Stabilitas Warna Ekstrak Daun Miyana (Coleus scutellarioides L. Benth var crispa) yang Dikopigmentasi dengan Ekstrak Apel Malang (Malus sylvestris Mill var rome beauty) Colour Stability of Painted Nettle (Coleus scutellarioides L. Benth var crispa) Leaves Extract by Copigmentation Using Malang Apple (Malus sylvestris Mill var rome beauty) Extract
Oleh Selva Travanti Jatmiko NIM: 652011017
TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains (Kimia)
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2015
Stabilitas Warna Ekstrak Daun Miyana (Coleus scutellarioides L. Benth var crispa) yang Dikopigmentasi dengan Ekstrak Apel Malang (Malus sylvestris Mill var rome beauty) Colour Stability of Painted Nettle (Coleus scutellarioides L. Benth var crispa) Leaves Extract by Copigmentation Using Malang Apple (Malus sylvestris Mill var rome beauty) Extract
Selva Travanti Jatmiko*, Lydia Ninan Lestario**, dan Hartati Soetjipto** *Mahasiswa Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika **Dosen Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga Jln. Diponegoro no 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah-Indonesia
[email protected] ABSTRACT The aims of this research were to compare the colour stability of painted nettle leaves extract copigmentated with several concentrations of malang apple extract at 40 oC, 60 oC, 80 oC and towards UV light and found the concentration of malang apple extract addition which showed highest stability. Concentration copigment used were 2 gr/50 mL, 4 gr/50 mL, 6 gr/50 mL, and 8 gr/50 mL. The results showed that colour of painted nettle leaves extract copigmentated with several concentrations of malang apple extract become more stable with more concentration of copigment. Painted nettle leaves extract colour on 40 oC, 60 oC and UV light were more stable by the addition malang apple extract 6 gr/50 mL. While on 80 oC the stability increased with the addition malang apple extract 8 gr/50 mL.
Key words : colour stability, copigmentation, malang apple, painted nettle leaves.
1
2
PENDAHULUAN Warna merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap suatu
produk pangan. Oleh karena itu banyak produk pangan yang
ditambahkan pewarna untuk membuat produk tersebut lebih menarik (Miksusanti dkk., 2012). Secara umum pewarna yang sering digunakan dalam makanan terbagi menjadi dua macam, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetik. Pewarna sintetik lebih disukai karena lebih ekonomis, praktis dan sifat pewarnaannya yang stabil dan seragam. Beberapa kelemahan yang dimiliki oleh pewarna sintetik diantaranya adalah sifatnya yang karsinogenik dan beracun (Winarno, 1997). Sampai saat ini, masih banyak penggunaan pewarna merah sintetik yang berbahaya untuk kesehatan seperti rhodamin. Kekhawatiran akan keamanan penggunaan pewarna sintetik mendorong pengembangan pewarna alami sebagai bahan pewarna makanan (Moulana dkk., 2012). Salah satu sumber pewarna alami yang dapat digunakan sebagai pewarna makanan adalah antosianin. Antosianin tergolong pigmen pada umumnya larut dalam air. Warna pigmen antosianin berwarna merah, biru, violet dan biasanya dijumpai pada bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran (Winarti dan Adurrozaq, 2010). Antosianin memiliki manfaat bagi kesehatan manusia karena dapat mencegah terjadinya arterosklerosis, melindungi lambung dari kerusakan, menghambat sel tumor, meningkatkan kemampuan penglihatan, serta melindungi otak dari kerusakan, dan meningkatkan memori otak (Puspaningtyas, 2013). Miyana (Coleus scutellarioides L. Benth) merupakan salah satu tanaman tropis yang biasanya digunakan sebagai tanaman hias. Daun miyana yang berwarna ungu kemerahan mengindikasikan adanya antosianin. Antosianin pada daun miyana berpotensi sebagai pewarna alami, namun antosianin mudah mengalami