OPTIMISASI PEMBENTUKAN MIKROKAPSUL DENGAN PENYALUT ALGINAT-KITOSAN UNTUK ENKAPSULASI SEL-SEL LEYDIG
DEVI RAHAYU
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRAK DEVI RAHAYU. Optimisasi Pembentukan Mikrokapsul dengan Penyalut Alginat-Kitosan untuk Enkapsulasi Sel-Sel Leydig. Dibimbing oleh IRMANIDA BATUBARA dan KUSDIANTORO MOHAMAD. Hipogonadisme adalah kondisi klinik yang ditandai dengan rendahnya konsentrasi hormon testosteron. Hipogonadisme disebabkan oleh fungsi sel Leydig sebagai penghasil testosteron yang tidak mencukupi. Metode enkapsulasi akan melindungi sel yang akan ditransplantasikan sehingga dapat mencegah terjadinya penolakan oleh sistem kekebalan tubuh. Penelitian ini bertujuan mengoptimisasi pembentukan mikrokapsul untuk mengenkapsulasi sel Leydig. Mikrokapsul dibuat menggunakan alginat sebagai penyalut pertama dan kitosan sebagai penyalut kedua. Konsentrasi minimum larutan alginat untuk membuat kapsul berbentuk bulat, yaitu 1,5% (b/v) dengan viskositas 33,8 cPs yang menghasilkan mikrokapsul dengan diameter berkisar 230-270 µm. Kondisi optimum penyalut kedua, kitosan, adalah 0,5% (b/v) yang menghasilkan mikrokapsul berbentuk bulat dengan memiliki stabilitas mekanik sampai 4 jam. Sel-sel Leydig dapat terperangkap di dalam kapsul dengan kerapatan berbanding lurus dengan konsentrasi sel yang digunakan dalam enkapsulasi.
ABSTRACT DEVI RAHAYU. Optimization of Alginate-Chitosan Microcapsules Formation for Leydig Cells Encapsulation. Supervised by IRMANIDA BATUBARA and KUSDIANTORO MOHAMAD. Hypogonadism is a clinical condition characterized by low concentrations of testosterone. It is caused by malfunction of Leydig cells in producing testosterone. Encapsulation method will protect the transplanted cells from the immune system rejection. The aims of this study was to optimize the formation of microcapsules for Leydig cells encapsulation. The microcapsules were made of alginate and chitosan as the first and the second coating agents, respectively. The result showed that the minimum concentration of alginate was 1.5% (w/v) with a viscosity of 33.8 cPs, resulted spherical microcapsules with diameters of 230-270 µm. The optimum concentration of chitosan as the second coating agent was 0.5% (w/v), resulted spherical microcapsule with mechanical stability in 4 hours. Leydig cells can be trapped inside the capsule with a density that proportional with concentration of cells used in the encapsulation.
OPTIMISASI PEMBENTUKAN MIKROKAPSUL DENGAN PENYALUT ALGINAT-KITOSAN UNTUK ENKAPSULASI SEL-SEL LEYDIG
DEVI RAHAYU
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Nama NIM
: Optimisasi Pembentukan Mikrokapsul dengan Penyalut AlginatKitosan untuk Enkapsulasi Sel-Sel Leydig : Devi Rahayu : G44070011
Disetujui Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Irmanida Batubara, S.Si, M.Si NIP 19750807 200501 2001
drh. Kusdiantoro Mohamad, M.Si, PAVet NIP 19710820 199512 1001
Diketahui Ketua Departemen Kimia FMIPA IPB
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS NIP 19501227 197603 2002
Tanggal Lulus:
PRAKATA Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang telah dilaksanakan sejak bulan Januari hingga Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Embriologi, Fakultas Kedokteran Hewan. Tema yang dipilih adalah enkapsulasi, dengan judul “Optimisasi Pembentukan Mikrokapsul dengan Penyalut AlginatKitosan untuk Enkapsulasi Sel-Sel Leydig”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Irmanida Batubara, S.Si, M.Si dan Bapak drh. Kusdiantoro Mohamad, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan saran, kritik, dorongan ilmu, dan bimbingannya selama penelitian dan penulisan karya ilmiah. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pemberi dana hibah bersaing No. 04/13.24.4/SPP/PHB/2011 dengan judul Pemanfaatan Enkapsulasi Sel-Sel Leydig untuk Terapi Hormon Testosteron atas nama Ibu drh. Wahono Esthi Prasetyaningtyas, M.Si. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf laboran Kimia Analitik, yaitu Pak Eman, Pak Dede, Bu Nunung, dan para pegawai di Laboratorium Kimia Analitik, serta Pak Wahyu (laboran Embriologi) yang telah membantu penulis selama penelitian. Ucapan terima kasih tidak terhingga kepada Bapak, Ibu, adik, dan seluruh keluarga atas nasihat, semangat, dan doanya. Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Bogor, Agustus 2011
Devi Rahayu
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 11 Desember 1989 dari pasangan bapak Sugito dan ibu Hesti Setiyo Budi. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Penulis lulus dari SMAN 1 Klaten pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi antara lain FORCES IPB tahun 2007/2008, Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika) pada tahun 2008/2009 sebagai staf ahli Pengembangan Kualitas Keprofesian Mahasiswa (PK2M), dan OMDA Klaten tahun 2007 hingga sekarang. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Kimia TPB pada tahun ajaran 2008-2011, Kimia Organik Layanan untuk mahasiswa Biokimia pada tahun ajaran 2009/2010, Kimia Analitik Layanan untuk mahasiswa Biologi pada tahun 2009/2010, Kimia Organik untuk Program Diploma Tiga (D3) pada tahun ajaran 2010/2011, Kimia Bahan Alam untuk Program Ekstensi pada tahun ajaran 2010/2011, Elektroanalitik dan Teknik Pemisahan untuk mahasiswa Kimia pada tahun ajaran 2010/2011, dan Spektrofotometri dan Aplikasi Kemometrik untuk mahasiswa Kimia pada tahun ajaran 2010/2011. Penulis menjadi tentor Kimia TPB di Lembaga Bimbingan Belajar Avogadro, pada tahun 2009/2010 dan menjadi tentor Kimia TPB dan Kimia Analitik Layanan di Lembaga Bimbingan Katalis pada tahun 2009/2010. Penulis pernah berkesempatan menjadi perwakilan mahasiswa IPB dalam mengikuti Olimpiade Mahasiswa Bidang Kimia tingkat Nasional pada tahun 2009. Pada bulan Juli-Agustus 2010 penulis berkesempatan melaksanakan kegiatan Praktik Lapang di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Pada tahun 2011 penulis mendapatkan pendanaan hibah dari Dikti untuk pengembangan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang penelitian.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ viii PENDAHULUAN ................................................................................... 1 METODE ................................................................................................ 2 Bahan dan Alat ............................................................................... 2 Lingkup Kerja ................................................................................. 2 HASIL ..................................................................................................... Kadar Air dan Kadar Abu ............................................................... Osmolaritas..................................................................................... Viskositas ....................................................................................... Kondisi Optimum Inti Kapsul ......................................................... Uji Stabilitas Mekanik Mikrokapsul ................................................ Enkapsulasi Sel-Sel Leydig .............................................................
4 4 4 4 4 5 6
PEMBAHASAN ...................................................................................... Kadar Air dan Kadar Abu ............................................................... Osmolaritas..................................................................................... Viskositas ....................................................................................... Kondisi Optimum Inti Kapsul ......................................................... Uji Stabilitas Mekanik Mikrokapsul ................................................ Enkapsulasi Sel-Sel Leydig .............................................................
6 6 7 7 7 9 9
SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 10 Simpulan ........................................................................................ 10 Saran .............................................................................................. 10 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 10 LAMPIRAN ............................................................................................ 12
1
DAFTAR TABEL Halaman 1 Hasil Kadar Air dan Kadar Abu ........................................................... 4 2 Penentuan Viskositas Larutan .............................................................. 4
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Struktur Na-alginat ............................................................................... Struktur Kitosan ................................................................................... Pembentukan Mikrokapsul dengan Ragam Konsentrasi Alginat ........... Diameter Mikrokapsul dengan Ragam Konsentrasi Alginat dan CaCl2 . Waktu Pengerasan Gel Alginat dengan Ragam Konsentrasi Alginat dan CaCl2 ............................................................................................. Stabilitas Mekanik Mikrokapsul dengan Ragam Konsentrasi Kitosan... Mikrokapsul dengan Ragam Konsentrasi Sel-Sel Leydig ..................... Reaksi Tautan Silang antara Alginat dan CaCl2 .................................... Bentuk Mikrokapsul dengan Konsentrasi Alginat ................................. Reaksi Tautan Silang antara Alginat dan Kitosan .................................
