OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK DAERAH MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALISIS KAPASITAS PAJAK (TAXABLE CAPACITY) DAN UPA YA PAJAK (TAX EFFOR1) KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI LAMPUNG PERIODE 1992--2003 OPTIMALIZATION OF REGIONAL TAX REVENUES USING TAXABLE CAPACITY AND TAX EFFORT APPROACH FOR DISTRICTS IN LAMPUNG PROVINCE PERIOD 1992--2003
Oleh: NOFIRDON MUCHT AR L2E04604
TESIS Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Ekonomi pada Program Magister Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan
MAGISTli.:R EKONOMI PEMBANGUNAN DAN PERENCANAAN PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG
2005
OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK DAERAH MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALISIS KAPASITAS PAJAK (TAXABLE CAPACITY) DAN UPAYA PAJAK (TAX EFFOR1) KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI LAMPUNG PERIODE 1992--2003 OPTIMALIZATION OF REGIONAL TAX REVENUES USING TAXABLE CAPACITY AND TAX EFFORT APPROACH FOR DISTRICTS IN LAMPUNG PROVINCE PERIOD 1992--2003
Oleh: NOFIRDON MUCHTAR L2E04604
TESIS diajukan untuk memenubi salab satu syarat guna memperoleb gelar Magister Ekonomi pada Program Magister Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan telab disetujui oleb Tim Pembimbing pada tanggal seperti tertera di bawab ini
Bandung,
Agustus 2005
Ketua Program, Magister Ekonomi ~embangunan dan Perencanaan
Prof. Dr. Hj. Tati Suhartati Joesron, SE.MS NIP. 130 437 052
r. Kodrat Wibowo NIP. 132 149 238
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1.
Karya tulis saya, tesis ini, adalah asli dan belum pemah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor), baik di Universitas Padjadjaran maupun di perguruan tinggi yang lain.
2.
Karya tulis ini adalah mumi gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali araban pembimbing.
3.
Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4.
Pernyataan ini saya buai: dengan sesungguh'lya dan apabila Jikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pemyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah di peroleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Bandung, 08 Agustus 2005 ~~ memlmat pemyataan,
ABSTRAK OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK DAERAH MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALISIS KAPASITAS PAJAK (TAXABLE CAPACITY) DAN UPAYA PAJAK (TAX EFFORn KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI LAMPUNG PERIODE 1992-2003
Penelitian ini menghitung kapasitas pajak, upaya pajak serta pemetaan kabupaten/kota di Propinsi Lampung berdasarkan kapasitas pajak yang dimiliki dan upaya pajak yang telah dilaksanakan. Perhitungan kapasitas pajak menggunakan pendekatan model Lotz-Morrs ( 1970) dengan melihat pengaruh pendapatan perkapita dan kontribusi sektor perdagangan serta variabel kontrol berupa rasio belanja pemerintah terhadap produk domestik regional bruto menggunakan data dari 5 kabupaten/kota periode 1992--2003. Sementara perhitungan indek upaya pajak dilakukan dengan cara membandingkan antara pajak aktual terhadap kapasitas pajak basil estimasi. Sedangkan pemetaan dalam oentuk kuadran berdasarkan kriteria kapasitas pajak dan upaya masing-masing kabupaten!kota menempatkan kabupaten/kota ke dalam empat kuadran .. Hasil estimasi menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas yaitu pendapatan perkapita, kontribusi sektor perdagangan dalam PDRB dan rasio belanja pemerintah terhadap PDRB memberikan pengaruh yang positif dan signifikan meningkatkan kapasitas pajak. Indek upaya pajak menunjukkan kelima kabupaten/kota memiliki upaya pajak yang berbeda-beda dari tahun ke tahun baik sebelum dan setelah otonomi daerah. Sedangkan hasil pemetaan berdasarkan kapasitas pajak dan upaya pajak semakin memperlihatkan kombinasi yang berbeda dari tiap-tiap kabupaten/kota per tahunnya.
Kata Kunci : Model Lotz-Morrs, Kupasitas Pajak, Upaya Pajak
ABSTRACT OPTIMALIZATION OF REGIONAL TAX REVENUE USING TAXABLE CAPACITY AND TAX EFFORT APPROACH FOR DISTRICTS IN LAMPUNG PROVINCE PERIOD 1992--2003 This thesis seeks to calculate tax capacity, tax effort and making a map for combination between tax capacity and tax effort across districts in Lampung Province. Estimating tax capacity utilising model of Lotz-Morrs (1970), seen influence of income percapita anci share of trade sector in GOP and also variable control government expenditure over GOP using a sample of 5 districts for the period 1992--2003. In other sidl.! this thesis also calculate tax effort index measured by the ratio of the actual tax ratio to the predicted ratio. And finally districts in Lampung Province divided into four combination of taxable capacity and tax effort The result of estimation indicate that all independent variables have an effect on positively and signifikan improve tax capacities. The tax effort indices obtained show that generally districts in Lampung Province have different tax effort y~ar by year before and after autonomy. Finally by mapping pursuant to tax capacity and tax effort which progressively show different combination from every district.
Keywords : Lotz-Morrs' model, taxable capacity, tax effort
KATAPENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat dan karunia-Nya maka Tesis dengan judul "OPTIMALISASI PENERIMAAN
PAJAK DAERAH MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANAL/SIS KAPASITAS PAJAK (TAXABLE CAPACITY) DAN UPAYA PAJAK (TAX EFFORT) KABUPATENIKOTA DI PROP/NSf LAMPUNG PER/ODE 1992-2003" ini dapat diselesaikan pada waktunya. Tesis ini merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh rangkaian
pendidikan
Program
Pasca
Sarjana
Magister
Ekonomi
Terapan
Spesialisasi Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan Universitas Padjadjaran Tahun Akademik 2004/2005 yang merupakan kerjasama antara Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) selaku penyandang dana dengan Universitas Padjadjaran sebagai penyelenggara program. Selanjutnya penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: I. Bapak Dr. Kodrat Wibowo sebagai pembimbing yang tiada henti-hentinya memberikan bimbingan serta araban yang tidak kenai Ielah kepada penulis. 2. Ibu Prof. Dr. Armida S. Alisjahbana selaku pembahas yang memberikan araban dan masukan serta menguji penulis. 3. lbu Dr. Rina Indiastuti selaku pembahas yang telah menguji penulis serta memberikan masukan bagi penulis dalam penyusunan tesis ini. 4. Bapak Ir. Bagdja Muljarijadi, SE.MS selaku pembahas dan telah begitu banyak memberikan kritik dan saran dalam penulisan dan penyusunan tesis. 5. Ketua
Jurusan,
Sekretaris
Bidang
Akademik
dan
Sekretaris
Bidang
Kemahasiswaan Program Magister Ekonomi Terapan yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama proses pembelajaran. 6. Bapak dan lbu d0sen yang telah memberi serta membagikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis baik secara formal maupun informal. 7. Bapak Walikota Metro, Bapak Wakil Walikota, Bapak Sekretaris Daerah, Bapak Asisten III, Bapak Kepala Bappeda, Bapak Kepala BKD atas izin belajar dan
bantuan baik moral maupun material yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Pasca Sarjana di Universitas Padjajaran. 8. lstriku : Uthi, dan anak-anakku : Dinda Virsa (ndul) dan Salsabila Fitri (NcaNca); yang begitu banyak memberikan dorongan dan inspirasi serta selalu mengingatkanku agar segera menyelesaikan pendidikan dan tiada henti mendoakan keberhasilanku. 9. Akan Hi. Muchtar NS (Aimarhum) dan lbunda Dhujairiah yang sangat menginginkan anak-anaknya untuk melanjutkan studi ke jenjang yang paling tinggi yang ada di muka bumi ini, selalu memberikan sugesti kepadaku untuk tidak pemah menyerah dan yang pasti selalu mendoakan keberhasilanku tiada henti; Paniakan, Batin Ita, Batin Anal, Khadin, Docik Heri dan Minak beserta seluruh keluarga besar di Lampung yang tidak dapat disebutkan satu per satu; yang selalu mendoakan ke!Jerhasilanku serta turut me'llberikan bantuan baik yang bersifat moral maupun material. 10. Bapak Suharto, lbu Rubini, Ade dan Iyik beserta seluruh keluarga besar yang turut memberikan dukungan dan support selama saya menjalani pendidikan. 11. Rekan-rekan MET Angkatan 2004 yang bersama-sama menjalani suka-duka. 12. Pak Maman, Kang Aris, Lia, Rika dan Deden yang selalu disibukkan oleh urusan kami di kampus. 13. Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Penulis menyada:i bahwa sesungguhnya kesempumaan itu semata-mata hanya milik Allah SWT, oleh karenanya masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun dinantikan demi kesempumaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua, amin.
Bandung, 08 Agustus 2005 Penulis,
NOFIRDON MUCHTAR NIP.460022873
DAFTAR lSI
Halaman Daftar lsi ............................................................................................................ 1 Daftar Tabel ..................................................................................... .................. iii Daftar Gam bar ..................................................................................... ............... v Daftar Singkatan ..................................................................................... ........... vi .1. . Da fta r Lamp1ran ..................................................................................... ........... v 1
BABI
BABII
PENDAHULUAN ........................................................................ I 1.1
Latar Bclakang Penelitian ...................................................... I
1.2
ldentifikasi dan Perumusan Masalah ...................................... 6
1.3
Maksud dan Tu_iuan Penelitian ............................................... 7
1.4
Kegunaan Penelitian .............................................................. 8
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 9 2.1
Kajian Pustaka ....................................................................... 9
2.1.1
Sumber Penerimaan Daerah dan Pengelolaan Anggaran ................................................ 9
BAB III
2.1.2
Pajak Daerah ............................................................. I 0
2.1.3
Pengertian dan Studi Empiris .................................... I2
2.2
Kerangka Pemikiran ............................................................ 20
2.3
Hipotesis .............................................................................. 25
BAHAN DAN METODE PENELITIAN ................................... 27 3.1
Bahan dan Objek Penelitian ................................................. 27
3.2
Metode dan Desain Penelitian .............................................. 28
3.2.1
Pengukuran Kapasitas Pajak ..................................... 30
3.2.2
Pengukuran Usaha Pajak .......................................... 43
BABIV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 46 4.1
4.2
Perkembangan Beberapa Variabel Penelitian ...................... 46 4.1.1
Rasio Pajak .............................................................. 46
4.1.2
Pendapatan Perkapita ............................................... 48
4.1.3
Produk Domestik Regional Bruto ............................. 50
4.1.4
Belanja Pemerintah .................................................. 51
Hasil Penelitian dan Pembahasan ........................................ 53 4.2.1
Kapasitas Pajak ........................................................ 56
4.2.2
Perhitungan Kapasitas Pajak dan Usaha Pajak .......... 71
4.2.3
Pemetaan Kabupaten/Kota Berdasarkan Kapasitas Pajak dan Usaha Pajak .............................................. 81
BABY
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 99 5.1
Kesimpulan ......................................................................... 99
5.2
Saran ................................................................................ 101
DAFTAR PUSTAKA LAMPI RAN
II
DAFTAR T ABEL
Halaman
Tabel 1.1
Rasio Pendapatan Asli Daerah dengan Dana Perimbangan Kabupaten I Kota di Propinsi Lampung Tahun 2003 .............................. 2
1.2
Rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten I Kota di Propinsi Lampung Tahun 2003 .... 3
2.1
Studi Empiris tentang Rasio Pajak ......................................................... 15
2.2
Hasil Regresi Potensi PAD dan Pajak Daerah Dati I (27 Propinsi) Tahun 199011991 .................................................................................. 18
3.1
Kriteria Pengujian Autokorelasi ............................................................ 39
4.1
Rasio Pajak Lima Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung Peri ode 1992--2003 ............................................................................... 4 7
4.2
Pendapatan Perkapita Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung Peri ode 1992--2003 ............................................................................... 49
4.3
Rerata Distribusi Beberapa Lapangan Usaha dalam PDRB Kabupatenl Kota di Propinsi Lampung Periode 1992--2003 ..................................... 51
4.4
Pertumbuhan Rasio Government Expenditure terhadap PDRB Kabupaten!Kota di Propinsi Lampung Periode 1992--2003 ................... 52
4.5
Hasil Estimasi Kapasitas Pajak Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung Periode 1992--2003 ............................................................................... 58
4.6
Estimasi Kapasitac; Pajak Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung Peri ode 1992--2003 ............................................................................... 73
4.7
Pemetaan Kapasitas Pajak Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung Peri ode 1992--2003 ............................................................................... 76
4.8
Usaha Pajak Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung Periode 1992--2003 ............................................................................... 78
4.9
Penggolongan Usaha Pajak Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung Pcriode 1992--2003 ............................................................................... 80 iii
4.10 Pemetaan Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung Berdasarkan Tax Capacity dan Tax Effort Periode 1992--2003 .................................. 82
4.11 Rincian Penerimaan Pajak Daerah Kota Bandar Lampung Periode 2002--2003 ........................................................................................... 89 4.12 PMDN dan PMA di Kabupaten Lampung Selatan sampai dengan Tahun 2003 .......................................................................................... 90 4.13 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Kabupaten Lampung Utara Periode 2000--2002 .............................................................................. 91 4.14 Rincian Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Kabupaten Lampung Utara Tahun 2002 ................................................................. 92 4.15 Potensi Bahan Galian Golongan C Kabupaten Lampung Tengah .......... 94 4.16 Potensi Alam, Bahan Galian dan Bahan Tambang Kabupaten Lampung Barat ..................................................................................... 94 4.17 Rincian Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2001--2003 ................................................................... 95
IV
DAFTAR GAMBAR
Gam bar
Halaman
2.1
Kerangka Alur Berfikir .................................................................... 25
4.1
Pemetaan Kabupaten/Kota Tahun 1992 ............................................ 84
4.2
Pemetaan Kabupaten/Kota Tahun 1993 dan 1994 ............................. 85
4.3
Pemetaan Kabupaten/Kota Tahun 1995 ........................................... 85
4.4
Pemetaan Kabupaten/Kota Tahun 1996 dan 1997 ............................ 86
4.5
Pemetaan Kabupaten/Kota Tahun 1998, 1999 dan 2000 .................. 86
4.6
Pemetaan Kabupaten/Kota Tahun 200 I ........................................... 87
4. 7
Pemetaan Kabupaten/Kota Tahun 2002 ........................................... 87
4.8
Pemetaan Kabupaten!Kota Tahun 2003 ........................................... 88
v
DAFTAR SINGKATAN
I.
PAD
Pendapatan Asli Oaerah
2.
APBO
Anggaran Pendapatan dan Belanja Oaerah
3.
GNP
Gross National Product
4.
GOP
Gross Domestic Product
5.
TN
Rasio Pajak
6.
GNP PC
Gross National Product Percapita
7.
PORB
Produk Oomestik R~gional Bruto
8.
FEM
Fixed Effect Model
9.
LSOV
Least Square Dummy Variable
10.
AOF
Augmented Dickey Fuller
11.
Bi.;UE
Best Linear Unbias Estimator
12.
ow
Durbin Watson
VI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
L-1
Rangkuman Data Utama Penelitian
L-2
Model 5 Kabupaten/Kota
L-3
Pengujian F-Statistik (Wald Test)
L-4
Uji Asumsi Klasik
L-5
Chow Test
L-6
Dummy Variable Approach
L-7
Estimasi Model Fixed Effect setelah Perbaikan Autokorelasi dan Heteroskedastis
L-8
Uji Kecukupan Model Ketiga dan Keempat (dengan Variabel Kontrol)
L-9
Pengujian F-Statistik Model 3 dan 4 (Wald Test)
L-10
Uji Asumsi Klasik
L-11
Estimasi Model Fixed Effect setelah Perbaikan Autokorelasi Dan Heteroskedastis
VII
BABI PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Proses desentralisasi yang telah berjalan sejak tahun
1999 dengan
disahkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah serta Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 yang juga mengalami perubahan menjadi Undang-Undc.ng Nomor 33 Tahun 200& tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah memberikan kesempatan kepada daerah untuk memainkan peran yang lebih besar dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya baik sumber daya manusia, sumber daya alam maupun sumber daya buatan untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Suparmoko (2002) menyatakan bahwa dengan sistem otonomi daerah, pemerintah daerah dapat menyediakan jasa pelayanan yang berbeda-beda dengan tingkatan yang berbeda pula yang sesuai dengan preferensi masyarakat bersangkutan, selain itu penduduk akan bebas berpindah tempat tinggal ke daerah yang sesuai dengan keinginannya.
Melalui otonomi daerah juga akan lebih
banyak eksperimen dan inovasi dalam bidang administrasi dan ekonomi yang dijalankan oleh pemerintah daerah. Salah satu pelimpahan
kewenangan
dari
pemerintah
pusat
kepada
pemerintah daerah adalah desentralisasi di bidang fiskal yang meliputi
2
penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah. Dari sisi penerimaan daerah, terdapat 3 (tiga) sumber penerimaan yang terdiri dari : (1) pendapatan asli daerah (PAD), (2) dana perimbangan, serta (3) lain-lain pendapatan daerah yang sah. Selama ini sebagian besar daerah kabupaten/kota di Indonesia termasuk di Propinsi Lampung lebih mengandalkan kepada sumber penerimaan yang berasal dari dana perimbangan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dan kurang
memberikan
perhatian
pada optimalisasi
potensi
sumber-sumber
penerimaan yang berasal dari pendapatan asli daerah (PAD).
Tabel 1.1 Rasio Pendapatan Asli Daerah dengan Dana Perimbangan Kabupaten I Kota di Propinsi Lampung Tahun 2003 No.
Daerah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 IO
Kota Bandar Lampung Kab. Lampung Selatan Kab. Lampung Tengah Kab. Lampung Utara Kab. Lampung Barat Kab. Tanggamus Kab. Tulang Bawang Kab. Lampung Timur Kota Metro Kab. Way Kanan
Dana Perimbangan (Milyar Rupiah) 285,00 373,56 358,65 263,10 I80, 76 292,45 246,25 318,78 I56,52 I28,53
Pendapatan Asli Daerah (Milyar Rupiah) 35,5I II ,93 8,82 15,3I 5,39 7,27 6,86 6,89 I 0, I 0 0,57
Rasio (%) I2,46 3, I9 2,46 5,82 2,98 2,49 2,79 2,16 6,45 0,44
Sumber: BPS Propinsi Lampung, 2004 Perhatian kepada sumber penerimaan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah (PAD) mempunyai arti penting karena dengan semakin besamya penerimaan daerah dari sumber-sumber tersebut dapat dijadikan ukuran yang menunjukkan kemandirian daerah tersebut untuk membangun wilayahnya atas
3
kekuatan sendiri. Penerimaan daerah tersebut selanjutnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dalam bentuk belanja pemerintah daerah dan berpengaruh secara langsung terhadap sisi pennintaan agregat yang kemudian dapat mendorong peningkatan sisi
penawaran agregat dalam
perekonomian daerah. Tabel1.2 Rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten I Kota di Propinsi Lampung Tahun 2003
APBD (Milyar Rupiah) Kota Bandar Lampung 359,40 1 399,54 Kab. Lampung Selatan 2 412,51 Kab. Lampung Tengah 3 296,65 Kab. Lampung Utara 4 Kab. Lampung Barat 206,08 5 Kab. Tanggamus 308,10 6 Kab. Tulang Bawang 266,33 7 Kab. Lampung Timur 341,13 8 Kota Metro 182,43 9 102,09 Kab. Way Kanan 10 Sumber: BPS Propinsi Lampung, 2004 No.
Daerah
PAD (Milyar Rupiah) 35,51 11,93 8,82 15,31 5,39 7,27 6,86 6,89 10,10 0,57
Rasio (%) 9,88 2,99 2,14 5,16 2,62 2,36 2,58 2,02 5,54 0,56
Mann (200 1) menyatakan dengan desentralisasi maka tanggung jawab pemerintah kabupatenlkota semakin jelas dan diperluas berupa pemberian kesempatan yang besar kepada daerah untuk menjalankan fungsi-fungsi yang sebelumnya dilakukan oleh pemerintah pusat dan departemen-departemen yang didekonsentrasikan. Meskipun terdapat mekanisme sistem pembagian pendapatan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah namun tetap saja muncul tekanan
4
kepada pemerintah daerah untuk menghasilkan pendapatan asli daerah sendiri dari berbagai sumber pajak maupun bukan pajak. Sejalan dengan hal tersebut dalam pasal 157 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah disebutkan bahwa pendapatan asli daerah (PAD) bersumberkan dar: : (1) hasil pajak daerah, (2) hasil retribusi daerah, (3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta (4) lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Dari keempat komponen tersebut, penerimaan dari pajak daerah memberikan kontribusi yang paling besar diikuti dengan retribusi daerah terhadap pembentukan PAD kabupatenlkota di Propinsi Lampung. Menurut Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah disebutkan bahwa pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Sedangkan retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Sebagai salah satu sumber penerimaan untuk membiayai penyelenggaraan belanja pemerintahan dan pcmbangunan di daerah terlebih lagi dalam era otonomi
5 daerah maka pajak daerah dan retribusi daerah menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan pelaksanaan desentralisasi di Indonesia. Beberapa parameter yang sering digunakan untuk mengukur kinerja pemerintah pada umumnya dan ;Jemerintah daerah pada khususnya c;atam hal mengoptimalkan penerimaan daerah yang berasal dari pajak melalui pendekatan kapasitas pajak (taxable capacity), rasio pajak (tax ratio) dan upaya pajak (tax effort). Ketiga parameter terse but dapat diperluas dan dipergunakan untuk melihat perbandingan kemampuan pajak antar daerah, kondisi berbagai jenis pungutan pajak maupun kondisi daerah berdasarkan kemampuan dalam menghimpun dana pembangunan.
Selain itu
dapat digunakan bag: pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan yang mengarah kepada peningkatan kegiatan ekonomi di daerah yang pada akhimya akan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam membayar pajak. Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa dalam era desentralisasi potensi dana pembangunan yang paling besar dan berkelanjutan bersumber dari masyarakat sendiri yang dapat dihimpun terutama dari pajak daerah. Peningkatan sumber penerimaan daerah ini secara langsung dipengaruhi oleh kemampuan aparatur pemerintah untuk meningkatkan perekonomian masyarakat serta kegiatan pemungutan pajak itu sendiri. Disatu sisi peningkatan perekonomian masyarakat berkaitan dengan kemampuan masyarakat untuk membayar pajak sedangkan pada sisi yang lain pelaksanaan pemuP.gutan pajak berhubungan dengan kemampuan aparatur pemerintah daerah meningkatkan upaya pajak (tax effort) dan menentukan kapasitas pajak (taxable capacity) di daerahnya.
6 Oleh karenanya dalam penelitian ini akan dilihat lebih jauh kemampuan pemerintah daerah kabupatenlkota di Propinsi Lampung dalam menghimpun penerimaan pajak melalui peningkatan kapasitas pajak (taxable capacity) serta upaya pajak (tax effort) serta memetakan kabupaten I kota berdasarkan kapasitas pajak dan upaya pajaknya.
1.2
Identifikasi dan Perumusan Masalah Peningkatan kemampuan aparatur pemerintah di daerah untuk meningkatkan
penerimaan pajak menjadi salah satu titik sentral dalam pelaksanaan otonomi daerah dikaitkan dengan kemampuan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Namun demikian dalam prakteknya selama ini, pemerintah daerah di Indonesia pada umumnya masih mengandalkan dana perimbangan sebagai sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dibandingkan dengan sumber pembiayaan yang berasal dari pendaparan asli daerah. Dalam upaya meningkatkan peran pendapatan asli daerah terutama pajak terlebih dahulu perlu diidentifikasi kapasitas pajak yang dimiliki satu daerah serta upaya pajak yang telah dilakukan. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dilihat dan dikaji hal-hal sebagai berikut : I. Bagaimana
kapasitas
pajak
(taxable
capacity)
yang
dimiliki
oleh
kabupatenlkota di Propinsi Lampung khususnya kontribusi beberapa sektor utama dalam pendapatan domestik regional bruto terhadap pajak ? 2. Bagaimana upaya pajak (tax effort) yang dilakukan oleh kabupaten/kota di Propinsi Lampung sebelum dan setelah implementasi Otonomi Daerah ?
7 3. Bagaimana pemetaan kabupaten/kota di Propinsi Lampung berdasarkan
(taxable capacity) yang dimiliki dan upaya pajak (tax effort)
yang telah
dilakukan?
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1
Maksud Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan maksud untuk memperoleh gambaran
secara jelas tentang kapasitas pajak (taxable capacity), upaya pajak (tax effort) serta penggolongan kabupatenlkota di Propinsi berdasarkan kapasitas pajak
(taxable capacity) dan upaya pajak (tax effort). 1.3.2
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui
kapasitas
pajak
(taxable
capacity)
yang
dimiliki
oleh
kabupatenlkota di Propinsi Lampung khususnya kontribusi beberapa sektor utama dalam produk domestik regional bruto terhadap pajak. 2. Mengetahui upaya pajak (tax effort) yang telah dilakukan oleh kabupaten/kota di Propinsi Lampung sebelum dan setelah implementasi Otonomi Daerah. 3. Mengetahui pemetaan kabupatenlkota di Propinsi Lampung berdasarkan kapasitas pajak (taxable capacity) yang dimiliki serta upaya pajak (tax effort) yang telah dilakukan.
8
1.4
Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini dapat dilihat dari dua aspek yaitu aspek teoritis
dan aspek praktis.
Dari aspek teoritis penelitian ini diharapkan mampu
menambah wawasan serta memberikan sumbangan bagi pengembangan teori ekonomi terapan khususnya dalam kajian fiskal daerah. Sedangkan dari aspek praktis berguna untuk memberikan gambaran yang lebih jelas kepada masingmasing pemerintah kabupatenlkota di Propinsi Lampung tentang kapasitas pajak yang dimiliki, upaya pajak yang telah dilakukan sebelum dan setelah pelaksanaan otonomi daerah serta pemetaan kabupatenlkota di Propinsi Lampung sehingga akan tergambar secara lebih jelas kabupatenlkota mana yang tdah dan belum mengoptimalkan penerimaan pajaknya dengan menggunakan pendekatan berupa parameter kapasitas pajak (tax capacity) dan upaya pajak (tax effort) masingmasing daerah.
BABII TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1
Somber Penerimaan Daerah dan Pengelolaan Anggaran Pendapatan asli daerah merupakan salah satu sumber penerimaan daerah
yang bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi (Mardiasmo, 2003).
