LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI DPR-RI KE PROPINSI NAD , JAMBI DAN SUMATERA SELATAN MASA RESES SIDANG I TAHUN SIDANG 2006-2007 Tanggal, 7 s/d 10 November 2006 I. Pendahuluan A. Dasar 1. Keputusan Pimpinan DPR-RI Nomor:
24/PIMP/I/2006-2007 Tanggal 3 Oktober 2006 tentang Penugasan Anggota Komisi I s/d XI DPR-RI untuk melakukan Kunjungan Kerja Berkelompok dalam Masa Reses Masa Persidangan I Tahun 2006-2007 2. Keputusan Rapat Intern Komisi VI DPR-RI tanggal ..... Oktober 2006 mengenai Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI pada Masa Persidangan I tahun Sidang 20062007
B. Maksud dan Tujuan Laporan ini dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang berbagai temuan hasil Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI yang terkait dengan bidang tugasnya di Propinsi NAD, Jambi dan Palembang dalam rangka memenuhi salah satu fungsi Dewan sebagaimana diatur dalam Tata Tertib DPR-RI ini dengan tujuan sebagai bahan masukan bagi pemerintah untuk ditindak-lanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.
C. Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Sasaran kunjungan kerja titikberatkan pada aspek: 1. Pengawasan Pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan dan Pengawasan terhadap kinerja lembaga-lembaga/badan yang berada di dalam lingkup mitra kerja Komisi VI DPR-R; 2. Pembahasan perkembangan daerah, khususnya yang berkaitan dengan bidang mitra kerja Komisi VI DPR-RI; 3. Memonitor situasi lapangan serta menampung aspirasi yang berkembang berkaitan dengan pengembangan Investasi, Industri, Perdagangan, Koperasi dan UKM, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Adapun Obyek yang dikunjungi dan dibahas meliputi: 1. Propinsi NAD : a. Pemda Propinsi NAD b. PT. PN I c. PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM) d. PT. Kertas Kraft Aceh (KKA) e. BUMN Pelabuhan/Pelayaran (PELINDO I, PT. ASDP ) e. Sentra Industri Kerajinan Batik f. Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Nias-Aceh 2. Provinsi Jambi
Obyek yang dikunjungi dan dibahas meliputi: a. b. c. d.
Pemerintah Provinsi Jambi PT. PELINDO II PT. Asuransi Jasa Raharja PT. Jamsostek
Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
1
e. f. g.
PT. PN VI PT. Lontar Papyrus Pulp Industry PT. Wira Karya Sakti
3. Provinsi Sumatera Selatan a. Pemda ProvinsiSumatera Selatan b. Kadinda ProvinsiSumatera Selatan c. PT PN VII d. PT PLN e. PT Pertamina f. PT PGN g. PT Pusri h. PT Semen Baturaja i. PT Inhutani V j. PT ASDP Indonesia Ferry k. PT Tambang Batubara Bukit Asam l. PT Pelindo II m. PT Angkasa Pura II n. PT Sucofindo o. PT Bhanda Ghara Reksa P. Kophubdit Usaha Bersama ‘Cintamanis Baru’ D. Waktu dan Acara Kunjungan Kerja
(Terlampir)
E. Anggota Tim Kunjungan Kerja
(Terlampir) II.
Deskripsi Umum Daerah Kunjungan Kerja 1. PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Propinsi NAD merupakan provinsi yang terleak di bagian utara Kepulauan Sumaterai yang beribukota di Banda Aceh. Secara keseluruhan luas Wilayah Propinsi Sulawesi Utara terdiri dari 6 Kabupaten dan 3 Kota, 105 Kecamatan, 971 desa dan 265 Kelurahan dengan jumlah penduduk 2,15 Juta Jiwa, dimana 192.200 Jiwa termasuk dalam kategori penduduk miskin. Adapun deskripsi per bidang sesuai dengan wilayah kerja komisi VI adalah sebagai berikut:
a. Industri dan Perdagangan Struktur ekonomi Provinsi NAD masih didominasi oleh sektor pertanian dengan peranan terhadap PDRB sebesar 21,8 persen diikuti oleh sektor angkutan dan komunikasi 11,72 %; sektor jasa-jasa sebesar 16,34%; perdagangan, hotel dan restoran 14,33%; sektor bangunan 15,56%; sedangkan sektor Industri pengolahan dengan share sebesar 7,66%. Namun demikian secara sektoral industri pengolahan mengalami pertumbuhan. Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
2
Propinsi NAD dengan sebutan serambi mekah merupakan daerah yang terkena dampak bencana alam Tsunami yang berrimplikasi terhadap perekonomian masyarakat khususnya petani kelapa. Perkembangan Industri dari kelapa sampai tahun 2005 terdapat 7 jenis industri, 16 unit usaha (perusahaan) dengan jumlah investasi Rp 166.673.254,6 dan jumlah tenaga kerja 4.584 orang. Selain industri agro, industri produk perikanan Propinsi NADa merupakan salah satu propinsi kepulauan di Indonesia yang terdiri beberapa kepulauan. Perkembangan industri perikanan sampai tahun 2005 terdiri dari 3 jenis industri, 19 unit usaha (perusahaan) dengan jumlah investasi Rp 156.270.762,2 dan jumlah tenaga kerja 5.707 orang. Kegiatan perdagangan di Propinsi NAD akibat tsunami berjalan kurang lancar, hal ini dimungkinkan karena banyaknya prasarana dan sarana pelabuhan yang rusak, serta kurang didukung oleh infrastruktur jalan dan jembatan, sarana angkutan darat seperti truk-truk kontainer yang berkapasita 20 bahkan 40 feet, disamping itu pula adanya beberapa kerusakan pelabuhan yang ada di Kabupaten/ Kota yang semuanya ini akan berdampak pada kelancaran arus keluar masuk barang di Propinsi NAD. Pola pembinaan sektor industri yang ada dilakukan melalui pendekatan komoditi yang mengarah kepada kluster industri, sedangkan sektor perdagangan mengarah kepada penyediaan sarana seperti pasar dan pergudangan disamping meningkatkan kelancaran distribusi barang terutama berkenaan dengan kebutuhan bahan pokok masyarakat. Dalam rangka meletakkan kerangkan dasar pembangunan industri dan perdagangan lebih fokus dan terarah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi NAD melalui Rakor Indag Kabupaten/kota berupaya mengikutsertakan DPRD, Perguruan Tinggi, BRR, NGO, Dunia Usaha dan pihak lainnya yang melibatkan para pejabat eselon I dan eselon II Departemen Perindustrian dan Perdagangan sebagai nara sumber. Hasil yang dicapai dalam Rakor tersebut telah disepakati 10 komoditi unggulan daerah yang terdiri dari :
Pengolahan minyak atsiri Pengolahan Kopi instant Pengolahan Coklat Pengolahan hasil perikanan laut Pengolahan Kelapa Pengolahan Pupuk Alam Industri Perbengkelan Karoseri Pengolahan Gerabah/Keramik Bordir Tas/bakal pakaian Makanan khas Aceh dan kemasannya
Secara umum keadaan industri di Provinsi NAD saat ini mengalami keterpurukan yang luar bias sebagai akibat dari krisis ekonomi global, kondisi keamanan yang bar mulia kondusif dan adnya dampak gempa Tsunami. Selama periode 2004-2005, jumlah unit usaha industri kecil mengalami penurunan 48,57%; industri menengah menurun 45%. Dalam hal penyerapan tenaga kerja, Industri kecil menurun 35,74%; industri menengah 84,34%. Sedangkan dalam hal investasi Industri kecil naik 36,8% dan Industri menengah menurun 16,88%. Sesuai dengan potensi industri yang ada, maka untuk Industri Agro di Provinsi NAD diprogramkan beberapa komoditi unggulan daerah yang Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
3
berbasis pada hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan, diantaranya: Industri pengolahan kopi Industri hasil pertanian seperti saos tomat, keripik pisang, keripik ubi Industri pengolahan hasil perkebunan : tebu, manisan pala, minyak atsiri Industri perikanan, perajin industri kecil pengolahan ikan Pembangunan Pasar Pasca Tsunami Provinsi NAD Secara garis besar kebijakan pemerintah dalam penataan dan pembinaan pasar bertujuan untuk:
Mewujudkan sinergi yang saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan antara pengusaha pasar modern dengan pedagang kecil, menengah, koperasi serta pasar tradisional agar dapat tumbuh dan berkembang lebih cepat Memberdayakan pedagang kecil, menengah agar tangguh, maju dan mandiri serta meningkatnya kesejahteraan Mewujudkan kemitraan usaha antara pengusaha besar dan pengusaha kecil dalam tatanan perdagangan yang efektif dan efisien
Jumlah pasar tradisional yang ada di Provinsi NAD 534 unit, namun akibat Gempa dan Tsunami tanggal 26 Desember 2004 telah hancur dan retak yaitu:
Kerusakan ringan : 71 unit Kerusakan berat : 59 unit Hancur Total : 120 unit Yang masih utuh : 284 unit
Oleh karena itu, mulai tahun 2005 Pemerintah mulai membangun pasar tradisional, Pasar Induk, penunjang dan rehabilitasi pasar sejumlah 93 unit dengan perincian sebagai berikut:
Sumber dana APBN JICs BRR CHF
: : : :
36 unit 5 unit 35 unit 17 unit
b. Investasi Ditinjau dari nilai investasi dan sektor-sektor yang ada, penanaman modal atau investasi di Propinsi NAD , mencakup sektor perkebunan, sektor industri, sektor perikanan dan kelautan, sektor pertambangan dan sektor jasa-jasa. Sampai dengan tahun 2005, total investasi telah mencapai US $ 11.89 Milyar dengan investasi domestik mencapai 46% atau US D 5,470 juta; Investasi Pemerintah 2,34 juta US D atau 19,68% dan Investasi asing mencapai 34,31% atau setara dengan US D 4,080 juta. Dengan demikian rasio antara investasi pemerintah terhadap investasi swasta sekitar 1 : 4,1. Dari sisi pertumbuhan investasi selama periode 2001-2005 mengalami pertumbuhan rata-rata 8.7%; investasi pemerintah 2,86%, Investasi asing 5% dan Investasi domestik sebesar 13.2 %. Sedangkan rasio antara investasi pemerintah dan swasta jika pada tahun 2001 sebesar 1:3,2 menjadi 1:4,1 pada tahun 2005. Dengan perkembangan investasi yang Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
4
ada`, laju pertumbuhan ekonomi NAD pada tahun 2001 laju pertumbuhan 6,56%; 2002 laju pertumbuhan 7,01%; kemudian selama periode 20032005 berturut-turut laju pertumbuhan ekonomi menjadi 7,73%; 8,28% dan 7,6%. Sementara itu pada periode yang sama laju pertumbuhan ekonomi di Propinsi Sulawesi tara adalah : tahun 2001 (-1.3%); tahun 2002 (2,6%); tahun 2003 (4,8%); tahun 2004 (6,5 %) dan tahun 2005 (5,1 %).
c. Koperasi dan UKM Perkembangan dan program perkuatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang mampu melayani usaha kecil dan mikro di Provinsi NAD sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Hal ini disebabkan antara lain LKM yang ada di masyarakat baik yang telah mendapat bantuan fasilitas pemerintah maupun yang belum ada peraturan perundangundangan tentang LKM itu sendiri. Perkembangan jumlah koperasi di Propinsi NAD per 31 Desember 2005 sebanyak 5.011 unit yang terdiri dari Koperasi aktif 2.922 unit (60 %); Koperasi Tidak aktif 1.262 unit (25%); dan Koperasi yang terkena Tsunami 827 Unit (15 %). Sedangkan jumlah anggota 441.494 orang; Volume usaha Rp 280,689 Miliar, Modal Sendiri Rp 149.949 M; Modal Luar Rp 190,122 M dan SHU Rp 24,197 Miliar. Pada tahun 2006 jumlah Koperasi dan UKM yang ditargetkan 420 Koperasi dan 30.000 UKM. Tahun 2006 terjadi penurunan jumlah koperasi, hal ini disebabkan banyaknya koperasi yang tidak mampu bertahan karena keterbatasan modal usaha, kemampuan pengurus koperasi dalam mengelola koperasi yang profesional.
