STUDI PEMBENTUKAN Co-Cr DENGAN METODE ULTRASONIK
DENA NADYA RAHAYU
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Pembentukan Co-Cr dengan Metode Ultrasonik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Dena Nadya Rahayu NIM G74110013
ABSTRAK DENA NADYA RAHAYU. Studi Pembentukan Co-Cr dengan Metode Ultrasonik. Dibimbing oleh KIAGUS DAHLAN dan MARZUKI SILALAHI. Paduan Co-Cr merupakan material yang memiliki sifat mekanik, tahan aus dan tahan korosi yang sangat baik serta biokompatibel, sehingga dapat digunakan sebagai material biomedis. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan dapat dilakukannya pembentukan paduan Co-Cr dengan metode ultrasonik. Iradiasi ultrasonik yang digunakan berfrekuensi 20 kHz dan amplitudo 40% dengan kompisisi berat 80% Co dan 20% Cr. Perlakuan ultrasonik dilakukan dengan memvariasikan waktu ultrasonikasi selama 0, 3, 6, 12, 24, dan 48 jam menggunakan pelarut etanol 98%, di-sintering pada suhu 1300 oC lalu diamplas. Co-Cr sebelum dilakukan ultrasonikasi memiliki tiga fase, yaitu hcp-Co, fcc-Co, dan bcc-Cr. Seiring bertambahnya waktu ultrasonikasi, terdapat puncak bcc-Cr yang hilang dan intensitas hcp-Co lebih tinggi dibanding intensitas fcc-Co, menunjukan bahwa fasa fcc mulai bertransformasi menjadi fase hcp setelah dilakukan ultrasonikasi selama 48 jam. Hasil dari perlakuan ultrasonik setelah 24 jam diperoleh komposisi 24,45% Cr dan 71.65% Co. Setelah dilakukannya proses sintering terhadap serbuk Co-Cr yang telah diultrasonikasi 48 jam, fasa bcc dan fcc hilang. Campuran Co-Cr dalam bentuk padat hasil ultrasonikasi selama 48 jam memiliki fasa tunggal yaitu hcp. Perlakuan ultrasonik terhadap campuran Co-Cr memberikan efek pengurangan ukuran partikel dan peningkatan nilai tegangan mikro suatu material, nilai ukuran partikel terkecil dan tegangan mikro terbesar yaitu setelah ultrasonikasi 48 jam. Nilai parameter kisi pada serbuk yang telah diultrasonikasi selama 48 jam yaitu untuk hcp-Co yaitu a=b=0.25074 nm dan c=0.40699 nm, fcc-Co a=b=c=0.35411 nm, dan bcc-Cr a=b=c=0.28827 nm. Sedangkan nilai parameter kisi padatan Co-Cr setelah serbuk diultrasonikasi selama 48 jam untuk hcp-Co memiliki nilai yaitu a=b=0.25230 nm dan c=0.41223 nm, dan fcc-Co a=b=c=0.35232 nm. Sebaran nilai kekerasan padatan Co-Cr setelah serbuk diultrasonikasi selama 48 jam lebih homogen, yaitu 110.049 + 0.596 HVN. Setelah proses sintering pada serbuk Co-Cr yang diultrasonikasi 48 jam diperoleh komposisi pada matrik padatan Co-Cr dengan persentase diharapkan yaitu 20,58% Cr dan 79,42% Co. Kata kunci: paduan Co-Cr, ultasonik, struktur mikro, XRD, SEM-EDS
ABSTRACT DENA NADYA RAHAYU. Formation Study of Co-Cr with Ultrasonic Method. Supervised by KIAGUS DAHLAN and MARZUKI SILALAHI. Co-Cr alloy is a material that has mechanical properties, wear and corrosion resistance as well as excellent biocompatible, so it has attracted attention as a biomedical material. This study aims to investigate the possibility could do Co-Cr alloy formation with ultrasonic methods. Used ultrasonic irradiation frequency at 20 kHz and amplitude of 40% with composition of 80 wt.% Co and 20 wt.% Cr. Ultrasonic treatment is done by varying the ultrasonication time for 0, 3, 6, 12, 24,
and 48 hours using ethanol 98%, sintering temperature at 1300 °C after that sample were polished. Co-Cr before ultrasonication has three phases, the hcp-Co, fcc-Co, and bcc-Cr. Along with increasing ultrasonication time, there were peaks of bcc-Cr missing and the intensity of hcp-Co higher than the intensity of the fccCo, showed that the fcc phase began to transform into hcp phase after ultrasonication for 48 hours. Results of the ultrasonic treatment after 24 hours obtained the composition of Cr 24.45% and 71.65% for Co. After the sintering process on Co-Cr powders after ultrasonication for 48 hours, phases of bcc and fcc were missed. Mixture of Co-Cr in solid form from ultrasonication for 48 hours has a single phase, hcp. Ultrasonic treatment of the Co-Cr mixture gave effect can reduce the particle size and raised the micro strain value of a material, the value of the smallest particle size and the largest micro strain were after ultrasonication for 48 hours. The value of lattice parameters for a powder after ultrasonication for 48 hours are a = b = 0.25074 nm and c = 0.40699 nm for the hcp-Co, a = b = c = 0.35411 nm for fcc-Co, and a = b = c = 0.28827 nm for bcc-Cr. While the value of the lattice parameter solid Co-Cr after powder has ultrasonication for 48 hours are a = b = 0.25230 nm and c = 0.41223 nm for the hcp-Co, and a = b = c = 0.35232 nm for fcc-Co. The distribution of hardness values of Co-Cr in solid form after powder has ultrasonication for 48 hours that more homogeneous, i.e. 110 049 + 0.596 HVN. After the sintering process on Co-Cr powders after ultrasonication for 48 hours obtained the composition in a solid matrix of Co-Cr with the expected percentage, 20.58% Cr and 79.42% Co. Keywords: Co-Cr alloys, ultrasonic, microstructure, XRD, SEM-EDS
STUDI PEMBENTUKAN Co-Cr DENGAN METODE ULTRASONIK
DENA NADYA RAHAYU
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Fisika
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt. Atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juni 2015 dengan berjudul Studi Pembentukan CoCr dengan Metode Ultrasonik. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini tidak akan berjalan lancar jika tidak ada dorongan dan motivasi dari berbagai pihak. Terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Kedua orang tua tercinta Bapak Aceng Suganda (ayah) dan Ibu Alit Sumiyati (ibu) serta Alfa Sabilla (adik), orang-orang yang menjadi inspirasi dan pemicu semangat bagi penulis sehingga mampu menyelesaikan studi selama 4 tahun. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas cinta, kasih sayang, dan dukungan yang tiada henti-hentinya baik moril maupun materil. Semoga Allah swt selalu memberikan kesehatan, keselamatan, dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. 2. Bapak Dr. Kiagus Dahlan selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Marzuki Silalahi, M.T selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir. 3. Bapak Dr. Akhiruddin Maddu dan Bapak Heriyanto Syafutra, M.Si selaku penguji atas kritik dan saran yang membangun kepada penulis. 4. Bapak Sulistioso, Bapak Bambang Sugeng, Bapak Tri, Bapak Rohmad, Bapak Agus, dan Bapak Maryo selaku staf BATAN Serpong atas arahan dan diskusi sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dengan baik dan lancar. 5. Beasiswa Bidik Misi yang telah membiayai kuliah selama 4 tahun di IPB. 6. Sahabat-sahabat tersayang (Erlin, Ika, Ica, dan Nisa) yang selalu ada dalam keadaan apapun. Semoga Allah swt. senantiasa selalu melindungi kalian. 7. Teman-teman Fisika 48 (Edo, Maimuna, Ipah, Faza, Dewi, Upi, Tisa, dll) yang menjadikan hari-hari di kampus lebih berwarna bagi penulis. 8. Teman-teman mahasiswa PSTBM BATAN (Nisa, Sri, Ali, Achmad, dll) yang menyemangati dan membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian. 9. Kak Andri Agus Awaludin yang selalu memberikan semangat, motivasi, kritik, dan saran kepada penulis sehingga penulis mampu menjalani hari-hari penelitian dan menyelesaikan tugas akhir dengan lebih menyenangkan. 10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang sangat berperan penting dalam terselesaikannya tugas akhir dengan tepat waktu. Sebagai manusia tentu penulis memiliki banyak kekurangan, maka dari itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk kelengkapan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015 Dena Nadya Rahayu
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
1
Hipotesis
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Paduan Co-Cr
2
Paduan Kobalt untuk Aplikasi Medis
5
Metode Ultrasonik
5
Metalurgi Serbuk
7
METODE
8
Waktu dan Tempat Penelitian
8
Bahan
8
Alat
8
Prosedur Analisis Data
9
Preparasi Bahan
9
Perlakuan Ultrasonik
9
Pembuatan Padatan Co-Cr
9
Etsa Padatan Co-Cr
9
Karakterisasi Sampel HASIL DAN PEMBAHASAN
10 11
Analisis Morfologi
11
Analisis Struktur
15
SIMPULAN DAN SARAN
27
Simpulan
27
Saran
27
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
29
RIWAYAT HIDUP
38
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Data analisa EDS setelah ultrasonikasi 24 jam Data ukuran kristal dan tegangan-mikro Co-Cr terhadap waktu ultrasonikasi dari ketiga struktur fasa Data ukuran kristal padatan Co-Cr terhadap waktu ultrasonikasi dari kedua struktur fasa Data kualitas refinement pola difraksi Co-Cr terhadap waktu ultrasonikasi Nilai parameter kisi referensi dan hasil refinement pada sampel 1 dan 6 Nilai kekerasan padatan Co-Cr terhadap waktu ultrasonikasi