Lebih lanjut dalam Undang-
Undang Nomor 25 tahun 1999 yarg diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dinyatakan bahwa sumber PAD terdiri dari : (1) pajak daerah, (2) retribusi daerah, (3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta (4) lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 1 disebutkan yang dimaksud dengan pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih daerah yang selanjutnya dikelola oleh pemerintah daerah dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan memiliki fungsi sebagai berikut : 1. Fungsi alokasi yang mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
10
2. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan; serta 3. Fungsi stabilisasi yang mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dau mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
2.1.2
Pajak Daerah Mardiasmo (2003) menyatakan bahwa pajak daerah merupakan iuran
wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, perundang-undangan
yang
yang dapat dipaksakan berlaku
yang
berdasarkan
digunakan
untuk
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
peraturan membiayai
Lebih lanjut
dinyatakan bahwa secara umum pajak mempunyai dua fungsi yaitu : 1. Fungsi budgetair, pajak. sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, dan 2. Fungsi mengatur (regulerend), pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijahanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Jhingan
(2003)
menyatakan
bahwa
dalam
rangka
meningkatkan
pembangunan ekonomi suatu negara, pajak dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan-tujuan berikut: (1) membatasi konsumsi dan dengan demikian mentransfer sumber dari konsumsi ke investasi, (2) meningkatkan dorongan menabung, (3) mentransfer sumber dari tangan masyarakat ke tangan pemerintah sehingga
II
memungkinkan adanya investasi pemerintah, (4) memodifikasi pola investasi, (5) mengurangi ketimpangan ekonomi serta (6) memobilisasi surplus ekonomi. Dalam Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah pasal (2) ayat (2) disebutkan bahwa jenis pajak kabupatenlkota terdiri dari : I. Pajak hotel
2. Pajak restoran
3. Pajak hiburan 4. Pajak reklame 5. Pajak penerangan jalan 6. Pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan 7. Pajak Parkir Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 65 tahun 2001 tentang pajak daerah disebutkan bahwa pajak daerah mencakup : 1. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air 2. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air 3. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan 4. Pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame 5. Pajak peneranganjalan 6. Pajak pengambil<.n bahan galian golongan C 7. Pajak parkir, dan 8. Pajak lain-lain.
12
Alfirman (2003) menyatakan bahwa untuk menghindari terjadinya pajak ganda maka hanya barang dan jasa tertentu saja yang dapat dikenakan pajak oleh pemerintah daerah serta untuk mencegah pajak yang berlebihan maka tingkat pajak tetap ditentukan oleh pemerintah pusat.
2.1.3
Pengertian dan Studi Empiris Kapasitas pajak (taxable capacity) adalah sumber potensial penerimaan
pajak yang dapat ditarik oleh pemerintah yang berhubungan dengan kemampuan populasi
untuk
m.embayar
mengumpulkannya (Weiss,
pajak 1995).
serta
kemampuan
pemerintah
untuk
Sedangkan upaya pajak (tax effort)
menggambarkan perhatian pemerintah pada kebijakan perpajakan yang diukur dengan menghitung perbandingan antara pajak aktua1 yang dapat dipungut dengan kapasitas pajak sebagai hasil estimasi (Prest, 1978). Penelitian tentang upaya pajak (tax effort) dan kapasitas pajak (taxable capacity) telah banyak dilakukan haik studi yang dilakukan antar negara maupun antar daerah.
Piancastelli (200 I) melakukan penelitian yang mengukur upaya
pajak (tax effort) dan membandingkan apakah variabel dalam penelitian terdahulu tetap konsisten sebagai variabel penjelas bagi perhitungan rasio pajak. Beberapa varibel independen yang digunakan dalam penelitiannya adalah GNP per kapita yang diharapkan berhubungan secara positif terhadap TIY, share perdagangan terhadap GOP yang juga diasu:nsikan
posi~if
berhubungan terhadap TIY
dikarenakan perdagangan intemasional tetap menjadi sumber penerimaan pajak yang penting pada negara-negara berkembang, pendapatan domestik perkapita
13
yang diharapkan berpengaruh secara positif, share sektor pertanian yang diharapkan berkorelasi secara negatif terhadap TIY di negara berkembang dan merefleksikan kemungkinan tingkat penolakan pajak di sektor ini.
Selain itu
tingginya tingkat melek huruf (literacy rate) merupakan varia bel yang diharapkan akan menunjukkan hubungan positifterhadap rasio pajak. Data yang digunakan berasal dari 75 negara, periode 1985/1995 (panel dan cross-section data) dan menyimpulkan bahwa pendapatan perkapita, rasio perdagangan terhadap GOP, share sektor pertanian dalam GOP merupakan variabel-variabel yang tetap konsisten sebagai variabel penjelas sementara beberapa variabel lainnya seperti rasio output pertambangan terhadap GOP, rasio uang kuasi terhadap GDP merupakan variabel yang tidak signifikan. Model dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Ti/Yi = J(GNPPC1, TRADE/GNP!)
(2.1)
dimana: TiNi
Rasio pajak
GNPPC =
Proksi pendapatan perkapita
TRADE
Total ekspor dan impor
Ui
=
Error term
Beberapa model dasar yang telah digunakan oleh beberapa peneliti sebelumnya diantaranya : I. Model A z.
Model B
3. Model C
T/Y=a+b,Yp+bzFN
(2.4)
T /Y =a+ b 1(Yp-Xp) + bzNy + b3X'y
(2.5)
T /Y =a+ b 1(Yp-Xp) + bzXy
(2.6)
14 4. Model D
T/Y =a+ b1Ny + b2Ay + b3Xy
(2.7)
5. ModelE
T/Y =a+ h 1Ny + b2Ay
(2.8)
dimana: Yp
pendapatan perkapita
t-lY
share perdagangan dalam GOP (F=X+M)
Yp-Xp=
pendapatan domestik perkapita
Ny
share sektor pertambangan dalam GOP
X'y
total ekspor dikurangi ekspor pertambangan
Xy
share total ekspor dalam GOP
Ay
share sektor pertanian dalam GOP
Seperti yang ditunjukkan tabel 2.1, terdapat 5 (lima) tipe persamaan yang digunakan oleh peneliti.
Oalam persamaan tersebut, peneliti menggunakan 2
(dua) proksi pendapatan yaitu pendapatan perkapita serta
pendapatan
(Lotz dan Morss, 1971)
domestik perkapita (Chelliah, 1971 dan Tait, 1979) yang
menunjukkan hubungan yang lemah terhadap rasio pajak. Nilai koefisien yang positif dan signifikan ditunjukkan oleh share sektor pertambangan dalam GOP yang digunakan baik secara sendiri maupun bersamasama dengan sektor pertanian seperti yang terlihat dalam persamaan B, 0 dan E (Chelliah, 1971; Tait, 1979 serta Bahl, 1971) sedangkan peranan sektor pertanian menunjukkan hasil yang tidak konsisten seperti yang terlihat dalam persamaan 0 dan E. Variabel perdagangan menunjukkan hasil yang lebih konsisten daripada variabel pendapatan yang menggunakan dua proksi berbeda yaitu FlY (ekspor dan
15
impor) sebagai share dari GDP (digunakan oleh Lotz dan Morss, 1970) serta ekspor sebagai share dari GDP (digunakan oleh Chelliah, 1971 dan Tait, 1979).
Tabel 2.1 Studi Empiris tentang Rasio Pajak Studi
FlY
MODEL A Lotz-Morss•
Konstanta 11.65 (7.77)
Yp 0.002 (0.50)
MODELB Chelliah ( 1)b
Konstanta 1 1.47 (7.84) 9.994 (6. 15) 7.113 (4.820)
Yp-Xp 0.001 (0.38) -0.0008 (-0.34) -0.002 (-0.94)
Konstanta 10.36 (6.3 1) 8.402 (5.54) 7.366 (4.41)
Yp-Xp 0.005 (1.32) 0.0005 (0.22) 0.03 (0.94)
Konstanta 14.46 (8.12) 8.084 (4.08) 9.185 (4.88)
Ny 0.32 (3.85) 0.211 (2.82) 0.355 (5.5 1)
Ay 0.07 (2.04) 0.015 (0.36) -0.024 (-0.6 1)
Komtanta 14.95 (9.682) 15.66 (4.08) 14.357 (7.67) 14.242 (8.45)
Ny -0.074 (2.074) 0.355 (2.82) 0.355 (4.15) 0.451 (-6.59)
Ay 0.295 (3.678) 0.08 (2.44) -0.03 (( -0.57) -0.0517 (-1.30)
Chelliah (2t Taitd
MODELC Chelliah (t) Chelliah (2) Tait
MODELD Chelliah (1) Chelliah (2) Tait
MODELE Baht• Chelliah (I) Chelliah (2) Tait
R2
Variabel Independent 0.06 (2.36) Ny 0.44 (5.45) 0.4068 (5.4 tO) 0.57 (0.93 1)
x:v
0.05 ( 1.17) 0.193 (3. 120) 0.221 (4. 17) Xy 0.15 (3.35) 0.303 (6.49) 0.302 (6. 19) Xy 0.04
0.11
0.376 0.413 0.581
0.178 0.47 0.375
0.445
(t.tO)
0.245 (4.92) 0.024 (4.390)
0.542 0.593
0.411 0.302 0.302 0.475
16 Keterangan : a. Penelitian Lotz dan Morss dengan data dari 47 negara: periode 196911971 b. Penelitian Chelliah ( 1) dengan data dari 4 7 negara : periode 1969/1971 c. Penelitian Chelliah (2) dengan data dari 4 7 negara : peri ode 197211976 d. Penelitian Tait dengan data dari 63 negara : periode 1972/1976 e. Penelitian Baht dengan data dari 49 negara: periode 1966/1968 Ni1ai koefisien yang positif dan signifikan ditunjukkan oleh share sektor pertambangan dalam GDP yang digunakan baik secara sendiri maupun bersamasama dengan sektor pertanian seperti yang terlihat dalam persamaan B, 0 dan E (Chelliah, 1971; Tait, 1979 serta Bah1, 1971) sedangkan peranan sektor pertanian menunjukkan hasil yang tidak konsisten seperti yang terlihat dalam persamaan 0 dan E. Variabe1 perdagangan menunjukkan hasil yang 1ebih konsisten daripada varia bel pendapatan yang menggunakan dua proksi berbeda yaitu FlY (ekspor dan impor) sebagai share dari GOP (digunakan oleh Lotz dan Morss, 1970) serta ekspor sebagai share dari GOP (digunakan oleh Chelliah, 1971 dan Tait, 1979). Oalam kaitan dengan pengaruh tingkat melek huruf (literacy rate) terhadap rasio pajak, Alfirman (2003) melakukan penelitian tentang tax potential Propinsi se-Indonesia. Oalam penelitian in: faktor pendidikan dijadikan sebagai salah satu variabel independen menggunakan proksi jumlah lulusan Sekolah Menengah Atas perkapita dari tiap propinsi.
Variabel ini digunakan untuk melihat perbedaan
antara yang mempunyai basis pendidikan dengan yang tidak. Selain itu tingkat pendidikan dapat dijadikan ukuran dari kepedulian masyarakat untuk membayar pajak dimana orang yang berpendidikan diharapkan memiliki kepatuhan yang
17
lebib tinggi dalam membayar pajak dan pada akhimya akan meningkatkan penerimaan pajak.
Hasil estimasi pada penelitian ini menunjukkan babwa
pendidikan memberikan basil positif dan signifikan terbadap rasio pajak sedangkan terbadap pajak properti menunjukkan basil yang sebaliknya. Teera (2002) melakukan analisa tax performance antar negara dengan mengacu kepada pendekatan stokastik Musgrave (1969) dimana tax performance dianalisa dengan membandingkan rata-rata performan antar negara. Pendekatan regresi digunakan untuk menilai tax performance dan indeks tax effort.
Dari
beberapa variabel yang diidentifikasikan sebagai faktor penentu utama terbadap
share pajak adalab pengelakan pajak (tax evasion) terutama pada negara-negara dengan pendapatan yang tinggi (negara OECD).
Indek usaba pajak yang
diperoleb menunjukkan babwa secara umum kelompok negara-negara dengan pendapatan menengab ke atas dan pendapatan tinggi menggunakan basis pajaknya untuk meningkatkan penerimaan. Sedangkan model yang digunakan adalah :
T= f(Y,XM~,P~g,Mf,E,D,(J,1) dimana: T
Rasio pajak terhadap GOP
y
GOP perkapita dalam Dollar
XM =
Rasio ekspor + impor terhadap GOP
A
Rasio bantuan terhadap GOP
p
=
Kepadatan populasi (orang/km 2)
Ag
=
Rasio sektor pertanian terhadap GOP
Mf --
Rasio sektor manufaktur terhadap GOP
(2.2)
18
E
=
Rasio total belanja pemerintah terhadap GDP
D
=
Rasio total hutang terhadap GDP
@
=
Variabel "shadow" yang menunjukkan pengelakan pajak
T
=
Trend waktu
Penelitian Alisjahbana (1996) menyajikan dua basil estimasi regres1 menggunakan sampel 27 (dua puluh tujuh) propinsi di Indonesia periode
1990/1991, yaitu (1) antara PAD sebagai variabel dependen dengan variabelvariabel independen : produk domestik regional bruto (PDRB) perkapita dan tingkat urbanisasi, dan (2) antara pendapatan daerah yang berasal dari pajak sebagai variabel dependen dengan variabel-variabel independen yang sama seperti pada (1) dengan basil sebagai berikut :
Tabel 2.2 Hasil Regresi Potensi PAD dan Pajak Daerah Daerah Tingkat I (27 Propinsi) Tahun 1990/1991 Variabel Depe11den :
PAD
V ariabel Dependen : Pajak Daerah
PDRB perkapita (tanpa minyak burni)
0.72 (2.55)
0.53 ( 1.83)
Tingkat Urbanisasi
0.67 (2.55)
1.07 (3.97)
R2
0.71
0.77
Variabellndependen
Hasil Tabel 2. 2 menunjukkan bahwa pada tingkat propinsi, pendapatan perkapita (PDRB perkapita diluar minyak) dan tingkat urbanisasi merupakan faktor yang sangat menentukan tingkat PAD dan pendapatan daerah yang berasal
19 dari pajak daerah sedangkan pendapatan daerah yang berasal dari pajak lebih dipengaruhi oleh tingkat urbanisasi daripada tingkat pendapatan perkapita. Deviasi yang positif antara potensi pajak yang diprediksikan oleh tingkat pendapatan dan urbanisasi dari persamaan regresi di atas dengan nilai pajak daerah yang benar-benar terealisasi merupakan indikator dari adanya kesenjangan pajak atau tax gap sehingga realisasi pajak yang lebih tinggi masih mungkin dicapai dengan basis atas instrumen pajak yang lebih luas. Dalam disertasinya ya:1g meneliti dan menganalisis tentang perpajakan dan pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia, Wibowo (2003) diantaranya menyimpulkan bahwa faktor demografi, ekonomi dan struktur politik menjadi penentu bagi perubahan tingkat pajak. Selain itu negara-negara dimana struktur perekonomiannya terkonsentrasi pada sektor pertanian atau manufaktur, negaranegara yang telah lama berdiri, dan negara dimana populasinya lebih berpendidikan maka hanya terjadi sedikit peningkatan pajak dibandingkan dengan negara lainnya. Sementara negara··negara dengan kepadatan populasi yang tinggi lebih memungkinkan ditingkatkan pajaknya dibandingkan negara yang memiliki kepadatan populasi yang lebih rendah. Penelitian lain yang dilakukan oleh A pip Supriadi (200 I) tentang pajak daerah, elastisitas penerimaan daerah serta kemampuan pemerintah daerah dalam penerimaan pajak daerah dengan menggunakan data time-series Kabupaten Tasikmalaya peri ode 1984/1985-1997/1998 menunjukkan respon penerimaan pajak daerah terhadap pendapatan perkapita adalah elastis sedangkan kondisi kemampuan pemerintah daerah dalam penerimaan pajak daerah terbagi kedalam 4
20 (empat) kategori yang disesuaikan dengan taxable capacity dan tax effort. Penelitian lain yang dilakukan oleh Agus Sunaryo dkk (2000) mengenai analisis keuangan di Propinsi Jawa Barat memperoleh gambaran bahwa kabupaten dan kota di Propinsi Jawa B(l.rat secara umum telah memiliki kapasitas pajak dan upaya pajak yang tinggi (high capacity dan high effort) dimana dari 28 kabupaten/kota sepuluh kabupaten dan lima kota (53,57%) telah memiliki kapasitas pajak yang tinggi sedangkan seluruh kabupaten dan kota telah memiliki upaya pajak yang tinggi. Sedangkan basil penelitian Fitriadi (2000) yang menggunakan data croos-
section kabupaten/kota di Propinsi Kalimantan Timur dan membagi estimasi kapasitas pajak ke dalam 3 (tiga) persamaan menunjukkan adanya pengaruh pendapatan perkapita, kontribusi sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri dan sektor perdagangan terhadap kapasitas pajak. Studi empiris lainnya yang dilakukan oleh Wirasasmita (1982) tentang dastisitas pajak (gross elasticity) periode 1974/1975--1979/1980 menyebutkan bahwa nilai koefisien elastisitas perpajakan di Indonesia sebesar 1.06% hanya sedikit di atas unitary elasticity yang berarti bahwa penerimaan dari struktur perpajakan di Indonesia diluar minyak dan gas bumi relatif masih rendah.
2.2
Kerangka Pemikiran Pendapatan
asli
daerah
(PAD)
mencerminkan
tinggi/rendahnya
ketergantungan keuangan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Ada berbagai cara yang digunakan untuk mengukur pentingnya PAD terhadap daerah,
21 diantaranya dengan melihat rasio pajak atau PAD terhadap pengeluaran rutin maupun total pengeluaran. Tambunan (200 I) menyatakan bahwa suatu daerah yang memiliki tingkat pembangunan yang tinggi dapat dilihat dan tercermin dari tingkat pendapatan riil perkapita yang tinggi serta penerimaan daerah tersebut (PAD) yang juga tinggi.
Hukum Wagner mengemukakan dalam satu
perekonf1mian apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah juga akan meningkat.
Sehingga jika pengeluaran pemerintah
mengandalkan kepada penerimaan yang bersumber dari pajak maka secar" otomatis pajak yang ditarik dari masyarakatjuga akan semakin besar. Untuk melihat kemampuan keuangan daerah khususnya penerimaan dari pajak, digunakan beberapa pendekatan diantaranya tax ratio (rasio pajak), taxable
capacity (kapasitas pajak) serta tax effort (upaya pajak). Secara umum analisis tax ratio bertujuan untuk menjelaskan faktor penentu yang menyebabkan perbedaan rasio pajak antar daerah (Piancastelli, 200 I) dengan menggunakan model stochastic Bahl ( 1971) sebagai berikut (2.3)
TIY = f(Xi.. ......Xn)
dimana T adalah total penerimaan pajak, Y merupakan proksi pendapatan (seperti GOP atau GNP), TIY rasio pajak, Xi (i = l ....... n) mewakili berbagai variabel independen yang diharapkan mempengaruhi rasio pajak. Variabel independen yang digunakan merupakan gabungan antara faktorfaktor permintaan yang menunjukkan keinginan pemerintah untuk mengenakan pajak serta faktor-faktor penawaran yang menunjukkan kemampuan sektor-sektor ekonomi di satu daerah untuk membayar paja!<.
Variabel-vanabel ini dipilih
22 berdasarkan pertimbangan bahwa struktur ekonomi suatu negara atau suatu daerah secara langsung akan mempengaruhi kapasitas pajak negara atau daerah tersebut. Selain itu sukses atau tidaknya pemerintah mengeksploitasi potensi pajak di daerahnya juga sangat dipengaruhi oleh tmgkat keberhasilan pembangunan (yang digambarkan oleh pendapatan perkapita, tingkat melek huruf, tingkat urbanisasi, komunikasi dan lain-lain), terbatasnya administrasi dan politik pada sistem fiskal, nilai-nilai sosial politik, keputusan pemerintah dalam hal pembelanjaan serta faktor-faktor lain yang secara keseluruhan mempengaruhi kondisi masyarakat untuk taat membayar pajak. Bahl (1971) menjelaskan bahwa rasio pajak (tax ratio) merupakan hasil pajak (tax yield) sebagai fungsi dari pendapatan.
Sedangkan upaya pajak (tax
effort) merupakan iasio penerimaan pajak aktual terhadap kapasitas pajak, dengan demikian hubungan tersebut dapat dinyatakan sebagai :
TIY= f(T IY, E)
(2.9)
Dengan menggunakan manipulasi matematik diperoleh: E = (TIY)/( T IY)
(2.1 0)
E=TIT
(2.11)
atau:
dimana: E
= rasio usaha pajak
T
= Penerimaan pajak aktual
T
= Hasil pajak yang merupakan hasil estimasi
TN
= Rasio pajak
(tax effort ratio)
23
TN = Estimasi rasio pajak Prest (1978) menyatakan bahwa dengan menggunakan hasil perhitungan di atas akan terdapat 2 (dua) konsep kapasitas pajak dan usaha pajak sehingga dari kombinasi kedua faktor tersebut akan diperoleh 4 (empat) kategori di tiap negara/daerah sebagai berikut : Kuadran I
High capacity dan high effort, contoh negara Brazil
Kuadran II
High capacity dan low effort, contoh Trinidad
Kuadran III
Low capacity dan low effort, contoh Pakistan
Kuadran IV
Low capacity dan high effort, contoh Sudan
Oalam konteks perekonomian daerah, variabel-variabel yang menjadi penentu rasio pajak secara umum dapat diperluas (dari persamaan 2.3) disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 65 tahun 2001 tentang pajak daerah yaitu selain pendapatan perkapita, juga share sektor pertanian terhadap PORB, share sektor pertambangan dan penggalian terhadap PORB, share sektor perdagangan dan hotel terhadap PDRB, share sektor industri pengolahan tanpa migas terhadap PDRB, serta share sektor jasa-jasa swasta terhadap PDRB. Teera (2002) lebih lanjut memasukkan rasio total government expenditure terhadap GOP sebagai salah satu var;abel yang
diharapk~n b~.!rpengamh
secara positif dan signifikan
mempengaruhi rasio pajak terhadap GOP antar negara. Oleh karena itu variabel total belanja pemerintah daerah juga digunakan sebagai salah satu variabel yang diharapkan secara signifikan berpengaruh terhadap rasio pajak terhadap PORB di daerah.
24 Pendapatan perkapita menjadi unsur penting dalam penentuan rasio pajak terhadap PDRB karena menjadi dasar perhitungan pajak (tax base) (Supannoko, 2002).
Pendapatan perkapita merupakan indek dari surplus pendapatan yang
tersedia untuk dikenakan pajak sebagai akibat dari pembangunan ekonomi. Semakin tinggi pendapatan perkapita menggambarkan makin tingginya tingkat pembangunan dan secara langsung mengindikasikan semakin besar pula kemampuan masyarakat untuk membayar pajak (Teera, 2002). Pertumbuhan belanja publik menghasilkan defisit anggaran yang besar dibanyak
negara
sehingga
mengharuskan
pemerintah
untuk
semakin
ffleningkatkan penerimaan dari pajak selain hutang dan hal ini berarti bahwa belanja pemerintah memainkan peran penting yang mendorong pemerintah untuk meningkatkan kapasitas pajak negara (Piancastelli, 200 I). Optimalisasi penerimaan pajak daerah dapat dicapai ketika satu daerah mengetahui secara pasti rasio pajak yang ada di wilayahnya yang mencenninkan kondisi kapasitas pajak dan upaya pajak.
Sebagai konsekuensi logis dari hal
tersebut adalah bahwa masing-masing kabupaten!kota akan mampu menyusun target pajak mengguriakan pendekatan kapasitas pajak yang mencerminkan potensi pajaknya serta upaya pajak yang menggambarkan kinerja aparatur pemerintah daerah untuk mengumpulkan pajak. Hal ini juga akan mendorong pemerintah daerah untuk menghasilkan peraturan yang mendorong peningkatan penerimaan
daerah
dari
pajak tanpa bersifat membebani
perekonomian
masyarakat dan pada akhirnya akan kembali kepada optimalnya penerimaan pajak daerah.
25
Berdasarkan uraian pada kerangka pemikiran di atas, berikut ini disajikan kerangka pemikiran penelitian sebagai berikut :
Penerimaan Daerah
I
•
•
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
l. Pajak Daerah
I
2. Retribusi Daerah
3. Laba yang dipisah
I
4. Lain-lain PAD
•
Lain-Lain Pcndapalan
Dana Perimbangan
yang Sah
I
Optimalisasi Penerimaan Pajak
I
~.
I j
+
~
I
~ Upaya Pajak (tax effort)
Kapasitas Pajak (taxable capacity)
~
~
Kebijakan Pemda yang sesuai
~ Peningkatan Ekonomi Masyarakat
Gambar 2.1 Kerangka Alur Pikir
2.3
Hipotesis Berdasarkan uraian di
a~
maka terdapat beberapa hipotesis yang diajukan
yaitu: I. Pendapatan perkapita dan sektor perdagangan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kapasitas pajak. Variabel kontrol berupa kontribusi sektor
26 pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan tanpa migas, sektor jasa-jasa swasta, rasio total belanja pemerintah daerah terhadap PDRB serta tingkat pendidikan akan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kapasitas pajak.
Sedangkan variabel kontrol sektor pertanian berpengaruh
secara negatifterhadap kapasitas pajak. 2. Kabupatenlkota di Propinsi Lampung memiliki upaya pajak (tax effort) yang berbeda-beda baik sebelum maupun setelah implementasi Otonomi Daerah. 3. Secara umum kabupatenlkota di Propinsi Lampung tersebar pada keempat kuadran berdasarkan kapasitas pajak (tax capacity) yang dimiliki serta upaya pajak (tax effort) yang telah dilakukan.
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1
Bahan dan Objek Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berbentuk
panel data periode tahun I 999--2003 berupa data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), data Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta data Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) dari 5 (lima) kabupaten, yaitu Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Lampung Barat serta Kota Bandar Lampung.
Data yang
digunakan diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah,
Dinas
Pendapatan, Bagian Keuangan Setda kabupaten/kota serta Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Lampung. Objek penelitian berupa pwgukuran kapasitas pajak (taxable capacity) kabupaten da'l kota di Propinsi
L~mpung
khususnya pengaruh variabel
independen yaitu kontribusi pendapatan perkapita; sektor perdagangan, sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian; sektor industri tanpa migas, sektor jasa; rasio total belanja pemerintah terhadap PDRB; serta rasio jumlah pelajar SMA terhadap penduduk usia kerja di kabupaten/kota. Selanjutnya akan diamati apakah terdapat perbedaan struktur kapasitas pajak antara kabupaten/kota dengan kabupaten/kota lainnya.
