TEMU ILMIAH IPLBI 2015
Kebutuhan ‘Area Transisi’ bagi Pejalan Kakidi Kawasan Pusat Kota Bandung Witanti N. Utami Program Studi Magister Rancang Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK),ITB.
Abstrak Kebiasaan berjalan kaki di lingkungan perkotaan dapat menjadi kesenangan tersendiri bagi pejalan kaki, tentunya apabila didukung oleh fasilitas-fasilitas pejalan kaki. Jarak mempengaruhi kelelahan dalam berjalan kaki. Saat lelah, dibutuhkan ‘area transisi’ yang merupakan area peralihan dalam walkable area, yang dapat digunakan sebagai tempat beristirahat (berhenti sejenak) dari rasa lelah. Artikel ini berusaha memahami kriteria ataupun konsep perancangan yang tepat untuk dijadikan area ‘transisi’ bagi pejalan kaki. Untuk itu dilakukan penelitian yang bersifat eksploratif, yang dilaksanakan dengan pengumpulan data survey online dan analisis data teks. Dari hasil analisis, dapat diketahui bahwa kebutuhan pejalan kaki terhadap area transisi dipengaruhi oleh faktor jarak, semakin jauh jarak yang ditempuh oleh pejalan kaki, maka tuntutan kebutuhan area transisinya semakin tinggi, hal tersebut dilihat dari kategori kata kunci yang dihasilkan dimana pada jarak lebih dari 400 m, kriteria perancangan ruang, karakter ruang, lokasi, serta kebutuhan mendasar menjadi kebutuhan yang penting bagi pejalan kaki. Kata-kunci: area transisi, berjalan kaki,fasilitas, pejalan kaki, perancangan
Pengantar Pada kehidupan perkotaan, berjalan kaki merupakan alternatif moda yang sangat low-cost dalam mencapai pusat-pusat kegiatan, terutama dengan kondisi mix-used di kawasan pusat kota. Area transisi dipandang sebagai suatu kebutuhan para pejalan kaki dalam melakukan pergerakannya, adapun pergerakan dapat dilakukan dilakukan dengan jarak dekat (100–200 m), jarak sedang (200–400 m), dan jarak jauh(lebih dari 400 m). Area transisi diharapkan menjadi fasilitas fisik bagi pejalan kaki dimana setelah mereka beristirahat, mereka dapat mneruskan perjalanannya kembali dengan berjalan kaki(Irawati & Utami, 2013). Jarakyang dilalui pejalan kaki bergantung terhadap kemampuan individu masing-masing, yang terkait dengan faktor kelelahan seseorang dalam menempuh jarak tersebut. Kelelahan dalam berjalan kaki dipengaruhi oleh kondisi jalur pedestrian, dan kondisi penggunaan lahan.
Jalur pedestrian yang terputus dan material paving yang rusak akan mengakibatkan pejalan kaki merasa terganggu dan lelah dalam melakukan perjalanan (Hasil Survei Online, 2015), selain itu dilihat dari kondisi penggunaan lahan, penggunaan lahan yang mixed use di pusat kota membuat seseorang lebih senang mencapai tempat tujuan dengan cara berjalan kaki karena kondisi antar fungsinya yang saling berdekatan(Surprenant, 2006) Merancang area transisi bagi pejalan kaki perlu memperhatikan fasilitas fisik seperti apa yang diinginkan oleh pejalan kaki dalam mendukung pergerakan mereka dari tempat yang satu ke tempat lainnya. Untermann (1984),pada bukunya Accomodating The Pedestrian menyatakan bahwa fasilitas yang dapat mengurangi perasaan lelah dalam berjalan kaki adalah tempat duduk, kios/kafetaria, dan lain sebagai-nya. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian dilakukan untuk mengungkap preferensi pejalan kaki terhadap area transisi berdasarkan jarak Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015 | A 013
Kebutuhan ‘Area Transisi’ Bagi Pejalan Kaki di Kawasan Pusat Kota Bandung
pejalan kaki dalam mencapai pusat-pusat kegiatan di Kawasan Pusat Kota Bandung yang mengacu pada data kuesioner online.
coding(Creswell,
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sebenarnya kebutuhan area transisi yang seharusnya ada dengan melihat kriteria dan konsep perancangan yang mempengaruhi ruang tersebut untuk menjadi area transisi yang nyaman bagi para pejalan kaki.