14 16 18 19 20 22
DAFTAR GAMBAR 1 Diagram fasa Co-Cr menunjukkan ekspektasi kesetimbangan fasa untuk berbagai kombinasi kandungan dan suhu (oC) kromium dalam biner paduan Co-Cr. Diagram fasa Co-Cr ini dihitung dengan ThermoCalc, ditambah dengan basis data termodinamika PBIN.[10] 2 Pola batas butir paduan kobalt 3 Analisa SEM-EDS poin 001 pada serbuk Co-Cr tanpa ultrasonikasi 4 Analisa SEM-EDS poin 005 pada serbuk Co-Cr tanpa ultrasonikasi 5 Morfologi serbuk Co dan Cr berdasarkan variasi waktu ultrasonikasi 6 Mikrografi SEM serbuk Co-Cr setelah ultrasonikasi selama 24 jam: (a) overview; (b) perbesaran dari gambar 3(a) 7 Analisis SEM setelah ultrasonikasi selama 24 jam, bagian dari gambar 3 yang diindikasi terbentuknya paduan: (a) perbesaran 4000x (poin 001); (b) poin 002; (c) poin 003; (d) bagian dari gambar 3(a) dengan perbedaran 2000x yang diindikasi (spot 001) 8 Pola difraksi serbuk Co-Cr dari variasi waktu ultrasonikasi: (1) 0 jam, (2) 3 jam, (3) 6 jam, (4) 12 jam, (5) 24 jam, (6) 48 jam; dan bulk CoCr: (1 s) sinter sampel 1, (4 s) sampel 4, (5 s) sampel 5, (6 s) sampel 6. 9 Ukuran kristal masing-masing struktur fasa yang terbentuk terhadap waktu ultrasonikasi dari serbuk Co-Cr 10 Persentase tegangan-mikro masing-masing struktur fasa yang terbentuk terhadap waktu ultrasonikasi dari serbuk Co-Cr 11 Ukuran kristal masing-masing struktur fasa yang terbentuk dari padatan Co-Cr 12 Persentase tegangan-mikro masing-masing struktur fasa yang terbentuk dari padatan Co-Cr
3 4 11 12 13 13
14
15 17 17 18 18
13 Rietveld refinement dalam program MAUD dari pola difraksi XRD serbuk Co-Cr pada waktu ultrasonikasi 48 jam. 14 Rietveld refinement dalam program MAUD dari pola difraksi XRD bulk Co-Cr waktu ultrasonikasi 48 jam. 15 Perubahan parameter kisi terhadap waktu ultrasonikasi dari serbuk CoCr 16 Perubahan parameter kisi terhadap waktu ultrasonikasi dari padatan Co-Cr 17 Mikrostruktur bulk CoCr sebelum di-etsa 18 Morfologi bulk Co-Cr setelah di etsa 19 Analisis SEM-EDS pada sampel 1S setelah dietsa 20 Analisis SEM-EDS pada sampel 4S setelah dietsa 21 Analisis SEM-EDS pada sampel 6S setelah dietsa
19 20 21 21 23 23 24 25 26
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Diagram alir pelaksanaan penelitian Alat dan bahan penelitian Hasil analisis EDS setelah ultrasonikasi 24 jam Database fasa XRD
29 30 31 35
PENDAHULUAN Latar Belakang Paduan berbasis kobalt telah banyak digunakan dalam proses industri karena memiliki sifat tahan korosi, dan tahan panas, bahkan pada suhu tinggi tetap menunjukkan kekuatan yang tinggi.[1] Marterial kobalt merupakan material utama pada komposisi Co-Cr. Kobalt merupakan material tahan korosi serta tahan aus sedangkan krom ditambahkan untuk meningkatkan kekerasan dan ketahanan korosi.[2] Belakangan ini sejumlah peneliti berupaya untuk meningkatkan kualitas paduan berbasis kobalt dengan berbagai metode. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan penambahan beberapa elemen untuk paduan Co-Cr agar strukturnya stabil.[3] Paduan kobalt variasi Cr diharapkan mampu memperbaiki sifat mekanik dan non-mekanik implan tulang prostesik.[4] Selain stainless steel dan paduan tinanium, paduan kobalt merupakan salah satu material yang dapat diterima oleh tubuh.[5] Logam tersebut pada umumnya digunakan pada implan gigi, peralatan penyambung tulang bahu dan pinggul, serta material pengganti lutut.[1] Paduan yang berskala nano partikel memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga kapasitas penyerapan dan kinetiknya lebih baik dibandingkan dengan paduan yang berukuran besar.[6] Serbuk paduan memiliki keunggulan yaitu lebih homogen[7] dan mudah dibentuk untuk aplikasi. Sebagai salah satu alternatif, perlakuan ultrasonik merupakan teknik yang potensial dalam pembentukan paduan serbuk. Metode ultrasonik merupakan metode yang relatif baru dan merupakan teknologi pembentukan paduan yang efektif.[8] Ultrasonik dengan frekuensi intensitas tinggi telah menjadi teknik sintetis yang penting untuk beberapa reaksi organik dan organometalik. Efek kimia dari hasil ultrasonik dengan intensitas tinggi didapat dari peronggaan akustik: pembentukan, pertumbuhan, dan kempisnya kavitasi dalam cairan akibat adanya ledakan gelembung kavitasi. Jet aliran yang dihasilkan melalui ledakan tersebut bisa menyebabkan partikel kecil bertabrakan satu sama lain dengan kuat. Selain dapat memecah ukuran partikel menjadi lebih kecil dan homogen, hal tersebut dapat menjadi proses terbentuknya paduan.[7]
Perumusan Masalah 1. 2. 3.
Apakah dengan metode ultrasonik dapat terbentuk Co-Cr. Apakah dengan metode ultrasonik dapat meminimumkan oksida pada paduan. Berapa nilai parameter kisi, ukuran kristal, dan ukuran partikel pembentuk Co-Cr.
Tujuan Penelitian 1.
Membentuk paduan Co-Cr dengan metode ultrasonik.
2 2. 3. 4. 5.
Menyelidiki kemungkinan dapat dilakukannya pembentukan paduan Co-Cr dengan metode ultrasonik. Melakukan karakterisasi struktur kristal Co-Cr menggunakan XRD (X-Ray Diffraction). Mengamati komposisi dan morfologi pada permukaan Co-Cr menggunakan SEM-EDS (Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive Spectroscopy). Mengetahui nilai kekerasan padatan Co-Cr menggunakan Hardness Tester.
Hipotesis Ultrasonik memberikan gelombang yang dapat menimbulkan tumbukan antar partikel. Ketika partikel menyatu akibat tumbukan, terjadi antar-muka partikel. Saat terjadi antar-muka tersebut muncul kavitasi karena tekanan turun di antar-muka partikel. Kavitasi akan semakin membesar dan pecah, saat pecah terjadilah jet aliran yang sangat kencang dan memiliki temperatur yang sangat tinggi, sehingga memungkinkan terbentuknya paduan Co-Cr.
Manfaat Penelitian Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi bidang medis dan memberikan kontribusi nyata dalam pembuatan material implan.
TINJAUAN PUSTAKA Paduan Co-Cr Marterial kobalt merupakan material utama pada komposisi Co-Cr. Material ini berwarna perak keabu-abuan, tahan korosi serta tahan aus. Krom ditambahkan untuk meningkatkan kekerasan dan ketahanan korosi.[2] Krom mampu meningkatkan ketahanan korosi dengan membentuk lapisan pasif Cr2O3 dan fasa γ sehingga meningkat kekerasan paduan.[4] Titik leleh kobalt murni dan kromium murni masing-masing adalah 1495 °C dan 1906 °C.[10] Belakangan ini sejumlah peneliti berupaya untuk meningkatkan kualitas paduan berbasis kobalt dengan berbagai metode. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan penambahan beberapa elemen untuk paduan Co-Cr agar strukturnya stabil. Elemen Mo, Ni, C, dan N merupakan material yang dapat menstabilkan fase kristal dalam paduan CoCr-Mo.[3] Paduan Co-Cr telah menarik perhatian sebagai material biomedis, karena memiliki biokompatibilitas, sifat mekanik, keausan dan ketahanan korosi yang sangat baik. Paduan ini biasa digunakan sebagai implan gigi dan bedah tulang.[11]
3
Cr 𝜸Co
𝝈 𝜺Co
Gambar 1
Diagram fasa Co-Cr menunjukkan ekspektasi kesetimbangan fasa untuk berbagai kombinasi kandungan dan suhu (oC) kromium dalam biner paduan Co-Cr. Diagram fasa Co-Cr ini dihitung dengan Thermo-Calc, ditambah dengan basis data termodinamika PBIN.[10]
Selain stainless steel dan paduan tinanium, paduan kobalt merupakan salah satu material yang dapat diterima oleh tubuh.[5] Paduan Co-Cr memiliki tingkat biokompatibilitas yang lebih rendah daripada paduan titanium, akan tetapi memiliki sifat mekanik yang lebih baik dan harganya lebih murah dibandingkan dengan paduan titanium. Sedangkan jika dibandingkan dengan stainless steel, paduan Co-Cr memiliki sifat biokompatibilitas, ketahanan korosi dan sifat mekanik yang lebih baik, walaupun harganya lebih tinggi dibandingkan stainless steel.[12] Material kobalt bersifat alotropik yang mempunyai berbagai fasa dengan variasi temperatur ditunjukan pada Gambar 1.[10] Tahap FCC adalah modifikasi suhu tinggi dan fase HCP adalah modifikasi suhu rendah dari kobalt padat. Tahap sigma adalah senyawa intermetalik rapuh dari kobalt dan kromium dengan komposisi yang sesuai, kira-kira dengan rasio Co2Cr3. Menurut Public Binary Diagram (PBIN) thermodynamics database, sistem biner CoCr memiliki empat reaksi berikut:[10]
Reaksi Eutectic Liquid FCC + BCC pada 1397 °C dan 42,2% Cr Reaksi Congruent BCC Sigma pada 1281 °C dan 58,3% Cr Reaksi Eutectoid BCC FCC + Sigma pada 1269 °C dan 52,5% Cr dan Reaksi Peritectoid FCC + Sigma HCP pada 967 °C dan 37,6% Cr.
