Purwanto, Handayanto, Suprayogo, Baon, dan Hairiah
Diversifikasi di kebun kopi dengan tanaman industri dalam rangka menunjang keberlanjutan usaha tani kopi. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 19, 91–106. Palm, C.A. & P.A. Sanchez (1991). Nitrogen release from some tropical legumes as affected by lignin and polyphenol contents. Soil Biol. Biochem., 23, 83–88. Purwanto; E. Handayanto; D. Suprayogo & K. Hairiah (2006). Dampak alih guna hutan menjadi agroforestri kopi terhadap potensial nitrifikasi di Sumberjaya, Lampung Barat. Agrivita, 28, 267–285. Scott, A.; B.C. Ball; I.J. Crichton & M.N. Aitken (2000). Nitrous oxide and carbon dioxide emissions from grassland amended with sewage sludge. Soil Use and Management, 16, 36–41. Skiba, U.; K.A. Smith & D. Fowler (1993). Nitrification and denitrification as sources of nitric oxide and nitrous oxide in a sandy loam soil. Soil Biol. Biochem., 25, 1527–1536. Stevens, R.J.; R.J. Laughlin; L.C. Burns; J.R.M. Arah & R.C. Hood (1997). Measuring the contributions of nitrification and denitrification to the flux of nitrous oxide from soil. Soil Biol. Biochem., 29, 139–151. Suprayogo, D. (2000). Testing the ‘Safety-net’ Hypothesis in Hedgerow Intercropping: Water Balance and Mineral N Leaching in the Humid Tropics. PhD. Thesis, University of London, Asford, Kent.
cal Agriculture. IITA/K.U.Leuven. A Wiley-Sayce Co-Publication. Taiz, L. & E. Zeiger (2002). Plant Physiology. Third Edition. Sinauer Associates, Inc., Publishers. Tate, R.L. (1995). Soil Microbiology. John Wiley & Sons, Inc. Van Noordwijk, M. (1989). Rooting depth in cropping systems in the humic tropics in relation to nutrient use efficiency. p. 129-144. In: J. Van der Heide (ed.). Nutrient Management for Food Crop Production in Tropical Farming Systems. Institute for Soil Fertility and Brawijaya University. Haren/Malang. Verbist, B.; P. Ekadinata & S. Budidarsono (2004). Penyebab alih lahan dan akibatnya terhadap fungsi daerah aliran sungai (DAS) pada lansekap agroforestri berbasis kopi di Sumatera. Agrivita, 26, 29–38. Verchot, L.V.; L. Hutabarat; K. Hairiah & M. Van Noordwijk (2006). Nitrogen availability and soil N2O emissions following conversion of forests to coffee in southern Sumatra. Global Biochemical Cycles, 20, (In press). Verhagen, F.J.M.; P.E.J. Hageman; J.W. Woldendorp & H.J. Laanbroek (1994). Competition for ammonium between nitrifying bacteria and plant roots in soil in pots; effect of grazing by flagellates and fertilization. Soil Biol. Biochem., 26, 89–96. *********
Swift, M.J. & P. Woomer (1993). Organic Matter and the Sustainability of Agricultural Systems : Definition and Measurement. p. 3–18. In: K. Mulongoy & R. Merckx, (eds.) Soil Organic Matter Dynamic and Sustainability of Tropi-
56
Nitrifikasi potensial dan nitrogen-mineral tanah pada sistem agroforestri kopi dengan berbagai pohon penaung
Baon, J.B. & H. Pudjiono (2006). Intensitas penutup tanah Arachis pintoi dan inokulasi rhizobium serta penambahan fosfor dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman kakao dan status hara di lapangan. Pelita Perkebunan, 22, 76—90. Brady, N.C. & R.R. Weil (2002). The Nature and Properties of Soils. Thirteenth Edition. Pearson Education, Inc. Upper Saddle River, New Jersey. Budidarsono, S. & K. Wijaya (2004). Praktek konservasi dalam budidaya kopi robusta dan keuntungan petani. Agrivita, 26, 107—118. Chintu, R.; A.R. Zaharah & A.K. Wan Rasidah (2004). Decomposition and nitrogen release patterns of Paraserianthes falcataria tree residues under controlled incubation. Agroforestry Systems, 63, 45—52. Dierlolf,T.; T. Fairhust & E. Mutert (2001). Soil Fertility Kit: A Toolkit for Acid, Upland Soil Fertility Management in Southeast Asia. Handbook Series. CTZ. FAO. PT Jasa Katom. PPI. PPIC. Finci, A.C. & C.D. Canham (1998). Non-additive effects of litter mixtures on net N mineralization in a southern New England forest. Forest Ecology and Management, 105, 129-136. Hairiah, K.; M. Van Noordwijk; B. Santoso, & Syekhfani (1992). Biomass production and root distribution of eight trees and their potential for hedgerow intercropping on an ultisol in Lampung. Agrivita, 15, 54—68. Hairiah, K.; C. Sugiarto; S.R. Utami; P. Purnomosidhi & J.M. Roshetko (2004). Diagnosis faktor penghambat pertumbuhan akar sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) pada ultisol di
55
Lampung Utara. Agrivita, 26, 89—98. Hairiah, K. (2005). Biodiversitas tanaman menuju Pertanian Sehat. Makalah Seminar Nasional ‘Sistem Pertanian Berkelanjutan untuk Menunjang Pembangunan Nasional’. Dies Natalis Univ. Sebelas Maret ke 29. Surakarta, 15 Feb 2005. Handayanto, E. (1994). Nitrogen Mineralization from Legume Tree Prunings of Different Quality. Thesis for Doctor of Phylosophy. Department of Biological Sciences, Wye College, University of London. Havlin, J.L.; J.D. Beaton; S.L. Tisdale & W.L. Nelson (1999). Soil Fertility and Fertilizers. Prentice-Hall, Inc. Simon & Schuster/A Viacom Company. Upper Saddle River, New Jersey. Hutchinson, G.L. (1995). Nitrogen cycle interactions with global change processes. p. 563–578. In: W.A Nierenberg, (ed.) Encyclopedia of Environmental Biology. Volume 2. Academic Press. Kandeler, E. (1995). Potential nitrification. p. 146 –149. In: F. Schinner, E. Kandeler, Ohlinger, R. dan Margesin,R. (eds.) Methods in Soil Biology. Spinger-Verlag Berlin Heidelberg. Madigan, M.T.; J.M. Martinko & J. Parker (2000). Biology of Microorganisms. Ninth Edition. Upper Saddle River. New Jersey. Myrold, D.D. (1999). Transformation of nitrogen. p. 259–294. In: D.M. Sylvia, J.F. Jeffry, G.H. Peter and A.Z. David (eds.) Principles and Application of Soil Microbiology. Prentice Hall, New Jersey. Nur, A.M.; P. Rahardjo; Priyono; S. Wardani; S. Subekti & B. Sulistyono (2003).
Purwanto, Handayanto, Suprayogo, Baon, dan Hairiah
kualitas masukan seresah terhadap dinamika N dan proses nitrifikasi dalam tanah pada berbagai sistem agroforestri.
5. Menurunnya nitrifikasi potensial berhubungan erat dengan tingginya kandungan bahan organik tanah dan kondisi kelembaban tanah.
KESIMPULAN UCAPAN TERIMA KASIH 1. Penanaman pohon penaung tunggal Gliricidia (kualitas seresah tinggi) menghasilkan konsentrasi NH4 + tertinggi daripada sistem kopi dengan penaung sengon atau kopi campuran. Konsentrasi NH4+ terendah diperoleh pada kopi berpenaung Gliricidia dengan penutup tanah A. pintoi dibanding SPL lain, dan nisbah NH4+/N-mineral tanah lebih tinggi bila kopi hanya dinaungi Gliricidia saja. 2. Penyisipan beragam pohon buah-buahan dalam sistem agroforestri kopi campuran dapat menurunkan potensial nitrifikasi hingga nilai terendah dibandingkan dengan kopi dengan penaung sengon dan kopi dengan penaung Gliricidia. Menurunnya potensial nitrifikasi dalam tanah berhubungan erat dengan rendahnya konsentrasi NH4+ dalam tanah. 3. Penanaman tanaman penutup tanah Arachis pintoi sebagai penutup tanah pada sistem kopi dengan penaung Gliricidia menurunkan nitrifikasi potensial dan meningkatkan nisbah NH4+/N-mineral. 4. Keragaman jenis pohon penaung pada sistem agroforestri berbasis kopi menyebabkan mineralisasi NH 4+ lebih tinggi, namun demikian nitrifikasi potensial tetap lebih rendah daripada sistem agroforestri kopi dengan penaung pohon legum saja.
Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian Alternatives to Slash and Burn Project Phase 3 (ASB 3) dan Hibah Pasca Dirjen Dikti Angkatan II, untuk itu para penulis mengucapkan terima kasih. DAFTAR PUSTAKA Afandi; M. Utomo & F.X. Susilo (2005). Biophysical Characterization of Benchmark Areas of CSM-BGBD Project in Indonesia. CSM-BGBD Project Indonesia. Lampung. Agus, F.; A.N. Ginting & M. Van Noordwijk (2002). Pilihan Teknologi Agroforestry/ Konservasi Tanah untuk Areal Pertanian Berbasis Kopi di Sumberjaya, Lampung Barat. ICRAF-SE Asia Regional Office. Bogor. Indonesia. Akinnifesi, F.K.; E.C. Rowe; S.J. Livesley; F.R. Kwesiga; B. Vanlauwe & J.C. Alegre (2004). The Root architecture. p. 61—81. In: M. Van Noordwijk, G. Cadish and C.K. Ong. (eds.) Belowground Interactions in Tropical Agroecosystems. Concept and Models with Multiple Plant Components. . CABI Publishing. Wallingford, UK. Baon, J.B. & A. Wibawa (2005). Kandungan bahan organik dan lengas tanah serta produksi kopi pada budidaya ganda dengan tanaman sumber bahan organik. Pelita Perkebunan, 21, 43—54.
54
y= R² = 0.560
0.8 1.2 1.6 2.0 2.4 2.8 3.2 3.6 4.0 TotalCCtanah, tanah, % Total % Soil C total, %
2
1.264e-0.58x
Nit.pot. mg NO2 , kg-1 , jam-1
(A) 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0
-1-1 jam-1-1 Nitrif. Pot. mg 2kg Pot.Nit.mg NONO , kg , hour
Nit.pot. mg NO2 , kg-1 , jam-1
-1-1 Pot.Nit.mg NONO , kg Nitrif. Pot. mg jam-1-1 2 2kg , hour
Nitrifikasi potensial dan nitrogen-mineral tanah pada sistem agroforestri kopi dengan berbagai pohon penaung
(B) 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0
y = 0.001x2 - 0.150x + 5.049 R² = 0.507
44
48
52
56
60
64
68
Kadarlengas lengas tanah, tanah, % Kadar % Soil moisture content, %
Gambar 6. Hubungan C total dalam tanah (A), dan kadar lengas tanah dengan nitrifikasi potensial (B) pada berbagai agroforestri berbasis kopi. Figure 6.
Relationship between total C in soil (A), and soil moisture content with potential nitrification (B) in various coffee based agroforestry.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pohon penaung sengon mempunyai masukan seresah dan efisiensi pemanfaatan N yang lebih besar dibanding penaung Gliricidia. Kebun kopi dengan penaung sengon di samping mempunyai produksi seresah 40% dan ketebalan seresah 81% lebih besar (Purwanto et al., 2006), terbukti juga mempunyai kandungan C-organik 17% lebih tinggi, N-total 40% lebih tinggi, P-tersedia 112% lebih tinggi daripada penaung Gliricidia.
oleh perakaran pohon yang bervariasi kedalamannya (Suprayogo et al., 2000). Namun, dari penelitian ini masih belum dapat diketahui dengan pasti faktor kualitas seresah manakah yang berfungsi sebagai regulator nitrifikasi dalam tanah. Untuk itu masih diperlukan penelitian lebih lanjut tentang penghambatan nitrifikasi melalui pengaturan berbagai kualitas masukan bahan organik pada kondisi lingkungan yang lebih terkendali.
Keragaman pohon penaung dalam sistem agroforestri kopi akan menghasilkan seresah yang beragam kualitasnya, sehingga mineralisasi NH4+ (substrat nitrifikasi) dapat dikendalikan. Selain itu, tanaman akan lebih efisien apabila menyerap N dalam bentuk NH4+ karena membutuhkan energi yang lebih rendah untuk disintesis menjadi asam amino (Havlin et al., 1999; Taiz & Zeiger, 2002). Pada lahan-lahan dengan keragaman pohon yang tinggi, apabila terdapat NO3- yang berlebihan dalam larutan tanah dapat diserap
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disarankan bahwa peningkatan keragaman pohon penaung atau campuran merupakan salah satu pilihan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan N dan mengurangi kehilangan N melalui pelindian NO3-. Penanaman tanaman penutup tanah A. pintoi sangat dianjurkan terutama pada kebun muda, dimana kanopi pohon penaung atau pohon campuran belum bisa memberikan penutupan lahan secara optimum. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengetahui pengaruh berbagai
53
Purwanto, Handayanto, Suprayogo, Baon, dan Hairiah
Tabel. 3. Matriks korelasi antarpeubah nitrifikasi Table 3.
Correlation matrix of internitrification-variables Konsentrasi dalam tanah Soil concentration of NH 4
+
r
NO 3 P
Nitrifikasi Potensial Potential Nitrification
-
r
P
r
P
Konsentrasi NH4+ tanah Soil NH4+ concentration
-
-
0.83
0.488
0.355**
0.002
Konsentrasi NO3- tanah Soil NO3- concentration
0.083
0.488
-
-
0.114
0.341
Nitrifikasi potential Potential nitrification
0.353**
0.002
0.114
0.341
-
-
Nisbah NH4+/N-mineral Ratio of NH4+/N-mineral
0.414**
0.000
0.506**
0.000
-0.108
0.368
Keterangan (Notes): * = nyata (significant); ** = sangat nyata (not significant).
(B)
AF
0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0
y=
KNS
KNG
AF
KAp
0.564x2
- 1.452x + 1.122 R² = 0.433
0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 2.2 2.4 Konsentrasi NH4, mg kg-1
Kons.NO3- mgkg-1jam-1
Nitrif Pot, mg NO2g-1jam-1
(A) 350 300 250 200 150 100 50 0
KNS
KNG
KAp
y = 385.6x2 - 268.4x + 113.0 R² = 0.051
0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 Nitrifikasi Pot., mg NO2- kg-1 jam-1
Gambar 5. Hubungan antara konsentrasi NH4 + dengan nitrifikasi potensial tanah (A), dan antara nitrifikasi potensial tanah dengan konsentrasi NO3 - tanah pada berbagai SPL (B). (AF: kopi campuran; KNS: kopi dengan penaung sengon; KNG: kopi dengan penaung Gliricidia; KAp: kopi dengan penaung Gliricidia dan TPT A.pintoi). Figure 5.
Relationship between NH 4 + concentration and soil potential nitrification (A) and between soil potential nitrification and NO 3 - concentration (B) at various LUS (AF: mixed coffee farming; KNS: Coffee+P. falcataria; KNG: Coffee+Gliricidia; KAp: Coffee+Gliricidia+A. pintoi).
52
Nitrifikasi potensial dan nitrogen-mineral tanah pada sistem agroforestri kopi dengan berbagai pohon penaung
0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 2.2 2.4 Konsentrasi NH +, mg kg-1 Konsentrasi (Concentration) NH4+, mg kg-1
0.2 0
Pot.Nit.mg NO2, kg-1 , hour-1
0.0
0.4
KNG KAp
0.2
0.6
AF
0.4
0.8
KAp
0.6
1
AF
y = 0.560x2 - 1.437x + 1.108 R² = 0.435
(B) 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
-1 -1 Nit.Pot. Nit.pot. mg mg NO NO2 , kg kg-1 ,jam jam-1
(A)
KNS KNG
0.8
Pada penelitian inventory yang dilakukan sebelumnya di Sumberjaya (Purwanto et al., 2006) ditemukan bahwa salah satu penyebab rendahnya nitrifikasi potensial pada tanah hutan adalah tingginya kandungan BOT (total C). Hasil pengukuran nitrifikasi potensial yang diperoleh dari penelitian ini mendukung hasil temuan tersebut (Gambar 6), yang ditunjukkan dari kecenderungan hubungan yang erat antara nitrifikasi potensial dengan kandungan BOT. Peningkatan kandungan BOT cenderung diikuti oleh penurunan nitrifikasi potensial.
