PEDESTRIANISASI KAWASAN PUSAT KOTA MEDAN STUDI KASUS: JALAN BRIGJEN KATAMSO DEPAN ISTANA MAIMOON MEDAN
T ESIS
Oleh FRANS D. LUMBANTORUAN 057020002/AR
S
C
N
PA
A
S
K O L A
H
E
A S A R JA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
PEDESTRIANISASI KAWASAN PUSAT KOTA MEDAN STUDI KASUS: JALAN BRIGJEN KATAMSO DEPAN ISTANA MAIMOON MEDAN
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Arsitektur pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh FRANS D. LUMBANTORUAN 057020002/AR
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Judul Tesis
: PEDESTRIANISASI KAWASAN PUSAT KOTA MEDAN STUDI KASUS: JALAN BRIGJEN KATAMSO DEPAN ISTANA MAIMOON MEDAN Nama Mahasiswa : Frans D. Lumbantoruan Nomor Pokok : 057020002 Program Studi : Teknik Arsitektur
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(A/Prof. Julaihi Wahid, Dipl.Arch, B.Arch, M.Arch, Ph.D) (Beny O.Y. Marpaung, ST, MT.) Ketua Anggota
Ketua Program Studi,
Direktur,
(Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc)
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. M.Sc)
Tanggal lulus: 5 Desember 2008
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Telah diuji pada Tanggal : 5 Desember 2008
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
:
A/Prof. Julaihi Wahid, Dipl.Arch, B.Arch, M.Arch, Ph.D
Anggota
:
1. Ir. Morida Siagian, MURP 2. Ir. Samsul Bahri, MT 3. Ir. Sri Gunana Sembiring, MT 4. R. Lisa Suryani, ST, MT
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
ABSTRAK Pedestrianisasi adalah merupakan suatu usaha dalam Perancangan Kota dimana dalam Perancangannya mengutamakan kepentingan jalur pedestrian atau pejalan kaki. Perkembangan Kota di Indonesia saat ini sangat pesat dan tidak terkendali. Kota Medan adalah salah satu Kota Metropolitan dan Kota terbesar ketiga di Indonesia merupakan salah satu Kota yang hampir setiap harinya terjadi kepadatan dan kemacetan lalu lintas terutama pada kawasan pusat Kota. Salah satu permasalahan utama jalur pedestrian pada kawasan Pusat Kota adalah belum terintegrasinya jalur pejalan kaki beserta aktivitas pendukungnya. Hampir diseluruh kawasan pusat Kota Medan kemacetan dan kepadatan lalu lintas adalah merupakan hal biasa yang dihadapi setiap harinya. Kurang berfungsinya dengan baik zona – zona yang ada pada jalur pejalan kaki adalah merupakan suatu pemasalahan utama dalam hal ini. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahuai fenomena-fenomena yang berhubungan dengan permasalahan jalur pedestrian atau pejalan kaki pada kawasan kajian untuk dilakukan analisis terhadap permasalahan yang ada, kemudian memberikan gambaran dan rekomendasi yang diharapkan dapat memberikan keluaran bagaimana jalur pedestrian yang terintegrasi dengan baik beserta aktivitas pendukung kawasan pedestrian tersebut dan bersahabat bagi pejalan kaki. Penelitian ini merupakan studi kasus yang lokasinya di Jalan Brigjen Katamso Medan Depan Istana Maimoon, dengan panjang jalan 200 Meter dengan segmen penghubung utama Jalan Mesjid Raya Medan, yang terletak di Lingkungan I Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimoon, Kota Medan. Pengumpulan Data dilakukan melalui pengamatan dan survey Lapangan, wawancara, pemotretan, dan penyebaran kuesioner kepada masyarakat pada kawasan kajian, termasuk pengelola Kawasan Istana Maimoon Medan. Hasil penelitian ini dilakukan dengan Metode Deskriptif dimana fenomena fenomena dari hasil masukan Data Lapangan dan hasil Analisis, digambarkan, dibandingkan dan dideskripsikan, terutama menyangkut zona-zona yang ada pada jalur pedestrian atau pejalan kaki yang sesuai dengan standar dan norma-norma yang berlaku, disamping itu aktivitas pendukung jalur pedestrian yang ada pada kawasan kajian ini diharapkan dapat terhubung dengan dengan baik melalui jalur pejalan kaki kawasan kajian ini. Kata Kunci: Pedestrianisasi, Istana Maimoon
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
ABSTRACT Pedestrianization is a design in the city where in the interests of pedestrian paths or pedestrian. City development in Indonesia at this time is very rapid and is not restrained. Medan is one Metropolitan City and the third largest city in Indonesia is one of the city that occurred almost every day, density and traffic congestion especially in the central city area. One of the main problems in the pedestrian path Center City area is not pedestrian path integrated and its supporting activities. Almost throughout the central area of Medan city congestion and traffic density is a normal thing that they face every day. Less well-functioning zone - the zone is on the pedestrian path is a major this case. Research was conducted with the aim of the facts related to the problem of pedestrian pathways or pedestrian areas in the study conducted for the analysis of the problems that exist, and then provide recommendations that are expected to provide the output how the pedestrian path that is integrated with the activities and their supporters activities pedestrian area and for the pedestrian. This research is a case study located at road Brigjen Katamso front of Maimoon Palace, with 200 meter length of road segments with the primary Medan Great Road Mosque, located in Sub District Aur, District of Medan Maimoon, the City of Medan. Data collection is done through observation and field survey, interviews, photography, and the distribution of questionnaires to the public on the study area, including area manager Maimoon PalaceMedan. Results of this research is done with Method Descriptive phenomenons which results from the input data and results of field analysis, are described, compared and has been described, especially concerning the zones of the pedestrian path or pedestrian is in accordance with the standards and norms that apply, in addition activities that support the pedestrian path in the area of this study was expected to be connected to the well through the pedestrian area of this study. Keywords: Pedestrianzation, Maimoon Palace
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK .......................................................................................................
i
ABSTRACT.....................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP..........................................................................................
v
DAFTAR ISI....................................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
x
BAB I.
PENDAHULUAN.....................................................................
1
1.1.
Latar Belakang ...............................................................
1
1.2.
Perumusan Masalah .......................................................
4
1.3.
Tujuan Penelitian ...........................................................
5
1.4.
Manfaat Penelitian .........................................................
5
1.5.
Kerangka Berfikir ..........................................................
6
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................
7
2.1.
Defenisi Pedestrian ........................................................
8
2.2.
Keselamatan Pedestrian .................................................
9
2.3.
Kebutuhan Pedestrian ....................................................
10
2.4.
Faktor yang Mempengaruhi Jarak Perjalanan...............
11
2.5.
Jarak Perjalanan yang Sesuai .........................................
12
2.6.
Kebutuhan Ruang...........................................................
14
2.7.
Tingkat Karakteristik Penggunaan dan Pejalan Kaki....
17
2.8.
Faktor untuk Meningkatkan Aktivitas Berjalan.............
20
2.9.
Pengaruh Lingkungan Terhadap Pedestrian..................
21
2.10.
Fasilitas Pedestrian.........................................................
23
2.10.1. Defenisi ..............................................................
23
BAB II.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
2.11.
Komunitas yang Bersahabat Bagi Pejalan Kaki.............
26
2.12.
Sistem Pedestrian yang Kontiniu ...................................
29
2.13.
Sistem Pedestrian yang Efektif .....................................
30
2.14.
Jalan yang Bersahabat Bagi Pejalan Kaki......................
31
2.15.
Jalur Pedestrian ..............................................................
33
2.15.1. Defenisi dan Fungsi Jalur Pedestrian .................
33
2.16.
Ketentuan Umum Jalur Pedestrian.................................
35
2.17.
Kriteria Disain Jalur Pedestrian .....................................
36
2.18.
Faktor pendukung Jalur Pedestrian ................................
36
2.19.
Jenis Jalur Pedestrian .....................................................
38
2.20.
Aksesibilitas ...................................................................
40
2.21.
Trotoar/Walkways..........................................................
43
2.22.
Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota..............................
59
2.22.1. Defenisi Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota ...
60
2.22.2. Mengadaptasikan Kawasan Pusat Kota Bagi
BAB III.
Pejalan Kaki. ......................................................
64
2.23.
Pendukung Aktivitas (Activity Support) ........................
70
2.24.
Teori Pendukung Pedestrianisasi Kota...........................
74
2.25.
Proses dan Pola Perilaku Manusia .................................
81
METODE PENELITIAN ........................................................
91
3.1.
Jenis Penelitian...............................................................
91
3.2.
Variabel Penelitian .........................................................
91
3.3.
Populasi/Sampel.............................................................
91
3.4.
Metode Pengumpulan Data ............................................
91
3.5.
Kawasan Penelitian ........................................................
92
3.6.
Metode Analisa Data......................................................
93
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
BAB IV.
TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...................
94
4.1.
Gambaran Umum Kota Medan ......................................
94
4.2.
Gambaran Kawasan Lokasi Kajian................................
97
4.2.1. Fisik Kawasan Kajian ........................................
99
4.2.2. Infrastruktur Kawasan Kajian ............................
105
4.2.3. Aktivitas Kawasan Kajian..................................
105
4.2.4. Linkaged (jaringan jalan penghubung) Pada Kawasan Kajian.........................................
114
4.2.5. Alasan Memilih Lokasi Kajian Kawasan Istana Maimoon Medan......................................
116
Kompilasi Data Kuesioner .............................................
116
ANALISIS.................................................................................
142
4.3. BAB V.
5.1.
5.2.
Kawasan Nyaman dan Tidak Nyaman bagi Pedestrian di dalam dan di luar kawasan kajian ..............................
142
5.1.1. Kawasan Nyaman Berjalan Kaki .......................
142
5.1.2. Kawasan Tidak Nyaman Berjalan Kaki.............
147
Kawasan/Objek yang paling diingat di Pusat Kota Medan.............................................................................
150
5.2.1. Istana Maimoon Medan......................................
150
5.2.2. Mesjid Raya Medan ...........................................
150
5.2.3. Kolam Sri Deli Medan .......................................
151
5.2.4. Perpustakaan Umum Sumatera Utara ................
152
5.2.5. Citra Kawasan Kajian Istana Maimoon di Pusat 5.3. 5.4.
Kota Medan........................................................
153
Elemen-elemen Koridor Trotoar ....................................
156
5.3.1. Bangku Taman/Tempat Duduk di Trotoar.........
156
Pendukung Aktivitas (Activity Support) Pada Wilayah Kajian...............................................................
165
5.4.1. Dalam Kawasan Istana Maimoon Medan ..........
165
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
BAB VI.
5.4.2. Luar Kawasan Kajian.........................................
168
REKOMENDASI .....................................................................
173
6.1.
Kawasan Nyaman dan Tidak Nyaman Bagi Pedestrian Didalam dan diluar Kawasan Kajian..............................
6.2.
173
Kawasan Maupun Objek yang Paling di Ingat oleh Pedestrian Baik di dalam maupun diluar Kawasan Kajian .............................................................................
6.3.
Elemen Perlengkapan yang Terdapat Pada Zona Koridor Trotoar ..............................................................
6.4.
175 175
Pendukung Aktivitas (Activity Support) Kawasan Kajian dan Luar Kawasan Kajian .................................
183
KESIMPULAN.........................................................................
187
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
189
BAB VII.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
DAFTAR GAMBAR NO.
JUDUL
HALAMAN
1.1.1.
Photo Segitiga Emas Kawasan Istana Maimoon (1913) ..................... 3
1.1.2.
Photo Mesjid Raya Al Maksum (1909) .............................................. 3
1.2.1
Kawasan Depan Istana Maimoon .........................................................4
1.2.2
Kerangka Berfikir ................................................................................6
2.3.7.1. Tipikal Jalur Pejalan Kaki/Walkways ................................................44 2.3.7.2. Lebar Bersih Minimum Trotoar ..........................................................48 2.3.7.3. Lebar Minimum Trotoar dan Parkir Mobil ........................................49 2.3.7.4. Tipikal Zona Pedestrian Perkotaan ....................................................50 2.3.7.5. Perbandingan Trotoar Berliku-liku dan Trotoar Lurus ......................56 2.3.7.6. Pembatas Miring pada Trotoar di Kawasan Pemukiman ...................58 2.3.7.7. Jalur Sepeda sebagai Pemisah Pejalan Kaki ......................................59 2.25.
Diagram Proses Fundamental Perilaku Manusia .............................. 84
3.5.1.
Peta Kawasan Kajian ........................................................................ 92
4.1.1.
Peta Kota Medan ............................................................................... 95
4.2.
Peta Lokasi Kajian Pedestrian Depan Istana Maimoon Medan ......... 98
4.2.1.1
Peta Eksisting Gambar Penampang Pedestrian Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan......................................... 100
4.2.1.2
Penampang Koridor Pedestrian Jalan Brigjen Katamso dan Jalan Mesjid Raya Medan ......................................................................... 101
4.2.1.3
Istana Maimoon Medan Sebagai Landmark Kawasan Kajian ......... 102
4.2.1.4
Peta Citra Kota Kawasan Kajian ................................................... 104
4.2.3.1 Foto Eksisting Para Wisatawan Sedang Berada Pada Areal Plaza Istana Maimoon ............................................................................... 106 4.2.3.2 Foto Eksisting Tempat Pameran Tanaman Hias yang Kurang Teratur dan Parkir Kendaraan Bermotor Kurang Terintegrasi ......... 106 4.2.3.3 Foto Eksisting Tempat Makan dan Minum Kurang Penataan Termasuk Daerah Parkir ................................................................... 107 4.2.3.4 Foto Eksisting Jalur Pedestrian Depan Perpustakaan Umum
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Sumatera Utara ................................................................................. 107 4.2.3.5 Foto Eksisting Gedung Perpustakaan Umum Sumatera Utara dan Suasana Ruang Terbuka ................................................................... 108 4.2.3.6 Foto Suasana Sholat Jumat di Mesjid Raya Medan ......................... 109 4.2.3.7 Parkir Kendaraan Bermotor yang Mengganggu Jalur Pedestrian Mesjid Raya Medan.......................................................................... 109 4.2.3.8 Foto Suasana Setelah Selesai Sholat Jumatan di Mesjid Raya Medan .............................................................................................. 110 4.2.3.9 Foto Suasana Selesai Sholat Jumatan pada Area Pedestrian Mesjid Raya Medan Parkir Kendaraan yang kurang terintegrasi................. 110 4.2.3.10 Foto Eksisting Jalur Pedestrian yang Berubah Fungsi Menjadi Tempat Pedagang Kaki Lima ........................................................... 111 4.2.3.11 Foto Eksisting Ruang Terbuka dan Air Mancur di Lokasi Mesjid Raya Medan...................................................................................... 111 4.2.3.12 Foto Eksisting Kolam Sri Deli sebagai Tempat Even Tahunan Ramadhan Fair ................................................................................. 112 4.2.3.13 Foto Eksisting Tempat Jajanan Siang dan Malam di Lokasi Kolam Sri Deli Medan...................................................................... 113 4.2.3.14 Foto Eksisting Jalur Pedestrian pada Perempatan Jalan Mesjid Raya dan Jalan Mahkamah ............................................................... 113 4.2.4
Peta Linkaged Penghubung Kawasan Kajian .................................. 115
4.3.1.
Transportasi yang Digunakan .......................................................... 117
4.3.2.
Diagram Tingkat Kepentingan (kiri) dan Tingakat Kepuasan (kanan) Terhadap Angkutan Umum ................................................. 118
4.3.3.
Diagram Permasalahan (kanan) dan Saran (kiri) yang Berkenaan Dengan Angkutan Umum di Kawasan Pusat Kota Medan ............... 119
4.3.4.
Diagram Tingkat Kepentingan (kiri) dan Tingkat Kepuasan (kanan) terhadap Fasilitas Trotoar..................................................... 120
4.3.5.
Diagram Permasalahan (kiri) dan Saran (kanan) berkenaan dengan Fasilitas Trotoar/Jalur Pejalan Kaki ................................................. 121
4.3.6.
Tingkat Kepentingan (kiri) dan Tingkat Kepuasan terhadap Fasilitas Tempat Sampah ................................................................. 122
4.3.7.
Permasalahan (kiri) dan Saran (kanan) berkenaan dengan Fasilitas Tempat Sampah ................................................................. 122
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
4.3.8.
Tingkat Kepentingan (kiri) dan Kepuasan (kanan) terhadap Fasilitas Telepon Umum .................................................................. 123
4.3.9.
Permasalahan (kiri) dan Saran (kanan) berkenaan dengan Fasilitas Telepon Umum .................................................................. 123
4.3.10. Tingkat Kepentingan (kiri) dan Kepuasan (kanan) terhadap Fasilitas Tempat Duduk-duduk di daerah Trotoar ............................ 124 4.3.11. Permasalahan (kiri) dan Saran (kanan) berkenaan dengan Fasilitas Tempat Duduk-duduk pada Kawasan Kajian Istana Maimoon Medan sebagai Fasilitas untuk tempat istirahat dan menunggu sejenak .............................................................................................. 125 4.3.12. Frekwensi Kunjungan ke Ruang Terbuka Umum (kiri) dan Waktu Kunjungan ke Ruang Terbuka Umum (Open Space)............ 126 4.3.13. Tujuan pergi ke Ruang Terbuka Umum (kiri) dan Ruang Terbuka yang sering dikunjungi para responden pada kawasan kajian (kanan) .............................................................................................. 126 4.3.14. Tingkat Kepuasan (kiri) dan Permasalahan (kanan) berkenaan dengan Fasilitas Ruang Terbuka ...................................................... 127 4.3.15. Ruang Terbuka yang paling menarik (kiri) dan Tingkat Kepentingan Ruang Terbuka pada Kawasan Kajian (kanan) ........... 127 4.3.16. Tingkat Kepentingan (kiri) dan Tingkat Kepuasan (kanan) terhadap Fasilitas tempat Makan dan Minum di Kawasan Kajian.... 128 4.3.17. Jenis Tempat Makan dan Minum yang paling dikunjungi Responden (kiri) dan Permasalahan Tempat Makan dan Minum di Kawasan Kajian ........................................................................... 129 4.3.18. Saran berkenaan dengan tempat Makan Minum di Kawasan Kajian ................................................................................................ 129 4.3.19. Tingkat Kepentingan (kiri) dan Tingkat Kepuasan (kanan) terhadap Lampu Penerangan Jalan pada Kawasan Kajian................. 130 4.3.20. Permasalahan (kiri) dan Saran (kanan) berkenaan dengan Lampu Penerangan Jalan dan Trotoar pada Kawasan Pedestrian Istana Maimoon Kota Medan ..................................................................... 130 4.3.21. ........................................................................................................Tingk at Kepentingan (kiri) dan Tingkat Kepuasan terhadap Tanaman dan Pohon Pelindung pada Kawasan Kajian (kanan)........ 131 4.3.22. Permasalahan (kiri) dan Saran (kanan) berkenaan dengan Tanaman dan Pohon Pelindung pada Kawasan Kajian..................... 131 Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
4.3.23. Tingkat Kepentingan (kiri) dan Permasalahan (kanan) berkenaan dengan Fasilitas WC/Toilet Umum pada Kawasan Kajian............... 132 4.3.24. Saran berkenaan dengan Fasilitas WC/Toilet Umum pada Kawasan Kajian ................................................................................ 132 4.3.25. Frekwensi berjalan-jalan di malam hari (kiri) dan pendapat tentang cepatnya tutup aktivitas Pertokoan dan Komersil pada Kawasan Kajian Istana Maimoon ..................................................................... 134 4.3.26. Pendapat tentang cepatnya Angkutan Umum berhenti (kiri) dan suasana malam hari (kanan) pada kawasan kajian Istana Maimoon ........................................................................................... 134 4.3.27. Suasana Siang (kiri) dan Tingkat Keamanan pada Kawasan Kajian Istana Maimoon Kota Medan (kanan) ............................................. 136 4.3.28. Objek Paling diingat di Kawasan Kajian (kiri) dan kawasan yang paling nyaman bagi pedestrian untuk Berjalan kaki (kanan) ............ 138 4.3.29. Kawasan paling Tidak Nyaman untuk berjalan kaki (kiri) dan Alasan tidak merasa Nyaman (kanan) dikawasan Kajian ................ 138 4.3.30. Tingkat kepentingan fasilitas perdagangan dan jasa yang dapat Menghidupkan kawasan kajian (kiri) dan Jenis pertokoan yang sering dikunjungi .............................................................................. 139 4.3.31. Tingkat keperluan Pusat Perbelanjaan atau Mall pada Kawasan Istana Maimoon Medan (kiri) dan pusat perbelanjaan Yuki Simpang Raya yang sering dikunjungi ............................................. 140 4.3.32. Harapan Masyarakat bagi Kawasan Kajian Istana Maimoon ........... 141 5.1.2.1. Kondisi Pedestrian Jalan Brigjen Katamso ke Simpang Jalan Juanda Medan .................................................................................. 148 5.2.5.2. Kawasan atau Objek yang paling diingat oleh pedestrian pada Kawasan Kajian ................................................................................ 155 5.3.1.2. .......................................................................................................Perab otan Jalan yang Mengganggu Jalur Pejalan Kaki di Kawasan Jalan Brigjen Katamso Medan .......................................................... 160 5.3.1.4. .......................................................................................................Foto Eksisting Tempat Jajanan Siang Malam di Lokasi Taman Sri Deli Medan .................................................................................. 162 5.4.1...........................................................................................................Ruan g Terbuka dan Plaza Istana Maimoon Medan................................... 166
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
5.4.2...........................................................................................................Peta Pendukung Aktivitas Wilayah Kajian Istana Maimoon.................... 171 5.4.3...........................................................................................................Peta Pendukung Aktivitas Luar Wilayah Kajian Istana Maimoon ........... 172
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pedestrianisasi merupakan suatu usaha dalam Perancangan Kota dimana dalam perancangannya mengutamakan kepentingan pedestrian atau pejalan kaki. Kita semua adalah Pedestrian, dan sangat sering berjalan walaupun tidak kita sadari. Usaha pedestrianisasi telah berkembang di Negara-Negara Eropa, di Italia dikenal dengan istilah ’pedonalizzatione’ yang artinya memanusiawikan Kota melalui kawasan-kawasan pejalan kaki. Koridor pedestrian Kawaxan Istana Maimoon merupakan tempat peninggalan bersejarah yang bernilai tinggi di Kota Medan, kawasan ini selesai dibangun oleh Sultan Deli pada saat itu yaitu Sultan Mamun Al Rasyid Perkasa Alamsyah pada tanggal 26 agustus 1888, sedangkan Mesjid Raya mulai dibangun pada Tahun 1906 dan selesai tanggal 21 Agustus tahun 1909, sekaligus digunakan pemakaiannya bagi para warga kota Medan pada saat itu. Jalur pedestrian kawasan Istana Maimoon Medan meliputi Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon dan jalan Mesjid Raya Medan sebagai segmen jalur pedestrian penghubung Kawasan ini memiliki berbagai macam aktivitas yang belum terintegrasi dengan baik, terutama pada Jalur pedestrian jalan Brigjen Katamso Medan tempat Istana Maimoon, sedangkan pada segmen penghubung jalan Mesjid Raya terdapat beberapa aktivitas pendukung lainnya seperti Mesjid Raya Medan, Kolam Sri Deli dan Pusat Perbelanjaan Yuki Simpang Raya Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
maupun Hotel Madani. Potensi ini sebenarnya merupakan magnet aktivitas pada koridor pedestrian Kawasan Istana Maimoon apabila zona-zona jalur pedestrian yang ada pada kawasan ini dapat terintegrasi dan terhubung dengan baik, akan tetapi tidak adanya integrasi yang baik sehingga antara kawasan koridor Trotoar jalan Katamso dan koridor Trotoar jalan Mesjid Raya terjadi ketimpangan. Dimana kawasan Mesjid Raya Medan lebih hidup dari siang sampai malam harinya bila dibandingkan dengan kawasan jalan Brigjen Katamso lokasi Istana Maimoon Medan. Padahal kawasan ini pada masa kejayaan Kesultanan Deli merupakan segitiga emas yang tidak terpisahkan. Maka oleh karena itu salah satu upaya untuk meningkatkan fumgsi pedestrian kawasan objek peninggalan sejarah tersebut adalah dengan melakukan pedestrianisasi terutama pada jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan.
Gambar 1.1.1: Photo Segitiga Emas Kawasan Istana Maimoon (1913)
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 1.1.2 :
Photo Mesjid Raya Al Maksum (1909)
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
1.2. Perumusan Masalah Kurang terintegrasinya dengan baik jalur-jalur pedestrian pada segmen jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan dengan jalur segmen penghubung Jalan Mesjid Raya Medan, dan kurangnya penataan aktivitas pendukung pedestrian pada kawasan Istana Maimoon semakin memudarkan identitas dan citra kawasan ini, sehingga memberikan indikasi yang kuat bahwa kawasan Istana Maimoon menjadi kehilangan jati dirinya. Sebagai kawasan peninggalan bersejarah. Seharusnya Kawasan Istana Maimoon Medan dapat menjadi Landmark Kota Medan sekaligus menjadi salah satu tujuan wisata domestik maupun manca negara yang bernilai historis dan budaya.
Gambar 1.2.1 :
Kawasan Depan Istana Maimoon Medan
1.3. Tujuan Penelitian
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan suatu gambaran terhadap Koridor Trotoar Jalan agar dapat menjadi penghubung antar Generator Aktivitas, khususnya Kawasan Istana Maimoon Medan Disamping itu untuk meberikan usulan maupun rekomendasi yang dapat menjadi alternatif bagi Perancangan Kota terutama yang berhubungan jalur pedestrian yang terintegrasi dengan baik untuk meningkatkan vitalitas kawasan, khususnya kawasan yang mempunyai nilai historis. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemilik dan pengelola kawasan demi untuk meningkatkan citra kawasan Istana Maimoon ini. Bagi Pemerintah Kota Medan merupakan masukan dalam Rencana Penataan Bangunan dan Lingkungan, terutama menyangkut perlunya keberadaan jalur pedestrian dalam suatu Kota sebagai satu-satunya wadah untuk berinteraksi sosial antara warga Kota dalam menunjukkan peradabannya.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pedestrian berasal dari bahasa Latin ”Pedos” yang artinya kaki. Pedestrian dapat diartikan sebagai: orang berjalan kaki 1 , one foot, going or travelling on performed on foot 2 , person walking in a street 3 . Pejalan kaki sebagai istilah aktif adalah orang/manusia yang bergerak atau berpindah dari suatu tempat titik tolak ke tempat tujuan tanpa menggunakan alat lain, kecuali mungkin penutup/alas kaki dan tongkat yang tidak bersifat mekanis. Sampai tahun 1940, pedestarian atau pejalan kaki menjadi elemen penting dalam peracangan suatu Kota. Namun setelah itu, perancangan lebih di utamakan kepada kenderaan bermotor. Perencanaan pedestrian sering di abaikan, padahal jalur pedestrian merupakan elemen yang mendasar dalam perencanaan kota, bukan hanya bagian dari program pengindahan saja. Sistem pedestrian yang baik dapat mengurangi ketergantungan terhadap kenderaan bermotor di kawasan pusat kota, menigkatkan elemen berskala manusia di kota, membentuk lebih banyak aktivitas Retail, akan membantu meningkat kwalitas udara. Dalam hal ini akan di uraikan tentang defenisi pedestrian, perilaku manusia, lingkungan, posisinya sebagai pedestrian, jalur pedestrian dan fasilitas pedestrian, standar bagi kebutuhan elemen-elemen pedestrian meliputi trotoar, aksesibilitas, dan lainnya dan usaha pedestrianisasi di kawasan pusat Kota.
1
Pino, E., T, Wittermans, Kamus Inggris - Indonesia Davies, Peter, The American Heritage Dictionary of The English Language. 3 The Advance Learners Dictionary of Current English, London, Oxford University Press.
2
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
2.1. Defenisi Pedestrian Secara singkat pedestrian atau pejalan kaki dapat didefinisikan sebagi berikut: Pedestrian is: any person who is a foot or who is using a wheelchair or a mens of conveyence propelled by human power other than a bicycley. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa bahwa penjalan kaki adalah setiap orang yang menggunakan tenaga manusia diluar sepeda. Sedangkan pejalan kaki yang memiliki kelemahan (handicapped Pedestrian) dapat didefinisikan sebagai berikut: Handiccaped Pedestrin is. ”A pedestrian or person in a whellchir who has limited mobility, stamina, agtility, reaction time, impaired vision or hering or who may have diffcuity walking with or without assistive devices Dengan kata lain dapat diartikan, handicapped pedestrian adalah seorang penjalan kaki atau orang dengan kursi roda yang miliki keterbatasan mobilitas, stamina, kemampuan, waktu bertindak, keterbatasan penbglihatan atau pendengaran, atau mereka yang sulik bejalan dewngan atau tampa peralatan pendukung, secara defenisi, permainan roler skate, in-line skate, dan skateboard juga termasuk penjalan kaki. Pedestrianisasi merupakan sebuah strategi revitalisasi bagi kawasan kota yang mengalami penurunan kondisi.