4 Secara termodinamika fase 𝜖 Co berstruktur kristal lebih stabil pada temperatur kamar sehingga umunya paduan kobalt menahan struktur FCC hingga temperature sekitar 1000 oC. Berdasarkan diagram biner Co-Cr, kandungan Cr sekitar 30% di dalam Co-Cr, fasa dengan kisi heksagonal bertransformasi menjadi fasa 𝛾 dengan kisi kristal kubik pada suhu diatas 950 oC. Adanya transformasi fasa ke kristal kubik ini memberi peluang keberlangsungan proses difusi sehingga pada kondisi ini dimana suhu diatas 950 oC memungkinkan untuk dilakukan pengerjaan tempa. Namun pembentukan fasa 𝜎 sangat mungkin terjadi karena fasa 𝜎 dengan kisi kristal tetragonal masih tetap terbentuk pada suhu tinggi hingga 1281 oC. Munculny fasa 𝜎 dengan kisi kristal tetragonal ini dapat mengakibatkan keretakan pada pengerjaan tempa sehingga sangat penting untuk mengetahui pembentukan fasa 𝜎 (rapuh) dan menjaga matriks dalam struktur kristal FCC. Peningkatan struktur kristal FCC dapat dilakukan dengan perlakuan panas dan tempa serta meningkatan komposisi krom (Cr) dan nitrogen.[2,10] Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan studi pembentukan paduan Co-Cr dengan metode ball-milling. Ball-milling adalah metode pengolahan nanomaterials dengan cara mekanik. Hasil dari proses pembentukan paduan Cr20Co80 dengan metode ball-milling ini dikarakterisasi dan dipelajari dari hasil XRD dan SEM. Hasil tersebut menunjukan bahwa, setelah proses milling selama 24 jam, dua nanostruktur Co-Cr menjadi larutan padat dengan HCP dan struktur FCC. Dalam penelitiannya ini terbukti bahwa Co-Cr dapat dibentuk dengan fase FCC yang stabil.[11] Selain itu terdapat pula penelitian mengenai sintesis paduan Co-Cr-Mo berukuran nano dengan metode mechanical alloying. Teknik mechanical alloying ini dilakukan karena ketiga unsur tersebut memiliki perbedaan melting point yang sangat besar. Penelitian tersebut berhasil dilakukan sehingga didapatkan paduan Co-Cr-Mo dengan mengetahui mekanisme dan pengaruh waktu milling yang efektif terhadap pembentukan paduan nanocrystalline Co-Cr-Mo.[5] Gambar 2 merupakan pola batas butir dari paduan kobalt. Paduan kobalt tersebut telah dibentuk menjadi padatan dan dietsa hingga muncul pola batas butirnya.[13]
Gambar 2
Pola batas butir paduan kobalt
5 Paduan Kobalt untuk Aplikasi Medis Paduan Co-Cr merupakan material yang dapat digunakan alam aplikasi biomedis, karena memiliki biokompatibilitas, sifat mekanik, keausan dan ketahanan korosi yang sangat baik. Paduan ini biasa digunakan sebagai implan gigi dan bedah tulang.[11] Selain stainless steel dan paduan tinanium, paduan kobalt merupakan salah satu material yang dapat diterima oleh tubuh.[5] Syarat dasar dari sebuah material implan tulang adalah material tersebut tidak mengandung toksik ataupun menimbulkan efek membahayakan bagi jaringan tubuh. Biokompatibilitas, merupakan syarat penting untuk sebuah biomaterial atau material implan tulang. Perangkat implan ortopedi umumnya dipasang pada sistem kerangka tubuh manusia untuk membantu penyembuhan, memperbaiki cacat dan mengembalikan fungsi yang hilang dari bagian tulang asli. Tujuan klinisnya adalah untuk menghilangkan rasa sakit dan meningkatkan kemudahan gerakan sendi. Dengan demikian, bahan yang cocok untuk implantasi adalah material yang dapat ditoleransi oleh tubuh dan dapat menahan beban siklik di lingkungan tubuh yang agresif.[9] Metode Ultrasonik Gelombang akustik atau gelombang bunyi adalah gelombang yang dirambatkan sebagai gelombang mekanik longitudinal yang dapat menjalar dalam medium padat, cair dan gas. Medium gelombang bunyi ini adalah molekul yang membentuk bahan medium mekanik. Gelombang bunyi merupakan vibrasi dari molekul–molekul zat dan saling beradu satu sama lain, zat tersebut terkoordinasi menghasilkan gelombang serta mentransmisikan energi bahkan tidak pernah terjadi perpindahan partikel. Substansi yang menjalar apabila gelombang bunyi ketika mencapai tapal batas maka gelombang bunyi tersebut akan terbagi dua yaitu sebagian energi ditransmisikan/diteruskan dan sebagian lagi direfleksikan/dipantulkan. Ultrasonik adalah suara dengan frekuensi yang terlalu tinggi untuk bisa didengar oleh telinga manusia, yaitu diatas 20 kHz. Gelombang ultrasonik merupakan gelombang mekanik longitudinal dengan frekuensi diatas 20 kHz. Gelombang ini dapat merambat dalam medium padat, cair dan gas. Reflektivitas dari gelombang ultrasonik dipermukaan cairan hampir sama dengan permukaan padat, tapi pada tekstil dan busa jenis gelombang ini akan diserap. Hal ini disebabkan karena gelombang ultrasonik merupakan rambatan energi dan momentum mekanik sehingga merambat sebagai interaksi dengan molekul dan sifat inersia medium yang dilaluinya. Frekuensi yang diasosiasikan dengan gelombang ultrasonik pada aplikasi elektronik dihasilkan oleh getaran elastis dari sebuah kristal-kristal yang diinduksikan oleh resonansi dengan suatu medan listrik bolak–balik yang dipakaikan (efek piezoelectric). Terkadang gelombang ultrasonik menjadi tidak periodik yang disebut derau (noise), dimana dapat dinyatakan sebagai superposisi gelombang–gelombang periodik, hal tersebut kemungkinan disebabkan karena banyaknya komponen. Kelebihan gelombang ultrasonik adalah tidak dapat didengar, bersifat langsung dan mudah difokuskan. Jarak suatu benda yang
6 dimanfaatkan delay gelombang pantul dan gelombang datang seperti pada sistem radar dan deteksi gerakan.[14] Perlakuan ultrasonik merupakan teknik yang potensial dalam pembentukan paduan serbuk. Metode ultrasonik merupakan metode yang relatif baru dan merupakan teknologi pembentukan paduan yang efektif.[8] Ultrasonik dengan frekuensi intensitas tinggi telah menjadi teknik sintetis yang penting untuk beberapa reaksi organik dan organometalik yang heterogen. Perlakuan ultrasonik dapat meningkatkan reaktivitas logam sebagai bahan reaksi stoikiometri. Efek kimia dari hasil ultrasonik intensitas tinggi didapat dari peronggaan akustik: pembentukan, pertumbuhan, dan kempisnya gelembung dalam cairan akibat adanya ledakan gelembung. Suara yang dihasilkan dari pembangkit sinyal gelombang ultrasonik adalah bentuk energi gelombang yang bergetar dan menyebar melalui molekul cair.[7] Kempisnya kavitasi dapat mempengaruhi transformasi kimia, dengan mempertimbangkan efek saat terjadi koleps dalam sistem yang berbeda. Dalam kasus reaksi fasa cairan homogen, terdapat dua efek utama. Pertama, rongga terbentuk tidak dalam keadaan vakum – pasti akan berisi uap dari media cair atau gas. Saat koleps, uap berada pada keadaan ekstrim dari temperatur dan tekanan tinggi, menyebabkan molekul menjadi pecah.[15] Energi gelombang bergetar melalui perbedaan tekanan (kompresi dan penghalusan) dan microbubble dibentuk mulai dari permukaan partikel luar sebagai akibat dari osilasi gelombang tekanan dalam larutan. Gelombang tekanan menjadi tidak stabil ketika selama kavitasi ukuran gelembung itu terlalu besar untuk berosilasi, yang pada akhirnya akan pecah. Ledakan dari pecahnya gelembung, microjet atau shock waves yang diinduksi dapat mengakibatkan suhu lebih dari 5000 K dan tekanan lebih dari 500 atm, hal ini bisa mengakibatkan jet cairan yang dipaksakan pada permukaan pada kecepatan diperkirakan setinggi 100 m/s.[7] Kedua, koleps yang secara tiba-tiba dari gelembung juga akibat padatnya aktifitas cairan mengisi kekosongan, produksi daya yang melingkupi cairan padat mampu memutus ikatan kimia dari berbagai material.[15] Aktivitas sonochemical dalam sistem heterogen sebagian besar berkaitan dengan efek mekanik dari kavitasi. Dalam sistem heterogen padat/cair, akibat kolepsnya gelembung kavitasi menjadikan struktur berubah. Koleps yang dekat dengan permukaan material akan menjadikan padatnya aktifitas cairan mengisi kekosongan, membentuk sebuah sasaran jet cair pada permukaan. Efek ini adalah sebanding dengan tekanan tinggi/kecepatan tinggi jet aliran cair atau erosi dan itu sebabnya suara-ultra digunakan dapat menggerus permukaan padat. Aktifitas jet yang menjadi katalisis, koleps pada permukaan terutama pada serbuk, akan memproduksi energi yang cukup yang menjadi penyebab terjadinya fragmentasi.[15] Energi jet aliran mikro menyebabkan terjadinya erosi di permukaan lokal pada material terhadap partikel yang ada dalam cairan. Namun, gelombang kejut dapat menyebabkan partikel-partikel kecil bertabrakan satu sama lain dengan kuat, memproduksi interparticles merger atau fusi dan kemungkinan terjadinya pengurangan ukuran partikel.[7] Demikian dalam situsi ini, suara-ultra dapat memperluas area permukaan untuk reksi dan menyediakan aktifitas tambahan pencampuran yang efisien dan mempertinggi transport masa.[15] Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan pembentukan microalloy Fe-Cr dengan metode ultrasonik. Berdasarkan hasil penelitinnya iradiasi ultrasonik pada
