Panduan Dasar Memahami dan Memantau Penerapan Prinsip dan Kriteria RSPO
”Mendukung Upaya Advokasi Hak Petani, Buruh, Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal Terkena Dampak Industri Sawit di Indonesia”
dipersiapkan oleh Sawit Watch Departemen Mitigasi Resiko Sosial dan Lingkungan didukung oleh Programme Scaling Up Sustainable Palm Oil (SUSPO) Oxfam dan Sawit Watch Sawit Watch 2011
i. Pengantar Roundtable on Sustainable Palm Oil (Mejabundar tentang Minyak Sawit Berkelanjutan) atau RSPO telah menjadi rujukan standar terbaik untuk produksi minyak sawit berkelanjutan dunia. RSPO mendorong keterbukaan, patuh hukum, kelayakan ekonomi, kaidah layak pengelolaan kebun dan pabrik, tanggung jawab lingkungan dan keragaman hayati, tanggung jawab sosial dan masyarakat, tanpa deforestasi dan perbaikan tiada henti. Keberadaan RSPO semestinya mendorong keadilan untuk perlindungan dan pemenuhan hak petani, buruh dan masyarakat adat yang terkena dampak industri sawit anggota RSPO. Panduan sederhana ini mencoba menjabarkan secara singkat mengenai RSPO dan Struktur Organisasi, Sekretariat & Staff, Keanggotaan, Majelis Umum Anggota, Pendanaan, dan Pembubaran. Membahas secara singkat tujuan dan pembentukan beberapa kelompok kerja utama RSPO, diantaranya (1) Kelompok Kerja Kriteria; 2) Kelompok Kerja Sertifikasi; 3) Kelompok Kerja Petani Kecil; 4) Kelompok Kerja Gas Rumah Kaca; 5) Kelompok Kerja Prosedur Penanaman Baru; dan 6) Kelompok Kerja ad hoc Masalah HCV di Indonesia. Panduan sederhana ini coba memaparkan secara singkat mengenai sumbersumber acuan dan rujukan aturan standar RSPO khususnya 1) Resolusi; 2) Kode etik; 3) Prinsip dan kriteria; dan 4) Sistem sertifikasi. Mekanisme akuntabilitas atas keberatan proses dan pelaksanaan standard dan aturan RSPO khususnya 1) Mekanisme keberatan sertifikasi; 2) Proses keluhan/Prosedur keberatan; dan 3) Fasilitas penanganan sengketa. Bagian terakhir menyajikan panduan pemantauan adaptasi terhadap dokumen penafsiran nasional terhadap prinsip dan kriteria RSPO. Disediakan panduan tabel pengamatan pelaksanaan terhadap kriteria dan indikator. Panduan ini disertai tiga lampiran (1) definisi atau pengertian yang dipakai dalam dokumen utama prinsip dan kriteria RSPO Oktober 2007; (2) rujukan hukum dan peraturan nasional dalam penerapan prinsip dan kriteria RSPO; dan (3) Referensi mengenai beberapa standar utama internasional, sebagai rujukan tambahan kriteria sosial. Panduan ini merupakan salah satu dari beberapa panduan yang diterbitkan. Semoga panduan sederhana ini bermanfaat bagi para pegiat dan pendukung gerakan, petani sawit, buruh kebun, masyarakat adat dan masyarakat lokal yang terkena dampak industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Hormat kami Norman Jiwan Departemen Mitigasi Resiko Sosial dan Lingkungan Perkumpulan Sawit Watch
1
ii. Daftar Isi i. Pengantar …... 1 ii. Daftar isi …... 2 iii. Daftar singkatan …... 3
1. STATUTA RSPO …............................. 4 Struktur Organisasi; Sekretariat & Staff; Keanggotaan; Majelis Umum Anggota; Pendanaan; dan Pembubaran 2. KELOMPOK KERJA RSPO …............................ 7 1) Kelompok Kerja Kriteria; 2) Kelompok Kerja Sertifikasi; 3) Kelompok Kerja Petani Kecil; 4) Kelompok Kerja Gas Rumah Kaca; 5) Kelompok Kerja Prosedur Penanaman Baru; 6) Kelompok Kerja ad hoc Masalah HCV di Indonesia 3. SUMBER ATURAN DAN STANDAR RSPO ….................. 10 1) Resolusi; 2) Kode etik; 3) Prinsip dan kriteria; 4) Sistem sertifikasi 4. MEKANISME AKUNTABILITAS RSPO …................. 17 1) Mekanisme keberatan sertifikasi; 2) Proses keluhan/Prosedur keberatan; 3) Fasilitas penanganan sengketa 5. PENJABARAN PENERAPAN PRINSIP & KRITERIA RSPO ............. 20 Lampiran …............................. 57 1. Definisi 2. Pedoman mengenai beberapa standar utama internasional, sebagai rujukan tambahan kriteria sosial 3. Daftar Peraturan & Perundangundangan Terkait Penerapan RSPO
2
iii. Daftar Singkatan AMDAL ANDAL ASEAN
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Analisa Dampak Lingkungan Association of South East Asian Nations
CIRAD
Centre de coopération internationale en recherche agronomique pour le développement Control Union Certifications Criteria Working Group Environmental Impact Assessment Environmental Monitoring System Forest Peoples Programme Good Agricultural Practices Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Greenhouse Gas Working Group Grievance Procedure/Process High Conservation Value Hak Guna Usaha Hongkong and Shanghai Banking Corporation International Finance Corporation International Labour Organisation Indonesia Palm Oil Commission Joint Consultative Committee Lembaga Swadaya Masyarakat Malaysian Palm Oil Association Non Government Organisation Nilai Konservasi Tinggi Oil Extraction Rate Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Pengendalian Hama Terpadu Palm Kernel Oil Pabrik Kelapa Sawit Palm Oil Mill Effluent Roundtable on Sustainable Palm Oil Social Accountability Social and Environmental Impact Assessment Social Impact Assessment Tandan Buah Segar Task Force on Smallholders Upaya Pengelolaan Lingkungan Upaya Pemantauan Lingkungan World Health Organisation World Wildlife Fund Zoology Society of London
CUC CWG EIA EMS FPP GAP GAPKI GHG WG GP HCV HGU HSBC IFC ILO IPOC JCC LSM MPOA NGO NKT OER P3K PHT PKO PKS POME RSPO SA SEIA SIA TBS TFS UKL UPL WHO WWF ZSL
3
1. STATUTA RSPO Pasal 1 tentang nama RSPO terdaftar dibawah pasal 60 Swiss Civil Code; Pasal 2 tujuan RSPO adalah promosi pertumbuhan dan penggunaan minyak sawit berkelanjutan melalui kerjasama dan kerjasama parapihak Pasal 3 kedudukan di Canton of Zurich, Switzerland Pasal 4 kualitas keanggotaan Pasal 5 persyaratan masuk anggota RSPO Pasal 6 anggota Pasal 7 pemberhentian anggota Pasal 8 Keuangan, Tanggung Jawab Pasal 9 Dewan Eksekutif Pasal 10 Pertemuan Dewan Eksekutif Pasal 11 Musyawarah Umum Anggota Pasal 12 Musyawarah Umum Anggota Luar Biasa Pasal 13 Staf Pasal 14 Pembubaran
Kualitas Anggota Anggota RSPO harus terdiri dari anggota biasa yang melakukan aktifitas mereka dalam dan sekitar rantai pasok minyak sawit dan telah membayar tanggung jawab keuangan iuran keanggotaan. Diharapkan aktif dalam RSPO dan mendorong tujuan dan prinsip RSPO. Pihakpihak yang tertarik yang aktif dalam ranah RSPO dapat diterima sebagai anggota afiliasi. Badan hukum harus diwakili oleh satu atau lebih orang yang mereka pilih. Dibuktikan dengan pernyataan tertulis.
Anggota RSPO (September 2011) Kategori keanggotaan Jumlah Perusahaan perkebunan 89 Penjual dan pengolah minyak sawit 193 Perusahaan barangbarang konsumen 161 Pengecer/retailers 31 Bank dan investor 10 LSM konservasi/lingkungan 15 LSM pembangunan/sosial 10 Total (September 2011) 509 Sumber: http://www.rspo.org/page/502?q=memberstat Pasal 7 Pemberhentian Anggota RSPO 4
Pengunduran melalui surat disampaikan kepada Sekretaris Jendral RSPO dengan pemberitahuan 6 bulan sebelumnya. Pembubaran badan hukum organisasi anggota atau meninggalnya anggota individu. Pemberhentian oleh Dewan Pengurus (Executive Board RSPO) karena gagal membayar iuran anggota atau pelanggaran serius, setelah disampaikan surat oleh EB RSPO untuk menyampaikan penjelasan. Anggota EB yang masih dalam pertimbangan pemberhentian tidak boleh ikut memilih. Gagal membayar iuran anggota 3 bulan setelah tagihan disampaikan. Pasal 8: Keuangan, Tanggung Jawab Keuangan RSPO termasuk bersumber dari Iuaran anggota, donasi atau warisan yang mungkin diberikan kepada RSPO dan sumber keuangan lainnya yang syah secara hukum, dan Harta kekayaan RSPO dapat digunakan untuk membayar hutang yang diperjanjikan atas nama RSPO dan tidak satupun anggota, termasuk anggota Dewan Pengurus (EB RSPO) bertanggung jawab atas setiap hutang. Pasal 9: Dewan Pengurus RSPO dikelola oleh Dewan Pengurus (Executive Board) yang terdiri dari 16 anggota yang dipilih oleh Majelis Umum anggota untuk periode 2 tahun. Anggota Dewan Pengurus dapat dipilih kembali dengan alokasi anggota pengurus: Perusahaan produsen: 4 (Malaysia, Indonesia, petani dan wakil negara lain); Pengolah minyak sawit: 2; Perusahaan pengolah barang konsumen: 2; Pengecer minyak sawit: 2; Bank dan investor: 2; LSM lingkungan: 2; dan LSM sosial: 2. Dewan pengurus memilih diantara mereka seorang presiden dan beberapa wakil serta bendahara. Penujukan, pemberhentian dan penggantian anggota Dewan Pengurus harus tercatat dalam risalah musyawarah umum anggota. Pasal 10: Rapat Dewan Pengurus Rapat dewan pengurus dilaksanakan sedikitnya 6 bulan sekali yang sebelumnya disampaikan surat pemberitahuan pertemuan oleh presiden dewan pengurus. Atau atas permintaan 1/3 anggota dewan pengurus untuk mengadakan pertemuan dewan pengurus. Keputusan diambil melalui konsensus kecuali ditetapkan sebaliknya dalam statuta. Dewan pengurus dapat mengambil keputusan diluar rapat fisik, melalui mekanisme konsultasi dengan anggota dewan pengurus. Pasal 11: Musyawarah Umum Anggota Musyawarah umum anggota dihadiri oleh seluruh anggota RSPO dan dilaksanakan setiap tahun. Anggota harus diberitahukan 21 hari atau tidak boleh lebih dari 60 hari sebelum musyawarah umum dilaksanakan. Rapat majelis anggota dipimpin oleh presiden RSPO. Presiden menyampaikan laporan tahunan dan laporan keuangan 5
RSPO. Bendahara melaporkan pengelolaan keuangan dan menyampaikan pengeluaran tahun sebelumnya serta anggaran tahun pembukuan tahun depan untuk pengesahan oleh rapat majelis anggota. Majelis anggota menetapkan iuran tahunan yang dbayar anggota. Iuran anggota adalah EURO 2000 per tahun. Setelah agenda selesai dilanjutkan pemilihan dewan pengurus. Setiap anggota biasa memiliki 1 hak suara. Anggota afiliasi boleh hadir dan berpartisipasi tapi tidak memiliki hak suara. Pembubaran dapat dilakukan apabila didukung oleh suara mayoritas anggota yang hadir. Pasal 12: Musyawarah Umum Anggota Luar Biasa Jika diperlukan atau atas permintaan 1/5 anggota biasa yang terdaftar, presiden harus menyelenggarakan musyawarah umum anggota seperti pasal 11. Satu anggota biasa memiliki satu hak suara. Pembubaran dapat dilakukan apabila didukung oleh suara mayoritas anggota yang hadir. Pasal 13: Staf RSPO RSPO diurus seharihari oleh staf, yang dipekerjakan oleh RSPO atau dibawah kontrak RSPO. Staf menangani kegiatan usaha seharihari dan melaksanakan aktifitas yang dijabarkan dalam pasal 2 statuta. Dewan pengurus menunjuk dan menetapkan syarat pekerjaan Sekretaris Jendral dan staf. Sekretaris Jendral bertanggung jawab menjalankan pengelolaan operasional RSPO antar tenggang waktu rapat dewan pengurus sesuai dengan kebijakan umum yang ditetapkan oleh dewan pengurus. Pasal 14: Pembubaran Jika terjadi pembubaran diumumkan oleh 2/3 (dua per tiga) anggota biasa yang hadir dalam musyawarah umum atau musyawarah umum anggota luar biasa. Satu atau lebih utusan anggota yang ditunjuk oleh musyawarah majelis anggota atau musyawarah majelis anggota luar biasa menetapkan pembagian, jika ada, harta RSPO sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh majelis anggota.
6
2. KELOMPOK KERJA RSPO 1. Kelompok Kerja Kriteria (Criteria Working Group) RSPO Criteria Working Group dibentuk tahun 2005. Komposisi Pokja: 10 produsen minyak sawit, 5 dari supply chain (rantai pasok), 5 LSM Lingkungan, dan 5 LSM sosial. Tugas CWG adalah Menyelesaikan prinsip dan kriteria; Memberikan pedoman bagaimana kriteria akan dipenuhi; Mengembangkan pedoman bagaimana penafsiran nasional (national interpretation) mengenai bagaimana prinsip dan kriteria sebaiknya dilakukan; Mengembangkan rekomendasi secara utuh tentang bagaimana penggunaan prinsip dan kriteria sebaiknya ditangani, termasuk usulan mekanisme untuk review berkala dan tertentu terhadap prinsip dan kriteria. CWG berhasil merumuskan 8 prinsip, 39 kriteria dan lebih dari 120 indikator produksi minyak sawit berkelanjutan. Prinsip dan Kriteria RSPO ditinjauulang setiap 5 tahun. Tahun 2012 akan diadakan pembahasan terhadap prinsip dan kriteria RSPO. Tahun 2012 merupakan tahun peninjauan kembali terhadap prinsip dan kriteria RSPO setelah 5 tahun penerapannya.
2. Kelompok Kerja Verifikasi/Sertifikasi RSPO Verification Working Group atau RSPO Certification Working Group (CWG/VWG) dibentuk tahun 2006. Agar tercapai tujuan untuk pembuktian atau verifikasi kepatuhan penerapan dan pelaksanaan prinsip dan kriteria RSPO oleh pabrik dan sumber pamasok buah ke pabrik. Tetapi tidak boleh ada klaim publik terkait kepatuhan terhadap prinsip dan kriteria RSPO dapat dibuat tanpa sertifikasi pihak ketiga dan pengesahan oleh RSPO. Sertifikasi pihak ketiga diperlukan untuk evaluasi kepatuhan dengan prinsip dan kriteria RSPO dan dalam audit rantai pasok (supply chain) untuk memeriksa bukti kepatuhan dengan persyaratan keterlacakan minyak sawit berkelanjutan. CWG/VWG dibentuk untuk menyiapkan rekomendasi mengenai pengaturan sertifikasi untuk pertimbangan Dewan Pengurus RSPO. Tujuannya adalah untuk memastikan penilaian RSPO dilaksanakan dengan objektif dan konsisten dengan tingkat cara yang ketat dan kepercayaan pemangku kepentingan. Anggota Pokja terdiri dari asosiasi perusahaan (MPOA, GAPKI), lembaga sertifikasi (CUC, SIRIM), lembaga penelitian, processor, perusahaan konsultan, NGO lingkungan dan sosial, dll.