Pedestrianisasi dapat didefenisikan
sebagai berikut:
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Pedestrianization is a method of transforming area such as street exclusively for pedestrian use. The overraim of pedestriannization is to provide good pedestrian Evironment- clean air, less noise, and safe corridors. Dengan kata lain, pedestrianisasi dapat didefinisikan sebagai sebuah metode untuk mengubah sebuah kawasan seperti koridor jalan secara eksklusif untuk penggunaan pedestrian, adapun tujuan pedestrian adalah untuk memberikan lingkungan pedestrian yang baik antara lain udara yang bersih, tidak bising dan koridor yang aman. 2.2. Keselamatan Pedestrian Kecepatan kenderaan bermotor merupakan faktor yang signifikan fatal penyebab kecelakaan pejalan kaki. Dari sumber Washington State Bicylce Trasportation and pedestrian Walkways Plans; Pedestrian and Bicylce Crash Type Of the Early 1990. Karakteristik umum kecelakaan pejalan kaki antara lain: a. Ketidak hatian hatian pengendera. b. Tertabrak oleh kenderaan bermotor pada saat menyeberang pada persimpangan c. Tertabrak oleh kenderaan bermotor pada saat berjalan di depan jalan dengan arah yang sama dengan lalu lintas. d. Kecepatan kenderaan sepeda motor (penyebab kebanyakan kematian pejalan kaki)
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
e. Tiba-tiba berjalan pada suatu kawasan (sercara umum merupakan tipe kecelakaan pejalan kaki bagi anak-anak) f. Berada dibelakang kenderaan (pengendara sulit untuk melihat anak-anak dan orang yang berjalan dibelakangnya) g. Kecelakaan/konflik di kawasan kota Alasan bagi pejalan kaki dan kenderaan bermotor adalah ketidak hatihatian pengendara. Pada tahun 1995, Washington Traffic safety Commission melakukan survey untuk mengukur perhatian pengendara terhadap peraturanperaturan pejalan kaki. Lebih 1 dari 3 pengendara yang di survey tidak memperhatikan peraturan-peraturan tersebut. 2.3. Kebutuhan Pedestrian Untuk mensukseskan perancangan fasilitas pejalan kaki, harus di ketahui bahwa kebutuhan pejalan kaki sangat luas dan beragam, dan suatu pendekatan perancangan yang dilakukan harus fleksibel untuk menampung perbedaan kebutuhan. Salah satu penghalang yang secara umum menghambat perencanaan suatu fasilitas pejalan kaki adalah satu standar bisa di aplikasikan untuk memenuhi kebutuhan rata-rata populasi. Sebagai contoh, kecepatan berjalan kaki adalah 4.8 km/jam sampai 6.4 km/jam. Namun anak-anak, orang-orang yang lebih tua, dan yang memiliki kelemahan tertentu secara umum berjalan dengan kecepatan dibawah 3.2 km/jam.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Kebutuhan pejalan kaki sangat beragam. Beberapa tipikal kebutuhan pejalan kaki adalah sebagai berikut: a. Jalan dan kawasan berjalan yang aman b. Sesuai/convenience c. Lokasi yang dekat untuk berjalan d. Jelas terlihat (visibility) e. Nyaman dan telindung (comfort and ahwlter) f. Menarik dan lingkungan yang berasih g. Akses untuk berjalan h. Objek-objek menarik dapat dilihat pada saat berjalan i. Interaksi sosial 2.4. Faktor Yang Mempengaruhi Jarak Perjalanan Ada 4 faktor mempengaruhi keinginan pedestrian untuk berjalan kaki: a. Waktu/Time: tergantung tujuan penjalan ynag dilakukan. Untuk rekreasi maupun berbelanja, pedestrian mampu berjalan lebih lama. Namaun untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya bekerja yang harus tepat waktu,pedestrian lebih memilih waktu berjalan yang lebih singkat. b. Sesuai/Convenience: perencanaan jalur pedestrian yang sesuai dengan kebutuhan seluruh lapisan pedestrian baik dari segi kebutuhan ruang untuk jalur pdestrian seperti trotoar maupun perlindungan terhadap gamgguan iklim/cuaca. Perencanaan yang sesuai dan nyaman
bagi kebutuhan
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
pedestrian akan mendrong pedestrian untuk berjalan menuju tempat tujuannya. c. Ketersedian kenderaan bermotor; pada salah satu contoh perbandingan di Amerika dan Eropa. Amerika sangat tergantung pada mobil, bukanlah sala satu barang yang mahal, serta merupakan alat yang cepat, fleksibel dan sangat menghemat waktu. Selain itu Amerika merencanakan suatu sistem jalan lalu lintas yang bagus, yang mendorong masyarakat lebih menggunakan mobil. Tapi di Eropa mobil sangat mahal, sehingga mereka lebih merencanakan trasportasi umum dan hal ini mendorong masyarakat Eropa untuk berjalan lebih aktif dari pada di Amerika d. Pola Tata Guna Lahan: Pola Tata Guna Lahan tunggal menyulitkan pedestrian untuk melakukan aktivitas yang berbeda dengan berjalan khususnya memiliki keterbatasan waktu. Selain itu pola tata guna lahan tunggal juga akan berdampak timbulnya kebosanan maupun ketidak nyamanan bagi pedestrian. 2.5. Jarak Perjalanan yang Sesuai Jarak berjalan kaki juga dipengaruhi oleh cuaca, waktu, demografi, tujuan berjalan, dan banyak faktor lainnya. Kebanyakan orang akan berjalan lebih jauh untuk tujuan rekreasi, tapi lebih ingin untuk berjalan dengan jarak yang lebih dekat/singkat bila terburu buru, sebagai contoh dari lokasi perhentian bus ke kantor.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Ketentuan bagi jarak berjalan yang dapat diterima dan masuk akan antara lain sebagai berikut: a. Secara tradisional, perencana dapat menempatkan fasilitas fasilitas masyarakat, taman taman lingkungan, dan kawasan kawasan/tujuan pejalan kaki umum lainnya dengan jarak tidak lebih dari 400 meter dari tempat asal pejalan kaki. b. Perancang Tapak secara tipikal menentukan 90 meter jarak maksimum dari tempat parkir dan lokasi sirkulasi pejalan kaki menuju pintu masuk suatu bangunan. Penyebrangan jalan secara tipikal lebih efektif bila ditempatkan 120 sampai 180 meter di kawasan yang sering digunakan oleh pejalan kaki. c. Pejalan kaki diharapkan untuk berjalan sekitar 300 meter ke tempat perhentian atau kawasan parkir dan sekitar 535 meter menuju stasiun kereta komuter. Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan berjalan adalah: reaksi terhadap orang sekeliling, maksud tujuan berjalan, dan pengaruh lalu lintas. Beberapa kegiatan berjalan yang perlu diterapkan dalam perencanaan adalah: a. Berjalan untuk mendapatkan bus b. Berjalan sambil melihat lihat window shopping c. Berjalan pula dari tempat kerja d. Berjalan dengan kekasih e. Berjalan kesekolah (khususnya untuk anak anak) Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
f. Berjalan jalan sore di hari minggu 2.6. Kebutuhan Ruang Dimensi manusia pada saat berjalan dan duduk, untuk dua orang berjalan berdampingan atau melalui satu dengan yang lain pada saat berjalan dengan arah yang berlawanan, luas ruang rata-rata yang dibutuhkan pejalan kaki sampai pada 1.4 meter Tingkat berjalan rendah pada saat volume pejalan kaki meningkat dan luas area berjalan kaki menurun. Informasi ini membantu para perancang dalam menghitung
berapa
banyak
ruang
bebas
yang
dibutuhkan
untuk
mempertahankan tingkat kenyamanan pejalan kaki yang masuk akal. 1. Karakteristik umum pejalan kaki menurut kelompok usia antara lain: 1.1. Usia 0-4 tahun a. Belajar berjalan b. Membutuhkan pengawasan orang tua c. Pengembangan kemampuan melihat dan persepsi yang lebih mendalam 1.2. Usia 5-12 tahun a. Lebih bebas, namun masih tetap membutuhkan pengawasan b. Kedalaman persepsi yang kurang c. Pelanggaran di persimpangan
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
1.3. Usia 13-18 tahun a. Sence of invulnerabity/perasaan kebal b. Pelanggaran di persimpangan 1.4. Usia 19-40 tahun a. Aktif, berhati-hati terhadap lingkungan lalu lintas 1.5. Usia 45-65 tahun a. Refleksi yang menurun 1.6. Usia 65 tahun keatas a. Kesulitan menyeberang jalan b. Penglihatan yang kurang c. Kesulitan untuk mendengar kenderaan yang mendekat dari belakang d. Tingkat kecepatan tinggi Yang perlu diperhatikan untuk pejalan kaki yang lebih tua: a. Penambahan pembatas/curb (bulb-outs and curb extension) b. Tanda tanda yang memperlihatkan jarak, setiap 60 kaki dengan tanda yang mudah untuk dibaca c. Pendisplinan lalu lintas d. pelindung dan peneduh e. pegangan tangan (handrails) f. permulaan jalur penjalan kaki yang rata tanpa halangan g. tanda tanda kecepatan berjalan yang lebih rendah dari pada kecepatan berjalan rata-rata Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
2. Pihak dengan kelemahan tertentu (disabilities) Masyarakat dengan ketidak manpuan, termasuk mereka yang menggunakan alat bantuan berjalan khusus atau kursi roda, membutuhkan perangcangan pasilitas kusus yang dapat menghilangkan pagar-pagar penghalang Kebutuhan pejalan kaki dengan ketidak manpuan tertentu (disabillitas) dapat berbeda tergantung pada tipe kelemahanyadan tingkat kesulitanya. Elemen-elemen yang dapat menolong pejalan kaki yang memiliki kelemahan tertentu antara lain: a. Ramp dan cut penahan b. Peringatan taktis (tactical warning) c. Tombol-tombol aktivasi yang gampang diraih d. System pemberian tanda dan pesan yang dapat didenar e. Huruf braille dan untuk komunikasi f. Tanda untuk kecepatan berjalan yang lebih rendah dari kecepatan berjalan rata-rata g. Maksimum level/tingkat 1: 20 dan lereng penyeberangan 1: 5 (ram 1: 12) h. Tanpa perlindungan pada jalur kenderaan i. Mengurangi jarak penyebarangan jalan (perluasan buld-culb and curb) j. Pendisplinan lalu lintas k. Pegangan tangan (hand rails) l. Permukaan jalur pejalan yang rata dan terhalang Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Ruang yang dibutuhkan penjalan kaki yang memiliki cacat tubuh dapat berbeda tergantung kepada kemampuan fisik mereka dan alat bantuan yang mereka gunakan. Ruang yang dirancang untuk melayani pengguna kursi roda didasari sangat fungsional dan menguntunkan bagi kebanyakan masyarakat.
2.7. Tingkat Karakteristik Penggunaan dan Pejalan Kaki Aktivitas pejalan kaki lebih tinggi di kawasan pinggiran kota, tapi pejalan kaki dapat juga ditemukan di kawasan-kawasan pinggir kota. Beberapa alasan mengapa kawasan kota memiliki tinggat penggunaan yang tinggi oleh pejalan kaki adalah: a. Tingkat kepadatan permukinan, bisnis, dan kawasan/tujuan-tujuan lain yang lebih tinggi b. Lalu lintas yang macet/traffic congestion c. Titik-titik konsentrasi kawasan dan tujuan yang tinggi d. Kawasan perbelanjaan dan pelayanan yang gampang dikunjungi oleh pejalan kaki e. Parkir sangat mahal atau tidak ada f. Fasilitas trasnsit tersedia g. Fasilitas fasilitas pejalan kaki tersedia
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Ada miskonsepsi yang secara umum dikemukakan bahwa masyarakat yang tinggal di kawasan pinggiran kota tidak berjalan, tetapi penelitian mengatakan bahwa umumnya di kawasan pinggiran kota menyediakan sistem perancangan fasilitas pejalan kaki yang baik. Juga penting untuk diketahui bahwa masyarakat yang tinggal di pinggiran Kota dan daerah pedesaan merupakan pejalan kaki yang memiliki tujuan berbeda dengan masyarakat yang tinggal di kawasan Kota. Jalur penjalan kawasan pinggiran Kota dan pedesaan secara umum berhubungan dengan berjalan kaki menuju sekolah atau tempat perhentian bus, perhentian bus transit, atau tujuan untuk rekreasi, dan hiburan, dan sedikit orang berjalan untuk tujuan berlari/jongging/belanja/shopping, dan mrengunjungi fasilitasfasilitas umum. Tipe dan tipikal perjalanan pejalan kaki atau alasan kenapa orang berjalan kaki adalah sebagai berikut: a. Ke dan tempat kerja dan kantor b. Acara-acara dan kunjungan sosial c. Pertemuan d. Kesehatan dan olah raga e. Memesan atau mengatur sesuatu/errands and deliveries f. Rekreasi g. Aktivitas estra kurikuler h. Kombinasi (berjalan untuk rekreasi sambil belanja) Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
i. Perjalanan multi modal (berjalan menuju tempat perhentian bus) j. Perjalan dari dan keterminal; jalur pedestrian dirancang dari suatu tempat kelokasi lokasi yang berhubungan dengan pusat prasarana transportasi dan sebaliknya, antara lain adalah tempat parkir dan halte bis. k. Perjalanan fungsional: jalur pedestrian dirancang untuk tujuan ytertentu seperti untuk melakukan pekerjaan bisnis, berbelanja, makan/minum, pulang dan pergi ke dan dari tempat kerja. l. Survey pendapat masyarakat telah diperlihatkan bahwa masyarakat memiliki keinginan untuk berjalan dan akan meningkatkan jumlah perjalanan mereka jika fasilitas yang baik tersedia, salah satu survey yang dilkukan di Amerika Serikat menemukan bahwa 59 persen responden mengatakan mereka akan memilih berjalan kaki diluar atau lebih sering berjalan kaki bila ada jalur pejalan kaki yang direncanakan dengan aman. Alasan-alasan umum yang mengakibatkan rendahnya tingkat perjalanan pejalan kaki antara lain: a. Fasilitas yang kurang, baik jalur pejalan kaki (trotoar) maupun jalur-jalur yang lainnya b. Kegagalan untuk menyediakan sistem yang saling berhubungan antara fasilitas-fasilitas pejalan kaki c. Hanya memikirkan keamanan sendiri, gagal untuk menyediakan fasilitasfasilitas ke dan dari kawasan-kawasan tujuan yang diminati d. Cuaca yang kurang bersahabat Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
e. Kurang pencahayaan f. Kuangnya fasilitas-fasilitas yang tersebar 2.8. Faktor untuk Meningkatkan Aktivitas Berjalan Menurut Richard K. Untermann, dan bukunya berjudul Accomodating the
Pedestrian,
aktivitas
berjalan
kaki
dapat
ditingkatkan
dengan
memperhatikan faktor : a. Safety/keamanan: keamanan pedestrian dan kecelakaan dan gangguangangguan khusus oleh oleh kenderaan umum yang merupakan penyebab utama banyak kecelakaan pedestrian. b. Convenience/sesuai: karakteristik perjalanan pedestrian yang sesuai bergantung kepada sistem perjalanan yang langsung/directness, kontinuitas, serta ketersediaan jalurn pedestrian. c. Plesure/nyaman: menempatkan
kenyamanan
jenis
berjalan
dapat
perlindungan/protection,
ditingkatkan coherence,
dengan
keamanan/
security, serta daya tarik/interest. Salah satu contoh untuk meningkatkan perlindungan terhadap gangguan iklim seperti panas, hujan, dapat ditingkatkan dengan penempatan overhangs, arcade, maupun tempat-tempat perhentian bus yang sesuai. Selain itu beberapa elemen yang dapat meningkatkan aktivitas berjalan antara lain: a. Tata Guna Lahan campuran (Mixed Land Use)
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
b. Aktivitas masyarakat c. Window shopping d. Restoran e. Keberagaman daya pandang/padat f. Transportasi umum g. Jalan pintas/short cut h. Trotoar/Side Walks. 2.9. Pengaruh Lingkungan Terhadap Pedestrian Pengaruh lingkungan antara lain iklim menimbulkan berbagai masalah dalam kaitannya dengan para pejalan kaki, antara lain: a. Musim kemarau, pada musim
kemarau dimana pusat kota, khususnya
daerah tropis terasa panas dukungannya pohon peneduh membuat pejalansa kaki segan untuk berjalan.selain itu permukaan jalur pejalan kaki yang menggunankan bahan aspal, beton yang dapat memantulkan panas kepada orang yang bejalan kaki. b. Musim hujan, bila musim hujan jalur pedestrian yang ada baik yang diperkeras maupun tidak, menjadi rusak tergenang air. Hal ini disebabkan oleh karena sistem drainase yang buruk. Hal tersebut diatas dapat mempengaruhi fisik dan mental dari pejalan kaki.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
a. Secara fisik, membuat lelah/penat pejalan kaki dan pada musim hujan dapat menimbulkan berbagai penyakit b. Secara mental, bila hujan perasaan aman bagi pejalan kaki berkurang disebabkan riol riol yang tertutup air sering membahayakan bagi kaki. Kawasan pedestrian sebaiknya merupakan bagaian dari konsep sirkulasi kota secara keseluruhan dan membentuk sitem yang mencakup pola jaringan, model, serta bentuknya. Berbagai pertimbangan antara lain: a. Pengaruh fisik lingkungan terhadap faktor psikologis, seluruh tindakan manusia dalam kehidupannya secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan unsur unsur sosiologik, psikologik, dan sosial psikologik. Tiga komponen utama lingkup environmental behavihour” menurut Irwin Altman seorang psikolog arsitektur adalah terdiri dari: kelompok pemakai tempat kegiatan (setting) konsep perilaku manusia dan lingkungannya (environment behavihour concept). b. Aspek psiko spatial terhadap jalur pedestrian; manusia merupakan ”biological unity and experimental diversity”, dengan kebutuhan psikologis yang beragam, sehingga didalam Kota sangat sulit untuk menciptakan kebutuhan kebutuhan orang banyak, dengan tingkat pengamatan dan perasaan yang berbeda beda dari heterogenitas masyarakatnya.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
2.10. Fasilitas Pedestrian Fasilitas pedestrian merupakan berbagai elemen yang diperuntukkan bagi keamanan, kenyamanan, serta kesesuaian bagi pedestrian. Pada bagian ini akan digambarkan perbedaan antara fasilitas pedestrian dan trotoar/side walk, serta pedoman pedoman umum bagi perencanaan fasilitas pedestrian yang diperlukan bagi kepentingan pedestrian. 2.10.1. Defenisi Fasilitas pejalan kaki dan jalur pejalan kaki memiliki defenisi yang berbeda. Menurut Pedestrian Facilities Guidebook, salah satu buku panduan pejalan kaki yang disponsori oleh Washington State Departemtn of Transportation, fasilitas pejalan kaki meliputi: a. Trotoar dan fasilitas fasilitas di jalan b. Jalur pejalan kaki dan jalan jalan kecil/pathways c. Ramp penahan d. Pengatur lalu lintas dan alat alat pengontrol e. Jalur penyeberangan f. Pemisah yang baik seperti jalan lintang jembatan penyebrangan g. Bahu jalan yang luas di daerah permukiman h. Elemen elemen yang menciptakan atmosfir nyaman bagi pejalan kaki (seperti tanaman, semak semak, lanscaping, dan bangku).
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
i. Teknologi, elemen elemen desain, dan strategi lain yang dimaksudkan untuk meningkatkan pejalan pejalan kaki (seperti alat pengaturan lalu lintas termasuk bundaran lalu lintas, pembatas kecepatan/speed humps, penanaman tanaman/planting strips, shelter/tempat berteduh, seni budaya, dan pencahayaan). Sedangkan pengertian dari trotoar adalah sebagai berikut: 4 A side walk means properti between the curb lines in the lateral lin of a roadway and adjancet property, set aside and intended to use of pedestrians or such portion of private property parallee and in proximiti to publich highway and dedicated to use by pedestrians. Dengan kata lain trotoar adalah kepemilikan antara garis penahan pada jalur lalu lintas dan bersebelahan, dibuat dan dimaksudkan utuk kegunaan pejalan kaki, kepemilikan pribadi yang paralel yang didekat dengan jalan raya. Fasilitas pejalan kaki yang tidak didisain dengan baik akan dapat menimbulkan permasalahan dan secara nyata tidak akan digunakan jika pejalan kaki merasa tidak aman, tidak terlindungi, ataupun tidak nyaman. Pentingnya disain yang baik bukan hanya dilakukan untuk membangun fasilitas fasilitas yang baru, juga untuk meningkatkan dan memperbaiki fasilitas yang sudah ada penggunaan pejalan kaki. Ketika akses kaki diperluas 4
Washington State Departemen of Transportations, Pedestrian Facilitas Guidebook. Otak. Washington September 1997, hlm. 24
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
dan kondisi eksisting bagi pejalan kaki ditingkatkan, jumlah pejalan kaki yang lebih
tinggi
akan
tertarik
untuk
berjalan.
Suatu
penelitian
telah
memperlihatkan bahwa fasilitas fasilitas pejalan kaki yang didisain dan dipertahankan dengan baik dapat meningkatkan aktivitas berjalan dan juga meningkatkan tingkat perjalanan pejalan kaki. Pedestrian menginginkan fasilitas yang aman, menarik, sesuai dan gampang untuk digunakan. Jika didisain dengan baik, fasilitas pejalan kaki yang terbaik dapat bertahan lama dan gampang untuk dipertahankan. Beberapa usaha untuk meningkatkan rute pejalan kaki, antara lain: a. Mempertahankan kebutuhan pejalan kaki dalam keselurahan fasilitas trasnportasi b. Meningkatkan kesan ketenangan dan komuniti dengan desain trasportasi yang dapat mengakomodasi pemakaian oleh pejalan kaki. c. Memperjelas sebuah sistem yang berhubungan antara rute-rute pejalan kaki di kawasan kota d. Meningkat mobilitas dan keamanan pejalan kaki dikawasan permukiman e. Memperjemahkan aturan-aturan hukum dalam penyediaan fasilitas penjalan kaki f. Mendorong perkembangan tata guna lahan dan transportasi yang melayani pejalan kaki g. Menyediakan fasilitas pejalan kaki yang melengkapi aktivitas bisnis lokal dan meyediakan akses bagi karyawan. Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
h. Meningkatkan akses intermoda bagi orang-orang dengan mobilitas terbatas i. Mempertahankan sistem transportasi yang ada secara seimbang sehingga pemakain oleh pejalan kaki dapat dimaksimalkan 2.11. Komunitas Yang Bersahabat Bagi Pejalan Kaki Karakteristik umum komunitas yang bersahabat bagi pejalan kaki yakni: a. Koordinasi antara aturan aturan; meletakkan fasilitas pejalan kaki untuk menghadapi kebutuhan sekarang dan masa depan membutuhkan koordinasi yang dekat antara aturan aturan/jurisdiction dan mode lain dari transportasi b. Berhubungan dengan tata guna lahan yang bervariasi/hubungan regional, sirkulasi dan akses pejalan kaki diarahkan menuju shopping malls, transit, pusat kota, sekolah sekolah, taman, kantor, pembangunan pembangunan lahan bercampur (mixed Land Use), dan kawasan dan tujuan kawasan yang lain. c. Sistem yang kontinue sebuah sistem yang komplit dari interconnected street, jalur pedestrian, dan fasilitas-fasilitas pedestrian yang lain akan meningkatkan perjalanan pejalan kaki d. Jalur yang pendek dan akses yang sesuai; hubungan dibuat antara tujuan dan kawasan yang dinikmati, antara lain buntu atau cul-de-sac, atau sebagai rute singkat (short cuts) melalui ruang ruang terbuka/(open space).