degradasi warna yang mengakibatkan warna menjadi pudar. Degradasi antosianin dapat disebabkan oleh suhu, sinar UV dan pH (Dharmawan, 2009). Hal ini merupakan salah satu kendala dalam pengaplikasian antosianin sebagai pewarna alami. Untuk itu diperlukan penstabil yang berfungsi untuk mempertahankan kestabilan antosianin, salah satunya dengan kopigmentasi (Santoso dan Teti, 2014). Kopigmentasi adalah pembentukan ikatan baru yang akan melindungi kation flavilium antosianin yang reaktif dari serangan molekul air sehingga menyebabkan warna pigmen antosianin menjadi lebih stabil (Rein, 2005). Senyawa yang digunakan
3
untuk proses kopigmentasi disebut dengan kopigmen. Jenis senyawa kopigmen yang dapat digunakan antara lain flavonoid, alkaloid, asam amino, asam organik, dan polifenol lain (Markakis, 1982 dalam Dharmawan, 2009). Pada penelitian ini digunakan kopigmen dari senyawa flavonoid. Salah satu flavonoid yang paling penting adalah quercetin. Zat ini juga dapat mencegah berbagai penyakit (Dewi, 2014). Quercetin yang digunakan didapat dari ekstrak buah apel Malang. Quercetin dalam apel Malang berkisar antara 406,57-477,96 mg/Kg (Cempaka dkk., 2014). Flavonoid yang dominan dalam apel adalah quercetin. Hal ini sesuai dengan Lee et al., (2003) dalam Simamora (2008) yang meneliti kandungan senyawa fenolik utama dalam enam jenis apel dan mendapati kandungan terbesar dalam 100 gr apel segar adalah quercetin glikosida (13,2 mg), prosianidin B2 (9,35 mg), asam klorogenat (9,02 mg), epikatekin (8,65 mg), dan floretin glikosida (5,59 mg). Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Membandingkan stabilitas warna ekstrak daun miyana yang dikopigmentasi dengan ekstrak apel malang dengan berbagai konsentrasi. 2. Menentukan perbandingan/konsentrasi ekstrak apel malang yang menghasilkan stabilitas warna paling tinggi.
METODA PENELITIAN Bahan dan Piranti Sampel yang digunakan adalah daun miyana yang diperoleh dari Kopeng, dan buah apel Malang varietas rome beauty yang diperoleh dari pasar swalayan di Salatiga. Bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain akuades, asam klorida, metanol, etanol, asam tartarat, kalium klorida, asam sitrat, natrium sitrat (Merck, Jerman). Piranti yang digunakan adalah : neraca analitis 4 digit (Ohaus PA214), neraca analitis 2 digit (Ohaus, TAJ602), spektrofotometer UV-VIS (Shimadzu 1240) spektrofotometer UV-VIS (Optizen UV 2120), waterbath (Memmert), pH meter (Hanna Instrument 9812), lampu UV 15 watt (Philips), moisture analizer (Ohaus MB 25), dan peralatan gelas.
4
Penentuan Kadar Air Sebanyak 1 gram sampel daun miyana ditimbang dan diukur kadar airnya menggunakan moisture analizer dengan tiga kali pengulangan.
Pengukuran Antosianin Total
Daun Miyana (Lestario dkk., 2009 yang
dimodifikasi) Lima gram daun C. scutellarioides yang telah dihaluskan, dimaserasi dalam 50 mL metanol-HCl 1% (v/v) pada suhu 4oC selama semalam. Kemudian disaring dan residu yang masih berwarna merah diekstrak lagi dengan 20 mL, 15 mL dan 15 mL metanol-HCl 1% selama masing-masing 30 menit. Kemudian disaring dan disatukan dalam labu ukur 100 mL. Setelah itu, ditepatkan volumenya dengan pelarut yang sama. Ekstrak sampel diambil 1 mL dan dimasukkan dalam dua tabung reaksi. Tabung pertama ditambah dengan 2,5 mL buffer pH 1 dan tabung kedua ditambahkan 2,5 mL buffer pH 4,5. Masing-masing tabung didiamkan selama 15 menit, lalu masing-masing tabung diukur absorbansinya pada panjang gelombang 510 nm dan 700 nm. Hasil yang diperoleh dimasukkan dalam rumus berikut : A=[(A510-A700)pH1- (A510-A700)pH4,5] (1) Selanjutnya hasil perhitungan di atas dimasukkan ke dalam hukum LambertBeer, yaitu : A= ε.b.c dengan koefisien ekstingsi molar (ε) sianidin 3-glikosida sebesar 26900 L mol-1cm-1 dan berat molekul 449,2 g/mol. Dilakukan pengukuran sebanyak 3 kali (triplo).