Selain itu akan dilakukan pengukuran upaya
pajak (tax effort) dengan membandingkan antara pajak aktual yang dikumpulkan oleh tiap-tiap kabupaten/kota dengan hasil estimasi kapasitas pajak. Berdasarkan
28 data kapasitas pajak dan upaya pajak yang diperoleh maka dilakukan penggolongan dan pemetaan bagi kabupaten/kota di Propinsi Lampung kedalam 4 (empat) kuadran berdasarkan kriteria high effort-high capacity (HE-HC), low
effort-high capacity (LE-HC), low
~ffort-low
capacity (LE-LC) dan high effort-
low capacity (HE-LC).
3.2
MP.tode dan Desain Penelitian Dalam penelitian ini digunakan batasan-batasan sebagai berikut :
1.
Rasio pajak merupakan perbandingan antara penerimaan pajak dengan pendapatan nasional (PDB) pada tahun yang sama dimana pada konteks daerah digunakan proksi berupa produk domestik regional bruto (PDRB) yaitu total keseluruhan dari nilai tambah (value added) yang timbul akibat adanya aktivitas ekonomi di suatu daerah.
2.
Kapasitas pajak (taxable capacity) merupakan sumber potensial penerimaan pajak daerah secara makro yang merupakan fungsi dari pendapatan domestik perkapita;
share
sektor
pertanian
terhadap
PDRB;
share
sektor
pertambangan dan penggalian terhadap PDRB; share sektor industri pengolahan tanpa migas terhadap PDRB; share sub sektor perdagangan terhadap PDRB; share sektor jasa swasta terhadap PDRB, rasio total belanja pemerintah terhadap PDRB serta rasio jumlah pelajar SMA terhadap penduduk usia kerja di kabupaten/kota pada tahun tertentu. 3.
Upaya pajak (tax effort) merupakan rasio antara pajak aktual yang dapat dipungut dengan kapasitas pajak sebagai basil estimasi.
Upaya pajak
29 merupakan indikator kemampuan suatu negara atau suatu daerah untuk dapat memanfaatkan secara optimal kapasitas pajak yang dapat dipungut. 4.
Share sektor pertanian terhadap PDRB merupakan kontribusi nilai tambah (value added) sektor pertanian yang terdiri dari beberapa sub sektor yaitu tanaman pangan, tanaman perkebunan, petemakan dan hasil-hasilnya, kehutanan, serta perikanan dalam membentuk PDRB di satu daerah pada tahun tertentu.
5.
Share sektor pertambangan dan penggalian merupakan kontribusi nilai tambah (value added) sektor ini yang meliputi usaha penggalian, pengeboran, pencucian, pengambilan dan pemanfaatan segala macam barang tambang, mineral c!an barang galian yang tersedia di dalam tanah berupa benda padat, benda cair maupun gas pada satu daerah pada tahun tertentu.
6.
Share sektor industri pengolahan tanpa migas terhadap PDRB merupakan kontribusi nilai tambah sektor ini yang meliputi usaha kegiatan pengolahan bahan organik ataupun anorganik menjadi produk baru yang lebih tinggi mutunya baik yang dilakukan dengan tangan, mesin atau proses kimiawi. Pembuatan dapat diproses melalui mesin/pabrik ataupun rumah tangga di satu daerah pada tahun tertentu.
7.
Share sektor perdagangan adalah kontribusi nilai tambah sektor ini yang meliputi sub sektor perdagangan besar dan eceran dalam membentuk PDRB disatu dacrah pada tahun terteutu.
8.
Share sektor jasa-jasa swasta terhadap PDRB merupakan kontribusi nilai tambah sektor ini yang meliputi sub sektor jasa sosial kemasyarakatan,
30 hiburan dan rekreasi, perorangan serta rumah tangga dalam membentuk PDRB disatu daerah pada tahun tertentu. 9.
Rasio total belanja pemerintah terhadap PDRB merupakan keseluruhan belanja yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dalam satu tahun anggaran guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
I 0.
Rasio jumlah siswa sekolah menengah atas di kabupaten/kota merupakan perbandingan antara total pelajar sekolah menengah atas tahun tertentu di kabupaten/kota denganjumlah penduduk usia kerja pada tahun tertentu.
3.2.1
Pengukuran Kapasitas Pajak Dengan mengacu kepada Model Lotz-Morrs ((1970) sebagai berikut:
T/Y= f(Yp,FIY)
(3.1)
dimana:
TN
=
Yp
FN
Rasio Pajak Pendapatan perkapita
=
Kontribusi nilai perdagangan negara yang diukur dengan nilai ekspor dan nilai impor terhadap GOP
maka dal~m penelitian ini akan digunakan fungsi dasar sebagai berikut:
TIY= f(Y/cap,Tr/PDRB) dimana:
TN
Rasio Pajak terhadap PDRB
(3.2)
31 Y /cap
=
Pendapatan perkapita
Tr!PDRB
=
Kontribusi nilai perdagangan terhadap PORB sebagai proksi dari kontribusi nilai perdagangan nasional terhadap GOP yang diukur dengan nilai ekspor dan impor terhadap GOP
Penggunaan share nilai perdagangan terhadap PORB sebagai proksi dari kontribusi nilai perdagangan nasional terhadap GOP yang diukur dengan nilai ekspor dan impor terhadap GDP dikarenakan ukuran tersebut sama-sama menunjukkan keterbukaan (openess) satu negara atau satu daerah untuk menjalin hubungan dan kerjasama dengan negara atau daerah lain. menyatakan bahwa dalam
BPS (2003)
penghitungan PORB menggunakan pendekatan
produkc::i., nilai sektor perdagangan diperoleh dengan melakukan penghitungan sub sektor perdagangan besar dan eceran. Penghitungan sub sektor perdagangan besar meliputi kegiatan pembelian dan penjualan kembali barang dari pihak produsen kepada pedagang lain, perusahaan, lembaga atau konsumen tanpa merubah bentuk dalam partai besar. Sedangkan perdagangan eceran meliputi kegiatan pembelian dan penjualan kembali barang yang umumnya melayani konsumen perorangan atau rumah tangga tanpa merubah bentuknya.
Oengan demikian share sektor
perdagangan terhadap PDRB kabupatenlkota dapat digunakan sebagai proksi yang menunjukkan keterbukaan daerah tertentu. Selanjutnya persamaan (3.2) akan digunakan untuk membuat beberapa model lanjutan dengan menggunakan panel data. menggunakan fixed effoct model
Model diestimasi dengan
(FEM) yaitu model analisis regresi dummy
32
variabel_yang merupakan salah satu metode yang digunakan untuk data pooling time-series dan cross-section (Hill et.al, 2001 ). Implementasi dari penggunaan fixed effect model
biasanya disebut dengan least square dummy variables
(LSDV) (Nielsen, 1999) dimana variabel dummy merupakan variabel buatan yang menggunakan nilai 0 dan l untuk menunjukkan ada tidaknya ciri kualitatif (Gujarati, 2003). Variabel dummy yang digunakan dalam model ini adalah daerah yang digunakan untuk melihat apakah antar kabupatenlkota memiliki kapasitas pajak yang berbeda dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya.
Variabel
dummy daerah juga akan digunakan untuk melihat ada tidaknya perbedaan kapasitas pajak antar kabupatenlkota yang memiliki struktur perekonomian yang berbeda yaitu antara daerah yang masih mengandalkan sektor primer, sekunder atau tersier.
Fungsi dasar (3.2) setelah memasukkan variabel dummy akan
menjadi model kapasitas pajak sebagai berikut : A
ao+ a,+ b1Y1t+ b2Tru + Eu
T tiYit
=
TN=
Rasio pajak terhadap PDRB
ao
lntersep umum
dimana:
a
=
Pengaruh tiap kabupatenlkota
y
Pendapatan domestik perkapita
Tr
Kontribusi sektor perdagangan terhadap PDRB
E
=
Error term
i,t
=
Kahupaten/kota dan tahun
a,b =
Koefisien
(3.3)
33 Asumsi yang digunakan pada persamaan di atas adalah a. E[Eit] = 0
=if-
b.
Var [Eit]
c.
Li a; = Lt 8, = o
Dalam model (3.3) di atas, intersep umum (a 0)
dimasukkan dalam
persamaan. Sedangkan untuk menghindari terjadinya multikolinieritas sempurna antara sejumlah dummy variabel diatasi dengan asumsi (c) di atas. Selanjutnyr. dari modd (3.3)
dima~ukkan
pula variabel kontrol berupa
kontribusi masing-masing sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengulahan tanpa migas serta sektor jasa-jasa swasta terhadap PDRB, rasio total belanja pemerintah terhadap PDRB serta rasio jumlah siswa SMA terhadap penduduk usia kerja dengan mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah serta kontribusi sektor yang dominar membentuk PDRB pada kabupaten/kota di Propinsi Lampung, sehingga model (3.3) dikembangkan menjadi:
ao+ a1+ b1Yu+ b2Tru + biX11t + b£xu + bsEd11 + £11
T 1/Yu
=
TN=
Estimasi rasio pajak terhadap PDRB
ao
Intersep umum
a
Pengaruh tiap kabupaten/kota
dimana:
y
=
Pendapatan domestik perkapita
Tr
=
Kontribusi sektor perdagangan terhadap PDRB
(3.4)
34 X
=
Kontribusi masing-masing dan atau bersama-sama sektor pe~tanian,
sektor pertambangan dan
penggalian,
industri
pengolaban tanpa migas, sektor jasa-jasa swasta Ex
=
Rasio total belanja pemerintab terbadap PDRB
Ed
Rasio jumlab siswa SMA terbadap penduduk usia kerja.
E
error term
t
=
Kabupaten/Kota
=
tabun
a, b
Koefisien
Beberapa uji yang dilakukan sebelum maupun selama melaksanakan estimasi dengan menggunakan model di atas adalab :
a.
WaldTest Gujarati (2003) menyatakan babwa uji ini dapat digunakan untuk melibat
apakab model yang digunakan lebib baik menggunakan fixed effect atau tidak. Jika bentuk fixed effect yang dipilib maka antara satu daerah dengan daerab lainnya memiliki intersep masing-masing, namun jika dari basil perbitungan ternyau fixed effect model tidak memberikan basil yang lebih baik maka masingmasing daerab mempunyai intersep yang sama. Adapun bipotesis yang diajukan adalab :
Ho :
a.1
= a.2 = a.3 = 0 (fixed effect tidak
memberikan kontribusi yang lebih baik
terbadap model)
H1 : Minimal ada satu a.i yang tidak sama dengan nol (fixed effect memberikan kontribusi yang lebib baik terbadap model)
35 Mencari F hitung (F-waid) =
(R 2 -R 2 )/m un
n
(1-R~n)/(n-k)
Di mana:
Rc~n = R-square unrestricted dari persamaan regresi Fixed effect model RzR
= R-square restricted dari persamaan regresi pooled least square jumiah tambahan variabei padafixed effect ( jumiah dummy pada
m
LSDV) jumlah parameter pada LSDV
k n
=
jumiah observasi
dimana jika hasil perhitungan F-hitung > F-Tabel (df=m,n-k) pada tingkat kepercayaan tertentu maka Ho ditoiak.
b.
Chow Test Gujarati (2003) menyatakan bahwa uji ini digunakan untuk meiihat apakah
terdapat perubahan strukturai daiam hubungan regresan dan regresor. Daiam peneiitian ini dilakukan dengan cara membagi data pengamatan ke daiam dua periode waktu yang berbeda berdasarkan pedoman sebeium dan setelah implementasi otonomi daerah, sehingga akan diperoieh tiga kemungkinan persamaan regresi sebagai berikut : Peri ode waktu I 992- I 999 : fii!Yil Periode waktu 2000-2003 : f;,!Yit Periode waktu 1992-2003 : fiiYit
eo+ fiYit + hTrit + fj){lir + Eit
Dimana: n1 (1992-1999) =50; n2 (2000-2003) = IO; dan n3 (1992-2003) = 60. Adapun mekanisme perhitungannya sebagai berikut :
36 I)
Mengestimasi persamaan ketiga dengan periode waktu 1992-2003 dengan asumsi bahwa tidak terjadi perubahan struktural sehingga dalam keadaan ini
ao
=co=
eo;
b1 = d1 = f1; b2 = d2 = f2 :.;erta b3 = d3 = fJ. Selanjutnya akan
diperoleh nilai RSS 3 yang merupakan nilai restricted residual sum of
squares (RSSR) dengan df= (n 1 + n2 - k) dimana k = jumlah parameter yang diestimasi. 2)
Mengestimasi persamaan pertama dan kedua yang merupakan unrestricted
residual sum square (RSSuR) sehingga diperoleh RSS1 dengan df = (n1 - k) serta RSS2 dengan df= (n 2 - k). 3)
Hipotesis yang diajukan adalah : Ho:
ao =Co= eo;
b1 = d1
= f1;
~
= d2 = f2; b3 = d3 =
6 (tidak ada perubahan
struktural sebelum dan setelah otonomi daerah) H1 :
ao
-:f:. co -:f:. eo; b1
-:f c1
-:f:. f1; ~ -:f:. d2 -:f:. f2; b3 t- d3 -:f:. f3
(terdapat
perubahan struktural sebelum dan setelah otonomi daerah) 4)
Hipotesis
Ho di~ji menggunakan F-test: (RSSR - RSSuR)Ik RSSuR I (n1+n2-2k)
dimana jika hasil perhitungan menunjukkan F-hit > F-test pada tingkat kepercayaan tertentu .naka Ho ditolak yang berarti bahwa terdapat perubahan struktural, atau sebaliknya jika F-hit < F-test pada tingkat kepercayaan tertentu maka Ho diterima yang berarti tidak terdapat perbedaan struktural.
37 c.
Uji perbedaan (difference) Uji perbedaan digunakan untuk menguji apakah rata-rata lebih dari dua
:;ampel berbeda secara signifikan atau tide.k serta menguji apakah dua sampel atau lebih mempunyai varians yang sama atau tidak (Santoso dan Fandy, 2000). Adapun mekanisme UJi ini adalah sebagai berikut: 1)
Menguji berlaku tidaknya salah satu asumsi yaitu apakah rata-rata lebih dari dua variabel independent mempunyai varians yang sama, dengan hipotesis :
Ho : seluruh varians variabel independen kabupaten/kota sama H 1 : varians variabel independen kabupaten/kota tidak sama 2)
Menguji apakah variabel independent antar kabupatenlkota mempunyai ratarata (mean) yang sama dengan hipotesis:
Ho : seluruh rata-rata variabel independen kabupatenlkota sama H 1 : varians rata-rata variabel independen kabupatenlkota tidak sama 3)
Jika hasil perhitungan menunjukkan probabilitas > 0.05 atau dengan menggunakan uji F dimana jika F hitung > F tabel maka variabel independen memiliki varians yang sama antar daerah.
4)
Uji ini akan diganti dengan pendekatan pada uji dummy variable approach dikarenakan software yang digunakan adalah Eviews
d.
Uji Asumsi Klasik Pengujian ini dilakukan untuk mengatasi masalah penyimpangan asumsi
yang dapat timbul pada model regresi tinier dengan data panel meliputi masalah multikolinier
dan
heteroskedastisitas.
Penyimpangan-penyimpangan
ini
mengakibatkan model menjadi tidak valid, hasil-hasil pengujian menyesatkan, dan
38 variasi residual yang dipcroleh tidak sesuai dengan semestinya atau dengan kata lain hasil estimasinya tidak lagi BLUE (Best Linier Unbias Estimator). 1)
Pengujian Autokorelasi Penaksiran model regresi linier mengandung asumsi bahwa tidak terdapat
korelasi serial diantara disturbance terms, yaitu : di mana i tj Autokorelasi ini umumnya terjadi pada data time series. Autokorelasi bisa terjadi karena beberapa hal yaitu :
•
Inersia, data obsevasi diamati dari situasi resesi sehingga data time series selanjutnya dipengaruhi oleh data sebelumnya walaupun perekonomian sudah pulih.
•
Mengeluarkan atau tidak memasukan suatu variabel tertentu padahal sebenarnya ikut mempengaruhi varibel bebas.
•
Bentuk model yang digunakan tidak tepat
•
Adanya fenomena Cobweb
•
Penentuan data secara sistematis tidak tersedia
Konsekuensi dari adanya autokorelasi pada model ialah bahwa penaksir tidak efisien dan uji t serta uji F yang biasa tidak valid walaupun hasil estimasi tidak bias (Gujarati, 1995). Pengujian yang bisa digunakan untuk meneliti kemungkinan terjadinya autokorelasi salah satunya dengan uji Durbin-Watson (D-W) dan run
test. Dalam penelitian ini uji terhadap adanya autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson Statistik.
39 Hipotesa dari uj i terse but ialah : 1.
Ho :p=O H 1 : ,n..> 0
Artinya:
Jika d < du, Ho ditolak pada tingkat a sehingga secara statistik adanya autokorelasi positifyang signifikan.
2.
Ho :p=O H 1 :p
Jika
Artinya:
(4 - d) < du, Ho ditolak pada tingkat
a , sehingga secara statistik
mengandung autokorelasi negatifyang signifikan. 3.
H 0 :p=O H 1 :p:t:-0
. Artmya:
Jika d < du atau ( 4 - d ) < du, Ho ditolak pada tingkat 2 a sehingga secara statistik terlihat bahwa adanya autokorelasi baik positif maupun negatif secara signifikan.
Tabel 3.1 Kriteria Pengujian Autokorelasi
.. NullHipotesis
Hasil Estimasi
0 < dw < dl Ho dl~dw~du Ho 4-d/
Kesimpulan Tolak Tidak ada Kesimpulan Tolak Tidak ada J.:esimpulan Diterima
40
2)
Pengujian Multikolinear Multikolinier ialah kondisi dimana adanya hubungan antara variabel-
variabel bebas. Jika multikolinier itu sempuma maka setiap koefisien regresi dari variabel-variabel bebasnya tidak dapat menentukan dan standar erromya tidak terbatas. Jika multikolinier kurang dari sempuma maka koefisien regresi walaupun bisa menentukan, tetapi memiliki standar error yang besar (dalam hubungan dengan koefisien mereka itu sendiri), yang berarti koefisienkoefisiennya tidak bisa diestimasi dengan akurasi yang tepat. Cara umum untuk mendeteksi adanya multikolinear dalam model ialah dengan melihat bahwa adanya R 2 yang tinggi dalam model tetapi sangat kecil dari hasil regresi
tingkat signifikansi t-statistiknya
tersebut dan cenderung banyak yang tidak
signifikan. Selain itu untuk menguji multikolinear, bisa dilihat matrik korelasinya. Jika masing-masing variabel bebas berkorelasi lebih besar dari 80 % maka terrnasuk yang memiliki hubungan yang tinggi atau ada indikasi multikolinearitas. Untuk memperbaiki multikolinier ada beberapa cara : •
Mengeluarkan variabel penyebab tetapi bisa menyebabkan bias spesifikasi
•
Menambah data baru
•
Transforrnasi variabel
Jika regresi awal ( mengandung multikolinier) : ~ =
fJ1 + fJ2X2, + f33X3, + u,
Maka untuk menghilangkan multikolinier dibuat transforrnasi variabel sebagai berikut:
41
3)
Pengujian Homo!cedastisitas Salah satu asumsi pokok dalam model regresi linear klasik adalah
homokedastisitas dia1tikan sebagai distribusi dari variabel gangguan
Ui,
adalah
suatu nilai konstan yang sama cr2 untuk setiap nilai dari variabel penjelasnya, misal:
xj. E(ui 2 ) -- cr2
i = 1,2,3, ... ,N
Jika variansnya tidal.: sama, maka dalam model tersebut terdapat situasi heterokedastis
i = 1,2,3, ... ,N Heterokedastis sering terjadi pada pengolahan data cross section, karena data tersebut menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran. Konsekuensi logis dari adanya heterokedastis bahwa penaksir OLS tetap tak bias dan konsisten tetapi penaksir tadi tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun sampel besar. Terdapat beberapa metode untuk mengidentifikasi adanya heterokedastis dan salah satu diantaranya menggunakan white heteroscedasticity test. Metode pengujian dengan metode white ini tidak menggunakan asumsi normalitas sehingga sangat mudah untuk diimplementasikan. Jika suatu model ialah :
Maka proses dengan metode white ini ialah : •
Tahap 1 :
Estim(l;)i- persamaan di atas kemudian akan didapatkan nilai residual dari estimasi model persamaan tersebut
42 •
Tahap 2:
Kemudian lakukan regresi tambahan sebagai berikut :
Regresi ini ialah regresi di mana variabel residual kuadrat dari regresi asli diregres terhadap variabel independen yang asli (X) dan kuadrat dari variabel indepeden tersebut, serta dari interaksi variabel independennya
(cross product of the
regressors). Dari hasil regresi ini tujuannya adalah untuk mendapatkan nilai R2 yang akan digunakan dalam penguJ ian tahap ketiga. •
Tahap 3:
Pengujian hipotesis yang dilakukan ialah :
Ho : Tidak ada heteroskedastis ( homokedastis ) H1 : Ada-heteroskedastis Pengujian: Pada persamaan regresi didapat bahwa jumlah sampel (n) dikalikan dengan nilai R2 akan sama (asymtot 0 dengan distribusi Chi-Square dengan degree offreedom !OF) ialah sama dengan jumlah regressor (tidak termasuk konstanta) di dalam regresi tambahan, yaitu: 2
2
n. R -X •
df
Tahap 4:
Pengujian: Jika nilai x_2 dari persamaan lebih besar dari nilai x_2 tabel maka Ho ditolak yang artinya terdapat heteroskedastis di dalam model tetapi jika x2 dari persamaan lebih kecil dari nilai
i
tabel maka H0
diterima yang artinya tidak terdapat
43 heteroskedastis di dalam model dan juga bisa dikatakan bahwa koefisien-koefisien pada regresi tambahan : a2 = a3 = U4 = as = ao = 0
Model yang mengandung masalah heteroskedastisitas dapat diperbaiki dengan menggunakan koreksi dengan Weighted Least Square (FGLS), panel corrected
standar error dan koreksi dengan Seemingly Unrelated Regression (SUR) bila sekaligus juga terdapat adanya contemporaneous correlation.
3.2.2
Pengukuran Upaya Pajak Upaya Pajak (Tax Effort) dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
E=TIT
(3.5)
dimana: E
=
Rasio upaya pajak (tax effort ratio)
T
Penerimaan pajak aktual
T
Hasil pajak yang merupakan hasil estimasi
Dari hasil pengukuran indikator di atas berupa kapasitas pajak (taxable
capacity) dan usaha pajak (tax effort) akan diperoleh besaran yang dapat digunakan untuk menjclaskan optimalisasi penerimaan pajak daerah melalui beberapa kemungkinan dengan pendekatan 4 (empat) kuadran sebagai berikut: Kuadran I
High capacity dan high effort
Kuadran II
High capacity dan low effort
44 Kuadran III
Low capacity dan low effort
Kuadran IV
Low capacity dan high effort
Kuadran II
Kuadran I
Tax Effort
Kuadran III
Kuadran IV
Beberapa kriteria yang digunakan untuk menggolongkan kabupaten!kota kedalam keempat kuadran berdasarkan nilai kapasitas pajak (tax capacity) dan upaya pajak (tax effort) adalah : a.
Penggolongan Kapasitas Pajak (Tax Capacity) Luky Alfirman (2C03) yang meneliti kapasitas pajak seluruh propinsi di
Indonesia menggunakan 2 (dua) atribut tinggi-rendah dengan kriteria sebagai berikut: •
Atribut tinggi, jika propinsi tertentu memiliki kapasitas pajak yang berada di atas rata-rata keseluruhan kapasitas pajak propinsi di Indonesia.
•
Atribut rendah, jika propinsi tertentu memiliki kapasitas pajak yang berada di bawah rata-rata keseluruhan kapasitas pajak propinsi di Indonesia.
45 Sedangkan Susetyo (1998), Fitriadi (2000) dan Supriadi (2001) membuat peringkat berdasarkan total nilai tertinggi hingga terendah dari seluruh kabupaten/kota yang diamati. Selanjutnya penentuan kriteria tinggi-rendah dilakukan dengan cara membagi jumlah kabupaten/kota dengan jumlah atribut (tinggi-rendah), sehi11gga jika terdapat 6 (enam) kabupaten/kota maka peringkat tinggi adalah urutan I sampai dengan 3 sedangkan peringkat rendah adalah 4 sampai dengan 6. b.
Penggolongan Upaya Pajak (Tax Effort) Chelliah, Baas dan Kelly (1975) menggunakan kriteria negara dengan indek
upaya pajak > 1 tergolong memiliki usaha pajak yang tinggi, yang menunjukkan bahwajumlah pajak yang berhasil dikumpulkan lebih besar daripadajumlah pajak yang diharapkan diperoleh pada tahun tertentu. Demikian juga sebaliknya ketika satu negara memiliki indek usaha pajak < 1 maka tergolong mempunyai usaha pajak yang rendah dikarenakan penerimaan pajak di tahun tertentu lebih kecil daripada target pajak yang ditetapkan. Piancastelli (200 I) menggunakan ukuran : high index (> 1.00), medium (l.OO>x>0.84)
dan
low
(<0.84).
Sedangkan
Fitriadi
(2000)
membuat
peringkat/ranking berdasarkan total nilai upaya pajak (tax effort) dari nilai tertinggi hingga terendah yang diperoleh masing-masing kabupatenlkota di Kaliman_tan Timur. Penentuan tinggi-rendah selanjutnya dilakukan dengan cara membagi jumlah kabupaten/kota dengan atribut (2 = tinggi-rendah) sehingga terdapat kategori tinggi (1-3) dan kategori rendah (4-6).
BABIV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Perkembangan Beberapa Variabel Penelitian
4.1.1
Rasio Pajak Kebijakan pajak merupakan salah satu instrumen penting yang digunakan
untuk meningkatkan penerimaan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Selain itu ukuran keberhasilan pemerintah daerah dalam
memobilisasi dana dapat dilihat dari perkembangan pendapatan asli daerah yang pada umumnya masih bersumberkan kepada pajak daerah. Penerimaan pajak merupakan pendapatan pemerintah yang dapat ditingkatkan penerimaannya diantaranya dengan melihat rasio antara penerimaan pajak terhadap pendapatan regional. Dalam upaya menilai potensi yang dimiliki satu daerah dapat digunakan pendekatan kapasitas pajak yang mengacu kepada argumen bahwa hasil dari sistem pajak merupakan fungsi dari ketersediaan tax base, tingkat pajak yang diterapkan pada tax base, kemampuan masyarakat untuk membayar pajak serta seberapa besar usaha pemerintah mengumpulkannya (Weiss, 1995 dan Teera, 2002). Penilaian kapasitas pajak dilakukan
menggunakan persamaan
regresi
sederhana yang
menggambarkan perbedaan demen dari kapasitas pajak. Selanjutnya untuk menilai usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah maka penerimaan pajak aktual dibandingkan dengan rasio pajak prediksi yang diperoleh dari estimasi persamaan regresi sehingga akan terlihat apakah pajak yang telah dikumpulkan lebih besar atau lebih kecil daripada potensi pajaknya.
