PANCASILA DASAR FILSAFAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA∗
Pidato pada promosi honoris causa dalam Ilmu Hukum dilakukan oleh Senat Universitet Negeri Gadjah Mada terhadap P.Y.M. Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia, diucapkan oleh yang ditunjuk Senat tersebut melakukan tugas promotor Prof. Mr. Drs. Notonagoro, guru besar dalam Pengantar Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum, pada 19 September 1951.
I. Saudara Presiden Universitet, dengan segala suka hati kami akan melaksanakan tugas yang penuh kehormatan, yang diberikan oleh Senat Universitet Negeri Gadjah Mada kepada kami untuk atas nama Senat melakukan tugas promotor dalam promosi honoris causa dalam Ilmu Hukum terhadap P.Y.M. Ir. Soekarno Presiden Republik Indonesia. II. P.Y.M. Ir. Soekarno, atas nama Senat Universitet Negeri Gadjah Mada, berdasarkan atas kekuasaan yang tertinggi yang diberikan kepadanja sebagaimana tercantum dalam Statut Universitet tersebut dalam Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1950 pasal 2 ayat 2, dan putusan rapatnja, setelah dipertimbangkannja bahwa Paduka Yang Mulia dengan telah menciptakan Pancasila, yang merupakan dasar filsafat Negara Republik Indonesia, amat berdjasa dalam arti pasal 20 ayat 2 tersebut, kami mengangkat Paduka Yang Mulia mendjadi Doctor honoris causa dalam Ilmu Hukum, sehingga Paduka Yang Mulia memperoleh segala hak-wajib serta kehormatan yang menurut hukum dan adat terlekat pada derajat itu. Sebagai bukti tanda, Paduka Yang Mulia akan menerima dari Presiden Universitet surat tanda promosi honoris causa yang ditandatangani oleh Presiden Universitet dan Sekretaris Senat Universitet, dan dibubuhi lambang Universitet serta dilekati meterai besar Universitet.
∗
Disalin dalam EYD dari Almanak Kementrian Penerangan Tahun 1952, Kementrian Penerangan Republik Indonesia, 1952.
1
III. P.Y.M. Dr. Ir. Soekarno, dalam tugas yang penuh kehormatan yang oleh Senat Universitet Negeri Gadjah Mada diberikan kepada kami, termasuk pula memberikan uraian mengenai pemberian derajjat Doctor honoris causa dalam Ilmu Hukum kepada Paduka Yang Mulia tadi, terutama alasan-alasan yang mendjadi pertimbangan Senat. 1. Dalam hidup manusia kadang-kadang dialami saat-saat ia merasa dan menginsyafi terlepas dari kepribadian diri sendiri, ia merasa dan menginsyafi termasuk dalam pertalian kesatuan dengan sesama manusia yang hidup dalam satu masyarakat dengan ia, yang hidup dengan ia dalam pertalian bangsa dan negara. Rasa dan keinsyafan yang demikian itu pada ini waktu meliputi hati sanubari kami, sungguh kami tidak hanya berbicara atas nama Senat dan Universitet Negeri Gadjah Mada, akan tetapi juga sesuai yang terkandung dalam hati sanubari bangsa Indonesia, karena pemberian derajat Doctor honoris causa dalam Ilmu Hukum kepada Paduka Yang Mulia, adalah dimaksudkan sebagai tanda pengakuan dari Senat Universitet Negeri Gadjah Mada akan hal sesuatu yang nyata telah terdapat dan terpelihara dalam masyarakat, dalam bangsa, dalam negara kita Indonesia, ialah Pancasila, dimaksudkan sebagai suatu tanda pengakuan dari Senat akan jasa yang amat besar dari Paduka Yang Mulia, sebagai sebagai pencipta Pancasila itu, terhadap masyarakat, bangsa dan negara Indonesia serta pula terhadap pertumbuhan dan perkembangan pendidikan dan pengajaran, pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia, khusus pada Universitet Negeri Gadjah Mada, yang menurut Statutnya sebagai tercantum dalam pasal 3 didalam menunaikan tugasnya dalam lapangan pendidikan dan pengajaran, dalam mengusahakan dan memajukan ilmu pengetahuan, dan dalam menyelenggarakan usaha membangun, memelihara dan mengembangkan hidup kemasyarakatan dan kebudayaan, sesuai dengan sifatnya sebagai Balai Nasional Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan bagi pendidikan dan pengajaran tinggi, sebagaimana ditetapkan dalam pasal 1 Statut Universitet, berdiri “atas dasar cita-cita bangsa Indonesia yang termaktub dalam Pancasila, kebudayaan kebangsaan Indonesia seluruhnya dan (yang tidak dapat disampingkan oleh suatu Badan Ilmu Pengetahuan) kenyataan”.