Pengukuran Antosianin Terekstrak Daun Miyana dengan Pelarut Asam Tartarat (Tensiska dkk., 2007 yang dimodifikasi) Sebanyak 5 gram sampel daun miyana yang telah ditumbuk/dihancurkan dimaserasi 50 mL asam tartarat 1% selama semalam dalam suhu dingin, kemudian disaring dan ditampung filtratnya dalam labu ukur 100 mL. Setelah itu, residu dimaserasi kembali dengan 20 mL, 15 mL dan 15 mL pelarut yang sama selama masing-masing 30 menit. Kemudian disaring dan disatukan dalam labu ukur 100 mL. Setelah itu, ditepatkan volume dengan pelarut yang sama. Ekstrak sampel diambil 1 mL dan dimasukkan dalam dua tabung reaksi. Tabung pertama ditambah dengan 2,5 mL buffer pH 1 dan tabung kedua ditambahkan 2,5 mL buffer pH 4,5. Masing-masing
5
tabung didiamkan selama 15 menit, lalu masing-masing tabung diukur absorbansinya pada panjang gelombang 510 nm dan 700 nm. Dilakukan pengukuran sebanyak 3 kali (triplo).
Penyiapan Ekstrak Antosianin Daun Miyana (Lestario dkk., 2009 yang dimodifikasi) Sebanyak 30 gram daun C. scutellarioides yang telah dihaluskan, dimaserasi dalam 250 mL asam tartarat 1% pada suhu 4oC selama semalam. Kemudian disaring dan residu yang masih berwarna merah diekstrak lagi dengan 100 mL, 75 mL dan 75 mL asam tartarat 1% selama masing-masing 30 menit. Kemudian disaring dan disatukan dalam labu ukur 500 mL. Setelah itu, ditepatkan volumenya dengan pelarut yang sama.
Penyiapan Ekstrak Apel Malang yang Mengandung Quercetin (Harborne, 1987 yang dimodifikasi) Sebanyak 2, 4, 6, 8 gram apel malang yang telah dihaluskan, dimaserasi dengan 25 mL etanol 70% selama semalam dalam suhu dingin, kemudian disaring dan ditampung filtratnya dalam labu ukur 50 mL. Setelah itu, residu dimaserasi kembali dengan 15 mL dan 10 mL pelarut yang sama selama masing-masing 30 menit. Kemudian disaring dan disatukan dalam labu ukur 50 mL. Setelah itu, ditepatkan volume dengan pelarut yang sama.
Kopigmentasi Ekstrak Antosianin Daun Miyana dengan Ekstrak Apel Malang Kopigmentasi ekstrak daun miyana dengan ekstrak apel malang dibuat dengan berbagai perbandingan yaitu kontrol (tanpa kopigmen), dengan kopigmen 2 gr/50 mL, 4 gr/50 mL, 6 gr/50 mL dan 8 gr/50 mL. Untuk kopigmen dibuat dengan memasukkan 8 mL ekstrak daun miyana dalam botol lalu ditambah 2 mL ekstrak apel dengan konsentrasi sesuai perlakuan masing-masing ( 2 gr/50 mL, 4 gr/50 mL, 6 gr/50 mL dan 8 gr/50 mL), kemudian dihomogenisasikan. Sedangkan untuk kontrol (tanpa kopigmen) 2 ml ekstrak apel malang diganti dengan etanol 70 % yang merupakan larutan pengekstrak apel malang.
