S Widhiati dkk.
Pakionikia kongenital
Laporan Kasus
PAKIONIKIA KONGENITAL Suci Widhiati, Novita Hadjanti*, Retno Danarti* Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Universitas Sebelas Maret – RSUD dr. Moewardi Surakarta *Universitas Gadjah Mada – RSU dr. Sardjito Yogyakarta
ABSTRAK Pakionikia kongenital (PK) merupakan kelompok kelainan displasia ektodermal. Berdasarkan kelainan klinis dan defek keratin yang terjadi, PK dibedakan menjadi pakionikia kongenital tipe-1 dan tipe-. Penyakit ini ditandai dengan distrofi kuku yang hipertrofi. Kelainan ini jarang terjadi, sejak tahun 1904-2005 telah dilaporkan 457 kasus di berbagai literatur. Dilaporkan satu kasus PK tipe-1 pada seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dengan semua kuku tangan dan kaki yang menebal sejak lahir. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis adanya hiperkeratosis subungual pada seluruh kuku tangan dan kaki, leukokeratosis pada tepi lidah, keratosis interfolikular pada lutut dan bokong. Foto rontgen ekstremitas tangan dan kaki dilakukan guna mengetahui adanya komplikasi pada pasien ini memberikan hasil dalam batas normal. Pemberian bahan keratolitik topikal hanya memberikan perbaikan klinis minimal. Pemeriksaan genetik dengan polymerase chain reaction untuk mengetahui secara pasti defek gen keratin perlu dilakukan, namun hal ini belum dapat dilaksanakan.(MDVI 2011; 38/1:17-21) Kata kunci: pakionikia kongenital, hiperkeratosis subungual, leukokeratosis, keratosis interfolikular.
ABSTRACT Congenital pachyonychia is a group of ectodermal dysplasia disorder, which differentiated into congenita pachyonycia type-1 and type 2 based on clinical appearance and keratin defect. The major feature of this disorder is hypertrophic nail dystrophy. Congenital pachyonycia is a rare disorder, and has been report about 457 cases in many literature from 1904 to 2005. A seventh year old boy with thickening of all toe and finger nail since born, was diagnosed with congenital pachionychia type-1. Diagnosis was established by clinical appearance with subungual hyperkeratosis, leukokeratosis of tongue, interfolicullar keratosis of knee and buttock. The x-ray taken from hand and feet that have been done to exclude the complication are in and the result normal limit. The topical keratolytic only gave a little clinical improvement. Genetic examination using polymerase chain reaction should be performed to locate exact defect of keratin gene, unfortunately this examination is not available in our hospital.(MDVI 2011; 38/1:17-21) Key words: pachyonycia congenita, subungual hyperkeratosis, leukokeratosis, interfolicullar keratosis.
Korespondensi : Jl. Kesehatan No.1 Yogyakarta Telp. 0274-560700 Email:
[email protected]
17
MDVI
PENDAHULUAN Pakionikia kongenital (PK) merupakan kelompok kelainan displasia ektodermal ditandai dengan distrofi kuku berasal hipertrofik, keratoderma palmoplantar dan leukokeratosis oral, serta defek ektodermal lain sesuai dengan sub tipe yang terjadi.1-3 Defek keratin pada bantalan kuku ditemukan sebagai penyebab sindrom pakionikia kongenital tipe-1 (PK-1) dan tipe-2 (PK-2). Pada PK-1 (Jadassohn-Lewandowsky, MIM 167200), terdapat distrofi kuku disertai palmoplantar keratoderma fokal, keratosis folikular dan leukokeratosis oral. Pada PK-2 (sindroma Murray-Jackson-Lawler, MIM 167210)4, selain distrofi kuku disertai pula gigi natal, kista pilosebaseus multipel, palmoplantar keratoderma fokal, keratosis folikular, bushy eyebrows (alis tebal) dan unruly hair (rambut kusut).1,5,6 Sindrom PK-1 disebabkan mutasi keratin K6a atau K16 dan mutasi pada keratin K6b atau K17 menyebabkan PK-2.7,8 Sindrom ini dilaporkan pertama kali oleh Muller (1904) dan Wilson (1905), dan dibahas lebih mendalam oleh Jadassohn dan Lewandowsky (1906).2 Sejak tahun 1904-1997 ditemukan 250 kasus2 dan sampai tahun 2005 telah dilaporkan 457 kasus di berbagai literatur.4 Sedangkan di RS dr. Sardjito Yogyakarta belum pernah dilaporkan sebelumnya. Penegakkan diagnosis penting dilakukan sehingga intervensi dini secara tepat dan komprehensif dapat diberikan.