NH4+/N-mineral, %
1.0
2
Nit.pot. mg NO2 , kg-1 , jam-1 Pot.Nit.mg NO2, kg-1 , hour-1
Skiba (1993) dan Hutchinson (1995) menyatakan bahwa dalam proses nitrifikasi tidak seluruh NH4+ yang tersedia dapat teroksidasi menjadi NO3- karena pada tahap pertama nitrifikasi (proses oksidasi NH4+)
akan dibebaskan gas NO dan N2O ke udara. Proses nitrifikasi dan denitrifikasi dalam tanah menyumbang sekitar 50% dari total emisi N2O dan 8–32% total emisi NO global.
KNS
konsentrasi NO3- tanah (Gambar 5B) dapat diestimasikan bahwa sekitar 43% dari keragaman nitrifikasi potensial dipengaruhi oleh konsentrasi NH4+ dalam tanah, atau sekitar 57% dipengaruhi oleh faktor lain (bakteri nitrifikasi, lengas tanah, kandungan BOT). Namun, estimasi dengan model tersebut hanya berlaku untuk tanah-tanah dengan konsentrasi NH4+>0,8 mg kg-1. Setiap peningkatan 1 mg NH4+ kg-1 tanah sebagai sumber energi bakteri pengoksidasi NH4+ akan mendorong populasinya sehingga meningkatkan nitrifikasi potensial tanah sebesar 0,36 mg NO2- kg-1 tanah jam-1.
Sistem Penggunaan Lahan Land use system
Gambar 4. Hubungan antara konsentrasi NH4+ dengan nitrifikasi potensial tanah (A), dan nisbah NH4+/ N-mineral dan potensial nitrifikasi tanah (B), pada berbagai sistem penggunaan lahan (AF: kopi campuran; KNS: kopi dengan penaung sengon; KNG: kopi dengan penaung Gliricidia; KAp: kopi dengan penaung Gliricidia + A. pintoi). Figure 4.
51
Relationship between NH4+ concentration and soil potential nitrification (A) and ratio of soil NH4 +/N-mineral and potential nitrification (B) ) in various LUS (AF: mixed coffee farming; KNS: Coffee+P. falcataria; KNG: Coffee+Gliricidia; KAp: Coffee+Gliricidia+ A. pintoi)
Purwanto, Handayanto, Suprayogo, Baon, dan Hairiah
berpenaung sengon mempunyai konsentrasi NO 3 - (47,07 mg kg -1 ) dan N-mineral terendah (48,73 mg kg-1) dibanding AF kopi yang lain. Hal ini mengindikasikan bahwa kopi berpenaung sengon mempunyai risiko kehilangan N lebih rendah dibanding kopi berpenaung Gliricidia. Sengon tercatat sebagai salah satu pohon dengan pertumbuhan tercepat di dunia yang dapat mencapai ketinggian rata-rata 25,5 m dan diameter batang 17 cm pada umur 6 tahun, serta mencapai ketinggian 39 m dan 64 cm diameter setelah 15 tahun. Dengan demikian, sengon akan menyerap N-NH4 lebih cepat sehingga menekan peluang terjadinya nitrifikasi. Sengon mempunyai perakaran lebih dalam (Hairiah et al., 2004) daripada Gliricidia, sehingga diduga sengon dapat berfungsi lebih kuat sebagai jaring penyelamat hara yang lolos tidak terjangkau oleh perakaran tanaman kopi, untuk selanjutnya hara dikembalikan ke permukaan tanah dalam bentuk seresah gugur. Akinnifesi et al. (2004) melaporkan bahwa perakaran Gliricidia yang tumbuh pada Ferric Lixisol di Malawi (pH 5,4) hanya mengumpul pada kedalaman 30—60 cm, sedangkan pada Ultisol, Lampung (pH 4,8) akar Gliricidia berdiameter besar tetapi banyak berkembang pada tanah 0–50 cm (Hairiah et al., 1992). Chintu et al. (2004) menambahkan bahwa pemberian seresah sengon pada Ultisol selain meningkatkan ketersediaan N bagi tanaman juga berpotensi untuk mengurangi kemasaman tanah, sehingga sistem perakaran tanaman lainnya diduga akan berkembang lebih dalam.
Penanaman tanaman penutup tanah Arachis pintoi pada kopi berpenaung Gliricidia terbukti dapat menurunkan nitrifikasi potensial sekitar 54% yaitu dari 0,62 mg NO2- kg-1 jam-1 menjadi 0,27 mg NO2kg-1 jam-1 (Gambar 3A), namun apabila spesies pohon penaungnya lebih beragam seperti pada agroforestri kopi campuran multistrata maka nitrifikasi potensial menurun hingga 80%. Penggunaan sengon sebagai pohon penaung akan menghasilkan nitrifikasi potensial 52% lebih rendah daripada penaung Gliricidia. Kenyataan tersebut mengindikasikan bahwa pohon sengon mempunyai efisiensi pemanfaatan nitrogen yang lebih baik daripada penaung Gliricidia, sedangkan sistem perakaran Arachis pintoi yang padat dan rapat dapat meningkatkan efisiensi serapan N dan diharapkan akan mengurangi pelindian NO3ke lapisan bawah.
Korelasi antarpeubah Salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya nitrifikasi potensial adalah konsentrasi NH4+ yang merupakan substansi dasar untuk berlangsungnya proses nitrifikasi. Meningkatnya konsentrasi NH4+ tanah secara sangat nyata diikuti oleh meningkatnya nitrifikasi potensial (Tabel 3 dan Gambar 5). Namun demikian, tidak terdapat korelasi yang nyata antara konsentrasi NH4+ dan NO3dalam tanah, demikian juga antara konsentrasi NO3- tanah dengan nitrifikasi potensial. Dari hubungan antara konsentrasi NH4+ dengan nitrifikasi potensial tanah (Gambar 5A), dan antara nitrifikasi potensial dengan
50
Nitrifikasi potensial dan nitrogen-mineral tanah pada sistem agroforestri kopi dengan berbagai pohon penaung
Hasil pengukuran membuktikan bahwa penyisipan beragam pohon buah-buahan dalam sistem AF kopi campuran dapat menurunkan nitrifikasi potensial hingga nilai terendah (0,13 mg NO 2 - kg -1 jam -1 ) dibandingkan pada sistem kopi berpenaung sengon (0,29 mg NO2- kg-1 jam-1) dan sistem kopi berpenaung Gliricidia (0,62 mg NO2kg-1 jam-1). Hasil tersebut didukung oleh hasil studi sebelumnya di Sumberjaya, bahwa netnitrifikasi tertinggi terdapat pada AF kopi dengan penaung Gliricidia dan meningkatnya net-nitrifikasi diikuti oleh meningkatnya emisi N 2 O (Verchot et al., 2006). Hutchinson (1995) menyatakan bahwa pada tahap pertama proses nitrifikasi (oksidasi NH4+) akan dibebaskan gas NO dan N2O. Dilaporkan pula bahwa hutan mempunyai emisi N2O terendah (<2 kg N ha-1 th-1) dan AF kopi umur 18 tahun mengemisikan N2O 5 kali lebih besar dari pada hutan alami (Verchot et al. 2006). Emisi N2O tersebut semakin meningkat dengan adanya defores-
tasi. Disimpulkan bahwa alih guna lahan dan intensifikasi pertanian pada lahan kering dengan ketersediaan N rendah dan lengas tanah yang tinggi (85—95%) meningkatkan secara nyata emisi N2O ke biosfir. Stevens et al. (1997) menambahkan bahwa 70% dari total N2O di atmosfer dihasilkan dari proses nitrifikasi, dan N2O mempunyai efektifitas 280 kali lipat sebagai penyebab pemanasan global daripada CO2 (Scott et al., 2000), Agroforestri kopi dengan penaung sengon selain mampu memproduksi seresah 40% dan ketebalan seresah 81% lebih besar daripada kopi berpenaung Gliricidia terbukti juga mempunyai indeks keharaan lebih tinggi (9,9), potensial nitrifikasi lebih rendah (0,29 mg NO2- kg-1 jam-1), dan nisbah NH 4 +/N-mineral lebih tinggi (7,1%) daripada kopi berpenaung Gliricidia (indeks keharaan= 4,3; potensial nitrifikasi= 0,62 mg NO2 kg-1 jam-1 dan nisbah NH4+/N-mineral= 5,89 %). Walaupun mempunyai kandungan N-total tertinggi (0,28%) namun kopi
KNS
(B) KNG
KAp
1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
NH4+/N-mineral, %
-1 Nit.pot. mg NO2 ,- kg-1 -1 , jam -1 Pot.Nit.mgNO NO,2 ,kg Pot.Nit.mg kg-1 , jam hour-1 2
(A) AF
24-Feb 10-Mar 7-Apr 21-Apr 5-Mei Waktu (Date)
25
AF
KNS
KNG
KAp
20 15 10 5 0 24-Feb 10-Mar 7-Apr 21-Apr 5-Mei Waktu (Date)
Gambar 3. Nitrifikasi potensial tanah (A), dan nisbah NH4+/N-mineral (B), pada berbagai waktu pengukuran (AF: kopi campuran; KNS: kopi dengan penaung sengon; KNG: kopi dengan penaung Gliricidia; KAp: kopi dengan penaung Gliricidia + TPT A. pintoi). Figure 3.
