Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus: 7A (149–155), 2011
OPTIMALISASI GENISTEIN UNTUK PENOLAKAN TEPUNG KEDELAI EDAMAME MENGGUNAKAN BAKTERI SEBAGAI PENGHASIL β-GLUCOSIDASE Yossi Wibisono1, Simon B. Widjanarko2, Hari Purnomo2, dan Aulani'am2 1Jurusan Teknologi Pertanian, Politeknik Negeri Jember 2Program Doktoral Ilmu Pertanian, Universitas Brawijaya Malang
ABSTRACT The development in many sectors brings the social status change and creates human lifestyle which causes the degenerative disease increase. One way to overcome this condition is by explore genistein. In developed/industrialized countries, barley's genistein is already being extracted, commercialized and used as an alternative therapy for cancer sufferer (Coral, 2008; Caderroth and Serge, 2009). Indonesia is an edamame soybean exporter for Japan and USA. The biggest edamame soybean produced by PT. Mitratani Dua Tujuh Jember, exported in each year reaches 6,152–8,000 tons on average, but out of the total production, roughly 12.8 tons of fresh edamame per month is rejected. The rejected edamame soybean contains only 0.122 mg/g genistein on average (Wibisono and Warsito, 2009), but can be optimally used by β-glucosidase enzyme from microbe. The current research examines the optimal condition of enzyme and the application of such enzyme to get the rejected edamame soybean flour with optimal genistein. The result shows that B. adolencentis produces the most optimal β-glucosidase enzyme, along with B. animalis, L. casei and B. bifidum. Bifidobacterium and L. casei grow optimally at 35oC, but the enzyme itself has an optimal temperature of 45oC. The optimal pH of both enzyme and bacteria is pH 6. The fermentation index (proposed to be known as Wibisono index) of B. adolencentis has the highest index of 6 hour incubation in 1.153 and followed by B. animalis which has fermentation index 1.012. Extracted β-glucosidase enzyme produces the highest activity in ratio flour: water = 1:10 and the optimal incubation time to hidrolysis 80.5% genistin reached in 12 hours. Another finding indicates that the increase of genistein's content in rejected edamame soybean flour becomes 0.487–0.513 mg/g. Our food product from rejected edamame which enrichment of genistein have been patented with certificate number: 050.0226A (28 January 2010). Key words: β- glucosidase, Edamame, Genistein
PENGANTAR Di Indonesia terjadi peningkatan jumlah penderita tiap tahun untuk penyakit stroke, hipertensi, penyakit jantung serta kanker, sebagai akibat dari paparan radikal, stress, pola makan serta gaya hidup masyarakat menengah keatas. Disisi lain masyarakat menengah ke bawah (Rumah Tangga Sangat Miskin) mempunyai potensi penyakit yang serupa akibat malnutrisi dengan semakin tidak terjangkaunya harga komoditi pangan sehat. Dikhawatirkan kondisi ini menyebabkan penurunan kualitas SDM Indonesia yang menimbulkan konsekuensi serius dalam menghadapi era persaingan bebas dengan negara lain. Di negara maju, genistein telah digunakan sebagai salah satu terapi bagi penderita kanker prostat, payudara dan paru-paru (Coral, 2008) karena kemampuannya dalam menghambat tirosin protein kinase (Wei et al., 2002), menginduksi apoptosis pada kanker, bersifat antimutagenik (Zdenka et al., 2006), serta mampu menurunkan trigliserida, LDL, kolesterol dan total kolesterol (Caderroth and Serge, 2009; Wibisono dan Warsito, 2007). Eksplorasi penelitian mengenai genistein kedelai AS dan tanaman barley di