KASUS Anak laki-laki berumur 7 tahun, dibawa ibunya berobat ke poliklinik Kulit dan Kelamin RS. dr. Sardjito Yogyakarta dengan keluhan semua kuku jari tangan dan jari kaki menebal sejak lahir. Berdasarkan aloanamnesis dengan ibu pasien, diketahui bahwa sejak lahir seluruh kuku tangan dan kaki tebal berwarna coklat kekuningan. Kuku yang menebal ini dapat bertambah panjang dan terlepas, namun kuku baru yang tumbuh juga tebal dan berwarna coklat. Keluhan lain yang juga didapatkan sejak bayi dan awal kanak-kanak yaitu bintil-bintil sewarna kulit/kehitaman yang teraba keras pada kedua lutut, bokong, tungkai bawah dan siku, yang dapat mengelupas menjadi bercak putih; bercak keputihan pada lidah; penebalan telapak tangan dan kaki; kulit kasar dan kering pada dahi. Pasien pernah dibawa berobat ke puskesmas dan diberikan obat tetes untuk bercak putih pada lidah, namun tidak ada perbaikan. Penebalan di telapak kaki tidak dikeluhkan, namun terasa nyeri terutama saat berjalan, tidak ada keluhan gangguan berkeringat pada telapak tangan dan kaki. Sampai saat ini pasien tetap aktif sesuai usianya, dapat berkeringat, tidak pernah merasa panas atau nyeri pada tenggorokannya, namun orang tua pasien mengeluhkan bahwa pasien sering kesulitan untuk menegak minumannya dengan cepat. Pasien telah berobat
18
Vol. 38.No.1 Tahun 2011: 17-21
beberapa RS sebelumnya namun tidak ada perbaikan klinis dan tidak diberitahukan tentang kondisi penyakitnya. Selama kehamilan dan persalinan ibu tidak pernah sakit; ibu sudah mengetahui bayi yang dikandung kembar sejak usia kandungan 7 bulan, dan menjalani persalinan pervaginam normal pada usia kehamilan 7 bulan 3 minggu. Saat lahir kedua bayi menangis keras dan dirawat beberapa hari di rumah sakit karena berat badan (BB) lahir rendah (1700 g), sedang BB saudara kembarnya 2400 g. Pasien dapat berjalan 18 bulan dan berbicara pada usia 18 bulan. Pernah tidak naik kelas satu kali namun riwayat kejang disangkal. Saudara kembarnya dapat berjalan usia 12 bulan, selalu naik kelas. Pasien juga mempunyai seorang kakak, tidak ditemukan keluhan serupa pada kakak, maupun orangtuanya. Kedua orang tua tidak mempunyai hubungan saudara sedarah (gambar 1).
38 th
40 th 12 th
7 th 7 th
Gambar 1. Pedigree keluarga pasien
Pada pemeriksaan fisis keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis, tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan status dermatologis ditemukan hiperkeratosis subungual dan diskolorisasi kecoklatan kuku jari tangan dan kaki, palmoplantar keratoderma fokal, siku, lutut, dan glutes terdapat papul folikular dan verukosa sewarna kulit, multipel, diskret (keratosis folikular). Pada dahi dan hidung terdapat papul miliar multipel sewarna kulit dan hiperpigmentasi, berkelompok, sebagian membentuk plak hiperpigmentasi. Pada lengan bawah terdapat makula hipopigmentasi multipel diskret, dan pada lidah didapatkan leukokeratosis. Diagnosis banding yang diajukan adalah pakionikia kongenital, onikomikosis dan sindrom Clouston. Untuk menyingkirkan diagnosis banding dilakukan pemeriksaan KOH pada kuku dan swab lidah, dengan hasil tidak ditemukan elemen jamur. Biopsi kuku tidak dilakukan karena orang tua pasien menolak. Berdasarkan aloanamnesis dan pemeriksaan fisis ditemukan tanda dan gejala yang membentuk suatu konstelasi klinis
S Widhiati dkk.