3. Kelompok Kerja Petani Kecil Task Force on Smallholders atau Gugus Tugas Petani Kecil atau Kelompok Kerja dibentuk tahun 2006. Dipimpin bersama oleh Forest Peoples Programme dan Sawit Watch. Mandat TFS adalah: (1) untuk memastikan kesesuaian Prinsip dan Kriteria 7
RSPO bagi petani kecil dan membuat usulanusulan tentang bagaimana cara terbaik menyelaraskan usulanusulan tersebut, secara nasional dan/atau secara umum untuk memastikan keterlibatan yang menguntungkan petani dalam produksi minyak sawit berkelanjutan. Hasilhasil kerja TFS adalah hingga 2010 (1) Panduan Prinsip dan Kriteria RSPO untuk petani kemitraan; Panduan Prinsip dan Kriteria RSPO untuk petani swadaya; (2) Sistem sertifikasi kelompok untuk petani swadaya; dan (3) Panduan bagi manejer kelompok petani untuk sertifikasi kelompok. TFS2 dibentuk untuk bergerak dari sistem kerja menuju kemampuan teknis turut serta, melaksanakan dan mendapatkan manfaat RSPO. Anggota TFS adalah utusan Pokja Nasional dari Malaysia, Indonesia, PNG dan Thailand, Asian Agri, Musim Mas, NASH, FELDA, MPOA, IFC, HSBC, Solidaridad, GTZ. TFS2 dipimpin bersama oleh Oxfam dan Sawit Watch.
4. Kelompok Kerja Gas Rumah Kaca RSPO Greenhouse Gas Working Group (RSPO GHG WG). Tujuan mengidentifikasi sumbersumber emisi dari rantai pasok produksi minyak sawit, perubahan cadangan karbon dan upaya mitigasi dan pengurangan emisi gas rumah kaca. Anggota Pokja: Wilmar, Musim Mas, Sime Darby, Sinar Mas, KLK, Asian Agri, GAPKI, MPOA, IPOC, CIRAD, Unilever, Wetlands, Conservancy International, WWF International, Oxfam, Sawit Watch. Aktifitas Pokja: (1) menyusun panduan dan prosedur yang dapat digunakan oleh produsen dan pengolah untuk memantau dan mengurangi gas rumah kaca dari kegiatan perkebunan kelapa sawit dan fasilitas pengolahan; (2) menyusun 'business models' untuk pilihan berkelanjutan untuk perkebunan kelapa sawit dalam kawasan gambut termasuk air, pengelolaan, mekanisme pemulihan, dan rekomendasi kawasan setelah pemakaian gambut oleh kebun; dan (3) Mengidentifikasi berbagai peluang menghindari, mengurangi atau mempengaruhi pengurangan emisi gas rumah kaca dari penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan
5. Kelompok Kerja Prosedur Penanaman Baru RSPO New Planting Procedure (Pokja) ini dipimpin oleh WWF International. Anggota MPOA, GAPKI, Musim Mas, Sinar Mas, Wilmar, Socfindo, IFC, IPOC, ZSL, Oxfam, FPP, dan Sawit Watch Efektif berlaku 1 Januari 2010 dan evaluasi 2011. Prosedur penanaman baru (1) penilaian dampak sosial dan lingkungan yang komprehensif dan partisipatif secara independen berdasarkan kriteria 5.1, 6.1, 7.1 dan 7.4; (2) implementasi rencana atas hasilhasil kajian dampak sosial dan lingkungan berdasarkan kriteria 2.2, 2.3, 6.4, 7.5, 7.6 dampak dan penanganannya; 5.2 dan, 7.3 8
nilai konservasi tinggi dan hutan primer; 4.3 dan 7.4 pengelolaan gambut. (3) Verifikasi konfirmasi dari lembaga sertifikasi diakui RSPO bahwa kajian dampak dilakukan secara mendalam, kualitas profesional dan sesuai dengan prinsip, kriteria dan indikator RSPO. (4) pengumuman publik 30 hari sebelum pembukaan lahan disampaikan dalam website RSPO. (5) resolusi keluhan dan sengketa apabila dalam masa 30 hari ada pihak yang merasa keberatan atau hak mereka diabaikan melalui Prosedur Keluhan RSPO.
6. Kelompok Kerja ad hoc RSPO Masalah HCV di Indonesia Pembentukan RSPO ad hoc Working Group on High Conservation Values Problems in Indonesia merupakan Keputusan Dewan Pengurus RSPO bulan Februari 2010 menyikapi temuan penelitian untuk RSPO oleh Forest Peoples Programme, HuMA, WildAsia dan Sawit Watch. Temuan penelitian tersebut diantaranya adalah kawasan yang teridentifikasi mengandung Nilai Konservasi Tinggi/NKT (HCV) tidak dilindungi. Areal izin lokasi dianggap terlantar dicabut dan diberikan kepada perusahaan lain yang mau membuka. Tujuan pembentukan kelompok kerja ini adalah eksplorasi pilihan dan solusi atas masalahkendala pelaksanaan kriteria RSPO untuk identifikasi dan perlindungan nilai konservasi tinggi dalam dan sekitar kebun sawit anggota RSPO. Target dialog pilihan solusi masalah HCV/NKT adalah pemda, kementerian pertanian, pertanahan, penataan ruang nasional dan lingkungan hidup. Anggota Pokja adalah PPKS Medan, Wilmar International, Lonsum, Sinar Mas, GAPKI, Oxfam, HSBC, FPP, HuMA, dan Sawit Watch.
9
3. SUMBER ATURAN DAN STANDAR RSPO 1. Beberapa Resolusi Penting RSPO
1) Resolusi pembentukan Task Force on Smallholders (2006) 2) Resolusi tentang kewajiban menyatakan komitmen mendukung (membeli CSPO dalam rencana terikat waktu) melalui komunikasi tahunan atas perkembangan dimasukan dalam Kode Etik RSPO (2008) 3) Resolusi pembentukan kelompok kerja untuk menyediakan rekomendasi tentang bagaimana mengurus perkebunan yang telah ada di gambut (2009) 4) RSPO memberlakukan moratorium pembukaan lahan didalam ekosistem Taman Nasional Bukit Tigapuluh oleh anggota RSPO (2009) 5) RSPO membentuk kelompok kerja untuk membangun sistem untuk membantu biaya sertifikasi untuk petani kecil (Resolusi 2009) 6) RSPO menetapkan 28 hari pemberitahuan untuk menyampaikan resolusi anggota (2010) 7) Pernyataan posisi RSPO: hutan non primer (hutan sekunder, kritis dan vegetasi bukan hutan) dapat mencakup Nilai Konservasi Tinggi (2010)
2. Tata Tertib/Kode Etik Anggota RSPO Kode Etik ini mengandung unsur (1) peningkatan peran dan komitmen; (2) transparansi, pelaporan dan klaim; (3) pelaksanaan; (4) penetapan harga dan insentif; and (5) pelanggaran atas tata tertib. Merupakan dasar untuk suatu integritas, kredibilitas dan kemajuan dari RSPO, setiap anggota memberikan dukungan, meningkatkan peran dan mengusahakan produksi, pemanfaatan dan penggunaan Minyak Sawit Berkelanjutan (Sustainable Palm Oil). Seluruh Anggota Biasa dan Anggota Afiliasi harus bertindak dengan niat yang baik menuju tujuan dan berkomitmen untuk mematuhi prinsipprinsip yang diatur dalam Tata Tertib ini. Tata Tertib ini berlaku untuk seluruh Anggota Biasa dan Anggota Afiliasi RSPO terkait dengan kegiatan mereka di sektor minyak kelapa sawit dan produk turunannya.
Naskah Kode Etik 1. Peningkatan Peran dan Komitmen 1.1 Keanggotaan organisasi akan mengakui keanggotaan mereka di RSPO, termasuk tujuan, ketentuan dan peraturan RSPO, Prinsip dan Kriteria (P&C) dan masingmasing national interpretasi dan proses penerapannya, melalui persetujuan tertulis dan eksplisit. 1.2 Para anggota akan meningkatkan peran dan mengkomunikasikan komitmen ini dalam organisasinya sendiri dan kepada konsumennya, pemasok, subkontraktor dan di sepanjang rantai pasok yang lebih luas, bila diperlukan. 1.3 Keanggotaan RSPO harus disetujui oleh perwakilan senior dari organisasi anggota. 2. Transparansi, pelaporan dan klaim
10
2.1 Para anggota tidak akan membuat klaim yang menyesatkan atau tanpa dasar mengenai produksi, pemanfaatan atau penggunaan minyak sawit berkelanjutan. 2.2 Para anggota diminta untuk memberikan laporan tahunan mengenai perkembangan pelaksanaan Tata Tertib ini. 2.3 Para anggota akan berkomitmen untuk membina hubungan yang terbuka dan transparan dengan pihakpihak yang berkepentingan, dan secara aktif mencari penyelesaian atas konflik. 3. Pelaksanaan 3.1 Para anggota yang kepadanya P&C diberlakukan akan berusaha menuju penerapan dan sertifikasi P&C. 3.2 Para anggota yang kepadanya P&C tidak diberlakukan secara langsung akan menerapkan standar paralel yang berhubungan dengan organisasi mereka sendiri, yang mana standard tersebut tidak dapat lebih rendah dari yang telah ditetapkan dalam P&C. 3.3 Para anggota bertanggung jawab untuk memastikan bahwa komitmen mereka kepada tujuan RSPO didukung dengan sumberdaya yang cukup dalam organisasinya. 3.4 Personel terkait dalam organisasi anggota akan diberikan informasi yang sesuai agar memungkinkan mereka bekerja menuju tujuan RSPO dalam pekerjaannya. 3.5 Para anggota akan berbagi dengan anggota yang lain mengenai pengalaman dalam merancang dan melaksanakan kegiatankegiatan yang mendukung terwujudnya minyak sawit berkelanjutan. 3.6 Para anggota yang kepadanya P&C tidak diberlakukan secara langsung akan secara aktif berusaha mempromosikan minyak sawit berkelanjutan dan akan memberikan dukungan kepada anggota yang terikat untuk melaksanakan P&C RSPO. 4. Penetapan harga dan insentif 4.1 Para anggota yang memanfaatkan minyak sawit akan mengintegrasikan penerapan dan verifikasi independent dari P&C sebagai panduan penilaian kinerja yang positif pada saat menilai kinerja pemasok. 4.2 Para anggota akan mematuhi sepenuhnya pedoman antitrust RSPO, dan menghindari setiap tindakan yang akan dianggap sebagai praktek antikompetisi. 5. Pelanggaran atas Tata Tertib 5.1 Para anggota akan berusaha untuk menyelesaikan perselisihan secara langsung dengan organisasi anggota yang lain pada waktu dan cara yang tepat, dan tidak akan membuat tuduhan yang tidak berdasar atas pelanggaran terhadap anggota yang lain. 5.2 Pelanggaran atas Tata Tertib ini, atau atas peraturan dan ketentuan RSPO akan mengarah pada pemberhentian dari keanggotaan organisasi (RSPO). 5.3 Sebelum mencari penyelesaian kepada pihak luar atas kasus tuduhan pelanggaran Tata Tertib yang belum terselesaikan, anggota akan melaporkan pelanggaran kepada Executive Board, yang mana kemudian Executive Board akan menindaklanjuti tuduhan pelanggaran tersebut sesuai dengan prosedur penanganan perselisihan RSPO. 5.4 Anggota Executive Board yang ditemukan, setelah melalui pemeriksaan, telah melanggar Tata Tertib ini, akan diganti.
3. Prinsip dan Kriteria RSPO 1) Komitmen terhadap transparansi 2) Memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku; 11
3) Pengelolaan perencanaan yang bertujuan untuk mencapai kelayakan finansial dan ekonomis jangka panjang; 4) Penggunaan tata kelola terbaik oleh perusahaan dan pabrik; 5) Tanggung jawab lingkungan dan konservasi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati; 6) Pertimbangan tanggung jawab terhadap pekerja dan perorangan serta masyarakat terkena dampak oleh perusahaan dan pabrik; 7) Tanggung jawab pembangunan penaman baru; 8) Komitmen terhadap perbaikan terusmenerus dalam semua bidang aktifitas.
Perbandingan Prinsip RSPO dan Syarat Minimal Sawit Watch Prinsip RSPO Bottomline Sawit Watch 1) Komitmen terhadap transparansi 1) Tidak ada konversi hutan primer dan 2) Memenuhi hukum dan peraturan yang ekosistem Nilai Konservasi Tinggi/HCV berlaku; 2) Mematuhi prinsip keputusan bebas, 3) Pengelolaan perencanaan yang bertujuan didahulukan dan diinformasikan sebagai untuk mencapai kelayakan finansial dan hak masyarakat ekonomis jangka panjang; 3) Menghargai hak adat/ulayat 4) Penggunaan tata kelola terbaik oleh 4) Tidak ada pemberian izin (HGU) pada perusahaan dan pabrik; lahan yang secara syah dalam sengketa 5) Tanggung jawab lingkungan dan 5) Perusahaan harus menghargai hukum konservasi sumber daya alam dan internasional yang diratifikasi keanekaragaman hayati; 6) Tidak ada pembakaran untuk 6) Pertimbangan tanggung jawab terhadap penanaman dan peremajaan kelapa sawit pekerja dan perorangan serta masyarakat 7) Tidak ada kekerasan dalam terkena dampak oleh perusahaan dan pembangunan yang berkaitan perkebunan pabrik; kelapa sawit 7) Tanggung jawab pembangunan penaman 8) Penghargaan terhadap HakHak Buruh baru; 9) Menghargai hak perempuan (keadilan 8) Komitmen terhadap perbaikan terus gender) menerus dalam semua bidang aktifitas.
12
Membaca Prinsip dan Kriteria RSPO
`
Contoh Prinsip 2 Kepatuhan hukum dan peraturan Kriteria 2.3 (ketentuan) Penggunaan tanah untuk kelapa sawit tidak mengurangi hak berdasarkan hukum, atau hak ulayat, atas pengguna lain, tanpa keputusan bebas, didahulukan dan diinformasikan dari mereka. Indikator (alat bukti): Peta hak ulayat/adat dalam skala yang tepat (kriteria 2.3, 7.5 dan 7.6) Salinan kesepakatan perundingan persetujuan masyarakat (kriteria 2.3, 7.5 dan 7.6) Norma/nilai dalam masyarakat (dinamika): Peta modern? Bahasa apa? Sudah benar secara adat? Apakah perempuan dilibatkan?
13
Contoh: Memetakan praktek dan kepatuhan FPIC
4. Sistem Sertifikasi RSPO Menjadi pedoman untuk melakukan penilaian pelaksanaan dan kepatuhan terhadap prinsip dan kriteria RSPO oleh pihak ketiga independen. Untuk memastikan tidak boleh ada klaim publik terkait kepatuhan terhadap prinsip dan kriteria RSPO dapat dibuat tanpa sertifikasi pihak ketiga dan pengesahan oleh RSPO. Isi dokumen sistem sertifikasi terdiri dari (1) pendahuluan; (2) standar sertifikasi; (3) persyaratan akreditasi: mekanisme pengesahan dan pemantauan lembaga sertifikasi pihak ketiga; (4) persyaratan proses sertifikasi; (5) pendanaan sertifikasi RSPO; dan (6) definisi. Termasuk lampiran (1) pengesahan penafsiran nasional; (2) prosedur akreditasi lembaga sertifikasi; (3) indikator wajib (indiktor mayor dan minor); (4) format laporan publik sertifikasi; dan (5) prosedur keluhan dan keberatan. Sertifikasi pihak ketiga diperlukan untuk evaluasi kepatuhan dengan prinsip dan kriteria RSPO dan dalam audit rantai pasok (supply chain) untuk memeriksa bukti kepatuhan dengan persyaratan keterlacakan minyak sawit berkelanjutan. 14
Kompetensi Lembaga Sertifikasi # Sebagai persyaratan minimum, harus sesuai dengan ketentuanketentuan yang ditetapkan dalam ISO 19011: 2002 Panduan untuk sistem audit kualitas dan/atau pengelolaan lingkungan, dengan beberapa modifikasi untuk memperhitungkan persyaratanpersyaratan khusus minyak sawit dan evaluasi rantai penyimpanan (chain of custody).
15
# Tatacara penilaian untuk penilaian sertifikasi terhadap Kriteria RSPO harus mewajibkan tim menunjukan keahlian sektor sawit yang memadai untuk menangani seluruh persyaratan Kriteria RSPO terkait penilaian khusus persoalan hukum, teknis, lingkungan dan sosial, dan harus memasukan anggota tim yang fasih bahasa utama sesaui dengan lokasi dimana penilaian tertentu sedang berlangsung, termasuk bahasa pihakpihak terkena dampak seperti masyarakat setempat.