Sesuai dengan Renstra Dinas Koperasi dan PKM Provinsi NAD, 20062009, Dinas Kop dan PKM akan mewujudkan kondisi yang mampu menstimulan, mendinamisasi dan memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya 1.813 unit Koperasi berkualitas dan tumbuhnya 120.000 unit UMKM baru. Beberapa langkah-langkah persiapan untuk Rencana Kegiatan Tahun 2007 adalah : 1. Peningkatan koordinasi dan kebijakan (Gubernur/Bupati/Walikota) 2. Peningkatan pembinaan KUKM lintas Kabupaten/Kota 3. Peningkatan kualitas dan ketrampilan SDM Pengurus dan Pengelola KUKM sebanyak 1.600 Orang 4. Peningkatan Sarana dan Prasarana usaha sebanyak 457 Koperasi berkualitas dan 30.000 Wirausaha baru 5. Persiapan Kegiatan (Program Kerja) antara lain : a. P3KUM (Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro) b. P2WUM (Program Pembiayaan Wanita Usaha Mandiri) c. Sertifikasi Tanah d. Program Gender e. Prospek Mandiri (Program Sarjana Pencipta Kerja Mandiri) f. Pengembangan Pasar Tradisional
Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
5
D. Profile PT. ASDP Unit Nanggroe Aceh Darussalam PT. ASDP Unit Nanggroe Aceh Darussalam berbentuk cabang pada masing-masing lintasannya. Jumlah Cabang PT. ASDP di Nanggroe Aceh Darussalam ada 2 yaitu : Cabang lintasa Ulee Lheu – Balohan Cabang lintasan Meulaboh – Sinabang – Labuhan Haji dan Singkil – P. Banyak – Sinabang. Kerugian yang ditanggung PT. ASDP akibat Tsunami adalah : Kantor (termasuk mobiler, arsip) dalam kondisi rusak berat Kendaraan Roda 4 satu unit rusak ringan dan kendaraan roda 2 satu unit rusak ringan. Pegawai 3 Orang meninggal dunia a. Kondisi pelayanan jasa PT. ASDP Unit Nanggroe Aceh Darussalam : Jumlah armada kapal 4 unit (KMP.Kuala Bate II, KMP. Tanjung Burang, KMP. Teluk Singkil dan KMP. Simeulu). Kondisi ke 4 unit kapal yang dimaksud dalam keadaan baik dan laik laut. Pada umumnya konsumen yang menggunakan jasa PT. ASDP adalah pedagang antar pulau, pelajar/mahasiswa. Potensi kemungkinan pengembangan jasa PT. ASDP di Nanggroe Aceh Darussalam adalah : Pelayanan angkutan kendaraan dan barang antar negara ke Malaysia dan Thailan. b. Langkah-langkah dan tahapan dalam rangka peningkatan pelayanan PT. ASDP Langkah-langkah yang dilakukan : Penambahan frekuensi pada lintasan Ulee-lheu Balohan dari 14 Trip menjadi 18 Trip/minggu. Peningkatan frekuensi pada lintas labuhan haji-Sinabang dari 4 Trip/minggu menjadi 6 Trip/minggu. c. Gambaran dari : Laporan Cabang PT. ASDP Ulee-Balohan Gambaran pendapatan untuk bulan oktober besarnya pendapatan mencapai 148, 75 % dari target perusahaan. Untuk tahun 2005 mengalami defisit 671.966.037(dengan penyusutan) dan 532.798.869(tanpa penyusutan) Sifat laporan terpusat sehingga simpanan dana untuk investasi dalam rangka pengembangan usaha di pusatkan di kantor pusat. B/C pada tahun 2005 adalah 78,03 % atau 0,7803. atau devisit sebesar 21,97% dari biaya yang dikeluarkan. d. Tugas PSO yang dibebankan kepada PT ASDP dari pemerintah pusat tidak ada e. f. g. h. Hambatan yang dirasakan oleh PT. ASDP yang dirasakan menghambat pengembangan adalah belum terlaksananya pembangunan pelabuhan ulee lheu secara keseluruhan sehingga kurang menunjang operasional angkutan penyeberangan di lintasan Ulee- Balohan, belum adanya aktivitas penunjang pelabuhan dalam lingkungan kerja kepelabuhanan.
Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
6
IV. PERMASALAHAN SPESIFIK DAN REKOMENDASI A. PEMERINTAH DAERAH NAD Permasalahan : Dari aspek desentralisasi ekonomi dikaitkan dengan pelayanan publik yang dilakukan Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi NAD ditemui berbagai permasalahan sebagai berikut : 1. Belum terdistribusinya secara merata pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di daerah. Hal ini membuat tidak adanya interkoneksi antara satu daerah dengan daerah lain, sehingga pusat pertumbuhan masih bersifat parsial daerah sesuai batas wilayah administrasi pemerintahan. 2. Adanya disparitas wilayah pertumbuhan ekonomi, yang cenderung memperbesar kesenjangan pembangunan antar daerah, antara lain karena adanya aturan-aturan dan kebijakan yang terpusat. Disamping itu, belum adanya political will untuk membuat terobosan baru dalam desentralisasi ekonomi, baik dalam konsep maupun kebijakan dengan mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di daerah yang memiliki linkages saling interkoneksi. 3. Budaya kerja para stakeholders yang masih terperangkap pada kegiatan rutinitas dan cenderung bertahan pada zone kenyamanan kerja, sehingga kurang mengembangkan ide kreativitas dan inovasi yang dapat melahirkan terobosan bahkan lompatanlompatan baru dalam mengelola pembangunan. 4. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah. Selama lima tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi NAD dibawah rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini mengingat selama ini pertumbuhan ekonomi NAD sangat tergantung pada monokultur kelapa dan karet, dan potensi perikanan dan kelautan belum dioptimalkan. 5. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) dan Persentase penduduk miskin di Propinsi NAD yang cukup tinggi. Data BPS NAD, 2006 angka unemployment rate tahun 2005 sebesar 14,4% dan persentase penduduk miskin 4,14%. Rekomendasi : 1. Perlu adanya kesatuan persepsi dan visi antara pemerintah (baik pusat, propinsi, dan kabupaten/Kota) dalam memandang urgensi dan pentingnya keterpaduan implementasi desentralisasi politik dan desentralisasi ekonomi. 2. Perlunya kerjasama yang harmonis, dan perpaduan gerak yang sinergis antara Pemerintah Propinsi dan antar kabupaten/kota, serta antar pemerintah (praktisi) dalam mengembangkan konsep dan melaksanakan desentralisasi politik dan desentralisasi ekonomi dalam Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
7
meningkatkan pelayanan publik, sebagai upaya mewujudkan Good Public Governance. 3. Perlunya pengembangan wilayah perbatasan (Kepulauan), dan perubahan paradigma dari pembangunan yang berorientasi daratan menjadi pembangunan yang berorientasi lautan dengan mengembangkan manajemen khusus wilayah perbatasan (kepulauan) 4. Pelaksanaan strategi desentralisasi ekonomi, yaitu dengan penyederhanaan / desentralisasi regulasi dari pemerintah pusat dengan titik berat pada pemerintah propinsi; perwilyahan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, pemberdayaan dan pengembangan wilayah perbatasan (kepulauan) dan pengembangan kawasan ekonomi khusus (special economic zone). 5. Pengembangan potensi ekonomi daerah di masa depan antara lain dengan melakukan Program Revitalisasi Pertanian dan Perkebunan (Jagung, VCO, Bioenergy); Pengembangan Industri Perikanan dan Maritim; Pengembangan Pariwisata (alam, bahari dan budaya); Peningkatan SDM; Pemberdayaan UKM dan Perdagangan Internasional dengan memanfaatkan Bitung sebagai HIP-Port.
B.
Bidang Koperasi dan UKM
Permasalahan : usaha mikro kecil dan menengah di Propinsi NAD antara lain : a. Keterbatasan Modal b. Produktifitas dan tingkat efisiensi rendah c. Standar Mutu belum optimal d. Kualitas Sumberdaya Manusia (SDM) yang rendah e. Belum terbentuknya jaringan usaha yang solid antara UMKM dan BUMN dan Usaha Besar f. Kurangnya Komptensi kewirausahaan g. Masih terbatasnya aparat yang mampu melakukan pembinaan kepada UMKM h. Rendahnya penyaluran dana PKBL/PUKK Rekomendasi : Sehubungan dengan permasalahan tersebut diatas, maka kebijakan Propinsi NAD untuk mengembangkan UMKM adalah sebagai berikut : 1. Perluasan basis usaha serta penumbuhan wirausaha baru berkeunggulan untuk mendorong pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja 2. Penguatan kelembagaan terutama untuk memperluas akses kepada sumber permodalan khususnya perbankan, memperbaiki lingkup usaha dan menyederhanakan prosedur perjanjian, memperluas dan meningkatkan kualitas institusi pendukung non finansial 3. Pengembangan UMKM yang diarahkan untuk berperan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan penciptaan daya saing, sedangkan pengembangan usaha skala mikro lebih diarahkan untuk semakin berperan dalam peningkatan pendapatan rendah. 4. Pengembangan usaha mikro untuk semakin dapat meningkatkan usaha serta menambah penghasilan. 5. Mendorong berkembangnya perluasan jaringan kerjasama dan kemitraan dengan UKMK Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
8
6. Meningkatkan kualitas SDM aparat dalam bidang pembinaan kepada UKMK. 7. Perlunya peningkatan kerjasama antara kanwil/dinas koperasi dengan BUMN yang ada di daerah dalam hal penyaluran dana PKBL
C. PT. PIM, Tbk. PERMASALAHAN
Untuk tahun 2006 dan 2007, PT. PIM menghadapi masalah tidak bisa dipasoknya gas dari committed gas reserves, sehingga penyelesaian yang mungkin adalah melalui swap gas PKT dimana Swap gas PKT untuk tahun 2006 telah berjalan mulai tanggal 30 April 2006 dengan jumlah Swap sebanyak 3 cargo dan dapat mengoperasikan 1 pabrik PIM mulai 20 April 2006-19 Oktober 2006 Untuk tahun 2008 dan 2009 mendapatkan pasokan dari kelebihan produksi gas ExxonMobil dari pengalihan kontrak Arun 2 Extension yang dialihkan kontraknya ke negara lain. Skenario pasokan tahun 2008-2009 akan terealisir bila pengalihan Arun 2 extension ke pemasok lain di luar negeri berhasil dilaksanakan
Tujuan Pengalihan Kontrak Arun 2 Extension Untuk menghindari adanya tuntutan yang lebih besar dari pembeli Arun akibat kekurangan pasokan pada tahun 20062007 karena Pertamina tidak mungkin mengalihkan sebagian pasokan kontrak Korea II ke Bontang Untuk memenuhi sebagian pasokan gas untuk PIM pada tahun 2008-2009 Untuk memenuhi sebagian kekurangan pasokan untuk pembeli LNG Bontang tahun 2008-2009 Usulan Skenario Harga untuk Pupuk
D.