pakionikia kongenital tipe I. Terapi yang diberikan berupa losio Ellgy® H2O®, krim urea 20%, campuran asam salisil 5% dan urea 20% yang diberikan secara oklusif untuk kuku dan palmoplantar. Pada saat kontrol dikeluhkan kuku pada jari ketiga kiri terlepas. Status dermatologis pada dahi, hidung, lidah, seluruh kuku jari tangan dan kaki, serta keratosis folikular pada glutes tetap tidak berubah, namun keratoderma palmoplantar sudah mengalami penipisan. Terapi yang diberikan berupa keratolitik topikal, asam tretinoat 0,025% untuk dahi dan hidung, campuran urea 20% dan asam salisilat 5% untuk kuku jari tangan dan kaki, palmoplantar, dan papul hiperkeratotik dalam bentuk oklusif. Orang tua pasien diberikan edukasi mengenai penyakit yang dialami pasien dan perawatannya. Tidak dilakukan pemeriksaan genetik untuk mengetahui adanya mutasi. Gambaran klinis kasus ini dapat dilihat pada lampiran.
PEMBAHASAN Pakionikia kongenita adalah suatu kelainan genetik yang jarang terjadi. Meskipun sebagian besar literatur menyebutkan kelainan ini diturunkan secara autosomal dominan,9 namun pada kasus ini tidak ditemukan kelainan pada anggota keluarga yang lain. Argawal dan Khrisna (2008) melaporkan satu kasus PK tanpa adanya kelainan pada keluarga yang lain, yang kemungkinan disebabkan karena penetrasi tidak lengkap, atau mengalami reduksi, atau kasus sporadik.10 Secara fenotip PK dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu PK-1 (sindrom Jadassohn-Lewandowski) disebabkan karena mutasi gen K6a atau K16 dan PK-2 (sindrom Murray-Jackson-Lawler) disebabkan karena mutasi gen K6b atau K17.11-13 Kedua tipe tersebut dibedakan dengan terjadinya leukokeratosis yang lebih berat pada PK-1 dan ditemukannya kista stearokistoma/pilosebaseus, kista hair vellus, abnormalitas rambut berupa alopesia dan pili torti, serta gigi pada awal lahir pada PK-2.4-6,11 Jadassohn dan Lewandowsky menyatakan bahwa terdapat hubungan antara trauma dengan patogenesis PK.5 Keratin K6, K16 dan K17 tidak terus menerus diekspresikan pada keratinosit interfolikular, namun ekspresi gengen tersebut meningkat dengan cepat bila sel keratinosit mengalami trauma. Meskipun ekspresi K16 yang diinduksi trauma belum diketahui mekanismenya, namun berhubungan dengan sinyal reseptor epidermal growth factor.5 Lesi pada dahi dan glutes bertambah banyak diduga disebabkan garukan akibat gatal. Pada kasus ini, kelainan klinis yang menyertai hiperkeratosis subungual adalah diskolorisasi kecoklatan kuku jari tangan dan kaki, palmoplantar keratoderma fokal, keratosis folikular pada bokong, lutut, dahi dan hidung, serta leukokeratosis pada lidah. Berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis tersebut maka diagnosis PK tipe-1 dapat ditegakkan.