Kompetensi Lead Auditor Pemimpin penilai (lead auditor) harus memiliki, sebagai syarat minimum: pendidikan minimum lulusan sekolah tinggi (lulusan sekolah menengah) di bidang pertanian, ilmu lingkungan atau ilmu sosial; paling sedikit lima tahun pengalaman profesional dalam ranah kerja berkaitan dengan audit (misalnya, manajemen minyak sawit; pertanian, ekologi; ilmu sosial); pelatihan dalam penerapan praktis Kriteria RSPO, dan Sistem Seritifikasi RSPO; berhasil menyelesaikan ISO 9000/19011 kursus pemimpin auditor; masa bimbingan pelatihan dalam audit praktis terhadap Kriteria RSPO atau standar berkelanjutan serupa, dengan pengalaman minimum 15 hari pengalaman audit dalam tiga audit terakhir pada tiga organisasi berbeda
Kompetensi Team Audit 4.1.3 Tatacara penilaian untuk verifikasi penilaian terhadap Kriteria RSPO harus mewajibkan agar tim memasukan pengetahuan dan pengalaman yang memadai untuk menangani seluruh persyaratan Kriteria RSPO, yang mencakup masalah masalah hukum, teknis, lingkungan dan sosial terkait penilaian khusus: Pengalaman kerja lapangan dalam sektor minyak sawit, atau kemampuan yang setara. Praktek Pertanian Baik (Good Agricultural Practices/GAP), dan Pengelolaan Hama Terpadu (IPM), penggunaan pestisida dan pupuk. Audit kesehatan dan keselamatan dalam kebun dan fasilitas pabrik pengolahan, misalnya OHSAS 18001 atau Sistem Jaminan Keselamatan, Kesehatan dan Kecelakaan Kerja. Pengalaman audit masalahmasalah kesejahteraan pekerja dan pengalaman audit sosial, misalnya audit SA8000 atau aturan akuntabilitas etis. Audit lingkungan dan ekologi, misalnya pengalaman dengan pertanian organik, ISO 14001 atau Sistem Pengelolaan Lingkungan (EMS). Fasih dalam bahasa utama di lokasi penilaian khusus sedang berlangsung, termasuk bahasabahasa pihakpihak potensi terkena dampak misalnya masyarakat setempat.
Persyaratanpersyaratan sertifikasi bagian (Partial Certification Requirements) 16
(e) Tidak ada penggantian hutan primer atau setiap kawasan yang ditemukan mengandung satu atau lebih Nilai Konservasi Tinggi (NKT/HCV) atau diperlukan untuk mempertahankan atau meningkatkan NKT sesuai dengan Kriteria 7.3 RSPO. Setiap penanaman baru sejak 2010 harus mematuhi Prosedur Penanaman Baru RSPO (f) Konflikkonflik lahan, jika ada, diselesaikan melalui sebuah proses yang disepakati bersama, misalah Prosedur Keluhan RSPO atau Fasilitas Penanganan Sengketa, sesuai dengan Kriteria RSPO 6.4, 7.5 dan 7.6. (g) Sengketasengketa buruh, jika ada, diselesaikan melalui sebuah proses yang disepakati bersama, sesuai dengan kriteria RSPO 6.3. (h) Ketidakpatuhan hukum, jika ada diselesaikan sesuai dengan persyaratan ketentuan hukum, dengan mengacu pada kriteria RSPO 2.1 dan 2.2.
17
4. MEKANISME AKUNTABILITAS RSPO 1) Proses keluhan/Prosedur keberatan RSPO Grievance Procedure berlaku terhadap anggota biasa (ordinary member) RSPO yang tidak belum melakukan sertifikasi kepatuhan prinsip dan kriteria RSPO. Grievance Panel ditangani langsung oleh Dewan Pengurus (EB RSPO) dari setiap kategori keanggotaan (grower, processor, social and environmental NGO). GP memenuhi kebutuhan RSPO untuk menangani laporan keberatan terhadap anggota RSPO mencerminkan sifat, misi dan tujuan RSPO. Secara khusus proses keberatan memenuhi hal berikut: 1) Menyediakan bagian khusus (focal point) untuk laporan resmi kepada anggota RSPO. 2) Menyediakan proses yang terang, terbuka dan netral untuk mencapai dan menyelesaikan keberatan terhadap anggota RSPO. 3) Memberikan kesempatan tindakan atau prakarsa untuk mungkin meningkatkan hubungan baik antara pihak.
2) Mekanisme keberatan sertifikasi Prosedur mekanisme keberatan sertifikasi menguraikan mekanisme untuk menyelesaikan keluhan dan keberatan terhadap kinerja lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi oleh Badan Pengurus RSPO. Keluhan dan keberatan dapat diajukan oleh pihak berkepentingan, bila pihak berkepentingan memiliki kepentingan yang syah, atau terkena dampak langsung oleh, berbagai operasi organisasi yang telah dinilai atas pemenuhan Kriteria RSPO atau oleh keputusan sertifikasi. Hal ini termasuk keberatan berkaitan dengan proses dan hasil dari sebuah penilaian sertifikasi atau tentang dengan aspek lainnya berkaitan dengan implementasi sistem sertifikasi RSPO. Proses menyampaikan dan menangani pengaduan tidak terkait dengan proses atau hasil sebuah penilaian sertifikasi atau aspek lain berhubungan implementasi sistem sertifikasi RSPO ditangani melalui proses lainnya.
3) Fasilitas penanganan sengketa Menyediakan sarana untuk mencapai resolusi yang adil dan jangka panjang terhadap sengketasengketa dalam waktu yang lebih efisien dan kurang birokratis dan/atau secara legalistik, sementara tetap menjunjung tinggi semua ketentuan/persyaratan RSPO termasuk kepatuhan dengan peraturan yang berlaku. Mengurangi beban 18
administrasi dan teknis dalam pada Proses Keluhan yang ada saat ini dan para pelaksananya. Sengketa tanah yang berhubungan dengan minyak sawit menunjukkan bahwa sebagian besar adalah akibat dari kurangnya FPIC, pengakuan suara masyarakat, dan menghormati hakhak adat. RSPO P & C kriteria 2.2, 2.3, 6.4, 7.5, dan 7.6 secara spesifik membutuhkan beberapa jenis interaksi soal bagaimana produsen untuk melanjutkan ketika berhadapan dengan isu seputar penggunaan lahan dan hakhak adat masyarakat lokal, dan terutama untuk mengikuti proses FPIC persyaratan P & C.
19
5. PENJABARAN PENERAPAN PRINSIP & KRITERIA RSPO UNTUK PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN Prinsip 1 Komitmen terhadap transparansi Kriteria 1.1 Pihak Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit memberikan informasi yang memadai kepada stakeholder lainnya dalam bahasa dan bentuk yang sesuai, untuk memungkinkan adanya partisipasi efektif dalam pengambilan keputusan. Panduan: Pihak perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) memberikan respon konstruktif dan segera atas permintaan informasi dari stakeholder. Lihat Kriteria 1.2. untuk persyaratan terkait dokumentasi untuk publik. Lihat Kriteria 6.2. untuk masalah konsultansi. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Rekaman Permintaan informasi; 2. Rekaman tanggapan terhadap permintaan informasi; dan 3. Rekaman permintaan dan tanggapan informasi disimpan dengan masa simpan yang ditentukan oleh Perusahaan berdasarkan kepentingannya. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 1.2 Dokumen perusahaan tersedia secara umum, kecuali jika dokumen tersebut dilindungi oleh kerahasiaan komersial atau bilamana pengungkapan informasi tersebut akan berdampak negatif terhadap lingkungan atau sosial. Panduan: 20
Contohcontoh informasi rahasia yang bersifat komersial meliputi data keuangan seperti biaya dan pendapatan, dan rincianrincian yang berhubungan dengan pelanggan dan/atau pemasok. Data yang dapat mempengaruhi kerahasiaan pribadi juga dikategorikan sebagai dokumen rahasia. Menurut dokumen penafsiran nasional Prinsip dan Kriteria RSPO, contohcontoh informasi yang pengungkapannya dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan atau sosial meliputi informasi tentang situs spesies langka yang pengungkapannya dapat meningkatkan resiko terhadap perburuan atau penangkapan untuk perdagangan, atau situssitus keramat yang hendak dipelihara masyarakat. Bukti pemenuhan kriteria: Jenis Informasi dan tanggapan yang diberikan mencakup dokumen yang sesuai peraturan nasional yang berlaku: Hukum: Dokumen Perijinan (Ijin Lokasi, Izin Usaha Perkebunan, Sertifikat HGU (Hak Guna Usaha) atau Dokumendokumen yang mengarah ke pengurusan sertifikat HGU sesuai tahapannya). Lingkungan: Dokumen Analisis Dampak Lingkungan dan Sosial (AMDAL/UKLUPL), Laporan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (Laporan RKLRPL). Sosial: Dokumen aktivitas sosial dan hubungan dengan masyarakat. Dokumentasi Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja � Dokumentasi Program Perbaikan Berkelanjutan 2. Rekaman permintaan dan tanggapan informasi disimpan dengan masa simpan yang ditentukan oleh Perusahaan berdasarkan kepentingannya. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Prinsip 2: Memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku Kriteria 2.1 Adanya kepatuhan terhadap semua hukum dan peraturan yang berlaku baik lokal, 21
nasional maupun Internasional yang telah diratifikasi. Panduan: Identifikasi kemungkinan adanya ketidakkonsistensian antara peraturan nasional, regional, dan lokal. Memenuhi seluruh persyaratan hukum merupakan persyaratan dasar yang esensial untuk seluruh perkebunan, di mana pun lokasi mereka atau seberapa besarnya pun skala mereka. Perundangundangan yang relevan meliputi, namun tidak terbatas pada, peraturan tentang penguasaan tanah dan hak atas tanah (termasuk hakhak tradisional masyarakat hukum adat), tenaga kerja, praktekpraktek pertanian (misalnya penggunaan pestisida atau bahanbahan kimia), lingkungan (misalnya UU tentang satwa liar, polusi, pengelolaan lingkungan, dankehutanan), tempat penyimpanan, transportasi dan proses pengolahan. Perundangundangan dimaksud juga meliputi UU yang dikeluarkan di bawah UU atau konvensi internasional (misalnya Konvensi Keanekaragaman Hayati, CBD). Lebih dari itu, dimana negaranegara memiliki provisi untuk menghormati hukum adat, maka halhal ini perlu menjadi perhatian. Untuk produsen kecil fokus perlu ditujukan pada perkebunan yang memiliki pengetahuan akan persyaratan hukum dan yang menerapkannya. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Bukti pemenuhan persyaratan hukum yang berlaku dan terkait. 2. Bukti adanya usaha untuk melakukan penyesuaian terhadap perubahan peraturan. 3. Bukti adanya sistem yang terdokumentasi yang berisi informasi tentang persyaratan hukum dan peraturan yang harus dipenuhi oleh perusahaan perkebunan. 4. Mekanisme evaluasi pelaksanaan pemenuhan persyaratan hukum dan peraturan yang berlaku dan terkait. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
22
Pemerintah
Kriteria 2.2 Hak untuk menguasai dan menggunakan tanah dapat dibuktikan dan tidak dituntut secara sah oleh komunitas lokal dengan hakhak yang dapat dibuktikan. Panduan: • Sekiranya terdapat konflik mengenai status lahan yang akan digunakan, bukti bukti tindakan yang telah dilakukan untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan pihakpihak yang terkait tersedia. • Untuk setiap konflik atau perselisihan lahan, luasan areal yang diperselisihkan sebaiknya dipetakan dengan cara yang partisipatif. • Mekanisme penyelesaian konflik terdapat pada Kriteria 6.3 dan 6.4 • Seluruh kegiatan operasional yang dilaksanakan diluar batas legal harus dihentikan. Identifikasi kemungkinan adanya hak adat atau kemungkinan adanya perselisihan. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Dokumen yang menunjukkan penguasaan/ pengusahaan tanah yang sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. 2. Bukti legal/tandatanda batas areal yang legal didemarkasikan secara jelas dan terpelihara. 3. Apabila terdapat, atau sudah terdapat perselisihan, maka tersedia bukti penyelesaian atau perkembangan penyelesaian dengan proses penyelesaian konflik yang diterima oleh para pihak. 3. Bukti penyelesaian pembebasan lahan dengan keputusan bebas (tanpa tekanan), didahulukan dan diinformasikan (Free, Prior and Informed Consent (FPIC). 4. Tersedianya mekanisme penyelesaian konflik yang diterima oleh Para pihak. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 2.3 Penggunaan Lahan untuk Kelapa Sawit tidak mengurangi hak berdasarkan hukum dan hak tradisional pengguna lain tanpa keputusan bebas (tanpa tekanan), didahulukan dan diinformasikan dari mereka. 23
Panduan: Jika lahan terdapat suatu hak berdasarkan hukum atau hak tradisional maka pihak perkebunan harus dapat memperlihatkan bahwa hakhak ini dipahami, dan tidak terancam atau dikurangi. Kriteria ini harus dilihat bersama kriteria 6.4, 7.5 dan 7.6. Jika daerah hak tradisional ini tidak jelas, maka penentuannya paling baik dilakukan melalui kegiatan pemetaan bersama yang melibatkan masyarakat yang terkena dampak maupun masyarakat sekitar. Kriteria ini memungkinkan adanya penjualan dan penjanjian yang dinegosiasi untuk memberikan kompensasi pengguna tanah lain akibat kehilangan keuntungan dan atau hak yang dilepaskan. Perjanjian yang dinegosiasikan harus dilakukan tanpa paksaan, dengan sukarela dan dibuat sebelum investasi baru atau operasi, dan didasarkan atas pembagian yang terbuka atas semua informasi terkait dalam bentuk dan bahasa yang sesuai, termasuk di dalamnya analisa dampak, usulan pembagian keuntungan dan pengaturan secara hukum. Masyarakat harus diperbolehkan mencari bantuan hukum jika mereka menginginkannya. Masyarakat harus diwakili oleh lembaga atau representatif pilihan mereka sendiri, yang beroperasi secara transparan dan melakukan komunikasi terbuka dengan anggota masyarakat yang lain. Waktu yang memadai harus diberikan bagi pengambilan keputusan secara adat dan dapat dilakukan negosiasi berulang ulang, jika diminta. Perjanjian yang telah dinegosiasi harus dapat mengikat semua pihak terkait, dan dapat dijadikan alat bukti dalam proses pengadilan. Menetapkan kepastian dalam negosiasi lahan merupakan suatu keuntungan jangka panjang bagi seluruh pihak terkait. Untuk definisi Hak Tradisional, lihat Lampiran Definisi. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Rekaman proses negosiasi antara pemilik hak tradisional (jika ada) dengan dengan perusahaan kelapa sawit yang dilengkapi dengan rekaman peta dalam skala yang sesuai. 2. Tersedia peta dalam skala memadai yang menunjukkan adanya wilayahwilayah di bawah hakhak tradisional yang diakui. 3. Salinan perjanjianperjanjian yang telah dinegosiasikan lengkap dengan proses proses persetujuannya. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 24
Pemerintah
4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Prinsip 3: Komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang Kriteria 3.1 Terdapat rencana manajemen yang diimplementasikan yang ditujukan untuk mencapai keamanan ekonomi dan keuangan dalam jangka panjang. Panduan: Meskipun diakui bahwa keuntungan jangka panjang dipengaruhi oleh faktorfaktor di luar kontrol langsung, pimpinan harus mampu menunjukkan perhatian terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan lewat perencanaan manajemen jangka panjang. Rencana usaha atau pengelolaan dapat meliputi : • Perhatian terhadap kualitas bahanbahan yang ditanam • Proyeksi tanaman = tren hasil tandan buah segar • Tingkat ekstraksi pabrik = tren OER • Biaya produksi = biaya per ton tren CPO • Perkiraan harga • Indikator finansial • Perhitungan yang dianjurkan – tren ratarata (mean) operasi 3 tahun dalam sepuluh tahun terakhir (tren TBS mungkin memberikan hasil yang rendah selama program penanaman kembali yang luas). Pihak perkebunan perlu memiliki sistem untuk meningkatkan kinerja, yang sesuai dengan informasi dan teknikteknik baru. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Dokumen rencana kerja perusahaan untuk jangka waktu minimum 3 tahun. 2. Rencana program replanting tahunan, dimana berlaku, untuk minimum 5 tahun ke depan yang setiap tahun dilakukan kaji ulang. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 25
Pemerintah
5. Lainlain
Prinsip 4: Penggunaan praktek terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik Kriteria 4.1 Prosedur operasi didokumentasikan secara tepat dan diimplementasikan dan dipantau secara konsisten. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Tatacara Operasional Standar (Standard Operational Procedure (SOP)) Kebun mulai dari LC (Pembukaan Lahan) sampai dengan panen tersedia. 2. SOP Pabrik mulai dari penerimaan TBS sampai pengiriman CPO & PKO tersedia. 3. Terdapat kegiatan pemeriksaan atau pemantauan kegiatan operasional minimal satu kali setahun. 4. Rekaman hasil kegiatan operasional tersedia. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 4.2 Praktekpraktek mempertahankan kesuburan tanah, atau bilamana mungkin meningkatkan kesuburan tanah, sampai pada tingkat yang memberikan hasil optimal dan berkelanjutan. Panduan: Kesuburan jangka panjang tergantung pada upaya mempertahankan struktur, kandungan senyawa organik, status nutrisi dan kesehatan mikrobiologis tanah. Pihak pengelola perlu memastikan bahwa mereka mengikuti praktekpraktek terbaik. Efisiensi nutrisi harus mempertimbangkan usia tanaman dan kondisi tanah. Bukti pemenuhan kriteria: 26
1. Rekaman kegiatan analisa tanah, daun dan visual secara berkala. 2. Rekaman kegiatan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah (melalui pemupukan, tanaman kacangan, aplikasi janjang kosong, land aplikasi) berdasarkan hasil analisa pada (1). Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 4.3 PraktekPraktek meminimalisasi dan mengendalikan erosi dan degradasi tanah Panduan: Teknikteknik yang dapat meminimalisir erosi tanah haruslah teknikteknik yang sudah cukup dikenal dan harus diterapkan jika memungkinkan. Hal ini dapat meliputi praktekpraktek seperti pengelolaan tanaman penutup tanah, daur ulang biomassa, pembuatan teras dan regenrasi alami atau restorasi sebagai pengganti replanting. Untuk tanaman yang sudah ada dilahan gambut, tinggi muka air harus dipertahankan pada batas ratarata 60 cm dari permukaan tanah (kisaran 5075 cm) melalui suatu jaringan struktur pengendalian air seperti; tanggul air, kantong pasir, dll di lapangan dan pintu air untuk titik pembuangan dari saluran utama (lihat kriteria 4.4 dan 7.4) Bukti pemenuhan kriteria: 1. Peta tanah yang marjinal tersedia. 2. Strategi pengelolaan untuk penanaman pada areal dengan kemiringan tertentu (dengan mempertimbangkan kondisi tanah dan iklim setempat) tersedia. 3. Tersedianya program pemeliharaan jalan. 4. Program pengelolaan tinggi muka air pada lahan gambut untuk meminimumkan penurunan permukaan tanah gambut tersedia. 5. Strategi pengelolaan tanah marjinal dan tanah kritis lainnya (tanah berpasir, tanah mengandung sulfat masam, kandungan bahan organik rendah) tersedia.
