Al-Tatwir, Vol. 2 No. 1 Oktober 2015
MUNCULNYA GANGGUAN MENTAL MASYARAKAT LANJUT USIA DAN UPAYA PENCEGAHANNYA Oleh : M. Ali Makki.1 ABSTRAK Gangguan mental telah ada sebelum manusia mengenal dunia modern. Pada masa prasejarah manusia telah mengenal gangguan mental atau gangguan\ jiwa. Pada masa itu gangguan mental dipahami sebagai bentuk kutukan dan hukuman dari Tuhan atau orang menderita gangguan mental itu akibat kerasukan makhluk halus, kemasukan ruh jahat ataupun yang sejenisnya. Seiring perkembangan zaman penderita ganguan mental tidak berkurang malahan semakin bertambah besar jumlahnya. Untuk melihat prosentase para penderita gangguan mental, sebagaimana survei yang dilakukan oleh SEA (Survey Epidemologis Area sebuah studi epedimologi psikiatri terkenal di Amerika Serikat menginformasikan bahwa sekitar 20% orang dewasa mengalami gangguan mental. Terdiagnosis setiap tahunnya 30% dari orang dewasa pernah mengalamai ganguan mental pada satu saat dalam hidupnya. Di Indonesia hasil uji Statistik yang dilakukan oleh Kesehatan Mental Rumah Tangga dan survei Direktorat Departemen Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan, mencatat bahwa hampir 34,4% masyarakat Indonesia menderita gangguan mental baik yang sifatnya ringan (neurosis) maupun yang sifatnya berat (psychois). Dan ini diperkirakan terus meningkat setiap tahunnya. Apalagi pada masa kini dengan makin berkembangnya dunia modern dan makin pesatnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, seseorang makin sensetif atau akan lebih mudah terganggu mentalnya. Karena seseorang dihadapkan pada satu kenyataan yang semakin pelik dalam kehidupannya. Seperti perubahan sosial yang serba cepat (rapid social change), kondisi negara yang tidak setabil, seperti dibeberapa aspek, harga bahan pokok yang terus melambung naik, krisis ekonomi, nilai tukar rupiah ada pada posisi ambruk, makin tajamnya persaingan hidup dan makin gencarnya arus globalisasi. Hal inilah yang memicu seseorang dituntut untuk bekerja keras agar dapat menyesuaikan dengan kondisi tersebut. Dan apabila 1
Dosen tetap di Fakultas dakwah IAIN Jember.
~ 83 ~
Muhammad Ali Makki
tidak mampu menyesuaikan, maka tidak menutup kemungkinan seseorang akan mudah terganggu mentalnya. Perlu diketahui juga bahwa ganguan mental itu dapat menimpa siapapun, persepsi seseorang terhadap penderita gangguan mental itu sangat buruk. Seperti penderita gangguan mental dianggapnya sebagai sampah masyarakat, pembawa bencana, dan martabatnya sebagai manusia sudah tidak istimewa walaupun dulunya sebagai orang yang paling dihormati. Oleh sebab itu sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi maka harus memelihara kesehatan mental secara dini. Kata Kunci:Gangguan Mental, Lansia, Pencegahannya. PENDAHULUAN Manusia hidup itu terbentuk atas dua dimensi, yaitu dimensi jasmani (jasad/wadag) dan dimensi rohani (jiwa/ruh/ mental).2 Kedua dimensi inilah yang membentuk manusia menjadi manusia yang memiliki karakterdan kepribadian. Apabila kedua dimensi itu salah satunya rusak maka manusia dianggap sakit atau tidak normal (abnormal). Sehingga apabila dimensi manusia tersebut yang rusak pada dimensi jasmaninya, maka secara fisiologis manusia akan sakit jasmani (fisik), begitu juga sebaliknya apabila manusia yang sakit itu jiwa (rohani) nya, maka secara psikologis manusia tersebut akan mengalami gangguan mental atau sakit jiwa, dan apabila salah satu dimensi tersebut tidak berfungsi (rusak) atau hilang maka manusia itu dianggap tidak ada atau mati. Para ahli biologi memandang sisi yang paling dominan dalam diri manusia (hakekat manusia) ada pada segi jasmani. Lamark dan Darwin, berpendapat bahwa hakekat manusia itu dibentuk atas proses evolusi, dimana evolusi tersebut membentuk perkembangan dan pertumbuhan diri manusia. Sementara itu Democritus menyebutkan bahwa, hakekat manusia yaitu atom sedangkan Leibnitz melihat bahwa, hakekat manusia adalah monade. Dari pandangan para ilmuwan tersebut mereka pada satu kesimpulan bahwa hakekat manusia adalah “atom yang berjiwa”. Dari sini dapat dipahami bahwa para ahli biologi menitik beratkan 2 Kasmiran.,
Filsafat Manusia, (Jakarta: Erlangga, Cetakan Pertama, 1985),
hlm.29
~ 84 ~
Al-Tatwir, Vol. 2 No. 1 Oktober 2015
jasmani sebagai bagian paling vital pada diri manusia, sebagaimana yang dikemukan oleh Democritus dan leibnitz tersebut bahwa manusia adalah “atom yang berjiwa” bukan jiwa yang beratom3 Sementara itu para ahli psikologi tidak sepakat dengan ungkapan para ahli biologi tersebut, yang menitik beratkan bahwa hakekat manusia itu ada pada jasmaninya. Kaum psikolog memandang bahwa hakekat manusia itu ada pada rohani atau ruhnya (should/psyche). Sebab rohani adalah pokok atau subyek dari pada manusia, sedangkan jasmani adalah perwujudan dari rohani. Para ahli biologi maupun para ahli psikologi, masing-masing dari mereka memiliki kelemahan sudut pandang mengenai hakekat manusia, karena ada yang tidak sesuai dengan kenyataan, contoh “aku makan” dan “aku berfikir”. Dari kedua contoh ini siapa yang paling dominan, jiwa atau raga. Dengan demikian bahwa hakekat manusia tidak hanya terbentuk oleh satu dimensi saja, melainkan terbentuk atas dua dimensi (double dimension) yaitu, dimensi jasmani dan dimensi ruhani. Keduanya adalah satu kesatuan utuh yang tidak bisa dipisah-pisahkan, karena keduanya memiliki peran yang sama dalam membentuk diri manusia menjadi manusia yang berkepribadian (berkarakter). Dimensi jasmani dan rohani itulah yang membentuk sifatsifat khas (spesifik) yang ada pada diri manusia yang bisa membedakan dengan manusia lain. Dimana pada tingkat selanjutnya akan tumbuh dan berkembang menjadi identitas atau jati diri, dan sekaligus berguna untuk melakukan suatu proses dalam melakukan aktualisasi dirinya di dalam masyarakat dan memenuhi kebutuhannya baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan ruhani (psikis). Untuk memenuhi kebutuhan jasmani secara fisiologis manusia memerlukan makan, minum dan lain sebagainya. Agar jasmani (fisik) dapat tumbuh dan berkembang. Sedangkan kebutuhan rohani seseorang sering mengisinya dengan “belajar” agar dirinya menjadi sosok manusia yang berguna, baik untuk pada saat ini ataupun untuk masa yang akan datang, yakni baik di dunia maupun di hari kemudian.
Lih. Lym Wilcox, Ilmu Jiwa Berjumpa Tasawuf terj, IG Harimurti Bagoesaka, (Jakarta: Serambi, 2003), hlm. 15., hlm, 29-30 3
~ 85 ~
Muhammad Ali Makki
Sosok manusia disamping sebagai makhluk individu juga hidup sebagai makhluk sosial (zoonpolitician), sehingga kehidupannya bisa berjalan selaras dan serasi, sesuai dengan hukum dan norma yang ada. Dari sinilah manusia dituntut agar mampu beradaptasi dengan lingkungannya atau dengan manusia lain supaya dapat membentuk perkembangan pribadinya dan juga supaya bisa hidup. 4 Manusia yang memiliki pribadi baik ialah manusia yang memiliki kemampuan untuk dapat menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan lingkungan sosial (masyarakat) dimana ia tinggal atau ia hidup.5 Dan manusia itu tidak ada gangguan dan kelainan pada mental ataupun psikologisnya (jiwa). Secara fitrah karakter (tabiat) manusia adalah baik atau memiliki potensi kebaikan yang membuat manusia dihargai ditengah-tengah masyarakat. Dengan pribadi yang baik seseorang lebih mudah diterima di masyarakat ketimbang pribadi yang kurang baik. Karena masyarakat lebih cenderung berhati-hati terhadap kedatangan anggota baru. Hal ini dikarenakan adanya kekhawatiran masyarakat jika kepribadian kurang baik itu dapat membawa dampak tidak baik yang nantinya ditanggung oleh seluruh anggota masyarakat lainnya.6 Allah SWT. menciptakan manusia di dunia ini tentunya tidak hanya cukup sekedar hidup dan ada. Sebagai manusia tentu memerlukan lebih dari itu. Untuk memenuhi kelangsungan hidup manusia pasti memerlukan kebutuhan yang harus dipenuhi demi kelangsungan eksistensinya, baik yang bersifat biologis-fisiologis maupun yang bersifat psikis (psikologis).7 Tingkah laku manusia merupakan bagian manifestasi dari beberapa kebutuhan, dan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan kata lain, setiap tingkah laku seseorang itu selalu tertuju pada satu obyek atau pada suatu tujuan pemenuhan kepuasan kebutuhan yang memberikan arah pada gerak aktifitas. Perilaku itu sendiri 4 Musthafa
Fahmy, Penyesuaian Diri, terj. Zakiyah Daradjat, (Jakarta: Bulan Bintang, tth), hlm. 12. 5Zakiyah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta, Haji Masagung, t.th), hlm.11. 6 Kartini Kartono Patologi Sosial III. (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2001), hlm. 229. 7Musthafa Fahmy, op. cit., hlm. 48.