49
Soil potential nitrification (A) and ratio of NH 4+/N-mineral (B) at various sampling dates and LUS (AF: mixed coffee farming; KNS: Coffee+P. falcataria; KNG: Coffee+Gliricidia; KAp : Coffee+Gliricidia+A. pintoi).
Purwanto, Handayanto, Suprayogo, Baon, dan Hairiah
3B), hal tersebut dapat ditunjukkan oleh rendahnya nisbah NH4+/N-mineral. Nisbah NH4+/N-mineral menggambarkan besarnya nitrifikasi aktual dalam tanah. Semakin tinggi nisbah N-NH 4+/N-mineral dalam tanah mengindikasikan proses amonifikasi lebih besar daripada nitrifikasi, sebaliknya semakin rendah nisbah NH4+/N-mineral mengindikasikan semakin tingginya potensi kehilangan N tanah melalui pelindian NO3dari tanah tersebut (Madigan, 2000). Pada pengukuran yang ke-3, nisbah NH4+/mineral meningkat dengan nilai tertinggi dijumpai pada sistem kopi campuran. Dengan demikian pada sistem kopi campuran mineralisasi terjadi lebih besar daripada nitrifikasi, namun kemungkinan juga akibat pelindian NO3- berlangsung lebih cepat daripada kisaran waktu pengambilan contoh (per 3 minggu) sehingga kehilangannya tidak dapat terdeteksi dalam penelitian ini. Laju mineralisasi N seresah dikendalikan oleh sifat fisik dan ”kualitas” seresah dan interaksinya dengan lingkungan serta komunitas biota pendekomposisi (Swift & Woomer, 1993; Finzi & Canham, 1998). Mineralisasi N berlangsung maksimum pada kisaran 50–70% ruang pori terisi air (Havlin et al., 1999) dan pH 5,5–6,5 (Dierolf et al., 2001). Seresah yang kandungan polifenol dan atau ligninnya tinggi tidak efektif sebagai pupuk tanaman semusim karena mineralisasi N-nya terlalu lambat sehingga tidak sesuai dengan saat dibutuhkan tanaman. Namun bagi tanaman tahunan, seperti kopi, mineralisasi N yang lambat justru menguntungkan karena N hasil mineralisasi terhindar dari pelindian dan denitrifikasi (Brady & Weil, 2002). Palm & Sanchez (1991) menyatakan bahwa nisbah polifenol/N
seresah merupakan parameter terbaik untuk memprakirakan kecepatan mineralisasi N berbagai legum tropika dengan nilai kritis sebesar 0,5. Namun, Handayanto et al. (1994) membuktikan meskipun nisbah kandungan polifenol/N seresah dari berbagai tanaman legum lebih besar dari 0,5, namun jumlah N yang termineralisasi berkorelasi lebih erat dengan nisbah (lignin + polifenol)/N.
Nitrifikasi Potensial Nitrifikasi potensial diukur dari banyaknya NO2- yang terbentuk dari contoh tanah yang diperkaya (NH4)2SO4 sebagai substrat nitrifikasi dan diinkubasikan selama 5 jam. Perbedaan spesies pohon penaung terbukti menghasilkan perbedaan nitrifikasi potensial tanah yang sangat nyata. Nitrifikasi potensial pada sistem kopi campuran, kopi berpenaung sengon, dan kopi berpenaung Gliricidia dengan A. pintoi berkisar antara 0,07 sampai 0,37 mg NO2- kg-1 jam-1. Sebaliknya sistem kopi berpenaung Gliricidia mempunyai nilai nitrifikasi potensial lebih fluktuatif dan selalu lebih tinggi dibanding SPL lain yaitu sebesar rerata 0,62 mg NO2kg-1 jam-1 (Gambar 3.A). Agroforestri kopi dengan penaung Gliricidia mempunyai rerata nitrifikasi potensial tertinggi (0,62 mg NO2- kg-1 tanah jam-1) dan berbeda nyata dibanding ketiga sistem AF kopi yang lain. Sistem kopi campuran mempunyai nilai nitrifikasi potensial tanah terendah (0,13 mg NO2- kg-1 tanah jam-1) dan berbeda nyata dengan yang diperoleh pada kopi berpenaung Gliricidia + A. pintoi (0,27 mg NO2- kg-1 jam-1) dan kopi berpenaung sengon (0,29 mg NO2- kg-1 tanah jam-1).
48
Nitrifikasi potensial dan nitrogen-mineral tanah pada sistem agroforestri kopi dengan berbagai pohon penaung
NH4+ tanah (Gambar 2B). Pada pengukuran ke-3 (7 April 2005), rerata konsentrasi NO3menurun tajam hingga 8,0 mg kg-1 pada AF kopi campuran walaupun konsentrasi NH4+ masih tinggi (1,9 mg kg-1). Pada periode awal pengukuran, rata-rata konsentrasi NO3dalam tanah sangat tinggi (hingga 265 mg kg-1), namun hal tersebut tidak terjadi pada sistem berpenaung sengon. Konsentrasi N— mineral (jumlah N—NH4 dan N—NO3) yang diperoleh dari percobaan ini relatif tinggi bila dibandingkan dengan hasil pengukuran lainnya. Myrold (1999) menyatakan bahwa konsentrasi N—mineral pada ekosistem alami jarang melebihi 100 mg kg-1 tanah, tetapi Serna & Pomares (cit. Tate, 1995) menyatakan bahwa tanah-tanah di Spanyol mempunyai kandungan N-mineral antara 0–153 mg kg-1 tanah.
