EVALUASI STRATEGI DALAM UPAYA MEMINIMALISIR RISIKO BERMASALAH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH PERIODE 2011-2013 (STUDI KASUS: PT.BANK MUAMALAT INDONESIA, TBK) Nurmania, Mohamad Heykal Universitas Bina Nusantara, Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27 Jakarta Barat 11530, 021-53696969,
[email protected] [email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia dalam upayanya meminimalisir risiko bermasalah pada pembiayaan murabahah periode 2011-2013. Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data dan informasi melalui wawancara dan observasi untuk mendapatkan data primer dan studi kepustakaan untuk mendapatkan data sekunder. Hasil dari penelitian ini ialah strategi yang diterapkan Bank Muamalat dalam upayanya meminimalisir risiko pembiayaan murabahah bermasalah di tahun 2012 kurang efektif dikarenakan pada kolektabilitas kategori macet menduduki nilai tertinggi, hasilnya rasio NPF di tahun 2012 adalah sebesar 0,054% meningkat sebesar 0,015% dari tahun 2011 yang memiliki rasio NPF pembiayaan murbahah sebesar 0,039%, berbeda dengan tahun 2013 dimana nilai outstanding yang lebih besar tidak diikuti dengan kenaikan tingkat kolektabilitas yang masuk dalam kategori non-performing financing. Dalam penerapan manajemen risiko, BMI mengacu pada peraturan yang di publikasikan oleh Bank Indonesia, dimana peraturan BI tersebut mengacu pada standar yang dipublikasikan Basel dan IFSB. Simpulan dari penelitian ini adalah Bank Muamalat Indonesia terbilang mempunyai strategi yang cukup baik dalam upayanya meminimalisir risiko bermasalah pada pembiayaan murabahah, meskipun nilai rasio NPF di tahun 2012 adalah paling tinggi diantara tahun 2011 dan 2013 namun rasio tersebut masih dibawah batas maksimum yang ditetapkan BI sebesar 5%.(N) Kata Kunci: Strategi, Pembiayaan Murabahah, Pembiayaan Bermasalah, Risiko Pembiayaan
Abstract The purpose of this study was to determine the strategy conducted by Bank Muamalat Indonesia in its efforts to minimize the risk of problems in the financing murabaha 2011-2013. The method in this research is descriptive qualitative data collection techniques and information through interviews and observation to get primary data and literature study to obtain secondary data. Results from this study is that the strategy adopted by Muamalat Bank in an attempt to minimize the risk of murabahah financing problems in 2012 is less effective due to the jam category collectability occupy the highest value, the result is the ratio of NPF in 2012 amounted to 0.054% increased by 0.015% from the year 2011 which has NPF ratio murbahah financing amounted to 0.039%, in contrast to the year 2013 where the outstanding value that bigger is not followed by an increase in the level of collectability that fall into the category of non-performing financing. In the application of risk management, BMI refers to the regulations published by Bank Indonesia, where the BI regulation refers to a standard published Basel and IFSB. The conclusions of this study is Bank Muamalat Indonesia relatively has a pretty good strategy in an attempt to minimize the risk of problems in financing murabaha, although the value of NPF ratio in 2012 was highest between 2011 and 2013, but the ratio is still below the maximum limit set by BI at 5 %. (N) Key Words: Strategy, Murabahah Financing, Non-Performing Financing, Risk Financing
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan kebutuhan dan zaman, pengetahuan dan praktik-praktik perekonomian yang semakin berkembang di Indonesia maupun di dunia mulai melirik sektor perekonomian berbasis syariah. Mengacu pada pendapat Sjahdeini (2014) penafsiran mengenai riba yang mengatakan bahwa bunga perbankan modern adalah riba, telah menimbulkan kebutuhan mengenai perlunya didirikan lembaga keuangan yang kegiatan usahanya berdasarkan selain bunga. Sehubungan dengan ini, perbankan syariah merupakan alternatif dari sitem perbankan konvensional. Praktik perbankan syariah harus dilaksanakan dengan menggunakan instrumen-instrumen keuangan yang bertumpu pada asas pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing principle) bukan bertumpu pada bunga. Berdasarkan data yang dirilis oleh Bank Indonesia, pada tahun 2011 market share perbankan syariah terhadap perbankan nasional telah mencapai sekitar 3,8%. Masih dalam