Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
ORAL ADIMINISTRASI KOLOSTRUM IgG TERHADAP INFEKSI E.COLI PER ORAL PADA TIKUS DYAH AYU WIDIASIH Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Jl. Olahraga, Karangmalang, Yogyakarta 55281
ABSTRAK Telah dilakukan studi pada kolostrum sapi yang mengandung antibodi IgG untuk mengetahui pengaruh kolostrum sapi terhadap pengurangan infeksi Escheria coli O157 pada hewan percobaan; tikus germ free. Kolostrum IgG diadministrasikan secara per oral pada tikus germ free sehari sebelum dan selama infeksi E. coli. Kolostrum berperanan pada penurunan jumlah bakteri yang mengindikasikan bahwa kolostrum mampu mencegah infeksi E. coli pada tikus model dan kemudian dapat disimpulkan bahwa kolostrum sapi mungkin bisa melindungi tikus terhadap infeksi E. coli dengan menghambat perlekatan bakteri pada membran mukosa intestinal, kolonisasi dan pertumbuhannya pada saluran usus. Kata kunci: Kolostrum IgG, E. coli, tikus
PENDAHULUAN Sejak STEC dikenal sebagai penyebab penyakit zoonosis, yang infeksinya melalui makanan (foodborne disease) ataupun air (waterborne disease); yang mengakibatkan diare, hemorrhagic colitis dan hemolytic uremic syndrome (HUS) (MEAD dan GRIFFIN, 1998, SIEGLER, 1995), berbagai studi telah dilakukan untuk mengeliminasi bakteri ini pada hewan pembawa. Pada usaha pencegahan terhadap mikrobia patogen, peran dari kolostral antibodi telah dipelajari. (LILIUS, E-M, 2001). Studi pendahuluan mengenai kolostrum diketahui bahwa kolostrum dapat menginduksi fagositosis dan membunuh patogen dengan perantaraan lekosit dan dapat mencegah perlekatan patogen pada daerah epitel, yang merupakan tahap kritis pada infeksi lanjutan (LILIUS, E-M, 2001, FUNATOGAWA, K. 2002). Transfer antibodi STEC pada sapi neonatal dengan pemberian kolostrum juga membuktikan bahwa administrasi kolostrum efektif untuk mengurangi titer antibodi terhadap STEC (WIDIASIH, dkk, 2004). Meskipun demikian, kemampuan untuk mengeliminasi mikrobia patogen dari saluran cerna sangat bergantung pada beberapa faktor. Studi pendahuluan mengenai komposisi flora intestinal bayi yang memiliki peran cukup dominan dalam eliminasi E. coli dari usus telah
dilaporkan (MOMOSE, Y, and ITOH, K. 2000). Studi ini mengacu pada peran antara bakteri yang efektif dalam eliminasi STEC dalam usus setelah bersinergi dengan administrasi kolostrum dan diharapkan dapat diaplikasikan pada hewan pembawa pada studi yang lebih lanjut. MATERI DAN METODA Tikus Studi ini menggunakan tikus jantan dan betina GF BALB/c umur 5-8 minggu. Status hewan percobaan dicek secara berkala sebelum digunakan dan dipelihara pada isolator vinyl bebas kuman. Ketiadaan kuman diverifikasikan dengan kaldu Heart Infusion (HI), kaldu Potato dextrose (PD), kaldu Cooked meat (CM), dan media Thioglycollate. Preparat apus langsung dari feses diuji secara mikroskopik dengan pengecatan gram. Tikus GF dimasukkan dalam kandang pada sebuah isolator vinyl steril dengan asam peracetic 2% dan disuplai dengan udara yang telah difilter. Seluruh peralatan dan perangkat seperti serutan kayu, pakan tikus dan air minum dimasukkan ke dalam isolator setelah semuanya disterilkan dengan autoclave (ITOH, K., et al. 1978).
