perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
NOVEL DI KAKI BUKIT CIBALAK KARYA AHMAD TOHARI (ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA)
SKRIPSI
Oleh: Ayuatma Nirmala Utami K1209011
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to 2013 user Februari
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama
: Ayuatma Nirmala Utami
NIM
: K1209011
Jurusan/Program Studi : PBS/Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “NOVEL DI KAKI BUKIT CIBALAK KARYA AHMAD TOHARI (ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA)” ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, 29 Januari 2013
Ayuatma Nirmala Utami
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
NOVEL DI KAKI BUKIT CIBALAK KARYA AHMAD TOHARI (ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA)
Oleh: Ayuatma Nirmala Utami K1209011
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mendapat Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Februari commit to 2013 user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta,
Pembimbing I,
Januari 2013
Pembimbing II,
Dr. Suyitno, M.Pd.
Dr. Kundharu Saddhono, M.Hum.
NIP 19520122 198003 1 001
NIP 19760206 200212 1 004
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari
: Selasa
Tanggal : 26 Februari 2013
Tim Penguji Skripsi Nama Terang Ketua
:
Tanda Tangan
Drs. Edy Suryanto, M.Pd.
___________
Sekretaris :
Sri Hastuti, S.S., M.Pd.
___________
Anggota I :
Dr. Suyitno, M.Pd.
___________
Anggota II :
Dr. Kundharu Saddhono, S.S., M.Hum.
___________
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. commit to user NIP 196007271987021001
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Ayuatma Nirmala Utami. K1209011. NOVEL DI KAKI BUKIT CIBALAK KARYA AHMAD TOHARI (ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA). Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Januari 2013. Tujuan penelitian ini adalah menerapkan pendekatan sosiologi sastra dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari, mengetahui koherensi data teks dan data genetik novel dengan masyarakat, serta data afektif novel. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif yang mengkaji tentang sastra. Informan yang peneliti ambil merupakan informan yang mewakili beberapa kalangan masyarakat yang berkedudukan di wilayah berbeda dengan kehidupan sosial yang berbeda pula, dengan golongan pembaca ahli dan pembaca awam di dalamnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Validitas data menggunakan teknik triangulasi sumber. Analisis data menggunakan analisis interaktif. Prosedur penelitian dilakukan mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan laporan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koherensi antara data teks novel dengan realita kemasyarakatan zaman sekarang banyak mengalami perubahan yang dikarenakan perubahan zaman dan pola pikir masyarakat. Data genetik novel menerangkan bahwa pengarang menulis novel karena naluri, bukan sekedar komersialitas semata. Data afektif menunjukkan adanya variasi opini diantara informannya, diantaranya perbedaan pemahaman terhadap novel terkait pembaca ahli dan awam, serta perbedaan pengamatan perubahan sosial masyarakat yang terjadi di daerah Banyumas oleh pembaca dari Banyumas dan dari luar Banyumas. Simpulannya adalah ditemukan hasil yang selalu berbeda tentang analisis sosiologi sastra, karena objek penelitiannya merupakan keadaan sosial yang dapat selalu berubah dari waktu ke waktu. Ditemukan pula berbagai fakta serta opini terkait dengan data objektif, data genetik, dan data afektif.
Kata kunci : kualitatif deskriptif, novel, sastra, sosiologi sastra.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Ayuatma Nirmala Utami. K1209011. “DI KAKI BUKIT CIBALAK” A NOVEL BY AHMAD TOHARI (SOCIOLOGICAL LITERARY ANALYSIS). Thesis, Teacher Training and Education Faculty Sebelas Maret University Surakarta. January 2013. The objectives of this research are to apply sociology of literature approach “Di Kaki Bukit Cibalak” a novel by Ahmad Tohari, to know the coherency between text data and genetic data of the novel with the society, also the affective data of the novel. This research is a descriptive qualitative research which studies about literature. The informants that researcher took are informants who are the representative of some society which are located in different with different social life, and the experienced reader also the beginner reader are included. The technique of collecting data is using interview, observation and documentation. To check the validity of the data researcher use triangulation source technique. The data analysis is using interactive analysis. Research procedures are done from preparation stage, execution stage, and report arrangement stage. The result of the research shows the coherency between novel text data and novel text with the social reality nowadays which has changed because of changing times and the mindset of the people. Genetic data of the novel shows that the author wrote the novel based on his instinct, not solely based on the commercial matters. The affective data shows that there are variations of opinion between the informants, including differences in the understanding of related novels experts and lay readers, as well as the observed differences social changes that occurred in the area of Banyumas by readers of Banyumas and outside Banyumas. The result about sociological literary analysis always be found different, because the object of the research is the social situation which can be changed periodically. It is also found various facts and opinions about the objective data, the genetic data, and the affective data.
Keywords: descriptive qualitative, novel, literature, sociology of literature.
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
1. Tidak akan pernah kujadikan masa laluku menjadi masa depanku.
2. Percaya bahwa mukjizat itu ada dan nyata, dan semua umat harus membuktikannya dengan ikhtiar.
3. Sekarang bukan lagi saat yang tepat untuk bermimpi maupun menggantungkan mimpi, namun adalah waktu yang sangat tepat untuk meraih mimpi.
4. Awal kecemasan adalah akhir iman, dan awal dari iman yang benar adalah akhir dari kecemasan.
5. Tersenyumlah engkau sepanjang deritamu, dan engkau akan sampai pada bahagiamu. ~ Mario Teguh ~
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Teriring syukurku pada-Mu, ku persembahkan karya ini untuk:
1. Endang Purwaningsih (Ibu), Puji Anggoro (Bapak), Siti Sundari (Embah Putri), dan Kunto Reksosiswoyo (Embah Kakung) Doa dan dukungan yang tiada putus, kerja keras yang tiada henti, pengorbanan yang begitu luar biasa, dan kasih sayang yang tak terbatas adalah sumber ketenangan lahir dan batinku yang menguatkanku untuk berjuang di perantauan ini demi seuntai kata syukur kepada Allah SWT. 2. Dwi Guruh Wijanarko (Adik) Yang tanpa sadar hadirmu selalu dapat memotivasiku untuk menjadi sosok kakak yang bisa dijadikan contoh untuk jalan hidupmu kelak dan lanjutkanlah mimpimimpiku yang belum sempat terwujud. 3. “Kakak” Kau ibarat air untukku, kau telah membasuh lukaku, menentramkan hati ini dengan kejernihanmu, dan hadirmu, dukungan, serta doamu selalu dapat memberikan ketenangan bahkan ketentraman lahir batin yang kemudian dapat memperlancar setiap langkahku. 4. Sahabat-sahabat dan “suporter”-ku Terima kasih telah membantu maupun mendukung saya selama ini, mulai dari bertukar pikiran, membantu mencari data lapangan, mencari buku referensi, dan lain-lain. (cc: om Doyo, Om Budi, Devi D.L., Siwi, Ari, Eva K., Eva L., Intan S., Warsini “Wini”, Yustina, Laely, Uny, Ikke, Devi “All”, Edyta “Ell”, Merry “Ndun”, Via “Ndul”, Nisa “Icho”, Raditya “Milo”, Novy, teman-teman kos Rahayu, dan semuanya yang maaf tidak dapat disebutkan satu per satu). 5. Informan yang telah bersedia memberikan informasi yang saya perlukan.
6. Teman-teman seperjuangan di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2009, teman-teman PPL di SMP Islam Diponegoro Surakarta, dan Almamater FKIP UNS Surakarta. commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “NOVEL DI KAKI BUKIT CIBALAK KARYA AHMAD TOHARI (ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan demi mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan izin penyusunan skripsi; 2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan izin penyusunan skripsi dan dorongan semangat; 3. Dr. Kundharu Saddhono, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah membantu memberikan izin penyusunan skripsi, dorongan semangat, dan bimbingan; 4. Dr. Suyitno, M.Pd., selaku Pembimbing I, yang selalu memberikan motivasi dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini 5. Dr. Kundharu Saddhono, M.Hum., selaku Pembimbing II, yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Drs. Amir Fuady, M.Hum., selaku Pembimbing Akademik, yang telah membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan telah memberikan dukungan dalam penulisan skripsi; 7. Ahmad Tohari, Sastrawan, Pengarang novel Di Kaki Bukit Cibalak, yang mengizinkan karyanya untuk dianalisis dan bersedia memberikan infomasi dalam penelitian ini 8. Drs. Yant Mujiyanto, M.Pd., Sastrawan, Dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNS Surakarta, yang bersedia menjadi informan dalam penelitian ini; 9. Aris Widianto, S.Pd., Guru Bahasa Indonesia SMP Negeri 1 Bojongsari, Purbalingga, yang bersedia menjadi informan dalam penelitian ini; 10. Trinela Sabconita, S.Pd., Guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Purbalingga, Purbalingga, yang bersedia menjadi informan dalam penelitian ini; 11. Eva Khofiyana, Mahasiswi Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNS Surakarta, yang bersedia menjadi informan dalam penelitian ini; 12. Susi Sugiharti, Mahasiswi PMIPA FKIP UNS Surakarta, yang bersedia menjadi informan dalam penelitian ini; 13. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak mungkin disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Surakarta,
commit to user
xi
Februari 2013
Penulis,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………….....
i
HALAMAN PERNYATAAN ……………………………………………...
ii
HALAMAN PENGAJUAN ………………………………………………...
iii
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………………...
iv
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………...
v
HALAMAN ABSTRAK …………………………………………………...
vi
HALAMAN ABSTRACT …………………………………………………...
vii
HALAMAN MOTTO ……………………………………………………....
viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………………
ix
KATA PENGANTAR ……………………………………………………...
x
DAFTAR ISI ……………………………………………………………..…
xii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….
xiv
DAFTAR TABEL …………………………………………………………..
xv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………..
xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………………………………………...
1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………
4
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………….
4
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………...
4
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori …………………………………………………….
6
1. Hakikat Novel ………………………………………………
6
2. Koherensi Unsur-unsur Data Teks Novel (Data Objektif)…..
8
3. Data Genetik Novel …………………………………………
10
4. Data Afektif Novel ………………………………………….
11
5. Hakikat Pendekatan Sosiologi Sastra ……………...……......
12
6. Konflik Sosial dalam Karya Sastra ………………………… commit to user B. Kerangka Berpikir ………………………………………………
19
xii
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian …………………………………..
22
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ………………………………...
22
C. Data dan Sumber Data ………………………………………….
23
D. Teknik Pengambilan Sampel …………..………………………..
23
E. Pengumpulan Data ……………………………………………...
24
F. Uji Validasi Data ………………………………………………..
24
G. Analisis Data ……………………………………………………
25
H. Prosedur Penelitian ……………………………………………...
26
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi/Objek Penelitian ……………………………..
27
B. Deskripsi Temuan Penelitian …………………………………..
28
C. Pembahasan …………………………………………………….
32
1. Koherensi Unsur-unsur Data Teks Novel (Data Objektif) ...
32
2. Data Genetik Novel ………………………………………
60
3. Data Afektif Novel ……………………………………….
66
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan ……………………………………………………………
78
B. Implikasi ……………………………………………………………
81
C. Saran ………………………………………………………………..
83
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………
85
LAMPIRAN ………………………………………………………………...
88
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Alur Kerangka Berpikir ………………………………...……………….
21
2. Model Analisis Interaktif ……………………………………………......
26
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian …………………….
commit to user
xv
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Biografi Pengarang Novel Di Kaki Bukit Cibalak Ahmad Tohari ….
89
2. Sinopsis Novel Di Kaki Bukit Cibalak ……………………………...
92
3. Transkrip Wawancara Pengarang …………………………………..
94
4. Transkrip Wawancara Informan 1 ………………………………….
99
5. Transkrip Wawancara Informan 2 ………………………………….
106
6. Transkrip Wawancara Informan 3 ………………………………….
111
7. Transkrip Wawancara Informan 4 ………………………………….
117
8. Transkrip Wawancara Informan 5 ………………………………….
122
9. Foto Dokumentasi Kegiatan Wawancara …………………………...
127
10. Surat-surat Perizinan dan Pernyataan …………………………….....
129
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu gambaran tertulis dari imajinasi penulisnya dengan maksud menyampaikan suatu pesan melalui karya sastra tersebut. Karya sastra yang dimaksud dapat berupa novel, cerpen, puisi, biografi, dan sebagainya. Pada dasarnya karya sastra Indonesia merupakan segenap cipta sastra yang ditulis dalam bahasa Indonesia, disertai adanya nafas dan ruh keindonesiaan, serta mengandung aspirasi dan kultur Indonesia (Mujiyanto & Fuady, 2010:1). Terwujudnya suatu karya sastra tidak hanya sekedar gambaran dari imajinasi pengarang, melainkan ada sebuah latar belakang yang mendukung terwujudnya visualisasi imajinasi pengarang tersebut. Sebuah karya sastra dapat dikatakan baik jika di dalam karya sastra tersebut mengandung nilai-nilai kehidupan yang dapat memotivasi pembacanya. Dalam hal ini, tugas pengarang tidak hanya sekedar mengemas sebuah cerita hingga dapat menarik pembacanya, melainkan mengemas nilai-nilai kehidupan yang baik ke dalam suatu rangkaian cerita yang menarik. Dengan demikian, pembacanya lebih mudah menangkap amanat karya sastra tersebut. Terlepas visualisasi dari imajinasi pengarang dan keharusan terdapat amanat dalam karya sastra tersebut, setiap karya sastra memiliki latar belakang penulisan yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pesan yang ingin disampaikan oleh penulis melalui karyanya, tanggapan dari masyarakat pembaca tentang karya tersebut, dan kesesuaian antara latar yang ada pada cerita dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan. Kekhasan suatu cerita dari setiap karya sastra selalu berusaha ditampilkan oleh penulisnya. Entah itu ditunjukkan dari sisi kebahasaannya, tema cerita, latar cerita, dan sebagainya. Selayaknya karya sastra pada umumnya, novel karya Tohari (2005) yang berjudul Di Kaki Bukit Cibalak ini dibuat sebagaimana mestinya karya sastra commit to user novel lainnya. Seperti diungkapkan di atas bahwa setiap karya sastra memiliki
1 xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
keunikan masing-masing. Begitu pula dengan novel karya Tohari (2005) ini, ada beberapa bagian yang unik di dalamnya yang berbeda dari novel maupun karya sastra lainnya. Di antaranya ialah, latar cerita yang mengambil latar pada suatu desa kecil di kaki Bukit Cibalak yang tidak lain merupakan daerah terpencil di sudut kota Banyumas pula. Keunikan daerah di sekitar Bukit Cibalak ini menjadi daya tarik tersendiri untuk penulis menganalisis novel Di Kaki Bukit Cibalak tersebut. Cerita kehidupan masyarakat yang realistis menjadi ciri khas novel ini. Realita tentang kehidupan masyarakat Banyumas yang digambarkan dalam novel benar-benar terurai dalam bingkai cerita yang menarik dan mewakili gambaran kehidupan sosial masyarakat yang sebenarnya. Novel Di Kaki Bukit Cibalak mengangkat beberapa cerita kehidupan masyarakat setempat yang syarat akan konflik. Salah satu yang menonjol adalah adanya persaingan politik dan konflik sosial lainnya yang terjadi dalam masyarakat tersebut. Meskipun demikian, novel ini juga tidak lepas dari cerita cinta antara beberapa tokoh di dalamnya, dan masih banyak hal-hal lain yang sangat menarik untuk diperhatikan secara mendetail. Novel adalah salah satu karya sastra yang dapat diteliti secara ilmiah yang di dalamnya melukiskan berbagai peristiwa yang dialami oleh tokoh-tokoh ceritanya. Tokoh yang ada dalam sebuah novel merupakan suatu proses kreatif dari pengarangnya. Jadi, hasil karya seorang pengarang pada dasarnya bersumber dari hasil imajinatif dan proses kreatifnya. Pengangkatan latar cerita dan konflik cerita yang ditampilkan secara unik dalam novel ini menimbulkan keingintahuan penulis untuk mengupas secara lebih dalam mengenai sosiologi sastra novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Tohari (2005). Analisis sosiologi sastra ini berhubungan erat dengan novel dan masyarakat. Sosiologi sastra sebenarnya sudah ada sejak zaman Plato dan Aristoteles (sekitar abad pertengahan). Namun, perkembangannya di Indonesia tergolong lambat. Perkembangannya mulai terlihat pesat yaitu saat strukturalisme (klasik) mengalami ketidakmajuan. Seiring perkembangannya, sosiologi sastra sempat to user juga disebut sosiokritik sastra. commit Sebagian besar penelitian yang menggunakan
xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
metode sosiologi sastra masih mengkaji seputar novel. Namun, tidak ada salahnya juga jika sampai saat ini kajian tentang novel semakin banyak, karena hakikatnya kehidupan sosial masyarakat yang dapat dikaitkan dengan novel itu terus berubah seiring perkembangan zaman. Pada dasarnya kajian sosiologi sastra mencakup kajian objektif, genetik, dan afektif. Kajian objektif tersebut mencakup kajian data teks novel, kajian genetik merupakan kajian tentang pengarang novel, dan kajian afektif adalah kajian tentang pembaca novel. Endraswara (2003:80) mengungkapkan bahwa Sosiologi sastra dapat meneliti sastra sekurang-kurangnya melalui tiga perspektif. Pertama, perspektif teks sastra, artinya peneliti menganalisis sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Teks biasanya dipotong-potong, diklasifikasikan, dan dijelaskan makna sosiologisnya. Kedua, perspektif biografis, yaitu peneliti menganalisis pengarang. perspektif ini akan berhubungan dengan life history seorang pengarang dan latar belakang sosialnya. Memang analisis ini akan terbentur pada kendala jika pengarang telah meninggal dunia, sehingga tidak bisa ditanyai. Karena itu, sebagai sebuah perspektif tentu diperuntukkan bagi pengarang yang masih hidup dan mudah terjangkau. Ketiga, perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.” Perlu disadari bahwa penelitian sosiologi sastra akan selalu menemukan perbedaan hasil penelitian dari waktu ke waktu. Selalu dapat menghasilkan data yang realistis sesuai kondisi masyarakat terkini. Endraswara (2011:41) mengungkapkan bahwa “Sastra yang baik tentu akan membicarakan manusia dan seluk beluknya.” Akan menjadi suatu hasil penlitian yang menarik jika menyajikan cerita kehidupan masyarakat dalam bentuk ilmiah hasil penelitian. Penelitian analisis sosiologi sastra akan lebih kaya jika semakin banyak muncul hasil penelitian analisis sosiologi sastra dengan berbagai variasi data yang berbeda. Karenanya kiranya cukup penting dilakukan penulisan hasil penelitian itu ke dalam bentuk jurnal penelitian dan di media masa lain. Melihat kasus yang demikian maka kiranya sangat diperlukan usaha memvariasikan penelitian berbasis sosiologi sastra. Karenanya, penulis tertarik untuk meneliti sebuah karya sastra novel dari Tohari (2005) dengan judul Di Kaki Bukit Cibalak dalam sebuah penelitian skripsi. Penelitian inicommit terfokus menggunakan pendekatan sosiologi to user
xix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
sastra, yang kemudian secara implisit diikuti dengan manfaat yang ada dari novel dan penelitiannya tersebut di bidang pendidikan. Dari berbagai kasus tersebut di atas maka penulis mengangkat judul Novel “Di Kaki Bukit Cibalak” Karya Ahmad Tohari (Analisis Sosiologi Sastra) dalam penulisan penelitian ini.
B. Rumusan Masalah Bertumpu dari penjabaran latar belakang masalah di atas maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1.
Bagaimana koherensi unsur-unsur data teks novel (data objektif) Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari?
2.
Bagaimana data genetik novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari?
3.
Bagaimana data afektif novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari?
C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian kualitatif ini sebagai berikut. 1. Mengetahui koherensi unsur-unsur data teks novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari. 2. Mengetahui data genetik novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari. 3. Mengetahui data afektif novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari.
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, sebagai berikut. 1.
Membantu pembaca maupun penikmat sastra dalam mengintepretasikan novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari sehingga pemaknaan terhadap karya sastra akan lebih terarah.
2.
Menambah pengetahuan tentang kajian terhadap novel, terutama pengkajian commit to user nilai sosiologi sastra.
xx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
3.
Memberikan sumbangan bagi penelitian sastra khususnya dalam pengkajian novel sebagai salah satu macam karya sastra.
4.
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dan penerapan ranah ilmu sastra serta studi tentang karya sastra.
5.
Menambah wawasan tentang pengkajian sosiologi sastra khususnya novel yang nantinya dapat diterapkan atau menjadi referensi untuk meneliti dan mengkaji novel lainnya.
commit to user
xxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori Kajian teori digunakan sebagai kerangka kerja konseptual dan teoretis. Pada bagian ini peneliti memaparkan teori-teori ilmiah yang sudah ada dan relevan dengan masalah penelitian. Landasan teori dalam penelitian ini membahas mengenai: hakikat novel, koherensi unsur-unsur data teks novel (data objektif), data genetik novel, data afektif novel, pendekatan sosiologi sastra, serta konflik sosial dalam sastra. Sastra awalnya dipahami sebagai bahasa yang dipakai dalam bahasa kitab dan kurang lazim digunakan sebagai bahasa sehari-hari. Kini seiring perkembangan zaman definisi sastra pun berkembang menjadi sebuah karya yang tidak hanya berbentuk kitab, melainkan dapat berbentuk roman, novel, puisi, cerpen, dan sebagainya. Gaya bahasanya bervariasi dan masing-masing pengarang memiliki ciri khas tersendiri pada karyanya. Begitu pula dengan Tohari (2005) dengan novelnya Di Kaki Bukit Cibalak tersebut.