7 20 kHz menghasilkan generasi mikrojet dan gelombang kejut yang menyebabkan partikel kecil Fe dan Cr saling bertumbukan satu sama lain dengan gaya yang besar, sehingga memproduksi interparticle melting yang kohesif dan adhesi. Selama proses ini, ultrasonik telah meningkatkan reaktivitas partikel Fe dan Cr. Hal ini kemudian menyebabkan perubahan dramatis dalam morfologi partikel dan ukuran, serta fragmentasi dan aglomerasi. Iradiasi ultrasonik mengakibatkan pembentukan kedua logam secara parsial dan microalloy Fe-Cr. Dalam penelitiannya terbukti bahwa perlakuan ultrasonik dapat disahkan dan disebarluaskan sebagai metode baru untuk microalloying serbuk Fe-Cr.[7]
Metalurgi Serbuk Proses metalurgi serbuk merupakan proses pembentukan logam yang menggunakan material dasar berupa partikel-partikel logam berbentuk serbuk. Metalurgi serbuk merupakan salah satu teknik produksi dengan menggunakan serbuk sebagai material awal sebelum proses pembentukan. Langkah-langkah yang harus dilalui dalam metalurgi serbuk, antara lain preparasi material, pencampuran (mixing), penekanan (kompaksi), dan pemanasan (sintering). Prinsip dalam metode ini adalah memadatkan serbuk logam menjadi bentuk yang dinginkan dan kemudian memanaskannya di bawah temperatur leleh. Sehingga partikel-partikel logam memadu karena mekanisme transportasi massa akibat difusi atom antar permukaan partikel. Metode metalurgi serbuk memberikan kontrol yang teliti terhadap komposisi dan penggunaan campuran yang tidak dapat difabrikasi dengan proses lain. Kualitas material ditentukan oleh cetakan dan penyelesaian akhir (finishing touch). Proses metalurgi serbuk merupakan proses pembuatan produk dengan menggunakan bahan dasar dalam bentuk serbuk yang kemudian di-sinter, yaitu proses konsolidasi serbuk pada temperatur tinggi yang di dalamnya termasuk juga proses penekanan atau kompaksi. Proses metalurgi serbuk memiliki banyak keuntungan antara lain: 1. Efisiensi pemakaian bahan yang sangat tinggi dan hampir mencapai 100% 2. Tingkat terjadinya cacat seperti segregasi dan kontaminasi sangat rendah. 3. Stabilitas dimensi sangat tinggi. 4. Kemudahan dalam proses standarisasi dan otomatisasi 5. Besar butir mudah dikendalikan 6. Mudah dalam pembuatan produk beberapa paduan khusus yang susah didapatkan dengan proses pengecoran (casting). 7. Porositas produk mudah dikontrol. 8. Cocok untuk digunakan pada material dengan kemurnian tinggi. 9. Cocok untuk pembuatan material paduan dengan matriks logam. Setelah melalui proses pembuatan didapatkan produk akhir dengan proses tambahan seperti machining dan grinding untuk mendapatkan bentuk yang diinginkan.[16]
8
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 hingga Juli 2015. Presipitasi bahan, perlakuan metode ultrasonik, karakterisasi X-ray Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscope (SEM), Energy Dispersive Spectrometry (EDS), uji kekerasan, dan uji optik yang dilakukan di Laboratorium Mekanik, Laboratorium Kimia Basah, Laboratorium XRD, Laboratorium SEM, Laboratorium TEM di Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju (PSTBM) gedung 71 Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Serpong, Tanggerang Selatan. Sedangkan analisis data hasil dan penyusunan laporan penelitian dilakukan di BATAN dan di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Bahan Bahan-bahan yang digunakan antara lain serbuk Co (350 mesh) basis logam dari The Nilaco Corporation dengan kemurnian 99% dan Cr (350 mesh lalu disaring menjadi 400 mesh) basis logam dari Aldrich Company dengan kemurnian 99% yang digunakan sebagai bahan prekursor. Etanol absolut untuk analisis dengan kemurnian 98% dari Merck, digunakan sebagai media pengolahan untuk metode iradiasi ultrasonik. Resin dan cairan pengeras untuk mounting. Kalling’s No. 2 Etchant, cairan etsa yang terdiri dari 5 gram CuCl2, 100 ml HCl, dan 100 ml etanol (Lampiran 2).
Alat Alat yang digunakan terdiri dari dua kelompok peralatan, yaitu peralatan yang digunakan untuk pembuatan sampel dan pengujian sampel. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan sampel terdiri dari gelas kimia dengan ukuran 50 ml dan 500 ml, mortar untuk logam, timbangan digital BOSCH SAE 200, alat kompaksi CARVAR, Furnace Carbolite, mesin amplas Grider Polisher, serta instrumen ultrasonik SONICS Vibra Cell dengan frekuensi 20 kHz daya 750 watt. Sedangkan peralatan yang digunakan untuk karakterisasi sampel terdiri dari perangkat X-ray Diffraction (XRD) PANalytical Empyrean Philips dengan sumber radiasi berupa Cu-Kα panjang gelombang λ=1.54060 Å, dan Scanning Electron Microscope (SEM) JEOL JSM-650LA dengan percepatan energy sebesar 20 keV yang dilengkapi dengan Energy Dispersive Spectrometry (EDS) dan Hardness Tester serta mikroskop optik (Lampiran 2).
9 Prosedur Analisis Data Preparasi Bahan Pada penelitian ini akan dibuat 6 buah sampel, masing-masing sampel diberi perlakuan berbeda yaitu dengan memvariasikan waktu perlakuan ultrasonik selama 0, 3, 6, 12, 24, dan 48 jam, masing-masing sampel diberi nama sampel 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Proses diawali dengan mencampurkan 3 gram serbuk Co dan Cr dengan komposisi masing-masing 80% dan 20% ke dalam gelas kimia ukuran 50 ml. Kemudian campuran tersebut direndam dalam etanol absolut dengan perbandingan volume antara campuran Co-Cr dengan etanol kurang lebih 1:5. Gelas kimia yang berisi campuran Co dan Cr tersebut kemudian dimasukan ke dalam gelas kimia 500 ml yang diisi air setinggi etanol yang dituangkan ke dalam gelas kimia kecil.
Perlakuan Ultrasonik Gelas kimia yang berisi sampel tersebut didekatkan dengan instrumen ultrasonik. Proses ultrasonik dijalankan dengan frekuensi 20 kHz sedangkan amplitudo ditetapkan pada 40% dari maksimum. Gelas kimia yang berisi sampel tersebut didekatkan dengan instrumen ultrasonik. Proses ini dilakukan selama 3 jam, dengan waktu jeda setiap 30 menit sekali yang bertujuan untuk menjaga alat agar tidak mudah rusak. Sampel berikutnya dilakukan dengan tahapan yang sama, namun menggunakan variasi waktu yang berbeda, yaitu 6, 12, 24, dan 48 jam. Kemudian, ke lima sampel tersebut dibandingkan dengan sampel 1 yaitu tanpa perlakuan ultrasonik (0 jam). Campuran serbuk Co dan Cr dibuat dengan metode pencampuran manual dalam mortar.
Pembuatan Padatan Co-Cr Sampel yang telah diultrasonikasi selama 0, 12, 24, dan 48 jam lalu dikompaksi dengan tekanan 4 ton. Setelah dikompaksi sampel dikapsulasi dalam gelas kuarsa, keadaannya vakum. Hal ini dilakukan untuk meminimumkan oksida saat proses sintering. Sintering dilakukan dalam suhu 1300 oC selama 1 jam. Dari proses sintering didapatkan bentuk padatan, sampel di-mounting menggunakan resin dan pengeras lalu diamplas menggunakan Grider Polisher. Setelah sampel hampir halus, sampel diamplas menggunakan pasta autosol dan alumina untuk memperoleh sampel dengan permukaan halus dan bersih. Masing-masing sampel diberi nama sampel 1S, 4S, 5S, dan 6S.
Etsa Padatan Co-Cr Padatan Co-Cr dietsa dengan cairan Kalling’s No. 2 Etchant, yaitu cairan etsa yang terdiri dari 5 gram CuCl2, 100 ml HCl, dan 100 ml etanol. Tujuan dilakukannya etsa yaitu untuk mengetahui bentuk partikel dan batas butir pada padatan Co-Cr.