~ 86 ~
Al-Tatwir, Vol. 2 No. 1 Oktober 2015
merupakan satu kesatuan perbuatan yang sangat berarti dan tujuan atau obyek dari kebutuhan menunjukkan arti sebenarnya dari tingkah laku seseorang. Dengan demikian tujuan atau obyek dari kebutuhan tersebut memberikan makna dan nilai tersendiri bagi perilaku seseorang khususnya, untuk berbuat, berusaha atau bertingkah laku. Ketegangan dan konflik batin akan muncul apabila kebutuhan dan keinginan-keinginan yang sifatnya vital tidak tercapai atau tidak terpenuhi (terhalang) ini bisa mengakibatkan psikis menjadi tegang, kacau, stress atau terganggu dan dampaknya akan menyebabkan seseorang menjadi frustasi begitu juga sebaliknya kondisi ini akan hilang apabila semua kebutuhan dan keinginan terpuaskan atau terpenuhi. Kebutuhan seseorang atau individu itu bersifat fisis (organis, biologis, dan vital) dan juga bersifat psikis dan sosial.8 Secara sederhana ada dua bentuk kebutuhan manusia yang ingin dipenuhi yaitu kebutuhan yang bersifat primer dan kebutuhan yang bersifat sekunder. Kebutuhan primer yaitu kebutuhan yang mengarah pada kebutuhan jasmani (dorongan fisik) yang harus segera dipenuhi seperti, makan, minum, istirahat, kesehatan dan lain sebagainya, sedangkan kebutuhan sekunder ialah kebutuhan yang mengarah pada kebutuhan jiwa (dorongan psikis) seperti kebutuhan akan kasih sayang, dihargai, rasa tanggung jawab, kebutuhan akan sukses, rasa cinta kasih, dihormati dan sebagainya. 9 Untuk memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut segala upaya dan cara dilakukannya seperti, bekerja dan berkarya serta upaya-upaya yang lain dan apabila kebutuhan yang diinginkan telah terpenuhinya rasa puas dan bahagia adalah puncaknya. Kebutuhan-kebutuhan ini apa bila terhalangi atau tidak tercapai maka seseorang akan mengalami kepatahan mental (mental-breakdown)10 Seseorang dalam mewujudkan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan yang diinginkan, tentunya harus didukung dengan kondisi diri yang sehat baik jasmani maupun rohani. Sehat merupakan kunci utama manusia sebagai upaya untuk 8Musthafa
Fahmy, op. cit.,hlm. 36-37. hlm. 48-55. 10Ibid., hlm. 37. 9Ibid.,
~ 87 ~
Muhammad Ali Makki
melangsungkan dalam mempertahankan hidup dan mempertahankan eksistensi sebagai manusia di tengah-tengah masyarakat. Tanpa hidup yang sehat mustahil seseorang dapat memenuhi segala apa yang diinginkan, yang lebih dari hanya sekedar hidup itu sendiri. Dengan demikian sehat jasmani dan rohani adalah satu tuntutan yang harus diupayakan kalau ingin tetap eksis dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Pada puncaknya tujuan manusia yaitu ingin memperoleh kehidupan yang bahagia dan sejahtera baik di dunia maupun di akhirat bagi orang yang beriman (beragama), atau ingin memperoleh ketenteraman diri baik jasmani maupun rohani. Dan ini adalah tujuan hidup yang selalu diinginkan oleh semua orang.11 Hidup dalam masyarakat adalah kehidupan yang tidak bisa ditolak. Hidup bermasyarakat adalah suatu keharusan karena manusia tidak bisa hidup dan mempertahankan hidup sendirian, maka mutlak dalam diri manusia memerlukan kehidupan yang selalu dalam kondisi sehat dan normal.12 Sakit jasmani (fisik) di tengah masyarakat lebih bisa diterima dari pada sakit jiwa (mental). Pengobatan fisik lebih banyak berhasil daripada pengobatan mental. Manusia bisa dihargai dan bisa diterima di lingkungan atau diterima keberadaannya ditengahtengah masyarakat apabila bisa menunjukkan perilaku sebagai sosok pribadi (individu) yang normal. Perilaku yang normal ialah tingkah laku yang adekwat (serasi, tepat) yang bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya. Tingkah laku pribadi yang normal ialah sikap hidupnya (attitude) yang sesuai dengan pola kelompok masyarakat dimana manusia itu tinggal, sehingga dapat tercapai satu relasi interpersonal dan intersosial yang memuaskan.13 Pada saat ini seiring dengan perkembangan zaman banyak sekali seseorang atau individu yang mengalami gangguan mental/jiwa. Para penderita gangguan mental makin hari makin terus meningkat, ini bisa kita lihat seperti, banyaknya kasus bunuh diri atau upaya-upaya untuk bunuh diri, baik terjadi pada anak11Zakiyah
Daradjat, op. cit, hlm. 15. Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta: CV Rajawali, Cet. II, 1987), hlm. 1-2 13Kartini Kartono, Psikologi Abnormal, (Bandung: Penerbit Alumni, 1981), hlm. 2. 12Sarlito
~ 88 ~
Al-Tatwir, Vol. 2 No. 1 Oktober 2015
anak maupun pada orang dewasa. Dari kasus yang ada yang menjadi pertanyaan besar kita yaitu kenapa hanya problem yang sifatnya sepele seseorang tega mengakhiri hidupnya, disamping itu banyaknya perilaku-perilaku menyimpang (seperti seorang kakek mencabuli anak dibawah umur, seorang kakak mencabuli adiknya, dan lain-lain), rendahnya moralitas (seperti melakukan korupsi, kolusi, pengrusakan, pemerkosaan dan perbuatan-perbuatan nekat yang lain), dan makin meningkatnya penderita schizophrenia. Dengan demikian bisa kita rasakan atau bisa kita lihat bahwa perilaku-perilaku yang diluar batas normal ini adalah sebagai akibat ketidakseimbangan jiwa atau mengalami dis-integrasi kepribadian, kondisi ini secara psikologis seseorang atau individu sedang mengalami degradasi diri atau sedang mengalami goncangan jiwa yang berakibat pada gangguan mental.14 Seperti halnya penyakit fisik, penyakit mental bukanlah sesuatu yang tak lazim. Di Amerika misalnya, tiap tahun satu di antara lima orang mengalami sakit mental atau problem emosi yang cukup berat sehingga memerlukan penanganan. Gangguan ini mengganggu perasaan, pikiran, dan tingkah laku. Bahkan lebih dari itu gangguan tersebut dapat mempengaruhi kinerja atau aktifitas seseorang, baik dalam bekerja, di sekolah, hubungan dengan teman-teman, keluarga dan dalam bermasyarakat. Gangguan mental bisa mengenai siapapun, baik pada orang dewasa, orang tua dan anak-anak, semuanya bisa kena tanpa melihat status mereka. Orang yang menderita gangguan mental biasanya mengalami perasaan yang berlebihan, antara lain ketakutan oleh pengalaman-pengalaman atau emosi-emosi yang tidak diinginkan. Gangguan mental biasanya ditandai seperti rasa sedih yang berlebihan, ketakutan-ketakutan yang tidak rasional dan perasaan hidup yang hampa. Gangguan mental pada dasarnya disebabkan oleh kelemahan karakter. Dimana faktor pencetusnya sangat komplek, bisa disebabkan oleh faktor biologis, psikologis, dan sosial. Gangguan mental juga dapat menyebabkan disabilitas seperti depresi, schizophrenia, gangguan bipolar (manic-depression), penyalahgunaan alkohol, dan gangguan obsessive compulsive.
14 Kartini
Kartono dan Jenni Andari, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam, (Bandung: Mandar Maju, 1989), hlm. 114 dan 191
~ 89 ~
Muhammad Ali Makki
Gejala terjadinya gangguan mental biasanya ditandai dengan adanya konflik batin yang serius, sebagian besar diakibatkan oleh stressor sosial ataupun lingkungan yang tidak menguntungkan. Akibatnya bisa mengakibatkan ketidak stabilan emosi, sehingga seseorang menjadi kalut jiwanya seperti, frustasi, stress, cemas, depresi, ketakutan-ketakutan yang tidak masuk akal dan lain-lain. Kondisi inilah yang bisa menjadi faktor pencetus (symptom) terjadinya sakit yang serius pada diri seseorang. Misalnya gangguan neurosis (prikoneurosa) seperti hysteria, melancholia, disosiasi kepribadian, psikastenia (phobia dan obsesi-compulsive), hypochondria dan lain-lain. Dan sehingga pada puncaknya seseorang mengalami gangguan jiwa berat (psychosis) seperti, schizophrenia (gila) disamping itu juga berpengaruh pada kondisi jasmani/tubuh sehingga menjadi sakit seperti penyakit stroke. 15 Pada dasarnya mental yang terganggu akan berpengaruh pada fungsi kejiwaan. Sebagaimana penjelasan Zakiah Daradjat dimana ia membagi efek gangguan mental dalam 4 kelompok besar yaitu, gangguan mental dapat berpengaruh pada perasan, pikiran atau kecerdasan, kelakuan dan kesehatan badan. Yang menjadi ukuran apakah seseorang itu sehat mentalnya atau tidak yaitu bisa diamati dari tingkah laku atau tindakan individu ada kelainan atau tidak atau ada tanda-tanda yang menunjukkan pada perilaku abnormal. 16 Dengan demikian sebagian besar perilaku abnormal adalah manifestasi atau cerminan dari kondisi mental/jiwa yang tidak sehat atau kondisi mental yang sedang terganggu sehingga seseorang tidak mampu menikmati kehidupan dan merasakan adanya hidup bahagia. Maka dari itu bisa dipahami bahwa yang menentukan ketenangan dan kebahagiaan hidup yaitu terletak pada mental. Karena Mental yang sehat itulah seseorang mampu menyikapi terhadap semua problem yang dihadapi dengan baik. Sebab mental adalah sebagai barometer penentu apakah seseorang akan mempunyai gairah untuk hidup ataupun sebaliknya. Manusia atau individu yang sehat mentalnya ia tidak akan cepat mudah putus asa, pesimis atau apatis, sebab ia mampu mengkondisikan dirinya dan bisa menghadapi semua rintangan atau kegagalan 15Kartini
Kartono dan Jenni Andari, Ibid, hlm. 94. Daradjat, op. cit, hlm. 16.