1. Hakikat Novel Novel dalam bahasa Inggris ini disebut dengan novellete merupakan karya sastra yang juga disebut dengan karya fiksi. Dalam bahasa Italia adalah novella, dan dalam bahasa Jerman disebut novelle yang berarti barang baru yang kecil, kemudian definisi ini dikembangkan lagi menjadi cerita pendek dalam bentuk prosa. Menurut Priyatni (2010:124), kata novel juga berasal dari bahasa Latin, yaitu novellus. Kata novellus dibentuk dari kata novus yang berarti baru atau new dalam bahasa Inggris. Dikatakan baru karena bentuk novel adalah bentuk karya sastra yang datang kemudian dari bentuk karya sastra lainnya, yaitu puisi dan drama. commit to user
xxii 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
Dipahami secara etimologis, istilah novel berasal dari kata novellus yang berarti baru. Jadi, novel memiliki definisi bentuk karya sastra cerita fiksi yang paling baru. Di samping kepanjangannya cerita pendek dan roman maka novel memiliki ciri-ciri lainnya, yaitu pelaku utamanya mengalami perubahan nasib hidup. Novel merupakan bentuk prosa fiksi yang paling baru dalam sastra Indonesia karena baru ditulis pada tahun 1945-an oleh Idrus, dengan novelnya yang berjudul Aki. Menurut Robert Lindell, karya sastra yang berupa novel pertama kali lahir di Inggris dengan judul Pamella yang terbit tahun 1740 (Waluyo, 2011:6). Novel memiliki ciri-ciri sebagai berikut. a. Ditulis dengan gaya narasi, yang terkadang dicampur dengan deskripsi untuk menggambarkan suasana; b. Bersifat realistis, artinya merupakan tanggapan pengarang terhadap situasi lingkungannya; c. Bentuknya lebih panjang, biasanya lebih dari 10.000 kata; dan d. Alur ceritanya cukup kompleks (Nia, 2010). Selain ciri-ciri tersebut, pelaku utama dalam novel mengalami perubahan nasib hidup. Hal inilah yang sangat membedakannya dengan cerita pendek yang tidak menunjukkan perubahan nasib hidup pelakunya. Novel itu sendiri memiliki beberapa jenis, seperti novel trilogi, novel tetralogi, dll. Novel trilogi contohnya seperti: Karmila, Badai Pasti Berlalu, dan Bukan Impian Semusim (Marga T.), Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus, dan Jantera Bianglala (Ahmad Tohari), dan sebagainya. Novel tetralogi contohnya yaitu: Twilight, New Moon, Eclipse, dan Breaking Dawn (Stephanie H. Meyer), Summer in Seoul, Autumn in Paris, Winter in Tokyo, dan Spring in London (Ilana Tan), Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov (Andrea Hirata), dan sebagainya. Beberapa pengamat sastra mengungkapkan tentang hakikat novel, sebagai berikut. a. Novel adalah cerita dalam bentuk prosa yang agak panjang dan meninjau kehidupan sehari-hari americana); commit(ensiklopedi to user
xxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
b. Novel adalah suatu cerita dengan suatu alur yang cukup panjang mengisi satu buku atau lebih, yang menggarap kehidupan manusia yang bersifat imajinatif (the advanced of current englisht, 1960:853); c. Novel adalah cerita dalam bentuk prosa yang cukup panjang. Panjangnya tidak kurang dari 50.000 kata. Mengenai jumlah kata dalam novel adalah relatif (Priyatni, 2010:124). Dari hasil penelitian Andita (2010:144) diungkapkan bahwa, “Novel sebagai dokumen sosial mengajarkan tentang nilai-nilai kemanusian.” Ajaran tentang nilai-nilai tersebut dirangkai dalam sebuah cerita yang menarik. Pada intinya, novel adalah cerita. Ini dikarenakan fungsi novel adalah bercerita dan aspek terpenting novel adalah menyampaikan cerita.
2. Koherensi Unsur-unsur Data Teks Novel (Data Objektif) Unsur-unsur data teks pada novel perlu dianalisis kebenarannya yang berkaitan dengan kesesuaian antara latar dalam cerita dengan latar pada kehidupan nyata. Fokus kajian ini antara lain seperti kondisi sosial masyarakat dalam cerita dengan kondisi sosial masyarakat sesungguhnya, hubungan dialogis dan dialektis yang terbentuk antara kondisi teks dan kondisi sosial masyarakat, dan sebagainya. Luxemburg (dalam Sangidu, 2004:39) menyatakan bahwa “Sastra diciptakan oleh pengarang berdasarkan realita (kenyataan) sosial yang ada dalam masyarakat.” Karya sastra tidak dapat lepas dari strukturalisnya, Escarpit (dalam Husen, 2005:11) menyatakan bahwa “Sejak tahun 1960, perkembangan gagasan-gagasan strukturalis telah membuka perspektif baru bagi sosiolog sastra, pada awalnya terutama di bawah pengaruh Roland Barthes. Semiologi dan semiotika memberi tekanan pada tulisan dan teks sebagai tempat menyusupnya unsur-unsur sosiologis.” Menurut Ratna (2011a:131) bahwa “Struktur formal novel, meskipun dapat dipahami secara intrinsik, terlepas dari relevansi subjek creator dan hubungan-hubungan sosial lainnya, tetapi jelas tidak bisa dilepaskan dari pembaca, yaitu subjek yang justru merupakan faktor utama dalam analisis pascastrukturalisme, khususnya analisis resepsi.” Kaitannya dengan sosial masyarakat tersebut, yang dianalisis adalah commit to user kenyataan sosial yang sebenarnya maka kemungkinan pembahasannya akan
xxiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
meluas karena mengingat sosiologi merupakan disiplin ilmu yang bersifat luas. Untuk mengantisipasi meluasnya pembahasan yang dapat menyebabkan ketidakfokusan penelitian maka konteks dalam analisisnya dispesifikan agar mengacu pada pokok bahasan yang direpresentasikan oleh karya sastra tersebut. Seperti dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Tohari (2005) ini dapat lebih difokuskan kepada analisis konflik sosial pada sebuah desa di kaki Bukit Cibalak. Kemudian kaitannya dengan hubungan dialogis dan dialektis ini seperti kesesuaian antara dialog maupun dialek yang ada pada cerita dalam novel dengan dialog maupun dialek yang ada pada masyarakat yang sebenarnya. Dengan adanya kesesuaian antara beberapa hal dalam novel dengan realitanya maka pengarang dapat dikatakan berhasil dalam menuangkan imajinasinya sesuai dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Dari keberhasilan ini, kemudian diharapkan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarangnya melalui cerita dalam karyanya tersebut dapat lebih mudah diterima oleh masyarakat pembaca dan dapat terwujud suatu perubahan dari efek pemahaman pembaca terhadap pesan dalam cerita tersebut. Sastra yang baik tidak hanya merekam kenyataan yang ada dalam masyarakat seperti sebuah tustel foto, tetapi merekam dan melukiskan kenyataan dalam keseluruhannya. Aspek terpenting dalam kenyataan yang perlu dilukiskan oleh pengarang yang dituangkannya dalam karya sastra adalah masalah kemajuan manusia (Sangidu, 2004:41). Menurut Escarpit (dalam Husen, 2005:181) menyatakan bahwa “Fakta sastra merupakan bagian tak terpisahkan dari cara berpikir individual, bentukbentuk
abstrak dan
sekaligus
struktur kolektif, pembahasannya
cukup
menyulitkan.” Dari pemaparan-pemaparan tersebut, hakikat koherensi unsurunsur data teks novel atau data objektif yakni menekankan pada nilai karya sastra itu sendiri dan menjadikan karya sastra sebagai sumber informasi yang objektif, dan kemudian dikaitkan dengan fenomena yang terjadi dalam masyarakat sekarang.
commit to user
xxv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
3. Data Genetik Novel Data genetik novel merupakan data yang berkaitan dengan manusia sebagai pengarang novel itu sendiri. Data tersebut bersumber dari latar belakang kehidupan novelis, karya-karyanya, hubungan antara karya sastra dengan kehidupannya, dan sebagainya. Keberadaan pengarang dalam masyarakat juga sangat berpengaruh terhadap diterima atau tidaknya karyanya tersebut. Menurut Tomasevskij (dalam Ratna, 2011a:199), “Studi biografis sebagai genre yang sudah kuno, dan sesungguhnya merupakan bagian penulisan sejarah, sebagai historiografi”.
Menurut
Ratna
(2011a:198),
subjek
pengarang
dalam
merekonstruksikan tokoh-tokoh dan peristiwa sesungguhnya didasarkan atas definisi hubungan-hubungan sosial, sebagai pernyataan bahwa semesta tokoh dan peristiwa yang diceritakan merupakan dunia yang mesti dipahami bersama-sama dengan orang lain. Menurut Pradopo, dkk (2001:60) bahwa “Genetik karya sastra artinya asal-usul karya sastra. Adapun faktor yang terkait dengan asal-usul karya sastra adalah pengarang dan kenyataan sejarah yang turut mengkondisikan karya sastra saat diciptakan.” Escarpit (dalam Husen, 2005:115) berpendapat bahwa “Ketika menulis, semua pengarang memiliki publik yang hadir dalam pikirannya, paling tidak dirinya sendiri.” Senada dengan pendapat-pendapat tersebut AlMa’ruf (2010:225) mengungkapkan bahwa “Latar belakang kehidupan pengarang berisi perkembangan intelektual, karier, emosi, dan perilakunya yang dapat direkontruksi dan dinilai berdasarkan sistem nilai etika dan norma-norma kehidupan lainnya.” Pada penelitian ini, data genetik yang dimaksudkan di sini yakni segala hal yang berkaitan dengan kehidupan kepenulisan Tohari sebagai penulis novel Di Kaki Bukit Cibalak tersebut. Dalam semua karyanya, Tohari tidak pernah melepaskan nuansa kedesaan. Hal tersebut menyebabkan semua karyanya menggambarkan lapisan masyarakat kalangan bawah dan alam. Wawasan alam (khususnya Banyumas) sangat terlihat dalam setiap karyanya. Meskipun demikian, beliau tergolong pengarang yang kurang produktif. Namun, masyarakat pembaca tidak meragukan lagi bahwa karya-karyanya commit tonovelnya user memang luar biasa. Ini terbukti, beberapa menempati tingkat penjualan
xxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
yang lumayan bagus, tidak kalah dengan pengarang-pengarang yang produktif lainnya. Baru-baru ini, novelnya juga ada yang diangkat ke layar lebar dan berhasil memperoleh sambutan yang antusias dari masyarakat luas. Hakikatnya analisis data genetik maupun sosiologi pengarang yakni memaknai pengarang sebagai bagian dari masyarakat yang telah menciptakan karya sastra. Latar belakang kehidupan pengarang yang berisi perkembangan intelektual, karier, emosi, dan perilakunya yang dapat direkontruksi dan dinilai berdasarkan sistem nilai etika dan norma kehidupan lainnya. Karenanya, pemahaman terhadap pengarang menjadi kunci utama dalam memahami hubungan sosial karya sastra dengan masyarakat di sekitar lingkungan pengarang.
4. Data Afektif Novel Kajian sosiologi sastra selain membahas tentang pengarang sebagai penulis karya sastra dan karya sastra sebagai hasil karya pengarang maka pembaca memiliki peran yang tidak kalah pentingnya dengan dua aspek tersebut. Data afektif novel tersebut merupakan data tentang manusia sebagai pembaca dari suatu novel. Karya sastra yang dibaca oleh pembaca dalam konteks masyarakat dapat mempengaruhi kondisi masyarakat tertentu. Menurut Mead (dalam Ritzer & Goodman, 2007:287) bahwa masyarakat berarti proses sosial tanpa henti yang mendahului pikiran dan diri. Masyarakat penting perannya dalam membentuk pikiran dan diri.” Jika pembaca yang membaca karya sastra itu banyak maka karya sastra itu akan memengaruhi pembaca secara massal (Kurniawan, 2012:8). Ini salah satu gambaran bahwa sastra memiliki peran secara sosiologis untuk melakukan perubahan sosial dalam masyarakat. Perubahan sosial inilah yang menunjukkan hubungan antara sastra dengan sosiologi. Pada analisis data afektif ini, fokusnya memelajari seberapa besar pengaruh nilai-nilai sosial dalam sastra terhadap perubahan sosial dalam masyarakyat. Kemudian terfokus lagi pada karya sastra kanonik yang dipahami sebagai karya sastra unggulan yang dibaca masyarakat sehingga memengaruhi dan berperan commit to user serta dalam proses perubahan sosial. Dalam analisis sosiologi sastra, salah satu
xxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
bagian yang dapat dibahas yakni bahasa. Bahasa dapat menunjukkan karakteristik suatu daerah dan memiliki kekhasan tersendiri dalam dunia sastra. Untuk melukiskan hubungan antara sastra dan realitas sosial, maka kiranya belum dapat dilukiskan secara jelas, karena hubungan antar keduanya merupakan hubungan hubungan dialogis tak langsung (Sangidu, 2004:46). Endraswara (2003:94) menyatakan bahwa “Peneliti sosiologi sastra, juga dapat meneliti dalam kaitannya dengan pengaruh teks sastra terhadap pembaca. Pengaruh tersebut, kemungkinan besar juga dapat bersifat timbal balik.” Dari berbagai pendapat tentang data afektif, hakikatnya, analisis data afektif dari suatu karya sastra yakni kajian sosiologi pembaca yang mengarah pada dua hal, yaitu kajian pada sosiologi terhadap pembaca yang memaknai karya sastra dan kajian pada pengaruh sosial yang diciptakan oleh karya satra. Yang tercantum dalam karya sastra merupakan tanda yang mengandung makna yang implisit di balik ekspresi bahasa yang eksplisit. Kajian ini berarti mengkaji aspek nilai sosial yang mendasari pembaca dalam memaknai karya sastra.
5. Hakikat Pendekatan Sosiologi Sastra a.
Pengertian Sastra Secara ontologi, sastra digambarkan sebagai salah satu cabang dari seni. Sastra secara etimologi didefinisikan secara lebih berbeda dari ontologi, yaitu sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta yaitu śāstra, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar śāsyang berarti instruksi atau ajaran. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada kesusastraan atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti keindahan tertentu. Tetapi kata sastra bisa pula merujuk kepada semua jenis tulisan, baik tulisan tersebut indah atau tidak. Sastra juga merupakan sebuah karya keindahan manusia yang digambarkan melalui bahasa tulisan, baik berbentuk puisi, roman, novel, cerpen, syair, dll. Hal utama yang harus ada dalam sastra yaitu nilai dan keindahan. Banyak pesan dari nilai kehidupan yang disampaikan dengan cara commit user tidak akan dapat lepas dari nilaiyang indah melalui sastra. Sastra itu to sendiri
xxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
nilai kebudayaan sebagai salah satu latar belakang cerita di dalamnya. Dengan kata lain, Kurniawan (2012:1) mengungkapkan bahwa “Sastra adalah hasil cipta dan ekspresi manusia yang estetis”. Kaum formalis dalam Sangidu (2004:34) menyatakan bahwa sastra bukanlah sesuatu yang statik karena teks sastra diubah dan disulap oleh pengarang sehingga efeknya mengasingkan dan melepaskan diri dari otomatisasi (deotomatisasi) bagi pencerapan kita. Awalnya sastra dianggap bahasa tulis yang digunakan dalam kitab-kitab dan merupakan bahasa yang jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, seiring perkembangan zaman, sastra lebih menunjukkan variasinya sehingga dapat lebih diterima oleh masyarakat pembacanya. Priyatni
(2010:12)
mengungkapkan
bahwa
“Sastra
adalah
pengungkapan realitas kehidupan masyarakat secara imajiner atau secara fisik”. Sastra meskipun bersifat imajiner, namun tetap membawa suatu fakta kehidupan yang terjadi dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan pengarang mengemukakan realitas tersebut dari pengalaman hidupnya. Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang baku mengenai definisi sastra karena sifat sastra itu sendiri yang dinamis dan terus berkembang. Namun, berbagai ciri-ciri tentang sastra dapat digunakan sebagai acuan dalam mendefinisikan sastra. Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa. Yang termasuk kedalam kategori sastra yaitu: novel, cerita/cerpen (tertulis/lisan), syair, pantun, sandiwara/drama, lukisan/kaligrafi. Sastra menurut geografis/bahasa dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: 1) sastra nusantara, meliputi: sastra Bali, sastra Batak, sastra Bugis, sastra Indonesia (Modern), sastra Jawa, sastra Madura, sastra Makassar, sastra Melayu, sastra Minangkabau, sastra Sasak, sastra Sunda, dan sastra Lampung; 2) sastra barat, meliputi: sastra Belanda, sastra Inggris, sastra Italia, sastra Jerman, sastra Latin, sastra Perancis, sastra Rusia, sastra Spanyol, dan sastra Yunani; 3) sastra Asia, meliputi: sastra Arab, sastra Tiongkok, sastra Ibrani, sastra India Modern, sastra Jepang, sastra Parsi, dan sastra Sansekerta (Halil, 2008). commit to user
xxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Pranata (2009) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa “Suatu karya sastra dapat dikatakan baik apabila karya sastra tersebut dapat mencerminkan zaman serta situasi dan kondisi yang berlaku dalam masyarakat.” Dari hal ini, dapat dipahami bahwa setiap periode karya sastra dapat dikenali melalui kekhasan cerita di zaman tersebut. Seperti yang diperoleh dari hasil penelitian Lestari (2012) bahwa “Novel Edensor adalah terdapat beberapa nilai moralitas yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya tidak pernah putus asa pada cobaan berat dari Tuhan, ketulusan dan kasih sayang kepada sesama, berusaha dan bekerja keras untuk meraih cita-cita, menuntut ilmu, kesetiaan dan cinta sejati, serta memegang teguh prinsip.”
Dari penjabaran di atas, hakikatnya sastra merupakan cabang dari seni hingga dapat muncul perbedaan-perbedaan yang jelas antara seni sastra maupun seni lainnya. Melalui bahasa tulis, sastra dapat menyampaikan nilainilai kehidupan yang tidak dapat jauh dari budaya dengan keindahan yang disajikan dari tiap detail ceritanya.
b. Pengertian Sosiologi Istilah sosiologi berasal dari kata socius (bahasa Latin) yang berarti teman dan logos (bahasa Yunani) yang berarti ilmu tentang. Secara harfiah, sosiologi berarti ilmu tentang pertemanan. Istilah sosiologi ini tidak akan jauh dari asumsi tentang kemasyarakatan, tentang kehidupan masyarakat, budaya, dan tradisinya. Menurut Sanderson (2010:2) bahwa “Sosiologi adalah kajian ilmiah tentang kehidupan sosial manusia.” Senada dengan itu, Swingewood (dalam Faruk, 1999:1) berpendapat bahwa “Sosiologi sebagai studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan proses sosial”. Hampir sama dengan pendapat sebelumnya, Ishomuddin (dalam Kurniawan, 2012:4) berpendapat bahwa Sosiologi merupakan studi tentang masyarakat yang mengemukakan sifat atau kebiasaan manusia dalam kelompok dengan segala kegiatan dan kebiasaan serta lembaga-lembaga yang penting commitberkembang to user sehingga masyarakat dapat terus dan berguna bagi
xxx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
kehidupan manusia, karena pengaturan yang mendasar tentang hubungan manusia secara timbal balik dan juga karena faktor-faktor yang melibatkannya serta dari interaksi sosial berikutnya. Comte (dalam Budiati, 2009:9-11) mendeskripsikan bahwa “Sosiologi adalah suatu disiplin ilmu yang bersifat positif yaitu mempelajari gejalagejala dalam masyarakat yang didasarkan pada pemikiran yang bersifat rasional dan ilmiah”. Menurut Ritzer (dalam Faruk, 1999:2), sosiologi memiliki tiga paradigma, yaitu: 1) paradigma fakta sosial, fakta sosial itu sendiri dianggap sebagai sesuatu yang nyata, yang berbeda dari dan berada diluar individu; 2) paradigma definisi sosial, dalam paradigma ini yang dianggap sebagai pokok persoalan sosiologi adalah subjektif individu menghayati fakta-fakta sosial tersebut; 3) paradigma perilaku sosial, pokok persoalan sosiologinya adalah perilaku manusia sebagai subjek yang nyata, individual. Dari hasil penelitian Moghaddam & Moghaddam (2012) dihasilkan suatu simpulan bahwa “Penerjemahan konsep budaya merupakan masalah mendasar dalam studi penerjemahan dan praktik. Banyak saran telah ditawarkan
untuk
mengatasi
kesulitan-kesulitan
ini
dan
mencegah
kesalahpahaman budaya yang ada.” Menurut Ritzer & Goodman (2007:258) bahwa “Sosiologi, sebagai ilmu tentang masyarakat, hanya mungkin terwujud apabila ada konsep masyarakat yang didefinisikan dengan jelas.” Dari berbagai definisi sosiologi menurut beberapa sosiolog maka dapat dikatakan bahwa hakikat sosiologi adalah ilmu tentang kehidupan masyarakat yang objek kajiannya mencakup fakta sosial, definisi sosial, dan perilaku sosial yang menunjukkan hubungan interaksi sosial dalam suatu masyarakat.
c.