155
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
Inokulasi dan mikroorganisme Pada studi ini, digunakan tikus gnotobiotic yang berasosiasi dengan flora intestinal berasal dari bayi manusia (MOMOSE, Y., dan ITOH, K., 2000), dan kelompok bakteri proteksi yang efektif terhadap infeksi E. coli O157:H7. Beberapa isolat yang berasal dari beberapa spesies dan biofar diinokulasikan pada tikus germfree (Tabel 1). Bakteri diisolasi dari 1 gram feses tikus baby flora-associated (BFA 31) yang kemudian disuspensikan dengan 9 ml kaldu Tryptosoya (TSB, Difco, USA). Dari suspensi ini kemudian disuspensikan kembali dengan 9 ml TSB dan diinokulasikan pada tikus germfree. Strain E. coli O157:H7 44Rf (Stx 2), yang resisten mutan terhadap rifampicin dan berasal dari feses sapi kemudian diinjeksikan secara oral selama 7 hari setelah inokulasi isolat ini. Tikus-tikus inilah yang kemudian dipergunakan dalam studi ini. Selanjutnya isolat ditumbuhkan dalam semisolid medium dan disimpan dalam freezer -80oC. Uji bakteriologi Feses kemudian diuji untuk penghitungan jumlah sel E. coli O157:H7. Sampel feses segar dikoleksi pada hari ke-1, ke-3 dan ke-7 setelah injeksi E. coli O157:H7, untuk selanjutnya dilakukan penghitungan. Feses kemudian dihomogenasikan pada sebuah gelas homogenisasi dengan 50 kali pengenceran menggunakan PBS yang mengandung agar 0,5g/l PBS. Seri pengenceran 100x kemudian dipersiapkan dan sejumlah 0.05 ml dari tiap pengenceran dituangkan pada media agar Sorbitol MacConkey dan media agar R-SMAC (mengandung 50ug/ml rifampicin) dengan menggunakan glass spreader dan kemudian diinkubasikan pada 37oC selama 18 hingga 24 jam, dan jumlah koloni yang tumbuh dengan karakteristik warna pucat dihitung. Statistika Jumlah bakteri dideterminasikan dengan Student’s t-test yang memperlihatkan dan perbedaan signifikan dari masing-masing perlakuan.
156
Tabel 1. Species dan biovar isolat asal tikus babyflora associated (BFA) Bakteria Enterobacteriaceae
Enterococci
Bifidobacteria
Species dan biovar C. freundii 1 Escherichia coli 1 E. coli 1’ Citrobacter freundii Klebsiella oxytoca Enterococcus duran E. avium 1 E. faecium E. avium 2 E. faecium 2 E. faecium 3 Bifidobacterium infantis a B. infantis B. longum b B. infantis B. breve a B. breve a’ B. breve b B. infantis b2
Persiapan kolostrum dan reagen Kolostrum sapi diperoleh dari sapi donor dan disentrifugasi untuk menghilangkan lemak dan mengkondensasikan immunoglobulin. Sentrifugasi dilakukan dengan menggunakan H2O steril sebagai buffer dan kemudian dinetralkan dengan HCl pada pH 7,0. Selanjutnya, kolostrum disentrifugasikan pada 20,000 rpm selama 40 menit pada suhu 4oC , supernatan kemudian dinetralkan dengan NaOH pada pH 7,4. Pada langkah ini, supernatan dicek titer antibodinya dengan ELISA. Filtrasi dilakukan dengan menggunakan Millex Driven Filter Unit, Millipore 0,22 µm. Setelah filtrasi, titer antibodi dicek ulang dengan ELISA. Dengan menggunakan MabTrap GII kemusian hasil filtrasi digunakan untuk purifikasi IgG.. Prosedur purifikasi IgG adalah sebagai berikut: lajur Mab Trap II dicuci dengan 5 ml air MQ (millique) kemudian diekuilibrasikan dengan 5 ml binding buffer (PBS). Sampel kemudian diaplikasikan ke dalam lajur dan diikuti pencucian lajur dengan binding buffer sampai tidak ada material yang muncul pada larutan. ELISA kemudian diaplikasikan lagi untuk