16Zakiyah
~ 90 ~
Al-Tatwir, Vol. 2 No. 1 Oktober 2015
dalam hidup dengan tenang dan kewajaran serta melihat bentuk kegagalan dijadikan sebagai pelajaran yang berharga untuk melangkah kedepan yang lebih baik. Orang yang mengalami kerapuhan mental atau menderita kekalutan mental hebat (mental breakdown) atau gila, dimana dari dulu sampai sekarang para penderita gangguan mental masih dianggap sebagai sampah masyarakat dan aib dalam keluarga. Gejala penyakit mental itu sudah tidak hanya dikenal pada zaman modern seperti sekarang ini yang dikenal dengan abad kecemasan (the age of anxiety). Akan tetapi sudah dikenal dan ada beribu-ribu tahun yang silam.17 Dan perlakuan terhadap para penderita sakit jiwa (gila), diperlakukan oleh masyarakat zamannya itu dengan cara yang berbeda-beda. Pada zaman dulu sampai pada akhir abad ke-19 perlakuan terhadap penderita sakit jiwa diperlakukan sangat tidak manusiawi seperti dipasung, di rantai, disiksa, dipenjara, disekap di rumah sakit jiwa bahkan banyak pula yang dibakar dan dibunuh akan tetapi pada saat ini respon terhadap penderita penyakit jiwa, tidak kejam dan sadis seperti dulu tetapi sifatnya lebih humanis dan lebih bijaksana (sophisticated) karena para penderita penyakit gila dianggapnya sebagai gangguan mental atau kekacauan emosional yang harus di tolong, diobati dan dirawat serta tidak disiksa bahkan sampai dibunuh,18 tetapi sampai saat ini penderita gangguan jiwa masih dianggap sebagai penyakit yang memalukan dan aib bagi keluarga dan masyarakat serta ketika sembuh pun dalam masyarakat keberadaannya masih sulit diterima dan orang yang kena stigma gila oleh masyarakat dianggap sebagai orang yang tidak berguna lagi. PEMBAHASAN A. Pengertian Gangguan Mental Dalam terminologi gangguan mental ialah adanya ketidakseimbangan yang terjadi dalam diri kita, berpusat pada perasaan, emosional dan dorongan (motif/ nafsu), yang mengakibatkan pada ketidakharmonisan antara fungsi-fungsi jiwa, yang menyebabkan kehilangan daya tahan jiwa, pada akhirnya jiwa menjadi labil dan cenderung mudah terpengaruh pada hal-hal 17Kartini
Kartono, op. cit, hlm. 10.
18Ibid.
~ 91 ~
Muhammad Ali Makki
yang negatif, serta dirinya tidak mampu merasakan kebahagiaan serta tidak mampu mengaktualisasikan potensi-potensi (kemampuan) yang ada dalam dirinya secara wajar. 19 Dalam kamus besar Bahasa Indonesia didefinisikan gangguan mental ialah ketidakseimbangan jiwa yang mengakibatkan terjadinya ketidaknormalan sikap dan tingkah laku yang dapat menghambat dalam proses penyesuaian diri. 20 Dengan demikian gangguan mental ialah kondisi kejiwaan yang lemah (sakit), yang bisa merusak kepribadian dengan tingkah lakunya yang tidak normal (abnormal), serta mengakibatkan seseorang atau individu mengalami kesulitan bersosialisasi, beraktualisasi, dan beradaptasi, yakni mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Orang yang mengalami gangguan mental ialah kebalikan dari orang yang sehat mentalnya, sebagaimana penjelasan Dadang Hawari menurutnya, orang yang sehat mentalnya (jasmani/ jiwa, psikis) ialah orang yang pikiran, perasaan, serta perilakunya itu baik, tidak melanggar hukum, norma, dan etika, serta tidak merugikan orang lain ataupun lingkungannya. 21 Sementara itu Dr. Kartini Kartono gangguan mental (mental disorder) ialah bentuk penyakit atau gangguan dan kekacauan fungsi mental atau kesehatan mental yang disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme adaptasi dari fungsifungsi kejiwaan/ mental terhadap stimuli eksternal dan ketegangan-ketegangan; sehingga muncul gangguan fungsional atau gangguan strukural dari satu bagian atau lebih dari sistem kejiwaan. 22 Zakiyah Daradjat, mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa; gangguan mental adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak wajar (normal) baik yang berhubungan dengan fisik (tingkah laku), kepribadian, kejiwaan, maupun psikis (psikologis).23
19Zakiyah
Daradjat, op. cit., hlm. 13. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op. cit., hlm. 202. 21 Dadang Hawari, Al-Quran, Ilmu Kedokteran Jiwa Dan kesehatan Jiwa, (Jakarta: Dana Bakti Primayasa, 1999), hlm. 76 22Kartini Kartono dan Jenny Andari, op cit., hlm.80-81 23Zakiyah Daradjat, op. cit., hlm. 33 20
~ 92 ~
Al-Tatwir, Vol. 2 No. 1 Oktober 2015
Orang yang terganggu mentalnya biasanya, pikirannya pendek, tidak memiliki pandangan hidup yang luas, sikap hidupnya penuh perasaan pesimis, dan biasanya suka menundanunda waktu, serta cenderung mengeluh. Apabila telah mengalami kondisi psikologis semacam itu jelas kondisi psikis kita terganggu. Ciri yang paling mudah dikenali dari kondisi mental yang tidak sehat yaitu perasaan selalu malas berbuat sesuatu, kondisi tubuh merasa selalu capek, isi pikiran dan hati diliputi perasaan iri, dengki, curiga, dan pikiran-pikiran aneh lain dan selalu diliputi keinginan-keinginan yang tidak masuk akal (irrasional). Gangguan mental sekecil apapun dapat merusak kepribadian atau citra diri. Maka deteksi dini mutlak perlu dilakukan terhadap diri kita dengan tujuan untuk mengenal kondisi kesehatan mental sedini mungkin, sehingga kita dapat mengarahkan diri agar tidak menderita gangguan mental. Deteksi diri (psycho-diagnostic) terhadap gangguan mental sejak dini perlu dilakukan oleh siapapun, yang menyadari betapa penting dan berharganya kesehatan metal yang melebihi hal apapun. Hal ini bisa dilakukan sendiri maupun dengan bantuan orang lain. B. Gejala dan Faktor Pencetus Terjadinya Gangguan Mental 1) Gejala-Gejala Timbulnya Gangguan Mental Untuk mengetahui bagaimana kondisi mental atau kondisi jiwa kita. Apakah kondisi mental itu sehat, normal atau terganggu. Ini semua bisa diketahui atau dideteksi lewat apa yang disebut dengan “gejala” atau “tanda”. Gejala adalah tanda-tanda yang mendahului suatu problem, atau sesuatu yang dapat diamati sebelum timbulnya suatu problem,24 atau keadaan yang menjadi yang menjadi tanda-tanda akan timbulnya atau berjangkitnya sesuatu.25Jadi gejala-gejala timbulnya gangguan mental ialah segala bentuk kondisi kejiwaan yang bisa diamati atau bisa dirasakan secara jelas sebagai realisasi aktivitas kejiwaan yang bisa mengakibatkan ketidaknyamanan ataupun ketidaktenangan baik
24Jamaluddin
Kafie, Psikologi Dakwah, (Surabaya: Indah Surabaya, 1993), hlm. 50 25 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op. cit., hlm. 260.
~ 93 ~
Muhammad Ali Makki
secara psikologis maupun secara jasmaniah (fisik). 26 Adapun gejala-gejala timbulnya gangguan mental yang dapat dirasakan dan diamati sebagai bentuk upaya deteksi (diagnosis) yang terjadi dalam diri yaitu, dengan menilai dan mau merasakan bagaimana kondisi jasmaniah dan rohani yang ada dalam diri kita. Untuk mengetahuinya bisa diagnosis atau deteksi sendiri melalui beberapa gejala (tanda). Adapun gejala-gejalanya tersebut bisa dirasakan atau bisa dideteksi melalui gejala kejiwaan yang ada dalam diri (kejiwaan) yaitu, melalui pikiran, perasaan, emosi, kehendak dan tingkah laku. a) Pikiran Pikiran yang dimiliki setiap manusia memiliki fungsi yaitu untuk berfikir. Berfikir ialah sebagai bentuk gejala kognisi atau gejala cipta, dan berfikir juga wujud dari proses kerja pikiran dan merupakan kondisi kejiwaan yang juga bisa ikut membantu mengontrol segala perilaku manusia. Pikiran memiliki fungsi untuk mengetahui, mencipta, dan memecahkan problema. Dalam kerjanya, berfikir itu menggunakan sebuah alat yang disebut dengan akal (inteligensia), yang berada dalam otak sebagai tempat singgah dalam proses berfikir. Ada beberapa tingkatan dalam berfikir yaitu; berfikir konkrit, berfikir skematis, dan berfikir abstrak. Dengan berfikir seseorang bisa memperoleh pengetahuan, pengertian dan ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk memperoleh kebenaran dalam bentuk apapun, seperti kebenaran dalam bertindak dan bertingkah laku.27 Adams, memberikan definisi bahwa, berfikir ialah suatu proses aktif, yang meliputi penggunaan, pengamatan, tanggapan, simbol-simbol, tanda-tanda atau kata-kata, pembicaraan batin dan pengertian-pengertian. 28 Oleh karena itu berfikir dapat didefinisikan sebagai setiap urutan kesadaran yang diarahkan pada suatu tujuan yang belum ada kepastiannya. Setiap berfikir yaitu diarahkan sebagai bentuk problem solving (pemecahan masalah). Jenis berfikir setiap individu tidaklah sama, yaitu sesuai dengan hakekat persoalan yang dihadapi, tujuan yang diinginkan dan 26Jamaluddin
Kafie, op. cit., hlm. 50-51. hlm. 51. 28Agus Sujanto, Psikologi Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 58. 27Ibid.,
~ 94 ~
Al-Tatwir, Vol. 2 No. 1 Oktober 2015
pendekatan terhadap setiap persoalan.29 Adapun kondisi pikiran yang sehat diantaranya yaitu, mampu berfikir secara cepat, akurat dan sistematis, realistis, mampu berkonsentrasi, tidak merasa lelah dan tidak merasa gundah dan kacau (distorsi). 30 Dengan demikian apabila diri seseorang merasakan hal yang sebaliknya dalam pikirannya, ini merupakan suatu gejala timbulnya gangguan mental ataupun gangguan jiwa secara umum. b) Perasaan Setiap aktivitas, tingkah laku dan pengalaman kita diliputi oleh perasaan. Disamping pikiran perasaan juga mempunyai peran untuk memberikan pertimbangan bagaimana seseorang atau individu untuk berbuat dan bertingkah laku. Perasaan juga termasuk naluri manusia yang banyak memberi pengaruh serta mempengaruhi perkembangan sikap dan tingkah lakunya. Ada dua macam perasaan manusia sebagaimana yang dikategorikan oleh Jamaludin Kafie31 yaitu digolongkan ke dalam dua bentuk, yakni: Pertama, perasaan yang dikategorikan sebagai perasaan kejasmanian (rendah) seperti, perasaan penginderaan, perasaan vital, perasaan psikis dan perasaan pribadi. Kedua perasaan kerohanian (tinggi), seperti perasaan religius (hal yang suci), perasaan etis (hal yang baik), perasaan estetik (hal yang indah), perasaan egoistis (hal diri sendiri), perasaan sosial (hal bersama), perasaan simpati (hal tertarik) dan perasaan intelektual (hal yang benar). Perasaan disebut juga sebagai gejala rasa atau disebut juga sebagai gejala emosi. Prof. Hukstra mendefinisikan perasaan yang dikutip oleh Agus Sujanto, perasaan ialah suatu fungsi jiwa untuk dapat mempertimbangkan dan mengukur sesuatu menurut rasa senang dan tidak senang.32 Perasaan biasanya disifatkan sebagai kondisi kejiwaan yang dialami oleh setiap manusia pada suatu 29Adams,
Pokok-Pokok Ilmu Jiwa Umum,Tej, Wayan Ardhana dan Sudarsono, (Surabaya: Usaha Nasional, 1985), hlm. 117-118. 30William Gladstone, Apakah Mental Anda Sehat, terj, Jeanette M, Lesmana, dkk, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994), hlm. 20-21. 31Jamaluddin Kafie, op. cit., hlm. 51-52. 32Agus Sujanto, op. cit., hlm. 75.