2
Paduka Yang Mulia adalah pencipta Pancasila, bukannya Pancasila dalam bentuknya yang berturut-turut terjelma dalam perkataan-perkataan yang tertentu, yang satu sama lainnya agak mengandung perbedaan, sebagaimana terdapat dalam kata pembukaan Undang Undang Dasar Republik Indonesia, yang kita proklamirkan pada 17 Agustus 1945, dalam mukaddimah Konstitusi Sementara dari Republik Indonesia Serikat, dan dalam mukaddimah Undang Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan kita, akan tetapi Pancasila dalam asas dan pengertiannya yang tetap, sebagai dasar filsafat negara dari Republik Indonesia, terlepas dari susunan kata-kata yang tertentu dalam sebuah Undang Undang Dasar, kata-kata mana mungkin akan agak lain lagi dalam Undang Undang Dasar Negara kita yang akan disusun oleh Konstituante di kemudian hari. Yang dimaksudkan juga bukannya nama “Pancasila”, yang menurut pernyataan Paduka Yang Mulia sendiri sebagai terbaca dalam buku Lahirnya Pancasila, perkatannya “sila” berasal dari petunjuk seorang teman ahli bahasa, akan tetapi, untuk mengulanginya, asas dan pengertiannya yang tetap sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia, bukannya bentuk yang formal akan tetapi sifat materialnyalah yang dimaksudkan. Paduka Yang Mulia adalah yang untuk pertama kalinya melahirkan dan mengusulkan Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat pada hari tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan yang untuk mensitir Dr. Radjiman Wedyodiningrat Ketua dari Badan itu, dalam kata pengantar dari pada buku Lahirnya Pancasila, merupakan “suatu beginsel yang menjadi dasar negara kita, yang menjadi Rechtsideologie negara kita; suatu beginsel yang telah meresap dan beruratberakar dalam jiwa Bung Karno”. Paduka Yang Mulia sendiri menamakannya “dasar-dasar”, “philosophisce grondslag”, “weltanschauung”, diatas mana didirikan Negara Indonesia, yang tersusun atas 1. Kebangsaan Indonesia, 2. Internasionalisme atau perikemanusiaan, 3. Mufakat atau demokrasi, 4. Kesejahteraan sosial, dan 5. Ketuhanan yang berkeadaban, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan memperingatkan kepada pembentukan beberapa negara dalam waktu yang lalu dan yang akhir-akhir, semuanya didirikan atas suatu Weltanschauung, yang dalam waktu yang lama sebelumnya “disedia-sediakan, dan diikhtiar-
3
ikhtiarkan”, Paduka Yang Mulia menyatakan, bahwa buat bangsa Indonesia “Weltanschauung sudah lama harus (di)bulatkan didalam pikiran……sebelum Indonesia Merdeka datang”. Adapun pendirian dan pandangan hidup itu Paduka Yang Mulia telah menyedia-nyediakan dan memperjuangkannya sejak 1918. Dalam buku karangannya yang berkepala (berjudul – ed.) “Pantjasila”, Ki Hadjar Dewantara, sekarang juga anggota Dewan Kurator Universitet Negeri Gadjah Mada, menyatakan dalam uraian mengenai isi Pancasila, kami pergunakan kata-kata beliau sendiri, “bahwa pencipta Pancasila itu tidak lain dari pada Bung Karno sendiri” dan “seolah-olah ucapannya itu (dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan) adalah ilham yang langsung timbul dari ujung hati sanubarinya. Bagaimanapun juga, kita menerima ucapan-ucapan itu sebagai kenyataan yang kita benarkan kita akui dan kita sahkan secara yakin dan ikhlas. Termasuknya Pancasila tadi kedalam U.U.D. kita, itupun sudah membuktikan keistimewaannya”. 2. Mengingat pidato Paduka Yang Mulia tentang Pancasila diucapkan dalam
lingkungan
sebuah
badan
yang
bertugas
berusaha
menyiapkan
kemerdekaan sesuatu negara, bahkan kemerdekaan itu masih harus diperjuangkan, pidato itu sudah selayaknya terutama bersifat politis, akan tetapi bagi orang yang dapat menyelami inti dan jiwa pidato Paduka Yang Mulia, tidak hanya politis, menampak dengan jelas, sebagaimana telah disimpulkan dalam kata-kata yang dipakai Paduka Yang Mulia untuk mensifatkan Pancasila bahwa dalam zatnya yang terutama Pancasila adalah pendirian dan pandangan hidup, yang salah satu fungsinya yang sangat penting dan inilah yang dalam keadaan kita pada dewasa itu menentukan pemusatan perhatian kepadanya, merupakan dasar negara bagi kita dalam membentuk negara yang merdeka dan berdaulat. Kalau dipahamkan yang demikian itu, maka Pancasila bukannya suatu konsepsi politis, akan tetapi buah hasil perenungan jiwa yang dalam, buah hasil penyelidikan cipta yang teratur dan seksama diatas basis pengetahuan dan pengalaman yang luas yang tidak begitu saja dapat dicapai oleh saban orang. Demikianlah juga menampaknya arti dan kedudukan yang ditafsirkan dari pada Pancasila dengan memasukkannya dalam Undang Undang Dasar Republik