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
e. Pemisah dari lalu lintas; meminimalisasi dan menghilangkan penyeberangan jalan dan jalur kendaraan yang tersedia dan jelas. Pelindung dari kendaraan bermotor dan pemisah pemakaian diperlukan. f. Pola tata guna lahan pendukung pejalan kaki, pola tata guna lahan, seperti pola grid dan blok-blok pendek pada kawasan bisnis dan pusat Kota meperkuat moblitas pejalan kaki. g. Fasilitas yang berfungsi dengan baik; jarak penglihatan adan kedalaman yang jelas, tingkat tingkat yang bisa dilalui, dan pemerataan untuk mencegah sudut-sudut gelap perlu diperhatikan. Masalah masalah umum, seperti drainase yang jelek, harus dihindari. h. Ruang yang didisain; fasilitas pejalan kaki harus diperjelas, diberi tanda tanda diinformasi yang jelas. i. Keamanan dan kejelasan; disain untuk memastikan lingkungan yang aman bagi pejalan kaki sangat penting. Pencahayaan,
meningkatkan daya
pandang, garis pandang yang terbuka, dan jelas bagi kendaraan polisi dan emergensi. j. Kendaraan bermotor bukan satu satunya yang perlu diperhatikan; jalan didisain untuk seluruh moda transportasai. Kebutuhan parkir dikurangi atau diatur dengan menggunakan metode yang dapat meningkatkan kegiatan berjalan kaki. k. Pendisiplinan lalu lintas kawasan permukiman, jalan jalan sempit dibatasi dengan pohon pohon, bundaran lalu lintas, curb bulbs, dan teknik teknik lain Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
yang dapat meperlambat kecepatan kendaraan dan menciptakan kondisi yang lebih aman bagi pejalan kaki. l. Lokasi transit yang dapat dimasuki dan sesuai (accesible and appropritely located transit); menempatkan fasilitas-fasilitas transit yang melayani kebutuhan untuk ke kantor, kawasan kawasan pemukiman, perbelanjaan, dan fasilitas fasilitas rekreasi yang daopat meningkatkan perjalan pajalan kaki. Tempat dan pusat pemberhentian harus ditempatkan secara tipikal dikawasan kawasan pendukung yang padat pembangunan bagi fasilitas fasilitas yang sesuai/seimbang menuju akses transit sangat perlu bagi kesuksesan sebagai alternatif moda perjalanan. m. Ruang-ruang publik yang bergairah, aman, menarik, dan ruang ruang aktif menyediakan titik titik fokal pada suatu kawasan dimana masyarakat dapat berkumpul dan berinteraksi. Sebagai contoh taman taman dan plaza-plaza pejalan kaki. n. Karakter; preservasi peninggalan budaya yang penting, sejarah dan objek objek arsitektural memperkuat sifat dan karakter suatu kawasan. o. Perabotan pejalan kaki; menyadiakan perabotan perabotan, seperti semak semak, tempat tempat istirahat, minum, objek objek seni, dan elemen elemen lainnya, menciptakan lingkungan yang lebih menarik dan fungsional bagi pejalan kaki. p. Pepohonan jalan dan landscaping; pepohonan dijalan menicptakan skala manusia bagi lingkungan jalan. Landscaping dan taman taman berbunga Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
pada jalur jalur tanaman, containers, dan kawasan kawasan lain memperhalus bangunan bangunan bernuansa keras dan parkir yang terdapat disekitarnya, serta menambah kehidupan, warna, dan tekstur bagi kawasan pandang pejalan kaki. q. Peralatan disain; ketentuan ketentuan/guidelines dan standar standar yang diadopsi
akan
dipakai
dan
diikuti
jika
didokumentasikan,
serta
disosialisasikan. r. Fasilitas yang penting, perbaikan dan pembersihan secara berkala dengan basis yang umum untuk memastikan kelangsungan dan pemakaian yang konsisten. 2.12. Sistem Pedestrian yang Kontiniu Koordinasi antara agensi, pemerintah, dan perusahaan swasta sangat kritis bagi kesuksesan sistem pejalan kaki regional, Kawasan sekolah, perusahaan-perusahaan, kantor-kantor swasta, dan agen-agen lokal harus bekerja sama dalam proyek-proyek pembangunan dan transportasi untuk mencapai solusi yang terbaik bagi pihak-pihak terkait. Mempertimbangkan kebutuhan pejalan kaki selama perencanaan proyek, disain, dan proses pembangunan dalam seluruh tingkat kegiatan, dengan tujuan untuk meningkatkan keamanan dan mobilitas pejalan kaki, serta meningkatkan jaringan pejalan kaki secara menyeluruh.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
2.13. Sistem Pedestrian yang Efektif Suatu studi Oleh National Bicycle and Walking Study yang digerakkan oleh USA Departement of Transportation pada tahun 1992, menyatakan bahwa fasilitas pejalan kaki dapat mendorong masyarakat untuk berjalan kaki serta meningkatkan keamanan bagi pejalan kaki disamping rute-rute tertentu. Fasilitas-fasilitas tersebut harus didesain dengan baik, dan harus dapat dipertahankan secara efektif, serta harus memiliki elemen-elemen di bawah ini: a. Bahu jalan yang diperluas untuk meningkatkan yang aman bagi pejalan kaki. b. Trotoar, jalan kecil/paths, jalur pejalan kaki yang lebar, harus bebas dari kerusakan dan dipisahkan dari jalur lalu lintas. c. Pemisah penyeberangan yang lebih tinggi, yang jelas disebarkan, sejak fasilitas tersebut tidak digunakan atau menciptakan perilaku ilegal penyeberangan jalan oleh pejalan kaki jika tidak direncanakan didesain, dan ditempatkan dengan baik. d. Pedestrian
harus
terencana
dengan
baik,
dengan
memperlihatkan
perkembangan komersil, sirkulasi lalu lintas, dan daya pandang e. Disain dan operasi yang baik bagi lalu lintas dan tanda-tanda pejalan kaki, termasuk tombol-tombol bagi pejalan kaki, bila diperlukan. f. Pemisah yang secara fisik memisahkan pejalan kaki dari kendaraan bermotor pada lokasi-lokasi tertentu.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
2.14. Jalan yang Bersahabat Bagi Pejalan Kaki Bersahabat bagi pejalan kaki dapat diinterpretasikan dalam banyak cara, tetapi secara umum dimaksudkan bagi disain jalan untuk menciptakan elemenelemen yang dapat meningkatkan keselamatan, keamanan, kenyamanan, dan mobilitas pejalan kaki. Elemen elemen Tipikal bagi jalan yang bersahabat bagi pejalan kaki, adalah sebagai berikut: a. Jalan yang berhubungan dan memiliki pola blok blok kecil memberikan kesempatan yang baik bagi mobilitas dan akses pejalan kaki. b. Jalan yang lebih sempit, menciptakan skala pejalan kaki dan dapat menurunkan kecepatan kendaraan (pohon pohon) di jalan pada sisi sisi jalan menciptakan suatu persepsi akan jalur lalu lintas yang sempit. c. Alat pendisplinan lalu lintas untuk memperlambat lalu lintas atau bila perlu, menurunkan batas kecepatan. d. Pulau-pulau jalan di tengah untuk memberikan kawasan istirahat bagi penyeberangan pejalan kaki. e. Ruang ruang umum dan kantong kantong pejalan kaki ditempatkan pada jalur perjalanan utama pejalan kaki, yang menyediakan tempat untuk beristirahat dan berinteraksi. f. Entrance bangunan yang tertutup/terlindungi yang dapat melindungi pejalan kaki dari cuaca.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
g. Penanaman semak semak/tanaman, dengan landscaping dan pohon pohon jalan yang memberikan perlindungan dan shade tanpa menghambat jarak pandang dan membantu memperluas permukaan bangunan bangunan dan ruang ruang keras. h. Lampu lampu jalan yang didisain berdasarkan pejalan kaki. i. Trotoar yang lebar dan menerus atau jalur berjaln terpisah yang dapat diakses dengan mudah. j. Arah dan Jalur yang jelas pejalan kaki (paving special) pada trotoar atau diujung kawasan perjalanan pejalan kaki, tombol pengaktifan yang gampang dicapai dan lain lain). k. Fasade bangunan yang bergairah dengan relif-relif arsitektural, jendela, ataupun permukaan permukaan yang menarik. l. Perabotan perabatan jalan, seperti semak-semak, tempat sampah, tempat minum-minum, dan stan stan koran, jika tidak ditempatkan pada rute perjalanan. m. Seni umum/public art: seperti murals, banners/spanduk, patung patung dan elemen air. n. Tanaman yang berwarna, lampu lampu pada saat liburan/holiday, elemenelemen menarik yang lain. o. Tanda informasi, kios, peta peta dan elemen elemen lain yang dapat membantu pejalan kaki.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
2.15. Jalur Pedestrian Jalur pedestrian memiliki arti sebagai jalur yang khusus diperuntukkan bagi orang yang berjalan kaki. Salah satu fungsi maupun tujuan adanya perencanaan jalur pedestrian yang baik adalah utuk menjamin keamanan dan kenyamanan pedestrian dalam melakukan berbagai aktivitasnya. 2.15.1. Defenisi dan Fungsi Jalur Pedestrian Jalur pedestrian adalah tempat atau jalur khusus bagi orang berjalan kaki, disempurnakan istilahnya menjadi jalur pejalan kaki. Jalur pedestrian bukan saja merupakan tempat bergeraknya manusia atau penampungan sebagian kegiatan lalu lintas yang dilakukan oleh manusia untuk kebutuhan hidupnya, tetapi juga merupakan ruang atau space tempat aktivitas manusia itu sendiri, antara lain: kegiatan berbelanja, media interaksi sosial, pedoman visual suatu lingkungan, ciri khas suatu lingkungan. Fungsi jalur pedestrian pada daerah perkotaan adalah sebagai berikut: a. Sebagai fasilitas pejalan kaki; yaitu sebagai elemen pelengkap, biasa disebut sebagai trotoar yang peletakannya dikiri dan dikanan jalan kendaraan. Fungsi lainnya adalah merupakan penghubung antara kawasan yang satu dengan kawasan lainnya, terutama pada kawasan perdagangan, kawasan budaya dan kawasan pemukiman. Karena berjalan merupakan sarana transportasi yang berarti, maka dengan adanya pedestrian akan menjadikan suatu kota lebih manusiawi.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
b. Sebagai unsur keindahan kota; jalur pedestrian diharapkan dapat memberikan pelayanan yang lebih luas lagi dari sekedar pejalan kaki. Hal tersebut dapat dicapai bila terjadi korelasi antara jalan dengan kondisi lingkungannya, selain penataan elemen pada trotoar, antara lain: lampu/penerangan, kotak surat, gardu telpon umum, tempat sampah, bangku duduk, papan pengumuman, bus shelter, dan rambu rambu lalu lintas. Jenis bahan yang dipergunakan juga akan mempengaruhi keberhasilan perencanaannya; c. Jalur pedestrian sebagai media interaksi sosial; adanya jalur pedestrian memberikan kesempatan kepada masyarakat kota untuk lebih sering bertemu. Dibandingkan dengan kendaraan. Saling mengadakan pertemuan dipandang sebagai salah satu hal yang terkait dengan perilaku sosial masyarakat, dimana segala unsur kehidupan bermasyarakat
terlain di
dalamnya. Jalur pedestrian sebaiknya tidak hanya melayani tujuan individual atau kelompok, melainkan bagi kepentingan masyarakat luas; d. Jalur pedestrian sebagai sarana konservasi kota; dengan adanya jalur pedestrian jarak antara bangunan dengan jalan makin jauh, atau dengan adanya jalur pedestrian jumlah volume kendaraan menurun atau sama sekali tidak dilalui oleh kendaraan. Oleh karena itu jalur pedestrian dapat berfungsi sebagai penangkal getaran yang terjadi terhadap bangunan akibat kendaraan bermotor, yang melewati jalan di depannya.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
2.16. Ketentuan Umum Jalur Pedestrian Jalur pedestrian dan perlengkapannya harus direncanakan sesuai ketentuan umum sebagai berikut 5 : a. Pada hakekatnya pejalan kaki untuk mencapai tujuanya ingin menggunakan lintasan sedekat mungkin, dengan nyaman, lancar, dan aman dari gangguan. b. Adanya kontinuitas jalur pejalan kaki, yang menghubungkan antara tempat asal ke tempat tujuan, dan begitu sebaliknya. c. Jalur pejalan kaki harus dilengkapi, dengan fasilitas fasilitasnya seperti: rambu rambu, peneranagan, marka, dan perlengkapan jalan lainnya, sehingga pejalan kaki lebih mendapat kepastian dalam berjalan, terutama bagi pejalan kaki penyandang cacat. d. Fasilitas pejalan kaki ridak dikaitkan dengan fungsi jalan. e. Jalur pejalan kaki harus diperkeras dan dibuat sedemikian rupa sehingga apabila hujan permukaanya tidak licin, tidak terjadi genangan air, serta disarankan untuk dilengkapi dengan peneduh. f. Untuk menjaga keselamatan dan keleluasan pejalan kaki, sebaiknya dipisahkan secara fisik dan jalur lalu lintas kendaraan. g. Pertemuan antara jenis jalur pejalan kaki yang menjadi satu kesatuan harus dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pejalan kaki.
5
Departemen Pekerjaan Umum, Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki pada Jalan Utama No. 032/T/BM/1999, Jakarta 1999. Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
2.17. Kriteria Disain Jalur Pedestrian Dalam perancangan pedestrian yang baik, perlu diperhatikan kriteria disain yang diperlukan untuk pedestrian yakni: 6 a. Safety (aman): khususnya dari kendaraan bermotor b. Convenience (sesuai): rute pedestrian terpendek, bebas dari hambatan hambatan c. Comfort (nyaman): pejalan kaki harus nyaman di setiap area d. Atractiveness (atraktif): pola jalur pedestrian, elemen-elemen pedestrian, dan lampu lampu, harus atraktif. 2.18. Faktor pendukung Jalur Pedestrian Elemen elemen yang perlu untuk diperhatikan untuk kepentingan jalur pedestrian antara lain: a. Transit umum: pemberhentian bus merupakan salah satu pelengkap jalur pedestrian yang sangat penting untuk melayani para kaki yang akan pergi ketempat lain dengan menggunakan bus. Pemberhentian bus ini sebaiknya dirancang terpadu sebagai salah satu pembentuk jalur pedestrian. b. Perparkiran: sistem peletakan parkir diharapkan dapat secara maksimal mempersingkat jarak jalan kaki menuju jalur padestrian. c. Jangkauan pelayanan kawasan pedestrian: bila suatu blok jalan raya tertutup bagi kendaraan truk bus, maka pengiriman barang, pengangkutan sampah, 6
Untermann, Richard K., Accormodating the Pedestrian, Van Nostrand Reinhold Company, New York. 1984, hlm.3
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
pelayanan darurat seperti ambulan, pemadam kebakaran perlu disediakan tempat tempat tertentu bagi bongkar muat barang, dan bagi pelayanan darurat diupayakan agar mobil dapat masuk kedalam kawasan tersebut. Atau pada jam-jam tertentu jalan dapat dibuka untuk kendaraan bermotor. d. Sirkulasi pejalan kaki: kelancaran sirkulasi bagi pejalan kaki dan keselamatan dari ancaman kecelakaan oleh kendaraan merupakan salah satu tujuan utama. Metode untuk mengurangi konflik antara pejalan kaki dengan kendaraan adalah sistem penyekat waktu dan ruang diantara keduanya. Sistem penyekat waktu adalah pemisah kedua jalur tersebut. Sistem penyekat waktu dapat mempergunakan rambu rambu lalu lintas sebagai alat bantu,
sedangkan
pemyekat
ruang
dapat
menggunakan
jembatan
penyebrangan diatas jalan atau dibawah permukaan tanah. e. Bangunan bangunan yang ada dilingkungan jalur pedestrian: bangunan yang ada secara keseluruhan dapat menampakkan karakter tertentu sesuai dengan fungsinya bangunannya, misalnya bangunan perkantoran, perbelanjaan dan sebagainya. Kehadiran jalur pedestrian diharapkan justru akan memperkuat karakter bangunan yang ada; f. Perlengkapan jalan: pada jalur pejalan kaki umumnya dapat peraboat jalan (street furniture) seperti: tempat duduk, bak bunga, lampu penerangan, bak sampah, rambu rambu jalan, halte bus, telepon umum, bis surat dan sebagainya.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
g. Perawatan jalur pedestrian setelah dibangun diperlukan pemeliharaan intensif bagi keberadaanya: seperti pembersihan, pengangkutan sampah, penggantian bahan bahan elemen elemen yang rusak, penyiraman tanaman dan pemupukan, pemangkasan dan sebagainya. 2.19. Jenis Jalur Pedestrian Daerah pejalan kaki dapat dibedakan berdasarkan pada letaknya, yaitu: daerah pejalan kaki yang tidak terlindung. Daerah pejalan kaki yang terlindung. Didalam bangunan terdapat pula tempat orang berjalan kaki, terutama pada bangunan umum, misalnya perkantoran, pusat pertokoan yang dapat dibedakan atas: a. Tempat berjalan kaki yang berarah vertikal: yaitu menghubungkan lantai lantai dalam bangunan: seperti tangga, ramp, dan sebagainya; b. Tempat berjalan kaki berarah horizontal: seperti koridor, hall dan sebagainya Diluar bangunan tempat berjalan kaki terlindung dibedakan atas: a. Arcade: selasar yang dibentuk oleh sederetan dari kolom kolom penyangga lengkungan lengkungan busur dan dapat merupakan bagian dari bangunan atau dapat pula berdiri sendiri b. Gallery: lorong yang lebar pada umumnya terdapat pada lintas teratas; c. Selasar: pada umumnya terdapat dirumah sakit; d. Shopping mall: pusat perbelanjaan
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
e. Penyeberangan tak sebidang, yang terdiri dari: 1. Jembatan penyeberangan 2. Terowongan Daerah pejalan kaki yang tidak terlindungi/ terbuka terdiri dari: a. Trotoar/side walk: jalur pedestrian yang terletak di kiri kanan jalan kendaraan bermotor dengan lantai perkerasan b. Jalan setapak/foot path/trails/pathways: jalur pedestrian khusus bagi pejalan kaki, merupakan jalan kecil c. Plaza: suatu tempat terbuka dengan perkerasan lantai, berfunsi sebagai pengikat massa bangunan dapat pula berfungsi sebagai pengikat kegiatan kegiatan d. Pedestrian mall: jalur pedestrian yang merupakan jalan mobil/kendaraan yang ditutup dan digunakan sebagai area pejalan kaki e. Penyeberangan sebidang, yang terdiri dari: 1. Penyeberangan zebra cross: adalah fasilitas penyeberangan bagi pejalan kaki sebidang yang dilengkapi marka untuk memberi ketegasan/batas dalam melakukan lintasan 2. Pelikan: adalah fasilitas untuk penyeberangan pejalan kaki sebidang dengan marka dan lampu pengatur lalu lintas f. Lapak tunggu; fasilitas untuk berhenti sementara pejalan kaki dalam melakukan penyeberangan. Penyeberangan dapat berhenti sementara sambil
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
menuggu kesempatan melakukan penyeberangan berikutnya. Fasilitas tersebut diletakkan pada media jalan. 2.20. Aksesibilitas Dalam menunjang jalur mampu fasilitas pedestrian yang aksesible, perlu diperhatikan bagaimana sebenarnya rute perjalanan yang aksesible tersebut, serta ketentuan-ketentuan umum bagi rute perjalanan yang aksesible. Dalam Pedestrian Facilities Guidebook, dikatakan bahwa defenisi dari Rute Perjalanan yang aksesibel adalah: 7 ”Accessible Route of Travel is a continous unobstructed path connecting all accesible elemenst and spaces in a accesible building or facility that can be negotiated by a person using a wheel chair and that is usable by persons with other dissabbilities. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa rute perjalanan yang aksesibeL
adalah
suatu
jalur
tampa
hambatan
yang
menerus
yang
menghubungkan seluruh elemen dan ruang yang aksesibel dalm bangunan atau fasilitas yang aksesibel yang bisa digunakan oleh orang yang menggunakan kursi roda dan juga berfungsi bagi orang orang dengan kekurangan yang lain (termasuk rute akses
melalui tapak antara entrance bangunan dan fasilitas
fasilitas umum lainnya, seperti tempat parkir, trotoar, tempat tempat istirahat, dan lain lain). 7
Washington State Department of Transportation, Pedestrian Facilities Guidebook, Otak, Washington, September 1977, halm 35.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Ketentuan ketentuan rute perjalanan yamg Aksesibel yaitu: a. PENIADAAN HAMBATAN DAN HALANGAN: Rute perjalanan yang aksesible harus menerus dan tanpa halangan, penghalang dan perubahan ketinggian yang mendadak dapat menciptakan bagi pejalan kaki, terutama bagi mereka yang memiliki cacat tubuh. Jangan menempatkan penghalang seperti pelengkap jalan, power poles, papan tanda dan elemen elemen lain pada rute jalur pejalan kaki. Koordinasi antara pemerintah lokal, pihak swasta perusahaan, dan yang lainnya sangat penting untuk mencegah penempatan elemen elemen yang dapat menjadi rintangan pada jalur pejalan kaki setelah suatu projek didisain dan dibangun. b. LEBAR DAN BEBAS: jalur yang lebar dan bebas/mulus, tanpa adanya rintangan seperti tanda tanda, stan stan koran dan tempat tempat sampah dibutuhkan bagi tercapainya rute perjalanan yang aksesible. Sangat baik untuk memberikan rute langsung untuk perjalanan, sehigga para pejalan kaki tidak perlu harus mengganti jurusan perjalanan mereka untuk menghindari halangan halangan tersebut. Bebas vertikal juga perlu untuk mengakomodasi orang orang berbadan tinggi dan yang memiliki kesulitan penglihatan; c. KAWASAN LALUAN DAN ISTIRAHAT: Hindari jarak yamg jauh antara tempat tempat istirahat bagi masyarakat yang memiliki stamina dan tingkat kesehatan yang lebih rendah. Hendaknya dibuat secara berkala semak semak, tempat tempat duduk, resting posts railings, kawasan kawasan Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
istirahat. Dan tempat tempat-minum sebagai elemen yang dapat membuat perjalanan pejalan kaki lebih nyaman, khususnya bagi mereka yang memiliki keterbatasan pergerakan. d. KEMIRINGAN/GRADES: Rute perjalanan yang aksesible tidak boleh memiliki kemirngan lebih dari sudut 1:20 atau 5 derajat. Jika rute perjalanan aksesible melebihi 1:20 atau 5 derajat, dibutuhkan sebuah ramp, dan harus memiliki pegangan/handrails dan tempat pendaratan/ landings. e. CURB RAMPS PADA TROTOAR: Curb Ramps atau ramp penahan trotoar memberikan aksebilitas pada persimpngan, entrance bangunan, dan kawasan-kawasan lain dimana jalur pejalan kaki diberikan perbedaan ketinggian pada permukaan dengan curbing/penahan/ pemotong. Curb ramps harus memiliki permukaan yang dapat dikenal mudah. f. RAMPS: membuat aksesibilitas disepanjang jalur pejalan kaki dan kawasan laluan dengan perubahan yang signifikan pada ketinggian terkadang sangat sulit. Ramp memungkinkan sebagai aksesbilitas dimana kenaikan mencapai 1:20 atau 5 derajat. g. PERMUKAAN DAN TEKSTUR: permukaan dari jalur berjalan harus jelas dan cukup stabil untuk mendukung bagi penggunaan yang maksimal, dan kelemahan-kelemahan yang lain permukaan trotoar yamg mulus adalah yang penting, seperti yang terbuat dari beton semen Portland atau aspal beton. Gaya dan penampakan arsitektural harus seimbang dengan
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
kepentingan aksesibilitas. Bahan permukaan harus dari bahan yang terpilih untuk mencegah terjadinya kondisi licin bagi pedestrian. 2.21. Trotoar/Walkways Trotoar secara tipikal terbuat dari beton dan dinaikkan dari permukaan jalan dan bersebelahan dengan pembatas atau terpisah dari pembatas oleh barisan pohon/tanaman linier. Lebar trotoar dapat bervariasi, namun secara tipikal memiliki lebar minimum 1.5 meter (5 kaki) di kawasan permukiman, dan 1.8 sampai 4.6 meter (6 sampai 15 kaki), atau lebih lebar, pada jalan Kolektor dan Arteri, atau pada kawasan kawasan tertentu. Sedangkan walkways sangat berbeda dari trotoar. Walkways secara umum dibuat diatas permukaan tanah eksisting tanpa dinaikkan. Walkways biasanya dipisahkan secara horizontal dengan penanaman semak semak atau parit. Walkways biasanya terbuat dari material lain dari beton seperti aspal, batu padat, atau batu yang dihancurkan.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 2.3.7.1 Tipikal Jalur Pejalan Kaki/Walk Ways a) Kriteria Trotoar/Walkways Fungsi Trotoar adalah sebagai komponen integral dari sistim jalan yang ramah bagi pejalan kaki (pedestrian friendly street system) dimana pedestrian dapat merasakan keamanan, aksesibilitas dan pergerakan yang efisien. Trotoar dapat meningkatkan keamanan pedestrian dengan pemisah pedestrian dengan lalu lintas. Yang perlu diperhatikan untuk perjalanan pedestrian di sepanjang jalan adalah: 1. Keamanan/safety 2. Pergerakan efisien/efficient space 3. Ruang yang terdefinisi/defined space Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
4. Jelas/visibility 5. Aksesibel 6. Nyaman dan lingkungan yang menarik Atribut bagi Trotoar yang baik adalah: 1. Aksesibilitas: koridor trotoar harus dapat diakses dengan gampang bagi semua pemakai apapun tingkat kemampuannya. 2. Lebar yang sesuai: pada beberapa area, dua orang bejalan bersama harus dapat dilalui oleh orang kedua yang sedang berjalan, dan beda kecepatan berjalan harus memungkinkan; 3. Keamanan/safety: koridor trotoar harus memungkinkan pedestrian untuk merasakan keamanan dan preditabilitas. Pengguna trotoar harus merasa tidak terancam dengan lalulintas yang bersebelahan dengannya. 4. Kontiniutas: rute berjalan sepanjang koridor trotoar harus jelas dan tidak membuat pedestrian berjalan keluar jalur pedestrian 5. Lansekap: pohon-pohon dan tanaman di koridor trotoar harus dapat menciptakan iklim mikro yang diinginkan dan harus memberikan kontribusi bagi kenyamanan psikologi dan visual pengguna trotoar. 6. Ruang sosial: koridor trotoar harus ada tempat untuk berdiri, bekunjung dan duduk. Koridor trotoar harus merupakan suatu tempat dimana anakanak dapat berpartisipasi secara aman dalam kehidupan publik.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
7. Kualitas kawasan: koridor trotoar harus dapat memberikan kontribusi bagi karakter suatu kawasan perumahan dan bisnis, dan memperkuat identitas mereka; b) Dimensi jalur Trotoar Secara umum, lebar trotoar maupun walkways harus dapat mengakomodasi volume pedestrian yang menggunakannya. Menurut pedoman yang terdapat pada Pedestrian Facilities Guidebook jalan distrik Arteri dengan lebar 24,5 meter harus mempunyai zona trotoar 4,6 meter, jalan Lokal atau kolektor dengan lebar 18,2 meter harus mempunyai lebar zona Trotoar 3,7 meter. Sedangkan Dimensi Jalur Pedestrian menurut Kelas Jalan Adalah sebagai berikut: 8 1. Jalan kelas satu dengan lebar 20 meter, daerah pejalan kaki 7 meter 2. Jalan kelas dua dengan lebar 15 meter, daerah pejalan kaki 3,5 meter 3. Jalan kelas tiga dengan lebar 10 meter, daerah pejalan kaki 2 meter. Dimensi Jalur Pedestrian berdasarkan Lingkungan antara lain: 9 1. Lingkungan pertokoan lebar daerah pejalan kaki adalah 5 meter. 2. Lingkungan perkantoran lebar daerah pejalan kaki adalah 3,5 meter. 3. Lingkungan Perumahan lebar daerah pejalan kaki adalah 3 meter
8
Alexander, Christoper, A Pattern Language, Town Building Construction, Oxford University Press, New York, 1977. 9 Cartwright, Richard M., The Design of Urban Space, The Architectural Press Ltd., London, Halsted Press Division John Wiley & Sons, New York, 1983. Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Sedangkan lebar minimum trotoar tanpa pembatas adalah 1,5 meter. Hal ini untuk dapat memberikan keleluasaan sebagai berikut: 1. Trotoar mampu untuk melayani fungsi kolektor, mengakomodasi volume pedestrian dan pergerakan berputar dari properti yang berdampingan 2. Memberikan kesempatan bagi pedestrian dengan tongkat, bawaan atau kantong berbelanjaan , atau penggunaan kursi roda atau alat bantu lain untuk saling berjalan/berlalu. 3. Memberikan ruang untuk mengantri bagi pedestrian pada sudut-sudut jalan maupun jalur penyeberangan; 4. Memberikan ruang untuk 2 orang berjalan berdampingan maupun saling melewati 5. Memberikan ruang bagi anak-anak dengan sepeda roda tiga, gerbong/kereta dorong, skates, maupun permainan/aktivitas lain, lebar bersih tersebut harus bebas dari semua pohon/tanaman, tanda-tanda, tombol-tombol utilitas hydrat, parkir, dan perabotan jalan lainnya.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 2.3.7.2 Lebar Bersih Minimum Trotoar Tinggi bersih vertikal terhadap langit-langit/ceilings, panel-panel tanda, dan elemen diatas kepala dilokasi tempat pedestrian berjalan kaki minimal 2030 milimeter (80 inchies). Bila trotoar bersebelahan dengan lokasi parkir, maka dibutuhkan lebar tambahan sebesar 0.6 meter untuk memungkinkan sebagai ruang untuk membuka pintu mobil (lihat Gambar 2.3.7.3)
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 2.3.7.3 Lebar Minimum Trotoar dan Parkir Mobil c) Zona pada Trotoar Trotoar pada umumnya dibuat di kawasan berjalan umum diantara pembatas jalan/jalur lalu lintas dari garis kepemilihan. Trotoar terdiri dari 4 kawasan yang berbeda yakni: curb zone atau zona pembatas, furnishing zone atau zona perabotan, trough pedestrian zone atau zona laluan pedestrian, dan frontage zone atau zona bagian depan (lihat Gambar 2.3.7.4)
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 2.3.7.4 Tipikal Zona Pedestrian Perkotaan 1) Zone Pembatas (Curb Zone) Pembatas (curb): mencegah air pada jalan memasuki kawasan pedestrian, mencegah kenderaan untuk berjalan di atas kawasan pedestrian, dan membuat jalan gampang dibersihkan. Sebagai tambahan, pembatas/curb
membantu
mendefenisikan
lingkungan
pedestrian
dikawasan jalan, walau didisain yang lain lebih efektif untuk tujuan ini. Pada sudut jalan, curb/pembatas berfungsi sebagai elemen yang penting bagi pedestrian yang menggunakan tongkat untuk mengetahui jalannya.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Kecuali untuk beberapa kawasan, curb/pembatas harus memiliki lebar 150 mm, tinggi 150 mm, untuk kawasan permukiman, serta lebar 175 mm dan tinggi 175 mm , untuk kawasan komersil. Untuk mencegah pergerakan kenderaan masuk ke kawasan torotoar direkomendasi agar ketinggian dari curb tidak boleh kurang dari 100 mm. kecuali untuk kawasan persimpangan dimana ketinggian dapat diturunkan untuk mengakomodasi perletakan ramp. 2) Zona Perabotan (The Furnishing Zone) Zona perlengkapan membatasi pedestrian dari jalur lalu lintas, dan juga merupakan kawasan tempat perpohonan, tombol-tombol tanda, tombol-tombol utilitas, lampu-lampu jalan, kotak-kotak control, hydrant, tanda-tanda meteran parkir, dan perabot jalan yang lain. kawasan ini adalah kawasan dimana orang bebas dari mobil-mobil yang parkir. Pada furnishing zone tersebut harus terdapat pepohonan. Pada kawasan komersil, zona ini dapat diekspos dengan dinding-dinding, pohon dan kotak kota pepohonan, bunga, dan semak belukar. Pada kawasan lain, zona ini secara umum tidak diekspos, kecuali pada bagian jalan akses. Tapi dibuat landscape dengan kombinasi dari pepohonan, semak-semak, rerumputan, dan perencanaan landscape yang lain.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
3) Zona laluan pedestrian (The Through Pedestrian Zone) Zona laluan pedestrian merupakan kawasan yang diperuntukkan untuk laluan pedestrian. Zona ini harus total bebas dari objek-objek permanen, maupun tidak permanen. Telah diuraikan sebelumnya bahwa lebar minimum untuk zona ini adalah 1.5 meter namun dapat ditambahkan khususnya bagi kawasan-kawasan tertentu yang memiliki volume pedestrian yang lebih tinggi. Yang perlu diperhatikan pada zona ini adalah: a. Pemukaan harus kuat dan stabil, serta anti licin, dan memungkinkan untuk dilalui oleh pedestrian yang menggunakan tongkat, kusi roda, maupun alat bantu yang lain. b. Trotoar secara umum terbuat dari beton semen portland (PCC), dan permukaannya dapat ditambah maupun diekspos dengan elemenelemen tradisional maupun pola lain sesuai dengan karakteristik kawasan. 4) Zona Depan Bangunan (The Frontage Pedestrian Zone) Zona bagian depan merupakan kawasan diantara zona laluan pedestrian dan garis kepemilikan. Zona ini memberikan kenyamanan bagi pedestrian dari bagian depan bangunan, dimana bangunan terletak garis tanah, atau dari elemen-elemen seperti pagar dari properti pribadi.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Bila tidak ada furnishing zone, elemen dimana secara normal tempat untuk shelter transit dan semak-semak, kios telepon, katup-katup tanda lampu serta kotak-kotak control, rambu-rambu parkir, dan lainnya, dapat ditempatkan pada zona bagian depan tersebut ataupun diberikan lebar tambahan. Perletakan elemen-elemen seperti tangga, jendela, elalase, kanopi, atap, overhang, rambu-rambu, bendera, sepanduk, pagar, dinding, tembok, maupun tanaman-tanaman harus sesuai dengan kebijakan yang digunakan. Pada lampiran dapat lihat lembar yang direkomendasikan bagi koridor trotoar untuk beberapa jenis kelas jalan. d) Permukiman Trotoar dan walkways di kawasan kota secara tipikal terbuat dari beton semen portland yang memberikan permukaan yang halus, tahan lama, serta gampang ditingkatkan dan perbaiki. Pola-pola tertentu dapat ditambah pada permukaan trotoar sesuai dengan pola-pola tradisional yang sesuai dengan kawasan tersebut bila diperlukan. Setiap material yang digunakan untuk trotoar dan walkways harus anti licin dan gampang dibersihkan (lancar dibersihkan dari salju, dan tidak gampang hancur maupun pecah). Permukaan harus aksesibel, sesuai dengan kriteria “stabil, kuat, dan anti licin”.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
e) Pemisahan / Pembatas Jalan Ada beberapa disain yang rekomendasikan sebagai pemisah antara trotoar dengan sisi jalan raya, antara lain: 1. Pepohonan/tanaman sebagai buffer 2. Trotoar berliku 3. Parit 4. Pembatas/curb 5. Pembatas yang miring 6. Jalur sepeda 7. Pembatas dari beton/concrete barriers 1) Pepohonan/Tanaman Trotoar disepanjang jalur lalu lintas pada umumnya dipisahkan oleh barisan tanaman yang selain fungsi sebagi vegetasi ,juga sebagai buffer bagi pejalan kaki, penanaman buffer (pepohonan, Taman, semaksemak,dan lainnya), secara umum merupakan pemisah paling efektif antara trotoar dan luar lalulintas. Buffer ini dapat memberikan rasa aman bagi pedestrian yang berjalan disepajang trotoar tersebut. Penanam buffer dapat didesain sedemikian rupa sebagai elemen vegetasi yang dapat menambah keindahan suatu kawasan. Ada beberapa keuntungan dan kelemahan dari penanaman buffer, beberapa keuntungan antara lain: a. pemisah antara pedestrian dan jalur lalulintas Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
b. menjadi kawasan penerapan dan pengaturan air c. menjadi lokasi untuk penempatan perabot jalan seperti tanda-tanda utilitas, hydrant, diluar lebar bersih bagi pejalan kaki. d. meningkatkan nilai estetis kawasan dan meningkatan lingkungan pedestrian e. jika cukup lebar, dapat ditanam pohon-pohon yang lebih besar, untuk melindungi pejalan kaki dari perubahan cuaca, khususnya panas. Minimum lebar 4.5 meter untuk penanaman pohon-pohon yang lebih besar f. merupakan solusi pemisahan trotoar yang lebih hemat, jika ruang yang dibutuhkan tersedia Beberapa kelemahannya antara lain: a. Dibutuhkan pemilihan khusus dan sangat bervariasi, bergantung kepada tipe Lansekap yang dipilih. b. Jika tidak didisain dan diatur dengan baik, lansekap tersebut dapat menghambat penglihatan, yang dapat menimbulkan masalah keamanan c. Akar yang bertumbuh akan dapat merusak permukaan trotoar maupun jalan jika tidak diawasi dengan baik.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
2) Trotoar Berliku Trotoar berliku walau bisa memberikan nilai estetik, namun bukan cara yang paling efisien untuk mengarahkan pedestrian dari satu tempat ketempat lain. Cara ini juga dapat menyulitkan bagi pedestrian yang memiliki penglihatan yang kurang baik. Jika trotoar berliku tetap dibutuhkan, trotoar tersebut dapat didesain dengan cara mengurangi jumlah lingkungan untuk menghindari rute yang terlalu berkelok-kelok dan tidak langsung (Gambar 2.3.7.5) memperlihatkan perbandingan antara trotoar lurus dengan trotoar berliku.