~ 95 ~
Muhammad Ali Makki
waktu. Seperti orang merasa iba, terharu, gembira, merasa gembira atau sedih, tercengang dan sebagainya. Secara sederhana perasaan bisa dimaknai sebagai suatu kondisi kejiwaan sebagai akibat dari adanya peristiwa-peristiwa, pada umumnya datang dari eksternal individu, yang bisa menimbulkan kegoncangan-kegoncangan pada diri individu yang mengalaminya. Perasaan yang dimiliki oleh setiap orang tidaklah sama, itu semua tergantung pada kondisi atau peristiwa yang mempengaruhinya atau yang dialaminya. Disamping pengaruh stimulus dari luar, perasaan juga bergantung pada; Pertama, kondisi jasmani dan rohani. Kedua sifat pembawaan yang erat hubungannya dengan kepribadian seseorang. Ketiga kondisi perkembangan seseorang, yakni keadaan yang pernah mempengaruhi, akan dapat memberikan corak dalam perkembangan perasaannya. Disamping itu faktor lain yang dapat mempengaruhi perasaan seseorang, misalnya; keluarga, lingkungan, tempat kerja, sekolah dan sebagainya.32 Ekspresi perasaan ini bisa dilihat dari keadaan jasmani, karena banyak perasaan timbul bersamaan dengan peristiwa tubuh, seperti tertawa, marah, membentak, mengepal tangan, menangis, mengerutkan dahi dan sebagainya, ini semua tak lain adalah sebagai perbuatan-perbuatan tubuh (badan) untuk melahirkan perasaan. Tanggapan-tanggapan perasaan dapat diwujudkan dengan gerakan-gerakan seperti, perubahan raut muka (mimik) dan gerakan-gerakan tubuh yang lain baik sebagian (pantomimic) maupun seluruhnya. Sebagai bentuk gejala (symptom) terhadap mental, yakni terganggu tidaknya kondisi mental seseorang itu bisa diamati atau bisa dirasakan lewat perasaannya, untuk mengetahuinya bisa kita rasakan atau kita amati terhadap gejala-gejala baik secara psikis maupun secara fisik seperti, denyut jantung yang sangat cepat tidak seperti biasanya, pernafasan yang tidak teratur atau tidak seperti biasanya, raut muka yang tidak seperti biasanya (seperti tampak pucat, tampak murung, tampak bersedih, dan sebagainya), kehilangan gairah dan sebagainya.33 Perasaan sebagai bagian kondisi kejiwaan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kondisi mental, tingkah laku dan kepribadian. Cannon seorang ahli kejiwaan dengan teori sentralnya, yang dikutip oleh Zuhairini, mengemukakan bahwa gejala jasmani itu merupakan
~ 96 ~
Al-Tatwir, Vol. 2 No. 1 Oktober 2015
suatu akibat dari perasaan ataupun emosi yang dialami oleh seseorang atau individu. Jadi gejala-gejala jasmani itu merupakan akibat dari kondisi perasaan ataupun emosi yang sedang dialaminya. Disamping teori tersebut James dan Lange dengan teori perifernya mengemukakan bahwa gejala-gejala jasmani itu bukan akibat dari kondisi perasaan ataupun emosi yang dialami oleh seseorang, akan tetapi sebaliknya yaitu kondisi perasaan ataupun emosi yang dialami seseorang akibat dari gejala-gejala jasmaniah. Dari kedua teori ini setelah dilakukan analisa bahwa keduanya tidak bisa dipisah-pisahkan karena keduanya merupakan satu-kesatuan yang utuh yang ada dalam diri manusia yang saling mempengaruhi terhadap kondisi mental seseorang, secara sederhana dapat dikatakan bahwa mental seseorang itu dapat dipengaruhi kondisi internal maupun kondisi eksternal. Apabila suatu aktivitas perasaan melebihi batas hingga kemungkinan komunikasi terganggu, maka yang timbul ialah emosi, karena manusia sudah demikian jatuh terperangkap oleh perasaannya dan larut didalamnya hingga tidak mampu lagi menguasai dirinya dan juga tidak mampu mengendalikan perasaannya, maka yang terjadi atau yang timbul adalah bentukbentuk sikap dan perilaku emosional yang cenderung negatif. Dengan demikian mental yang sehat ataupun tidak itu bisa diukur sendiri, melalui kapasitas perasaan, yakni apakah perasaannya dapat bekerja dalam batas kewajaran atau justru sebaliknya. Apabila kondisi perasaan kita bekerja pada batas ketidakwajaran dan disertai dengan gejala-gejala jasmaniah yang tidak seperti biasanya (tidak wajar) berarti mental atau jiwa seseorang mulai terganggu. Kondisi perasaan seperti inilah yang bisa disebut sebagai gejala terjadinya gangguan mental. Maka dari itu perasaan seseorang perlu didik dan dilatih agar menjadi baik, wajar stabil, dan proporsional dan bernilai positif, sehingga dengan sendirinya akan membentuk mental yang sehat.33 c) Emosi Kondisi kejiwaan yang dapat mempengaruhi “mental”, disamping pikiran dan perasaan juga dipengaruhi oleh “emosi”. Emosi dengan perasaan hampir tidak ada perbedaannya. Emosi 33Jamaluddin
Kafie, op. cit., hlm. 52
~ 97 ~
Muhammad Ali Makki
dalam pengertiannya sangat bermacam-macam, seperti “keadaan bergejolak”, “gangguan keseimbangan”, “ respon kuat dan tidak teratur terhadap stimulus”. Dari pengertian-pengertian tersebut memiliki kecenderungan yang sama bahwa, keadaan emosional itu menunjukkan penyimpangan dari keadaannya normal. Keadaan yang normal adalah keadaan yang tenang atau keadaan seimbang fisik dan sosial.34 Dalam emosi itu sudah terkandung unsur perasaan yang mendalam (intense). Secara definitif kata emosi berasal dari kata emotust atau emovere, artinya; mencerca, menggerakkan (to stir up) yakni, sesuatu yang mendorong sesuatu di dalam diri manusia. Emosi merupakan penyesuaian organis yang timbul secara otomatis dalam diri seseorang setiap menghadapi peristiwaperistiwa tertentu, jadi emosi digerakkan oleh kondisi gejolak psikis. Gejalanya bisa diperoleh dari faktor dasar yakni, watak, karakter, hereditas, dan atau dipengaruhi oleh lingkungan.35 Emosi bisa muncul apabila kurang adanya penyaluran motoris (gerak dari dalam) yang cepat dari situasi yang dihadapinya. Misalnya tiba-tiba ada orang yang cinta atau membenci yang sangat berlebih- lebihan terhadap suatu hal, ini terjadi akibat dari refleksi motoris kurang bisa tersalurkan dalam situasi gejala itu timbul. Akan tetapi apabila sudah mampu memberikan reaksi kepada suatu yang dipikirkan atau dirasakan secara tepat maka sedikit-demi sedikit emosinya akan mereda. Emosi yang tampak dalam diri individu ataupun orang lain itu bisa diukur melalui atau dengan melihat perubahan-perubahan kondisi jasmani yang ada pada diri individu tersebut.36 Pada dasarnya (secara fitrah) setiap manusia memiliki sifat emosional, jadi emosi tidak bisa dibunuh, akan tetapi emosi harus disalurkan dengan cara yang baik. Emosi timbul tidak datang secara otonom, melainkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang ada dalam diri individu, ketika menyikapi suatu hal (problem). Faktor-faktor yang mempengaruhi emosi diantaranya, kondisi pikiran, kondisi perasaan, motivasi, kehendak dan kondisi jasmani. 34 Dimyati
Mahmud, Psikologi; Suatu Pengantar, (Yogyakarta: BPFE, 1990), hlm. 163. 35Jamaluddin Kafie, op. cit., hlm. 53. 36Ibid.I hlm. 67
~ 98 ~
Al-Tatwir, Vol. 2 No. 1 Oktober 2015
Kondisi jasmani juga bisa menentukan kadar volume kondisi emosi seseorang, misal seseorang atau individu ketika kondisi jasmani nya, lemah, capek, lesu dan sebagainya biasanya kalau sedang dihadapkan suatu persoalan, dalam penyikapannya lebih cenderung pada sikap yang emosional, pada kondisi semacam ini tindakan atau perilaku yang ditampakkan cenderung tidak sehat (tidak normal). William James seorang ahli psikologi yang dikutip oleh Dimyati Mahmud dalam bukunya Psikologi suatu Pengantar (1990) 37 mengemukakan bahwa “perasaan dan sensasi emosional itu merupakan reaksi bawaan terhadap stimulus tertentu”. Melalui proses conditioning hampir setiap stimulus dapat dibuat untuk membangkitkan respon emosional, misalnya kita tiap hari dihadapkan terus menerus pada persoalan yang sama apabila emosi kita tidak kuat maka akan timbul sikap emosional yang cenderung negatif, seperti menendang, menjerit, marah, mengamuk dan sebagainya.40 Sikap emosional yang ada dalam diri manusia yang didasarkan pada arah aktivitas tingkah laku emosionalnya itu ada empat bentuk yaitu:38 1). Marah : yakni orang bergerak menentang sumber frustasi; 2). Takut : yakni orang bergerak meninggalkan sumber frustasi; 3). Cinta : yakni orang bergerak menuju sumber kesenangan; dan 4). Depresi : yakni orang menghentikan responrespon terbukanya dan mengalihkan emosi ke dalam dirinya sendiri. Selama emosi berlangsung banyak terjadi perubahanperubahan pada alat tubuh, perubahan-perubahan ini bisa membantu untuk mendeteksi berbagai reaksi pada orang-orang atau individu yang sedang mengalami emosi. Perubahanperubahan itu adalah:39 a) Pupil mata membesar, alis melebar, dan bola mata melotot b) Kecepatan dan denyut jantung bertambah c) Tekanan darah meningkat; volume darah pada anggota badan terutama lengan, kaki, dan muka bertambah, akibatnya kulit menjadi merah 37M.