Amerika telah menghasilkan produk komersial yang dipatenkan. Indonesia dikenal sebagai pengekspor kedelai edamame ke negara Jepang dan Amerika Serikat. Produksi kedelai edamame terbesar dihasilkan oleh PT. Mitratani Dua Tujuh Jember. Ekspor edamame tiap tahun rata-rata 6.152–8.000 ton dan dari total produksi, sekitar 12,8 ton per bulan adalah bahan segar yang tidak lolos ekspor (afkiran secara fisik) yang tidak bernilai komersial. Pemanfaatannya masih sebatas kedelai rebus yang justru berpotensi menyebabkan flatulensi (Wibisono dan Warsito, 2009; Penas and Prestamo, 2003). Hasil penelitian awal menunjukkan bahwa kandungan genistein kedelai edamame afkiran hanya sekitar 0,122 mg/g (Wibisono dan Warsito, 2009), sedangkan kedelai impor mencapai rata-rata 0,237 mg/g (Pandjaitan et al., 2000). Kandungan genistein masih dapat dioptimalkan karena dalam biji kedelai, 90% senyawa tersebut masih berbentuk genistin (Xie et al., 2003; Wibisono dan Warsito, 2009) yang dapat dihidrolisis dengan enzim β-glukosidase yang dihasilkan oleh mikroba (Aguirre et al., 2007) dan dimungkinkan dari
150
Optimalisasi Genistein untuk Penolakan Tepung Kedelai Edamame
bakteri golongan Lactobacillus (Marazza et al., 2009). Penelitian mengenai mikroba penghasil enzim β-glukosidase belum tuntas dilakukan termasuk penelitian mengenai stabilitas dan kondisi optimal enzim dari mikroba yang diperlukan untuk menghidrolisis dan menghasilkan tepung kedelai edamame afkiran dengan kandungan genistein optimal. Kajian penelitian mengenai genistein dari kedelai edamame juga belum pernah dilakukan mengingat kedelai edamame tidak dapat dibudidayakan di semua tempat/negara. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk memilih strain bakteri dengan viabilitas sel tertinggi untuk menghasilkan enzim β-glukosidase yang memiliki aktivitas enzim tertinggi. Dalam penelitian ini juga dilakukan proses ekstraksi enzim β-glukosidase untuk selanjutnya dipelajari aspek pH, suhu serta waktu yang optimal bagi enzim dan menguji kemampuannya untuk proses hidrolisis pada rasio yang tepat antara tepung edamame afkiran dengan air.
37° C. Sebanyak 500 μl 1 M sodium karbonat (suhu 4° C) ditambahkan untuk menghentikan reaksi. Aliquot pada 14.000 xg disentrifuse selama 30 menit. Aktivitas β-glukosidase pada supernatan ditentukan dengan menentukan laju hidrolisis pada substrat pNPG dilakukan dengan menambahkan sebanyak 500 μl dari ekstrak enzim kasar pada 1000 μl 5mM pNPG dan disiapkan ke dalam 100 mM buffer sodium fosfat (pH 7) dan diinkubasi pada 37° C selama 30 menit. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 1000 μl 1M sodium karbonat (suhu 4° C). Jumlah ρ-nitrophenol yang dibebaskan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm. Satu unit enzim didefinisikan sebagai jumlah enzim β-glukosidase yang membebaskan 1 nanomol ρ-nitrophenol dari substrat ρNPG per ml per menit dibawah kondisi pengukuran diatas.
BAHAN DAN CARA KERJA
Sebagai fase mobil digunakan 100% metanol dan 10 mM buffer ammonium asetat (50:50) mengandung 1 mL asam trifluoro-asetat per liter dari campuran pelarut. Flow rate diset sebesar 0,95 mL/menit, injeksi dari standar dan sampel diset sebesar 20 μl dan waktu running 30 menit. Detektor dilakukan pengesetan pada 800 mv dan 0,5 μA panjang gelombang 259 nm untuk mendeteksi genistin dan genistein. Konsentrasi isoflavon dihitung berdasarkan wet basis (μg/mL dari larutan tepung kedelai).
Cara Pengukuran Bakteri (Modifikasi Borza, 2007) Pengukuran bakteri dilakukan dengan menghomogenisasi agar RSM dan melakukan pengenceran serial dalam air pepton dan melakukan metode gesek pada agar MRS yang mengandung 0,05% sistein, 1% sukrosa serta 0,05% L-sistein hidroklorida (De Man et al, 1960 dalam Wibisono dan Warsito, 2009). Pengenceran dilakukan secara serial pada suspensi tersebut dan dilakukan inkubasi pada agar MRS. Setelah itu dilakukan perhitungan jumlah sel dengan spektrofotometer berdasarkan standar yang telah dibuat (Wibisono dan Warsito, 2009). Ekstraksi dan Pengukuran Enzim β-glukosidase (Modifikasi Pandjaitan et al., 2000 dan Marazza et al., 2009) Ekstraksi enzim β-glukosidase dilakukan dengan menghomogenisasi suspensi serta digunakan 1 gram glass beads (diameter 