Gambar 2.3.7.5 :
Perbandingan Trotoar Berliku-liku dan Trotoar Lurus
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
3) Parit Pada beberapa jalur lalu lintas kawasan perumahan, parit terbuka yang terdapat di sepanjang sisi jalan berfungsi sebagai pengatur aliran air khususnya air hujan. Bila terdapat ruang cukup pada sisi kanan jalan tersebut, trotoar ataupun walkways dapat diletakkan di belakang parit, sebagai kawasan buffer antara kenderaan bermotor dan pedestrian 4) Pembatas Secara umum dibutuhkan pada jalan-jalan dengan volume dan kecepatan yang tinggi, serta yang membutuhkan kontrol drainase yang baik, curb dan buffer ataupun curb vertikal secara umum dibutuhkan dijalan-jalan. Pembatas memberikan suatu pemisahan fisikal antar kenderaan yang berjalan dengan pedestrian. Pembatas memberikan suatu citra kota. Mengilustrasikan trotoar yang bersebelahan dengan Pembatas atau Buffer. 5) Pembatas Miring (Rolled Curb) Merupakan jenis pembatas yang biasanya digunakan kawasankawasan perumahan pinggiran kota. Pembatas miring memberikan keuntungan bagi developer dimana dengan menggunakan pembatas ini, maka pemotongan jalan/ramp khusus untuk jalan masuk bagi
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
perorangan tidak perlu lagi. Namun, Pembatas Miring sering menimbulkan permasalahan. Karena pembatas miring gampang dinaiki/dilewati oleh kendaraan bermotor, pengendara sering parkir diatas pembatas tersebut, dan menghambat trotoar, dengan demikian, pembatas miring bukanlah pemisah yang baik bagi pedestrian dan kendaraan bermotor (lihat Gambar 2.3.7.6)
Gambar 2.3.7.6 Pembatas Miring pada Trotoar di kawasan Pemukiman 6) Jalur Sepeda Sebagai Pemisah Jika jalur sepeda diletakkan diantara jalur lalu lintas dan perjalanan kaki, maka jalur sepeda tersebut merupakan buffer antara pedestrian dan lalulintas (lihat Gambar 2.3.7.7)
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 2.3.7.7 : Jalur Sepeda sebagai Pemisah Pejalan Kaki Pemisah antara jalur sepeda dengan jalur pedestrian bisa berupa batas maupun menaikkan jalur pedestrian atau dengan pemberian batas jalan sepeda.
2.22. Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Pedestrian atau perjalanan dengan kaki kembali menjadi populer sebagai salah satu
unsur Perancangan Kota diluar negeri, terutama dipusat-pusat
kotanya. Kepopuleran pedestrianisasi di kota-kota luar negeri tersebut didasarkan atas serangkaian pengalaman yang menguntungkan atau positif terhadap perkembangan kehidupan kota, antara lain adalah: a. Pedestrianisasi dapat menumbuhkan aktivitas yang sehat sehingga mengurangi kerawanan kriminilitas
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
b. Pedestrianisasi dapat merangsang berbagai kegiatan ekonomi sehingga akan berkembang kawasan bisnis yang menarik c. Pedestrianisasi sangat menguntungkan sebagai ajang promosi, pameran, periklanan, kampanye, dan lain sebagainya d. Jalur pedestrian merupakan daerah yang menarik untuk kegiatan sosial perkembangan jiwa dan spiritual misalnya untuk bernostalgia, pertemuan mendadak, berekreasi, bertegur sapa dan sebagainya. e. Pedestrianisasi berdampak pula terhadap upaya penurunan tingkat percemaran udara dan suara, karena berkurangnya kenderaan bermotor yang lewat. 2.22.1. Defenisi Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Kota-kota di Eropa menjadi contoh bagi konsep pedestrianisasi dimana dalam perancangan Kotanya, lebih mementingkan pedestrian atau jalur pejalan kaki. Pedestrianisasi di pusat Kota dilatar belakangi oleh dasar: a. Untuk menyelamatkan pusat kota dan mengatasi trend untuk hidup dipinggiran kota, dengan meningkatkan akses ke pusat kota, lokasi parkir, dan lingkungan. b. Untuk meningkatkan keselamatan pejalan kaki dan meningkatkan kenyamanan berjalan dengan pemisah terhadap jalur lalulintas
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
c. Untuk mengontrol peningkatan lalu lintas dan mengurangi kemacetan lalulintas yang dapat mengganggu berbelanja d. Untuk meningkatkan citra dan identitas kota e. Untuk mengurangi kebisingan f. Untuk meningkatkan tourisme dan kesempatan bersama. g. Untuk membangun hubungan sosial dalam kota h. Untuk membangun konversi dari bangunan, monumen, dan kota-kota bersejarah. i. Untuk menumbuhkan aktivitas yang sehat sehingga mengurangi kerawanan kriminalitas j. Untuk merangsang berbagai kegiatan ekonomi sehingga akan berkembang kawasan bisnis yang menarik Daerah pedestrian menggambarkan zona dimana pedestrian diberikan prioritas diatas kenderaan bermotor dan bentuk transportasi lainya. Daerah tersebut bila memiliki beberapa jalan dengan trotoar yang diperlebar, larangan masuk atau dibatasi, batasan kecepatan, yang semuanya memiliki kontribusi bagi sirkulasi pedestrian. Bisa juga dikatakan “zona bebas lalulintas”, “zona batasan lalulintas”, atau “daerah pedestrian”. Kawasan yang sesuai bagi daerah pedestrian antara lain: a. Pusat yang esensial dikawasan bisnis b. Kawasan yang memiliki pengaruh dasar terhadap perkantoran c. Kawasan dengan parkir yang minimal disepanjang jalan Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
d. Kawasan dengan proporsi retail dan servis pelayanan yang tinggi e. Kawasan dengan fungsi pabrik dan pergudangan yang dibatasi f. Kawasan dengan fasilitas budaya dan landmark sejarah g. Kawasan dengan landscape dan kondisi alam yang unik (seperti danau, sungai dan lain-lain) Meningkatkan kawasan-kawasan pejalan kaki lebih dari hanya menciptakan landscape mall pusat kota, pejalan kaki memerlukan jalur maupun rute yang aman, menyatakan bahwa kegiatan berjalan menjadi susah dan tidak menyenangkan disebabkan oleh ketergantungan pada kenderaan bermotor. Untuk memperbaiki dan mengkoreksi keadaan ini dilakukan adalah: a. Mengurangi jarak perjalanan b. Meningkatkan fleksibelitas tata guna jalan c. Menghilangkan palang-palang dan halangan bagi pejalan kaki d. Mempertinggi jalur pejalan kaki e. Menjamin kontinuitas perjalanan f. Memberikan perlingdungan terhadap pergantian cuaca: angin, hujan, kebisingan, panas, dingin, dan polusi g. Menghilangkan konflik h. Meningkatkan karakter, keragaman dan kenyamanan visual
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Interaksi antar transpotasi dengan mobil, sepeda dan angkutan umum, sangat penting untuk menghasilkan lingkungan pejalan kaki yang baik. Karena orang tidak dapat berjalan dalam jarak yang jauh. Diperlukan kenderaan bermotor. Beberapa model interaksi transportasi yang diperlukan antara lain: a. Parkir yang sesuai dengan terkonsentrasi dengan jarak yang masuk akal dan jelas b. Mengintegrasikan transportasi umum dengan jalan masuk bagi pejalan kaki dan sepeda c. Meningkatkan sirkulasi sepeda, karena dengan bersepeda mencapai jarak yang jauh dari berjalan kaki. Pihak-pihak yang mendapat keuntungan dari peningkatan jalur pejalan kaki antara lain: a. Masyarakat kota dan pinggiran kota: peningkatan fasilitas pejalan kaki tersebut dapat mengurangi dampak dari lalulintas yang sibuk dan cepat kebisingan dan ruang parkir yang luas b. Pengendara: peningkatkan fasilitas pejalan kaki akan mengurangi konflik dengan pejalan kaki yang sering terjadi pada kawasan yang tidak memiliki trotoar. c. Kawasan pusat kota: akan mendapatkan keuntungan dari peningkatan fasilitas pejalan kaki, toko-toko yang terdapat di pusat kota akan mudah dicapai dan dikelilingi oleh pejalan kaki. Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
2.22.2. Mengadaptasikan Kawasan Pusat Kota Bagi Pejalan Kaki Peningkatan pedestrian di pusat Kota dilakukan dengan berbagai alasan. Beberapa Kota melakukan peningkatan pedestrian untuk mengontrol lalu lintas atau menjawab masalah-masalah perkotaan baik dalam hal ekonomi, sosial, maupun lingkungan seperti mengurangi keributan dan asap pembuangan. Beberapa kota yang identitasnya hilang karena pengaruh metropolitan,
melakukan
peningkatan
pedestrian
untuk
mendapatkan
identitas dan meningkatkan penampakan Kota. Selain itu, juga dapat digunakan untuk meningkatkan daya tarik kota bagi turis yang dapat meningkatkan kesempatan berwisata dan berbelanja. Beberapa pemecahan untuk mengadaptasikan pusat kota bagi pejalan kaki antar lain: 1) Pelebaran trotoar sebagai kawasan pejalan kaki, dikatakan nyaman bila aman, teratur, menerus, dan terpilihara. Dari keempat elemen tersebut, keramain/kepadatan merupakan salah faktor yang mempengaruhi seberapa cepat, dan sering orang berjalan. Selain masalah keramaian dan kepadatan, kadang-kadang ada alasan lain kenapa suatu trotoar lebih nyaman dan menarik, serta dapat meningkatkan perlindungan dari konflik dengan jalan lalulintas. Priorotas pertama bagi pelebaran trotoar harus dilakukan di kawasan persimpangan dimana perbaikan dan pelebaran tersebut ditujukan untuk peningkatan keselamatan. Setelah dilakukan pelebaran trotoar disepanjang Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
jalan, juga meningkatkan keselamatan pejalan kaki. Sebagai contoh, trotoar yang berbatasan dengan jalan sibuk, biasanya tanpa tempat parkir, dapat diperlebar untuk meningkatkan keamanan pejalan kaki. Penambahan lebar trotoar dapat membuat pejalan kaki nyaman satu sama lain tanpa kwatir adanya resiko antara satu dengan yang lain. Kemudian, trotoar diperlebar ditempat-tempat yang memberikan ruang bagi pejalan kaki menuju tempat istirahat, tempat ngobrol, serta menikmati suasana lingkungan perkotaan. 2) Merubah kembali jalan (Re-channeling srteets): banyak persimpangan jalan diperlebar dengan sedikit penghargaan maupun perhatian bagi kepentingan kenderaan bermotor. Perencanaan harus menentukan ruang yang benar-benar dibutuhkan oleh kenderaan, dan melengkapi elemenelemen koridor jalan tersebut untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Juga harus diperhitungkan dan ditentukan ruang bagi pejalan kaki maupun jalur sepeda, serta penggunaan shelter transit.. 3) Memperlambat kenderaan: kecepatan lalulintas harus dikurangi khususnya yang berdekatan dengan sekolah-sekolah, kawasan bisnis yang ramai, pusat perkantoran, kawasan perumahan, juga sebagai rute rekreasi pejalan kaki, joging, ataupun bersepeda dekat taman/ruang terbuka, serta kawasan-kawasan lain yang memiliki jumlah pejalan kaki yang padat. Beberapa cara untuk untuk mencapai hal tersebut antara lain:
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
a. Perletakan tanda-tanda batasan kecepatan: Polisi lokal harus berpatroli disepajang rute-rute tersebut, untuk memastikan pengendara menaati batasan kecepatan ditetapkan. b. Permukaan jalur lalulintas yang kasar: kegiatan ini dapat menurunkan kecepatan kenderaan, karena perancang permukaan yang kasar maupun
bertekstur
dapat
mengurangi
kecepatan
mobil
dan
meningkatkan visual dari jalan tersebut. Salah satu cara untuk paling gampang untuk mencapai hal ini adalah, membiarkan jalanan dengan lubang-lubang tanpa dilakukan perbaikan, atau dengan cara yang mahal mengganti bahan permukaan jalan dengan bata/brick. c. Benjolan jalan atau polisi tidur: kebanyakan dibangun kawasankawasan properti swasta seperti dikompleks apartemen dan pusatpusat perbelanjaan, dimana diharapkan kenderaan bergerak dengan kecepatan lambat d. Memperpanjang trotoar yang melewati ataupun menyebrangi jalan dengan ramp turun maupun naik untuk menciptakan benjolan-bejolan polisi tidur yang luas e. Jalan diubah menjadi satu jalur lalu lintas. f. Jalur lalulintas dengan dua jalur dapat dipersempit pada satu titik dimana tidak mungkin bagi dua mobil untuk saling melewati, namun harus saling mengurangi kecepatan
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
4) Mengorganisasikan kembali Jalan: a. Belokan jalan: menghubungkan trotoar dengan trotoar pada sebuah putaran mobil dapat tetap berjalan namun dipaksa untuk lambat, diwaktu bersamaan, sistem jalur pejalan kaki diagonal yang menerus dapat tercipta dipersimpangan b. Penyeberangan aman bagi pejalan kaki: dapat mengurangi bahaya dari penyeberangan jalan pada persimpangan, terutama trotoar yang di perlebar dapat dibangun
pada jalur parkir yang tidak dipakai,
khususnya disudut jalan. c. Putaran lalu lintas: Terdapat ditengah-tengah persimpangan dan merupakan cara yang paling efisien untuk mengurangi lalulintas yang tidak penting. Putaran memaksa pengendara untuk mengurangi kecepatannya. d. Jalan Buntu (Cul De Sak): merupakan solusi lain untuk mengurangi lalulintas yang lewat dengan menutup ujung tidak tembus. 5) Revitalisasi kawasan perbelanjaan: Meliputi dua objek yaitu: a. Perbelanjaan/Shopping:
suatu kawasan kota maupun permukiman
harus memiliki toko serba ada, obat, restoran, toko roti, kantor pos, perpustakaan, tempat parkir, dan lain-lain, dimana tanpa elemenelemen kenyamanan tersebut, masyarakat akan pergi ketempat lain dengan mobil yang akan menambah kemacetan lalulintas
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
b. Penampakan jalan (street scape): temasuk jalur jalan maupun jalur pedestrian, tempat duduk, pencahayaan, pohon-pohon, dan perabotan jalan lainnya. Pola jalur pejalan kaki dan pencahayaan sering menjadi dasar terciptanya kawasan unik. 6) Mengadaptasikan jalan Arteri bagi pejalan kaki: kawasan jalan arteri yang diperuntukan bagi pusat pembelanjaan, mungkin yang terbaik adalah merute-kan kembali jalur lalulintas dan memperlebar trotoar bagi penjalan kaki. Mobil tetap dapat dipergunakan namun pada batas kecepatan tertentu. Jalur pejalan kaki yang lebar menguntungkan bagi toko-toko retan karena banyak pejalan kaki yang akan lebih memperhatikan dagangannya dari pada dengan kenderaan. Salah satu cara lain adalah dengan menggunakan standart-standart boulevard bagi kawasan trotoar, yaitu pemisahan antara kawasan pejalan kaki dari jalan dengan ruangruang tempat penanaman pohon. Tempat parkir dapat ditiadakan untuk memberikan kenyamanan ruang pejalan kaki. Meningkatkan kenyamanan pedestrian tidak selamanya merupakan proyek besar dengan biaya yang besar. Banyak, alternatif lain yang bisa diambil, antara lain: a. Menutup jalur lalulintas pada jam-jam tertentu b. Meningkatkan kegiatan retail berskala pejalan kaki c. Memperbaiki tempat parkir d. Meningkat angkutan kota Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
e. Menambah bangku Taman f. Kawasan berjalan yang terlindung g. Pohon dan Tanaman (Landsscape) h. Bila mungkin menutup beberapa jalan i. Peningkatan keberadaan jalan-jalan kecil maupun gang yang terdapat dibelakang jalan utama. j. Perencanaan transit mall: berupa penutup jalan bagi lalulintas normal, namun terbuka bagi bus, taksi, dan pada saat-saat tertentu bagi truk pengantar barang. k. Penempatan/perencanaan plaza yang sesuai dengan skala manusia; dengan tingkat kenyamanan yang dapat mengundang pejalan kaki untuk menggunakan plaza tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah: ukuran plaza yang terlalu besar hendaknya dibagi menjadi beberapa bagian yang lebih kecil, perencanaan permukiman yang di buat tanaman, tempat-tempat duduk dan tersedianya perlindungan dari angin, hujan, maupun panas, serta aksesibilitas yang baik ketempattempat perbelanjaan dan istirahat seperti restoran-restoran. l. Meningkatkan fasilitas-fasilitas rekreasi seperti teater, bioskop, restoran, kafe, perpustakaan, sampai tengah malam, hotel, ruang-ruang
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
pertemuan, dan lainnya untuk meningkatkan kawasan pedestrian untuk penggunaan malam hari. m. Mengembangkan tempat-tempat nongkrong dan berkumpul bagi anakanak muda dan remaja, seperti snack bar, games, internet café, dan lainya. Tempat ngumpul para remaja ini memiliki kontribusi yang positif yang penting bagi diri sendiri, dan juga bagi keramaian pusat kota. Nilai-nilai
perkembangan
Kota
yang
meggunakan
konsep
pedestrianisasi telah membuka kembali wawasan perancang Kota untuk membangun pusat kotanya. Sehingga kemudian lahir gerakan kenikmatan kota melalui perubahan bagian-bagian kota menjadi ruang-ruang pedestrian. Kota yang pedestrian, akan dapat meningkatkan keberadaan kota tersebut, meningkatkan sektor pariwisata, yang pada hakekatnya akan berpengaruh pada pertumbuhan dan peningkatan ekonomi Kota. 2.23. Pendukung Aktivitas (Activity Support) Pendukung Aktivitas kegiatan sebagai salah satu elemen dalam perancangan kota, keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari aspek lainnya, terutama Ruang Terbuka dan jalur pedestrian. Pendukung Aktivitas meliputi semua penggunaan dan kegiatan yang membantu memperkuat ruang-ruang umum di perkotaan, karena aktivitas dan
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
ruang-ruang fisik yang selalu merupakan pelengkap satu sama lain” 10 atau dengan kata lain, pendukung aktivitas pada prinsipnya adalah kegiatan-kegiatan penunjang yang menghubungkan dua atau lebih pusat-pusat kegiatan umum yang berada dikota. Bentuk, lokasi, dan sifat daerah tertentu akan mengundang fungsi pemakain dan aktivitas tertentu pula. Pada giliranya sebuah aktifitas cendrung mencari tempat yang paling mampu mempengaruhi syarat-syarat yang dibutuhkan demi berlangsungnya aktivitas tersebut. Dengan demikian, masalahnya adalah bagaimana kita mendisain suatu lingkungan perkotaan yang dapat atau tidak menggundang pengguna dalam jumlah besar. Saling ketergantungan antara ruang dan pemakain adalah elemen penting dalam perancanaan kota. a. Bentuk Pendukung Aktivitas (Activity Support) Pendukung Aktivitas atau kegiatan tidak hanya berarti terlengkapinya jalur-jalur pejalan kaki dan plaza-plaza. Diperlukan juga pertimbangan terhadap fungsi utama dan penggunaan elemen-elemen kota yang bisa menghidupkan kegiatan, seperti misalnya pasar swalayan, taman-taman rekreasi, pusat pemerintahan, perpustakaan umum, tempat makan dan minum, penjualan barang-barang, hiburan dan lain-lain, serta penyediaan
10
Shirvani, Hamid, The Urban Design Process. Van Nostrand Reinhold Company. New York. 1985.Hlm.37
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
fasilitas lingkungan yang
dapat menarik pemakaian untuk menikmati
lingkungan disekililingnya. Banyak Pendukung Aktivitas didisain dan ditempatkan didaerahdaerah perkotaan tanpa banyak meperhatikan tujuan dan kemampuan kerjanya. Sebuah mall bisa saja menjalankan fungsi untuk menjamin bahwa orang
akan
datang
berbondong-bondong.
Mall
dibuat
haruslah
menghubungkan dua simpul aktivitas, atau mall itu sendiri yang membuat simpul-simpul aktivitas tersebut, seperti misalnya pasar swalayan. Kerumunan manusia menentukan penggunaan ruang dalam suatu kawasan. Kegiatan berbelanja, makan, menonton, bersantai, pergi, kembali dari bekerja merupakan ciri utama dari suatu kota yang makmur/sehat. 11 Sedangkan
maksud
menempatkan
perancangan
poros-poros
activity
aktifitass
support utama
adalah dan
untuk
kemudian
menghubungkannya satu sama lain dengan sebuah jalur pejalan kaki yang aman dan dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan para pejalan kaki. 12 Pendukung Aktivitas dapat merupakan ruang bebas untuk manusia, sebagaimana jalan sebagai ruang bebas untuk mobil. Hal ini dapat berupa fasilitas-fasilitas tempat duduk, tempat berteduh, ataupun tempat bergerak.
11
Shirvani, hamid, The Urban Design Process. Van Nostrand Reinhold Company. New York. 1985.Hlm.37 12 Shirvani, hamid, The Urban Design Process. Van Nostrand Reinhold Company. New York. 1985.Hlm.37 Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Tentu bentuk-bentuk pendukung aktivitas ini akan memberikan citra visual tersendiri bagi kehidupan kawasan Kota tertentu. b. Fungsi Pendukung Aktivitas (Activity Support) Fungsi utama Pendukung Aktivitas adalah menghubungkan dua atau lebih kegiatan umum. Selain itu Pendukung Aktivitas juga berperan dalam memperkuat elemen-elemen disain fisik lainya, terutama Ruang Terbuka. 13 Tujuan untuk menciptakan kehidupan kota yang sempurna, disamping memberikan pengalaman-pengalaman yang memperkaya perbendeharaan si pemakai, melalui intensitas dan penggunaan yang beragam dari kegiatan yang diciptakan. c. Kriteria Disain Pendukung Aktivitas (Activity Support) Pendukung Aktivitas ditampung dalam suatu teritorial berupa ruang yang memiliki karakter tertentu, sesuai dengan kegiatan yang ada. Integrasi dan koordinasi dari pola-pola kegiatan yang ada, merupakan hal yang penting harus diperhatikan. Dengan demikian kriteria disainnya mencakup hal-hal yang bersifat terukur dan tidak terukur yang secara umum tidak lepas dari prinsip-prinsip dasar demi tercapainya tujuan Perancangan Kota. Krieria disain yang menyangkut penciptaan aspek kontekstual perlu diperhatikan. Kultur dan pola kehidupan sosial masyarakat suatu kawasan ataupun Kota merupakan suatu system sosial yang harus diperhatikan dan
13
Shirvani, hamid, The Urban Design Process. Van Nostrand Reinhold Company. New York. 1985.Hlm.37
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
diadaptasikan dalam suatu kriteria Disain Pendukung Aktivitas (Activity Support). 2.24. Teori Pendukung Pedestrianisasi Kota Adapun landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah literatur yang berhubungan dengan pengertian pedestrian, standar-standar fasilitas pedestrian, usaha-usaha untuk mempedestrianisasikan kawasan pusat Kota, elemen-elemen pendukung koridor trotoar dan beberapa literatur yamg berhubungan dengan perilaku masyarakat dan lingkungan. Selain itu akan dipaparkan beberapa studi banding sejenis yang dilakukan pada beberapa kawasan pusat Kota Medan khususnya menyangkut jalur pedestrian atau pejalan kaki. Hal ini dilakukan untuk memperkuat dasar teori yang ada. Rido Matari Ichwan dalam makalah pribadinya mengatakan bahwa Kota-kota di Indonesia dipengaruhi oleh kebudayaan Belanda pada abad 17-20 awal yang sekarang menjadi warna dari kota di indonesia. Kurang terkendalinya perkembangan dan pembangunan kawasan sehingga mengakibatkan terjadinya kehancuran kawasan baik secara Self Destruction (penghancuran diri sendiri) maupun secara Creative Destruction (penghancuran secara kreatif) merupakan titik awal hilangnya vitalitas kawasan historis budaya.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Kondisi menurunnya vitalitas kawasan lama pada saat ini dapat digolongkan menjadi 3 golongan: 1) Kawasan Lama Yang Mati a. Kehilangan kemampuan untuk merawat baik bangunan baik bangunan maupun lingkungan. b. Umumnya status kepemilikannya tidak atau kurang jelas. c. Nilai properti yang ada tergolong negatif. d. Terhjadi penghancuran diri sendiri (self destruction) baik daari segi aktivitas kawasan, bangunan dan komponen lain pembentuk kawasan, bangunan dan komponen lainnya pembentuk kawasan. e. Terjadi penghancuran nilai-nilai lamanya, termasuk signifikasi historis dan budaya. f. Rendahnya intervensi publik sehingga mengakibatkan kawasan tersebut semakin kurang nyaman, bahkan kehilangan nilai strategisnya. g. Rendahnya keinginan untuk melakukan investasi baik pemerintah swasta dan masyrakat. h. Tumbuhnya kantong-kantong kumuh. i. Terjadinya pindah penduduk atau penghuni keluar dari kawasan. j. Terjadi pindah kegiatan bisnis. k. Terjadi infra struktur distress yang mengakibatkan terjadinya degradasi lingkungan dan kwalitas hidup serta tumbuhnya squatters.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
l. Kawasan kehilangan kemanpuan untuk berkompetisi dengan kawasan lain. m. Masuknya fungsi-fungsi baru atau tradisi baru yang kurang sesuai dengan historis kawasan. 2) Kawasan Lama yang Hidup atau Kacau (Chaos) a. Squatting dimana terjadi okupasi terhadap ruang publik b. Pertumbuhan ekonomi tidak terkendali dan kacau, c. Kurang menghargai nilai dan tenunan warisan budaya d. Tingginya nilai properti e. Terjadi penghancuran secara kreatif (creatif destruction) baik pada aktivitas tradisional, budaya komponen pembentuk kawasan akibat pemilik atau sektor swasta melihat kehilangan identitas historisnya. f. Pembangunan tidak kontekstual dan bersifat infill development. g. Penghancur nilai-nilai lamanya. h. Kurang kenyamanan . i. Rendahnya kualitas pengelolaan kawasan mulai dari Traffic System Managemen sistem lalu lintas hingga pengaturan pedagang kaki lima. 3) Kawasan Lama yang Hidup dan Vital Kawasan lama yang tergolong dalam kawasan ini merupakan kawasan yang paling baik antara kedua kawasan di atas. Kawasan ini mampu
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
mempertahankan eksistensinya, yang ditandai dengan gejala sebagai berikut: a. Aprisiasi yang tinggi dan suksesnya pelestarian kawasan. b. Intervensi publik cukup tinggi. c. Pertumbuhan ekonomi cukuup pesat d. Merupakan daerah kunjungan wisata dan merupakan pusat kegiatan budaya yang tetap terpelihara e. Bangunan yang ada tetap menyajikan ciri khas tradisional dan historis kawasan f. Kepemilikan lahan jelas g. Nilai properti positif h. Besarnya minat berinvestasi baik oleh swasta atau masyarakat. i. Masuknya penduduk/penghuni baru. j. Lingkungan terawat dan nyaman. k. Pelayanan infrastruktur baik. l. Tersedia ruang publik pedestrian yang menjadi ruang aktivitas publik. m. Pembangunan yang kontekseksual M. Ridwan Kamil mengatakan, bisakah ruang jalan memotivasi masyarakat kota yang santun, beradab, dan madani? Mengapa koridorkoridor jalan kota tidak manpu menjadi latar dari intraksi sukarela antar kelas sosial warga kota?