Menekan harga gas akan berdampak bagi pendapatan produsen gas sehingga menimbulkan situasi disincentive Peningkatan harga gas di lain pihak akan berdampak negatif pada konsumen, dan akan menimbulkan kenaikan subsidi gas dan pabrik pupuk tidak bisa beroprasi Usulan skenario perlunya perbaikan kebijakan pembagian keuntungan /split dan pemberian insentif, perbaikan kebijakan fiskal; kebijakan berlaku khusus untuk penggunaan energi sebagai feedstock PT. AAF (Persero)
Permasalahan
Permasalahan PT. AAF dimulai sejak tahun 2001, dengan adanya gangguan keamanan di Provinsi NAD yang menyebabkan terganggunya produksi gas EMOI sehingga pasokan gas ke PT. AAF dihentikan selama 9 bulan. Akibatnya
Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
9
PT. AAF mengalami kerugian yang cukup signifikan yakni sebesar US $ 6,97 juta; Pada tanggal 5 Agustus 2003 – 5 Desember 2003, PT. AAF kembali berhenti beroperasi akibat dihentikannya pasokan gas dari EMOI. Penghentian tersebut sebagai akibat tidak adanya kontrak jual beli gas mengingat kontrak jual beli gas PT. AAF dengan EMOI telah berakhir tahun 2002 Sejak tanggal 22 Desember 2003, PT. AAF berhenti beroperasi karena tidak ada pasokan gas
Penyelesaian Permasalahan PT. AAF
Penyelesaian masalah pasokan gas untuk industri NAD telah berkali-kali diupayakan oleh Pemerintah melalui koordinasi Kantor Menko Perekonomian sejak tahun 2003. Menko Perekonomian menyampaikan surat kepada Menteri Keuangan No S-391/M.EKON/09/2003 tanggal 17 September 2003 Menteri BUMN merespon surat Menteri Perekonomian tersebut dengan menerbitkan surat Nomor S-427/MBU/2003 tgl 27 Oktober 2003 yang isinya pemerintah kiranya dapat mempertimbangkan pemberian subsidi gas sebesar US $ 0,35/MMBTU untuk industri pupuk di NAD Untuk menyelamatkan PT. AAF, Menteri BUMN telah menerbitkan surat pula ke Menteri ESDM dan Menperindag melalui surat No. S-309/MBU/2004 dan No. S-308/MBU/2004 tgl 15 Juni 2005 yang prinsipnya PT. AAF bersedia membayar harga gas sebesar U $ 2,32 /MMBTU
E. PT. Kertas Kraft Aceh (KKA) Pengantar : PT. KKA akan melakukan program Restrukturisasi dengan sasaran akhir yang hendak dicapai adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui kegiatan pemberdayaan atau pembenahan perusahaan di semua aspek kegiatan dan diharapkan akan ada perubahan yang mendasar dalam upaya peningkatan kinerja dengan penerapan prinsip-prinsip GCG dengan menjadikan BUMN yang bergerak di bidang Industri Kertas Kraft yang modern, mempunyai daya saing tinggi, sikap dan budaya kerja yang tangguh serta reorientasi global. Guna dapat mengoperasikan kembali kegiatan industri dan kegiatan pendukung lainnya, diperlukan dukungan pembiayaan sejumlah Rp 150 milyar melalui APBN-Pemerintah tahun 2006, berupa tambahan PMN kepada Perseroan, dan sekaligus merupakan lanjutan dari bantuan yang pernah diberikan melalui APBN-Pemerintah tahun 2005 sebesar Rp 50 milyar.
II. DESKRIPSI UMUM PROVINSI JAMBI Dengan luas wilayah daratan sekitar 53, 435 km2 dan lautan 4,496 km2 serta jumlah penduduk sekitar 2,6 juta jiwa yang dibagi menjadi 9 kabupaten dan 1 kota, Provinsi Jambi memang merupakan wilayah yang sangat potensial untuk pengembangan industri terutama agroindustri. Apabila dilihat per sektor, sumbangan volume ekonomi sektor industri mulai Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
10
tahun 2003 – 2005 menyumbang sebesar 12,54% dan sektor perdagangan sebesar 15,42%. Artinya, sumbangan kedua sektor ini telah mencapai 27,96% terhadap PDRB. Seperti diketahui sejak tahun 2001 lalu perekonomian Jambi sudah bangkit menuju arah perbaikan dengan ditandai pertumbuhan ekonomi di atas angka 5%, tepatnya sebesar 5, 54% hingga saat ini. Sementara itu kalau di lihat dari kontribusi per sektor lainnya terhadap PDRB yakni 29,10% dari sektor pertanian, pertambangan dan penggalian 15,36%, listrik dan air bersih 1,07%, bangunan 3,54%, pengangkutan dan konsumsi 7,40%, keuangan, persewaan perusahaan 4,29%, dan dari jasajasa lainnya 11,17%. Dalam melakukan pembangunan, pemerintah daerah provinsi Jambi telah pula memetakan isu-isu strategis yang akan dikembangkan, yaitu: 1. Sumberdaya alam terutama lahan untuk pengembangan pertanian masih tersedia cukup luas; 2. Sebagian besar penduduk miskin di Provinsi Jambi (198,192 KK) di daerah perdesaan yang mata pencahariannya adalh petani; 3. Terjadinya PHK pada sektor industri perkayuan di provinsi Jambi akibat dari penertiban illegal logging maka sektor pertanian merupakan pilihan utama untuk menampung tenaga kerja sektor pertanian menyerap 72% angkatan kerja; 4. Lahan pertanian dan perikanan yang cukup luas atau hampir 2,9 juta hektar belum dimanfaatkan secara optimal oleh sebagian besar penduduk provinsi Jambi. Melalui pemetaan tersebut, provinsi Jambi telah pula menetapkan visi, misi, dan prioritas pembangunan. Visi yang telah ditetapkan adalah Jambi Mampu Maju dan Mandiri, dengan misi: 1. Peningkatan kesejahteraan dan kualitas kehidupan masyarakat; 2. Peningkatan pembangunan sarana dan prasarana; 3. Peningkatan kualitas pelayanan publik; 4. Peningkatan daya saing dan kemandirian daerah; 5. Mewujudkan pembangunan yang berkeadilan dan demokratis. Adapun prioritas pembangunan yang telah ditetapkan adalah: 1. Revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan; 2. Pembangunan dan peningkatan infrastruktur; 3. Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pariwisata; 4. Peningkatan Sumber Daya Manusia (pendidikan dan kesehatan). III. DESKRIPSI PER BIDANG A. BIDANG INDUSTRI DAN PERDAGANGAN Apabila kita lihat informasi yang disajikan di atas, berdasarkan potensi daerah yang dimiliki, sesungguhnya provinsi Jambi memang memberi fokus pembangunan pada sektor perkebunan dan pertanian. Diharapkan dengan produksi yang tinggi dari kedua sektor tersebut, maka akan memberikan efek positif pada pengembangan sektor industri dan perdagangan. Namun selain dari potensi sektor perdagangan yang akan berkembang seiring dengan tumbuhnya perekonomian masyarakat, pada sektor industri, provinsi Jambi telah menyusun sebuah perencanaan pengembangan sektor industri yang tentu berdampak pada peningkatan nilai/volume Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
11
perdagangan, yakni dengan akan membangun Jambi Agro Industrial Park (JAIP). Kawasan tersebut diharapkan nantinya akan menjadi: 1. Kawasan ekonomi yang terintegrasi serta memiliki fasilitas dan intensif khusus untuk mengintegrasikan seluruh aktivitas ekonomi dari hulu hingga hilir. 2. Industri yang berbasis pada produk-produk pertanian yang dihasilkan provinsi Jambi sehingga meningkatkan nilai tambah. 3. Industri yang dapat menyerap tenaga kerja serta meningkatkan kualitas SDM. 4. Agro industri yang dapat memasok kebutuhan nasional, regional, dan internasional. 5. Agro industri yang berbasis pada aspek integrated, modern, hi-tech, profesional, commercial, ecological, local content, community participation & sustainable development. Sementara itu, dari pertemuan tim Komisi VI DPR RI dengan PT. Lontar Papyrus Pulp Industry dan PT. Wira Karya Sakti, yang merupakan agroindustri swasta yang cukup berkembang di Jambi, didapat informasi bahwa berdasarkan pengalaman yang mereka jalani dalam melakukan proses pendirian pabrik ternyata membutuhkan 470 izin dengan waktu kurang lebih satu tahun. Sementara dalam perjalanannya, proses pengembangan industri yang mereka lakukan sering mengalami hambatan dari perda-perda yang ada. Misalnya di satu wilayah kabupaten ada perda yang mengharuskan industri tersebut membayar pajak listrik yang sesungguhnya industri tersebut memiliki instalasi listrik sendiri. B. BIDANG BUMN dan INVESTASI Dalam upaya meningkatkan kinerja investasi di Jambi, Pemerintah Daerah Jambi telah melakukan pemetaan. Hasil pemetaan yang telah dilakukan berupa produk unggulan Jambi yaitu di sektor perkebunan (karet dan kelapa sawit), pertanian, (kedele, jagung, padi, dan kentang), energi/listrik dengan membangun PLTA Kerinci, dan pariwisata. Dalam pengembangan produk unggulan tersebut pemerintah daerah provinsi Jambi telah membuat studi kelayakan guna ditawarkan kepada investor/calon investor melalui promosi dalam negeri maupun luar negeri yang bekerjasama dengan pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah pusat. Dengan iklim investasi Jambi yang makin kondusif serta pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana fisik yang terus dilakukan, maka prospek investasi yang akan datang cukup menjanjikan baik di bidang industri manufaktur, infrastruktur, agroindustri, dan agro bisnis serta jasa dan perdagangan. Wilayah Provinsi Jambi adalah wilayah yang didalamnya dijadikan domisili beberapa BUMN. Pada kunjungan kerja kali ini, tim Komisi VI DPR RI melakukan dialog kepada Direksi PTPN VI, Pimpinan PT. Jamsostek, PT. Jasa Raharja, PT. Pelindo II Cabang Jambi. Pada dialog yang dilakukan bersama PTPN VI, Komisi VI DPR RI menilai bahwa upaya pengembangan dengan melakukan perluasan lahan serta tetap mempertahankan tanaman karet, yang saat ini dan kedepan diperkirakan harga jualnya sangat baik adalah sebuah upaya yang tepat. Dari informasi dan perencanaan yang disampaikan, PTPN VI pada tahun 2010 ditargetkan menjadi BUMN perkebunan terbaik performa ekonominya. Komisi VI DPR RI menghimbau agar upaya yang telah ditempuh oleh seluruh direksi dan karyawan PTPN VI dapat dijadikan suatu model yang dapat dicontoh oleh BUMN-BUMN perkebunan lainnya. Sementara itu dari Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
12
