BAB IV METODE DETEKSI DINI GANGGUAN MENTAL DAN UPAYA PENCEGAHANNYA
A. Deteksi Gangguan Mental dan Upaya Pencegahannya: Telaah Psikologis Sehat lahiriah dan batiniah (jasmani dan rohani) merupakan cita-cita setiap orang. Kriteria sehat tidak hanya dipandang dari satu segi saja, melainkan berbagai segi yang ikut berperan dalam menentukan seseorang itu dianggap sehat, terlebih sehat secara psikologis (mental). Dalam hal ini orang bisa dikatakan sehat secara psikologis akan bersentuhan terhadap beberapa aspek yang melingkupinya, sehingga bisa dikatakan sehat secara utuh. Aspekaspek tersebut adalah aspek psikologis, aspek sosial budaya, dan aspek agama, yang masing-masing memiliki kriteria tersendiri dalam menentukan konsepsi tentang kesehatan mental (mental health). Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan zaman pengertian atau pemahaman mengenai kesehatan juga mengalami kemajuan. Pemahaman klasik menganggap bahwa kesehatan mental itu bersifat terbatas dan sempit. Secara umum kesehatan mental hanya dipahami terbatas pada terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit jiwa. Dari pemahaman ini dapat disimpulkan bahwa kesehatan mental hanya diperuntukkan bagi orang yang mengalami gangguan atau menderita penyakit jiwa saja. Padahal kesehatan mental sangat dibutuhkan bagi orang merindukan ketenteraman dan kebahagiaan hidup. Adapun persoalan gangguan mental, dalam hal ini tidak bisa lepas dari apa yang disebut dengan kesehatan mental. Karena dari sini kita akan mengetahui tentang gangguan mental itu sendiri. Kondisi mental yang sehat yaitu terkait dengan pertama, bagaimana kita memikirkan, merasakan dan melakukan berbagai situasi kehidupan yang kita hadapi sehari-hari. Kedua, bagaimana kita memandang diri sendiri, kehidupan sendiri, dan orang lain dan ketiga bagaimana kita mengevaluasi berbagai alternatif dan mengambil keputusan. Seperti halnya kesehatan fisik, kesehatan
111
112
mental adalah penting bagi setiap fase kehidupan. Kesehatan mental terentang dari yang baik sampai dengan yang buruk, dan setiap orang secara fluktuatif akan mengalami rentangan tersebut. Tidak sedikit orang, pada waktu-waktu tertentu mengalami masalah-masalah kesehatan mental selama rentang kehidupannya. Dalam hal ini yang menjadi pokok permasalahan terhadap kesehatan mental yaitu adanya gangguan-gangguan metal. Terkait dengan pengertian kesehatan mental, Zakiyah Darajat (1975) mengemukakan, bahwa kesehatan mental adalah “Terwujudnya keharmonisan yang
sungguh-sungguh
antara
fungsi-fungsi
jiwa,
serta
mempunyai
kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang biasa terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya”.1 Kesehatan mental dapat juga diartikan sebagai “Suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu selaras dengan perkembangan orang lain”. Fungsifungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap jiwa, pandangan dan keyakinan hidup, harus dapat saling membantu dan bekerjasama satu sama lain, sehingga dapat dikatakan adanya keharmonisan yang menjauhkan orang dari perasaan ragu dan bimbang serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik).2 Secara sederhana dapat dipahami kondisi mental yang tidak terganggu alias-mental yang sehat (mental health) adalah: 1. Terhindarnya seseorang dari gejala-gejala gangguan jiwa (neurosis) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psychosis), serta penyakit jiwa campuran lain (psychopath). 2. Dapat menyesuaikan diri, yakni adanya kemampuan untuk menyesuaian diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan dengan lingkungan dimana ia tinggal. 3. Dapat memanfaatkan segala potensi, bakat, dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kebahagiaan diri dan orang lain, serta terhindar dari gangguan-gangguan dan penyakit jiwa, dan 1 2
Zakiyah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Haji Masagung, 1990), hlm. 10-11 Yusak Burhanuddin, Kesehatan Mental, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm.10-12.
113
4. Membawa kepada kebahagiaan bersama serta tercapainya keharmonisan jiwa dalam hidup.3 Musthafa Fahmi berpendapat sebagaimana yang dikutip oleh DR. M. Sholihin, M.Ag, dijelaskan kesehatan mental adalah keadaan yang mendorong seseorang dengan cara aktif, luas, lengkap dan tidak terbatas untuk menyesuaikan diri dengan dirinya dan dengan lingkungan sosialnya. Hal ini membawa pada kehidupan yang serasi, dan terhindar dari goncangan, serta penuh vitalities (semangat hidup), dapat menerima dirinya, dan dalam dirinya tidak terdapat tanda-tanda yang menunjukkan ketidakserasian sosial, juga tidak melakukan hal-hal yang tidak wajar. Sebaliknya ia melakukan hal-hal yang wajar yang menunjukkan kestabilan jiwa, emosi, dan pikiran dalam bersikap dan bertingkahlaku. 4 Dalam rentang sejarah peradaban manusia, para ahli telah berusaha untuk mencari penyebab gangguan (kerusakan) psikologis (mental). secara umum mereka memfokuskan pada empat faktor yaitu; faktor supernatural, faktor biologis, proses psikologis dan keadaan sosial. Dalam perspektif supernatural atau demonological, berpendapat bahwa gangguan mental (jiwa) dan tingkah laku serta kepribadian yang abnormal, mereka mendasarkan bahwa kondisi kejiwaan orang tersebut diakibatkan atau terpengaruh oleh dari kekuatan ghaib yang berasal dari dewa, setan, gunaguna, sihir dan ruh jahat, dimana peristiwa ini dianggap sebagai tanda-tanda mistis. Hal ini didasarkan pada penelitian dan penemuan arkeolog, yang menemukan sebuah tengkorak kepala manusia yang berlubang, diyakininya bekas operasi pengeboran, yang disebut sebagai trephining atau operasi trepanasi. Pengeboran ini dimaksudkan untuk dipakai sebagai jalan keluar ruh-ruh jahat yang diusirnya, yang tengah bersarang dalam diri manusia, cara demikian ini dianggap sebagai metode penyembuhan. Teknik ini pada zaman modern sekarang ini dikembangkan juga sebagai metode untuk penyembuhan 3
Syamsu Yusuf LN, Mental Hygiene; Pengembangan Kesehatan Mental dalam Kajian Psikologi dan Agama, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), hlm. 19. 4 M. Solihin, Terapi Sufistik: Penyembuhan Penyakit Kejiwaan Perspektif Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm. 60.
114
terhadap orang yang terkena gangguan mental ataupun sakit jiwa, yang disebut dengan teknik psikosurgis (psychosurgical).5 Disamping teknik ini juga dilakukan teknik exorcism yaitu praktek pengusiran setan, membebaskan manusia dari ruh-ruh jahat. Dan pada masayarakat tradisional sekarang ini pun masih kerap dilakukannya, dan juga memiliki anggapan bahwa orangan yang mengalami gangguan mental (sakit jiwa/ gila), mereka meyakininya, bahwa orang tersebut terkena guna-guna, sihir atau kerasukan setan, jin dan ruh halus yang jahat. Pada masa sekarang gangguan mental digolongkan menjadi dua tipe, yakni tipe gangguan mental yang jahat dan tipe gangguan mental yang baik (memberi kebajikan), dan hanya para pendeta, rahib, biarawan, kiai dan orang pintar (dukun/ pemimpin kepercayaan adat) saja yang hanya diperbolehkan untuk mengobatinya, begitu juga pada masyarakat sekarang, apabila ada yang sakit mental pengobatan pertama dipastikan lari pada orang pintar (kiai, dukun, dan ahli supranatural). Untuk penanganan para penderita gangguan mental tersebut, mereka dipasung, dirantai, dikucilkan (dibuang ke hutan), memenjarakan, dibunuh dan dibakar hidup, yang pada intinya diperlakukan sangat tidak manusiawi.6 Sementara itu menurut pandangan kedua mengatakan bahwa kerusakan mental disebabkan oleh faktor-faktor biologis, bukan faktor supernatural. Pandangan ini pertama kali digagas oleh seorang filosof Yunani, yaitu Hippocrates dan Tabib Galen. Dia mengatakan bahwa kerusakan psikologis dalam diri seseorang itu diakibatkan oleh ketidakseimbangan ramuan empat cairan yang ada dalam tubuh, senada dengan ide tersebut orang China juga menyatakan bahwa penyakit mental (jiwa) itu disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan unsur yin dan yang, yang ada dalam tubuh. Pendekatan semacam inilah yang pada saat ini menghasilkan suatu teknik pengobatan dengan pendekatan neurobiological, yakni suatu hasil anamnesis yang menjelaskan bahwa penyakit mental itu berkaitan langsung dengan 5
Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Pathologi Seks, (Bandung: Penerbit Alumni, 1985), hlm. 11. 6 Ibid.11-12.