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Pertanyaan-pertanyaan di atas lahir akibat hilangnya potensi peran sosial dari sebuah koridor jalan dikonteks urban. Dinegara-nagara berkembang, sering terlihat bagaimana koridor-koridor jalan tersebut acap kali tereduksi fungsinya menjadi alur lalu-lintas kendraan bermotor semata. Hal ini sering berdampak pada terabaikannya jalur pedestrian di koridor jalan tersebut. Dalam menciptakan ruang publik di koridor yang penuh dengan aktivitas sosial, terdapat 3 prinsip dasar yang melahirkan kondisi positif tersebut: a. Densitas yang optimal: pada dasarnya koridor jalan yang penuh dengan bangunan umumnya lebih berpotensi sebagai pedestarian generator yang akan melahirkan keaktifan sosial yang ramai dan menyenangkan. b. Tata guna Lahan yang mendukung: Tata Guna lahan yang beroriantasi pada publik seperti halnya jasa perdagangan umumnya sangat membantu dalam mengaktifkan kegiatan publik di koridor jalan. c. Koridor jalan yang didesain dengan baik dan cermat: kridor jalan haruslah didesain sangat sepesifik mengikuti karakter sosial, ekonomi dan budaya lokal. Terbukti dalam buku The Great Streets (1993) oleh Alan B. Jacob, mengungkapkan bahwa koridor jalan yang didesain dengan cermat umumnya menjadi ruang publik yang dominan dan sering kali menjadi tujuan wisata baik domestik maupun Manca Negara. Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Sementara itu dalam fenomena hilangnya aktivitas sosial dikoridor Pedestrian jalan di Kota-Kota besar Indonesia seperti halnya Jakarta, selain kurangnya perhatian terhadap desain dan kwalitas publik, terdapat beberapa aspek arsitektur yang sering kita temui sehari-hari umumnya bersifat anti urban dan anti sosial. Sebagai contoh, adanya kafe-kafe dan restoran-restoran sebagai tempat bersantai disepanjang jalur jalan pedestrian yang sangat menarik dengan berbagai elemen-elemen pendukungnya seperti elemen-elemen bersejarah, patung, air mancur, tempat duduk, serta lampu, dan taman, akan meningkatkan jumlah pengunjung dan jumlah wisatawan kedaerah tersebut. Mateo B. Inderlina (2002), seorang mahasiswa dari Universitas Pilipina, dalam study yang berjudul, The study of Effective Urban Downtown Pedestrian Streets in Metro Manila, menyebutkan ada beberapa faktor yang melatar belakangi untuk di lakukan pedestrianisasi pada suatu kawasan perkotaan yaitu meliputi: a. Kepadatan kawasan kota pada khususnya pusat kota akibat tingginya kepadatan pedestrian atau pejalan kaki b. Kondisi lingkungan yang tidak baik atau bernilai negatif. c. Kehadiran berbagai jenis aktivitas, khususnya dikawasan pusat Kota. Termasuk Konflik pedestrian dan kenderaan bermotor di jalan-jalan sempit.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Hamid Shirvani (1985) dalam bukunya The Urban Design Process mengatakan bahwa Perancangan Ruang Kota yang baik antara lain Harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Tata Guna Lahan b. Penataan Masa Bangunan c. Sirkulasi dan Parkir d. Open Space/Ruang Terbuka e. Pedestrian f. Preservasi. g. Kegitan Pendukung h. Signage. Seperti dijelaskan diatas bahwa salah satu upaya untuk penerapan Perancangan Kota adalah dengan adanya pedestrian yang baik. Pedestrian yang baik tentu adalah pedestrian yang mampu menghubungkan para pejalan kaki dengan nyaman dan aman dengan pusat-pusat kegiatan atau aktivitas pendukung yang ada dalam suatu kawasan perkotaan. Kevin
Lynch
(1960)
dalam
bukunya
The
Image
Of
City
mengemukakan bagaimana cara mengukur gambaran mental sebuah Kota yang terdiri atas beberapa unsur, yaitu: 1. Tanda-tanda yang mencolok (landmark) yaitu bangunan atau bendabenda alam bebeda dari sekelilingnya dan terlihat jauh.
Misalnya:
gedung, patung, tugu, jembatan, jalan layang, dan lain-lain. Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
2. Jalur-jalur jalan/penghubung (pathways) yang menghubungkan satu tempat dengan tempat lainnya 3. Titik temu antar jalur jalan (Nodes), misalnya perempatan dan pertigaan jalan 4. Batas-batas wilayah (edges) yang membedakan antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lainnya. Misalnya, daerah pemukiman dibatasi oleh sungai, daerah pertokoan dibatasi oleh gerbang tol menuju tempat parkir atau pagar lapangan golf yang luas membatasi wilayah perindustrian dari wilayah permuliman 5. Distrik (distric), yaitu wilayah-wilayah homogen yang berbeda dari wilayah-wilayah lain. Misalnya, pust perdagangan ditandai dengan bangunan-bangunan bertingkat dengan lalu lintas yang padat dan daerah kantor kedutaan besar negara asing ditandai oleh rumah rumah besar dengan halaman luas serta jalan jalan lebar.
2.25. Proses dan Pola Perilaku Manusia Ada dua kubu yang mengambarkan tentang hal yang mendasari perilaku mansia. Kubu pertama menekankan pada nature, yaitu semua perilaku manusia bersumber dari pembawaan biologis mereka. Semua perilaku manusia di atur melalui naluri genetika. Sementara itu, kubu kedua menyatakan bahwa semua perilaku manusia itu nature, yaitu melalui pengakuan atau melalui penelitian. kubu ini bependapat, study perilaku yang berangkat dari study perilaku binatang Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
tidak dapat diterapkan begitu saja. Pada studi perilaku manusia diperoleh melalui pengalaman. Para ahli sosiologi dari kelompok ini menekankan bahwa perilaku adalah kristalisasi dari pengaruh budaya. Sebagai objek empiris, perilaku mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Perilaku itu sendiri kasatmata, tetapi penyebab terjadinya perilaku langsung mungkin tidak mungkin diamati. b. Perilaku mengenal berbagai tingkat,yaitu perilaku dan stereotip, seperti perilaku binatang bersel satu; perilaku-perlaku manusia; perilaku sederhana, seperti refleks, tetapi ada juga yang mengakibatkan proses mental bilogis yang tinggi. c. Perilaku bervariasi dengan klasifikasi: kognitif, efektif, dan pisikomotorik, yang menunjukkan pada sifat rasional, emosional, dan derakan fisik dalam berperilaku d. Perilaku bisa didasari dan bisa juga tidak disadari. Manusia merupakan pusat lingkungan dan sekaligus juga menjadi bagian dri lingkungan. karena itu. seorang individu dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan. Keunikan yang dimiliki setiap individu akan mewarnai lingkungan.sebaliknya,
keunikan
lingkungan
juga
akan
memengaruhi
lingkungan. karena lingkungan bukan hanya menjadi wadah manusia beraktivitas, melainkan juga melalui menadi bagian intiraksi dari perilaku pola manusia.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Kata lingkungan itu sendiri banyak digunakan dengan berbagai pengertian sesuai bidang ilmu yang mendalaminya. Misalnya, bagi ilmu sosiologi adalah oganisasi dan proses socail, bagi ilmu geografi adalah tanah dan iklim, dan bagi arsitektur adalah bangunan dan ruangan luar. Kategorisasi ini tergantung pada kegunaannya. Beberapa ahli atau analisis membedakan lingkungan menjadi lingkungan fisik dan sosial atau lingkungan psikologikal dan behavioral, yaitu: a. Lingkungan fisik terdiri atas terrestrial atau geografis b. Lingkungan sosial terdiri atas organisasi sosial kelompok interpersonal c. Lingkungan psikologikal terdiri atas imajinasi yang dimiliki orang dalam benaknya d. Ligkungan behavioral mencakup elemen-elemen yang menjadi pencetus respon seseorang. Proses dan pola perilaku manusia dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu proses individu dan proses sosial. 1) Proses Individu Proses individual meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Persepsi lingkungan, yaitu proses bagaimana manusia menerima informasi mengenai lingkungan sekitarnya dan bagaimana informasi mengenai ruang fisik tersebut diorganisasikan ke dalam pikiran manusia.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
b. Kognisi
spasial
yaitu
keragaman
proses
berpikir
selanjutnya
mengorganisasikan, menyimpan, dan mengingat kembali informasi mengenai lokasi, jarak, dan tatanan dalam lingkungan fisik. c. Prilaku spasial menunjukkan hasil yang termanifestasikan dalam tindakan dan respons seseorang, termasuk deskripsi dan preferensi personal, respon emosional, ataupun evaluasi kecendrungan perilaku yang muncul dalam interaksi manusia dengan lingkungan fisiknya. Proses individual ini mengacu pada skema pendekatan perilaku berikut yang menggambarkan hubungan antara lingkungan dan proses perilaku berikut yang menggambarkan hubungan antara lingkungan dan proses perilaku individu.
PEMANFAATAN LINGKUNGAN
Persepsi
Kognisi dan Afeksi
Perilaku Spesial
Respon Emosional
Persepsi Terhadap Hasil Perilaku
Skema
Motivasi Sumber: Laurens, Joyce Marcella, Arsitektur Manusia, Grasindo, Jakarta, 2004
Gambar 2.25 :
Diagram Proses Fundamental Perilaku Manusia
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
2) Persepsi Lingkungan Persepsi adalah proses memperoleh atau menerima informasi dari lingkungan. Tiori atau pendekatan yang mejelaskan bagaimana manusia mengerti dan menilai lingkungan dapat kelompokkan kedalam dua kelompok pendekatayan sebagai berikut: a. Pendekatan Konvensial Pendekatan konvensional yaitu pendekatan yang didasarkan sendiri atau sitimuli. Teori ini mengganggap adanya rangsangan dari luar diri individu (stimulus). Individu menjadi sadar akan adanya stimuli ini melalui sel-sel saraf individu reseptor (penginderaan) yang peka terhadap bentuk-bentuk energi tertentu (seperti cahaya, suara, dan suhu). Karena persepsi bukanlah sekedar penginderaan, persepsi dikatakan
sebagai penafsiran pengalaman (the interpretation of
experience).agar terjadi pegindraan yang bermakna, ciri-cirinya adalah sebagai berikut: 1. Rangsangan yang harus diterima harus sesuai dengan modalitas tiap indra, yaitu sensoriesn dasar dari masing-masing indra (cahaya untuk penglihatan, bau untuk penciuman, suhu untuk perasa, bayi untuk pendengaran, sifat permukaan untuk peraba, dan sebagainya). 2. Dunia persepsi mempunyai sifat ruang (dimensi ruang) sehingga kita dapat mengatakan atas bawah, tinggi rendah, luas sempit, latar depan dan belakang, dan sebagaianya.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
3. Dunia persepsi mempunyai dimensi waktu, seperti cepat lambat, tua muda dan sebagainya 4. Objek atau gejala-gejala dalam dunia mzengamatan mempunyai struktur yang menyatu dengan konteksnya 5. Struktur dan konteks ini merupakan keseluruhan yang menyatu 6. Kita
dapat
meja
tidak
berdiri
sendiri,tetapi
dalam
ruang
tertentu,disaat tertentu, pada posisi tertentu, dan sebagainya. 7. Dunia persepsi adalah dunia penuh arti, kita cendrung melakukan pengamatan atau persepsi pada gejala-gejala yang mempunyai makna bagi kita, yang ada hubungannya dengan tujuan dalam diri kita. b. Pendekatan Ekologi Pendekatan yang kedua adalah pendekatan ekologis, atau dikenal dengan Pendekatan berdasarkan informasi. Pertama sekali dikemukakan oleh J.J Gibson. Menurutnya, seorang individu tidaklah menciptakan makna dari apa yang diindrakannya. Sesungguhnya, makna itu telah terkandung dalam stimulus itu sendiri dan tersedia untuk organisme yang siap menyerapnya. Ia mengganggap bahwa persepsi terjadi secara spontan dan lansung.jadi, bersifat holistic. Spontanitas ini terjadi karena karena manusia selalu mengkporasikan lingkungannya. Dalam ekplorasi itu manusia melibat setiap objek yang ada dalam lingkungannya dan setiap objek
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
menonjolkan sifat-sifat khas untuk organisasi tersebut. Penampilan makna ini disebut affordance. Kemanfaatan setiap objek (affordance) adalah kelas untuk setiap mahluk.misalnya, pohon memberi manfaat sifat teduh, rindang untuk manusia, mungkin untuk serangga atau bintang
lain, pohon itu
mempunyai kemanfaatan yang berbeda, misalnya sebagai serangganya. Dengan perkataan lain, atau stimuli sendiripun aktif berinteraksi dengan mahluk yang menghidari sehingga timbullah makna spontan tersebut, 3) Kognisi Spasial (Spatial Cognition) Kognisi spasial bekaitan dengan cara memperoleh, mengorganisasi, menyimpan, dan membuka kembali informasi mengenai lokasi, jarak, tatanan di lingkungan fisik. Termasuk di dalamnya perihal penyelesaian masalah, navigasi, mengatasi kekacauan, mencari jalan keluar atau menolak informasi tentang jalan keluar, yang semua berkaitan dengan linkungan fisiknya sehari hari secara tiga dimesnsional. Peta
merupakan
mengumpulkan,
suatu
proses
mengorganisasikan,
yang
memungkinkan
menyimpan
dalam
kita
ingatan,
memanggil, serta menguraikan kembali informasi tentang lokasi relatif dan tanda tentang lingkungan geografis. 4) Perilaku Spasial Perilaku spasial atau bagaiman orang menggunakan tatanan dan lingkungan adalah sesuatu yang dinanti secara langsung sehingga pada
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
tingkat deskriptif hal ini tidak menjadi kontroversi seperti halnya usaha orang menjelaskan proses persepsi dan kognisi. Para ahli ekonomi, sosiologi, antropologi memperbincangkan aspek perilaku spsial yang berbeda sehingga menawarkan penjelasan yang beragam pula. Arsitek dan perancangan kota umumnya lebih menaruh perhatian pada perilaku skala mikro, mulai dari ruangan hingga lingkungan atau distrik dalam kota pendekatanperilaku lingkungan mengenai perilaku manusia menunjukkan bahwa perilaku seorang adalah fungsi dari motivasi, affordances lingkungan, dan image-nya tentang dunia di luar persepsi langsung dan makna citra tersebut lagi orang yang bersangkutan. 5) Proses Sosial Manusia mempunyai kepribadian individual, tetapi manusia juga mahluk sosial, hidup dalam msyarakat dalam suatu koleksitivitas. Dalam memenuhi kebutuhan sosialnya ini manusia berperilaku sosial dalam lingkungannya yang dapat diamati dari: a. Fenomena perilaku lingkungan b. Kelompok-kelompok pemakai c. Tempat terjadinya aktivitas Fenomena ini menunjuk pada pola-pola perilaku peribadi,yang berkaitan dengan lingkungan fisik yang ada, terkait dengan perilaku interpersonal manusia atau perilaku sosial manusia.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
a. Ruang personal (personal space): berupa domain kecil sejauh jangkauan manusia
yang
dimiliki
setiap
orang.
Robert
Sommer
(1969)
mendefenisikan ruang personal sebagai suatu area dengan batas maya yang mengelilingi diri seorang dan orang lain tidak diperkenankan masuk kedalamnya. Sebagai contoh, apabila seekor binatang didekati oleh suatu yang tidak dikenalnya maka sampai jarak tertentu ia akan bersiap untuk lari. Jika terus didekati maka ia akan melakukan perlawanan karena sesuatu yang asing telah memasuki daerahnya dan ia rasnya terganggu. b. Teritorialitas (Territoriality): Julian Edney (1974), mengatakan bahwa teritori berarti wilayah atau daerah dan tertorialitas adalah daerah yang dianggap sudah menjadi hak seseorang. Misalnya, kamar tidur seseorang adalah wilayah yang dianggap sudah menjadi hak seseorang. Meskipun yang bersangkutan tidak sedang tidur disana dan ada orang yang memasuki kamar tersebut tanpa izinnya, ia akan tersinggung rasa teritoarlitasnya dan ia akan marah. c. Kesesakan dan kepadatan (Crowding and Density); kepadatan adalah ukuran jumlah orang per unit ukuran dan mengacu pada pengalaman seseorang terhadap jumlah orang sekitarnya. Berbeda dengan kepadatan yang objektif, kesekan bukan merupalan rasio fisik, melainkan perasaan subjek terhadap lingkungan sekitarnya. Ciri pertama kesesakan adalah ersepsi maka sifatnya subjektif. Orang yang sudah terbiasa naik bus Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
yang padat penumpangnya, mungkin merasa tidak sesak lagi (kepadatan tinggi, tetapi kesesakannya rendah). Sebaliknya, orang yang biasa menggunakan kenderaan pribadi bisa merasa sesak dalam bus yang ada kosong. kepadatan rendah, tetapi kesesakannya tinggi. secara tioritis, kesesakan dan kepadatan sebagai berikut oleh Stokls, (1972) menyatakan bahwa kepadatan (density) adalah kendala ruangan (spatial constraint), sementara itu kesesakan (crowding) adalah respon subjektif terhadap ruang yang sesak (tight space) d. Privasi (privacy); privasi adalah keinginan atau kecenderungan pada diri seseorang untuk tidak diganggu kesendiriannya. Amos (1977) mengemukakan bahwa privasi adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk mengendalikan interaksi dengan orang lain baik secara visual, audial, untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Dapat diartikan inti dari privasi adalah menajemen informasi dan manajemen interaksi sosial sehingga akses pada dirinya sendiri dapat diartikan informasi mengenai dirinya sendiri ataupun berarti interaksi sosial dengan dirinya. Privasi mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Memberikan perasaan berdiri sendiri, mengembangkan identitas pribadi 2. Memberikan kesempatan untuk melepaskan emosi 3. Membantu mengevaluasi diri sendiri, menilai diri sendiri 4. Membatasi dan melindungi diri dari komunikasi dengan orang lain. Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian yang akan dilakukan terhadap kawasan kajian adalah jenis penelitian kwalitatif (Kwalitatif Research) 3.2 Variabel Penelitian Sedangkan variabel-variabel penelitian dalam hal ini adalah meliputi Koridor Pedestrian Depan Istana Maimoon, zona-zona pedestrian yang ada yang meliputi zona pembatas, zona laluan, zona perabotan jalan dan zona depan bangunan, beserta Aktivitas Pendukung Pedestrian yang ada pada wilayah dalam dan luar kawasan kajian. 3.3 Populasi/Sampel Adapun populasi dan sampel yang akan diambil dalam hal ini adalah masyarakat yang ada pada kawasan penelitian meliputi: Pengunjung, pedagang, pemilik Toko maupun para pedestrian atau pejalan kaki yang berada pada kawasan dan luar kawasan Istana Maimoon, terdiri dari 100 orang sampel yang diambil secara acak. 3.4 Metode Pengumpulan Data
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Adapun Metode Pengumpulan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Studi Literatur maupun kepustakaan yang berhubungan dengan judul penelitian, termasuk pengumpulan Data Sekunder maupun Intansional. b. Studi Lapangan, atau pengamatan lapangan terhadap objek penelitian untuk memahami fenomena dan kejadian sebenarnya yang ada pada kawasan kajian, termasuk observasi, wawancara maupun penyebaran kuesioner, untuk kemudian dianalisis untuk mendapat suatu usulan dan rekomendasi terhadap penelitian. 3.5 Kawasan Penelitian Adapun kawasan atau lingkup wilayah dalam penelitian ini adalah meliputi: a. Koridor Pedestrian Jalan Brigjen Katamso Medan Depan Istana Maimoon sepanjang 200 Meter, dengan Segmen penghubung Utama Koridor pedestrian Jalan Mesjid Raya Medan. b. Untuk lebih jelasnya kawasan kajian penelitian ini dapat dilihat pada peta 1 di bawah dibawah ini:
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 3.5.1 : Peta Kawasan Kajian 3.6 Metode Analisa Data Metode Analisa Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Dekriptif dimana fenomena-fenomena yang ditemukan dari data lapangan dianalisis dan digambarkan atau dibandingkan dengan standar-standar ataupun norma-norma yang berlaku mengenai jalur pedestrian.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
BAB IV TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Kota Medan Kota Medan adalah Ibukota Kotamadya Medan sekaligus menjadi Ibukota Provinsi Sumatera. Medan merupakan pusat pemerintahan, pusat perdagangan, perindustrian, pelabuhan dan jasa maupun pariwisata. Posisi strategis yang dimiliki Kota Medan ini menempatkan Kota Medan menjadi Kota Metropolitan terbesar ke tiga di Indonesia setelah Jakarta dan Bandung. Kota Medan memiliki beberapa tempat objek wisata sejarah dan budaya yang mempunyai nilai historis yang tinggi, salah satu kawasan di pusat kota Medan yang menjadi identitas Kota Medan adalah Kawasan Istana Maimoon Medan. Pada masa kejayaan Kesultanan Deli kawasan ini merupakan daerah segitiga emas yang tidak terpisahkan dan merupakan tempat-tempat yang sangat menarik dan ramai dikunjungi masyarakat maupun wisatawan manca negara termasuk sampai saat ini Pada awalnya Kota Medan hanya memiliki luas 51,32 Km2 hingga Tahun 1972, tetapi kemudian diedarkan Peraturan Pemerintah No.22 Tahun 1973 yang memperluas Wilayah Kota Medan memiliki luas 265,10 Km2. Secara Geografis Kota Medan terletak 30 30’ – 30 43’ LU dan 980 35’ dan 980 44’ BT. Dengan permukaan tanahnya cenderung miring ke arah Utara dan berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 diatas permukaan laut.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Kota Medan terdiri 21 Kecamatan dan 151 kelurahan. Pada Tahun 2005 sesuai data terakhir Penduduk Kota Medan berjumlah 2.036.018 jiwa, sedangkan pada siang dan sore hari penduduk Kota Medan bertambah menjadi lebih kurang 750.000 jiwa yaitu para komuter atau penglaju yang diantaranya datang dari Binjai dan Deli Serdang maupun daerah sekitarnya yang setiap harinya bekerja di Kota Medan.
Gambar 4.1.1 : Peta Kota Medan Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Kota Medan berbatasan dengan Selat Malaka di Sebelah Utara, sedangkan di sebelah Selatan, Timur dan Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang. Populasi penduduk Kota medan didominasi oleh beberapa suku dan Bangsa antara lain Melayu, Jawa, Batak, Mandailing, Padang, Tjionghoa, India dan Eropa Perkembangan Kota Medan saat ini sangat pesat terutama pembangunan gedung pencakar langit, Perhotelan, perdagangan jasa, perkantoran dan apartemen. Rencana relokasi Bandara Polonia Medan kepinggiran Kota di Kwala Namu Kabupaten Deli Serdang adalah salah satu akibat pesatnya perkembangan pembangunan dikawasan pusat Kota. Kota Medan pertama sekali berawal dari sebuah kampung kecil bernama Medan Putri didirikan oleh Guru Patimpus pada Tanggal 1 Juli Tahun 1590. Pada perkembangan kota selanjutnya Kota Medan tumbuh dari Kota Dagang menjadi pusat pemerintahan. Pada tanggal 1 Maret 1887, ibukota keresidenan Sumatera Timur dipindahkan dari Bengkalis ke Medan. Kemudian setelah Istana Maimoon selesai dibangun Sultan Ma mun Al Rasyid Perkasa Alamsyah pada tanggal 18 Mei 1891 maka Sultan Deli pada saat itu memindahkan Istananya dari Kampung Bahari Labuhan Deli ke Medan. Sejak saat itu ibukota kesultanan Deli resmi pindah ke Medan. Tahun1915 Medan secara resmi menjadi ibukota provinsi Sumatera Utara, dan Tahun 1918 resmi menjadi Kotapraja. Letak kota Medan sangat strategis karena kota ini dilalui oleh sungai Deli dan sungai Babura yang menjadi jalur lintas perdagangan Tembakau yang cukup ramai pada saat itu. Keberadaan pelabuhan Belawan di jalur selat malaka sebagai pelabuhan Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
ekspor impor bagi kawasan Indonesia bagian barat semakin menempatkan Kota Medan memiliki peran yang sangat strategis ditingkat nasional maupun internasional.