4
Indonesia yang pertama, tidaklah dibentuk sebagai sesuatu Pancasila, akan tetapi diletakkan sebagai penutup dari kata pembukaannya. Pernyataan-pernyataan yang berturut-turut disebutkan dalam kata pembukaan itu merupakan perujudan dari pada asas-asas yang tercantum dalam Pancasila, yang menjadi cita-cita Negara Indonesia: perujudan dari asas Ketuhanan ialah berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, perujudan dari asas perikemanusiaan adalah hak kemerdekaan, perikeadilan, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, perujudan dari asas kebangsaan adalah berupa kesatuan bangsa dan seluruh tumpah darah serta kedaulatan, asas kerakyatan diujudkan dalam kedaulatan rakyat, dan asas keadilan sosial disifatkan sebagai kesejahteraan umum. Semua itu telah juga terdapat dalam pidato Paduka Yang Mulia, meskipun dalam bentuk atau kata lain. Diantara perujudan dari pada Pancasila itu terdapat satu yang perlu dikemukakan, ialah mencerdaskan kehidupan bangsa yang berarti, bahwa Pancasila itu juga merupakan dasar dari pada pendidikan dan pengajaran, serta usaha ilmu pengetahuan. Yang kemudian itu kemudian ditegaskan lagi dalam UU No. 4 Tahun 1950 yang dalam pasalnya 4 menentukan, bahwa pendidikan dan pengajaran di sekolah berdasar atas asas-asas yang termaktub dalam Pancasila, sedangkan yang mengenai Universitet Negeri Gadjah Mada dicantumkan dalam PP No. 37 Tahun 1950 sebagaimana tadi telah dikemukakan. 3. Mengenai perbedaan dalam susunan perkataan untuk merumuskan Pancasila dalam tiga Undang Undang Dasar antara satu dengan lainnya dan dengan yang asli ciptaan Paduka Yang Mulia, tidak adanya atau tidak diketahuinya tafsiran yang resmi atau tertentu dari pada para pembentuk Undang Undang Dasar masing-masing merupakan kesulitan, akan tetapi agaknya tidak terdapat pertimbangan yang beralasan bagi anggapan, bahwa perbedaan itu berarti perubahan dari pada isi-artinya yang pokok, sebanyak-banyaknya perbedaan itu adalah soal pengutamaan, sepertinya asas Ketuhanan dan perikemanusiaan dalam urut-urutan tempat, Paduka Yang Mulia memberatkan kepada pertimbangan taktis dan psikologis, sedangkan dalam masing-masing Undang Undang Dasar dikemukakan susunan urut-urutan yang hirarkis, yang kedua-duanya sesuai 5
dengan suasana dan kebutuhan keadaan dan waktu, lagi soal penegasan isi dan luas atau soal istilah belaka, misalnya mengenai asas perikemanusiaan, Paduka Yang Mulia memperhatikan sikap dan pergaulan kita dengan bangsa-bangsa lain, ialah internasionalisme, akan tetapi tidak melupakan berasasnya kepada kejiwaan, ternyata dalam peringatan yanganlah bangsa Indonesia chauvinistis meremehkan bangsa lain, akan tetapi harus menuju persatuan dunia, persaudaraan dunia, kekeluargaan bangsa-bangsa, yang dengan tepat dalam Undang Undang Dasar kita yang pertama disifatkan dengan perkataan “adil dan beradab”, kemudian dalam Undang Undang Dasar kita yang berikutnya tidak lagi dianggap perlu disebutkan. Ada lagi asas demokrasi dalam masing-masing Undang Undang Dasar diberi istilah kerakyatan, yang dalam Undang Undang Dasar kita yang pertama ditugaskan bercorak kedaulatan rakyat, yang setengah orang menafsirkannya sebagai sinonim, akan tetapi yang mungkin juga ditafsirkan sebagai pemilihan asas souvereiniteit dari pada demokrasi, ialah souvereiniteit rakyat yang dapat dimengerti pada waktu bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian tidak lagi terdapat dalam Undang Undang Dasar kedua dan ketiga. Begitulah bagi asas keadilan sosial, Paduka Yang Mulia masih mempergunakan pula istilah “kesejahteraan sosial”, sedangkan dalam masing-masing Undang Undang Dasar yang dipakai “keadilan sosial”. Maka oleh karena Pancasila yang tercantum dalam masing-masing Undang Undang Dasar kita dalam isi-artinya yang pokok adalah Pancasila ciptaan Paduka Yang Mulia. Tidak kita kurangkan, bahkan sangat kita hargai jasa para pembentuk Undang Undang Dasar masing-masing. 4. Selain dari pada dalam peraturan-peraturan negara, pun dalam kenyataan masyarakat, Pancasila menerima sambutan yang sekiranya tidak dapat disangkal, sungguh mengherankan dan sebagaimana yang dinyatakan oleh Ki Hadjar Dewantara, dibenarkan sebagai kenyataan, diakui dan disahkan oleh bangsa Indonesia secara yakin dan ikhlas. “Pancasila menjelaskan serta menegaskan corak-warna atau watak rakyat kita sebagai bangsa-bangsa yang beradab, bangsa yang berkebudayaan, bangsa yang menginsyafi keluhuran dan
