Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007: 73 - 77
Nutritional genomic : aplikasi nutrisi di masa depan Damayanti Rusli Sjarif Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik, Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
Abstrak. Nutritional genomic adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara diet (nutrien) dengan genom manusia. Interaksi tersebut dapat mempunyai pola sbb; 1) nutrien secara langsung atau tidak langsung dapat mengubah ekspresi atau struktur genom manusia; 2) pada kondisi tertentu dan beberapa individu, diet dapat merupakan faktor risiko yang serius untuk terjadinya sejumlah penyakit; 3) beberapa gen yang diatur oleh diet (diet-regulated genes) dan varian normalnya kemungkinan besar berperan pada awitan, angka kejadian, perjalanan penyakit serta tingkat keparahan penyakit kronik; 4) seberapa besar pengaruh diet terhadap keseimbangan keadaan sehat dan sakit tergantung pada profil genetik individu; dan (5) intervensi diet yang berdasarkan pada kebutuhan nutrisi, status nutrisi serta genotip (dikenal sebagai nutrisi individual) dapat digunakan sebagai pencegahan, mengurangi keparahan atau mengobati penyakit kronis. Kata kunci: nutritional genomics, nutrigenomics, nutrigenetics
N
utritional genomic adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan antara genom (rangkaian DNA lengkap dari suatu organisme), nutrien (zat gizi) dan kesehatan 1 Nutritional genomic terdiri dari dua bidang. 1. Nutrigenomic yang mempelajari pengaruh nutrien pada kesehatan melalui perubahan di tingkat genom (gen), transkriptom (mRNA), proteom (protein), metabolom (metabolit) serta perubahannya di tingkat fisiologis. 2. Nutrigenetic mempelajari efek variasi genetik terhadap interaksi antara komponen diet (nutrien esensial, substansi bioaktif atau metabolit dari komponen diet) dan kesehatan sehingga menunjukkan kerentanan kelompok tertentu. terhadap penyakit yang disebabkan oleh diet. Alamat korespondensi: Dr. Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K). Divisi Nutrisi & Penyakit Metabolik. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Jl. Salemba no.6, Jakarta 10430. Telepon: 021-3915715. Fax: 021-390 7743.
Interaksi gen-diet-penyakit
2,3,4
Sampai saat ini, hampir 1000 gen penyakit manusia sudah teridentifikasi, 97% diantaranya diketahui sebagai penyebab penyakit monogenik (artinya mutasi di satu gen saja sudah cukup untuk menjelaskan penyebab penyakit). Pada beberapa penyakit monogenik, modifikasi asupan makanan dapat mencegah munculnya gejala klinis. Salah satu contohnya adalah fenilketonuria (PKU), penyakit genetik autosomal resesif yang ditandai oleh defek enzim fenilalanin hidroksilase yang berfungsi mengubah fenilalanin menjadi tirosin. Akibatnya terjadi penumpukan fenilalanin dan produk pemecahannya di darah ser ta berkurangnya produksi tirosin yang meningkatkan risiko kerusakan saraf dan retardasi mental. Jika diet restriksi fenilalanin dan suplementasi tirosin diterapkan sebagai tata laksana nutrisi pada pasien PKU yang dideteksi secara dini melalui program skrining neonatus maka dapat diharapkan tumbuhkembangnya normal.
73
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007
Ironisnya, penyebab sebagian besar penyakit kronik yang merupakan masalah global seperti obesitas, penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, keganasan, dan penyakit kronik lainnya tidak dapat dideteksi dengan strategi untuk mendeteksi penyakit monogenik. Hal ini dikarenakan penyebabnya bukan hanya satu gen melainkan interaksi yang kompleks antara beberapa gen dan faktor lingkungan, sehingga digolongkan sebagai penyakit poligenik atau multigenik. Asosiasi antara asupan makanan dan penyakit kronis untuk pertama kali dipublikasikan pada tahun 1908 berdasarkan observasi Ignavtovski bahwa kelinci yang diberi makan daging, susu dan telur mengalami lesi arteri yang menyerupai aterosklerosis pada manusia. Meskipun beberapa penelitian epidemiologis berulangkali memperlihatkan asosiasi antara asupan makanan dengan angka kejadian dan beratnya penyakit kronis, tetapi tetap sulit untuk membuktikan adanya hubungan sebab-akibat. Hal ini disebabkan tidak tercerminnya konsep bahwa makanan mengandung komponen bioaktif yang kompleks dalam desain berbagai penelitian asosiasi tersebut. Minyak jagung dapat digunakan sebagai contoh kompleksitas dari suatu bahan makanan tunggal, karena secara biokimiawi mengandung berbagai jenis dan konsentrasi asam lemak, trigliserida, sterol, ester sterol dan tokoferol yang masing-masing mempunyai efek berbeda pada fisiologi sel. Oleh sebab itu konfirmasi lebih lanjut dengan penelitian genetik atau biokimiawi pada hewan percobaan atau manusia seringkali memberikan hasil yang kontroversial. Akibatnya merancang intervensi diet yang tepat untuk mencegah munculnya penyakit kronik adalah suatu usaha yang kompleks.
