Nama : Vivi Vionita NPM : 1102012303
LI. 1. Memahami dan menjelaskan rekam medis LO. 1.1 Tujuan rekam medis Tujuan Rekam Medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan . Tanpa didukung suatu sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan benar , maka tertib administrasi tidak akan berhasil http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/Rekam%20Medis%20dan%20SIK.PDF diakses pada tanggal : 04/10/2012 pukul : 14:16 WIB
LO. 1.2 Aspek-aspek rekam medis 1. Aspek Administrasi Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi , karena isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga mdis dan perawat dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan 2. Aspek Medis Catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang harus diberikan kepada pasien Contoh : Identitas pasien → name, age, sex, address, marriage status, etc. Anamnesis →“fever”→how long, every time, continuously, periodic??? Physical diagnosis →head, neck, chest, etc. Laboratory examination, another supporting examination. Etc 3. Aspek Hukum Menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan , dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan 4. Aspek Keuangan Isi Rekam Medis dapat dijadikan sebagai bahan untuk menetapkan biaya pembayaran pelayanan . Tanpa adanya bukti catatan tindakan /pelayanan , maka pembayaran tidak dapat dipertanggungjawabkan 5. Aspek Penelitian Berkas Rekam medis mempunyai nilai penelitian , karena isinya menyangkut data/informasi yang dapat digunakan sebagai aspek penelitian .
6. Aspek Pendidikan Berkas Rekam Medis mempunyai nilai pendidikan , karena isinya menyangkut data/informasi tentang kronologis dari pelayanan medik yang diberikan pada pasien 7. Aspek Dokumentasi Isi Rekam medis menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban dan laporan sarana kesehatan Berdasarkan aspek-aspek tersebut , maka rekam medis mempunyai kegunaan yang sangat luas yaitu :
Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga kesehatan lainnya yang ikut ambil bagian dalam memberikan pelayanan kesehatan Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang harus diberikan kepada seorang pasien Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan , perkembangan penyakit dan pengobatan selama pasien berkunjung/dirawat di Rumah sakit Sebagai bahan yang berguna untuk analisa , penelitian dan evaluasi terhadap program pelayanan serta kualitas pelayanan Contoh : Bagi seorang manajer : - Berapa banyak pasien yang dating ke sarana kesehatan kita ? baru dan lama ? - Distribusi penyakit pasien yang dating ke sarana kesehatan kita - Cakupan program yang nantinya di bandingkan dengan target program Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, sarana kesehatan maupun tenaga kesehatan yang terlibat Menyediakan data dan informasi yang diperlukan untuk keperluan pengembangan program , pendidikan dan penelitian Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan kesehatan Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan serta bahan pertanggungjawaban dan laporan
http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/Rekam%20Medis%20dan%20SIK.PDF diakses pada tanggal : 04/10/2012 Pukul : 14:16 WIB
LO 1.3 Isi rekam medis Isi Rekam Medis Isi Rekam Medis merupakan catatan keadaan tubuh dan kesehatan, termasuk data tentang identitas dan data medis seorang pasien. Secara umum isi Rekam Medis dapat dibagi dalam dua kelompok data yaitu: 1. Data medis atau data klinis: Yang termasuk data medis adalah segala data tentang riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisik, diagnosis, pengobatan serta basilnya, laporan dokter, perawat, hasil pemeriksaan laboratorium, ronsen dsb. Data-data ini merupakan data yang