27
Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 4.4 Praktekpraktek mempertahankan kualitas dan ketersediaan air permukaan dan air tanah. Panduan: Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit perlu mengatasi efek penggunaan air mereka dan efek kegiatan mereka terhadap sumber air setempat. Praktekpraktek yang dapat dilakukan meliputi: • Mempertimbangkan efisiensi pemanfaatan dan pemeliharaan (renewability) sumber air. • Memastikan bahwa penggunaan air tidak menimbulkan dampak negatif terhadap pengguna lain. • Menghindari kontaminasi terhadap air permukaan dan air tanah akibat pengikisan tanah, pemakaian suplemen nutrisi atau bahanbahan kimia, atau akibat pembuangan limbah yang tidak memadai termasuk limbah cair pabrik pengolahan kelapa sawit. • Pemeliharaan yang memadai terhadap limbah pabrik dan monitoring berkala atas kualitas limbah, yang sesuai dengan perundangundangan nasional. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Perlindungan aliran air dan lahan basah termasuk menjaga dan memelihara daerah sempadan sungai pada saat atau sebelum peremajaan atau replanting. 2. Rekaman pelaksanaan program pengelolaan air. 3. Rekaman pemantauan BOD limbah cair Pabrik. 4. Rekaman pemantauan penggunaan air untuk pabrik per ton TBS. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
28
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 4.5 Hama, penyakit, gulma dan spesies introduksi yang berkembang cepat (invasif) dikendalikan secara efektif dengan menerapkan teknik Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang memadai. Panduan: Pihak perkebunan sebaiknya menerapkan tehnik pengendalian hama terpadu (PHT) yang diakui, yang menggunakan teknik budidaya, biologis, mekanis atau fisik untuk meminimalisir penggunaan bahanbahan kimia. Sedapat mungkin spesies asli digunakan dalam kontrol biologis. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Program PHT yang terdokumentasi dan terkini. 2. Rekaman monitoring luasan PHT dan termasuk trainingnya 3. Rekaman monitoring toksisitas pestisida unit (bahan aktif (LD50) per ton TBS atau per Hektar) Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 4.6 Bahan kimia pertanian digunakan dengan cara yang tidak membahayakan kesehatan dan lingkungan. Bahan yang bersifat propilaktik tidak digunakan dan apabila bahan kimia pertanian yang digunakan tergolong sebagai Tipe 1A atau 1B WHO atau bahanbahan yang termasuk dalam daftar Konvensi Stockholm atau Konvensi 29
Rotterdam, maka perkebunan secara aktif mencari alternatif dan proses ini didokumentasikan. Panduan: Beberapa pertimbangan penting adalah persyaratanpersyaratan wajib peraturan mengenai penggunaan pestisida, daftar bahan kimia pertanian yang dilarang, limbah wadah bahan kimia pertanian yang harus diuji dan ambang batas kandungan limbah, dan praktek pengelolaan terbaik untuk penggunaan bahan kimia pertanian atau sumber informasi mengenai halhal tersebut. Catatan: RSPO akan mencari alternatif pengganti yang aman dan murah terhadap bahan kimia pertanian yang dikategorikan oleh Organisasi Kesahatan Dunia Type 1A atau 1B, atau didaftar oleh Stockholm atau Rotterdam Conventions, dan paraquat. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Buktibukti hanya menggunakan agro kimia yang terdaftar dan diijinkan oleh instansi yang berwenang. 2. Rekaman penggunaan pestisida (termasuk bahan aktif yang digunakan, area yang diaplikasikan, jumlah penggunaan per ha dan jumlah berapa kali aplikasi). 3. Buktibukti dokumentasi bahwa penggunaan agro kimia (bahan kimia pertanian) sesuai dengan target spesies, dosis yang sesuai, dan diaplikasikan oleh tenaga terlatih sesuai dengan petunjuk penggunaan pada label produk dan petunjuk penyimpanan. 4. Limbah agro kimia termasuk limbah kemasan pestisida dibuang sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. 5. Buktibukti dokumentasi yang menunjukkan bahwa bahanbahan kimia yang dikategorikan sebagai Tipe 1A atau 1B WHO atau bahanbahan yang termasuk dalam daftar Konvensi Stockholm dan Rotterdam, serta paraquat dikurangi atau dihilangkan penggunaannya. 6. Rekaman hasil pemeriksaan kesehatan bagi operator atau pekerja. 7. Rekaman tidak ada tenaga penyemprot wanita yang sedang hamil atau menyusui. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 4.7 30
Pemerintah
Rencana kesehatan dan keselamatan kerja didokumentasikan, disebarluaskan dan diimplementasikan secara efektif. Panduan: Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit perlu memastikan bahwa tempat kerja, mesinmesin, peralatan, transportasi dan prosesproses yang berada di bawah kontrol mereka aman dan tidak menimbulkan resiko terhadap kesehatan. Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit perlu memastikan bahwa bahanbahan dan agen kimia, fisika dan biologis yang berada di bawah kontrol mereka tidak menimbulkan resiko kesehatan jika sudah ditangani secara benar. Lingkungan kerja yang aman dan sehat harus tersedia bagi seluruh pekerja, baik para karyawan maupun kontraktor. Rencana kesehatan dan keselamatan harus juga merujuk panduan Konvensi ILO No. 184 (lihat Lampiran Daftar Peraturan & Perundangundangan Terkait). Bukti pemenuhan kriteria: 1. Bukti adanya dokumentasi kebijakan program kesehatan dan keselamatan kerja dan implementasinya. 2. Orang yang bertanggung jawab dalam program kesehatan dan keselamatan kerja harus diidentifikasi dan tersedia rekaman pertemuan berkala untuk membicarakan masalah kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan pekerja. 3. Tersedia asuransi kecelakaan kerja bagi tenaga kerja. 4. Pemeriksaan berkala bagi karyawan yang bekerja di stasiunstasiun atau pekerjaan yang beresiko tinggi oleh dokter. 5. Rekaman analisis resiko untuk program kesehatan dan keselamatan kerja. 6. Rekaman training atau pelatihan program kesehatan dan keselamatan kerja. 7. Prosedur kesiapsiagaan dan tanggap darurat. 8. Bukti pemenuhan peralatan program kesehatan dan keselamatan kerja dan peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) di lokasi kerja. 9. Para pekerja yang telah pendapatkan pelatihan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) harus berada dalam kegiatan operasional di lapangan dan pabrik. 10. Rekaman tentang kecelakaan kerja yang terjadi harus disimpan dengan baik dan secara berkala ditinjau kembali. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif
31
Pemerintah
4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 4.8 Seluruh staf, karyawan, petani dan kontraktor harus terlatih secara memadai. Panduan: Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit perlu memberikan pelatihan kepada seluruh staf, karyawan dan petani supaya mereka dapat menyelesaikan tugas dan tanggung jawab mereka sesuai dengan prosedur yang terdokumentasi, dan sesuai dengan persyaratan prinsipprinsip dan kriteriakriteria ini. Kontraktor harus diseleksi berdasarkan kemampuan didalam memenuhi pekerjaannya dan tanggung jawabnya sesuai dengan prosedur yang terdokumentasi dan dalam memenuhi persyaratan RSPO P&C dan Panduan. Para pekerja di lahan petani juga membutuhkan pelatihan dan ketrampilan yang memadai, dan hal ini dapat dicapai lewat penyuluhan oleh pihak perkebunan atau pabrik yang membeli buah mereka, oleh organisasi petani, atau lewat kerjasama dengan institusi dan organisasi lain. Untuk petani catatan pelatihan tidak perlu dibuat namun siapa saja yang bekerja di lahan perkebunan perlu mendapatkan pelatihan untuk kebutuhan pekerjaan mereka. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Program pelatihan untuk staff, karyawan dan petani plasma, sesuai dengan jabatan dan kompetensi masingmasing pekerja dan terdokumentasi. 2. Rekaman pelatihan bagi setiap karyawan tersedia. 3. Bukti bahwa Perusahaan menggunakan kontraktor yang terlatih Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Prinsip 5: Tanggung jawab lingkungan dan konservasi kekayaan 32
alam dan keanekaragaman hayati Kriteria 5.1 Aspek manajemen perkebunan dan pabrik yang menimbulkan dampak lingkungan diidentifkasi, dan rencanarencana untuk mengurangi dampak negatif dan mendorong dampak positif dibuat, diimplementasikan dan dimonitor untuk memperlihatkan kemajuan yang kontinu (terusmenerus). Panduan: Dokumentasi analisis dampak adalah AMDAL (perkebunan dengan luas > 3000 Ha) dan UKLUPL (perkebunan dengan luas < 3000Ha). Mengingat kegiatankegiatan pembangunan pada umumnya mengubah lingkungan hidup, maka menjadi penting memperhatikan komponenkomponen lingkungan hidup yang berciri: 1. Komponen lingkungan hidup yang ingin dipertahankan dan dijaga serta dilestarikan fungsinya seperti; • Hutan Lindung, Hutan Konservasi, dan Cagar Biosfer; • Sumber daya air; • Keanekaragaman hayati; • Kualitas udara; • Warisan alam dan warisan budaya; • Kenyamanan lingkungan hidup; • Nilainilai budaya yang berorientasi selaras dengan lingkungan hidup. 2. Komponen lingkungan hidup yang akan berubah secara mendasar dan perubahan tersebut dianggap penting oleh masyarakat di sekitar lokasi kegiatan, seperti antara lain: • Fungsi ekosistem; • Pemilikan dan penguasaan lahan; • Kesempatan kerja dan usaha; • Taraf hidup masyarakat; • Kesehatan masyarakat. Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup terdiri atas 3 dokumen utama; 1) Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL), 2) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL), dan 3) Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL). Perusahaan diwajibkan menyampaikan laporan secara periodik kepada instansi terkait mengenai pelaksanaan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Adalah merupakan tanggung jawab perusahaan untuk menyediakan buktibukti objektif yang cukup kepada tim audit bahwa seluruh persyaratan dalam Analisis dampak lingkungan telah dipenuhi untuk semua aspek dalam kegiatan perkebunan dan pabrik serta mencakup perubahanperubahan seiring perjalanan waktu. 33
AMDAL seharusnya dilakukan pada kegiatankegiatan berikut, apabila dikerjakan: • Membangun jalanjalan, pabrik pengolahan atau infrastruktur baru. • Menerapkan sistem drainase atau irigasi. • Melakukan penanaman kembali atau perluasan daerah tanam. • Pembuangan limbah pabrik (lihat kriteria 4.4); • Pembersihan vegetasi alam yang tersisa. Analisis dampak lingkungan dapat menggunakan format yang tidak dibatasi, misalnya ISO 14001 atau laporan AMDAL dengan memuat unsurunsur yang dimuat pada kriteria di atas dan halhal yang timbul melalui konsultasi dengan stakeholder. Rencana aksi terhadap isuisu yang dihasilkan dalam analisa dampak lingkungan tersebut di monitor setiap tahunnya. AMDAL dapat diidentifikasi pada sumbersumber air tanah, kualitas udara (lihat kriteria 5.6), keanekaragaman hayati dan ekosistem, dan fasilitas publik (lihat kriteria 6.1 untuk dampak sosial), baik yang berada di dalam maupun di luar lokasi kerja. Konsultasi dengan stakeholder memiliki peran kunci dalam proses identifikasi AMDAL. Adanya konsultasi haruslah menghasilkan prosesproses yang lebih baik untuk mengidentifikasi dampak dan untuk mengembangkan langkahlangkah pencegahan yang dibutuhkan. Adalah penting jika aktivitas teknis atau operasional berubah seiring perjalanan waktu, maka identifikasi dampak, dan upaya pencegahan yang diperlukan, diperbarui. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Dokumentasi analisis dampak. 2. Rekaman pelaporan pengelolaan lingkungan secara berkala sesuai dengan peraturan yang berlaku. 3. Revisi terhadap dokumen pengelolaan lingkungan jika ada perubahan dalam hal areal operasional ataupun kegiatan perusahaan. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain 34
Pemerintah
Kriteria 5.2 Status spesiesspesies langka, terancam, atau hampir punah dan habitat dengan nilai konservasi tinggi, jika ada di dalam perkebunan atau yang dapat terkena dampak oleh manajemen kebun dan pabrik harus diidentifikasi dan konservasinya diperhatikan dalam rencana dan operasi manajamen. Panduan: Pengumpulan informasi ini harus meliputi pemeriksaan atas catatancatatan biologi yang tersedia, dan konsultasi dengan departemen dan lembaga penelitian terkait, serta LSM yang berkepentingan, jika dibutuhkan. Tergantung pada nilai keanekaragaman hayati yang ada, dan banyaknya informasi yang tersedia, survey lapangan tambahan mungkin perlu dilakukan. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Rekaman hasil identifikasi spesies dilindungi, langka, terancam, atau hampir punah, dan habitat dengan nilai konservasi tinggi. 2. Jika terdapat spesies langka atau terancam, atau habitat dengan nilai konservasi tinggi, maka terdapat langkahlangkah yang sesuai untuk melindunginya. 3. Langkahlangkah yang dilakukan untuk melindungi spesies langka atau terancam dan habitatnya harus sesuai dengan peraturan terkait dan didalamnya termasuk tindakantindakan untuk mengendalikan setiap kegiatan perburuan, penangkapan ikan atau pemanenan secara ilegal dan tidak benar. 4. Adanya posterposter, papan peringatan mengenai spesies yang dilindungi, dipubikasikan, diedarkan dan disosialisasikan kepada seluruh karyawan dan masyarakat, beserta informasi penanganannya 5. Adanya petugas khusus dan terlatih dalam struktur perusahaan untuk mengawasi rencana dan kegiatan di atas. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 5.3 35
Pemerintah
Limbah dikurangi, didaur ulang, dipakai kembali, dan dibuang dengan caracara yang dapat dipertanggungjawabkan secara lingkungan dan sosial Panduan: Rencana pengelolaan dan pembuangan limbah harus meliputi langkahlangkah untuk: • Mengidentifikasi dan memonitor sumber limbah dan polusi. • Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya, dan mendaur ulang limbah sebagai nutrisi atau mengubahnya menjadi produk dengan nilai tambah (misalnya lewat program pembuatan pakan ternak). • Pembuangan bahanbahan kimia berbahaya dan wadahnya yang tepat. Kelebihan wadah bahan kimia harus dibuang atau dibersihkan dengan cara yang bertanggung jawab secara lingkungan dan sosial (misalnya mengembalikannya ke penjual atau melakukan pencucian tiga tahap), sehingga tidak timbul resiko kontaminasi terhadap sumber air atau kesehatan manusia. Petunjuk pembuangan sebagaimana tertera pada label wadah harus dijadikan acuan. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Identifikasi sumbersumber limbah dan pencemaran, dan terdokumentasi. 2. Rencana pengelolaan limbah terdokumentasi dan diimplemtasikan berdasarkan hasil identifikasi untuk menghindari dan mengurangi polusi. 3. Tersedianya rencana pengelolaan limbah B3 serta petunjuk pembuangan limbah agro kimia dan wadahnya sesuai dengan acuan yang ada di kemasan dan peraturan yang berlaku. 4. Tersedianya rekaman monitoring/analisis limbah. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 5.4 Efisiensi penggunaan energi dan penggunaan energi terbarukan dimaksimalkan. Panduan: 36
Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit perlu mengkaji penggunaan energi secara langsung (energi/ton CPO, energi/ton Palm Product) dalam operasi mereka dan efisiensi energi operasi mereka termasuk bahan bakar minyak dan listrik. Hal ini juga termasuk estimasi penggunaan bahan bakar minyak oleh kontraktor termasuk seluruh kegiatan transport dan operasi mesin. Kelayakan pengumpulan dan penggunaan biogas perlu dikaji jika memungkinkan. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Tersedianya rekaman monitoring penggunaan energi terbarukan serta analisis efisiensinya (energi/ton CPO, atau energi/ton produk kelapa sawit). 2. Tersedianya rekaman monitoring pengunaan bahan bakar fosil untuk kepentingan operasional serta analisis efisiensinya. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 5.5 Penggunaan api untuk pemusnahan limbah dan untuk penyiapan lahan, guna penanaman kembali dihindari kecuali dalam kondisi spesifik, sebagaimana tercantum dalam kebijakan tanpabakar ASEAN atau panduan lokal serupa. Panduan: Penggunaan api hanya diperbolehkan jika penilaian menunjukkan bahwa metode itulah yang paling efektif dan merupakan pilihan yang paling sedikit menimbulkan resiko terjadinya kerusakan lingkungan, dan untuk meminimalkan eksplosi hama dan penyakit, dengan disertai buktibukti adanya pengontrolan yang cermat terhadap pembakaran. Pembakaran di lahan gambut dilarang. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Dokumentasi analisis apabila pembakaran dilakukan untuk persiapan lahan dalam replanting. 2. Perusahaan memiliki rekaman pelaksanaan zero burning (tanpa bakar). 3. Prosedur dan rekaman Tanggap Darurat Kebakaran Lahan. 4. sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran lahan sesuai tingkat 37
kerawanannya. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain Kriteria 5.6 Rencanarencana untuk mengurangi pencemaran dan emisi, termasuk gas rumah kaca, disusun, diimplementasikan dan dimonitor. Panduan: Bukti pemenuhan kriteria: 1. Bukti identifikasi sumber polusi dan emisi di Pabrik Kelapa Sawit. 2. Pemantauan kualitas emisi dari sumber polusi dan emisi tersebut. 3. Rekaman upaya dan rencana pengurangan polusi dan emisi. 4. Rekaman identifikasi, monitoring, dan metodologi pengelolaan POME. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Prinsip 6: Tanggung jawab kepada pekerja, individuindividu dan komunitas dari kebun dan pabrik Kriteria 6.1 38
Aspek manajemen perkebunan dan pabrik yang mempunyai dampak sosial diidentifikasi dengan cara partisipatif dan rencana penanganan dampak negatif dan pengembangan dampak positif disusun, dilaksanakan dan dimonitor untuk menunjukkan perbaikan yang berkelanjutan. Panduan: Identifikasi dampak sosial dapat menggunakan AMDAL sebagai bagian dari proses tetapi adalah merupakan tanggung jawab perusahaan untuk menyediakan bukti bukti yang objektif dan sesuai kepada tim audit bahwa persyaratan penuh dalam analisis dampak sosial dan lingkungan adalah mencakup semua aspek dalam kegiatan perkebunan dan pabrik dan juga melingkup perubahannya sepanjang waktu. Identifikasi dampak sosial dapat dilakukan oleh pihak perkebunan bersamasama dengan pihak yang terkena dampak sesuai tuntutan situasi. Pelibatan ahli independen dapat dilakukan jika dipandang perlu untuk memastikan bahwa seluruh dampak (baik positif maupun negatif) telah diidentifikasi. Dampak sosial dapat ditimbulkan oleh kegiatankegiatan seperti: pembangunan jalan, pabrik atau infrastruktur baru; penanaman tanaman lain atau perluasan daerah penanaman; pembuangan limbah pabrik; pembersihan vegetasi alam yang tersisa; perubahan jumlah karyawan atau persyaratan kerja. Pengelolaan perkebunan dan pabrik kelapa sawit dapat menimbulkan dampak sosial (positif atau negatif) terhadap faktorfaktor berikut: � Hak atas akses dan hak guna. � Mata pencaharian (misalnya kerja harian) dan kondisi kerja. � Kegiatankegiatan mata pencaharian. � Nilainilai budaya dan religius. � Fasilitas kesehatan dan pendidikan. � Nilainilai kemasyarakatan lainnya, yang ditimbulkan akibat perubahan, antara lain perbaikan dalam sektor transportasi/komunikasi atau kedatangan tenaga kerja migran dalam jumlah besar. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Dokumentasi analisis dampak lingkungan dan sosial, yang mencakup dampak positif dan negatif terhadap sosial yang dapat disebabkan oleh kegiatan perkebunan dan pabrik, dan dokumentasi keikutsertaan para pihak yang terkena dampak dan masyarakat lokal. 2. Rekaman rencana pengelolaan dan pemantauan dampak sosial dengan partisipasi masyarakat yang dilakukan secara berkala. 3. Hasil revisi dokumen pengelolaan lingkungan yang mencakup analisis dampak sosial jika ada perubahan ruang lingkup operasi perusahaan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 4. Laporan pengelolaan dan pemantauan lingkungan secara berkala dan terjadwal. 5. Perhatian khusus atas dampak terhadap skema petani plasma (bila perkebunan 39
memiliki skema ini) Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 6.2 Terdapat metode terbuka dan transparan untuk komunikasi dan konsultasi antara pihak perkebunan dan/atau pabrik, masyarakat lokal, dan kelompok lain yang terkena dampak atau berkepentingan.
Panduan: Keputusan yang direncanakan pihak perkebunan atau pabrik kelapa sawit harus jelas sehingga masyarakat dan pihak berkepentingan lainnya dapat memahami tujuan dari komunikasi dan/atau konsultasi. Mekanisme komunikasi dan konsultasi harus dirancang bersama masyarakat lokal dan pihak yang terkena dampak atau pihak berkepentingan lainnya. Mekanisme ini perlu mempertimbangkan penggunaan mekanisme dan bahasa setempat. Pertimbangan perlu diberikan kepada keberadaan forum multi pihak. Komunikasi perlu mempertimbangkan kesenjangan akses terhadap informasi bagi kaum wanita dan pria, pemimpin desa dan buruh harian, kelompok masyarakat lama dan baru, dan berbagai kelompok etnis. Pertimbangan perlu diberikan untuk pelibatan pihak ketiga, seperti kelompok masyarakat, LSM atau pemerintah (atau kombinasi dari ketiga kelompok ini) yang tidak memiliki kepentingan secara langsung, untuk memfasilitasi skema smallholder dan masyarakat, dan pihak lainnya jika dibutuhkan, dalam komunikasi ini. Bukti pemenuhan kriteria:
1. Prosedur dan rekaman komunikasi dan konsultasi dengan masyarakat. 2. Perusahaan memiliki daftar stakeholder. 40
3. Perusahaan memiliki rekaman aspirasi masyarakat dan tanggapan/tindak lanjut oleh perusahaan. 4. Perusahaan memiliki petugas yang bertanggung jawab untuk melakukan konsultasi dan komunikasi dengan masyarakat. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 6.3 Terdapat sistem yang disepakati dan didokumentasikan bersama untuk mengurus keluhan dan ketidakpuasan, yang diimplementasikan dan diterima oleh semua pihak. Panduan: Mekanisme penyelesaian perselisihan harus dibuat lewat kesepakatan terbuka (musyawarah) dengan pihak yang terkena dampak. Keluhan dapat diselesaikan lewat mekanisme seperti Komite Konsultatif Bersama (Joint Consultative Committees/JCC). Ketidakpuasan dimaksud dapat berasal dari pihak internal (karyawan) maupun eksternal. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Sistem terbuka, yang diterima oleh semua pihak yang terkena dampak, untuk menerima keluhan dan menyelesaikan perselisihan secara efektif, tepat waktu, dan cara yang benar. 2. Adanya rekaman, penanganan keluhan/keberatan. 3. Prosedur untuk mengidentifikasi dan menghitung kompensasi yang adil untuk kehilangan hak hukum/syah atau hak tradisional atas tanah, dengan perlibatan perwakilan masyarakat lokal dan lembaga terkait dan tersedia untuk umum. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
1. Isu 41
Pemerintah
2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 6.4 Setiap perundingan menyangkut kompensasi atas kehilangan hak legal atau hak adat dilakukan melalui sistem terdokumentasi yang memungkinkan komunitas adat dan stakeholder lain memberikan pandangan pandangannya melalui institusi perwakilan mereka sendiri. Panduan: Kriteria ini perlu dipertimbangkan dalam kaitannya dengan Kriteria 2 dan panduan terkait. Masyarakat berhak menunjuk wakil mereka sendiri dan terdokumentasi. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Prosedur identifikasi, kalkulasi dan pemberian ganti rugi atas kehilangan hak legal dan hak adat dengan melibatkan wakil masyarakat dan instansi terkait. 2. Rekaman identifikasi pihakpihak yang menerima ganti rugi. 3. Rekaman proses negosiasi dan/atau hasil kesepakatan ganti rugi secara umum tersedia. 4. Rekaman pelaksanaan pembayaran ganti rugi. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 6.5 Upah dan persyaratanpersyaratan kerja bagi karyawan dan karyawan dari kontraktor harus selalu memenuhi paling tidak standar minimum industri atau hukum, dan cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar pekerja dan untuk memberikan pendapatan tambahan.
42
Panduan: Dalam hal tenaga kerja lepas atau tenaga kerja pendatang, perlu dibuat sebuah kebijakan tenaga kerja khusus. Kebijakan ini harus dengan jelas berisi praktek praktek yang tidak diskriminatif; tidak ada pengalihan kontrak; program orientasi yang ditujukan terutama terkait bahasa, keamanan, UU ketenagakerjaan, budaya setempat, dll.; kondisi hidup yang memadai harus tersedia. Pekerja pendatang harus legal/resmi, dan perjanjian kerja terpisah harus dibuat untuk memenuhi persyaratan imigrasi bagi pekerja asing, dan standard internasional. Pemotongan yang ada tidak mengurangi gaji untuk kebutuhan hidup yang layak. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Daftar upah karyawan 2. Memiliki Peraturan Perusahaan/Perjanjian Kerja Bersama yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. 3. Pada kondisi dimana sarana umum tidak tersedia dan tidak dapat diakses oleh karyawan, maka perusahaan menyediakan sarana tempat tinggal, pendidikan, air bersih, kesehatan, dan fasilitas umum yang memadai. 4. Perjanjian/kontrak kerja dengan kontraktor mensyaratkan kontraktor mentaati peraturan yang berlaku dalam hal ketenagakerjaan Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 6.6 Perusahaan menghormati hak seluruh karyawan untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja sesuai dengan pilihan mereka dan untuk tawar menawar secara kolektif. Ketika hak kebebasan berkumpul dan mengeluarkan pendapat secara kolektif dibatasi oleh hukum, maka perusahaan memfasilitasi pendamping yang tidak berpihak, gratis dan melakukan tawar menawar bagi seluruh karyawan. Panduan: Hak pekerja dan kontraktor untuk berserikat dan mengeluarkan pendapat kepada 43
majikan mereka harus dihormati, sesuai dengan Konvensi ILO No. 87 dan 98. UU ketenagakerjaan dan kesepakatan Serikat Kerja atau, jika kedua hal tersebut tidak ada, kontrak kerja yang berisi rincianrincian upah dan persyaratanpersyaratan lain, tertera dalam bahasa yang dimengerti pekerja atau dijelaskan secara lengkap dan cermat kepada mereka oleh pegawai. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Rekaman kebijakan perusahaan yang memberikan kebebasan pada pekerja untuk berserikat 2. Adanya rekaman pertemuan dengan serikat pekerja, jika ada Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 6.7 Tidak mempekerjakan anakanak. Anakanak tidak boleh terpapar oleh kondisi kerja membahayakan. Pekerjaan yang dilakukan oleh anakanak hanya diperbolehkan pada perkebunan keluarga, di bawah pengawasan orang dewasa dan tidak mengganggu program pendidikan mereka. Panduan: Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit harus mendefinisikan usia kerja minimum serta jumlah jam kerjanya secara jelas, berdasarkan perundangan nasional yang berlaku. Petani atau perkebunan keluarga boleh mempekerjakan anakanak, hanya jika diijinkan oleh peraturan nasional. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Kebijakan perusahaan mengenai persyaratan umur pekerja sesuai dengan peraturan nasional yang berlaku dan terdokumentasi 2. Rekaman pelaksanaan kebijakan perusahaan mengenai persyaratan umur pekerja Catatan pengamatan: Rumusan
Kewajiban dan tanggung jawab 44
No. pengamatan
Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 6.8 Perusahaan tidak boleh terlibat atau mendukung diskriminasi berdasarkan ras, kasta, kebangsaan, agama, cacat, jender, orientasi seksual, keanggotaan serikat, afiliasi politik atau umur. Panduan: Prosedur penyampaian keluhan dapat dilaksanakan sesuai kriteria 6.3. Diskriminasi yang positif dalam penyediaan karyawan dan keuntungan untuk komunitas khusus, dapat diterima sebagai bagian dari perjanjian yang telah dinegosiasikan. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Kebijakan perusahaan tentang peluang dan perlakuan yang sama dalam kesempatan kerja dan terdokumentasi 2. Rekaman bukti pemberian peluang dan perlakuan yang sama dalam kesempatan kerja Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain Kriteria 6.9 Kebijakan untuk mencegah pelecehan seksual dan berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan untuk melindungi hak reproduksinya, disusun dan diaplikasikan. Panduan: 45
Harus ada kebijakan yang jelas yang dibuat lewat konsultasi dengan para pekerja, kontraktor dan pihak terkait lainnya, dan kebijakan tersebut harus tersosialisasi dengan baik serta tersedia untuk umum. Kemajuan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut harus dimonitor secara berkala, dan hasilnya dicatat. Sebuah komite jender yang dibentuk khusus untuk menangani masalahmasalah terkait wanita mungkin diminta untuk memenuhi kriteria ini. Komite ini, dengan wakilwakil dari seluruh bidang pekerjaan, akan mempertimbangkan halhal berikut: pelatihan hakhak perempuan; konseling bagi perempuan yang mengalami tindak kekerasan; fasilitas perawatan anak disediakan pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit; kaum ibu harus diijinkan untuk menyusui bayinya sampai berusia 9 bulan sebelum kembali mengerjakan tugastugas penyemprotan atau penggunaan bahan kimia; dan kaum ibu diberi waktu istirahat yang memadai untuk dapat menyusui bayinya dengan efektif. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Kebijakan perusahaan tentang pencegahan pelecehan seksual dan kekerasan dan terdokumentasi 2. Kebijakan perusahaan tentang perlindungan hakhak reproduksi dan terdokumentasi 3. Rekaman bukti implementasi kebijakan pencegahan pelecehan seksual 4. Rekaman bukti implementasi kebijakan perlindungan hakhak reproduksi dan terdokumentasi 5. Mekanisme penanganan keluhan secara khusus tersedia Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 6.10 Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit berurusan secara adil dan transparan dengan petani dan bisnis lokal lainnya. Panduan: Transaksi dengan petani harus mempertimbangkan isuisu seperti peranan para 46