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
mengukur titer antibody dari sampel. Selanjutnya, lajur dicuci dengan 5 ml elution buffer dengan menggunakan 0,1 M GlycineHCl, pH 3,0 dan letakkan tiap 1 ml diluen ke dalam tabung eppendorf yang mengandung 75 µl neutralizing buffer (1M Tris-HCl). IgG yang telah dipurifikasi dibaca dengan spektrofotometer yang memiliki absorbansi 280 nm. Terakhir, cek kembali titer IgG purifikasi dengan ELISA. Protokol infeksi Dua kelompok percobaan tikus germfree (n=5 per kelompok), pada kelompok pertama digunakan tikus E. coli O157:H7 monoassociated umur 8-9 minggu dan pada kelompok kedua tikus baby-flora associated (BFA) pada umur 5-7 minggu. Tiap kelompok
tikus dibagi ke dalam kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Kelompok kontrol (KG) diinokulasi dengan E. coli O157:H7 strain 44Rf, dan kelompok perlakuan (PG) diadministrasikan dengan kolostrum purifikasi secara peroral selama 5 hari, dimulai dari hari yang ditandai sebagi hari ke- (-1) sebelum infeksi E. coli. Administrasi kolostrum dilakukan setiap hari, pada waktu yang sama di pagi hari. Suspensi bakteri (3,3 x 106 CFU/0,5 ml/tikus) diadministrasikan peroral ke dalam lambung dengan menggunakan kateter yang dilekatkan dengan syringe-1ml pada tikus GF pada hari ke 0, 2 jam setelah administrasi kolostrum. Pada kelompok kedua, dosis tunggal dari E. coli yang mengandung 108 viable bakteria pada 0.5ml PBS diinokulasikan peroral pada tikus BFA pada hari ke-0 diikuti 2 hari setelah administrasi kolostrum.
Tabel 2. Jumlah E. coli pada feses kelompok tikus E. coli O157:H7 monoassociated setelah inokulasi oral dengan strain E. coli terhadap administrasi kolostrum Kelompoka KG PG
1 7,1 ± 1,17b 12,17 ± 1,2
Hari setelah inokulasi 3 12,17 ± 1,2 13,6 ± 1,1
7 4,8 ± 1,02 TDc
a
Tikus diinokulasi dengan106 E. coli Mean ± SD dari 3 tikus (log/g) c Tidak terdeteksi b
Tabel 3. Jumlah E. coli pada feses tikus baby flora associated (BFA) setelah inokulasi oral strain E. coli terhadap administrasi kolostrum Kelompoka KG PG
1 12,86 ± 10,17b 10,07 ± 5,23
Hari setelah inokulasi 3 3,67 ± 2,5 4,23
7 TDc TD
a
Tikus diinokulasi dengan 108 E. coli Mean ±SD dari 3 mice (log/g) c Tidak terdeteksi b
HASIL DAN PEMBAHASAN Efek antibodi kolostrum sapi pada pengurangan infeksi E. coli O157: H7 strain 44Rf pada tikus BALB/c umur 5-8 minggu diperlihatkan pada Tabel 2. dan Tabel 3. Pada kelompok percobaan 1, mikroorganisme terdeteksi dari feses yang diambil dari kelompok tikus E. coli O157:H7
monoassociated yang diinfeksi E. coli secara oral dan diadministrasikan kolostrum. Sehari setelah infeksi, spesimen mengandung banyak sekali E. coli O157:H7 per gram-feces, mengindikasikan bahwa mikroorganisme ini bermultiplikasi secara cepat dan berkolonisasi pada saluran cerna. Jumlah bakteri dalam feses menurun secara bertahap dan hampir mencapai plateau pada hari ke-7 setelah infeksi. Tikus GF kemudian diduga menjadi carrier dari
157
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
patogen ini. Pemberian kolostrum pada semua tikus kelompok tidak begitu memperlihatkan perubahan gejala dan mereka tetap hidup sampai hari ke tujuh sampling feses, akan
tetapi pada hari ke-8 seekor tikus mati dan kemudian berturut-turut pada hari ke-9 dan ke10, dua ekor tikus mati.