10 Karakterisasi Sampel Setelah dilakukan ultrasonikasi, serbuk dan padatan campuran Co-Cr dikarakterisasi menggunakan X-ray Diffraction (XRD) untuk mengetahui struktur partikel dan mengidentifikasi fase yang terbentuk. Spektroskopi XRD yang digunakan yaitu PANalytical Empyrean Philips yang dilakukan di laboratorium XRD Gedung 71 BATAN Serpong, Tanggerang Selatan. Sumber radiasi berupa Cu-Kα dengan panjang gelombang λ = 1.54060 Å. Pengamatan morfologi serbuk dan padatan Co-Cr setelah dietsa dilakukan menggunakan perangkat Scanning Elecron Microscopy (SEM) JEOL JSM-650LA dengan percepatan energi sebesar 20 keV yang dilengkapi dengan Energy-Dispersive Spectrometry (EDS) untuk mengidentifikasi komposisi unsur yang terbentuk pada sampel di laboratorium SEM Gedung 71 BATAN Serpong, Tanggerang Selatan. Karakterisasi SEM-EDS dilakukan di laboratorium SEM. Uji kekerasan padatan Co-Cr dilakukan menggunakan Hardness Tester di Laboratorium Mekanik. Uji optik pada padatan Co-Cr sebelum dan setelah dietsa dilakukan di laboratorium TEM Gedung 71 BATAN Serpong, Tanggerang Selatan. Secara keseluruhan metode penelitian ini terangkum dalam diagram alir penelitian seperti tercantum pada Lampiran 1.
11
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Morfologi Berdasarkan hasil karakterisasi SEM-EDS pada serbuk Cr (poin 001 pada Gambar 3) dan serbuk Co (poin 005 pada Gambar 4) tanpa ultrasonikasi, menunjukan bahwa serbuk Cr memiliki bentuk memanjang seperti silinder dengan ukuran yang lebih besar dibanding Co. Gambar 5 memperlihatkan morfologi serbuk Co-Cr berdasarkan variasi waktu ultrasonik. Sebelum dilakukan ultrasonikasi ukuran partikel serbuk Cr memiliki rentang antara 20-60 µm. Serbuk Co memiliki bentuk yang bulat dan beraglumerasi antar partikelnya. Sebelum dilakukan ultrasonikasi ukuran partikel serbuk Co yang beraglumerasi memiliki rentang antara 9-30 µm. Setelah dilakukan ultrasonikasi hingga 12 jam bentuk dari serbuk Cr mengecil akibat tumbukan antar partikel oleh gelombang suara dengan energi tinggi, ukuran partikelnya memiliki rentang antara 12.5-25 µm. Demikian pula dengan penggumpalan/aglumerasi
Gambar 3
Analisa SEM-EDS poin 001 pada serbuk Co-Cr tanpa ultrasonikasi
12
Gambar 4
Analisa SEM-EDS poin 005 pada serbuk Co-Cr tanpa ultrasonikasi
Demikian pula dengan aglomerasi serbuk Co pecah menjadi bentuk yang lebih kecil, ukuran partikelnya memiliki rentang 6-21 µm. Setelah dilakukan ultrasonikasi selama 48 jam ukuran partikel serbuk Co dan Cr memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan perlakuan sebelumnya. Dilihat dari hasil mikrografi SEM dan analisis EDS, serbuk Cr sulit untuk dianalisa karena memiliki bentuk dan ukuran yang hampir sama dengan serbuk Co. Namun aglomerasi serbuk Co masih dapat terlihat, ukuran partikelnya sekitar 8 µm. Gambar 6(a) merupakan mikrografi SEM serbuk Co-Cr yang telah diultrasonikasi selama 24 jam, Gambar 6(b) merupakan perbesaran 4000x dari gambar 6(a). Gambar tersebut memperlihatkan adanya partikel kecil yang menempel di partikel yang berbentuk bulat dan agak besar dengan permukaan yang halus. Dapat diduga bahwa partikel besar tersebut merupakan serbuk Co yang tidak beraglumerasi, sedangkan partikel kecil merupakan serbuk Cr. Gambar
13
Gambar 5
Gambar 6
Morfologi serbuk Co dan Cr berdasarkan variasi waktu ultrasonikasi
Mikrografi SEM serbuk Co-Cr setelah ultrasonikasi selama 24 jam: (a) overview; (b) perbesaran dari gambar 3(a)
7(a) merupakan bagian dari Gambar 4 yang diindikasi adanya paduan (poin 001), hasil analisa EDS (Lampiran 3) yang menunjukan bahwa terdapat komposisi Cr yang cukup besar yaitu 24,45%, dan 71.65% Co. Gambar 7(b) juga merupakan bagian dari Gambar 6 (poin 002), menurut hasil analisisi EDS (Lampiran 3) titik
14 tersebut merupakan partikel Co yang memiliki ukuran besar dengan komposisi 92.81% dan Cr 1.6%. Berdasarkankan komposisi yang diperoleh, diindikasi bahwa partikel Cr mulai menempel atau bertumbukan dengan partikel Co. Hal ini diperkuat dengan hilangnya puncak Cr pada posisi 2𝜃 115.6622o berdasarkan data karakterisasi XRD (keterangan tersebut dapat terlihat pada Gambar 8). Namun tidak semua titik yang diindikasi menunjukan hal yang sama. Pada titik lain dilakukan pula analisis SEM-EDS, Gambar 7(c) merupakan perbesaran partikel yang diindikasi (poin 003). Hasil analisa EDS yang diperoleh (Lampiran 3) menunjukan komposisi 80.84% Cr dan 18.19% Co. Gambar 7(d) merupakan bagian dari Gambar 5 yang diindikasi di titik lain (spot 001), sedangakan hasil analisa EDS (Lampiran 3) menunjukan komposisi yang terbentuk pada spot 001 yaitu 1.82% Cr dan 94.4% Co. Hal ini menunjukan bahwa kedua partikel tersebut belum berpadu secara merata. Komposisi serbuk Co dan Cr dari hasil analisis EDS terangkum pada Tabel 1.
Gambar 7
Tabel 1 Titik analisa Poin 001 Poin 002 Poin 003 Spot 001
Analisis SEM setelah ultrasonikasi selama 24 jam, bagian dari Gambar 3 yang diindikasi terbentuknya paduan: (a) perbesaran 4000x (poin 001); (b) poin 002; (c) poin 003; (d) bagian dari Gambar 3(a) dengan perbedaran 2000x yang diindikasi (spot 001) Data analisa EDS setelah ultrasonikasi 24 jam Massa (%) Co Cr 71.65 24.45 92.81 1.60 18.19 80.84 94.40 1.82
Error (%) Co 0.19 0.25 0.18 0.43
Cr 0.09 0.12 0.09 0.21
Atom (%) Co Cr 62.11 24.02 79.09 1.55 16.04 80.79 83.59 1.82
15 Analisis Struktur
Gambar 8
Pola difraksi serbuk Co-Cr dari variasi waktu ultrasonikasi: (1) 0 jam, (2) 3 jam, (3) 6 jam, (4) 12 jam, (5) 24 jam, (6) 48 jam; dan padatan CoCr: (1 s) sinter sampel 1, (4 s) sampel 4, (5 s) sampel 5, (6 s) sampel 6.
Dalam penelitian ini, sampel yang diuji memiliki tiga fasa, yaitu fasa hcpCo, fcc-Co, dan bcc-Cr. Keterangan ini diperoleh dari analisis hasil difraksi sinarX dengan menggunakan program Highscore Plus berdasarkan data International Center for Diffraction Database (ICDD) no. 00-001-1278 (a=b=2.5140Å, c=4.1050Å) untuk hcp-Co, 00-015-0806 (a=b=c=3.5447Å) untuk fcc-Co, dan no. 00-006-0694 (a=b=c=2.8839Å) untuk bcc-Cr yang terdapat di dalam program (Lampiran 4). Pola difraksi sinar-X dari serbuk Co-Cr yang dibuat dengan metode ultrasonikasi selama 0, 3, 6, 12, 24, dan 48 jam serta sampel 0, 12, 24, dan 48 jam waktu ultrasonikasi yang telah di-sinter ditunjukan pada Gambar 8. Pada Gambar 8 terlihat bahwa semakin bertambahnya waktu ultrasonikasi intensitas puncak Cr semakin berkurang, sedangkan puncak-puncak Co tidak mengalami banyak perubahan. Fasa fcc memiliki intensitas yang lebih rendah dibandingkan fasa hcp, semakin bertambahnya waktu ultrasonikasi puncak fcc meluruh meskipun perubahannya tidak signifikan. Perubahan struktur fasa mulai terlihat setelah dilakukan ultrasonikasi selama 48 jam, puncak fcc pada posisi 2θ 51.46o dan puncak bcc-Cr pada posisi 2θ 115.66o hilang. Dari keterangan tersebut dapat diduga bahwa fasa fcc mulai bertransformasi menjadi fasa hcp dan partikel Cr mulai masuk ke dalam matriks Co meskipun perubahannya hanya sedikit. Setelah dilakukannya proses sintering terhadap sampel 1, 4, 5 dan 6 tampak bahwa fasa bcc hilang. Padatan Co-Cr tersusun dari fasa fcc dan hcp. Setelah dilakukan proses ultrasonikasi selama 48 jam fasa fcc pada posisi 2θ 51.47o dan 75.67o hilang. Padatan paduan Co-Cr yang telah diultrasonikasi selama 48 jam memiliki fasa tunggal yaitu hcp.