0,25–0,30 mm) untuk memecahkan isi sel dan dicuci dengan buffer Na2HPO4– asam sitrat dengan pH 5,8. Suspensi sel dihomogenkan selama 3 menit menggunakan sel homogeniser, kemudian sel yang hancur dipisahkan dengan 200 mg glass beads pada sentrifugasi 10.000 × g selama 30 menit (4° C). Larutan supernatan digunakan sebagai ekstrak enzim kasar. Pengukuran enzim β-glukosidase dilakukan dengan cara menyiapkan sebanyak 100 μl dari 5mM ρNPG (p-nitrophenyl-β-D-glucopyranoside) dalam 100mM buffer sodium fosfat (pH 7,0) dan ditambahkan ke dalam tiap 10 ml aliquot serta diinkubasi selama 30 menit pada suhu
Penentuan Jumlah Genistin dan Genistein dengan HPLC
Indeks Fermentasi (Wibisono, 2009) Indeks fermentasi (disampaikan sebagai Indeks Wibisono) adalah indeks yang menunjukkan hasil bagi dari rasio reduksi genistin dengan rasio peningkatan genistein yang merupakan ukuran dari potensial hidrolitik enzim dari konversi genistin ke genistein selama fermentasi. Indeks ini menunjukkan potensial hidrolitik dari biotransformasi genistin menjadi genistein oleh bakteri. Selama proses fermentasi berlangsung, konsentrasi dari genistin akan menurun sementara genistein akan meningkat. Selama waktu yang diberikan (t) dalam fermentasi, konsentrasi genistin akan selalu lebih rendah dari awal (t = 0). Rasio reduksi genistin berdasarkan waktu (t) selama fermentasi dapat dirumuskan dengan: Rasio reduksi genistin = (Gin0/Gint) Dengan Gin0= jumlah genistin awal Gint = jumlah genistin pada waktu t Pada proses fermentasi dapat menetapkan nilai Gint pada saat konsentrasi genistein pada jumlah yang tertinggi
Wibisono, Widjanarko, Purnomo dan Aulani'am
selama periode fermentasi. Peningkatan genistein mengacu pada jumlah konsentrasi genistein pada satuan waktu tertentu yang dibagi dengan jumlah pada saat waktu awal (t = 0). Rumus ini ditentukan dengan: Rasio peningkatan genistein = (Gent/Geno) Dengan Gent = jumlah genistein pada saat waktu t Gen0 = jumlah genistein awal. Indeks fermentasi (Indeks Wibisono) dihitung berdasarkan rasio reduksi genistin dibagi dengan rasio peningkatan genistein, dengan rumus: Indeks Fermentasi (Indek Wibisono) = (rasio reduksi genistin)/(rasio peningkatan genistein) Bakteri yang menghasilkan enzim β-glukosidase dengan indeks fermentasi tertinggi selanjutnya diekstrak enzimnya (dengan metode sebelumnya) dan dilakukan penentuan optimalisasi enzim berdasarkan pH, suhu dan waktu inkubasi yang paling optimum serta aplikasi pada produk tepung dengan faktor perlakuan perbandingan rasio tepung dengan air. Penentuan pH Optimum dari Enzim β-Glukosidase untuk Konversi dari Genistin ke Genistein Pengaruh dari pH terhadap kemampuan enzim β-glukosidase hasil ekstraksi dari tahapan sebelumnya dilakukan pengujian aktivitas untuk konversi dari genistin ke genistein menggunakan 1 ml substrat genistin murni (mengandung 0,950 mg genistin) yang diawali dengan mengkondisikan pada pH 5,0, 5,5, 6,0 dan 6,5 pada suhu 35° C. Enzim yang digunakan sebanyak 500 μl serta diinkubasi terlebih dahulu selama 30 menit sebelum digunakan untuk hidrolisis selama 1 jam. Metanol sebanyak 1 ml ditambahkan untuk menghentikan proses reaksi dan dilakukan pengamatan jumlah genistin dan genistein menggunakan HPLC. Hasil terbaik dari perlakuan pH digunakan untuk penentuan suhu optimumnya. Penentuan Suhu Optimal dari Enzim β-Glukosidase untuk Konversi dari Genistin ke Genistein Enzim sebanyak 500 μ dikondisikan pada suhu 35, 40, 45 dan 50° C dengan pH optimum dari data sebelumnya, selama 30 menit. Substrat yang digunakan adalah 1 ml genistin murni dan dilakukan proses hidrolisis selama 1 jam. Metanol ditambahkan sebanyak 1 ml untuk menghentikan proses reaksi dan dilakukan pengamatan jumlah genistin dan genistein menggunakan HPLC. Hasil terbaik dari perlakuan pH dan suhu optimum digunakan untuk penentuan waktu inkubasi optimum.