bersifat rabasia (confidential) sebingga tidak dapat dibuka kepada pibak ketiga tanpa izin dari pasien yang bersangkutan kecuali jika ada alasan lain berdasarkan peraturan atau perundang-undangan yang memaksa dibukanya informasi tersebut. 2. Data sosiologis atau data non-medis: Yang termasuk data ini adalah segala data lain yang tidak berkaitan langsung dengan data medis, seperti data identitas, data sosial ekonomi, alamat dsb. Data ini oleh sebagian orang dianggap bukan rahasia, tetapi menurut sebagian lainnya merupakan data yang juga bersifat rahasia (confidensial). http://medicalrecord.webs.com diakses tanggal : 04/10/2012 pukul : 14:45 WIB
LI 2. Memahami dan menjelaskan rahasia medis RAHASIA MEDIS " Whatever. In connection with from my professional practice or not in connection with it, I see or hear, in the life of men, which ought not to be spoken of abroad, I will not divulge, as reckoning that all should be kept secret." The Hippocratic Oath Selain didalam Sumpah Hippocrates, kewajiban menyimpan Rahasia Medis juga terdapat pada: 1. Declaration of Geneve Ini adalah suatu versi Sumpah Hippocrates yang di modernisasi dan di introduksikan oleh World Medical Association. Khusus yang Menyangkut Rahasia Medis berbunyi: "I will respect the secrets which are confided in me, even after the patient has died." 2. International Code of Medical Ethics Pada tahun 1968 di Sidney diadakan perubahan pada Declaration of Geneve yang kemudian menjadi pedoman dasar untuk International Code of Medical Ethics. Yang menyangkut Rahasia Medis berbunyi: " A doctor shall preserve absolute secrecy on all he knows about his patient because the confident entrusted in him." 3. Declaration of Lisbon, 1981 Deklarasi ini menetapkan pula bahwa pasien berhak untuk meminta kepada dokternya agar mengindahkan sifat rahasia dari segala data medis dan data pribadinya. "The patient has the right to expect that his physician will respect the confidential nature of all his medical and personal details." 4. Kode Etik Kedokteran Indonesia ( KODEKI ), tahun 2002 Pasal 12: " Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia." 5. Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 1966 Peraturan ini juga memuat Lafal Sumpah Kedokteran. 6. Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1966 Didalam Peraturan Pemerintah tersebut diperluas berlakunya wajib simpan Rahasia Medis ini juga bagi tenaga kesehatan lainnya, seperti perawat, bidan, mahasiswa
kedokteran, ahli farmasi, laboratorium, radiologi dan lain lainnya.
Sumpah, dalam hubungan dengan Rahasia Medis, secara yuridis tidak mempunyai arti. Ia hanya merupakan suatu ikrara, suatu pernyataan kehendak sepihak yang pelaksanaannya sangat tergantung kepada hati nurani si pelaku itu sendiri. Suatu sumpah tidak dapat dipergunakan sebagai dasar hukum untuk penuntutan. Demikian pula KODEKI yang termasuk di bidang Etik yang sifatnya merupakan " self imposed regulations ". Suatu Etik Kedokteran bersifat intern, yang sanksinya hanya dapat dijatuhkan dalam kaitan organisasi dan oleh organisasi itu sendiri, misalnya teguran, jatuhkan sanksi atau pemecatan sebagai anggota. Juga tidak mempunyai nilai yuridis, dalam arti tidak mempunyai akibat hukum. Berkaitan erat dengan Rahasia Medis adalah Hak Hak Asasi Manusia ( HAM ). Sejak Sumpah Hippocrates dikeluarkan sampai kini sudah berlalu beberapa puluh abad, materi yang terdapat dalam sumpah tersebut ada yang masih tetap relevan, namun ada pula yang perlu diadakan evaluasi dan penyesuaian. Jadi asal mulanya Rahasia Medis adalah dari pasien itu sendiri yang menceritakan kepada dokter. Dan sewajarnyalah bahwa pasien itu sendiri adalah dan dianggap sebagai pemilik Rahasia Medis itu atas dirinya, bukanlah dokter yang diberitahukan dan kemudian menarik kesimpulan tentang penyakit yang diderita pasiennya. Jadi apa yang dahulu dinamakan Rahasia Kedokteran adalah Rahasia Medis Pasien, bukanlah Rahasia Dokternya. Istilah Rahasia Kedokteran adalah Rahasia di bidang Kedokteran ( di bidang Medis ), bukan Rahasia Dokternya. Mengapa dari profesi dokter ada yang beranggapan bahwa Rahasia Medis adalah urusan profesi dokter yang tidak perlu diketahui oleh pasiennya? Rahasia yang hanya boleh diketahui oleh sesama teman sejawatnya. Alam pikiran ini berdasarkan Sumpah Hippocrates ( 