publikasi yang sama, disebutkan bahwa didukung dengan peningkatan penyaluran dana masyarakat yang cukup tinggi (meningkat sebesar 46,43% dari Oktober 2010 ke Oktober 2011). Salah satu skema pembiayaan yang mendominasi dalam penyaluran dana masyarakat adalah melalui akad murabahah (berjumlah sekitar 42,42% dari total penyaluran dana pada periode Oktober 2010 sampai dengan Oktober 2011). Dalam pembiayaan murabahah bank bertindak sebagai penjual (ba’i) dan nasabah bertindak sebagai pembeli (musytari). Artinya bahwa perjanjian antara pihak bank dan nasabah adalah perjanjian jual-beli, contohnya jika seorang nasabah ingin membeli sebuah rumah, bank akan mengeluarkan sejumlah uang untuk membeli rumah tersebut kemudian baru menjualnya kembali kepada nasabah. Penjualan kepada nasabah ini adalah harga asli dari rumah tersebut ditambah mark up atau margin sebagai keuntungan bank. Maka dari situlah bank mendapatkan manfaat atau keuntungan dari pembiayaan yang dilakukan tersebut. Perjanjian kredit pada bank konvensional menggunakan prinsip semakin lama suatu kredit diberikan maka semakin banyak pula bunga yang didapat oleh pihak bank atau lebih dikenal sebagai time value of money. Berbeda dengan prinsip yang diberlakukan pada perbankan syariah dimana besar kecilnya mark up atau margin dipengaruhi oleh besar kecilnya risiko yang ditanggung atas suatu pembiayaan. Hasil wawancara dengan pihak muamalat institute didapat keterangan bahwa risiko yang secara signifikan dapat terjadi pada pembiayaan murabahah adalah risiko kredit, risiko pasar dan risiko investasi. Dalam hal menanggulangi risiko dalam pembiayaan murabahah tersebut telah ada fatwafatwa DSN-MUI atau Peraturan BI yang dapat menjadi acuan pelaksanaan transaksi murabahah. Namun adakalanya sebuah lembaga keuangan syariah memiliki strategi tersendiri untuk meminimalisir atau bahkan menghindari risiko-risiko yang dapat terjadi dalam transaksi murabahah. Dari latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul tentang “EVALUASI STRATEGI DALAM UPAYA MEMINIMALISIR RISIKO BERMASALAH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH PERIODE 2011-2013 (STUDI KASUS: PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, TBK)”
Kajian Pustaka Penelitian Elsa Nur Saba (2014) yang berjudul “Evaluasi Strategi Penanganan Pembiayaan KPR Bermasalah Pada Bank Syariah (Studi Kasus Pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk)” yang merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan data primer dan data sekunder , penelitian ini menggunakan teknik wawancara dan dokumentasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur permohonan KPR, faktor-faktor penyebab pembiayaan KPR bermasalah, dan strategi penanganan KPR bermasalah. Hasil dari penelitian ini ialah diketahui bahwa prosedur pemberian pembiayaan KPR telah sesuai dengan peraturan Bank Muamalat maupun peaturan Bank Indonesia. Faktor penyebab pembiayaan KPR bermasalah adalah kurangnya penilaian bank terhadap nasabah, buruknya karakter nasabah, jadwal angsuran tidak sesuai dengan kondisi nasabah, PHK, dan musibah. Penanganan pembiayaan bermasalah dengan cara pembinaan nasabah, revitalisasi proses, hapus buku, dan melalui jaminan. Implementasi penanganan pembiayaan bermasalah pada Bank Muamalat berpedoman pada peraturan yang berlaku, baik itu menurut fatwa DSN MUI maupun peraturan Bank Indonesia. Penelitian yang dilakukan Nisah Hairiah (2014) dengan judul “Penanganan Pembiayaan Bermasalah Dalam Produk Murabahah Pada PT. Bank Muamalat, Tbk Cabang Bogor”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur pembiayaan murabahah, faktor apa yang menyebabkan pembiayaan murabahah bermasalah, dan bagaimanan penanganan yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia cabang Bogor. Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang mendeskripsikan tentang penanganan pembiayaan bermasalah yang dilakukan oleh PT. Bank Muamalat Indonesia cabang Bogor. Data yang digunakan adalah data primer berupa hasil wawancara dengan pihak-pihak terkait, dan data sekunder yang diperoleh dari website Bank Muamalat Indonesia. Penelitian tersebut menyimpulkan faktor yang menyebabkan pembiayaan murabahah bermasalah disebabkan oleh faktor eksternal dan internal diantaranya adalah karena karakter nasabah yang menyalahgunakan tujuan awal seharusnya untuk modal usaha , telat dalam melakukan pembayaran, nasabah berada diluar kota, tidak terdebet oleh sistem sehingga nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada BMI secara lancar. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Nor Amira Bt Mohamad et al (2014) dengan judul “Islamic Credit Risk Management in Murabahah Financing -The Study of Islamic Banking in Malaysia”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa signifikannya risiko kredit pada pembiayaan murabahah pada bank syariah di Malaysia dan bagaimana penanganan dari risiko kredit tersebut. Penelitian dalam bentuk jurnal ilmiah tersebut menyimpulkan pencegahan risiko kredit (pembiayaan) dapat dilakukan dengan menggunakan agunan sebagai jaminan terhadap risiko, pedoman dan prosedur syariah harus diterapkan secara koheren oleh bisnis perbankan sehingga risiko akan terkontrol dengan memiliki instrument yang efektif. Ada beberapa persamaan antara penelitian-penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, yaitu sama-sama meneliti tentang pembiayaan murabahah bermasalah dan mengetahui bagaimana penanganan dari pembiayaan murabahah bermasalah tersebut. Perbedaan dari penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian terdahulu tersebut adalah terletak pada pembahasan sejauh mana pengelolaan manajemen risiko Bank Muamalat dapat meminimalisir risiko pembiayaan murabahah bermasalah. Hal ini dilakukan penulis dengan pertimbangan bahwa adanya pembiayaan bermasalah juga dapat disebabkan oleh rendahnya kualitas manajemen risiko yang ada di bank. Rumusan Masalah Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.Strategi apakah yang dilakukan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk dalam upaya untuk meminimalisir adanya risiko bermasalah pada pembiayaan murabahah periode 2011-2013? 2.Bagaimanakah pengelolaan manajemen risiko pembiayaan Bank Muamalat Indonesia terkait upaya Bank dalam meminimalisir risiko bermasalah pada pembiayaan murabahah periode 2011-2013?
3.Langkah dan solusi apakah yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia terkait adanya pembiayaan murabahah periode 2011-2013 yang bermasalah? Tujuan Penelitian 1.Untuk mengetahui strategi yang dilakukan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk dalam upaya untuk meminimalisir adanya risiko bermasalah pada pembiayaan murabahah periode 20112013. 2.Untuk mengetahui pengelolaan dari penerapan manajemen risiko terkait dengan strategi Bank Muamalat Indonesia untuk meminimalisir risiko bermasalah pada pembiayaan murabahah periode 2011-2013. 3.Untuk mengetahui proses dari penanganan pembiayaan murabahah yang bermasalah. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah deskriftif kualitatif yaitu dengan menggambarkan atau mendeskripsikan suatu permasalahan yang didasari dengan data yang tersedia kemudian dianalisis lebih lanjut yang kemudian akan ditarik kesimpulannya. Untuk data yang digunakan adalah jenis data primer dan sekunder. Yang mana data primer didapat penulis langsung dari Bank Muamalat Indonesia sebagai objek penelitian, data ini didapat dari hasil wawancara dengan pihak Muamalat Institute, kemudian studi kepustakaan yang dilakukan dari hasil analisis Annual Report untuk periode 2011-2013. Sedangkan data sekunder didapat dari berita, jurnaljurnal, penelitian sebelumnya, dan hasil karya ilmiah lainnya. Hasil yang didapat dari pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah, feedback wawancara dengan pihak Muamalat Institute yang mana mereka men-cycle pertanyaan wawancara yang diajukan penulis kepada divisi atau departemen perusahaan yang dirasa dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan penulis. Penulis juga mendapatkan beberapa data yang dibutuhkan baik dalam bentuk hardcopy atau softcopy. HASIL DAN BAHASAN Hasil dari penelitian yang dilakukan penulis dalam kaitannya dengan strategi Bank Muamalat Indonesia dalam upaya mereka meminimalisir risiko pembiayaan murabahah bermasalah pada periode 2011-2013 adalah sebagai berikut. Analisis Pembiayaan Murabahah Bermasalah Bank Muamalat Indonesia Berikut penulis paparkan jumlah pembiayaan murabahah yang dilakukan BMI dari tahun 2011-2013. Selanjutnya penulis akan menghitung rasio dari NPF (non performing financing) untuk mengetahui seberapa besar persentase dari pembiayaan murabahah bermasalah terhadap total dari pembiayaan murabahah.