151
Penentuan Waktu Inkubasi Optimum dari Ph dan Suhu Optimum Enzim β-Glukosidase Pengujian pengaruh dari waktu inkubasi optimum dilakukan berdasarkan pH dan suhu optimum yang dihasilkan dari data sebelumnya. Perlakuan diawali dengan menginkubasikan substrat 1 ml genistin murni menggunakan 500 μl enzim masing-masing 60, 90 dan 120 menit dalam kondisi pH dan suhu optimalnya. Metanol 1 ml ditambahkan untuk menghentikan proses reaksi. Jumlah genistin dan genistein ditentukan dengan menggunakan HPLC. Berdasarkan data penelitian tentang pH optimum, suhu optimum serta waktu inkubasi optimum terhadap stabilitas enzim, selanjutnya dilakukan pengujian pada produk kedelai edamame afkiran, terhadap kemampuannya untuk konversi ke genistein. Sebanyak 1 ml enzim kasar digunakan untuk mengkonversi dari genistin ke genistein dengan pH, suhu dan waktu inkubasi yang optimum dari data sebelumnya dan diterapkan pada tepung kedelai edamame afkiran yang menggunakan rasio pelarutan tepung (mg): air (ml) masing-masing 1:5, 1:10 dan 1:15. Metanol sebanyak 5 ml ditambahkan untuk menghentikan proses reaksi. Alat Alat-alat yang digunakan meliputi glassware, glass beads, inkubator, timbangan analitik (Denver Instrumen M-310), bench top centrifuge (Rotina 38 R), evaporator (Rotary), shaker (Gerhardt THO 500 cat. 43551), inkubator (FPQ 300CY), termometer digital, pH digital, penyaring vakum, membran filter (0,45 μm, Nalgene Brand Products) dan sebagainya yang kesemuanya terdapat di Laboratorium Sentral Politeknik Negeri Jember. Peralatan untuk analisa adalah Spectrofotometer UVVis Amersham, HPLC Jasco seri PU 2089 dengan 3 detektor (UV Vis, Fluorescence, Refracto Index) dilengkapi post column reaction module serta masslynx data sistem, dan peralatan penunjang lainnya yang terdapat di Laboratorium Sentral Politeknik Negeri Jember. Bahan Bahan baku pada penelitian ini adalah kedelai edamame afkiran yang didapatkan pada umur panen 90 hari pada lahan yang sama dengan kriteria jumlah biji sebanyak 1 hingga 3 buah tiap polong (yang dinyatakan tidak lolos ekspor secara fisik) dan pengadaan bahan baku melalui kerjasama dengan PT. Mitratani Dua Tujuh Jember untuk menjamin homogenitas sampel. Tepung kedelai edamame dibuat secara homogen dan telah dilakukan pengembangan skala komersial oleh Laboratorium Analisis Pangan Politeknik Negeri Jember. Bakteri yang digunakan adalah L. casei yang diperoleh dari Pusat Bioteknologi ITB Bandung,
152
Optimalisasi Genistein untuk Penolakan Tepung Kedelai Edamame
B. adolescentis serta B. animalis diperoleh dari Pusat Studi Bioteknologi UGM Yogyakarta dan B.bifidum diperoleh dari Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan Universitas Brawijaya Malang. Kultur bakteri telah dibiakkan hingga fase log menggunakan panduan Bergeys Manuals (1977) dalam Wibisono dan Warsito (2009). Bahan kimia yang digunakan kesemuanya dengan kemurnian pro analisa, diantaranya pNPG, sodium karbonat, sodium sitrat, sodium fosfat, NaCl, asam hidroklorat, diklorometane, etil asetat, metanol, ammonium asetat, dan sebagainya, kecuali agar MRS, pepton, maltodekstrin, Tris-HCl serta β-mercaptoethanol dengan kemurnian teknis. Bahan kimia untuk analisa diperoleh dari PT Kurnia Jaya Surabaya serta CV. Aneka Kimia Jember, dengan merk Merck. Standar genistin dan genistein murni (HPLC grade, kemurnian > 99,999%) didapatkan dari Yunnan Agriculture Univ, Dianchi Road, Kunming China.
HASIL
Jam ke-1
Jam ke-6
Jam ke-9
Bifidobacterium adolencentis
0,8731 1,9292
0,9281 2,1392
0,9031 2,0812
Bifidobacterium animalis
0,7981 1,8392
0,9211 2,1222
0,8981 2,0702
Data awal hasil penelitian dari Wibisono dan Warsito (2009) menunjukkan bahwa bakteri Bifidobacterium dan Lactobacillus penghasil enzim β-glukosidase mempunyai suhu optimal 35° C untuk tumbuh dan memproduksi enzim secara maksimal. Hasil lengkap seperti yang terlihat pada Tabel 1 berikut: Sedangkan indeks fermentasi (indeks Wibisono) dari B. adolencentis mencapai nilai 1,153 dengan lama fermentasi 6 jam yang merupakan nilai tertinggi dibandingkan dengan bakteri lainnya, berturut-turut diikuti oleh B. animalis (1,091), L. casei (1,041) dan nilai terendah diberikan oleh B. Bifidum (1,012). Selengkapnya nilai indeks tersebut ditampilkan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Dari Tabel 3, hasil penelitian sekunder menunjukkan bahwa tiap kenaikan indeks fermentasi 0,5 sebanding dengan peningkatan genistein sekitar 40% atau reduksi genistin sekitar 30%. Pada Tabel 4, 5, dan 6 menunjukkan hasil pengujian pH, suhu dan waktu terhadap aktivitas enzim β-glukosidase hasil ekstraksi dari bakteri Bifidobacterium adolencentis serta kemampuan hidrolitik pada berbagai rasio tepung: air. Berikut Tabel 7 yang menunjukkan aktivitas enzim β-glukosidase pada substrat larutan sampel dengan menggunakan suhu dan pH pengujian yang optimal yang diperoleh dari data sebelumnya.