Pakionikia kongenital
Onikodistrofi dan hiperkeratosis subungual merupakan kelainan yang hampir selalu ditemukan. Kelainan ini sering ditemukan sejak bayi, namun pernah dilaporkan timbul setelah dewasa muda yang disebut pakionikia kongenital tarda.14 Perubahan kuku dan beratnya kelainan yang terjadi bervariasi antara pasien yang satu dengan lainnya, kadang kelainan kuku merupakan satu-satunya manifestasi klinis PK. Biasanya keduapuluh kuku menjadi keras serta menebal pada dua pertiga distal kuku dan kadang disertai diskolorisasi kuning kecoklatan.2,4 Penebalan diawali pada lempeng kuku diikuti elevasi kuku bagian distal. Permukaan kuku dapat kasar maupun halus, mempunyai pola pincer atau omega, sedang beberapa kelainan kuku yang lain dapat berkurang sebelum maturitas dan belum mencapai ujung kuku. Distrofi kuku sering menyebabkan kesulitan motorik misalnya membuka tutup botol.4 Palmoplantar keratoderma pada PK lebih jelas pada telapak kaki dibanding dengan telapak tangan. Daerah keratoderma tidak eritema dan daerah yang terkena tekanan lebih tebal. Terjadinya keratoderma plantar lebih lambat dibandingkan dengan kuku dan mukosa oral. Pada tepi daerah hiperkeratosis dan di bawah kalus sering timbul bula, yang menyebabkan nyeri dan gangguan berjalan.4 Kelainan oral ditemukan segera setelah lahir dan merupakan tanda awal PK, lesi ini tidak pernah dilaporkan menjadi ganas, namun leukokeratosis laring dapat menyebabkan gagal napas berat dan kematian.15 Lidah menebal berwarna putih kekuningan, mirip dengan kandidiasis oral, white sponge nevus, dan hairy tongue.4,5 Hiperkeratosis folikular sering ditemukan pada glutes dan ekstremitas ekstensor, yang menyerupai keratosis pilaris, namun dapat berkembang menjadi plak tebal verukosa, kadang menyerupai ‘horn’.4 Pemeriksaan penunjang yang mendukung untuk penegakkan diagnosis PK adalah biopsi pada kuku dan pemeriksaan genetik dengan menggunakan polymerase chain reaction (PCR). Pemeriksaan foto rontgen pada kedua ekstremitas perlu pula dilakukan untuk mengetahui komplikasi yang dapat terjadi, antara lain osteolisis, penipisan dan penyempitan epifisis secara prematur dan peningkatan kurvatura pada tulang panjang dengan osteopenia.15 Tidak terdapat gambaran histologis atau imunohistokimia yang khas untuk PK sehingga pemeriksaan yang paling obyektif untuk mengetahui subtipe PK adalah dengan analisis mutasi gen keratin.4 Pada kasus ini pemeriksaan genetik belum dapat dilakukan, sehingga belum dapat diketahui secara pasti daerah mutasi gen keratin yang terjadi. Tujuan penatalaksanaan PK adalah mengatasi 4 kelainan utama yang timbul; yaitu (1) akumulasi keratin berlebihan pada unit kuku, kulit atau membran mukosa; (2) bula; (3) nyeri yang disebabkan karena bula atau yang disebabkan karena daerah yang mengalami hiperkeratotik; (4) kista keratin yang timbul di dermis.16 Perlu diingat bahwa menghindari trauma harus merupakan bagian dari
19
MDVI
edukasi yang diberikan pada pasien yang mempunyai manifestasi pada palmoplantar atau interfolikular, meskipun hal ini kurang membantu pada kista dan kuku hipertrofi.16 Penatalaksanaan PK adalah dengan pemberian emolien. Bahan-bahan keratolitik antara lain retinoid topikal sering diberikan untuk palmoplantar hiperkeratosis. Preparat lain yang telah dilaporkan efektif dalam mengurangi nyeri dan rasa tidak nyaman pada daerah plantar adalah salap aluminum klorida dan asam salisilat,17 sediaan pasta urea 40%,18 dan injeksi toksin botulinum.19 Asam retinoat oral diketahui dapat mengurangi lesi kulit hiperkeratotik.16 Mahajan (2003) melaporkan efektivitas pemberian vitamin A dan vitamin E secara bersamaan dan mengalami perbaikan setelah 3 bulan terapi.20 Pemberian keratolitik topikal pada kasus ini hanya sedikit memberikan perbaikan klinis, sehingga direncanakan pemberian vitamin A 20.000 IU/hari.
KESIMPULAN Telah dilaporkan seorang anak laki-laki usia 7 tahun yang secara klinis didagnosis pakionikia kongenita tipe I. Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan atas hiperkeratosis subungual pada seluruh kuku tangan dan kaki, leukokeratosis pada tepi lidah, keratosis interfolikular pada lutut dan bokong. Pemeriksaan genetik untuk menentukan tipe belum dapat dilakukan. Penatalaksanaan menggunakan bahan-bahan keratolitik memberikan perbaikan klinis yang minimal. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4.