1. Tahap Open Coding, merupakan tahapan yang dilakukan dengan cara identifikasi katakata kunci dari keseluruhan jawaban yang telah diberikan oleh responden terkait kebutuhan area transisi seperti apa yang sebaiknya ada di area pejalan kaki 2. Tahap Axial Coding, merupakan tahapan membuat kategori-kategori dari kata kunci yang didapat pada saat tahap pertama (open coding). 3. Tahap Selective Coding, merupakan pembuatan propositions (or hypotheses) yang dibuat berdasarkan hubungan antar kategori. Adapun hubungan antar kategori dilakukan dengan distribusi frekuensi dan analisis korespondensi.
Metode Meode Pengumpulan Data Metode dalam penulisan ini menggunakan pendekatan Grounded Therory(Creswell, 2007), dimana data dikumpulkan dengan cara survei kuesioner yang berisi pertanyaan bersifat terbuka (open-ended) dan disusun dengan tujuan untuk mengeksplorasi lebih dalam terhadap apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh responden mengenai ‘area transisi’ sebagai tempat berisitirahat sementara. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode non probabilistic sampling yaitu dengan teknik accidental sampling(Lin, 1976). Pengumpulan data diambil dengan cara penyebaran kuesioner online yang ditujukan kepada 68 responden. Adapun pengumpulan data dilakukan secara online atas dasar pertimbangan bahwa yang akan menjadi responden adalah yang berusia remaja hingga dewasa, yang sudah dianggap mempunyai pola pemikiran yang matang dan mampu untuk menjawab kuesioner melalui akses internet sehingga diharapkan jawaban yang diberikan dapat memberikan kejelasan mengenai apa yang menjadi tujuan penulisan ini.
2007). Mengenai tahapan tersebut, dapat dijelaskan lebih lanjut, yakni sebagai berikut.
Karakteristik Responden Secara keseluruhan responden berjumlah 68 responden, terdiri dari 25 orang pria dan 43 wanita dengan berbagai variasi usia dan jenis pekerjaan. Responden paling banyak berada di rentang umur 17-25 tahun (33 orang).
Wanita Pria
0
51-60 41-50
Metode analisis yang yang digunakan adalah analisis data teks (content analysis). Analisis tersebut bertujuan untuk mengetahui semua hasil jawaban yang diberikan oleh responden mengenai kebutuhan area transisi di Kawasan Pusat Kota Bandung.
31-40
A 014 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015
25
20
40
60
Diagram 1Histogram Karaktersitik Jenis Kelamin
Metode Analisis Data
Tahapan analisis ini dilakukan dengan tiga tahap yaitu open coding, axial coding, dan selective
43
1 5 11
26-30
18
17-25
33 0
10
20
30
40
Diagram 2. Histogram Karakteristik Usia Responden
Witanti N. Utami Lainnya
3
Ibu Rumah Tangga
4
Wirausaha
7
Karyawan Swasta
30
PNS
0
Pelajar/Mahasiswa
24
0
10
20
30
40
Diagram 3.Histogram Karakteristik Pekerjaan
Berdasarkan diagram diatas, karakteristik responden yang didapatkan yaitu berasal dari kalangan remaja dan dewasa dengan pekerjaan sebagai pelajar hingga karyawan maupun wirausaha. Analisis dan Interpretasi Analisis dan interpretasi dilakukan dari kata kunci yang muncul pada tahap open coding, kemudian kategori kata kunci pada tahap axial coding, dan analisis korespondensi pada tahap selective coding. Berdasarkan hasil analisis open coding, terdapat 34 kata kunci dengan total frekuensi 179 kata kunci. Kata kunci yang paling banyak muncul adalah bangku (53 kata kunci), nyaman (17 kata kunci), peneduh (13 kata kunci), dan pohon (11 kata kunci). Selain itu terdapat juga kata-kata kunci yang beberapa kali muncul, diantaranya seperti bersih (9 kata kunci), teduh (9 kata kunci), halte (8 kata kunci), sarana air minum (8 kata kunci), mini café (2 kata kunci) (lihat Diagram 4). Contoh tanggapan responden terhadap kebutuhan area transisi dapat dilihat dalam kutipan hasil kuesioner berikut. Responden ke-5: “Untuk jarak dekat cukup disediakan kursi yang ada peneduhnya, agar saat beristirahat disiang hari tidak kepanasan. Untuk jarak jauh disediakantaman kecil untuk tempat transisi dapat menjadi pilihan yang dapat dipertimbangkan. Akan lebih baik jika ditambahkan unsur air di dalamnya” (Pria, Mahasiswa)