115
gangguan yang terdapat pada anatomi dan cairan kimiawi yang terdapat dalam otak dan juga oleh proses yang bersifat biologis yang lain, dan pendekatan inilah yang berkembang pesat pada zaman modern saat ini.7 Dan para penderita gangguan mental tersebut harus diperlakukan humanis dan diobatai secara wajar layaknya seperti orang yang menderita penyakit fisik, serta dihargai martabat kemanusiaannya. Para ahli psikologi melihat penyebab terjadinya gangguan mental sangat kompleks. Dari kacamata biologi secara organis (model organis) sebab utama penyakit mental yang berakibat pada tingkah laku abnormal adalah adanya kerusakan pada jaringan-jaringan otot atau gangguan biokhemis pada otak, akibat kerusakan (defect) genetis, disfungsi dari endokrin, infeksi atau luka-luka. Sebagaimana pendapat Wilhelm Griesinger dalam bukunya the pathology and therapy of mental illness (1984) yang dikutip oleh Kartini Kartono menyatakan “ penyakit jiwa/mental itu merupakan penyakit jasmani, khususnya sakit pada otak karena itu tidak ada bedanya dengan penyakit tubuh lainnya”. Secara psikologis bahwa faktor pencetus gangguan mental ialah disebabkan “adanya pola belajar yang pathologist atau pola belajar yang salah” pernyataan ini diasumsikan dari pola asuh orang tua yang salah dan individu yang sakit jiwa itu tidak pernah belajar memuaskan kebutuhan sendiri secara efisien, tidak mampu beradaptasi dengan orang lain dan lingkungannya secara efektif, akibat dari proses belajar yang salah ini seseorang banyak terbentur macam-macam kesulitan, konflik batin, tenggelam dalam dunia fantasi, jadi neurotis dan mengembangkan pola respon yang tidak adekwat.8 Paul Meehl melihat penderita schizophrenia itu adalah seorang yang memiliki reaksi emosional yang datar, tanpa gairah hidup, dan fungsi inteleknya mengalami sedikit disorganisasi, jelas bahwa pengalaman-pengalaman belajar yang negatif itu beroperasi sebagai predisposisi genetis untuk memprodusir gangguan klinis-mental.9 Begitu juga Sigmund Freud dan juga Pavlov melihat
7
Ibid., 13. Ibid., hlm., 13-14. 9 Ibid, hlm., 15. 8
116
masalah gangguan mental itu akibat dari proses belajar, sebagaimana dalam pernyataannya: “Bukan luka-luka anatomist atau kesalahan-kesalahan biochemist yang menjadi sebab-musabab bagi tingkah laku yang pathologis akan tetapi dari proses belajar dari individu yang bersangkutan”. (Freud)10 “Tingkah laku abnormal itu adalah bentuk kebiasaan–kebiasaan yang maladaptive. (Pavlov).11 Karena itu secara konsekuen mereka menganggap gangguan mental ialah sebagai bentuk tingkah laku lahiriyah (eksternal) dan tidak memandang sebagai bentuk konflik internal”. Dalam hal ini Freud menambahkan dalam psikoanalisisnya, sebagaimana yang dikemukakan di depan bahwa kondisi kejiwaan individu itu dipengaruhi oleh tiga unsur yang ada dalam diri yaitu Id, Ego dan super Ego. Menurut teori ini sumber dari semua gangguan psikis/mental itu terletak di dalam individu itu sendiri yaitu berupa perang batin antara dorongan-dorongan yang infantile melawan pertimbanganpertimbangan yang matang dan rasional, maka symptom-symptom yang bersifat lahiriyah berupa tingkah laku abnormal itu merupakan bentuk permukaan dari gangguan intrapsikhis yang serius.12 Dalam hal ini gangguan mental itu ialah akibat dari pertentangan psikologis. Bagi Freud pertentangan tersebut muncul karena konflik yang kuat antara keinginan, harapan, dan citacita yang bersifat insting (id) dengan permintaan atau tuntutan lingkungan dan masyarakat, yakni konflik antara tuntutan ideal dan realitas yang telah ada sejak kecil. Aliran ini juga mengaitkan kerusakan mental dengan personalitas, dengan teorinya yang “cognitive- behavioral theories”, yang mengemukakan bahwa gangguan mental itu akibat hasil dari pelajaran yang telah diterima (past learning) dan kondisi yang dihadapi, atau disebut juga kondisi traumatik. Disamping aliran-aliran di atas mazhab psikologi Humanistic atau phenomenology, menyatakan bahwa gangguan mental ataupun penyakit jiwa secara umum, itu bisa muncul manakala aktualisasi diri dipenjara, sebagai 10
Ibid. Ibid, hlm 16. 12 Ibid., 16-18. 11
117
bentuknya yaitu biasanya perasaan gagal, karena hal ini ialah merupakan ekspresi kondisi kejiwaan yang sebenarnya oleh karena setiap aktualisasi yang diharapkan atau diinginkan tidak pernah terealisasi atau tersalurkan. Apa bila hal ini terjadi maka sebagai akibatnya yaitu persepsi orang yang mengalaminya akan terdistorsi, dan semakin besar distorsi yang ada, maka semakin serius kerusakan pada kondisi mental (jiwa) seseorang.13 Secara umum dapat dikatakan bahwa baik penjelasan psikologi dan neurobiological tidak dapat menjelaskan secara detail tentang berbagai bentuk abnormalitas mental ataupun jiwa. Karena abnormalitas ada yang disebabkan oleh kerusakan biologis maupun psikologis dan bahkan ada yang berkaitan dengan persoalan sosial. Sebab faktor sosio-kultural dapat menciptakan perbedaan aturan sosial, stressor, peluang dan pengalaman bagi manusia yang berbeda usia, gender, tradisi dan bahkan norma, yang semua itu biasanya dapat membantu mempermudah timbulnya berbagai penyakit mental ataupun penyakit jiwa secara umum. Hal inilah yang biasanya digunakan oleh mazhab sosiologi dalam menyikapi berbagai gangguan mental ataupun gangguan kejiwaan. Seperti halnya pada penyakit fisik, suatu gangguan bisa surut, menetap atau berlanjut, apa bila seseorang memiliki daya tahan yang baik, dan mampu untuk melawan gangguan, maka perjalanan penyakit bisa surut dengan sendirinya. Sementara itu apabila daya tahan tidak mampu membendung dan tidak mampu untuk melawan maka yang timbul ialah positif menderita suatu penyakit yang menetap. Dan begitu juga apabila daya tahan mengalami kegagalan dalam membendung dan melawan, maka yang terjadi ialah perjalanan penyakit berkembang terus. Hal ini tidak hanya terjadi pada gangguan fisik saja melainkan juga bisa pada kondisi psikologis ataupun mental. Misalnya yang semula hanya merasakan gangguan ringan, kemudian berkembang terus menerus tanpa ada penanggulangan dan perhatian serius maka puncaknya yaitu kondisi psikologis (mental) benar-benar mengalami gangguan (sakit). 13
Zainal Abidin, Analisis Eksitensial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2002), hlm. 70
118
Sementara itu untuk mengetahui kriteria mental yang sakit atau tidak, terlebih dahulu harus tahu dahulu mengenai kriteria mental (jiwa) yang sehat. Dan gangguan mental itu pasti terkait dengan masalah kesehatan mental. Para penderita kekalutan mental (gangguan mental) biasanya individu mengalami macam-macam frustasi, kekecewaan, dihadapkan pada persoalanpersoalan atau konflik-konflik, baik konflik antar manusia maupun konflik intern dalam diri pribadi. selalu mengalami banyak ketegangan batin dan gangguan emosional disebabkan konflik batin (hati nurani) atau ditekan oleh sangsi-sangsi sosial dengan segenap tuntutannya. Jika problem psikologis ini terus berlangsung atau kronis, maka hal itu akan banyak menimbulkan macam-macam gangguan mental (penyakit mental). Jadi kondisi seseorang yang terganggu mentalnya biasanya berangkat dari kondisi psikologis yang kacau dan tidak kunjung dapat jalan keluar. Sementara itu orang yang tidak terganggu mentalnya (sehat mentalnya) ialah sebaliknya dari kondisi tersebut. Menurut mazhab psikoanalisa, mental yang sehat ialah adanya kemampuan Aku yang Agung (super-ego) untuk membuat sintesis antara berbagai alat-alat diri dan tuntutan masyarakat, atau untuk sampai kepada penyelesaian pertarungan yang timbul antara alat-alat diri.14 Sedangkan menurut paradigma mazhab behaviorisme melihat mental yang sehat ialah adanya kesanggupan seseorang memperoleh kebiasaan yang sesuai dan dinamik yang dapat menolongnya berinteraksi dengan orang lain dan mampu menghadapi suasana apapun.15 Mazhab eksistensialisme mengemukakan, kesehatan mental adalah bilamana manusia itu mampu menikmati wujudnya, yang berarti ia mampu memahami dan menikmati wujudnya, menyadari potensi-potensi yang ada dalam dirinya dan bebas untuk mencapai apa yang dikehendaki dengan cara yang dipilihnya. Sementara itu mazhab humanistic melihat orang yang memiliki mental yang sehat adalah orang yang memiliki kesempurnaan jiwanya, yakni orang yang dapat memilih apa yang benar dan dapat mengerjakan apa yang dipandangnya benar, atau seseorang yang mampu 14 15
Hasan Langgulung , Teori-Teori Kesehatan Mental, (Jakarta: al-Husna, 1986), hlm. 18 Ibid., hlm.24.
119
mengaktualisasikan segala potensi, keinginan, harapan dan cita-cita yang dianggap baik dan benar yang ada dalam dirinya. Paradigma humanistic ini melihat orang yang menderita secara psikologis ialah orang yang selalu menghindari sifat-sifat baik yang ada dalam diri.16 Menurut ilmu kedokteran (psychiatry) mental yang sehat adalah dimana satu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional secara optimal, dan perkembangan tersebut selaras dengan keadaan orang lain. Dengan demikian kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) antara individu dengan lingkungannya.17 Adapun ciri orang yang memiliki kepribadian dengan mental yang sehat, itu biasanya memperlihatkan reaksi-reaksi personal yang cocok, tepat terhadap stimulasi eksternal. Maka dari itu reaksi-reaksi keabnormalan pada tingkat psikologis dan sosial (mental hygiene) biasanya diukur dengan: kelakuan individu di tengah kelompok tempat hidupnya, reaksi tersebut dikatakan normal apabila tepat dan sesuai dengan ide dan pola tingkah laku yang sesuai dengan lingkungannya. Oleh karena itu kepribadian dengan mental yang sehat itu ditandai dengan: integrasi kejiwaan, kesesuaian perilaku sendiri dengan tingkah laku sosial, adanya kesanggupan melaksanakan tugastugas hidup dan tanggung jawab sosial, dan efisien dalam menghadapi realitas kehidupan.18 Dan secara psikologis ciri orang yang terganggu mentalnya ialah adanya
ketidakmampuan
individu
dalam
menghadapi
realitas,
yang
membuahkan banyak konflik mental pada dirinya. Biasanya penderita yang tidak sehat mentalnya adalah individu yang tidak mampu atau sengaja tidak mau memikul tanggung jawab kedewasaan. Pada kondisi semacam ini penderita disiksa dan dihantui oleh frustasi dan konflik-konflik jiwa sendiri, dan selalu berusaha lari dari realitas yang dirasakan seperti tidak ada penyelesaiannya (jalan keluar) atau tidak tertanggung lagi, kemudian dia menciptakan satu dunia fantasi atau imajiner, yang dianggap lebih cocok dan 16
Ibid., hlm. 30. Dadang Hawari, Psikiater, ( Solo: PT. Amanah Bunda Sejahtera, 1997), hlm. 12 18 Kartini Kartono dan Jenny Andari, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam, (Bandung , Mandar Maju, 1989), hlm. 11-12. 17
120
lebih enak serta sesuai dengan harapan dan impian. Perasaan-perasaan semacam inilah yang selalu menghiasi dirinya, sehingga apa yang dilakukannya tidak disadari sehingga memunculkan perilaku yang tidak wajar.19 Jadi orang yang terganggu mentalnya biasanya berawal dari ketidakmampuan individu dalam menghadapi realitas hidup dan selalu melarikan diri dalam dunia khayali sendiri. Pandangan-pandangan dari kacamata psikologis tersebut di atas lebih bersifat subyektif dalam memberikan kriteria atau membatasi terhadap apa yang dinamakan dengan kondisi mental yang sehat, karena hanya menerapkan kriteria intern yang bermuara pada keserasian, keharmonisan, dan kesesuaian antara dorongan-dorongan psikologis kaitannya dengan tuntutan hidup dan kebutuhan yang bersifat individual. Dalam pandangan sosial dan budaya kesehatan mental yaitu segala bentuk tingkah laku manusia yang didasarkan pada nilai-nilai atau normanorma kemasyarakatan, sehingga orang yang memiliki mental sehat ialah orang yang mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri, dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat dan dengan lingkungannya dimana ia hidup (tinggal). Dan dalam pandangan agama (spiritual). Dan dalam pandangan agama melihat bahwa orang yang sehat tidak hanya orang yang mampu memenuhi kriteria sehat fisik dan psikisnya, serta mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, akan tetapi orang yang memiliki kondisi mental yang sehat ialah seseorang yang memiliki kemampuan hidup sesuai dengan aturan agama dan mampu menyesuaikan diri dengan nilai-nilai agama yang bisa jadi nilai dan aturan tersebut bertentangan dengan nilai-nilai individual maupun lingkungan sosial. Dengan demikian orang yang tidak mampu mengerti dan menerima kenyataan dirinya, serta tidak sanggup atau tidak mampu mewujudkan dirinya, hal tersebut merupakan bentuk dari kelainan dan penyakit kejiwaan yang membawa dampak pada ketidakbahagiaan hidup.20
19 20
Ibid., hlm. 13. Zakiyah Daradjat, op. cit., hlm. 11
121
Sebagaimana paradigma diathesis stress orang yang menderita psikologisnya yang dapat mempengaruhi kondisi mentalnya yaitu adanya interaksi antara predisposisi terhadap penyakit (diathesis) dan lingkungan, atau kehidupan (kejadian) yang mengganggu (stress). Diathesis dapat berupa predisposisi terhadap penyakit, sifat seseorang, sedangkan stres dapat berupa lingkungan psikologis, sosial, fisiologis, norma/ nilai agama yang tidak menyenangkan atau mengganggu batin (psikis). Sementara itu WHO sebagai organisasi kesehatan se-Dunia pada tahun 1959, memberikan kriteria mengenai kondisi jiwa atau mental yang sehat. Adapun kriteria tersebut adalah sebagai berikut: 1. Dapat beradaptasi secara konstruktif meskipun dalam kenyataan buruk baginya. 2. Merasakan puas atas jerih payah sendiri 3. Lebih buas memberi daripada menerima 4. Secara relatif bebas dari rasa tegang, cemas, stress dan depressive. 5. Mampu berhubungan dengan orang lain dan saling tolong menolong dan memuaskan 6. Dapat mengambil hikmah dari setiap problem yang dihadapi. 7. Mampu mengolah dan mengatur rasa pemuasan kepada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif 8. Memiliki cinta dan kasih sayang yang besar. Pada tahun 1984 rumusan mengenai kriteria mental yang sehat di atas disempurnakan lagi dengan menambah satu kriteria lagi yaitu “elemen spiritual” (agama). Dengan demikian rumusan sehat mencakup aspek “Biopsycho-sosio dan spiritual”. Apabila seseorang tidak memenuhi kriteria tersebut, maka kondisi personal seseorang secara psikologis dapat dinyatakan tidak sehat (sakit). Federasi Kesehatan Mental Dunia (world Federation for mental Health) merumuskan mental yang sehat yaitu suatu kondisi kejiwaan yang memungkinkan adanya perkembangan yang optimal baik secara fisik, intelektual dan emosional, sepanjang hal itu sesuai dengan keadaan orang
122
lain. Mental yang sehat itu mencakup beberapa prinsip yang selalu melingkupi kondisi psikis maupun fisiologis seseorang, dengan pandangan bahwa; Pertama, mental yang sehat yaitu sebagai suatu konsep ideal yang harus diupayakan, karena mental sehat merupakan tujuan yang amat tinggi bagi seseorang. Apabila disadari bahwa kondisi mental yang sehat itu bersifat kontinyu, jadi semampu mungkin orang mengupayakan atau untuk mendapat kondisi sehat secara optimal, dan berusaha terus menerus untuk mencapai kondisi sehat yang setinggi-tingginya. Kedua, mental yang sehat yaitu sebagai bagian dan karakteristik kualitas hidup. Prinsip ini menegaskan bahwa kualitas hidup seseorang salah satunya ditunjukkan dengan suatu kondisi mental yang sehat (mental higiene). Karena salah satu ukuran utama yang bisa menentukan kualitas hidup seseorang dapat dikatakan meningkat itu tergantung pada peningkatan kesehatan mentalnya. Begitu juga sebaliknya apabila kondisi mentalnya terganggu, maka ia tidak akan mampu merasakan sejauh mana kualitas hidup yang sedang dijalaninya. Dan orang yang tidak terganggu mentalnya ialah orang yang mampu membuat berbagai keputusan dan tidak hanya bereaksi dan Ia adalah seorang yang ulet serta mampu menerima perputaran nasib, bila tidak dengan ketenangan hati, setidak-tidaknya dengan keseimbangan diri, apabila mengalami kegagalan dalam satu bidang tidak mengurangi keseluruhan identitas dirinya.21 D.S Wright A. Taylor sebagaimana yang dikutip oleh Moeljono Notosoedirjo menilai bahwa tanda-tanda orang yang tidak terganggu mentalnya yaitu: a. Memiliki perasaan bahagia (happiness) dan terhindar dari ketidak bahagian b. Mampu bersikap efisien dalam menerapkan dorongannya untuk kepuasan kebutuhannya. c. Mampu meminimalisir rasa cemas d. Mampu menghindari dan meminimalisir rasa berdosa 21
Moeljono Notosoedirjo, Kesehatan Mental; Konsep dan Penerapannya, (Malang: UMM Pres, 2002), hlm. 26-27.