4.2. Gambaran Kawasan Lokasi Kajian Kawasan Istana Maimoon Medan terletak di Lingkungan I Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimoon Kotamadya Medan Propinsi Sumatera Utara. Lokasi penelitian ini berada di Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon yang dibagi menjadi Segmen utama Berbatasan dengan jalan Mesjid Raya sebagai Segmen penghubung. Kawasan Penelitian Kawasan ini berbatasan dengan: 1. Sebelah Utara dengan Kelurahan Kesawan Kecamatan Medan Barat 2. Sebelah Timur dengan Kelurahan Babura Kecamatan Medan Baru 3. Sebelah Timur dengan Kelurahan Mesjid Kecamatan Medan Kota 4. Sebelah Selatan dengan Kelurahan Sei Mati Kecamatan Polonia Medan Untuk lebih jelas dapat dilihat gambar peta lokasi kajian dibawah ini:
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 4.2. : Peta Lokasi Kajian Pedestrian Kawasan Istana Maimoon Medan Is Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
4.2.1. Fisik Kawasan Kajian Secara umum kondisi fisik pada daerah kawasan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. TATA GUNA LAHAN KAWASAN KAJIAN, Kondisi Eksisting Tata Guna Lahan yang ada pada saat ini adalah Tata Guna Lahan Campuran (Mixed Use), yang didominasi oleh daerah perdagangan, pertokoan, jasa. Kemudian restauran/Cafe, pusat Perbelanjaan, Perhotelan, Mesjid, Istana Maimoon, Ruang Terbuka Istana Maimoon, Perpustakaan Umum dan lainlain. 2. TROTOAR KAWASAN KAJIAN, adapun kondisi eksisting Trotoar pada kawasan kajian ini terlihat dari hasil survey lapangan masih kurang lebar dan tidak tertata dengan baik daerah perabotan jalan. Tidak berkembangnya penataan lokasi Istana Maimoon salah satu penyebab tidak hidupnya kawasan pejalan kaki ini. Lihat Gambar Eksisting Daerah Pedestrian Kawasan Istana Maimoon ini
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 4.2.1.1 Peta Eksisting Gambar Penampang Pedestrian Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 4.2.1.2 Penampang Koridor Pedestrian Jalan Brigjen Katamso dan Jalan Mesjid Raya Medan Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
3. AXIS, yang dimaksud dengan Axis dalam hal ini adalah sumbu daerah Kawasan Kajian ini meliputi Jalan Mesjid Raya Medan yang menjadi As Istana Maimoon sekaligus Menjadi Vista bila dilihat dari kejauhan sampai batas Simpang jalan Sisingamangaraja Medan. 4. LANDMARK, Adapun
Landmark atau sesuatu tanda yang menyolok
yang terdiri dari bangunan atau perkerasan dalam satu kawasan terutama kawasan kajian ini adalah Istana Maimoon itu sendiri dan
Menara
Mesjid Raya yang tampak mencolok dari kejauhan. Titik perhatian (focal point) dalam Kasawan Istana Maimoon ini Meliputi Gapura Istana dan Rumah Museum Mariam Puntung.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 4.2.1.3 : Istana Maimoon Medan sebagai Landmark Kawasan Kajian 5. PATHWAYS, Yang dimaksud dengan Pathways adalah jaringan jalan penghubung atau jaringan pergerakan dari dan kelokasi Kawasan Kajian untuk menghubungkan suatu tempat dan tempat lainnya. 6. NODES, Yang dimaksud dengan Nodes dalam hal ini adalah titik temu antara jalur simpang perempatan jalan dan simpang pertigaan jalan. Dalam hal ini yang menjadi Nodes pada kawasan Istana Maimoon adalah Simpang tiga antara Jalan Brigjen Katamso Medan dengan Jalan Mesjid Raya Medan 7. EDGES, Yang dimaksud dengan Edges dalam hal ini adalah batas wilayah yang membedakan antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain. Adapun Edges pada Kawasan kajian Istana Maimoon ini adalah
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Pertokoan disebelah Utara, sebelah Timur Perkantoran, perdagangan, sebelah Barat berbatasan dengan sungai deli, sebelah selatan berbatasan dengan daerah perdagangan dan pertokoan. 8. DISTRIC, Yang dimaksud dengan Distric dalam hal ini adalah wilayah atau distrik yang berbeda dari wilayah lainnya. Dalam hal ini yang menjadi Distrik dalam kawasan kajian ini adalah Distrik Istana Maimoon itu sendiri, yang tampak berbeda dari wilayah lainnya pada kawasan kajian.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 4.2.1.4. : Peta Citra Kota Kawasan Kajian 4.2.2. Infrastruktur Kawasan Kajian Adapun kondisi Infrastruktur yang ada pada kawasan kajian cukup baik, terutama jaringan jalan, jaringan instalalsi listrik, jaringan telepon, saluran air/parit, Instalasi Air Bersih dan Gas. Termasuk penataan Penghijauan yang ada pada lokasi kawasan sudah terlihat baik walaupun masih ada kekurangan terutama penataan penghujauan dan taman pada lokasi Istana Maimoon. Dengan lengkapnya infrastruktur pendukung pada kawasan Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
ini akan diharapkan akan menjadi modal dasar untuk pengembangan kawasan Pedestrianisasi kawasan Maimoon ini. 4.2.3. Aktivitas Kawasan Kajian Aktivitas yang ada pada kawasan kajian sangat padat, terutama kegiatan perkantoran dan perdagangan dan jasa, pusat perbelanjaan,. Aktivitas yang padat ini terutama terjadi antara pagi waktu pergi bekerja maupun untuk pergi kesekolah, termasuk pada siang dan sore hari. Padatnya kenderaan baik roda dua dan roda empat semakin membuat jalur lalu lintas pada kawasan ini menjadi macet. Dapat dilihat aktivitas kawasan kajian ini seperti gambar foto dibawah.
Gambar 4.2.3.1 : Foto Eksisting para wisatawan sedang berada pada Areal Plaza Istana Maimoon
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 4.2.3.2 : Foto Eksisting Tempat Pameran Tanaman Hias yang kurang teratur dan parkir Kenderaan bermotor kurang terintegrasi
Gambar 4.2.3.3 : Foto Eksisting Tempat Makan dan Minum Kurang penataan termasuk daerah Parkir
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 4.2.3.4 : Foto Eksisting Jalur Pedestrian Depan Perpustakaan Umum Sumatera Utara
Gambar 4.2.3.5 : Foto Eksisting Gedung Perpustakaan Umum Sumatera Utara, dan Suasana Ruang Terbuka
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Tetapi pada malam hari aktivitas pada kawasan kajian ini terutama pada jalan Brigjen Katamso depan Istana Maimoon Medan kelihatan sepi, bertolak belakang dengan jalan Mesjid Raya, aktivitas pada kawasan ini selalu ramai dikunjungi terutama karena adanya even harian yaitu berupa tempat sembahyang dan tempat wisata bagi para pengunjung maupun wisatawan. Dimana pengunjung pada hari biasa tidak banyak, akan tetapi pada even mingguan berupa sembahyang Jumatan, Mesjid Raya ini dipenuhi oleh warga yang datang dari luar kota. Sehingga kondisi pedestrian yang ada pada kawasan luar kajian ini tidak berfungsi sama sekali karena berubah fungsi menjadi tempat parkir kenderaan bermotor baik roda dua maupun roda empat termasuk pedagang kaki lima yang memanfaatkan kesempatan even mingguan tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat foto dibawah ini.
Gambar 4.2.3.6 : Foto Suasana Sholat Jumat di Mesjid Raya Medan
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 4.2.3.7 : Parkir Kenderaan Bermotor yang mengganggu Jalur Pedestrian Mesjid Raya Medan
Gambar 4.2.3.8 : Foto Suasana Setelah Selesai Sholat Jumatan di Mesjid Raya Medan
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 4.2.3.9 : Foto Suasana Selesai Sholat Jumatan pada area Pedestrian Mesjid Raya Medan, parkir Kenderaan yang kurang terintegrasi
Gambar 4.2.3.10 : Foto Eksisting Jalur Pedestrian yang berubah Fungsi menjadi Tempat Pedagang Kaki Lima
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 4.2.3.11 : Foto Eksisting Ruang Terbuka dan Air Mancur Di lokasi Mesjid Raya Medan Selain itu even tahunan yang ada pada jalan Mesjid Raya ini adalah acara Ramadhan Fair yang diadakan dilokasi Kolam Sri Deli Medan dirangkaian dengan pameran seni dan budaya, pameran produk dan makanan dan minuman yang dilaksanakan selama satu bulan penuh dalam menyambut bulan paling suci dan penuh berkah bagi umat muslim, sehingga banyak menarik minat para warga kota termasuk wisatawan domestik dan manca negara untuk menikmati acara yang diadakan sambil memilih makanan dan minuman yang sesuai dengan selera kita. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Foto Eksisting Kolam Sri Deli Medan dibawah ini:
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 4.2.3.12 : Foto Eksisting Kolam Sri Deli Sebagai Tempat Even Tahunan Ramadhan Fair
Gambar 4.2.3.13 : Foto Eksisting Tempat Jajanan Siang dan Malam Di lokasi Kolam Sri Deli Medan
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 4.2.3.14 : Foto Eksisting Jalur Pedestrian pada Perempatan Jalan Mesjid Raya dan Jalan Mahkamah
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
4.2.4. Linkaged (jaringan jalan penghubung) Pada Kawasan Kajian Adapun jaringan sirkulasi penghubung (Linkaged) yang ada pada kawasan kajian dan diluar kawasan kajian Istana Maimoon ini terhubung dengan baik terutama untuk mencapai pusat pusat aktivitas kegiatan pada kawasan kajian dan luar kawasan kajian, antara lain meliputi: 1. Ke Perpustakaan Umum Sumatera Utara 50 meter 2. Ke Mesjid Raya, Kolam Sri Deli, Yuki Simpang Raya, dan Hotel Madani berjarak kurang lebih 200 meter dapat ditempuh dengan berjalan kaki dan kenderaan bermotor. 3. Termasuk Aktivitas Pendukung lainnya yang terdapat pada kawasan kajian dan luar kawasan kajian.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 4.2.4. : Peta Linkaged Penghubung Kawasan Kajian Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
4.2.5. Alasan Memilih Lokasi Kajian Kawasan Istana Maimoon Medan Adapun yang menjadi dasar pertimbangan peneliti memilih Kawasan Istana Maimoon menjadi objek penelitian dalam hal ini tentu dengan beberapa pertimbangan antara lain sebagai berikut: 1. Bahwa Potensi Kawasan Istana Maimoon sebagai satu-satunya Istana Peninggalan Kesultanan Deli di Medan perlu dikembangkan menjadi daerah Tujuan Wisata Budaya dan sejarah maupun rekreasi bagi para warga masyarakat dan wisatawan manca negara. 2. Bahwa Posisi Strategis Kawasan Istana Maimoon yang berada di Pusat Kota Medan perlu diupayakan pengembangannya khususnya masalah Pedestrian atau pejalan kaki agar dapat menjadi segitiga emas dengan daerah jalan Mesjid Raya, seperti pada masa kejayaan Kesultanan Deli. 4.3. Kompilasi Data Kuesioner Setelah semua kuesioner dirangkum dan didata, maka hasil perolehan data untuk setiap kajian fasilitas maupun kesan kawasan pusat Kota Medan adalah sebagai berikut: 1. Transportasi yang Digunakan: Dari hasil responden diperoleh Data bahwa 30 % { 30 orang) dari responden menggunakan sepeda motor, 20 % ( 20 orang) menggunakan Mobil pribadi, 25 % (25 orang) menggunakan Angkutan Umum, 25 % (25 orang) lebih senang berjalan kaki. Dapat dilihat pada diagram berikut:
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
30%mobil pribadi 20%sepeda motor 25%angkutan umum 25%jalan kaki
Gambar 4.3.1 : Transportasi yang Digunakan Hasil Kuesioner ini memperlihatkan bahwa masih tinginya ketergantungan masyarakat Kota Medan terhadap penggunaan kenderaan bermotor dan mobil pribadi, termasuk angkutan umum serta kurangnya minat masyarakat untuk berjalan kaki dikawasan pusat kota. Dengan penelitian ini diharapkan dihasilkan suatu rekomendasi Untuk meningkatkan daya tarik masyarakat untuk berjalan kaki dikawasan pusat kota terutama kawasan Maimoon Medan yang dapat membuat kawasan ini menjadi lebih bersahabat dengan pedestrian atau pejalan kaki. 2. Angkutan Umum: Bis dan Angkutan Kota Tingkat Kepentingan: a. 56 % berpendapat bahwa angkutan umum merupakan fasilitas yang sangat penting
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
b. 40 % berpendapat cukup penting c. 2 % berpendapat tidak penting d. 2 % berpendapat tidak tahu Tingkat Kepuasan: a. 20 % berpendapat sangat puas b. 52 % berpendapat cukup puas c. 25 % berpendapat tidak puas d. 3 % berpendapat tidak tahu
Gambar 4.3.2 :
56 % sangat penting
20 % sangat puas
40 % cukup penting
52 % cukup puas
2 % tidak penting
25 % tidak puas
2 % tidak tahu
3 % tidak tahu
Diagram Tingkat Kepentingan (kiri) dan Tingkat Kepuasan (kanan) Terhadap Angkutan Umum
Permasalahan Angkutan Umum: a. 42 % Berpendapat Angkutan Umum Terlalu banyak b. 20 % Berpendapat Kurang Disiplin c. 10 % Berpendapat Kurang memadai d. 15 % Berpendapat Transit terlalu jauh e. 10 % Berpendapat terlalu Cepat Berhenti Beroperasi
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
f. 3 % Abstein Saran Terhadap Angkutan Umum: a. 40 Berpendapat Agar Angkutan Umum dikurangi Jumlahnya b. 30 % Berpendapatagar Angkutan Umum Lebih Disiplin c. 15 % Berpendapat Agar Lokasi Transit disesuaikan d. 10 % Berpendapat Agar jam operasi ditambah e. 5 % Abstein 42%terlalu banyak 20% Kurang displin 10% kurang m em adai 15 % transit jauh 10% CEPAT BERHENTI BEROPERASI 3% abstein
Gambar 4.3.3 :
40% kurangi jumlah 30% lebih displin 15% lokasi transit dipindah 10% jam operasi ditambah 5% abstein
Diagram Permasalahan (kanan) dan Saran (kiri) yang berkenaan dengan Angkutan Umum di kawasan Pusat Kota Medan
3. Trotoar/Side Walk/Jalur Pedestrian: Diperoleh Data dari hasil Kuesioner sebagai berikut, Tingkat Kepentingan: a. 51 % dari responden menyatakan bahwa trotoar merupakan fasilitas pejalan kaki yang sangat penting
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
b. 46 % responden menyatakan bahwa trotoar merupakan fasilitas pedestrian atau pejalan kaki yang cukup penting c. 3 % responden menyatakan bahwa trotoar merupakan fasilitas pedestriaan atau pejalan kaki yang tidak penting Tingkat Kepuasan: a. 20 % responden menyatakan sangat puas terhadap fasilitas trotoar yang ada sekarang b. 24 % responden menyatakan cukup puas terhadap fasilitas trotoar yang ada sekarang c. 56 % responden menyatakan tidak puas terhadap fasilitas trotoar yang ada
51 % sangat penting 46 % cukup penting 3 % tidak penting
Gambar 4.3.4 :
20 % sangat puas 24 % cukup puas 56 % tidak puas
Diagram Tingkat Kepentingan (kiri) dan Tingkat Kepuasan (kanan) terhadap fasilitas Trotoar
Permasalahan: a. 30 % responden menyatakan bahwa permasalahan utama Trotoar adalah parkir kenderaan bermotor.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
b. 25 % responden menyatakan bahwa Pedagang Kaki Lima merupakan salah satu permasalahan Trotoar atau jalur Pejalan Kaki c. 24 % responden menyatakan trotoar yang kurang lebar d. 11 % responden menyatakan trotoar panas terik Matahari e. 10 % responden menyatakan trotoar rusak/tidak rata
Saran: a. 30 % responden menyarankan Penataan Parkir Kenderaan b. 27 % responden menyatakan perlebar Trotoar c. 20 % responden menyatakan Tingkatkan kwalitas Trotoar d. 20 % responden menyatakan tanam pohon/ Taman e. 3 % responden Abstein
30 % parkir kenderaan 25% pedagang kaki lima 24% kurang lebar 11% panas
10% rusak/tidak rata
30% penataan parkir 27% perlebar trotoar 20% kawalitas trotoar 20% tanam pohon/taman 3% abstein
Gambar 4.3.5 : Diagram Permasalahan (kiri) dan Saran (kanan) Berkenaan dengan fasilitas Trotoar/ Jalur Pejalan Kaki 4. Tempat Sampah
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Dari hasil kuesioner tentang tempat sampat diperoleh data sebagai berikut: a. 60 % menyatakan bahwa tempat sampah merupakan fasilitas yang sangat penting dikawasan pusat kota b. 38 % menyatakan bahwa tempat sampah merupaan fasilitas yang cukup penting c. 2 % tidak memberikan jawabannya d. 25 % Menyatakan sangat puas terhadap tempat sampah yang ada e. 20 % menyatakan cukup puas terhadap fasilitas tempat sampah yang ada f. 51 % menyatakan tidak puas terhadap fasilitas tempat sampah yang ada g. 5 % menyatakan tidak Tahu atau abstein
60% sangat penting 38% cukup penting 2% abstein
25% sangat puas 20% cukup puas 51% tidak puas 5% abstein
Gambar 4.3.6 : Tingkat kepentingan (kiri) dan Tingkat kepuasan Terhadap fasilitas tempat sampah
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
38% tidak tersedia 25% kurang kwalitas 20% kesadaran masyarakat 12% kurang manajemen
40% tam bah tem pat sam pat 21% sosialisasi
20% jaga kw alitas
5% abstein
18%
Gambar 4.3.7 : Permasalahan (kiri) dan Saran (kanan) berkenaan Dengan fasilitas tempat sampah
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
5. Telepon Umum a. 51 % menyatakan fasilitas telepon umum sangat penting b. 40 % menyatakan fasilitas telepon umum cukup penting c. 6 % menyatakan fasilitas telepon umum tidak penting d. 2 % Abstein e. 14 % menyatakan sangat puas terhadap fasilitas telepon yang ada f. 21 % menyatakan cukup puas g. 61 % menyatakan tidak puas h. 4 % Abstein 18% sangat puas
51% samgat penting
21% cukup puas
40% cukup penting
50% tidak puas
6% tidak penting
11% abstein
2% abstein
Gambar 4.3.8 : Tingkat kepentingan (kiri) dan Kepuasan (kanan) Terhadap fasilitas telepon umum 40% buat TU box
51% TU tidak tersedia
31% perlu ditambah
42% sering rusak 7% tidak terawat
20% tingkatkan pengawas an 9% b t i
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 4.3.9 : Permasalahan (kiri) dan Saran (kanan) berkenaan dengan fasilitas Telepon umum 6. Fasilitas Tempat Duduk di Trotoar Menurut hasil kuesioner yang diperoleh dari responden antara lain: a. 52 % menyatakan sangat penting sebagai tempat untuk beristirahat maupun menunggu sejenak sambil menikmati suasana kawasan b. 25 % menyatakan cukup penting c. 20 % menyatakan tidak penting d. 3 % abstein e. 5 % menyatakan sangat puas terhadap fasilitas tempat dududk yang ada pada daerah trotoar f. 7 % menyatakan cukup puas g. 51 % menyatakan tidak puas h. 37 % abstein
52% sangat penting 25 % cukup ppenting 20% tidak penting 3% abstein
5% sangat puas 7% cukup Puas 51% tidak puas 37% abstein
Gambar 4.3.10 : Tingkat kepentingan (kiri) dan Kepuasan (kanan) terhadap Fasilitas Tempat Duduk-Duduk di daerah Trotoar
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
36% sediakan tempat duduk
40% tempat susuk tidak ada 31% trotoar kurang lebar 25% preman/org gila 12% PKL
30% perlebar trotoar 23% tertibkan preman/o.g ila 10% penataan PKL
3% ABSTEIN
1% abstein
Gambar 4.3.11 : Permasalahan (kiri) dan Saran (kanan) berkenaan dengan fasilitas Tempat duduk-duduk pada kawasan Kajian Istana Maimoon Medan Sebagai fasilitas untuk tempat istrahat dan menunggu sejenak 7. Fasilitas Ruang Terbuka (Open Space), Meliputi Taman Dan Lapangan Olah Raga. Berdasarkan hasil kuesioner diperoleh data sebagai berikut: a. 35 % menyatakan sering mengunjungi Ruang Terbuka b. 47 % menyatakan kadang-kadang mengunjungi ruang terbuka c. 18 % menyatakan tidak pernah mengunjungi Ruang Terbuka d. 40 % menyatakan pergi ke ruang terbuka pada pagi hari untuk jogging e. 17 % menyatakan pergi
ke Ruang Terbuka pada siang hari untuk
istirahat f. 30 % menyatakan pergi ke Ruang Terbuka pada Sore Hari untuk olah raga
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
g. 10 % menyatakan pergi ke Ruang Terbuka pada malam hari untuk santai h. 3 % menyatakan abstein
35% sering
40% pagi 17% siang
47% kadangkadang
30% sore 10% malam 3% abstein
18% tidak pernah
Gambar 4.3.12 : Frekwensi Kunjungan Ke Ruang Terbuka Umum (kiri) dan waktu Kunjungan ke Ruang Terbuka Umum (Open Space)
45% olah raga 24% ngobrol/san tai 21% makan minum 10% abstein
35% Istana maimoon 30% mesjid raya 25% Kolam Sri Deli 10% perpustaka an
Gambar 4.3.13 : Tujuan pergi ke Ruang Terbuka Umum (kiri) dan Ruang Terbuka yang sering dikunjungi para responden pada kawasan kajian (kanan)
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
27% sangat puas 22% cukup puas 48% tidak puas
25% kurang pemeliharaa n 20% fasilitas kurang 35% kotor
12% kriminalitas
3% abstein 8% abstein
Gambar 4.3.14 : Tingkat kepuasan (kiri) dan Permasalahan (kanan) berkenaan dengan Fasilitas Ruang Terbuka
40% istana maimoon 29% mesjid raya 21% kolam sri deli
72% sangat penting 26% cukup penting 2% abstein
10% perpustakaa n
Gambar 4.3.15 : Ruang Terbuka yang paling menarik (kiri) dan Tingkat Kepentingan Ruang Terbuka pada Kawasan Kajian (kanan) 8. Tempat Makan dan Minum Dari hasil kuesioner diperoleh data sebagai berikut: a. 75 % menyatakan bahwa tempat makan dan minum sangat penting di kawasan kajian
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
b. 21% menyatakan bahwa tempat makan dan minum pada kawasan kajian cukup penting c. 4 % menyatakan tidak peting d. 15 % menyatakan sangat puas terhadap tempat makan dan minum yang ada pada lokasi kawasan e. 31 % menyatakan cukup puas terhadap tempat makan dan minum yang ada pada lokasi kawasan f. 54 % menyatakan tidak puas terhadap tempat makan dan minum yang ada g. 50% menyatakan sering mengunjungi café terbuka/ jajanan malam h. 27 % menyatakan sering mengunjungi Restauran i. 23 % menyatakan sering mengunjungi kantin
75% sangat penting 21% cukup penting 4% tidak penting Slice 4
15% sangat puas 31% cukup Puas 54% tidak puas
Gambar 4.3.16 : Tingkat Kepentingan (kiri) dan Tingkat Kepuasan (kanan) terhadap Fasilitas Tempat Makan dan Minum di Kawasan kajian
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
30% terlalu form al 27% kurang penataan
50% café terbuka
20% kebersihan kurang 15% harga m ahal
27% restauran 23% kantin
8% abstein
Gambar 4.3.17 : Jenis tempat Makan dan Minum yang paling dikunjungi responden (kiri) dan permasalahan tempat Makan dan minum di kawasan kajian 35% tata dengan baik 30% kebersihan ditingkatkan 21% harga terjangkau 14% abstein
Gambar 4.3.18 :
Saran berkenaan dengan tempat Makan dan Minum di Kawasan kajian
9. Lampu dan Penerangan di Trotoar Dari hasil kuseioner diperoleh Data sebagai berikut: a. 85 % menyatakan bahwa lampu penerangan didaerah Trotoar sangat penting b. 15 % menyatakan bahwa lampu penerangan didaerah Trotoar cukup penting c. 21 % menyatakan sangat puas dengan penerangan lampu yang ada
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
d. 35 % menyatakan cukup puas dengan penerangan lampu yang ada e. 44 % menyatakan tidak puas dengan penerangan lampu yang ada
85% sangat prnting 15% cukup penting
21% sangat puas 35% cukup puas 44% tidak puas
Gambar 4.3.19 : Tingkat Kepentingan (kiri) dan Tingkat Kepuasan (kanan) Terhadap lampu penerangan Jalan Trotoar pada Kawasan Kajian 35% perlu Penataan
35% kurang penataan 30% tambah lampu 21 peraw ata n kuramg 14 sering pemadam a n
25% tambah lampu 22% perbaikiyan g rusak 18% pemadam a n berkurang
Gambar 4.3.20 : Permasalahan (kiri) dan Saran (kanan) berkenaan dengan lampu Penerangan jalan dan trotoar pada kawasan Pedestrian Istana Maimoon Kota Medan 10. Tanaman dan Pohon Pelindung Dari hasil kuesioner dari responden diperoleh Data sebagai berikut:
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
a. 78 % menyatakan bahwa tanaman dan pohon pelindung sangat penting sebagai penghijauan kawasan. b. 20 % menyatakan bahwa tanaman dan pohon pelindung cukup penting sebagai penhijauan c. 2 % abstein d. 15 % responden menyatakan sangat puas terhadap tanaman yang ada e. 28 % menyatakan cukup puas terhadap kondisi tanaman yang ada f. 57 % menyatakan tidak puas terhadap kondisi tanaman yang ada 78% sangat penting 20% cukup penting 2% abstein Slice 4
Gambar 4.3.21 :
15% sangat puas 28% cukup puas 57% tidak puas
Tingkat Kepentingan (kiri) dan Tingkat Kepuasan terhadap tanaman dan Pohon Pelindung pada kawasan kajian (kanan) 45% kurang tanaman
50% tambah tanaman
30% pemelihara an kurang
25 tingkatkan pemelihara an
21% m enggangg u trotoar
20% jangan menggangg u trotoar
4% abste in
5% abstein
Gambar 4.3.22 : Permasalahan (kiri) dan Saran (kiri) berkenaan dengan tanaman dan Pohon Pelindung pada Kawasan Kajian
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
11. Wc/Toilet Umum Dari hasil kuesioner diperoleh Data dari responden senagai nerikut: a. 50 % menyatakan toilet umum fasilitas sangat penting di pusat kota b. 39 % menyatakan toilet umum fasilitas cukup penting di pusat kota c. 11 % abstein
50% sangat penting
3 2 % t o il e t tid a k a d a
39% cukup penting
4 5 % k e b e r s ih a n k u ra n g 2 3 % a b s te in
11% abstein
Gambar 4.3.23 : Tingkat kepentingan (kiri) dan Permasalahan (kanan) berkenaan dengan fasilitas WC/Toilet Umum pada Kawasan Kajian 43% tam bah toile t umum 25% tingkatkan kwalitas 21% m asuk toile t gratis 11% abstein
Gambar 4.3.24 : Saran berkenaan dengan fasilitas WC/ Toilet Umum pada Kawasan Kajian
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
12. Suasana Kawasan Kajian Siang Hari dan Malam Hari Dari hasil kuesioner yang didapat Data dari para responden antara lain: a. 75 % responden menyatakan suasana kawasan kajian pada siang hari sangat padat terutama arus lalu lintas kenderaan bermotor maupun pedagang kaki lima, maupun parkir kenderaan bermotor. b. 51 % menyatakan bahwa pada malam hari suasana kawasan Jalan Mesji Raya padat, karena adanya tempat jajanan di Lokasi Kolam Sri Deli Medan yang buka mulai siang dan malam hari, disamping itu pada pagi dan siang lokasi Mesjid Raya selalu dikunjungi oleh para warga Kota maupun wisatawan untuk melihat keunikan Mesjid Raya tersebut disamping untuk tempat ibadah. Ditambah even lainnya seperti Ramadhan Fair yang dilakukan satu bulan menjelang hari besar umat muslim tersebut c. 60 % menyatakan bahwa daerah pedestrian depan istana Maimoon sepi pada malam hari karena tidak adanya aktivitas penduhung pada malam harinya. d. 55 % menyatakan bahwa pada siang hari pedestrian kawasan depan Istana Maimoon macet oleh karena kepadatan arus kenderaan bermotor dan parkir yang tidak teratur e. 85 % menyatakan bahwa toko-toko dan restauran disekitar kawasan Istana Maimoon cepat tutup pada malam hari
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
f. 76 % menyatakan bahwa kenderaan angkutan umum sangat cepat berhenti beroperasi pada malam hari g. 70 % responden menyatakan tidak pernah jalan-jalan di daerah pedestrian kawasan Istana Maimoon pada malam hari h. 75 % responden menyatakan bahwa tingkat keamanan pada siang dan malam hari pada kawasan Maimoon ini relatif aman. Untuk lebih jelas dapat dilihat gambar diagram dibawah ini:
5% sering
25% kadangkadang 70% tidak pernah
85 % cepat tutup 15% abstein
Gambar 4.3.25 : Frekwensi berjalan-jalan dimalam hari (kiri) dan Pendapat tentang cepatnya tutup aktivitas pertokoan dan komersil pada kawasan kajian Istana Maimoon
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
5% ramai
76% ya 18 % biasa saja 6 % abstein
60% sunyi/gelap 25% biasa saja 10% abstein
Gambar 4.3.26 : Pendapat tentang cepatnya angkutan umum berhenti (kiri) dan Suasana malam hari (kanan) pada Kawasan Kajian Istana Maimoon Medan
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
75% ranai/padat
75% cukup am am
18% biasa saja
15% tidak am an
7% abstein
10% abstein
Gambar 4.3.27 : Suasana Siang (kiri) dan Tingkat keamanan pada Kawasan kajian Istana Maimoon Kota Medan (kanan) 13. Kesan Kawasan Kajian Istana Maimoon Dari hasil kuesioner diperoleh Data dari responden Sebagai berkut: a. 35 % menyatakan Istana Maimoon objek yang paling diingat di pusat Kota Medan b. 26 % menyatakan Mesjid Raya Medan objek yang paling diingat c. 24 % menyatakan Kolam Sri Deli Medan yang paling diingat. d. 15 % menyatakan Perpustakaan Sumatera Utara yang paling diingat. Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
e. 51 % menyatakan Jalan Mesjid Raya Medan adalah tempat paling nyaman berjalan kaki f. 20 % menyatakan Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan paling nyaman berjalan kaki g. 75 % menyatakan bahwa Jalan Brigjen Katamso adalah kawasan yang paling tidak nyaman untuk berjalan kaki pada kawasan kajian h. 23 % menyatakan jalan Mesjid Raya Medan merupakan kawasan yang paling tidak nyaman untuk berjalan kaki i. 2 % abstein j. 45 % menyatakan tidak nyaman berjalan kaki karena jalur pedestrian yang berobah fungsi menjadi tempat Pedagang Kaki Lima dan Parkir Kenderaan Bermotor k. 30 % menyatakan panas l. 20 % menyatakan kotor m. 5 % menyatakan abstein Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram dibawah ini:
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
35% Istana Maimoon 26% mesjid Raya
24% kokam Sri Deli
51% Jalan Mesjid Raya 20% Jalan Brigjen Katamso
15% perpustakaan
Gambar 4.3.28 : Objek paling diingat di kawasan Kajian (kiri) dan Kawasan yang paling nyaman bagi Pedestrian untuk berjalan kaki (kanan) 75% jl Brigjend Katamso 23 % jl Mesjid Raya 2% abstein
32% tempat PKL 27% panas 23% kriminalitas 15% motor 3 % abstein
Gambar 4.3.29 :
Kawasan Paling tidak nyaman untuk berjalan kaki (kiri) dan Alasan tidak merasa nyaman (kanan) di Kawasan Kajian
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
14. Peran Fasilitas Perdagangan/Jasa dan Pertokoan Dari hasil kuesioner diperoleh Data dari responden sebagai berikut: a. 83 % menyatakan bahwa fasilitas perdagangan dan jasa maupun pertokoan adalah fasilitas yang sangat penting bagi kawasan pusat Kota terutama kawasan Kajian. b. 51 % berpendapat bahwa jenis perdagangan dan pertokoan maupun jasa yang sering dikunjungi adalah swalayan atau pusat perbelanjaan lainnya c. 45 % responden mengatakan bahwa pusat perbelanjaan atau Mall sangat perlu dalam meramaikan dan menghidupkan kawasan Kajian 51% swalayan 81% sangat penting
24% toko kelontong 12% toko kain
14% cukup penting
10% apotik
3 % tidak penting
8% toko kain
2% abstein
5% toko kaset
Gambar 4.3.30 :
Tingkat kepentingan fasilitas perdagangan dan Jasa yang dapat menghidupkan kawasan Kajian (kiri) dan Jenis pertokoan yang sering dikunjungi
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
56% sangat perlu 31% cukup perlu 10% tidak perlu 3% abstein
Gambar 4.3.31 :
Tingkat keperluan pusat perbelanjaan atau Mall pada Kawasan Kajian Istana Maimoon Medan (kiri) dan Pusat Perbelanjaan Yuki Simpang Raya salah satu Mall yang sering dikunjungi
15. Harapan masyarakat Bagi Kawasan Istana Maimoon Di Kota Medan Dari hasil kuesioner yang didapat Data dari responden sebagai berikut: a. 45 % berpendapat agar Kawasan Kajian Istana Maimoon terutama pedestrian depan Istana Maimoon dapat ditata dengan baik, agar lebih hidup lagi sebagaimana kawasan jalan Mesjid Raya Medan, untuk menjadi segitiga emas yang tidak terpisahkan beserta pendukung aktivitasnya dan merupakan
satu-satunya objek wisata budaya dan
sejarah yang membanggakan bagi masyarakat Kota Medan. b. 30 % menyatakan agar kawasan pusat kota terutama kawasan Kajian daerah Istana Maimoon Medan, lebih nyaman, indah, bersih dan bermartabat c. 15 % menyatakan agar kawasan Kajian Istana Maimoon Medan dapat lebih ramai dan terang
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
d. 5 % menyatakan agar kawasan ini lebih aman 45% ditata/hidup lagi 30% nyaman/indah/bersi h 15% ramai/terang
5% aman
Gambar 4.3.32 : Harapan masyarakat bagi kawasan Kajian Istana Maimoon Medan
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
BAB V ANALISIS Analisis yang dilakukan dalam penelitian berjudul Pedestrianisasi Kawasan Maimoon ini khususnya meliputi: 1. Kawasan Nyaman dan tidak Nyaman bagi pedestrian di dalam dan diluar kawasan Kajian 2. Kawasan maupun objek yang paling diingat oleh pedestrian baik di dalam dan diluar kawasan Kajian 3. Elemen-Elemen Perlengkapan yang terdapat pada zona Trotoar 4. Aktivitas Pendukung Pedestrian Kawasan Kajian dan luar kawasan kajian 5.1 Kawasan Nyaman dan tidak Nyaman bagi pedestrian di dalam dan diluar kawasan Kajian 5.1.1
Kawasan Nyaman Berjalan Kaki Berdasarkan hasil data kuesioner kawasan yang paling nyaman bagi pejalan kaki diperoleh data sebagai berikut: 1. 51 % merasa paling nyaman berjalan di trotoar Jalan Mesjid Raya Medan 2. 20 % merasa paling nyaman berjalan di trotoar Jalan Brigjen Katamso Medan daerah Istana Maimoon Medan. Hal ini dapat dilihat pada uraian berikut: 5.1.1.1 Jalan Mesjid Raya Medan
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Trotoar di sepanjang Jalan Mesjid Raya ini merupakan trotoar yang secara umum cukup lebar, walau ada beberapa tempat yang permukaannya rusak, termasuk penataan daerah perabotan jalan yang kurang baik dan terawat,
bangku taman yang kurang
jumlahnya, termasuk pedagang kaki lima. Namun secara umum merupakan jalur yang lapang bagi pejalan kaki. Terutama dalam menerima aliran pejalan kaki pada waktu sembahyang Jumat, terlihat sangat padat, pedagang kaki lima, parkir kenderaan roda dua dan roda empat kurang terintegrasi dengan baik, seperti terlihat dalam gambar foto dibawah ini.