Desain Menarik Unsur Air Peneduh Pohon Dekat Pos Polisi Ada Barrier Tidak Terhalang Apapun Dekat Tempat Sampah Tidak Dekat Trotoar Menjorok Bebas PKL Bebas Asap/Debu Bersih Aman Nyaman Tidak Untuk Nongkrong… Luas Sejuk Teduh Ada Pedagang… Ada Peta Petunjuk Arah Tempat Sampah Lighting Sarana Air Minum Pijat Refleksi Selasar Peneduh Ada Area Bermain Anak Taman Pondok Kecil Plaza mini Mini café Halte Bangku
3 2 13 11 1 1 1 1 1 1 2 4 9 6 17 1 1
4 9 2 1 1 3 3
8 2 1 1 4 1 1 2 8 53
0
10
20
30
40
50
60
Diagram 4.Frekuensi Kata Kunci Kebutuhan Area Transisi Seperti Apa yang Seharusnya Ada di Area Pejalan Kaki
Diagram diatas menunjukkan beberapa kata kunci yang dapat diwakili oleh kalimat penjelasan, adapun kata kunci tersebut yaitu bangku, nyaman, peneduh, dan pohon. Masing-masing kata kunci tersebut dapat mewakili beberapa kalimat salah satunya yaitu bangku, bangku mewakili kalimat sebagai tempat istirahat dan pejalan kaki dapat duduk-duduk untuk mengurangi rasa lelah (lihat Tabel 1).
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015| A 015
Kebutuhan ‘Area Transisi’ Bagi Pejalan Kaki di Kawasan Pusat Kota Bandung Tabel 1.Representasi dari Kata Kunci Kebutuhan Area Transisi dengan Jumlah Terbanyak Kata Kunci
Kalimat yang diwakili
Bangku
- Bangku sebagai tempat beristirahat, orang dapat duduk-duduk untuk mengurangi rasa lelah - Bangku sebagai fasilitas fisik area transisi pada jalur pejalan kaki - Bangku dengan dilengkapi fasilitas pendukung di sekitarnya
Nyaman
- Nyaman dengan berada pada lokasi yang rindang - Nyaman dengan didukung oleh fasilitas-fasilitas - Nyaman dengan lokasi bebas dari asap kendaraan/rokok
Peneduh
- Peneduh berupa atap - Peneduh berupa kanopi - Peneduh berupa shading umbrella
Pohon
- Pohon sebagai vegetasi peneduh - Pohon dengan tajuk daun yang lebat
Selanjutnya, berdasarkan hasil identifikasi kata kunci yang dilakukan sebelumnya, maka berikutnya dilakukan pengkategorian kata kunci dengan tahapan axial coding(Creswell, 2007). Pengkategorian dilakukan dengan cara melakukan filterisasi pengelompokan kata kunci yang memiliki kedekatan makna atau sifat, kemudian diberikan penamaan kategori sesuai kata-kata kunci yang memiliki kedekatan makna tersebut.
sisi dalam kategori fasilitas fisik dimana dapat berupa bangku, halte, mini café, plaza mini, pondok kecil, taman, area bermain anak, dan selasar peneduh, lalu kemudian area ter-sebut harus bisa mengakomodir kebutuhan mendasar mereka terkait keamanan, kenyamanan, kebersihan, dan lain sebagainya, disamping itu, keberadaan area transisi pun tidak terlepas dari bagaimana kriteria perancangannya serta lokasinya yang mana ikut diperhatikan dari mulai desain visualnya, ke-beradaan vegetasi (pohon), peneduh,dan unsur air, (lihat tabel 2). Tabel 2. Kategori Kata Kunci Kebutuhan Area Transisi Kategori
Fasilitas Fisik
-
Katakunci Bangku (53) Halte (8) Mini Café (2) Plaza Mini (1) Pondok Kecil (1) Taman (4) Area Bermain Anak (1) Selasar Peneduh (1)
-
Pijat Refleksi (2) Sarana Air minum (8) Lighting (3) Tempat Sampah (3) Petunjuk Arah (1) Peta (1) Pedagang Minuman/Makanan (2)
-
Teduh (9) Sejuk (4) Luas (1) Tidak untuk Dipakai Nongkrong Lama (1)
Kebutuhan Mendasar
-
Nyaman (17) Aman (6) Bersih (9) Bebas Asap/Debu (4) Bebas PKL (2)
Berdasarkan hasil distribusi frekuensi, diketahui bahwa kategori kata kunci yang paling banyak muncul adalah terdapat dari kategori fasilitas fisik (71 responden), kebutuhan mendasar (38 responden), (lihat Diagram5 ).