16 Dari data difraksi sinar-X dilakukan pula analisis dengan menggunakan program Highscore Plus untuk mengetahui ukuran kristal dan persentase tegangan-mikro dari sampel. Tabel 2 memperlihatkan nilai ukuran kristal dan persentase tegangan-mikro terhadap waktu ultrasonikasi pada serbuk Co-Cr. Gambar 9 memperlihatkan grafik hubungan antara ukuran kristal serbuk Co-Cr terhadap waktu ultrasonikasi. Semakin lama waktu ultrasonikasi semakin kecil ukuran kristal yang terbentuk. Hal ini menunjukan bahwa perlakuan gelombang ultrasonik dapat memperkecil ukuran partikel suatu material, sehingga ukuran kristal juga menjadi kecil. Gambar 10 memperlihatkan hubungan antara persentase tegangan-mikro terhadap waktu ultrasonikasi pada serbuk Co-Cr. Semakin lama proses ultrasonikasi semakin besar nilai persentase tegangan-mikro. Hal ini disebabkan karena dengan semakin mengecilnya ukuran partikel seiring bertambahnya waktu ultrasonikasi maka tegangan antar partikel menjadi besar. Persentase teganganmikro bcc-Cr pada perlakuan ultrasonikasi 48 jam mengalami penurunan, diduga karena Cr mulai bergabung dengan Co.
Tabel 2
Sampel
Data ukuran kristal dan tegangan-mikro Co-Cr terhadap waktu ultrasonikasi dari ketiga struktur fasa Struktur fasa
HCP-Co
Serbuk
FCC-Co
BCC-Cr
No. sampel
Waktu (jam)
Teganganmikro (%)
Ukuran kristal (nm)
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
0 3 6 12 24 48 0 3 6 12 24 48 0 3 6 12 24 48
0.251 0.247 0.263 0.318 0.345 0.381 0.227 0.239 0.267 0.320 0.337 0.347 0.333 0.324 0.337 0.481 0.509 0.459
35.951 35.706 32.606 26.737 24.793 21.358 36.183 31.648 27.067 22.434 22.081 21.238 29.878 24.526 23.444 21.206 20.067 17.371
17 L hcp-Co L fcc-Co L bcc-Cr
Ukuran kristal (nm)
40 35 30 25 20 15 0
6
12
18
24
30
36
42
48
54
Waktu ultrasonikasi (jam)
Tegangan-mikro (%)
Gambar 9
Ukuran kristal masing-masing struktur fasa yang terbentuk terhadap waktu ultrasonikasi dari serbuk Co-Cr d hcp-Co d fcc-Co d bcc-Cr
0.6 0.55 0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0
6
12
18
24
30
36
42
48
54
Waktu ultrasonikasi (jam)
Gambar 10 Persentase tegangan-mikro masing-masing struktur fasa yang terbentuk terhadap waktu ultrasonikasi dari serbuk Co-Cr
Tabel 3 memperlihatkan nilai ukuran kristal terhadap waktu ultrasonikasi pada padatan Co-Cr. Gambar 11 yang menunjukan hubungan antara ukuran kristal padatan Co-Cr terhadap waktu ultrasonikasi, semakin lama waktu ultrasonikasi semakin kecil ukuran kristal yang terbentuk. Gambar 12 merupakan hubungan antara teganan-mikro padatan Co-Cr terhadap waktu ultrasonikasi, semakin lama proses ultrasonikasi semakin besar nilai persentase tegangan-mikro. Sama halnya dengan serbuk Co-Cr, Hal ini disebabkan karena dengan semakin mengecilnya ukuran partikel seiring bertambahnya waktu ultrasonikasi maka tegangan antar partikel menjadi besar. Struktur fasa yang dominan pada sampel padatan Co-Cr merupakan fasa hcp, terlihat dari intensitas difraksi sinar-X yang lebih tinggi dan ukuran kristal hcp yang lebih besar dibanding fcc.
18 Tabel 3
Data ukuran kristal padatan Co-Cr terhadap waktu ultrasonikasi dari kedua struktur fasa
Sampel
No. sampel 1S 4S 5S 6S 1S 4S 5S 6S
Struktur fasa
HCP-Co Padatan FCC-Co
Waktu (jam) 0 12 24 48 0 12 24 48
TeganganMikro (%) 0.307 0.370 0.438 0.428 0.298 0.313 0.355 0.352
Ukuran kristal (nm) 32.907 24.690 22.359 21.211 34.084 29.197 23.611 21.850 L hcp-Co L fcc-Co
Ukuran kristal (nm)
35 30 25 20 0
12
24
36
48
60
Waktu ultrasonikasi (jam)
Gambar 11 Ukuran kristal masing-masing struktur fasa yang terbentuk dari padatan Co-Cr
d hcp-Co d fcc-Co
Tegangan-mikro (%)
0.46 0.43 0.4 0.37 0.34 0.31 0.28 0
12
24 36 48 Waktu ultrasonikasi (jam)
60
Gambar 12 Persentase tegangan-mikro masing-masing struktur fasa yang terbentuk dari padatan Co-Cr
19 Dari data difraksi sinar-X dilakukan pula analisis dengan menggunakan program MAUD (Material Analysis Using Diffraction) untuk mengetahui panjang parameter kisi dari ketiga fasa yang terbentuk. Data bcc-Cr diperoleh dari Crystallography Open Database (COD) dengan nomor kode 9012950 (a=b=0.25054 nm, c=0.40893 nm) untuk hcp-Co, 9012949 (a=b=c=0.35441 nm) untuk fcc-Co, dan 9008531 (a=b=c=0.28839 nm) untuk bcc-Cr. Data-data tersebut digunakan dalam proses fitting dengan program MAUD, program ini berbasis pendekatan metode Rietveld sehingga semua parameter di-refine dengan meminimalkan iterasi pangkat terkecil dari parameter residu. Semakin mendekati 1 maka GOF/kualitas refinement semakin baik atau ideal. Gambar 13 merupakan hasil refinement sampel serbuk setelah dilakukan ultrasonikasi selama 48 jam dengan menggunakan program MAUD, sedangkan Gambar 14 merupkan sampel padatan. Data kualitas refinement dari variasi waktu ultrasonikasi diperlihatkan pada Tabel 4. Nilai GOF yang diperoleh memiliki angka yang cukup besar, hal ini disebabkan karena background pada data difraksi yang besar, sehingga program mendapatkan data galat pada saat dilakukan refinement. Tabel 4
Data kualitas refinement pola difraksi Co-Cr terhadap waktu ultrasonikasi
Sampel
No. sampel
Waktu (jam)
GOF*
1 0 1.573 2 3 1.631 3 6 1.846 Serbuk 4 12 1.425 5 24 1.777 6 48 1.577 1s 0 1.852 4s 12 1.918 Padatan 5s 24 1.896 6s 48 1.764 *GOF (Goodness of Fit): kualitas refinement program MAUD (Material Analysis Using Diffraction)
Gambar 13 Rietveld refinement dalam program MAUD dari pola difraksi XRD serbuk Co-Cr pada waktu ultrasonikasi 48 jam.
20
Gambar 14 Rietveld refinement dalam program MAUD dari pola difraksi XRD bulk Co-Cr waktu ultrasonikasi 48 jam.
Tabel 5 Sampel
Nilai parameter kisi referensi dan hasil refinement pada sampel 1 dan 6 Struktur fasa
COD
Sampel 1
Sampel 6
No. ID
a (nm)
c (nm)
a (nm)
c (nm)
a (nm)
c (nm)
HCP-Co FCC-Co BCC-Cr
9012950 9012949 9008531
0.25054 0.35441 0.28839
0.40893
0.25070 0.35418 0.28823
0.40725
0.25074 0.35411 0.28827
0.40699
Serbuk
Padatan
HCP-Co FCC-Co
9012950 9012949
0.25054 0.35441
0.40893
0.25130 0.35227
0.40657
0.25230 0.35232
0.41223
Hasil refinement program MAUD didapatkan data parameter kisi terhadap variasi waktu ultrasonikasi dari ketiga fasa yang terbentuk. Parameter kisi seiring bertambahnya waktu ultrasonik tidak mengalami perubahan yang berarti. Gambar 15 dan 16 memperlihatkan kestabilan parameter kisi terhadap variasi waktu ultrasonikasi pada sampel serbuk dan padatan. Nilai parameter kisi serbuk Co-Cr sebelum dilakukan ultrasonikasi (sampel 1) untuk hcp-Co yaitu a=b=0.25070 nm dan c=0.40725 nm, untuk fcc-Co a=b=c=0.35418 nm, dan untuk bcc-Cr a=b=c=0.28823 nm. Setelah serbuk Co-Cr diultrasonikasi selama 48 jam (sampel 6) nilai parameter kisi untuk hcp-Co yaitu a=b=0.25074 nm dan c=0.40699 nm, fcc-Co a=b=c=0.35411 nm, dan bcc-Cr a=b=c=0.28827 nm. Sedangkan nilai parameter kisi untuk padatan Co-Cr dari sampel sebelum dilakukan ultrasonikasi (sampel 1S) untuk hcp-Co yaitu a=b=0.25130 nm dan c=0.40657 nm, dan untuk fcc-Co a=b=c=0.35227 nm. Parameter kisi padatan Co-Cr setelah serbuk diultrasonikasi selama 48 jam (sampel 6S) untuk hcp-Co memiliki nilai yaitu a=b=0.25230 nm dan c=0.41223 nm, dan fcc-Co a=b=c=0.35232 nm. Data tersebut menunjukan bahwa perlakuan ultrasonik dan sintering tidak mempengaruhi nilai parameter kisi. Data tersebut terangkum pada Tabel 5.