Pengertian Sosiologi Sastra Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Pada dasarnya, ilmu sosiologi dan ilmu sastra memiliki objek yang sama, yaitu manusia dalam masyarakat. Endraswara (2011:5) berpendapat bahwa “Sosiologi sastra commit to user
xxxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
adalah ilmu yang memanfaatkan faktor sosial sebagai pembangun sastra”. Hampir senada dengan Endraswara, Ratna (2011a:2) mengungkapkan pendapatnya bahwa “Sosiologi sastra merupakan pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya.” Sosiologi sastra dianggap sebagai ilmu baru karena mulai muncul pada abad ke-18. Hal ini ditandai dengan tulisan Madame de Stael (Albrecth, dkk., eds., 1970: ix; Laurenson dan Swingewood, 1972: 25-27) yang berjudul De la literature cinsideree dans ses rapports avec les institutions socials (1800) (Ratna, 2011b:331). Penelitian sosiologi sastra berkembang pesat sejak penelitian-penelitian strukturalisme mengalami kemunduran. Endraswara (2003:82) mengungkapkan bahwa “Sosiologi sastra juga dapat mengkaji teksteks sastra bagi relevansi sosiologis, artinya membawa karya sastra ke dalam bentuk abstrak melalui tema-tema yang menarik sejarahwan sosial.” Didasarkan kesadaran bahwa karya sastra harus difungsikan seperti aspek kebudayaan yang lain maka dilakukan pengembalian karya sastra ke tengah masyarakat, memahaminya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari komunikasi masyarakat. Dalam hal ini, peran pengarang sangatlah penting dalam menyebarluaskan keberadaan unsur-unsur kebudayaan, sekaligus perkembangan tradisi sastra. Masalah pokok dalam sosiologi sastra adalah karya sastra itu sendiri dan karya sebagai aktivitas kreatif dengan ciri yang berbeda-beda. Tujuan dari adanya analisis sosiologi sastra yakni meningkatkan pemahaman terhadap sastra, khususnya dalam kaitannya dengan masyarakat, menjelaskan bahwa imajinasi penulis tidak berlawanan dengan realita dalam masyarakat. Adanya kajian sosiologi sastra ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman terhadap sastra yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan, dan menjelaskan bahwa cerita dalam karya tersebut bukan semata-mata karangan fiktif belaka. Sosiologi sastra yang berkembang di Indonesia jelas memberikan perhatian terhadap sastra untuk masyarakat, sastra bertujuan, sastra terlibat, sastra kontekstual, dan berbagai proporsi yang pada commit to user
xxxii
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dasarnya mencoba mengembalikan karya dalam kompetensi struktur sosial (Ratna, 2011a:12). Yahya (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa sebuah karya sastra dapat menampilkan fakta yang terjadi dengan gaya bahasa yang estetis. Hakikatnya, sosiologi sastra sangat memperhatikan perihal fakta estetis dan fakta kemanusiaan. Metode penelitian sosiologi sastra ini memahami manusia lewat fakta imajinatif dan memerlukan fakta yang kokoh.
d. Pendekatan Sosiologi Sastra Sosiologi sastra merupakan salah satu alat kritis sastra. Sastra sendiri merupakan bagian dari masyarakat. Jadi tidak salah jika dikatakan bahwa sastra adalah produk kebudayaan sehingga sastra tidak bisa terlepas dari keberadaban manusia dikarenakan sastra menceritakan tentang kehidupan dari masyarakat itu sendiri. Penelitian dengan pendekatan sosiologi sastra ini menganggap karya sastra sebagai milik masyarakat. Sosiologi sastra adalah pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan menggunakan analisis teks untuk mengetahui strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra. Hasil penelitian sastra biasanya bersifat subjektif, tetapi analisisnya berdasarkan data-data yang objektif (Sangidu, 2004:8). Dasar filosofi pendekatan sosiologi adalah adanya hubungan yang hakiki antara karya sastra dengan masyarakat. Sosiologi sastra yang lahir pada abad ke-18 ini mengundang banyak ahli sastra yang akhirnya turut berpendapat tentang sosiologi sastra. Seperti Ratna (2011b:332)
yang
mengemukakan bahwa “Sosiologi sastra berkembang dengan pesat sejak penelitian-penelitian dengan memanfaatkan teori strukturalisme dianggap mengalami kemunduran, stagnasi, bahkan dianggap sebagai involusi.”
commit to user
xxxiii
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan dengan demikian harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat, sebagai berikut: 1) karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat; 2) karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat; 3) medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui kompetensi masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung masalah-masalah kemasyarakatan; 4) berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat, dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetika, etika, bahkan juga logika. masyarakat jelas sangat berkepentingan terhadap tiga aspek tersebut; 5) sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya (Ratna, 2011b:332). Penelitian Qasim (2012) menyimpulkan bahwa “Novel Morrison ini menggambarkan kisah-kisah rahasia kekerasan dan agresi dan menangkap kehidupan korban pelecehan dan mantan budak yang mencoba membuat hidup mereka normal. Mereka belajar bagaimana menyembuhkan sakit emosional dan psikologis mereka. Dengan demikian melalui novelnya, Morrison mencoba mencatat sejarah kehidupan masyarakat yang tak terhitung jumlahnya. Novelnya merekam kehidupan semua orang subyek perempuan yang tersisa dari pembahasan warna-warni kehidupan.” Dalam penelitian ini dapat dipahami bahwa dari sebuah novel atau karya sastra lainnya dapat diambil berbagai amanat yang mungkin dapat membantu memperbaiki kehidupan di masyarakat secara nyata. Yang terpenting dalam pendekatan sosiologi sastra yakni keterkaitan langsung dengan masyarakat. Hakikatnya, sosiologi sastra ini juga digambarkan sebagai dokumen sosiobudaya yang mencerminkan suatu zaman. Meskipun demikian, pertimbangan terpenting adalah nilai estetika yang terkandung dalam karya sastra itu sendiri. commit to user
xxxiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Konflik Sosial dalam Karya Sastra Salah satu hal yang merupakan bagian dari kehidupan manusia bahkan kadang menjadi penentu alur hidup seseorang adalah konflik. Konflik sendiri sangat luas cakupannya. Secara umum konflik dalam karya sastra bisa digolongkan menjadi dua, yakni konflik internal dan konflik eksternal. Untuk itu perlu dipahami lebih jauh bahwa konflik internal merupakan permasalahan yang terjadi dalam diri seorang tokoh dan mengalami pergulatan dalam dirinya tanpa disebabkan atau memengaruhi orang lain di sekitarnya, sedangkan konflik eksternal yaitu masalah yang terjadi dengan faktor lain di luar diri. Konflik adalah sesuatu yang menjadikan hidup yang kita jalani menjadi lebih sempurna dengan segala lika-liku problematika yang bisa ditimbulkannya. Konflik menjadikan hidup lebih berwarna. Seseorang pasti akan merasa hampa jika selama hidupnya hanya merasakan kebahagiaan. Begitu pun sebaliknya, seseorang lainnya pun akan merasa bosan jika terus menerus menderita. Dalam setiap cerita dapat dipastikan memiliki konflik yang muncul akibat perbedaan karakter tokoh-tokohnya. Demikian yang terjadi pada novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari. Konflik dalam sebuah karya sastra prosa dalam bentuk novel ini membawa ketertarikan sendiri yang dilihat oleh pembaca dari sebuah karya sastra. Konflik sosial dalam karya sastra merupakan gambaran kehidupan nyata yang dituangkan dalam cerita oleh pengarangnya. Konflik merupakan inti dari sebuah alur. Macam-macam konflik dalam sebuah cerita adalah: a. konflik batin adalah pertentangan manusia dengan dirinya sendiri; b. pertentangan manusia dengan sesamanya; c. pertentangan manusia dengan lingkungannya, baik itu lingkungan ekonomi, politik, sosial, dan budaya; d. pertentangan manusia dengan Tuhan atau keyakinannya (Rosyi, 2009). Tanpa konflik, cerita tidak akan menjadi sesuatu yang indah. Konflik cerita dalam karya sastra kerap kali menggambarkan konflik sesungguhnya yang terjadi commit to user
xxxv
19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam masyarakat nyata. Hal ini dikarenakan karya sastra merupakan cerminan dari kehidupan nyata.
B. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir pada penelitian ini yaitu dari sebuah novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Tohari dianalisis dengan pendekatan sosiologi sastra. Terkait dengan hal tersebut Endraswara (2011:9) berpendapat bahwa “Sosiologi sastra adalah memahami makna karya sastra dari sisi sosiologis.” Dilanjutkan dengan analisis koherensi unsur-unsur data teks novel (data objektif). Swingewood (dalam Faruk, 1999:43) mengemukakan pendapat terkait dengan koherensi unsurunsur data teks novel (data objektif) bahwa “Perlunya pemahaman mengenai tradisi sastra sebagai salah satu mediasi yang menjembatani hubungan antara sastra dengan masyarakat.” Dari data objektif analisis novel dikembangkan lagi lebih rinci dengan analisis data genetik dan data afektif novel hingga menemukan suatu simpulan tentang koherensi unsur-unsur data teks novel (data objektif) yang dianalisis dengan data genetik novel dan data afektif novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Tohari. Berkaitan dengan data genetik novel Endraswara (2011:144) mengungkapkan bahwa “Data genetik merupakan data yang berkaitan dengan hubungan latar belakang pengarang dengan nilai-nilai estetis struktur teks.” Data genetik novel berbeda dengan data afektif novel, Kurniawan (2012: 8) mengungkapkan bahwa “Data afektif novel adalah data yang berhubungan dengan pembaca novel dan bagaimana karya sastra yang dibacanya dalam konteks masyarakat bisa memengaruhi suatu kondisi masyarakat tertentu.”
commit to user
xxxvi
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berikut gambar alur kerangka berpikir analisis novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Tohari dengan pendekatan sosiologi sastra. Novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari
Pendekatan sosiologi sastra
Koherensi unsur-unsur data teks novel (data objektif)
Data afektif novel
Data genetik novel
Koherensi unsur-unsur data teks novel (data objektif) yang dianalisis dengan data genetik novel dan data afektif novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari. Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir
commit to user
xxxvii
21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini bersifat kualitatif dengan objek kajiannya adalah karya sastra yang berupa novel. Objek penelitian ini adalah novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari. Penelitian ini tidak terikat oleh tempat dan waktu yang khusus. Penelitian ini dapat dilakukan kapan saja tanpa harus terpancang pada satu tempat dan waktu tertentu. Penelitian ini dilakukan selama sembilan bulan, yakni awal Mei 2012 sampai Januari 2013. Adapun rincian waktu dan jenis kegiatan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1: Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian Waktu Kegiatan
Mei
Juni
Juli
Agust
Sep
Okt
Nov
Des
Jan
2012
2012
2012
2012
2012
2012
2012
2012
2013
1. Pengajuan judul 2. Pengajuan proposal 3. Pengumpulan data 4. Analisis data 5. Penulisan laporan
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode berfungsi menyederhanakan masalah sehingga lebih mudah untuk dipecahkan dan diatasi (Ratna, 2011b:34). Penelitian ini menggunakan commit to user pendekatan sosiologi sastra. Hakikatnya, penelitian sosiologi sastra adalah
xxxviii 22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
mengaitkan antara novel (karya sastra) dengan realitasnya dalam masyarakat yang kemudian dianalisis dari segi data objektif, genetik, dan afektif.
C. Data dan Sumber Data Sumber data yang diambil oleh peneliti terdiri dari dua macam, sebagai berikut. 1.
Data Primer Data objektif novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Tohari. Novel tersebut pertama kali diterbitkan di harian KOMPAS pada akhir tahun 1979. Kemudian diterbitkan lagi oleh PT Gramedia Pustaka Utama pada 1994, sampai cetakan terakhir (cetakan ketiga) diterbitkan pada 2005.
2.
Data Sekunder a. Informan, yaitu pengarang (data genetik) dan pembaca (data afektif) novel Di Kaki Bukit Cibalak. b. Sumber data lain yang menunjang seperti buku-buku, dokumen-dokumen, dan artikel-artikel.
D. Teknik Pengambilan Sampel Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011:218). Pertimbangan tertentu yang dimaksud tersebut yakni mempertimbangkan peran seseorang yang dianggap memiliki sesuatu yang lebih terkait kebutuhan informasi dalam penelitian bagi peneliti dan dapat dipercaya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan datadata baik dari dokumen tertulis, hasil observasi, dan wawancara. Dalam wawancara tersebut, informan diklasifikasikan berdasarkan: 1. pembaca ahli dan pembaca awam; 2. pembaca sebagai masyarakat Banyumas dan pembaca bukan sebagai commit to user masyarakat Banyumas.
xxxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
E. Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik studi dokumentasi, observasi, dan wawancara. Teknik studi dokumentasi yaitu mencatat dokumen maupun arsip yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian. Teknik observasi merupakan peninjauan secara cermat pada objek maupun subjek yang akan diteliti, dalam hal ini yang dimaksud yaitu masyarakat pembaca. Teknik lainnya yakni teknik wawancara yang dipahami sebagai teknik untuk mengetahui pandangan informan tentang struktur cerita, latar belakang sosial budaya, dan konflik sosial yang ditampilkan dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Tohari (2005). Teknik wawancara dilakukan peneliti kepada enam informan, yaitu: satu pengarang novel dan lima pembaca novel. Lima pembaca novel tersebut, yaitu: tiga diantaranya adalah informan sebagai pembaca ahli dan dua informan lainnya sebagai pembaca awam. Pembaca ahli dan awam dibedakan berdasarkan seberapa dalam pengetahuannya terhadap sastra. Selain itu, peneliti mengklasifikasikan lagi pembaca berdasarkan tempat tinggalnya, yaitu dua diantaranya adalah warga Banyumas dan tiga lainnya bukan warga Banyumas. Data-data tersebut bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penelitian lebih jauh.
F. Uji Validitas Data Uji validitas data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. Sesuai dengan objek kajian dan metode pengumpulan datanya maka validitas data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi sumber. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang diperoleh dari wawancara, kemudian dicek dengan observasi, dan dari dokumentasi.
commit to user
xl
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
G. Analisis Data Dalam penelitian ini, data dianalisis menggunakan analisis interaktif. Di dalam model ini terdapat tiga komponen analisis, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Penerapannya dalam analisis karya sastra adalah sebagai berikut. 1.
Reduksi data merupakan komponen yang mengandung proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data kasar. Data yang masuk berupa data primer dan data sekunder akan diseleksi dan difokuskan pada halhal yang signifikan serta membuang hal-hal yang tidak perlu.
2.
Penyajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi atau data secara teratur dan terinci agar mudah dianalisis. Kegiatan ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Menganalisis data primer berupa novel Di Kaki Bukit Cibalak dengan mencocokan data sekunder yang berupa data pelengkap yang diambil dari kajian pustaka yang mendukungnya. b. Data sekunder yang diperoleh dikaitkan dengan data primer yang berupa novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Tohari (2005) yang telah ditelaah oleh peneliti. c. Berdasarkan langkah-langkah dari (b) tersebut akan diperoleh deskripsi struktur cerita, latar belakang sosial budaya, dan konflik sosial dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak.
3.
Penarikan simpulan dilakukan berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi data dan sajian data. Tiga komponen tersebut aktifitasnya dalam bentuk interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai siklus dan penelitian tetap bergerak di antara tiga komponen tersebut.
Terkait dengan deskripsi di atas, Sutopo (2002:95) mengungkapkan bahwa “Peneliti tetap bergerak di antara tiga komponen analisis dengan proses pengumpulan data selama kegiatan pengumpulan data berlangsung. Sesudah pengumpulan data berakhir, peneliti bergerak di antara tiga komponen analisisnya. commit to user
xli
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Proses analisis ini disebut sebagai model analisis interaktif.” Berikut adalah gambar dari proses analisis data interaktif.
Pengumpulan data Penyajian data
Reduksi data Penarikan simpulan/verifikasi
Gambar 2. Model Analisis Interaktif Dari gambar tersebut dapat dijelaskkan bahwa proses analisis data dapat dilihat pada waktu pengumpulan data, peneliti selalu membuat reduksi data dan sajian data. Kemudian peneliti menyusun rumusan pengertiannya secara singkat, berupa pokok-pokok temuan yang penting. Selanjutnya diikuti penyusunan sajian data yang berupa ceritera sistematis dan logis. Saat pengumpulan data sudah berakhir, peneliti mulai melakukan usaha untuk menarik simpulan dan verifikasinya berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi maupun sajian datanya. Jika simpulan dirasakan belum memuaskan maka peneliti wajib kembali melakukan kegiatan pengumpulan data yang sudah terfokus untuk mencari pendukung simpulan yang ada dan juga bagi pendalaman data.
H. Prosedur Penelitian Penelitian terhadap novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Tohari 1.
Tahap persiapan, meliputi penyusunan proposal.
2.
Tahap pelaksanaan, meliputi pengumpulan data, validitas data, analisis data, dan penarikan simpulan.
3.
Tahap penyusunan laporan, meliputi penyusunan laporan penelitian, konsultasi dengan pembimbing, dan memperbanyak laporan. commit to user
xlii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi/Objek Penelitian Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang tidak terikat oleh tempat dan waktu. Namun, demi memfokuskan lokasi dan objek penelitian, peneliti menentukan Banyumas dan Surakarta sebagai lokasi penelitian. Hal ini dikarenakan Banyumas merupakan daerah terdekat dengan latar kejadian yang diangkat dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak, sedangkan sampel dari masyarakat yang tinggal di daerah Surakarta dimaksudkan untuk menjadi pembanding informan dari daerah Banyumas. Perbedaan lokasi tersebut bertujuan agar data yang diperoleh memiliki banyak variasi sehingga tidak monoton dan dapat menghasilkan sebuah hasil akhir penelitian yang lebih kaya akan informasi. Terlepas dari lokasi penelitian, hal yang paling penting dalam sebuah penelitian adalah objek penelitian. Pada analisis sosiologi sastra ini, objek penelitiannya adalah karya sastra novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Tohari. Novel ini merupakan salah satu karya sastra yang menarik sebagai hasil imajinasi Tohari. Novel ini tidak hanya sekedar karya sastra yang menghibur, tetapi memiliki pesan-pesan kehidupan yang dapat dijadikan renungang oleh masyarakat pembacanya. Novel ini memiliki ciri khas hasil kepengaranngan Tohari yang berbeda dengan hasil karya sastra pengarang lainnya karena pada novel ini kental dengan nuansa Banyumas dan konflik kedesaan yang kompleks namun tetap mudah dimengerti oleh pembaca. Dengan ketebalan halaman yang hanya berkisar ratusan halaman, novel ini mampu mengemas amanat dari pengarang dengan nilai estetis yang tinggi. Memiliki banyak pesan dan pembelajaran kehidupan yang sangat bagus. Amanat dari pengarang terwakili dengan karakter yang dibawakan oleh para tokoh cerita yang menampilkan suatu situasi kehidupan sehingga lebih menarik untuk disimak. commit to user 27 xliii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Deskripsi Temuan Penelitian Dalam penelitian kualitatif pada novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Tohari dengan pendekatan sosiologi sastra ini ditemukan beberapa data penelitian sebagai berikut. 1. Analisis Koherensi Data Teks Novel (Data Objektif) Pada koherensi data teks novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Tohari banyak ditemukan data yang menarik untuk dikaji. Data-data yang peneliti perhatikan adalah data-data yang berkaitan dengan sosiologi sastra dari novel tersebut. Koherensi data teks (data objektif) pada hakikatnya menekankan pada nilai-nilai karya sastra itu sendiri dan menjadikan karya sastra sebagai sumber informasi yang objektif, dan kemudian dikaitkan dengan fenomena yang terjadi dalam masyarakat sekarang. Namun, suatu analisis novel tidak dapat lepas dari analisis struktural novel tersebut. Secara structural, novel memiliki tujuh unsur intrinsik, yaitu tema, tokoh dan penokohan, alur, gaya, setting, sudut pandang, dan suasana. Banyak hal dapat ditemukan di dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak, namun yang dominan muncul adalah konflik sosial yang terjadi di desa Tanggir. Konflik ini terjadi karena ketidakberesan pemerintahan lurah desa Tanggir yang biasa dipanggil dengan nama Pak Dirga. Dari awal kompetisi pemilihan lurah, dia sudah menunjukkan kecurangan yang akhirnya mengantarkannya duduk sebagai lurah desa Tanggir. Setelah menjadi lurah, dia melakukan penyelewengan dana kas lumbung koperasi desa Tanggir. Dia tidak mau menolong Mbok Ralem yang notabennya warga miskin yang membutuhkan bantuan pemerintah desa demi penyembuhan penyakitnya. Pak Dirga bersama Poyo (pengurus lumbung desa Tanggir) melakukan manipulasi pada laporan keuangan lumbung desanya.
Uang
yang seharusnya
dialokasikan untuk keperluan masyarakatnya justru digunakan untuk kepentingan pribadi Pak Dirga dan Poyo. Kedaan desa Tanggir semakin kacau dibawah kepemimpinan Pak Dirga yang sangat tidak amanah. Dalam commit to user
xliv
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
hal ini, kekuasaan dimiliki oleh orang yang kuat, meskipun kekuatan itu adalah kekuatan yang penuh dengan kelicikan dan kecurangan. Selain konflik politik yang penuh kecurangan, muncul konflik batin. Konflik batin menjadi bagian yang peneliti amati karena dalam konflik ini berimbas pada tindakan yang berkaitan dengan orang lain. Dalam novel ini digambarkan suatu konflik batin yang dialami oleh Pambudi saat memilih untuk mundur dari kepengurusan lumbung koperasi karena dia tidak sepemikiran dengan pengurus lainnya dan lurah desa Tanggir. Namun, Pambudi ingin membantu masyarakat desa Tanggir yang membutuhkan bantuan. Untuk solusi hal ini, Pambudi memilih untuk membantu dengan caranya sendiri. Konflik lainnya adalah konflik percintaan. Konflik ini dimunculkan oleh tokoh Sanis. Dia berada di kondisi yang cukup rumit. Sanis yang merupakan gadis desa yang polos, yang menaruh hati pada lelaki yang berumur jauh lebih dewasa darinya mulai terlibat konflik percintaan ketika dia dipinang oleh Pak Dirga. Pak Dirga yang saat itu sudah beristri Bu Runtah masih berkeinginan menikahi Sanis. Sanis maupun ayahnya tidak dapat berbuat apa-apa untuk menolak kehendak Pak Dirga karena pada zamannya jabatan seorang lurah sangat ditakuti oleh warganya. Sehinga mau atau tidak mau, Sanis harus tetap bersedia menjadi istri muda lurah Dirga. Di sisi lain, Sanis masih memiliki rasa kepada Pambudi. Namun, ketika Pambudi pulang ke Tanggir, ternyata Pambudi sudah menjalin hubungan dengan Mulyani. Selain konflik-konflik tersebut, unsur sosiologis budaya dari novel ini juga sangat menarik. Banyak nuansa Banyumas yang ditampilkan dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak. Dari setting tempat, novel ini berlatarkan lokasi di daerah kaki Bukit Cibalak yang memang secara fisiknya ada di daerah Banyumas. Dari segi bahasanya juga ada beberapa bahasa atau istilah dari Banyumas
yang
dimunculkan
oleh
pengarang.
Nama
tokoh
yang
dimunculkan dalam cerita juga cukup identik dengan nama-nama pada masyarakat Banyumas di zamannya. commit to user
xlv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jika dianalisis lebih dalam, novel Di Kaki Bukit Cibalak memang kebenarannya sangat dekat dengan realita yang terjadi di masyarakat, khususnya masyarakat Banyumas itu sendiri. Hal-hal tentang kebanyumasan ini jugalah yang menjadi ciri khas dari karya sastra Tohari (2005).
2. Analisis Data Genetik Dari novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Tohari (2005) dapat ditemukan beberapa data genetik. Data genetik hakikatnya adalah memaknai pengarang sebagai bagian dari masyarakat yang telah menciptakan karya sastra. Berdasarkan hasil penelitian dengan teknik pengumpulan data wawancara pada Tohari dapat ditemukan beberapa hasil wawancara, seperti fakta bahwa novel Di Kaki Bukit Cibalak merupakan novel pertama Tohari yang sebelumnya di terbitkan pada harian Kompas. Tohari mengemukakan bahwa alasannya menulis berbagai karya sastra dengan kekhasan latar cerita Banyumas tidak lain karena beliau menganggap hanya mampu menulis sebuah cerita yang terinspirasi dari lingkungannya. Jika jauh dari itu, beliau sendiri menganggap akan muncul rasa hambar dalam ceritanya. Tohari saat ini berumur 64 tahun. Beliau tinggal di desa Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas. Beliau hidup di keluarga sederhana dan di lingkungan pesantren. Lingkungan hidupnya yang berada di pedesaan sangan menyumbang banyak ide dalam tulisannya. Beliau juga pernah mengenyam pendidikan tinggi di beberapa Universitas. Didapatkan sebuah keterangan, bahwa Tohari lebih memilih menulis sesuatu yang pada dasarnya langsung dialami sendiri sehingga dapat menghasilkan suatu tulisan yang memiliki nyawa dan dapat tergambar serealistis mungkin. Beliau mengutarakan bahwa beliau kurang dapat menulis suatu tulisan yang benar-benar fiktif tanpa dialaminya. Novel Di Kaki Bukit Cibalak menjadi bagian istimewa bagi Tohari. Novel ini menjadi awal kesuksesannya di dunia sastra. Novel Di Kaki Bukit commit to user Kompas dianggap layak untuk Cibalak yang awalnya terbit di harian
xlvi
30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dibukukan dan kemudian oleh PT Gramedia Pustaka Utama dicetaklah dalam bentuk novel. Selain novel ini, banyak lagi karya-karya Tohari lainnya yang berhasil menyedot perhatian masyarakat penikmat sastra. Salah satu novelnya yang luar biasa adalah novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, banyak apresiasi yang luar biasa ditujukan kepada Tohari dari novel tersebut. Beberapa karya Tohari memperoleh apresiasi yang sangat baik dengan menerbitkannya dalam beberapa bahasa lain di luar negeri. Bahkan Ronggeng Dukuh Paruk beberapa kali difilmkan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Inilah salah satu bukti dedikasi yang luar biasa dari seorang Tohari di duia sastra. Selain kiprahnya di dunia sastra, beliau juga sempat terjun di dunia jurnalistik, sempat bekerja di beberapa majalah terbitan Jakarta. Saat ini beliau tetap bertahan dalam kehidupan yang sederhana, religius, dan berusaha bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya.