Gambar 1 : (dikutip dari Gillies PJ, J Am Diet Assoc 2003;103:S52)5 Skema interaksi nutrien-gen
74
Penemuan mutakhir menyatakan bahwa efek sehat dari komponen makanan sebagian besar berhubungan dengan interaksi spesifik pada tingkat molekular yaitu partisipasi komponen diet dalam pengaturan ekspresi gen dengan mengubah aktifitas faktor transkripsi, atau melalui sekresi hormon yang mengganggu faktor transkripsi (Gambar 1) .
Gambar 2. Teknologi yang digunakan pada genomik, transkriptomik, proteomik dan metabolomik untuk mempelajari respons selular terhadap perubahan lingkungan nutrisional. Nutrisi tidak hanya bertindak sebagai substrat untuk metabolisme tetapi dapat juga mempengaruhi proses yang berlangsung secara bersinambungan dari (Dikutip dari Go et al J. Nutr. 135: 3016S–3020S, 2005) 6 genom ke transkriptom ke proteom (genotip) ke fenotip (Dikutip dari Go dkk J. Nutr. 135: 3016S–3020S, 2005)6
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007
Nutrigenomic5 Nutrigenomics adalah analisis prospektif peranan berbagai zat gizi dalam mengatur ekspresi gen. Pelbagai teknologi genomik canggih antara lain DNA microarray, RT- PCR, dan lain-lain diterapkan untuk menelitii efek zat gizi pada tingkat genom, transkriptom, proteom dan metabolom (Gambar 2). Nutrigenomics sebagai ilmu pengetahuan temuan, bertujuan memahami pengaruh nutrisi terhadap jaras metabolisme, pengendalian homeostasis serta bagaimana pengaturan ini terganggu pada penyakit yang berkaitan dengan diet. Teknologi Biomik6 Perkembangan penelitian nutrigenomic sangat dipengaruhi oleh kemajuan proyek genom manusia serta diterapkannya pelbagai teknologi biomik mutakhir yang dapat menentukan ekspresi dari ribuan gen ditingkat DNA (genomik), mRNA (transkriptomik), protein (proteomik), dan metabolit (metabolomik) secara simultan. Penelitian genomik dan transkriptomik sebagian besar dilakukan dengan teknologi DNA microarray. Proteomik dan metabolomik belum mempunyai prosedur baku, tetapi umumnya, analisis proteom dilakukan dengan two dimensional gel electrophoresis dan liquid chromatography mass spectrometry. Analisis metabolom dilakukan melalui gas chromatography mass spectrometry, liquid chromatography mass spectrometry, dan liquid chromatography nuclear magnetic resonance. (Gambar 2). Umumnya, teknologi tersebut diterapkan dalam modus differential display yaitu dengan membandingkan dua situasi (misalnya sakit versus sehat) untuk mengurangi kompleksitas data dengan hanya memeriksa perbedaan saja.
Contoh aplikasi7 Sebagai contoh aplikasi pendekatan nutrigenomic adalah suatu penelitian yang secara simultan mengidentifikasi mekanisme pengaturan ambilan (uptake) sterol di usus halus dan mekanisme terjadinya sitosterolemia (kelainan genetik yang ditandai oleh absorpsi sterol diet yang berlebihan sehingga menyebabkan hiperkolesterolemia yang berisiko tinggi
menimbulkan aterosklerosis). Dalam penelitian tersebut sekelompok mencit diberi obat yang mengganggu metabolisme lipid, kemudian dengan menggunakan teknologi DNA microarray diteliti ekspresi mRNA di pelbagai jaringan untuk selanjutnya dibandingkan dengan tingkat ekspresi kelompok kontrol. Penelitian ini mengidentifikasi sebuah gen yang belum dikenal (ABCG1). Melalui teknik simulasi computer, ditemukan bahwa dua protein yang diproduksi oleh gen ABCG1 tersebut berfungsi mengatur reverse transport sterol pada hewan melalui apeks sel usus halus. Setelah mengeksplorasi database gen manusia dapat diidentifikasi gen manusia yang homolog dengan gen mencit tersebut yaitu ABCG5 dan ABCG8. Penemuan ini dapat menjelaskan mengapa sterol diet yang secara struktural mirip dengan kolesterol, tidak diabsorbsi pada individual normal. Selanjutnya scanning gen ABCG5 dan ABCG8 pada individu yang mengalami sitosterolemia menunjukkan adanya mutasi genetik yang mengakibatkan absorpsi sterol diet yang berlebihan dan tidak terkendali. Nutrigenetic2 Nutrigenetic adalah analisis retrospektif efek variasi genetik antar individual terhadap interaksi antara diet dengan kesehatan. Sebagai ilmu pengetahuan terapan, nutrigenetic