Tabel 4.2 Total Pembiayaan Murabahah Periode 2011-2013 Kategori
2011
2012
2013
Lancar (Collectability 1)
9.063.419.789
14.185.847.357
16.952.878.873
Dalam perhatian khusus (Collectability 2)
298.169.497
476.912.523
477.014.099
Kurang lancar (Collectability 3)
35.658.116
51.950.049
45.720.853
Diragukan (Collectability 4)
13.947.710
18.347.280
37.587.569
Macet (Collectability 5)
21.618.097
262.855.528
50.099.677
Outstanding 9.432.813.209 14.995.912.737 Sumber: Annual Report PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
17.563.301.071
Berikut adalah analisa non performing financing pada periode 2011-2013 atas pembiayaan murabahah yang disalurkan oleh Bank Muamalat Indonesia. Formula rasio non performing financing (NPF), dimana: 1.
Rasio NPF 2011
2.
Rasio NPF 2012
3.
Rasio NPF 2013 %
Untuk NPF di tahun 2012 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya (2011) dengan
Gambar 4.1
Persentage
Rasio NPF 2011-2013 0.100% 0.050% Rasio NPF
0.000% 2011
2012
2013
Periode
nilai rasio NPF sebesar 0,054%, sedangkan tahun 2011 hanya menduduki tingkat NPF sebesar 0,039% hal ini karena peningkatan pembiayaan sebesar 14.995.912.737 di tahun 2012 juga diikuti dengan meningkatnya kolektabelitas pada tingkat 2 sampai dengan 5. Sedangkan rasio NPF di tahun berikutnya yaitu tahun 2013 mengalami perbaikan dengan tingkat rasio NPF sebesar 0,034%, upaya pemantauan kualitas pembiayaan dan penerapan prosedur pemberian pembiayaan yang lebih berhati-hati membuat rasio dari NPF ini mengalami perbaikan dari tahun sebelumnya (turun 0,020%). Berdasarkan PBI No. 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah dimana menjelaskan bahwa maksimal NPF bank syariah adalah sebesar 5%, hal ini menunjukan bahwa tingkat rasio
NPF baik dari total keseluruhan piutang maupun spesifikasi pada perhitungan NPF murabahah masih ditingkat pada kategori baik. Strategi Bank Muamalat Indonesia Dalam Upaya Meminimalisir Risiko Pembiayaan Murabahah Bermasalah Bank Muamalat Indonesia, sebagai bank yang menjalankan prinsip syariah memang harus berhati-hati dalam menetapkan strategi perusahaan terutama dalam hal penyaluran dana mengingat bahwa produk penyaluran dana khususnya murabahah adalah produk yang paling diminati nasabah. Dalam menetapkan strategi dalam upaya meminimalisir adanya pembiayaan murabahah bermasalah Bank Muamalat Indonesia mengutamakan prinsip kehati-hatian (prudential banking) mengingat bahwa ada beberapa dampak risiko yang akan muncul, dimana risiko-risiko ini sangat berkaitan satu dengan yang lainnya. Bank Muamalat Indonesia juga membentuk dan mengaktifkan Financing Risk Department yang berfungsi melakukan risk assessement atas setiap proposal pembiayaan yang diajukan oleh nasabah dalam rangka memberikan saran kepada komite pembiayaan untuk meminimalisir risiko pembiayaan. Strategi lainnya yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia adalah membangun dan menyempurnakan risk tools antara lain untuk melakukan prescreening nasabah pembiayaan, dalam bentuk scoring untuk pembiayaan segmen micro dan consumer serta rating untuk pembiayaan segmen corporate, serta untuk memonitor kinerja nasabah secara dini melalui Muamalat Early Warning System (MEWS). Melakukan managing collectability dan perhitungan tingkat kesehatan pembiayaan adalah juga termasuk strategi Bank Muamalat Indonesia dalam upaya meminimalisir risiko pembiayaan murabahah bermasalah, Tujuan dari dilakukan managing collectability adalah agar setiap account manager mengetahui teknik penyehatan pembiayaan dan pengelolaan collectability dan dapat membuat perencanaan untuk penyelesaian pembiayaan dan menghitung tingkat kesehatan pembiayaan yang diinginkan. Pengelolaan Manajemen Risiko Pembiayaan Murabahah Pembiayaan merupakan core business Bank yang mengandung risiko kredit. Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk setiap pengajuan pembiayaan oleh unit bisnis, dilakukan financing risk assessment oleh Financing Risk Management Department yang independen terhadap unit bisnis. Atas potensi risiko dalam pembiayaan, Financing Risk Management Department memberikan opini dan rekomendasi untuk melakukan mitigasi risiko dalam rangka meminimalisir risiko yang dihadapi bank. Tujuan utama dilakukannya financing risk assessment adalah: 1. 2.