3. Analisis Data Afektif Analisis data afektif hakikatnya adalah kajian sosiologi pembaca yang mengarah pada dua hal, yaitu kajian pada sosiologi terhadap pembaca yang memaknai karya sastra dan kajian pada pengaruh sosial yang diciptakan oleh karya satra. Sebuah karya sastra akan lebih bermakna jika amanat yang terkandung didalamnya dapat dimaknai dengan baik oleh pembaca. Bagian ini menjadi salah satu objek penelitian analisis data afektif yang menjadi bagian dari penelitian sosiologi sastra pada novel Di Kaki Bukit Cibalak. Data afektif ini diperoleh dari beberapa informan yang peneliti wawancarai. Informan ini diklasifikasikan berdasarkan dua hal, yaitu a. lokasi tempat tinggal informan, masyarakat yang tinggal di daerah Banyumas dan masyarakat yang tidak tinggal di Banyumas; b. posisi pembaca, pembaca ahli dan pembaca awam. Dari klasifikasi ini, ditemukan beberapa hal yang sedikit berbeda. Informan yang termasuk masyarakat Banyumas dapat lebih mengerti keadaan masyarakat Banyumas saat itu maupun saat ini. Hal ini tidak terjadi pada commit user masyarakan yang tidak tinggal di toBanyumas. Kemudian terkait dengan
xlvii
31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
pembaca ahli dan pembaca awam. Pembaca ahli memahami novel bukan hanya sekedar bahan hiburan yang mengandung amanat. Namun lebih dari itu, novel dapat difungsikan sebagai bahan ajar mata pelajaran Bahasa Indonesia. Secara garis besar, pembaca lebih mengenal karya Tohari dengan novelnya Ronggeng Dukuh Paruk. Tohari adalah Ronggeng Dukuh Paruk dan Ronggeng Dukuh Paruk adalah Tohari, hampir seperti itulah yang ada dipikiran masyarakat. Terkait dengan novel Di Kaki Bukit Cibalak, para pembaca mengenal novel tersebut karena sebelumnya telah mengenal novel Ronggeng Dukuh Paruk dan Tohari itu sendiri. Meskipun novel Di Kaki Bukit Cibalak merupakan tulisan pertama dari Tohari (2005) namun pamornya kalah dengan trilogi Ronggeng Dukuh Paruk. Terlepas dari itu, pembaca menganggap novel Di Kaki Bukit Cibalak sebagai novel yang memiliki amanat sangat dalam. Melalui rangkaian cerita yang berkonflik dapat diambil pelajaran yang berharga dari hal tersebut. Amanatnya cukup mudah dipahami karena konflik yang disampaikan sangat realistis dan dekat dengan permasalahan masyarakat sesungguhnya. Dari pemaparan tokoh dan penokohannya, pembaca akhirnya dapat mengenali berbagai karakter sifat dan sikap seseorang di masyarakat. Diharapkan dari berbagai penyajian tokoh dan penokohan dalam cerita, pembaca dapat termotivasi untuk menjadi tokoh baik yang ada dalam cerita, dan dari penyajian konflik-konflik tersebut diharapkan pembaca dapat mempunyai gambaran solusi yang dapat dilakukannya jika pembaca mengalami permasalahan semacam itu.
C. Pembahasan 1. Koherensi Unsur-unsur Data Teks Novel (Data Objektif) Novel Di Kaki Bukit Cibalak menceritakan tentang kehidupan masyarakat di desa Tanggir dengan segala permasalahannya yang cukup commit user kompleks, cerita ini terinspirasi dari to kehidupan di desa Tanggir yang berada
xlviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
di daerah kaki Bukit Cibalak. Itulah sebabnya novel ini berjudul Di Kaki Bukit Cibalak. Nama daerah Cibalak itu sudah ada di daerah Banyumas sejak zaman dahulu kala. Analisis sebuah novel tidak dapat lepas dari pemahaman terhadap unsur intrinsiknya. Soedjijono (dalam Priyatni, 2010:109-110) menyatakan bahwa “Unsur intrinsik adalah unsur yang berkaitan dengan eksistensi sastra sebagai struktur verbal yang otonom. Novel sebagai prosa fiksi memiliki tujuh unsur intrinsik, yaitu tema, tokoh dan penokohan, alur, gaya, setting, sudut pandang, dan suasana.” Faruk (1999:17) mengutarakan bahwa “Karya sastra mempunyai struktur yang koheren dan terpadu.” Novel Di Kaki Bukit Cibalak memiliki unsur instrinsik sebagai berikut. a. Tema Tema disebut juga sebagai ide sentral suatu cerita. Tema adalah gagasan pokok dalam cerita fiksi (Waluyo, 2011:8). Dalam setiap cerita pengarang
memiliki
tema
yang
kemudian
dikembangkan
dalam
serangkaian kalimat yang kemudian membentuk suatu cerita. Tema dapat diketahui oleh pembaca melalui judul novel tersebut, akan lebih valid lagi jika pembaca telah membaca secara keseluruhan novel tersebut. Tema memiliki sifat yang objektif, lugas, dan khusus. Objektif ini berarti semua pembaca diharapkan menafsirkan tema suatu cerita dengan tafsiran yang sama. Lugas berarti terfokus pada hal yang menjadi pokok dalam novel tersebut. Khusus itu sendiri berarti setiap novel mempunyai tema yang khas yang membedakannya dengan karya prosa lainnya. Novel Di Kaki Bukit Cibalak membahas tentang kehidupan sosial dengan berbagai permasalahannya yang sangat kompleks. Pembahasan utama ini dapat disimpulkan menjadi sebuah tema. Jadi, hakikatnya tema adalah ide pokok yang melatar belakangi cerita, dan tema novel Di Kaki Bukit Cibalak adalah kehidupan sosial. Hal ini bisa digambarkan pada kutipan cerita berikut. commit to user
xlix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
“…Atau benar kata sementara orang, bahwa ketiga calon yang lemah itu hanyalah boneka-boneka yang sengaja dipasang oleh Pak Dirga untuk mengurangi suara yang berpihak kepada Pak Badi….” (DKBC: 16) Kutipan cerita ini muncul saat momen pemilihan lurah dilaksanakan. Keinginan untuk memenangkan pemilihan lurah menyebabkan Pak Dirga menghalalkan segala cara untuk meraihnya. Konflik ini muncul pada cerita bagian pertama. Pada bagian kedua digambarkan konflik yang sedikit berbeda dengan bagian pertama, di sini bercerita tentang konflik batin yang berkaitan dengan masalah sosial yang ada di desa Tanggir itu. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut. “…Terkadang Pambudi bertanya kepada diri sendiri, mengapa ia tidak berbuat seperti Poyo, teman sejawat dalam pengelolaan lumbung desa itu. Poyo hidup dengan sejahtera bersama istri dan anak-anaknya. Rumah mereka sudah ditembok. Belum lama ini Poyo membeli sebuah sepeda motor. Pambudi tahu persis mengapa sejawatnya bisa memperoleh semua itu. Ia bekerja sama dengan lurah, misalnya memperbesar angka susut guna memperoleh keuntungan berton-ton padi. Atau mereka bersekongkol dengan para tengkulak beras dalam menentukan harga jual padi lumbung koperasi. Dengan cara ini saja mereka akan mendapat keuntungan berpuluh ribu rupiah, karena mereka dapat mencantumkan harga penjualan semau mereka sendiri, dan dari tengkulak padi mereka mendapat semacam komisi. Pambudi tahu, sama sekali tidak sukar berbuat demikian karena badan koperasi itu tanpa pengawasan, apalagi penelitian. Dan, kebanyakan penduduk Tanggir adalah anak cucu kaum kawula. Mereka nrimo, sangat nrimo….” (DKBC: 18) Bagian ini jelas menggambarkan perasaan batin Pambudi yang berkonflik. Dia begitu peka dengan permasalahan yang terjadi dalam badan Koperasi tempat dia bekerja. Amanat sebagai pengurus Koperasi sudah tidak diindahkan lagi oleh beberapa pengurus. Hal ini berdampak sangat buruk terhadap kesejahteraan desa dan masyarakatnya. commit to user
l
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
Di bagian tiga digambarkan konflik batin tokoh Pak Barkah yang sedang mempertimbangkan dua masalah sosial yang dihadapinya, berikut kutipannya. “…Dik Pambudi, tidak gampang bagi saya menerima uang pembayaran iklan yang Anda pesan. Saya harus bergelut dengan perasaan saya sendiri. Tetapi bagaimana, ya, kemarin pesuruh kantor kami meminta persekot gaji. Jadi dengan berat hati saya terima uang Anda….” (DKBC: 37) Konflik
ini
tidak
secara
langsung
menerangkan
tentang
permasalahan sosial. Namun, permasalahan sosial dalam cerita bagian ini muncul jika Pak Barkah tidak menerima uang pemberian Pambudi atas jasa pemasangan iklan itu, berarti Pak Barkah tidak dapat membayar pesuruh kantornya. Namun jika uang itu diterima, Pak Barkah merasa seolah dia tidak respek terhadap masalah kemanusiaan yang sedang dihadapinya. Dapat dikatakan, permasalahan sosial dalam konteks cerita bagian ini adalah permasalahan kemanusiaan. Permasalahan ini berkaitan dengan naluri kemanusiaan yang kemudian dapat berkembang menjadi permasalahan sosial yang luas, jika ketidakpekaan rasa kemanusiaan itu dibiarkan tumbuh dalam setiap individu masyarakat. Bagian keempat novel Di Kaki Bukit Cibalak tidak menunjukkan permasalahan yang secara signifikan merujuk pada permasalahan sosial. Namun, pada bagian kelima kembali muncul gambaran permasalahan sosial yang terjadi di desa Tanggir, berikut kutipannya. “…Dan yang jelas aku tidak senang masalah Mbok Ralem tersebar sebagai berita yang hebat; menyebabkan aku dan Pak Camat kena marah Bupati, menyebabkan Bupati ditegur oleh Gubernur. Nah, kau tahu siapa yang telah membuat kekacauan ini. Akan kuuji sampai di mana kekuatan otaknya, kekuatan ngelmunya. Jelas?” “Ya. Dan Bapak tidak ingin keuntungan koperasi dipakai oleh orang lain. Artinya Bapak setuju andaikata Mbok Ralem terkubur bersama masalah dan kankernya, begitu?...” (DKBC: 58) commit to user
li
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Kutipan percakapan antara Pak Dirga dan Poyo ini menjelaskan bahwa
Pak
Dirga
selalu
mempunyai
cara
untuk
memunculkan
permasalahan sosial di desa Tanggir dan menyengsarakan masyarakat Tanggir. Dia merupakan gambaran sosok pemimpin yang sama sekali tidak amanah. Dia membawa keterpurukan yang semakin parah melanda desa Tanggir. Lain halnya gambaran permasalahan yang terdapat pada bagian enam novel ini. Pada bagian ini permasalahan muncul dengan digambarkan usaha Pak Dirga yang semakin menginginkan Pambudi hancur, berikut kutipannya. “…Apa kataku, keluh Pambudi dalam hati. Kepergianku dari lumbung koperasi Desa Tanggir, perbedaan paham antara aku dan Pak Dirga, mulai tampak ekornya. Tak kusangka lurah yang gagah itu, berhati tempe, tidak mau menghadapiku dari depan…” (DKBC: 77) Dalam cerita bagian kesembilan, muncul lagi permasalahan sosial yang menggambarkan kelicikan politik yang dilakukan Pak Dirga terhadap Pambudi, berikut kutipan ceritanya. “…Anakku, kau didakwa melarikan uang milik lumbung koperasi sebanyak 125.000 rupiah. Kata orang, buktinya ada dalam buku lumbung.” “Kampret!” teriak Pambudi dalam hati. “Ini pasti perbuatan lurah Tanggir dan Poyo. Pengecut! Akan kubuktikan di depan pengadilan siapa yang menggarong uang itu. Penduduk Tanggir harus yakin bahwa aku masih tetap si Pambudi yang dulu, yang menganggap kejujuran adalah hal yang wajar yang harus dihormati oleh semua orang. Aku bukan hanya menghormati, bahkan sudah dan akan tetap mengamalkannya. Aku harus membela diri, karena tuduhan terhadap diriku sudah keterlaluan. Aku harus menantang mereka sampai ke depan hakim. Harus!” (DKBC: 115-116) Selain permasalahan sosial yang menjadi permasalahan pokok dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak, muncul permasalahan lain seperti permasalahan batin yang kemudian setelah dianalisis lebih lanjut tetap commit to user akhirnya merujuk pada permasalahan sosial. Selain permasalahan sosial
lii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
dan batin, muncul juga permasalahan percintaan. Para tokoh menampilkan permasalahan percintaan ini hampir disetiap bagian cerita. Namun, paling jelas terasa nuansa percintaannya mulai dari bagian kesepuluh, berikut kutipannya. “…Bambang Sumbodo pulang. Ada yang luruh di hati Sanis ketika Vespa-nya menghilang di tikungan. Sanis lari ke kamar, tengkurap di kasur, dan menangis. Karena dadanya sesak, ia telentang. Rusuk-rusuk bambu di atasnya seakan membaur, menciptakan bayangan yang aneh-aneh. Mula-mula tampak wajah Bambang yang cakap. Tangan pemuda itu yang penut bulu mendekat ke pipi Sanis, yang kemudian menggigil. Tetapi bayangan itu terhapus oleh munculnya wajah Pambudi. Kumisnya amat jarang dan luar biasa buruknya. Hanya saja Pambudi mempunyai sorot mata yang kuat, mata seorang yang berkepribadian kokoh. Tetapi haruskah aku melupakan Bambang dan mulai lagi membuka hati untuk Pambudi?...” (DKBC: 133) Selain permasalahan percintaan dari tokoh utamanya, muncul juga permasalahan percintaan yang dialami oleh isteri Pak Dirga karena suaminya akan menikahi Sanis, itu berarti dia akan dimadu, berikut kutipan ceritanya pada bagian kesebelas. “…Perih! Perih yang amat menyakitkan. Hanya itu yang terasa oleh Bu Runtah. Sakit karena dimadu, karena malu, karena hartanya yang harganya berjuta-juta rupiah telah hilang. Kenapa aku harus menerima ketidakadilan ini? Kenapa suamiku tidak tahu diri, dari mana ia memperoleh biaya untuk menjadi lurah?...” (DKBC: 140-141) Gejolak batin yang dirasakan oleh Bu lurah ini menjadi bagian yang cukup menarik dalam rangkaian cerita dalam novel ini. Selain itu, muncul juga permasalahan batin pada Bu lurah saat dia berada di posisi yang serba salah di hadapan Eyang Wira, seorang yang dipercaya sebagai dukun di desa Tanggir. Awalnya Bu lurah mengharapkan bantuan dari Eyang Wira untuk mengatasi masalah agar Pak lurah Dirga tidak jadi menikahi Sanis, namun ternyata watak cabul dukun itu muncul dan akhirnya Bu lurah commit to user
liii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
menjadi korban kebejatannya, berikut kutipan permasalahan batin yang dialami Bu lurah. “…Bu Runtah merasa sangat masygul. Sekarang ia tahu apa yang diminta oleh Eyang Wira. Wah, sembrono. Dalam telinganya masih terngiang, “Kembang selasih, kembang selasih. Tilikana asih, kinumbaha bersih.” Ini pameo percabulan. Dukun tua itu mengajaknya berzina! Bu Runtah merasa kepalanya pening. Setelah beberapa saat ia dapat berpikir tenang, lalu menarik napas panjang. Kemudian Bu Runtah termangu-mangu….” (DKBC: 144) Dari sekian banyak permasalahan yang merujuk pada tema sosial, permasalahan pada cerita bagian kedua belas merupakan antiklimaks dari permasalahan dalam cerita ini. Di sini, muncul kesadaran dari Pak Camat bahwa kemelut yang terjadi di desa Tanggir harus dibicarakan dengan Bupati. Dari sini, muncul sebuah permasalahan sosial yang kemudian menjadi pencerahan dari kemelut di desa Tanggir yang sudah terlalu rumit, berikut kutipannya. “…Pak Camat kaget. Ia tidak mampu mengikuti logika atasannya. Tulisan Pambudi yang menyerang lurah Tanggir harus dibantah, tetapi kemudian lurah itu harus diganti. Lama sekali Camat Kalijambe itu berpikir. Lalu ia menemukan pengertian jalan pikiran Bupati. Tulisan Pambudi harus dibantah demi kehormatan otoritas Pemerintah Daerah, yang tidak mungkin didikte oleh seorang wartawan harian kecil seperti Kalawarta. Pemecatan lurah Tanggir juga perlu, sebab lamalama ia berbahaya juga bagi nama baik Bupati dan segenap bawahannya. “Ingat, dalam memberhentikan lurah Tanggir, jangan sampai terkesan bahwa kita sedang menuruti kehendak Pambudi. Kita mempunyai wewenang dan martabat sendiri. Kita tidak usah diajari oleh orang luar. Harap diperhatikan!...” (DKBC: 154) Pada bagian terakhir cerita ini, muncul permasalahan percintaan antara Pambudi dengan Mulyani yang menyatu dengan permasalahan batin keduanya, berikut kutipannya. “…Kini Mulyani bukan hanya bersandar kepada Pambudi. Ia memeluk pemuda itu erat-erat. Tangisnya berderai lagi. Dalam commit to user hati Pambudi berkecamuk peperangan berbagai perasaan.
liv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Masing-masing perasaan menuntut Pambudi, mendesak agar dituruti. Ketika segalanya mengendap, Pambudi dapat berpikir tenang. Kesadaran muncul. Ia tahu siapa dirinya, suatu pengetahuan yang datang bersama kejujuran. Pambudi bercakap-cakap dengan dirinya sendiri….” (DKBC: 168) Dari sekian banyak permasalahan yang muncul dalam cerita Di Kaki Bukit Cibalak, akhirnya merangkai suatu cerita yang dapat ditarik garis besarnya bertemakan kehidupan sosial. Yang kemudian dalam kehidupan sosial muncul berbagai permasalahan tersebut.
b. Tokoh dan Penokohan Tokoh adalah pelaku cerita, sementara penokohan adalah watak tokoh dalam suatu cerita. Berikut tokoh dan penokohan yang terdapat dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak. 1) Pambudi Pambudi adalah tokoh utama dengan karakter orang yang prinsipil, cakap, baik hati, rela berkorban, tidak mudah putus asa, bijaksana, dan berumur 24 tahun. Kisah cintanya cukup rumit, kisah cintanya berkaitan dengan Sanis dan Mulyani. Pada kutipan berikut tergambar karakter Pambudi. “…Pambudi yang berusia 24 tahun itu bekerja mengurus lumbung koperasi Desa Tanggir. … Sebenarnya Pambudi ingin menjadikan lumbung koperasi yang diurusnya sebagai tempat ia membuktikan kecakapannya. Ia ingin membuat badan sosial itu sungguh-sungguh merupakan sebuah koperasi, yang akan banyak faedahnya bagi segenap penduduk Tanggir. Tetapi lurah yang lama tidak demikian pendapatnya. Pak lurah sering melanggar ketentuanketentuan perkoperasian yang selalu ia pidatokan sendiri…..” (DKBC: 17) 2) Sanis Sanis merupakan tokoh pendamping tokoh utama, anak modin di Tanggir ini berkarakter sebagai kembang desa yang cantik, commit to user
lv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
menawan, namun nasibnya agak kacau ketika dipinang oleh Pak Dirga, padahal sebelumnya dia menyukai Pambudi. Pada kutipan berikut tergambar karakter Sanis. “…Sanis adalah anak modin di Tanggir. … Sanis memiliki tungkai yang lurus, tidak bengkok seperti kebanyakan perempuan Tanggir. … Mukanya bersih. Dan gadis Pak Modin itu mempunyai pembawaan yang menawan; bila ia hendak menoleh, Sanis selalu menggulirkan bola matanya lebih dulu ke arah orang yang memanggilnya….” (DKBC: 9) 3) Pak Dirga Pak Dirga adalah seorang lurah, pergaulannya luas, luwes, pandai bermain bola, pandai berjudi, dan gemar berganti istri. Dia terpilih menjadi lurah karena kecurangannya, kecurangan itu semakin menjadi ketika dia telah menduduki kursi jabatan lurah tersebut. Berbagai modus KKN telah dilakukannya, dia memiliki perwatakan yang licik dan jahat. Pada kutipan berikut tergambar karakter Pak Dirga. “…Calon yang gagah itu bernama Dirgamulya, dan terkenal dengan sebutan Pak Dirga. Di dalam pergaulan Pak Dirga lebih popular daripada keempat calon lainnya. Ia luwes, pandai bermain bola, pandai berjudi, dan gemar berganti istri….” (DKBC: 16) 4) Mulyani Mulyani merupakan gadis keturunan Cina, berparas cantik, kulitnya putih kekuning-kuningan dia anak dari pemilik toko arloji di Yogyakarta tempat Pambudi memperjuangkan nasib mbok Ralem dan nasibnya sendiri. Pada kutipan berikut tergambar karakter Mulyani. “…menatap Mulyani dengan jelas. Segar kulit gadis itu. Alis dan matanya khas Mandarin. Tetapi leher itu! Jenjang dan punya kerutan-kerutan halus yang melingkar seperti leher Pradnyaparamita, Ken Dedes. … putih kekuningkuningan,…” (DKBC: 111) commit to user
lvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5) Pak Barkah Pak barkah adalah pemimpin redaksi dan pemilik penerbitan Kalawarta, bijaksana, dan suka menolong. Pada kutipan berikut tergambar karakter Pak Barkah. “…Pak Barkah, pemimpin redaksi dan pemilik penerbitan Kalawarta. Mula-mula pemuda Tanggir itu mendapat sambutan yang biasa saja; sikap Pak Barkah seperti sedang menghadapi seorang pelamar pekerjaan. Namun kemudian sikapnya berubah menjadi penuh perhatian setelah Pambudi menerangkan maksudnya dengan jelas. Uraian Pambudi selalu ditanggapinya dengan anggukan kepala. Bahkan lakilaki dengan kacamata berlensa tebal itu masih menganggukangguk meskipun Pambudi telah selesai menerangkan semuanya. Sambil menatap datar, Pak Barkah mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan….” (DKBC: 36) 6) Mbok Ralem Mbok Ralem adalah warga miskin di desa Tanggir. Dia selalu nrima atas perlakuan Pak Dirga yang licik dan jahat. Dia mengidap penyakit kangker pada lehernya, dan dapat sembuh dengan bantuan perjuangan Pambudi. Pada kutipan berikut tergambar karakter Mbok Ralem. “…Uangnya akan kupergunakan untuk berobat, Lihatlah, leherku membengkak. Sakit sekali rasanya.” Mbok Ralem, demikian nama perempuan itu, memperlihatkan lehernya yang menggembung seperti leher ular koros…” (DKBC: 19) Selain tokoh-tokoh tersebut, ada juga tokoh lain seperti Bu lurah/Bu Runtah, Eyang Wira, Bambang Sembodro, Topo, Poyo, dan lain-lain yang memiliki peran yang tidak terlalu mencolok.