1 1 5 5 5 6 6 8 8 9
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Diagram Alir Penelitian ....................................................................... Penentuan Kadar Air Bahan Penyalut ................................................... Penentuan Kadar Abu Bahan Penyalut ................................................. Penentuan Osmolaritas Larutan ............................................................ Penentuan Viskositas Bahan Penyalut .................................................. Pengaruh Konsentrasi Alginat pada Pembentukan Mikrokapsul ........... Pengaruh Konsentrasi Alginat dengan Ragam Konsentrasi CaCl2 terhadap Ukuran Mikrokapsul .............................................................. Waktu Pengerasan Gel Alginat pada Ragam Konsentrasi Alginat dan CaCl2 ............................................................................................. Uji Stabilitas Mekanik Mikrokapsul ..................................................... Diameter Mikrokapsul dengan Ragam Konsentrasi Sel Leydig ............. Pembentukan Mikrokapsul dengan Ragam Konsentrasi Sel-Sel Leydig dalam Gel Alginat ...................................................................
13 15 16 17 18 19 20 22 23 25 26
1
PENDAHULUAN Hipogonadisme adalah kondisi klinis yang ditandai dengan rendahnya konsentrasi hormon testosteron. Hipogonadisme disebabkan oleh fungsi sel Leydig sebagai penghasil testosteron yang tidak mencukupi (Rhoden dan Morgentaler 2004). Gejala klinis yang ditimbulkan akibat hipogonadisme antara lain atropi dan kelemahan otot, osteoporosis, menurunnya densitas tulang, fungsi seksual, dan meningkatnya massa lemak serta gejala lain yang sama pada usia muda (Gruenewald dan Matsumoto 2003). Pengobatan yang selama ini digunakan adalah dengan terapi pemberian hormon sintetis. Namun demikian, terapi dengan hormon sintetis ini dalam jangka panjang dapat menimbulkan risiko, yaitu ischemia arteri koroner (penyakit jantung koroner) (Gruenewald dan Matsumoto 2003), fluid retention, kanker prostat, hepatotoxicity, dan sleep apnee (Rhoden dan Morgentaler 2004). Oleh karena itu, metode lain sebagai alternatif pengobatan diperlukan untuk mengurangi risiko yang dapat berdampak buruk pada kesehatan. Salah satu cara untuk mengatasi kelemahan tersebut ialah dengan cara terapi sel menggunakan transplantasi sel-sel Leydig, sel penghasil hormon testosteron. Akan tetapi, transplantasi sel memiliki kendala penolakan oleh sistem kekebalan tubuh. Salah satu cara mengatasi penolakan ini adalah dengan enkapsulasi sel dengan suatu penyalut, yang memungkinkan difusi nutrisi dan metabolit keluar masuk mikrokapsul tetapi menghalangi sistem kekebalan mencapai sel. Mikrokapsul merupakan partikel kecil yang berisi senyawa aktif atau bahan inti yang dibungkus oleh suatu lapisan atau cangkang (Beneta 1996). Enkapsulasi dibedakan menjadi dua, yaitu makroenkapsulasi dan mikroenkapsulasi. Kedua proses dibedakan berdasarkan ukuran kapsul yang dihasilkan (Uludag et al. 2000). Proses enkapsulasi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan bahan penyalut alginat dan kitosan. Alginat adalah polisakarida anionik yang diperoleh dari ekstraksi alga cokelat (Macrocytis pyrifera) dan merupakan kopolimer yang terdiri atas residu asam β(1,4)-D-manuronat (M) dan asam α(1,4)-L-guluronat (G) (Sæther et al. 2008) (Gambar 1). Alginat telah banyak digunakan dalam proses enkapsulasi karena sifatnya yang biokompatibel dan murah (Friedli & Schlager 2005).
Gambar 1 Struktur Na-alginat. Kitosan merupakan biopolimer polikationik yang tersusun dari unit berulang 2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa yang terhubung oleh ikatan β-(1,4) (Gambar 2). Kitosan bersifat alami, biodegradabel, biokompatibel, dan tidak beracun bagi tubuh. Polimer terdiri dari polimer yang bersifat kationik dan anionik. Kitosan merupakan polimer bermuatan positif sehingga dapat membentuk ikatan silang dengan polimer anionik, yaitu polimer yang bermuatan negatif diantaranya adalah alginat, karagenan, dan karboksimetil selulosa. Penggunaan sistem penyalut berganda alginat kitosan dapat mengurangi porositas dan meningkatkan kestabilan kapsul yang dihasilkan (Silva et al. 2006).
Gambar 2 Struktur kitosan. Beberapa penelitian tentang enkapsulasi pernah dilakukan dengan menggunakan bahan penyalut alginat-kitosan terhadap bahan aktif seperti ibuprofen (Wukirsari 2006), ketoprofen (Sugita et al. 2010; Arianto 2010), kurkumin (Herdini et al. 2010) sedangkan untuk materi biologis pernah dilakukan enkapsulasi terhadap hemoglobin (Silva et al. 2006) dan sel hidup seperti sel bakteri (Mandal et al. 2006) serta pulau-pulau Langerhans menggunakan poli(etilen glikol) (Teramura dan Iwata 2009). Penelitian mengenai alginat-kitosan sebagai bahan penyalut sel-sel Leydig penghasil testosteron belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan sel-sel Leydig yang terenkapsulasi dengan alginat dan kitosan.
2
Metode enkapsulasi yang pernah dilakukan oleh Sugita et al. 2010, Arianto (2010), dan Herdini et al. (2010) tidak dapat digunakan untuk enkapsulasi sel karena pada penelitian tersebut menggunakan alat penyemprot kering (spray drying) sehingga dapat mengakibatkan kerusakan pada sel. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan teknik pembentukan droplet gel alginat-CaCl2 dengan metode ekstruksi, yaitu dengan penetesan langsung larutan alginat ke dalam larutan CaCl2 sehingga terbentuk gel alginat kemudian disalut menggunakan larutan kitosan. Penelitian ini bertujuan melakukan optimisasi pembentukan mikrokapsul alginat dengan ragam konsentrasi alginat dan CaCl2, menguji stabilitas mekanik mikrokapsul alginat-kitosan dengan ragam konsentrasi kitosan, dan enkapsulasi sel-sel Leydig dengan ragam konsentrasi sel.
METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alginat (Sigma Aldrich), kitosan niaga dari Bratachem dengan derajat asetilasi dan bobot molekul berturut-turut 73,76% dan ± 3,7×105 g/mol, sel-sel Leydig hasil isolasi dari jaringan testis tikus jantan Sprague Dawley. Alat-alat yang digunakan adalah viskometer Brookfield, osmometer krioskopik, sentrifuse swing rotor, biological safety cabinet, dan mikroskop cahaya. Lingkup Kerja Penelitian ini terbagi menjadi tiga tahapan (Lampiran 1). Tahap pertama adalah pencirian sifat bahan penyalut (alginat dan kitosan) meliputi penentuan kadar air, kadar abu, osmolaritas, dan viskositas dari berbagai larutan yang digunakan dalam penelitian. Tahap kedua adalah penentuan optimisasi pembentukkan mikrokapsul gel alginat dengan ragam konsentrasi alginat dan CaCl2 serta pengujian stabilitas mekanik mikrokapsul dengan ragam konsentrasi kitosan sebagai penyalut kedua. Tahap ketiga adalah aplikasi enkapsulasi sel-sel Leydig dengan ragam konsentrasi sel dengan penyalut alginat-kitosan.
Penentuan Kadar Air Penentuan kadar air dilakukan menggunakan metode standar AOAC (1999). Cawan porselen dikeringkan pada suhu 105 °C selama 30 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3 g bahan penyalut (alginat dan kitosan) dimasukkan ke dalam cawan lalu dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105 °C selama 3 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Prosedur ini dilakukan hingga diperoleh bobot yang tetap. Kadar air (%) =
A B 100% A
Keterangan: A = bobot contoh awal (g) B = bobot contoh kering (g) Penentuan Kadar Abu Penentuan kadar abu bahan penyalut dilakukan menggunakan metode standar AOAC (1999). Cawan porselen yang bersih dan kering dipanaskan di dalam tanur untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran yang menempel di cawan. Setelah didinginkan dalam desikator, cawan ditimbang. Sebanyak 0,5 g bahan penyalut dimasukkan ke dalam cawan tersebut dan dipanaskan sampai tidak berasap kemudian dibakar dalam tanur pada suhu 600 °C sampai diperoleh abu. Cawan berisi abu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu (%)
=
B 100% A
Keterangan: A = bobot contoh awal (g) B = bobot abu (g) Pengukuran Osmolaritas dan Viskositas Larutan alginat dibuat dengan ragam konsentrasi 0,5; 1,0; 1,5; 2,0 % (b/v) dalam akuades dan buffer fosfat salin. Larutan kitosan dibuat dengan ragam konsentrasi 0,5; 1,0; 1,5; 2,0 % (b/v) dalam pelarut CH3COOH 1%. Larutan CaCl2 dibuat dengan ragam konsentrasi 0,05; 0,1; 0,15; 0,2 M dalam akuades. Semua larutan diukur nilai osmolaritasnya dengan alat osmometer cryoscopic (Osmomat 030, Jerman). Larutan alginat dan kitosan juga diukur nilai viskositasnya dengan viskometer Brokkfield dengan kecepatan 50 rpm dan spindel yang digunakan adalah nomor M2.