3.
Meningkatkan efektivitas dan efesiensi pengelolaan risiko pembiayaan. Meningkatkan risk awareness unit bisnis untuk menerapkan azas pembiayaan yang sehat dan prinsip kehati-hatian serta memastikan bahwa setiap pengajuan pembiayaan dari cabang telah dilakukan risk assessment secara independen oleh Financing Risk Officer/Staff (FRO/FRS) sebelum diputuskan oleh Komite Pembiayaan. Memenuhi kebutuhan pembiayaan sesuai syariah.
Dalam memberikan fasilitas pembiayaan murabahah BMI berupaya sehati-hati mungkin untuk meminimalkan risiko terjadinya gagal bayar, prinsip kehati-hatian (prudent) selalu ditekankan dalam peraturan yang dipublikasikan Basel, IFSB maupun pemerintahan Indonesia. Peraturan-peraturan tersebut diterbitkan untuk meminimalisir adanya risko-risiko yang mungkin
terjadi dalam hal pemberian kredit. Risiko kredit selalu ditekankan Basel baik dalam publikasian pertama sampai dengan publikasian terakhir (ketiga). IFSB bahkan mengeluarkan guidance note khusus manajemen risiko pembiayaan murabahah sebagai salah satu usaha IFSB dalam menjaga ketahanan lembaga keuangan syariah dalam menghadapi krisis ekonomi maupun politik. Dalam peraturan yang diterbitkan oleh IFSB (Islamic Financial Standard Board) risiko pasar (market risk) dapat masuk kedalam kategori risiko kredit dalam hal jika produk murabahah itu adalah produk pembiayaan atau financing atau dalam istilah internasionalnya di kenal sebagai Commodity Murabahah Financing (CMF). Risiko pasar berlaku sebelum komoditas (barang) dijual kepada nasabah, sementara pada saat komoditas tersebut dijual kepada nasabah dengan syarat pembayaran ditangguhkan, maka risiko pasar dikonversikan menjadi risiko kredit. Di BMI risiko pasar terkonversikan kedalam risiko kredit, hal ini karena, BMI baru akan membeli atau mengadakan barang atau persediaan jika ada pesanan. BMI tidak menyimpan persediaan dalam gudang karena BMI tidak memiliki gudang penyimpanan barang, misalnya gudang penyimpanan mobil atau motor. Risiko pasar masuk kedalam nilai agunan, karena bisa jadi pada saat nasabah mengalami kemacetan pembayaran atau bahkan gagal, ketika second way out (penjualan agunan) harus dilakukan maka ada risiko bahwa nilai jual agunan turun dari yang sebelumnya diperkirakan. Penanganan Pembiayaan Bermasalah Dalam menghadapi nasabah yang mengalami wanprestasi atau mendapati nasabahnya mengalami keterlambatan dalam mengembalikan pembiayaan beberapa tindakan yang Bank Muamalat lakukan adalah: 1.
Revitalisasi Proses Revitalisasi ialah proses dimana nasabah masih memiliki itikad baik untuk membayar sisa angsurannya. Proses revitalisasi ini meliputi: a. Rescheduling Perubahan yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya. Pada proses ini pihak BMI akan melakukan penjadwalan pembayaran ulang berdasarkan kesepakatan dengan nasabah. b. Restructuring Perubahan sebagian atau selluruh ketentuan-ketentuan pembiayaan termasuk perubahan maksimum saldo pembiayaan. c. Reconditioning Perubahan sebagian atau seluruh ketentuan pembiayaan termasuk perubahan jangka waktu dan persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo pembiayaan. d. Bantuan Manajemen Penyehatan pembiayaan melalui penempatan sumber daya insani pada posisi manajemen oleh bank. Hal ini dilakukan bila: i. Permasalahan terjadi karena kesalahan manajemen. ii. Sumber pengembalian pembiayaan masih potensial.
2.