c. Latar Latar merupakan gambaran setting dari suatu cerita. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis dari novel tersebut kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi.
commit to user
lvii
41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
Latar dalam menampilkan setting dapat berupa latar belakang sosial, budaya, psikis, dan fisik yang dapat menghidupkan ceirta. Namun, lebih banyak cerita hanya dianalisis dari latar sebagai berikut. 1) Latar tempat Latar
tempat
dapat
dipahami
sebagai
tempat
yang
menggambarkan cerita itu berlangsung. Latar tempat merujuk pada lokasi terjadinya peristiwa. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu. Dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak, latar tempat yang ada sebagai berikut. “… Di sekitar kaki Bukit Cibalak,…” (DKBC: 6) “…Di halaman Balai Desa telah berkumpul banyak sekali warga Desa Tanggir….” (DKBC: 10) “…Ternyata Pak Dirga belum ada di kantornya…” (kantor Pak Dirga) (DKBC: 20) “…Dipanggilnya penghuni rumah itu. Mbok Ralem keluar sambil membopong anaknya yang pucat dan batuk….” (rumah Mbok Ralem) (DKBC: 29) “…Mbok Ralem tampak berdua dengan Pambudi di depan pasar Desa Tanggir….” (DKBC: 32) “…Sebelum Pambudi mendaftar di loket, Mbok Ralem disuruhnya duduk di bangku tunggu bersama calon pasien lain….” (Rumah Sakit) (DKBC: 32) “…Dikatakannya bahwa baru besok pagi ada kepastian lamatidaknya mereka harus tinggal di Yogya….” (DKBC: 33) “…Kalau aku menghendaki suasana yang tertib, mestinya tak kupilih losmen ini, pikir Pambudi….” (DKBC: 40) “…naik becak menuju ke kantor Redaksi Kalawarta. Ketika becak itu berhenti,…” (DKBC: 51).
commit to user
lviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
2) Latar waktu Latar waktu merupakan waktu (pagi, siang, sore, atau malam) yang terdapat dalam gambaran cerita. Latar waktu berhubungan dengan kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak, latar waktu yang ada adalah: a) pagi hari, seperti pada kutipan berikut. “…Pagi hari pada musim tanam ladang….” (DKBC: 8). b) siang hari, seperti pada kutipan berikut. “…Suatu siang Pak Danu pulang dari rumah taukenya. Ia sengaja…” (DKBC: 7) “…Matahari telah naik setinggi bubungan Balai Desa….” (DKBC: 13). c) sore hari, seperti pada kutipan berikut. “…Tetapi hari itu masih ada dua orang di sana walaupun hari sudah pukul tiga lewat….” (DKBC: 56). d) malam hari, seperti pada kutipan berikut. “…Malam hari di pedukuhan yang sepi membuat alam kelihatan akrab. Bulan mendaulat langit dengan latar belakang kedipan bintang-bintang. Awan yang melayang rendah membuat bayang-bayang raksasa di atas tanah. Bila tidak ada yang mengalingi, sinar bulan mencapai tanah dengan daya pantul yang penuh….” (DKBC: 60). 3) Latar suasana Latar suasana adalah suasana yang kerap ditampilkan pengarang pada
cerita
tersebut,
seperti:
menyenangkan,
menyedihkan,
menegangkan, dll. Suasana batin individual pengarang disebut mood, sedangkan suasana yang timbul karena penataan setting disebut atmosphere. Suasana cerita yang timbul akibat sikap pengarang terhadap pokok persoalan yang dikemukakan dalam cerita disebut dengan tone. commit to user
lix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak, latar suasananya adalah: a) kekaguman “…Orang-orang memandang Pak Danu dengan kagum…” (DKBC: 8) b) ketegangan “…Betul, ternyata Mbok Ralem mengidap kanker. Pambudi mengernyitkan keningnya. Wajahnya tampak tegang….” (DKBC: 35) c) ketakutan “…Wajah Mbok Ratem pucat mendadak. Betul, dua tahun yang lalu ia meminjam sepuluh kilo padi dari lumbung. Dua panenan berikutnya hama wereng memusnahkan padinya selagi masih hijau. Jadi ia tidak bisa mengumpulkan bawon. Jangankan untuk mengembalikan pinjaman, untuk makan bersama dua orang anaknya saja sudah tidak ada. Perempuan itu terkejut ketika Pak Dirga mengulangi pertanyaannya. Dengan suara yang bergumam di tenggorokan, Mbok Ralem mengakui dakwaan lurahnya….” (DKBC: 21) d) bahagia “…Bukan main senang hati perempuan itu ketika ia kembali. Seakan-akan benjolan di sisi lehernya sudah lenyap….” (DKBC: 31) e) sedih “…Mas Ajeng, saya teringat pada kedua orang anak saya. Di sini saya makan serba enak dan serba cukup. Tetapi kedua anak saya, saya yakin, mereka telantar bersama bibi mereka. Maka kalau boleh, saya akan membawa pulang makananmakanan itu untuk anak-anak saya….” (DKBC: 50). 4) Latar sosial Latar sosial merujuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, serta hal-hal lainnya.
commit to user
lx
44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berikut diantaranya adalah kutipan yang menunjukkan latar sosial dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak. “…Sekarang terowongan di bawah belukar puyengan itu lenyap, berubah menjadi jalan setapak…” (DKBC: 6) “…Di sekitar kaki Bukit Cibalak, tenaga kerbau telah digantikan traktor-traktor tangan. Burung-burung kucica yang telah turun-temurun mendaulat belukar puyengan itu terpaksa hijrah ke semak-semak kerontang yang menjadi batas antara Bukit Cibalak dan Desa Tanggir di kakinya…” (DKBC: 6) “…Tiap-tiap calon mempunyai beberapa orang botoh yang mempunyai tugas sebagai pengumpul suara….” (DKBC: 14). d. Alur Alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra. Novel Di Kaki Bukit Cibalak memiliki alur maju. Hal ini dapat dipahami dari ringkasan alur cerita berikut. Desa Tanggir yang awalnya sangat alami dengan segala kesederhanaannya, kini mulai berubah akibat adanya arus modernisasi. Dengan terpilihnya Pak Dirga sebagai lurah baru di desa Tanggir semakin membuat Pambudi ingin keluar dari pekerjaannya sebagai pengurus Koperasi Desa, terlebih lagi adanya
kasus
Mbok
Ralem
yang
sangat
membutuhkan
pertolongan namun pemerintah desa tidak mau peduli. Dengan berbekal tabungannya, Pambudi membawa Mbok Ralem ke Yogya
untuk
berobat.
Karena
kurang
biaya,
Pambudi
mengupayakan pencarian dana dengan memasang iklan di harian Kalawarta, dibantu Pak Barkah sebagai pimpinannya. Akhirnya dana terkumpul dan Mbok Ralem sembuh. Sementara Mbok Ralem dipulangkan ke Tanggir, Pambudi bertahan di Yogya, dia commit to milik user orang Cina, sampai akhirnya bekerja di sebuah toko Arloji
lxi
45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id46
kenal Mulyani dan dekat dengannya. Kemudian Pambudi alih profesi menjadi wartawan harian Kalawarta, sembari kuliah di sebuah universitas di Yogya. Setelah lulus dia pulang ke Tanggir dan bertemu Sanis, kembang desa yang sempat ada di hatinya. Namun, rasa itu sudah berubah karena Pambudi sudah menjalin hubungan dengan Mulyani.
Inti cerita ini dapat diperkuat dengan kutipan-kutipan cerita berikut. “…Dulu, jalan setapak itu adalah terowongan yang menembus belukar puyengan. Bila iring-iringan kerbau lewat, tubuh mereka tenggelam di bawah terowongan semak itu….” (DKBC: 5) kemudian cerita pergantian lurah, “…Dan ternyata keluhuran budi, kearifan, serta kejujuran Pak Badi tidak memberikan nasib baik. Ia kalah, karena Pak Dirga-lah yang terpilih….” (DKBC: 16) selanjutnya muncul perasaan keresahan Pambudi yang kian menjadi akibat mengeruhnya keadaan di desa Tanggir, “…Hati Pambudi makin lama makin resah. Rasanya ia takkan bisa berbuat banyak dengan lumbung koperasi Desa Tanggir. Pak Dirga, lurah yang baru, berbuat tepat seperti yang diramalkan Pambudi. Curang! Aneh, pikir Pambudi, aku hanya ingin bekerja menurut ukuran yang wajar….” (DKBC: 18) semakin hari permasalahan yang muncul di Tanggir semakin kompleks, Pambudi berinisiatif melakukan sesuatu dengan caranya sendiri demi membantu Mbok Ralem, salah satu korban kerumitan masalah di Tanggir, “…Empat lembar puluhan ribu itu tergeletak di atas meja. Pak Barkah tidak melihat uang yang telah diletakkan oleh Pambudi itu. Ia tampak gelisah dalam duduknya. Beberapa kali ia mengepulkan asap rokoknya dengan embusan yang panjang….” (DKBC: 37)
commit to user
lxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kemudian Pambudi memilih untuk merantau dan bekerja sembari kuliah di Yogyakarta, “….Tetapi jangan kaulupakan, bahwa yang membuka pintu bagimu adalah aku sendiri, pemimpin Redaksi Kalawarta. Jadi soalnya tinggal padamu, mau atau tidak menerima tawaranku itu. Percayalah, aku telah memikirkan sejauh mungkin sebelum memutuskan tawaran itu padamu. Tugasmu yang pertama nanti adalah meneruskan pekerjaan yang telah dimulai oleh Pendi Toba. Kau tidak akan bekerja dari nol. Data yang telah berhasil dikumpulkan oleh Pendi Toba sudah agak lengkap dan berbobot pula. Nanti kau dapat membacanya sendiri. Dan aku sama sekali tidak mau menghalangimu masuk ke perguruan tinggi. Malah aku akan membantumu sebisa-bisaku. Kuberitahu sekarang, biar bagaimanapun jeleknya, aku ini seorang sarjana publisistik. Selain memimpin Kalawarta, aku juga mengajar di universitas yang ingin kaumasuki. Seandainya nilai ujianmu bukan yang terburuk, percayalah, tahun pelajaran mendatang kau sudah menjadi mahasiswa. Paham?...” (DKBC: 121) di bumi perantauan itu Pambudi mengenal Mulyani sampai akhirnya mereka menjalin hubungan yang lebih dekat, “…Kini Mulyani bukan hanya bersandar kepada Pambudi. Ia memeluk pemuda itu erat-erat. Tangisnya berderai lagi. Dalam hati Pambudi berkecamuk peperangan berbagai perasaan. Masingmasing perasaan menuntut Pambudi, mendesak agar dituruti. Ketika segalanya mengendap, Pambudi dapat berpikir tenang. Kesadaran muncul. Ia tahu siapa dirinya, suatu pengetahuan yang datang bersama kejujuran. Pambudi bercakap-cakap dengan dirinya sendiri….” (DKBC: 168) e. Gaya Istilah gaya dapat diambil dari bahasa Inggris style dan dalam bahasa Latin stillus, mengandung arti leksikal alat untuk menulis. Menurut Aminuddin (dalam Priyatni, 2010:114) bahwa “Dalam istilah sastra, gaya dipahami sebagai cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.” Waluyo (2011b:25) mengungkapkan commit to user
lxiii
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bahwa “Setiap pengarang memiliki gaya bercerita yang khas.” Demikian yang terjadi pada Tohari dalam menciptakan novel Di Kaki Bukit Cibalak. Pengertian gaya di sini sering dikacaukan oleh pengertian gaya bahasa. Padahal, gaya bahasa merupakan bagian dari gaya. Jadi, gaya memiliki pengertian yang lebih luas dari pada gaya bahasa. Gaya merupakan cermin pribadi pengarang. Gaya itu sendiri dibentuk oleh unsur kebahasaan yang berupa kata dan kalimat. Alat gaya berupa majas dan kiasan. Gaya kepengarangan Tohari sangat santai. Sederhana namun memiliki pesan yang mendalam. Gaya kebanyumasannya sangat mencirikan
kepengarangan
Tohari.
Gaya
kepengarangannya
juga
dipengaruhi oleh masa kepenulisannya. Karya sastra Tohari merupakan salah satu karya sastra yang lahir pada dekade 70-an sampai 80-an. Karenanya, karya Tohari tidak jauh dari sifat penuh ekspresi semangat dan merekam kehidupan masyarakat yang penuh keberagaman pemikiran. Hal tersebut digambarkan pada cerita Pambudi yang begitu semangat mengungkap kebobrokan pemerintahan lurah Dirga di desa Tanggir. Berikut salah satu kutipannya. “Kampret!” teriak Pambudi dalam hati. “Ini pasti perbuatan Lurah Tanggir dan Poyo. Pengecut! Akan kubuktikan di depan pengadilan siapa yang menggarong uang itu. Penduduk Tanggir harus yakin bahwa aku masih tetap si Pambudi yang dulu, yang menganggap kejujuran adalah hal yang wajar yang harus dihormati oleh semua orang. Aku bukan hanya menghormati, bahkan sudah dan akan tetap mengamalkannya. Aku harus membela diri, karena tuduhan terhadap diriku sudah keterlaluan. Aku harus menantang mereka sampai ke depan hakim. Harus!” (DKBC:115) Keadaan yang hampir sama juga terdapat dalam kutipan berikut. “Tulisan-tulisan Pambudi dalam Kalawarta sudah dikenal orang secara luas. Ia mempunyai kegemaran mengetengahkan masalahmasalah kemasyarakatan, cara yang khas Pambudi. Bahasanya sederhana, lugas, dan komikal. Orang tidak harus menarik alis kuat-kuat bila membaca tulisan Pambudi, meskipun masalah yang dikemukakannya sensitif, commitbahkan to user mungkin mampu memancing suasana panas.” (DKBC:147) lxiv
48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
Dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak juga muncul keberagaman pemikiran dari masing-masing tokoh. Tokoh Pambudi yang berpikiran kuat untuk memperjuangkan kebaikan di Tanggir rela melakukan segala upaya agar kecurangan yang terjadi di sana segera terkuak sehingga Tanggir dapat memiliki kehidupan yang lebih baik. Pemikirannya direalisasikan dengan usahanya membuat tulisan-tulisan di harian Kalawarta hingga akhirnya bupati mengetahui ketidakberesan yang terjadi di desa Tanggir. Kebalikan dari Pambudi yang memperjuangkan kebaikan untuk Tanggir, Pak Dirga sebagai lurah yang tidak amanah tersebut selalu berpikiran curang terhadap desa maupun warga desa Tanggir. Mulai dari korupsi uang kas lumbung koperasi desa Tanggir, sampai kesewenangwenangannya menyunting Sanis walaupun sesungguhnya Sanis tidak setuju dengan kehendaknya. Selain itu, digambarkan suatu pemikiran yang terjadi pada Pak Barkah, beliau sangat terkesan kepada Pambudi dan selalu bersedia membantu Pambudi demi kebaikan. Ada pula pemikiran Sanis yang masih lugu namun harus dihadapkan pada konflik percintaan yang kurang berpihak padanya.
f. Sudut Pandang Sudut pandang yang diambil oleh pengarang berbeda-beda dalam setiap karya-karyanya. Tohari dalam menulis novel Di Kaki Bukit Cibalak mengambil sudut pandangnya sebagai orang ketiga yang serba tahu tentang cerita. Penggunaan sudut pandang yang seperti itu dapat pula dipahami sebagai pencerita diaan. Menurut Priyatni (2010:115) bahwa “penceritaan diaan dalam bercerita biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga.” Menurut Waluyo (2011a:31) bahwa “Point of view dinyatakan sebagai sudut pandang pengarang, yaitu teknik yang digunakan oleh pengarang untuk berperan dalam cerita itu.” commit to user
lxv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Pengarang seperti ini dapat juga disebut narrator acting. Hal ini dapat ditunjukkan dengan ketidakadaan pengakuan sebagai aku oleh Tohari dalam novel tersebut. Semua tokoh menampilkan karakter masingmasing tanpa aku di dalamnya.
g. Amanat Amanat yaitu suatu pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui cerita yang dibuatnya. Dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak, berikut beberapa amanat yang terkandung di dalamnya. 1) Jadilah pemimpin yang amanah! 2) Bantulah orang yang lemah dan membutuhkan bantuan! 3) Pedulilah terhadap sesama!
Menurut Tohari sebagai pengarang novel Di Kaki Bukit Cibalak, novel ini dibuat untuk menyampaikan pesan bahwa Nilai-nilai yang terkandung dalam novel ini, seperti kejujuran Pambudi, pembelaannya pada orang miskin, dan semangatnya untuk maju, diharapkan dapat memengaruhi dan memotivasi pembaca untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Lepas dari unsur instrinsiknya, pada sebuah novel, sampul buku novel menjadi simbol yang mewakili isi cerita tersebut. Demikian juga yang terjadi pada novel Di Kaki Bukit Cibalak. Pada sampul novel ini terdapat beberapa gambar. a.
Gereja menggambarkan keberagaman agama, seperti situasi yang diceritakan dalam novel tentang Mulyani sebagai orang Cina yang beragama nonmuslim, sementara Pambudi sebagai seorang muslim, dan mereka dapat hidup berdampingan dengan baik.
b.
Raksasa menggambarkan penguasa yang jahat, hal ini mewakili cerita tentang kekuasaan pemerintahan Lurah Dirga dengan segala kerusuhan yang dilakukannya. commit to user
lxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
c.