469 - 399 SM ) versi World Medical Association yang berbunyi: " Saya akan menghargai rahasia rahasia yang dipercayakan kepada saya, bahkan sampai sesudah pasien meninggal." ( I will respect the secrets which are confided in me, even after the patient has died ) Hal ini disebabkan karena dalam alam pikiran dahulu, jika pasien tidak diberitahukan penyakitnya, maka ia tidak menjadi cemas dan tegang, hal ini bisa mempengaruhi penyembuhannya. Jika pasien menyerahkan dirinya kepada dokter untuk diobati, maka penyembuhannya akan berjalan lancar. Dengan berlalunya waktu, maka alam pikiran manusia, situasi dan kondisi mengalami perubahan pula. Pertanyaan pertanyaan yang menyangkut kerahasiaan dan pengungkapan di bidang medis telah mengundang banyak pembahasan. Para dokterpun ada yang menyadari bahwa kewajiban tradisional untuk melindungi kerahasiaan sudah bukan waktunya lagi, mereka juga merasakan timbulnya banyak dilema dari kewajiban tradisional tersebut. Dengan perkembangan zaman tentang HAM misalnya, mulai timbul konflik penafsiran tentang Rahasia Medis tersebut. Pengungkapan Rahasia Medis harus dengan persetujuan dan izin pasien, misalnya kepada pihak Asuransi yang memerlukan data data medis pasien yang telah menutup asuransi kesehatan. Untuk memeriksa benar tidaknya suatu klaim, maka diperlukan data data medis pasien, yang harus diajukan ke rumah sakit melalui dokternya. Untuk itu pasien harus membuat pernyataan tertulis bahwa ia telah memberi kuasa untuk meminta data data medis dari dokter / rumah sakitnya. Tanpa
Surat Persetujuan dari pasien tersebut, rumah sakit / dokternya tidak boleh memberikan data data medis pasien tersebut kepada pihak ketiga, dalam hal ini pihak Asuransi. Bahkan jika memberikan, pihak rumah sakit / dokter bisa dituntut secara hukum. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa data data medis itu adalah MILIK PASIEN, bukan milik dokternya. Disamping itu rumah sakit dibebani kewajiban untuk menyimpan data data medis yang tercantum dalam Rekam Medis selama paling sedikit 5 tahun. Namun, menurut sementara pendapat, ada ada yang beranggapan bahwa tidak seluruh isi Rekam Medis dapat dimintakan fotokopi oleh pasiennya, yang dapat diberikan hanya suatu Resume saja yang dibuat oleh dokternya. Hal ini mungkin dapat diterima, sepanjang kebutuhannya itu menyangkut untuk asuransi atau untuk tujuan pindah berobat ke tempat lain. Namun bagaimana jika tujuan meminta fotokopi dari pasien / keluarganya karena mau mengajukan gugatan kepada dokternya di pengadilan? Apakah dapat dipakai sebagai bukti jika seandainya Resume tersebut dibuat oleh dokternya sendiri yang notabene akan dituntut? ( Pasal 12 Permenkes No 749a tentang Rekam Medis: Pemaparan isi Rekam Medis hanya boleh dilakukan oleh dokter yang merawat dengan izin tertulis pasien ). Dasar yuridis untuk menuntut yang berkenaan dengan Rahasia Medis terdapat pada: 1. Yurisprudensi Belanda berdasarkan sifat dari: a. Hoge Raad 21 April 1913 b. Arrondissementsrechtbank Haarlem 11 Desember 1984 tentang larangan menggungkapkan Rahasia Medis. 2. Hukum Perdata Indonesia a. Perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien ( hukum ). b. Pasal 1909 tentang Hak Tolak Mengungkap. c. Pasal 1365 tentang perbuatan melawan hukum. 3. Hukum Pidana a. Pasal 322 tentang Wajib Menyimpan Rahasia. b. Pasal 224 tentang Panggilan Menghadap Sebagai Saksi Ahli 4. Hukum Acara Pidana ( KUHAP ) a. Pasal 170 tentang Wajib Menyimpan Rahasia. b. Pasal 179 tentang Wajib Memberikan Keterangan Sebagai Ahli Kedokteran Kehakiman, atau Sebagai Dokter. 5. Hukum Acara Perdata a. Pasal 146 ayat 3 ( Reglemen Indonesia yang diperbaharui ). b. Pasal 174 ( Reglemen Luar Jawa ) 6. Hukum Administrasi Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1946 yang memperluas jangkauan Wajib Simpan Rahasia Kedokteran terhadap tenaga kesehatan lainnya. 7. Konvensi Internasional ( sesudah ratifikasi ) a. United Nations Declaration of Human Rights b. Declaration of Lisbon tentang Hak Rahasia atas diri pribadi