Panjang parameter kisi (nm)
21
0.43
y = 1E-05x + 0.406
0.38
a fcc-Co a hcp-Co b hcp-Co a bcc-Cr
y = 3E-07x + 0.354
0.33 y = 6E-06x + 0.288 0.28
y = 9E-06x + 0.250
0.23 0
6
12
18
24
30
36
42
48
54
Waktu ultrasonikasi (jam)
Gambar 15 Perubahan parameter kisi terhadap waktu ultrasonikasi dari serbuk Co-Cr a hcp-Co Panjang Parameter kisi (nm)
c hcp-Co 0.43
y = 0.000x + 0.405
0.38
y = 5E-06x + 0.352
a fcc-Co
0.33 0.28
y = 3E-05x + 0.250
0.23 0
12
24
36
48
60
Waktu ultrasonikasi (jam)
Gambar 16 Perubahan parameter kisi terhadap waktu ultrasonikasi dari padatan Co-Cr
Sampel yang telah di-sinter (padatan), dilakukan uji kekerasan. Nilai kekerasan semakin meningkat seiring bertambahnya waktu ultrasonikasi yaitu dari 96.068+3.199 HVN menjadi 129.686+18.370 HVN setelah dilakukan ultrasonikasi selama 24 jam. Namun pada sampel 4S nilai kekerasannya menurun yaitu 110.049+0.596HVN. pada sampel 4S disetiap titik didapatkan nilai kekerasan yang tidak jauh berbeda satu sama lain, hal tersebut menunjukan bahwa sampel 4S lebih homogen. Nilai kekerasanya menurun, diduga karena antar partikel mulai berpadu sehingga partikelnya membesar ketika di-sinter.
22 Tabel 6 Sampel
1S
4S
5S
6S
Nilai kekerasan padatan Co-Cr terhadap waktu ultrasonikasi Lokasi d1 (µm) 1 1.76 2 1.77 3 1.80 4 1.73 5 1.73 Rata-rata 1 1.65 2 1.57 3 1.64 4 1.62 5 1.66 Rata-rata 1 1.67 2 1.60 3 1.40 4 1.45 5 1.49 Rata-rata 1 1.65 2 1.64 3 1.64 4 1.64 5 1.64 Rata-rata
d2 (µm) 1.76 1.77 1.80 1.73 1.73 1.65 1.57 1.64 1.62 1.66 1.67 1.6 1.4 1.45 1.49 1.65 1.64 1.64 1.64 1.64
HVN 95.785 94.706 91.575 99.136 99.136 96.068 108.982 120.372 110.315 113.056 107.673 112.080 106.387 115.900 151.380 141.120 133.644 129.686 108.982 110.315 110.315 110.315 110.315 110.049
HVN + σ
96.068 + 3.199
112.080 + 5.046
129.686 + 18.370
110.049 + 0.596
Padatan Co-Cr setelah diuji kekerasan dilakukan pula uji optik untuk mengetahui struktur mikro pada sampel. Gambar 17 memperlihatkan mikrostruktur padatan Co-Cr dengan perbesaran 10x. Daerah yang gelap merupakan pori-pori material, hal tersebut menunjukan bahwa masih terdapat ruang kosong antar partikel. Pori pada sampel 1S lebih besar dibandingkan pori pada sampel 4S, yatu sampel yang telah diultrasonikasi selama 12 jam. Pori pada sampel 5S lebih kecil dari sampel 4S namun lebih banyak. Sampel yang memiliki pori terbanyak adalah sampel 6S. Hal tersebut yang menyebabkan nilai kekerasan pada sampel 6S lebih kecil dari sampel 2S dan 4S. Meskipun demikian, sampel 6S lebih homogen dibandingkan sampel 5S karena disetiap tempat pada sampel 6S memiliki nilai kekerasan yang relatif sama.
23
Gambar 17 Struktur mikro padatan Co-Cr sebelum dietsa
Gambar 18 Morfologi padatan Co-Cr setelah dietsa
24 Karakterisasi dengan SEM-EDS dilakukan pula terhadap padatan Co-Cr. Gambar 17 merupakan morfologi padatan Co-Cr yang telah dietsa dengan perbesaran 1000x. Tampak batas-batas butir yang muncul dari hasil etsa terhadap sampel, batas-batas butir tersebut menunjukan bentuk partikel dari paduan. Dari keempat sampel diperoleh pola batas butir Co-Cr yang sama. Pola tersebut serupa dengan referensi yang ditunjukan pada Gambar 2. Bagian hitam dari sampel merupakan pori. Berdasarkan hasil analisis EDS terhadap sampel 1S, komposisi yang terkandung pada pori yaitu 19,36 % Cr dan 63,74% Co. Adapun sisanya yaitu 16,90% C, karbon diperoleh kemungkinan dari kotoran atau senyawa yang terkandung pada cairan etsa. Keterangan tersebut terdapat pada Gambar 19. Gambar 20 merupakan hasil SEM-EDS terhadap sampel 4S. Hasil analisis SEMEDS menunjukan bahwa pada matriks mencakup unsur Co dan Cr dengan komposisi 20,73% Cr dan 79,27% Co. Demikian pula pada sampel 5S yang ditunjukan pada Gambar 21 diperoleh komposisi Co dan Cr pada matriks yaitu 20,58% Cr dan 79,42% Co. Hal ini menunjukan bahwa setelah proses sintering diperoleh komposisi Co-Cr yang diharapkan yaitu sekitar 20% Cr dan 80% Co.
Gambar 19 Analisis SEM-EDS pada sampel 1S setelah dietsa
25
Gambar 20 Analisis SEM-EDS pada sampel 4S setelah dietsa
26
Gambar 21 Analisis SEM-EDS pada sampel 6S setelah dietsa
27
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Studi pembentukan paduan Co-Cr telah dilakukan dengan metode ultrasonik. Seiring dengan bertambahnya waktu ultrasonikasi partikel Co dan Cr mengecil dari 20-60 µm menjadi 8 µm. Campuran partikel Co-Cr sebelum dilakukan ultrasonikasi memiliki fase heksagonal dan kubik. Seiring bertambahnya waktu ultrasonikasi, terdapat puncak bcc-Cr yang hilang dan intensitas hcp-Co lebih tinggi dibanding intensitas fcc-Co, menunjukan bahwa fasa fcc mulai bertransformasi menjadi fase hcp setelah dilakukan ultrasonikasi selama 48 jam. Hasil dari perlakuan ultrasonik setelah 24 jam diperoleh komposisi 24,45% Cr dan 71.65% Co. Setelah dilakukannya proses sintering terhadapserbuk Co-Cr yang telah diultrasonikasi 48 jam, fasa bcc dan fcc hilang. Campuran CoCr dalam bentuk padat hasil ultrasonikasi selama 48 jam memiliki fasa tunggal yaitu hcp. Perlakuan ultrasonik terhadap campuran Co-Cr memberikan efek pengurangan ukuran partikel dan peningkatan nilai tegangan mikro suatu material, nilai ukuran partikel terkecil dan tegangan mikro terbesar yaitu setelah ultrasonikasi 48 jam. Nilai parameter kisi pada serbuk yang telah diultrasonikasi selama 48 jam yaitu untuk hcp-Co yaitu a=b=0.25074 nm dan c=0.40699 nm, fccCo a=b=c=0.35411 nm, dan bcc-Cr a=b=c=0.28827 nm. Sedangkan nilai parameter kisi padatan Co-Cr setelah serbuk diultrasonikasi selama 48 jam untuk hcp-Co memiliki nilai yaitu a=b=0.25230 nm dan c=0.41223 nm, dan fcc-Co a=b=c=0.35232 nm. Sebaran nilai kekerasan padatan Co-Cr setelah serbuk diultrasonikasi selama 48 jam lebih homogen, yaitu 110.049 + 0.596 HVN. Setelah proses sintering pada serbuk Co-Cr yang diultrasonikasi 48 jam diperoleh komposisi pada matrik padatan Co-Cr dengan persentase diharapkan yaitu 20,58% Cr dan 79,42% Co.
Saran Perlu dilakukan pengujian terhadap partikel dari bahan dasar (Co dan Cr) dengan ukuran yang kecil dan berukuran sama serta waktu ultrasonikasi dilakukan lebih lama dan bervariasi untuk mendapatkan paduan dengan komposisi yang diharapkan.