Wanita berambut panjang menggambarkan wanita desa, yakni Sanis yang memiliki kecantikan paras yang alami. Berbicara realita sosiologi sastra, novel ini terinspirasi dari sebuah kisah
nyata, dengan latar cerita yang nyata, namun bukan sebuah buku biografi yang terfokus pada seorang tokoh. Latar belakang dan lokasi kejadian dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak memang benar-benar ada. Karena Tohari juga berasal dari desa Cibalak, jaraknya dari Tinggarjaya sekitar 10 km. Dari kelima informan yang peneliti temui, mereka memiliki pendapat hampir sama terkait dengan latar belakang pembuatan novel Di Kaki Bukit Cibalak. Mereka mengemukakan bahwa novel ini dibuat dengan berlatarkan ide yang muncul dari permasalahan nyata yang muncul di desa Tanggir, daerah di kaki Bukit Cibalak. Mereka berpendapat demikian karena menurut mereka konflik-konflik yang muncul dalam cerita ini memang secara nyata kerap dialami oleh masyarakat. Selain itu, mengingat pengarang novel ini merupakan masyarakat Banyumas yang berasal dari desa dan sangat memungkinkan untuk mengalami keadaan secara langsung seperti yang diceritakan dalam novel tersebut. Dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak muncul banyak tokoh dengan berbagai perwatakan yang berbeda-beda. Menurut pengarang novel Di Kaki Bukit Cibalak, nama-nama tokoh tersebut terinspirasi dari filosofi bahasa Jawa. Dengan pilihan nama yang masih sangat polos, karena ini merupakan novel pertama Tohari. Novel ini menurutnya dapat dikatakan merupakan sebuah catatan anak SMA. Tokoh-tokoh tersebut masing-masing memiliki karakter yang berbeda-beda. Karakter-karakter tersebut dapat dikatakan merupakan sebuah realita penokohan dalam kehidupan, karena karakterkarakter tersebut banyak ada dalam kehidupan nyatanya. Karakter ini merupakan gambaran dari masyarakat secara umum. Selain pernyataan yang dikemukakan pengarang berkaitan dengan tokoh dan penokohan dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak, para informan juga turut berpendapat bahwa tokoh dan penokohan dalam cerita ini sangat akrab user variasi tokoh yang bermacamdengan kehidupan sehari-haricommit mereka.toDengan
lxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
macam, dengan ketegasan karakter tokoh yang jelas, dan dengan kealamian karakter tokoh yang ditampilkan, menurut para informan hal ini menjadi salah satu kekuatan yang dimiliki novel tersebut. Nama tokohnya sangat sederhana dan sangat familiar didengar oleh masyarakat Banyumas khususnya dan Jawa pada umumnya. Pada masanya, banyak masyarakat di daerah Banyumas yang memiliki nama seperti Bambang, Runtah, Ralem, Topo, Poyo, Pambudi, Pam, atau bahkan Budi, sangat sering terdengar di Jawa maupun Banyumas khususnya. Namun, berbeda keadaannya dengan saat ini. Seiring berkembangnya zaman, seiring tercampurnya budaya luar yang masuk dan menyatu dengan budaya Indonesia, Jawa, maupun Banyumas, sedikit banyak turut memengaruhi pemilihan nama seseorang. Nama seseorang sangat berkaitan erat dengan makna yang terkandung di dalam nama tersebut. Nama yang sederhana biasanya memiliki makna yang sederhana pula. Namun, saat ini, nama seseorang/masyarakat Banyumas sudah lebih terkesan modern, salah satu penyebabnya adalah tercampurnya kebudayaan yang masuk ke Banyumas dari berbagai daerah bahkan dari luar negeri. Berdasarkan tokoh dan penokohan yang ada dalam cerita, pengarang novel Di Kaki Bukit Cibalak menyampaikan pendapatnya berkaitan dengan makna yang terkandung dalam nama tokoh pada ceritanya, berikut adalah beberapa tokoh dengan arti dari namanya. a. Dirga memiliki makna seseorang yang gagah. b. Pambudi, dari kata tersebut dapat mudah ditangkap maknanya, yaitu seseorang yang berbudi baik, memiliki sifat yang baik untuk sesama. c. Sanis, bermakna seseorang yang berpembawaan manis, tokoh Sanis memang digambarkan sebagai seorang gadis desa yang masnis dan cantik. Dari banyak tokoh dalam cerita tersebut, pengarang mengemukakan pendapat bahwa karakter yang paling menonjol dan karakter yang paling berjasa menghidupkan cerita tersebut adalah Pambudi, sebagai tokoh utama. Pambudi memiliki karakter jujur, merupakan pribadi yang bersemangat ingin commit to user
lxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
maju, dan telaten. Dia diceritakan sebagai anak desa yang kemudian sempat menjadi pelayan toko dan wartawan Kalawarta, sambil tetap kuliah. Hampir sama dengan pendapat yang dikemukakan pengarang kepada peneliti, terkait hal tersebut informan yang peneliti temui juga berpendapat demikian. Menurut mereka, dari sekian banyak tokoh yang ada dalam cerita tersebut, Pambudi memang disajikan sebagai tokoh utama yang sangat menyedot perhatian pembaca. Dengan segala sifat dan sikap yang ditampilkan tokoh Pambudi ini memang berpengaruh besar terhadap cerita novel Di Kaki Bukit Cibalak. Pambudi yang digambarkan memiliki karakter prinsipil, cakap, baik hati, rela berkorban, tidak mudah putus asa, bijaksana, dan berumur 24 tahun ini memiliki kisah lain yang cukup rumit, yakni kisah cintanya yang melibatkan Sanis dan Mulyani. Sikap Pambudi yang demikian membawa dampak yang sangat berpengaruh terhadap pemerintahan Pak Dirga di desa Tanggir. Dengan kisah perjuangannya membantu Mbok Ralem, Pambudi kemudian menulis sebuah tulisan di harian Kalawarta yang berakibat mundurnya Pak Dirga dari jabatan lurah desa Tanggir. Wacana ini dapat menjadi perhatian kritis terhadap realita kemasyarakatan saat ini. Jika masih ingat kasus mundurnya Presiden Suharto saat itu, Presiden mundur karena kritisi yang dilakukan masyarakat. Kasus ini hampir sama dengan kasus Pak Dirga yang dikritisi oleh Pambudi. Kian lama, peneliti rasa kian banyak muncul pemimpin-pemimpin maupun wakil-wakil rakyat menampakkan kenyataan yang sangat memerihatinkan, mereka yang diamanahi masyarakat untuk mengayomi masyarakat tersebut justru lebih banyak dari mereka tidak menunjukkan sikap yang diharapkan masyarakat. Mungkin harus muncul banyak Pambudi-Pambudi lain yang dapat melakukan sesuatu demi keadaan yang lebih baik. Selain tokoh Pambudi yang begitu berpengaruh terhadap pemerintahan desa Tanggir, ada pula tokoh Sanis yang dianggap sangat menarik oleh salah satu informan yang peneliti temui. Menurutnya, daya tarik Sanis dalam cerita ini berkaitan dengan karakternya sebagai gadis desa yang cantik, lugu, namun commit to user berpenampilan menarik. Selain itu, Sanis yang terlibat cinta dengan Pambudi
lxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
yang berumur jauh diatasnya, dan Sanis yang menjadi korban poligami Pak Dirga, lurah desa Tanggir. Lepas dari tokoh dan penokohannya, novel Di Kaki Bukit Cibalak di penuhi dengan konflik sosial yang cukup komplek. Hal ini dikarenakan merupakan konsekuensi dari tema. Tema cerita ini adalah kehidupan sosial, muncul beberapa perubahan sosial di kampung Tanggir tersebut, masyarakat yang mulai berubah menjadi lebih konsumtif yang kemudian meluas menjadi permasalahan politik. Namun, yang mendominasi konflik cerita ini adalah permasalahan politiknya. Permainan politik yang diotaki oleh lurah Dirga menjadi cerita yang dominan dari novel Di Kaki Bukit Cibalak. Dari awal jabatannya, kecurangan demi kecurangan telah dilakukan olehnya yang semakin memperburuk keadaan Tanggir. Keadaan seperti ini kerap kali ditemui di masyarakat secara nyata. Tidak asing lagi masyarakat mendengar kasus penyalahgunaan kewenangan kekuasaan pemerintahan, karena cukup banyak para pemimpin yang tidak amanah dan melakukan penyalahgunaan kewenangan tersebut. Sangat disayangkan jika kemudian masih banyak muncul kasus-kasus baru terkait penyalahgunaan kewenangan kekuasaan tersebut. Cerita kehidupan politik dianggap sangat menarik oleh pengarang novel Di Kaki Bukit Cibalak, politik menurutnya merupakan satu hal yang tidak dapat terlepas dari kehidupan. Seperti cara-cara meraih jabatan, dalam hal ini yang menarik adalah kekuasaan yang seharusnya digunakan demi kepentingan rakyat. Namun, dalam kenyataannya kekuasaan itu dinikmati sendiri oleh para pemimpin tersebut (kepala desa). Kepercayaan rakyat selalu diabaikan oleh para pemimpin. Pemimpin melalaikan amanat dari rakyat. Bahkan mereka sering kali KKN dan merugikan rakyat. Permasalahan politik memiliki pengaruh yang sangat besar dalam masyarakat. Dimana ada kekuasaan, disitulah politik bermain, dan itu mutlak pengaruhnya. Jika dahulu kekuasaan ada di tangan raja maka raja sebagai penentu, sementara, sekarang kita diatur oleh Bupati, DPRD, dal lain-lain. commit to user
lxx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
Merekalah yang mengatur kita dengan berbagai peraturan dan perundangundangnya. Jadi menurut Tohari, politik itu mutlak berkuasa. Semua informan penelitian mengungkapkan bahwa politik memang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Politik sudah menjadi nyawa dalam kehidupan. Dalam suatu kehidupan politik kemudian muncul masalah-masalah kemasyarakatan. Masalah yang dimunculkan dalam cerita, memang masih kerap ditemui dalam kenyataan di masyarakat saat ini. Seperti masalah KKN, kecurangan dalam pemilu, dan masih banyak lagi praktik kecurangan politik. Namun, seperti rahasia umum, praktik tersebut sudah jelas nampak, tetapi belum ada pihak yang dapat menghentikan praktik kecurangan tersebut. Ini merupakan sebuah realita, bukan sekedar cerita fiktif belaka. Dapat diambil sebuah pesan dari cerita ini, yakni dari cerita ini, diharapkan muncul tokoh-tokoh nyata yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. Lepas dari konflik politik yang digambarkan dalam cerita dan memang secara nyatapun ada, muncul juga konflik yang menurut masyarakat pembaca dikatakan menarik, yakni konflik percintaan dan konflik batin. Namun, dalam hal cerita ini konflik percintaannya cenderung minim dan hanya sebagai pemanis cerita belaka. Begitu pula dengan munculnya konflik batin yang hanya berperan sebagai penguat cerita dan bukan yang utama dalam cerita. Di samping itu, karakter tokoh dalam cerita juga mewakili gambaran tokoh-tokoh nyata dalam masyarakat. Seperti Sanis, kembang desa yang cantik nan lugu, nyatanya sampai zaman seperti ini pun masih ada karakter nyata seperti Sanis, namun mungkin tidak selugu Sanis mengingat kian berkembangnya
teknologi
saat
ini. Pambudi,
pemuda
cakap
yang
memperjuangkan nasib warga tertindas, sampai sekarang masih dapat ditemui karakter seperti itu, hanya saja sangat jarang ada orang sebaik dia. Pak Dirga, lurah yang tidak amanah dan licik. Karakter ini sangat mudah ditemui dalam dunia nyata, seperti kasus terhangat saat ini, Bupati Garut yang hampir tidak dapat dijadikan panutan bagi rakyatnya. Mbok Ralem, gambaran warga user miskin yang tertindas di dunia miskin yang tertidas, sangatcommit banyaktowarga
lxxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
nyata dan di zaman sekarang ini. Pak Barkah, gambaran pemimpin yang peduli dengan kemanusiaan, dibalik banyaknya pemimpin yang kurang amanah, tetap masih ada para pemimpin yang amanah seperti Pak Barkah. Mulyani, Gadis Cina yang cantik dan baik, karakter yang tidak terlalu menonjol, namun cukup berpengaruh dalam cerita ini juga mudah ditemui di dalam masyarakat nyata. Pengarang menjabarkan alasan sederhana tentang novel ini di tulis dengan nuansa kebanyumasan, ini dikarenakan bahwa pengarang harus menulis hal-hal yang sudah dimengertinya. Jika beliau menulis yang sepenuhnya imajinasi dirasanya tidak mungkin akan menjadi cerita yang bernyawa. Seperti pada sedikit cuplikan di cerita Ronggeng Dukuh Paruk, pada novel tersebut ada situasi hotel di Singapura, meskipun tidak sepenuhnya imajinasi, namun Tohari merasa tulisan itu menjadi “gagap”, karena beliau baru sekali berada di sana dan belum sepenuhnya mengenal tempat itu. Tetapi, tentang kehidupan desa, sawah, dan dunia Banyumas, itu sangat dimengerti karena memang pengarang sudah mengalaminya sendiri. Nuansa kebanyumasan sangat terlihat dalam beberapa kosa kata dalam kutipan cerita berikut. “…Tiap-tiap calon mempunyai beberapa orang botoh yang mempunyai tugas sebagai pengumpul suara….” (DKBC: 14) Botoh merupakan istilah yang sangat familiar di Banyumas. Terlebih jika sedang masa pemilihan lurah. Botoh dalam bahasa Indonesia berarti tim sukses, sekelompok orang yang membantu menyukseskan calon lurah tersebut. Selain botoh ada pula istilah mbok, berikut kutipannya. “…Wajah Mbok Ralem pucat mendadak...” (DKBC: 21)
Dalam bahasa Banyumas, mbok memiliki makna kata sapaan untuk seorang ibu. Kemudian ada lagi istilah bawon yang juga tidak kalah familiernya di daerah Banyumas, namun banyak dari masyarakat di luar Banyumas yang tidak mengerti istilah tersebut, berikut kutipannya. commit to user “…Jadi ia tidak bisa mengumpulkan bawon….” (DKBC: 21) lxxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Bawon berarti semacam upeti, upeti disini memiliki kontek semacam pajak yang harus dibayarkan kepada desa oleh rakyatnya. Selain itu, dimunculkan pula peribahasa dari Banyumas berikut ini. “…Turutilah tutur kata para orang tua: Wani ngalah, luhur wekasane. Berani mengalah, menjadikan kita luhur pada akhirnya…” (DKBC: 93) Wani ngalah, luhur wekasane, istilah ini menggunakan bahasa Jawa Banyumas, yang dalam novel tersebut sudah disertai maknanya dalam bahasa Indonesia yaitu berani mengalah, menjadikan kita luhur pada akhirnya. Luhur dalam konteks ini maksudnya adalah kebaikan. Jadi, berani mengalah dapat membawa kebaikan diujungnya. Selain itu, ditampilkan lagi istilah celeret gombel, berikut kutipannya. “…Manik-maniknya turun-naik seperti celeret gombel….” (DKBC: 143) Celeret gombel berarti semacam istilah untuk lelaki hidung belang, lelaki dengan birahi dan nafsu yang terumbar. Dalam konteks cerita ini, lelaki itu adalah Eyang Wira, dukun yang menggunakan alibinya menjadi tetua di Tanggir namun ternyata dia bersikap layaknya dukun cabul terhadap Bu Runtah isteri Pak Dirga. Lebih dari kosa kata tersebut, masih banyak hal-hal yang menunjukkan kekhasan Banyumas, seperti pilihan nama tokoh, adat istiadat, lokasi, dan sebagainya. Kemudian, tidak jauh berbeda dari topik kebanyumasannya, nuansa kedesaannya juga sangat terasa dalam novel ini, hal tersebut dapat dilihat dari beberapa kutipan cerita berikut. “…jalan setapak itu adalah terowongan yang menembus belukar puyengan. Bila iring-iringan kerbau lewat, tubuh mereka tenggelam di bawah terowongan semak itu. Hanya bunyi korakan yang tergantung pada leher mereka terdengar dengan suara berdentangdentang, iramanya tetap dan datar. Burung-burung kucica yang terkejut, terbang mencicit….” (DKBC: 5) commit to user
lxxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
“…Dari seberang kali terdengar orang memukul kentongan. Pukul tiga dini hari. Gerimis masih telaten. Bunyi tetesan-tetesan air di atas daun keletak-keletik seperti suara hantu. Jangkrik dan gangsir berbunyi ramai sekali. Belalang anggas menggesek-gesekkan bulunya dari tempat persembunyiannya di lereng Kuburan Ampeljajar….”( DKBC: 65) “…Dataran yang mengelilingi Cibalak menjadi tempat satwa pemakan rumput. Kijang dan menjangan dua kali setahun melahirkan anak-anaknya. Satu-dua ekor anak mereka akan mati dimakan gogor, sejenis kucing hutan yang besar….” (DKBC: 68) Beberapa hal seperti jalan setapak, belukar, jangkrik, dan sebagainya itu sangat membantu menghidupkan suasana kedesaan dalam cerita. Ilustrasi tersebut dapat menjadi kekuatan cerita yang memang ada dalam dunia nyata. Nuansa pedesaan memang tidak akan jauh dari hal-hal tersebut. Selain itu, para informan mengutarakan pemahamannya bahwa lokasi yang diceritakan pada novel memang secara fisik benar adanya. Namun, dalam cerita ini tempat kejadian tidak seutuhnya persis seperti yang ada di daerah kaki Bukit Cibalak tersebut. Secara garis besar para informan mengemukakan bahwa keadaan alam kaki Bukit Cibalak ini telah menginspirasi pengarang dalam merangkai cerita Di Kaki Bukit Cibalak namun
keadaan
yang
sebenarnya
tidak
sepenuhnya
sama
seperti
kenyataannya. Hal ini hakikatnya dikarenakan antara cerita fiksi dan alam nyata itu memiliki dunia yang berbeda. Berikut
adalah
cuplikan
kalimat
yang
menunjukkan
bahwa
kemungkinan lokasi cerita itu ada. “…Mbok Ralem tampak berdua dengan Pambudi di depan pasar Desa Tanggir. Kedua anak Mbok Ralem dititipkan kepada salah seorang bibinya. Sebuah bus bermesin disel membawa kedua orang itu ke Yogya. Perjalanan akan memakan waktu empat jam….” (DKBC: 32) Dapat dipahami bahwa memang realitanya jarak antara Tanggir, Banyumas ke Yogyakarta dapat ditempuh selama kira-kira empat jam commit to user perjalanan jika ditempuh menggunakan bus. Ini menjadi salah satu data teks
lxxiv
58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang dapat membuktikan bahwa lokasi yang menjadi latar tempat cerita memang benar adanya. Terlepas dari semua strukturalisme dan fiktif maupun nonfoktifnya yang melekat dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak, novel tetap merupakan sebuah karya sastra yang tidak mungkin memiliki kesempurnaan. Setiap karya sastra, apapun itu bentuknya, pasti memiliki nilai lebih maupun kurangnya. Seperti halnya novel Di Kaki Bukit Cibalak yang juga memiliki nilai lebih di mata pembacanya. Beberapa kelebihan yang diakui adanya oleh pembaca seperti berikut. a.
Novel ini dapat membantu menggali kearifan budaya lokal Banyumas, sehingga apa yang sebelumnya belum dikenal masyarakat luas, dengan ditulisnya hal tersebut di novel kemudian menjadi lebih dikenal, hal ini mengisyaratkan pengarang memiliki pengetahuan budaya yang sangat baik.
b.
Pengarang menggambarkan tempat dan jalan ceritanya dengan baik, sehingga pembaca seolah terlibat langsung dalam suasana novel tersebut.
c.
Penggambaran karakter tokoh juga sangat detail, sehingga karakter tokohnya mudah dipahami dan dikenali karakternya.
d.
Alur cerita yang sederhana, bahasa yang lugas, dan mudah dipahami. Menurut Tohari (2005) sebagai pengarangnya, novel ini dianggapnya
novel istimewa karena novel ini merupakan tulisan pertamanya yang diapresiasi dengan sangat luar biasa. Dari beberapa informan yang peneliti temui ternyata kurang paham bahwa novel ini sesungguhnya merupakan novel pertama Tohari yang awalnya dimuat di harian KOMPAS pada tahun 1979, dan diterbitkan ulang yang benar-benar dalam bentuk novel baru pada tahun 1986, penerbitan ini didahului dengan terbitnya novel Kubah pada tahun 1980, dan novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk (Ronggeng Dukuh Paruk-1982, Lintang Kemukus Dini Hari-1985, Jantera Bianglala-1986). Namun, terlepas dari pemahaman yang kurang tepat itu, informan tetap mengapresiasi novel ini dengan baik. Namun, novel ini juga tidak luput dari commit to user kekurangannya.
lxxv
59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
Berikut beberapa kekurangan yang ada di dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari menurut para informan. a.
Tema buku ini cenderung ditujukan untuk kalangan dewasa dan kurang menarik untuk kalangan remaja, sehingga mayoritas pembacanya adalah kalangan
dewasa,
ini
salah
satu
penyebab
sulitnya
peneliti
mengumpulkan data dari golongan pembaca remaja. b.
Ada sebagian yang isinya sedikit vulgar jika dibaca oleh pembaca yang belum cukup umur, sehingga masih perlu adanya kontrol terkait kesalahtafsiran terhadap hal ini.
c.
Konflik yang didominasi dengan konflik sosial yang tidak semua pembaca memiliki antusiasme yang tinggi terhadap kasus sosial. Melihat dari beberapa kali novel ini mengalami penyetakan ulang maka
Tohari (2005) sebagai pengarang dapat mengatakan bahwa novel ini dapat diterima di masyarakat. Dengan diterimanya novel ini dalam masyarakat, pengarang mengharapkan pesan-pesan sosial yang ada di dalam cerita tersebut dapat diterima juga di masyarakat. Nilai-nilai tersebut seperti nilai kejujuran Pambudi, pembelaannya pada orang miskin, dan semangatnya untuk maju. Pengarang sangat berharap hal tersebut dapat mempengaruhi pembaca untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
2. Data Genetik Novel Novel Di Kaki Bukit Cibalak tercipta bukan tanpa pengarang. Pengarang hebat yang berhasil menciptakan novel ini yaitu seorang sastrawan hebat juga. Beliau adalah Ahmad Tohari, beliau lahir di Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah, pada 13 Juni 1948. Saat ini beliau berusia 64 tahun. Beliau termasuk sastrawan Indonesia yang cukup disegani berkat karya-karyanya yang luar biasa. Beliau menamatkan SMA di Purwokerto, sempat mengenyam bangku kuliah, yakni di Fakultas Ilmu Kedokteran Ibnu Khaldun, Jakarta (1967 sampai 1970), Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto (1974 sampai 1975), dan commit to userSoedirman (1975 sampai 1976). Fakultas Sosial Politik Universitas Jenderal
lxxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Sepak terjang yang luar biasa dari seorang Tohari tidak hanya berkutat di dunia sastra, melainkan dalam dunia jurnalistik juga. Tohari pernah menjadi staf redaktur harian Merdeka, majalah Keluarga, dan majalah Amanah. Kesemuanya itu merupakan madia massa cetak terbitan Jakarta. Dalam karir kepengarangannya, penulis yang berlatar kehidupan pesantren ini telah melahirkan novel dan kumpulan cerita pendek. Beberapa karya fiksinya antara lain trilogi Ronggeng Dukuh Paruk telah terbit dalam edisi Jepang, Jerman, Belanda, dan Inggris (judulnya The Dancer yang diterjemahkan oleh Rene T.A. Lysloff). Tahun 1990 pengarang yang punya hobi mancing ini mengikuti International Writing Programme di Iowa City, Amerika Serikat dan memperoleh penghargaan The Fellow of The University of Iowa. Trilogi ini juga difilmkan oleh sutradara Ifa Irfansyah dengan judul Sang Penari (2011). Seperti novelnya, film Sang Penari mendapatkan apresiasi yang cukup menggembirakan dari para pecinta film di Indonesia. Ribuan pasang mata telah menyaksikan audio dan visualisasi dari novel Ronggeng Dukuh Paruk dalam film layar lebar tersebut. Latar kehidupan keluarga pesantren yang hidup dengan segala kesederhanaannya di Banyumas, membuatnya tergelitik untuk menulis suatu tulisan, apapun itu bentuknya yang berlatarkan kehidupan sosial di Banyumas. Salah satu karyanya yang berperan penting dalam perjalanan karier Tohari adalah novelnya yang berjudul Di Kaki Bukit Cibalak. Cerita ini pertama kali terbit di surat kabar harian Kompas (terbit secara berkala). Hingga akhirnya, cerita tersebut dibukukan sampai terbentuk novel dengan judul Di Kaki Bukit Cibalak. Novel ini diterbitkan pertama kali oleh harian Kompas kemudian diterbitkan lagi oleh PT Gramedia Pustaka Utama hingga sampai sekarang telah diterbitkan sampai tiga kali edisi cetak, masing-masing dicetak pada tahun 1986, 2001, dan 2005. Tohari menuliskan cerita ini karena terinspirasi oleh peristiwa pemilihan kepala desa di desa Tinggarjaya pada tahun 1975-an, dengan ide pokok kritik sosial dari proses pemilihan Kepala Desa tersebut. Proses commit to user pemilihan Kepala Desa yang penuh intrik dan mitos mitologi, yang
lxxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
menyebabkan calon-calon pemimpin yang baik tidak dijamin dapat terpilih, pemenangnya adalah yang berusaha menguasai masyarakat sebelum dia menjadi pemimpin. Karya sastra Tohari termasuk sastra dekade 70-an – 80-an sehingga bersifat penuh semangat eksperimentasi dalam berekspresi, merekam kehidupan masyarakat yang penuh keberagaman pemikiran, dan penghayatan modernitas (Mujiyanto & Fuady, 2010:136). Para informan rata-rata mengenal Tohari karena trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk-nya dan segala cerita Banyumas yang disampaikan melalui karya-karya sastranya. Bahkan novel Di Kaki Bukit Cibalak dikenal mereka karena sebelumnya mereka mengenal trilogi Ronggeng Dukuh Paruk dan tertarik dengan cerita yang bernuansa kedesaan yang ditampilkan dalam karya-karya Ahmad Tohari. Para informan mengibaratkan bahwa Ahmad Tohari adalah Banyumas, dan Banyumas adalah Tohari. Keduanya saling berkaitan erat. Bahkan hampir tidak ada informan yang tahu persis bahwa Tohari pernah menulis sebuah cerita yang berlatarkan bumi Pasundan. Terkait dengan kekonsistensiannya menulis dengan latar Banyumas, Tohari beralasan lebih memilih untuk menulis hal-hal yang sudah dimengerti olehnya. Tentang kehidupan desa, sawah, dan dunia Banyumas-lah yang beliau sangat kuasai. Hal ini karena memang beliau mengalaminya sendiri. Namun, baliau juga pernah menulis novel pendek tentang bumi Pasundan yang berjudul Bulan Kuning Telah Tenggelam ini terbit di majalah Kartini. Cerita ini dapat dibaca pada kumpulan cerpen Rusmi Ingin Pulang dengan cerita yang berlatar belakang bumi Pasundan. Cerita ini pun terinspirasi dari pengalamannya tinggal di daerah Pasundan, beliau sempat tinggal di daerah pasundan, namun hanya sebentar. Selain tentang karya-karya sastranya, Tohari dikenal sebagai pribadi yang santun dan sederhana. Beliau lahir dari keluarga sederhana di sudut kota Banyumas. Beliau tumbuh ditengah kehidupan Pesantren yang kental dengan kehidupan rohani yang baik. Beliau menulis tidak hanya sekedar menjadikannya profesi pengarang, namun beliau membantu memperkenalkan commit user segala keunikan yang ada di bumitoBanyumas melalui tulisan-tulisannya.
lxxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Tanggung jawab moral yang harus dimiliki pengarang cukup dipegang olehnya, meskipun kerap muncul beberapa gambaran suasana yang agak sronok, namun secara keseluruhan ceritanya selalu memiliki pesan yang sangat bagus untuk masyarakat. Berikut jawaban dari para informan saat ditanya seberapa banyak pengetahuan yang dimilikinya terkait dengan Tohari. a.