123
e. Mampu menunjukkan sikap dan tingkah laku yang wajar (normal) f. Mampu beradaptasi dengan lingkungannya secara wajar g. Memiliki sikap otonomi dan memiliki harga diri yang wajar h. Mampu membangun hubungan emosional dengan orang lain i. Dapat melakukan kontak dan berkomunikasi dengan orang lain maupun dengan lingkungan sekitarnya.22 Disamping pengertian di atas tanda-tanda yang menunjukkan pula kondisi mental yang tidak terganggu, yaitu sebagai berikut. 1. Terhindar dari gejala-gejala gangguan jiwa dan penyakit jiwa. Zakiyah Darajat (9975) mengemukakan tentang perbedaan antara gangguan jiwa (neuroses) dengan penyakit jiwa (psikosis), yaitu: a. Penderita neurosis masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, sebaliknya yang kena psychosis tidak. b. Penderita neurosis, kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam alam kenyataan pada umumnya, sedangkan yang kena psikose kepribadiannya dari segala segi (tanggapan, perasaan/emosi, dan dorongan-dorongannya) sangat terganggu, tidak ada integritas, dan ia hidup jauh dari alam kenyataan. Sebagaimana dijelaskan pada bab-bab sebelumnya. 2. Dapat Menyesuaikan Diri Penyesuaian diri (self adjustment) merupakan proses untuk memperoleh atau memenuhi kebutuhan (needs satisfaction), dan mengatasi stress, konflik, frustasi, serta masalah-masalah tertentu dengan caracara tertentu. Seseorang dapat dikatakan
memiliki
penyesuaian diri yang normal manakala dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan Norma agama. 3. Memanfaatkan Potensi Semaksimal Mungkin Individu
yang
sehat
mentalnya
adalah
yang
mampu
memanfaatkan potensi yang dimilikinya, dalam kegiatan-kegiatan yang 22
Ibid., hlm. 31.
124
positif
din
konstruktif
bagi
pengembangan
kualitas
dirinya.
Pemanfaatan diri itu seperti dalam kegiatan-kegiatan belajar (di rumah, di sekolah atau di lingkungan masyarakat), bekerja, berorganisasi, pengembangan hobi, dan berolahraga. 4. Tercapai Kebahagiaan Pribadi dan Orang lain.23 Orang yang sehat mentalnya menampilkan perilaku atau responresponnya
terhadap
situasi
dalam
rangka
memenuhi
kebutuhan,
memberikan dampak yang positif bagi dirinya dan orang lain Dia mempunyai prinsip bahwa tidak akan mengorbankan hak orang lain demi kepentingan dirinya sendiri, atau tidak mencari keuntungan diri sendiri di atas kerugian orang lain. Segala aktivitasnya ditujukan untuk mencapai kebahagiaan bersama. Sementara itu Allport mengemukakan orang yang memiliki kepribadian dengan mental yang sehat adalah mereka yang memiliki aspirasi-aspirasi yang jelas dan memiliki arah tujuan hidup ke masa depan yang jelas pula (directness life). Orang semacam ini jelas lebih kelihatan sikap dan kepribadiannya dari pada orang yang memiliki kepribadian neurotic. Orang yang memiliki arah hidup dia akan dibimbingnya menuju ke masa depannya serta memberikan suatu alasan untuk hidup.24 Dalam hal ini bisa dicermati melalui tabel karakteristik kepribadian yang sehat mentalnya sebagai berikut:
23
Zakiyah Daradjat, op. cit., hlm. 11-13. Duane Schultz, Psikologi Pertumbuhan; Model-model Kepribadian Sehat, terj, Yustinus, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 35. 24
125
Tabel Karakteristik Kepribadian yang Sehat Mentalnya Aspek Pribadi
Karakteristik a) Perkembangannya normal.
Fisik:
b) Berfungsi untuk melakukan tugas-tugasnya. c) Sehat, tidak sakit-sakitan a) Respek din sendiri dan orang lain.
Psikis:
b) Memiliki insight-insight dan rasa humor. c) Memiliki respon emosional yang wajar. d) Mampu berpikir realistik dan objektif. e) Terhindar dari gangguan-gangguan psikologis. f) Bersifat kreatif dan inovatif. g) Bersifat terbuka dan fleksibel, tidak defensif. h) Memiliki perasaan bebas (sense of freedom) untuk a) Memiliki perasaan empati dan rasa kasih sayang
Sosial:
b) (Affection) terhadap orang lain, serta senang untuk memberikan pertolongan kepada orang-orang yang c) Memerlukan pertolongan, (sikap altruis). d) Mampu berhubungan dengan orang lain secara sehat, penuh cinta kasih dan persahabatan. e) Bersifat toleran dan mau menerima tanpa memandang kelas sosial, tingkat pendidikan, politik, agama, suku, ras, atau warna kulit Moral-Religius:
a) Beriman kepada Tuhan, dan taat menjalankan ajaranNya dan menjauhi segala yang dilarang. b) Jujur, amanah (bertanggung jawab, dan ikhlas dalam beramal, dan berakhlakkul karimah.
Dalam hal ini Carl Rogers’s mengenalkan konsep fully functioning (pribadi yang berfungsi sepenuhnya) sebagai bentuk kondisi mental yang sehat. Secara singkat fully functioning person ditandai dengan:
126
1. Terbuka terhadap pengalaman 2. Ada kehidupan pada dirinya 3. Kepercayaan kepada organismenya 4. Kebebasan berpengalaman 5. Memiliki kreativitas. Sikun Pribadi sebagaimana yang dikutip oleh Syamsu Yusuf LN mengemukakan bahwa ciri atau manifestasi jiwa dan mental yang sehat adalah sebagai berikut. 1. Perasaan aman, bebas dari rasa cemas 2. Rasa harga diri yang mantap. 3. Spontanitas dan kehidupan emosi yang hangat dan terbuka. 4. Mempunyai keinginan-keinginan yang sifatnya duniawi, jasmani yang wajar, dan mampu memuaskannya. 5. Dapat belajar mengalah dan merendahkan diri sederajat dengan orang lain. 6. Tahu diri, artinya mampu menilai kekuatan dan kelemahan dirinya (baik fisik maupun psikis) secara tepat dan objektif. 7. Mampu melihat realitas sebagai realitas dan memperlakukannya sebagai realitas (tidak mengkhayal). 8. Toleransi terhadap ketegangan atau stress, artinya tidak panik pada saat menghadapi masalah (fisik, psikis, dan sosial). 9. Integrasi dan kemantapan dalam kepribadian. 10. Mempunyai tujuan hidup yang adekuat (positif dan konstruktif). 11. Kemampuan belajar dari pengalaman. 12. Kemampuan menyesuaikan diri dalam batas-batas tertentu dengan normanorma kelompok, dimana kita jadi anggotanya (tidak melanggar aturanaturan yang telah disepakati bersama atau ditentukan dalam kelompok). 13. Kemampuan tidak terikat oleh kelompok. (Mempunyai pendirian sendiri, dapat menilai baik-buruk, benar-salah tentang kelompoknya).25
25
Syamsu Yusuf. LN, , op. cit, hlm. 21.
127
Uraian di atas, menunjukkan ciri-ciri mental yang sehat, sedangkan mental yang terganggu yaitu mempunyai ciri-ciri sebaliknya, yaitu dari ciri-ciri tersebut di atas dan ditambah dengan ciri-ciri sebagai berikut. 1. Perasaan tidak nyaman (inadequacy). 2. Perasaan tidak aman (insecurity). 3. Kurang memiliki rasa percaya diri (self-confidence) 4. Kurang memahami diri (self understanding) 5. Kurang mendapat kepuasan dalam berhubungan sosial 6. Ketidakmatangan emosi. 7. Kepribadiannya terganggu. 8. Mengalami pathology dalam struktur sistem syaraf.26 Maslow dan Minttelemenn melihat bahwa orang yang sehat mentalnya yaitu: 1. Memiliki rasa aman yang memadai (adequate feeling of security), yakni memiliki perasaan rasa aman dalam berhubungan baik dalam pekerjaan, sosial, keluarga dan dimana ia tinggal. 2. Memiliki kemampuan untuk menilai diri sendiri yang memadai (adequate sel-evaluation), yang mencakup; pertama, harga diri yang memadai, yakni merasa ada nilai yang sebanding pada diri sendiri dan prestasinya. Kedua, memiliki perasaan berguna, yaitu perasaan yang secara moral masuk akal, yakni dengan perasaan yang tidak diganggu oleh rasa bersalah yang berlebihan, dan mampu mengenal beberapa hal yang secara sosial dan personal tidak dapat diterima oleh kehendak umum yang selalu ada dalam sepanjang kehidupan di masyarakat. 3. Memiliki spontanitas dan perasaan yang memadai dengan orang lain hal (adequate spontaneity and emotionality). Hal ini ditandai oleh kemampuan membentuk ikatan emosional secara kuat dan abadi, seperti hubungan persahabatan dan cinta, kemampuan memberi ekspresi yang cukup pada ketidaksukaan tanpa kehilangan kontrol, dan adanya kemampuan untuk menyenangi diri sendiri. 26
Ibid., hlm. 23.