Lokasi
-
Menjorok (1) Tidak Dekat Trotoar (1) Dekat Tempat Sampah (1) Tidak Terhalang Apapun Ada Barrier (1) Dekat dengan Pos Polisi(1)
Mengacu pada hasil analisis pada diagram 5, kebutuhan area transisi yang dipahami kemudian diminati oleh orang-orang adalah area tran-
Kriteria Perancangan Ruang
-
Pohon (11) Peneduh (13) Unsur Air (2) Desain Menarik (3)
Berdasarkan hasil analisis, ditemukan 6 kategori kata kunci yang selanjutnya masing-masing ketegori tersebut dapat mewakili kata-kata kuncinya. Adapun 6 kategori kata kunci tersebut adalah fasilitas fisik, fasilitas pendukung, karakter ruang, kebutuhan mendasar, lokasi, dan kriteria perancangan ruang.
A 016 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015
Fasilitas Pendukung
Karakter Ruang
Witanti N. Utami
yang menarik, lokasi, dan karakter ruang yang dibentuk, hal ini disebabkan oleh jarak yang begitu dekat sehingga kebutuhan-kebutuhan lain dirasa oleh pejalan kaki belum dibutuhkan.
29
Kriteria Perancangan… 6
Lokasi
38
Kebutuhan Mendasar 15
Karakter Ruang
20
Fasilitas Pendukung
71
Fasilitas Fisik
0
20
40
60
80
Diagram 5.Frekuensi Kategori Kata Kunci Kebutuhan Area Transisi
Tahap
selanjutnya
adalah tahapan analisis
selective coding(Creswell, 2007). Pada tahap ini dijelaskan bagaimana hubungan-hubungan antar kategori kata kunci yang telah dianalisis Dendrogram sebelumnya. Fasilitas Fisik 200 - 400 m Fasilitas Pendukung 100 - 200 m Karakter Ruang Kebutuhan Mendasar Kriteria Perancangan Ruang Lokasi > 400 m
Diagram 6.Dendrogram Hubungan Kategori dengan Variabel Jarak
Berdasarkan dendrogram di atas, jika dilihat korespondensinya maka variabel jarak pencapaian ke beberapa tempat tujuan di Kawasan Pusat Kota Bandung memiliki kedekatan antar masing-masing kategorinya, namun tidak semua variabel jarak memiliki kedekatan dengan semua kategori dilihat dari hirarkinya. Meskipun tidak semua kategori kata kunci memiliki hubungan yang dekat dengan masing-masing jarak, namun pada akhirnya tetap saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Pada jarak berjalan kaki 100 – 200 m, pejalan kaki lebih menginginkan dan mementingkan area transisi dengan keberadaan fasilitas pendukung dibandingkan dengan fasilitas fisik maupun karakter ruang, kebutuhan mendasar, lokasi, serta kriteria perancangan.
Adapun untuk jarak sedang (200–400 m), pejalan kaki memiliki kedekatan hubungan korespondensi dengan fasilitas fisik, artinya disini ditemukan bahwa pada jarak ini, berjalan kaki sudah mulai terasa lebih jauh dan berimplikasi terhadap tuntutan kebutuhan akan fasilitas fisik sebagai area transisi, baik berupa bangku, halte, mini café, plaza mini, taman, (lihat Tabel 2). Fasilitas fisik tersebut merupakan fasilitas utama dan permanen yang dapat menarik pejalan kaki untuk mampir dan beristirahat di tempat tersebut agar rasa lelah-nya berkurang. Kebutuhan-kebutuhan tersebut jika dianalisis lebih lanjut dengan kondisi perjalanan yang lebih jauh lagi yaitu jarak jauh (lebih dari 400 m), maka kebutuhan area transisi tidak hanya berkutat pada persoalan fasilitas fisik dan fasilitas pendukung tetapi lebih kepada requirement terhadap bagaimana karakter ruang yang dibentuk seperti halnya ruang yang dapat menciptakan suasana sejuk di kala cuaca sedang panas, ruang yang dapat menciptakan rasa kenyamanan, keamanan, kebersihan, serta sudah mulai ada tuntutan akan kriteria perancangan ruang seperti penciptaan ruang dengan unsur air, desain yang menarik serta visual lingkungan yang menarik sehingga diharapkan dengan lingkungan ruang yang tercipta seperti itu dapat mengurangi kelelahan dalam berjalan kaki dan menciptakan lingkungan yang menyenangkan para pejalan kaki. Pemahaman terhadap ruang sebagai area transisi bagi pejalan kaki dapat dilihat pada bubble diagram berikut ini.