47 Sebagai hasil dari kombinasi antara kapasitas pajak dan usaha pajak maka daerah-daerah dapat dikelompokkan berdasarkan kriteria tertentu sehingga akan tergambar secara jelas apakah satu daerah telah atau bel urn optimal dalam mengelola potensi pajak yang dimilikinya. Selain itu dapat juga dilihat apakah usaha yang telah dilakukan selama ini telah sesuai target yang telah ditetapkan menggunakan tolok ukur yang sesuai.
Tabel 4.1 Rasio Pajak Lima Kabupaten I Kota di Propinsi Lampung Periode1992--2003
Tahun
Ban dar Lampun2 0.0018171 0.0017630 0.0016766 0.0018725 0.0017456 0.0018053 0.0017130 0.0018255 0.0016769 0.0026665 0.0033665 0.0033665
Rasio Pajak (Pajak Aktual I PDRB) Lampung Lampung Lampung Utara Selatan Ten2ah 0.0003555 0.0006744 0.0001526 0.0002725 0.0001698 0.0007489 0.0003563 0.0001876 0.0006693 0.0004913 0.0005877 0.0002169 0.0005899 0.0003874 0.0005629 0.0009756 0.0006799 0.0005656 0.0006767 0.0003758 0.0008376 0.0007425 0.0006370 0.0003532 0.0003454 0.0004407 0.0003556 0.0007666 0.0006309 0.0005867 0.0010462 0.0007341 0.0008878 0.0010939 0.0007402 0.0039111
Lampung Barat 0.0001029 0.0002398 0.0002728 0.0003171 0.0004033 0.0007313 0.0002842 0.0003763 0.0002773 0.0006700 0.0008624 0.0030347
1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Rata0.0006310 0.0006339 0.0008661 0.0004838 0.0021030 rata Sumber: Diolah dari data BPS Propinsi Lampung, Periode 1992--2003 Dari tabel di atas terlihat bahwa rasio pajak aktual terhadap pendapatan regional kabupaten I kota di Propinsi Lampung periode 1992--2003 relatif rendah
48
yaitu berkisar antara 0,0 I% sampai dengan 0.4%.
Secara rata-rata untuk peri ode
1992--2003 Kota Bandar Lampung memiliki rasio pajak yang terbesar (0.2%) dibandingkan dengan keempat kabupaten lainnya.
Sedangkan untuk keempat
kabupaten terlihat bahwa Kabupaten Lampung Selatan memiliki rasio pajak terbesar (0,09%) bila dibandingkan dengan kabupaten lainnya (masing-masing untuk Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten Lampung Barat sebesar 0,05%; 0,06% serta 0,06%). Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha intensifikasi dan ekstensifikasi pajak masih meJTiungkinkan untuk dilakukan di Propinsi Lampung terlebih lagi bila dibandingkan dengan rasio pajak secara nasional yang pada tahun 2004 leoih kurang telah mencapai 12% dari GOP.
4.1.2
Pendapatan Perkapita Analisis rasio pajak dapat dilanjutkan untuk melihat kinelja aparatur
pemerintah di daerah untuk menggali potensi pajak yang dimiliknya dengan membandingkan antara rasio pajak di suatu daerah dengan pendapatan perkapitanya yang merupakan dasar pajak (tax base).
Teera (2002) menyebutkan bahwa
pendapatan perkapita merupakan indeks dari surplus pendapatan yang tersedia untuk dikenakan pajak dan menunjukkan hasil pembangunan ekonomi. Selain itu semakin tinggi pendapatan perkapita suatu daerah secara langsung menggambarkan tingginya level pembangunan serta mengindikasikan tingginya kapasitas dan kemampuan masyarakat untuk membayar pajak.
49
Tabel4.2 Pendapatan Perkapita Kabupaten I Kota di Propinsi Lampung Periode 1992-2003
Tahun
Pendapatan Perkapita Kabupaten I Bandar Lampung Lampung Lampung Selatan Ten gab 1.830086 1.582854 1.070000 2.120093 1.171000 1.696000 1.819898 1.234000 1.769000 1.970186 1.352000 1.923000 2.584297 2.041000 1.426000 2.758842 2.113000 0.900000 1.982000 1.703278 0.828000 2.434141 0.842000 1.211000 2.281402 1.245000 0.865000 2.316447 0.889000 1.292000 2.373240 1.317000 0.907000 2.454913 0.928000 1.353000
Kota (juta rupiah) Lampung Lampung Barat Utara 0.501000 1.903000 0.547000 2.047000 0.578000 2.191000 0.632000 2.437000 0.679000 2.599000 0.657000 0.980225 0.680000 0.894000 0.708000 0.912000 0.735000 0.935000 0.749000 0.961000 0.769000 0.998000 0.795000 1.014000
1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Rata0.6691667 2.220568 1.4892687 1.0343333. 1.6270712 rata Sumber: Diolah dari data BPS Propinsi Lampung, Periode 1992--2003 Tabel 4.2 rnemperlihatkan penaapatan perk<,pita kabupaten/kota di Propinsi Lampung yang diperoleh dengan cara membagi
pendapatan regional di masing-
masing daerah dengan jumlah penduduk pada tahun yang sama. Selanjutnya bila dibandingk~m pendapatan perkapita masyarakat pada masing-masing kabupaten I kota
terlihat bahwa Kota Bandar Lampung memiliki pendapatan perkapita yang lebih besar daripada keempat kabupaten lainnya. Sedangkan diantara keempat kabupaten menunjukkan bahwa pendapatan perkapita Kabupaten Lampung Tengah yang terbesar.
50 Apabila dilihat lebih jauh dengan membandingkannya kepada rasio pajak masing-masing daerah maka Kabupaten Lampung Tengah yang memiliki pendapatan perkapita rata-rata sebesar Rp. 1.627.071,- namun rata-rata rasio pajak selama periode 1992--2003 hanya sebesar 0,05% sedangkan Kabupaten Lampung Selatan dengan pendapatan perkapita rata-rata sebesar Rp. 1.034.333,- memiliki rasio pajak 0,09%. Perbedaan kemampuan r>engumpulan pajak ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti yang telah disebutkan sebelumnya dan salah satu diantaranya adalah struktur perekonomian daerah tersebut.
4.1.3
Produk Domcstik Regional Bruto Data produk domestik regional bruto yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan data statistik yang merangkum perolehan nilai tambah dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah
~ehingga
dapat menjadi indikator penting yang
digunakan untuk mengamati perubahan perekonomian daerah secara makro. Selain itu dapat juga diturunkan untuk melihat variabel lainnya diantaranya laju pertumbuhan ekonomi daerah, laju pertumbuhan ekonomi sektoral, dan struktur perekonomian daerah. Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa keempat kabupaten masih mengandalkan bpada sektor primer scdangkan Kota Bandar Lampu'lg telah mengalami pergeseran struktur dengan mengandalkan kepada sektor sekunder. Selanjutnya apabila ketiga tabel di atas dibandingkan satu sama lain terutama untuk keempat kabupaten maka semakin jelas terlihat kinerja dari masing-masing daerah dalam hal pengumpulan pajak sebagai penyumbang terbesar pembentuk pendapatan
51 asli daerah.
Weiss (1995) menyatakan bahwa untuk daerah-daerah yang masih
didominasi oleh sektor primer berupa pertanian maka secara normal tidak berpengaruh terhadap peningkatan perolehan pajaknya. Hal ini disebabkan semakin tingginya perekonomian yang berbasiskan kepada sektor pertanian maka akan semakin sulit pengenaan pajak secara langsung karena masih dominannya skala usaha yang berukuran kecil di sektor ini.
Tabel4.3
Rerata Distribusi Beberapa Lapangan Usaha dalam PDRB Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung Periode 1992--2003 Lapangan Upaya
Ban dar Lampung
Lampung Selatan
Lampung Ten gab
Lampung Utara
Lampung Barat
Pertanian
2,374
42,364
47,216
53,981
51,831
Pertambangan dan Penggalian
0,531
2,657
1,622
1,337
1,800
Industri
19,169
I I, 708
I 3,794
9,584
6,340
Perdagangan
21 '705
14,740
15,871
13,0821
14,626
Jasa-Jasa
2,393
1,541
1' 106
1,007
I ,318
Sumber: Diolah dari data BPS Propinsi Lampung, Periode 1992--2003
4.1.4
Belanja Pemerintab Salah satu variabel kontrol. yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio
belanja pemerintah terhadap pendapatan regional. Rasio belanja pemerintah terhadap pendapatan regional merupc.ka'l salah satu parameter yang menunjukkan government
52
size karena
hal ini berarti bahwa terdapat peningkatan public spending untuk
meningkatkan pelayanan sosial sebagai akibat dari pertambahan populasi.
Dalam
hubungannya dengan penerimaan pajak maka peningkatan belanja pemerintah tidak secara tepat berkesesuaian terutama pada kondisi pembangunan ekonomi berada pada tahap awal, sempitnya basis pajak serta pertimbangan kesejahteraan lainnya sehingga sulit untuk meningkatkan tingkat pajak dan menambah jenis pajak yang baru.
Tabel4.4 Pertumbuhan Rasio Government Expenditure terhadap PDRB Kabupaten I Kota di Propinsi Lampung Periode 1992--2003 Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 I999 2000 2001 2002 2003
Rasio Belan.ia Pemerintah terhadap PDRB Lampung Lampung Lampung Lampung Ban dar Utara Barat Lampun2 Selatan Ten2ah 0,4126 0,1198 0,0117 0, 1I57 0,1193 0,2064 0,1797 0, I300 I, I392 0,2228 0,2081
0,7057 0,2996 0,0169 0, I457 0,1537 0,4952 0,35I4 0,1488 0,9084 0,2945 0,1339
0,7540 0,2389 0,0217 O,I525 0,1342 0, I639 0,2393 0,0068 I,4798 0,0254 0,2289
0,6035 0,2550 0,0903 0,0749 0,6629 0,2084 0,0994 0,10 II I,5753 0,0103 0,1474
1,1696 0,5174 0,0681 0,23I5 0,0918 0,1739 0, I405 0,0040 I,I254 0,3230 0,1644
Rata0,2584 0,3020 0,2645 0,2554 0,3217 rata Sumber: Diolah dari data BPS Propinsi Lampung, Periode 1993-2003 Tabel 4.4 di atas memperlihatkan bahwa belanja pemerintah kabupaten I kota di Propinsi Lampung cenderung meningkat dari tahun ke tahun dengan
laju
pertumbuhan rata-rata pada periode I992--2003 berkisar antara 25,54% (Kabupaten
53 Lampung Utara) sampai dengan 32,17% (Kabupaten Lampung Barat).
Namun
demikian pada tahun-tahun tertentu terjadi penurunan belanja pemerintah yang kemungkinan disebabkan berubahnya perhitungan bantuan pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (OAK) khususnya untuk kabupaten/kota sebagai akibat diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah nomor 22 tahun 1999.
4.2
Hasil Penelitian dan Pembahasan Seperti telah
dikemukakar~
pada bagiar sebelumnya, penelithn ini bertujuan
untuk mengetahui kapasitas pajak (tax capacity), upaya pajak (tax effort) serta pemetaan kabupaten/kota berdasarkan tax capacity dan tax effort.
Pemetaan
kabupatenlkota berdasarkan kapasitas pajak (taxable capacity) dan upaya pajak (tax
effort) bertujuan untuk memberikan gambaran kepada para pengambil kebijakan di tiap kabupaten/kota tentang potensi pajak yang dimiliki berdasarkan potensi daeralmya serta upaya yang telah dilakukan oleh para aparatur pengumpul pajak di tiap daerah. Dari pcmetaan ini selanjutnya akan diperoleh kesimpulan apakah kinerja aparatur pemerintah daerah sudah mencapai titik optimal atau belum dalam proses pengumpulan pajak daerah sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah. Untuk tujuan analisis ini digunakan data sekunder yang menginformasikan keseluruhan variabel penelitian dan seluruhnya diperoleh dari Biro Pusat Statistik Propinsi Lampung berupa data Statistik Keuangan Daerah Propinsi Lampung,
Produk Domestik Regional Bruto kabupaten/kota serta kabupaten/kota se-Propinsi Lampung dalam Angka yang selanjutnya dilakukan pengolahan sendiri.
54 Berdasarkan jumlah kabupaten/kota yang menjadi objek pengamatan, maka data yang digunakan adalah data periode 1992--2003 yang mewakili secara lengkap 5 (lima) kabupaten/kota di Propinsi Lampung yaitu Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Lampung Barat dan Kota Bandar Lampung . .
-
Estimasi kapasitas pajak menggunakan model yang dibangun oleh Lotz dan Morrs ( 1970) menggunakan dua varia bel be bas yaitu pendapatan perkapita dan kontribusi sektor perdagangan dalam pendapatan regional ditambah variabel kontrol. Variabel kontrol rnerupakan gabungan antara faktor-faktor permintaan yang menunjukkan keinginan pemerintah untuk mengenakan pajak serta faktor-faktor penawaran yang menunjukkan kemampuan sektor-sektor ekonomi di satu daerah untuk membayar pajak. Variabel-variabel kontrol yang dipilih didasarkan kepada pertimbangan bahwa struktur ekonomi suatu negara atau suatu daerah secara langsung akan mempengaruhi kapasitas pajak negara atau daerah tersebut.
Selain itu sukses atau tidaknya
pemerintah mengeksploitasi potensi pajak di daerahnya juga sangat dipengaruhi oleh tingkat keberhasilan pembangunan (yang digambarkan oleh pendapatan perkapita, tingkat melek huruf, tingkat urbanisasi, komunikasi dan lain-lain), terbatasnya administrasi dan politik pada sistem fiskal, nilai-nilai sosial politik, keputusan pemerintah dalam hal pembelanjaan serta faktor-faktor lain yang secara keseluruhan mempengaruhi kondisi masyarakat untuk taat membayar pajak. Keseluruhan faktor tersebut sating berinteraksi di kondisi daerah yang berbeda dengan cara dan waktu
55 yang berbeda pula sehingga akan memberikan hasil yang berbeda pula antar daerah (Alfirman, 2003). Dalam penelitian ini variabel kontrol yang digunakan adalah rasio belanja pemerintah daerah terhadap pendapatan regional. Sedangkan variabel kontrol yang lain yaitu kontribusi sektor pertanian, sektor pertambangan tanpa migas, sektor industri, sektor jasa serta rasio pelajar SMA terhadap penduduk usia kerja, tidak ditampilkan pada hasil penelitian dikarenakan hasil esimasi menunjukkan tidak ada satupun variabel di atas yang signifikan secara parsial sehingga tidak dapat digunakan untuk menghitung kapasitas pajak. Persamaan yang telah diestimasi melalui metode regresi, memberikan informasi mengenai bagaimana hubungan antara variabel bebas (independent) terhadap
variabel
tak
bebasnya
(dependent).
Agar
hasil
regresi
dapat
diinterpretasikan, terlebih dahulu dilakukan uji statistik terhadap hasil yang diperoleh. Gujarati (2003) menyatakan beberapa uji ya'lg dilakukan adalah vji asumsi klasik yang dipersyaratkan untuk mencegah atau mengurangi terjadinya masalah-masalah penyimpangan asumsi
~~ang
dapat timbul pada model regresi linier yang meliputi
masalah multikolinier, heteroskedastisitas maupun autokorelasi dimana bila terjadi penyimpangan dari asumsi klasik akan mengakibatkan model menjadi tidak valid, hasil estimasi yang menyesatkan serta variasi residual yang diperoleh tidak sesuai dengan semestinya. Selain itu juga dilak•Jkan uji kecukupan model (Wald-Test) yang bertujuan untuk membandingkan apakah model yang digunakan fixed effect atau bukan. Uji
dummy variable
approach digunakan untuk melihat apakah antara satu daerah
56 dengan daerah yang lain harus dibedakan slopenya setelah dipastikan bahwa model estimasi yang digunakan dalam bentuk.fixed effect.
4.2.1 A.
Kapasitas Pajak Persamaan 1 Persamaan
pertama
menggunakan
bentuk
logaritma-linier
untuk
5
kabupaten/kota dan mengestimasi pengaruh pendapatan perkapita dan kontribusi sektor perdagangan dalam PDRB terhadap rasio pajak, dengan model persamaan sebagai berikut:
B.
Persamaan 2 Persamaan kedua menggunakan bentuk logaritma-semi logaritma
dan
mengestimasi pengaruh pertumbuhan pendapatan perkapita dan kontribusi sektor perdagangan dalam PDRB terhadap rasio pajak, dengan model persamaan sebagai berikut:
C.
Persamaan 3 Persamaan
ketiga
menggunakan
bentuk
logaritma-linier
untuk
5
kabupaten/kota dan mengestimasi pengaruh pendapatan perkapita dan kontribusi sektor perdagangan dalam PDRB terhadap rasio pajak. Dalam model persamaan ini ditambahkan variabel kontrol berupa rasio belanja pemerintah terhadap pendapatan
57
regional masing-masing kabupaten/kota, dengan persamaan sebagai berikut:
T11Y1t D.
=
ao+ a1+ b1Ycapu+ b2Tr1lpdrbu +b3Ex1IPdrbit+ Eu
Persamaan 4 Persamaan keempat menggunakan bentuk logaritma-semi logaritma untuk 5
kabupatenlkota dan merupakan pengembangan dari persamaan kedua derigan menambahkan variabel kontrol dengan model persamaan sebagai berikut:
T;/Yu
=
ao+a;+ bJLn(Ycapit)+b2Tr;/pdrbu+bJEXi/pdrbit+ Eit
dimana:
TIY
Estimasi rasio pajak terhadap PDRB
ao
Intersep umum
a
=
Pengaruh tiap kabupaten/kota
Y cap
=
Pendapatan domestik perkapita
Tr/pdrb
Kontribusi sektor perdagangan terhadap PDRB
Ex/pdrb
Rasio total belanja pemerintah terhadap PDRB
E
error term
= Kabupaten/Kota t
tahun
a, b
Koefisien
Hasil Estimasi kapasitas pajak dilakukan dengan menggunakan pendekatan model stokastik dimana rasio pajak merupakan fungsi dari berbagai variabel independen yang mengukur proksi determinan kapasitas pajak. Hasil estimasi pada keseluruhan persamaan (tabel 4.5) menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan sektor perdagangan mempengaruhi kapasitas pajak secara positif. Keadaan ini sesuai dengan teori dan basil rt;nelitian yang dilakukan oleh Lotz-Morrs (penelitian periode
58 I 9691197I terhadap 47 negara), Chelliah (penelitian periode I 969/I 97I dan I 97211976 terhadap 47 negara), maupun Tait (penelitian I 97211976 terhadap 63 negara).
Tabel4.5 Hasil Estimasi Kapasitas Pajak Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung Periode 1992-2003
Persamaan 1
Variabel Dependen: Rasio Pajak (Total Penerimaan Pajak I PDRB) Persamaan3 P.ersamaan 2
Persamaan 4
Variabel lndependen Konstanta Ycap
-0.001597 (0.2424) 0.000170 (1.4089)
Ln(Ycap) Trlpdrb
0.006733··· (4.8455)
-0.001384 (-1.3826)
0.000283 (0.9083) 0.006839··· (3.4770)
-0.000086 (-0.1499) 0.000233* (I. 7157)
0.000100 (0.2179)
0.005991··· (4.5768)
0.000431* ( 1.8394) 0.006168··· (4.6267)
0.004359 ... (5.1628)
0.004350*** (5.3361)
Variabel K~ntrol Exlpdrb
Fixed Effect (cross) BDL-C
0.000931
0.000849
0.001455
0.001415
- SEL:-C
-0.001162
-0.001129
0.000411
0.000401
_TGH-C
0.000455
0.000422
-0.000689
-0.000725
- UTR-C - BRT-C
0.000398
0.000399
-0.000866
-0.000067
-0.000621
-0.000541
-0.001090
-0.001023
N-observasi
60
55
55
55
Rz
0.8978
0.9375
0.9468
0.9479
0.8565
0.9281
0.9376
0.9388
F-statistik
21.7144
100.6338
102.4830
104.6252
District Effect
Ya
Ya
Ya
Ya
Time Effect
Tidak.
Tidak.
Tidak.
Tidak
Estimator
FEM
FEM
FEM
FEM
R2
adjusted
Sumber : Pengo/ahan Data Tesis, 2005
59 Pendapatan perkapita merupakan variabel yang sering digunakan oleh peneliti untuk mengetahui kapasitas pajak karena mencerminkan dasar pajak (tax base) negara/daerah (Suparmoko, 2002).
Mangkosoebroto (1993) menyatakan bahwa
terdapat 3 (tiga) ukuran yang mencerminkan kemakmuran seseorang yaitu pengeluaran konsumsi, kekayaan serta pendapatan perkapita. Ketiga ukuran tersebut selain mencerminkan tingkat kemakmuran juga menunjukkan kemampuan seseorang untuk membayar pajak. Sedangkan Weiss (1995) menyatakan pendapatan perkapita dapat dilihat dari sisi permintaan (demand side) dan sisi penawaran (supply side). Dari sisi permintaan jika pemerintah menyediakan jasa-jasa seperti kesehatan dan pendidikan maka ketika pemerintah semakin banyak menyediakan jasa-jasa tersebut secara langsung akan berhubungaP dengan peningkatan penerimaan pajak dari masyarakat. Disisi lain porsi pendapatan kena pajak akan meningkat ketika pendapatan masyarakat juga ikut meningkat. Sementara itu Alfirman (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tahap pembangunan (stage of development) merupakan fungsi dari ukuran dasar pajak (tax
base) yang berarti negara-negara yang sedang giat membangun akan memperoleh pajak yang semr.kin besar daripada yang diharapkan. pendapatan perkapita ketika diregres terhadap kapasitas
Atas dasar tersehut maka pajak akan memberikan
pengaruh positif yang berarti peningkatan pendapatan perkapita akan meningkatkan k.apasitas pajak daerah/negara. Kontribusi nilai perdagangan negara yang diukur dengan nilai ekspor dan nilai impor terhadap PDRB memegang peranan penting sebagai sumber pajak potensial negara. Tanzi (1987) menyatakan sektor perdagangan menjadi sedemikian penting
60 karena bukti empiris menunjukkan babwa pajak yang berasal dari sektor
m1
merupakan sumber utama penerimaan pemerintab dibanyak negara terutama ditabap awal pembangunan karena lebib mudabnya pengumpulan jenis pajak daripada pajak pendapatan atau pajak
~onsumsi.
Piancastelli (200 1) menyatakan perdagangan
intemasional masib merupakan sumber penting penerimaan pajak terutama pada negara-negara
berkembang
sebingga
ketika
nilai
perdagangan
intemasional
meningkat akan berpengarub secara positif terbadap penerimaan pajak. Sedangkan dalam penelitian ini digunakan proksi kontribusi sektor perdagangan dalam pendapatan regional masing-masing daerab kabupaten/kota yang mencerminkan perdagangan besar dan eceran di masing-masing kabupaten/kota.
Sejalan dengan
pemyataan di atas dapat disimpulkan babwa sektor perdagangan di kabupaten/kota di Propinsi Lampung memainkan peranan penting dalam meningkatkan penerimaan pajak di daerab. Variabel kontrol yang digunakan pada persamaan ketiga dan keempat banya rasio belanja pemerintab daerab terbadap PDRB dan basil estimasi memberikan arab positif terbadap kapasitas pajak. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Teera (2002) dimana rasio belanja pemerintab terbadap GOP memberikan pengarub positifterhadap kapasitas pajak. Keadaan ini kemungkinan disebabkan ketika belanja pemerintab semakin meningkat akan mendorong peningkatan produksi yang tercermin dari peningkatan kontribusi sektor perdagangan terbadap pendapatan regional sebingga pada akhimya mempengarubi kapasitas pajak secara keseluruban yang juga ikut meningkat.
61 Berdasarkan tabel 4.5 di atas juga terlihat bahwa jumlah observasi keempat persamaan mengalami perubahan dimana pada persamaan pertama jumlah data sebanyak 60 (12 series dan 5 kabupatenlkota) sedangkan pada persamaan kedua sampai dengan keempat jumlah observasi mengalami perubahan menjadi 55 yang disebabkan oleh adanya penyesuaian (pengurangan) jumlah data ketika persamaan diperbaiki dari gejala autokorelasi dan heteroskedastis menggunakan teknik seperti yang telah dijelaskan pada bab tiga. Adapun interpretasi dari keempat persamaan di atas secara rinci adalah sebagai berikut:
A.
Persamaan 1 Pada persamaan pertama diperoleh hasil estimasi sebagai berikut :
T1/Y11 = !stat
-0.001597 + 0.000170Ycap11 + 0.006733Trlpdrbu (0.2424)
(1.4089)
a-sandar Lampung = a-Lampung Selatan
=
a-Lampung Tengah = a-Lampung Utara a-lampung Barat
=
0.000931 -0.001162 0.000455 0.000398 - 0.000621
(4.8455) 0.8978
Persamaan diatas mempunyai Nilai F-statistik hasil estimasi sebesar 21.7144 Persamaan ini terbukti signifikan pada confidence level I % karena F-statistik lebih besar dari F-tabel
(a=l%; 6 ,48 ) =
3.1632 sehingga dapat disimpulkan bahwa semua
variabel independen yaitu pendapatan perkapita dan kontribusi sektor perdagangan dalam pendapatan regional bersama-sama mempengaruhi variabel tidak bebas yaitu rasio pajak dengan tingkat kepercayaan 99%. Sedangkan koefisien determinasinya
(adjusted R2) sebesar 0.8565 dan jika koefisien determinasi berarti angka yang
62 menunjukkan besarnya derajat kemampuan mcnerangkan dari variabel bebas terhadap variabel tidak bebas dari model persamaan tersebut atau variansi dari variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat yang telah dikoreksi., maka dari persamaan di atas dapat dikatakan bahwa 85.65 % variasi dari rasio pajak dipengaruhi oleh
pendapatan
perkapita
masyarakat
dan
kontribusi
sektor
perdagangan
kabupaten/kota di Propinsi Lampung sedangkan 14.35 % sisanya dipengaruhi oleh varabel-variabel lain di luar model. Untuk melihat pengaruh setiap variabel penjelas secara parsial terhadap efisiensi teknis, dilakukan terlebih dahulu uji-t
dengan selang kepercayaan 99%
(***), 95 % (**) dan 90 % (*), sehingga didapatkan nilai kritis berturut-turut 2,576; 1,960; dan 1,645. Jika t-statistik untuk masing-masing variabel bebas lebih besar dari nilai kritis pada salah satu selang kepercayaan tersebut maka variabel tersebut signifikan mempengan•hi variabel tak bebasnya. Pada tabel di atas terlihat bahwa variabel pendapatan perkapita dan kontribusi sektor perdagangan dalam PDRB memberikan pengaruh positif terhadap rasio pajak untuk seluruh kabupaten/kota di Propinsi Lampung. Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan dan pertumbuhan pada variabel independen akan meningkatkan rasio pajak di masing-masing daerah. Selanjutnya jika masing-masing variabel diuji secara parsial menggunakan nilai tstatistiknya maka terlihat hanya kontribusi sektor perdagangan saja yang signifikan pada level I% (t-stat
= 4.8455) sehingga dapat disimpulkan bahwa rasio pajak
dipengaruhi oleh sektor perdagangan dan dapat pula diartikan bahwa setiap peningkatan I persen kontribusi sektor perdagangan dalam pembentukan PDRB kabupaten/kota akan meningkatkan rasio pajak sebesar 0.006733 persen.