berubah karena adanya serapan oleh tanaman, asimilasi mikrobia, ternitrifikasi bila kondisi tanah memungkinkan sehingga terjadi peningkatan NO3- tanah (Gambar 2A dan 2B). Perbedaan spesies pohon penaung berpengaruh sangat nyata terhadap konsentrasi NO3- tanah, namun tidak berbeda nyata antarkedalaman tanah. Kopi berpenaung Gliricidia memiliki rerata konsentrasi NO 3- tanah tertinggi (96,4 mg kg-1), konsentrasi terendah terdapat pada kopi berpenaung sengon (47,1 mg kg-1). Perbedaan SPL dan waktu pengambilan contoh tanah berpengaruh sangat nyata terhadap konsentrasi NO3- tanah, namun perbedaan kedalaman tanah tidak berpengaruh nyata. Konsentrasi NO3- pada semua SPL di bulan Februari— Maret 2006, lebih tinggi daripada setelah bulan Maret (curah hujan lebih rendah). Konsentrasi NO3tanah pada berbagai SPL dan waktu pengukuran relatif lebih dinamis dibanding
KNS
(A)
KNG
(B)
KAp
AF Kons (Concent)
2.8 2.4 2.0 1.6 1.2 0.8 24-Feb 10-Mar 7-Apr 21-Apr 5-Mei
Waktu (Date)
- kg-1 -1 NH4 , mg Konstr.NO 3 , mg kg
Kons (Concent)
-1 -1 NH4 , mg+,kg Konstr.NH 4 mg kg
AF
Bila ditinjau dari nisbah NH4+/N- mineral, pada awal percobaan nitrifikasi terjadi lebih banyak daripada mineralisasi (Gambar
KNS
KNG
KAp
500 400 300 200 100 0 24-Feb 10-Mar 7-Apr 21-Apr 5-Mei
Waktu (Date)
Gambar 2. Konsentrasi NH4+ (A), dan konsentrasi NO3- (B) pada kedalaman tanah 0-30 cm pada berbagai waktu pengukuran di berbagai SPL (AF: kopi campuran; KNS: kopi dengan penaung sengon; KNG: kopi dengan penaung Gliricidia; KAp: kopi dengan penaung Gliricidia + TPT Arachis pintoi). Figure 2.
47
Concentration of soil NH 4+ (A) NO 3- (B) at various sampling dates and LUS (AF: mixed coffee farming; KNS: Coffee+P. falcataria; KNG: Coffee+Gliricidia; KAp: Coffee+ Gliricidia+A. pintoi).
Purwanto, Handayanto, Suprayogo, Baon, dan Hairiah
bakteri nitrifikasi. Kenyataan tersebut sesuai dengan temuan Verhagen et al. (1994) bahwa di rhizosfer, terjadi persaingan antara akar tanaman, mikrobia heterotrofik dan bakteri nitrifikasi untuk mendapatkan NH4+ dan bakteri nitrifikasi Nitrosomonas europaea terbukti kalah bersaing dengan akar tanaman dalam pemanfaatan NH4+ tanah. Verhagen et al. (1994) juga menambahkan bahwa tanah padang rumput mempunyai populasi bakteri nitrifikasi yang sangat rendah dan tanaman yang tumbuh di atasnya tidak mengandung NO3- dan ensim induktif nitrat reduktase.
Proses nitrifikasi hampir tidak berlangsung pada tanah yang ditanami rumput Plantago lanceolata dan populasi bakteri nitrifikasinya hanya 0,5% dari tanah tanpa tanaman. Dinamika NH4+ tanah pada seluruh SPL menunjukkan pola yang relatif stabil, kecuali pada sistem kopi berpenaung sengon dan kopi campuran. Konsentrasi NH4+ tanah selalu berubah karena serapan akar tanaman, asimilasi mikroba, dan atau ternitrifikasi menjadi NO3- tanah (Gambar 1A dan 1B). Konsentrasi NH4+ dalam tanah selalu (B) KNS
(A) AF 10-20cm
20-30cm
0-10cm
4
Kons (Concent)
-1 KonsNH NH,4mg , mgkgkg -1
Kons (Concent)
, mg kg-1kg-1 KonsNH NH , mg 4 4
0-10cm 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
24-Feb 10-Mar 7-Apr 21-Apr 5-Mei
Waktu
Waktu
3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
0-10cm Kons (Concent)
24-Feb 10-Mar 7-Apr 21-Apr 5-Mei
Waktu
(Date)
(D) KAp 20-30cm -1 KonsNHNH , mg 4, mg kg-1kg 4
Kons (Concent)
Kons NHNH , mg kg-1kg-1 4, mg 4
10-20cm
20-30cm
24-Feb 10-Mar 7-Apr 21-Apr 5-Mei
(Date)
(C) KNG 0-10cm
10-20cm
3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
(Date)
10-20cm
20-30cm
3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 24-Feb 10-Mar 7-Apr 21-Apr 5-Mei
Waktu
(Date)
Gambar 1. Konsentrasi NH4+ pada berbagai kedalaman tanah, waktu pengukuran dan SPL. (AF: kopi campuran; KNS: kopi dengan penaung sengon; KNG: kopi dengan penaung Gliricidia; KAp: kopi dengan penaung Gliricidia + TPT A. pintoi). Figure 1. Concentration of NH4+ in various depth, sampling date and LUS (AF: mixed coffee farming; KNS: Coffee+P. falcataria; KNG: Coffee+Gliricidia; Kap: Coffee+Gliricidia+ A. pintoi).
46
Nitrifikasi potensial dan nitrogen-mineral tanah pada sistem agroforestri kopi dengan berbagai pohon penaung
tanah umumnya dalam kisaran normal kecuali pada perlakuan penaung dan penutup tanah A. pintoi yang rendah dan memilki pH tanah yang juga rendah. Sistem kopi berpenaung Gliricidia memiliki pH tanah (6,14) lebih tinggi daripada sistem lainnya, dan pH terendah (4,91) terdapat pada kopi berpenaung Gliricidia + tanaman penutup tanah A. pintoi. Nisbah C/N tanah yang tinggi diperoleh pada sistem kopi campuran dan yang berpenutup tanah A. pintoi yaitu antara 12—14, sedangkan kopi berpenaung sengon mempunyai C/N tanah terendah yaitu sekitar 8. Rendahnya nisbah C/N pada sistem kopi berpenaung sengon mengindikasikan tingginya kualitas masukan seresah gugur sehingga lebih cepat terdekomposisi dan menurunkan nisbah C/N tanah.
Konsentrasi NH4+ dan NO3- tanah Perbedaan jenis pohon penaung, waktu pengukuran dan kedalaman tanah dalam SPL kopi campuran, berpengaruh sangat nyata terhadap konsentrasi NH4+ tanah. Pada semua SPL, konsentrasi NH4+ lapisan tanah bawah selalu lebih rendah daripada di lapisan
Tabel 2.
Karakteristik tanah pada berbagai SPL kopi
Table 2.
Soil characteristics of several coffee land use systems
SPL Kopi dengan Coffee LUS with
pH H2O
C org
permukaan. Dinamika NH4+ tanah untuk semua sistem menunjukkan pola yang relatif stabil, kecuali pada sistem kopi berpenaung sengon dan kopi campuran, dimana pada pengukuran kedua konsentrasi NH4+ lebih rendah daripada pengukuran sebelumnya; namun pada pengamatan minggu berikutnya terjadi peningkatan konsentrasi NH4+ hampir 2 kali lipat. Penanaman pohon penaung Gliricidia menghasilkan konsentrasi NH4+ tertinggi (1,99 mg kg-1) pada kedalaman tanah 0—30 cm daripada sistem kopi dengan penaung sengon (1,66 mg kg-1) atau kopi campuran (1,62 mg kg -1) (Gambar 1). Namun, penyisipan tanaman penutup tanah A. pintoi pada kopi berpenaung Gliricidia terbukti dapat menurunkan konsentrasi NH4+ menjadi terendah (1,43 mg kg-1) dibanding SPL lain, dan meningkatkan nisbah NH4+/ N-mineral tanah sebesar 19%. Hal tersebut diduga karena produksi seresah tahunan (Purwanto et al., 2006) dan jumlah biomassa seresah yang ada di permukaan tanah lebih rendah daripada sistem lainnya, sehingga jumlah NH 4+ yang dilepaskan selama mineralisasi juga rendah. Namun demikian, adanya perakaran A. pintoi yang padat dan rapat akan meningkatkan serapan NH4+ sehingga tidak menyisakan NH4+ untuk
N total
C/N
P tersedia Avail. (mg/kg)
K tertukar Exch. (cmol kg-1)
14.4
5.40
0.27
.............%............
Campuran (Mixed)
5.45
3.18
0.25
Sengon (P. falcataria)
5.45
2.22
0.28
8.4
11.24
0.14
Gliricidia sepium
6.14
1.90
0.20
14.0
5.31
0.25
G. sepium + A. pintoi
4.91
2.88
0.18
17.9
4.51
0.15
45
Purwanto, Handayanto, Suprayogo, Baon, dan Hairiah
Tabel 1.