Berjalan kaki dengan jarak dekat (100 – 200 m) membuat seseorang tidak merasa mementingkan berbagai macam kebutuhan tambahan dalam hal ini contohnya peneduh, kanopi,desain Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015| A 017
Kebutuhan ‘Area Transisi’ Bagi Pejalan Kaki di Kawasan Pusat Kota Bandung Petunjuk Arah Sarana Air Minum
Kriteria Perancangan Ruang
Pijat Refleksi Pedagang Minuman/Makana n
100 m
Tempat Sampah
Selasar Peneduh
Taman Plaza Mini
200 m
300 m
400 m
Halte
Fasilitas Pendukung Peta
Bangku
Mini Café
Lighting
> 400 m
Pondok Kecil
Area Bermain Anak
Fasilitas Fisik
Karakter Ruang Lokasi Kebutuhan Mendasar
Diagram 7Bubble Diagram Korespondensi Variabel Jarak Terhadap Variabel Kategori Kata Kunci
Kesimpulan Kebutuhan area transisi dari segi preferensi pejalan kaki merupakan area transisi berupafasilitas fisik yaitu bangku, halte, mini café, plaza mini, pondok kecil, taman, area bermain anak, dan selasar peneduh, namun area transisi tersebut tentunya harus disertai oleh fasilitas-fasilitas pendukung yang nantinya dapat diguna-kan oleh para pejalan kaki tersebut. Tuntutan kebutuhan-kebutuhan tersebut tentunya di-dasari dari jarak pergerakan terhadap tempat tujuan sehingga semakin jauh pergerakannya maka semakin besar tuntutan dalam penciptaan kebutuhan ruang. Menciptakan kebutuhan ruang tentunya yang perlu diperhatikan yaitu mengenai kriteria dan konsep ruang yang harus dapat diciptakan untuk pejalan kaki dalam beristirahat pada area transisi, dapat berupa lokasinya, karakter ruang, desainnya, ataupun ada unsur-unsur lain yang dapat ditambahkan seperti unsur air, peneduh, vegetasi, dan lain sebagainya sehing-ga pada akhirnya kebutuhan mendasar bagi pejalan kaki terkait kenyamanan, kea-manan, kebersihan, dan bebas dari gangguan-gangguan (PKL dan asap kendaraan, asap rokok) dapat terpenuhi Penelitian terkait area transisi ini dilakukan hanya terbatas pada responden yang menggunakan internet dengan jumlah responden 68 orang sehingga hasil yang dikaji bersifat terbatas, dengan demikian sebagai pengembangan ilmu lebih lanjut, penelitian ini dapat diperdalam kembali sehingga nantinya dapat A 018 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015
berkontribusi pada pengetahuan kebutuhan ruang bagi pejalan kaki.
mengenai
Daftar Pustaka Creswell, J. W. (2007). Qualitative Inquiry & Research Design:Choosing Among Five Approaches. Thousand Oaks, California: Sage Publications, Inc. Irawati, I., & Utami, W. N. (2013). Bandung City Centre Compactness Evaluation. The 12th International Congress of Asian Planning School Association. Bandung: Itenas Library. Lin, N. (1976). Foundation of Social Research. Albany, New York: Deparment of Sociology. Surprenant, S. (2006). Mixed-Use Urban Suistanable
Development Through Public-Private Partnerships.
Boston: Land Development East. Untermann, R. K. (1984). Accomodating The
Pedestrian:Adapting Towns and Neighborhoods for Walking and Bcycling. Michigan: Van Nostrand Reinhold.