63 Intersep masing-masing kabupacen/kota mengandung arti babwa, bila tidak ada pengarub dari semua variabel bebas maka rasio pajak disetiap kabupatenlkota adalab sama dengan masing-masing intersep daerab tersebut. Nilai intersep Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Lampung Barat yang negatif mengandung arti babwa tanpa adanya pengarub variabel lain maka rasio pajak di daerab tersebut hila dibandingkan dengan rata-rata seluruh rasio pajak di Propinsi Lampung lebib kecil sebesar nilai frxed effect daerab terse but. Dengan demikian dapat disimpulkc.n babwa masing-masing kabupaten/kota di Propinsi Lampung memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain.
B.
Persamaan 2 Pada persamaan kedua diperoleb basil estimasi sebagai berikut :
T1ffu
= !stat
-0.001384 + 0.000283Ln(YcaptJ + 0.006839Trlpdrbu (-1.3826) (0.9083) (3.4770) a-sandar Lampung
=
a-Lampung Selatan
= =
a-Lampung Tengah a-Lampung Utara a-Lampung Barat
=
0.000849 - 0.001129 0.000422 0.000399 - 0,000541
= 0.9375
Persamaan kedua mempunyai Nilai F-statistik basil estimasi sebesar I 00.6338 Persamaan ini terbukti signifikan pada confidence level I % karena F-statistik lebib besar dari F-tabel
(a=I%;6, 4s) =
3.2036 sebingga dapat disimpulkan babwa semua
variabel independen yaitu pendapatan perkapita dan kontribusi sektor perdagangan dalam pendapatan regional bersama-sama mempengarubi variabel tidak bebas yaitu rasio pajak dengan tingkat kepercayaan 99%. Sedangkan koefisien determinasinya (adjusted R2) sebesar 0.9281 yang menunjukkan besamya derajat kemampuan
64 menerangkan dari variabel bebas terhadap variabel tidak bebas dari model persamaan tersebut atau variansi dari variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat yang telah dikoreksi., sehingga dapat dikatakan bahwa 92.81 % rasio pajak dipengaruhi oleh
pendapatan
perkapita
masyarakat
dan
kontribusi
sektor
perdagangan
kabupatenlkota di Propinsi Lampung sedangkan sisanya dipengaruhi oleh varabelvariabellain di luar model. Untuk melihat pengaruh setiap variabel penjelas secara parsial dilakukan uji-t dengan selang kepercayaan 99%, 95% dan 90% sehingga didapatkan nilai kritis berturut-turut 2,576; 1,960; dan 1,645. Jika nilai t-statistik untuk masing-masing variabel bebas lebih besar dari nilai kritis pada salah satu selang kepercayaan tersebut maka variabel tersebut signifikan mempengaruhi variabel tak bebasnya. Pada tabel di
'
atas terlihat bahwa variabel pendapatan perkapita dan kontribusi sektor perdagangan dalam PDRB memberikan pengaruh positif terhadap rasio pajak untuk seluruh kabupatenlkota di Propinsi Lampung. Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan dan pertumbuhan pada variabel independen akan meningkatkan rasio pajak di masingmasing daerah.
Selanjutnya jika masing-masing variabel diuji secara parsial
menggunakan nilai t-statistiknya maka terlihat hanya kontribusi sektor perdagangan saja yang signifikan pada level I% (t-stat = 3.4770) sedangkan pertumbuhan pendapatan perkapita tidak signifikan pada setiap level. Persamaan pertama dan kedua merupakan dua bentuk persamaan yang sama yang melakukan estimasi terhadap 5 (lima) kabupaten/kota. Hanya pada persamaan kedua variabel independen pendapatan perkapita diestimasi dalam bentuk logaritma natural yang bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh pertumbuhan
65 pendapatan perkapita masyarakat terhadap rasio pajak. Secara umum hasil estimasi kedua persamaan memberikan hasil yang relatif sama dan konsisten memberikan arah pengaruh dari kedua variabel independennya terhadap variabel dependen. Selain itu nilai intersep masing-masing daerah juga menunjukkan hasil yang konsisten dimana intersep untuk Kabupaten Lampung Selatan dan Lampung Barat bemilai negatif sedangkan kabupaten lainnya bemilai positif. Sedangkan dari nilai koefisien determinasi menunjukkan bahwa persamaan kedua memberikan hasil yang lebih baik daripada persamaan pertama sehingga dapat dinyatakan bahwa estimasi pendapatan perkapita dengan melihat nilai pertumbuhannya dari tahun ke tahun akan memberikan hasil yang lebih baik daripada dalam bentuk linier. Hal ini juga didukung dengan nilai F-statistik yang lebih besar di persamaan yang kedua daripada persamaan pertama yang mengindikasikan secara keseluruhan persamaan kedua lebih dapat diterima daripada persamaan yang pertama. Sedangkan bila dilihat secara parsial maka tingkat signifikansi masing-masing variabel bebas tidak berubah dimana kontribusi sektor perdagangan tetap signifikan pada confidence level I% dan pendapatan perkapita tidak signifikan pada seluruh level.
C.
Persamaan 3 Pada persamaan ketiga diperoleh hasil estimasi sebagai berikut : T /Yu
=
!stat
-0.000086 + 0.000233Ycapu+ 0.005991Trlpdrb11 + 0.004359Exlpdrbu ( -0.1499)
(1.7157)
a-sandar Lampung = a-Lampung Selatan = a-Lampung Tengah =
-
a-Lampung Utara
-
a-Lampung Barat
=
-
(4.5768) 0.001455 0.000411 0.000689 0.000866 0.00 I 090
(5.1628) 0.9468
66 Persamaan ketiga merupakan perluasan dari
persamaan
pertama yang
melakukan estimasi terhadap 5 (lima) kabupaten/kota. Hanya pada persamaan ketiga dilakukan penambahan variabel kontrol berupa rasio belanja pemerintah terhadap PDRB. Nilai F-statistik hasil estimasi sebesar I 02.4830 yang menunjukkan bahwa persamaan ini signifikan pada confidence level I % karena F-statistik lebih besar dari F-tabel
(a=I%; 7,47 )
=
3.0463 sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variabel
independen berupa pendapatan perkapita dan kontribusi sektor perdagangan dalam pendapatan regional serta rasio belanja pemerintah terhadap pendapatan regional bersama-sama mempengaruhi variabel rasio pajak dengan tingkat kepercayaan 99%. Sedangkan koefisien determinasinya (adjusted R2 ) sebesar 0.9376 menunjukkan besarnya derajat kemampuan menerangkan dari variabel bebas terhadap variabel tidak bebas dari model persamaan tersebut atau variansi dari variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat yang telah dikoreksi sehingga dari persamaan di atas dapat dikatakan bahwa 93.76 % variasi dari rasio pajak dipengaruhi oleh pendapatan perkapita masyarakat dan kontribusi sektor perdagangan kabupaten/kota di Propinsi Lampung sedangkan sisanya dipengaruhi oleh varabel-variabel lain di luar model. Untuk melihat pengaruh setiap variabel penjelas secara parsial terhadap efisiensi teknis, dilakukan terlebih dahulu uji-t
dengan selang kepercayaan 99%
(*** ), 95 % (**) dan 90 % (*), sehingga didapatkan nilai kritis berturut-turut 2,576; I ,960; dan I ,645. Jika t-statistik untuk masing-masing variabel bebas lebih besar dari nilai kritis pada salah satu selang kepercayaan tersebut maka variabel tersebut signifikan mempengaruhi variabel tak bebasnya. Pada tabel di atas terlihat bahwa
67 seluruh variabel bebas memberikan pengaruh positif terhadap rasio pajak untuk seluruh kabupatenlkota di Propinsi Lampung. Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan dan pertumbuhan pada variabel independen akan meningkatkan rasio pajak di masing-masing daerah. Selanjutnyajika masing-masing variabel diuji secara parsial menggunakan nilai t-statistiknya maka terlihat kontribusi sektor perdagangan dan rasio belanja pemerintah terhadap PDRB signifikan pada level I% (t-statistik masing-masing
=
4.5768 dan 5.1628) sedangkan pcndapatan perkapita signifikan
pada level I 0%. Bila persamaan pertama dan ketiga dibandingkan maka terlihat bahwa nilai koefisien determinasi persamaan ketiga lebih besar daripada persamaan pertama yang menunjukkan bahwa dengan penambahan variabel kontrol berupa rasio belanja pemerintah terhadap pendapatan regional menyebabkan model menjadi makin lebih baik atau dengan kata lain bahwa rasio pajak semakin dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya.
Hal ini juga didukung dengan nilai F-statistik yang lebih besar di
persamaan yang ketiga daripada persamaan pertama yang mengindikasikan secara keseluruhan persamaan ketiga lebih dapat diterima daripada persamaan yang pertama. Sedangkan hila dilihat secara parsial, pengaruh yang diberikan variabel bebas terhadap variabel tidak bebasnya menunjukkan arah yang sama yaitu positif dengan tingkat signifikansi yang semakin meningkat pada masing-masing variabel bebas. Pada persamaan pertama pendapatan perkapita tidak signifikan pada semua
confidence level tetapi pada persamaan ketiga menjadi signifikan pada level 10%. Demikian juga halnya untuk variabel bebas lainnya kontribusi sektor perdagangan
68 pada kedua persamaan signifikan pada level I%,
sedangkan variabel kontrol di
persamaan ketiga signifikan pada level I 0%.
D.
Persamaan 4 Pada persamaan keempat diperoleh hasil estimasi sebagai berikut : A
T /Yit
=
0.00001 + 0.00043L.1(Ycap;J + 0.00617Trlpdrbil + 0.00435Exlpdrbil
lstat(0.2179)
(1.8394)
a-sandar Lampung
=
a-Lampung Selatan
= =
a-Lampung Tengah U-Lampung Utara U-Lampung Barat
=
(4.6267)
O.OOI415 0.000401 - 0.000725 - 0.000067 - 0.001023
(5.3361) 0.9479
Persamaan keempat merupakan perluasan dari persamaan kedua yang melakukan estimasi terhadap 5 (lima) kabupatenlkota.
Hanya pada persamaan
keempat dilakukan penambahan variabel kontrol berupa rasio belanja pemerintah terhadap PDRB. Nilai F-statistik hasil estimasi sebesar I 04.6252 yang menunjukkan bahwa persamaan ini signifikan pada confidence level 1 % karena F-statistik lebih besar dari F-tabel
(a=I%;7,47)
=
3.0463 sehingga dapat dinyatakan bahwa semua variabel
independen berupa pendapatan perkapita dan kontribusi sektor perdagangan dalam pendapatan regional serta r:1sio belanja pemerintah terhadap pendapatan regional bersama-sama mempengaruhi variabel rasio pajak dengan tingkat kepercayaan 90% dan 99%.
Sedangkan koefisien determinasinya (adjusted R2) sebesar 0.9388
menunjukkan besamya derajat kemampuan menerangkan dari variabel bebas terhadap variabel tidak bebas dari model persamaan tersebut atau variansi dari variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat yang telah dikoreksi sehingga dari
69 persamaan di atas dapat dikatakan bahwa 93.88 % variasi dari rasio pajak dipengaruhi oleh
pendapatan
perkapita
masyarakat
dan
kontribusi
sektor
perdagangan
kabupaten/kota di Propinsi Lampung sedangkan sisanya dipengaruhi oleh varabelvariabellain di luar model. Untuk melihat pengaruh setiap variabel penjelas secara parsial terhadap efisiensi teknis, dilakukan uji-t dengan selang kepercayaan 99 % (*** ), 95 % (**) dan 90 % (*), sehingga didapatkan nilai kritis berturut-turut 2,576; I ,960; dan 1,645. Jika t-statistik untuk masing-masing variabel bebas lebih besar dari nilai kritis pada sa1ah
satu
selang
kepercayaan
tersebut maka
variabel
tersebut
signifikan
mempengaruhi variabel tak bebasnya. Pada tabel di atas terlihat bahwa se1uruh variabe1 bebas memberikan pengaruh positif terhadap rasio pajak untuk seluruh kabupaten/kota di Propinsi Lampung. Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan dan pertumbuhan pada vari..1bel independen akan meningkatkan rasio pajak di masingmasing daerah.
Selanjutnya jika masing-masing variabe1 diuji secara parsia1
menggunakan nilai t-statistiknya maka terlihat kontribusi sektor perdagangan dan rasio belanja pemerintah terhadap PDRB signifikan pada level 1% (t-statistik masingmasing = 4.6267 dan 5.3361) sedangkan pendapatan perkapita signifikan pada level I 0% dengan nilai t-statistik sebesar 1.8394. Selanjutnya Bila persamaan kedua dan keempat dibandingkan maka terlihat bahwa nilai koefisien determinasi persamaan keempat lebih besar daripada persamaan kedua yang menunjukkan bahwa dengan penambahan variabel kontrol berupa rasio belanja pemerintah terhadap pendapatan regional menyebabkan model menjadi makin lebih baik atau dengan kata lain bahwa rasio pajak semakin dapat dijelaskan oleh
70 variabel bebasnya. Hal ini juga didukung dengan nilai F-statistik yang lebih besar di persamaan yang keempat daripada persamaan kedua yang mengindikasikan secara keseluruhan persamaan keempat lebih dapat diterima daripada persamaan yang kedua. Sedangkan bila dilihat secara parsial, pengaruh yang diberikan variabel bebas terhadap variabel tidak bebasnya menunjukkan arah yang sama yaitu positif dengan tingkat signifikansi yang semakin meningkat pada masing-masing variabel bebas. Pada persamaan kedua
pendapa~n per~capita
tidak signifikar. pada scmua confidence
level tetapi pada persamaan ketiga menjadi signifikan pada level I 0%. Demikian juga halnya untuk variabel bebas lainnya walaupun variabel kontribusi sektor perdagangan pada kedua persamaan signifikan pada level I% akan tetapi nilai tstatistik persamaan keempat lebih besar daripada di persamaan yang pertama, sedangkan variabel kontrolnya signifikan pada level I%. Analisa perbandingan lebih lanjut antara persamaan ketiga dan keempat dengan variabel bebas yang same: namun pada persamaan keempat variabel bebasnya diestimasi dalam bentuk logaritma natural, menunjukkan hasil estimasi yang relatif sama
dan konsisten dalam hal pengaruh yang diberikan kedua variabel bebas
terhadap variabel terikat. Selain itu nilai intersep masing-masing daerah juga menunjukkan hasil yang konsisten dimana intersep untuk Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Utara dan Lampung Barat bernilai negatif sedangkan kabupaten Lampung Selatan dan Kota Bandar Lampung bernilai positif. Berdasarkan nilai koefisien determinasi terlihat bahwa persamaan keempat memberikan hasil yang lebih baik daripada persamaan ketiga sehingga dapat dinyatakan
bahwa
estimasi
pendapatan
perkapita
dengan
melihat
nilai
71
pertumbuhannya dari tahun ke tahun akan memberikan hasil yang lebih baik daripada dalam bentuk linier. Hal ini juga didukung dengan nilai F-statistik yang lebih besar di persamaan yang keempat daripada persamaan ketiga yang mengindikasikan secara keseluruhan persamaan keempat lebih dapat diterima daripada persamaan yang ketiga.
Sedangkan hila dilihat secara parsial maka tingkat signifikansi masing-
masing variabel bebas tidak berubah dimana kontribusi sektor perdagangan dan rasio belanja pemerintah terhadap pendapatan regional tetap signifikan pada confidence
level 1% serta pendapatan perkapita yang signifikan pada level 10%.
4.2.2
Perhitungan Kapasitas Pajak dan Usaha Pajak Analisis rasio pajak menjelaskan kapasitas pajak (tax capacity) dan usaha pajak
(tax effort) antar daerah. Pendekatan pengukuran ini dilakukan melalui model regresi linier menggunakan persamaan keempat dengan pertimbangan bahwa persamaan tersebut memiliki nilai F-statistik, koefisien determinasi serta t-statistik setiap variabel bebas yang paling besar diantara persamaan lainnya. Selain itu juga pada persamaan keempat paling memenuhi asumsi klasik yang dipersyaratkan bagi persamaan regresi linier yaitu terbebas dari multikolinieritas, heteroskedastis dan autokorelasi (secara lengkap disajikan pada lampiran). Adapun
persamaan
kapasitas
pajak
untuk
masing-masing
kabupaten/kota adalah : •
Kap_Bdl
=
0.001414682414 + 0.0001002386622 + 0.0004314020395*LOG(YCAP BDL) + 0.006168264406*TRPDRB BDL + 0.004350194262*EXPDRB BDL
daerah
72
•
0.0004009811817 + 0.0001002386622 +
Kap_Sel
0.0004314020395*LOG(YCAP_SEL) + 0.006168264406*TRPDRB SEL + 0.004350194262 *EXPDRB SEL
•
Kap_Tgh
= - 0.0007250452 + 0.000 I 002386622 + 0.0004314020395*LOG(YCAP _TGH) + 0.006168264406*TRPDRB TGH + 0.004350194262*EXPDRB TGH
•
Kap_Utr
=- 6.765096179e-005 + 0.0001002386622 + 0.0004314020395*LOG(YCAP_ UTR) + 0.006168264406*TRPDRB UTR + 0.004350194262*EXPDRB UTR
•
Kap_Brt
=- 0.001022967434 + 0.0001002386622 + 0.0004314020395*LOG(YCAP_BRT) + 0.006168264406*TRPDRB BRT + 0.004350194262*EXPDRB BRT
Secara umum analisis rasio pajak (T/Y) bertujuan untuk menjelaskan faktorfaktor utama yang menyebabkan perbedaan rasio pajak antar negara dimana T mencerminkan total pajak yang diterima sedangkan Y merupakan proksi dari pendapatan domestik perkapita. Analisis rasio pajakjuga mencerminkan kemampuan pajak (tax capacity) dan usaha pajak (tax effort) antar negara atau antar daerah (Alfirman, 2003). Berdasarkan 4.6 tabel terlihat bahwa kapasitas pajak tiap daerah selalu mengalami perubahan dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh perubahan nilai variabel yang mempengaruhinya yaitu pendapatan perkapita, kontribusi sektor
73 perdagangan dan rasio belanja pemerintah terhadap pendapatan regional. Hasil pada tabel 4.6 jika dibandingkan dengan tabel 4.3 menunjukkan kesesuaian dimana untuk Kota Bandar Lampung yang struktur perekonomiannya lebih didominasi o1eh sektor perdagangan memberikan potensi pajak yang 1ebih besar dibandingkan dengan kabupaten lain yang masih didomininasi o1eh sektor pertanian. Sedangkan kontribusi sektor perdagangan dikeempat kabupaten relatif sama sehingga ada faktor lain yang ikut mempengaruhi besaran kapasitas pajaknya.
Tabel4.6 Estimasi Kapasitas Pajak Kabupateo/Kota di Propinsi Lampung Periode 1992-2003
1992
Estimasi Kapasitas Pajak Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kota Lampung Lampung Lampung Ban dar Utara Lampun2 Selatan Ten2ah I 0.0011699 0.0028825 0.0019771 0.0004112
Kabupaten Lampung Barat 0.0000924
1993
0.0028709
0.0020588
0.0004726
0.0012838
0.0003298
1994
0.0026556
0.0019632
0.0005531
0.0013700
0.0004182
1995
0.0025229
0.0018590
0.0006214
0.0014060
0.0004319
1996
0.0024392
0.0018753
0.0007113
0.0014655
0.0002096
1997
0.0024167
0.0015539
0.0007903
0.0017202
0.0005902
1998
0.0023068
0.0013309
0.0007182
0.0012618
0.0001700
1999
0.0024326
0.0013675
0.0004561
0.0011696
0.0001358
2000
0.0024195
0.0012554
0.0001141
0.0010542
0.0001480
2001
0.0026805
0.0018691
0.0006761
0.0022821
0.0012947
2002
0.0027645
0.0019603
0.0006497
0.0022460
0.0019089
2003 0.0029041 0.0029883 Sumber: Pengolahan Data Tesrs, 20()5
0.0009027
0.0025185
0.0029300
Tahun
74 Nilai kapasitas pajak hasil estimasi Kota Bandar Lampung sebesar 0,002941 (tahun 2003) mengandung arti bahwa pada kondisi pendapatan perkapita masyarakat sebesar Rp. 2.455.000,- (tabel 4.2) dan kontribusi sektor perdagangan dalam PDRB sebesar 6, 7% (lamp iran data) serta rasio belanja pemerintah terhadap PDRB sebesar 18,5% (lampiran data) maka pajak yang dapat dikumpulkan pada tahun 2003 dibandingkan dengan PDRB tahun 2003 adalah sebesar 0.29% demikian seterusnya analisa serupa berlaku untuk semua nilai pada tabel 4.6 di tiap kabupaten/kota. Nilai-nilai tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai salah satu pedoman bagi para pengambil kebijakan di tiap-ttap kabupatenlkota (pihak eksekutif dan legislatit) dalam menetapkan target pajak di tahun yang sama sehingga tidak ada lagi penetapan target pajak yang dilakukan tanpa pertimbangan data dan terkesan bahwa target pajak yang ditetapkan terlalu tinggi pada tahun tertentu atau terlalu rendah di tahun yang lain. Metode ini juga berguna untuk meningkatkan dan menjadi tolok ukur kinerja aparatur pengumpul pajak di daerah
secara bijaksana.
Selain itu
evaluasi dari tahun ke tahun mudah dilakukan oleh masing-masing kabupatenlkota untuk mencari penyebab mengapa target pajak tidak tercapai.
Pada sisi yang lain
dengan menggunakan model ini maka terkandung pesan kepada masing-masing kabupaten!kota bahwa untuk meningkatkan pendapatan asli daerah terutama yang berasal dari pajak daerah maka setiap kabupatenlkota harus mampu meningkatkan aktivitas
perekonomian di
daerahnya masing-masing yang selanjutnya akan
mendorong peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan kontribusi sektor perdagangan dalam PDRB.
75
Selanjutnya dilakukan pengolongan ranking per daerah per tahun untuk menentukan kabupaten/kota mana yang memiliki kapasitas pajak yang tinggi dan rendah dengan menggunakan batas rata-rata yang diperoleh setiap tahun dengan ketentuan kabupatenlkota yang memiliki kapasitas pajak lebih besar daripada ratarata tahun bersangkutan maka digolongkan tinggi dan sebaliknya bila berada di bawah rata-rata tahun bersangkutan maka tergolong rendah. Penggunaan kriteria rata-rata dalam hal penggolongan atribut tinggi-rendah mengacu kepada penelitian serupa yang dilakukan oleh Alfirman (2003) tentang pengukuran kapasitas pajak propinsi se-Indonesia. Metode ini dianggap paling sesuai dikarenakan perbandingan dilakukan antar sesama daerah yang berada dalam satu kawasan sehingga rata-rata relatif pada tahun tertentu yang digunakan sebagai pedoman telah mencerminkan rata-rata kapasitas pajak yang juga relatif sama dari masing-masing
daerah.
Namun
demikian
metode
ini
memiliki
kelemahan,
diantaranya adalah ket1ka satu daerah yang memiliki potensi pajak cukup besar sedangkan daerah lain tidak maka akan terjadi bias dalam penentuan tinggirendahnya kapaitas pajak masing-masing daerah. Weiss (1995) menyatakan bahwa terdapat batasan dalam menginterpretasikan taxable capacity yaitu ketika kapasitas pajak hanya didasarkan kepada nilai rata-rata dari sampel maka tidak ada indikator normatif yang menunjukkan berapa rasio pajak yang seharusnya. Hal lain yang patut dipertimbangkan ketika dilakukan pengukuran kapasitas pajak adalah penggunaan nilai dan variabel bebas yang betul-hetul sesuai dengan kondisi atau potensi tiap daerah sehingga pada akhimya akan diperoleh kapasitas pajak yang benar-benar mencerminkan kondisi kapasitas pajak daerah tersebut.
76
Tabel4.7 Pemetaan Kapasitas Pajak Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung Periode 1992--2003
Tahun -
Penggolongan Kapasitas Pajak Kabupaten!Kota (Tinggi-Rendah) Kabupaten Kota Kabupaten Kabupaten Kabupaten Lampung Ban dar Lampung Lampung Lampung Lampung Barat Tengah Utara Selatan
1992
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
1993
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
1994
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
1995
Tinggi
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
1996
Tinggi
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
1997
Tinggi
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
1998
Tinggi
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
1999
Tinggi
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
2000
Tinggi
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
2001
Tinggi
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
2002
Tinggi
Tinggi
Rendah
Tinggi
Tinggi
2003
Tinggi
Tinggi Sumber : Pengolahan Data Tesis, 2005
Rendah
Tinggi
Tinggi
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa kapasitas pajak masing-masing kahupaten/kota di Propinsi Lampung hila dihitung dengan menggunakan pendekatan persamaan Lotz-Morrs (1970) maka Kota Bandar Lampung dan Kahupaten Lampung Selatan masuk ke dalam kriteria tinggi sehaliknya kahupaten Lampung Tengah selalu tergolong kedalam kriteria rendah, sedangkan Kahupaten Lampung Utara dominan tinggi dan Kahupaten Lampung Barat dominan rendah. Sedangkan hila dihandingkan antara sehelum dail setelah otonomi daerah terlihat hahwa hanya Kahupaten Lampung Barat saja yang mengalami peningkatan pada kapasitas pajaknya sedangkan
77 untuk Kabupaten Lampung Tengah tidak menunjukkan perubahan. Perubahan tinggirendahnya kapasitas pajak masing-masing kabupaten/kota tersebut disebabkan adanya perubahan faktor ekonomi dan non ekonomi selama periode pengamatan. Adapun variabel ekonomi yang dominan berpengaruh terhadap perubahan kapasitas pajak kabupatt.!nlkota secara langsung berhubungan dengan nilai masingmasing variabel bebas yang digunakan sebagai parameter utama dalam model LotzMorrs, meliputi pendapatan perkapita dan kontribusi sektor perdagangan dalam PDRB. Sedangkan var\abel non ekonomi yang ikut mendorong perubahan nilai kapasitas pajak tiap-tiap daerah selama periode pengamatan adalah kebijakan pemerintah dalam hal fiskal daerah diantaranya dengan pemberlakuan undangundang otonomi daerah yang menyebabkan masing-masing daerah dituntut menggali potensi penerimaan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah.