Disamping itu pada sisi Jalan Mesjid Raya lainnya terdapat Kolam Sri Deli dimana pada event harian sebagai tempat makan minum dan santai bagi para warga Kota maupun para wisatawan baik domestik maupun manca negara dan paling menarik adalah adanya even tahunan yang sudah terjadwal dengan baik yaitu Ramadhan Fair yang mengambil lokasi pada Daerah Kolam Sri Deli, yaitu event pameran dalam berbagai bentuk acara yang dirancang untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan selama 1 (satu) bulan penuh dimana Jalan Mesjid Raya selama 1 (satu) bulan tertutup bagi jalur kenderaan bermotor baik roda dua maupun roda empat. Sehingga kondisi jalur Pedestrian Jalan Mesjid Raya selama masa Ramadhan tersebut sangat tidak baik dan kurang terintegrasi dengan baik, sehingga perlu dipikirkan upaya oleh pihak yang terkait terutama Pemerintah Kota Medan untuk
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
penataan kondisi tersebut dalam meningkatkan fungsi jalur penghubung Pedestrian sekitar kawasan Kajian termasuk Jalan Brigjen Katamso, beserta aktivitas pendukungnya agar menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan, sekaligus menjadi salah satu daerah Tujuan Wisata Baik Domestik maupun Manca Negara. a. Jalan Mesjid Raya Memiliki Lebar Jalan 10 meter, sedangkan daerah Frontage Zone Mesjid Raya 10 meter, Furnishing Zone 1 meter, Trough Pedestrian Zone 3,5 meter, Curb Zone 0,15 meter. Sedangkan pada sisi kanan daerah Kolam Sri Deli Trough Pedestrian Zone 2 meter, Furnishing Zone 1 meter, Frontage Zone 70 meter curb zone 0,15 meter. b. Pada Jalan Mesjid Raya tepat didepan Mesjid Raya Medan mimiliki zona depan (frontage zone) termasuk melebihi ketentuan standar yang ditetapkan dalam jalur jalan kolektor, dan trotoar lebar 3,5 meter termasuk lebar, bila dibandingkan dengan lebar badan jalan yang hanya 10 meter c. Dari uraian diatas dapat diberikan suatu rekomendasi yakni, agar permukaan trotoar dibenahi agar tidak mengganggu kenyamanan berjalan kaki. d. Pada daerah zona perabotan jalan agar dibuat pot bunga atau taman yang tidak besar, tempat sampah, tempat duduk atau bangku taman
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
e. Sedangkan pelebaran trotoar tidak perlu dilakukan karena telah melebihi standar ketentuan Jalur Pejalan kaki pada kawasan pusat kota. f. Usaha tersebut dilakukan melalui sosialisasi dengan masyarakat sekitar kawasan maupun kepada Pemerintah Kota Medan 5.1.1.2 Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimun Medan Daerah pedestrian pada kawasan ini memang sangat ramai dikunjungi oleh pejalan kaki terutama untuk melakukan aktivitas perkantoran, perdagangan dan pertokoan, jasa, wisata, ke perpustakaan, santai, Makan/Minum, olah raga maupun beribadah. Namun kawasan ini masih mempunyai kelemahan terutama pada jalur pejalan kaki yang yang belum terintegrasi dengan baik antara jalur pedestrian Jalan Katamso Medan dengan Jalan Mesjid Raya Medan.
Pada kawasan ini terdapat beberapa magnet aktivitas
kegiatan Pedestrian yang saling berhubungan, yaitu Istana Maimoon Medan, Ruang Terbuka Istana Maimoon, Even harian pada lokasi Istana Maimoon, meliputi kunjungan wisatawan baik Domestik maupun Manca Negara, tempat pameran Tanaman Hias, tempat makan dan minum berupa tenda cafe, tempat parkir kenderaan roda dua dan roda empat, sedangkan aktivitas Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
pendukung
pada
luar
kawasan
kajian
meliputi,
gedung
Perpustakaan Sumatera Utara, pertokoan, perkantoran, restauran, Mesjid Raya, Kolam Sri Deli, Hotel Madani, Pusat Perbelanjaan Yuki Simpang Raya, Tempat Makan dan Minum, Halte Transit, Jembatan Penyeberangan. Sehingga antara jalur Pedestrian Brigjen Katamso dan Jalur Pedestrian Jalan Mesjid Raya harus terintegrasi dengan baik terutama zona-zona Trotoar beserta aktivitas pendukungnya agar dapat menjadi daerah Segitiga Emas yang tidak terpisahkan, sekaligus menjadi daerah tujuan wisata yang bernilai historis tinggi dipusat Kota Medan.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
5.1.2. Kawasan Tidak Nyaman Berjalan Kaki Selain merasa nyaman, responden juga ditanya dikawasan mana para responden merasa tidak nyaman berjalan pada kawasan Pusat Kota. 1. 75 % merasa tidak nyaman berjalan kaki di jalan Brigjen Katamso Daerah Istana Maimoon Medan 2. 23 % merasa tidak nyaman berjalan kaki di Jalan Mesjid Raya Medan 3. 2 % menyatakan abstein. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut:. 5.1.2.1 Jalan Brigjen Katamso Kawasan Istana Maimoon Medan Pada Kawasan ini terutama pada daerah sebelum simpang jalan Juanda sampai depan Istana Maimoon terlihat kurang berfungsinya jalur pedestrian dengan baik, karena jalur yang ada telah berubah fungsi menjadi tempat parkir kenderaan bermotor baik roda dua dan roda empat disamping tempat pedagang kaki lima, termasuk permukaan trotoar yang rusak dan tidak rata, sehingga responden paling banyak memilih daerah ini menjadi tempat berjalan kaki yang paling tidak nyaman.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 5.1.2.1. :
Kondisi Pedestrian Jalan Brigjen Katamso ke Simpang Jalan Juanda Medan a. Permasalahan yang ada pada daerah pedestrian ini adalah tingginya penggunanaan parkir kenderaan baik roda dua maupun roda empat pada daerah trotoar. Termasuk pedagang kaka lima yang tidak tertata dengan baik. Kepadatan lalulintas pada daerah ini terutaama pada pagi dan siang hari merupakan faktor kawasan ini menjadi tempat kurang nyaman untuk berjalan kaki. b. Adapun saran maupun usulan berdasarkan hasil kuesioner sebelumnya dan berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan survey lapangan maka daerah pedestrian ini perlu dikembalikan fungsinya dengan baik tentu dengan penataan parkir, pedagang
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
kaki lima dan penempatan perabotan jalan yang sesuai standar jalur pejalan kaki. Maka dengan demikian kawasan jalur pedestrian ini dapat menyatu dengan lokasi Istana Maimoon sebagai satu kesatuan yang harmonis dengan segmen pedestrian Jalan Mesjid Raya Medan. 5.1.2.2 Jalan Mesjid Raya Medan Pada kawasan Jalan Mesjid Raya ini responden memilih bahwa jalur Pedestrian yang ada pada kawasan ini adalah jalur pedestrian yang kurang nyaman kedua setelah Jalan Brigjen Katamso. Hal ini dapat dilihat pada daerah simpang empat antara Jalan Mesjid Raya dan Jalan Mahkamah permasalahan bahwa zona pedestrian yang ada telah berubah fungsi menjadi tempat pedagang kaki lima maupun tempat makan dan minum, sehingga zona Pedestrian yang ada tidak berfungsi dengan baik. Maka oleh karena itu disarankanI penataan terhadap pedagang kaki lima termasuk tempat makan dan minum demi untuk menciptakan suatu jalur pedestrian yang layak dan manusiawi sesuai dengan standar-standar yang berlaku.
5.2.
Kawasan/Objek yang paling diingat di pusat Kota Medan
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Menurut hasil kuesioner yang diperoleh Data bahwa ada beberapa kawasan atau objek yang paling diingat oleh para responden di kawasan pusat Kota antara lain: 5.2.1
Istana Maimoon Medan 35% dari 100 orang responden menyatakan bahwa Istana Maimoon Medan merupakan tempat atau objek yang paling diingat . Hal ini disebabkan oleh karena kawasan Istana Maimoon yang selesai dibangun oleh Sultan Deli pada Tahun 1888 ini memiliki nilai historis Budaya dan sering menjadi tempat tujuan wisata baik dometik maupun manca negara. Disamping itu aktivitas pendukung yang ada pada lokasi Istana Maimoon ini yang menjadi daya tarik bagi para pengunjung adalah Gedung Istana Maimoon itu sendiri, Museum Mariam Puntung, pameran tanaman hias yang setiap harinya meramaikan lokasi ini, termasuk tempat makan dan minum dan Ruang Terbuka dan plaza yang terdapat pada lokasi ini.
5.2.2. Mesjid Raya Medan Menurut Data hasil kuesioner diperoleh sebagai berikut: 26 % dari 100 responden mengatakan bahwa Mesjid Raya Medan adalah tempat atau objek yang paling diingat. Hal ini disebabkan karena Mesjid Raya ini adalah Bangunan Mesjid yang mempunyai gaya Arsitektur yang menarik dan bangunan bersejarah yang dibangun Kesultanan Deli pada Tahun 1906 dan selesai pada Tahun 1909 pada
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Masa kejayaan Sultan Deli pada saat itu yaitu Sultan Mamun Al Rasyid Perkasa Alamsyah. Disamping itu Mesjid Raya merupakan Mesjid yang ramai dikunjungi para wisatawan Domestik maupun wisatawan Manca Negara. Pada even harian terutama mingguan, Mesjid Raya ini sangat ramai dikunjungi terutama masyarakat dari luar kota untuk sholat di Mesjid tertua dan terbesar di Kota Medan. 5.2.3. Kolam Sri Deli Medan Dari hasil kuesioner didapat Data sebagai berikut: 24 % dari 100 orang responden menyatakan bahwa Kolam Sri Deli Medan merupakan tempat atau objek yang paling diingat pada kawasan Kajian. Hal ini disebabkan karena pada lokasi ini pada sehariannya merupakan tempat makan dan minum yang menarik sambil menikmati suasana Kolam Sri Deli. Suasana Tempat Makan dan Minum diareal Ruang Terbuka berupa Tenda Cafe yang mulai buka dari siang sampai malam terutama diwaktu hari libur sekolah. Paling menarik pada lokasi Kolam Sri Deli ini terdapat even tahunan berupa kegiatan Ramadhan Fair untuk menyambut bulan paling suci bagi umat muslim yaitu Ramadhan yang dilakukan selama 1(satu) bulan penuh, termasuk berupa pameran budaya, musik dan pasar murah bagi para warga Kota Medan. 5.2.4. Perpustakaan Umum Sumatera Utara Dari hasil kuesioner didapat Data Sebagai berikut:
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
15 % dari 100 orang responden menyatakan bahwa Perpustakaan Umum Sumatera Utara Medan adalah tempat atau objek yang paling diingat pada kawasan kajian ini. Hal ini disebabkan karena Perpustakaan Umum adalah merupakan tempat untuk menambah ilmu melalui ribuan jenis buku dalam berbagai bidang ilmu yang tersedia didalam Perpustakaan ini. Pengunjung yang paling banyak adalah terutama anak sekolah, mahasiswa maupun warga masyarakat. Bentuk dan gaya Arsitektur gedung perpustakaan ini merupakan pengulangan dari bentuk Arsitektur Istana Maimoon Medan, sehingga merupakan daya tarik bagi para pengunjung Perpustakaan Sumatera Utara ini. Even lainnya yang ada pada Perpustakaan ini adalah adanya pameran buku terjadwal 2(dua) kali dalam 1(satu) Tahun yang dirangkaian dengan klender siswa sekolah maupun mahasiswa. Disamping itu pada areal Perpustakaan ini terdapat tempat duduk-duk untuk membaca dan kantin tempat makan dan minum, untuk menambah kenyamanan para pengunjung. 5.2.5. Citra Kawasan Kajian Istana Maimoon di Pusat Kota Medan 5.2.5.1 Suasana Kawasan Kajian Istana Maimoon Medan Pendapat masyarakat tentang suasana kawasan kajian adalah sebagai berikut:
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
a. 52% responden menyatakan bahwa suasana malam di kawasan kajian Jalan Brigjen Katamso sunyi dan gelap, hal ini disebabkan pada kawasan ini tidak ada aktivitas pendukung yang hidup pada malam hari bagi para pedestrian. Berbeda pada segmen penghubung kawasan kajian yaitu jalan Mesjid Raya daerah ini pada malam hari ramai dikunjungi masyarakat karena adanya pusat jajanan malam pada areal Ruang Terbuka Kolam Sri Deli Medan, bersebelahan dengan Mesjid Raya, Hotel Madani dan Yuki Simpang Raya Medan b. 85% responden menyatakan bahwa toko-toko maupun aktivitas komersil terlalu cepat tutup pada malam hari,
dimana pada
sebagian besar kawasan kajian Jalan Brigjen Katamso Medan. c. 70% responden mengatakan bahwa angkutan umum / Bus umum terlalu cepat berhenti pada malam hari, hal ini dapat dirasakan karena mulai pukul 20.00 wib angkutan umum / Bus umum mulai berhenti dan yang bertahan hanya becak bermotor dan Taksi. d. 75% responden menyatakan bahwa kawasan kajian pada malam hari relatif aman. e. 81% responden menyatakan suasana kawasan kajian pada siang hari sangat sibuk/ ramai, terutama arus lalulintas kenderaan bermotor. 5.2.5.2 Kesan Kawasan Kajian Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Pendapat masyarakat terhadap kesan maupun objek
yang
paling
diingat di kawasan kajian adalah sebagai berikut: a. 35% responden menyatakan objek maupun kawasan yang paling diingat adalah Kawasan Istana Maimoon Medan. b. 26% responden menyatakan bahwa objek maupun kawasan yang paling diingat adalah Mesjid Raya Medan c. 24% responden menyatakan bahwa objek maupun kawasan yang paling diingat adalah Kolam Sri Deli Medan d. 15% responden menyatakan objek maupun kawasan yang paling diingat adalah Perpustakaan Umum Sumatera Utara
Gambar 5.2.5.2 :
Kawasan atau Objek yang paling diingat oleh Pedestrian pada kawasan Kajian Dari uraian diatas darat disimpulkan bahwa:
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
a. Secara umum, masyarakat Kota sudah menyadari keberadaan elemen-elemen Ruang Kota yang di peruntukkan bagi mereka. b. Kota Medan sebenarnya sudah
memiliki
ciri khas Bangunan
yang paling berkesan bagi masyarakatnya sebagai identitas Kota seperti Istana Maimoon Medan, yang membedakannya dari kotakota lainnya di Indonesia. Dari hasil survey lapangan, pengamatan lapangan, hasil kuesioner, dan hasil wawancara dengan warga masyarakat, maka kawasan tersebut diatas perlu dipertahankan dan dikonservasi untuk mempertahankan wujud dan bentuk aslinya sebagai Bangunan yang mempunyai nilai historis bagi masyarakat Indonesia umumnya, khususnya Kota Medan Sumatera Utara.
5.3
Elemen-Elemen Koridor Trotoar Perlengkapan jalur pedestrian seperti tempat duduk, lampu/penerangan, tempat sampah, telepon umum, Ruang Terbuka/pepohonan dan lain-lain merupakan elemen-elemen yang dapat menunjang keberadaan suatu jalur pedestrian. Beberapa perlengkapn jalur pedestrian yang akan di singgung pada bagian ini sesuai dengan kuesioner yang diperoleh antara lain: 5.3.1. Bangku Taman/Tempat Duduk Di Trotoar Dari hasil kuesioner diperoleh Data sebagai berikut: e. 37% responden menyatakan tempat duduk di trotoar sangat penting f. 29% responden menyatakan tempat duduk di trotoar cukup penting g. 34% responden menyatakan tempat duduk di trotoar tidak penting.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Permasalahan utama yang menyangkut penyediaan tempat duduk ditrotoar adalah: a. 41% menyatakan banyaknya orang gila dan gelandangan pengemis yang berada pada kawasan kajian yang mengganggu keberadaan fasilitas tersebut. b. 36% menyatakan tidak tersedianya fasilitas tempat duduk di trotoar c. 24% menyatakan tempat duduk tersebut akan disalah gunakan oleh pedagang kaki lima Maka dengan demikian dikaitkan dengan fasilitas tempat duduk/ bangku di Trotoar agar dilakukan penertiban orang gila, gelandangan pengemis maupun tempat pedagang kaki lima yang mengganggu jalur pedestrian. Tempat duduk atau bangku taman harus diletakkan pada zona perabotan jalan pada trotoar termasuk didaerah Ruang Terbuka seperti taman dan lapangan untuk menambah kenyamanan pedestrian. 5.3.1.1 Lampu Penerangan/Pencahayaan Dari hasil kuesioner diperoleh data bahwa
permasalahan utama
menyangkut percahayaan di kawasan pusat kota khususnya di trotoar adalah sebagai berikut: a. 35% menyatakan lampu yang ada saat ini kurang memadai, artinya masih belum mencukupi
Hal ini dapat lihat masih adanya
kawasan-kawasan yang sama sekali tidak memiliki pencahayaan yang baik terutama
kawasan Istana Maimoon jalan Brigjen
Katamso Medan dan Kawasan Jalan Mesjid Raya Medan.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
b. 30% menyatakan penataan lampu penerangan yang ada saat ini kurak menarik dari segi keindahan dapat dilihat bahwa pencahayaan lebih banyak berasal neon box maupun lampu-lampu iklan yang terdapat ditrotoar c. 21% responden menyatakan bahwa perawatan lampu dikawasan pusat kota kurang d. 14% menyatakan
penerangan pada sebagian Kawasan kajian
masih kurang. Sehingga untuk mengatasi permasalahan penerangan di kawasan kajian khususnya di trotoar, sudah seharusnya di tempatkan lampulampu yang memang berfungsi sebagai penerangan dan pencahayaan sehingga kawasan kajian menjadi suatu kawasan yang bersahabat bagi pedestrian khususnya pada malam hari. Beberapa saran yang di peroleh dari responden menyangkut penerangan adalah: a. 35% menyarankan perlu penataan lampu penerangan pada kawasan kajian terutama pada Jalan Brigjen Katamso Daerah Istana Maimoon Medan. b. 25% menyarankan agar ditambah lampu pada lokasi kawasan kajian maupun kawasan luar kajian supaya merata. c. 22% menyarankan agar dirawat dan diperbaiki lampu atau pencahayaan di kawasan kajian maupun luar kawasan kajian.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
d. 18% menyatakan agar pemadaman dari PLN berkurang Perlengkapan lampu penerangan Trotoar harus diletakkan pada zona perabotan jalan dan tidak boleh menggangu zona laluan bebas pedestrian. 5.3.1.2 Pepohonan/Tanaman Pelindung Dari hasil kuesioner diperoleh bahwa
permasalahan utama dari
pepohonan maupun tanaman pelindung adalah: a. 45% menyatakan tanaman/pohon pelindung di kawasan pusat kota khususnya di trotoar masih kurang. Hal ini mengakibatkan suasana yang sangat panas pada siang hari khususnya di Jalan Brigjen Katamso Daerah Istana Maimoon Medan. b. 30% menyatakan tanaman/pohon pelindung yang ada kurang terpilihara, kurangnya kesadaran masyarakat sekitar untuk turut memelihara tanaman tersebut. c. 21% menyatakan tanaman/pohon yang ada sering mengganggu jalur pejalan kaki atau trotoar d.
4% abstein.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 5.3.1.2 :
Perabotan Jalan yang mengganggu jalur pejalan kaki dikawasan Jalan Brigjen Katamso Medan
Beberapa saran dari rensponden menyangkut masalah pepohonan tanaman yaitu: a. 50% menyatakan agar pepohonan di kawasan kajian ditambah b. 25%
menyarankan
agar
ditingkatkan
pemeliharaan
dan
memperhatikan jenis tanaman yang ditanam, agar lebih bermanfaat dan memiliki nilai estetika Penanaman pohon pada koridor trotoar harus ditempatkan dizona perabotan jalan (furningshing zone). 5.3.1.3 Tempat Sampah, Telepon Umum, KM/Toilet Umum Dari hasil kuesioner diperoleh data bahwa permasalahan utama elemen tempat sampah, telepon umum, toilet umum, adalah fasilitas yang
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
kurang maupun belum ada. Hal ini dapat dilihat dari kawasan kajian misalnya, tidak di jumpai telepon box di jalur pedestrian. Fasilitas telepon yang ada hanya berupa wartel. Fasilitas-fasilitas tersebut diperlukan untuk menunjang keberadaan suatu jalur pedestrian yang bersahabat bagi penjalan kaki. Seluruh elemen ini harus ditempatkan pada zona perabotan jalan pada trotoar. 5.3.1.4 Tempat Makan/Minum Permasalahan tempat makan dan minum pada kawasan kajian, diperoleh data kuesioner sebagai berikut: a. 30% menyatakan tempat makan dan minum dikawasan pusat kota terlalu formal, kurang cocok untuk tempat berkumpul, maupun ngobrol. b. 27% menyatakan kurang teratur penataan adan penempatannya c. 20% menyatakan kebersihan kurang d. 15% menyatakan harga mahal Berdasarkan hasil data Kuesioner terhadap permasalahan tempat makan dan minum yang ada pada kawasan kajian, maka didapat saran dari responden a. 35% menyatakan perlu diadakan penataan tempat makan dan minum tersebut agar kelihatan menarik dan teratur. b. 30% menyatakan kebersihan perlu ditingkatkan
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
c. 21% menyatakan agar harga murah meriah, tidak mahal d. 14% abstein. Pada saat ini pusat jajanan malam yang ada dikawasan kajian adalah pada lokasi Kolam Sri Deli, termasuk pusat jajanan formal yang ada seperti Restauran dan restauran Cepat saji lainnya, yang setiap harinya banyak dikunjungi oleh Masyarakat.