20
Munro CS. Pachyonychia congenita: Mutations and clinical presentations. Br J Dermatol 2001; 144: 929-30. Carroll MA, Kim HJ, Skidmore RA. What syndrome is this? Pediatric Dermatol 1997;14: 491-3. Stratigos AJ, Baden HP. Unraveling the molecular mechanisms of hair and nail genodermatoses. Arch Dermatol 2001;137: 1365-71. Leachman SA, Kaspar RI, Fleckman P, Plorell SR, Smith FJD. Clinical and pathological features of pachyonychia congenita. J Investig Dermatol Symp Proc 2005;10: 3-17
Vol. 38.No.1 Tahun 2011: 17-21
5.
6. 7. 8. 9. 10. 11.
12.
13. 14. 15. 16. 17.
18.
19. 20.
Connor IB, Rahil AK, Smith FJD, Mc Lean WHI, Milstone LM. Delayed onset pachyonychia congenita associated with a novel mutation in the central 2B domain of keratin 16. Br J Dermatol 2001;144: 1058-62. McLean WHI. Genetic disorders of palm and nail. J Anat 2003; 202:133-42. Irvine AD, McLean WHI. Human keratin disease: The increasing spectrum of disease and subtlety of the phenotype-genotype correlation. Br J Dermatol 1999; 140: 815-28. Smith F. The molecular genetics of keratins disorders. Am J Clin Dermatol 2003; 4: 347-64. Zhou HL, Yang S, Gao M, Zhao XY, Zhu YG dkk. A novel missense mutation L468Q of keratin 6a in pachyonychia congenita type I. JEADV 2007; 21: 351-5. Argawal S, Khrisna G. Supernumery digits associated with pachyonychia congenita type I. Indian J Dermatol Venereol Leprol 2007;73:431-2. Sybert VP. Ectodermal dysplasia. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine 7th ed volume II. Philadelphia: WB Saunders Company; 2008. h.1342-3. Tosti A, Piraccini M. Biology of nails and nail disorders. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine 7th ed volume I.. Philadelphia: WB Saunders Company; 2008: h.783-4. Hsu TM, Kwok Pui-Yan. Advances in molecular medicine. J Am Acad Dermatol 2001; 44: 847-55. Hannaford RS, Stapleton K. Pachyonychia congenita tarda. Australasian J Dermatol 2000; 41: 175-7. Murugesh SB, Reddy S, Ragunatha S, Faisal M, Shashikala P. Acroosteolysis: a complication of Jadassohn-Lewandowsky syndrome. Int J Dermatol 2007; 46:202-5. Milstone LM, Fleckman P, Leachman SA, Leigh IM, Paller AS. Treatment of pachyonychia congenita. J Investig Dermatol Symp Proc 2004;10:18-20. Takayama M, Okuyama R, Sasaki Y, Ohura T, Tagayami H dkk. Alleviation of the plantar discomfort caused by pachyonychia congenita with topical applications of aluminum chloride and salicylic acid ointments. Dermatol 2005; 211: 302. El-Darouti MA, Marzouk SA, Nabil N, Abdel-Halim MRE, ElKomy MHM dkk. Pachyonychia congenita: Treatment of the thickened nails and palmoplantar circumscribed callosities with urea 40% paste. J Eur Acad Dermatol Venereol 2006; 18: 615-17. Swaerling C, Vahlquist A. Treatment of pachyonychia congenita with plantar injections of botulinum toxin. Br J Dermatol 2006; 154: 763-5. Mahajan BB, Pali A, Garg G, Gupta RR. Pachyonychia congenitalike nail changes treated successfully with combination of vitamins A and E: A case report. Indian J Dermatol Venereol Leprol 2003; 69: 338-9.
S Widhiati dkk.
Pakionikia kongenital
Lampiran: Foto kasus pakionikia kongenital
Gambar 1. Hyperkeratosis subungual
Gambar 3. Keratoderma palmoplantar
Gambar 5. Hiperkeratotik folikuler kedua bokong
Gambar 2. Distrofi dan hyperkeratosis subungual
Gambar 4. Hiperkeratotik folikuler kedua lutut
Gambar 6. Hiperkeratotik folikuler dahi
21