6
kehalusan hidup manusia, serta sanggup menyesuaikan hidup kebangsaannya dengan
dasar
perikemanusiaan
yang
universal,
meliputi
seluruh
alam
kemanusiaan” yang seluas-luasnya, “pula dalam arti kenegaraan dan khususnya”. Tidak hanya diterima reseptif, akan tetap sejak semula Pancasila berkuasa untuk menanam dan menggugah minat kreatif serta mengilhamkan untuk mulai mengusahakan diri ikut-serta dalam pembangunan masyarakat dan negara. Jika dipahamkan, mustahil yang demikian itu hanya bersifat suatu kegemaran yang melintas, sesungguhnya karena apa yang tercantum dalam Pancasila merawankan hati bangsa Indonesia bahkan penjelmaan dari pada cita-rindu-kalbunya. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berideologi. Paduka Yang Mulia sebagaimana tercantum dalam buku Lahirnya Pancasila menunjukkan kepada faham Ratu-Adil, ialah keadilan sosial. Barang sekiranya dapat ditunjukkan pula kepada faham aworing kawulagusti, kepada faham astha-brata, kepada faham astha-watak dari pada samudra, maruta, surya, candra, kartika, buwana, angkasa, dan arga. Begitulah asas-asas dari pada Pancasila meresap dan hidup terpelihara dalam hati sanubari bangsa Indonesia sebagai pembangun hidup, yang telah lama berada. Pancasila adalah pensifatan dan bentuk baru yang sesuai dengan keadaan dari pada ideologi bangsa Indonesia. 5. Disamping kedudukannya dalam perundangan negara dan dalam masyarakat, yang telah menunjukkan nilai dari pada Pancasila yang laur biasa, khusus bagi Universitet Negeri Gadjah Mada, Pancasila mempunyai kedudukan yang istimewa, yang dalam pertimbangan Senat mengenai promosi honoris causa terhadap Paduka Yang Mulia ini merupakan unsur yang sangat penting. Sebagaimana diketahui dalam lingkungan Perguruan Tinggi terdapat perbedaan faham tentang kedudukannya sebagai pengusaha ilmu pengetahuan, yang sayang di negeri kita sekarang belum dapat diatasi juga, akan tetapi barang sekiranya dapat diharapkan akan memperoleh penyelesaian yang sesuai dengan kebutuhan dan sifat masyarakat kita. Pada satu pihak orang berpegang teguh pada pendirian “ilmu pengetahuan untuk ilmu pengetahuan”, yang pihak lain di dalam mengusahakan ilmu pengetahuan berpegangan pula pada asas rohani. Dalam hal ini sebagaimana telah tercantum dalam Statutnya, Universitet Negeri Gadjah 7
Mada berdiri pada pihak yang kedua, yang teleologis, dengan memelihara tugas ilmu pengetahuan akan mencapai tujuannya yang langsung, ialah kenyataan. Universitet Negeri Gadjah Mada menginsyafi bahwa hak hidupnya berasal dari dan terdapat dalam mengabdikan diri pada masyarakat, dan hak hidup itu hanya dapat kekal serta pula membawa hasil dan manfaat bagi masyarakat yang sebesarbesarnya, jika bersatu dasar dan bertunggal corak budaya dengan masyarakat, maka Universitet Negeri Gadjah Mada berdasarkan atas asas rohani Pancasila dan kebudayaan kebangsaan Indonesia seluruhnya. Dengan dimilikinya asas rohani Pancasila itu, selain dari pada mengenai soal yang telah dikemukakan, Universitet Negeri Gadjah Mada mempunyai sifat nasional. Begitulah asas perikemanusiaan mewujudkan penambahan tugas, disamping menyiapkan mahasiswa untuk dengan berdiri pribadi mengusahakan ilmu pengetahuan dan menjabat pekerjaan, juga membentuk manusia susila yang cakap dan mempunyai keinsyafan akan bertanggung-jawab tentang kesejahteraan masyarakat Indonesia khususnya dan dunia umumnya, dan sesuai dengan itu ditentukan diadakan pelajaran dalam mata pelajaran yang bersifat umum untuk memberi dasar dan keinsyafan akan pendirian hidup yang luas dan kuat kepada para mahasiswa, lagi pula diberi tugas ikut-serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dengan menyelenggarakan usaha membangun, memlihara dan mengembangkan hidup kemasyarakatan dan kebudayaan. Asas kebangsaan menjemalkan tiga jenis pengaruh dalam susunan Universitet Negeri Gadjah Mada. Pertama, persesuaian susunan pelajaran dengan kebutuhan masyarakat dan negara kita, yang sangat kekurangan tenaga bangsa sendiri yang mempunyai didikan tinggi, lebih-lebih kalau ditinjau dari sudut jumlah bangsa kita dan keluadan tanah air kita, tidak ketinggalan kebutuhan akan selekas mungkin dapat menggantikan tenaga-tenaga asing dalam segala lapangan, maka untuk selekas mungkin daoat menghasilkan tenaga-tenaga ahli dalam sebanyak mungkin jenis lapangan, susunan pelajaran pada Balai Perguruan Tinggi yang dipakai di negara kita dalam waktu yang lampau tidak begitu saja dapat dilangsungkan. Disamping tingkat pelajaran Kandidat yang belum memberi keahlian dan tidak mempunyai effectus civilis diadakan tingkat pelajaran Baccalaureat, yang sama halnya dengan tingkat Kandidat, juga menjadi tingkat