Kualitas seresah (konsentrasi N, lignin dan polifenol) di permukaan tanah dari berbagai sistem penggunaan lahan di Sumberjaya
Tabel 1.
Quality of standing litter (concentration of N, lignin, polifenol) in various land use systems in Sumberjaya SPL LUS
Total N (N)
Lignin (L)
Polifenol (Pp)
C/N
L/N
Pp/N
(L+Pp)/N
……………%................... Hutan alami (Natural forest)
1.24
21.1
6.37
31
17
5
22
Kopi Multistrata Multistratified shaded coffee
2.20
34.9
6.12
16
16
3
19
Kopi berpenaung Gliricidia Gliricidia shaded coffee
2.15
32.3
4.25
17
15
2
17
Kopi monokultur Monoculture coffee
1.95
37.7
5.19
18
19
3
22
Contoh tanah diambil pada petak berukuran 5 m x 40 m sebanyak 3 titik setiap SPL, jarak antara titik pengambilan sekitar 20 cm. Contoh tanah untuk analisis N-mineral diambil dari tiga kedalaman yaitu 0—10 cm, 10—20 cm dan 20—30 cm. Pengusikan dilakukan seminimum mungkin untuk menghindari perubahan komposisi N mineral tanah. Contoh tanah seberat 5 g diekstrak dengan 20 ml larutan KCl 2 M, diukur konsentrasi NH4+ dan NO3- di Laboratorium SAFODS, PG Bungamayang Lampung Utara, menggunakan spektrofotometer Flow Injection Autoanalyzer (FIA). Nitrifikasi potensial tanah diukur menggunakan metode Berg & Rosswald (Kandeler, 1995), yaitu dengan mengukur laju proses oksidasi NH4+ menjadi NO2(aktivitas Nitrosomonas) dari contoh tanah per satuan waktu tertentu. Contoh tanah ditambah amonium sulfat sebagai substrat nitrifikasi lalu diinkubasi selama 5 jam pada suhu kamar. Nitrit yang terbentuk selama inkubasi diekstrak dengan KCl 2M dan ditentukan secara kolorimetrik pada panjang gelombang 520 nm. Oksidasi NO2- menjadi
NO3- (aktifitas Nitrobacter) selama inkubasi dihambat dengan penambahan NaClO3 . Analisis N-mineral dengan menggunakan metode Flow Injection Analysis. Semua data yang diperoleh dianalisis menggunakan program SPSS versi 13 untuk mengetahui pengaruh perbedaan SPL terhadap semua peubah. Uji t digunakan untuk membandingkan perbedaan setiap peubah pengukuran antar-SPL. Untuk mengetahui adanya hubungan antarpeubah dilakukan uji korelasi, bila hubungannya sangat nyata (p<0,01) atau nyata (p<0,05), analisis dilanjutkan dengan uji regresi untuk mengetahui keeratan hubungannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik tanah Karakteristik tanah di lokasi percobaan disajikan pada Tabel 2. Kendala umum kesuburan tanah pada seluruh SPL adalah fosfor (P) tersedia yang berkisar dari rendah sampai sangat rendah dan kalium (K) tertukar yang rendah. Kandungan N total
44
Nitrifikasi potensial dan nitrogen-mineral tanah pada sistem agroforestri kopi dengan berbagai pohon penaung
sekitar 1.486 pohon ha -1 dan jumlah pohon penaung Gliricidia sekitar 319 pohon ha-1. 2. Agroforestri kopi dengan penaung Gliricidia dan permukaan tanah ditutup dengan tanaman legum penutup tanah A. pintoi. 3. Agroforestri kopi dengan penaung sengon (Paraserianthes falcataria) adalah SPL dimana pohon kopi sebagai tanaman pokok yang ditanam bersama 2—4 jenis pohon penaung, dimana sengon sebagai pohon penaung dominan, dengan basal area 80% (Hairiah et al., 2004). Rerata jumlah pohon kopi pada SPL ini sekitar 1100 pohon ha-1, dengan penaung sengon sekitar 125 pohon ha-1, 4. Agroforestri kopi campuran (multistrata) adalah SPL dengan kopi sebagai tanaman pokok, dengan populasi pohon penaung (campuran) >15% dengan jenis pohon lebih dari 5 jenis, dengan basal area 80% (Hairiah et al., 2004). Rerata jumlah tanaman kopi pada SPL agroforestri campuran ini sekitar 1.325 pohon ha-1, dengan jumlah tanaman penaung (campuran berbagai jenis pohon) sekitar 320 pohon ha-1. Pohon penaung yang umum dijumpai adalah gamal (Gliricidia sepium), lamtoro (Leucaena leucocephala) dadap (Erythrina subunbrams), sengon (Paraserianthes falcataria) dan beraneka jenis pohon lain di antaranya adalah durian (Durio zibethinus), alpukat (Persea americana), mangga (Mangifera indica), kakao (Theobroma cacao), kemiri (Aleurites moluccana), cengkeh (Eugenia aromatica), pisang (Musa paradisiaca),
43
Gmelina (Gmelina arborea), nangka (Arthocarphus integra), jambu batu (Psidium guajava), kayu manis (Cinamomum mercusii), lada (Piper nigrum), jeruk (Citrus sp). Biomassa seresah di permukaan tanah dari keempat sistem telah dilaporkan oleh Purwanto et al. (2006), bahwa biomassa seresah pada agroforestri kopi campuran tidak berbeda nyata dengan di agroforestri kopi bernaungan sengon, rata-rata sekitar 3,7 Mg ha-1. Pada sistem kopi naungan Gliricidia biomassa seresah sekitar 2,1 Mg ha-1, dan paling rendah pada sistem kopi naungan Gliricidia dengan penutup tanah A. pintoi yaitu sebesar 1.6 Mg ha-1. Kualitas seresah permukaan bervariasi antaragroforestri berbasis kopi. Hasil penelitian pendahuluan pengamatan kualitas seresah seperti ditunjukkan oleh kandungan C, N, lignin dan polifenol yang disajikan dalam Tabel 1.
Rancangan Percobaan Penelitian bersifat eksploratif deskriptif hubungan fungsional dengan teknik observasi lapangan, pengambilan contoh tanah serta analisis laboratorium. Pengukuran pada masing-masing SPL dilakukan tiga kali pada lahan milik petani yang berbeda. Pengukuran dilakukan 3 minggu sekali dalam kurun waktu 3 bulan. Peubah yang diukur adalah konsentrasi NH4+, NO3- tanah, nitrifikasi potensial tanah, kadar lengas tanah dan pH (H2O) tanah. Pengambilan contoh tanah, pengukuran peubah penelitian dilakukan setiap 3 minggu sekali selama 3 bulan, yaitu pada tanggal 24 Februari, 10 Maret, 7 April, 21 April dan 5 Mei 2005.
