TUGAS KELOMPOK
OPERATIONS MANAGEMENT KASUS 4 LEAN MANUFACTURING (JUST IN TIME)
Dosen :
Dr. Ir. Adi Djoko Guritno, MSIE
Diajukan Oleh: AHMAD SETIAWAN - 08/279999/PEK/13458 IMELDA NOVIYANTI - 08/279770/PEK/13229 IRINA HAMBIARTI IRWAN - 08/279771/PEK/13230 ROBY BARMAWANTO – 08/279801/PEK/13260 Kelas AP 14 A
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA JAKARTA 2009
LEAN MANUFACTURING (JUST IN TIME)
A. Pendahuluan Pembahasan kali ini berkaitan dengan dua artikel, “JIT Implementation within a Service Industry : A Case Study” yang disusun oleh Satish Mehra (Memphis State University) dan R. Anthony Inman (Lousiana Tech University, USA), dan artikel yang kedua berjudul “An exploration of the components of JIT Case study and survey results” yang ditulis oleh Michael S. Spencer (University of Northern Iowa, Cedar Falls, USA) dan V. Daniel Guide (The Airforce Institute of Technology, Wright-Patterson AFB, Ohio, USA). Tujuan dari tulisan ini mencari benang merah bagaimana penerapan JIT dalam perusahaan jasa, karena sebagaimana diketahui bahwa penerapan JIT lazim diterapkan oleh perusahaan yang bersifat manufaktur (memproduksi barang). Pembahasan tulisan ini terdiri dari tinjauan teori, rangkuman artikel, analisis benang merah, kesimpulan, dan referensi. B. Tinjauan Teori Dalam bukunya, Jay Heizer dan Barry Render, mengungkapkan bahwa ”the philosophy behind Just In Time (JIT) is one of continuing improvement and enforced problem solving. JIT systems are designed to produce or deliver goods just as they are needed.” Sedangkan pengertian Material Requirements Planning diartikan sebagai “A dependent demand technique that uses a bill of material, inventory, expected receipts, and a master production schedule to determine material requirements. Menurut Schonberger “the JIT concept appears to be at the core of Japanese productivity improvements. JIT aims at avoiding production of parts before they are needed. JIT is accomplished by providing or delivering parts frequently in small quantities, ideally piece for piece.” Penerapan sistem JIT (Just In Time) pertama kali diterapkan di Jepang oleh perusahaan motor terbesar Toyota. Sistem ini dipakai untuk menghemat biaya persediaan. Persediaan akan disupply pada saat dibutuhkan, sehingga tidak ada persediaan di dalam gudang. Di Jepang sendiri, penerapan sistem JIT ini didukung dengan adanya komunikasi (hubungan baik) dengan vendor, umumnya yang dipegang adalah satu vendor yang utama, tetapi hubungan dengan vendor-vendor pengganti juga tetap dijalin, sehingga manakala vendor pertama berhalangan, maka supply persediaan dan proses produksi tidak akan terganggu. Dengan menggunakan metode JIT, selain menghemat biaya persediaan, juga memperkecil kemungkinan adanya persediaan yang tersisa dan memperbaiki kualitas. Dengan metode ini juga dapat diterima respon yang cepat mengenai kerusakan produk baik dari pelanggan maupun karyawan. Sebelum menentukan manakah metode yang akan diimplementasikan apakah JIT dan lainnya, harus ada justifikasi (penilaian) akan perubahan ekonomi. Justifikasi ini akan sangat mudah diterapkan pada perusahaan manufaktur, karena pengukurannya adalah penghematan biaya. Tetapi bagaimana dengan perusahaan jasa ? Untuk perusahaan jasa perlu dibangun pengukuran kinerja yang dapat mendukung adanya perubahan.