Dimyati Mahmud, op. cit., hlm. 176. hlm. 166. 39Ibid., hlm. 168. 38Ibid.,
~ 99 ~
Muhammad Ali Makki
d) Ujung rambut berdiri e) Pernafasan menjadi tak teratur, kadang-kadang cepat, kadangkadang lambat f) Saluran paru-paru melebar sehingga orang dapat menghirup lebih banyak oxygen g) Liver lebih banyak mengeluarkan gula ke otot-otot h) Kelenjar keringat pada kulit mengeluarkan banyak sekali keringat (dikenal dengan keringat dingin) i) Kelenjar ludah terhambat dengan tanda mulut menjadi kering j) Pencernaan berhenti j) Kelenjar adrenal mengalirkan hormone adrenalin ke dalam darah dengan akibat jantung berdebar lebih cepat, liver mengalirkan gula ke dalam darah untuk tenaga otot, dan meningkatkan kemampuan darah untuk mengental dengan cepat. Dari sekian gejala-gejala tersebut diatas dapat diketahui bahwa emosi yang ada dalam diri individu atau seseorang bisa mempengaruhi kondisi mental ataupun jiwa seseorang tergantung bagaimana seseorang itu mampu mengatur emosinya. d) Sikap dan Tingkah Laku Tingkah laku adalah gerak gerik, aktivitas, tindakan, sikap dan perbuatan atau gerakan yang nampak pada individu, yang merupakan manifestasi dari gejala-gejala kejiwaan yang ada dalam diri manusia. Secara sederhana tingkah laku bisa dikatakan sebagai bentuk yang kongkrit dari jiwa itu sendiri, maka dari itu tingkah laku sifatnya mudah diamati, dikenali, ditafsirkan, diramalkan, dan mudah dimengerti atau mudah difahaminya. Dengan demikian tingkah laku bisa disebut sebagai bentuk ungkapan jiwa yang tidak bohong, karena tingkah laku yaitu sebagai manifestasi atau ekspresi dari jiwa baik yang disadari maupun yang tidak disadari.40 Sebagaimana yang diungkapkan oleh Freud dengan teori analisisnya yang mengatakan bahwa perilaku menyimpang ataupun bentuk gangguan mental yang lain yaitu, bahwa sumber utama konflik dan gangguan mental itu merupakan manifestasi dari dimensi kejiwaan yang berada pada dimensi alam bawah 40M.
Dimyati Mahmud,Psikologi Suatu Pengantar. cit., hlm. 48.
~ 100 ~
Al-Tatwir, Vol. 2 No. 1 Oktober 2015
sadar. 41 Begitu juga J.B. Watson penganut faham psikologi behaviorisme, yang dikutip oleh Drs. M. Dimyati Mahmud, mengatakan bahwa sumber utama konflik atau gangguangangguan mental lain itu ialah akibat dari sesuatu yang disadari atau juga kondisi lingkunganlah yang mempengaruhinya tingkah laku seseorang. Jadi tingkah laku ialah manifestasi dari kondisi kejiwaan yang tidak bisa ditipu dan segala bentuk konflik ataupun problem yang terjadi pada diri kita atau seseorang itu bisa kita amati lewat sikap dan tingkah laku yang diwujudkannya. Tingkah laku manusia mempunyai arah dan tujuan yaitu untuk memenuhi suatu kebutuhan hidupnya baik sebagai mahluk individual, sosial, dan mahluk berketuhanan. Kebutuhan manusia merupakan dorongan dari kehendak, atau kemauan, pikiran, emosi dan perasaan, dimana semuanya secara totalitas bekerjasama untuk menentukan tingkah laku yang tepat (positif) yang harus dilakukan oleh manusia untuk memenuhi semua kebutuhan.42 Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tingkah laku manusia menurut tinjauan psikologis ialah beberapa macam aktivitas, kegiatan dan tindakan manusia yang tampak secara riil (obyektif dan terbuka) sebagai bentuk penampakan (ekspresi/manifestasi) dari adanya dorongan-dorongan psikis untuk memenuhi atau mencapai suatu kehendak atau kemauan dan tujuan hidupnya. 2) Faktor Penyebab Munculnya Gangguan Mental
Para psikolog sepakat bahwa ada dua faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya gangguan mental, yaitu faktor penyedia (predisposing factor) dan faktor pencetus (participating factor). 43 Faktor penyedia adalah faktor yang terkondisi dalam diri individu akan tetapi faktor ini bersifat pasif, sedangkan faktor pencetus adalah faktor incidental yang dapat membangkitkan faktor penyedia menjadi aktif. Yakni segala bentuk pemicu yang dapat mengganggu kondisi mental ataupun jiwa yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan-kelainan pada kondisi jasmani 41 Segimund
Freud, Psikoanalisis Sigmund Freud, terj, Ira Puspitorini, Ikon (Yogyakarta: Teralitera, , 2002), hlm. 324. 42Jamaluddin Kafie, op. cit., hlm. 48-50. 43Ibid hlm. 87.
~ 101 ~
Muhammad Ali Makki
dan psikologis, sehingga mengakibatkan gangguan-gangguan pada mental, baik gangguan mental ringan (neurosis), ataupun gangguan metal berat (psychosis). Akibat yang ditimbulkan dari gangguan mental, secara klinis bisa menyebabkan penderitaan (distress) pada diri individu, antara lain dapat berupa; rasa nyeri, tidak nyaman, merasa pusing, merasa sakit pada sebagian anggota tubuh, tidak tenteram, terganggu pada disfungsi organ tubuh dan lain sebagainya. Adapun faktor internal maupun eksternal pencetus terjadinya gangguan metal diantaranya yaitu: a) Faktor Genetik Setiap organisme, apakah itu tumbuh-tumbuhan, hewan ataupun manusia, ia memulai hidupnya itu berasal sel yang sama (tunggal). Pada manusia tumbuh dan berkembang dari satu jenis sel telur (ovum) yang sudah dibuahi (zygote), zygote ini terbentuk atas pertemuan atau persatuan antara ovum (sel telur) yang berasal dari ibu dan spermato zoon (sel sperma) yang berasal dari ayah.44 Dari kedua sel yang telah bercampur menjadi satu tersebut, ber proses ber bulan-bulan, yang pada akhirnya bisa membentuk berbagai bentuk baik fisik (sel otot, syaraf, kelenjar, kulit, dan sebagainya) maupun non-fisik (yang berupa pembentukan sel karakter, watak, kepribadian maupun sifat-sifat kepribadian lain). Sedangkan faktor yang dapat mempengaruhi kondisi mental (jiwa) yang bisa melahirkan suatu kepribadian dalam diri manusia, yaitu yang disebut dengan istilah hereditas. Hereditas adalah kecenderungan untuk berkembang dan bertingkah laku mengikuti pola-pola tertentu, misalnya kecenderungan untuk berjalan tegak, kecenderungan menjadi orang pendiam, orang lincah, seniman, dan lain sebagainya. Herediatas ini bisa kita sebut dengan istilah “potensi” dasar yang dimiliki oleh manusia sejak ia dilahirkan. Potensi ini sedikit besar dipengaruhi oleh faktor genetik yang dimiliki dari salah satu orang tuanya.45 Gen merupakan pembawa sifat-sifat hereditas. Jadi apakah diri kita mempunyai kulit hitam, rambut keriting atau lurus, perawakan tinggi atau pendek, cerdas atau kurang cerdas, periang 44F.
Patty, dkk, op. cit., hlm. 56-57. 56.
45Ibid.,
~ 102 ~
Al-Tatwir, Vol. 2 No. 1 Oktober 2015
atau pemurung, normal atau idiot, dan sebagainya. Semua ini di tentukan oleh sifat-sifat yang ada pada genes (gen).46 Maka dapat kita ketahui bahwa sifat-sifat dasar yang ada pada diri kita baik lahir maupun batin telah ditentukan atau dipengaruhi oleh gen, karena kita berasal dari bentukan sel warisan (turunan). Kerusakan pada gen yang bisa mengakibatkan ketidaknormalan pada perkembangan individu baik secara fisik maupun psikis (intelektual), berpengaruh pada kondisi mental. Apabila kondisi fisik maupun psikis seseorang mengalami semacam kelainan, itu akibat dari:47 a) Kekurangan nutrisi (gizi), terkena infeksi dan keracunan sewaktu kita ada dalam kandungan. b) Sewaktu ibu mengandung, ia menderita suatu penyakit, sehingga ada pengaruh yang buruk pada janin (foetus intra uterine). Sehingga janin (bayi) yang dilahirkan terindikasi akan menderita toxemia, yaitu peristiwa keracunan pada darah, sehingga mengakibatkan abnormalitas pada sistem syaraf. c) Terjadi keracunan pada janin (intoxication) akibat atau efek dari obat- obat penenang yang mengandung racun, misal obat kontrasepsi anti hamil yang sangat kuat mengandung racun, akan tetapi obat tersebut gagal bekerja secara efektif. Atau akibat dari salah satu orang tua yang pecandu. Sehingga mengakibatkan pertumbuhan janin dalam kandungan tidak normal atau mengalami kerusakan pada mental dan fisik. Dimana ini bisa mengakibatkan gejala secondary amentia dan feeble minded, yakni mengalami lemah ingatan pada anak, akibat janin mengalami keracunan zat besi (plumbum; loodvergiftinging) dalam kandungan. Sedangkan obat yang bisa merusak janin tersebut disebut dengan istilah “teratogenik”. d) Pada saat mengandung ibu mengalami tekanan mental, seperti trauma, panik, sock, penuh ketakutan atau ibu sedang mengalami psikhosa (jadi gila) atau menjadi gila disaat mau melahirkan. Kondisi ibu yang semacam ini tidak menutup kemungkinan akan melahirkan anak yang lemah bahkan cacat mental. 46Kartini
Kartono, Psikologi Abnormal dan Pathologi Seks, op. cit., hlm. 27-28. Aziz El-Quussy, Pokok-Pokok Kesehatan Jiwa/Mental, terj., Zakiyah Daradjat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm. 72-76. 47 Abdul
~ 103 ~
Muhammad Ali Makki
e) Pada saat ibu mengandung kandungannya terkena benturan yang sangat keras sehingga mengenai kepala janin atau bagian vital lain. Jadi tidak heran apabila ada seseorang baru umur beberapa tahun memiliki kelainan mental seperti idiot, agresif, dan keterbelakangan mental lain sebagainya, ini semua tak lain akibat gen yang dibawanya. Jadi gen merupakan salah satu faktor pencetus terjadi gangguan mental.