3
Pengkondisian Optimum Pembentukan Inti Mikrokapsul Optimisasi pembentukkan mikrokapsul didahului dengan menggunakan metode (Wukirsari 2006), akan tetapi metode ini tidak dapat digunakan karena sel akan mengalami kerusakan. Selanjutnya metode yang digunakan adalah metode Goosen et al. (1987) yang dimodifikasi. Larutan alginat dengan konsentrasi 0,5; 1,0; 1,5; 2,0 % (b/v) dalam buffer fosfat salin diteteskan ke dalam larutan CaCl2 dengan ragam konsentrasi 0,05; 0,1; 0,15; 0,2 M. Penetesan dilakukan dengan pipet mikro. Lama kontak gel alginat dalam CaCl2 selama 15 menit. Mikrokapsul yang terbentuk lalu dicuci tiga kali dengan buffer fosfat. Bentuk mikrokapsul diamati, lama pengerasan gel dihitung, serta diameter mikrokapsul diukur dengan menggunakan mikroskop cahaya yang telah dilengkapi dengan garis skala mikrometer. Uji Stabilitas Mekanik Setelah diperoleh konsentrasi alginat minimum maka dilanjutkan dengan penyalutan ganda. Konsentrasi alginat yang digunakan adalah 1,5% (b/v) dan CaCl2 0,15 M (berdasarkan hasil optimisasi tahap sebelumnya). Mikrokapsul hasil penyalutan pertama dimasukkan ke dalam larutan kitosan dengan ragam konsentrasi 0,5; 1,0; 1,5; 2,0 % (b/v). Lama kontak inti mikrokapsul dengan kitosan selama 6 menit. Mikrokapsul dicuci dengan akuades lalu dicuci dengan buffer fosfat. Pengujian kestabilan mikrokapsul dilakukan dengan menggunakan metode Zhu et al. (2005) yang dimodifikasi. Sebanyak 25 buah mikrokapsul dimasukkan ke dalam gelas piala yang berisi larutan buffer fosfat salin pH 7,2 dan didiamkan selama 15 menit. Mikrokapsul diaduk dengan pengaduk magnetik dengan kecepatan 500 rpm. Lama waktu kerusakan mikrokapsul mencapai 50% ditentukan. Isolasi Sel-Sel Leydig dari Jaringan Testis Tikus Sel-sel Leydig diisolasi dari jaringan testis tikus jantan Sprague Dawley usia 8 minggu (pubertas). Isolasi dan purifikasi sel-sel Leydig menggunakan metode Chemes et al. (1992) yang telah dimodifikasi. Testis diambil dari tikus yang telah dibius dengan eter dan dietanuasi secara dislocatio cervicalis. Selaput tunika albugunea dan jaringan ikat dibuang
lalu kurang lebih 700 mg jaringan testis ditempatkan di tempat yang bersih kemudian dicuci tiga kali dengan Dulbecco’s Phosphat Buffer Saline (DPBS). Pengambilan jaringan testis dilakukan secara aseptis. Jaringan testis diurai menggunakan pinset steril di dalam cawan petri yang telah mengandung DPBS dengan kolagenase 0,04% dan 10 µg/mL tripsin inhibitor. Setelah tubulus seminiferus terurai sempurna, potongan jaringan testis kemudian dipindahkan ke dalam tabung yang berisi larutan yang sama dan diinkubasi pada suhu 34 °C selama 40 menit. Setelah itu larutan kolagenase diencerkan 4 kali volume awal dengan menggunakan DPBS kemudian didiamkan selama 2 menit agar potongan kecil jaringan hasil cerna enzimatis mengendap membentuk sedimen. Cairan supernatan yang mengandung sel-sel hasil cerna enzimatis disentrifugasi dengan kecepatan 200 X g selama 3 menit. Pelet sel dicuci sebanyak 2 kali dengan DPBS dengan cara sentrifugasi. Pelet sel diencerkan dengan 0,5 mL larutan DPBS pada pencucian akhir. Suspensi sel-sel interstisial selanjutnya dimurnikan dengan menggunakan larutan Percoll dengan gradien 21, 26, 34, dan 60%. Tabung berisi suspensi sel dalam Percoll gradien disentrifugasi dengan kecepatan 400 X g selama 15 menit dan dilanjutkan dengan kecepatan 800 X g selama 15 menit dengan menggunakan sentrifuse swing rotor pada suhu ruang. Fraksi sel-sel yang terletak diantara gradien 34 dan 60% dikoleksi dan dicuci berturut-turut dengan DPBS sebanyak 2 kali, dan DPBS + serum sebanyak 2 kali. Selanjutnya konsentrasi sel dihitung dengan menggunakan Neubauer chamber dan diencerkan dengan alginat 1,5% dalam saline (osmolaritas 300 mosmol/kg) sehingga diperoleh konsentrasi akhir 1×107 sel/mL. Enkapsulasi Sel-Sel Leydig Enkapsulasi sel-sel Leydig menggunakan metode Goosen et al. (1987) yang dimodifikasi. Sel-sel Leydig diencerkan dengan ragam konsentrasi, yaitu 1×107, 1×106, 1×105, dan 1×104 sel/mL. Larutan alginat yang mengandung sel-sel Leydig kemudian diteteskan dengan pipet mikro ke dalam CaCl2 0,15 M. Mikrokapsul yang terbentuk dicuci dengan buffer fosfat lalu dilanjutkan dengan penyalut kedua, yaitu disalut dengan kitosan 0,5% (b/v) (kondisi optimum hasil percobaan tahap sebelumnya) lama kontak selama 6 menit. Mikrokapsul lalu dicuci dengan buffer sitrat dan akuades.
4
Mikrokapsul diamati dan diukur diameternya dengan mikroskop cahaya yang dilengkapi dengan mikrometer.
HASIL
larutan buffer fosfat salin. Nilai osmolaritas larutan kitosan berkisar 33-123 mosmol/kg. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan maka nilai osmolaritasnya semakin tinggi pula.
Kadar Air dan Kadar Abu
Viskositas
Bahan penyalut yang digunakan dalam penelitian ini adalah alginat dan kitosan. Kadar air dapat dilihat pada Lampiran 2 sedangkan kadar abu pada Lampiran 3. Alginat yang digunakan dalam penelitian memiliki kadar air 9,74% dan kitosan sebesar 13,85%. Kadar abu alginat jauh lebih tinggi daripada kitosan, yaitu sebesar 56,71% sedangkan kitosan sebesar 0,03% (Tabel 1).
Pegukuran viskositas dilakukan mengunakan viskometer Brookfield. Kecepatan spindel yang digunakan adalah 50 rpm dengan spindel nomor M2. Larutan yang diukur adalah alginat dan kitosan dalam ragam konsentrasi. Larutan alginat yang diukur memiliki nilai viskositas berkisar 10,552,1 cPs sedangkan viskositas larutan kitosan berkisar 8,76-43,88 cPs (Tabel 2). Viskositas larutan menunjukkan kekentalan dan tingkat konsentrasi suatu larutan. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin tinggi nilai viskositasnya (Lampiran 5).