Selain itu
dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah akan berimbas kepada perubahan pola perhitungan dana perimbangan sehingga jumlah bantuan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah juga mengalami perubahan yang kemudian menyebabkan rasio belanja pemerintah daerah terhadap PDRB juga akan mengalami penyesuaian. Usaha pajak (tax effort) merupakan rasio antara jumlah pajak aktual yang berhasil dikumpulkan terhadap kapasitas pajak sebagi hasil estimasi. Bahl ( 1971) menyatakan jika satu negara memiliki usaha pajak kurang dari satu mengindikasikan bahwa usaha pajak negara tersebut relatif rendah dibandingkan dengan negar-negara lain yang memiliki rasio usaha pajak lebih dari satu. Chelliah (1976) menyatakan perbandin~an
sederhana dari rasio usaha pajak tidak hanya digunakan untuk melihat
78 perbandingan tingkat pajak relatif antar negara yang berbeda tetapi juga keberhasilan dan kegagalan satu negara dibandingkan negara lain dalam mengumpulkan pajak. Tabel4.8 lndek Upaya Pajak Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung Periode 1992-2003
Tahun
Indek Upaya Pajak (Rasio Pajak Aktual/ Rasio Pajak Estimasi) Kota Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Bandn Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Selatan Teng_ah Utara Barat
1992 0.63 0.34 1993 0.61 0.36 1994 0.63 0.34 1995 0.74 0.32 1996 0.72 0.30 1997 0.75 0.44 1998 0.74 0.28 1999 0.75 0.26 2000 0.69 0.28 2001 0.99 0.31 2002 1.20 0.45 2003 1.16 1.31 Sumber : Pengolahan Data Tesis, 2005
0.37 0.36 0.34 0.35 0.54 0.72 1.17 1.63 3.86 0.93 1.13 0.82
0.30 0.21 0.26 0.35 0.40 0.57 0.54 0.54 0.33 0.34 0.47 0.43
1.11 0.73 0.65 0.73 1.92 1.24 1,67 2.77 1.87 0.52 0.45 1.04
Dari tabel 4.8 di atas terlihat bahwa upaya pajak tiap-tiap kabupaten/kota bervariasi dari tahun ke tahun dan cenderung mengalami peningkatan. Namun demikian peningY:atan upaya pajak tidak semata-mata sebagai akibat meningkatnya penerimaan pajak aktual akan tetapi juga kesulitan daerah dalam menentukan tinggirendahnya target pajak di daerah. Hal ini disebabkan selama periode pengamatan t~rdapat
i(eterbatasan
bagi
daerah
untuk
menentukan
berapa target
sesungguhnya yang harus dicapai berdasarkan potensi yang dimilikinya.
pajak
79 Kota Bandar Lampung mt;miliki trend peningkatan upaya pajak dari tahun ke tahun sedangkan keempat kabupaten lainnya tidak memiliki trend yang jelas karena selalu naik-turun sepanjang periode pengamatan.
Keadaan ini disebabkan adanya
perubahan baik pada pajak aktual yang berhasil dikumpulkan maupun pada kontribusi sektor perdagangan terhadap PDRB sedangkan pendapatan perkapita dan rasio belanja pemerintah terhadap PDRB relatif stabil (rangkuman data utama penelitian pada lampiran). Perubahan besar terjadi di Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2000 dimana indek upaya pajaknya mencapai 3,86 yang disebabkan turunnya dana perimbangan pemerintah pusat dan ditunjukkan oleh nilai pertumbuhan rasio belanja pemerintah terhadap PDRB tahun 2000 hanya sebesar 0,0068 yang sangat kecil dibandingk~n
tahun sebelumnya yang mencapai 0,2393 (rangkuman data utama
penelitian pada lampiran). Berdasarkan data pada tabel 4.8 selanjutnya dilakukan pemetaan kabupatenlkota berdasarkan kriteria yang dibangun oleh Chelliah, Baas dan Kelly ( 1975) yang menyebutkan negara dengan indek upaya pajak > I tergolong memiliki upaya pajak yang tinggi, disebabkan keadaan ini menunjukkan bahwa jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan lebih besar daripada jumlah pajak yang diharapkan diperoleh pada tahun tertentu. Demikian juga sebaliknya ketika satu negara memiliki indek upaya pajak < I maka tergolong mempunyai upaya pajak yang rendah dikarenakan penerimaan pajak di tahun tertentu lebih kecil daripada target pajak yang ditetapkan. Pada tabel 4.9 terlihat bahwa berdasarkan upaya pajaknya maka kabupaten/kota di Propinsi Lampung tersebar ke dalam 2 (dua) kriteria yaitu tinggi dan rendah. Kabupaten Lampung Utara selama periode pengamatan tergolong daerah yang
80 memiliki upaya pajak yang rendah. Hal yang sama juga dialami oleh Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Selatan dimana sampai dengan tahun 200 1 dan
2002 memiliki upaya pajak yang rendah. Sedangkan Kabupaten Lampung Tengan dan Lampung Barat kondisinya bervariasi dari tahun ke tahun.
Perubahan mulai
terjadi di Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Selatan masing-masing sejak tahun 2002 dan 2003 dimana upaya pajaknya tergolong tinggi yang lebih disebabkan oleh meningkatnya penerimaan pajak pada periode tersebut (tabel 4.1 ). Tabel4.9 Penggolongan Upaya Pajak Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung Periode 1992--2003
Tahun
1992
Penggolongan Upaya Pajak (Tinggi-Rendah) Kabupaten Kabupaten Kota Kabupaten Kabupaten Lampung Lampung Bandar Lampung Lampung Tengah Barat Utara Lampun2 Selatan Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah
1993
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
1994
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
1995
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
1996
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Tinggi
1997
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Tinggi
1998
Rendah
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
1999
RePdah
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
2000
Rendah
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
2001
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
2002
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
Rendah
Tinggi Tinggi Sumber : Pengolahan Data Tesis, 2005
Rendah
Rendah
Tinggi
2003
81
Analisa lebih lanjut yang bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan upaya pajak dari masing-masing kabupaten/kota sebelum maupun setelah otonomi daerah (sebelum dan setelah tahun 1999) menunjukkan bahwa tidak ada pola yang jelas yang dapat dijadikan dasar atau pedoman untuk menyatakan bahwa kota atau kabupaten tertentu memiliki upaya pajak yang berbeda sebelum ataupun setelah implementasi otonomi daerah.
4.2.3
Pemetaan Kabupaten/Kota berdasarkan Kapasitas Pajak dan Usaha Pajak Pemetaan dilakukan dengan cara menggolongkan kabupaten/kota berdasarkan
potensi pajak yang dimiliki serta upaya pajak yang telah dilakukan setiap tahunnya sehingga akan diperoleh kombinasi antara kedua parameter tersebut. Hasil pemetaan pada tabel 4.1 0 selanjutnya akan dipindahkan ke dalam bentuk kuadran yang merupakan kombinasi dari tax effort pada sumbu X dan tax capacity pada sumbu Y. Adapun kombinasi yang mungkin dari kriteria tersebut adalah :
• High Capacity- High Effort (HC-HE)
Kuadran I
• High Capacity- Low Effort (HC-LE)
Kuadran II
• Low Capacity- High Effort (LC-HE)
Kuadran Ill
• Low Capacity- Low Ejfort (LC-LE)
Kuadran IV
Hasil pemetaan ini dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengukur kinetja aparatur
pemerintah daera!l
khususnya dalam
mengukur efektivitas
(berhubungan dengan ketepatan sasaran subyek dan obyek pajak) dan efisiensi pajak (berhubungan dengan lebih besamya penerimaan pajak dibandingkan dengan upah pungut) yang secara langsung atau tidak langsung menunjukkan apakah satu daerah
82 telah atau belum mengelola potensi pajak dan melakukan pengumpulan pajak secara optimal. Selain itu juga dapat terlihat apakah satu daerah yang pada mulanya belum mengoptimalkan penerimaan pajaknya namun kemudian mengalami perubahan minimal memiliki kecenderungan ke arah optimalisasi penerimaan pajak.
T-abel 4.10 Pemetaan Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung Berdasarkan Tax Capacity dan Tax Effort Periode 1992-2003 I_
Tahun
Penggolongan Kapasitas Pajak dan Upaya Pajak , ' - · · - (Tinggi - Rendah Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kota Bandar Kabupaten Lampung Lampung Lampung Lampung Lampung Barat Utara Ten gab Selatan T-C T-E T-C T-E T-C T-E T-C T-E T-C T-E
1992
HC
LE
HC
LE
LC
LE
LC
LE
LC
HE
1993
HC
LE
HC
LE
LC
LE
LC
LE
LC
LE
1994
HC
LE
HC
LE
LC
LE
LC
LE
LC
LE
1995
HC
LE
HC
LE
LC
LE
HC
LE
LC
LE
1996
HC
LE
HC
LE
LC
LE
HC
LE
LC
HE
1997
HC
LE
HC
LE
LC
LE
HC
LE
LC
HE
1998
HC
LE
HC
LE
LC
HE
HC
LE
LC
HE
1999
HC
LE
HC
LE
LC
HE
HC
LE
LC
HE
2000
HC
LE
HC
LE
LC
HE
HC
LE
LC
HE
2001
HC
LE
HC
LE
LC
LF
HC
LE
LC
LE
2002
HC
HE
HC
LE
LC
HE
HC
LE
HC
LE
2003
HC
HE
HC
HE
LC
LE
HC
LE
HC
HE
Keterangan : TC : Tax Capacity TE :Tax Effort HC : High Capacity Sumber : Pengolahan Data Tesis, 2005
LC HE LE
: Low Capacity : High Effort :Low Effort
83 Lebih lanjut dari tabel 4.10 menunjukkan bahwa Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Lampung Utara tergolong ke dalam daerah yang memiliki potensi pajak yang besar akan tetapi tidak disertai dengan upaya pajak yang tinggi sehingga der.gan demikian ketiga daerah ini dapat dikatakan belum optimal mengelola potensi pajak yang dimilikinya selama periode pengamatan karena belum diimbangi dengan sistem pengelolaan dan pengumpulan pajak yang baik. Keadaan ini baru berubah setelah tahun 2002 dan 2003 dimana potensi pajak y:mg besa:- ·diketiga daerah diimbangi dengan upaya pajak yang tinggi dari aparatur pemerintah daerah.
Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Barat memiliki
kondisi yang berbeda dari ketiga daerah lainnya yaitu memiliki potensi pajak yang rendah namun dalam hal pengelolaan dan pengumpulan pajak kedua daerah ini lebih menunjukkan keseriusan dimana terlihat upaya yang tinggi selama beberapa tahun periode pengamatan. Dengan demikian dapat dikatakan pada kedua daerah ini ada kecenderungan yang mengarah kepada optimalisasi penerimaan pajak. Dalam kontek optimalisasi penerimaan pajak daerah menggunakan pendekatan analisis kapasitas pajak dan upaya pajak, terdapat dua hal yang menjadi tolok ukur untuk menentukan apakah satu daerah lebih optimal atau tidak dibandingkan dengan daerah yang lain, yaitu : (a) dari sudut pandang efisiensi, yaitu melihat seberapa besar biaya yang dikeluarkan dibandingkan dengan potensi penerimaan pajak dalam hal ini satu daerah akan lebih efisien ketika biaya upah pungut yang dikeluarkan lebih kecil daripada daerah yang lain dengan asumsi jumlah penerimaan pajak yang dihasilkan sama, (b) dari sudut pandang efektivitas yaitu ketika satu daerah mampu secara jelas
84 mengukur potensi pajak yang ada di daerahnya sehingga target yang ditetapkan telah mencerminkan kondisi yang sesungguhnya. Berikut disaj ikan pemetaan kabupatenlkota di Propinsi Lampung dalam bentuk kuadran per tahun yang merupakan gambaran secara umum tentang potensi pajak yang dimiliki dan upaya pajak yang telah dilakukan selama periode pengamatan :
Tax Capacity
HC-HE
HC-LE • Bandar Lampung • Lampung Selatan
Tax Effort • Lampung Tengah • Lampung Utara
• Lampung Barat
LC-LE
LC-HE
Gambar 4.1 Pemetaan Kabupaten/Kota Tahun 1992
85
Tax Capacity HC-LE
HC-HE • Bandar Lampung • Lampung Selatan
Tax Effort • Lampung Tengall • Lampung Utara • Lampung Barat
LC-LE
LC-HE Gambar 4.2 Pemeta':ln Kabupaten/Kota Tahun 1993 dan 1994
Tax Capacity HC-HE
HC-LE • Bandar Lampung • Lampung Selatan • Lampung Utara
Tax Effort • Lampung Tengah • Lampung Barat
LC-LE
LC-HE Gambar 4.3 Pemetaan Kabupaten/Kota Tahun 1995
86
Tax Capacity HC-HE
HC-LE • Bandar Lampung • Lampung Selatan • Lampung Utam
--------------~--------------TaxEffort
• Lampung Tengah
• Lampung Barat
LC-LE
LC-HE Gambar 4.4 Pemetaan Kabopaten/Kota Taboo 1996 dan 19~7
Tax Capacity HC-HE
HC-LE • Bandar Lampung • Lampung Selatan • Lampung Utara
Tax Effort • Lampung Tengah • Lampung Barat
LC-LE
LC-HE Gambar 4.5 .Pemetaan Kabopaten/Kota Taboo 1998, 1999 dan 2000
87
Tax Capacity HC-HE
HC-LE • Bandar Lampung • Lampung Selatan • Lampung Utara
Tax Effort • Lampung Barat
• Lampung Tengah
LC-LE
LC-HE Gambar 4.6 Pemetaan Kabupaten/Kota Tahun 2001
Tax Capacity HC-HE
HC-LE • Lampung Selatan • Lampung Utara • L'lmpung Barat
• Bandar Lampung
Tax Effort • Lampung Tengah
LC-LE
LC-HE Gambar 4.7 Pemetaan Kabupaten/Kota Tahun 2002
88
Tax Capacity HC-HE
HC-LE • Lampung Utara
• Bandar Lampung • Lampung selatan • Lampung Barat
Tax Effort • La.npung Ten Bah
LC-LE
LC-HE
Gambar 4.8 Pemetaan Kabupaten/Kota Tahun 2003
Dari hasil pemetaan dalam bentuk kuadran (gambar 4.1 sampai dengan gambar 4.8) makin terlihat bahwa keseluruhan kabupatenlkota posisinya berpindah-pindah dari satu kuadran ke kuadran yang lain. Berdasarkan hasil pemetaan terlihat bahwa Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Lampung Utara dominan berada pada kuadran kedua (High Capacity-Low Effort).
Kabupaten
Lampung Tengah dominan berada pada kuadran ketiga (Low Capacity-Low Effort) sedangkan Kabupaten Lampung Barat dominan berada di kuadran ketiga (Low Capacity-H_igh Effort). Kota Bandar Lampung relatif stabil dibandingkan keempat kabupaten lainnya yang dapat diartikan bahwa wilayah ini sedikit berinovasi dalam mencari terobosan baru dalam hal pengumpulan pajak baik dengan pendekatan intensifikasi maupun
89 ekstensifikasi perpajakan sehingga daerah ini selama periode pengamatan dominan berada pada kuadran kedua high capacity-low effort wa1aupun pada beberapa periode pengamatan lainnya (tahun 2002 dan 2003) berubah dan berada pada kuadran pertama high capacity-high effort. yang kemungkinan disebabkan adanya perubahan orientasi daerah terhadap pendapatar. asli daerah sete1ah diberlakukannya undangundang otonomi daerah.
Jika analisis dilakukan dengan melihat besarnya
peningkatan target pajak dari tahun ke tahun untuk ketujuh jenis pajak yang menjadi kewenangan kabupatenlkota, maka antara tahun anggaran 2002 dan 2003 terjadi peningkatan antara 11% (pajak restoran) sampai dengan 25% (pajak bahan ga1ian golongan C).
Tabel4.11 Rincian Penerimaan Pajak Daerah Kota Bandar Lampung Periode 2002-2003 No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Pajak· Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Rek1ame Pajak Penerangan Jalan Bahan Galian Golongan C Pajak Parkir
TOTAL
,.TA. 2002.(Juta Rupiah)
TA. 2003 (Juta Rupiah) Realisasi Tar2et 2,800 2,823 2,500 2,525 652 650 1,350 1,364
.Tar2et 2,400 2,250 550 I, IOO
Realisasi 2,447 2,261 561 1, I 09
I2,000
I3, I 06
13,600
14,402
200
202
250
247
-
-
642
394
18,500
19,686
21,792
22,407
Sumber : BPKD Kota Bandar Lampung, 2004
Berdasarkan tabel 4.11 terlihat bahwa pada tahun anggaran 2002 dan 2003 secara keseluruhan penerimaan pajak Kota Bandar Lampung selalu lebih besar daripada target yang ditetapkan, masing-masing sebesar I 06.41% dan 102.82%.
90 sehingga dengan demikian pada kedua periode pengamatan ini upaya pajak Kota Bandar Lampung tergolong pada kondisi high effort (gambar 4.7 dan 4.8). Secara keseluruhan
di
Kabupaten
Lampung Selatan walaupun terjadi
peningkatan penerimaan pajak akan tetapi tidak seimbang dengan potensi pajak yang dimilikinya dan kondisi ini mendukung posisi daerah ini yang dominan berada pada kuadran kedua (high capacity-low effort). Data BPS Propinsi Lampung (1992-2003) menunjukkan pertumbuhan penerimaan pajak aktual tertinggi Kabupaten Lampung Selatan selama periode pengamatan terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 65.96% (dari Rp. 3,030, I27,000,- pada tahun 200 I menjadi Rp. 5,028,676,000,- pada tahun 2002). Sedangkan data lain yang berhasil dihimpun dan menunjukkan potensi pajak yang masih dapat digali oleh kabupaten ini diantaranya adalah jumlah industri menengah dan besar sampai dengan tahun 2003 sebanyak 78 unit dengan nilai investasi mencapai I 05.295 milyar rupiah.
Tabe14.12 PMDN dan PMA di Kabupaten Lampung Selatan Sampai Dengan Tahun 2003 Jenis Investasi
Jumlah
PMDN Nilai Jumlah (Juta Rupiah) 298,021,075 7 I ,633,072,582 3,054, I 65,324 10 234,685,915 2
Pertanian I5 Pertambangan 2 Industri 36 Jasa 3 Bangunan dan 2 33.500 transportasi TOTAL 58 5,219,978,393 8umber : !!appeda Lampung Selatan, 2004
PMA Nilai (Juta Ruoiah) 38,102,440
86,:510,763 3,600,000
2
16,000,000
2I
479,33I,203
91 Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa total penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman rnorlal asing (PMA) sampai dengan tahun 2003 yang meliputi bidang pertanian, pertambangan, industri, jasa, bangunan dan transportasi sedemikian besarnya dan merupakan potensi yang sangat besar sebagai sumber penerimaan pajak daerah bagi Kabupaten Lampung Selatan. Sedangkan sampai dengan tahun 2004 realisasi investasi baru di Kabupaten Lampung Selatan mencapai 804.56 milyar rupiah berupa investasi dibidang ternak sapi senilai 28.06 milyar rupiah dan investasi dibidang perkebunan tebu sebesar 776.50 milyar rupiah (Bappeda Kabupaten Lampung Selatan, 2005) dan merupakan sumber penerimaan pajak di masa yang akan datang. 1'abel4.13 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Kabupaten Lampung Utara Periode 2000-2002 Persentase Pencapaian Tar2et
No
Taboo Aa1ggaran
I
TA. 2000
993,400,000
714,015,318.5
71.88
2
TA. 2001
2,182,500,000
I ,242,220, I 33
56.92
3
TA. 2002
2,095,500,000
1,872,078,483
89.34
I
Target (Milyar Rupiah)
Realisasi (Milyar Rupiah)
Sumber : Dipenda Kabupaten Lampung Utara, 2004 Kabupaten Lampung Utara secara keselun•han pada periode pengamatan berada pada kondisi high capacity-low effort. Jika dilakukan analisa lebih lanjut berdasarkan
92 tabel 4.13 terlihat bahwa sampai dengan tahun 2002 realisasi penerimaan pajaknya selalu berada di bawah target yang telah ditetapkan yang pada akhimya menyebabkan daerah ini berada pada kondisi low effort. Sebagai gambaran lebih lanjut berikut disaj ikan target dan realisasi penerimaan pajak Kabupaten Lampung Utara berdasarkan jenis pajak daerah untuk tahun 2002 sebagai berikut : Tabel4.14 Rincian Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Kabupateill Lampung Utara Tahun 2002
Target
Realisasi
I 00,000,000 5,000,000 90,500,000
I 00,002,825 5,000,000 90,536,475
Persentase Pencapaian Tar2et 100 IOO 100.04
I ,200,000,000
I ,495, 755,827
I24.65
700,000,000
l79,873,23I
25.70
TA. 2002 (Juta Rupiah) No
Jenis Pajak
I 2 3 4
Pajak Hotel dan Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Lampu Jalan Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Pennukaan
5 6
TOTAL
-
-
0.00
2,095,500,000
1,871,170,358
82.29
Sumber : Dipenda Kabupaten Lampung Utara, 2004 Berdasarkan tabel 4.14 di atas terlihat bahwa sampai dengan tahun 2002 jenis pajak yang belum optimal penerimaannya dan sangat jauh dari target yang telah ditetapkan adalah pajak pengambilan bahan galian golongan C, sedangkan pajak pemanfaatan air bawah tanah dan permukaan sama sekali
belum memberikan
sumbangan terhadap penerimaan pajak daerah radahal jenis pajak telah dimasukkan sebagai salah satu sumber penerimaan Kabupaten Lampung Utara yang secara yuridis
93 formal diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Dalam Peraturan Daerah ini telah disebutkan secara jelas bahwa objek pajaknya adalah pengambilan air bawah tanah dan pengambilan air permukaan, sedangkan subjek pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang mengambil dan atau memanfaatkan air bawah tanah dan atau air permukaan dengan tax rate sebesar 10%. Keadaan ini kemungkinan disebabkan terjadinya pengalihan jenis pajak ini kepada Pemerintah Daerah Propinsi Lampung. Hal lain yang perlu mendapat perhatian dalam rangka mengoptimalkan penerimaan pajak Kabupaten Lampung Utara adalah belum dimasukkannya pajak parkir sebagai salah satu sumber pmerimaan pajak, padahal pajak ini merupakan salah
satu
dari
tujuh jenis
pajak
yang
menjadi
kewenangan
pemerintah
kabupatenlkota sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Kurang optimalnya penerimaan pajak ini menyebabkan
Kabupaten Lampung Utara dominan berada pada kuadran kedua selama periode pengamatan. Penggolongan Kabupaten Lampllng
~engah
d1n Lampung Barat menggunakan
pendekatan kapasitas pajak yang dimiliki dominan berada pada kriteria kapasitas rendah (low capacity). Namun demikian jika dilihat dari potensi daerahnya, kedua kabupaten -ini memiliki potensi sumber daya alam bahan galian yang melimpah. Beberapa jenis bahan galian golongan C yang banyak terdapat di Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Barat beserta kecamatan yang memiliki kandungan terbesar adalah :
94
Tabei4.1S Potensi Bahan Galian Golongan C Kabupaten Lampung Tengah No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Bahan Galian Golone:an C Marmer Gran it Andes it Feldspart Pasir Diorit Batu Kapur Lempung Pasir Kuarsa Pasir Batu
Kecamatan
Jumlah (m~
Bangun Rej_o Padang Ratu Kalirejo Padang_ Ratu Terse bar PadaJ!& Ratu Padang Ratu
36,240,000 2,008,800,000 251,827,000 391 '120,000 6,873,000 5,000,000 46,240,000 34,494,000 2,990,000 345,000
T~rsebar
Terse bar Pada'lg Ratu
Potensi (ha) 100 3,017 1,231 1,643 I, 147 5 211 I, 14 7 600 547
Sumber: www.lampungtengah.go.id
Tabel4.16 Potensi Alam, Bahan Galian dan Bahan Tambang Kabupaten Lampung Barat No -· ---·
Jenis Potensi AIam
1 2
Panas Bumi Em as
3
Perak
4
Tuff~
5 6 7 8 9
Pasir, Batuan Beku Pasir Besi Tanah Diatomae Per lit Batu Tembakak Batu Kapur
, , -Kecamatan Suoh Suoh, Pesisir Selatan, Pesisir Tengah Suoh, Pesisir Selatan, Pesisir Tengah Tersebar dibeberapa kecamatan Pesisir Utara Sumber Jaya Sumber Ja_ya Pesisir Utara Terse bar
Keterangan Ek~lorasi_(330 MWj Belum dieksploitasi
Belum dieksploitasi Pertambangan rakyat (bahan _g_alian _g_olon_g_an C) Belum dieks_I>loitasi Belum dieksploitasi Belum dieks_I>_loitasi Eksploitasi Belum dieks_I>loitasi
Sumber: www.lampungbarat.go.id Berdasarkan tabel 4.15 dan 4.16 di atas terlihat bahwa Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Barat memiliki potensi sumber daya alam bahan galian yang
95 melimpah.
Namun jika data Kabupaten Lampung Tengah di atas (tabe1 4.15)
dibandingkan dengan target dan realisasi khususnya target dan realisasi bahan galian golongan C antara tahun 2001 sampai dengan tahun 2003 (tabel 4.17) menunjukkan bahwa pengga1ian pajak dari sektor ini belum dilakukan secara maksimal. Sebagai contoh dari target pajak yang telah ditetapkan pada tahun 200 I sampai dengan tahun 2003 (masing-masing scbesar Rp. 636 juta; Rp. 790 juta dan Rp. 470 juta) hanya terealisasi masing-masing sebesar 82.54%; 61.81% dan 83.17%. Sedangkan pada sisi yang lain walaupun teljadi penurunan target pajak pada tahun 2003 dibandingkan tahun 2002 sebesar 40,51%, persentase penerimaan pajak tetap tidak mencapai target yang telah ditetapkan.