128
4. Mempunyai kontak yang efisien dengan realitas (efficient contact with reality), dalam hal ini setidaknya bisa mencakup dalam tiga hal, pertama tiada fantasi yang berlebihan, kedua mempunyai pandangan yang realistis dan pandangan yang luas terhadap dunia, yang disertai dengan kemampuan menghadapi hidup sehari-hari, misal sakit dan kegagalan, dan ketiga kemampuan untuk berubah jika situasi eksternal tidak dapat dimodifikasi atau mampu bekerjasama atau bersosialisasi dengan orang lain tanpa adanya tekanan (cooperation with the inevitable). 5. Memiliki
keinginan-
keinginan
jasmani
yang
memadai
dan
kemampuan untuk memuaskannya(Adequate bodily desires and ability to gratify them). Hal ini ditandai dengan (a) suatu sikap yang sehat terhadap fungsi jasmani, dalam arti menerima mereka tetapi bukan dikuasai; (b) kemampuan memperoleh kenikmatan kebahagiaan dari dunia fisik dalam kehidupan ini, seperti makan, tidur, dan pulih kembali dari kelelahan; (c) kehidupan seksual yang wajar, keinginan yang sehat untuk memuaskan tanpa rasa takut dan konflik; (d) kemampuan bekerja; (e) tidak adanya kebutuhan yang berlebihan untuk mengikuti dalam berbagai aktivitas tersebut. 6. Mempunyai kemampuan pengetahuan yang wajar (Adequate selfknowledge). Termasuk di dalamnya (a) cukup mengetahui tentang: motif, keinginan, tujuan, ambisi, hambatan, kompensasi, pembelaan, perasaan rendah diri, dan sebagainya; dan (b) penilaian yang realistis terhadap milik dan kekurangan. Penilaian diri yang jujur adalah dasar kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai sifat dan tidak untuk menanggalkan (tidak mau mengakui) sejumlah hasrat penting atau pikiran jika beberapa di antara hasrat-hasrat itu secara sosial dan personal tidak dapat diterima. Hal itu akan selalu terjadi sepanjang kehidupan di masyarakat. 7. Kepribadian yang utuh dan konsisten (Integration and consistency of personality). Ini bermakna (a) cukup baik perkembangannya, kepandaian nya, berminat dalam beberapa aktivitas; (b) memiliki prinsip moral dan kata hati yang tidak terlalu berbeda dengan pandangan kelompok; (c)
129
mampu untuk berkonsentrasi; dan (d) tiadanya konflik-konflik besar dalam kepribadiannya dan tidak dissosiasi terhadap kepribadiannya. 8. Memiliki tujuan hidup yang wajar (Adequate life goal). Ha1 ini berarti (a) memiliki tujuan yang sesuai dan dapat dicapai; (b) mempunyai usaha yang cukup dan tekun mencapai tujuan: dan (c) tujuan itu bersifat baik untuk diri sendiri dan masyarakat. 9. Kemampuan untuk belajar dari pengalaman (Ability to learn from experience). Kemampuan untuk belajar dari pengalaman termasuk tidak hanya kumpulan pengetahuan dan kemahiran ketrampilan terhadap dunia praktek, tetapi elastisitas dan kemauan menerima dan oleh karena itu, tidak terjadi kekakuan dalam penerapan untuk menangani tugas-tugas pekerjaan. Bahkan lebih penting lagi adalah kemampuan untuk belajar secara spontan. Ability to satisfy the requirements of the group (kemampuan memuaskan tuntutan kelompok). Individu harus: (a) tidak terlalu menyerupai anggota kelompok yang lain dalam cara yang dianggap penting oleh kelompok; (b) terinformasi secara memadai dan pada pokoknya menerima cara yang berlaku dari kelompoknya; (c) berkemauan dan dapat menghambat dorongan dan hasrat yang dilarang kelompoknya; (d) dapat menunjukkan usaha yang mendasar yang diharapkan oleh kelompoknya: ambisi, ketepatan; serta persahabatan, rasa tanggung jawab, kesetiaan, dan sebagainya, serta (e) minat dalam aktivitas rekreasi yang disenangi kelompoknya. 10. Mempunyai emansipasi yang memadai dari kelompok atau budaya (Adequate emancipation from the group or culture). Hal ini mencakup: (a) kemampuan untuk menganggap sesuatu itu baik dan yang lain adalah jelek setidaknya; (b) dalam beberapa hal bergantung pada pandangan kelompok; (c) tidak ada kebutuhan yang berlebihan untuk membujuk (menjilat), mendorong, atau menyetujui kelompok; dan (d) untuk beberapa tingkat toleransi; dan menghargai terhadap perbedaan budaya.27
27
Moeljono Notosoedirjo, op. cit, hlm. 28-29.
130
Dalam hal ini Golden Allport (1950), yang dilangsir oleh Victor E. Frankl menyebut mental yang sehat dengan maturity personality. Dikatakan bahwa untuk mencapai kondisi yang matang itu melalui proses hidup yang disebutnya dengan proses becoming. Orang yang matang jika: pertama, memiliki kepekaan pada diri secara luas, kedua hangat dalam berhubungan dengan orang lain, ketiga keamanan emosional atau penerimaan diri keempat persepsi yang realistik, ketrampilan dan pekerjaan, kelima mampu menilai diri secara objektif dan memahami humor, dan keenam menyatunya filosofi hidup. 28 Rogers seorang ahli psikologi jebolan “Columbia University Teachers College” yang terkenal dengan teori terapinya client centered therapi, berpendapat bahwa orang yang memiliki kepribadian dan mental yang sehat adalah orang yang mampu menyesuaikan diri dan mampu bertahan terhadap perubahan-perubahan yang drastis dalam kondisi-kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Dan mereka memiliki kreatifitas dan spontanitas untuk menanggulangi perubahanperubahan traumatic sekalipun. Jadi Rogers melihat bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang memiliki ketangguhan dalam menghadapi kehidupan serta memiliki daya imajinasi-kreatif untuk mengatasi problem yang dihadapinya.29 Disamping itu orang yang memiliki orang yang sehat secara psikologis adalah orang yang terbuka sepenuhnya terhadap semua pengalaman, memiliki perasaan dan rasa tanggung jawab terhadap orang lain serta memiliki tujuan-tujuan dan maksud-maksud yang jelas. Sementara itu Eric Fromm memandang bahwa orang yang sehat mentalnya ialah orang-orang yang memuaskan kebutuhan-kebutuhan psikologis secara kreatif dan produktif dan orangorang yang terganggu mentalnya (sakit-psikologisnya) ialah orang-orang yang memuaskan kebutuhan-kebutuhannya secara irasional. Dan Fromm juga menambahkan individu dengan mentalnya yang sehat ialah individu 28 29
Ibid., 30 Duane Schultz, op. cit.,, hlm. 55.
131
yang memiliki cinta dengan sepenuhnya, memiliki kreatifitas, memiliki kemampuan-kemampuan pikir yang sangat berkembang, mengamati dunia dan diri secara obyektif dan memiliki suatu perasaan identitas yang kuat. Fromm menyebutnya mental dan kepribadian yang sehat dengan istilah orientasi produktif, yakni suatu konsep yang senada dengan Alport yaitu “kepribadian yang matang” dan “aktualisasi diri” konsepnya
Maslow. 30
Dengan
demikian
dapat
dipahami
bahwa
kepribadian dengan mental yang sehat yaitu orang-orang yang produktif yang tidak hidup dalam dunia subjektif, dan frame of reference-nya berdasarkan pikiran, bukan emosi, keputusan yang diambil dan pilihanpilihan diadakan bukan hanya karena dirasa baik, akan tetapi karena tampaknya secara logis tepat dan benar. Sementara itu untuk memahami sejauh mana kondisi kesehatan mental. Menurut Schneider’s, (1964) sebagaimana yang dikutip oleh Moeljono Notosoedirjo, ada lima belas prinsip, yang dibagi dalam tiga kategori, dimana hal ini harus diperhatikan untuk memahami kesehatan mental. Prinsip ini berguna dalam upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan mental serta pencegahan terhadap gangguan-gangguan mental. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut. 1. Prinsip yang didasarkan atas sifat manusia, meliputi: a) Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan atau bagian yang tidak terlepas dari kesehatan fisik dan integritas organisme. b) Untuk memelihara kesehatan mental dan penyesuaian yang baik, perilaku manusia harus sesuai dengan sifat manusia sebagai pribadi yang bermoral, intelektual, religius, emosional dan sosial. c) Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan integrasi dan pengendalian
diri,
yang
meliputi
imajinasi, hasrat, emosi dan perilaku.
30
Ibid., hlm. 71.
pengendalian
pemikiran,
132
d) Dalam pencapaian dan khususnya memelihara kesehatan dan penyesuaian mental, memperluas pengetahuan tentang diri sendiri. e) Kesehatan mental memerlukan konsep diri yang sehat, yang meliputi: penerimaan diri dan usaha yang realistik terhadap status atau harga dirinya sendiri. f) Pemahaman diri dan penerimaan diri harus ditingkatkan terus menerus memperjuangkan untuk peningkatan diri dan realisasi did jika kesehatan dan penyesuaian mental yang hendak dicapai. g) Stabilitas mental dan penyesuaian yang baik memerlukan pengembangan terus-menerus dalam diri seseorang mengenai kebaikan moral yang tertinggi, yaitu: hukum, kebijaksanaan, ketabahan, keteguhan hati, penolakan diri, kerendahan hati, dan moral. h) Mencapai dan memelihara kesehatan dan penyesuaian mental tergantung kepada penanaman dan perkembangan kebiasaan yang baik. i) Stabilitas
dan
penyesuaian
mental
menuntut
kemampuan
adaptasi, kapasitas untuk mengubah meliputi mengubah situasi dan mengubah kepribadian. j) Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan perjuangan yang terus menerus untuk kematangan dalam pemikiran, keputusan, emosionalitas dan perilaku. k) Kesehatan
dan
penyesuaian
mental
memerlukan
belajar
mengatasi secara efektif dan secara sehat terhadap konflik mental dan kegagalan dan ketegangan yang ditimbulkannya. 2. Prinsip
yang
didasarkan
atas
hubungan
manusia
dengan
lingkungannya, meliputi: a) Kesehatan dan penyesuaian mental tergantung kepada hubungan interpersonal keluarga.
yang
sehat,
khususnya
di
dalam
kehidupan
133
b) Penyesuaian yang baik dan kedamaian pikiran tergantung kepada kecukupan dalam kepuasan beraktifitas. c) Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan sikap yang realistik yaitu menerima realitas tanpa distorsi dan objektif. 3. Prinsip yang didasarkan atas hubungan manusia dengan Tuhan, meliputi: a) Stabilitas
mental
memerlukan
seseorang
mengembangkan
kesadaran atas realitas terbesar daripada dirinya yang menjadi tempat bergantung kepada setiap tindakan yang fundamental. b) Kesehatan mental dan ketenangan hati memerlukan hubungan yang konstan antara manusia dengan Tuhannya. c) Kesehatan mental itu dapat diperoleh melalui penyadaran diri bahwa diluar dirinya ada kekuatan yang mengatur hidup dan nasibnya.31 Sementara itu untuk melihat atau menilai apakah seseorang terganggu mentalnya atau tidak ataupun menilai kepribadiannya dengan mentalnya yang sehat. Hal ini bisa dikenali melalui beberapa karakteristik-karakteristik ataupun gejala-gejala yang ditunjukkan oleh orang yang bersangkutan. Adapun karakteristik-karakteristik yang dapat dinilai, sebagaimana keterangan dalam-bab-bab sebelumnya yaitu: 1. Penampilan fisik 2. Temperamen, yaitu suasana hati yang menetap dan khas pada pada orang yang bersangkutan. 3. Kecerdasan (inteligensi) 4. Arah minat dan pandangan hidup 5. Sikap sosial 6. Cara pembawaan diri (bersikap sikap atau bertingkah laku) dan 7. Kecenderungan patologis
31
Moeljono Notosoedirjo, op. cit., hlm. 31-33.
134
Sebagaimana penelitian Yang dilakukan oleh E. Fromm, ia mengambil suatu kesimpulan dan mengemukakan bahwa orang yang sehat dan sakit mentalnya yaitu dengan kriteria-kriteria sebagai berikut: Orientasi Resepsi (penerimaan) Segi Negatif
Segi Positif
o Menerima
o Pasif, tanpa inisiatif
o Responsif
o Tidak berpendapat, tidak mempunyai
o Taat
ciri
o Sederhana
o Submissive (bersikap tunduk)
o Sangat menarik
o Tanpa kebanggaan
o Dapat menyesuaikan diri dalam
o Bersifat parasit (taknormal)
masyarakat
o Bersikap merendahkan diri tanpa
o Idealistik
kepercayaan diri
o Sensitif
o Tidak realistis
o Sopan
o Bersifat pengecut
o Optimistis
o Lemah
o Penuh kepercayaan
o Impian khayal
o Halus
o Berakal bulus (picik) o Sentimental
Orientasi Exploitative (pengambilan) o Aktif
o Exploitative
o Sanggup mengambil
o Agresif
inisiatif o Sanggup mengemukakan
o Egosentris
tuntutan o Bangga
o Angkuh
o Impulsif
o Gegabah
o Keyakinan pada diri sendiri
o Congkak
o Menawan hati
o Menggoda
135
Segi Penimbunan (pemeliharaan) o Praktis
o Tidak berdaya khayal (tidak imajinatif)
o Ekonomis
o Kikir
o Hati-hati
o Curiga
o Agresif
o Dingin
o Sabar
o Lesu
o Waspada
o Cemas
o Tabah, ulet
o Kepala batu
o Sabar atas tekanan
o Lamban
o Tenang sekali
o Tidak berdaya
o Tertib
o Suka menonjolkan keilmuannya
o Metodis
o Gangguan pikiran (obsesional)
o Loyal (setia)
o Suka menguasai (posesif)
Segi pemasaran (penukaran) o Dengan maksud tertentu
o Opportunitis
o Sanggup berubah
o Tidak konsisten
o Kelihatan muda
o Kekanak-kanakan
o Melihat kedepan
o Tanpa masa depan atau masa lalu
o Berpandangan terbuka
o Tanpa prinsip dan nilai-nilai
o Suka bergaul
o Tidak sanggup sendirian
o Mengadakan eksperimen
o Tanpa tujuan
o Tidak dogmatis
o Relativistis
o Efisien
o Terlalu aktif
o Ingin tahu
o Tidak bijaksana
o Cerdas
o Intellectualistis
o Dapat, menyesuaikan diri
o Tidak suka membeda-bedakan
o Toleran (cooperative)
o Masa bodoh
o Jenaka
o Pandir
o Dermawan
o Royal
136
Dari kedua segi tersebut di atas yakni segi positif dan segi negatif menunjukkan bahwa segi positif menunjukkan sifat dari psikologis (mental) yang sehat dan segi negatif menunjukkan dari sifat psikologis (mental) yang tidak sehat. Dari kriteria-kriteria di atas apa bila kita secara sungguh-sungguh dalam mengamati (mendiagnostik), dengan mudah akan diketahui kondisi mental ataupun kepribadian seseorang, karena gejala jiwa yang ditunjukkan sepenuhnya, murni lahir dari dalam diri, baik yang bermasalah maupun yang tidak. Disamping itu yakni untuk mengetahui sejauh mana kondisi mental (mendeteksi), ada beberapa model pendekatan untuk mengetahui kondisi mental, pendekatan tersebut yaitu; pendekatan dengan model psikodinamik, sebagaimana yang dilakukan oleh Freud, menunjukkan bahwa gangguan kejiwaan yang bisa berakibat pada kerusakan mental yaitu ditimbulkan oleh konflik-konflik psikologis yang tertekan di alam ketaksadaran manusia. Dan melalui pendekatan biomedis mengemukakan bahwa gangguan kejiwaan itu diakibatkan oleh ketidakseimbangan kondisi tubuh, seperti fungsi tubuh yang dominan, penyakit, faktor genetik dan kondisi sistem saraf, yang tidak normal, diduga menjadi faktor pemicu munculnya gangguan mental ataupun perilaku menyimpang (abnormal).32 Penting untuk diketahui dan dicermati yaitu mengenai faktor-faktor yang menyebabkan atau memicu terjadinya kekalutan mental, yakni faktor internal: kondisi, pikiran, perasaan, emosi, kehendak, sikap dan tingkah laku. Dan faktor ekstern: psikososial dan psikoreligius (stressor). Karena dimensidimensi inilah yang sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan mental, jiwa, psikologis dan kepribadian.