mempelajari bagaimana perubahan genetik individual mempengaruhi respons terhadap diet serta kerentanan terhadap penyakit yang berkaitan dengan diet. Identifikasi varian genetik dapat memperkirakan respons individu terhadap diet serta tingkat kerentanan terhadap penyakit yang berkaitan dengan diet. Sehingga akhirnya dapat memberikan rekomendasi nutrisi secara individual yang dikenal sebagai personalized atau indiviualized nutrition. Sejumlah pengusaha melihat peluang dalam memanfaatkan popularitas uji genetik tersebut, serta mengomersialkan rekomendasi diet individual, dengan harga berkisar antara 100-1500 USD. Sayangnya, analisis independen tentang jasa yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut menyimpulkan bahwa sesungguhnya nasehat terbaik yang pernah diberikan masih bersifat umum (bukan individualized diet seperti yang diharapkan), sedangkan yang terburuk menggiring resipien pada rasa aman yang semu. Perusahaan-perusahaan ini tidak mampu menawarkan nasehat klinis yang spesifik, karena keterbatasan uji genetik yang digunakan. (Gambar 3) 75
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007
Gambar 3. Trend dan teknologi dalam sains nutrisi (dikutip dari Gillies PJ, J Am Diet Assoc 2003;103:S51)5
Contoh aplikasi Nutrigenetic dan diabetes mellitus tipe 28 Sejumlah gen terlibat dalam pengaturan metabolisme lipid dan sensitifitas insulin, sehingga mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap DM tipe 2. Salah satunya adalah gen sterol response element binding protein-1c atau SREBP-1c (faktor transkripsi terikat membran yang dapat secara langsung mengaktifkan ekspresi beberapa gen yang terlibat dalam sintesis dan ambilan kolesterol, asam lemak, trigliserida dan fosfolipid). Penelitian pada mencit, memperlihatkan bahwa ekspresi SREBP-1c yang berlebihan dapat menyebabkan fatty liver, hipertrigliseridemia, resistensi insulin berat, dan berakhir sebagai DM tipe 2. Selanjutnya SREBP-1c dikenali sebagai calon (kandidat) gen dalam pengaturan resistensi insulin pada manusia. Dua mutasi missense pada ekson yang menyandi aminoterminal dari domain aktivasi transkripsional SREBP-1c (P87L dan P416A ) ditemukan pada pasien resistensi insulin berat. Hubungan lain yang juga ditemukan adalah antar polimorfisme nukleotida tunggal atau single nucleotide polymorphism = SNP (C / T) pada intron di antara ekson 18c dan 19c, dengan onset diabetes pada pria, tetapi tidak pada wanita. Penelitian ini menjelaskan bahwa mutasi di SREBP-1c dapat meningkatkan kerentanan terhadap munculnya DM. Lebih lanjut lagi, tampaknya SREBP-1c lebih rentan terhadap diet sehingga dapat 76
dijadikan target intervensi nutrisional. Penelitian pada mencit memperlihatkan bahwa ekspresi mRNA SREBP-1c terinduksi sangat tinggi pada mencit yang memiliki polimorfisme (-468 A/G) setelah mengonsumsi diet tinggi fruktosa. Hal ini menunjukkan bahwa polimorfisme nukleotida tunggal juga dapat mengubah kerentanan gen terhadap intervensi diet. Nutrigenetic dan penyakit cardiovaskular
2
Hiperlipidemia umumnya berkaitan dengan aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Terapinya adalah mengubah gaya hidup dengan cara mengubah diet, aktifitas fisik, dan pemberian obatobatan seperti statin. Meskipun demikian, setiap individu memberikan respons yang berbeda terhadap pengobatan. Hal ini disebabkan oleh variasi genetik dalam populasi. Variasi genetik pada gen yang menjadi apolipoprotein, beberapa enzim dan hormon dapat mengubah kerentanan individual terhadap munculnya penyakit kardiovaskular. Beberapa varian ini rentan terhadap intervensi diet, sebagai contoh. • Individu dengan alel E4 pada gen apolipoprotein E memperlihatkan kadar LDL-kolesterol yang lebih tinggi jika diberikan diet tinggi lemak dibandingkan dengan individu yang memiliki alel lain (E1, E2, E3) yang juga mendapat porsi lemak yang sama. • Polimorfisme nukleotida tunggal (-75G/A) pada gen
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007
•