perantara, transportasi dan penyimpanan TBS, kualitas dan pengklasan (grading). Kebutuhan untuk mendaur ulang nutrisi dalam TBS (menurut kriteria 4.2) perlu dipertimbangkan; bila daur ulang tidak praktis bagi atau tidak dapat dilaksanakan oleh petani plasma, kompensasi nilai zat gizi yang diekspor dapat diberikan lewat harga TBS. Petani harus memiliki akses kepada prosedur penyampaian ketidakpuasan yang disebutkan dalam kriteria 6.3, jika mereka berpendapat bahwa mereka tidak menerima harga TBS yang wajar, baik lewat perantara atau tidak. Kebutuhan akan mekanisme penetapan harga yang wajar dan transparan umumnya amat penting bagi petani plasama, yang menurut kontrak harus menjual TBSnya kepada pabrik kelapa sawit tertentu. Jika pabrik kelapa sawit menuntut petani untuk mengubah praktekprakteknya untuk memenuhi kriteria RSPO, pertimbangan perlu diberikan kepada biaya perubahan terkait, dan kemungkinan pembayaran TBS di muka dapat dipertimbangkan. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Harga TBS yang berlaku dan sebelumnya harus tersedia untuk umum. 2. Mekanisme penetapan harga TBS dan input/jasa harus didokumentasikan (bila hal ini berada dibawah kuasa pihak perkebunan dan pabrik). 3. Bukti bahwa semua pihak memahami kesepakatan kontrak yang mereka lakukan, dan bahwa kontrakkontrak tersebut adil, legal dan transparan. 4. Pembayaran yang telah disepakati harus dilakukan tepat waktu. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 6.11 Perkebunan dan pabrik berkontribusi terhadap pembangunan lokal yang berkelanjutan bilamana dianggap memadai. Panduan: 47
Kontribusi terhadap pembangunan lokal harus didasarkan atas hasil konsultasi dengan masyarakat lokal. Lihat juga kriteria 6.2. Kontribusi tersebut harus didasarkan atas prinsipprinsip transparansi, keterbukaan dan partisipasi, dan harus dapat mendorong masyarakat untuk mengidentifikasi prioritas dan kebutuhan mereka sendiri, termasuk kebutuhan yang berbeda dari kaum pria dan wanita. Bila calon pekerja memiliki kualifikasi yang sama, prioritas harus diberikan kepada masyarakat lokal. Diskriminasi yang positif tidak seyogyanya dipandang sebagai sesuatu yang bertentangan dengan Kriteria 6.8. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Rekaman kontribusi (sumbangsih) perusahaan pada pembangunan daerah. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Prinsip 7: Pengembangan perkebunan baru secara bertanggung Jawab Kriteria 7.1 Dilakukan analisis Dampak Sosial dan Lingkungan hidup secara komprehensif dan partisipasif sebelum membangun Kebun atau operasi baru memperluas perkebunan yang sudah ada dan hasilnya dimasukkan ke dalam perencanaan, pengelolaan dan operasi. Panduan: Pelaksanaan analisis dampak sosial dan lingkungan yang indipenden dapat menggunakan AMDAL sebagai bagian dari proses tetapi adalah merupakan tanggung jawab perusahaan untuk menyediakan buktibukti yang objektif dan sesuai kepada tim audit bahwa persyaratan penuh dalam Analisis dampak social dan lingkungan adalah mencakup semua aspek dalam kegiatan perkebunan dan pabrik dan juga melingkup perubahannya sepanjang waktu. Terdapat kelemahan dalam proses analisis yang dilakukan, baik dalam AMDAL 48
(Indonesia), EIA (Malaysia) dan DEC (PNG), maka adalah merupakan tanggung jawab perusahaan untuk menyediakan buktibukti objektif yang cukup kepada tim audit bahwa seluruh persyaratan dalam Analisis dampak social dan lingkungan telah dipenuhi. Lihat kriteria 5.1 dan 6.1. Analisa dampak perlu dilakukan oleh ahli independen yang terakreditasi, untuk memastikan adanya proses yang obyektif. Metodologi partisipatif yang juga melibatkan kelompok stakeholder luar amat penting untuk mengidentifikasi dampak, terutama dampak sosial. Stakeholder seperti masyarakat lokal, departemen pemerintah dan LSM perlu juga dilibatkan, lewat wawancara dan pertemuan, dan dengan mengkaji temuantemuan dan rencana pencegahan. Dampak yang mungkin ditimbulkan seluruh aktifitas utama perlu dikaji sebelum pembangunan dimulai. Kajian tersebut perlu mencakup, tanpa mengikutsertakan urutan preferensi, paling tidak kegiatankegiatan sebagai berikut: • Analisa dampak seluruh kegiatan utama, termasuk penanaman, operasi pabrik, pembangunan jalan dan infrastruktur lainnya. • Analisa, termasuk konsultasi stakeholder, Nilai Konservasi Tinggi (lihat kriteria 7.3) yang mungkin terkena dampak negatif. • Analisa dampak terhadap ekosistem yang bersebelahan dengan rencana pembangunan, termasuk apakah pembangunan atau perluasan tersebut akan meningkatkan tekanan terhadap ekosistem alam sekitar. • Identifikasi aliran air dan analisa dampak terhadap hidrologi. Langkahlangkah perlu di rencanakan dan diimplementasikan untuk mempertahankan kuantitas dan kualitas sumber air. • Survey tanah baseline dan informasi topografi, termasuk identifikasi tanah rusak (marginal) dan rentan (fragile), daerah rawan erosi dan lereng yang tidak layak untuk penanaman. • Analisa jenis lahan yang akan digunakan (hutan, hutan rusak, lahan yang telah dibuka). • Analisa kepemilikan tanah dan hak pengguna. • Analisa pola pemanfaatan lahan yang ada. • Analisa dampak sosial yang mungkin ditimbulkan terhadap masyarakat sekitar perkebunan, termasuk analisa mengenai dampak yang berbeda terhadap kaum pria dan wanita, terhadap kelompokkelompok etnis, dan antara tenaga kerja pendatang dan penduduk lokal. Rencana dan operasi lapangan perlu dikembangkan dan diimplementasikan untuk mengintegrasikan hasil analisa. Salah satu hasil proses analisa yang potensial adalah bahwa pembangunan tidak dapat dilanjutkan karena skala dampak yang mungkin ditimbulkan. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Perusahaan memilki dokumen pengelolaan lingkungan, yang isinya antara lain analisis aspek positif dan negatif sosial dan lingkungan, serta partisipasi pihakpihak yang terkena dampak (masyarakat lokal). 49
2. Rencana pengelolaan dan prosedur operasional yang memadai (RKL/RPL). 3. Tersedianya rekaman implementasi program pembinaan petani plasma, sesuai skema dan perundangundangan yang berlaku (jika ada plasma). Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 7.2 Menggunakan survai tanah dan informasi topografi untuk merencanakan lokasi pengembangan perkebunan baru dan hasilnya digabungkan ke dalam perencanaan dan operasi Panduan: Kegiatankegiatan ini dapat dihubungkan dengan kegiatan Analisis mengenai dampak sosial dan lingkungan (kriteria 7.1) tetapi tidak perlu adanya tenaga ahli yang indipenden. Survey tanah harus memadai bagikesesuaian lahan budidaya kelapa sawit dalam jangka panjang. Peta kesesuaian tanah atau survey tanah harus sesuai dengan skala operasi dan mencakup informasi mengenai jenis tanah, topografi, kedalaman akar, kelembaban, banyaknya bebatuan, kesuburan tanah dan keberlanjutan jangka panjang tanah. Tanah yang tidak cocok untuk penanaman atau tanah yang perlu perlakuan khusus perlu diidentifikasi. Informasiinformasi ini perlu digunakan dalam merencanakan program penanaman, dll. Perlu direncanakan langkahlangkah untuk meminimalisir erosi lewat penggunaan mesin berat yang tepat, pembuatan teras di lahan miring, konstruksi jalan yang benar, penutupan lahan (cover) yang penutupannya pesat, perlindungan tepian sungai (DAS), dll. Informasi mengenai topografi harus digunakan untuk memandu perencanaan sistem drainase dan irigasi, jalan dan infrastruktur lainnya. Analisa kesesuaian lahan juga penting bagi produsen kecil, terutama bila jumlahnya cukup banyak di suatu daerah tertentu. Informasi dapat dikumpulkan dan disediakan oleh kelompok petani atau pabrik kelapa sawit yang membeli TBS dari petani perorangan.
50
Bukti pemenuhan kriteria: 1. Tersedianya rekaman kesesuaian lahan sebagai hasil dari survei tanah yang mencakup informasi topografi, iklim, jenis tanah, kesuburan tanah, kedalaman air tanah dan drainase. 2. Tersedianya rekaman pelaksanaan pengembangan kebun berdasarkan kesesuaian lahan. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 7.3 Penanaman baru sejak November 2005 (sejak disyahkan RSPO) tidak dilakukan di hutan primer atau setiap daerah yang memiliki satu atau lebih Nilai Konservasi Tinggi (High Conservation value) Panduan: 1. Apabila dapat dibuktikan bahwa lahan tersebut tidak mengandung HCV pada November 2005, maka lahan tersebut dapat dimasukkan dalam program sertifikasi RSPO. 2. Apabila status HCV suatu lahan tidak diketahui dan atau terdapat perselisihan, maka lahan tersebut akan dikeluarkan dari program sertifikasi RSPO, hingga terdapat penyelesaian yang dapat diterima untuk kompensasi lahan HCV yang telah dibuka. 3. Perusahaan yang memiliki lahan seperti di atas dapat menyertakan kebun lain di dalam program sertifikasi. 4. Ketetapan ini berlaku hanya untuk pengembangan lahan pada November 2005 hingga November 2007 yang merupakan waktu percobaan penerapan RSPO P&C. Kriteria ini berlaku atas hutan dan jenis vegetasi lainnya. Kriteria ini berlaku meskipun terjadi perubahan pada kepemilikan lahan atau manajemen perkebunan setelah tanggal pemberlakuan kriteria ini. Nilai Konservasi Tinggi mungkin teridentifikasi sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam daerah tertentu di lahan yang dikuasai, dan dalam hal ini penanaman baru dapat direncanakan sedemikian rupa sehingga Nilai Konservasi Tinggi tersebut dapat terpelihara atau ditingkatkan 51
sesuai dengan peraturan yang berlaku. Analisa Nilai Konservasi Tinggi menuntut pelatihan dan kemampuan yang tertentu, dan harus mencakup konsultasi dengan masyarakat lokal, terutama untuk mengidentifikasi Nilai Konservasi Tinggi sosial. Identifikasi HCV sebaiknya dilaksanakan sesuai dengan National Interpretation dari Kriteria HCV atau sesuai dengan global HCV toolkit jika National Interpretation tidak tersedia. Pembangunan perlu secara aktif berupaya memanfaatkan lahan yg telah dibukadan/atau lahan rusak.Pembangunan perkebunan tidak boleh menimbulkan tekanan tidak langsung pada hutan lewat pemanfaatan seluruh lahan tanam/pertanian yang tersedia disuatu daerah. Meskipun pembangunan yang direncanakan konsisten dengan perencanaan pada tingkat bentang alam/lansekap oleh departemen/instansi lokal dan nasional, persyaratan perlindungan Nilai Konservasi Tinggi sosial dan biologis ini tetap harus dipenuhi. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Penanaman baru dalam periode November 2005 hingga November 2007 harus memenuhi persyaratan hukum yang berlaku dan mencakup pengelolaan dampak pada sosial dan lingkungan, dan sesuai dengan rencana tata ruang yang legal. 2. Rekaman peta rencana dan realisasi pembukaan lahan sesuai dengan identifikasi HCV. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 7.4 Pengembangan penanaman pada lahan yang curam, dan atau ditanah marjinal serta rapuh (mudah longsor) harus dihindari. Panduan: Penanaman berlebihan di tanah gambut dan di tanah rapuh lainnya sedapat mungkin 52
dihindari dengan mengacu pada peraturan yang berlaku. Dampak yang merugikan dapat termasuk aspek hidrologis atau resiko yang meningkat (misalnya resiko kebakaran) dalam areal di luar perkebunan. (Kriteria 5.5). Bukti pemenuhan kriteria: 1. Peta tanah marjinal dan mudah longsor, termasuk kemiringan yang curam dan tanah gambut tersedia dalam skala yang memadai. 2. Bila direncanakan penanaman terbatas di tanah rapuh dan marginal, rencana terdokumentasi dibuat dan diterapkan untuk melindungi tanahtanah ini tanpa menimbulkan dampak yang merugikan. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 7.5 Tidak ada penanaman baru dilakukan di tanah masyarakat lokal tanpa persetujuan terlebih dahulu dari mereka, yang dilakukan melalui suatu sistem yang terdokumentasi sehingga memungkinkan masyarakat adat dan masyarakat lokal serta para pihak lainnya bisa mengeluarkan pandangan mereka melalui institusi perwakilan mereka sendiri. Panduan: Masyarakat berhak menunjuk wakil mereka sendiri dan proses ini terdokumentasi. Bila penanaman baru dapat diterima, rencana manajemen dan operasi harus memelihara tempattempat terlarang. Kesepakatan dengan masyarakat lokal harus dibuat tanpa paksaan/ancaman atau undue influence lihat Definisi. (Lihat panduan 2.3). Yang dimaksud dengan stakeholder dalam hal ini mencakup mereka yang terkena dampak atau terkait dengan rencana penanaman baru. Lihat kriteria 2.2, 2.3, 6.2, 6.4 dan 7.6 untuk indicator kepatuhan/pemenuhan. Kegiatan ini akan terintegrasi dengan AMDAL sesuai yang dipersyaratkan di kriteria 7.1. Bukti pemenuhan kriteria: 53
1. Perusahaan memilki dokumen analisis dampak sosial dan lingkungan, yang isinya antara lain analisis aspek positif dan negatif sosial dan lingkungan, dan dilakukan dengan partisipasi pihakpihak yang terkena dampak (masyarakat lokal). 2. Rekaman sosialisasi rencana pembukaan usaha perkebunan. 3. Rekaman kesepakatan ganti rugi/penyerahan lahan dari pemilik lahan untuk pembukaan perkebunan. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 7.6 Masyarakat setempat diberikan kompensasi atas setiap pengambilalihan lahan dan pelepasan hak yang disepakati dengan keputusan bebas (tanpa tekanan), didahulukan dan diinformasikan serta kesepakatan yang telah dirundingkan Panduan: Masyarakat berhak menunjuk wakil mereka sendiri dan terdokumentasi. Lihat kriteria 2.2, 2.3 dan 6.4 serta panduan terkait. Persyaratan ini juga meliputi masyarakat asli. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Rekaman identifikasi dan penilaian atas hak berdasarkan hukum dan hak tradisional dengan melibatkan instansi pemerintah terkait dan masyarakat setempat. 2. Prosedur identifikasi pihakpihak yang berhak menerima kompensasi. 3. Rekaman proses negosiasi dan/ atau hasil kesepakatan kompensasi secara umum tersedia 4. Rekaman perhitungan dan pelaksanaan pembayaran kompensasi. 5. Masyarakat yang kehilangan akses dan hak atas tanah untuk perluasan perkebunan diberikan kesempatan untuk mendapatkan manfaat dari pembangunan perkebunan. 6. Proses dan hasil klaim kompensasi harus didokumentasikan dan tersedia untuk umum. Catatan pengamatan: 54
Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
Pemerintah
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
Kriteria 7.7 Dilarang membuka perkebunan baru dengan membakar, kecuali dalam keadaan khusus sebagaimana dalam Panduan ASEAN (ASEAN Guidelines) atau praktek terbaik regional lainnya Panduan: Penggunaan api hanya diperbolehkan jika analisa menunjukkan bahwa cara tersebut adalah yang paling efektif dan menimbulkan dampak lingkungan paling kecil untuk meminimalisir serangan hama dan penyakit, dan ada buktibukti bahwa penggunaan api dikontrol secara cermat. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Dokumentasi analisis apabila pembakaran dilakukan pada penyiapan lahan untuk penanaman. 2. Perusahaan memiliki bukti pelaksanaan zero burning. 3. Prosedur dan rekaman Tanggap Darurat Kebakaran Lahan. 4. Sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran lahan sesuai tingkat kerawanannya. Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan 5. Lainlain
55
Pemerintah
Prinsip 8: Komitmen terhadap perbaikan terusmenerus pada wilayahwilayah utama aktifitas Kriteria 8.1 Perkebunan dan pabrik kelapa sawit secara teratur memonitor dan mengkaji ulang aktifitas mereka dan mengembangkan dan mengimplementasikan rencana aksi yang memungkinkan adanya perbaikan nyata yang kontinu pada operasioperasi utama. Panduan: Perusahaan seharusnya memiliki sistem untuk memperbaiki praktekpraktek sehubungan adanya informasi dan teknik yang baru dan mekanisme penyebaran informasi kepada seluruh jajaran tenaga kerja. Bukti pemenuhan kriteria: 1. Tersedia rencana aksi pemantauan yang berdasarkan pertimbangan analisis dampak lingkungan dan sosial, dan evaluasi rutin untuk kegiatan perkebunan dan pabrik. Minimum, hal ini harus meliputi, namun tidak terbatas pada: • Pengurangan penggunaan bahanbahan kimia tertentu (kriteria 4.6) • Dampak lingkungan (kriteria 5.1) • Pengurangan limbah (kriteria 5.3) • Polusi dan emisi (kriteria 5.6) • Dampak sosial (kriteria 6.1) 2. Rekaman tindak lanjut terhadap temuan audit RSPO, jika ada Catatan pengamatan: Rumusan No. pengamatan
Kewajiban dan tanggung jawab Perusahaan dan/atau Pabrik
1. Isu 2. Aturan 3. Praktek negatif 4. Rumusan temuan
56
Pemerintah
Lampiran 1: DEFINISI1 Customary rights (Hak adat): Pola pemanfaatan lahan dan sumber daya yang telah ada sejak jaman dahulu yang selaras dengan hukum, nilainilai, kebiasaan dan tradisi masyarakat adat, pemanfaatan lahan secara musiman atau rotasi, dan bukan status legal formal pemanfaatan lahan dan sumber daya yang ditetapkan negara. (Dari World Bank Operational Policy 4.10). Environmental Impact Assessment (Penilaian Dampak Lingkungan): sebuah proses memperkirakan dan mengevaluasi dampak dari suatu aksi atau serangkaian aksi terhadap lingkungan, lalu memanfaatkan hasilnya sebagai alat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan. High Conservation Value Forest/HCVF (Hutan Nilai Konservasi Tinggi): Hutan dengan satu atau lebih Nilai Konservasi Tinggi (HCVs) yang harus dilestarikan atau ditingkatkan: • HCV1. Wilayah hutan yang memiliki konsentrasi nilai keanekaragaman hayati yang penting secara global, regional dan nasional (misalnya spesies endemik, spesies yang terancam kepunahan) • HCV2. Wilayah hutan yang memiliki hutanhutan tingkat lansekap yang penting secara global, regional dan nasional, yang berada dalam, atau yang di atasnya terdapat, unit manajemen, yang memiliki keberlangsungan pola distribusi dan kelimpahan populasi sebagian besar atau seluruh spesies yang dapat ditemui di alam. • HCV3. Wilayah hutan yang berada dalam atau memiliki ekosistem langka, terancam atau nyaris punah. • HCV4. Wilayah hutan yang menyediakan jasa alam dasar dalam situasi kritis (misalnya daerah tangkapan air, kontrol erosi). • HCV5. Wilayah hutan yang fundamental untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat lokal (misalnya subsisten, kesehatan). • HCV6. Wilayah hutan yang penting bagi identitas budaya tradisional masyarakat lokal (daerah dengan kepentingan budaya, ekologis, ekonomis dan religius yang merupakan bagian dari masyarakat lokal tersebut). (Lihat: ‘The HCVF Toolkit’ – di www.proforest.net) ISO Standards (Standar ISO): Standar yang dikembangkan oleh Organisasi Standarisasi Internasional (the International Organization for Standardization) (ISO: lihat http://www.iso.ch/iso). Natural vegetation (Vegetasi alam): Daerah yang memiliki berbagai karakteristik dan elemen utama dari ekosistem asli, seperti kompleksitas, struktur dan keanekaragaman. Plantation (Perkebunan): Lahan dengan tanaman kelapa sawit dan penggunaan lahan terkait lainya seperti infrastruktur (misalnya jalan), daerah tepian sungai dan daerah konservasi.
1 Mengacu pada RSPO Principles and Criteria for Sustainable Palm Oil Production Including Indicators and Guidance October 2007
57
Primary Forest (Hutan Primer): Hutan primer adalah hutan yang belum pernah mengalami penebangan dan tercipta secara alami dan karena peristiwa alam, tanpa memandang usianya. Yang juga dimasukkan sebagai hutan primer adalah hutan yang dimanfaatkan sekedarnya oleh masyarakat adat dan masyarakat lokal yang hidup dalam tata cara tradisional yang relevan dengan konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati yang berkelanjutan. Tutupan hutan yang ada umumnya relatif serupa dengan komposisi alam dan berkembang terutama lewat regenerasi alamiah. Interpretasi nasional perlu mempertimbangkan apakah diperlukan sebuah definisi yang lebih spesifik. (Dari FAO Second Expert Meeting On Harmonizing ForestRelated Definitions For Use By Various Stakeholders, 2001, http://www.fao.org/documents/show_cdr.asp?url_file=/DOCREP/005/Y4171E/Y4171 E11.htm). Prophylactic: Sebuah perlakuan atau (serangkaian) aksi yang ditujukan sebagai langkah pencegahan. Restore (Pemulihan): Mengembalikan daerah rusak atau daerah konversi dalam suatu wilayah perkebunan ke keadaan semialamiahnya. Smallholder: Petani yang menanam kelapa sawit, kadang kala juga menghasilkan tanaman lain pada skala subsisten, di mana keluarga merupakan tenaga kerja utama dan perkebunan yang diusahakan merupakan sumber pendapatan utama, dan luasan kebun kelapa sawitnya kurang dari 50 hektar. Stakeholders (Pihak/Pihak terkait): Individu atau kelompok yang memiliki kepentingan yang legitimate dan/atau nyata dengan, atau mereka yang terkena dampak langsung dari, aktifitas suatu organisasi dan akibat dari aktifitas tersebut. Outgrowers (Petani): Petani, yang penjualan TBSnya dikontrak secara eksklusif oleh pihak perkebunan/pabrik. Petani plasma mungkin adalah smallholder. Undue influence: Pengaruh/Kuasa yang dimiliki pihak ketiga yang sedemikian rupa sehingga seseorang menandatangani kontrak atau perjanjianperjanjian lainnya yang, jika tidak ada pengaruh dari pihak ketiga tersebut, tidak akan mau ia tanda tangani. Use rights (Hak guna): Hak untuk memanfaatkan sumber daya hutan yang dapat didefinisikan oleh kebiasaan lokal, kesepakatan, atau diberikan oleh entitas yang memiliki hak akses. Hakhak ini mungkin membatasi pemanfaatan suatu sumber daya pada tingkat konsumsi tertentu atau penggunaan tehnik pemanenan tertentu.
58
Lampiran 2:
Pedoman mengenai beberapa standar utama internasional, sebagai rujukan tambahan kriteria sosial Prinsip
Standard Internasional
Ringkasan perlindungan
Pengambilalihan lahan yang adil
Konvensi ILO 169 (1989) mengenai Masyarakat Pribumi dan Adat
Menghormati dan melindungi hak atas tanah dan sumber daya alam yang dimanfaatkan dan digunakan secara tradisional; penghargaan terhadap peninggalan adat; larangan pemindahan paksa; kompensasi atas kehilangan dan kerugian.
Konvensi PBB mengenai Keragaman Hayati (1992)
Melindungi dan mendorong penggunaan sumbersumber daya hayati sesuai dengan praktek praktek tradisional.
Konvensi ILO 169 (1989) mengenai Masyarakat Pribumi dan Adat
Mewakili diri sendiri melalui lembagalembaga perwakilan mereka; konsultasi untuk mencapai kesepakatan atau persetujuan; hak untuk memutuskan prioritas sendiri, mempertahankan adat sendiri dan menyelesaikan pelanggaran pelanggaran sesuai dengan hukum adat (sejalan dengan hak asasi manusia internasional).
Perwakilan dan Peran serta masyarakat pribumi dan adat secara adil
Konvensi mengenai Penghapusan Persetujuan sukarela yang diberitahukan Segala sebelumnya mengenai keputusankeputusan yang Bentuk Diskriminasi Rasial, mungkin mempengaruhi masyarakat pribumi. Perjanjian Internasional (Standar ini telah diterima secara umum sebagai mengenai Hakhak Ekonomi, standar ‘praktik terbaik’ oleh badanbadan dunia Sosial dan Budaya, Sistem Hak seperti Komisi Dunia untuk Bendungan, Review Asasi Manusia antar Negara Industri Ekstraktif, Dewan Pekerja Hutan, UNDP, Benua Amerika CBD, IUCN dan WWF). Larangan kerja paksa
Perlindungan anak
Kebebasan Berserikat dan Posisi Tawar Kolektif
Konvensi ILO 29 (1930) Kerja Paksa
Tidak ada konsesi (hak istimewa) untuk perusahaan terlibat dalam segala bentuk kerja paksa
Konvensi ILO 105 (1957) Penghapusan Kerja Paksa
Larangan menggunakan segala bentuk kerja paksa
Konvensi ILO 138 (1973) Usia Minimum
Penghapusan pekerja anakanak dan definisi usia kerja minimum nasional tidak kurang dari 1518 tahun (bergantung pada pekerjaan).
Konvensi ILO 182 (1999) Bentuk Terburuk Mempekerjakan Anak
Penghapusan perbudakan anak, perbudakan karena hutang, penjualan dan perburuan untuk prostitusi; metoda yang sesuai untuk memantau dan menegakkan pemberlakuannya.
Konvensi ILO 87 (1984) Kebebasan Berserikat dan Perlindungan terhadap Hak untuk Berorganisasi
Kebebasan untuk bergabung dengan organisasi, federasi dan konfederasi yang dipilih; dengan anggaran dasar dan aturanaturan yang dipilih secara bebas; langkahlangkah untuk melindungi hak untuk berorganisasi
Konvensi ILO 98 (1949) Hak untuk Berorganisasi dan Posisi Tawar Kolektif
Perlindungan terhadap tindakan antiserikat pekerja dan langkahlangkah untuk menguasai serikat pekerja; cara untuk negosiasi sukarela
59
Prinsip
Standard Internasional
Ringkasan perlindungan mengenai ketentuan dan syarat pekerjaan melalui kesepakatan bersama
Konvensi ILO 141 (1975) Organisasi Pekerja Pedesaan
Hakhak penyewa, buruh tani dan petani untuk berorganisasi; bebas dari campur tangan dan paksaan.
Konvensi ILO 100 (1951) Persamaan Upah
Persamaan upah antara bagi lakilaki dan perempuan atas pekerjaan yang sama.
Konvensi ILO 111 (1958) Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan)
Persamaan kesempatan dan perlakuan dalam hubungannya dengan pekerjaan dan jabatan; tidak ada diskriminasi atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, faham politik, asal negara atau status sosial.
Konvensi ILO 97 (1949) Migrasi untuk mencari kerja
Pemberian informasi; tidak ada hambatan untuk bepergian; pemberian fasilitas kesehatan; non diskriminasi dalam pekerjaan, akomodasi, jaminan sosial dan pengupahan; tidak ada pemulangan paksa pekerja migran yang sah; pengiriman uang tabungan ke negara asal pekerja.
Konvensi ILO 143 (1975) Pekerja Migran (Ketentuan ketentuan tambahan)
Menghargai hak asasi manusia; perlindungan terhadap pekerja migran liar dari tindakan yang kejam; larangan penjualan pekerja migran liar; perlakuan yang adil pada pekerja migran.
Perlindungan terhadap Buruh Perkebunan
Konvensi ILO 110 (1958) Perkebunan
Perlindungan terhadap anggota keluarga orang yang dipekerjakan, perlindungan terhadap hakhak pekerja pada saat penerimaan kerja dan pemberangkatan; kontrak kerja yang adil; penghapusan sanksi hukuman; upah dan kondisi kerja yang adil; tidak ada paksaan atau kewajiban untuk menggunakan toko perusahaan; akomodasi dan kondisi yang memadai; perlindungan persalinan; kompensasi atas cidera dan kecelakaan; kebebasan berserikat; hak untuk berorganisasi dan posisi tawar kolektif; inspeksi pekerja yang benar; perumahan dan fasilitas kesehatan yang layak.
Perlindungan terhadap Penyewa dan Petani Penggarap
Rekomendasi ILO 132 (1968) Penyewa dan Petani Penggarap
Harga sewa yang wajar; pembayaran hasil pertanian yang layak; catu kesejahteraan; organisasi sukarela; kontrak yang adil; tatacara penyelesaian perselisihan.
Perlindungan terhadap Petani
Konvensi ILO 117 (1962) Kebijakan Sosial (Tujuan dan Standar Dasar)
Pengasingan karena hak adat; bantuan untuk membentuk koperasi; pengaturan sewa untuk memperoleh standar hidup setinggi mungkin.
Keselamatan dan Kesehatan
Konvensi ILO 184 (2001) Keselamatan di bidang Pertanian
Menganalisis risiko dan mengambil langkah langkah pencegahan dan perlindungan untuk memastikan keselamatan dan kesehatan tempat kerja, mesin, peralatan, bahan kimia, alat dan prosesproses; memastikan penyebarluasan informasi, pelatihan yang tepat, supervisi dan
Tidak Ada Diskriminasi dan Persamaan Upah
Penggunaan Buruh Migran secara Adil
60
Prinsip
Standard Internasional
Ringkasan perlindungan kepatuhan; perlindungan khusus untuk pekerja remaja dan wanita; perlindungan terhadap cidera dan penyakit karena pekerjaan.
Mengendalikan Konvensi Stockholm mengenai atau menghapus Polutan Organik yang Berbahaya Penggunaan Bahan (2001) Kimia dan Pestisida Berbahaya
Melarang dan/atau menghapus produksi dan penggunaan bahan kimia yang terdata dalam Lampiran A (misalnya Aldrin, Chlordance, PCB); Membatasi produksi dan penggunaan bahan kimia dalam Lampiran B (misalnya DDT); mengurangi atau menghapus peredaran bahan kimia yang terdaftar dalam Lampiran C (misalnya Hexachlorobenzene).
Petunjuk Pelaksanaan Distribusi dan Penggunaan Pestisida Internasional FAO (1985, Direvisi tahun 2002)
Membatasi penggunaan pestisida berbahaya jika sulit untuk dikendalikan; memastikan penggunaan teknikteknik dan peralatan pelindung; memberi pekerja pedoman mengenai langkahlangkah keselamatan; memberikan fasilitas yang luas untuk petani; melindungi pekerja dan pengawas; memberikan informasi yang lengkap mengenai risiko dan perlindungan; melindungi keanekaragaman hayati dan menekan dampak dampak terhadap lingkungan hidup; memastikan pembuangan limbah dan peralatan yang aman; membuat ketentuanketentuan penanganan darurat keracunan.
Konvensi Rotterdam mengenai Tatacara Persetujuan yang Diberitahukan Sebelumnya untuk BahanBahan Kimia dan Pestisida Tertentu yang Berbahaya dalam Perdagangan Internasional (1998)
Menghambat perdagangan bahan kimia dan pestisida berbahaya; menyusun tatacara nasional untuk mengawasi penggunaan dan perdagangannya; membuat daftar bahan kimia dan pestisida yang dilarang dan berbahaya.