Bila terdengar akan ada tuntutan dari pihak pasien, maka berkas Rekam Medis oleh Kepala Rumah Sakit harus diamankan dan tidak diperbolehkan lagi untuk diberikan tambahan tulisan, coret coretan, penghapusan, ditutupi tulisannya atau mengadakan perubahan. Ada sementara dokter yang langsung membawa pulang berkas untuk dipelajari, begitu mendengar akan timbul tuntutan. Hal ini tidak diperbolehkan, berkas Rekam Medis adalah milik rumah sakit dan harus tetap berada dan disimpan di rumah sakit. Hal ini disebabkan karena berkas itu sangat penting bagi rumah sakit, yang dapat dipakai sebagai barang bukti mengenai perawatan dan pengobatan, tindakan apa saja yang telah dilakukan dan oleh siapa. Pengacara pasien juga tidak bisa meminta berkas tersebut, yang boleh diberikan kepada pengacara pasien - tentunya dengan melampirkan Surat Izin tertulis dari pasien - adalah FOTOKOPI dari Rekam Medis tersebut dan bukan aslinya. Ada juga sementara rumah sakit yang tidak mau menyerahkan fotokopi dari Rekam Medis kepada pengacara pasien, tetapi hal ini bisa menyulitkan rumah sakit itu sendiri karena berdasarkan Pasal 43 KUHAP berkas itu atas izin khusus dari Ketua Pengadilan Negeri setempat, dapat dilakukan penyitaan. Hal ini akan tambah menyulitkan Rumah Sakit dalam mengajukan bukti buktinya. Mungkin dewasa ini masalah Rahasia Medis bagi orang kita tidak begitu menjadi persoalan, hal ini karena pengaruh sosial budaya, dimana jika seorang anggota keluarga menderita sakit, akan juga merupakan persoalan bagi seluruh keluarga ( besar ). Demikian pula antara pasien di rmah sakit dan para pengunjungnya, juga tampak saling menceritakan penyakitnya masing masing, tanpa merasa bahwa hak itu termasuk rahasia pribadi yang dilindungi undang undang. Walaupun demikian, kita tetap harus menjaga dengan hati hati agar jangan sampai menimbulkan persoalan, teristimewa dalam hal penyakit penyakit tertentu seperti penyakit kelamin, penyakit keturunan, kanker, HIV / AIDS, dan sebagainya ). Sumber: Buku Rahasia Medis J. Guwandi, S.H http://www.ilunifk83.com/t133-sumpah-hippocrates diakses pada tanggal : 04/10/2012 pukul :14:53 WIB LI 3. Memahami dan menjelaskan UUD tentang rekam medis dan rahasia medis LO 3.1 Memahami dan menjelaskan UUD tentang rekam medis LO 3.2 Memahami dan menjelaskan UUD tentang rahasia medis Pasal 12 pada KODEKI. LO 3.3 Memahami dan menjelaskan pasal-pasal yang mengaturnya UU NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN Pasal 57 (1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan. (2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal: a. perintah undang-undang;
b. perintah pengadilan; c. izin yang bersangkutan; d. kepentingan masyarakat; atau e. kepentingan orang tersebut. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1966 TENTANG WAJIB SIMPAN RAHASIA KEDOKTERAN Presiden Republik Indonesia, Menimbang: bahwa perlu ditetapkan peraturan tentang wajib simpan rahasia kedokteran. Mengingat: 1.Pasal 5 ayat(2)Undang-Undang Dasar l945; 2.Pasal 10 ayat (4) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1960 No. 131 ); 3.Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1960 tentang lafal sumpah dokter (Lembaran Negara Tahun 1960 No.69); Mendengar: Presidium Kabinet Dwikora yang disempurnakan. MEMUTUSKAN: Menetapkan: "PERATURAN PEMERINTAH TENTANG WAJIB SIMPAN RAHASIA KEDOKTERAN". Pasal 1. Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orangorang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran. Pasal 2. Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada Peraturan Pemerintah ini menentukan lain. Pasal 3. Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah: a.tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara tahun 1963 No. 79). b.mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Pasal 4 Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai: wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Menteri Kesehatan dapat melakukan tindakan administratif berdasarkan pasal 11 Undangundang tentang Tenaga Kesehatan.