dialog dengan Pimpinan Cabang PT. Jamsostek dan PT. Jasa Raharja dapat diambil kesimpulan bahwa database, terutama data yang menyangkut tentang jumlah industri dan karyawan, masih menjadi kendala utama didalam pengembangan usaha pada BUMN bidang asuransi ini. Pada pertemuan dengan jajaran pimpinan cabang PT. Pelindo II Jambi, Komisi VI DPR RI mendapat informasi yang cukup lengkap tentang perkembangan pembangunan kepelabuhan di Jambi. Saat ini di wilayah provinsi Jambi sudah memiliki tiga pelabuhan, yakni di Talang Duku, yang paling dekat dengan ibukota provinsi, Kuala Tungkal, dan Muara Sabak, yang akan diproyeksikan menjadi pelabuhan utama. Namun dalam pertemuan tersebut juga didapat informasi tentang kendala bagi pengembangan pelabuhan di Jambi, seperti masih belum selesainya proses sertifikasi HPL tanah hasil tukar guling dengan Pemda Provinsi Jambi yang hingga kini masih menggantung di BPN Pusat. Selain itu kendala yang dihadapi adalah menurunnya traffic kapal dan barang khususnya di pelabuhan Talang Duku akibat masih maraknya praktek illegal logging dan keamanan jalur air yang masih rawan. Untuk pengembangan ke depan, PT. Pelindo II telah menyusun perencanaan strategis yakni pengembangan pelabuhan Muara Sabak, yang dinilai lebih strategis secara geografis, berada pada segitiga pertumbuhan Indonesia, Malaysia, dan Singapura dan berdampingan dengan area lintas perdagangan singapura, batam, dan johor, serta memiliki areal lahan yang cukup luas dan cukup ideal untuk didesain sebagai pelabuhan yang terintegrasi dengan kawasan industri dan perdagangan. C. BIDANG KOPERASI DAN UKM Pembangunan Koperasi dan UKM di Jambi walaupun mulai nampak perkembangan yang positif, namun secara umum tidak terlepas dari masih banyaknya kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dan UKM yang perlu tetap mendapat perhatian pembenahan dan dukungan secara berkelanjutan, antara lain: 1. Rendahnya produktivitas dan daya saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) terutama dalam bidang manajemen, kelembagaan, pemasaran, dan penguasaan teknologi informasi sehingga menimbulkan disparitas usaha yang sangat lebar antar pelaku usaha. 2. Terbatasnya akses Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) terhadap sumberdaya produktif yang terutama meliputi tiga aspek penting, yaitu modal usaha yang bukan saja mencakup penyediaan kredit modal kerja tetapi juga kredit investasi; informasi; dan pasar. Pemerintah daerah provinsi Jambi juga telah menetapkan arah kebijakan yang akan dilaksanakan dalam rencana pembangunan jangka menengah ke depan dalam pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah: 1. Mengembangkan UKM yang diarahkan untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, penciptaan lapangan kerja, peningkatan produktivitas dan daya saing. Sedangkan pengembangan usaha skala mikro diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
13
2. 3.
4. 5.
III.
Memperkuat kelembagaan melalui penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan gender. Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuh kembangkan wirausaha baru berkeunggulan prima untuk mendorong pertumbuhan, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja. Mengembangkan KUMKM untuk lebih berperan sebagai penyedia barang dan jasa di pasar domestik yang semakin berdaya saing dengan produk impor. Membangun tatanan kelembagaan dan organisasi koperasi, meningkatkan kepedulian dan dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) dan meningkatkan kemandirian gerakan koperasi. Provinsi Sumatera Selatan
Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki luas wilayah sekitar 53.435,72km2 berpenduduk 6.275.945 jiwa ini terdiri dari 10 kabupaten dan 4 kota dengan 147 kecamatan dan 2.693 desa/kelurahan. Jumlah penduduk yang bekerja di provinsi ini mencapai 3.091.740 orang dan terutama di sektor pertanian yang meliputi pertanian, perkebunan dan kehutanan yang mencapai 68,43% dan pengusaha kecil di sektor pertanian yang mencapai 51,96%. Provinsi dengan jumlah angkatan kerja mencapai 3.373.495 orang ini memiliki jumlah penduduk miskin cukup besar diperkirakan mencapai 2)% pada tahun 2006 ini. Pendapatan perkapita penduduk tanpa migas yang pada tahun 2000 mencapai Rp3.834.877 pada tahun 2004 meningkat menjadi Rp 5.680.045,- Jumlah pengangguran terbuka di provinsi ini mencapai 9,65%. Wilayah Sumatera Selatan yang memiliki posisi strategis dalam perekonomian nasional ini terdiri dari hutan, sungai, danau, rawa dan tepian pantai ini berbatasan dengan Provinsi Jambi, Lampung dan Bangka-Belitung. Sebagian besar wilayah ini dikelillingi oleh alur dan anak cabang Sungai Musi. Provinsi Sumatera Selatan memiliki posisi strategis dalam perekonomian nasional karena sumber daya alam yang dimilikinya adalah sumber daya energi yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan. Potensi sumber daya alam di provinsi Sumatera Selatan tersebar di berbagai kabupaten dan kota, khususnya batubara yang depositnya mencapai 22,24 milyar ton atau 38% dari total cadangan nasional, selain energi minyak bumi dan gas alam. Provinsi yang dibentuk berdasarkan UU No.25 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan dan Kota Praja Sumatera Selatan ini dicanangkan sebagai Lumbung Energi oleh Presiden RI, pada tanggal 9 November 2005. Provinsi yang memiliki surplus perdagangan luar negeri pada tahun 2004 ini memiliki dua komoditi unggulan untuk kebijakan ini yaitu batubara dan gas bumi. Produksi gas ditujukan bagi kepentingan domestik dan gasinisasi rumah tangga dan industri serta transportasi. Sedangkan batubara ditujukan untuk pembangkit listrik, khususnya PLTU Mulut Tambang, briket batubara dan diekspor. Interkoneksi Sumatera-Jawa sudah dimulai dengan peletakan batu pertama pembangunan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) 2 x 40MW di Desa Penang Jaya, Kabupaten Muara Enim. Provinsi ini juga merencanakan untuk menjadi Lumbung pertanian pangan, karena sawahnya overproduksi dari kebutuhan 1500 produksinya mencapai 5000 ton, dengan produksi karet yang besar Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
14
karena luas areal mencapai 1 juta-an Ha, dan lahan sawit yang mencapai 6000 ha, juga kopi, teh, dlsb. Juga punya perikanan dan peternakan; yang dihaarpkan dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat karena angka kemiskinan diperkirakan mencapai 1 juta jiwa. Pemerintah Provinsi berupaya mengembangkan infrastruktur daerah untuk mendukung misinya, dengan membangun kawasan terpadu Pelabuhan Laut Tanjung Api-api yang meliputi terminal kontainer, terminal cargo, terminal CPO, dan terminal batubara, serta kawasan industri, kawasan teknologi, dan kawasan bisnis, serta pada tahun 2007 direncanakan membangun terminal peti kemas di Martapura dan Lubuk Linggau sebagai titik simpul distribusi barang jadi, olahan dan barang mentah/bahan baku dari wilayah barat Sumatera Selatan. Dari terminal peti kemas, yang merupakan pool ini, barang akan diangkut dengan kereta api dalam bentuk kontainer. Pada tahun yang sama direncanakan juga pebangunan stasiun kereta api ‘Simpang-Tanjung Api-api dan jalan kereta api double track dengan panjang lintasan 90km yang daya angkutnya diperkirakan mencapai 20 juta ton batu bara/tahun. Pelabuhan Tanjung Api-api akan beralih fungsinya dari river port (loading dan unloading) ke estuary port (multifunction port; bulk and liquid cargo, petikemas transshipment, loading-unloading, pessanger terminal) nantinya akan menjadi Deep Sea Port. Dengan strategi pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi 6,6% melalui ekspor, investasi dan sinergi percepatan pembangunan daerah, maka Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II telah dikembangkan menjadi bandara internasional pada bulan oktober 2005 dengan perpanjangan runway dari 2250m menjadi 2500m, dan rencananya akan diperpanjang 500m lagi dengan dana sebesar 15M dari APBN dan pinjaman luar negeri. Selain itu, akan dibangun Bandar udara di Kota Pagar Alam yang akan fokus pada pengembangan pariwisata alam, serta pengeoperasian kembali Bandar udara ‘Silampari’ Lubuk Linggau, yang berhenti beroperasi karena sarana trasnportasi perintis yang melayani trayek ini mengalihkan trayeknya ke tempat lain. Bandar Udara SiIampari akan dioperasikan kembali dilakukan studi kelayakan yang dilanjutkan dengan pembuatan masterplan dan pelaksanaan land clearing. A. Bidang Investasi Struktur perekonomian Sumatera Selatan yang terutama didukung oleh sektor pertambangan dan penggalian yang kontribusnya mencapai 25,9% tahun 2004, selain sektor industri pengolahan (21,7%) serta sektor pertanian (19,4%). Sektor-sektor lain sumbangannya mencapai 10% (perdagangan-hotel-restoran) atau kurang. Mata pencaharian masyarakat di provinsi ini pada umumnya di sektor pertanian, industri pengolahan dan perdagangan-hotel-restoran. Kekayaan alam, termasuk lahan yang tergolong subur, membuat wilayah ini berpotensi mendatangkan investor cukup besar, khususnya dalam sumber daya energi primer dan sekunder. Pada tahun 2002 dengan 4 PMA dan jumlah investasi US$802.453.738 jumlah tenaga kerja yang diserap mencapai 294 orang, sedang pada tahun 2003 dengan 8 PMA dan jumlah investasi US$178.481.500 jumlah tenaga kerja yang diserap mencapai 2.070 orang. Sedangkan PMDN, pada tahun 2002 dengan 6 perusahaan jumlah investasinya mencapai Rp207.160.732.500 dan menyerap 328 orang tenaga kerja, dan pada tahun 2003 dengan 9 perusahaan jumlah investasi mencapai Rp863.487.734.076 menyerap 6.682 orang tenaga kerja. Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
15