Group 3 | Ahmad Setiawan / Imelda Noviyanti / Irina Hambiarti Irwan / Roby Barmawanto
AP14A
A. Rangkuman Isi Makalah 1. Rangkuman artikel “JIT Implementation within a Service Industry: A Case Study” Artikel ini melaporkan mengenai penerapan konsep JIT untuk mengelolah material yang ada di perusahaan jasa. Artikel ini mengkhususkan pada studi kasus pada sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kargo yang bernama Ajax di Amerika. Pada mulanya pelanggan Ajax belum begitu banyak, sehingga pengiriman barangnya masih bisa dihandle dengan armada udara, darat dan laut yang dimilikinya. Tetapi seiring perkembangannya, banyak pelanggannya yang mulai menerapkan sistem JIT. Sehingga hal ini menuntut Ajax untuk segera aware dengan penerapan sistem JIT tersebut agar bisa flexible dengan kebutuhan pelanggannya. Untuk meningkatkan kualitas pelayanannya, Ajax kemudian memutuskan untuk menyewa beberapa gudang yang dekat dengan saluran distribusi pelanggan-pelanggannya. Dalam mengelolah persediaannya, sebelumnya Ajax menerapkan Economic Order Quantity (EOQ) dan Material Requirement Planning (MRP). Dengan menggunakan EOQ, Ajax mempergunakan historical forecastnya untuk menentukan jumlah inventory yang akan dibutuhkan kemudian hari, tetapi hasilnya kurang akurat. Sehingga sistem EOQ diganti dengan MRP. Tetapi pelaksanaan sistem MRP tidak efektif, karena perusahaan tidak mampu mengidentifikasikan hubungan antara dependent dan independent demandnya dari item-item yang berbeda. Akhirnya Ajax mulai menggunakan JIT sebagai alternatif sistem untuk mengelolah persediaannya. Bagi semua organisasi, tanpa terkecuali Ajax bahwa penerapan sistem baru, dalam hal ini JIT sistem, Ajax menghadapi beberapa masalah. Bagian pembelian akan menghadapi masalah dari penerapan sistem JIT ini, karena pada bagian ini terjadi penolakan akan penerapan sistem tersebut. Mereka tidak mau berkompromi atau menerima masukan dari bagian-bagian lain yang mau menerapkan JIT. Masalah lain yang dihadapi oleh Ajax adalah respon yang lambat dari tiaptiap gudangnya mengenai waktu Dalam artikel ini dipaparkan juga bahwa Ajax melakukan dua pendekatan dalam penerapan JIT yaitu membentuk team yang akan bertanggung jawab terhadap implementasi JIT, lalu mulai memberikan edukasi kepada seluruh pihak dalam perusahaan agar mendukung dan terlibat dalam implementasi JIT tersebut. Sebagai bagian dari proses edukasi, sistem JIT tidak hanya diperkenalkan ke internal perusahaan saja, tetapi juga dikomunikasikan ke pihak luar antara lain vendor. Tidak ada kendala yang dihadapi oleh Ajax dalam proses mengkomunikasikan sistem tersebut ke vendor, malah sebaliknya vendor memberi dukungan dan berbagi pengalaman mengenai konsep dan penerapan JIT tersebut. Jadi, permasalahan dalam penerapan sistem JIT di Ajax sepertinya terjadi hanya dalam internal perusahaan, dimana ada bagian-bagian yang menolak adanya sistem baru tersebut, dan berakibat pada respon yang lambat atas pelayanan dan permintaan. Karena di Ajax sistem forecastingnya tidak terlalu baik, maka penerapan sistem JIT juga terhambat.
2. Rangkuman artikel “An exploration of the components of JIT. Case study and survey results”.
Group 3 | Ahmad Setiawan / Imelda Noviyanti / Irina Hambiarti Irwan / Roby Barmawanto
AP14A
Tujuan dari studi ini adalah untuk mengidentifikasikan elemen-elemen yang penting dalam penerapan JIT. Pertama, dengan cara menguji elemen-elemen keberhasilan JIT, lalu kedua pengujiannya dilakukan dengan menggunakan instrumen survey. Survey tersebut dilaksanakan di daerah tenggara USA dimana banyak manufaktur yang menerapkan sistem JIT. Survey yang sama juga dilakukan di sebuah perusahaan manufaktur Carrier-Transicord (CT) di Athens, Georgia, yang telah berhasil menerapkan sistem JIT. Dalam artikel ini diterangkan, bahwa ada 19 elemen yang diketahui sebagai kunci kesuksesan penerapan JIT, dan penulis artikel ini mengelompokkannya menjadi empat faktor kunci yaitu : komitmen dari management, strategi produksi berdasarkan konsep JIT, strategi vendor menurut JIT, dan strategi edukasi JIT. Tetapi dari 114 responden menyatakan kurang setuju jika ada hubungan keberhasilan JIT dengan