8
pendahuluan dari pada pelajaran seluruhnya, akan tetapi merupakan didikan yang bulat, yang telah memberi keahlian dan oleh karena itu diberi effectus civilis. Kedua, pada prinsipnya seorang dosen harus warga negara, hanya jika perlu seorang bukan warga negara dapat diangkat menjadi dosen dengan juga diberi kedudukan dan penghargaan dalam memegang kekuasaan pada Universitet, akan tetapi dengan kemungkinan dibatasinya, apabila ternyata ersamaan kedudukan itu menimbulkan keadaan yang tidak seyogya. Ketiga, pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam pengajaran, yang selain dari pada usaha nasionalsering, merupakan salah satu syarat mutlak juga untuk menumbuhkan dan memperkembangkan ilmu pengetahuan di Indonesia, bukan warga negarapun diharuskan mempergunakan bahasa Indonesia, kecuali dalam keadaan yang luar biasa dan hanya dengan ijin Pemerintah. Adapun asas kerakyatan menentukan demokrtisering dalam penerimaan orang menjadi mahasiswa, biasa dengan diadakan tiga jalan, yang tidak mengabaikan syarat terjaminnya derayat pelajaran pada Perguruan Tinggi, ialah membuka pintu bagi orang yang berijazah Sekolah Menengah vak bagian Atas Negeri, pertama dengan seleksi atau kedua dengan menempuh ujian negeru, ketiga bagi orang yang berusia 25 tahun dan terbukti dapat dianggap mempunyai bakat dan kecakapan yang cukup, dapat juga dengan melalui suatu ujian. Lagi pula asas kerakyatan diselenggarakan dalam memberikan kemungkinan kepada Universitet Negeri Gadjah Mada untuk memperoleh kedudukan otonom sebagai badan hukum yang bersifat masyarakat hukum kepentingan, dan sesuai dengan itu sebagai persiapan, alat-alat perlengakapan Universitet terdiri atas serupa kekuasaan ekskutif, ialah Presiden Universitet yang menjalankan pimpinan seharihari dan Pengurus Senat yang memegan pimpinan umum, dan atas serupa kekuasaan legislatif ialah Senat Universitet, sedangkan kepentingan mahasiswa akan diserahkan kepada sebuah badan terdiri mahasiswa yang termasuk dalam organisasi Universitet. Berkat asas-asas yang tercantum dalam peancasila, maka dalam lingkungan Universitet Negeri Gadjah Mada terdapat, dipelihara dan selalu diusahakan penyempurnaannya suatu minat dan sikap kekeluargaan dan gotong royong antara semua yang termasuk didalamnya, dosen, mahasiswa dan pegawai, sedangkan pula hubungan dengan masyarakat seberapa dapat diperhatikan pula.
9
6. P.Y.M. Dr. Ir. Soekarno, selain dari pada yang telah dikemukakan, Senat Universitet Negeri Gadjah Mada mempertimbangkan, bahwa Pancasila, ciptaan Paduka Yang Mulia, merupakan juga pegangan dan pedoman dalam usaha ilmu pengetahuan,yang telah mulai pula dipikirkan tentang arti dan nilainya dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, lagi pula telah mulai ditinjau dalam betuk serta
cara
yang
bagaimana
untuk
dapat
dipergunakan
dalam
dalam
menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang berilmu pengetahuan, dalam hal mana, perlu diulangi lagi yang dalam uraian tadi telah dikemukakan, dipegang teguh unsur kenyataan, syarat mutlak bagi usaha ilmu pengetahuan. Dalam hal ini dijumpai soal-soal yang sangat mutlak dan berbagai rupa dan berjumlah tidak sedikit, lagipun tidak selalu mudah, bahkan terdapat diantaranya yang selama manusia berpikir dalam usahanya mencapai kenyataan dan kebijaksanaan hidup sampai pada dewasa ini belum berhasil yang memuaskan dan atau memperoleh kata sepakat atau saling mendekati, sehingga hal-hal yang dikemukakan ini nanti semata-mata hasil percobaan permulaan, yang masih perlu dilanjutkan penyelidikannya dan dan ditunggu penentuannya yang lebih seksama, akan tetapi telah cukup untuk menunjukkan akan arti dan nilai Pancasila bagi pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia, khusus pada Universitet Negeri Gadjah Mada. Dalam pada ini hendaknya diingat lebih dahulu, bahwa sesuai yang telah dikemukakan berdasar atas Statutnya Universitet Negeri Gadjah