32
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 218.
137
Upaya Pencegahan. Penderita gangguan mental pada akhir-akhir ini sering terjadi dan terus bertambah yang terjadi di dalam masyarakat dan ini dialami oleh seluruh negara. Gangguan mental ini baik yang timbul dari dalam diri individu maupun disebabkan stressor yang diakibatkan oleh perubahanperubahan sosial yang begitu cepat, perkembangan teknologi begitu pesat, disertai oleh kemajuan di segala bidang, menjadikan problema-problema yang dihadapi masyarakat semakin kompleks. Seperti banyaknya persaingan (kompetisi) yang tidak sehat, perlombaan dalam hidup dan pertentangan, karena semakin banyaknya kebutuhan dan keinginan yang harus dipenuhi, sehingga semakin sukar orang mencapai ketenangan hidup. Perlu dimengerti juga bawa tidak serta merta bahwa kehilangan ketenangan hidup itu tidaklah tergantung kepada faktor-faktor dari luar. Seperti keadaan sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya, melainkan lebih tergantung kepada cara dan sikap diri dalam menghadapi faktor-faktor tersebut. Disinilah perlu diperkuat kondisi kesehatan mental, orang yang sehat mentalnya, meskipun menghadapi goncangan ekonomi yang tidak stabil, akan tetap tenang dan tidak lekas putus asa, pesimis atau apatis. Sebaliknya, bagi orang yang terganggu keadaan mentalnya, akan mempengaruhi keseluruhan hidupnya. Pengaruh itu meliputi perasaan, pikiran/kecerdasan, kelakuan dan kesehatan badan. 33 Pengaruh gangguan kesehatan mental terhadap perasaan meliputi rasa cemas (gelisah), iri hati, sedih, merasa rendah diri, pemarah, ragu (bimbang) dan sebagainya. Gangguan terhadap pikiran, seperti sering lupa, tidak mengkonsentrasikan pikiran tentang sesuatu yang penting, kemampuan berpikir menurun sehingga seolah-olah ia tidak lagi cerdas, pikirannya tidak dapat digunakan dan sebagainya.34 Sementara itu, gangguan terhadap kelakuan sangat beragam bentuknya. Seperti tindak kriminal, agresif (menyerang), destruktif (merusak), dan sebagainya. Bagi kalangan pemuda 33 34
Yusuf Burhanuddin, cit., hlm. 19-22. Ibid.
138
atau remaja, kelakuan-kelakuan yang demikian itu sering diistilahkan dengan kenakalan remaja atau juvenile delinquency. Mengenai penyebabnya, Soerjono Soekanto berpendapat: Keinginan-keinginan pribadi yang tidak terpenuhi mungkin akan menimbulkan keinginankeinginan untuk menyimpang dari norma-norma yang berlaku, oleh karena norma-norma tersebut kurang mampu untuk memberikan peluang-peluang bagi tercapainya keinginan-keinginan pribadi, maka kemungkinan akan menyebabkan tingkah-laku yang menyimpang atau yang dinamakan deviant behavior. 35 Adapun gangguan mental terhadap kesehatan badan (jasmani) sering disebut dengan psikosomatik, yaitu penyakit pada tubuh yang disebabkan oleh mental. Para ahli jiwa telah banyak meneliti gangguan-gangguan mental/jiwa, yang secara keseluruhan dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan. Pertama, mereka yang diserang oleh gangguan mental karena pembawaan, sehingga si penderita sangat menyulitkan, merugikan diri sendiri serta lingkungannya. Golongan ini sering dinamakan psikopat. Kedua, psikosa yaitu gangguan kejiwaan karena berbagai sebab, sehingga integrasi seseorang penderita rusak sama sekali. Akibatnya kepribadian seseorang menjadi terganggu dan selanjutnya tidak mampu menyesuaikan diri dan memahami problem. Di antara sebabnya, karena keracunan akibat minuman keras, obatobat atau narkotika, akibat penyakit yang kotor (sipilis, gonorhoe), dan lain-lain, sehingga terjadi kerusakan pada anggota tubuh, seperti otak, sentral syaraf atau kehilangan kemampuan berbagai kelenjar, syaraf-syaraf tugasnya.
atau
anggota
fisik
lainnya
untuk
menjalankan
36
Golongan ketiga, psikoneurosa), atau perpecahan pribadi (selfdevision). Ini disebabkan oleh karena alam sadar (Ego) menggantungkan nasibnya pada alam moral (Superego), sedang alam bawah sadar (ID) 35
M. Solihin, op .cit., hlm.63. Dadang Hawari, Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi, (Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001), hlm. 134. 36
139
berusaha minta pemuasan. Keadaan yang demikian itu yang menjadikan adanya konflik. Konflik bila tidak segera diatasi akan menjadi krisis psikis, sehingga pribadi seseorang terbawa ke alam neurosa. Zakiah Darajat membedakan antara neurosa dengan psikosa. Orang yang kena neurosa, masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, sebaliknya yang kena psychose tidak. Di samping itu orang yang kena neurosa kepribadiannya tidak jauh dari realitas, dan masih hidup dalam alam kenyataan pada umumnya. Sedangkan bagi orang yang kena psychose, kepribadiannya dari segala segi (tanggapan, perasaan/emosi dan dorongan-dorongannya) sangat terganggu, tidak ada integritas dan ia hidup jauh dari alam kenyataan. Mengobati penyakit yang disebabkan karena gangguan mental, para ahli biasanya menggunakan teknik-teknik tertentu untuk mencari sebab-sebab timbulnya
gangguan
tersebut.
Misalnya,
teknik
hipnotis,
sugesti
psikoanalisa, dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menggunakan cara self sugesti, tanpa bantuan orang lain. Tidak ada insan yang kalis dari cobaan hidup. Setiap manusia pasti pernah dan akan selalu mengalami kesulitan-kesulitan hidup, ketakutanketakutan dan ketegangan-ketegangan. Takut akan hal-hal yang diduga bisa mengancam eksistensinya, dan takut akan kejadian-kejadian baru yang akan atau belum dialaminya. Takut pada hal-hal yang belum pasti. Karenanya, unsur ketakutan dan ketegangan itu menjadi fungsi psikis yang esensial dalam kehidupan manusia, seperti halnya lapar dan dahaga. Akan tetapi hal ini kalau terus berlarut-larut terpendam dan terpelihara dalam diri bisa berakibat buruk pada kondisi psikologis (mental) yang dapat berpengaruh pada kondisi tubuh secara menyeluruh, baik fisik maupun psikis. Jika kita mengalami ketegangan-ketegangan dan ketakutan-ketakutan yang tidak menyenangkan, janganlah khawatir. Akan tetapi harus mulai waspada, jika gelora-gelora emosi menjadi meluap-luap, sering timbul, dan berulang kali berlangsung secara kronis, sehingga dapat menyebabkan timbulnya ketidakimbangan dan kegoncangan-kegoncangan hebat dalam kepribadian. Lebih-lebih kalau gangguan itu tidak mau lenyap dari hati, dan
140
tidak mau lenyap dalam tempo yang lama. Karena ketakutan-ketakutan yang terus diciptakan akan menambah buruk suasana kondisi psikis. Yang diperlukan adalah ketenangan dan kewaspadaan serta mencari faktor pencetusnya dan dengan segera menyelesaikan konflik tersebut apalah telah diketahui faktor pencetusnya, inilah yang dinamakan orang yang memiliki jiwa atau mental yang sehat. Jika seseorang mendapatkan keruwetan-keruwetan batin, mengalami maladjustment, konflik-konflik dalam diri sendiri yang serius, atau mengidap bentuk kekalutan mental lainnya, atau kurang sehat mentalnya, upaya apa yang harus dilakukan untuk mengatasi problem tersebut. Dalam hal ini ada beberapa teknik treatment yang bisa dilakukan oleh individu untuk menanggulangi ataupun mencegah agar tidak mengalami gangguan mental/ jiwa tersebut. Ada beberapa treatment yang dapat dilakukan atau diterapkan oleh individu untuk mencegah ataupun mengurangi timbulnya gangguan mental. Adapun teknik atau treatment tersebut adalah: a) Berusaha Memahami diri Sendiri Perlu dimengerti bahwa setiap pribadi itu merupakan satu totalitas kepribadian yang rumit dan kompleks (unities multiplex) dengan ciricirinya yang khas. Masing-masing mempunyai cara dan respons yang khusus dalam menanggapi kesulitan hidupnya. Karena itu selidikilah pribadi itu, yakni bagaimana kepribadian yang dimilikinya. Apakah tergolong pada tipe genius yang unik, biasa, atau kepribadian yang rentan down terhadap setiap jenis problem atau konflik. Berusaha mengenai kepribadian atau diri sendiri adalah penting, karena dengan mengenal “siapa saya”, akan dengan mudah mengatasi setiap persoalan yang menimpa, karena sudah mengenal tipe, watak dan kepribadian yang kita miliki. Dan orang yang tahu siapa dirinya itulah orang yang memiliki kecerdasan dan metal yang sehat.
141
b) Mencari Sebab-Sebab Timbulnya Konflik (Faktor Pencetus) Sadarilah dengan segera setiap persoalan yang dihadapi, lalu cari lah penyebab dari setiap pemicu yang dirasa dapat mengganggu kesehatan mental. Setelah mengetahui faktor pencetusnya dengan segeralah mengambil tindakan untuk ,menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut yang dapat mengganggu kondisi mental. Hal yang paling efektif untuk menjaga kesehatan mental yaitu janganlah terlalu berat menanggapi satu persoalan atau satu problematika hidup yang tidak menguntungkan. Hindarilah konflik-konflik dan krisiskrisis yang tidak perlu, lalu belajar menghadapi setiap situasi dengan kepala dingin, serta penuh kepercayaan diri. Dan yakinlah bahwa hikmah dibalik peristiwa. Dan janganlah menganggap sesuatu hambatan sebagai satu kegagalan, tetapi setiap peristiwa, konflik, problem yang menimpa, jadikanlah pelajaran dan ambil hikmahnya serta selalu bangkit dan tanamam kan dalam diri bahwa hidup dan diri kita adalah segala-galanya. c) Menggunakan Mekanisme Penyelesaian yang Positif Jika
mengalami
kekalutan
mental,
usahakanlah
dapat
menyelesaikan konflik-konflik batin dengan menggunakan mekanisme pemecahan (solving mechanism) yang positif, diantaranya dengan, resignasi, bekerja lebih giat, dan berusaha lebih tekun, dan mau bersikap dewasa dan digunakan pula cara sublimasi dan yang terpenting adalah berfikir dan bersikap serta bertindak secara rasional. Adapun mekanisme penyelesaian yang positif bisa dilakukan adalah sebagai berikut: -
Melakukan substitusi: yaitu mengubah rasa-rasa yang negatif dalam bentuk
tingkah
laku
yang
positif-kreatif
dan
aktif.