b) Kondisi Fisik yang Tidak Normal Kondisi fisik yang tidak normal atau seseorang yang dilahirkan dengan kondisi fisik yang tidak normal (cacat), ketika seorang itu tumbuh dewasa atau mulai bisa berfikir dan ketika dia mulai menyadari akan dirinya serta keinginan bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya, misalnya bermain, sekolah, dan beraktualisai. Dengan melihat kondisi fisiknya yang tidak normal, secara naluriah dan itu pasti akan mengalami disintegrative dalam dirinya, yakni kondisi mentalnya akan mulai terganggu, seperti hilangnya rasa percaya diri, tumbuhnya rasa malu, minder dan sebagainya.48 Pada tahap perkembangan selanjutnya apabila tidak dibekali dengan pondasi psikologis yang kuat, pasti orang yang mengalami cacat fisik, dalam dirinya mulai tumbuh perasaanperasaan negatif atau terjadi konflik batin, yang pada puncaknya menganggap dirinya tidak berarti lagi, Victor E. Frankl menyebutnya orang semacam itu telah mengalami kehampaan hidup atau kehilangan akan “makna hidup”. Gangguan mental akibat cacat fisik ini tidak hanya dialami atau terjadi pada seseorang yang dilahirkan dengan kondisi fisiknya yang tidak normal, akan tetapi ini bisa menimpa pada orang yang normal. Misal seseorang dengan wajahnya yang cakep, cantik, atau membanggakan sebagian anggota fisiknya suatu hari kecelakaan, dan mengakibatkan pada salah satu fisiknya cacat yaitu luka yang sangat parah pada wajahnya dan menimbulkan kerusakan pada wajahnya ketika sudah sembuh, disadari atau tidak pasti pada kondisi semacam ini kondisi mental nya akan mengalami 48Victor
E. Frankl, Logo Terapi; Terapi Psikologis Melalui Pemaknaan Eksistensi, terj., M. Murtadlo, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2003), hlm. 120-121.
~ 104 ~
Al-Tatwir, Vol. 2 No. 1 Oktober 2015
kekacauan (terganggu), yang semula hidup dengan penuh percaya diri akan muncul dalam dirinya perasaan-perasaan yang negatif, seperti tumbuhnya rasa malu dan minder. Ini semua apabila tidak dibentangi dengan psikologis yang kuat. Dengan kondisi cacat fisik, secara fenomenalogis, hampir 75% mengakibatkan terjadinya gangguan mental atau kejiwaan. Bahkan timbul dalam diri yaitu perasaan-perasan hampa, seolah-olah hidupnya tidak ada artinya atau kehilangan visi hidup (makna hidup), dan perasaan yang cenderung ingin mengakhiri hidup (bunuh diri) kerap terjadi pada penderita cacat fisik. Sebagaimana ungkapkan Adler, yang dikutip oleh Prof. Dr. Abdul Aziz ElQuussy, ” kekurangan jasmani pada waktu kecil adalah dasar yang penting terhadap kekurangan psikologis”.49 Disamping kondisi fisik yang cacat, faktor pencetus lain yang bisa mempengaruhi metal ialah kondisi fisik kita yang selalu tidak sehat (sering sakit-sakitan) atau kita sedang mengalami sakit yang berkepanjangan bahkan dapat vonis dari dokter bahwa penyakit yang dideritanya tidak bisa disembuhkan. Kondisi yang semacam ini secara sepontan, baik disadari atau tidak pasti akan menyerang kondisi jiwa (mental), seperti perasaan cemas, takut, putus asa, ingin mati, yakni hilangnya semangat hidup. Jadi kondisi fisik yang tidak normal juga berpengaruh besar terhadap kondisi mental kita.
c) Keluarga Keluarga merupakan faktor internal yang kerap kali merupakan faktor terbesar pencetus terjadinya kekalutan mental. Misal apa bila kita sudah berkeluarga tuntutan-tuntutan yang ada seperti, pemenuhan kebutuhan keberlangsungan hidup yang harus dipenuhi setiap hari dan lain-lain yang ada dalam keluarga, ini pasti akan membuat diri seseorang merasa tertekan untuk bagaimana untuk memenuhi kebutuhan itu semua. Begitu juga tidak ada kasih sayang dari keluarga (orang tua) cenderung membuat diri kita merasa tidak diperhatikan dan perasaan aneh lain yang timbul dalam diri kita. Perasaan aneh ini disebut sebagai gejala ketidakwarasaan kondisi jiwa atau ketidaksehatan mental kita. Dalam hal ini Kartini Kartono mengungkapkan bahwa suasana institusionalia dan interaksional dalam keluarga, yang 49Abdul
Aziz El-Quussy,, op. cit., hlm. 467.
~ 105 ~
Muhammad Ali Makki
tidak disertai dengan kasih sayang akan mengakibatkan retardasi pertumbuhan dari segala fungsi jasmaniah dan fungsi kejiwaan anak, terutama terjadi hambatan-hambatan pada perkembangan inteligensi (IQ) dan emosional (EQ). Lembih lanjut ia mengemukakan bahwa, seorang bayi yang tidak pernah mendapatkan kasih sayang dan mendapatkan hubungan (relationship) yang wajar (normal) dari orang tua (keluarga), itu akan berakibat pada ketidak mampuan mengadakan hubungan dengan lingkungannya yang normal secara permanen pada usia dewasa, dan cenderung pada tingkah laku atau moral yang tidak wajar atau rusak/ cacat (moral defectiveness). 50 Moral deficiency atau defect ialah tingkah laku individu yang dicirikan hidupnya selalu delinquent yakni selalu melakukan kejahatan (crimes). Padahal dalam dirinya tidak ada kelainankelainan (penyimpangan) atau gangguan pada inteleknya. Akan tetapi kondisi mental yang dialaminya ialah dia tidak lagi mempunyai kemampuan untuk mengenal, mengerti, mengendalikan dan mengadakan regulasi terhadap emosi-emosi dan tingkah lakunya. Sehingga ekspresi yang ditampilkan ialah cenderung pada tingkah laku yang salah dan jahat (misconduct), sehingga fenomena yang ada ialah adanya tindak kekerasan, penyerangan, dan kejahatan. Dan ia tidak memiliki kemampuan lagi untuk melakukan konformitas, yakni patuh dan toleran terhadap hukum, norma-norma dan standar sosial yang berlaku.51 Orang yang bermoral defect pada umumnya tidak bisa dipercaya, sebab sikapnya munafik, jahat, tidak bisa menghargai orang lain, sangat egoistic (self-centered), orang semacam ini tergolong dengan kualitas mental yang rendah, dan pribadinya cenderung pada simtom-simtom yang psikotik, khususnya berbentuk pada penyimpangan-penyimpangan dalam berhubungan dengan lingkungannya.52 Disamping tersebut diatas, kekerasan dalam rumah tangga juga bisa menjadi pencetus terjadi gangguan mental. seperti perlakuan yang kejam, keras, tidak adanya keadilan dalam rumah 50Ibid.,
hlm. 30. hlm. 152. 52Ibid. hlm.156 51Ibid.,
~ 106 ~
Al-Tatwir, Vol. 2 No. 1 Oktober 2015
tangga dan lain sebagainya, faktor ini akan menimbulkan perasaanperasaan, dendam dan agresi, interrelasi kemanusiaan yang miskin, kebekuan emosional, bersikap agresif, dan lain sebagainya, ini semua tentu bisa berpengaruh pada kondisi mental, mengakibatkan mentalitas seseorang tidak sehat
d) Kehidupan modern (modernisasi). Kehidupan modern atau modernisasi disamping membawa kemajuan dan perubahan pada taraf hidup manusia, juga bisa membawa bencana terhadap kondisi psikologis (mental), apabila tidak diimbangi dengan ketangguhan mental. Kehidupan modern yang cenderung pada pola hidup materialistik dan hedonisme, revalitas, penuh kompetisi, individualistik serta persaingan, mengakibatkan stamina jasmani dan ruhani selalu terpacu (terkuras) untuk memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut. Melihat realitas tersebut apabila seseorang tidak memiliki mental yang kuat, dengan cepat kondisi mentalnya akan menjadi lemah dan terganggu, akibat ketidakmampuannya dalam menghadapi realitas kehidupan tersebut, sehingga timbul perasaan cemas, stres, panik, ketakutan, putus asa dan lain sebagainya. Tekanan-tekanan kehidupan modern inilah yang bisa mendorong terjadi gangguan mental atau gangguan kejiwaan lainnya. Kehidupan modern yang cenderung kompetitif, sehingga seseorang terpacu dengan ekstra keras untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan tersebut, dari suasana inilah akan menimbulkan perilaku-perilaku yang tidak wajar (abnormal) atau menyimpang apabila individu tersebut tidak memiliki ketahanan mental dalam menghadapi persaingan tersebut. Sehingga yang timbul adalah perilaku dan tindakan yang menghalalkan dengan segala cara, seperti perbuatan licik, munafik, exploitative, lacur, dan pola hidup berbahaya lain, ataupun melakukan tindakantindakan kriminal, seperti, korupsi, kolusi, mencuri, merampok dan lain sebagainya.53 Kehidupan modern disadari maupun tidak, akibatnya bisa menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan sosial yang serba cepat (rapid social change), dan sebagai konsekuensinya dampak dari kehidupan modern, seperti modernisasi, industrialisasi, 53Kartini
Kartono dan Jenni Andari, op. cit., hlm. 190-210.