Pada tahun 2004, saat semua sektor ekonomi menunjukkan pertumbuhan positif, Provinsi Sumatera Selatan mencapai tingkat pertumbuhan diatas rata-rata nasional pada tahun 2002 dimana pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan mencapai 4,34% dengan migas dan tanpa migas mencapai 6,01%; dibanding pertumbuhan nasional yang masing-masing mencapai 4,10% dan 4,60%. Selain itu, Pemerintah Sumatera Selatan menganggap penting pembangunan infrastruktur listrik mengacu berlakunya UU No.15 Tahun 1985 tentang Ketenaga-listrikan dan PP RI No.3 tahun 2005 tentang Penyediaan Tenaga Listrik memberikan peran kepada Pemerintah Daerah dalam penyediaan tenaga listrik. Mengacu pada UU No.32 Tahun 2004 dan UU No.30 Tahun 2004 fokus kebijakan daerah Sumsel di bidang Kelistrikan salah satunya menyediakan dana pembangunan dan sarana penyediaan tenaga listrik pada daerah yang belum berkembang. Hingga tahun 2005, jumlah desa dan kelurahan berlistrik mencapai 2.177 desa/kelurahan atau 74,5% mendekati rata-rata nasional yang mencapai 80%; sisanya sekitar 623 desa yang belum dialiri oleh listrik PLN. Sekalipun demikian, rasio elektrifikasi provinsi Sumatera Selatan yang mencapai 50,5% relatif tertinggal dari rata-rata nasional yang mencapai 61%. Oleh karena itu pertumbuhan kelistrikan yang mencapai 10 hingga 12,7%, di atas rata-rata pertumbuhan kelistrikan nasional yang hanya mencapai 8 hingga 9%, diharapkan dapat mengurangi kesenjangan yang terjadi. Pemerintah juga mengembangkan Konsep pengembangan wilayah terpadu Bengkulu-Lampung-Jambi-Sumsel-Babel, peningkatan aksesibilitas jalan KA Palembang-Tanjung Api-api, Palembang-BetungJambi, Lubuk Linggau-Bengkulu, dan peningkatan jalan yang menghubungkan ke-5 provinsi di Sumbagsel dan peningkatan aksesibilitas angkutan laut dari Tanjung Api-api ke Provinsi Babel. B. Bidang Industri dan Perdagangan Sektor industri yang berbasis sumber daya alam dan energi merupakan industri yang akan dikembangkan pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Sumber daya alam yang dimiliki provinsi ini belum dimanfaatkan secara optimal karena terbatasnya fasilitas dan infrastruktur sepeti sarana transportasi, rendahnya eksplorasi gas dan batubara serta kualitas batubara yang rendah. Mengacu pada pencapaian misi sebagai lumbung energi nasional, maka energi yang dihasilkan diutamakan merupakan pengolahan energi primer untuk meningkatkan nilai tambah menjadi energi final (listrik, bahan bakar minyak/BBM, upgraded brown coal/UBC, briket batubara, dsb) dalam rangka mengurangi tingakt pengangguran dan kemiskinan. Pasokan gas bumi sebesar yangemncapai 24 trilyun kaki kubik (TSCF) hanya sekitar 7 TSCF yang merupakan cadangan terbukti dan sudah ada kontrak penjualan jangka panjang. Sumsel memiliki potensi minyak dan gas bumi mencapai 704.518MSTB atau 704 juta barel (8,2% dari total cadangan nasional) meliputi 404 juta barel cadangan mungkin dan 171,3juta barel cadangan harapan. Cadangan gas bumi mencapai gas bumi 24,015 trilyun Kaki Kubik (TSCF) atau merupakan 12,78% dari total cadangan nasional yang meiputi 7,34 TSCF cadanga terbukti dan 5,4 TSCF cadangan mungkin serta 11,12 TSCF cadangan harapan. Cadangan batubara mencapai 22,24 milyar ton terdiri dari cadangan terukur 19.446,38 milyar ton (87,4%) cadangan terunjuk sebesar 2.171,79 milyar ton (1,5%). Dari kandungan batubara terkandung cadangan gas Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
16
metan (Coal bed Methane, CBD) sekitar 183 TSCF. Sedangkan energi terbarukan memiliki sumber daya energi terbarukan seperti panas bumi yang mencapai 1.335 MW, air setara 164,2 MW, dan biomassa setara energi 12.229,25 GWh dan energi surya. Energi primer yang diproduksi meliputi listrik, BBM (solar, premium, minyak tanah, dll), non-BBM (LPG, pelumas, solvent,dll),petro kimia (PTA dan polypropyilene) serta briket batubara. Sedangkan BBM yang diproduksi mencapai 31.263.194 barel dan Non-BBM mencapai 34.572.654 barel. Produksi BBM yang diolah di kilang Musi dengan kapasitas produksi 140.000ton/tahun dan Non-BBM dan petro kimia yang produksinya cenderung menurun karena pipa minyaknya sudah tua. Energi sekunder lain, yaitu listrik dari pembangkit Keramasan Palembang dan Bukit Asam terdiri dari PLTU 285MW, PLTD 37MW, PLTG 267MW disamping PLTD yangtersebar di desa-desa 12MW. Total listrik yang terjual di Sumatera Selatan mencapai 1.447MWh pada tahun 2004. Selain itu provinsi ini dapat mengebangkan lapangan gas buminya bila tersedia pipa transmisi yang menghubungkan produsen dan konsumen besar seperti Singapura/Jawa Barat yang dapat menjamin pengembalian modal yang ditanam, karena dibutuhkan investasi besar dan teknologi tinggi, sehingga diperlukan kerjasama internasional. Mengingat potensi Sumatera Selatan dalam penyediaan industri murah, bersih dan siap pakai seperti gas untuk industri, komersial, dan rumah tangga serta melalui stasiun penyaluran bahan abkar gas (SPBG) untuk transportasi; maka Sumatera Selatan dapat mendorong investasi pada bidang industri berbasis gas seperti industri pengolahan hasil bumi (kelapa sawit, karet/ban mobil, pulp, dll), industri pengolahan mineral seperti keramik, gelas, kaca, dll) dan industri petrokimia. Pengembangan industri hulu/hilir di bidang gas bumi memerlukan investasi jangka panjang, suasana yang kondusif, dukungana masyarakat, kepastian hukum, keamanan, system perpajakan yang menarik, termasuk retribusi daerah, pelayanan birokrasi yang cepat. Pada gilirannya kondisi ini dapat lebih mempercepat pengembangan industri hilir yang berbasis gas, yang akan memperluas kesempatan kerja. Pipa gas yang direncanakan akan dapat menyalurkan gas ke Barat Pulau Jawa rata-rata sebesar 700MMSCFD atau setara 19.088kiloliter minyak bumi/hari akan dioperasikan mulai tahun 2006 untuk jalur Pagardewa – Cilegon (445km), sedangkan untuk jalur Grissik – Muara Karang (689km) direncanakan akan dioperasikan tahun 2007. Jumlah investasi untuk pembangunan pipa gas, yang meliputi jalur darat dan laut ini, mencapai US$1,1Milyar. Kandungan energi di provinsi Sumatera Selatan dibandingkan cadangan di tingkat nasional tergolong besar, seperti batubara mencapai 40,70% dari cadangan nasional, minyak bumi 10,0%, gas bumi 9,02%, panas bumi mencapai 5,02%, gas metan yang diperkirakan mencapai 2 trilyun kaki lebih.
III.
Permasalahan Spesifik dan Rekomendasi
1. Pemda ProvinsiSumatera Selatan Angka kemiskinan yang tinggi di wilayah yang tergolong kaya sumber daya energi ini mencapai 20%, oleh karena itu pemerintah provinsi Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
17
Sumatera Selatan akan mengembangkan pula produk pangannya selain produk sumber daya energi. 2. PT Tambang Batubara Bukit Asam PT Tambang Batubara Bukit Asam (PT BA) berdiri sejak tahun 1981 dan masuk bursa Surabaya dan Jakarta sejak tahun 2002 merupakan tambang batubara terbesar no 5 di Indonesia dengan 2 wilayah penambangan yaitu Ombilin dan Tanjung Enim. Perusahaan yang 60%an sahamnya dimiliki oleh pemerintah ini memiliki sumber daya batubara yang mencapai 7,4 milyar ton (17% cadangan batubara Indonesia) dan total cadangan 1,5 milyar ton. Sumsel sendiri memiliki Cadangan batubara mencapai 22,24 milyar ton terdiri dari cadangan terukur 19.446,38 milyar ton (87,4%) cadangan terunjuk sebesar 2.171,79 milyar ton (1,5%). Dari kandungan batubara terkandung cadangan gas metan (Coal bed Methane, CBD) sekitar 183 TSCF. Perusahaan dengan laba bersih mencapai Rp420 milyar pada tahun 2004 dan meningkat menjadi Rp467 Milyar pada tahun 2005 dan hingga bulan September 2006 mencapai Rp 374 Milyar berkontribusi pada negara melalui pajak hingga September 2006 sebesar Rp431,5 Milyar dari tahun sebelumnya Rp637,96 Milyar. Perusahaan mengalami kendala mengembangkan produksinya karena keterbatasan kapasitas angkut Kereta Api. Oleh karena itu, PT BA menjalin kerjasama dengan investor asing, China dalam mengembangkan angkutan alternatif untuk meningkatkan produksi yang dapat dipasarkan karena PT BA berencana memproduksi hingga 20 juta ton dan pasar untuk produk ini ada. China merupakan salah satu pasar batubara PT BA yang bersedia mendanai kebutuhan pembangunan yang mencapai Rp7 Trilyun dimana PT BA hanya berkontribusi 10%. Selain masalah pengangkutan, perusahaan juga menghadapi masalah lahan --karena tumpang tindihnya lahan dengan sektor lain seperti perkebunan dan kehutanan seperti yang terjadi dimana PT BA bersengketa dengan Bupati Lahat atau overlapping di Bangko Barat dengan PT BSP, kesulitan membebaskan lahan dan ketidak-jelasan kepemilikan lahan yang mempersulit ganti rugi serta lamanya prosedur izin pinjam-pakai kawasan hutan, serta kontrak-kontrak penambangan yang akan berakhir. Perusahaan juga akan merestrukturisasi Ombilin, mengelola briket, mengembangkan kokas batubara, mengembangkan PLTU Banjarsari dimana PT BA telah memenangkan proses tender dan PLTU Bangko Tengah yang saat ini sedang dipersiapkan pola kerjasamanya dengan mitra, pembangunan kanal, dll. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan perusahaan dilakukan antara lain: memberi bantuan modal usaha berupa pinjaman lunak, pelatihan bagi usaha kecil, promosi produk mitra binaan dalam bentuk pameran dan membantu memperluas akses pasar, memberi kesempatan bagi mitra binaan memasok kebutuhan operasional perusahaan, melatih masyarakat dalam keterampilan, memberi kesempatan pada masyarakat untuk memanfaatkan lahan tidur untuk kegiatan produktif. Untuk penyaluran dana PKBL jumlah mitra yang diberi pinjaman lunak hingga bulan September 2006 mencapai 4.718 perusahaan dengan dana mencapai Rp 72,7 Milyar. Kolektibilitas perusahaan mencapai 76,62%. 3. PT Semen Baturaja PT Semen Baturaja berdiri sejak 14 Nopember 1974 oleh Semen Gresik dan Semen Padang. BUMN semen yang berlokasi di Baturaja, Palembang dan Panjang ini 100% sahamnya dimiliki oleh pemerintah. Dengan Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