Lactobacillus casei
0,7141 1,6462
0,8921 2,0562
0,8101 1,8672
PEMBAHASAN
Bifidobacterium bifidum
0,6991 1,6112
0,8671 1,9982
0,7581 1,7472
Tabel 1. Aktivitas Enzim yang Dihasilkan oleh Bakteri selama Inkubasi pada Suhu 35° C Jenis Mikroba yang digunakan
Absorbansi1 dan Unit Enzim2
1 Pada
pengukuran 420 nm, merupakan rerata dari 3 ulangan Merupakan rerata dari 3 ulangan. Satu unit enzim didefinisikan sebagai jumlah enzim B-glukosidase yang membebaskan 1 nanomol β-nitrophenol dari substrat pNPG per ml per menit pada suhu 35° C 2
Otieno, et al. (2007) melaporkan hasil yang sama dengan Wibisono dan Warsito (2009), namun hasil yang berbeda disampaikan oleh Yang et al., (2009) yang menyebutkan bahwa suhu optimal untuk Paecilomyces thermophila dalam menghasilkan enzim β-glukosidase adalah 45° C,
Tabel 2. Konsentrasi dari Jenis Isomer Genistin dan Genistein (mg/100 g) pada tingkatan Waktu Fermentasi dengan suhu Inkubasi 35° C Jenis Mikroba yang digunakan
Jenis Isomer
Waktu inkubasi (jam)1 0
2
4
6
8
2,199
0,284
0,318
0,303
0,266
Bifidobacterium
Genistin
adolencentis
Genistein
0,316
1,854
1,657
1.989
1,918
Bifidobacterium
Genistin
2,199
1,877
1,072
0,339
0,578
animalis
Genistein
0,316
0,289
1,657
1,878
1,882
Lactobacillus
Genistin
2,199
1,895
0,505
0,346
0,276
casei
Genistein
0,316
0,389
1,093
1,929
1,135
Bifidobacterium
Genistin
2,199
0,220
0,171
0,372
0,153
bifidum
Genistein
0,316
1,679
1,908
1,845
1,579
1 Merupakan
rerata dari 3 ulangan.
153
Wibisono, Widjanarko, Purnomo dan Aulani'am Tabel 3. Indeks Fermentasi (indeks Wibisono) dari 6 Bakteri dengan Suhu Inkubasi 35oC pada Waktu Inkubasi 6 jam Jenis Mukroba yang digunakan
Indeks Reduksi
Peningkatan
Indeks Fermentasi
B. adolencentis
7,257
6,294
1,153
B. animalis
6,487
5,943
1,091
L. casei
6,355
6,104
1,041
B. bifidum
5,911
5,839
1,012
Tabel 4. Hasil Pengujian pH terhadap Aktivitas Enzim β-glukosidase dengan Suhu Pengujian 35° C selama 60 Menit Perlakuan pH substrat
Hasl Perlakuan Enzim1 Gin (mg/g) Gen (mg/g)
Total enzim Gin+Gen (mg/g)
5,0
0,333
0,697
1,030
5,5
0,293
0,702
0,995
6,0
0,217
0,884
1,001
6,5
0,204
0,611
0,815
1 Merupakan
rerata dari 3 ulangan.
Tabel 5. Hasil Pengujian Suhu terhadap Aktivitas Enzim βglukosidase dengan Menggunakan pH Optimal (pH 6) selama 60 Menit Perlakuan suhu (° C)
Gin (mg/g)
Gen (mg/g)
Total enzim Gin+Gen (mg/g)
35
0,288
0,882
1,110
40
0,219
0,946
1,165
45
0,204
0,982
1,186
50
0,195
0,711
0,906
1 Merupakan
Hasl Perlakuan Enzim1
rerata dari 3 ulangan.