61
Lampiran 3: Daftar Peraturan & Perundangundangan Terkait Penerapan RSPO2 Prinsip 1 Kriteria 1 1. UU No. 5 tahun 1960 tentang Pokok Agraria. 2. UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistim Budidaya Tanaman. 3. UU No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup. 4. UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan. 5. UU No. 13 tahun 2003 Ketenagakerjaan. 6. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan. 7. UU Ketenagakerjaan (tentang UMP, Umur, K3). 8. Peraturan mengenai penguasaan lahan. 9. Peraturan AMDAL (PP27/99, Kepmen LH No. 08/2006, Kepmen LH No.11/2006). Kriteria 2 1. UU No.7/1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan. 2. UU No. 5 tahun 1960 UndangUndang Pokok Agraria. 3. UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistim Budidaya Tanaman. 4. UU No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup. 5. UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan. 6. UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (K3). 7. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan. 8. PP No. 27 tahun 1999 tentang Pelaksanaan AMDAL. Prinsip 2 Kriteria 1 1. UU No. 5 tahun 1960 UndangUndang Pokok Agraria. 2. UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistim Budidaya Tanaman. 3. UU No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup (Pasal 5 ayat 2 dan Pasal 6 ayat 2). 4. UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. 5. UU No. 13 tahun 2003 Ketenagakerjaan. 6. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan. 7. UU No. 1/1970 tentang Keselamatan kerja. 8. UU No. 3/1992 tentang Jaminan Sosial. 9. UU No. 13 / 2003 tentang Ketenagakerjaan. 10. UU No. 21 /2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. 11. UU 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. 12. UU No. 20/1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 138 mengenai Usia Minimum utk Dibolehkan Bekerja. 13. UU No.1/2000 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentukbentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak 14. UU No.1/1970 tentang Keselamatan Kerja. 15. PP No.8/1981 Perlindungan Upah. 2 Mei 2008. Dokumen Final Interpretasi Nasional Terhadap Prinsip & Kriteria RSPO Untuk Indonesia
62
16. Permen No. PER01/MEN/1999 tentang Upah Minimum. 17. Permenaker No. Per03/Men/1984 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu. 18. 8 Konvensi Dasar ILO (Konvensi No. 98, 87, 29, 105, 100, 111, 138, 182. 19. Konvensi ILO No. 81 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan (Labour Inspection in Industry and Commerce). Beberapa konvensi/hukum internasional yang telah diratifikasi di Indonesia; 1. UU No. 7 Tahun 1984 Ratifikasi Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW). 2. UU No. 5 Tahun 1994 Ratifikasi Convention on Biological Diversity (CBD). 3. UU No. 29 Tahun 1999 Ratifikasi Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (CERD). 4. UU No. 11 Tahun 2005 Ratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). 5. UU No. 12 Tahun 2005 Ratifikasi International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR). 6. Nederland Staatblad No. 26 Tahun 1933 jo Nederland Stbl No. 236 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 29 Tahun 1930 tentang Kerja Paksa atau Kerja Wajib. 7. Kepres No. 83 tahun 1998; Ratifikasi Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi. 8. UU No. 18 Tahun 1956 Ratifikasi Konvensi ILO No. 98 Tahun 19489 tentang Penerapan AsasAsas Hak untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama. 9. UU No. 80 Tahun 1957 Rstifikasi Konvensi ILO No. 100 Tahun 1951 tentang Pengupahan yang Sama Bagi Pekerja LakiLaki dan Wanita untuk Perkerjaan Yang Sama Nilainya. 10. UU No. 19 Tahun 1999 Ratifikasi Konvensi ILO No. 105 Tahun 1957 Tentang Penghapusan Kerja Paksa. 11. UU No. 21 Tahun 1999 Ratifikasi Konvensi ILO No. 111 Tahun 1968 Diskriminasi Pekerjaan dan Jabatan. 12. UU No. 20 Tahun 1999 Ratifikasi Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 tentang Usia Minimum untuk Dibolehkan Berkerja. 13. UU No. 1 Tahun 2000 Ratifikasi Konvensi ILO No. 182 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan BentukBentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak. Kriteria 2 1. UU No. 5 tahun 1960 Undangundang Pokok Agraria. 2. UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan. 3. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan. 4. PP No. 40 tahun 1996 tentang HGU, HGB dan HP. 5. PP No 24 tahun 1997 tentang pendaftaran. 6. Permen Agraria/Kepala BPN (No. 2 tahun 1999). 7. Peraturan Menteri Pertanian No. 26/Permentan/ar.140/2/2007. Kriteria 3 1. UU No. 5 tahun 1960 Undangundang Pokok Agraria. 2. UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan. 3. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan. 4. PP No. 40 tahun 1996. 5. Permen Agraria/Kepala BPN No. 2 tahun 1999. 6. Peraturan Menteri/Kepala BPN No. 5 tahun 1999 tentang Pedoman
63
Penyelesaian masalah hak ulayat. 7. Peraturan Menteri Pertanian No. 26/Permentan/ar.140/2/2007. Prinsip 3 Prinsip 4 kriteria 1 1. Petunjuk Teknis Budidaya Kelapa Sawit. Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta, 1997 dan 2006 tentang Petunjuk teknis budi daya kelapa sawit tahun 1997. 2. Standar Pengolahan Kelapa Sawit 1993 dari Ditjen Pengolahan. 3. Standar pengolahan limbah 2006. 4. SNI 1914001 tentang Sistem Manajemen Lingkungan (voluntary). Kriteria 2 1. UU No 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. 2. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan. 3. PP No. 8, 2001 mengenai Pupuk budidaya tanaman. 4. PP No. 150, 2000 mengenai Pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomasa. 5. SNI tentang Pupuk. 6. Petunjuk Teknis Budidaya Kelapa Sawit. Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta, 1997. 7. Pedoman Teknis Pembangunan Kebun Kelapa Sawit Direktorat Jenderal Perkebunan. (Akan dirilis tahun 2007). Kriteria 3 1. PP No.150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa. 2. Good Agriculture Practices untuk Perkebunan kelapa sawit. Kriteria 4 1. UU 12 tahun 1992 2. UU 18 tahun 2004 tentang Perkebunan Kelapa Sawit. 3. PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air dan Pengendalian Pencemaran Air. 4. PP 7/73, PP 6/ 95 5. Kepmen 28&29 Tahun 2003 tentang Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah. 6. Kepmen No.51 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair. Kriteria 5 1. UU No 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. 2. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan. 3. PP No. 6, 1995 mengenai Perlindungan tanaman. 4. Daftar penggunaan bahan kimia pertanian (agro kimia) yang diterbitkan oleh Komisi pestisida. 5. Pengendalian hama terpadu (Ditjenbun). Kriteria 6 1. PP No. 18, 1999 junto PP No 85 mengenai Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
64
beracun. 2. PP No. 74, 2001 mengenai Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun. 3. UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 4. PP No. 7, 1973 mengenai Pengawasan atas peredaran, penyimpanan, dan pengunaan pestisida. 5. SK bersama Menteri kesehatan dan Menteri Pertanian No: 881/Menkes/SKB/VIII/96; 711/Kpts/TP.270/8/1996 tentang batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian. 6. SK Menteri Pertanian No. 517/Kpts/TP.270/9/2002 mengenai Pengawasan pestisida. 7. 07/permentan/sr.140/2/2007. 8. Daftar penggunaan bahan kimia pertanian (agro kimia) yang diterbitkan oleh Komisi pestisida. 9. GIFAP. 1991. Disposal of unwanted pesticide stocks: guidance on the selection of practical options. Brussels, Groupement International des Associations Nationales de Fabricants de Produits Agrochimiques. Kriteria 7 1. UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 2. UU No 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja 3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.PER.04/MEN/1993 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja. 4. PP No. 28/2002 Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Kriteria 8 1. UU 21/1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 111 thn 1968 mengenai diskriminasi Pekerjaan dan Jabatan. 2. Keputusan Menakertrans RI No KEP.261/MEN/X/2004 tahun 2004 Tentang Perusahaan Yang Wajib Melaksanakan Pelatihan Kerja. Prinsip 5 Kriteria 1 1. PP No. 27 th 1999 mengenai AMDAL. 2. PermenLH No.11 Tahun 2006, tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL. 3. Permen LH No 8 tahun 2006 tentang Penyusunan AMDAL. 4. SNI 1914001 (Sistem Manajemen Lingkungan). Kriteria 2 1. UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 2. PP No.7 Tahun 1999, Daftar Tanaman dan Hewan yang Dilindungi. 3. Keputusan Presiden No. 32 th 1990, tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. 4. Kep Menhutbun No. 104/kptsII/ 2000 tentang tata cara pengambilan tumbuhan liar dan satwa liar. 5. IUCN Redlist. 6. CITES. Kriteria 3 1. UU No. 23, 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
65
2. PP 74 th 2001 3. PP No. 18, 1999 junto PP No 85, 1999 mengenai Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun. 4. PP No. 41/1999 mengenai Pengendalian pencemaran udara. 5. Kep Men LH 28 & 29 th 2003. 6. Kep Men LH No 13/3/95 7. Kep Men LH/51/10/95 8. Kep men LH Nomor KEP13/MENLH/3/1995 mengenai baku mutu emisi sumber tidak bergerak. 9. Panduan Penyusunan Standar Prosedur Operasional (SPO) Pengelolaan Limbah Industri KelapaSawit. Direktorat Pengolahan hasil Pertanian, Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Deptan, 2006. Kriteria 4 1. Perpres No 5, 2006 tentang kebijakan energi nasional. 2. Inpres No.1, 2006 tentang Biofuel. Kriteria 5 1. UU No 18 tahun 2004 tentang perkebunan. 2. PP No 04 tahun 2001 tentang pengendalian kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan. 3. PP No 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara. Kriteria 6 1. PP No 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara. 2. KepMen KLH no 13, 1995. 3. Kepmen LH No 141 2003 tentang baku mutu kendaraan bermotor. 4. Kep BAPEDAL No KEP205/BAPEDAL/07 Tahun 1996 tentang pedoman teknis pengendalian pencemaran udara. Prinsip 7 Kriteria 1 1. UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Pasal 25). 2. UU No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup. 3. UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. 4. PP 27 tahun 1999 (Pasal 3334). 5. Kepmen naker 203 th 1999 tentang AKAD (angkatan kerja antar daerah). 6. Kepmenakertrans No. 203/Men/1999 tentang Penempatan Tenaga kerja di Dalam Negeri. Kriteria 2 1. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan. 2. UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 3. UU No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup. Kriteria 3 1. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan. 2. UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 3. UU 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
66
4. Kepmenakertrans No. Kep. 255/Men/2003 tentang Tata Cara Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Lembaga Kerjasama Bipartit. Kriteria 4 1. UU No. 5 tahun 1960 Undangundang Pkok Agraria. 2. UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistim Budidaya Tanaman 3. UU No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup 4. UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan. 5. UU No. 13 tahun 2003 Ketenagakerjaan. 6. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan. 7. UU No.15/ 1987 tentang Ketransmigrasian. Kriteria 5 1. Peraturan Pemerintah NO 8 tahun 1981 Tentang Perlindungan Upah. 2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.PER01/MEN/1999 tentang Upah Minimum. 3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur. 4. Keputusan Menakertrans RI No KEP220/MEN/X/2004 tahun 2004 Tentang SyaratSyarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. 5. Keputusan Menakertrans RI No KEP48/MEN/IV/2004 tahun 2004 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama. 6. Kepmen No. KEP.100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). 7. Kepmen No. KEP.101/MEN/VI/2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh.
Kriteria 6 1. UndangUndang No.21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh. 2. Keputusan Menakertrans RI No: KEP. 255/MEN/2003 Tentang Tata Cara Pembentukan Dan Susunan Keanggotaan Lembaga Kerjasama Bipartit. 3. Kepmen No. Keo16/MEN/2001 tentang Tata Cara Pencatatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh. 4. Kepmen No. Kep.201/MEN/2001 tentang Keterwakilan dalam Kelembagaan Hubungan Industrial. Kriteria 7 1. UndangUndang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 2. Peraturan/Ketentuan mengenai wajib belajar. 3. Keputusan Menakertrans RI No 235/MEN 2003 Tentang JenisJenis Pekerjaan Yang Membahayakan Kesehatan Keselamatan atau Moral Anak. 4. Keputusan Menakertrans RI No 115/MEN/VII/2004 Tentang Perlindungan Bagi Anak Yang Melakukan Pekerjaan Untuk Mengembangkan Bakat & Minat. Kriteria 8 UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kriteria 9
67
Keputusan Menakertrans RI No 224/MEN/2003 Tentang Kewajiban Pengusaha Yang Mempekerjakan Pekerja Perempuan Antara Pukul 23:00 s/d Pukul 07:00. Kriteria 10 Kep MenTan No 395 th 2005. Kriteria 11 UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan. Prinsip 7 Kriteria 1 1. UU No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup (Pasal 5 ayat 2 dan Pasal 6 ayat 2). 2. UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan. 3. UU No. 13 tahun 2003 Ketenagakerjaan. 4. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan; Pasal 25. 5. PP No. 27 tahun 1999; pasal 3334. 6. PermenLH No.11 Tahun 2006, tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL. 7. Permen LH No 8 tahun 2006 tentang Penyusunan AMDAL. 8. SNI 1914001 tentang Sistem Manajemen Lingkungan. 9. Menhut S.06/MenhutVI/2006 tentang Hutan dengan Konservasi Tinggi. 10. Permentan No.26/Permentan/OT.140/2/2007. Kriteria 2 1. UU Perkebunan No. 18, 2004 2. SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 376/KptsII/1998 mengenai Kriteria penyediaan areal hutan untuk perkebunan budidaya kelapa sawit. 3. SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 602/KptII/1998 mengenai Analisis mengenai dampak lingkungan, upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan ling kungan pembangunan kehutanan dan perkebunan. 4. SK Menteri Kehutanan No. 146/KptsII/2003 mengenai Pedoman evaluasi penggunaan kawasan hutan/ex kawasan hutan untuk pengembangan usaha budidaya perkebunan. 5. Petunjuk Teknis Budidaya Kelapa Sawit. Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta, 1997. 6. Pedoman Teknis Pembangunan Kebun kelapa Sawit Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta. (Akan dirilis tahun 2007) Kriteria 3 1. UU No. 5/1990 tentang konservasi SDA hayati dan ekosistemnya 2. UU No 5/1994 tentang konvensi PBB tentang keanekaragaman hayati 3. UU No 24/1992 tentang tata ruang 4. UU No. 41/1999 tentang kehutanan 5. UU No. 18/2004 tentang Perkebunan 6. PP No 7/1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa 7. KepPres 43/1978 tentang pengesahan kovensi PBB tentang CITES 8. KepPres 32/1990 tentang pengelolaan kawasan lindung 9. KepPres No. 1/1987 tentang ratifikasi endangered species 10. HVCF Toolkit
68
Kriteria 4 1. SK tentang Kemiringan Tanah, Dalamnya Gambut, PP Dirjen Perkebunan, UU RI No. 41 tentang Kehutanan 2. Kepres 32 , 1990 tentang Penetapan Kawasan Lindung 3. Kep Menhutbun No. 376/KptsII/1998, Psl. 2, Kesesuaian lahan yang cocok untuk perkebunan budidaya kelapa sawit. Kriteria 5 1. UU No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup (Pasal 5 ayat 2 dan Pasal 6 ayat 2). 2. UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan. 3. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan; pasal 9 ayat 1 dan ayat 2. Kriteria 6 1. UU No. 5 tahun 1960 (UUPA) 2. UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan 3. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan 4. PP No. 40 tahun 1996 5. Permen Agraria/Kepala BPN No. 2 tahun 1999 6. Peraturan Menteri/Kepala BPN No. 5 tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian masalah hak ulayat 7. Peraturan Menteri Pertanian No. 26/Permentan/ar.140/2/2007 kriteria 7 1. UU 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan 2. UU 41/1999 tentang kehutanan 3. UU 18/2004 tentang perkebunan 4. PP 4/2001 tentang Pengendalian Kerusakan Dan Atau Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan Dan Atau Lahan. 5. SK Mentan 357/19... Pembukaan lahan tanpa bakar 6. Peraturan terkait Kebakaran Lahan, KLH, Deptan, Dephut Prinsip 8 Kriteria 1 1. UU No. 18, 2004 tentang Perkebunan 2. PP No 27 tahun 1999 tentang. AMDAL 3. SK Men LH No 86 thn 2002 tentang. Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
69