Tabel 1 Hasil kadar air dan kadar abu Bahan penyalut Analisis (%) Alginat Kitosan Kadar air Kadar abu
9,74 56,71
13,85 0,03
Sifat-sifat alginat bergantung pada tingkat polimerisasi dan perbandingan komposisi guluronan dan mannuronan dalam molekul. Alginat tidak dapat larut dalam pelarut organik dan dapat mengendap dalam alkohol (Rasyid 2003). Ciri kitosan antara lain berupa padatan amorf putih, serpihan bening, tidak larut dalam air, alkohol, aseton, dan larutan basa, tetapi larut dalam asam organik maupun anorganik. Mutu kitosan ditentukan oleh viskositas, nilai derajat deasetilasi, kadar abu, dan kadar air. Larutan kitosan pada batas konsentrasi tertentu dalam larutan asam asetat 1% dapat membentuk gel (Khan et al. 2002). Gel kitosan tersebut dapat menahan air dalam strukturnya sehingga disebut sebagai hidrogel dan memiliki formasi tiga dimensi (Wang et al. 2004). Osmolaritas Hasil pengukuran osmolaritas larutan CaCl2, alginat, dan kitosan dalam ragam konsentrasi ditunjukkan pada Lampiran 4. Larutan CaCl2 dengan ragam konsentrasi 0,05-0,2 M memiliki osmolaritas dengan kisaran 75-249 mosmol/kg. Osmolaritas alginat dalam akuades berkisar 78-240 mosmol/kg sedangkan dalam pelarut buffer nilai osmolaritasnya naik menjadi 357-618 mosmol/kg. Larutan buffer dapat menaikkan osmolaritas suatu larutan karena adanya keberadaan ion-ion yang terkandung dalam
Tabel 2 Penentuan viskositas larutan Larutan
Alginat
Kitosan
Konsentrasi (%) (b/v) 0,5 1,0 1,5 2,0 0,5 1,0 1,5 2,0
Viskositas (cPs) 10,5 17,6 33,8 52,1 8,76 13,72 24,76 43,38
Kondisi Optimum Inti Mikrokapsul Enkapsulasi diawali dengan pembuatan inti mikrokapsul menggunakan larutan alginat. Penetesan larutan alginat ke dalam larutan CaCl2 dilakukan dengan ragam konsentrasi 0,5-2,0 % (b/v) dengan menggunakan pipet mikro. Larutan alginat dengan konsentrasi 0,5 dan 1,0% (b/v) ketika diteteskan ke dalam CaCl2 menghasilkan kapsul yang berukuran besar, tidak berbentuk bulat, bentuk tidak beraturan, dan kapsul berbentuk seperti cincin (Gambar 3). Droplet alginat mulai berbentuk bulat ketika menggunakan larutan alginat dengan konsentrasi 1,5% dengan viskositas sebesar 33,8 cPs. Kapsul yang dihasilkan berbentuk bulat, berwarna putih, dan berukuran mikron. pembentukan kapsul dengan konsentrasi alginat rendah tidak dapat menghasilkan mikrokapsul sehingga tidak dapat dilanjutkan untuk proses enkapsulasi menggunakan sel-sel Leydig. Bentuk kapsul merupakan parameter yang dijadikan acuan untuk penentuan kondisi optimum dalam
5
pembentukan mikrokapsul. Lampiran 6 menunjukkan hasil pengamatan dalam pembentukan inti mikrokapsul untuk mendapatkan kondisi yang optimum.
a
b
c
d
terbalik dengan konsentrasi larutan CaCl2. Semakin tinggi konsentrasi CaCl2 maka waktu pengerasan gel akan semakin cepat. Pembentukan gel alginat dengan konsentrasi CaCl2 0,05 M membutuhkan waktu pengerasan lebih lama daripada dengan CaCl2 0,15 atau 0,2 M (Gambar 5).
Gambar 3 Pembentukan mikrokapsul dengan ragam konsentrasi alginat: a. 0,5%; b. 1,0%; c. 1,5%; dan d. 2,0%, panah = mikrokapsul. Kapsul yang dibuat menggunakan alginat 0,5% tidak dapat ditentukan diameter kapsulnya karena kapsul berbentuk tidak beraturan sedangkan mikrokapsul dengan konsentrasi alginat 1,0% memiliki rerata diameter 310,35-322,13 µm (Lampiran 7). Kapsul yang dibuat menggunakan alginat 1,5 dan 2,0% dan CaCl2 0,15 dan 0,2 M memiliki rerata diameter sebesar 205,80-258,00 µm (Gambar 4).
Gambar 5 Waktu pengerasan gel alginat dengan ragam konsentrasi alginat dan CaCl2. Pengerasan gel alginat 0,5 % membutuhkan waktu 1519 detik sedangkan gel alginat dengan konsentrasi 1,5 dan 2,0 % membutuhkan waktu kurang dari satu menit, yaitu berkisar 5-34 detik (Lampiran 8). Pembentukan kompleks antara polianionik alginat dan kation divalen, yaitu CaCl2 berlangsung secara spontan. Kation Ca2+ dapat digantikan dengan kation yang lainnya seperti Ba2+, Sr2+, Fe3+, dan Al3+. Uji Stabilitas Mekanik Mikrokapsul
Gambar 4 Diameter mikrokapsul dengan ragam konsentrasi alginat dan CaCl2. Larutan alginat yang diteteskan ke dalam CaCl2 membentuk gel dan mengeras dengan waktu pengerasan gel alginat berbanding
Pengujian stabilitas mikrokapsul alginatkitosan dilakukan dengan cara pengadukan mikrokapsul dalam larutan buffer fosfat salin dengan kecepatan 500 rpm dengan ragam konsentrasi. Mikrokapsul gel alginat berubah warna menjadi kuning setelah dimasukkan ke dalam larutan kitosan. Kitosan dapat berikatan dengan alginat secara ionik. Setelah gel alginat disalut dengan kitosan maka mikrokapsul menjadi lebih keras daripada gel alginat-CaCl2. Gambar 6 menunjukkan hasil pengujian stabilitas mikrokapsul. Mikrokapsul yang disalut dengan kitosan 0,5 dan 1,0 % mengalami kerusakan di atas 50% setelah dilakukan pengadukan selama 4 jam, yaitu
6
sebesar 58,67% dan 64% secara berurutan, mikrokapsul dengan kitosan 1,5% mengalami kerusakan di atas 50% setelah diaduk selama 5 jam, yaitu sebesar 56%, sedangkan kerusakan mikrokapsul yang disalut dengan kitosan 2,0% mengalami rusak 50,67% setelah diaduk 11 jam (Lampiran 9).
sangat rapat. Kerapatan sel berbanding lurus dengan konsentrasi sel yang digunakan.
a
b
c
d
Gambar
Gambar 6 Stabilitas mekanik mikrokapsul dengan konsentrasi kitosan (◊: 0,5; □: 1,0; ∆: 1,5; dan ○: 2,0% (b/v)). Enkapsulasi Sel-Sel Leydig Sel Leydig sebagai penghasil hormon dapat digunakan untuk pengganti terapi hormon sehingga defisiensi hormonal dapat diatasi dengan terapi sel. Terapi sel Leydig bisa diterapkan dengan metode enkapsulasi (Uludag et al. 2000). Enkapsulasi sel-sel Leydig menggunakan larutan alginat 1,5% dan CaCl2 0,15 M. Hasil enkapsulasi sel-sel Leydig menunjukkan bahwa sel yang disalut dapat terperangkap ke dalam inti mikrokapsul alginat. Mikrokapsul yang dihasilkan berwarna putih dan berbentuk bulat. Diameter mikrokapsul yang berhasil dibuat berkisar 230-270 µm (Lampiran 10). Sel-sel Leydig terperangkap di dalam inti mikrokapsul secara menyebar (Gambar 7). Konsentrasi sel dibuat beragam untuk mengetahui perbedaan kerapatan persebaran sel-sel di dalam mikrokapsul. Mikrokapsul yang dibuat dengan konsentrasi sel 1×104 sel/mL memiliki kerapatan sel yang paling renggang , sel yang disalut dengan konsentrasi 1×105 dan 1×106 sel/mL memiliki kerapatan sedang, sedangkan dengan konsentrasi 1×107 sel/mL kerapatan sel di dalam mikrokapsul
7
Mikrokapsul dengan ragam konsentrasi sel-sel Leydig: (a) 1×104, (b) 1×105, (c) 1×106, dan (d) 1×107 sel/mL yang diamati dengan mikroskop cahaya perbesaran 4×10; panah = sel Leydig; garis skala = 50 µm.
PEMBAHASAN Kadar Air dan Kadar Abu Kadar air berkaitan dengan daya simpan bahan. Menurut Winarno (1997) sampel yang baik disimpan dalam jangka panjang adalah sampel yang memiliki kadar air kurang dari 10%. Berdasarkan hasil penelitian alginat lebih tahan daya simpannya daripada kitosan. karena kadar airnya lebih kecil daripada kitosan. Penentuan kadar abu dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa anorganik yang terdapat dalam bahan. Menurut Patria (2007) kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Alginat dapat diperoleh dari hasil ekstraksi alga cokelat sedangkan kitosan diperoleh dari kitin cangkang organisme jenis crustaceae. Bentuk garam dari alginat dapat berupa Na-alginat atau Ca-alginat sedangkan kitosan mengandung garam karbonat. Kadar abu alginat jauh lebih tinggi daripada kitosan karena serbuk alginat yang digunakan dalam bentuk garamnya, yaitu Na-alginat. Natrium merupakan salah satu jenis logam alkali yang menjadi penyusun abu.