Purwanto, Handayanto, Suprayogo, Baon, dan Hairiah
tinggi indeks keharaan tanah menunjukkan semakin tingginya status keharaan tanah pada sistem penggunaan lahan (SPL) tersebut. Sistem penggunaan lahan agroforestri berbasis kopi yang dipilih adalah lahan milik petani yang telah dibudidayakan sebagai lahan pertanian sejak tahun 1982—1989. Lahan dibuka dari hutan sekitar tahun 1980— 1987, selama 2 sampai 3 tahun lahan ditanami tanaman pangan tumpang sari dengan pohon kopi. Selanjutnya pohon kopi dibiarkan tumbuh dengan pohon penaung legum atau jenis lainnya. Terdapat dua kelompok utama SPL agroforestri yang diamati dalam penelitian ini, yakni 1) Agroforestri kopi berpenaung satu spesies pohon penaung legum: SPL dengan tanaman pokok kopi dengan pohon penaung legum gamal (Gliricidia sepium) atau sengon (Paraserianthes falcataria) dengan populasi sekitar 40% dari total populasi pohon per lahan; 2) Agroforestri kopi campuran/ multistrata dengan penaung berbagai tanaman produktif: SPL dengan tanaman pokok kopi dengan pohon penaung legum serta beragam pohon buah-buahan seperti nangka, durian, alpukat, cempedak, melinjo atau pohon penghasil kayu seperti jati, akasia, mahoni dan sebagainya. Pengelolaan lahan yang dilakukan rutin oleh pemilik lahan adalah pembersihan rumput dan pemangkasan pohon penaung. Pada SPL kopi campuran dan kopi berpenaung, pembersihan rumput umumnya dilakukan 1—2 kali setahun dengan jalan disiangi atau disemprot dengan herbisida. Rumput-rumputan yang telah tercabut/ terpotong sebagian ada yang dibiarkan di permukaan tanah, namun ada sebagian yang
dikumpulkan dalam lubang rorak. Pohon penaung umumnya dipangkas 1—2 kali setahun. Hasil pangkasan pohon penaung sebagian ada yang dibiarkan terserak di permukaan tanah, dan hanya cabang-cabang yang cukup besar diambil untuk kayu bakar. Sebagian besar petak pengamatan tidak dipupuk secara rutin, bilapun ada pemupukan dosis pemberian tidak tentu. Pupuk yang biasa digunakan adalah dolomit sehingga kandungan Mg tertukar pada keseluruhan plot percobaan cukup tinggi. Produksi kopi pada masing-masing plot pengamatan tergolong rendah yaitu berkisar antara 300—500 kg ha-1 th-1 biji kopi kering. Pengukuran dilakukan pada 4 macam sistem agroforestri berbasis kopi yang telah berumur minimum 5 tahun yang meliputi 12 plot pengamatan yaitu: 1) agroforestri kopi dengan penaung Gliricidia sepium,2) agroforestri kopi dengan penaung Gliricidia dan penutup tanah A. pintoi, 3) agroforestri kopi dengan penaung sengon ( Paraserianthes falcataria), dan 4) agroforestri kopi campuran, yakni selain penaung Gliricidia juga terdapat beragam pohon buahbuahan dan penghasil kayu. Areal penelitian terdapat dalam satuan pengambilan contoh tanah yang sama. Deskripsi lahan yang dipilih untuk pengukuran adalah sebagai berikut : 1. Agroforestri kopi dengan penaung Gliricidia (Gliricidia sepium) adalah SPL dengan tanaman kopi sebagai tanaman pokok bersama dengan 2—4 jenis pohon penaung, dimana Gliricidia sebagai pohon penaung dominan, dengan basal area 80% (Hairiah et al., 2004). Rerata jumlah pohon kopi pada SPL ini
42
Nitrifikasi potensial dan nitrogen-mineral tanah pada sistem agroforestri kopi dengan berbagai pohon penaung
Gliricidia atau kopi monokultur. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut maka upaya mengurangi laju nitrifikasi dapat dilakukan melalui peningkatan keragaman kualitas masukan seresah. Hal tersebut dapat dicapai antara lain dengan menanam berbagai macam pohon penaung dalam agroforestri berbasis kopi. Agroforestri kopi campuran (multistrata) dengan produksi seresah sekitar 7,7 Mg ha-1 terbukti dapat menurunkan nitrifikasi potensial sebesar 63% dari nitrifikasi potensial yang terjadi pada sistem pertanian intensif hortikultura (7,1 mg NO2kg-1 tanah jam-1). Pada sistem agroforestri kopi dengan pohon penaung spesies tunggal (lamtoro, sengon atau Gliricidia), produksi seresah sekitar 7,0 Mg ha-1 per tahun diestimasi dapat menurunkan nitrifikasi potensial tanah sebesar 55% dibanding yang terdapat pada sistem pertanian intensif hortikultura. Penelitian tentang manfaat berbagai jenis pohon penaung terhadap pertumbuhan tanaman kopi sudah banyak dilakukan namun penelitian tentang pengaruhnya terhadap konservasi hara N (nitrifikasi dan pelindian N) masih jarang dilakukan. Untuk itu, penelitian tentang nitrifikasi potensial pada berbagai sistem agroforestri kopi dengan berbagai macam penaung masih sangat diperlukan guna menemukan strategi untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan N dan mempertahankan kualitas air tanah dari pencemaran NO3-. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh berbagai jenis pohon penaung legum pada sistem agroforestri berbasis kopi terhadap konsentrasi N mineral (N-NH4+ dan N-NO3-) tanah dan nitrifikasi potensial tanah, serta mengkaji
41
faktor pengendali terjadinya nitrifikasi di lapangan.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Bodongjaya, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung (5O01’29.88”–5O02’34.20” lintang selatan dan 104O25’46.50”–104O26’51.40” bujur timur). Penelitian dilaksanakan selama musim penghujan pada bulan Februari – Mei 2005. Sebaran curah hujan selama tahun 2005 berkisar dari 45 mm sampai 439 mm dengan 7 bulan >200 mm setiap bulannya (November – Mei) dan 5 bulan <200 mm (Juni–Oktober). Suhu udara harian rata-rata selama percobaan 23,2OC dengan suhu minimum rata-rata 18,4OC, dan suhu maksimum rata-rata 30,7OC. Curah hujan ratarata tahunan antara 2500–2600 mm th-1 yang tersebar merata hampir sepanjang tahun, serta suhu udara rata-rata 21,2OC (Agus et al., 2002; Afandi et al., 2005). Karakteristik tanah teratas lokasi percobaan adalah sebagai berikut: tekstur lempung; pH (H 2 O) 5,53; C organik 2,73%; N total 0,35%; P tersedia 5,77 mg kg-1. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa tanah percobaan memiliki kadar C organik dan N total sedang (Dierlolf et al., 2001). Indeks keharaan tanah (kedalaman 0–30 cm) pada masing-masing SPL diukur berdasarkan nilai perkalian kandungan C-organik, N-total, P-tersedia, K-tersedia, Ca-tertukar dan Mg-tertukar tanah. Semakin
Purwanto, Handayanto, Suprayogo, Baon, dan Hairiah
sebagai penaung pohon kopi seperti gamal (Gliricidia sepium) atau dadap (Erythrina subumbrans) atau lamtoro (Leucaena leucocephala) dan sengon (Paraserianthes falcataria). Namun, karena akhir-akhir ini harga kopi dunia tidak terlalu menarik lagi, maka petani berupaya meningkatkan pendapatannya dengan menanam berbagai macam pohon yang bernilai ekonomi pada lahan kopinya. Secara bertahap sistem agroforestri berpenaung legum spesies tunggal tersebut berubah menjadi sistem yang lebih kompleks (multistrata) dengan berbagai macam pohon buah-buahan antara lain kelapa (Cocos nucifera), melinjo (Gnetum gnemon), alpukat (Persea americana), mangga (Mangifera indica), jambu biji (Psidium guajava), pisang (Musa paradisiaca), pepaya (Carica papaya), rambutan (Nephelium lappaceum), jengkol (Archidendron jiringa), nangka (Arthocarpus heterophyllus), durian (Durio zibethinus), cempedak (Arthocarpus integra), sukun (Arthocarpus sp.), petai (Parkia speciosa); dan berbagai pohon penghasil kayu seperti pohon kertas (Gmelina arborea), kayu afrika (Myopsis eminii), mahoni (Swietenia mahogani), serta pohon komersial lain seperti kayu manis (Cinamomum mercusii), cengkeh (Eugenia aromatica), kemiri (Alleurites moluccana), kakao (Theobroma cacao) dan lain sebagainya. Di samping itu, saat ini di sentra produksi kopi Sumatera bagian selatan telah mulai diperkenalkan pohon ramayana (Cassia spectabilis) sejenis legum sebagai penaung kopi. Pohon ramayana ter-sebut mampu tumbuh cepat dan menghasil-kan biomassa sebanyak 12 Mg ha-1 tahun-1 (Baon & Wibawa, 2005). Pada beberapa kebun kopi juga ditanam legum penutup tanah
A. pintoi di bawah tegakan kopi untuk mengurangi erosi, menambah nitrogen (N) tanah, menekan gulma (Agus et al., 2002) dan mampu menghasilkan biomassa segar sebanyak 14 Mg ha -1 tahun -1 (Baon & Pudjiono, 2006). Keragaman spesies pohon penaung pada sistem agroforestri kopi akan menghasilkan keragaman jenis, jumlah dan kualitas guguran seresah yang jatuh ke permukaan tanah. Seresah dari tanaman legum umumnya berkualitas tinggi sehingga cepat terdekomposisi dan melepaskan NH 4+ ke dalam larutan tanah (Handayanto, 1994). Seresah yang berkualitas tinggi adalah seresah yang mempunyai nisbah C/N <20 (Handayanto, 1994), atau nisbah (lignin+ polifenol)/N <10 (Hairiah et al., 2005). Brady & Weil (2002) dan Havlin et al. (1999) menyatakan bahwa nisbah C/N seresah sekitar 20 merupakan batas antara imobilisasi dan mineralisasi N. Laju mineralisasi N seresah pada lahan pertanian di daerah tropika umumnya lebih tinggi daripada serapan N oleh tanaman (Van Noordwijk, 1989), sehingga sisa NH4+ dalam tanah akan ternitrifikasi menjadi NO3-. Purwanto et al. (2006) melaporkan hasil penelitiannya di Sumberjaya (Lampung Barat) bahwa lahan pertanian intensif (hortikultura) memiliki nitrifikasi potensial tertinggi (7 mg NO2- kg-1 tanah jam-1) bila dibandingkan dengan agroforestri berbasis kopi dan hutan alami. Meningkatnya diversitas pohon pada agroforestri kopi campuran dengan berbagai tanaman produktif (multistrata) diduga mengakibatkan lebih rendahnya tingkat nitrifikasi potensial tanah daripada SPL kopi penaung sengon atau penaung
40
Nitrifikasi potensial dan nitrogen-mineral tanah pada sistem agroforestri kopi dengan berbagai pohon penaung
nitrifikasi potensial tanah pada sistem agroforestri kopi campuran tersebut berhubungan erat dengan tingginya kandungan bahan organik tanah.