Pasal 5. Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut dalam pasal 3 huruf b, maka Menteri Kesehatan dapat mengambil tindakan-tindakan berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya. Pasal 6. Dalam pelaksanaan peraturan ini Menteri Kesehatan dapat mendengar Dewan Pelindung Susila Kedokteran dan/atau badan-badan lain bilamana perlu. Pasal 7. Peraturan ini dapat disebut "Peraturan Pemerintah tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran". Pasal 8. Peraturan ini mulai berlaku pada hari diundangkannya. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Mei 1966. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SUKARNO. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 21 Mei 1966. SEKRETARIS NEGARA, MOHD. ICHSAN. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH No. 10 TAHUN 1966 TENTANG WAJIB SIMPAN RAHASIA KEDOKTERAN UMUM . Setiap orang harus dapat meminta pertolongan kedokteran dengan perasaan aman dan bebas. Ia harus dapat menceriterakan dengan hati terbuka segala keluhan yang mengganggunya, baik yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah, dengan keyakinan bahwa hak *16858 itu berguna untuk menyembuhkan dirinya. Ia tidak boleh merasa khawatir bahwa segala sesuatu mengenai keadaannya akan disampaikan kepada orang lain, baik oleh dokter maupun oleh petugas kedokteran yang bekerja sama dengan dokter tersebut. Ini adalah syarat utama untuk hubungan baik antara dokter dengan penderita. Pada waktu menerima ijazah seorang dokter bersumpah: "Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter". Dan sebagai pemangku suatu jabatan ia wajib merahasiakan apa yang diketahuinya karena jabatannya, menurut pasal 322 KUHP yang berbunyi: : "Barangsiapa dengan sengaja membuka suatu rahasia yang ia wajib menyimpan oleh karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya enam ratus rupiah". "Jika kejahatan ini dilakukan terhadap seseorang yang tertentu maka ini hanya dituntut atas pengaduan orang itu". Peraturan Pemerintah ini diperlukan untuk mereka yang melakukan perbuatan-perbuatan pelanggaran rahasia kedokteran yang tidak dapat dipidana menurut pasal 322 KUHP tersebut atau pasal 112 KUHP tentang pengrahasiaan sesuaatu yang bersifat umum. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Dengan kata-kata "segala sesuatu yang diketahui", dimaksud : Segala fakta yang didapat
dalam pemeriksaan penderita, interpretasinya untuk menegakkan diagnose dan melakukan pengobatan: dari anamnese, pemeriksaan jasmaniah, pemeriksaan dengan alat-alat kedokteran dan sebagainya. Juga termasuk fakta yang dikumpulkan oleh pembantu-pembantunya. Seorang ahli obat dan mereka yang bekerja dalam apotik harus pula merahasiakan obat dan khasiatnya yang diberikan dokter kepada pasiennya. Merahasiakan resep-dokter adalah sesuatu yang penting dari etik : pejabat yang bekerja dalam Apotik. Pasal 2. Berdasarkan pasal ini orang (selain dari pada tenaga kesehatan) yang dalam pekerjaannya berurusan dengan orang sakit atau mengetahui keadaan sisakit, (baik) yang tidak maupun yang belum mengucapkan sumpah jabatan, berkewajiban menjunjung tinggi rahasia mengenai keadaan sisakit. Dengan demikian para mahasiswa kedokteran "kedokteran gigi, ahli farmasi, ahli laboratorium, ahli sinar, bidan, para pegawai, murid para medis dan sebagainya termasuk dalam golongan yang diwajibkan menyimpan rahasia. Menteri Kesehatan dapat menetapkan, baik secara umum, maupun secara insidentil, orang-orang