18
kapasitas terpasang 1.250.000 ton, produksi tahun 2006 diharapkan mencapai 975.000 ton dan mencapai 1.150.000 ton pada tahun 2009. Saat ini 76% produksi semen Baturaja diserap oleh dua pasar utama yaitu Sumatera Selatan yang market sharenya mencapai 66% dan Lampung yang mencapai 30,5%. Pasar lainnya adalah Jambi, Bengkulu, BangkaBelitung, Riau, Banten dan Jawa Barat serta Jakarta perusahaan bersaing dengan PT Indocement, Semen Padang dan Bosowa. Dengan kekayaan provinsi Sumatera Selatan, perusahaan tidak mengalami kesulitan bahan baku, namun untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan dilakukan berbagai kontrak dengan pihak pemasok dalam jangka pendek dan jangka panjang –yang tetap dapat diperbaharui setiap tahunnya. Selain itu, perusahaan sedang berupaya mengembangkan strategi bisnisnya dengan melakukan ekspansi pasar ke wilayah Sumatera bagian Selatan serta menjual semen ke wilayah potensial di luar pasar utama, meningkatkan kuatitas produk, dan substitusi suku cadang, bahan baku dan bahan penolong untuk tingkatkan efisiensi. Perusahaan juga berupaya menjaga kontinuitas suplai karena dekat dengan konsumen, memberikan pelayanan yang baik dan fleksibel dalam harga dengan menyesuaikan pada harga pasar. Sekalipun demikian perusahan menghadapi kendala dalam mencapai target yang telah ditetapkan karena keterbatasan suplai tenaga listrik, kondisi jalan yang kurang baik, adanya bermacam retribusi, dan keterbatasan angkutan kereta api yang kapasitasnya 450.000 ton/tahun padahal produksi mencapai 750.000 ton. Oleh karena itu perusahaan berupaya, antara lain: menjajagi KSO dengan PT Kereta Api dan meningkatkan angkutan truk, bekerjasama dengan PLN untuk mengatasi masalah pendanaan (KSO), bekerjasama dengan pihak ketiga untuk membangun pembangkit tenaga listrik (saat ini sudah ada MOU), serta berencana meningkatkan kapasitas dengan injeksi bahan tambahan dan membangun pabrik baru. Permasalahan lain adalah masih belum tuntasnya penyelesaian RDI karena penugasan pemerintah untuk membangun Terminal Terapung, saat ini perusahaan sedang shortage semen namun pemerintah menugaskan perusahaan untuk memasok semen ke wilayah baat Indonesia; serta masalah status tanah pabrik di Palembang yang masih disewa dari PT Kereta Api, sedangkan pabrik di Panjang, Lampung, disewa dari PT Pelindo II, yang membutuhkan dana besar. Perusahaan sudah membuat surat, meminta Menteri Keuangan agar hak pengelolaan lahan di Panjang dapat diberikan kepada PT Semen Baturaja. 4. PT Inhutani V PT Inhutani V yang memiliki wilayah kerja Sumatera Bagian Selatan, meliputi Provinsi Sumatera Selatan, Bengkulu, Jami, Lampung dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, didirikan pada 1 April 1991 dan berkantor pusat di Jakarta. Pendirian PT Inhutani V ditujukan untuk melaksanakan dan menunjang kebijakan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional, khususnya di bidang kehutanan. Kegiatan pokok perusahaan adalah melaksanakan pembangunan hutan tanaman, pengusahaan hutan alam, rehabilitasi hutan pada areal eks HPH, disamping usaha-usaha pokok lainnya. Saat ini areal HPH di Sumatera Selatan yang pernah dikelola PT Inhutani V seluas 261.720Ha telah dicabut Menteri Kahutanan pada akhir tahun 2002 karena sistem silvikultur yang melekat pada HPH, dimana tebang pilih dilakukan hanya di dalam jalur, dibatalkan oleh Departemen Kehutanan. Padahal, PT Inhutani telah sempat melakukan investasi di areal HPH ini dengan tanamana Sungkai, Jati, Acacia, karet dan Gmelina di areal seluas 15.000Ha. Saat ini sebagian tanaman sudah dapat dimanfaatkan. Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
19
Namun, PT Inhutani tidak memiliki kegiatan yang yang dilaksanakan secara swakelola kecuali dalam bentuk monitoring terhadap HTI Patungan, yaitu PT Musi Hutan Persada, PT Tunas Bentala dan PT Way Hijau Hutani yang total arealnya mencapai 330.438Ha dan realisasi tanamannya mencapai 194.8000Ha. Saham PT Inhutani di masing-masing perusahaan patungan mencapai Rp54,180 Milyar, Rp331 juta dan 5,107 Milyar atau 40%; dengan nilai saham total mencapai 59,618Milyar. Permasalahan yang dihadapi oleh HTI patungan di Sumatera Selatan adalah klaim masyarakat terhadap hak lahan yang digunakan, serta keterbatasan likuiditas yang menyebabkan kegiatan perusahaan tersendat, dan sulit mengupayakan terjadinya perluasan lahan baru. Perusahaan hanya melakukan pemeliharaan dan pengamanan asset di lapangan. Permasalaha PT Inhutani V saat ini adalah dampak penghapusan aktiva tetap tidak bergerak dan rehabilitasi hutan yang ditangguhkan yang membuat perusahaan merugi. Hal ini merupakan dampak dari dicabutnya SK HPH PT Inhutani di Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi. Kondisi ini menyebabkan perusahaan tidak memiliki sumber pendapatan yang cukup sehingga pembiayaan kelangsungan hidup perusahaan adalah dari penjualan asset tetap berupa kendaraan bermotor dan alat berat. Sebagian hasil penjualan aktiva tetap ini digunakan untuk pesangon para karyawan yang diPHK. Dalam jangka pendek kelangsungan hidup akan diupayakan dari business core perusahaan yang bertumpu pada HTI karet, selain dengan melakukan divestasi saham HTI patungan serta penundaan pembayaran beban seperti hutangdan bunga yang diharapkan dapat dikonversi menjadi Penyertaan Modal Negara (PMN). Selain untuk modal kerja, sebagian dana hasil divestasi akan digunakan untuk investasi HTI karet seluas 5000Ha di Provinsi Lampung, yang nantinya diharapkan dapat memberikan penghasilan yang cukup bagi perusahaan. Perusahaan juga bekerjasama dengan investor strategis untuk merehabilitasi tanaman HTI swakelola di Lampung dan mengebangkan hutan tamaman. Kerjasama ini realistis mengingat permasalahan investor strategis adalah kekurangan lahan untuk memproduksi bahan baku industri pulp yang dibutuhkan. Sedangkan PT Inhutani V mengalami kesulitan likuiditas untuk mengembangkan hutan tanaman. Melalui kerjasama ini diharapkan agar diperoleh manfaat berupa saham dari perusahaan patungan yang dibentuk, sebagian karyawan PT Inhutani V dapat ditampung bekerja pada perusahaan patungan serta kesempatan PT Inhutani melaksanakan beberapa tahapan kegiatan yang menjadi tugas dan bagian dari misi perusahaan, seperti pembibitan dan penanaman. Dalam jangka panjang PT Inhutani V akan melakukan restrukturisasi usaha dengan memperkuat pembangunan hutan tanaman di areal sendiri, khususnys jenis pulp dan tanaman karet, yang akan menjadi core business andalan di masa depan; restrukturisasi organisasi dengan mengarahkan perusahaan untuk menurunkan skala kegiatan dengan memfokuskan usaha pada pembangunan hutan tanaman industri (HTI); serta restrukturisasi permodalan dengan menghilangkan beban yang tidak diperlukan, tidak berhubungan langsung dengan kegiatan perusahaan serta tidak meningkatan efisiensi dan produktivitas selain meminta rescheduling pinjaman dari Dana Reboisasi (DR) yang permohonannya telah diajukan sejak 31 Mei 2000 dan divestasi saham PT Inhutani pada perusahaan HTI Patungan. 5. PT ASDP Indonesia Ferry (Persero): Cabang Bangka PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) pindah dari Palembang ke Tanjung Kalian - Muntok sejak bulan Mei 2006, sehingga Palembang sekarang berperan sebagai cabang karena pertimbangan bahwa PT. ASDP Indonesia Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
20
Ferry (Persero) di Tanjung Kalian - Muntok mempunyai fungsi tugas sebagai pengelola / mengusahakan pelabuhan penyeberangan dan operator serta mengoperasikan 2 (dua) kapal di lintasan Palembang Muntok yang merupakan lintasan komersial dan 1 (satu) kapal di lintasan Bangka - Belitung. Masing-masing kapal melayari 15 trip dalam satu bulan, dari satu sisi karena jarak lintasan cukup jauh 74 Mil atau menempuh waktu 11 hingga 12 jam. Namun, saat ini ada 2 perusahaan swasta yang mengoperasikan 4 kapal di lintasan ini yaitu PT. Bangun Putra Remaja dengan 3 kapal dan PT. Prima Eksekutif dengan 1 kapal). Selain itu kapal swasta yang masuk bersaing di lintasan ini menawarkan kapal cepat dan membuat jalur menjadi lebih padat dan meningkatkan potensi terjadinya tabrakan. PT ASDP berharap dapat memindahkan rute pelayaran dari pelabuhan baru, Tanjung Api-api, daripada Boombaru. Sekalipun PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) tetap memperhatikan kesiapan kapal dan berupaya menjadikan favorit dengan menerapkan standar mutu dan keselamatan, memberikan pelayanan yang profesional untuk meningkatkan citra perusahaan agar menjadi lebih baik. Hasil dari lintasan ini tergolong baik, namun masuknya kapal swasta sangat mempengaruhi jumlah konsumen dan pendapatan perusahaan, yang menunjukkan kecenderungan semakin menurun, pada tahun 2005 jumlah penumpang menunjukkan peningkatan dibanding tahun 2004 (yaitu 4.223 orang dari 3.565 orang) namun lebih rendah dari tahun 2003 yang mencapai 4.360 orang. Selain itu, peningkatan harga BBM sangat berpengaruh terhadap pengoperasian kapal, belum lagi harga alat-alat seperti kebutuhan kapal yang tinggi, serta target pendapatan yang ditetapkan yang cukup sulit tercapai. Namun, kebijakan pemerintah menaikkan tarif angkutan pada bulan Pebruari 2005, Oktober 2005 dan Nopember 2006 sudah membantu perusahaan memenuhi perawatan dan kebutuhan kapal. PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Bangka – Palembang secara keseluruhan ditargetkan memperoleh pendapatan sebesar Rp. 8.088.706.005 dimana penetapan target tersebut diikuti kesepakatan tentang sanksi dan reward. Pada tahun 2005 perusahaan tidak dapat mencapai target produksi, namun mendekati (97%) sehingga perusahaan terus melakukan evaluasi untuk perbaikan. Pada tahun 2006 ini diperkirakan pencapaian perusahaan 112% bila pemerintah menyesuaikan tarif hingga 20% terhitung mulai tanggal 1 November 2006, sesuai SK Menhub No. KM 46 tahun 2006. 