7
Osmolaritas Alginat dapat larut dalam pelarut polar seperti akuades dan larutan buffer fosfat salin. Larutan kitosan dilarutkan dalam CH3COOH 1%. Osmolaritas menyatakan jumlah partikel zat terlarut per liter larutan. Osmolaritas yang dimiliki oleh sel berkisar 280-320 mosmol/kg (Nguyen et al. 2003). Kondisi dengan osmolaritas ini menjadikan sel tetap hidup. Larutan alginat dengan konsentrasi 0,5-2% (b/v) dalam akuades memiliki nilai osmolaritas kurang dari 300 mosmol/kg (Lampiran 4) sehingga larutan tersebut harus disesuaikan dengan kondisi sel. Nilai osmolaritas larutan alginat meningkat setelah alginat dilarutkan dalam buffer fosfat salin. Akan tetapi larutan alginat dengan konsentrasi paling rendah yang dilarutkan dalam buffer fosfat memiliki osmolaritas yang lebih tinggi dari kondisi sel sehingga dalam proses enkapsulasi menggunakan sel tidak menggunakan larutan alginat dalam buffer fosfat. Larutan buffer mengandung ion-ion elektrolit sehingga dapat meningkatkan nilai osmolaritas larutan. Larutan alginat untuk enkapsulasi sel Leydig dibuat dengan pelarut akuades dan penyesuaian nilai osmolaritas dilakukan dengan penambahan garam NaCl ke dalam larutan alginat sehingga dapat diatur osmolaritas larutan alginat sebesar 300 mosmol/kg. Pengukuran osmolaritas larutan CaCl2 dan kitosan kurang berpengaruh pada proses penyalutan karena sel tidak berada langsung dalam kedua larutan tersebut. Sel-sel Leydig yang disalut berada di dalam larutan alginat sehingga osmolaritas larutan alginat harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan sel. Osmolaritas perlu ditentukan karena keseimbangan osmolaritas bahan penyalut dapat mempengaruhi kondisi sel yang berada dalam larutan. Proses difusi osmosis dapat terjadi pada sel yang berada di dalam larutan non-isotonis. Sel akan mengalami pengerutan (krenasi) ketika osmolaritas di luar sel lebih tinggi daripada di dalam sel (hipertonis) dan sebaliknya, sel akan membengkak (hemolisis) ketika osmolaritas di luar sel lebih rendah daripada di dalam sel (hipotonis). Pengerutan dan pembengkakan sel akan mengakibatkan sel mati. Viskositas Salah satu parameter yang menentukan keberhasilan pembuatan mikrokapsul adalah konsentrasi bahan penyalut. Larutan alginat
dan kitosan adalah larutan yang memiliki tingkat viskositas berbeda-beda di setiap konsentrasinya. Larutan alginat dengan konsentrasi rendah relatif encer sedangkan alginat dengan konsentrasi 2,0% relafif agak kental. Berdasarkan hasil pengukuran, viskositas larutan alginat 2,0% paling tinggi diantara konsentrasi alginat lainnya, yaitu sebesar 52,1 cPs. Alginat dengan konsentrasi 0,5% memiliki viskositas yang rendah, yaitu 10,5 cPs. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan alginat dan kitosan maka nilai viskositas larutan semakin tinggi pula. Enkapsulasi sel dilakukan dengan dua penyalutan, yaitu penyalutan pertama/inti mikrokapsul (core) menggunakan larutan alginat dan penyalut kedua dengan larutan kitosan. Viskositas alginat menentukan pembentukan droplet alginat yang diteteskan ke dalam larutan CaCl2. Alginat dengan konsentrasi rendah (0,5-1,0%) belum dapat menghasilkan droplet berbentuk bulat. Pada konsentrasi tersebut viskositas larutan kurang dari 20 cPs (Tabel 2). Mikrokapsul mulai berbentuk bulat ketika digunakan alginat dengan konsentrasi 1,5 dan 2%. Larutan alginat 1,5% memiliki viskositas 33,8 cPs, oleh karena itu, batas minimum pembentukan droplet inti mikrokapsul untuk menghasilkan mikrokapsul berbentuk bulat ialah 33,8 cPs. Hal ini sesuai dengan penelitian Goosen et al. (1987) yang menyatakan bahwa batas minimum viskositas larutan alginat agar dapat membentuk mikrokapsul berbentuk bulat adalah 30 cPs. Pengukuran viskositas larutan kitosan ditentukan untuk mengetahui pengaruh kekentalan larutan kitosan terhadap stabilitas mekanik mikrokapsul. Penyalutan mikrokapsul dengan kitosan 2% memiliki kulit mikrokapsul yang lebih tebal sehingga dapat lebih tahan terhadap uji mekanik. Hal ini berbeda dengan mikrokapsul yang disalut kitosan dengan viskositas rendah cenderung lebih mudah rusak oleh pengadukan. Kondisi Optimum Inti Mikrokapsul Nilai viskositas larutan alginat memengaruhi proses pembentukan mikrokapsul. Ikatan yang terjadi antara alginat dan kitosan adalah ikatan yang lemah sehingga diperlukan bahan penaut silang yang dapat memperkuat ikatan antara keduanya. Modifikasi yang pernah dilakukan ialah dengan menambahkan senyawa penaut-silang glutaraldehida dan bahan saling tembus (interpenetrating agent) polivinil alkohol
8
(PVA) (Wang et al. 2004). Akan tetapi glutaraldehida tidak dapat digunakan sebagai penaut silang dalam penelitian ini karena dapat mempengaruhi kondisi sel-sel Leydig yang disalut. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan CaCl2 sebagai pengganti glutarldehida karena lebih aman bagi sel. Menurut Friedli dan Schlager (2005) pembentukan ikatan pada membran kitosanalginat relatif lama dan lemah sehingga dapat ditingkatkan kekuatan membrannya dengan penambahan larutan CaCl2. Ion Ca2+ dapat berdifusi pada lapisan membran alginat sehingga menyebabkan terjadinya ikatan silang antara alginat-kitosan. Pertukaran ion Na+ dan Ca2+ menyebabkan terjadinya pembentukan gel seperti egg box sehingga terbentuklah jaringan inter rantai yang semakin rapat (Daniel et al. 2008). Alginat merupakan polimer anionik karena mengandung gugus COO- sehingga dapat berikatan dengan ion Ca2+. Ikatan silang menyebabkan terbentuknya gel alginat (Gambar 8).
Gambar 8 Reaksi tautan silang antara alginat dan CaCl2, = glukopiranosa (Friedli & Schlager 2005). Larutan alginat 0,5% memiliki viskositas yang paling rendah, yaitu sebesar 10,5 cPs dan tidak dapat digunakan dalam enkapsulasi karena droplet yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan untuk enkapsulasi, yaitu tidak dapat berbentuk bulat dan ukuran mikrokapsul yang dihasilkan besar, yaitu sekitar 450 µm bahkan ada yang tidak dapat ditentukan diameternya karena bentuk mikrokapsul yang tidak beraturan. Mikrokapsul yang dibuat dengan konsentrasi alginat 1,5% dan 2,0% dapat berbentuk bulat dan berwarna putih transparan (Gambar 9).
a Gambar
b 9
Bentuk mikrokapsul dengan konsentrasi alginat: a. 1,5%; b. 2,0%.
Konsentrasi CaCl2 memengaruhi lama pengerasan gel alginat. Waktu yang dibutuhkan untuk gel mulai mengeras pun berbeda-beda. Waktu pengerasan berbanding lurus dengan konsentrasi CaCl2 yang digunakan. Semakin tinggi konsentrasi CaCl2 maka waktu pengerasan gel akan semakin cepat. Waktu pengerasan gel alginat 0,5%, yaitu 2-25 menit (Lampiran 8). Semakin tinggi konsentrasi CaCl2 maka waktu droplet alginat mengeras semakin cepat. Konsentrasi CaCl2 tidak memengaruhi bentuk dan ukuran mikrokapsul yang dihasilkan. Mikrokapsul yang dihasilkan berbentuk bulat dengan diameter berkisar 232258 µm. Ukuran mikrokapsul yang dihasilkan telah memenuhi syarat untuk proses enkapsulasi sel Leydig, yaitu berkisar 200-400 µm (Stuiver 2001). Gel terbentuk dalam waktu kurang dari satu menit. Gel yang dihasilkan mudah pecah karena bersifat lunak. Gel alginat didiamkan selama 15 menit dalam larutan CaCl2 agar pembentukan ikatan silang berlangsung sempurna. Kation-kation yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan silang dengan alginat antara lain Mg2+, Cu2+, Ba2+, Sr2+ dan Al3+. Kation dengan konsentrasi tinggi atau valensi tinggi dapat meningkatkan derajat ikatan silang dengan polimer anionik tetapi menurunkan kelarutan dalam larutan garam (Cohen et al 1992). Konsentrasi CaCl2 0,15 M adalah konsentrasi optimum dalam pembentukan mikrokapsul pada penelitian ini karena diperoleh mikrokapsul berbentuk bulat dan gel alginat mengeras dalam waktu singkat. Setelah gel alginat terbentuk sempurna maka dilakukan pencucian dengan akuades untuk menghilangkan larutan CaCl2 yang tidak terikat pada alginat. Konsentrasi alginat 1,5% merupakan konsentrasi minimum untuk membuat mikrokapsul berbentuk bulat. Oleh karena itu, alginat dengan konsentrasi 1,5% dapat digunakan dalam proses enkapsulasi sel Leydig.