Bisa
menyenangkan orang lain, dan bisa memuaskan diri sendiri dengan jalan yang wajar. -
Melakukan sublimasi: yaitu mengubah rasa-rasa egosentrisme, egoisme, serta dorongan-dorongan yang rendah lainnya ke dalam
142
bentuk tingkah laku yang lebih terpuji dan lebih mulia, serta sesuai dengan harkat manusia berbudaya. -
Resignation atau resignasi ialah tawakal dan pasrah kepada Ilahi, "narima", bisa menerima segala keadaan dan kesulitan dengan tenang dan batin yang sehat serta berpikir positif terhadap cobaan (problem) yang dihadapi.
-
Besinnung ialah berfikir secara mendalam dan mawas diri, dengan jalan mengadakan distansi terhadap segenap realitas yang tengah dihadapi. Sehingga mampu mengorganisir aktivitas sendiri, yakni mencari kemungkinan-kemungkinan serta perspektif-perspektif hidup baru, dan bisa keluar dari impasse (jalan buntu).
-
Melakukan kompensasi: kegagalan, dan kekalahan dalam salah satu bidang supaya diimbangi dengan usaha untuk mencapai sukses dalam bidang lain, dengan jalan berusaha lebih giat lagi.
d) Menanamkan Ni Lai-Ni Lai Spiritual dan Ni Lai-Ni Lai Kepercayaan Terhadap Tuhan Nilai-nilai spiritual dan renungan-renungan tentang Hakekat-Abadi atau Ilahi (hidup beragama) itu bisa memberikan kekuatan dan stabilitas bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai metafisik ini memberikan kemampuan/daya tahan dan tambahan energi untuk berjuang. Sebab semua nilai religius, spiritual dan transendental yang tersembunyi di balik atau jauh di belakang nilai-nilai materiil dan bersifat indrawi itu, pada hakekatnya selalu mengandung unsur kebenaran serta keabadian sepanjang masa, dan memberikan kebahagiaan sejati kepada segenap ummat manusia. Barang siapa bisa menangkap arti serta nilai-nilai abadi tersebut, akan dapat menemukan kebahagiaan dan ketenangan sejati. Imannya akan teguh dan kokoh dalam menghadapi segala cobaan hidup serta macammacam kesulitan, karena ia bersikap pasrah menerima segala ujian hidup, dan penuh keyakinan pada kekuasaan Tuhaan. Kehidupan yang diimbangi dengan kepercayaan terhadap Tuhan, seseorang akan
143
memperoleh keamanan (security) batin, sehingga tercipta menciptakan sasana yang sehat lahir dan batin. Disamping metode tersebut di atas, perlu juga dilakukan oleh seseorang agar kondisi mentalnya selalu sehat. Adapun metodenya adalah sebagai berikut. a) Mengeluarkan dan Membicarakan Kesulitan Jika ada satu masalah yang mengganggu batin, janganlah disimpan dan disembunyikan. Uraikan kesulitan tersebut pada seorang yang anda percayai misalnya pada suami/isteri, orang tua, dokter, teman (sahabat, pacar, atau siapaja), guru, dan seterusnya. Dengan jalan mengeluarkan ganjalan hati itu akan ringanlah beban batin, serta dapat membantu diri melihat persoalan dari segi yang lebih terang dan lebih obyektif. Dengan demikian orang lain itu bisa ikut terlibat membantu menyelesaikan masalah dengan saran-sarannya dan ikut memecahkan kesukaran tadi. b) Menghindari Kesulitan Untuk Sementara Waktu Terutama jika anda menghadapi satu masalah yang berat dan sulit pelik, hindari atau tinggalkan untuk sementara waktu masalah tersebut. Misalnya dengan jalan membaca buku, melihat bioskop atau pertandingan, main sport, rekreasi atau bepergian pendek (berekreasi), tanpa memikirkan kepelikan telah menimpa. Jika tetap bersitegang hati hendak mengurus kesukaran-kesukaran dengan rasa yang gelap (buntek), maka hal ini malah akan memperkeruh suasana persoalan yang sedang dihadapi. Dan tidak akan mampu menemukan jalan keluar yang baik. Dengan mengalihkan persoalan tersebut yakni diantaranya melakukan rekreasi atau mencari hiburan, ketika kembali pada persoalan yakni pada kesulitan-kesulitan, disaat menghadapi persoalan tersebut bisa menghadapi persoalan tersebut dengan suasana yang lebih tenang, dan dalam kondisi yang lebih baik secara emosional dan secara intelektual.
144
c) Menyalurkan Kemarahan dan Sakit Hati Kemarahan dan sakit hati adalah sebagai pola tingkah laku (pattern of behaviour) sering membuat anda jadi menyesal; dan membuat diri anda jadi ketolol-tololan. Jika anda berhasrat menggempur seseorang dengan satu ledakan serangan kemarahan, cobalah menunda terjadinya ledakan tadi sampai esok hari. Disamping itu sibukkanlah diri sendiri; misalnya dengan berkebun, berburu, main sport, atau berjalan jalan melihat keindahan alam, dan lain-lain. Dengan menghapus kemarahan dan sakit hati yang sudah hampir meletus, pastilah anda akan lebih mampu dan lebih siap menghadapi segala kesulitan secara intelegen dan rasional. Sebab kemarahan-kemarahan hebat dan sakit hati yang berlangsung lama, berulang-ulang kembali dan kronis sifatnya itu dapat menyebabkan timbulnya tekanan darah tinggi/hypertension dan gejala-gejala neurosa yang gawat. d) Bersedia Menjadi Pengalah yang Baik Jika anda sering bertengkar dengan orang lain, selalu keras kepala atau mau menang sendiri, dan selalu mau menentang, ingatlah bahwa tingkah laku tersebut adalah kekanak-kanakan Berpeganglah teguh pada pendirian sendiri, jika sekiranya anda yakin berdiri di pihak yang benar akan tetapi berlakulah selalu. Tenang dan bersedia mengaku salah, jika pendirian anda ternyata kemudian memang salah. Sungguhpun anda benar-benar ada di pihak yang benar, adalah lebih mudah bagi anda sekiranya anda kadangkala bersedia mengalah. Jika anda ikhlas berbuat sedemikian ini, maka anda akan mengalami bahwa lawan juga akan bersedia mengalah pada saat lain. Hasilnya ialah: Akan terbebas dari tekanan-tekanan batin clan konflikkonflik, akan menemukan cara penyelesaian internal dan eksternal yang praktis, juga akan mendapatkan kepuasan, dan dapat mencapai status kematangan pribadi.
145
e) Berbuat Suatu Kebaikan Untuk Orang Lain; Dan Memupuk Sosialitas (Kesosialan) Jika anda terlalu sibuk dengan diri sendiri atau terlalu terlibat dalam kesulitan-kesulitan sendiri, cobalah berbuat sesuatu demi kebaikan dan kebahagiaan orang lain. Hal ini akan menumbuhkan rasa harga-diri, rasa berpartisipasi di dalam masyarakat, dan bisa memberikan arti atau satu nilai hidup dan juga dapat memberikan rasa kepuasan dan keindahan, karena diri merasa berguna. Perbuatan tadi akan membawa kepada penelitian diri sendiri, distansi diri, dan introspeksi. Dan bisa lebih cepat keluar dari gangguan batin, egosentrisme, serta ketegangan-ketegangan. Semua itu akan dapat menumbuhkan rasa kehangatan, rasa simpati dan rasa kasih sayang pada sesama manusia, dan akan memupuk kesehatan jiwa maupun raga. f) Menyelesaikan Satu Tugas dalam Satu Saat Bagi orang yang selalu menanggung banyak kecemasan, dan dalam keadaan stress, suatu tugas yang ringan dan biasa pun akan merasa merupakan beban yang berat baginya. Jika terjadi sedemikian, pilihlah satu tugas atau pekerjaan yang harus diselesaikan paling dahulu dengan mengesampingkan hal-hal lain atau tugas-tugas lain. Jika anda dapat menyelesaikan kesukaran yang pertama, maka kesulitan-kesulitan yang lain dengan mudah akan dapat mudah diatasinya. Jika merasa tidak mampu memecahkan satu persoalan, maka bertanyalah pada diri sendiri, apakah tidak terlalu ambisius, tidak menganggap harga diri sendiri terlalu tinggi dan terlampau penting,
sehingga
melebih-lebihkan
kemampuan
sendiri
(overestimate). Dan apakah diri tidak terlalu banyak menuntut pada hal-hal yang sulit dicapai? g) Jangan Menganggap Diri Terlampau Super Ada orang yang merasa takut memutuskan sesuatu, karena ia merasa tidak dapat mencapainya sesuai dengan apa yang dicita-
146
citakan, sebab tidak sesuai dengan standard normatif yang dipeluknya. Biasanya ia menginginkan kesempurnaan (perfection) di dalam segala hal. Maka kecenderungan-kecenderungan semacam ini merupakan pangkal permulaan dari kegagalan-kegagalan. Tentukan secara tegas apa yang hendak anda capai. Lalu konsentrasikan segenap tenaga serta fikiran guna mencapainya, yaitu suatu obyek yang diperkirakan akan memberikan kepuasan paling banyak pada diri. Curahkan segenap kemampuan anda dalam usaha ini tapi hendaknya jangan membebani diri sendiri dengan satu tugas dan cita-cita yang sekiranya tidak akan sanggup capainya. Dan janganlah terlalu percaya, optimis bahwa bisa menyelesaikan dan mencapai satu kesempurnaan. Sebab kesempurnaan yang sejati itu hanya ada pada Tuhan. h) Mau Menerima Segala Kritik Dengan Lapang Dada (Terbuka) Ada orang-orang yang terlalu banyak mengharap dari orang lain. Dia akan merasa sangat kecewa, juga merasa tidak enak hati, dan mengalami frustrasi jika ada orang lain yang tidak bisa memuaskan dirinya, terlebih lagi jika orang lain itu tidak sesuai dengan norma atau standard ukuran sendiri dan kemauannya. Maka ingatlah bahwa hidup individu dan kehidupan bersama demi ketenteraman, dan kebahagiaan insani. Kooperasi merupakan unsur mutlak yang harus ada dalam kehidupan bersama, kalau manusia masih mau mempertahankan hidupnya dan ingin tenteram batinnya. Terbuka terhadap kritik yang dilontarkan orang lain dan mau menerima dengan lapang dada, serta mau menjadikan kritikan tersebut sebagai koreksi diri sendiri, dengan demikian rasa angkuh dan kesombongan akan lenyap, yang muncul adalah rasa kedamaian dan ketenteraman batin. Dan tanamkan dalam diri bahwa kritikan orang lain adalah sebagai bentuk perhatian akan eksistensi kita, bahwa orang lain, masyarakat, atau lingkungan sekitar masih memperhatikan, dan dengan demikian akan ditemukan kesadaran
147
bahwa diri kita masih diharapkan dan sangat berarti bagi lingkungan dimana kita tinggal. i) Menjadikan Diri Sendiri Menjadi Bermakna Banyak dari seseorang merasa dirinya ditinggalkan, dilupakan, diremehkan dan disia-siakan oleh orang lain. Seringkali baik sadar maupun secara tidak sadar siapapun akan merasakan peristiwa sedemikian ini. Maka dari pada mengkerut takut, sedih hati dan kecil hati, serta mengundurkan diri, akan lebih sehat jika mau berlaku praktis dan aktif. Yaitu dengan jalan; mengambil inisiatif, mengajukan usul-usul konkrit, dan berbuat yang positif, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Sebagaimana yang dikemukan oleh Maslow bahwa aktualisasi diri adalah merupakan kebutuhan pokok yang harus dicapainya. Tanpa menjadikan diri sendiri menjadi manusia yang bermakna mustahil aktualisasi diri dapat terwujud. Dengan demikian menjadikan diri menjadi bermakna yaitu salah satunya dengan melakukan hal-hal yang positif, dan memandang bahwa pentingnya kehidupan ini. Dengan berpikiran demikian maka perasaan dan pikiran negatif pada diri sendiri dengan sendirinya akan sirna, dan menjadikan mental menjadi sehat. Pada umumnya kesukaran-kesukaran emosional dan konflik-konflik itu timbul disebabkan oleh soal-soal praktis dan kecil-kecil yang terjadi seharihari. Misalnya terlibat dalam kesulitan keuangan, kerumitan pekerjaan kantor, kenakalan- kenakalan anak bagi orang tua, gangguan-gangguan dalam perkawinan, kesulitan-kesulitan dalam percintaan, dan seterusnya. kebiasaan dan sikap hidup seseorang yang sifatnya sangat agresif dan terlalu ambisius, juga sering menyebabkan timbulnya berbagai konflik batin, yang bisa merusak sistem syaraf dan sistem organik lainnya, pada ujungnya menimbulkan kelainan-kelainan mental bahkan sampai timbul kegilaan (schizophrenia).