6. PT Pelindo II PT Pelindo II yang menyelenggarakan jasa kepelabuhan merupakan 100% milik pemerintah. Cikal bakal Pelabuhan Palembang yang sekarang ini sudah dikenal sejak zaman keemasan Sriwijaya, merupakan pusat perdagangan antar bangsa, selain pusat kebudayaan agama Budha. Pelabuhan Boombaruyang sekarang baru mulai dioperasikan pada tahun 1924, dikukuhkan dalam staatblad no. 543. oleh Gubernur Jenderal Belanda. Pada tahun 1960 Pengelolaan pelabuhan umum di Indonesia dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara dengan pengendalian dari Pemerintah. Pelabuhan Boombaru, Palembang, merupakan pelabuhan sungai yang terbuka bagi perdagangan Internasional, dengan jarak lokasi dan muara sungai yang cukup jauh ditambah lagi dengan pengendapan lumpur cukup tinggi setiap tahunnya. Pelabuhan Boombaru rawan pendangkalan jika tidak dilakukan pengerukan secara rutin karena dasar sungainya terdiri dari pasir dan lumpur dan sangat dipengaruhi oleh arus air pasang surut dan di sepanjang tepian sungai terdapat rawa-rawa, sawah pasang surut dan berbagai bangunan industri. Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
21
Pada musim kemarau panjang yang terjadi 3 atau 4 tahun sekali, terjadi kabut tebal/asap, yangmembatasi pandangan hingga maksimum ± 25 M, sehingga lalu lintas pelayaran di Sungai Musi diatur one way traffic untuk mencegah terjadinya kecelakaan/tabrakan dimana satu hari kapal keluar, satu hari kapal masuk. Pengaturan tersebut berakhir ketika musim hujan. Untuk meningkatkan kinerja pelabuhan ini, meningkatkan Kapasitas yang pada tahun 2005 mencapai 50.000 Tuse dan tahun 2006 diperkirakan akan mencapai 60.000 Tuse, nmaun masih jauh bila dibandingkan pelabuhan Singapura yang telah mencapai 23juta Tuse pada tahun 2005 dan tahun 2006 mencapai 33juta Tuse. Untuk itu pelabuhan Boombaru akan dikembangkan dalam 3 tahapan. Tahap Pengembangan Jangka Pendek (2004 – 2008) dimana pelabuhan ditata denga pembuatan jalan baru (dekat Rumah Sakit Pelabuhan) berikut pembebasan lahan, penataan perkantoran, perluasan tanki timbun CPO dan penataan perpipaan loading point serta penyiapan dermaga Pariwisata. Kemudian Tahap pengembangan Jangka Menengah (2009 – 2013) berupa penataan Pelabuhan Palembang Lokasi Sei Lais, yang meliputi antara lain: Rehabilitasi jalan akses dan jalan internal pelabuhan, Rehabilitasi terminal konvensional (fasilitas pelayanan kapal), Penyiapan jetty untuk kapal Adpel berikut kantor, dan Penyiapan kawasan industri; selain kegiatan Pengerukan rutin alur pelayaran Sungai Musi dan penataan sarana bantu navigasi alur pelayaran Sungai Musi. Tahap ketiga adalah pembangunan dan pengembangna Pelabuhan Tanjung Api Api, yang meliputi Penyiapan Terminal Serbaguna (Multipurpose Terminal), Penyiapan jalan akses ke terminal, Penyiapan alur pelayaran dan kolam pelabuhan. Pada dasarnya bila pendangkalan terjadi pada alur, maka menjadi kewajiban Pemda karena yang memanfaatan fasilitas ini beragam, sedangkan bila pendangkalan terjadi pada kolam maka menjadi kewajiban PT Pelindo. Selain itu, persoalan pada sarana Bantu navigasi, dimana pemerinath pusat punya keterbatasan sehingga kadang di Sumatera Selatan ada blank spot, padahal Pelindo II melakukan pelayanan Bantu navigasi malam hari, sekalipun di internasional hal ini tidak dilakukan. Hingga saat ini dalam satu tahunrata-rata ada 2 kecelakaan rata-rata. Sayangnya Kapal nasional tidak dicover oleh asuransi, padahal kondisinya kalah dengan kapal asing yang cenderung bagus. Program PUKK PT Pelindo II masih difokuskan pada wilayah sekitar Boombaru, Palembang, beberapa kali dilakukan di luar Palembang seperti di Muba. Namun untuk peminjaman bergulir perlu ada edukasi dulu bagi peminjam, agar tiak dianggap pemberian. Perusahaan memberi hibah kepada panti sosial, tempat ibadah, dll. 7. PT Sucofindo PT Sucofindo yang berdiri sejak tahun 1956 ditujukan untuk memfasilitasi kegiatan perdagangan, investasi dan industri di Indonesia telah memiliki 21 cabang dengan 17 laboratorium di seluruh Indonesia; dimana kegiatan utamanya meliputi inspeksi, supervisi, pengujian dan pengkajian. Sejak tahun 1985 porsi saham pemerintah mencapai 95% dimana 5%nya merupakan sahSGS Holding, sebuah perusahaan inspeksi yang berkantor pusat di Jenewa, Swiss. PT Sucofindo dibagi dalam 10 strategic business unit (SBU) yang melayani beragam pelanggan, antara laindari sektor pertanian, industri dan produk konsumen, rekayasa dan transportasi, minyak gas dan petrokimia, kehutanan kelauatan perikanan dan lingkungan, jasa audit, dana jasa laboratorium. Dalam melaksanakan tugasnya PT Sucofindo menjadikan kepuasan pelanggan sebagai target; selain itu perusahaan ini akan Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
22
mengoptimalkan pencapaian laba dengan meningkatkan daya saing perusahaan,, mengembangkan jasa baru, melakukan penetrasi pasar baru, dan mengembangkan jasa-jasa yang dibutuhkan dalam rangka otonomi daerah. PT Sucofindo saat ini juga dipercaya oleh pelanggan untuk inspeksi dan menilai kualifikasi perusahaan dengan menerbitkan sertifikasi seperti untuk manajemen perusahaan sehingga sertifikat PT Sucofindo tidak jarang dipalsukan. PT Sucofindo yang neraca rugi labanya menunjukkan kecenderungan laba yang menurun dari tahun 2004 hingga Oktober tahun 2006 dari Rp27,6 Milyar menjadi Rp10,9 Milyar tidak menganggap ada hambatan berarti dari kebijakan pemerintah dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu, perusahaan telah melakukan pemberdayaan dan pembinaan terhadap UKM dari yang tidak layak bina menjadi bankable dan dari yang bankable menjadi mandiri dengan system manajemen yang efektif dan efisien. Untuk itu perusahaan ini bekerjasama dengan perguruan tinggi dalam pelaksanaan program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)-nya.sejak tahun 2002 hingga Oktober 2006 PT Sucofindo telah membina 89 unit usaha kecil dengan dana sebesar Rp2,24 Milyar, dari keseluruhan unit usaha yang diberi pinjaman oleh PT Sucofindo di 18 propinsi yang mencapai 4.638 unit usaha dengan dana Rp137,95 Milyar. Di Sumatera Selatan jumlah unit usaha yang dibina antara 17 hingga 25 unit dari tahun 2002, kecuali tahun 2006 yang hanya 6 unit. Tingkat pengembalian dana bergulir sangat baik, dana yang kembali mencapai Rp2,74 Milyar. PT Sucofindo yang sejak tahun 1970-an sering kali memperoleh penugasan dari pemerintah dan kemudian menurun karena berkurangdan hilangnya proyek pengawasan ekspor yang menyebabkan pendapatan perusahaan menurun hingga 48%. Saat ini kegiatan utama perusahaan adalah yang terkait dengan mineral, rekayasa dan transportasi serta jasajasa umum. Selain itu, secara khusus PT PT Sucofindo telah cukup lama melakukan kegiatan yang terkait dengan Pelaksanaan Resi Gudang, termasuk di Sumatera Selatan, baik sendiri maupun bekerjasama dengan lembaga terkait lain. Di Sumatera Selatan telah dan masih dilakukan kegiatan terkait dengan Resi Gudang seperti kunjungan kepada para eksportir dan pengusaha, termasuk pabrik kelapa sawit (PKS), eksportir minyak kelapa sawit, pabrik karet dan pengusaha kopi, selain road show tentang pendanaan berbasis Resi Gudang kepada pengusaha yang bergerak di berbagai komoditas, termasuk ke perbankan nasional dan bank asing khususnya yang berbasis di Singapura untuk menawarkan pendanaan berbasis Resi Gudang. Untk lebh meningkatkan kinerja perusahaan dan BUMN pada umumnya diharapkan agar sinergi antar BUMN dapat lebih ditingkatkan, termasuk dalam menghadapi era perdagangan bebas dengan akan diberlakukannya AFTA dan APEC. Secara khusus, PT Sucofindo berusaha tampil sebagai perusahaan jasa inspeksi/surveyor yang dapat dipercaya serta mampu mengakomodir kepentingan pengusaha dalam mengahdapi pasar global dan tuntutan jaminan mutu, tuntutan ecolabelling dan keselamatan kerja. Saat ini kendala yang dihadapi dan membuat PT Sucofindo menghentikan sementara kegiatan mengajak perbankan nasional dan bank di Singapura dalam pendanaan berbasis Resi Gudang adalah permasalahan hukum, dimana hukum yang mengatur praktek pembiayaan berbasis Resi Gudang adalah Hukum Perjanjian dengan hukum jaminan yang sudah ada, sedangkan peraturan pelaksanaan UU Resi Gudang, yang menjadikan produk pertanian dapat menjadi agunan, masih dalam pembahasan. 8. PT Banda Ghara Reksa unit Sumatera Selatan PT Banda Ghara Reksa (PT BGR) didirikan pada tahun 1977 dengan didukung 36 unit gudang. Pada awalnya PT BGR merupakan stockholder sarana produksi sektor pertanian dan perkebunan serta kebutuhan Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
23