6
Pengujian Stabilitas Warna Merah Ekstrak Daun Miyana yang Dikopigmentasi dengan Ekstrak Apel Malang Pengaruh Suhu Pemanasan (Dharmawan, 2009 yang dimodifikasi) Sebanyak 10 mL campuran antosianin daun miyana : ekstrak apel dengan perbandingan 8 mL : 2 mL yaitu kontrol (tanpa kopigmen), kopigmen 2 gr/50 mL, 4 gr/50 mL, 6 gr/50 mL, dan 8 gr/50 mL dimasukkan ke dalam botol gelap. Campuran tersebut dipanaskan pada suhu 40oC, 60oC, dan 80oC. Pengukuran absorbansi pada λ 555 nm dilakukan setiap 30 menit untuk suhu 80oC selama 3 jam, 60 menit untuk suhu 60oC selama 6 jam, 90 menit untuk suhu 40oC selama 9 jam. Semua perlakuan diulangi sebanyak tiga kali. Pengaruh Sinar UV (Dharmawan, 2009 yang dimodifikasi) Sebanyak 10 mL campuran antosianin daun miyana : ekstrak apel dengan perbandingan 8 mL : 2 mL yaitu kontrol (tanpa kopigmen), dengan kopigmen 2 gr/50 mL, 4 gr/50 mL, 6 gr/50 mL, dan 8 gr/50 mL dimasukkan ke dalam botol bening. Selanjutnya campuran tersebut diletakkan di bawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm (UV) 15 watt dan diukur absorbansinya pada λ 555 nm setiap 24 jam, selama 6 x 24 jam. Intensitas cahaya yang diterima pada sampel yaitu 0,06 lux. Sampel diletakkan dalam kotak kayu. Semua perlakuan diulangi sebanyak tiga kali.
Analisis Data Semua pengukuran (degradasi warna) dilakukan secara triplo. Degradasi warna diplotkan dalam bentuk kurva kinetika reaksi dan dihitung nilai konstanta laju degradasi (k) serta ditentukan energi aktivasi (Ea) degradasi warna merah pada λ maksimum.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Daun Miyana Dari hasil penelitian ini diperoleh kadar air dari daun miyana sebesar 89,02 ± 1,29 % (3 ulangan). Dalam penelitian Rizal dan Widya (2014) diperoleh % kadar air daun miyana sebesar 87,47 %. Hal ini menunjukkan bahwa daun miyana mengandung banyak air.
7
Kandungan Antosianin Total dan Antosianin Terekstrak dengan Pelarut Asam Tartarat Kandungan antosianin total daun miyana dari hasil penelitian ini adalah 441,97 ± 34,22 mg/100 g (bk). Hasil penelitian lain tentang daun miyana yang pernah dilakukan antara lain oleh Lestario dkk., (2009), antosianin total pada C. scutellarioides var. Crispa sebesar 29,37 mg/100 g bk dan C. scutellarioides var. Parvifolius sebesar 15,54 mg/100 g bk. Perbedaan ini karena lokasi penanaman yang belum tentu sama dan saat penanaman yang berbeda. Disamping itu belum tentu varietas yang digunakan benar-benar sama, karena banyaknya jenis dan variasi tanaman hias miyana. Kandungan antosianin terekstrak daun miyana dengan pelarut asam tartarat dari hasil penelitian ini adalah 135,04 ± 34,89 mg/100g (bk) yaitu 30,55% dibandingkan antosianin total. Penelitian tentang kandungan antosianin terekstrak dari daun miyana dengan pelarut asam tartarat belum pernah dilakukan. Penelitian lain dengan sampel daun tidak berhasil ditemukan. Tetapi ada penelitian menggunakan sampel lain seperti pada penelitian Tensiska dkk., (2007), kandungan antosianin terekstrak dari arben sebesar 33,2 mg/100 g, dan pada penelitian Lestario dkk., (2014), dan ekstrak antosianin dari jantung pisang kepok sebesar 2,45 mg/100 g.