Tabel 6. Hasil Pengujian Waktu terhadap Aktivitas Enzim βglukosidase dengan Menggunakan Suhu Pengujian Optimal (45oC) dan pH Optimal (pH 6) Hasl Perlakuan Enzim1
Perlakuan waktu (menit)
Gin (mg/g)
Gen (mg/g)
Total enzim Gin+Gen (mg/g)
60
0,201
0,896
1,097
90
0,218
0,983
1,201
0,263
0,988
1,251
120 1 Merupakan
rerata dari 3 ulangan.
meskipun dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu ruang. Perbedaan suhu optimal dipengaruhi oleh asal bakteri dalam habitat asal dan kemampuan adaptasi, intrinsik, ekstrinsik dan implisit bakteri. Kondisi pH optimal bakteri untuk menghasilkan enzim β-glukosidase adalah pada pH 6 dan jika dikondisikan pada pH 5 akan terjadi sub lethal injury
Tabel 7. Aktivitas Enzim β-Glukosidase pada Substrat Larutan Tepung Edamame Afkiran dengan Menggunakan Suhu Pengujian Optimal (45° C), pH Optimal (pH 6) Lama Inkubasi (Jam)
Rasio antara tepung:air
6
Hasl Perlakuan Enzim1
Total enzim Gin+Gen (mg/g)
Gin (mg/g)
Gen (mg/g)
1:5 1:10 1:15
0,191 0,182 0,151
0,356 0,487 0,303
0,547 0,669 0,454
90
1:5 1:10 1:15
0,186 0,166 0,133
0,339 0,513 0,502
0,525 0,679 0,635
120
1:5 1:10 1:15
0,184 0,158 0,143
0,426 0,508 0,397
0,610 0,666 0,540
1 Merupakan
rerata dari 3 ulangan.
pada Bifidobacterium, kecuali pada bakteri golongan Lactobacillus. Kemampuan adaptasi bakteri Lactobacillus pada kondisi asam disebabkan adanya subunit enzim F0F1ATPase yang mampu mengeluarkan kelebihan proton H + dari membran selnya dengan menggunakan ATP (Borza, 2007). Lactobaclillus selain menghasilkan enzim β-glukosidase, juga menghasilkan asam laktat (Wibisono, dkk., 2008) disamping plantarisin (Tsen dkk, 2007). Hal yang menarik pada bakteri Lactobacillus adalah terjadi peningkatan produksi asam laktat dalam media pertumbuhan ketika diberikan suhu 38oC selama 6 jam inkubasi, namun pada kondisi tersebut justru akan terjadi penurunan dalam produksi enzim β-glukosidase yang diduga akibat penurunan pH dari 6,8 menjadi sekitar 5,7 (di luar pH optimalnya). Produksi enzim bergantung pada strain, medium pertumbuhan dan kondisi kultur yang meliputi suhu dan pH media kultur (Marazza, dkk., 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bifidobacterium adolencentis yang diinokulasikan pada fase log dapat menghasilkan enzim β-glukosidase paling optimal, baik pada jam fermentasi ke-3, 6 atau 9, yang diikuti oleh B. animalis, L. casei dan B. bifidum. Pada 6 jam fermentasi, enzim yang dihasilkan adalah paling optimal untuk semua mikroba dan terjadi kenaikan rata-rata unit enzim sebesar 10,9–24,9% dari jam fermentasi sebelumnya (jam ke-3), namun aktivitas tersebut kembali menurun 2,7–12,5% pada jam ke-9. Pada kondisi yang sama, B. bifidum menunjukkan aktivitas unit enzim yang terendah (secara kuantitatif jumlah enzim juga lebih sedikit) dari hasil penelitian pendahuluan (tidak dipublikasikan) diantaranya akibat keterbatasan asam amino tryptophan dalam media tumbuh yang diperlukan untuk menghasilkan enzim. Hal ini sesuai pendapat Pham and Shah (2008) dalam Wibisono dan Warsito (2009), bahwa
154
Optimalisasi Genistein untuk Penolakan Tepung Kedelai Edamame
kebutuhan C/N rasio B. bifidum lebih tinggi dibandingkan dengan mikroba lainnya disamping perbedaan waktu adaptasi tiap mikroba, demikian halnya dengan waktu fase log yang berbeda dalam menghasilkan enzim. Hal yang menarik dari indeks fermentasi (indeks Wibisono) yaitu pada perhitungan titik ekuilibrum yang menunjukkan kemampuan dan kecepatan bakteri dalam menghasilkan enzim β-glukosidase lebih awal secara signifikan, justru dihasilkan oleh bakteri B. bifidum yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan genistein yang signifikan pada jam ke-4, meskipun hasil optimal tetap dihasilkan oleh B. adolencentis. Pada tahap berikut dilakukan ekstraksi enzim β-glukosidase dari strain Bifidobacterium adolencentis karena memiliki nilai indeks fermentasi terbesar. Semakin besar nilai indeks fermentasi menunjukkan semakin baik kemampuan hidrolitik enzim yang dihasilkan. Hasil penelitian mencerminkan bahwa aktivitas hidrolisis genistin dikatakan optimal jika indeks fermentasi menunjukkan nilai diatas 1. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa pH 6 merupakan pH optimal bagi enzim untuk menghidrolisis genistin menjadi genistein dan data menunjukkan terjadinya penurunan jumlah genistin yang mampu dihidrolisis pada kondisi asam, diduga aktivitas enzim menurun berkaitan dengan struktur hidrolitiknya dibandingkan hal serupa pada kondisi basa. Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh Choi, Kim and Rhee (2002) yang menyebutkan bahwa enzim β-glukosidase dari L. debrueckii justru optimal pada pH 4,5 dan menghasilkan jumlah genistein yang paling optimal, karena pada kondisi asam tersebut terjadi deesterifikasi bentuk malonil/asetil-genistin menjadi genistin (Coward dkk, 1993) sehingga mampu meningkatkan jumlah genistin yang terhidrolisis. Hasil pengujian selanjutnya menunjukkan bahwa hidrolisis genistin optimal dilakukan pada suhu 45° C (Tabel 5) selama 120 menit (Tabel 6). Kondisi suhu tinggi diduga menyebabkan transformasi dari bentuk malonilgenistin ke genistin yang lebih lanjut dihidrolisis oleh enzim sehingga menambah jumlah genistein yang terbentuk. Hasil ini berbeda dengan penelitian Yang dkk (2009) yang menggunakan enzim β-glukosidase dari P. thermophilia ternyata memiliki aktivitas optimal pada suhu 50° C, sedangkan enzim yang diekstraksi dari D. nigrescens justru mampu menghidrolisis optimal apabila dilakukan pada suhu 65° C. Genistein merupakan isoflavon yang lebih tahan panas, namun mengalami kerusakan pada kemampuan hidroksilnya apabila diperlakukan dengan kondisi asam. Secara umum dapat disimpulkan bahwa enzim β-glukosidase dari bakteri yang berbeda akan mempunyai suhu dan pH optimal yang berbeda berkaitan dengan kemampuan hidrolisisnya.
Hasil pengujian aktivitas enzim β-glukosidase pada substrat larutan tepung edamame afkiran dengan menggunakan suhu dan pH optimal pada berbagai tingkatan rasio tepung dengan air (Tabel 7), menunjukkan bahwa rasio tepung:air = 1:10 dengan lama inkubasi 12 jam memberikan produksi genistein yang paling maksimal yaitu 0,487–0,513 mg/g yang didapat dari hasil hidrolisis sekitar 80,5% genistin. Pada rasio 1:5 masih belum memberikan hasil yang optimal diduga akibat adanya penurunan kemungkinan interaksi antara enzim dengan substrat karena kurangnya kandungan kadar air bebas pada suspensi tepung tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) Bakteri B. adolencentis mampu memproduksi enzim β-glukosidase tertinggi dibandingkan strain lain yang digunakan dalam penelitian ini, yang ditunjukkan pada nilai indeks fermentasi sebesar 1,153 dengan menghasilkan sebanyak 2,139 unit enzim dan pada kondisi suhu 35° C dan pH 6 dengan lama inkubasi 6 jam dapat menghidrolisis genistein dengan hasil akhir sebesar 1,989 mg/g, (2) Enzim β-glukosidase yang dihasilkan dari bakteri B. adolencentis memiliki pH optimal 6, suhu optimal 45° C dan membutuhkan waktu kontak selama 120 menit untuk menghasilkan hidrolisis genistin paling maksimal sebesar 0,988 mg/g, dan (3) ekstrak enzim β-glukosidase dapat digunakan untuk optimalisasi dan produksi genistein dan kondisi optimal pada substrat suspensi tepung kedelai edamame afkiran yaitu pada penggunaan rasio 1:10 (tepung: air). Pada rasio tersebut dan dengan kondisi pH optimal (pH 6), suhu optimal (45° C) dan lama 12 jam akan mampu menghidrolisis 80,5% genistin awal menjadi 0,487–0,513 mg/g genistein. KEPUSTAKAAN Aguirre FJ, Milled V, and Anon MC, 2007. Effect of extraction and precipitation conditions during soybean protein isolat production on the genistein series content. J. Oi. Chem. Soc. 84: 305–314. Borza AD, 2007. Encapsulation of Bifidobacterium Adolescentis 15703T in Gelatin-Maltodextrin Microspheres to Improve Survival During Gastrointestinal Transition. Thesis. Dalhousie University. Caderroth CR and Nef S, 2009. Soy, phytoestrogens and metabolism: a reviews. Molecular and Cellular Endrocrinology, 304: 30–42. Coral AL, 2008. Protection against breast cancer with genistein: a component of soy. American Journal Clinic Nutritrion, 71(suppl): 1705S–1707S. Coward L, Barnes NC, Setchell KDR and Barnes S, 1993. Genistein, daidzein and their glucoside conjugates: antitumor isoflavon in soybean foods from American and Asian diets. Agri. Food Chem, 41: 353–355.