Tabel 4. Respon tikus GF terhadap pemberian kolostrum peroral dan infeksi E. coli peroral Kelompok GF (Perlakuan)
GF (Kontrol)
Hari setelah infeksi1)
Mortalitas2) 2)
1 3 7 8 9 10 1 3 7
0/5 0/5 0/5 1/5 2/5 2/5 0/5 0/5 5/5
Jumlah bakteri pada feses (media SMAC agar) 5,43 ± 1,23) 6,15 ± 0,75 4,8 ± 1,02
12,17 ± 1,17 13,6 ± 1,1 TD4)
1)
Tikus diinokulasi dengan 106 E. coli O157:H7 Jumlah mati/jumlah yang diuji 3) Mean ± S.D (log/g) 4) Tidak terdeteksi karena mati 2)
Table 5. Respon tikus BFA terhadap pemberian kolostrum peroral dan infeksi E. coli peroral Kelompok BFA (Perlakuan)
BFA (Kontrol)
Hari setelah infeksi1)
Mortalitas2)
1 3 7 8 9 10 1 3 7 8 9 10
2)
0/5 0/5 0/5 0/5 0/5 0/55) 0/5 0/5 0/5 0/5 0/5 0/55)
Jumlah bakteri pada feses (media R-SMAC agar) 12,86 ± 10,173) 1,85 ± 0,35 TD4)
10,07 ± 5,23 3,6 ± 0 TD
1)
Tikus diinokulasi dengan 108 E. coli O157:H7 Jumlah mati/jumlah yang diuji 3) Mean ± S.D (log/g) 4) Tidak terdeteksi karena mati 5) Semua tikus masih hidup 2)
Sebaliknya tikus pada kelompok kontrol tanpa pemberian kolostrum memperlihatkan gejala kelemahan dan menderita pada hari ke-6 setelah infeksi dan semua tikus mati pada hari ke-7 (Tabel 4). Pada kelompok kedua, semua tikus tetap hidup sampai akhir studi dan pada hari ke-10 semua tikus dimatikan untuk dinekropsi Tabel 5. Jumlah CFU dari O157 pada feses tikus
158
yang mendapatkan kolostrum menurun secara tajam sejak hari pertama setelah infeksi, sementara tikus yang tidak mendapatkan kolostrum tidak mengeluarkan bakteri di fesesnya. Dibandingkan dengan tikus pada kelompok percobaan pertama, tikus dalam kelompok 2 memperlihatkan pengaruh pemberian kolostrum secara nyata terhadap infeksi E. coli. Hal ini menunjukkan bahwa E.