lain yang wajib menyimpan rahasia kedokteran, misalnya pegawai tata-usaha pada rumah-rumah sakit dan laboratorium-laboratorium, Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Berdasarkan pasal 322 KUHP, maka membocorkan rahasia jabatan, dalam hal ini rahasia kedokteran, adalah suatu tindak pidana yang dituntut atas pengaduan (klachdelict), apabila kejahatan itu ditujukan pada seseorang tertentu. Demi kepentingan umum Menteri Kesehatan dapat bertindak terhadap pembocoran rahasia kedokteran, meskipun tidak ada suatu pengaduan. Sebagai contoh: Seorang pejabat kedokteran berulangkali mengobrolkan di depan orang banyak tentang keadaan dan tingkah laku pasien yang diobatinya. Dengan demikian ia merendahkan martabat jabatan kedokteran dan mengurangi kepercayaan orang kepada penjabat-penjabat kedokteran. Pasal 5. Berdasarkan pasal ini Menteri Kesehatan dapat meminta kepada instansi yang bersangkutan (umpama untuk urusan mahasiswa kepada Departemen P.T.I.P dan sebagainya) agar mengambil tindakan administratip yang wajar bilamana dilanggar wajib simpan rahasia kedokteran ini. Pasal 6. Menteri Kesehatan membentuk Dewan Pelindung Susila Kedokteran justru untuk mendapat nasehat dalam soal-soal susila kedokteran. Pasal 7 dan 8. Cukup jelas. http://www.ilunifk83.com/t133-sumpah-hippocrates diakses pada tanggal : 04/10/2012 pukul : 14:53 WIB
LI 4. Memahami dan menjelaskan membuka rahasia medis menurut perspektif islam
http://quran.com/8/27 dakwatuna.com – “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui.” (Al-Anfal: 27) Ayat ini menyebutkan secara prioritas tingkatan amanah yang harus ditunaikan oleh setiap orang yang beriman; amanah Allah, amanah Rasul-Nya dan amanah antar sesama orang beriman. Yang menarik dari redaksi ayat ini adalah bahwa perintah menjaga amanah langsung menyebutkan lawan dari amanah yaitu khianat. Sehingga kata kunci dari ayat ini lebih tertuju kepada larangan mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Secara redaksi juga, ayat ini tidak menyertakan kata ( )الpada amanat manusia seperti yang tersebut pada amanat Allah dan Rasul-Nya menurut Ar-Razi bahwa ini merupakan jawaban atas pengabaian amanat Allah dan Rasul-Nya. Artinya, jika kalian mengkhianati amanat Allah dan Rasul-Nya maka kalian berarti telah mengkhianati amanat di antara kalian sendiri. Dalam kata lain, menjaga kepercayaan Allah dan Rasul-Nya merupakan benteng yang paling kokoh agar seseorang mampu menjaga kepercayaan sesamanya. Lebih ketara lagi bahwa ayat ini diawali dengan seruan kepada orang-orang yang beriman yang seharusnya menjadi contoh bagi umat yang lain dalam hal menjaga kepercayaan. Karena Rasul sendiri mengisyaratkan dalam haditsnya bahwa keimananan seseorang masih perlu dibuktikan dengan ujian menjaga kepercayaan. Bahkan seseorang dicap tidak beriman manakala tidak mampu menjaga amanat. Rasulullah saw. bersabda:
“Tidak ada iman bagi yang tidak ada amanat padanya (menjaga amanat) dan tidak ada agama bagi yang tidak ada janjinya baginya (memenuhi janji).” (H.R. Imam Ahmad) Bahkan menurut kesaksian Anas bin Malik ra. sebagai perawi hadits ini bahwa Rasulullah tidak pernah berkhutbah melainkan menyertakan hadits tentang ketiadaan iman bagi yang tidak menjalankan amanat. Pengkhianatan amanat dalam beragam bentuknya merupakan hal yang terlarang dan sangat dibenci oleh siapapun. Menurut Zamakhsyari, khianat secara bahasa berarti An-Nuqshan (kurang), sedangkan anonimnya amanat diartikan dengan At-Tamam (sempurna). Ini berarti segala bentuk amanat agar tidak termasuk mengkhianatinya haruslah dilaksanakan dengan sempurna dan sesuai dengan tuntunan dan tuntutan sang pemberi amanat. Jika dilaksanakan
