OVJ dimunculkan dengan cara menghina orang lain. 2. Terdapat pula prinsip ironi dalam acara OVJ. Prinsip ironi hanya ditemukan pada sedikit data, yaitu sebanyak empat data. Hanya ditemukan sedikit penggunaan prinsip ironi, karena kemungkinan para pemain OVJ akan merasa lebih puas jika menghina/mengecam orang lain secara terang-terangan. Hal tersebut terlihat dari raut wajah mereka yang terlihat bahagia jika berhasil menghina orang lain secara langsung. Akan tetapi, penggunaan prinsip ironi juga dapat menimbulkan efek lucu pada sebuah tuturan. Sebuah tuturan yang tidak tulus, yang terdengar memuji tetapi tujuan sebenarnya mengecam, dapat menimbulkan minat seseorang untuk tertawa.
82
83
3. Ditemukan beberapa implikatur percakapan dalam acara OVJ. Implikatur tersebut terdiri dari sembilan (9) macam implikatur yang berbeda. Kesembilan macam implikatur tersebut ialah implikatur menghina, memancing amarah, tidak suka dengan kedatangan orang lain, mempengaruhi, tidak suka, ingin menyiksa, tidak sayang kepada istri, menyuruh, dan merayu. Implikatur yang muncul bedasarkan pelanggaran prinsip kesantunan tersebut mempunyai tujuan untuk menimbulkan efek lucu dalam sebuah percakapan.
B. SARAN Dalam penelitian mengenai kesantunan dalam acara OVJ ini masih terbatas pada tujuh maksim kesantunan Leech dan prinsip ironi saja. Penelitian ini belum lengkap dan hanya sebagian kecil saja tentang kesantunan, karena banyak sekali teori kesantunan yang dapat membedah lebih dalam lagi mengenai kesantunan dalam sebuah acara humor. Penulis berharap agar penelitian mendatang lebih mendalam dan berkualitas demi diperoleh hasil yang lebih memuaskan. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari penjelasan yang mendalam secara pragmatik. Pembelajaran akan terus berproses dan tidak akan berhenti sampai di sini. Penulis berharap agar penelitian selanjutnya dapat mengambil pelajaran dari penelitian yang belum sempurna ini.