9
Uji Stabilitas Mekanik Mikrokapsul Sifat stabilitas mekanik mikrokapsul merupakan salah satu aspek keberhasilan teknik enkapsulasi sel disamping sifat permeabilitas kapsul, perlindungan sistem imun, dan biocompatibility (Uludag 2000). Gel alginat yang dihasilkan dengan konsentrasi 1,5% (b/v) dan CaCl2 0,15 M adalah mikrokapsul dengan bentuk dan ukuran yang optimum. Selanjutnya, mikrokapsul yang diperoleh dengan kondisi optimum tersebut disalut dengan penyalut kedua, yaitu larutan kitosan dalam ragam konsentrasi. Friedli dan Schlanger (2005) menyatakan bahwa alginat dan kitosan dapat berikatan secara spontan dalam waktu kurang dari 5 menit. Gel alginat pada penyalutan pertama akan berikatan dengan gugus amina yang terdapat pada kitosan. Menurut Dawolo (2005) interaksi yang dihasilkan dari alginatkitosan merupakan ikatan silang dari kationik NH3+ yang berasal dari kitosan dan anionik COO- yang berasal dari alginat. Penyalutan kedua dilakukan agar mikrokapsul yang dibentuk lebih kuat daripada disalut dengan penyalut tunggal. Berikut adalah ilustrasi ikatan yang terjadi antara alginat dan kitosan.
alginat
kitosan
Gambar 10 Reaksi tautan silang antara alginat dan kitosan, = glukopiranosa (Friedli & Schlager 2005). Pengujian stabilitas mekanik mikrokapsul penting, tidak hanya untuk menentukan daya tahan kapsul selama produksi atau perlakuan tetapi juga sebagai petunjuk integritas membran dari mikrokapsul yang dihasilkan (Uludag 2000). Ragam konsentrasi kitosan digunakan untuk melihat pengaruh kekuatan mikrokapsul yang dihasilkan. Kerusakan mikrokapsul diamati secara visual, pecahnya kapsul bergantung pada kekuatan membran, ketebalan kapsul, sifat inti kapsul seperti viskositas (Uludag 2000). Mikrokapsul yang disalut dengan kitosan konsentrasi rendah
akan mudah hancur karena akan membentuk lapisan pada gel alginat dengan ketebalan yang tipis. Selain itu, ketebalan penyalut kedua juga memengaruhi kerusakan mikrokapsul. Mikrokapsul menjadi keriput ketika dimasukkan ke dalam kitosan dengan konsentrasi tinggi (2%). Hal ini disebabkan oleh peristiwa osmosis dalam larutan tersebut. Konsentrasi larutan di luar mikrokapsul lebih tinggi sehingga air dalam mikrokapsul akan keluar menuju larutan kitosan dan mikrokapsul cenderung mengerut. Oleh karena itu, penyalutan dengan kitosan konsentrasi 0,5% paling baik untuk enkapsulasi sel-sel Leydig karena tidak akan memengaruhi keseimbangan osmolaritas sel.Semakin tinggi konsentrasi larutan kitosan maka ketahanan mikrokapsul akan semakin besar sehingga mikrokapsul lebih sulit hancur. Ketebalan mikrokapsul dengan konsentrasi kitosan rendah tidak menghasilkan kestabilan mekanik yang baik (Zhu et al. 2005). Enkapsulasi Sel-Sel Leydig Proses enkapsulasi sel-sel Leydig hasil kultur harus dilakukan secara steril (Gepp et al. 2009). Sel-sel Leydig diperoleh dari hasil isolasi testis tikus jantan Sprague Dawley. Konsentrasi sel dibuat bervariasi untuk melihat pengaruh konsentrasi sel terhadap kerapatan sel di dalam mikrokapsul. Osmolaritas larutan alginat yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 300 mosmol/kg. Pengaturan osmolaritas larutan alginat dilakukan dengan cara melarutkan alginat dalam akuades kemudian ditambahkan garam NaCl. Hal ini dilakukan karena larutan alginat dalam pelarut akuades osmolaritasnya di bawah 300 mosmol/kg sedangkan alginat dalam buffer fosfat memiliki nilai osmolaritas di atas 300 mosmol/kg. Osmolaritas larutan alginat yang tidak sesuai dengan kondisi sel akan mengakibatkan sel rusak/mati. Sel dapat mengalami hemolisis maupun krenasi bila osmolaritas lingkungan tidak sama dengan osmolaritas sel sehingga dapat mengakibatkan kerusakan pada sel. Larutan alginat dan larutan sel-sel Leydig bercampur secara homogen. Penetesan campuran alginat-sel ke dalam larutan CaCl2 mengakibatkan pembentukan droplet mikrokapsul sel Leydig dalam alginat. Alginat berikatan dengan CaCl2 sehingga terbentuk gel alginat. Penetesan larutan alginat-sel ke dalam CaCl2 menghasilkan droplet yang berbentuk bulat dan berwarna putih. Sel Leydig dapat terperangkap ke dalam gel alginat dan tidak
10
berada di luar inti mikrokapsul. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya sel-sel Leydig yang berada di larutan CaCl2 Kerapatan sel di dalam inti mikrokapsul berbeda-beda setiap ragam konsentrasi sel-sel Leydig. Mikrokapsul yang dibuat dengan konsentrasi sel 1×107 sel/mL memiliki kerapatan sel dalam mikrokapsul yang paling tinggi, hampir semua bagian mikrokapsul tertutupi oleh sel sedangkan mikrokapsul yang berisi konsentrasi sel sebesar 1×104 sel/mL memiliki kerapatan sel yang paling renggang (Lampiran 11). Ikatan yang terjadi antara alginat dan CaCl2 mengakibatkan bagian permukaan gel alginat-CaCl2 mengeras. Oleh karena itu, pencucian mikrokapsul dengan buffer sitrat atau EDTA dapat melepaskan ikatan antara alginat dan CaCl2 sehingga terjadi pencairan kembali gel alginat (Cohen et al. 1992). CaCl2 sensitif pada larutan buffer sitrat sehingga dapat mengakibatkan pelepasan ikatan alginat-CaCl2 dan larutan buffer dapat memasuki rongga mikrokapsul. Sel-sel Leydig berada dalam lingkungan buffer sehingga transfer nutrisi, oksigen, dan hasil metabolisme sel dapat keluar masuk mikrokapsul. Diameter mikrokapsul yang dihasilkan berkisar 230-270 µm. Mikrokapsul berdiameter kecil menghasilkan jumlah sel yang terperangkap di dalam mikrokapsul juga sedikit. Selain dipengaruhi oleh diameter mikrokapsul, kerapatan sel yang terperangkap juga dipengaruhi oleh konsentrasi sel yang disalut. Semakin tinggi konsentrasi sel maka semakin tinggi kerapatan sel-sel Leydig di dalam mikrokapsul.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Konsentrasi minimal alginat untuk pembentukan mikrokapsul sebagai inti mikrokapsul adalah 1,5% (b/v), yaitu dengan viskositas di atas 30 cPs dan konsentrasi CaCl2 0,15 M. Inti mikrokapsul yang dihasilkan berbentuk bulat, berwarna putih, dan berdiameter 230-370 µm. Kestabilan mikrokapsul dengan dua penyalut semakin tinggi dengan bertambahnya konsentrasi kitosan. Enkapsulasi dapat diaplikasikan pada sel, yaitu sel-sel Leydig. Sel-sel Leydig yang terkapsul berada di dalam mikrokapsul secara menyebar. Kerapatan sel yang terperangkap di dalam sel sebanding dengan konsentrasi sel yang digunakan.
Saran Perlu dilakukan tahap pemurnian bahan penyalut, terutama alginat sebelum digunakan untuk enkapsulasi. Perlu juga dilakukan pengujian efisiensi sel-sel Leydig, penentuan viabilitas sel-sel Leydig yang telah terenkapsulasi, pengujian hasil enkapsulasi secara in vivo serta melakukan analisis morfologi mikrokapsul alginat-kitosan menggunakan mikroskop elektron payaran (SEM).