Tabel4.17 Rincian Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2001-2003 r--
---·
2002 (Juta Rp) 2001 (Juta Rp) . . No JeniS PaJak Target· ·'Realisasi Target Realisasi 1 Pajak Hotel 86 85 72.9 68.5 dan Restoran 2.5 2.5 0.700 2.5 2 Pajak Hiburan Pajak 3 62.7 60.1 54.7 45 Reklame 4 Pajak 2,556 2,200 1,315 1.491 Penerangan Lampu Jalan 5 Pajak Pengambilan 488 790 566.2 636 Bahan Galian Golongan C 6 Pajak Pemanfaatan 614 Air Bawah Tanah dan Permukaan Sumber : Dipenda Kabupaten Lampung Tengah, 2004
2003 (Juta Rp) Target Realisasi 90
94
2.5
2.7
67.6
79.4
2,694
3,111
470
391
-
-
96 Untuk meningkatkan penerimaaan dari pajak reklame maka perlu dilakukan penertiban pemasangan reklame terutama di sekitar Kota Bandar Jaya dan Gunung Sugih.
Oleh karena itu pemerintah daerah Kabupaten Lampung Tengah dapat
menyediakan baliho pada tempat-tempat yang strategis yang dapat memancing wajib pajak menggunakannya sehingga pemerintah daerah tidak terkesan hanya berusaha untuk mengumpulkan pajak sebesar-besamya tanpa diimbangi peningkatan pelayanan publik. Sedangkan untuk Kabupaten Lampung Barat sumber penerimaan pajak daerah selain dapat digali dari potensi kekayaan bahan galian golongan C dan bahan tambang yang sampai saat ini belum dieksploitasi (tabel 4.16) juga dapat dikembangkan dari potensi kekayaan alam berupa pembangunan daerah pariwisata dikarenakan kondisi geogratisnya berada di dataran tinggi (Kecamatan Sumber Jaya, Balik Bukit dan Belalau yang memiliki ketinggian I 000 meter di atas permukaan laut) sangat mendukung pengembangan agrowista. Namun demikian pengembangan pariwisata sebaiknya dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan investor baik dalam maupun luar negeri. Dengan asumsi sektor pariwisata telah berkembang maka sumber pajak lain sepe1ti pajak hotel, pajak restoran, pajak parkir dan pajak hiburan dapat ikut meningkat. Hasil pemetaan menunjukkan perubahan kapasitas pajak di masing-masing kabupatenlkota yang pada akhimya berpengaruh kepada perubahan posisi daerah dari satu kuadran ke kuadran lainnya selama periode pengamatan, sangat ditentukan oleh faktor ekonomi dan non ekonomi di masing-masing kabupaten/kota. Faktor ekonomi yang akan mempengaruhi kapasitas pajak diantaranya adalah situasi perekonomian
97 daerah yang tercennin dari naik turunnya pendapatan perkapita dikarenakan pendapatan perkapita merupak&n basis pajak yang utama. Sedangkan faktor non ekonomi yang turut mempengaruhi kapasitas pajak diantaranya adalah regulasi yang beriaku pada sistem fiskal. Sebagaimana terlihat dari hasil pemetaan di atas, sebelum disahkannya undang-undang otonomi daerah maka tiap-tiap daerah mempunyai ketergantungan yang sangat besar kepada pemerintah pusat terutama dalam hal pembiayaan belanja pemerintah daerah sehingga secara umum pada periode ini seluruh kabupatenlkota terkesan apa adanya dalam hal pengumpulan pajak dan lebih mengandalkan kepada bantuan pemerintah pusat. Keadaan ini terus berlanjut sampai dengan diberlakukannya otonomi daerah dimana masing-masing daerah dituntut untuk dapat meningkatkan penerimaan daerahnya bersumberkan kepada penggalian potensi daerah masing-masing. Kondisi ini juga dapat terlihat dari hasil pemetaan di atas dimana secara keseluruhan kabupaten!kota belum meningkatkan upaya pajaknya selama periode pengamatan (setelah tahun 1999). Hal lain yang turut mempengaruhi perubahan kuadran dari masing-masing kabupaten!kota adalah adanya prinsip-prinsip umum yang harus dipenuhi dalam hal penetapan jenis pajak daerah yang baik diantaranya : (I) prinsip memberikan pendapatan yang cukup dan elastis, dalam pengertian bahwa pajak yang dikenakan kepada masyarakat harus mudah naik turur. mengikuti naik turunnya tingkat pendapatan masyarakat sehingga ketika perekonomian daerah meningkat dan tercennin dari peningkatan pendapatan perkapita masyarakat maka secara otomatis pajak yang diperoleh juga ikut meningkat, demikian juga sebaliknya; dan (2) prinsip yang menyatakan bahwa pajak yang dikenakan tidak boleh menimbulkan distorsi
98 terhadap perekonomian, sehingga pemerintah daerah
merasa kesulitan untuk
memperluas jenis pajak yang baru dimana berdasarkan peraturan perundangundangan dimungkinkan bagi kabupatenlk.ota untuk menggali jenis-jenis pajak yang baru. Selain prinsip-prinsip di atas yang harus dipenuhi, faktor lain yang turut berpengaruh
dan menjadi masalah berkaitan dengan penggalian dan peningkatan
pajak adalah: (I) relatifrendahnya b&.sis pajak di masing-masing daerah yang terkait dengan ketatnya kriteria untukjenis pajak yang baru yaitu tidak boleh tumpang tindih dengan pajak pusat dan pajak propinsi (double taxation) dimana hal ini ditunjukkan dengan dilepaskannya air bawah tanah dan air permukaan menjadi sumber pemasukan
untuk
Pemerintah
Daerah
Propinsi
Lampung;
(2)
kemampuan
pemungutan pajak di daerah yang masih rendah dimana sering terjadi tidak tercapainya target yang telah ditetapkan seperti yang terjadi diseluruh kabupaten/k.ota di Propinsi Lampung dalam penjelasan terdahulu (3) daerah lebih condong untuk sekedar memenuhi target saja walaupun dari sisi pertumbuhan memungkinkan
untuk
ditingkatkan,
serta
ekonomi
masih
(4) kemampuan perencanaan dan
pengawasan keuangan yang kemungkinan masih lemah.
BABV KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hipotesis yang diajukan serta hasil penelitian dan pembahasan,
maka kesimpulan dari penelitian ini adalah : I.
Pendapatan perkapita dan kontribusi sektor perdagangan berpengaruh secara positif terhadap rasio pajak kabupaten/kota di Propinsi Lampung.
Hal ini
membuktikan bahwa setiap peningkatan kedua variabel bebas tersebut akan meningkatkan rasio pajak yang sekaligus mencerminkan kapasitas pajak di masing-masing daerah. Pada persamaan pertama dan kedua walaupun kedua variabel bebas memberikan pengaruh yang positif tetapi secara parsial hanya kontribusi sektor perdagangan saja yang signifikan sedangkan pendapatan perkapita tidak signifikan.
Selanjutnya pada persamaan ketiga dan keempat
yang menggunakan variabel kontrol berupa rasio belanja pemerintah terhadap pendapatan regional, seluruh variabel bebas tetap berpengaruh secara positif dan signifikan sedangkan variabel kontrol yang lain berupa kontribusi sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri tanpa migas, sektor jasa swasta serta rasio jumlah pelajar SMA terhadap penduduk usia kerja secara individu ma.upun bersama-sama tidak signifikan berpengaruh terhadap rasio pajak. 2.
Menggunakan persamaan keempat yang menghitung upaya pajak menunjukkan bahwa kelima kabupaten/kota memiliki upaya pajak yang berbeda-beda baik
100 dalam satu daerah pengamatan maupun pada satu tahun pengamatan.
Kota
Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Selatan relatif memiliki usaha pajak yang rendah sebelum implementasi otonomi daerah dan mengalami perubahan sejak tahun 2002 dan 2003.
Kabupaten Lampung Utara selama periode
pengamatan baik sebelum maupun setelah implementasi otonomi daerah tidak mengalami perubahan dengan kondisi usaha pajak yang tetap rendah. Sedangkan untuk Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Barat menunjukkan bahwa upaya pajak yang dilakukan selalu mengalami perubahan antara rendah dan tinggi.
Keadaan yang sama terjadi ketika pengamatan
dilakukan pada jangka waktu sebelum dan setelah implementasi otonomi daerah. 3.
Menggunakan model pemetaan pada keempat kuadran yang membandingkan antara kapasitas pajak yang dimiliki kabupatenlkota dikombinasikan dengan upaya pajak yang telah d;lakukan maka terlihat bahwa tiap-tiap kabupatenlkota selalu mengalarni perubahan dari waktu ke waktu. Daerah yang relatif stabil adalah Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Selatan yang berada pada kuadran kedua yaitu High Capacity dan Low Effort. Kabupaten Lampung Barat walaupun kondisi potensi pajaknya rendah akan tetapi diimbangi dengan usaha pajak yang tinggi sehingga dominan masuk kedalam kuadran keempat (Low
Capacity dan High Effort).
Kondisi lain dialami oleh Kabupaten Lampung
Tengah dimana dominan berada pada kuadran ketiga (Low Capacity dan Low
Effort) sedangkan Kabupaten Lampung Utara yang memiliki kapasitas pajak
101 yang tinggi tidak diikuti oleh usaha pajak yang tinggi sehingga dominan berada pada kuadran kedua (High capacity-Low Effort). 4.
Menggunakan pendekatan kapasitas pajak (taxable capacity) dan upaya pajak
(tax effort) menunjukkan bahwa Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Barat memiliki kecenderungan untuk lebih mengoptimalkan penerimaan pajaknya dibandingkan dengan Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Sela~n
dan Kabupaten Lampung Utara yang tercermin dar; adanya upaya kedua
kabupaten tersebut untuk memperluas obyek pajak (peningkatan kapasitas pajak) serta peningkatan kinerja aparatur pengumpul pajak (tax effort).
5.2
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, beberapa saran yang dapat disampaikan untuk tujuan perbaikan adalah: 1.
Beberapa langkah yang dapat ditempuh oleh kabupaten/kota dalam rangka mengoptimalkan penerimaan pajak daerah adalah : (a) memperluas basis penerimaan pajak yang dilakukan dengan cara mengidentifikasikan sektor ekonomi yang memiliki peran sangat besar terhadap peningkatan kapasitas pajak, (b) meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik yang dapat dilakukan dengan cara meningkatkan koordinasi antar instansi terkait, (c) memperkuat dasar proses pemungutan pajak yang dilakukan dengan cara mempercepat penyusunan peraturan daerah, serta (d) meningkatkan pengawasan
yang
dapat
dilakukan
melalui
pemeriksaan
mendadak,
102
memperbaiki pola pengawasan, menerapkan sanksi baik kepada wajib pajak maupun pihak fiskus serta meningkatkan pelayanan secara keseluruhan. 2.
Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Barat sebaikrjya terus mencari sumber pajak baru disesuaikan dengan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah kabupatenlkota di bidang perpajakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, diantaranya melalui inventarisasi kembali potensi daerah yang memiliki prospek sebagai sumber penerimaan daerah tanpa menimbulkan distorsi berupa munculnya high cost economy.
Dilihat dari
potensi daerahnya, Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Barat memiliki potensi sumber daya alam bahan galian yang melimpah yang dapat dijadikan sebagai sumber penerimaan daerah. 3.
Permasalahan pada Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Lampung Utara lebih bersifat internal untuk mengelola potensi pajak yang dimiliki dengan terus meningkatkan upaya pajaknya sehingga penerimaan pajak setiap tahunnya dapat melampaui target yang telah ditetapkan. Berdasarkan pemetaan terlihat bahwa ketiga daerah ini pada dasarnya telah mempunyai potensi pajak yang besar namun terkendala pada upaya pajaknya yang rendah. Oleh karena itu keputusan untuk merubah kondisi ini sepenuhnya berada pada tingkat pengambil kebijakan terutama yang berhubungan dengan perbaikan kinerja aparatur pemerintah daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Sunaryo, Eka Purwanda dan Wahyunadi. 2002. Ana/isis Keuangan Daerah Jawa Barat. Prosiding. Universitas Padjajaran. Armida S. Alisjahbana. 1998. Potensi dan Prospek Pengembangan Pendapatan As/i Daerah Dati I Jawa Barat. Makalah yang disampaikan pada seminar tentang "Peningkatan Keuangan Daerah Propinsi Dati I Jawa Barat" 11 Maret 1996. Jurnal Studi Pembangunan ITB Volume I Nomor I Januari 1998. Aronson, J Richard. 1985. Singapore. 612 hal.
Public Finance.
Mc.Graw-Hill Book Company.
AR Prest. 1978. The Taxable Capacity of a Country. Frank Cass. Cambridge. Page 21 5t. Apip Supriadi. 1997. Ana/isis Elastisitas dan Usaha Pajak (tax effort) di Kabupaten Tasikmalaya Periode Tahun 198411985-1997/1998. Thesis. Universitas Padjajaran. Bahl R.W. 1971. A Regression Approach to Tax Effort and tax Ratio Analysis. IMF Staff Papers. Situs Kabupaten Lampung Barat. Melalui < http:\\www.lampungbarat.go.id > [18/08/05]. Situs Kabupaten Lampung Tengah. Melalui < http:\\www.lampungtengah.go.id > [18/08/05]. Bird, Richard M., Jorge Martinez Vasquez and Benno Torgler. 2004. Societal Institutions and Tax Effort in Developing Countries. Working paper 04-06 September 2004. Georgia State University. Bordens, Kenneth S., Bruce B. Abbott. 2005. Research Design and Methods A Process Approach 6th edition. Me Graw Hill. New York. 499 hal. Cooper, R. Donald & C. William Emory. 1996. Metode Penelitian Bisnis Jilid 1. Erlangga. Jakarta. 462 hal. Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lampung Utara. 2004. Dipenda : Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lampung Utara. Booklet.
104 Fitriadi. 2000. Ana/isis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Pajak (!'ax Capacity) dan Usaha Pajak (!'ax Effort) Daerah Tingkat II di Propinsi Kalimantan Timur. Thesis. Universitas Padjajaran. Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta. Halaman 286--292. Guritno Mangkoesoebroto. 1993. Ekonomi Publik Edisi 3. BPFE Yogyakarta. Halaman 171. Hill, R. Carter, William E. Griffiths, George G.Judge. 2001. Undergraduate Econometrics, Second Edition. John Wiley & Sons, Inc. New York. Page 357-359. Jhingan ML. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT Raja Grafindo. Jakarta. 660 halaman. Kodrat Wibowo. 2003. An Empirical Analysis of Taxation and State Economic Growth. A Dissertation for The Degree of Doctor of Phylosofi. Oclahorna University. Liedo, Victor., Aaron Schneider and Mick Moore. 2004. Governance, taxes and tax reform in Latin America. IDS working paper 221. Institute of Development Studies, England. Luky A.lfirman. 2003. Estimating Stochastic Frontier Tax Potential : Can Indonesian Local Governments Increase Tax Revenues Under Decentralization?. Working Paper No. 03-19. University of Colorado. Mankiw, Gregory N. 2003. Teori Makroekonom!. PT. Gelora Aksara Pratama. Jakarta. 535 halaman. Mardiasmo. 2003. Perpajakan. Halaman: 1, 98 dan 100.
Andi Yogyakarta Press.
Yogyakarta.
Nielsen, Francois. 1999. Analysis of Pooled Time Series of Cross sections. Short Course Hand Out. Odum Institute. Piancastelii, Marcelo. 200 I. Measuring The Tax Effort Of Developed And Developing Countries, Cross Country Panel Data Analysis-1985195. Working Paper. IPEA. Singgih Santoso dan Faudy Tjiptono. 2000. Riset Pemasaran, Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. PT Elex Media Komputindo. Halaman 164--172. Rosen, Harvey S. 2005. Public Finance. Me Graw-Hill International Edition. New York. 609 hal.
105 Suparmoko. 2002. Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah. Andi Yogyakarta. Halaman 20. Tanzi V. 1987. Quantitative Characteristics of the Tax Systems of Developing Countries. Oxford University Journal. New York. Teera, Joweria M. 2002. Tax Performance :A Comaparative Study. Working Paper. University of Bath, Department of Economics, Bath BA2 7AY. Tulus TH Tambunan. 2001. Perekonomian Indonesia. Ghalia Indonesia. Jakarta. Halaman 247. Todaro, P Michael. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Ketujuh. Erlangga. Jakarta. 427 halaman. Weiss, John. 1995. Economic Policy in Developing Countries The Reform Agenda. Prentice Hall. New York. Page 175-178. Yuyun Wirasasmita. 1982. Elasticity Of A Tax System : A Model Applied To Indonesia For The Period 1974/1975--1979/1980. Pemberitaan Universitas Padjajaran Nomor 13 bulan Agustus. DokUIJlP.n-Dokumen Lain : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Penerbit CV Tamita Utama Jakarta. 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Penerbit CV Tamita Utama Jakarta. 3. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Penerbit Andi Yogyakarta. 4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Penerbit CV Tamita Utama Jakarta. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Penerbit Andi Yogyakarta. 6. Rekap Laporan Tahunan Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lampung Te'lgah Tahun 2004. 7. Rekap Laporan Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kota Bandar Lampung Tahun 2004.
LAMP I RAN
L-1
RANGKUMAN DATA UTAMA PENELITIAN Tahun
Lam-sel
Lam-teng
--------
1'992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 1992 1993 1994 1995 1996 1997
I
I
0,0017630 0,0016766
Vlf"~l"\
I
I
I
I
2,120000
0,178
0,020
0,004
0,174
0,020
0,026
0,061
1,820000
0,146
0,015
0,004
0,139
0,017
0,030
0,057 0,089
------------
0,0018725
1,970000
0,122
0,012
0,004
0,120
0,014
0,029
0,0017456
2,584000
0,098
0,010
0,003
0,')95
0,011
0,033
0,099
0,0018053
2,759000
0,090
0,009
0,003
0,089
0,011
0,036
0,097
0,0017130
1,703000
0,081
0,008
O,C::J2
0,078
0,009
0,044
0,083
0,0018255
2,434000
0,085
0,011
0,002
0,067
0,009
0,052
0,092
0,0016769
2,281000
0,080
0,011
0,002
0,064
0,008
0,059
0,093
o,00266e5
2,316000
0,075
0,009
0,002
O,CSO
0,008
0,125
0,063
0,0033081
2,373000
0,068
0,008
0,001
0,055
0,007
0,153
0,071
G,0033665
2,455000
0,067
0,007
0,001
0,048
0,007
0,185
0,063 0,029
0,0006744
1,070000
0,218
o,n8
0,039
0,<:04
0,028
0,028
0,0007489
1,171000
0,214
0,770
0,037
0,191
0,027
0,048
0,028
0,0006693
1,234000
0,187
0,611
0,043
C,163
0,023
0,062
0,031
0,0005877
1,352000
0,168
0,556
0,039
0,143
0,019
0,061
0,029
0,0005629
1,426000
0,163
0,506
0,040
0,137
0,018
0,070
0,033
0,0006799
0,900000
0,081
0,239
0,023
C, 101
0,009
0,132
0,023
0,0003758
0,828000
0,043
0,144
0,008
0,056
0,005
0,137
0,025 0,027
0,0003532
0,842000
0,037
0,124
0,006
0,046
0,004
0,154
0,0003556
0,865000
0,037
0,125
0,006
0,045
0,004
0,127
1,232
0,0005867
0,889000
0,037
0,120
0,006
0,042
0,004
0,267
0,025 0,031
0,0008878
0,907000
0,036
0,105
0,006
0,037
0,004
0,289
0,0039111
0,928000
0,150
0,418
0,026
0,140
0,016
0,363
0,027
0,0001526
1,582854
0,136
0,403
0,014
0.~30
0,011
0,025
0,043
0,0001698
1,696000
0,131
0,384
0,016
0,129
0,012
0,044
0,053
0,0001876
1,769000
0,135
0,371
0,017
0,144
0,013
0,054
0,051
1,923000
0,145
0,398
0,020
C,154
0,013
0,053
0,054
2,041000
0,152
0,410
0,024
0,165
0,013
0,061
0,045
2,113000
0,158
0,392
0,025
0,013
0,069
0,083
0,0002169 0,0003874 0,0005656
----------------
- ··-------------· ------------------ - - - - - - - - -
----- - - - - - -
----------------- -------------
-----
------------
0,173
----- ---- - - - - - - - - - - -
-
------------
Tahun
-1998
1999 2000 2001 2002 2003 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
-----------~
---------~----~----
----~-
Lam-utara
Lam-bar
0,0008376 0,0007425 0,0004407 0,0006309 0,0007341 0,0007402 0,0003555 0,0002725 0,0003563 0,0004913 0,0005899 0,0009756 0,0006767 0,0006370 0,0003454 0,0007666 0,0010462 0,0010939 0,0001029 0,0002398 0,0002728 0,01)03171 0,0004033 0,0007313 0,0002842 0,0003763 0,0002773 0,0006700 0,0008624 0,0030347
1,982000 1,211000 1,245000 1,292000 1,317000 1,353000 1,903000 2,047000 2,191000 2,437000 2,599000 0,980225 0,894000 0,912000 0,935000 0,961000 0,998000 1,014000 0,501000 0,5470G\l 0,578000 0,632000 0,679000 0,657000 0,680000 0,708000 0,735000 0,749000 0,769000 0,795000
0,140 0,052 0,050 0,045 0,044 0,043 0,144 0,148 0,151 0,157 0,162 0,126 0,050 0,046 0,040 0,039 0,036 0,033 0,149 0,141 0,112 0,103 0,095 0,149 0,036 0,036 0,037 0,059 0,058 0,155
0,394 0,153 0,145 0,136 0,127 0,121 0,536 0,530 0,536 0,587 0,605 0,263 0,193 0,184 0,160 0,150 0,140 0,128 0,594 0,542 0,384 0,361 0,338 0,459 0,167 0,142 0,137 0,190 0,180 0,507
0,014 0,006 0,007 0,006 0,006 0,006 0,011 0,011 0,017 O,Q18 0,021 0,018 0,009 0,007 0,006 0,006 0,006 0,006 0,015 0,014 0,019 0,017 0,017 0,028 0,005 0,004 0,004 0,006 0,005 0,014
0,160 0,085 0,085 0,075 0,069 0,065 0,091 0,092 0,097 0,103 0,111 0,037 0,029 0,026 0,023 0,022 0,021 0,019 0,050 0,055 0,044 0,043 0,040 0,067 0,019 0,017 0,017 0,025 0,025 0,071
0,011 0,003 0,003 0,002 0,002 0,002 0,011 0,011 0,011 0,011 0,011 0,007 0,004 0,004 0,004 0,004 0,003 0,003 0,014 0,014 0,010 0,009 0,008 0,013 0,004 0,003 0,003 0,005 0,005 0,014
0,081 0,074 ---0,167 0,034 0,090 0,019 0,224 0,020 ---0,031 0,218 -----0,278 0,039 0,054 0,030 0,067 0,048 0,051 0,060 0,053 0,054 0,058 0,045 0,210 0,060 0,216 0,051 0,200 0,054 0,181 0,035 0,464 0,058 0,037 0,457 0,524 0,033 0,052 O,Q15 0,114 0,013 0,173 0,012 0,018 0,184 0,019 0,142 0,155 0,015 0,016 0,182 0,023 0,207 0,020 0,206 ------0,024 0,439 0,021 0,580 0,676
0,031
MODEL 5 KABUPATEN/KOTA UJI KECUKUPAN MODEL PERTAMA DAN KEDUA T ANPA FIXED EFFECT Dependent Variable: RASIO? Method: Pooled Least Squares Date: 07/15/05 Time: 10:53 Sample: 1992 2003 Included observations: 12 Cross-sections included: 5 Total pool (balanced) observations: 60 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
-0.000305 0.000830 0.002551
0.000283 0.000144 0.001713
-1.078990 5.782696 1.488812
0.2851 0.0000 0.1420
YCAP? TRPDRB? R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.370606 0.348522 0.000700 2.79E-05 352.2583 0.597922
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.000944 0.000867 -11.64194 -11.53723 16.78165 0.000002
DENGAN FIXED EFFECT Dependent Variable: RASIO? Method: Pooled Least Squares Date: 07/15/05 Time: 10:55 Sample: 1992 2003 Included observations: 12 Cross-sections included: 5 Total pool (balanced) observations: 60 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
-0.000175 0.000756 0.002140
0.000524 0.000332 0.001810
-0.333477 2.278144 1.182408
0.7401 0.0268 0.2423
YCAP? TRPDRB? Fixed Effects (Cross) - BDL-C - SEL-C _TGH-C - UTR-C - BRT-C
0.000370 0.000194 -0.000619 -4.36E-05 9.82E-05 Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.521285 0.467091 0.000633 2.13E-05 360.4679 0.793903
Mean dependent var S.D. dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.000944 0.000867 -11.78226 -11.53792 9.618855 0.000000
L-3
A. PENGUJIAN F-STATISTIK (WALD TEST) Uji Hipotesis : Ho : a, = a2 = a3 =0 (fixed effect tidak memberikan kontribusi yang Jebih baik terhadap model) H 1 : Minimal ada satu ai yang tidak sam a dengan nol (fixed effect memberikan kontribusi yang lebih baik terhadap model)
F hitung (F-wald) =
(R 2
uR
-
R 2 )I m R
(1- R~R)/(n- k)
Di mana: R~R
R-square unrestricted dari persamaan regresi Fixed e.lfoct model
R;
R-square restricted ~ari persamaan regresi pooled least square
m
jumlah tambahan variabel padajixed effect ( jumlah dummy pada LSDV)
k n
jumlah parameter rada LSDV =
jumlah observasi
Jika F-hitung > F-Tabel (df=m,n-k) maka Ho ditolak Cari F hitun (F-wald) = (0,5212- 0,3706)/ 4 = 4.56 g (1-0,5617))/(60-7) F-tabel (5%; 7,53) = 2,99 Karena F-hitung = 4.56 > F-tabel = 2,99 maka Ho
ditola~
sehingga bisa
disimpulkan bahwa model fixed efect yang dipakai di dalam penelitian ini.