~ 107 ~
Muhammad Ali Makki
kemajuan IPTEK, semua itu dapat mempengaruhi nilai-nilai etik dan gaya hidup (value system and way of life). Dalam hal ini tidak semua orang mampu untuk menyesuaikan diri dengan perubahanperubahan tersebut, sehingga pada gilirannya yang bersangkutan bisa menimbulkan jatuh sakit, atau mengalami kesulitan dalam melakukan penyesuaian diri (adjustment disorder).54 Perubahan-perubahan tata nilai kehidupan akibat dari perubahan sosial, yang sering disebut dengan perubahanperubahan “psikososial”, diantaranya bisa dirasakan dan dilihat dari gejala-gejala yang tampak dalam kehidupan sosial sehari-hari, gejala-gejala tersebut, sebagaimana yang diklasifikan oleh Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, diantaranya yaitu:55 (1) Pola hidup masyarakat dari yang semula sosial religius cenderung ke arah pola kehidupan masyarakat individual, materialistik dan sekuler. (2) Pola hidup sederhana dan produktif cenderung ke arah pola hidup mewah dan konsumtif (3) Struktur keluarga yang semula keluarga besar (extended family) cenderung ke arah keluarga inti (nuclear family), bahkan sampai pada keluarga tunggal (single parent family). (4) Hubungan kekeluargaan yang semula erat dan kuat (tight family relationship) cenderung menjadi longgar dan rapuh (loose family relationship). (5) Nilai-nilai religius dan tradisional masyarakat, cenderung berubah menjadi masyarakat modern bercorak sekuler dan serba oleh serta toleran berlebihan (permissive society). (6) Lembaga perkawinan mulai diragukan dan masyarakat cenderung untuk memilih hidup bebas bersama tanpa ikatan perkawinan. (7) Ambisi karier dan materi yang mulanya menganut azas-azas hukum dan moral serta etika, cenderung berpola tujuan menghalalkan segala cara, seperti dengan melakukan, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Dadang Hawari, Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi, (Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001), hlm.1. 55Ibid hlm. 4 54
~ 108 ~
Al-Tatwir, Vol. 2 No. 1 Oktober 2015
Dari beberapa gejala kehidupan yang berubah begitu cepat, bisa berakibat buruk pada kondisi kejiwaan atau mental seseorang, seperti perasaan cemas, bingung, stress, depresi, agresif dan tekanan-tekanan mental lain, apa bila berlarut-larut dan segera tidak diatasi dan disikapi dengan baik dan bijak, pada gilirannya bisa mengakibatkan terjadinya gangguan mental yang lebih parah.
e) Hidup dalam lingkungan baru “Penyesuaian diri (adjustment)” Hidup dalam lingkungan baru bisa timbul perasaan-perasan seperti, canggung, malu- malu, dan takut, apabila perasaan ini berlarut-larut dalam diri, maka yang terjadi tak lain adalah konflik batin yang diakibatkan dari ketidakmampuan dalam melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungannya. Dan apa bila ini tidak diwaspadai akan mengakibatkan terjadinya gangguan mental yang lebih parah, yakni yang awalnya neurosis menjadi psikotik.56 Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, mengungkapkan bahwa faktor yang bisa menyebabkan terjadinya tekanan mental atau faktor penyebab munculnya gangguan mental, sebagian besar yaitu diakibatkan oleh adanya tekanan sosial atau disebut dengan “stressor psikososial”, yakni apa bila seseorang tidak mampu mengatasi dan menyikapi stressor tersebut, yang bersangkutan akan mengalami penurunan (imunitas) sehingga kadar kesehatan yang ada dalam diri baik fisik maupun mental terganggu, baik ringan (neurosis) maupun berat (psychotic). Stressor sosial adalah setiap keadaan atau kejadian yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang tersebut dituntut secara terpaksa untuk melakukan adaptasi untuk menanggulanginya. Akan tetapi tidak semua orang mampu untuk melakukannya, sehingga timbullah keluhan-keluhan seperti, perasaan cemas, stress, bingung, perilaku aneh, depresi dan lain sebagainya. Perlu diketahui bahwa banyak sekali stressor psikososial yang ada dalam kehidupan sehari-hari, dan ini semua orang dituntut untuk bisa melakukan penyesuaian dan penyikapan, sehingga diri kita tidak jatuh sakit, baik fisik maupun psikis.
56Ibid.,
hlm. 259-257.
~ 109 ~
Muhammad Ali Makki
Dari sekian banyak jenis stressor psikososial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, para pakar memberikan beberapa contoh seperti: perkawinan, hubungan interpersonal, pekerjaan, kondisi lingkungan hidup yang buruk, keuangan, hukum, politik, adat istiadat, perkembangan diri, penyakit fisik (cacat/cidera), keluarga, trauma, dan lain sebagainya. Dari beberapa stressor psikososial tersebut, di Amerika Serikat, ternyata merupakan faktor pokok atau erat hubungannya dengan enam penyebab terjadinya kematian, yaitu penyakit jantung koroner, kanker, paru-paru, kecelakaan, pengerasan hati, dan bunuh diri.57 Dengan demikian stressor psikososial merupakan faktor terbesar terjadinya gangguan mental, apalagi kalau melihat gangguan mental yang berat yaitu timbulnya keinginan dari individu ingin bunuh diri. Disamping faktor psikososial, perlu dimengerti juga faktor terbesar terjadinya gangguan metal pada zaman dahulu apalagi pada era sekarang ini ialah stres, cemas dan depresi. Yang dimaksud dengan stres ialah respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya, misalnya bagaimana respon tubuh manakala menerima atau mengalami beban pekerjaan yang berat.58 Adapun tanda-tanda gangguan pada mentalnya yaitu stres dengan gejalanya, gelisah, pikiran kacau, berkeringat, dan pernafasan tidak teratur.59Sedangkan kecemasan (ansietas/ anxiety) adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan, kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan. 60 Keterkaitan stressor psikososial dengan gangguan mental, yaitu hasil persepsi dan pengalaman yang mempengaruhi sistem saraf. Dalam hal ini bisa digambarkan melalui penelitian yang dikenal dengan Psiko-Neuro-Imunologi Sementara itu ciri yang paling sederhana dan mudah untuk dikenali, penyeb munculnya gangguan mental yaitu diri kita banyak mengalami konflik batin yang disertai dengan sikap dan perilaku yang aneh (perilaku abnormal). Apa bila kita menyadari, bahwa diri kita mengalami hal yang demikian, jelas ini merupakan tanda awal atau bahkan dengan jelas kondisi mental kita sudah 57Dadang
Hawari, Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi, op. cit., hlm. 3-11. hlm. 17. 59William Gladstone, Apakah Mental Anda Sehat,op. cit., hlm. 40. 60Dadang Hawari, Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi, op. cit., hlm. 17-20. 58Ibid.,
~ 110 ~
Al-Tatwir, Vol. 2 No. 1 Oktober 2015
tidak sehat lagi. C. Bentuk-Bentuk Gangguan Mental dan Gejalanya Secara universal manusia itu memiliki fitrah sebagai sosok individu yang baik. Akan tetapi pada kenyataannya banyak orang menjadi korban penyakit psikis (jiwa/ mental) atau mengalami gangguan mental. Secara umum gangguan mental itu digolongkan menjadi dua bentuk, yakni gangguan mental yang sifatnya ringan dan gangguan mental yang sifatnya berat. Orang yang menderita gangguan mental yang sifatnya ringan disebut neurosis, dan orang yang menderita gangguan metal yang sifatnya berat disebut psychosis atau Psychose. Orang yang menderita gangguan mental pada ujungnya akan mengalami penyakit mental yang sesungguhnya (mental disorder).61 Zakiyah Daradjat, 62 memetakkan gangguan mental itu dua dalam bentuk, yaitu; pertama, yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada anggota tubuh, misal otak, sentral saraf, atau hilangnya berbagai kelenjar, saraf-saraf atau anggota fisik lainnya untuk menjalankan tugasnya. Kerusakan ini disebabkan oleh keracunan, akibat minuman keras, obat- obat perangsang, obat penenang atau narkotik, akibat kecelakaan, akibat penyakit kotor, dan lain sebagainya. Kedua, disebabkan oleh gangguan- gangguan jiwa yang telah berlarut-larut sehingga sampai pada puncaknya, sebelumnya tanpa ada solusi (penyelesaian) secara wajar. Atau diakibatkan oleh hilangnya keseimbangan mental secara menyeluruh, akibat dari suasana lingkungan yang sangat menekan (tidak bersahabat), ketegangan batin, dan sebagainya. Orang yang mengalami gangguan mental yang sifatnya neurotik (psychoneurosis), juga akan membentuk kepribadian yang neurotik pula, dimana fungsi kepribadiannya menghindari pengendalian yang sadar. Dalam beberapa hal berwujud perasaan takut, dalam hal ini kontrol pikirannya hilang dan juga terdapat pola tingkah laku yang tidak normal atau tingkah laku yang tak terkendalikan.63 Zakiyah Daradjat mengungkapkan bahwa seorang yang 61Suardiman,
Menuju Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1986), hlm. 6 62Ibid. hml.12 63M. Dimyati Mahmud, op. cit., hlm. 235.
~ 111 ~
Muhammad Ali Makki
diserang penyakit mental/ jiwa, kepribadian pada diri individu tersebut disadari atau tidak pasti terganggu, dan selanjutnya akan menyebabkan beberapa faktor kesulitan-kesulitan atas diri individu tersebut, seperti kesulitan menyesuaikan diri dengan wajar, dan tidak sanggup memahami problemnya. Individu yang menderita gangguan mental sering kali merasa dirinya itu normal, bahkan lebih baik, lebih unggul, dan lebih penting dari orang lain.64 Adapun yang dimaksud dengan gangguan mental ringan (psikoneurosa/ neurosis) adalah sekelompok reaksi psikis ditandai secara khas oleh unsur kecemasan, yang tidak sadar diekspresikan dengan menggunakan mekanisme pertahanan diri (defence of mechanism). Psychoneurosis ialah bentuk gangguan/kekacauan atau penyakit fungsional pada sistem saraf, mencakup pula disintegrative sebagian dari kepribadian, khususnya terdapat berkurangnya atau tidak adanya kontak antar pribadi dengan sekitarnya. Relasinya dengan dunia luar sedikit sekali, walaupun orang yang bersangkutan masih memiliki insight (wawasan/tilikan yang baik). Para penderita ini tidak mengalami disorganisasi kepribadian yang sangat serius, kaitannya dengan realitas ekstern atau dunia luar. Faktor pencetus penyakit ini biasanya penderita memiliki sejarah hidup ataupun pengalaman hidup yang penuh dengan kesulitan, tekanan-tekanan batin, dan peristiwa-peristiwa traumatis yang begitu berat. Atau diakibatkan oleh faktor-faktor yang tidak pernah menguntungkan selama bersosialisasi, berinteraksi, tidak pernah mendapatkan kasih sayang masa kecilnya, dan tekanan-tekanan psikososial yang lain yang tidak pernah memihak serta mengalami kesulitan dalam mengatasi setiap problemnya. Proses pengkodisian yang buruk terhadap mental nya tersebut, pada akhirnya menumbuhkan berbagai macam symptom mental yang patologis, atau menimbulkan berbagai macam bentuk gangguan mental.65 Gangguan mental tersebut (neurosis) pada umumnya berbentuk, ketidakmampuan mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya, ditunjukkan dengan tingkah lakunya yang abnormal dan aneh-aneh, penderita bisanya tidak memahami 64Zakiyah 65Kartini
Daradjat, op. cit., hlm. 56. Kartono dan Jenny Andari, op cit., hlm. 94-95..