apolipoprotein A1 pada seorang wanita berkaitan dengan peningkatan kadar HDL-kolesterol jika mengonsumsi diet tinggi PUFA. Individual dengan varian A memperlihatkan peningkatan kadar protektif HDL (kolesterol baik) setelah mengonsumsi diet tinggi PUFA dibandingkan dengan mereka yang memiliki varian G yang juga mengonsumsi PUFA dalam jumlah yang sama.4 Polimorfisme (-514CC) pada gen lipase hepatik berkaitan dengan peningkatan kadar HDL protektif dibandingkan dengan genotip TT (sering ditemukan pada kelompok etnik tertentu misalnya orang-orang Amerika yang berasal dari Afrika) sebagai respons terhadap diet tinggi lemak.9
Nutrigenetic dan kanker
10
Zat-zat gizi dapat berkontribusi terhadap timbulnya kanker terutama di usus besar, lambung dan payudara. Beberapa varian gen telah diidentifikasi sebagai gen yang rentan. Salah satu contoh adalah gen N-asetiltransferase (NAT), merupakan enzim metabolisme fase II yang tersedia dalam 2 bentuk yaitu NAT1 dan NAT2. Polimorfisme juga ditemukan pada NAT1 dan NAT2, beberapa diantaranya dikaitkan dengan kemampuan asetilasi NAT, secara lambat, intermediat atau cepat. Gen NAT terlibat dalam asetilasi amin aromatik heterosiklik (AAH) yang ditemukan pada bahan makanan yang diolah dengan menggunakan suhu tinggi (digoreng, dipanggang, dibakar) khususnya daging merah. Sewaktu memasak daging merah pada suhu tinggi, beberapa asam amino bereaksi dengan kreatin menghasilkan AAH. Amin aromatik heterosiklik dapat diaktivasi melalui asetilasi menjadi metabolit reaktif yang mengikat DNA dan menyebabkan kanker. Hanya asetilator cepat NAT2 yang dapat melakukan asetilasi tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa genotip asetilator cepat NAT2 berisiko lebih tinggi untuk menyebabkan kanker usus besar pada individual yang mengonsumsi daging merah dalam jumlah yang relatif banyak.
Kesimpulan Nutritional genomic menjanjikan terciptanya sejumlah rekomendasi diet sebagai hasil penelitian yang mendalam tentang interaksi nutrien-gen. Rekomendasi diet yang diharapkan adalah yang sesuai dengan pola variasi genetik
individual (nutrisi individual= personalized nutrition) sehingga dapat diterapkan sebagai nutrisi pencegahan terhadap timbulnya penyakit kronik. Sejauh ini, kemampuan nutritional genomic untuk memenuhi harapan tersebut masih diperdebatkan dan kontroversial. Tantangan utama yang dihadapi saat ini adalah menentukan kapan informasi yang didapatkan dianggap cukup kuat untuk dijadikan landasan dalam merekomendasikan nutrisi pencegahan.
Daftar Pustaka 1.
Wikipedia. Nutritional Genomics, Diunduh dari htttp: //en.wikipedia.org/wiki/ Nutritional_ genomics” pada tanggal 3 Februari 2007. 2. Ordovas JM, Mosser V. Nutrigenomics and nutrigenetics. Current Opinion in Lipidology 2004; 15:101-8. 3. Kaput J. Rodriguez RL. Nutritional genomics: the next frontier in the postgenomic era. Physiol Genomics 2004; 16:166-77. 4. Mutch DM, Wahli W, Williamson G. Nutrigenomics and nutrigenetics: the emerging faces of nutrition. FASEB J 2005; 9:1602-16. 5. Gillies PJ. Nutrigenomics: The Rubicon of molecular nutrition. J Am Diet Assoc 2003; 103:S50-S55. 6. Go VLW, Nguyen CTH, Harris DM, Lee W-NP. Nutrient-Gene Interaction: Metabolic Genotype-Phenotype Relationship. J Nutr 2005; 135:3016S-20S 7. Berge KE, Tian, H, Graf GA. Accumulation of dietary cholesterol in sitosterolemia caused by mutations in adjacent ABC transporters. Science 2000; 290:1771-5. 8. Laudes M, Barroso I, Luan J. Genetic variants in human sterol regulatory element binding protein-1c in syndromes of severe insulin resistance and type2 diabetes. Diabetes 2004; 53:842-6 9. Fisler JS, Warden CH. Dietary fat and genotype: toward individualized prescriptions for lifestyle changes. Am J Clin Nutr 2005; 81:1255-6. 10. Lilla C, Verla-Tebit E, Risch A. Effect of NAT1 and NAT2 genetic polymorphisms on colorectal cancer risk associated with exposure to tobacco smoke and meat consumption. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev 2006; 15: 99-107. 11. Stover PJ. Nutritional genomics. Physiol Genomics 2004; 16:161-5 12. Gillies PJ, Krul ES. Using genetic variation to optimize nutritional preemption. J. Nutr. 2007; 137:270S-274S.
77