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1999. Official Methods of AOAC International. Revisi ke-5. Volume ke-2. Maryland: AOAC International. Arianto BD. 2010. Perilaku disolusi mikrokapsul ketoprofen tersalut gel kitosan-alginat berdasarkan ragam konsentrasi tween 80 [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Beneta S. 1996. Microcapsulation Method and Industrial Application. New York: Marcel Dekker. Chemes H, Cigorraga S, Begadá C, Schteingart H, Rey R, Pellizzari E. 1992. Isolation of human Leydig cell mesenchymal precursors from patient with the androgen insensitivity syndrome: testosterone production and reaponse to human chorionic gonadotropin stimulation in culture. Biology of Reproduction 46:793-801. Cohen S, Bano C, Visscher KB, Chow M, Allcock HR, Langer RS. 1992, penemu; Massachusetts Institute of Technology. 22 Sep 1992. Ionically cross-linked polymeric microcapsule. US Patent 5.149.543. Daniel, Kaban J, Linasari V. 2008. Interaksi kalsium alginat dengan etanolamin dalam pembuatan membran. J Kimia Mulawarman 5(2):14-19. Dawolo AK. 2005. Pembuatan membran kompleks polielektrolit alginat-kitosan dan membran kitosan dan karakteristiknya [tesis]. Medan: Program Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.
11
Friedli AC, Schlager IR. 2005. Demonstrating encapsulation and release: a new take on alginate complexation and the nylon rope trick. J Chem Educ 82: 1017-1020. Gepp MM, Ehrhart F, Shirley SG, Howitz S, Zimmermann H. 2009. Dispensing of very low volumes of ultra high viscosity alginate gels: a new tool for encapsulation of adherent cells and rapid prototyping of scaffolds and implants. BioTechniques 46:31-43. Goosen MFA, O’Shea GM, Sun MF, penemu; Connaught Laboratories. 25 Agu 1987. Microencapsulation of living tissue and cells. US Patent 4.689.293. Gruenewald DA, Matsumoto AM. 2003. Testosterone supplementation therapy for older men: potential benefit and risks. J of the American Geriatics Society 51: 101115.
recommendations for monitoring. The New England J Medicine 350:482- 492. Sæther HV, Hilde K. Holme HK, Maurstad G, Smidsrød O, Stokke BT. 2008. Polyelectrolyte complex formation using alginate and chitosan. Carbohydrate Polymers 74:813–821. Silva CM, Riberio AJ, Figueiredo M, Ferreira D, Veiga F. 2006. Microencapsulation of hemoglobin in chitosan-coated alginate microspheres prepared by emulsification/internal gelation. AAPS J 7:E903-E912. Stuiver I. 2001. Microencapsulation of islet for the treatment of type 1 diabetes. Workshop encapsulation and immunoprotective strategies of islet cells proceeding; Washington DC, 6-7 Des 2001.
Herdini, Darusman LK, Sugita P. 2010. Disolusi mikroenkapsulasi kurkumin tersalut gel kitosan-alginat-glutaraldehida. Makara 14: 57-62
Sugita P, Napthaleni, Kurniati M, Wukirsari T. 2010. Enkapsulasi ketoprofen dengan kitosan-alginat berdasarkan jenis dan ragam konsentrasi tween 80 dan span 80. Makara 14(2):107-112.
Khan TA, Kok KP, Hung SC. 2002. Reporting degree of deacetylation value of chitosan: the influence of analytical methods. J Pharm Pharmeceut Sci 5:205-212.
Teramura Y, Iwata H. 2009. Islet encapsulation with living cells for improvement of biocompatibility. Biomaterials 30:2270–2275.
Mandal S, Puniya AK, Singh K. 2006. Effect of alginate concentrations on survival of microencapsulated Lactobacillus casei NCDC-298. International Dairy J 16:1190–1195.
Uludag H, DeVos P, Tresco PA. 2000. Technology of mammalian cell encapsulation. Advance Drug Delivery 42:29-64.
Nguyen VT, Kurebayashi S, Harayama H, Nagai T, Miyake M. 2003. Stage spesific effects of the osmolarity of a culture medium on the development of parthenogenetic diploids in pig. Theriogenology 59: 719-734. Patria A. 2007. Pengaruh waktu fermentasi dan lama pengeringan terhadap mutu tepung cokelat (Theobroma cocoa L.) [skripsi]. Banda Aceh: Fakultas Pertanian, Universitas Syah Kuala. Rasyid A. 2003. Algae cokelat (phaeophyta) sebagai sumber alginat. Oseana 28(1):3338. Rhoden EL, Morgentaler A. 2004. Risks of testosterone-replacement therapy and
Wang T, Turhan M, Gunasekaram S. 2004. Selected properties of pH-sensitive, biodegradable chitosan-poly(vinyl alcohol) hydrogel. Society of Chemical Industry. Polym Int 53:911-918. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia. Wukirsari T. 2006. Enkapsulasi ibuprofen dengan penyalut alginat-kitosan [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Zhu JH, Wang XW, Ng S, Quek CH, Ho HT, Lao XJ, Yu H. 2005. Encapsulating live cells with water-soluble chitosan in physiological conditions. J of Biotechnology 117:355-365.
12
LAMPIRAN
13
Lampiran 1 Diagram alir penelitian 1. Pencirian sifat bahan penyalut Bahan penyalut (alginat dan kitosan)
kadar air, kadar abu, osmolaritas, dan viskositas
2. Optimisasi pembentukkan mikrokapsul
Larutan alginat konsentrasi 0,5; 1,0; 1,5; 2,0% (b/v)
diteteskan Larutan CaCl2 konsentrasi 0,05; 0,1; 0,15; 0,2 M
Bentuk, ukuran, dan waktu pengerasan
Mikrokapsul optimum
Larutan kitosan konsentrasi 0,5; 1,0; 1,5; 2,0% (b/v)
Uji stabilitas mekanik dengan 500 rpm
Kerusakan mikrokapsul (%)
14
3. Enkapsulasi sel-sel Leydig
Alginat 1,5% (b/v) + sel-sel Leydig ( 1×104, 1×105, 1×106, 1×107 sel/mL)
diteteskan
Larutan CaCl2 0,15 M
Gel alginat-CaCl2
Penyalutan kedua dengan kitosan
Pencucian mikrokapsul
Pengamatan kerapatan mikrokapsul
15
Lampiran 2 Penentuan kadar air bahan penyalut Bahan penyalut
1
Cawan kosong 1,9389
Bobot (g) Sampel + Sampel cawan 3,0011 4,6507
Sampel kering 2,7118
9,64
2
1,9254
3,0005
4,6363
2,7109
9,65
3
1,9316
3,0042
4,6378
2,7062
9,92
1
1,9478
3,0006
4,5306
2,5828
13,92
2
1,9333
3,0015
4,5191
2,5858
13,85
3
1,9373
3,0009
4,5250
2,5877
13,77
Ulangan
Alginat
Kitosan
Kadar air (%)
Contoh Perhitungan: Alginat pada ulangan 1: Bobot sampel kering = (bobot sampel+cawan)−bobot cawan kosong = 4,6507−1,9389 = 2,7118 Kadar air (%) =
A B 100% A
= 3,0011 2,7118 × 100% = 9,64%
3,0011 Keterangan: A = bobot sampel awal (g) B = bobot sampel kering (g) n 3
Rerata kadar air (%) =
i
Xi 9,64 9,65 9,92 = = 9,74% n 3
Rerata
9,74
13,85
16