~ 112 ~
Al-Tatwir, Vol. 2 No. 1 Oktober 2015
dirinya sendiri, bahkan membenci diri sendiri.66 Sementara faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya psychoneurosis atau lebih dikenal dengan neurosis, ialah faktorfaktor psikologis, dan kultural, yang menyebabkan timbulnya banyak stres, sehingga pribadinya mengalami frustasi dan konflikkonflik emosional, dan pada ujungnya menyebabkan terjadinya kelemahan mental (mental breakdown).67 Gangguan mental juga bisa disebabkan oleh adanya kerusakan pada anggota tubuh, misalnya kerusakan pada otak, sentral saraf, atau hilangnya berbagai kelenjar, saraf-saraf atau anggota fisik lainnya untuk menjalankan fungsinya/ perannya. Faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan-kerusakan tersebut, sebagaimana penemuan para dokter ahli saraf dan hasil uji klinis, hal ini dimungkinkan karena keracunan akibat minuman kera, obat-obatan. Adapun faktor-faktor lain timbulnya psychoneurosis ialah:68 1) Ketakutan yang terus menerus dan sering tidak rasional 2) Ketidakimbangan pribadi 3) Konflik-konflik internal yang serius, terutama sudah dimulai sejak masa kanak-kanak 4) Lemahnya pertahanan diri (difence of mechanism) secara fisik maupun mental 5) Adanya tekanan-tekanan sosial dan kebudayaan yang kuat yang tidak mampu diatasinya 6) Kecemasan, tekanan batin, kesusahan yang berkepanjangan. 7) Dan lain-lain. Akibat dari disfungsi saraf itu yang dapat mengganggu kestabilan mental, pada ujunganya akan membentuk suatu gejala gangguan mental serius (akut), disebut dengan istilah “neurasthenia”. Neurasthenia adalah bentuk psikoneurosa yang ditandai adanya kondisi syaraf-syaraf yang sangat lemah, tanpa energi hidup, selalu terus menerus merasa capek, lelah, tidak bergairah, 66Ibid
hlm,98 Kartono, Psikologi Abnormal dan Pathologi Seks, op. cit., hlm. 84. 68Clifford R. Anderson. MD, Petunjuk Modern Pada Kesehatan, terj. Indonesia Publising House, (Bandung, 1979), hlm. 330. 67Kartini
~ 113 ~
Muhammad Ali Makki
energi tubuh menurun, lemah yang hebat, disertai keluhan-keluhan pada fungsi psikis, kecemasan, dan dibarengi perasaan-perasaan nyeri dan sakit pada sebagian tubuh sehingga penderita menjadi malas dan segan melakukan aktivitas atau segan melakukan sesuatu (kehilangan semangat atau gairah hidup). 69 Dan juga timbul perasaan cemas yang tidak bisa dibendung, yang disebut dengan neurosa kecemasan (anxiety neurosis). Misalnya; takut mati, takut kalau jadi gila, dan ketakutan-ketakutan lain yang tidak rasional, dan tidak bisa dimasukkan dalam kategori phobia. Dengan gejala emosi tidak setabil, suka marah-marah, sering dihinggapi perasaan depresi, sering dalam keadaan excited (gelisah sekali), sering berfantasi, dihinggapi ilusi, delusi, dan rasa dikejarkejar, sering merasa mual-mual dan muntah, badannya merasa sangat letih, sesak nafas, banyak berkeringat, bergemetaran, tekanan detak jantung yang begitu cepat dan sering menderita diare, dan lain sebagainya. Adapun sebab-sebab neurasthenia anatara lain:70 1) Risau disebabkan oleh kekurangan kesibukan (menganggur). 2) Banyaknya ketegangan-ketegangan emosi akibat konflikkonflik, kesusahan dan frustasi. 3) Adanya perasaan inferior sebagai akibat dari kegagalan di masa lampau, yang disusul dengan tingkahlakuyang agresif. 4) Faktor herediter akan tetapi kemungkinannya sangat kecil sekali. 5) Dan lain-lain Sedangkan gejala yang ditunjukkan ialah: 1) Rasa sangat lelah selalu ada, terasa sangat lesu, sekalipun tidak ada gejala sakit pada jasmani. 2) Kondisi syarafnya; lemah, disertai perasaan-perasaan rendah dri dan selalu takut akan membuat kegagalan 3) Penderita selalu diganggu oleh perasaan sakit dan nyeri yang berpindah-pindah pada setiap bagian badannya; khususnya pada bagian punggung, dan kepala yang disertai oleh rasa pusing. 4) Reaksinya cepat tetapi selalu bersifat ragu-ragu karena ada 69Kartini 70Ibid.,
Kartono dan Jenny Andari, op cit., hlm. 107. hlm. 94-95.
~ 114 ~
Al-Tatwir, Vol. 2 No. 1 Oktober 2015
5)
6) 7)
8)
ketegangan saraf. Biasanya diikuti oleh gerakan motorik pada inteleknya lemah. Seperti cepat merasa suntuk, malas berfikir, dan lambat dalam mengambil keputusan. Sering mengalami depresi emosional yang biasanya disertai dengan menangis atau suka menangis. Nafsu makan menurun bahkan sampai kehilangan nafsu makan, seks, menderita insomnia dan muncul gangguangangguan pada pencernaan. Merasa ada kerusakan pada sebagian panca indranya, seperti pandangan kabur, Cenderung egois dan introvert. Kehilangan kemampuan dalam berkonsentrasi, mudah dipengaruhi, cepat bingung, semangat sensitif dan sikapnya selalu antagonistik (selalu bertentangan) dan cenderung negatif.
PENUTUP Meskipun banyak bentuk gangguan mental dan penyebabnya, tetapi penulis dapat menyimpulkan bahwa yang menjadi ukuran apakah seseorang itu sehat mentalnya atau tidak yaitu bisa diamati dari tingkah laku atau tindakan individu, apakah ada kelainan atau tidak atau ada tanda-tanda yang menunjukkan pada perilaku abnormal. sebab sebagian besar perilaku abnormal adalah manifestasi atau cerminan dari kondisi mental/jiwa yang tidak sehat atau kondisi mental yang sedang terganggu sehingga seseorang tidak mampu menikmati kehidupan dan merasakan adanya hidup bahagia. Maka dari itu bisa dipahami bahwa yang menentukan ketenangan dan kebahagiaan hidup yaitu terletak pada mental. Karena Mental yang sehat itulah seseorang mampu menyikapi terhadap semua problem yang dihadapi dengan baik. Sebab mental adalah sebagai barometer penentu apakah seseorang akan mempunyai gairah untuk hidup ataupun sebaliknya. Manusia atau individu yang sehat mentalnya ia tidak akan cepat mudah putus asa, pesimis atau apatis, sebab ia mampu mengkondisikan dirinya dan bisa menghadapi semua rintangan atau kegagalan dalam hidup dengan tenang dan kewajaran serta melihat bentuk kegagalan dijadikan sebagai pelajaran yang berharga untuk melangkah kedepan yang lebih baik.
~ 115 ~
Muhammad Ali Makki
DAFTAR PUSTAKA Abdul Aziz El-Quussy, 1974. Pokok-Pokok Kesehatan Jiwa/ Mental, terj., Zakiyah Daradjat, Jakarta: Bulan Bintang Adams, 1985. Pokok-Pokok Ilmu Jiwa Umum,Tej, Wayan Ardhana dan Sudarsono, Surabaya: Usaha Nasional. Abdullah Hadziq, 2005. Rekonsiliasi Psikologi Sufistik dan Humanistik, Semarang: RaSAil. Achmad Mubararok, 2000. Jiwa dalam AlQur’an, Jakarta: Paramadina. Agus Sujanti, 1995. Psikologi Umum, Jakarta: Bumi Aksara. Al-Ghozali, 1999. Rahasia Keajaiban Hati, Surabaya: Al-Ikhlas. Amin Syukur, Masyaruddin, 2002 Intelektualisme Tasawuf, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Clifford R. Anderson. MD, Petunjuk Modern Pada Kesehatan, terj. Indonesia Publising House, Bandung: 1979 Casl Gustav Jung, 1989. Memperkenalkan Psikologi Analitis, terj. G. Gremerers, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Hasan Langgulung, 1992. Teori-teori Kesehatan Mental, Jakarta: Pustaka Al-Husna. Imam Abi’Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim Ibn Mughiroh Ibn Mardzizabah al-Bukhori al-Ja’fi, Shahih Bukhori, Toha Putra, Semarang, Juz, I, t.th., hlm. 19. Jamaluddin Kafie, 1993. Psikologi Dakwah, Surabaya: Indah Surabaya. James Draver, A Dictionary of Psycology, New York: Pengin Books, t.th. Kartini Kartono dan Jenni Andari, 1989. Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam, Bandung: Mandar Maju. Kartini Kartono, 2001. Patologi Sosial III. Jakarta: Raja Grafindo Persada. ____________, 1985. Psikologi Abnormal dan Pathologi Seks, Bandung: Penerbit Alumni. Lym Wilcox, 2003. Ilmu Jiwa Berjumpa Tasawuf, terj, IG Harimurti Bagoesaka, Jakarta: Serambi. M. Hamdani Bakran Adz-Dzaky, 2001. Psikoterapi dan Konseling Islam; Penerapan Metode Sufistik, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.
~ 116 ~
Al-Tatwir, Vol. 2 No. 1 Oktober 2015
Moeljono Notosoediijo, 2001. Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, Malang: Universitas Muhammadiyah. Suardiman, 1986. Menuju Kesehatan Jiwa, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Uwes Al-Qorni, 2000. Penyakit Hati, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Victor E. Frankl, 2003. Logo Terapi; Terapi Psikologis Melalui Pemaknaan Eksistensi, terj., M. Murtadlo, Yogyakarta: Kreasi Wacana. Zakiyah Daradjat, 1995. Kesehatan Mental, Jakarta, Haji Masagung.. Zakiyah Daradjat, 1990. Kesehatan Mental, Jakarta: CV Haji Masagung,
~ 117 ~
Muhammad Ali Makki
~ 118 ~