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
coli O157:H7 tereliminasi dari usus tikus BFA 3-1. Laju inaktivasi E. coli O157:H7 pada saluran cerna tikus yang ditemukan di feses dari tikus yang diadministrasikan kolostrum tidak berbeda secara signifikan dengan tikus tanpa pemberian kolostrum. Data ini menunjukkan bahwa kolostrum mempunyai peran penting dalam usaha untuk mengurangi infeksi E. coli pada model tikus, di mana secara efektif menghambat kolonisasi organisme di dalam saluran cerna. Sebagai tambahan, bakteri flora normal di dalam usus pun memainkan peran kritis dalam usaha eliminasi E. coli ini. Pada studi ini, adanya bakteri normal di tikus-E. coli O157:H7 monoasscociated dan tikus baby-flora asscociated (BFA) berhubungan dengan usaha untuk mengeliminasi infeksi E. coli terhadap administrasi oral kolostrum. Studi lanjutan untuk usaha eliminasi pada hewan carrier perlu diaplikasikan sebagai antisipasi pengurangan infeksi STEC pada manusia. DAFTAR PUSTAKA FUNATOGAWA, K., IDE, T., and KIRIKAE. 2002. Use of immunoglobulin enriched bovine colostrum against oral challenge with enterohaemorrhagic Escherichia coli O157:H7 in mice. Microbiol. Immunol. 46:761-766. IMAOKA, A., MATSUMOTO, S., SETOYAMA, H., OKADA, Y., and UMESAKI, Y., 1996. Eur. J. Immunol. 26:945-948. ITOH, K., MAEJIMA, K., UEDA, K., and FUJIWARA., K. 1978. Effect of Intestinal flora on megaenteron in mice. Microbiol. Immunol. 22: 661-672. ITOH, K., MAEJIMA, K., UEDA, K., and FUJIWARA., K. 1979. Difference of susceptibility of mice raised under barrier-sustained (SPF) or conventional conditions to infectious megaenteron. Microbiol. Immunol. 23: 909913. ITOH, K., UEDA, K., and FUJIWARA., K. 1980. Susceptibility of germ-free mice to infectious megaenteron. Microbiol. Immunol. 24: 281290. LILLIUS, E-M and MARNILLA, P. 2001. The role of colostral antibodies in prevention of microbial infections. Curr Opin in Infec Dis. 14: 295300.
MAEJIMA, K., SUZUKI, K., KOBAYASHI, R., SUDO, K., and ITOH, K. 1973. Sterilization conditions of the autoclave equipped in the breeding section of laboratory animal center, Institute of Medical Science, University of Tokyo. Exp. Anim. 22: 31-36 (in Japanese). MEAD, P.S., and GRIFFIN., P.M., 1998. Escherichia coli O157:H7. Lancet 352:1207-1212. MOMOSE, Y., and ITOH, K. 2000. Composition of infant intestinal flora in relation to elimination of Escherichia coli O157:H7 from the intestine. 2002. J. germfree life gnotobiol. 32: 102-106 (in Japanese). PALMEIRA, P., CARBONARE, S.B., SILVA, M.L.M, TRABULSI, L.R. and CARNEIRO-SAMPAIO, M.M.S. 2001. Inhibition of enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) adherence to HEp-2 cells by bovine colostrum and milk. Allergol et Immunopathol, 29: 229-237. PLAYFORD, R.J., MACDONALD CE., and JOHNSON WS. 2000. Colostrum and milk-derived peptide growth factors for the treatment of gastrointestinal disorders: a review. Am J Clin Nutr. 72: 5-14. UMESAKI, Y., SETOYAMA, H., MATSUMOTO, S., IMAOKA, A, and ITOH, K. 1999. Differential roles of segmented filamentous bacteria and Clostridia in development of the intestinal immune system. Infect. Immun. 67: 35043511. SIEGLER, R.L. 1995. The hemolytic uremic syndrome. Pediatr. Clin. North. Am. 42: 15051529. OKADA, Y., SETOYAMA, H., MATSUMOTO, S., and IMAOKA, A., 1994. Effects of fecal microorganisms and their chloroform-resistant variants derived from mice, rats, and humans on immunological and physiological characteristics of the intestines of ex-germfree mice. Infect. Immun. 62: 5442-5446. WIDIASIH, D.A., MATSUDA, I., OMOE, K., HU.D-L., SUGII, S., and SHINAGAWA, K. 2004. Passive transfer of antibodies to Shiga toxin-producing Escherichia coli O26,O111 and O157 antigens in neonatal calves by feeding colostrums. J. Vet. Med. Sci. 66 (2): 213-215. WADOLKOWSKI, E. A., J. A. BURRIS, and A.D. O’BRIEN. 1990. Mouse model for colonization and disease caused by enterohemorrhagic Escherichia coli O157:H7. Infect. Immun. 58:2438-2445.
159