pembangunan, kemudian mengembangkan usaha dengan pergudangan untuk menjadi industri logistik terpadu mengingat persaingan usaha jasa pergudangan semakin tajam. Di Indonesia, di beberapa daerah telah dibangun kawasan-kawasan industri yang dilengkapi dengan pergudangan, bahkan di tengah kota dibangun gudang-gudang mini dengan ukuran dibawah 500 m2, untuk lebih mendekatkan manufaktur dengan distributor dan retailer. Sekalipun demikian jasa pergudangan dan freight forwarding PT BGR masih dilakukan secara parsial (sendiri-sendiri), belum bersinergi dengan baik, dan mungkin akan memberikan nilai tambah lebih kepada pelanggan bila dipadukan. Namun, perusahaan akan melaksanakan jasa pergudangan milik perusahaan secara parsial karena saat ini tidak mungkin dijadikan sarana kegiatan jasa logistic terpadu karena lokasinya yang tidak mendukung. Jasa pergudangan yang ditawarkan PT BGR meliputi persewaan gudang umum, gudang arsip, gudang berikat dan pengelolaan gudang (collateral), serta cargo terminal, handling barang dan depo container. PT BGR merencanakan untuk melakukan investasi membangun gudang modern. Di Sumatera Selatan, Pelabuhan Boom Baru Palembang yang tidak termasuk Pelabuhan Utama sehingga menyulitkan masuknya arus barang dari dan keluar Kota Palembang; sedangkan rencana Pemda yang akan memindahkan Pelabuhan Boom Baru dari Pusat Kota menjadi diluar Kota di Daerah Banyuasin yaitu Pelabuhan Tanjung Si Api – Api, diperkirakan masih cukup lama realisasinya. Selain itu PT BGR juga menghadapi banyak kompetitor lokal dan nasional yang menawarkan jasa sejenis. Collateral manajemen yang merupakan salah satu bagian dari aktivitas yang termasuk dalam pelaksanaan UU Resi Gudang, turunan dari jasa pergudangan, yang memiliki prospek baik di masa mendatang akan menjadi strategi pengembangan pasar PT BGR. UU Resi Gudang yang telah diberlakukan sejak bulan Juli 2006 masih belum ada peraturan pelaksanaannya, karena masih dibahas dan diperkirakan baru bisa efektif dalam waktu 1 (satu) tahun lagi. Sasaran utama undang-undang resi gudang tersebut sebenarnya adalah UKM, sedangkan perusahaan besar telah memanfaatkan Skema Resi Gudang tersebut sejak tahun 1972 hingga sekarang melalui konsep “TRIPARTIE AGREEMENT “ dengan bank dan operator gudang seperti Bhanda Ghara Reksa atau SUCOFINDO. Perusahaan besar tidak memiliki masalah karena nilai jaminan yang dijadikan Collateral di Bank cukup besar sehingga perusahaan tersebut terus berkembang semakin pesat dan semakin besar. Sementara itu UKM yang sebagian besar adalah perusahaan kecil yang tidak memiliki asset inventori yang banyak, sehingga kalau mendapat pinjaman atau “Dana Talangan “ dari bank jumlahnya juga tidak besar. Selain itu, mereka harus membayar bunga bank, premi assuransi dan fee operator gudang yang keseluruhannya cukup mahal sehingga tidak jarang menimbulkan masalah daripada membantu pemecahan masalah. Dalam menstimulir kondisi tersebut PT. Bhanda Ghara Reksa menyarankan agar UKM melakukan SYINDIKASI yang dikordinir oleh perusahaan yang bisa diandalkan sehingga nilai collateral yang dihimpun bersama anggota – anggotanya menjadi lebih besar dan kredit yang akan diperoleh pun juga akan menjadi besar dan keuntungan kollektifnya juga akan besar serta bisa membayar biaya – biaya extra yang harus mereka selesaikan. Masukan PT BGR terhadap RUU Pananaman Modal, adalah tentang EQUAL Treatment, karena perlu dipertanyakan pula apakah Negara lain juga dapat menerima kehadiran jasa, seperti yang ditawarkan PT. BGR di negaranya, seperti di Singapura. Di Singapura untuk mendapat ijin kerja tidak mudah, izn dan prosedurnya sangat ketat, walaupun Pemerintah Singapura sudah menyetujui tetapi masyarakat dunia usaha pergudangan Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
24
dan logistik di Singapura belum tentu bersedia membangun kerja sama. Di lain pihak perusahaan di luar negeri memiliki keleluasaan dalam pengembangan usahanya di Negara berkembang seperti Indonesia karena mereka memiliki dana yang berlebihan berupa bunga bank yang jauh lebih murah dibanding suku bunga di Indonesia. Perbedaan kondisi ini membuat mereka lebih siap bersaing, dapat membangun gudang–gudang modern dengan Infrastruktur yang lengkap. Bila perbedaan kondisi tidak diantisipasi, ditakutkan dampak yang ditimbulkannya akan merugikan perusahaan pergudangan dan logistik di Indonesia. Sebagai contoh adalah persaiangan antara CAREFOUR HYPERMARKET yang bersaing HERO GELAEL dan supermarket–supermarket lokal di Indonesia, dimana supermarket local kalah dan banyak yang gulung tikar. 9. Koperasi Kredit Himpunan Usaha Bersama ‘Cintamanis Baru’ Koperasi Kredit Himpunan Usaha Bersama (Kopdithub) Cintamanis Baru berdiri sejak 29 Oktober 1982 dengan status pra-koperasi dan pada tahun 1999 menjadi KOPERASI Kredit Himpunan Usaha Bersama dengan jumlah anggota 1.295 orang dimana 959 orangnya adalah laki-laki. Kadithub Cintamanis Baru memperoleh penghargaan dari tingkat Kabupaten (2005), provinsi (2006) dan tingkat Nasional (2006). Prestasi ini telah dimulai dengan kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah untuk mengelola dana PKPS BBM sebesar Rp100 juta pada tahun 2000 dan telah berkembang menjadi lebih dari Rp171 juta; dan pada tahun 2006 diberikan lagi pinjaman dana PKPS BBM 2005 sejumlah Rp100 juta serta dana sosial sejumlah Rp75 juta. Dana dari kedua sumber ini dipinjamkan pada 21 anggota untuk bibit karet dimana tiap anggota diberi pinjaman Rp1,5 juta dan diangsur 20 bulan, untuk petani padi sebesar Rp1,5 juta hingga Rp2,5 juta/anggota untuk enam bulan, yang pembayarannya dilakukan setelah panen, serta pinjaman lain yang akan dibayar setelah panen senilai Rp700 juta bagi 350 anggota. Kopdithub Cintamanis Baru yang hingga Oktober tahun 2006 telah memiliki kekayaan sejumlah Rp3,243 Milyar memberikan pelayanan simpanan khusus berjangka, simpanan harian, simpanan anggoata harian, simpanan kesejahteraan karyawan, simpanan plus bernilai ganda untuk keluarga yang dibayar 1 kali /tahun, tabungan kelompok persiapan pengadaan hewan kurban Idul Adha, dan simpanan lainnya yang diberi perlindungan dan diberi bunga setara tingkat bunga pasar. Hingga Oktober tahun 2006, Kopdithub Cintamanis telah memiliki 1.295 orang anggota. Permasalahan Kopdithub Cintamanis Baru yang likuiditas keuangannya tergolong baik adalah pola pengembalian pinjaman dari ketiga sumber dana yang berbeda sehingga Koperasi harus buka 3 rekening, yang membuat pengelola koperasi menjadi bingung. Diharapkan agar pola pengembalian pinjaman ini hanya melalui 1 rekening bank saja. Selain itu, permasalahan yang dihadapi petani pada saat panen dimana produk berlimpah dan harga hasil panen turun dari Rp4.500 hingga Rp5.000 menjadi hanya sekitar Rp3.000 hingga Rp3.500,Kopdithub Cintamanis Baru menyelenggarakan rapat anggota tahunan secara rutin dan tidak pernah absen. Selain itu, Kopdithub Cintamanis Baru juga membina seni budaya campur sari, membantu masyarakat dalam pemanfaatan teknologi tepat guna dengan membeli mesin rontok bagi petani di Muara Tela. Kopdithub Cintamanis Baru juga mengharapkan agar diberikan kredit lunak untuk pemberian kredit yang dibayar saat panen, untuk ini salah salah seorang perwkalian dari DPRD Kabupaten Ogan ilir telah menyatakan akan menganggarkan dana sejumlah Rp2 milyar untuk koperasi karena petani membutuhkan pupuk, dimana pengembaliannya dilakukan saat panen. Kopdithub Cintamanis Baru juga mengharapkan agar Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
25
pemerintah melakukan pembinaan yang berkesinambungan, diberi hibah dari dana PKPS BBM yang telah lunas dibayar, serta agar diberi kesempatan menyalurkan pupuk bagi petani, mengelola pembayaran PLN dan jalan. Koperasi juga mengharapkan agar jalan Inpres Prajen-Rimba Raya mendapat perhatian dari pemerintah, termasuk dalam pemeliharaannya. Kopdithub Cintamanis Baru disarankan untuk mengajukan proposal kepada Kementerian Koperasi dan UKM untuk mengakses dana P3KUM yang ditujukan bagi perkuatan dan pemberdayaan Koperasi usaha kecil dan Mikro yang dana untuk setiap kabupaten/kota mencapai Rp100 juta. Sedangkan untuk menghadapi harga yang cenderung menurun pada saat panen diharapkan agar pelaksanaan UU Resi Gudang dapat membantu petani untuk menahan agar tidak menjual produknya pada saat harga turun tetapi menyimpannya sementara untuk kemudian dijual pada saat harga lebih baik. Untuk menanggulangi permasalahan modal kerja atau kebutuhan rumah tangga diharapkan agar hasil panen yang disimpan dapat menjadi agunan untuk memperoleh pinjaman. Untuk permasalahan jalan, diinformasikan tentang dana kompensasi untuk infrastruktur daerah tertinggal yang mencapai Rp 30 juta/desa dan yang tidak tertinggal mencapai Rp 20 juta/desa; dimana bila desa-desa bekejasama diharapkan permasalahan infrastruktur dapat diatasi.
IV.
Penutup
Demikianlah gambaran laporan Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI ke tiga daerah Kunker pada Masa Sidang I, TS 2006-2007. Dari kunjungan kerja tersebut, kami menemukan fakta yang sangat jelas, adanya potensi ekonomi daerah, khususnya di Provinsi NAD, Jambi dan Sumatera Selatan. Karena itulah, dari hasil Kunker ini hendaknya semakin meneguhkan tekad kita untuk mendorong lahirnya keputusan-keputusan politik yang berorientasi kepada peningkatan kapabilitas produksi ekonomi rakyat, khususnya pada daerah-daerah yang baru seperti Propinsi NAD. Kami juga menemukan fakta bahwa koperasi, usaha kecil dan menengah masih jauh dari harapan kita untuk menjadi usaha rakyat yang mandiri, kompetitif dan profesional. Berbagai kelemahan organisasi, manajemen, akses ke pasar, permodalan dan kualitas SDM masih menjadi kendala yang utama. Kebijakan pemerintah nampak belum terintegrasi dan belum menunjukkan keberpihakannya, khususnya pada bentuk-bentuk usaha yang dikelola oleh rakyat.
Komisi VI DPR RI
Laporan Kunker Komisi VI Ke ProvinsI NAD, Jambi dan Sumatera Selatan, 3 - 7 November 2006
26