28
DAFTAR PUSTAKA 1. Sukaryo SG, Joko N, Bambang S, Sitompul, Yuswono. 2012. Pembuatan Prototip Prostetik Sendi Lutut. Prosiding InSINas 2012; 2012 Nov 29-30; Tanggerang Selatan, Indonesia. Tanggerang Selatan (ID): Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). hlm 175-178. 2. Wiranata, Hezti. 2012. Sintesis Paduan CoCrMo dengan Variasi Kandungan Nitrogen [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 3. Lee, et al. 2008. Significant Improvement in Mechanical Propertiess of Biomaterial CoCrMo Alloys with Combination of N Addition and CrEnrichment. Jurnal Materials Transactions. 49(2):260-264. 4. Susanto EP, Indriani A, Himawati U, Aminatun. 2013. Sintesis Paduan Kobalt Melalui Teknik Peleburan dan Karakterisasinya sebagai Implan TUlang Prostetis [makalah]. Surabaya (ID): Universitas Airlangga. 5. Sukaryo, GS dan Wisnu AA. 2009. Pembentukan Paduan CoCrMo Berukuran Nano dengan Metode Mechanical Alloying [makalah]. Tanggerang Selatan (ID): PTBIN BATAN. 6. Insani A, Suwarno H, Wahyuadi J, Adi WA, Siradj ES. 2006. Studi Difraksi Sinar-X pada paduan Mg-Co-Ni yang Dibuat dengan Metode Pemaduan Mekanik (Mechanical Alloying). Indonesian Journal of Material Science. Hlm 35-39. 7. Silalahi, et al. 2014. Microalloying of Fe-Cr By Using Ultrasonic Irradiation. International Journal of Technology (2014). 2:169-182. 8. Yang, Yue-shuang et al. 2013. Effect of Ultrasonic Treatment on Microstructures of AZ91 Alloy. Transactions of Nonferrous Metals Society of China. 24(2014): 76-81 9. Cahyanto, Arief. 2009. Biomaterial [makalah]. Pengajuan Asisten Ahli bagi Pengawai Negeri Sipil Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran; 2009 Feb 24. Bandung (ID): Universitas Padjadjaran. 10. Computational Thermodynamics. 2011. Cobalt-Chromium (Co-Cr) Phase Diagram. Calculation of Phase Diagrams using CALPHAD Method [internet]. [diunduh 19 Februari 2015]. Tersedia pada: http//www.calphad.com/ 11. Louidi S, Bentayeb, Sunol JJ, Escoda. 2009. Formation Study of The BallMilled Cr20Co80 Alloy. Journal of Alloys and Compounds. 493(2010):110-115. 12. Sukaryo SG, Andika WP, Irma S, Silmi M. 2010. Sintesis, Analisi Korosi dan Toksisitas pada Material Biokompatibel CoCrMo. Majalah Metalurgi. Pusat Penelitian Metalurgi. Tanggerang Selatan (ID): LIPI. 25(3):163-167. 13. Arcam EMB System. ASTM F75 CoCr Alloy [artikel]. Swedan: Arcam AB. 14. Lindawati. 2012. Sensor Ultrasonik sebagai Pengontrol Jarak Aman pada Kendaraan Roda Empat. Jurnal Teknomatika. 2(2012): 17-21. 15. Parag, et al. 2006. Cavitation: A technology on the horizon. Current Science. 91 (2006): 35-46. 16. Junaidi A, Seprianto D. 2011. Pengaruh Temperatur Sinter Terhadap Kekerasanlektroda Tembaga-5%Karbon yang Dibuat dengan Metode Serbuk Metalurgi. Jurnal Austent. 3(2011): 53-64.
29 Lampiran 1 Diagram alir pelaksanaan penelitian Mulai
Menimbang dengan berat total 3 gram: 80% Co dan 20% Cr
Pembentukan Co-Cr serbuk tanpa ultrasonikasi, secara manual menggunakan mortar (0 jam)
Pembentukan Co-Cr serbuk dengan ultrasonikasi (5 sampel: 3, 6, 12, 24, dan 48 jam)
Campuran serbuk Co-Cr
Karakterisasi XRD dan SEM-EDS Kompaksi (sampel serbuk setelah ultrasonikasi 0, 12, 24, dan 48 jam) Sintering 1300 oC selama 1 jam
Padatan Co-Cr Amplas Karakterisasi XRD
Mounting
Uji Kekerasan
Etsa Karakterisasi SEM-EDS Analisis data hasil
Laporan
Selesai
Uji optik
30 Lampiran 2 Alat dan bahan penelitian
Serbuk Co-Cr
Etanol absolut 98%
Sampel dalam pelarut etanol
Serbuk CoCr setelah dikompaksi
Padatan CoCr
Resin dan cairan pengeras
Timbangan Digital BOSCH SAE 200
Mortar
Ultrasonik SONICS Vibra Cell
XRD PANalytical Empyrean
SEM JEOL JSM-6510LA
Alat kompaksi CARVAR
Furnace Carbolite
Alat amplas Grider Polisher
Hardness Tester
Mikroskop Optik
Program Highscore Plus
Program MAUD
31 Lampiran 3 Hasil analisis EDS setelah ultrasonikasi 24 jam EDS 24 jam poin 001
32 EDS 24 jam poin 002
33 EDS 24 jam poin 003
34 EDS 24 jam spot 001
35 Lampiran 4 Database fasa XRD 1. ICDD HCP-Co Name and formula Reference code: Compound name: PDF index name: Empirical formula: Chemical formula:
Crystallographic parameters 00-001-1278 Cobalt Cobalt Co Co
Status, subfiles and quality Status: Subfiles: Quality:
Marked as deleted by ICDD Inorganic Blank (B)
Crystal system: Space group: Space group number:
Hexagonal P63/mmc 194
a (Å): b (Å): c (Å): Alpha (°): Beta (°): Gamma (°):
2.5140 2.5140 4.1050 90.0000 90.0000 120.0000
Measured density (g/cm^3): Volume of cell (10^6 pm^3): Z: RIR: -
8.90 22.47 2.00
Comments Color: Creation Date: Modification Date: Deleted Or Rejected By:
References Primary reference: Unit cell: Optical data: Peak list No. h k 1 1 0 2 0 0 3 1 0 4 1 0 5 1 1 6 1 0 7 1 1 8 2 0 9 0 0 10 2 0 11 2 1 12 1 1
l 0 2 1 2 0 3 2 1 4 3 1 4
Stick Pattern
Gray with reddish tinge 1/1/1970 1/1/1970 Delete: see Weissmann comments November 1956. Color: Gray with reddish tinge. Melting Point: 1490.
Dow Chemical Co., Midland, MI, USA., Private Communication The Structure of Crystals, 1st Ed. Data on Chem. for Cer. Use, Natl. Res. Council Bull. 107
d [A] 2Theta[deg] I [%] 2.17000 41.584 38.0 2.03000 44.600 63.0 1.92000 47.306 100.0 1.48000 62.728 5.0 1.26000 75.374 31.0 1.15000 84.107 15.0 1.07000 92.094 25.0 1.05000 94.381 8.0 1.02000 98.085 5.0 0.85000 129.980 5.0 0.81000 143.974 8.0 0.79000 154.356 8.0
36 2. ICDD FCC-Co Name and formula Reference code: Compound name: PDF index name: Empirical formula: Chemical formula:
Crystallographic parameters 00-015-0806 Cobalt Cobalt Co Co
Subfiles and quality Subfiles:
Alloy, metal or intermetalic Common Phase Educational pattern Forensic Inorganic NBS pattern Star (S)
Quality:
Crystal system: Space group: Space group number:
Cubic Fm3m 225
a (Å): b (Å): c (Å): Alpha (°): Beta (°): Gamma (°):
3.5447 3.5447 3.5447 90.0000 90.0000 90.0000
Calculated density (g/cm^3): Volume of cell (10^6 pm^3): Z: RIR:
8.79 44.54 4.00 -
Comments Color: Creation Date: Modification Date: Color: Sample Preparation: Analysis:
Dark gray 1/1/1970 1/1/1970 Dark gray Sample prepared by heating cobalt oxalate in H2 for 10 minutes at 300 C Spectroscopic analysis: 0.1 to 1.0% each of Ni and Sb; and 0.01 to 0.1% each of Al and Fe. Temperature of Data Collection: Pattern taken at 25 C.
References Primary reference:
Natl. Bur. Stand. (U.S.) Monogr. 25, 4, 10, (1966)
Peak list No. 1 2 3 4 5
h 1 2 2 3 2
k 1 0 2 1 2
l 1 0 0 1 2
d [A] 2.04670 1.77230 1.25320 1.06880 1.02330
Stick Pattern
2Theta[deg] I [%] 44.217 100.0 51.524 40.0 75.855 25.0 92.227 30.0 97.660 12.0
37 3. ICDD BCC-Cr Name and formula Reference code: Mineral name: Compound name: PDF index name: Empirical formula: Chemical formula:
Crystallographic parameters 00-006-0694 Chromium, syn Chromium Chromium Cr Cr
Subfiles and quality Subfiles:
Alloy, metal or intermetalic Common Phase Educational pattern Forensic Inorganic Mineral NBS pattern Star (S)
Quality:
Crystal system: Space group: Space group number:
Cubic Im3m 229
a (Å): b (Å): c (Å): Alpha (°): Beta (°): Gamma (°):
2.8839 2.8839 2.8839 90.0000 90.0000 90.0000
Calculated density (g/cm^3): Volume of cell (10^6 pm^3): Z: RIR:
7.20 23.99 2.00 4.41
Comments Color: Creation Date: Modification Date: Color: Analysis:
Gray metallic 1/1/1970 1/1/1970 Gray metallic Spectroscopic analysis: <0.1% Si; 0.01% Cu, Mn, Sn; <0.001% Ag, Fe. Temperature of Data Collection: Pattern taken at 25 C. Sample Preparation: Sample was electro-deposited from purified salts, crushed and acid washed for 10 days. Annealed in hydrogen then helium at 1200 C, cooled 100 C per hour to room temperature in helium atmosphere.
References Primary reference:
Swanson et al., Natl. Bur. Stand. (U.S.), Circ. 539, V, 20, (1955)
Peak list No. 1 2 3 4 5 6
h 1 2 2 2 3 2
k 1 0 1 2 1 2
l 0 0 1 0 0 2
d [A] 2.03900 1.44190 1.17740 1.01950 0.91200 0.83250
Stick Pattern
2Theta[deg] I [%] 44.393 100.0 64.583 16.0 81.724 30.0 98.150 18.0 115.264 20.0 135.423 6.0
38
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Subang, 17 Agustus 1993. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Aceng Suganda dan Ibu Alit Sumiyati. Penulis menyelesaikan masa studi di SDN Tunas Harapan, SMPN 1 Sagalaherang tahun 2005-2008, dan SMAN 1 Jalancagak tahun 2008-2011, serta melanjutkan pendidikan sarjana di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011 melalui jalur SNMPTN Undangan. Penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FMIPA IPB sebagai Bendahara Umum tahun kepengurusan 2012-2013 sampai 2013-2014 dan menjadi ketua divisi acara pada Pemilihan Raya FMIPA tahun 2014. Penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitian kemahasiswaan, seminar, dan workshop yang diadakan di kampus IPB. Penulis juga bekerja sebagai asisten praktikum Fisika Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB dari tahun 2013 sampai tahun 2015.