148
Jadi, baik faktor-faktor luar/ekstern maupun faktor-faktor intra yang ada pada diri sendiri itu sering menyebabkan timbulnya konflik-konflik dan ketegangan syaraf; dan membuat problem yang sudah ada menjadi semakin sukar. Maka dalam keadaan yang amat sulit-rumit ini kadang kala perlu mendapatkan pertolongan dari orang lain, dari pihak luar, berupa konsultasi atau bimbingan (guidance) untuk mendapatkan wawasan baru dan kecerahan hati. Pengejaran ketenangan batin, atau dengan istilah lebih populer, pengejaran kesehatan mental yang baik itu merupakan perjuangan manusia yang universal sifatnya, dan tidak akan pernah kunjung selesai (selesai berarti orangnya mati). Dan hanya sedikit saja jumlah orang di dunia ini yang dikaruniai Tuhan dengan kualitas-kualitas pribadi yang baik dan lingkungan sosial atau lingkungan ekstern yang menguntungkan, yang langsung bisa menjamin kebahagiaannya. Maka usaha untuk mencapai ketenangan batin, serta kebersihan jiwa atau mental dan kebahagiaan lahirbatin itu merupakan satu perjuangan tersendiri. Hal ini mengandung pengertian ada satu perjuangan untuk lebih mengerti diri sendiri dan lebih memahami orang lain serta situasi lingkungan sekitar. Juga berarti secara etis harus lebih bertanggung jawab, dan sanggup memecahkan kesulitan sendiri; di samping itu juga lebih berani menghadapi segala tantangan hidup. Jika sekiranya tidak mampu memecahkan kesulitan tersebut, cobalah minta bantuan kepada orang lain yang lebih kuat, lebih matang, dan lebih mengerti dari pada anda sendiri. Maka salah satu landasan asasi yang kokoh bagi kesehatan mental ialah: kepercayaan; yaitu memiliki kepercayaan pada kemampuan dan kesanggupan sendiri, dan menaruh kepercayaan pada orang lain, agar kita bisa tumbuh dan berkembang dengan lancar. Sebab kepercayaan pada kesanggupan diri sendiri dan kepercayaan pada orang lain itu menjadi landasan bagi sosialitas manusia untuk hidup bergotong-royong, dan bisa ikut memecahkan macam-macam kesulitan hidup secara kooperatif. Juga harus ada kepercayaan pada nilai-nilai spiritual, nilai-nilai moral, serta norma-
149
norma kemanusiaan yang luhur dan baik serta ditambah dengan kepercayaan pada hari depan sendiri, pada masa esok yang lebih baik dan lebih cerah, berkat ketekunan dan segala usaha. Kepercayaan semacam inilah yang bisa membuat, dan mampu melepaskan ketegangan dan tekanan-tekanan batin yang serius, sebab hal ini dapat merusak kepribadian dan mental. Tidak ketinggalan pula sebagai bentuk upaya pencengah terhadap gangguan mental yaitu dengan menyediakan tempat-tempat konsultasi dan menyediakan tempat bimbingan dan penyuluhan, dan rumah sakit jiwa, serta memperbanyak tenaga ahli dalam bidang kejiwaan (psikolog dan psikiter), dengan adanya sarana semacam ini ketika ada seseorang yang sedang mengalami kekalutan mental dan gangguan kejiwaan lain yang tidak dapat diselesaikan dengan sendiri, dengan segera ada tempat untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Dan juga sebagai upaya pencegahan terhadap gangguan mental dalam lingkungan psikologi mengembang sebuah terapi. Banyak model terapi yang dapat diterapkan sebagai perawatan dan penyembuhan problema psikis yang dialami manusia. Model-model terapi yang dimaksud di antaranya adalah sebagai berikut: a. Terapi client centered, yaitu menaruh kepercayaan dan meminta tanggung jawab yang lebih besar kepada klien dalam menanggulangi masalahmasalahnya. b. Terapi realitas, yaitu terapi jangka pendek yang berfokus pada saat sekarang, menekankan kekuatan pribadi clan pada dasarnya merupakan jalan agar para penderita dapat belajar bertingkah laku yang lebih realistik sehingga dapat mencapai keberhasilan.7 c. Terapi relaksasi, yaitu terapi yang bisa dijalankan oleh penderita dengan tujuan mengurangi ketegangan dan kepenatan, penderita dilatih untuk melakukan relaksasi. d. Terapi perilaku, yaitu terapi yang bermaksud agar penderita berubah, baik sikap maupun perilakunya terhadap obyek atau situasi yang menakutkan. Secara bertahap, klien dilatih dan dibimbing menghadapi berbagai objek atau situasi yang menimbulkan panik atau phobik. Pelatihan ini dilakukan
150
berulang ulang sampai pada akhirnya penderita dapat melakukannya tanpa bantuan dari orang lain. Sudah tentu, latihan perilaku ini didahului dengan pemberian psioterapi untuk memperkuat kepercayaan diri. e. Terapi keagamaan, yaitu terapi yang digunakan dengan pendekatan keagamaan. Terapi jenis ini diterapkan dengan menggunakan pendekatan ajaran-ajaran yang diajarkan oleh agama yang secara implisit mengandung terapi. Namun, terapi jenis ini rentan sekali terjadi perdebatan. Terapi ini biasanya dimaksudkan agar seseorang bebas dari rasa cemas, tegang, depresi. Dalam menanggulangi gangguan mental bisa juga menggunakan metode psikofarmaka, yakni mengatasi gangguan psikologis dengan menggunakan obat-obatan. Fungsinya yaitu untuk memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal pengantar saraf) di susunan saraf otak (limbic system). Sebagaimana diketahui sistem limbic tersebut merupkan bagian dalam otak yang mengatur fungsi alam pikiran. Perasaan dan perilaku, atau dengan kata lain mengatur fungsi psikis (kejiwaan/psikologis). Cara kerja psikofarmaka ialah dengan jalan memutuskan jaringan atau sirkuit psiko-neuro-imunologi, sehingga stressor-stressor yang dialami tidak lagi mempengaruhi fungsi kognitif, afektif, psikomotor dan organ-organ tubuh lainnya. Penggunaan psikofarmaka ini bisa dilakukan dengan mengikuti resep atau saran dari dokter ahli kejiwaan (psikiater).37 Dengan metode dan teknik-teknik serta sarana-saran di atas ialah sebagai bentuk upaya pencegahan terhadap terjadinya gangguan mental. Dengan menggunakan metode dan sarana tersebut gangguan mental dapat diobati dan dicegah dengan sedini mungkin.
37
Dadang Hawari, Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi, (Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001), hlm.130.
151
B. Deteksi Gangguan Mental dan Upaya Pencegahannya: Telaah PsikoSufistik (Tasawuf). Tasawuf sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk membantu membersihkan jiwa manusia dari penyakit jiwa yang dapat menghambat manusia untuk dekat dengan Tuhannya. Jiwa, hati, ruh, nafs (mental) merupakan perhatian pokok dalam tasawuf, supaya selalu dalam kondisi suci dan bersih, karena jiwa, hati dan nafs yang bersih (sehat) dengan sendirinya manusia akan memperoleh kesehatan baik fisik maupun mental, sehingga bisa membentuk manusia berkepribadian. Dan dapat pula menjadikan manusia yang bermakna dalam hidupnya, dan juga menjadikan manusia berguna baik dihadapan Tuhan maupun dihadapan manusia. Di hadapan Tuhan dapat menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya, sedangkan dihadapan manusia mampu bersosialisasi dan bermasyarakat dengan baik, serta dihargai keberadaannya. Dalam diri manusia terdapat dua dimensi yang bisa memberikan kehidupan dan kebermaknaan atas diri manusia tersebut. Kedua dimensi tersebut ialah dimensi jasmani dan dimensi ruhani. Maka dari itu kita mempunyai kewajiban untuk menjaga kedua dimensi tersebut, agar jangan sampai rusak (sakit), supaya kita masih bisa dianggap sebagai manusia yang sempurna (normal). Seperti halnya fisik (tubuh) menjaga dan membersihkan atau mensucikan adalah suatu kewajiban bagi manusia. Begitu juga terhadap mental (jiwa), kita juga mempunyai kewajiban untuk menjaga dan membersihkan atau mensucikannya. Karena ketidaksucian bisa menimbulkan suatu penyakit baik penyakit jasmani (fisiologis) maupun penyakit psikis (jiwa, mental maupun psikologis). Sebagai contohnya hati dan pikiran-pikiran yang kotor (tidak sehat) dapat mengakibatkan pada kondisi jasmani maupun pada kondisi kejiwaan terganggu, pada akhirnya dapat menimbulkan kelainankelainan pada kepribadian kita.38
38
Hazrat Inayat Khan, Dimensi Spiritual Psikologi, terj, Andi Haryadi, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000), hlm. 128-130.
152
Persoalan gangguan mental merupakan persoalan yang sangat pelik dan komplek, karena faktor yang mempengaruhinya sangatlah bervariatif. Walaupun demikian tasawuf
(psiko-sufistik) memiliki pandangan sendiri
terhadap persoalan gangguan mental ataupun gangguan jiwa secara umum. Dalam tasawuf persoalan mental dalam pandangannya tidak bisa lepas dengan masalah spiritual, yakni yang mengandung makna semangat yang tumbuh dari individu, sehingga dapat diketahui potensi yang ada dalam dirinya. Dalam kacamata tasawuf masalah mental dan spiritual tercakup dalam jiwa gambaran segala, sifat, watak atau karakter, pembawaan, dan perilaku semuanya ada pada jiwa. Dan para sufi berkeyakinan bahwa apa yang terjadi dalam diri individu disamping dikarenakan oleh individu itu sendiri, juga karena kehendak Tuhan. Sebagaimana sakit jiwa atau sakit mental dan penyakit fisik, semua itu merupakan kehendak dari Tuhan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Insan ayat. 30, yang artinya; “tidak kamu menghendaki, kecuali Allah yang menghendaki”, juga dalam Surat Al-Hadid, 22, “tidak ada bencana yang menimpa bumi dan diri kamu, kecuali telah (ditentukan) di dalam buku sebelum kami wujudkan”. Hal ini sebagaimana yang dipercaya oleh kaum Jabariyah.39 Dalam pandangan psiko-sufistik (tasawuf) bahwa gangguan mental merupakan penyakit yang datang secara langsung dari Tuhan, yang mana faktor penyebabnya dari individu itu sendiri, yang diakibatkan oleh kondisi jiwa (ruhani) dan hati yang kotor, sehingga Tuhan menambah penyakit yang ada dalam diri mereka. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah dalam surat, Al-Baqarah ayat. 10.
ﻮ ﹶﻥﻳ ﹾﻜ ِﺬﺑ ﻮﺍﺎ ﻛﹶﺎﻧﻢ ِﺑﻤ ﺏ ﹶﺃﻟِﻴ ﻋﺬﹶﺍ ﻢﻭﹶﻟﻬ ﺿﹰﺎﻣﺮ ﻪ ﺍﻟﻠﹼﻢﺩﻫ ﺍﺽ ﹶﻓﺰ ﺮ ﻣ ﻓِﻲ ﹸﻗﻠﹸﻮِﺑﻬِﻢ “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta”. (QS: AlBaqarah: 10).40
39
Harun Nasution, Teologi Islam, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 37 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Penyelenggara Penterjemah,/ Penafsir, 1996, hlm. 10. 40
(Jakarta:
Yayasan
153
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa kondisi jiwa dan hati yang kotor atau buruk akan memicu terjadinya gangguan jiwa (mental) yang lebih parah. Dan tuhan membara hukuman pada orang yang sakit jiwanya akibat tidak taat kepadanya dengan hukuman yang pedih. Seperti sakit jiwa (mental),ini merupakan hukuman secara langsung dari tuhan yang sangat pedih, karena orang yang sakit jiwa (gila) atau mental hidupnya sudah tidak berarti, baik dihadapan Tuhan maupun dihadapan manusia, dan dalam masyarakat keberadaannya menjadi manusia cacat peran dan keberadaannya sulit diterima. Maka dari itu memelihara jiwa, hati dan ruhani adalah kewajiban yang utama, karena jiwa, hati, dan ruhani merupakan cerminan dari perilaku kita. Apa bila kondisi ruhani (jiwa) buruk, maka tidak menutup kemungkinan mentalnya akan menjadi buruk pula, dan dapat berpengaruh pada perilaku dan kepribadian. Disinilah ruhani (jiwa) yang paling diperhatikan dalam tasawuf yang harus senantiasa dipelihara dan dijaganya. Dalam pandangan tasawuf ruhani manusia itu mencakup unsur-unsur, roh, akal, nafs, dan qalb, maka dari itu tasawuf memandang bahwa gangguan mental maupun kesehatan mental itu mencakup totalitas rohani yang mencakup unsur-unsur tersebut. Secara sederhana dapat dipahami bahwa gangguan mental yang terjadi pada diri manusia itu akibat tidak harmonisnya atau tidak beresnya pada unsur jiwa tersebut, karena mentalitas manusia sebagian besar terbentuk dan dipengaruhi oleh unsur-unsur dalam jiwa. Dengan demikian kehidupan manusia dalam pandangan tasawuf itu ditentukan oleh ruh apabila ruh itu hilang maka yang terjadi adalah kematian jasmani (fisik). Seseorang tidak hanya cukup mengandalkan ruh dan jasmani saja, seseorang bisa dianggap menjadi manusia, akan tetapi manusia juga perlu pelengkap yang bisa membentuk manusia yang sebenarnya. Karena manusia yang hanya diberi ruh dan jasmani saja, itu tidak ada bedanya dengan mahkluk yang lain. Adapun pelengkap tersebut yaitu, akal, nafs, dan hati (qalb). Dan yang membentuk kepribadian dan mentalitas seseorang baik atau jelek tak lain adalah ketiga komponen jiwa tersebut.