Penyelesaian Melalui Jaminan Penyelesaian melalui jaminan dilakukan bila berdasarkan hasil evaluasi ulang pembiayaan, nasabah tidak kooperatif untuk menyelesaikan pembiayaan. Revitalisasi proses tidak dapat dilakukan. Penyelesaian melalui jaminan dibagi menjadi dua, yaitu: A. Penyelesaian Dengan Cara Non-Litigasi a. Dengan cara off-set Off-set adalah penyelesaian pembiayaan melalui penyerahan jaminan secara sukarela oleh nasabah kepada bank sebagai upaya penyelesaian pembiayaannya. Off-set dapat dilakukan bila dalam prosesnya nasabah bersedia untuk menjual
jaminan secara sukarela kepada bank. Langkah yang dilakukan untuk melakukan off-set: 1. Analisa kecukupan nilai jaminan untuk menutup seluruh kewajiban dan biaya-biaya untuk proses Off-Set (Nilai beli Bank). Dengan ketentuan : i. Bila nilai beli bank lebih kecil dari nilai taksasi, maka semua kewajiban dan biaya-biaya dapat dimasukkan dalam komponen harga beli bank. ii. Bila nilai beli bank lebih besar dari nilai taksasi, maka harga beli bank maksimal sebesar nilai pasar, sisanya tetap dalam bentuk pembiayaan. iii. Untuk diangsur sampai dengan lunas, pada kondisi ini tunggakan margin tidak dapat dimasukkan sebagai harga beli bank. 2. Lakukan negosiasi dengan nasabah untuk pembelian jaminan. 3. Bila nasabah ingin membeli kembali jaminan yang akan dibeli oleh bank, maka berikan Hak Opsi dengan jangka waktu berdasarkan persetujuan kedua belah pihak. 4. Setelah mendapat persetujuan Komite Penyelesaian Pembiayaan lakukan pengikatan jual beli. 5. Lakukan pelunasan pembiayaan dan proses pengadministrasian lainnya. B.
Melalui BAMUI (Badan Arbitrase Muamalat Indonesia) Sesuai denagn klausul pasal 17 Perjanjian Pembiayaan, setiap sengketa yang timbul berdasarkan perjanjian yang dibuat antara nasabah dan BMI, maka akan diselesaikan melaui Badan Arbitrase Muamalat Indonesia. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Pembuatan Usulan Penyelesaian ke Komite Pembiayaan 2. Pembuatan Surat Gugatan ke BAMUI 3. Pengajuan Gugatan ke BAMUI (pendaftaran perkara) 4. Sidang BAMUI (jangka waktu paling lama 6 bulan) 5. Putusan BAMUI 6. Pendaftaran putusan BAMUI ke Pengadilan Negeri 7. Permohonan Pelaksanaan Putusan BAMUI ke Pengadilan Negeri 8. Pelaksanaan Eksekusi oleh Pengadilan Negeri. Keputusan yang dikeluarkan oleh BAMUI akan didaftarkan di PN untuk mendapatkan pengesahan, sehingga akan mempunyai kekuatan eksekutorial. Tahap selanjutnya adalah melakukan lelang dengan penyelesaian secara cash, ataupun jaminan tersebut dibeli oleh bank.
C.
Penyelesaian Dengan Cara Litigasi Litigasi adalah penyelesaian pembiayaan melalui jalur hukum yang dilakukan melalui pengadilan. Sebelum dilakukan proses litigasi melalui pengadilan, perlu dilakukan check dan evaluasi sebagai berikut: 1. Dokumen surat-menyurat BMI kepada nasabah, Surat peringatan 1, 2 dan 3dan surat nasabah kepada BMI; 2. Dokumen perjanjian dan jaminan hak tanggungan, sehingga secara yuridis posisi BMI menjadi kuat; 3. Jatuh waktu fasilitas pembiayaan, karena proses litigasi hanya dapat dilakukan apabila fasilitas pembiayaan nasabah telah jatuh waktu. Setelah dilakukan hal-hal diatas, selanjutnya dilakukan: 1. Mencari lawyer yang telah dianggap cakap, pengalaman dalam bidang penagihan dan dapat bekerjasama dengan BMI; 2. Membuat UP (usulan pembiayaan) ke komite UP perihal persetujuan pemakaian lawyer dan biaya-biaya yang timbul; 3. Memintakan rencana kerja dan target date dari lawyer yang telah disetujui komite.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1.