Stabilitas Warna Akibat Pengaruh Suhu Pemanasan pada Ekstrak Daun Miyana yang dikopigmentasi dengan Ekstrak Apel. Pengujian stabilitas warna daun miyana dengan kopigmentasi ekstrak apel dilakukan pada panjang gelombang maksimum campuran (kopigmentasi) yaitu 555 nm. Stabilitas warna akibat pengaruh suhu pemanasan dilakukan pada suhu 40 oC, 60 oC, dan 80oC. Seiring dengan waktu pemanasan menyebabkan terjadi penurunan absorbansi yang mengindikasikan warna merah terdegradasi. Stabilitas warna akibat pengaruh suhu pemanasan diplotkan dalam bentuk kurva At/Ao seperti Gambar 1, Gambar 2 dan Gambar 3.
8
Gambar 1. Kurva nilai At/Ao pada suhu 40 oC
Gambar 2. Kurva nilai At/Ao pada suhu 60 oC
9
Gambar 3. Kurva At/Ao pada suhu 80 oC Dari menghubungkan antara At/Ao dengan waktu akan diperoleh nilai k. Nilai k merupakan konstanta laju degradasi warna merah hasil interaksi antosianin daun miyana dengan ekstrak apel. Semakin tinggi nilai k menunjukkan bahwa laju degradasi warna semakin tinggi (Dharmawan, 2009). Nilai k pada suhu 40 oC, 60 oC dan 80 oC disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai k pada suhu 40 oC, 60 oC dan 80 oC Perlakuan
Nilai k (menit-1) Suhu 40oC
Suhu 60oC
Suhu 80oC
Kontrol(tanpa kopigmen)
2,15x10-4
7,51x10-4
33,79x10-4
2 gr/50 mL
2,14x10-4
7,93x10-4
33,31x10-4
4 gr/50 mL
2,04x10-4
7,81x10-4
32,99x10-4
6 gr/50 mL
1,93x10-4
7,42x10-4
29,94x10-4
8 gr/50 mL
1,99x10-4
8,65x10-4
23,86x10-4
Dari Tabel 1 pada suhu 40oC, 60 oC, dan 80 oC tampak bahwa kopigmentasi dengan ekstrak apel menyebabkan menurunnya nilai k yang menunjukkan bahwa laju degradasi warna makin menurun (pigmen makin stabil). Stabilitas meningkat dengan
10
kopigmentasi. Tetapi ada beberapa yang mengalami penyimpangan seperti pada suhu 40oC dan 60 oC. Peningkatan nilai k diduga karena adanya pengaruh kandungan lain dalam apel yang membuat tidak stabil. Berdasarkan Tabel 1 untuk suhu 40 oC dan 60 o
C maka kopigmentasi dengan nilai k terendah adalah dengan kopigmen ekstrak apel
sebesar 6 gr/50 mL. Berarti laju degradasi warnanya paling rendah dan paling stabil. Sedangkan untuk suhu 80 oC maka kopigmentasi dengan nilai k terendah dan paling stabil adalah dengan kopigmen ekstrak apel sebesar 8 gr/50 mL. Pada suhu 80oC efek kopigmentasi terlihat jelas hasilnya (semakin besar kopigmen semakin stabil) dilihat dari nilai k yang semakin menurun dengan penambahan kopigmen. Sedangkan pada suhu 40 oC dan 60 oC ada beberapa penyimpangan.