Gambar 5.3.1.4 : Foto Eksisting Tempat Jajanan Siang Malam Dilokasi Taman Sri Deli Medan
5.3.1.5 Ruang Terbuka (Open Space) Sesuai hasil kuesioner yang didapat bahwa Ruang Terbuka yang sering dikunjungi oleh masyarakat antara lain:
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
a. 40% menyatakan Ruang Terbuka yang sering dikunjungi adalah Istana Maimoon Medan b. 29% menyatakan Ruang Terbuka yang sering dikunjungi adalah Mesjid Raya Medan c. 21% menyatakan bahwa Ruang Terbuka yang sering dikunjungi adalah Kolam Sri Deli Medan d. 10% menyatakan bahwa Ruang Terbuka yang sering dikunjungi adalah Perpustakaan Umum Sumatera Utara. Dari segi aktivitas; Lebih banyak terlihat kegiatan di Lapangan Ruang Terbuka Istana Maimoon terutama karena adanya kegiatan olah raga, Pameran Tanaman hias, pengunjung Istana Maimoon, maupun bagi para wisatawan terutama pada pagi hari dan siang hari, sedangkan pada sore dan malam hari sudah mulai berkurang dan sepi. Dari segi fisik dan fasilitas: Ruang Terbuka Kolam Sri Deli lebih baik penataannya dibandingkan Ruang Terbuka Istana Maimoon, Ruang Terbuka Mesjid Raya dan Perpustakaan Umum Sumatera Utara, sehingga Ruang Terbuka Istana Maimoon Medan dan Ruang Terbuka Mesjid Raya dan Perpustakaan Umum Sumatera Utara Medan perlu dibenahi agar dapat menjadi tujuan pedestrian yang nyaman dan bersahabat bagi pejalan kaki.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
5.3.1.6 Fasilitas Pertokoan Dari hasil kuesioner diperoleh data: a. 85%
responden menyatakan fasilitas pertokoan sangat penting
dalam menyeramakkan dan menghidupkan kawasan kajian b. 51% menyatakan lebih sering mengunjungi swalayan dan pusat pembelanjaan atau Mall. c. 55% menyatakan bahwa pusat perbelanjaan seperti mall dan plaza sangat penting dalam melengkapi fasilitas hiburan untuk lebih menghidupkan kawasan kajian. Selain itu tepat di sebelah pusat perbelanjaan Yuki Simpang Raya Medan telah selesai dibangun Hotel Madani merupakan Hotel Berbintang bertaraf Internasional, sebagai salah satu Magnet Aktivitas Kawasan Istana Maimoon ini. Dengan tumbuhnya beberapa pusat perbelanjaan yang ada di kawasan kajian merupakan potensi yang menarik bagi pedestrian, maupun pendatang dari luar kota yang berdampak bagi pertumbuhan ekonomi Kota. 5.4 Pendukung Aktivitas (Activity Support) Pada Wilayah Kajian Pendukung Aktivitas (Activity support) seperti yang telah diuraikan sebelumnya merupakan suatu bentuk aktivitas yang dapat mendorong aktivitas pada suatu kawasan. Beberapa activity support utama yang terdapat didalam dan diluar kawasan Kajian Istana Maimoon Medan adalah:
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
5.4.1. Dalam Kawasan Istana Maimoon Medan a. Istana Maimoon, yang merupakan bangunan bersejarah yang ramai dikunjungi wisatawan baik domestik maupun manca negara. Bangunan ini memiliki ciri khas yang unik dan rumah museum Mariam Puntung yang merupakan legenda Kesultanan Deli. Lokasi ini terletak di jalan Brigjen Katamso Medan. Lokasi ini ramai dikunjungi baik wisatawan domestik maupun manca Negara. Hal ini disebabkan karena banyak peninggalan sejarah Kesultanan Deli yang ada didalam Istana Maimoon tersebut, termasuk ciri khas bangunannya dengan gaya Arsitektur Gabungan antara Melayu India Islam ( Moghul) dan dipengaruhi oleh sebagaian gaya Arsitektur Eropa, dan merupakan salah satu Aktivitas Pendukung pada daerah pedestrian ini. b. Ruang Terbuka (Open Space) maupun taman yang terdapat dilokasi Istana Maimoon. Ruang Terbuka ini sering dikunjungi masyarakat terutama pada waktu pagi, siang dan sore hari untuk melakukan kegiatan olah raga, rileks dan menghirup udara segar.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 5.4.1: Ruang Terbuka dan Plaza Istana Maimoon Medan Akan tetapi
aktivitas pendukung ini belum berfungsi dengan
maksimal terutama karena kurangnya integrasi antara jalur pedestrian yang ada termasuk penataan aktivitas-aktivitas yang ada pada Ruang Terbuka tersebut. c. Cafe Maupun tempat makan minum yang ada pada daerah sisi kiri dan kanan depan Istana Maimoon Medan, termasuk tempat pameran penjualan Tanaman Hias merupakan aktivitas pendukung pada kawasan ini. Maka oleh karena itu perlu ditata dengan baik penempatannya. d. Parkir kenderaan dan Pos Jaga yang terdapat pada lokasi Istana Maimoon agar ditata dengan baik.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
e. Plaza tempat duduk-duduk yang terdapat didepan Istana Maimoon perlu ditata kembali untuk dapat menjadi wadah tempat pertemuan sosial para pengunjung sekaligus menjadi salah satu aktivitas pendukung. f. Perpustakaan Umum Sumatera Utara, terletak di depan Istana Maimoon Jalan Brigjen Katamso Medan. Merupakan pendukung aktivitas kawasan pedestrian Istana Maimoon Medan. Maka oleh karena itu perlu diadakan penataan terhadap jalur trotoarnya agar antara zona laluan, zona perabotan jalan maupun zona depan trotoar dapat terintegrasi dengan baik. g. Pertokoan, Perkantoran dan Restauran pada daerah Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan. Pada daerah ini penataan parkir dan pedagang kaki lima menjadi hal yang sangat perlu dilakukan demi untuk memperoleh jalur pejalan kaki yang bersahabat bagi pedestrian. h. Biro Jasa Travel dan Penukaran uang (money changer) yang terdapat di depan Istana Maimoon, Jalan Brigjen Katamso Medan Pada daerah ini terdapat zona depan bangunan yang luas mencapai 5 meter, agar dikembangkan dengan zona trotoar lainnya untuk menjadi tempat yang bersahabat dengan pejalan kaki 5.4.2. Luar Kawasan Kajian
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Jalan Mesjid Raya Medan, berjarak lebih kurang 200 meter dari lokasi Istana Maimoon, merupakan aktivitas pendukung pedestrian luar kawasan kajian, meliputi: a. Mesjid Raya Al Haksum, adalah merupakan Mesjid tertua di Sumatera Utara, yang merupakan salah satu identitas Kota Medan. Mesjid ini selalu ramai dikunjungi para warga Kota dan luar Kota termasuk wisatawan Manca Negara karena mempunyai nilai sejarah yang tinggi. Even mingguan pada sholat jumat lokasi mesjid Raya ini sangat ramai dikunjungan para warga masyarakat termasuk dari luar Kota maupun wisatawan Domestik maupun Manca Negara. Sehingga diperlukan
suatu
penataan
yang
lebih
terintegrasi
dalam
menghidupkan jalur pedesrtrian yang ada termasuk penataan pendukung aktivitas yang ada pada kawasan dan luar kawasan ini. b. Kolam Sri Deli yang telah direnovasi sedemikian rupa menjadi Pusat Jajanan Serba Selera, selalu ramai dikunjungi para warga kota mulai siang hari sampai malam hari, adalah salah satu Aktivitas Pendukung pedestrian diluar kawasan kajian yang seharusnya dapat terintegrasi dengan baik terhadap Istana Maimoon, terutama pada jalur pedestriannya. Pada even tahunan pada lokasi Kolam Sri Deli ini diadakan acara Ramadhan Fair, yang menampilkan banyak kegiatan pameran, musik dan kegiatan budaya lainnya untuk menyongsong
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
bulan Ramadhan setiap tahunnya. Acara ini dilaksanakan secara terjadwal selama 1(satu) bulan penuh. c. Yuki Simpang Raya Medan yang bersebelahan dengan Mesjid Raya Medan, terletak di Jalan Sisingamangaraja Medan, sebagai tempat perbelanjaan pada kawasan kajian Ini yang selalu ramai dikunjungi oleh para warga Kota, lokasi
ini dengan kawasan Mesjid Raya
terhubung dengan jembatan penyeberangan, sehingga merupakan salah satu penghubung aktivitas pendukung kawasan ini. d. Hotel Madani Medan yang baru selesai dibangun yang mempunyai gaya Arsitektur pengulangan dari bentuk-bentuk Arsitektur Melayu atau Moghul. Menjadi Hotel alternatif bagi para wisatawan baik domestik maupun manca negara yang berkunjung ke Medan, khususnya kawasan kajian dan merupakan salah satu pendukung aktivitas luar kawasan kajian e. Halte Transit pada luar kawasan kajian ini terdapat 2(dua) buah yaitu satu disamping Mesjid Raya bersebelahan dengan Yuki Simpang Raya, dan satu lagi disamping Kolam Sri Deli bersebelahan dengan Hotel Madani.
Dengan adanya pendukung aktivitas yang saling berhubungan pada daerah Segmen Utama
Jalan Brigjen Katamso Medan dan Kawasan
Segmen Penghubung yang terdapat di
sepanjang Jalan Mesjid Raya
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
sampai simpang Jalan Sisingamangaraja Medan, maka diharapkan akan terjadi suatu aliran jalur pedestrian yang harmonis khususnya jalur yang bersahabat dengan pejalan kaki, sehingga akan tercapai suatu kawasan pusat kota yang saling terhubung dengan baik, dimana para pengunjung atau pejalan kaki dapat menikmati suasana kawasan dengan lebih nyaman.
Gambar 5.4.2. : Peta Pendukung Aktivitas Wilayah Kajian Istana Maimoon
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Gambar 5.4.3. : Peta Pendukung Aktivitas Luar Wilayah Kajian Istana Maimoon Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
BAB VI REKOMENDASI
Rekomendasi atau usulan yang dilakukan terhadap penelitian ini meliputi: 5. Kawasan Nyaman dan tidak Nyaman bagi pedestrian di dalam dan diluar kawasan Kajian 6. Kawasan maupun objek yang paling diingat oleh pedestrian baik di dalam dan diluar kawasan Kajian 7. Elemen-Elemen Perlengkapan yang terdapat pada zona Trotoar 8. Aktivitas Pendukung Pedestrian Kawasan Kajian dan luar kawasan kajian 6.1. Kawasan Nyaman dan Tidak Nyaman bagi pedestrian di Dalam dan Diluar Kawasan Kajian a. Adapun kawasan Nyaman berjalan kaki pada kawasan kajian Istana Maimoon hanya terdapat pada pedestrian depan Istana Maimoon sepanjang 200 meter, walaupun pada prinsipnya lebar trotoar yang ada belum sesuai dengan standar-standar yang berlaku. Direkomendasikan pada trotoar depan Istana Maimoon ini agar ditata dengan baik sesuai dengan standar yang berlaku, dan menjadi jalur pejalan kaki yang layak dan manusiawi sekaligus dapat menjadi daerah tujuan wisata baik domestik maupun manca negara. Sedangkan kawasan tidak nyaman berjalan kaki pada lokasi kajian ini tepat pada pedestrian depan Perpustakaan Sumatera Utara dan pedestrian depan Ruko
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
lokasi Istana Maimoon. Maka dikomendasikan perlunya penataan trotoar tersebut sesuai dengan standar zona trotoar yang ada, terutama masalah parkir kenderaan bermotor, pedagang kaki lima dan penempatan perabotan jalan yang mengganggu zona laluan trotoar b. Adapun Kawasan Nyaman berjalan kaki bagi pedestrian diluar Kawasan kajian adalah jalur pedestrian simpang empat Jalan Mesjid Raya dan Jalan Mahkamah sampai simpang Jalan Sisingamangaraja Medan. Walaupun terlihat kurang terawat, tetapi pedestrian yang ada terlihat lebar dan lapang. Sedangkan kawasan tidak nyaman berjalan kaki bagi ppedestrian pada luar kawasan kajian ini adalah terdapat mulai dari simpang empat Jalan Mesjid Raya dan Jalan Mahkamah sampai simpang Jalan Brigjen Katamso depan Istana Maimoon. Hal ini disebabkan oleh pedagang kaki lima yang berjualan tepat diatas trotoar yang ada. Maka untuk itu direkomendasikan pada daerah ini agar diadakan penataan terhadap tempat pedagang kaki lima agar tidak mengganggu jalur bebas pejalan kaki atau pedestrian
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
6.2. Kawasan maupun Objek yang Paling diingat oleh Pedestrian baik Didalam maupun Diluar Kawasan Kajian a. Adapun kawasan atau objek yang paling diingat oleh pedestrian didalam kawasan kajian adalah Istana Maimoon Itu
sendiri, sesuai dengan hasil
kuesioner dan hasil wawancara dilapangan terhadap pengunjung maupun wisatawan. Direkomendasikan agar Lokasi Istana Maimoon dapat terus dipertahankan dan ditata lebih baik lagi terutama Jalur pedestrian dan aktivitas pendukung pedestrian yang ada. b. Sedangkan kawasan atau objek yang paling diingat oleh pedestrian diluar kawasan kajian ini adalah Mesjid Raya Medan yang terletak di Jalan Mesjid Raya Medan. Hal ini adalah salah satu acuan didalam memberikan rekomendasi pada daerah Mesjid Raya ini. Direkomendasikan dalam hal ini adalah, agar terutama jalur pedestrian Jalan Mesjid Raya ini dapat ditingkatkan Kwalitasnya, termasuk penataan parkir kenderaan bermotor dan pedagang kaki lima.
6.3. Elemen Perlengkapan yang terdapat pada zona Koridor Trotoar Rekomendasi untuk Elemen Koridor Trotoar adalah: 6.3.1. Semak-semak: a. Lebar maksimum 75 cm dan panjang 2.4 meter
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
b. Ditempatkan di zona perabotan jalan yang memiliki lebar lebih 90 cm, atau di zona depan bangunan (frontage zone) yang memiliki lebar lebih dari 90 cm. c. Tanaman secara umum didepan zona laluan pedestrian ( through pedestrian zone) 6.3.2. Fire hydrant: a. Diameter 30 cm b. Ditempatkan di furnishing zone yang memiliki lebar 120 cm atau lebih c. Bila tidak memiliki tempat khusus,biasa di tempatkan pada perluasan curd zone 6.3.3. Pepohonan: a. Berukuran 1.2 m x1.2 m 0.9 m x 1.5 m b. Ditempatkan di kawasan-kawasan pusat bisnis (CBD) dan pusat-pusat perbelanjaan. 6.3.4. Tanaman: i.
Memiliki ukuran yang bervariasi
ii.
Ditempatkan di zona perabotan jalan dengan lebar 0.9 meter atau lebih
iii.
Pot-pot Tanaman yang dapat pindah-pindah boleh ditempatkan di zona depan trotoar. Harus tetap mempertahankan lebar minimal zona laluan Pedestrian.
6.3.5. Kotak pos: Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
a. Dengan ukuran 50 50 cm b. Ditempatkan pada zona perabotan jalan yang memiliki lebar 90 cm atau lebih c. Bagian paling bawah tanda secara vertikal harus beradaa 2.1 meter di atas permukaa Trotoar 6.3.6. Tanda - Tanda Lalu Lintas: a. Dengan diameter yang bervariasi antara 65 cm sampai 75 cm b. Ditempatkan di zona perabotan jalan
dengan jarak 30 cm dari
permukaan/sisi zona pembatas Trotoar denga lebar minimal zona adalah 90 cm atau lebih. c. Batas vertikal adalah minimal 2.1 meter diatas permukaan Trotoar 6.3.7. Pepohonan: a. Lebar tapak minimum adalah 1.2 meter b. Ditempatkan di zona perabotan jalan dengan lebar minimum Trotoar 2.75 meter, dan pengurangan zona laluan pedestrian minimal sampai 1.65 meter. 6.3.8. Telepon: a. Luas Tapak sangat bervariasi namun ukuran maksimum yang di perolehkan adalah 90 x 90 cm. b. Ketinggian elemen sangat beragam
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
c. Ditempatkan di zona perabotan jalan hanya bila kawasan batas/border mencapai 3.65 meter (dari pembatas Trotoar ke jalur lalu lintas) atau lebih, ditempatkan dengan jarak minimal 60 cm dari zona pembatas trotoar, dan zona laluan
pedestrian yang harus di pertahankan
minimal 1.8 meter. d. Perletaan Telepon tidak boleh lebih dari 1 Telepon untuk setiap 30 meter pada sebuah persimpangan, atau 60 meter dari Telepon yang lain. e. Bila perletaan Telepon mengganggu jalur bebas Pedestrian, Telepon tidak perlu dibuat. 6.3.9. Tanda Transit: a. Lebar tapak dengan diameter 6.5 cm, dan lebar tanda 30 cm. b. Ketinggian yang mencapai 2.1 meter dari bagian bawah tanda c. Kriteria penempatan, cukup ditempatkan di tiang-tiang tanda maupun lampu yang sudah ada d. Untuk penempatan yang baru. Titik tengah berjarak 4.5 cm dari permukaan zona pembatas Pedestrian. e. Jarak sisi terhadap jalan minimal 30 cm dari sisi zona pembatas. f. Sisi bawah tanda memiliki ketinggian minimal 2.1 meter dari permukaan Trotoar. 6.3.10. Tempat Sampah:
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
a. Lebar Tapak berdiameter 81 cm b. Kriteria penempatan di zona perabotan jalan dengan lebar minimal 90 cm atau lebih c. Bila tidak dapat dicapai kriteria penempatan tersebut, maka dibuat tempat sampah dengan ukuran tapak yang lebih kecil untuk mempertahankan lebar zona laluan jalur trotoar. 6.3.11. Tiang-Tiang Utilitas a. Dengan diameter tampak berkisar antara 40 cm - 45 cm b. Kriterian penempatan 60 cm jarak titik tengah tiang dari permukaan zona pembatas (minimal 45 cm), dengan lebar jalur bebas Pedestrian minimal 1.8 meter untuk kawasan Pedestrian di Perkotaan, dan 1,5 meter untuk jalur pejalan kaki di kawasan layanan lokal. c. Jika kriteria penempatan tidak bisa di penuhi, maka penempatanya lebih dekat lagi dengan curb, atau kurangi lebar through pedestria zone hingga 1.25 meter bila lebar koridor trotoar 1.8 meter atau kurang. 6.3.12. Tiang-Tiang Lampu Hias (lampu hias Kembar): a. Dengan luas tapak 60 x 60 cm b. Kriteria penempatan: jarak titik tengah tiang dari curb adalah 75 cm, atau tepat ditengah zona perabotan jalan, dan di tempatkan di sepanjang koridor Trotoar.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
c. Bila kriteria penempatan tidak tercapai, maka untuk beberapa kasus, tiang-tiang lampu hias bisa ditempatkan di kawasan zona pembatas Pedestrian yang diperlebar. 6.3.13. Tiang-tiang Tanda: a. Dengan luas tapak maksimum 53cm x 53 cm b. Ketinggian profil bervariasi c. Kriteria penempatan: titik tengah tanda berjarak 75 cm dari permukaan zona pembatas trotoar, atau di tengah-tengah zona perabotan jalan lebar lebih dari 1.5 meter. 6.3.14. Tiang-Tiang Lampu Jalan: a. Diameter Tapak 30 cm b. Kriteria penempatan adalah tiang-tiang ditempatkan di furnishing zone yang memiliki lebar 90 cm atau lebih, dengan jalur bebas Pedestrian minimal 1.8 meter bagi jalur Pedestrian di kawasan Perkotaan atau 1.5 meter bagi jalur Pedestrian lokal. c. Bila kriteria penempatan tidak tercapai, maka tiang-tiang bisa ditempatkan dekat dengan zona pembatas, atau untuk beberapa kasus bisa ditempatkan dikawasan zona pembatas yang sudah diperlebar, atau mengurangi zona laluan pedestrian hingga 1.35 meter untuk lebar total koridor Trotoar 1.8 meter atau kurang. 6.3.15. Shelter Transit: a. Dengan Luas Tapak 1.35 m x 2.6 m atau lebih. Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
b. Ketinggian profil 2.5 meter c. Kriteria penempatan di zona perabotan jalan dan lebar bersih jalur Pedestrian harus dipertahankan Bila kriteria penempatan tidak tersedia, maka bisa dilakukan pengurangan jalur bebas pedestrian hingga 1.05 meter, dengan pertimbangan khusus. Seiring perkembangan pembangunan di daerah pusat Kota Medan terutama pembangunan pusat –pusat perbelanjaan, perhotelan dan aparteman, termasuk pusat hiburan dan rekreasi, angkutan umum yang sebelumnya pukul 18.30 Wib. sudah berhenti beroperasi telah menambah waktu beroperasi sampai pukul 22.00 Wib., bahkan pada jalur jalan Arteri Primer
Jalan Sisingamangaraja Angkutan Umum
beroperasi hampir
selama 24 jam dengan route Helvetia menuju Terminal Amplas. Sedangkan pada daerah jalan Brigjen Katamso Medan sebagai jalan Arteri sekunder angkutan umum baru berhenti pukul 20.00 Wib., yaitu route Terminal/ Pajak sambu Medan Kampung Baru Sampai ke Deli Tua Deli Serdang yang merupakan perbatasan Kota Medan bagian Selatan. Hal ini membuktikan bahwa adanya Generator aktivitas yang ada di kawasan Pusat Kota akan semakin mendorong aktivitas lain untuk hidup, yaitu, angkutan umum maupun pengaunjung dan pejalan kaki.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Beberapa rekomendasi yang dapat diberikan menyangkut angkutan umum dan transit pada kawasan ini adalah sebagai berikut: a. Jam operasi angkutan umum ditambah agar tetap beroperasi
untuk
kawasan pusat Kota, sehingga para pejalan Kaki maupun pengunjung merasa aman dan tidak khawatir. b. Diharapkan Kawasan Trannsit pada Jalan Brigjen Katamso perlu dibuat disekitar Trotoar Depan Istana Maimoon Medan, atau depan perpustakaan Sumatera Utara. Kawasan transit ini sangat strtegis untuk menghidupkan suasana kawasan kajian, selain itu perlu ditingkatkan keamanan dan pencahayan pada kawasan ini.
6.4. Pendukung Aktivitas (Activity Support) Kawasan Kajian dan Luar Kawasan Kajian Adapun Rekomendasi yang diusulkan terhadap Pendukung Aktivitas Pedestrian yang terdapat pada Kawasan Kajian antara lain: a. Gedung
Istana
Maimoon
dan
Rumah
Museum
Mariam
Puntung
direkomendasikan agar ditingkatkan penataannya dan perawatannya sebagai Aktivitas Pendukung Utama Kawasan Kajian b. Direkomendasikan untuk menata kembali tempat pameran Tanaman Hias yang ada pada lokasi Istana Maimoon agar kelihatan menarik, dengan Tenda-Tenda yang bersifat semi permanen, teratur, enak dipandang mata.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
c. Direkomendasikan Penataan Tempat Makan dan Minum yang ada pada lokasi Istana Maimoon agar kelihatan menarik bagi para pengunjung dengan Tenda-Tenda yang bersifat Semi Permanan dan sewaktu-waktu dapat dipindahkan d. Direkomendasikan penataan daerah Sirkulasi dan Parkir pada lokasi Istana Maimoon, termasuk pengaturan tempat parkir kenderaan roda dua, roda empat, terutama mobil bus Angkutan Wisata, agar kelihatan teratur dan terjaga dengan baik. e. Direkomendasikan penataan Ruang Terbuka dan Plaza yang ada pada lokasi Istana Maimoon agar lebih menarik bagi para pedestrian maupun pengunjung, terutama pembuatan jalur pedestrian pada batas lapangan Ruang Terbuka dan pada As Plaza menembus jalur pedestrian yang terdapat pada Jalan Brigjen Katamso depan Istana Maimoon agar dapat menjadi akses penghubung dengan jalur segmen penghubung jalur pedestrian Jalan Mesjid Raya Medan. f. Direkomendasikan pembuatan Papan Informasi Digital berbau history tentang Istana Maimoon dan kawasan sekitarnya, yang ditempatkan sekitar pintu masuk dan keluar komplek Istana Maimoon Medan, sekaligus sebagai focal point sebelum menuju Landmark yaitu Istana Maimoon itu sendiri. g. Direkomendasikan terutama jalur Totoar Depan Istana Maimoon jalan Brigjen Katamso, depan perpustakaan dan depan rumah toko, agar dilakukan penataan terhadap zona trotoar yang ada sesuai dengan standar-standar yang Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
berlaku didalam Perancangan Kota, demi untuk meningkatkan fungsi jalur pedestrian tersebut, terutama untuk mengintegrasikan elemen-elemen pedestrian yang ada. h. Direkomendasikan pembuatan tempat Transit Angkutan Kota pada daerah sekitar Jalan Brigjen Katamso Daerah Istana Maimoon Medan untuk memastikan tempat turun dan naik penumpang sebelum menuju dari dan ke tempat bekerja, maupun sebelum menuju lokasi Istana Maimoon Medan i. Direkomendasikan pembuatan jembatan penyeberangan dari sekitar lokasi Istana Maimoon menuju Perpustakaan Umum Sumatera Utara, sebagai akses penghubung alternatif ke segmen penghubung utama jalur pedestrian Jalan Mesjid Raya Medan.
Sedangkan Aktivitas Pendukung Pedestrian pada kawasan Luar Kajian yang merupakan jalur segmen penghubung utama Jalan Mesjid Raya antara lain: a. Direkomendasikan penataan jalur Pedestrian sepanjang Jalan Mesjid Raya Medan sesuai dengan standar-standar yang berlaku dalam Perancangan Kota, termasuk penataan zona-zona pedestrian agar dapat menjadi jalur pejalan kaki yang layak dan manusiawi. b. Direkomendasikan Penataan pedagang kaki lima terutama pada simpang empat antara Jalan Mesjid Raya dan Jalan Mahkamah Medan agar dapat menjadi jalur pejalan kaki yang menarik dan terhubung dengan baik dengan segmen utama jalur pedestrian Jalan Brigjen Katamso Medan.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
c. Direkomendasikan Penataan Lokasi Kolam Sri Deli Medan terutama untuk mengantisipasi even tahunan Ramadhan Fair, menyangkut parkir kenderan, tempat makan minum, tempat pameran seni budaya, tempat penjualan souvenir dan lainnya agar dapat menjadi satu kesatuan yang harmonis dan memiliki daya tarik yang tinggi bagi para pedestrian, pengunjung maupun wisatawan. d. Direkomendasikan penataan Ruang Terbuka yang terdapat disekitar Kolam Air Mancur Mesjid Raya Medan, yang berfungsi sebagai tempat istrahat dan rilek bagi para pengunjung maupun wisatawan. e. Direkomendasikan penataan parkir kenderaan bermotor baik roda dua dan roda empat pada areal depan jalan sisingamangaraja dan terutama Jalan Mesjid Raya Medan untuk memastikan fungsi zona Trotoar yang ada dapat digunakan dengan baik oleh pedesrian maupun pengunjung. f. Direkomendasikan Perlunya penataan zona perlengkapan Trotoar pada sepanjang Jalan Mesjid Raya Medan. g.
Direkomendasikan pembuatan Jembatan Penyeberangan dari Trotoar depan Kolam Sri Deli Medan menuju ke Trotoar Hotel Madani Medan untuk akses penghubung dengan kawasan kajian Istana Maimoon Medan yang hanya berjarak 200 Meter, sekaligus berfungsi sebagai focal Point.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
BAB VII KESIMPULAN Dari hasil pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Fasilitas khususnya tempat makan dan minum serta tempat duduk-duduk, parkir kenderaan bermotor perlu ditata
dengan baik,
dimana
hal tersebut sangat
berpengaruh bagi kenyamanan pedestrian. 2. Menurut responden, masalah utama bagi Trotoar adalah pedagang kaki lima dan parkir kenderaan bermotor yang terdapat di koridor trotoar yang membuat Pedestrian kurang nyaman. Selain itu kurang lebarnya Trotoar dan permukaan Trotoar yang tidak rata dan rusak, membuat Pedestrian merasa kurang nyaman untuk berjalan kaki, termasuk penataan pendukung aktivitas pedestrian yang dapat memberikan daya tarik bagi pedestrian. 3. Responden menganggap kawasan kajian masih kurang penerangan, hal ini yang membuat perasaan tidak aman bagi pedestrian untuk berjalan pada malam hari. 4. Selain itu kesan kawasan dan pusat keramaian pada malam hari hanya terdapat pada kawasan segmen penghubung Jalan Mesjid Raya saja, yang membuat Kawasan Kajian Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon menjadi kurang menarik dan sepi. 5. Secara umum responden berpendapat bahwa fasilitas perdagangan dan pertokoan pada kawasan kajian sangat cepat tutup, hal ini membuat suasana kawasan Kajian
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
sangat sepi pada malam hari. Selain itu juga responden berpendapat bahwa angkutan umum terlalu cepat berhenti beroperasi pada sebagian besar kawasan pusat Kota. 6. Secara umum responden berpendapat bahwa selain permasalahan penerangan yang kurang di kawasan perkotaan pada malam hari, masalah keamanan dan kriminalitas juga merupakan masalah yang perlu dibenahi karena berpengaruh bagi rasa aman Pedestrian. 7. Hampir semua responden berpendapat bahwa objek yang paling Diingat dikawasan Kajian adalah Istana Maimoon Medan. Hal ini membuktikan bahwa pemahaman masyarakat tentang Ruang Kota telah memadai.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, Christoper, A Pattern Langguage, Town Building Construction, Oxford University Press, New York, 1977. Cartwright, Richard, M., The Design of Urban Space, The Architectural Press Ltd., London Halsted Press Division John Wiley & Sons, New York, 1983. Departemen Pekerjaan Umum, Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki pada Jalan Umum, Jakarta, 1999. Ichwan, Matari, Rido, Penataan dan Revitalisasi Sebagai Upaya Meningkatkan daya Dukung Perkotaan, Pengantar kepada Falsafah Sains (PPS 702), Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor 2004. Jacob, B., Alan, The Great Street, 1993. Kota Medan Dalam Angka, 2006. Kecamatan Medan Maimoon dalam Angka, 2006 Kelurahan Aur Dalam angka, 2006 Laurent, Joice, Marcella, Arsitektur dan Perilaku Manusia, Grasindo Jakarta, 2004. Lynch, Kevin, The Image OF City, The MIT. Press, 1960. Lynch, Kevin, A Theory of Good City Form, The MIT. Press, 1981 Lynch, Kevin, Site Planning, The MIT Press, 1976.. Mateo, Inderlina, B., The Study of Effective Urban Downtown Pedestrian Street in Metro Manila, School of Urban and Regional Planning, University of Philipines, 2002. Nazir, Moh., Ph.D., Metode Penelitian, Ghalia Bandung, 1988. Puskarev, Boris, S., With Jeffrey M. Zupan, Urban Space for Pedestrians, A Report of The Regional Plan Association, The MIT. Press, Cambridge, London, 1975. Rencana Tata Ruang Kota Medan, 2005.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008
Shirvani, Hamid, The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold Company, New York, 1985. Unterman, Richard, K., Accomodation The Pedestrian, Van Nostrand Reinhold Company, New York, 1984. Washington State Departement of Transportation, Pedestrian Facilities Guidebook, Otak, Washington, 1977.
Franz D.Lumbantoruan : Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan, 2008 USU Repository © 2008