Wibisono, Widjanarko, Purnomo dan Aulani'am Marazza JA, Garro MS and Giori G, 2009. Aglycone production by Lactobacillus rhamnosus CRL981 during soymilk fermentation. Journal Food Microbiology, 26: 333–339 Otieno DO, Ashton JF. and Shah NP, 2007. Isoflavon phytoestrogen degradation in fermented soymilk with selected β-glukosidase producing L. acidophilus strain during storage at different temperatures. Journal of Microbiology, 115: 79–88. Pandjaitan N, Hettiarachchy N, Crandall P, Sneller C and Dombek D, 2000. Evaluation of genistin and genistein content in soybean varieties and soy protein concentrate prepared with 3 basic methods. Journal of Food Science, 65(3): 399–402. Pandjaitan N, Hettiarachchy N and Ju ZY, 2000. Enrichment of genistein in soy protein soylife and soymeal using β-glycosidase. Journal of Food Science, 68(2): 427–429. Penas E and Prestamo G, 2003. High pressure and the enzymatic hydrolysis of soybean whey proteins. Journal Food Chemistry, 85: 641–648. Pham TT and Shah NP, 2008. Skim milk powder supplementation affect lactose utilization, microbial survival and biotransformation of isoflavone glycosides to isoflavone aglycones in soymilk by Lactobacillus. Journal Food Microbiology, 25: 653–661. Tsen JH, Huang HY, Lin YP and King VAE, 2007. Freezing resistance improvement of Lactobacillus reuteri by using cell immobilization. Journal of Microbiological Methods, 70: 561-564 Wei D, Kuo IC, Sathiyamoorthy S, Chua KY, Bay, BH and Fred WSW, 2002. Anti-inflammatory Effects of Genistein, A Tyrosine Kinase Inhibitor, on a Guinea Pig Model of Asthma. American Thoracic Society. American Express.
155
Wibisono Y dan Warsito H, 2007. Perbedaan Varietas Unggul Kedelai Lokal dan Lama Fermentasi serta Cara Pengolahan terhadap Enzim Superoksida Dismutase dan Aktivitasnya pada Penurunan Kolesterol Darah pada Tikus Westar yang Dikondisikan Mempunyai Kolesterol Tinggi (Hiperkolesterolemia). Dibiayai oleh DP2M Dikti Jakarta dalam Penelitian Hibah Bersaing. Wibisono Y, Wahyono A dan Warsito H, 2008. Memperpanjang Masa Simpan dan Meningkatkan Nilai Gizi Tempe Kedelai Edamame-Jagung Menggunakan L. plantarum dan Tepung Terigu Berdasarkan Proses Pembuatan Tempe yang Hemat Air dengan Limbah Whey Tahu. Dibiayai dalam Riset IRN oleh Bogasari Indofood Riset Nugraha Jakarta Wibisono Y dan Warsito H, 2009. Optimalisasi, Ekstraksi dan Produksi Genistein secara Komersial dari Kedelai Edamame Afkiran (Waste Product) untuk Mengatasi Penyakit Degeneratif dan Terapi Kanker di Indonesia. Dibiayai oleh DP2M Dikti Jakarta dalam Penelitian Hibah Bersaing. Xie L, Hettiarachchy N, Cai R, Tsuruhami K and Koikeda S, 2003. Conversion of isoflavone glycosides to aglycones in 430concentrate with β-glukosidase. Journal of Food Science, 65(3): 403–407. Yang S, Wang L, Yan Q, Jiang Z and Li L, 2009. Hydrolysis of soybean glycosides by a thermostable β-glucosidase from Paecilomyces thermophila. Journal of Food Chemistry, 115: 1247–1252. Zdenka P, Martina L, Petr S, Jirina B and Ivo B, 2006. Antimutagenic effect of genistein. Czech Journal of Food Science, 24(3): 119–126.