apa adanya, cenderung asal-asalan dan tidak sungguh-sungguh meskipun ia telah menjalankannya, maka tetap saja berlaku istilah khianat untuknya berdasarkan makna bahasa yang cukup tajam ini. Pengurutan amanat yang Allah sebutkan di ayat ini tidak sekedar untuk memenuhi syarat keindahan bahasa dan redaksi Al-Qur’an, lebih dari itu tentu, pengurutan ini memberi pesan bahwa amanat Allah dan Rasul-Nya adalah yang paling tinggi, besar dan berat tanggung jawab dan konsekuensinya. Dapat dikatakan seseorang yang mampu menjaga amanat Allah dan Rasul-Nya, pastinya ia akan mampu juga menjaga kepercayaan sesamanya. Namun jika tidak, tentu sangat berat baginya untuk melaksanakan kepercayaan manusia karena kepercayaan Allah dan Rasul-Nya sendiri yang lebih tinggi nilai dan urgensinya sangat mudah ia abaikan. Dalam konteks menjaga kepercayaan Allah, Ibnu Katsir memaknainya dengan menjaga kewajiban yang diperintahkannya dengan sebaik-baiknya. Seseorang yang mampu menjaga shalatnya, puasanya, zakatnya, baktinya dan ibadah yang lainnya maka ia tentu akan dipercaya untuk menjalankan amanat yang lainnya. Namun jika seseorang tidak mampu menjalankan kepercayaan pada satu jenis ibadah, jangan harap ia akan mendapat kepercayaan Allah untuk menjalankan ibadah yang lainnya. Dengan demikian, berusaha menjalankan seluruh kewajiban Allah dengan sebaik-baiknya tanpa terkecuali merupakan bukti bahwa ia layak mendapat kepercayaan Allah pada seluruh aturan dan syariat-Nya. Dan berbahagialah ia dengan penghargaan tersebut. Namun jika sebaliknya, maka tidak akan mungkin Allah akan memberikan kepercayaan untuk menjalankan syariat-Nya di muka bumi ini. „Sekali lancing ke ujian, selamana ia tidak akan dipercaya‟. Menjaga kepercayaan Rasul adalah dengan menjalankan sunnah-sunnahnya secara komprehensif dalam seluruh praktik kehidupan nyata Rasulullah; dalam beribadah, dalam berdakwah, menjaga amanat keluarga, masyarakat dan menjalankan amanat kepemimpinan umat. Seluruhnya akan menjadi barometer apakah kita termasuk yang mampu menjaga kepercayaan Rasulullah saw. pasca kewafatan baginda. Justru komprehensifitas kehidupan Rasul yang telah ditentukan oleh Allah adalah pertanda bahwa sunnahnya memang mencakupi seluruh kehidupan manusia, tidak dibatasi pada wilayah ibadah mahdhah dan sebagainya. Bangsa yang mayoritas muslim ini sedang diuji dengan ujian kepercayaan. Sejauh mana mereka lulus dan baik menjalankannya, akan semakin besar perlindungan dan rahmat Allah terhadap bangsa ini. Tentu masih terbuka bagi kita untuk terus mengintrospeksi dan mengevaluasi tingkat ‘kepercayaan’ kita di mata Allah, Rasul-Nya dan masyarakat secara umum. Sebelum terjadi hal yang lebih buruk lagi di bangsa ini, sebelum segalanya terjadi seperti yang diprediksikan oleh Rasulullah saw: “Jika amanat diabaikan maka tunggulah kehancurannya.” (H.R. Bukhari). Sungguh setiap kita, sebagai apapun terutama sebagai orang yang beriman seharusnya senantiasa memperhatikan aspek kepercayaan ini dengan sepenuh hati sehingga keimanan kita benar-benar dapat dipercayai dan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah swt. Allahu a’lam
http://www.dakwatuna.com/2010/01/5424/menjaga-kepercayaan/#ixzz28VudPyJ1 diakses pada tanggal : 04/10/12 pukul : 14:28