Lampiran 3 Penentuan kadar abu bahan penyalut Bahan penyalut
Alginat
Kitosan
1
Cawan kosong 36,4211
Bobot (g) Sampel Sampel + kering cawan 0,5003 36,7036
0,2825
56,47
2
34,1643
0,5001
34,4477
0,2834
56,67
3
31,0505
0,5007
31,3358
0,2853
56,98
1
33,2676
0,5016
33,2678
0,0002
0,04
2
31,8951
0,5020
31,8952
0,0001
0,02
3
27,8722
0,5015
27,8723
0,0001
0,02
Ulangan
Kadar abu (%) Abu
Contoh perhitungan: Alginat pada ulangan 1: Kadar abu (%)
=
A × 100% B
Keterangan : A = bobot abu (g) B = bobot sampel awal(g) Kadar abu (%)
= 0,2825 × 100% = 56,47%
0,5003 n 3
Rerata kadar abu (%)
=
i
Xi 56,47 56,67 56,98 = = 56,71% n 3
Rerata
56,71
0,03
17
Lampiran 4 Penentuan osmolaritas larutan Larutan
CaCl2 (M)
Alginat (%) b/v dalam akuades
Alginat (%) b/v dalam buffer
Kitosan (%) b/v
Konsentrasi
mosmol/kg
0,050
75
0,100
135
0,150
204
0,200
249
0,5
78
1,0
141
1,5
147
2,0
240
0,5
357
1,0
504
1,5
534
2,0
618
0,5
33
1,0
72
1,5
90
2,0
123
18
Lampiran 5 Penentuan viskositas bahan penyalut Larutan
Ulangan
Konsentrasi (%) b/v
1
2
3
4
5
Rerata (cPs)
0,5
10,5
10,5
10,3
10,7
10,5
10,5
1,0
17,6
17,6
17,7
17,6
17,5
17,6
1,5
33,9
33,7
33,7
33,8
33,9
33,8
2,0
52,1
52,1
52,1
52
52,2
52,1
0,5
8,8
8,7
8,7
8,8
8,8
8,76
1,0
13,7
13,7
13,9
13,6
13,7
13,72
1,5
24,7
24,9
24,7
24,8
24,7
24,76
2,0
43,3
43,4
43,4
43,5
43,3
43,38
Alginat
Kitosan
Contoh Perhitungan: Alginat 1,0% : n 5
Rerata (cPs) =
i
Xi 17,6 17 ,6 17,7 17 ,6 17,5 = = 17,6 cPs n 5
19
Lampiran 6 Pengaruh konsentrasi alginat pada pembentukan mikrokapsul [Alginat] % (b/v)
0,5
1,0
1,5
2,0
Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Keterangan: B = Berbentuk bulat L = Berbentuk lonjong TB = Tidak bulat
0,05 TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB BB BB B B L B B B L B B B B B B B B B B B B L
[CaCl2] M 0,1 0,15 TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB BB L BB L L BB L B TB TB TB TB L TB L BB TB TB B B B B B B B B B B B B L B L B B B B B B B B B B L L B B B L B B L B B B B B B
0,2 TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB TB B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B
20
Lampiran 7
[Alginat] % (b/v)
0,5
1,0
1,5
Pengaruh konsentrasi alginat dengan ragam konsentrasi CaCl2 terhadap ukuran mikrokapsul* Ulangan
[CaCl2] M 0,05
0,1
0,15
0,2
1
TI
TI
TI
450
2
TI
TI
TI
468
3
TI
TI
TI
412
4
TI
TI
TI
450
5
TI
TI
TI
487
6
TI
TI
TI
TI
7
TI
TI
TI
TI
8
TI
TI
TI
TI
9
TI
TI
TI
TI
10
TI
TI
TI
TI
Rerata
TI
TI
TI
453,40
1
255,00
283,13
210,00
240,00
2
255,00
262,50
262,50
255,00
3
258,75
281,25
270,00
255,00
4
255,00
262,50
258,00
281,25
5
258,75
266,25
206,25
266,25
6
TI
255,00
345,00
255,00
7
TI
262,50
206,25
247,50
8
TI
281,25
220,00
281,25
9
TI
300,00
270,00
266,00
10
TI
273,75
270,00
281,25
Rerata
TI
322,13
310,35
310,50
1
247,50
232,50
255,00
225,00
2
255,00
236,25
236,25
236,25
3
262,50
232,50
247,50
243,75
4
243,75
217,50
243,75
225,00
5
262,50
240,00
232,50
225,00
6
251,25
217,50
240,00
240,00
7
281,25
240,00
232,50
232,50
8
255,00
240,00
247,50
243,75
9
251,25
240,00
240,00
240,00
10
270,00
232,50
240,00
232,50
Rerata
258,00
232,88
241,50
234,38
*Ukuran mikrokapsul dalam µm. TI : Tidak teridentifikasi.
21
Lampiran 7
[Alginat] % (b/v)
2,0
Pengaruh konsentrasi alginat dengan ragam konsentrasi CaCl2 terhadap ukuran mikrokapsul* Ulangan
[CaCl2] M 0,05 M
0,1 M
0,15 M
0,2 M
1
225,00
217,50
236,25
187,50
2
232,50
255,00
225,00
189,00
3
236,25
213,75
213,75
264,00
4
240,00
232,50
236,25
213,75
5
240,00
206,25
202,50
225,00
6
243,75
213,75
213,75
168,75
7
251,25
221,25
202,50
195,00
8
255,00
232,50
198,75
202,50
9
221,25
228,75
225,00
187,50
10
255,00
236,25
225,00
225,00
Rerata
240,00
225,75
217,88
205,80
*Ukuran mikrokapsul dalam µm.
22
Lampiran 8 Waktu pengerasan gel alginat pada ragam konsentrasi alginat dan CaCl2 [Alginat] % (b/v)
0,5
1,0
1,5
2,0
Ulangan
[CaCl2] M 0,05
0,1
0,15
0,2
1
1440*
240
180
137
2
1535
252
192
152
3
1500
260
201
160
4
1560
267
222
165
5
1560
300
230
167
Rerata
1519
263,8
205
156,2
1
150
35
30
20
2
162
37
32
23
3
165
40
35
24
4
168
44
36
27
5
180
48
38
30
Rerata
165
40,8
34,2
24,8
1
23
20
11
4
2
25
21
13
5
3
27
22
14
5
4
30
25
17
7
5
34
26
18
7
Rerata
27,8
22,8
14,6
5,6
1
32
21
10
6
2
33
22
12
7
3
33
24
12
8
4
35
25
13
8
5
36
27
15
9
Rerata
33,8
23,8
12,4
7,6
*Waktu pengerasan gel alginat dalam detik.
23
Lampiran 9 Uji stabilitas mekanik mikrokapsul Waktu pengadukan (jam) [Kitosan] % (b/v)
0,5
Ulangan
1
5
6
x
%
x
%
x
%
x
%
1
17
32
15
40
13
48
9
64
9
64
2
18
28
15
40
13
48
11
56
11
56
3
17
32
15
40
14
44
11
56
10
60
1 2 3
30,67 19 16 18
1 2 3
24 36 28
40 17 15 15
29,33 23 24 24
Rerata
2,0
4
%
Rerata
1,5
3
x
Rerata
1,0
2
8 4 4
32 40 40
46,67 14 14 15
37,33 20 20 17
5,33
20 20 32
15 16 15
24
0
25
0
24
2
25
0
25
0
3
25
0
24
4 1,33
40 36 40
13 13 13
9 8 9
48 48 48
24
23
8
22
12
10 12 11
60 52 56
68 64 64
56
4
24
23
8
22
12 8
8 8 9
64 68 64 65,33
48
4
8
60 68 64
%
60
64
38,67
25
0
10 8 9
42,67
1
Rerata
44 44 40
58,67
x
65,33
4
24
23
8
23
8
21
16
21
16
9,33
4
9,33
24
Lampiran 9 Uji stabilitas mekanik mikrokapsul Waktu pengadukan (jam) [Kitosan] % (b/v)
Ulangan
2,0
7
8
9
12
13
%
x
%
x
%
x
%
x
%
x
%
x
%
1
22
12
22
12
18
28
15
40
12
52
10
60
9
64
2
22
12
21
16
18
28
14
44
12
52
12
52
9
64
3
20
20
20
20
17
32
16
36
13
48
10
60
8
68
14,67
16
Keterangan: x = jumlah mikrokapsul yang utuh % = kerusakan mikrokapsul Contoh perhitungan: Pada kitosan 0,5%
Jumlah kapsul rusak × 100%
= Jumlah kapsul awal
=
11
x
Rerata
Kerusakan %
10
25 17 × 100% 25
= 32%
29,33
40
50,67
57,33
65,33
25
Lampiran 10 Diameter mikrokapsul dengan ragam konsentrasi sel Leydig [Sel Leydig] sel/mL 4
1×10 1×105 1×106 1×107
Ulangan 1
2
3
4
5
Rerata (µm)
240,00 232,75 286,25 225,00
254,00 225,00 269,75 254,75
264,75 236,25 232,50 240,00
286,50 243,75 236,25 232,50
276,75 248,50 232,50 242,25
264,40 237,25 251,45 238,90
Contoh perhitungan: Konsentrasi sel-sel Leydig 1×104 sel/mL n 5
Rerata (µm) =
i
Xi 240 254 264,75 286,5 276,75 = = 264,40 µm n 5
26
Lampiran 11 Pembentukan mikrokapsul dengan ragam konsentrasi sel-sel Leydig
Konsentrasi sel-sel Leydig: (a) 1×104, (b) 1×105, (c) 1×106, dan (d) 1×107 sel/mL dengan perbesaran 4×10; panah = sel Leydig; garis skala = 50 µm.