Mada mengikuti paham yang teleologis, nilai dari pada Pancasila diambilnya sebagai asas filsafat dari pada hidup, sebagai asas dan pendirian hidup, yang memungkinkan atau menguatkan penentuan sikap dalam penyelidikan dan pendapat dalam ilmu pengetahuan pada umumnya, disamping itu Pancasila yang dengan dimuatnya dalam Undang Undang Dasar kita termasuk dalam hukum negara kita yang positif, lebih terang merupakan asas hukum positif di negara kita. Dalam dua hal ini berlainanlah kedudukan, arti, serta nilai dari pada Pancasila, dalam yang pertama merupakan suatu pangkal sudut pandangan dari pada subyek ilmu pengetahuan, dalam yang kedua menjadi obyek ilmu pengetahuan. 7. Sebagai pangkal sudut pandangan dalam penyelidikan, sesungguhnya telah
dilewati
batas
untuk
diselidiki
dan
dinilainya,
meskipun
suatu
pertanggungan-jawab akan kebenaran secara ilmu pengetahuan untuk kepentingan
10
kesadaran diri tidak dapat ditinggalkan. Mengenai hal ini diperkenankanlah menunjukkan kepada pernyataan dimuka, bahwa kalau dipahamkan yang sesungguhnya dari uraian Paduka Yang Mulia sebagai yang tercantum dalam buku Lahrinya Pancasila, Pancasila adalah buah hasil perenungan jiwa yang dalam, buah hasil penyelidikan cipta yang teratur dan seksama diatas basis pengetahuan dan pengalaman yang luas, sehingga Senat Universitet Negeri Gadjah Mada berpendapat, bahwa Pancasila itu dipandang dari sudut ilmu pengetahuan memang dapat dipertanggung-jawabkan, dalam dua arti, pertama sebagai pensifatan yang sebenarnya, dari pada yang terdapat pada atau cita-rindukalbu bangsa Indonesia, seperti tadi telah juga dikemukakan, kedua bahwa tiaptiap dari lima asas serta pula pertaliannya dalam satu kesatuan dapat dipertahankan. Misalnya, Ketuhanan bukannya semata-mata kepercayaan belaka, akan tetapi dapat dipahamkan pula dengan alasan-alasan pikir, sebagaimana siajukan oleh sarjana-sarjana yang kenamaan di dunia, ialah antara lain alasanalasan yang berdasarkan atas pengalaman, kenyataan yang terdapat di dunia dengan diperuntukinya asas-keharusan sebab-akibat, tiada ada barang yang berada, yang adanya tiada tergantung dari barang sesuatu lain. Adapun barang sesuatu yang dapat menjadi pangkal bukti itu dapat bersifat kebendaan dan kejiwaan, yang kebendaan dapat diambil dalam abstraksinya, dapat pula dalam realiteitnya. Dalam abstraksinya, pertama penarikan kesimpulan dari adanya barang sesuatu, tentu disebabkan oleh barang sesuatu lain, bahwa ada sebab pertama yang tidak dipersebabkan barang sesuatu lain, kedua karena selalu terjadi perubahan pada tiap-tiap barang sesuatu, adalah sebab pertama yang tidak berubah, ketiga berhubung dengan terbatasnya dan berakhirnya segala barang sesuatu, tentu ada sebab pertama, yang tidak terbatas dan tidak berakhir, keempat karena tiap-tiap barang sesuatu pernah tidak ada dan kemudian tidak akan ada lagi, jadi tidak harus ada, maka ada sebab pertama yang harus ada. Pangkal bukti Ketuhanan kebendaan dalam realiteitnya, ialah antara lain yang biologis, yang menyatakan bahwa berdasarkan atas adanya permulaan dari pada hidup di dunia yag tidak dapat disangkal, maka adalah sebab diluar dunia yang menimbulkan hidup di dunia itu. Sedangkan dengan pangkal bukti Ketuhanan yang kejiwaan, dikemukakan, misalnya bahwa pada tiap-tiap orang terdapat suatu hasrat kodrat
11
untuk mencapai kebahagiaan yang sempurna, yang di dunia ini tak dapat tercapai, sedangkan kodrat tidak dapat justa, maka tentulah dilaur dunia terdapat barang sesuatu yang memberi kebahagiaan yang sempurna itu, kedua karena pada tiap orang terdapat suatu keinsyafan kodrat kepada baik dan buruk, dan keinsyafan kodrat akan adanya sanksi, maka pastilah ada pembikin peraturan yang menjatuhi sanksi itu. Sering terdengar, bahwa pertalian persatuan asas Ketuhanan dengan asas demokrasi dalam Pancasila, dianggap menunjukkan tidak kebenarannya Pancasila, pendirian mana melupakan bahwa kerakyatan atau demokrasi berdasarkan atas zat kesamaan manusia dan zat kesamaan manusia itu salah satu dalil dari pada Ketuhanan dan dilupakannya pula adanya asas perikemanusiaan. Hanya hal ini yang ingin dikemukakan sebagai pertimbangan akan penilaian ilmu pengetahuan terhadap Pancasila oleh Senat, karena yang banyak menjadi sasaran, dan waktunya tidak memungkinkan uraian yang lebih lanjut. 