Jawaban dari informan 1 Informan 1 mengetahui Tohari sebagai pengarang yang hebat. Karya-karyanya
bernilai
kemanusiaan
mengedepankan
persoalan-persoalan
yang
humanitas
tinggi yang
dengan kompleks,
mengandung kritik sosial, dan renungan-renungan filosofis yang mendalam. Karya-karya Tohari cukup religious dan bernilai edukatif. b.
Jawaban dari informan 2 Informan 2 mengetahui Tohari sebagai pengarang dengan karya novelnya yang berjudul Ronggeng Dukuh Paruk.
c.
Jawaban dari informan 3 Informan 3 mengetahui Tohari sebagai sastrawan, dengan karyakaryanya yang cukup dikenal. Tohari yang memiliki latar kehidupan pesantren ini sudah menciptakan beberapa novel dan kumpulan cerita pendek. Diantaranya adalah trilogi Ronggeng Dukuh Paruk yang telah diterbitkan dalam edisi Jepang, Jerman, Belanda, dan Inggris, serta karya lainnya seperti novel Kubah, Bekisar Merah, Belantik, Orang-Orang Proyek, serta kumpulan cerpen Nyanyian Malam, Rusmi Ingin Pulang. Tohari lahir di desa Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, 13 Juni 1948.
d.
Jawaban dari informan 4 Informan 4 mengetahui Tohari sebagai pengarang yang berasal dari Banyumas. Karya-karyanya seperti Bekisar Merah, Ronggeng Dukuh Paruk. Novel Ronggeng Dukuh Paruh sempat difilmkan bahkan sekarang novel tersebut dicetak kembali dengan sampul yang berbeda. Dalam karyanya, Tohari menggunakan latar daerah Banyumas. Tohari commit to user
lxxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
menulis novel tidak sekadar untuk hiburan, tetapi memiliki pesan serta kritik sosial yang bagus. e.
Jawaban dari informan 5 Informan 5 mengetahui karya sastra Tohari sebagian besar menceritakan kehidupan masyarakat pedesaan dengan segala aspek kehidupan dan masalahnya. Tohari mampu mendeskripsikan nuansa pedesaan dengan riil sehingga seolah-olah pembaca terhanyut dalam nuansa yang ditampilkan cerita.
Dari jawaban-jawaban tersebut, dapat disimpulkan bahwa memang sejauh ini Tohari lebih dikenal dengan karyanya yang bertajuk Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk. Lepas dari kehidupan kesastraannya, beliau juga sangat peduli dengan lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Terdapat sebuah tempat membaca disamping rumahnya. Ini menunjukkan bahwa Tohari tidak hanya hidup sebagai makhluk yang individual yang tidak peduli lingkungan, namun perannya sebagai makhluk sosial yang peduli sesama dilakoninya dengan baik pula. Beliau memiliki sikap yang sangat merakyat, dan ramah terhadap lingkungannya. Dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak mengangkat tema sosial, dan permasalahan sosial yang paling banyak muncul adalah permasalahan politik. Menurut Tohari, politik itu merupakan satu hal yang tidak dapat lepas dari kehidupan. Contohnya cara-cara meraih jabatan, yang menarik adalah kekuasaan yang seharusnya digunakan demi kepentingan rakyat. Namun, dalam kenyataannya kekuasaan itu dinikmati sendiri oleh para pemimpin, dalam hal ini adalah Kepala Desa. Sementara itu, kepercayaan rakyat selalu diabaikan oleh para pemimpin. Pemimpin melalaikan amanat dari rakyat. Bahkan mereka sering kali KKN dan merugikan rakyat. Pandangannya terhadap politik cukup kritis dikarenakan beliau sempat mengenyam bangku kuliah di Fakultas Sosial Politik Universitas Jenderal Soedirman pada tahun 1975 sampai 1976 meskipun tidak sampai selesai. commit tokuliah user tersebut, analisis tentang dunia Berbekal dari ilmu politik dibangku
lxxx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
politiknya berkembang melalui kasus-kasus yang ditemuinya dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, menurutnya, permasalahan politik akan selalu ada di dunia dalam konteks kehidupan seperti apapun. Sekecil apapun permasalahannya, sedikit banyak pasti berkaitan dengan permainan politik. Dalam kasus konflik politik, kebenaran maupun kesalahan selalu dapat tersamarkan. Pemenang dalam konflik politik adalah mereka yang memiliki posisi yang paling kuat diantara lawan-lawannya. Menurut Tohari, pengaruh politik sangat besar dalam masyarakat, begitu ada kekuasaan, disitulah politik bermain, dan itu mutlak pengaruhnya. Jika dulu kekuasaan adalah raja maka raja sebagai penentu, sementara sekarang kita diatur oleh Bupati, DPRD, dal lain-lain. Merekalah yang mengatur kita dengan berbagai peraturan dan undang-undangnya. Jadi, politik itu mutlak berkuasa. Terlepas dari kehidupan Tohari dan novel Di Kaki Bukit Cibalak, beliau juga telah berhasil menghasilkan beberapa karya sastra yang bermutu, karyakarya sastra yang di maksud sebagai berikut. a.
Kubah (novel, 1980)
b.
Ronggeng Dukuh Paruk (novel trilogi diadaptasi menjadi film tahun 2011) 1) Ronggeng Dukuh Paruk (novel, 1982) 2) Lintang Kemukus Dini Hari (novel, 1985) 3) Jantera Bianglala (novel, 1986)
c.
Di Kaki Bukit Cibalak (novel, 1986), pertama kali di terbitkan pada harian Kompas (1979)
d.
Senyum Karyamin (kumpulan cerpen, 1989)
e.
Bekisar Merah (novel, 1993)
f.
Lingkar Tanah Lingkar Air (novel, 1995)
g.
Nyanyian Malam (kumpulan cerpen, 2000)
h.
Belantik (novel, 2001)
i.
Orang Orang Proyek (novel, 2002) commitcerpen, to user2004) Rusmi Ingin Pulang (kumpulan
j.
lxxxi
perpustakaan.uns.ac.id
k.
digilib.uns.ac.id
Ronggeng Dukuh Paruk Banyumasan (novel bahasa Jawa, 2006; meraih Hadiah Sastera Rancagé 2007).
Beberapa karya Tohari telah diterbitkan dalam bahasa Jepang, Tionghoa, Belanda dan Jerman. Edisi bahasa Inggris Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, Jantera Bianglala diterbitkan oleh Lontar Foundation dalam satu buku berjudul The Dancer diterjemahkan oleh Rene T.A. Lysloff. Pada tahun 2011, trilogi dari novel Ronggeng Dukuh Paruk diadaptasi menjadi sebuah film fitur yang berjudul Sang Penari yang disutradarai Ifa Isfansyah. Film ini memenangkan 4 Piala Citra dalam Festival Film Indonesia 2011.
3. Data Afektif Novel Data afektif dalam penelitian ini melibatkan beberapa informan, yaitu: a.
Informan 1, Sastrawan, Dosen Prodi pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNS Surakarta;
b.
Informan 2, Guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Purbalingga, Purbalingga;
c.
Informan 3, Guru Bahasa Indonesia SMP Negeri 1 Bojongsari, Purbalingga;
d.
Informan 4, Mahasiswi Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNS Surakarta;
e.
Informan 5, Mahasiswi PMIPA FKIP UNS Surakarta. Dua informan diantaranya, yaitu: informan 2 dan informan 3
berkedudukan wilayah di Purbalingga, serta tiga lainnya berkedudukan di wilayah Surakarta. Perbedaan kedudukan wilayah ini sangat memengaruhi perbedaan pemahaman terkait sosiologi pembaca novel. Informan ini juga dibedakan sebagai pembaca ahli yaitu: informan 1, informan 2, dan informan, serta pembaca awam informan 4 dan 5. Terkait dengan pembaca novel, hasil penelitian Gomes (2010) to user dikemukakan bahwa “Dari commit pembaca sastra di lapangan, seseorang dapat
lxxxii
66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memahami pentingnya memilih objek bacaan yang relevan dengan menganalisis dan mengukur kualitas hidup.” Dari hasil wawancara dan observasi data terkait dengan sosiologi sastra ini, peneliti dapat menarik benang merahnya. Mulai membahas terkait dengan kepengarangan dari novel Di Kaki Bukit Cibalak, pengarangnya, yaitu Tohari dalam masyarakat pembaca memang dikenal sebagai sosok pengarang dengan kesederhanaannya, dengan kerohaniannya yang tidak dapat lepas darinya, dan dengan kecintaannya terhadap atribut Banyumas-nya. Hampir semua karyanya yang dikenal oleh masyarakat pembaca merupakan karya yang bernuansa kedesaan dan berlatarkan kehidupan Banyumas. Pembaca lebih mengidentikkan karya Tohari adalah trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk. Dari hasil survei terhadap para informan tersebut, penelitian dapat menyimpulkan bahwa para informan membaca novel Di Kaki Bukit Cibalak ini karena mengenal Tohari dan novel Ronggeng Dukuh Paruh terlebih dahulu sehingga kemudian tertarik membaca novel Di Kaki Bukit Cibalak. Mereka menilai novel Di Kaki Bukit Cibalak sebagai novel yang indah. Dengan kekhasan kepengarangan Tohari dan kekuatan intrinsik ceritanya. Menurut masyarakat, novel ini sangat jelas menunjukkan temanya, yaitu konflik sosial. Konflik sosial tersebut mengerucut pada konflik politik. Hal ini dapat dilihat dari kasus penyalahgunaan kekuasaan sebagai lurah. Dengan konflik yang klasik seperti itu menyebabkan tidak semua orang menganggapnya menarik. Konflik ini akan mudah dipahami oleh pembaca yang tergolong kelompok usia dewasa, akan lain halnya jika dibaca oleh usia belum dewasa. Jika dibaca oleh pembaca yang usianya belum dewasa, mungkin pemahamannya hanya sampai pada konflik percintaan antar tokohnya tanpa mengindahkan konflik sosialnya yang cukup kompleks. Menyimpulkan dari hasil wawancara, karakter tokoh dalam novel ini sangat tampak jelas. Karakter tokoh yang jahat benar-benar digambarkan secara detail kejahatannya, seperti misalnya karakter tokoh Pak Dirga dengan commit tokebobrokannya, user segala kelicikannya, kecurangannya, dan kejahatannya. Pak
lxxxiii
67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dirga yang dari awal muncul sebagai calon lurah yang curang hingga sampai berhasil mendapatkan jabatan lurah desa Tanggir, kemudian kecurangannya semakin menjadi dengan melakukan korupsi terhadap dana lumbung koperasi desa Tanggir, memoligami Bu Runtah dengan Sanis, hingga akhirnya Pak Dirga diminta mengundurkan diri karena tulisan-tulisan Pambudi yang mengungkap kebobrokan lurah desa Tanggir itu di harian Kalawarta. Dari penjabaran cerita yang seperti itu, dapat dengan mudah pembaca mengintepretasikan cerita dalam novel tersebut. Begitu pula dengan karakter yang baik, seperti tokoh Pambudi yang digambarkan secara rinci terkait dengan kebaikannya. Mulai dengan pengunduran diri dari kepengurusan lumbung koperasi, tentang semua pertolongannya terhadap Mbok Ralem, keputusannya untuk hijrah ke Yogyakarta, pekerjaannya sebagai jurnalis di harian Kalawarta, usahanya mengungkapkan kebobrokan pemerintahan desa Tanggir, hingga kisah cintanya dengan Sanis maupun Mulyani, sangat mudah dipahami karakter Pambudi itu sendiri. Selain kejelasan penggambaran tokohnya, penggambaran latarnya juga sangat jelas dan mudah dibayangkan. Menurut para informan, salah satu hal yang membuat novel ini istimewa adalah keberhasilan pengarang dalam menggambarkan latar ceritanya. Nuansa kedesaan digambarkannya dengan sangat nyata. Hingga pembacanya dapat merasa ikut berada dalam alur cerita. Mereka seolah dapat turut merasakan dan terhanyut dalam nuansa yang digambarkan oleh pengarang. Misalnya, mereka seolah dapat masuk dalam kehidupan pedesaan yang digambarkan dengan baik oleh pengarangnya. Berikut kutipan latar cerita yang jelas menggambarkan kehidupan dan suasana pedesaan. “Dulu, jalan setapak itu adalah terowongan yang menembus belukar puyengan. Bila iring-iringan kerbau lewat, tubuh mereka tenggelam di bawah terowongan semak itu. Hanya bunyi korakan yang tergantung pada leher mereka terdengar dengan suara berdentangdentang, iramanya tetap dan datar. Burung-burung kucica yang terkejut, terbang mencicit. Mereka tetap tidak mengerti mengapa to user kerbau-kerbau senang commit mengusik ketenteraman belukar puyengan
lxxxiv
68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
tempat burung-burung kecil itu bersarang. Meskipun kerbau-kerbau itu telah jauh memasuki hutan jati Bukit Cibalak, suara korakan mereka masih tetap terdengar. Dan bunyi korakan adalah pertanda yang selalu didengarkan oleh majikan. Para pemilik kerbau di sekitar kaki Bukit Cibalak tidak menggembalakan ternak mereka. Binatang itu bebas berkeliaran mencari rumput, mencari umbut gelagah, atau berkubang di tepi hutan jati. Sering kali kerbau-kerbau itu tidak pulang ke kandang. Artinya, mereka tidur di hutan atau sedang berahi pada pejantan milik tetangga di sana.….” (DKBC: 5-6) Selain itu, penyajian konfliknya juga dengan penggambaran yang sederhana namun dapat membawa pembacanya ke situasi tersebut. Hal ini seperti pada kutipan cerita berikut ini. “…Setelah Pak Dirga datang, Pambudi membawa tamunya masuk ke kamar kerja Kepala Desa. Dengan suara lirih dan gemetar, Mbok Ralem mengutarakan maksudnya kepada Pak Dirga. Selama berbicara perempuan itu tidak sekali pun menatap wajah lurahnya. Pak Dirga tidak segera memberi jawaban. Ia hanya melihat sepintas saja pada leher Mbok Ralem. Kemudian dengan pandangan mata lurus Pak Dirga berkata, “Mbok Ralem, sebenarnya seorang seperti kamu tidak bisa mendapat pinjaman. Aku tahu, banyak peminjam yang mengembalikan pinjamannya saja tidak dapat, apalagi bersama bunganya. Jawablah sekarang dengan jujur, apakah dulu kau pernah meminjam padi dari lumbung?” Wajah Mbok Ralem pucat mendadak. Betul, dua tahun yang lalu ia meminjam sepuluh kilo padi dari lumbung. Dua panenan berikutnya hama wereng memusnahkan padinya selagi masih hijau. Jadi ia tidak bisa mengumpulkan bawon. Jangankan untuk mengembalikan pinjaman, untuk makan bersama dua orang anaknya saja sudah tidak ada. Perempuan itu terkejut ketika Pak Dirga mengulangi pertanyaannya. Dengan suara yang bergumam di tenggorokan, Mbok Ralem mengakui dakwaan lurahnya….” (DKBC: 20-21) Dari kutipan tersebut dapat menunjukkan salah satu situasi yang mudah dipahami pembacanya. Berikut juga merupakan contoh situasi yang mudah dipahami pembacanya. “…Pokoknya, untuk membereskan masalah lurah Tanggir, Pak Camat akhirnya menemukan sebuah cara: Diam-diam ia menyuruh seseorang menyelenggarakan meja judi. Dapat dipastikan Pak Dirga akan muncul di arena judi itu. Apalagi dengan bisik-bisik diberitakan, bahwa beberapa perempuan cantik akan melayani meja judi itu. Pada malam kedua Dirga masuk perangkap. Seorang commitPak to user jaksa menangkap basah lurah Tanggir itu sedang mengocok kartu. lxxxv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Memang, siapa pun tahu, bukan baru sekali itu Pak Dirga bermain judi. Ia pejudi. Tetapi hal itu tidak penting. Yang jelas, sekarang ada alasan resmi untuk menjemur Pak Dirga di halaman kantor polisi. Langkah pertama yang telah ditempuh Pak Camat telah berhasil menjatuhkan lurah Tanggir. Pendapat umum atas tindakan selanjutnya telah diarahkan dengan sempurna. Sesudah dijemur di halaman kantor polisi itu, beslit Pak Dirga dicabut. Gampang, sangat gampang. Diharapkan semua orang akan berkata, “Lurah Tanggir dipecat gara-gara ia bermain judi.” Bukan dengan alasan lain, apa pun bunyinya….” (DKBC: 156). Terlepas dari kesuksesan pengarang dalam menyampaikan latar ceritanya, pengarang juga dapat menyajikan tokoh dan penokohan secara baik. Dimunculkannya tokoh Pambudi sebagai sosok yang prinsipil, cakap, baik hati, rela berkorban, tidak mudah putus asa, dan bijaksana, sedikit banyak dapat memengaruhi bahkan memotivasi pembacanya untuk memiliki karakter Pambudi tersebut. Dengan segala kebaikan karakternya, Pambudi mampu membuktikan bahwa dia dapat meraih mimpinya walaupun dengan keadaan latar belakang ekonomi yang kurang baik, dan dengan kegigihannya pun dia akhirya berhasil menolong Mbok Ralem. Hal tersebut dapat memberikan sebuah motivasi, bahwa selama ada niat, tekad, dan usaha, seminimal apapun modalnya pasti suatu impian tersebut akan terwujud juga. Pada zaman seperti ini, sangat diharapkan muncul Pambudi-Pambudi lainnya untuk melakukan suatu tindakan yang dapat menghentikan suatu kebobrokan pemerintahan yang sangat tidak diharapkan terjadi. Karena kekuatan karakternya dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak maka para pembaca menganggap Pambudi sebagai tokoh yang paling menonjol dan berpengaruh, selain memang tokoh Pambudi merupakan tokoh utama dalam novel tersebut. Sosok Pambudi dalam cerita ini sangat berpengaruh, dia dapat menghidupkan cerita dengan karakternya. Dalam kenyataannya masih ada sosok seperti Pambudi, namun sudah jarang ditemukan sosok seperti itu. Hal ini disebabkan oleh perkembangan zaman yang mengesankan semakin menguatnya sikap individualisme dalam masyarakat, sekalipun itu di pedesaan. commit to userSikap takut ikut campur dalam
lxxxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
masyarakat itulah yang kemudian menguat dan menjadikan anggota masyarakat lebih bersikap cuek dan individual. Perubahan sikap masyarakat inilah yang kemudian turut berperan merubah budaya, kebiasaan, adat, tradisi, bahkan cara pandang masyarakat terhadap suatu hal. Dari sini, muncul beberapa perubahan yang terjadi baik secara fisik maupun nonfisik pada masyarakat Banyumas. Perubahan ini dapat dibandingkan berdasarkan gambaran dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak yang berlatar belakang cerita tahun 1975-an dengan keadaan daerah Banyumas secara umum saat ini. Perubahan tersebut pun bervariasi, ada yang berubah ke arah yang lebih baik, ada pula yang sebaliknya. Perubahan tersebut misalnya terjadi pada perubahan infrastruktur di daerah Banyumas. Seperti misalnya semakin banyaknya muncul bangunan-bangunan baru, perumahan, pertokoan, dan sebagainya yang menyebabkan alih fungsi lahan sebagai lahan persawahan dan sekarang berubah fungsi setelah didirikan bangunanbangunan tersebut. Perubahan tersebut ada kalanya dianggap baik karena dapat menyediakan sarana umum yang mempermudah masyarakat, namun akan dikatakan kurang baik jika mengingat semakin berkurangnya lahan persawahan. Kesemua perubahan tersebut tidak dapat lepas dari akibat pola piker masyarakat. Perubahan pola pikir ini juga sedikit banyak memengaruhi perubahan beberapa tradisi, adat, dan beberapa hal lainnya. Berikut contoh perubahan yang terjadi seperti diceritakan dalam beberapa kutipan pada novel tersebut. “…Sekarang terowongan di bawah belukar puyengan itu lenyap, berubah menjadi jalan setapak. Tak terdengar lagi suara korakan kerbau karena binatang itu telah banyak diangkut ke kota, dan di sana akan diolah menjadi daging goreng atau makanan anjing. Di sekitar kaki Bukit Cibalak, tenaga kerbau telah digantikan traktortraktor tangan. Burung-burung kucica yang telah turun-temurun mendaulat belukar puyengan itu terpaksa hijrah ke semak-semak kerontang yang menjadi batas antara Bukit Cibalak dan Desa Tanggir di kakinya. Orang-orang yang biasa memburuh dengan bajak, kemudian berganti pekerjaan….” (DKBC: 6) “…Bekas telapak kerbau yang mengukir jalan-jalan setapak telah terhapus oleh gilasan roda-roda sepeda atau sepeda motor. Dari commit to user
lxxxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
sebuah lorong setapak yang sempit kini terciptalah sebuah jalan kampung yang agak lebar….” (DKBC:6 ) Kutipan tersebut memberikan sebagian gambaran perubahan fisik pada daerah pedesaan. Seperti saat ini, semakin banyak pembangunan infrastruktur di desa. Misalnya, diubahnya jalan bebatuan menjadi jalan beraspal, diubahnya jalan tanah setapak menjadi jalan paving, rumah yang berdinding anyaman bambu atau kayu atau semacamnya, sekarang sudah menjadi rumah berdinding semen, pengumuman yang biasanya di tandai dengan pukulan kentongan sekarang cukup dengan pengeras suara atau loadspeaker, dengan adanya pengeras suara tersebut maka masyarakat tidak lagi perlu berkumpul di balai desa hanya untuk mendengarkan pengumuman karena pengumuman dapat didengarkan dari rumah masing-masing. Dahulu lurah dianggap memiliki wahyu lanang jagat atau dianggap sebagai laki-laki cucuk emas. Cucuk emas memiliki pengertian hak yang dimiliki seorang laki-laki untuk menggauli perempuan manapun. Namun sekarang sudah ada peraturan yang mengatur bahwa seorang pejabat negara baik pejabat pusat maupun daerah harus dapat menghormati Lembaga Pernikahan yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Itu berarti akan dapat dikenai sanksi bagi pejabat negara yang tidak menghormati Lembaga Pernikahan, misalnya pejabat tersebut melakukan perzinaan, perselingkuhan, nikah siri, poligami tanpa izin istri pertama, dan sebagainya. Beralih dari kasus penyalahgunaan kekuasaan lurah ke permasalahan pendidikan di daerah kaki Bukit Cibalak. Di daerah ini, saat itu, memang hampir sama dengan yang digambarkan pada novel ini. Masyarakat di daerah tersebut relatif berpendidikan rendah, bahkan banyak pula yang masih mengalami buta aksara. Namun, munculnya seorang demi seorang, seperti misalnya Pambudi yang berusaha menempuh pendidikan tinggi itu dapat memotivasi masyarakat lainnya untuk turut mengenyam pendidikan yang lebih baik. Hingga seiring berjalannya waktu, saat ini keadaan pendidikan di commit to user daerah tersebut sudah cukup baik dan menunjukkan peningkatan yang cukup lxxxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
baik. Dapat dilihat kenyataannya, sekarang sudah semakin banyak masyarakat yang berpendidikan tinggi. Secara umum, informan melihat adanya konflik sosial yang sangat menonjol dari cerita Di Kaki Bukit Cibalak disamping adanya konflik percintaan dan konflik batin pada masing-masing tokohnya. Lebih mengerucut lagi, konflik politik menjadi fokus utama permasalahan dalam cerita. Para informan sepakat bahwa dalam kehidupan bermasyarakat permainan politik tidak akan pernah hilang. Yang menjadi permasalahan adalah seberapa besar pengaruh konflik politik tersebut dalam masyarakat. Demikian yang menjadi pembahasan dalam novel ini, kompleksnya permainan politik menyebabkan banyak dampak yang terjadi dalam masyarakat, beberapa dampaknya adalah tersiksanya rakyat kecil seperti yang dialami oleh Mbok Ralem, meruginya kas desa, hingga munculnya motivasi Pambudi untuk keluar dari kemunafikan pengurus lumbung koperasi desa dan memilih membantu Mbok Ralem dengan segenap usahanya sendiri hingga akhirnya dia berusaha untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi dan mengritisi pemerintahan di desa Tanggir. Gambaran cerita dalam novel tersebut juga kerap terjadi dalam masyarakat nyata. Seperti yang sedang dialami oleh tokoh masyarakat Dicky Chandra yang lebih memilih mundur dari kursi jabatan Wakil Bupati Garut karena merasa tidak sanggup lagi menampung suara rakyat di tengah-tengah banyaknya kemunafikan yang terjadi di badan pemerintahan tersebut. Ini contoh nyata yang terjadi dalam masyarakat secara umum. Selain contoh tersebut, ada lagi kasus mundurnya Presiden Habibie (saat itu) dari jabatannya karena beliau lebih nyaman dengan dunianya sebelum menjadi Presiden, hal ini salah satunya disebabkan karena semakin lama semakin terlihat jelas kebobrokan wakil rakyat yang duduk di bangku atas. Kasus korupsi kian ramai dan semakin merajalela, bahkan dapat dikatakan sebagai korupsi berjamaah. Secara garis besar, pada dasarnya semua sastra diciptakan dengan commit user yang baik. Melalui sastra pula menarik dan dengan maksud serta to tujuan
lxxxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
beberapa pengarang mencoba menyampaikan ideologinya terhadap suatu hal. Seperti halnya Tohari yang memasukkan konflik-konflik tersebut dalam novelnya. Mungkin dengan novel tersebut, beliau ingin menunjukkan bahwa di daerahnya ada konflik semacam itu yang diharapkan muncul seseorang yang dapat menjadi penolong bagi korban dalam konflik tersebut. Dengan kata lain, sejatinya konflik politik jangan sampai mengalahkan kepedulian sosial. Kaitannya dengan amanat yang terdapat dalam cerita tersebut hakikatnya novel ini memiliki amanat dan nilai didik yang baik karena mengandung norma-norma kehidupan. Memiliki banyak pesan terkait dengan norma-norma kehidupan yang berlaku di masyarakat. Dengan semua hal yang diceritakan dan dengan semua amanat yang dikandungnya maka banyak hal yang dapat dipelajari sebagai norma-norma kehidupan. Namun, harus tetap ada kontrol yang baik juga dari para pembaca dewasa jika mengetahui novel ini dibaca oleh pembaca yang belum cukup dewasa. Karena kesalahtafsiran penyampaian cerita dapat berdampak yang kurang baik terhadap pembaca itu sendiri. Kaitannya dengan nilai didik dari novel Di Kaki Bukit Cibalak, menurut informan yang peneliti temui, mereka mengungkapkan bahwa pendidikan formal di sekolahan tidak hanya terpaku dengan sumber belajar berbentuk buku paket yang disediakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Namun, sumber belajar dapat diambil dari berbagai sumber, salah satunya adalah novel-novel yang memiliki nilai didik seperti novel Di Kaki Bukit Cibalak. Penggunaan sumber belajar seperti ini tentunya disesuaikan dengan standar kompetensi yang sedang dipelajari di kelas. Inovasi seperti ini sangat diharapkan dimunculkan dalam kegiatan pembelajaran agar peserta didik tidak mengalami kejenuhan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut. Standar kompetensi dan kompetensi dasar pada jenjang pendidikan SMP dan SMA yang sesuai dengan analisis novel adalah: 1. kelas/semester
: IX (sembilan)/2 (dua) commit to user
xc
perpustakaan.uns.ac.id
standar kompetensi
digilib.uns.ac.id
: mendengarkan (13. memahami wacana sastra melalui
kegiatan
mendengarkan
pembacaan
kutipan/sinopsis novel) kompetensi dasar
: 13.1. menerangkan sifat-sifat tokoh dari kutipan novel yang dibacakan 13.2. menjelaskan alur peristiwa dari suatu sinopsis novel yang dibacakan
materi pembelajaran :
13.1.