L-4
UJI ASUMSI KLASIK MULTIKOLINEAR
YCAP TRPDRB
YCAP 1.000000 -0.197833
TRPDRB -0.197833 1.000000
LOGYCAP TRPDRB
LOGYCAP 1.000000 -0.215707
TRPDRB -0.215707 1.000000
Dari hasil matrix korelasi antar variabel TRPDRB dan log(YCAP) maupun TRPDRB dan YCAP didapat bahwa korelasi antar variabel tersebut masih belum kuat (masih di bawah 80%) sehingga bisa disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinear di dalam model. HETEROSKEDASTISITAS
White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
2.772820 18.18676
Probability Probability
0.012621 0.019869
Test Equation: Dependent Variable: RESIDA2 Method: Least Squares Date: 07/15/05 Time: 11:09 Sample: 1 60 Included observations: 60 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
3.20E-06 -5.43E-06 2.37E-06 7.16E-06 -5.53E-05
8.24E-06 1.11E-05 3.10E-06 7.23E-05 0.000318
0.388258 -0.490880 0.764683 0.099147 -0.173751
0.6994 0.6256 0.4480 0.9214 0.8627
YCAP YCAPA2 TRPDRB TRPDRBA2
D_BDL D_SEL D_ TGH D_UTR
5.35E-06 2.37E-06 3.66E-06 2.37E-06
4.54E-06 7.26E-07 -6.15E-07 -2.41E-07
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum SC!••ared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
1.95E-06 5.56E-06 -21.44154 -21.12739 2.772820 0.012621
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.303113 0.193797 4.99E-06 1.27E-09 652.2462 0.949291
Dari basil regresi model didapat 60
* 0,3031
0.4001 0.7608 0.8671 0.9193
0.848617 0.306068 -0.168197 -0.101781
= 18.186 x2 = n R2 = 33.702 >
x2
(5%; df=8) = 16.9190
artinya ialab babwa basil ini menolak H 0 yang menyatakan tidak ada beteroskedastisitas. Dari hasil ini bisa disimpulkan bahwa pada model ini terdapat heteroskedastisitas. Masalah heteroskedastisitas nantinya akan dikoreksi dengan menggunakan metode White. AUTOKORELASI Dari hasil regresi model 3.2 ifzxed effect) didapat: Nilai Durbin Watson Statistik = 0.7939 Nilai Durbin watson Tabel dengan jumlah regressor ( k ) = 6 serta a.= I % ialah DW-tabel (I%; k=6; n= 60) ialah DL= 1,372 dan DU = 1,808
Autokorelasi
Daerah
Daerah
Tidak ada otokorelasi
Autokorelasi Positif
Tdk Jelas dl 0.79 1,372
baik positifmaupun negatif Tdk Jelas du
1,808
4-du 2,192
Negatif 4- dl
2,628
Dari hasil pengajian bisa disimpulkan bahwa terdapat autokorelasi positif sehingga nantinya model akan dikoreksi dengan menggunakan Cochrane orcutt
iterative (AR(l)).
L-5 CHOW TEST
Kota Bandar Lampung data tahun 1992--2003 Dependent Variable: RASIO_BDL Method: Least Squares Date: 07/21/05 Time: 16:02 Sample: 1992 2003 Included observations: 12 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
0.002492 0.000147 -0.006709
0.001803 0.000652 0.005063
1.382591 0.226087 -1.325127
0.2001 0.8262 0.2178
YCAP_BDL TRPDRB_BDL R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.247440 0.080204 0.000608 3.33F.:-06 73.55929 0.455514
Mean dependent var S.D. dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob( F-statistic)
0.002103 0.000634 -11.75988 -11.63865 1.479589 0.278250
Data tahun 1992--1999 (sebelum Otda) Dependent Variable: RASIO_BDL Method: Least Squares Date: 07/21/05 Time: 16:02 Sample: 1992 1999 Included observations: 8 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
0.001619 5.85E-05 0.000261
0.000223 7.77E-05 0.000709
7.265769 0.752310 0.367372
0.0008 0.4858 0.7284
YCAP_BDL TRPDRB_BDL R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.101828 -0.257441 7.21E-05 2.60E-08 66.82448 2.977900
Mean dependent var S.D. dependentvar Akaike info crit~rion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.001777 6.43E-05 -15.95612 -15.92633 0.283432 0.764537
Data tahun 2000--2003 (setelah otonomi daerah) Dependent Variable: RASIO_BDL Method: Least Squares Date: 07/21/05 Time: 16:03 Sample: 2000 2003 Included observations: 4 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
0.018796 -0.002140 -0.151169
0.013308 0.004152 0.051697
1.412402 -0.515395 -2.924143
0.3922 0.6970 0.2098
YCAP_BDL TRPDRB_BDL R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.973235 0.919704 0.000222 4.95E-08 30.73971 3.189768
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.002754 0.000785 -13.86985 -14.33013 18.18077 0.163602
Menggunakan cara yang sama seperti di atas untuk Kabupaten Lampung Selatan, Kabupat~n
Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten
Lampung Barat sehingga diperoleh hasil sebagai berikut : Daerah
Ban dar Lampung Kabupaten Lampung Selatan Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Utara
Kabupaten Lampung Barat
Data Dependent Variabel Rasio (92-03) (92-99) (00-03) Rasio (92-03) (92-99) (00-03) Rasio (92-03) (92-99) (00-03) Rasio (92-03) (92-99) (00-03) Rasio (92-03) (92-99) (00-03)
R2
SEE
RSS
n
0.2474 0.1018 0.9732
0.000608 7.21E10-5 0.000222
3.33E10-6 2.60E10-8 4.95E10-8
12 8 4
0.5280 0.6736 0.9994
0.000739 9.86E10-5 6.50E10-5
4.91E10-6 4.86El0-8 4.23E10-9
12 8 4
0.5192 0.5580 0.9505
0.000197 0.000216 5.38E10-5
3.57El0-7 2.34E10-7 2.89E10-9
12 8 4
0.3239 0.1751 0.8016
0.000261 0.000245 0.000265
6.15El0-7 2.99E10-7 7.03E10-8
12 8 4
0.8608 0.9035 0.9978
0.000326 6.73E10-5 9.98E10-5
9.55E10-7 2.27E10-8 9.97E10-9
12 8 4
Ho :
ao = Co = eo;
b, = d, = f,;
~
= d2 = f2; b3 = d3 = f3 (tidak ada perubahan
struktural sebelum dan setelah otonomi daerah) H, :
ao
-:f:.
Co
-:f:.
eo;
b,
-:f:.
d,
-:f:.
f,; b2
-:f:.
d2
-:f:.
6; b3
"#
d3
-:f:.
6 (terdapat perubahan
struktural sebe!um dan setelah otonomi daerah) Diuji menggunakan F-test dimana :
(RSSR- RSSUR)/k RSSuR I (n1+n2-2k) dimana jika hasil perhitungan menunjukkan F-hit > F-test pada tingkat kepercayaan tertentu maka Ho ditolak. Berdasarkan perhitungan diperoleh hasil sebagai berikut : Daerah
F-hitung
F-t&bel
Kota Bandar Lampung
86.784
9.77
Kabupaten Lampung selatan
183.872
9.77
Kabupaten Lampung Tengah
0.9472
9.77
Kabupaten Lampung utara
1.3306
9.77
Kabupaten Lampung Barat
56.433
9.77
Kesimpulan Ada perubahan struktural rasio pajak sebelum dan setelah otda Ada perubahan struktural rasio pajak sebelum dan setelah otda Tidak ada perubahan struktural rasio pajak sebelum dan setelah otda Tidak ada perubahan struktural rasio pajak sebelum dan setelah otda Ada perubahan struktural rasio pajak sebelum dan setelah otda
L-6 DUMMY VARIABLE APPROACH: Dependent Variable: RASIO Method: Least Squares Date: 07/15/05 Time: 11:32 Sample: 1 60 Included observations: 60 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c YCAP D_BDL D_SEL D_TGH D_UTR D_BDL*YCAP D_SEL*YCAP D_TGH*YCAP D_UTR*YCAP
-0.004831 0.008844 0.001535 -0.000550 0.004449 0.001492 -0.005027 -0.000581 -0.008075 -0.003909
0.003329 0.004934 0.004503 0.005259 0.003532 0.005300 0.005116 0.007080 0.004996 0.006861
-1.451352 1.792592 0.340874 -0.104664 1.259548 0.281580 -0.982612 -0.082070 -1.616283 -0.569731
0.1529 0.0791 0.7346 0.9171 0.2137 0.7794 0.3305 0.9349 0.1123 0.5714
R-squared Adjusted R-squared S. E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.651180 0.588392 0.001489 0.000111 310.9220 0.790513
Mean dependent var S.D. dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.001815 0.002321 -10.03073 -9.681675 10.37114 0.000000
Dependent Variable: RASIO Method: Least Squares Date: 07/15/05 Time: 11:35 Sample: 1 60 Included observations: 60 Variable
c TRPDRB D_BDL D_SEL D_TGH D_UTR D_BDL*TRPDRB D_SEL*TRPDRB D_ TGH*TRPDRB D_ UTR*TRPDRB
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
0.00~486
0.000819 0.007828 0.011290 0.001056 0.001176 0.001086 0.011708 0.009254 0.010819 0.010206
1.814060 -0.542551 0.857927 0.317242 -0.013089 0.242624 -0.156474 -0.121733 -0.307183 -0.459114
0.0757 0.5898 0.6485 0.7524 0.9896 0.8093 0.2001 0.9036 0.7600 0.6481
-0.004247 0.009686 0.000335 -1.54E-05 0.000264 -0.001832 -0.001126 -0.003323 -0.004686
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.760370 0.717236 0.001234 7.61E-05 322.1858 0.750081
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.001815 0.002321 -10.40619 -10.05714 17.62831 0.000000
Dependent Variable: RASIO Method: Least Squares Date: 07/15/05 Time: 11:36 Sample: 1 60 Included observations: 60 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
-0.006161 0.010118 0.005069 0.007390 -0.000626 0.004164 0.005643 -0.001236 -0.002651 0.002330 -0.011346 -0.000139 -0.000438 -0.001737 -0.007774
0.003490 0.004498 0.008611 0.004962 0.006103 0.006080 0.006179 0.013126 0.010816 0.023988 0.012209 0.004675 0.007170 0.004905 0.006894
-1.765218 2.249440 0.588705 1.489318 -0.102646 0.684894 0.913251 -0.094164 -0.245077 0.097121 -0.929265 -0.029732 -0.061110 -0.354128 -1.127640
0.0843 0.0294 0.5590 0.1510 0.9187 0.4969 0.3660 0.8452 0.8075 0.9231 0.3577 0.8354 0.9515 0.2816 0.2654
YCAP TRPDRB D_BDL D_SEL D_TGH D_UTR D_BDL*TRPDRB D_SEL*TRPDRB D_ TGH*TRPDRB D_UTR*TRPDRB D_BDL*YCAP D_SEL*YCAP D_TGH*YCAP D_UTR*YCAP R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.799440 0.7~7044
0.001190 6.37E-05 327.5253 0.611734
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.001815 0.002321 -10.41751 -9.893924 12.81227 0.000000
Karena dari uji dummy variable approach di atas tidak ada satupun dummy daerah
*
variabel be bas yang signifikan maka slope pada persamaan fixed effect
dianggap sama.
L-7 ESTIMASI MODEL FIXED EFFECT SETELAH PERBAIKAN AUTOKORELASI DAN HETEROSKEDASTIS Dependent Variable: RASIO? Method: Pooled EGLS (Cross-section SUR) Date: 07/15/05 Time: 10:42 Sample (adjusted): 1993 2003 Included observations: 11 after adjustments Cross-sections included: 5 Total pool (balanced) observations: 55 Iterate coefficients after one-step weighting matrix Period weights (PCSE) standard errors & covariance (d. f. corrected) Convergence achieved after 13 total coef iterations Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
-0.001597 0.000170 0.006733 1.134325
0.001349 0.000121 0.001389 0.127723
-1.183978 1.408982 4.845530 8.881113
0.2424 0.1654 0.0000 0.0000
YCAP? TRPDRB? AR(1) Fixed Effects (Cross) BDL-C SEL-C _TGH-C UTR-C BRT-C
-
-
0.000931 -0.001162 0.000455 0.000398 -0.000621 Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.938635 0.929495 0.974826 102.7005 0.000000
Mean dependent var S.D.dependentvar Sum squared resid Durbin-Watson stat
1.751145 3.671280 44.66347 1.894805
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.~03700
8.21 E-06
Mean dependent var Durbin-Watson stat
0.000973 1.921139
TEST h-Statistik : menggunakan persamaan Durbin-h sbb :
v
h = p n I 1 - n [var(a2)] p=l-d/2 perhitungan: p = 1 - 1,89480512 = 0.05 h = 0.05 60 I 1 - 60 (0.127723)2 h = 0.05 X 53.17 h = 2.79 Daerah Bebas autokorelas · Autokorelasi
v
Autokorelasi
-3 ~79 3 Berarti model di atas telah terbebas dari autokorelasi. PERBAIKAN MODEL KEDUA Dependent Variable: RASIO? Method: Pooled EGLS (Cross-section SUR) Date: 07/19/05 Time: 13:32 Sample (adjusted): 1993 2003 Included observations: 11 after adjustments Cross-sections included: 5 Total pool (balanced) observations: 55 Iterate coefficients after one-step weighting matrix White diagonal standard ermrs & covariance (d.f. corrected) Convergence achieved after 13 total coef iterations Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
-0.001384 0.000283 0.006839 1.135421
0.001001 0.000311 0.001967 0.109322
-1.382608 0.908283 3.477047 10.38606
0.1733 0.3684 0.0011 0.0000
LOG(YCAP?) TRPDRB? AR(1) Fixed Effects (Cross) BDL-C SEL-C _TGH--C - UTR-C BRT-C
-
-
0.000849 -0.001129 0.000422 0.000399 -0.000541 Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.937453 0.928138 0.975752 100.6338 O.OOCOOO
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
1.767207 3.639895 44.74835 1.694676
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.804138 8.19E-06
Mean dependent var Durbin-Watson stat
0.000973 1.725204
TEST h-Statistik : menggunakan persamaan Durbin-h sbb : h = p "n I I - n [var(.i2)] p=I-d/2 perhitungan : p = I - I ,694612 = O.I527 h = O.I527 "55 I 1-53 (O.I093)2 h = 0.1527 X 12.66 h = 1.933 Daerah Bebas autokorelasi Autokorelasi
Autokoreiasi
I.933 3 Berarti model di atas telah terbebas dari autokorelasi.
-3
L-8 UJI KECUKUPAN MODEL MODEL KETIGA DAN KEEMPAT CDENGAN VARIABEL KONTROL) T ANPA FIXED EFFECT Dependent Variable: RASIO? Method: Pooled Least Squares Date: 07/19/05 Time: 15:46 Sample: 1992 2003 Included observations: 12 Cross-sections included: 5 Total pool (balanced) observations: 60 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
-0.001337 0.001031 0.005668 0.003676
0.000281 0.000118 0.001443 0.000611
-4.762070 8.761129 3.927814 6.019192
0.0000 0.0000 0.0002 0.0000
YCAP? TRPDRB? EXPDRB? R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.617849 0.587376 0.000550 1.70E-05 367.2265 0.728890
Mean dependent var S.D. dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.000944 0.000867 -12.10755 -11.96793 30.17962 0.000000
Dependent Variable: RASIO? Method: Pooled Least Squares Date: 07/19/05 Time: 15:47 Sample: 1992 2003 Included observations: 12 Cross-sections included: 5 Total pool (balanced) observations: 60 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
-0.000211 0.001397 0.005926 0.003713
0.000208 0.000160 0.001455 0.000613
-1.016414 8.730354 4.073941 6.054391
0.3138 0.0000 0.0001 0.0000
LOG(YCAP?) TRPDRB? EXPDRB? R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin 'Natson stat
0.616293 0.595737 0.000552 1.70E-05 367.1046 0.641768
Mean dependent var S.D. dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.000944 0.000867 -12.10349 -11.96386 29.98155 0.000000
MODEL DENGAN FIXED EFFECT Dependent Variable: RASIO? Method: Pooled Least Squares Date: 07/19/05 Time: 15:43 Sample: 1992 2003 Included ·observations: 12 Cross-sections included: 5 Total pool (balanced) observations: 60 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
-0.000534 0.000395 0.004157 0.004523
0.000357 0.000229 0.001250 0.000566
-1.495936 1.724186 3.326610 7.992084
0.1407 0.0906 0.0016 0.0000
YCAP? TRPDRB? EXPDRB? Fixed Effects (Cross) - BDL--C - SEL--C _TGH-C - UTR-C BRT-C
-
0.001019 -5.36E-05 -0.000340 3.82E-05 -0.000663 E'ffects Specification
Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.785169 0.756250 0.000428 9.54E-06 384.5055 1.171526
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.000944 0.000867 -12.55018 -12.27094 27.15016 0.000000
Dependent Variable: RASIO? Method: Pooled Least Squares Date: 07/19/05 Time: 15:44 Sample: -1992 2003 Included observations: 12 Cross-sections included: 5 Total pool (balanced) observations: 60 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
-8.70E-05 0.000576 0.004264 0.004388
0.000175 0.000361 0.001311 0.000594
-0.497125 1.594703 3.252458 7.392059
0.6212 0.1168 0.0020 0.0000
LOG(YCAP?) TRPDRB? EXPDRB? Fixed Effects (Cross) - BDL-C - SEL--C _TGH--C - UTR-C BRT--C
-
0.000992 -4.46E-05 -0.000385 2.23E-05 -0.000584 Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.783477 0.754329 0.000430 9.61E-06 384.2701 1.138704
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.000944 0.000867 -12.54234 -12.26309 26.87984 0.000000
L-9 PENGUJIAN F-STATISTIK MODEL 3 DAN 4 (WALD TEST) Uji Hipotesis: Ho : a1 = a2 = a3 =0 (fixed effect tidak memberikan kontribusi yang lebih baik terhadap model) H 1 : Minimal ada satu
Ui
yang tidak sama dengan nol (fixed effect memberikan
kontribusi yang lebih baik terhadap model)
F hitung (F-wald) =
(R 2 -R 2 )/m UR 2
R
(l-Ru11 )/(n-k)
Di mana: R~R
R-square unrestricted dari persamaan regresi Fixed effect model
R;
R-square restricted dari persamaan regresi pooled least square
m
jumlah tambahan variabel padafixed effect (jumlah dummy pada LSDV)
k n
jumlah parameter pada LSDV
= jumlah observasi
Jika F-hitung > F-Tabel (df=m,n-k) maka Ho ditolak Cari F hi tun (F -wald) g
= (0, 7852 - 0,6178) I 4 = 9.15 (1- 0,7852) /(55- 8)
Cari F hi tun (F-walci) = (0, 7834- 0,6163) I 4 = 9.08 g (1-0,7834)/(55-8) F-tabel (5%; 8,47) = 2,14 Karena F-hitung = 9.15 dan 9.08 > F-tabel = 2,14 maka Ho ditolak sehingga bisa disimpulkan bahwa model fixed efect yang dipakai di dalam penelitian ini.
L-10
UJI ASUMSI KLASIK MULTIKOLINEAR
YCAP TRPDRB EXPDRB
YCAP 1.000000 -0.197833 -0.204822
TRPDRB -0.197833 1.000000 -0.303805
EXPDRB -0.204822 -0.303805 1.000000
LOGYCAP TRPDRB EXPDRB
LOGY CAP 1.000000 -0.215707 -0.204603
TRPDRB -0.215707 1.000000 -0.303805
EXPDRB -0.204603 -0.303805 1.000000
Dari hasil matrix korelasi antar variabel TRPDRB, log(YCAP) dan EXPDRB maupun TRPDRB, YCAP dan EXPDRB didapat bahwa korelasi antar variabel tersebut masih belum kuat (masih di bawah 80%) sehingga bisa disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinear di dalam model. HETEROSKEDAS'i 'IS ITAS
White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
4.122032 27.41310
Probability Probability
0.000373 0.002240
Test Equation: Dependent Variable: RESID"2 Method: Least Squares Date: 07/19/05 Time: 14:22 Sample: 1 60 Included observations: 60 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
9.13E-07 -1.40E-05
6.54E-06 8.85E-06
0.139592 -1.585768
0.8896 0.1192
YCAP
YCAP 112 TRPDRB TRPDRB112 EXPDRB EXPDRB 112 D_BDL D_SEL D_TGH D_UTR R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
3.94E-06 -2.59E-05 0.000192 5.63E-05 -7.07E-05 1.39E-05 1.79E-06 6.12E-06 4.20E-06 0.456885 0.346045 3.70E-06 6.71E-10 671.3750 1.042462
Dari hasil regresi model didapat
2.45E-06 5.43E-05 0.000238 1.68E-05 2.46E-05 4.71 E-06 1.91 E-06 3.32E-06 2.21E-06
1.607533 -0.476025 0.804708 3.350260 -2.868528 2.956832 0.939431 1.842581 1.898282
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-stc.ttistic Prob(F-statistic)
0.1144 0.6362 0.4249 0.0016 0.0061 0.0048 0.3521 0.0714 0.0636 1.46E-06 4.58E-06 -22.01250 -21.62854 4.122032 0.000373
i= n R2 = 55* 0,4568 = 25.124
Dari hec.il Pengujian Hipotesis didapat bahwa:
x2 =nR2 =25.124>
iC5%;df=lO)= 18.307
artinya ialah bahwa hasil ini menolak Ho yang menyatakan tidak ada heteroskedastisitas. Dari hasil ini bisa disimpulkan bahwa pada model ini terdapat heteroskedastisitas. Masalah heteroskedastisitas nantinya akan dikoreksi dengan menggunakan metode White. White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
4.267795 27.93122
0.000270 0.001852
Probability Probability
Test Equation: Dependent Variable: RESID 112 Method: Least Squares Date: 07/19/05 Time: 14:25 Sample: 1 60 Included observations: 60 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
-1.17E-05 -7.53E-06 7.06E-06 -2.27E-05
4.37E-06 4.33E-06 4.08E-06 5.28E-05
-2.684574 -1.737923 1.732342 -0.431074
0.0099 0.0885 0.0895 0.6683
LOG(YCAP) (LOG(YCAP))II2 TRPDRB
TRPDRBI\2 EXPDRB EXPDRBI\2 D_BDL D_SEL D_TGH D_UTR
0.000158 5.83E-05 -6.89E-05 1.65E-05 3.47E-06 8.30E-06 6.18E-06
R-squared Adjusted R.-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.465520 0.356443 3.67E-06 6.59E-10 671.9224 1.063977
0.000231 1.67E-05 2.45E-05 5.17E-06 2.29E-06 3.86E-06 2.75E-06
0.687010 3.487646 -2.818403 3.192059 1.514268 2.147602 2.249644
1.46E-06 4.57E-06 -22.03075 -21.64678 4.267795 0.000270
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
Dari hasil regresi model didapat x2 = n R2 =55
0.4953 0.0010 0.0069 0.0025 0.1364 0.0367 0.0290
* 0,4655 = 25.61
Dari basil Pengujian Hipotesis didapat bahwa :
x2 = n R2 = 33,9 >
i ( 5%; df=10) = 18.307
artinya ialah bahwa hasil ini menolak Ho yang menyatakan tidak ada heteroskedastisitas. Dari hasil ini bisa disimpulkan bahwa pada model ini terdapat heteroskedastisitas. Masalah heteroskedastisitas nantinya akan dikoreksi dengan menggunakan metode White.
AUTOKORELASI Dari hasil regresi model 3.2 (fixed effect) didapat: Nilai Durbin Watson Statistik = 1.1715 dan 1.1387 Nilai Durbin watson Tabel dengan jumlah regressor ( k) = 7 serta a= I % ialah DW-tabel (1%; k=6; n= 55) ialah DL= 1,294 dan DU = 1,861
Autokorelasi
Daerah
Tidak ada otokorelasi
Daerah
Autokorelasi Positif
Tdk Jelas · baik positifmaupun negatif Tdk Jelas dl
1.1715 1,294
du 1,861
4-du 2.139
Negatif
4- dl 2.706
Autokorelasi
Daerah
Daerah
Tidak ada otokorelasi
Autokorelasi Positif
Tdk Jelas dl
1.1387 1,294
baik positif maupun negatif Tdk Jelas du
1,861
4-du 2.139
Negatif 4- dl 2.706
Dari hasil pengujian bisa disimpulkan bahwa terdapat autokorelasi positif sehingga nantinya model akan dikoreksi dengan menggunakan Cochrane orcutt
iterative (AR(l)).
ESTIMASI MODEL FIXED EFFECT SETELAH PERBAIKAN AUTOKORELASI DAN HETEROSKEDASTIS
Dependent Variable: RASIO? Method: Pooled EGLS (Cross-section SUR) Date: 07/19/05 Time: 16:12 Sample (adjusted): 1993 2003 Included observations: 11 after adjustments Cross-sections included: 5 Total pool (balanced) observations: 55 Iterate coefficients after one-step weighting matrix Cross-section weights (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Convergence achieved after 39 total coef iterations Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
-8.58E-05 0.000233 0.005991 0.004359 0.838272
0.000572 0.000136 0.001309 0.000844 0.131556
-0.149914 1.715692 4.576824 5.162796 6.371970
0.8815 0.0929 0.0000 0.0000 0.0000
YCAP? TRPDRB? EXPDRB? AR(1) Fixed Effects (Cross) BDL--C SEL-C _TGH--C UTR-C BRT--C
-
-
0.001455 0.000411 -0.000689 -8.66E-05 -0.001090 Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.946874 0.937635 0.964679 102.4830 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
2.566240 3.862878 42.80789 1.850054
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.806683 8.09E-06
Mean dependent var Durbin-Watson stat
0.000973 1.905507
TEST h-Statistik : menggunakan persamaan Durbin-h sbb : h=p.Yn/ I-n [var(a2)] p = I - d/2 perhitungan: p = 1 - 1,850054/2 = 0.074973 h = 0.074973 ...J 55 I I -55 (0.131556) 2 h = 0.074973 X 33.80 h = 2.53 Daerah Bebas autokorelas· Autokorelasi
Autokorelasi
-3
2,53
3
Berarti model di atas telah terbebas dari autokorelasi. Dependent Variable: RASIO? Method: Pooled EGLS (Cross-section SUR) Date: 07/19/05 Time: 16:12 Sample (adjusted): 1993 2003 Included observations: 11 after adjustments Cross-sections included: 5 Total pool (balanced) 0bservations: 55 Iterate coefficients after one-step weighting matrix Cross-section weights (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Convergence achieved after 38 total coef iterations Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
0.000100 0.000431 0.006168 0.004350 0.830888
0.000460 0.000235 0.001333 0.000815 0.132591
0.217927 1.839430 4.626703 5.336089 6.266550
0.8284 0.0723 0.0000 0.0000 0.0000
LOG(YCAP?) TRPDRB? EXPDRB? AR(1) Fixed Effects (Cross) BDL--C - SEL--C _TGH--C UTR--C BRT--C -
-
-
0.001415 0.000401 -0.000725 -6.77E-05 -0.001023
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.947905 0.938845 0.967135 104.6252 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
2.494607 3.910848 43.02608 1.874035
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.809591 7.96E-06
Mean dependent var Durbin-WatsCln stat
0.000973 1.891887
TEST h-Statistik : menggunakan persamaan Durbin-h sbb : h=p.Yn/1-n[var(ti2)] p=l-d/2 perhitungan : p = 1 - I ,8740/2 = 0.063 h = 0.063 .Y 55 I I- 55 (0.132591) 2 h = 0.063 X 40.775 h = 2.57 Daerah Bebas autokorelasi Autokorelasi
-3 2.57 3 Berarti model di atas telah terbebas dari autokorelasi.
Autokorelasi