8. Meneruskan tentang manfaat Pancasila sebagai pendirian dan pandangan hidup dalam penentuan sikap dalam penyelidikan dan pendapat dalam ilmu pengetahuan, dapatlah dikemukakan sebafai pertimbangan tiga soal yang penting dan fundamental, ialah perihal kecakapan cipta untuk mencapai kenyataan, tentang hal sebab-akibat dan hubungan antara ilmu pengetahuan dan keadaban atau etika. Sebagaimana diketahui mengenai ketiga-tiganya dalam ilmu pengetahuan tidak dapat diperoleh kata sepakat. Begitulah ada faham yang berpendirian, bahwa cipta manusia tidak berkuasa mencapai dan mengetahui kenyataan, karena kemungkinan adanya kehilafan, yang kalau kekhilafan itu ada, manusia tidak mengetahui bahwa ia khilaf, lagi pula karena pengetahuan tentang kecakapan cipta hanya dapat diperoleh dengan perbuatan cipta, sebaliknya nilai dari pada pengetahuan itu tergantung dari kecakapan cipta; faham yang lain berpendirian, bahwa memang cipta dapat mencapai pengetahuan tentang barang sesuatu, akan tetapi pengetahuan itu bukannya dari pada barang sesuatu dalam keadaan yang sewajarnya, yang diketahui oleh cipta hanya pengetahuannya itu sendiri meskipun pengetahuan itu sesuai dan berdasarkan atas keadaan yang senyatanya; adapun faham yang ketiga berpendapat lebih jauh dari pada yang kedua dengan menyatakan bahwa mungkin manusia dengan ciptanya dapat memperoleh pengetahuan dari pada barang sesuatu sebagai keadaan yang terdapat
12
pada barang sesuatu sendiri. Pancasila, beralasan atas asas-asasnya Ketuhanan dan perikemanusiaan
dalam arti sifat-sifat mutlak yang merupakan zat manusia,
merupakan pedoman untuk membenarkan faham yang terakhir. Demikianlah sesuai dengan itu mengenai soal sebab dan akibat, ialah apakah ada hubungan antara dua barang sesuatu, yang didalam hubungan mana yang satu mempengaruhi dan menentukan zat dari pada barang sesuatu yang lain, dengan berpegangan dua asas dari Pancasila tersebut kita tertarik kepada pendirian yang menyatakan, bahwa sungguh hubungan sebab-akibat itu terdapat pada segala barang sesuatu dalam keadaan yang senyatanya, bukannya hanya pengetahuan yang terdapat pada diri manusia sendiri, akan tetapi tiada ada sama sekali dalam keadaan yang senyatanya, atau meskipun dalam keadaan yang sesungguhnya ada, akan tetapi tiada dapat ditangkap dengan langsung oleh cipta manusia, sehingga yang diinsyafi sebagai pengetahuan dari pada kenyataan hanya yang tercetak dalam diri sendiri; begitupun mengenai asas dari pada hubungan antara sebab dan akibat barang sekiranya kita lebih tertarik kepada pendirian yang memahamkan hubungan sebab dan akibat itu berasas pada suatu keharusan, bukannya hanya keharusan dalam angan-angan yang ditimbulkan oleh berturut-turutnya kejadiankejadian yang tertentu yang bersifat suatu asosiasi atau bukannya suatu keharusan dari pada cipta sendiri yang hanya dapat menerima tiap-tiap keadaan dan kejadian yang mempunyai permulaan sebagai hal sesuatu yang ditimbulkan oleh barang sesuatu lain yang ada atau terjadi sebelumnya, akan tetapi yang sungguh-sungguh terdapat dalam hubungan antara dua barang sesuatu yang merupakan sebab dan akibat dalam keadaan yang senyatanya. Masih dalam satu hal mengenai sal sebab dan akibat yang fundamental, Pancasila merupakan pegangan untuk menentukan sikap, ialah dalam pertentangan faham antara pendirian mekanistis dan pendirian teleologis, mengenai pertanyaan tentang cukup atau tidaknya perubahanperubahan yang terjadi hanya dijelaskan dengan dibuktikan adanya benda atau materi dan sebab yang berujud perbuatan, dalam hal mana pendirian mekanistis berpendapat bahwa itu telah cukup, sedangkan pendirian teleologis berpendapat bahwa disamping dua hal tersebut masih terdapat suatu sebab yang berujud tujuan, yang memberi arah kepada sebab yang berujud perbuatan. Pertentangan ini lebih-lebih terdapat dalam lapangan ilmu pengetahuan alam kodrat dan telah
13