Waktu paruh reaksi adalah waktu yang diperlukan agar konsentrasi (atau jumlah) pereaksi berkurang menjadi setengah dari nilai semula (Petrucci dan Achmadi, 1987). Semakin tinggi waktu paruh menunjukkan bahwa semakin lama zat warna mengalami degradasi akibat pemanasan (Dharmawan, 2009). Waktu paruh dapat dihitung melalui persamaan :
(2)
Nilai waktu paruh pada suhu 40 oC, 60 oC, 80 oC disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 .Waktu paruh pada suhu 40 oC, 60 oC, 80 oC Perlakuan
Waktu paruh (menit) Suhu 40oC
Suhu 60oC
Suhu 80oC
Kontrol(tanpa kopigmen)
2325,58
665,78
147,97
2 gr/50 mL
2336,45
630,52
150,10
4 gr/50 mL
2450,98
640,20
151,56
6 gr/50 mL
2590,67
673,85
167,00
8 gr/50 mL
2512,56
578,03
209,55
Dari Tabel 2 pada suhu 40 oC, 60 oC, dan 80 oC tampak bahwa kopigmentasi dengan ekstrak apel dapat meningkatkan waktu paruh yang menunjukkan bahwa semakin lama zat warna mengalami degradasi warna (pigmen makin stabil). Stabilitas
11
meningkat dengan kopigmentasi. Tetapi ada beberapa yang mengalami penyimpangan seperti pada suhu 40oC dan 60 oC. Penurunan nilai waktu paruh diduga karena adanya pengaruh kandungan lain dalam apel yang membuat tidak stabil. Berdasarkan Tabel 2 maka untuk suhu 40 oC dan 60 oC kopigmentasi dengan kopigmen ekstrak apel 6 gr/50 mL merupakan yang paling stabil karena memiliki waktu paruh yang paling tinggi. Sedangkan untuk suhu 80 oC kopigmen ekstrak apel 8 gr/50 mL merupakan yang paling stabil karena memiliki waktu paruh yang paling tinggi. Pada suhu 80 oC efek kopigmentasi terlihat jelas (semakin besar kopigmen yang ditambahkan semakin besar waktu paruhnya. Sedangkan pada suhu 40 oC dan 60 oC ada beberapa penyimpangan.
Energi aktivasi merupakan energi yang harus dimiliki molekul untuk dapat bereaksi (Petrucci dan Achmadi, 1987). Nilai energi aktivasi diperoleh dengan menghubungan ln k dan 1/T (dalam K) seperti Gambar 4.
Gambar 4. Hubungan antara ln k dengan 1/T pada suhu yang berbeda Sehingga didapatkan persamaan garis dan nilai Ea/R yang ada pada Tabel 3.
12
Tabel 3. Hasil persamaan dari kurva ln k dan 1/T dan nilai Ea/R Perlakuan
Persamaan Garis
Ea/R
R2
Kontrol(tanpa kopigmen)
y = -6886,7x + 13,551
6886,7
0,9972
2 gr/50 mL
y = -6862,5x + 13,490
6862,5
0,9993
4 gr/50 mL
y = -6958,3x + 13,753
6958,3
0,9996
6 gr/50 mL
y = -6854,3x + 13,373
6854,3
0,9999
8 gr/50 mL
y = -6210,3x + 11,426
6210,3
0,9890
Dengan nilai Ea/R pada Tabel 3 maka dapat ditentukan nilai energi aktivasi dengan persamaan berikut : (3)
Maka didapatkan hasil nilai energi aktivasi pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai energi aktivasi Perlakuan
Nilai Ea (KJ/mol)
Kontrol(tanpa kopigmen)
-57,256
2 gr/50 mL
-57,055
4 gr/50 mL
-57,851
6 gr/50 mL
-56,986
8 gr/50 mL
-51,632
Dari Tabel 4 diperoleh nilai energi aktivasi yang bernilai negatif menunjukkan bahwa laju reaksi menurun saat suhunya dinaikkan (Atkins and Julio, 2006 dalam Oktafia, 2015). Penambahan ekstrak apel dapat meningkatkan energi aktivasi antosianin. Semakin besar energi aktivasi, maka semakin sulit zat warna terdegradasi, karena energi yang dibutuhkan untuk reaksi degradasi tersebut semakin besar (Catrien, 2009). Pada penelitian ini nilai energi aktivasi yang paling stabil adalah dengan kopigmen 4 gr/50 mL.