Salah satu strategi yang di terapkan BMI dalam menjalankan kegiatan operasionalnya khususnya pada pembiayaan murabahah adalah menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential banking). Namun strategi penerapan prudential banking ini dirasa penulis kurang berhasil untuk periode penyaluran pembiayaan di tahun 2012, dikarenakan berdasarkan publikasi kolektabilitas pembiayaan murabahah untuk kategori pembiayaan macet (kolektabilitas 5) ditahun 2012 adalah yang paling tinggi diantara tahun sebelum dan sesudahnya. Pada pembiayaan kategori macet ini dapat dipastikan bahwa nasabah sudah tidak mampu lagi membayar kewaibannya kepada bank, oleh sebabnya penulis simpulkan bahwa ditahun 2012 ini pihak internal BMI khususnya komite pembiayaan kurang berhati-hati dalam melakukan pengumpulan data (inisiasi & solisitasi) dimana pada tahap tersebut dilakukan penghimpunan informasi yang mencakup informasi umum, informasi kebutuhan nasabah, informasi kemampuan membayar kembali, informasi barang jaminan, dan informasi hubungan dengan bank (analisis kuantitatif/laporan keuangan nasabah pada rekening bank). Selalu melakukan monitoring atas pembiayaan juga merupakan salah satu upaya BMI dalam meminimalisir risiko adanya pembiayaan murabahah bermasalah, hal ini terbukti dengan dilakukannya penyempurnaan risk tools untuk melakukan prescreening nasabah pembiayaan, serta memonitor kinerja nasabah secara dini melalui Muamalat Early Warning System (MEWS). BMI juga menerapkan managing collectability dan perhitungan tingkat kesehatan pembiayaan dengan tujuan agar setiap account manager mengetahui teknik penyehatan pembiayaan dan pengelolaan collectability dan dapat membuat perencanaan untuk penyelesaian pembiayaan dan menghitung tingkat kesehatan pembiayaan yang diinginkan. Rasio NPF pada tahun 2012 tercatat 0,054% berdasarkan perhitungan kolektabilitas dari pembiayaan murabahah, rasio NPF di tahun 2012 ini meningkat dari tahun sebelumnya (2011) dengan tingkat rasio NPF sebesar 0,039% (naik 0,015%) hal ini terjadi karena adanya ekspansi pembiayaan khususnya pada pembiayaan murabahah yang cukup agresif karena kenaikan jumlah pembiayaan tersebut juga diikuti dengan kenaikan pembiayaan pada tingkat kolektabelitas 2 sampai dengan 5. Untuk NPF di tahun 2013 mengalami penurunan nilai rasio NPF sebesar 0,034%. Hal ini karena peningkatan pembiayaan sebesar 17.563.301.071 tidak diikuti dengan meningkatnya kolektabelitas pada tingkat 2 sampai dengan 5
2.
BMI selalu melakukan financing risk assessement untuk setiap pengajuan pembiayaan oleh unit bisnis. Financing risk assessement ini dilakukan oleh Financing Risk Management Department yang independen. Tujuan dilakukan financing risk assessement ini adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan risiko pembiayaan serta meningkatkan risk awareness unit bisnis untuk menerapkan azas pembiayaan yang sehat dan menerapkan prinsip prudential banking. Dalam pengelolaan manajemen risiko BMI selalu menerapkan prinsip kehati-hatian sebagai upaya meminimalisir atas terjadinya risiko bermasalah pada pembiayaan murabahah. Penekanan pada prinsip prudential banking bukan hanya sebagai formalitas atas peraturan yang diterbitkan PBI, Basel dan IFSB, namun sebagai action dan kesadaran BMI dalam menjaga stabilitas risiko pembiayaan. Berdasarkan informasi hasil wawancara dengan pihak BMI risiko pembiayaan murabahah yang paling signifikan terjadi adalah risiko kredit, risiko pasar dan risiko investasi. Namun hal ini justru bertolak belakang dengan publikasi Annual Report untuk periode 2011-2013 dimana risiko investasi belum masuk kedalam perhitungan profil risiko Bank Muamalat. Menurut IFSB ada 5 jenis risiko utama terkait dengan murabahah financing yaitu risiko pasar, risiko kredit, risiko likuiditas, risiko imbal hasil, dan risiko operasional. Namun, risiko tersebut ditetapkan secara standar global, sedangkan penerapan akad murabahah
3.