Summary The role of shading trees in coffee farms has been well understood to establish suitable condition for the growth of coffee trees, on the other hand their role in nitrogen cycle in coffee farming is not yet well understood. The objectives of this study are to investigate the influence of various legume shading trees on the concentration of soil mineral N (N-NH 4 + and N-NO3- ), potential nitrification and to study the controlling factors of nitrification under field conditions. This field explorative research was carried out in Sumberjaya, West Lampung. Twelve observation plots covered four land use systems (LUS), i.e. 1) Coffee agroforestry with Gliricidia sepium as shade trees; 2) Coffee agroforestry with Gliricidia as shade trees and Arachis pintoi as cover crops; 3) Coffee agroforestry with Paraserianthes falcataria as shade trees; and 4) Mixed/multistrata coffee agroforestry with Gliricidia and other fruit crops as shade trees. Measurements of soil mineral-N concentration were carried out every three weeks for three months. Results showed that shade tree species in coffee agroforestry significantly affected concentrations of soil NH 4 +, NO 3- and potential nitrification. Mixed coffee agroforestry had the highest NH 4+/N-mineral ratio (7.16%) and the lowest potential nitrification (0.13 mg NO2- kg-1 hour-1 ) compared to other coffee agroforestry systems using single species of leguminous shade trees. Ratio of NH4+/N-mineral increased 0.8—21% while potential nitrification decreased 55—79% in mixed coffee agroforestry compared to coffee agroforestry with Gliricidia or P. falcataria as shade trees. Coffee agroforestry with P. falcataria as shade trees had potential nitrification 53% lower and ratio of NH 4 +/N-mineral concentration 20% higher than that with Gliricidia. Coffee agroforestry with P. falcataria as shade trees also had organic C content 17% higher, total N 40% higher, available P 112% higher than that with Gliricidia. The presence of A. pintoi in coffee agroforestry with Gliricidia reduced 56% potential nitrification but increased 19.3% of NH 4 +/N-mineral concentration. The low soil potential nitrification in the mixed coffee agroforestry had close relationship with the high content of soil organic matter. Key words :
Nitrogen-mineral, nitrification, shading trees, agroforestry, Coffea canephora, nitrate, organic matter, intercropping, Gliricidia sepium, Arachis pintoi, Paraserianthes falcataria.
PENDAHULUAN Agroforestri berbasis kopi merupakan salah satu sistem penggunaan lahan (SPL) yang banyak diminati oleh petani kopi
39
(Verbist et al., 2004), karena sistem tersebut mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi (Nur et al., 2003; Budidarsono & Wijaya, 2004). Pada sistem agroforestri sederhana, petani umumnya menanam pohon legum
Handayanto, Suprayogo, Baon, dan Hairiah Pelita Perkebunan 2007, 23(1), 38 —Purwanto, 56
Nitrifikasi Potensial dan Nitrogen-Mineral Tanah pada Sistem Agroforestri Kopi dengan Berbagai Pohon Penaung Potential Nitrification and Nitrogen Mineral of Soil in Coffee Agroforestry System with Various Shading Trees Purwanto1), Eko Handayanto2), Didik Suprayogo2), John Bako Baon3), dan Kurniatun Hairiah2) Ringkasan Tanaman penaung pada budi daya kopi diketahui mampu menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai kebutuhan tanaman, namun peranannya dalam daur hara nitrogen (N) pada pertanaman kopi belum diketahui dengan baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh berbagai jenis pohon penaung legum pada sistem agroforestri berbasis kopi terhadap konsentrasi N mineral (NNH4+ dan N-NO3-) tanah dan nitrifikasi potensial tanah, dan untuk mengkaji faktor pengendali terjadinya nitrifikasi di lapangan. Penelitian eksploratif lapangan ini dilaksanakan di Sumberjaya, Lampung Barat. Plot pengamatan berjumlah 12 buah yang meliputi 4 sistem penggunaan lahan (SPL) yaitu: 1) Agroforestri kopi dengan penaung Gliricidia sepium, 2) Agroforestri kopi dengan penaung Gliricidia dan tanaman penutup tanah Arachis pintoi, 3) Agroforestri kopi dengan penaung sengon (Paraserianthes falcataria) dan 4) Agroforestri kopi campuran/multistrata (selain penaung Gliricidia juga ditanam pohon buah-buahan). Pengukuran konsentrasi N mineral tanah dilakukan 3 minggu sekali selama 3 bulan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa spesies pohon penaung yang berbeda pada agroforestri kopi sangat berpengaruh terhadap konsentrasi NH 4 +, konsentrasi NO3 - dan nitrifikasi potensial tanah. Sistem agroforestri kopi campuran memiliki nisbah NH4 +/N-mineral tertinggi (7,16%), dan nitrifikasi potensial terendah (0,13 mg NO2 kg-1 jam-1) dibanding sistem agroforestri dengan penaung legum spesies tunggal. Budi daya kopi dengan sistem campuran meningkatkan nisbah konsentrasi NH 4+/N-mineral tanah sebesar 0,8—21% dan menurunkan nitrifikasi potensial sebesar 55—79% dibanding kopi dengan penaung sengon ataupun dengan penaung Gliricidia. Kopi dengan penaung sengon terbukti mempunyai nitrifikasi potensial 53% lebih rendah dan nisbah konsentrasi NH 4 +/N-mineral 20% lebih tinggi dibanding kopi dengan penaung Gliricidia. Kebun kopi dengan penaung sengon juga mempunyai kandungan C—organik 17% lebih tinggi, N-total 40% lebih tinggi, P-tersedia 112% lebih tinggi daripada penaung Gliricidia. Penanaman legum penutup tanah A. pintoi pada kebun kopi berpenaung Gliricidia terbukti dapat menurunkan nitrifikasi potensial sebesar 56% dan meningkatkan nisbah konsentrasi NH 4+/ N-mineral sebesar 19,3% dari pada kopi berpenaung Gliricidia. Rendahnya 1) Dosen (Lecturer), Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 2) Dosen (Lecturer), Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Jl. Jend. M.T. Haryono, Malang. 3) Ahli Peneliti (Senior Researcher); Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. P.B. Sudirman 90, Jember 68118.
38