13
Stabilitas Warna Akibat Pengaruh Sinar UV pada Ekstrak Daun Miyana yang dikopigmentasi dengan Ekstrak Apel. Salah satu faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat warna adalah sinar UV. Seiring dengan waktu paparan sinar UV menyebabkan terjadinya penurunan absorbansi yang mengindikasikan warna merah terdegradasi. Stabilitas warna akibat pengaruh sinar UV diplotkan dalam bentuk kurva At/Ao seperti Gambar 5. Dari menghubungkan antara At/Ao dengan waktu akan diperoleh nilai k.
Gambar 5. Kurva At/Ao dengan Sinar UV
Nilai k untuk sinar UV disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai k untuk sinar UV Perlakuan
Nilai k (jam-1)
Kontrol(tanpa kopigmen)
3,49x10-4
2 gr/50 mL
4,88x10-4
4 gr/50 mL
4,08x10-4
6 gr/50 mL
1,60x10-4
8 gr/50 mL
1,95x10-4
14
Semakin tinggi nilai k menunjukkan semakin tinggi laju degradasi warna yang terjadi. Dari Tabel 5 tampak bahwa kopigmentasi dengan ekstrak apel dapat menurunkan nilai k menunjukkan bahwa laju degradasi warna makin menurun (pigmen makin stabil). Stabilitasnya meningkat dengan kopigmentasi. Namun dengan bertambahnya konsentrasi ekstrak apel dapat menyebabkan nilai k semakin naik pula. Peningkatan nilai k diduga karena adanya pengaruh kandungan lain dalam apel yang membuat tidak stabil. Berdasarkan Tabel 5 maka kopigmentasi dengan nilai k terendah dan paling stabil adalah dengan kopigmen ekstrak apel sebesar 6 gr/50 mL. Nilai waktu paruh untuk sinar UV disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Waktu paruh untuk sinar UV Perlakuan
Waktu paruh (jam)
Kontrol(tanpa kopigmen)
1432,66
2 gr/50 mL
1024,59
4 gr/50 mL
1225,49
6 gr/50 mL
3125,00
8 gr/50 mL
2564,10
Dari Tabel 6 dengan perlakuan sinar UV waktu paruhnya akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya konsentrasi ekstrak apel yang ditambahkan. Namun ada beberapa penyimpangan pada penambahan kopigmen dengan konsentrasi tertentu. Penurunan waktu paruh yang terjadi diduga karena pengaruh kandungan lain dalam apel yang membuat tidak stabil. Berdasarkan Tabel 6 maka dengan kopigmen ekstrak apel 6 gr/50 mL merupakan yang paling stabil karena memiliki waktu paruh yang paling tinggi.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Stabilitas warna ekstrak daun miyana yang dikopigmentasi dengan ekstrak apel malang dengan berbagai konsentrasi lebih stabil dengan semakin tingginya konsentrasi kopigmen yang ditambahkan.