disetiap negara berbeda-beda. Di Indonesia risiko yang paling signifikan terjadi dalam pembiayaan murabahah adalah risiko kredit, risiko pasar, dan risiko operasional. Ada 2 cara yang dilakukan BMI dalam hal penanganan dan solusi atas adanya pembiayaan bermasalah. Cara pertama adalah dengan revitalisasi proses. Revitalisasi proses dilakukan jika nasabah masih ada niatan baik untuk melakukan pembayaran atas kewajibannya kepada bank. Dalam revitalisasi proses bank akan melakukan rescheduling, restructuring, reconditioning dan bila perlu dengan bantuan manajemen bank. Cara kedua adalah penyelesaian melalui jaminan. Penyelesaian melalui jaminan ini dilakukan apabila nasabah sudah tidak kooperatif untuk menyelesaikan pembiayaan. Dalam publikasi Fatwa DSN-MUI No. 47/DSN-MUI/II/2005 Tentang Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar, pada poin pertimbangan fatwa tersebut menyatakan dalam hal nasabah tidak mampu membayar, maka diselesaikan dengan prinsip-prinsip syariah islam. Dalam fatwa tersebut juga dijelaskan dalam putusan kedua poin satu, jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional setelah tidak tercapai kesepakatan dalam musyawarah.
Berdasarkan kesimpulan yang penulis paparkan atas penelitian ini, maka beberapa saran yang penulis rekomendasikan adalah sebagai berikut: 1.
2.
3.
BMI sebaiknya mempunyai perencanaan yang matang dalam melakukan ekspansi pembiayaan agar ekspansi tersebut tidak diikuti dengan meningkatnya angka pembiayaan bermasalah. Hal ini tentunya juga mengacu pada peraturan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 dimana dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa dalam menyalurkan dana perbankan syariah wajib melakukan penilaian yang seksama terhadap watak (character), kemampuan (capacity), modal (capital), agunan (collateral), dan prospek usaha dari calon nasabah penerima pembiayaan (condition of economic) BMI sebaiknya memasukan risiko operasional sebagai salah satu risiko yang paling signifikan terjadi atas adanya pembiayaan murabahah bermasalah. Hal ini pun agar sesuai dengan standar yang telah di publikasikan IFSB terkait dengan risiko-risiko yang ada di pembiayaan murabahah. Sedangkan risiko investasi seharusnya tidak masuk kedalam salah satu risiko yang diperhitungkan dalam pembiayaan murabahah, karena bai’ al-murabahah yang ada di Indonesia yang mana juga diterapkan BMI adalah jenis bai’ al-murabahah yang bersifat at tamwil bi al-murabahah atau dalam publikasi IFSB disebut commodity murabahah financing. Dalam penelitian tentang risko bermasalah pada pembiayaan murabahah ini dirasa penulis masih banyak sekali kekurangannya. Risiko bermasalah tentu juga ada pada produk pembiayaan lainnya seperti produk mudharabah, musyarakah, Ijarah, dan lainnya di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk yang mungkin suatu saat akan ada penelitian tentang produk tersebut.
REFERENSI Hairiah, Nisah. (2014). Penanganan Pembiayaan Bermasalah Dalam Produk Murabahah Pada PT. Bank Muamalat, Tbk Cabang Bogor. Skripsi S1. Jurusan Ekonomi dan Bisnis Islam, Fakultas Ekonomi Syariah, Sekolah Tinggi agama Islam Terpadu Modern Sahid. Bogor. IFSB. (2005). Guiding Principles of Risk Management For Institutions (Other Than Insurance Institutions) Offering Only Islamic Financial Services. Kuala Lumpur: Islamic Financial Services Board . Mohamad, Siti Nor Amira bt, et al (2014). Islamic Credit Risk Management in Murabahah Financing -The Study of Islamic Banking in Malaysia. Australian Journal of Basic And Applied Sciences, 8(6), 318-323. Muamalat Institute, Research Training Consulting & Publication. Jakarta.
PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. (2011). Laporan Tahunan Annual Report Bank Muamalat Indonesia 2011. Jakarta: PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. (2012). Laporan Tahunan Annual Report Bank Muamalat Indonesia 2012. Jakarta: PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. (2013). Laporan Tahunan Annual Report Bank Muamalat Indonesia 2013. Jakarta: PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Saba, Elsa Nur. (2014). Evaluasi Strategi Penanganan Pembiayaan KPR Bermasalah Pada Bank Syariah (Studi Kasus Pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk). Skripsi S1. Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Sekolah Tinggi Ilmu ekonomi Indonesia. Jakarta. Sjahdeini, Sutan Remy. (2014). Perbankan Syariah Produk-Produk dan Aspek Hukumnya. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. www.bankmuamalat.co.id www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Perbakan+Syariah/ www.bis.org/bcbs/ www.ifsb.org
RIWAYAT HIDUP Nurmania lahir di Jakarta pada 12 Desember 1993. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Akuntansi pada tahun 2015.