cara
menerangkan
sifat
tokoh
dan
novel
dan
implementasinya 13.2.
cara
menjelaskan
alur
implemenatsinya; 2. kelas/semester standar kompetensi
: XI (sebelas)/1 (satu) : membaca (7. memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan)
kompetensi dasar
: 7.2. menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan
materi pembelajaran : novel Indonesia dan novel terjemahan unsur-unsur intrinsik (alur, tema, penokohan, sudut pandang, latar, dan amanat) unsur ektrinsik dalam novel terjemahan (nilai budaya, sosial, moral, dll); 3. kelas/semester standar kompetensi
: XI (sebelas)/2 (dua) : membaca (15. memahami buku biografi, novel dan hikayat)
kompetensi dasar
: 15.2 membandingkan unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan dengan hikayat
materi pembelajaran : ciri-ciri hikayat, ciri-ciri novel Indonesia, ciri-ciri novel terjemahan, unsur-unsur hikayat, dan unsur-unsur novel; 4. kelas/semester standar kompetensi
: XII (dua belas)/1 (satu) commit to user : mendengarkan (5. memahami pembacaan novel)
xci
75
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kompetensi dasar
: 5.2. menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari pembacaan penggalan novel
materi pembelajaran : penggalan novel.
Menurut para informan, novel Di Kaki Bukit Cibalak dapat menjadi alternatif sumber belajar karena novel ini dianggap sebagai salah satu novel yang mendidik. Kategori novel yang mendidik menurut para informan yaitu: a. di dalamnya terdapat ajaran moral yang nantinya dapat diambil hikmahnya oleh pembaca atau penikmat sastra; b. novel yang mengandung nilai-nilai kebaikan, tidak mengandung porno ataupun yang saru-saru (sronok), ceritanya juga harus sesuai dengan keadaan emosional anak usia didik; c. tidak berisi kekerasan, pelecehan terhadap SARA, pornografi maupun pornoaksi, tidak memprovokasi untuk melakukan hal negatif; d. mengandung pesan moral, religius, kaya akan paparan budaya; e. menghadirkan
materi
cerita
yang
menggugah
semangat
juang,
mengandung keteladanan, membangun jiwa dengan untaian cerita yang bagus, indah, dan dramatis. Dari pendapat yang dikemukakan oleh para informan, kiranya novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Tohari ini sudah cukup memenuhi syarat sebagai novel yang mendidik dan layak dijadikan alternatif sumber belajar. Meskipun ada gambaran yang sedikit frontal di bagian cerita yang mengungkapkan kejadian saat Bu Runtah menjadi korban birahi Eyang Wira, dan bagian ini hanya sebagian kecil cerita yang hanya berfungsi memberikan suasana yang berbeda agar tidak membosankan. Namun, lebih dari itu, cerita dalam novel ini dikemas sedemikian rupa dengan alur, konflik, dan lain-lainnya itu sebagai media pengarang untuk menyampaikan pesan sosial yang semestinya memperoleh perhatian lebih dari masyarakat pembaca. Karena permasalahan sosial yang terjadi dalam cerita, kerap kali terjadi dalam realita kehidupan masyarakat, baik dalam skala pemerintahan kecil seperti RT, RW, desa, commit to user
xcii
76
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
kecamatan, maupun pemerintah daerah dan pemerintah pusat yang berskala lebih besar. Dari penjabaran realita yang memperihatinkan tersebut, pengarang juga mengharapkan muncul tokoh-tokoh kritis seperti Pambudi yang berani berbicara kebenaran. Pambudi yang berani melakukan sesuatu demi rakyat lemah meskipun resikonya sangat besar. Pambudi yang besikap kritis namun tetap memiliki solusi atas kekritisannya itu. Tidak hanya mengritisi namun juga berani memberikan solusi. Di zaman seperti ini, sangat diharapkan muncul sosok yang kritis, mengkritisi, namun juga dapat memberikan solusi dari pengkritisannya tersebut. Inilah salah satu fungsi novel yang dapat memberikan edukasi, mungkin dengan cerita ini semakin banyak memotivasi masyarakat untuk memberikan yang terbaik untuk tanah kelahirannya.
commit to user
xciii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis yang penulis lakukan terhadap novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari baik analisis mengenai data teks, data genetik, maupun data afektifnya maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut.
1. Koherensi Unsur-unsur Data Teks Novel (Data Objektif) Di Kaki Bukit Cibalak Karya Ahmad Tohari Novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari secara struktural memiliki unsur instriksi yang sama dengan novel lainnya, memiliki tema yang jelas, tokoh dan penokohan yang mudah dipahami, latar yang mudah dianalisis, alur yang mudah dimengerti, dan amanat yang bisa diterima oleh pembacanya. Novel ini merupakan salah satu novel yang menarik dengan keseluruhan permasalahan sosialnya yang kompleks dan realistis. Selain itu, novel tersebut juga memiliki kekhasan yang terkait dengan latar budaya Banyumas-nya. Budaya dan nuansa kedaerahan Banyumas-nya sangat nyata ditunjukkan oleh pengarang. Dari definisi bukti fisik maupun lokasi seting tempatnya diceritakan secara realistis. Kesesuaian antara imajinasi cerita dan keadaan nyatanya sangat dekat. Hal ini disebabkan karena Tohari lebih memilih berimajinasi sesuai apa yang diketahuinya dan tidak terlalu jauh dari kesehariannya. Konflik sosial yang disajikan sangat realistis dan mudah ditemui dalam keseharian masyarakat. Konflik-konflik ini mudah dibayangkan dan mudah dipahami oleh masyarakat pembaca karena keberadaannya sangat dekat dengan masyarakat. Konflik yang cenderung memiliki cakupan lokal ini sangat menarik perhatian pembaca karena selain mudah dipahami, konflik ini juga jarang diangkat oleh pengarang cerita dalam karya-karyanya. Selain konflik-konflik yang disajikan, sisi menarik dari data teks yang commitnama to user perlu dianalisis adalah penggunaan tokoh yang sangat erat kaitannya
78 xciv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan istilah dalam bahasa Jawa, banyak juga terdapat istilah-istilah yang diambil dari bahasa Banyumas. Hal lain lagi yang menarik untuk dianalisis adalah definisi latar tempat dalam cerita yang sebagian besar ada dalam dunia nyata. Jelasnya karakter yang dibawakan tokoh-tokohnya juga menarik untuk diperhatikan dan dianalisis. Secara keseluruhan dari data teks novel Di Kaki Bukit Cibalak yang disesuaikan dengan hasil pencarian data baik melalui wawancara terhadap para informan maupun melalui observasi dapat ditunjukkan banyak hal-hal yang berhubungan dengan realita yang ada dalam masyarakat secara nyata.
2. Data Genetik Novel Di Kaki Bukit Cibalak Karya Ahmad Tohari Ahmad Tohari sebagai pengarang novel Di Kaki Bukit Cibalak memiliki latar kehidupan keluarga yang sederhana. Beliau tumbuh di lingkungan pesantren yang berlokasi di sudut daerah Banyumas tepatnya di desa Tinggarjaya. Sepanjang sejarah hidupnya, sudah cukup banyak karya sastra yang ditulisnya. Novel Di Kaki Bukit Cibalak awalnya ditebitkan dalam surat kabar harian Kompas yang kemudian diterbitkan lagi oleh PT Gramedia. Dari novel ini, mulailah kiprah Tohari dalam dunia kepenulisannya. Namun, reputasi novel ini masih kalah dibandingkan dengan ketenaran novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk-nya. Tohari memiliki riwayat pendidikan yang cukup panjang.
Beliau
menamatkan SMA di Purwokerto, sempat mengenyam bangku kuliah dibeberapa Perguruan Tinggi, yakni di Fakultas Ilmu Kedokteran Ibnu Khaldun, Jakarta (1967 sampai 1970), Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto (1974 sampai 1975), dan Fakultas Sosial Politik Universitas Jenderal Soedirman (1975 sampai 1976). Namun, kecintaannya dengan dunia kepenulisan membuatnya lebih memilih jalan hidup sebagai penulis. Tidak hanya di dunia sastra beliau berkiprah. Beliau sempat bekerja sebagai jurnalis di beberapa surat kabar harian terbitan Ibu Kota. Namun, to user sepertinya dunia sastra lebih commit diminatinya dari pada dunia jurnalistik. Beliau
xcv
79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kembali menetap di Banyumas dan kembali menerbitkan beberapa novel yang cukup mengambil hati masyarakat pembacanya. Novel yang paling sukses diantaranya adalah trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk. Novel tersebut telah diterbitkan dengan beberapa macam bahasa dan pernah juga disajikan dalam bentuk film. Ciri khas dari karya Tohari adalah nuansa Banyumas-an yang sangat kental. Tohari sendiri mengakui bahwa dirinya akan lebih mantap menulis sebuah cerita yang imajinasinya muncul dari kehidupan disekitarnya. Ini karena sebagian dari ceritanya pernah dialaminya secara langsung dan dekat dengan kehidupannya. Beliau merasa tidak yakin dengan nyawa yang dikandung oleh karyanya sendiri jika karya itu dibuat dari hasil imajinasinya yang sedikit jauh dari kehidupannya, meskipun beliau sempat menulis suatu karya yang berlatar belakang kehidupan masyarakat dan budaya daerah Pasundan. Namun, itupun beliau tulis karena beliau pernah tinggal di daerah tersebut.
3. Data Afektif Novel Di Kaki Bukit Cibalak Karya Ahmad Tohari Peran pembaca tidak kalah pentingnya dalam kesuksesan sebuah karya sastra. Ditangan pembacalah karya sastra itu dapat memiliki arti yang lebih nyata. Terkadang pembaca sampai mengalami perubahan pada dirinya dikarenakan oleh novel tersebut. Disinilah tugas pembaca mengapresiasi karya sastra tesebut. Apresiasi pembaca yang dimaksud dalam penelitian sosiologi sastra tidak hanya sekedar menilai novel tersebut baik atau tidak. Melainkan menganalisis hubungan antara data teks yang diperoleh dari novel tersebut dengan realita yang ada dalam masyarakat. Novel Di Kaki Bukit Cibalak memiliki banyak data teks yang secara nyata mudah ditemui di masyarakat. Munculnya konflik-konflik tersebut diharapkan dapat membuka mata dan pikiran para pembaca untuk menyadari bahwa di sekitarnya ada masalah yang perlu diperhatikan dan diatasi. Dari sini pulalah diharapkan dapat memotivasi commit to user seperti Pambudi yang rela pembaca untuk memunculkan sosok-sosok
xcvi
80
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
berkorban demi menolong sesama yang tertindas dan membutuhkan bantuan. Juga sosok Pambudi yang kritis dalam menanggapi permasalahan yang ada di desa Tanggir, tidak hanya sekedar mengkritisi namun dia juga berusaha menemukan jalan keluar dari permasalahan tersebut. Novel yang mengandung pesan nilai-nilai kehidupan yang baik inilah yang layak dikatakan novel yang bermutu dan layak dijadikan alternatif sumber belajar. Tentunya alternatif sumber belajar ini disesuaikan dengan standar kompetensi yang sedang diajarkan kepada peserta didik. Dengan sumber belajar yang kian bervariasi, diharapkan semangat belajar Bahasa Indonesia peserta didik semakin meningkat dan tidak menimbulkan kejenuhan. Pengaruh positif dari novel Di Kaki Bukit Cibalak diharapkan akan muncul secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat setelah pembacanya mengerti makna-makna yang terkandung dalam cerita. Novel ini tidak dianggap hanya sekedar novel yang menghibur, namun juga novel yang memiliki bobot pesan moral yang baik.
B. Implikasi Berdasarkan hasil penelitian sosiologi sastra novel Di Kaki Bukit Cibalak diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai rujukan telaah sastra dalam rangka memperbaiki pemahaman apresiasi sastra. Novel ini menampilkan kekhasan tulisan dari seorang Tohari dengan nuansa kebanyumasannya. Novel ini juga menampilkan alur cerita yang mudah dipahami dengan segala konflik yang ada di dalamnya dan menyajikan tokoh dengan perwatakannya yang jelas serta mudah dimengerti. Pesan moral yang disajikan dengan sangat estetis dalam novel ini pun mudah dipahami oleh pembaca. Namun, pembaca tetap perlu memahami unsur intrinsik novel ini agar lebih memahami novel Di Kaki Bukit Cibalak dengan lebih mendetail. Setiap detail cerita memiliki makna yang dalam terkait dengan permasalahan sosial yang berusaha dimunculkan oleh pengarang dalam cerita commit to user tersebut.
xcvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
Novel Di Kaki Bukit Cibalak banyak mengandung nilai-nilai kehidupan yang bermanfaat untuk membenahi sifat dan sikap kita dalam hidup bermasyarakat. Dengan makna-makna yang terkandung dalam cerita tersebut diharapkan pembaca dapat memanfaatkannya sebagai sarana memperluas pemaknaan kehidupan baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat sosial. Selain itu, para penulis novel diharapkan dapat terdorong untuk lebih memperhatikan keutuhan pesan yang terkandung dalam karya-karyanya, sehingga pengarang tidak hanya menciptakan karya-karya yang bersifat menghibur dan komersial, namun harus memiliki pesan kehidupan yang baik dan mengena pada pembacanya. Di samping memiliki pesan kehidupan yang baik dan mengena, novel Di Kaki Bukit Cibalak juga menyimpan nilai-nilai edukatif yang berguna bagi pembangun moral untuk pembacanya. Adanya nilai-nilai kehidupan yang baik maka novel ini diakui memiliki nilai yang bersifat mendidik pula. Dari hal tersebut maka novel Di Kaki Bukit Cibalak dapat dijadikan sebagai bahan kajian dalam pembelajaran sastra di sekolah. Novel tersebut dapat digunakan sebagai variasi
pembelajaran
dalam
memahami
wacana
sastra,
menganalisis,
membandingkan, dan menjelaskan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel. Selain itu, nilai-nilai yang terdapat di dalam novel tersebut dapat diterapkan dalam realita kehidupan sehari-hari yang dapat memotivasi pembacanya untuk memiliki sikap yang lebih baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial dalam masyarakat. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk memperkaya masalah telaah sastra dan sebagai langkah awal untuk meneliti lebih lanjut tentang berbagai aspek sosial yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Penelitian ini juga dapat
diimplikasikan
pada
kajian
perilaku
manusia
dalam
kehidupan
bermasyarakat, yang turut membantu menginformasikan berbagai aspek sosial yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Penelitian ini dapat juga diimplikasikan untuk para peneliti sastra dan peneliti kehidupan sosial masyarakat, yang hendaknya dapat mengembangkan penelitian sosiologi sastra dengan sampel karya sastra yang lebih banyak dan user berbeda-beda, dengan analisis commit lebih to mendalam yang memadukan realitas
xcviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kehidupan fiksi dengan dunia nyata. Dalam penelitian ini, karya sastra dapat berfungsi memotivasi masyarakat untuk berubah ke arah yang lebih baik dan dapat pula karya sastra berfungsi sebagai penghibur.
C. Saran Berdasarkan hasil penelitian sosiologi sastra terhadap novel Di Kaki Bukit Cibalak Karya Ahmad Tohari di atas, peneliti dapat memberikan saran-saran sebagai berikut. 1. Bagi Pembaca Minat mengapresiasi karya sastra bagi pembaca hendaknya terus ditumbuhkembangkan karena banyak manfaat yang dapat diambil dari suatu karya sastra, baik sebagai sarana hiburan maupun sarana dalam memotivasi kehidupan pembacanya untuk melakukan hal yang baik. 2. Bagi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia Karya sastra novel Di Kaki Bukit Cibalak Karya Ahmad Tohari dapat digunakan sebagai salah satu bahan ajar sastra, misalnya materi pada jenjang pendidikan SMA kelas XI, karena sesuai dengan kurikulum dan standar kompetensi yang ada. Novel tersebut juga memiliki amanat yang kompleks sehingga sangat baik untuk dijadikan alternatif bahan ajar dalam pembalajaran sastra. Kaitannya dengan hal ini, pembelajaran tersebut dapat berupa penugasan apresiasi karya sastra pada siswa yang dilihat dari unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik novel kemudian dilanjutkan dengan menganalisis nilai-nilai didik yang terkandung di dalamnya, selanjutnya dibahas dan didiskusikan bersama-sama di kelas. Novel Di Kaki Bukit Cibalak ini memiliki halaman yang relatif tipis, sehingga peserta didik tidak akan merasa bosan untuk membaca habis cerita tersebut dalam waktu yang tidak terlalu lama. Selain halamannya yang tipis, ceritanya juga cukup menarik, mudah dicerna, dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. commit to user
xcix
83
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
3. Bagi Peneliti Lain Berdasarkan atas kelebihan dan keunikan yang dimiliki novel Di Kaki Bukit Cibalak serta kualitasnya yang bermutu, peneliti mengharapkan lahirnya penelitian-penelitian lain terkait novel ini melalui pendekatan yang berbeda dengan pendekatan sosiologi sastra yang dipergunakan dalam penelitian ini. 4. Bagi Masyarakat Penikmat Sastra Penelitian ini dapat menjembatani antara karya sastra dengan masyarakat penikmat sastra. Melalui penelitian ini diharapkan karya sastra khususnya novel tidak lagi menjadi sebuah hal yang asing di mata pembaca. Pembaca juga diharapkan dapat lebih meresapi, menghayati, memahami, dan menikmati suatu hasil karya sastra dari berbagai sisi keunikannya.
commit to user
c