15
2. Perbandingan/konsentrasi ekstrak apel malang yang menghasilkan stabilitas warna tinggi pada suhu 40oC, 60oC dan sinar UV adalah penambahan ekstrak apel malang sebesar 6 gr/50 mL. Sedangkan suhu 80oC stabil dengan penambahan ekstrak apel malang sebesar 8 gr/50 mL. Saran Perlunya dilakukan penelitian tentang peningkatan jumlah kopigmen ekstrak apel yang ditambahkan. DAFTAR PUSTAKA Catrien., 2009. Pengaruh Kopigmentasi Pewarna Alami Antosianin Dari Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) Dengan Rosmarinic Acid Terhadap Stabilitas Warna Pada Model Minuman Ringan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Cempaka, A. R., Sanarto, S., dan Laksmi, K.T., 2014. Pengaruh Metode Pengolahan (Juicing dan Blending) Terhadap Kandungan Quercetin Berbagai Varietas Apel Lokal dan Impor (Malus domestica). Indonesian Journal of Human Nutrition, 1(1), pp. 14-22. Dewi, L. P. D., 2014. Perendaman Gigi Dengan Ekstrak Apel (Malus sylvestris Mill) Varietas Anna Konsentrasi 50% Dapat Memutihkan Gigi Yang Telah Direndam Larutan Kopi. Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Mahasaraswati Denpasar, Denpasar. Dharmawan, I. P. G. A., 2009. Pengaruh Kopigmentasi Pewarna Alami Antosianin Dari Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) Dengan Brazilein Dari Kayu Secang (Caesalpiniasappan L. ) Terhadap Stabilitas Warna Pada Model Minuman Ringan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Harborne, J. B., 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Lestario, L. N., Hartati, S., dan Agustine, E., 2009. Identifikasi Antosianin dan Antosianidin Dari Daun Iler (Coleus scutellarioides L.Benth) Var. Crispa Dan Var. Parfivolius. Prosiding Seminar Nasional Sains Dan Pendidikan Sains IV, No.3: 665-676. Lestario, L.N., Yoga, M.K.W.C., dan Kristijanto, A.I., 2014. Stabilitas Antosianin Jantung Pisang Kepok (Musa paradisiaca L) Terhadap Cahaya Sebagai Pewarna Agar-agar. AGRITECH, 34(4), pp. 374-381. Miksusanti., Elfita., dan Hotdelina, S., 2012. Aktivitas Antioksidan dan Sifat Kestabilan Warna Campuran Ekstrak Etil Asetat Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dan Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.). Jurnal Penelitian Sains. Jurusan Kimia. Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan. Moulana, R., Juanda., Rohaya, S., dan Ria, R., 2012. Efektivitas Penggunaan Jenis Pelarut dan Asam Dalam Proses Ekstraksi Pigmen Antosianin Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L). Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia, 4(3), pp. 20-25.
16
Oktafia, S., 2015. Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan Ekstrak Karotenoid Kulit Buah Alkesa (Pouteria campechiana (Kunth.) Baehni). Skripsi. Fakultas Sains dan Matematika, UKSW, Salatiga. Petrucci, R.H., dan S Achmadi. 1987. Kimia Dasar, Prinsip dan Terapan Modern, Edisi Keempat, Jilid 2. Erlangga. Jakarta. Puspaningtiyas, D.E., 2013. The Miracle of Fruit. PT Argo Media Pustaka, Jakarta. Rein, M. 2005. Copigmentation reactions and color stability of berry anthocyanins. Helsinki University. Helsinki. Rizal, D., dan Widya, D. R. P., 2014. Pembuatan Serbuk Effervescent Miana (Coleus (L) benth) : Kajian Konsentrasi Dekstrin dan Asam Sitrat Terhadap Karakteristik Serbuk Effervescent. Jurnal Pangan dan Argoindustri, 2(4), pp 210 – 219. Santoso, W. E. A., dan Teti, E., 2014. Jurnal Review : Kopigmentasi Ubi Jalar Ungu (Ipomoeabatatas var. Ayamurasaki) Dengan Kopigmen Na-Kaseinat dan Protein Whey Serta Stabilitasnya Terhadap Pemanasan. Jurnal Pangan dan Argoindustri, 2(4), pp. 121-127. Simamora, A., 2008. Flavonoid dalam Apel dan Aktivitas Antioksidannya. Thesis. Fakultas Kedokteran Ukrida, Jakarta. Tensiska., Een, S., dan Dita, N., 2007. Ekstraksi Pewarna Alami dari Buah Arben (Rubus idaeus Linn.) dan Aplikasinya Pada Sistem Pangan. J. Teknol. dan Industri Pangan, 18 (1), pp. 25 - 31. Winarno, F. G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta. Winarti, S., dan Adurrozaq, F., 2010. Stabilitas Warna Merah Ekstrak Bunga Rosela Untuk Pewarna Makanan dan Minuman. Jurnal Teknologi Pertanian, 11(2), pp. 87-93.
17