komitmen management, dan 114 responden menyatakan setuju bahwa ada hubungan antara strategi produksi dan strategi vendor dengan keberhasilan JIT. Dari hasil survey yang dilakukan, akhirnya diperoleh 3 kategori diskusi yaitu aspek fasilitas secara fisik dari JIT, aspek pengelolaan persediaan, dan kualitas dan aspek hubungan (relationship). Aspek fasilitas fisik maksudnya, bahwa penerapan JIT memungkinkan adanya minimalisasi lay-out, karena tidak ada persediaan, maka tidak diperlukan ruangan yang lebih besar. Sedangkan aspek pengelolaan dalam persediaan, bahwa JIT dimaksudkan untuk mengeliminir aktivitas-aktivitas yang tidak memberi nilai tambah. Kualitas adalah komponen utama dalam JIT, peningkatan kualitas adalah hasil dari program JIT tersebut. Penulis akhirnya menyimpulkan bahwa secara keseluruhan elemen-elemen yang penting sebagai kunci sukses penerapan JIT adalah : Pengelolaan atas sumber-sumber fisik yang ada, termasuk menetapkan jumlah yang akan diminimalisir dan upaya preventif pemeliharaan Kualitas management bagi keseluruhan organisasi termasuk terhadap vendor Pengelolaan sumber daya manusia Pengetahuan umum akan filosofi JIT bagi seluruh tingkatan dalam organisasi. C. Analisis Benang Merah Baik artikel satu dan dua membahas masalah JIT. Jika artikel utama membahas penerapan JIT pada perusahaan jasa, artikel pendukung memberi panduan bagaimana kunci sukses keberhasilan penerapan JIT. Artikel pertama, mengambil ilustrasi perusahaan kargo di Amerika yang bernama Ajax, bagaimana penerapan dan kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi JIT. Artikel kedua, mengambil kesimpulan dengan berdasarkan hasil survey, menggunakan instrumen tertentu dalam pelaksaaan survey yang dilakukan di daerah tenggara USA dan mengambil satu contoh pada perusahaan di Amerika yang telah berhasil menerapkan JIT, kemudian memperoleh jawaban dari responden mengenai kunci sukses JIT.
Group 3 | Ahmad Setiawan / Imelda Noviyanti / Irina Hambiarti Irwan / Roby Barmawanto
AP14A
D. Kesimpulan Sistem JIT tidak hanya bisa diterapkan di perusahaan manufaktur. Tetapi untuk perusahaan jasa juga sistem JIT dapat berhasil diterapkan. Filosofi JIT itu sebenarnya mencakup empat hal yaitu : komitmen management, strategi produksi, strategi vendor dan strategi edukasi. Kesemua strategi tersebut akan berjalan lancar jika ada proses pengkomunikasian yang baik tidak hanya ke internal perusahaan tetapi juga ke external. Agar JIT bisa berhasil maka empat hal berikut ini jangan dilewati : Pengelolaan atas sumber-sumber fisik yang ada, termasuk menetapkan jumlah yang akan diminimalisir dan upaya preventif pemeliharaan Kualitas management bagi keseluruhan organisasi termasuk terhadap vendor Pengelolaan sumber daya manusia Pengetahuan umum akan filosofi JIT bagi seluruh tingkatan dalam organisasi. E. Referensi 1. Artikel “JIT Implementation within a Service Industry : A Case Study” yang ditulis oleh Satish Mehra dari Memphis State University, Memphis dan R. Anthony Inman dari Lousiana Tech University, USA. 2. Artikel “An exploration of the components of JIT Case study and survey results” yang ditulis oleh Michael S. Spencer dari University of Northern Iowa, Cedar Falls, USA, dan V. Daniel Guide dari The Airforce Institute of Technology, Wright-Patterson AFB, Ohio, USA 3. Heizer, Jay; Render, Barry (2008), Operations Management – 9 th edition, Pearson Education International, New Jersey 4. Bekman, Sara L; Rosenfield, Donald B. (2008) , Operations Strategy – Competing in the 21 st Century, McGraw Hill International, New York 5. Kreitner, Robert, Kinicki Angelo (2008), Organizational Behavior – 8 th edition, McGraw Hill International, New York 6. Anthony, Robert N and Govindarajan, Vijay (2007), Management control Systems 12 th Edition. McGraw-Hill International, New York 7. Rehman, Sheeba, IMS-Noida, (7November 2009), Contemporary Management Presentation – The Evolution of Management Theory, http://www.scribd.com/doc/2918424/PPT-of-Thoeries-of-Mgnt 8. Herjanto, Eddy (2008), Manajemen Operasi, edisi ketiga, PT. Grasindo, Jakarta
Group 3 | Ahmad Setiawan / Imelda Noviyanti / Irina Hambiarti Irwan / Roby Barmawanto
AP14A