berusia berabad-abad yang kedua pendirian itu ganti-berganti berada pada pihak yang menang, ialah sepertinya dalam abad ke-19 diduduki oleh pendirian mekanistis, kemudian mulai permulaan abad ke-20 menampak pada perubahan kedudukan kearah pendirian yang teleologis, yang makin diperkuat oleh akibatakibat dari pada pendirian mekanistis yang tidak menguntungkan kepada ketertiban dan kesejahteraan dunia. Maka barang sekiranya sesuai dengan segala sesuatu yang telah dikemukakan, Pancasila berada pada pihak pendirian yang teleologis. Mengenai soal hubungan antara ilmu pengetahuan dan keadaban atau etika, ialah mengenai pertanyaan harus dan tidaknya orang dalam mengusahakan ilmu pengetahuan berpegang kepada kebaikan, maka Pancasilapun menunjukkan kepada kita untuk dalam usaha ilmu pengetahuan tidak meninggalkan unsur kebaikan, dalam pada itu kita harus tetap berfaham dan bersikap etis, dengan tentu saja memegang teguh kepada sifat mutlak dari pada ilmu pengetahuan, ialah setia kepada kenyataan didalam melakukan dan menemukan hasil dari pada penyelidikan. 9. Paduka Yang Mulia Dr. Ir. Soekarno, uraian tentang alasan-alasan dari pada pertimbangan Senat belum lengkap, apabila tidak juga dikemukakan arti pentingnya Pancasila dalam merupakan asas hukum positif Negara Republik Indonesia, lebih-lebih kalau diingat bahwa promosi honoris causa terhadap Paduka Yang Mulia adalah pengangkatan menjadi Doctor honoris causa dalam Ilmu Hukum dan Paduka Yang Mulia sendiri menghendaki Pancasila itu sebagai dasar filsafat negara. Pun dalam lapangan ilmu kenegaraan Pancasila mempunyai arti dan manfaat yang sangat besar, dalam segala soal sepertinya mengenai hal jawaban atas pertanyaan asal dari pada negara, sifat dari pada negara, tujuan dari pada negara dan lapangan tugas bekerjanya negara, Pancasila memungkinkan penentuan sikap dan pemberian bentuk kepada negara kita diantara berbagai sikap dan bentuk negara dengan tegas dan dapat dipertanggung-jawabkan pula secara ilmu pengetahuan. Begitulah dengan adanya asas perikemanusiaan dalam Pancasila, mengingat zat sifat manusia itu terdiri atas sifat diri sendiri dan sifat makhluk sosial, maka sesuailah dengan asas tersebut apabila kita tidak menganut pendirian yang menganggap sifat diri sendiri dari pada manusia itu adalah yang 14
primer atau yang sebaliknya menganggap sifat makhluk sosial sebagai primer, akan tetapi apabila kita memberi tempat dan hubungan kesamaan kepada dua sifat tersebut, sehingga masyarakat dan negara kita bukannya kita kehendaki sebagai masyarakat dan negara yang bersusun individualistis, atomistis, mekanis atau sebaliknya kolektif atau organis yang menganggap masyarakat dan negara sebagai kesatuan dengan menyampingkan diri dari pada manusia perseorangan, akan tetapi kita kehendaki sebagai masyarakat dan negara yang bersusun dwitunggal, kedua-duanya sifat manusia sebagai individu dan makhluk sosial terpakai sebagai dasar yang sama kedudukannya. Atas dasar inilah tujuan dari pada masyarakat dan negara kita tidak hanya bersifat negatif, ialah negara hanya memelihara ketertiban, tidak juga memelihara kepentingan warga negaranya, yang sama sekali diserahkan kepada usaha mereka sendiri, atau sebaliknya semua kepentingan, termasuk juga kepentingan perseorangan, sama sekali dipelihara oleh negara, akan tetapi bersifat kesatuan negatif dan positif, ialah menuju ketertiban dan perdamaian, keadilan, kesejahteraan, serta kebahagiaan, dalam melaksanakan tugas mana negara kita memlihara baik kepentingan umum maupun kepentingan warga negaranya perseorangan dengan tiada melenyapkan, bahkan sebaliknya memberi kesempatan dan menyelenggarakan bantuan yang sebaik-baiknya kepada mereka untuk memenuhi keinginan, kepentingan, dan kebutuhannya sendiri. 10. Paduka Yang Mulia Dr. Ir. Soekarno, dengan uraian yang sesingkat tadi barang sekiranya telah cukup jelas bahwa masyarakat, bangsa, negara kita dalam
segala
lapangan
baik
dalam
bentuk
sifatnya,
kepentingannya,
kebutuhannya, tujuannya maupun usahanya untuk menyelenggarakan kehidupan yang layak, yang lahir maupun yang batin, dan khususnya dalam lapangan usaha ilmu pengetahuan di Indonesia terlebih-lebih pada Universitet Negeri Gadjah Mada sangat berbahagia dengan memiliki Pancasila yang diciptakan oleh Paduka Yang Mulia, maka oleh karena itu Senat Universitet Negeri Gadjah Mada merasa syukur mempunyai kesempatan menyatakan penghargaan dan penghormatannya akan jasa yang mata besar Paduka Yang Mulia itu dengan melakukan promosi honoris causa ini. Kami sebagai anggota Senat yang ditunjuk oleh Senat melakukan tugas promotor P.Y.M. mepunyai kesempatan kehormatan yang pertama untuk 15
menghaturkan selamat atas pengangkatan Paduka Yang Mulia menjadi Doctor honoris causa dalam Ilmu Hukum. Saudara presiden Universiteit, kami telah selesai dalam melakukan tugas promotor untuk atas nama Senat melakukan promosi honoris causa dalam Ilmu Hukum terhadap P.Y.M. Dr. Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia.
--***--
16