154
Dikarenakan dalam diri manusia itu terdapat beberapa dimensi yaitu roh (nyawa), akal, qalb (hati) nafs (nafsu). Keempat istilah ini tidak asing lagi dalam kajian dalam tasawuf, karena kajian tasawuf tak jauh dari pengetahuan tersebut, karena dimensi kejiwaan yang ada dalam diri manusia tersebut lah yang dibenahi atau diupayakannya karena dimensi tersebut yang menentukan kondisi kemanusiaan secara utuh.41 Dimensi-dimensi tersebut merupakan potensi batin (inner potential) yang harus dijaga dan dikembangkan. Setelah kita tahu dimensi yang ada dalam diri manusia tersebut perlu juga diketahui status dan pengertian masing-masing dimensi tersebut. Pertama, Ruh (nyawa) adalah tubuh halus (jisim-lathif).42 Yang berada dalam seluruh komponen jasmani manusia, dan roh berfungsi sebagai penghidupan komponen tersebut. Dalam kaca mata sufi roh merupakan motor penggerak dalam pendekatan diri kepada Tuhan, dan roh adalah penggerak tingkah laku manusia ke arah kebaikan pada umumnya. Kedua nafs, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an nafs, yaitu kondisi jiwa manusia mengandung dorongan kekuatan atas amarah atau disebut juga hawa nafsu. Nafs sering konotasiksn dengan jiwa, watak manusia, atau AKU sebagai persona.43 Para sufi membagi nafs atas tiga peringkat. Pertama Al-Nafs Al-Imarah bi Al-Su adalah nafsu yang memerintah atau mengajak kepada kejahatan. Yang kedua, al-nafs al-lawwâmah (nafsu yang menyesali). Karena setiap kali kita melakukan dosa ada rasa penyesalan atas perbuatan dosa. Yang ketiga al-Nafs al-Muthma’innah. Ketika nafsu itu telah dapat ditundukkan sepenuhnya, maka ia akan membawa ketenteraman bagi kehidupan.44 Kedua Aql (akal) merupakan entitas jiwa manusia yang paling utama karena akal tersebutlah yang membedakan manusia dengan makhluk lain, karena dengan potensi akal tersebut, seseorang mampu berpikir untuk
41
Yunasril Ali, M.A, Jalan Kearifan Sufi, (Jakarta, PT. Serambi Ilmu Semesta, 2002), hlm.
77. 42
Al-Ghazali, op.cit., hlm 321. Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 93-94. 44 Yusril Ali, MA., op.cit., hlm. 85 43
155
mengarahkan diri pada tingkah laku yang benar. Secara umum akal dipahami sebagai potensi yang disiapkan untuk menerima ilmu pengetahuan. Dalam psikologi modern akal dipahami sebagai kecakapan memecahkan masalah (problem solving capacity). Dalam Al-Qur’an kalimat aql disebut dalam 49 ayat. Menurut lisan al-‘Arab, al-Aql mengandung arti juga al-Khijr yang artinya menahan, yakni yang dimaksud dengan orang yang berakal adalah , orang yang menahan diri dan mengekang hawa nafsu, id, ego, pada hal-hal yang buruk (al-Aql ah-nahiyah),45 juga mengandung makna ûlû âl ‘ilm (orang yang ber ilmu), ûlû al-albâb (orang yang mempunyai saripati ilmu), ûlû alabshâr (orang yang mempunyai pandangan tajam) dan dzi hijr (orang yang mempunyai daya tahan46. meskipun banyak sekali istilah dalam al-Qur’an yang berhubungan dengan aktivitas akal , tetapi kata âqala mengandung arti yang pasti yaitu, mengerti, memahami dan berfikir. Hanya saja al-Qur’an tidak menjelaskan secara rinci bagaimana proses berfikir dan memahami sebagaimana dalam ilmu psikologi, yang diantaranya membahas sistem komunikasi intrapersonal, yakni proses bagaimana manusia menangkap stimuli hingga mengambil keputusan, satu proses yang melibatkan sensasi, persepsi, memori dan berpikir. Ketiga qalb (hati) fisik qalb adalah daging sanubari (al-lahm assanubari), yakni daging khusus yang berbentuk seperti jantung pisang yang terletak di rongga dada sebelah kiri yang berisi darah hitam kental.47. Hati dalam konteks fisik ini tidak jauh beda dengan hati yang ada pada makhluk lain48 Sementara itu pengertian qalb dalam pandangan sufi, ia menyebutnya “lathifah rabbaniyyah ruhaniyyah”, sesuatu yang halus yang memiliki sifat ketuhanan dan keruhaniahan.49 Dan hati adalah sebagai tumpuan dan tempat penilaian Tuhan atas perbuatan yang dilakukan manusia. Tuhan hanya 45
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Paramadina, 2000), 119. Lihat. QS: al-Baqarah/2: 269, QS: Ali Imran/ 3: 7, QS: al Rad/ 13: 19, QS: Ibrahim/ 14: 52 dan QS: Al Zumar/39: 9. 47 M. Solihin, Tasawuf Tematik; Membela Tema-tema Penting tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), hlm. 127 48 AlGhazali, Rahasia Keajaiban Hati, Al-Ikhlas, Surabaya, 1999, hlm. 12. 49 Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin (Mengembangkan Ilmu-ilmu Agama), terj, Ismal Yakub MA, SH., Pustaka Nasional Pte led, Singapre, 1988, hlm. 898. 46
156
memperhatikan hati, karena hati itulah yang menjadi hakekat manusia. Qalb memiliki karakter yang tidak konsisten, oleh karena itu ia mudah terkena konflik batin, sehingga tingkah laku yang negatif pada diri seseorang akibat dari hati yang busuk. Dengan demikian potensi hati yang dimiliki oleh seseorang itu tidak sama, yakni sejauh mana seseorang itu mengatur dan mengendalikan hatinya, melalui bantuan rasio (akal).50 Secara nafsiologis qalb dapat diartikan sebagai radar kehidupan. Pengertian lain qalb adalah reservoir energi nafsiah yang menggerakkan ego dan fuad. Dalam konteks ini teori freud tentang id itu mirip dengan karakter hati yang tidak berisi keimanan, yakni qalb yang selalu menuntut kepuasan, dan menganut prinsip kesenangan (pleasure principle), dimana ia menghendaki gar segala sesuatu segera dipenuhi. Sehingga unsur kebahagiaan dan kepuasan tidak pernah terpenuhi, dan inilah yang dapat merusak mental.51 Karakter, watak, kepribadian dan mentalitas yang ada dalam diri seseorang itu berbeda karena dari kondisi qalb itulah yang mempengaruhi atau yang menggerakkannya. Menurut Imam Al-Ghazali, ada tiga karakter yang dimiliki qalb. Pertama hati yang shahih (sehat) bisa menjadikan manusia selalu (salim) selamat. Karena hati yang sehat tersebut manusia dapat memiliki hal-hal kebaikan, mempunyai iman yang kokoh, tidak hidup serakah, memiliki kedamaian dan ketenteraman, khusus’ dalam ibadah, banyak melakukan dzikir, jika melakukan kesalahan dapat segera sadar, dan di dalam diri selalu diliputi oleh perbuatan yang baik. Kedua, hati yang mayyit (mati), hati ini kaku keras, yang membawa pada sifat-sifat yang jelek, sehingga banyak melakukan dosa, dalam dirinya. Selalu mengingkari nikmat Allah, iman yang mendorong untuk kebaikan itu tipis dan terkadang imannya kosong, selalu dikuasai hawa nafsu, berburuk sangka, tingkah lakunya selalu menyimpang dari norma-norma agama, egois, keras kepala, selalu ingin menang, dari perbuatan dosa-dosa yang dilakukan, maka akan jauh dari 50 51
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur’an, op. cit., hlm. 110-115. Jalaluddin, Psikologi Agama, op. it.,, hlm.163.
157
Allah, isi dari hati semacam ini pada intinya yaitu cenderung perbuatan atau hal-hal yang buruk, dan Ketiga hati yang maridl (sakit), dalam hati ini ada campuran antara sehat dan mati, yang di dalamnya ada iman, ada ibadah, ada pahala, tetapi ada kemaksiatan dan perbuatan dosa kecil atau besar seperti, hatinya yang tidak tenang (gelisah) suka marah, tidak pernah punya rasa puas, susah menghargai orang lain, penderitaan lahir batin, tidak bahagia.52 Toto Tasmara menyebutkan, bahwa qalb memiliki beberapa karakter serta memiliki fungsi. Masing-masing adalah sebagai berikut: 2.
Fuad, merupakan potensi kalbu yang berkaitan dengan indrawi, mengolah informasi yang sering muncul dan dilambangkan dalam otak manusia. Fuad memiliki tanggung jawab intelektual yang jujur kepada apa yang dilihatnya. Karakter yang dimiliki, cenderung dan selalu merujuk pada obyektivitas, kejujuran, dan jauh ari sikap kebohongan. Sebagaimana dalam firman tuhan dalam surat al-Isra: 36, yang artinya” hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya”. Fuada yang jujur dan obyektif akan selalu haus dengan kebenaran dan bertindak di atas rujukan yang benar.
3.
Shadr merupakan potensi qolbu yang berperan untuk merasakan dan menghayati atau mempunyai fungsi emosi, (marah, benci, cinta, simpati, empati dan laian-lain). Shadar adalah dinding hati yang menerima limpahan cahaya keindahan, sehingga mampu menerjemahkan dan memecahkan segala sesuatu serumit pun menjadi mudah dan indah.
4.
Hawaa merupakan potensi qalbu yang menggerakkan kemauan. Di dalamnya ada ambisi, kekuasaan, kekayaan dan lain sebagainya. Karakter yang dimiliki hawa itu bersifat mengejar kesenangan dunia, sehingga banyak orang yang tergelincir pada kesesatan, kebingungan, kebimbangan, kemungkaran dan tergelincir pada kehinaan, karena dalam diri manusia lebih banyak didominasi atau lebih condong pada karakter ini.53 Apabila dibandingkan dengan teorinya Freud hawaa yaitu sama dengan Id, yang 52
M. Amin Syukur, MA., dan. Fatimah Usman, Msi, Insan Kamil Kontemporer (Paket Pelatihan Seni Menata Hati (SMHI)), CV. Bima Sejati, Semarang, 2004, hlm. 14. 53 Toto Tasmara, op. cit., hlm. 93-94.
158
selalu menginginkan kepuasan dan sifatnya mengejar kesenangan, kenikmatan
(pleasure
principle).
Sebagaimana
firman
Allah
“sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun dan Maha Penyayang” (QS: Yusuf: 53). Disinilah pangkal terjadinya gangguan mental. Ketiga potensi qalbu tersebut di atas, berada dalam bilik-bilik qalbu, yang memiliki tugas dan peran sesuai dengan perannya masing-masing. Dalam hubungannya dengan dunia luar, atau ketika menerima rangsangan dari luar, ketiga potensi tersebut akan memberikan respon dalam bentuk perilaku. Pada dasarnya ketiganya selalu bekerja sama dan saling mengisi, hanya saja dalam bentuk riilnya, tindakan dan perbuatannya ataupun tingkah laku yang diwujudkan, bergantung pada potensi manakah yang paling dominan. Dan qalbu juga memberikan ruang bagi akal untuk memberikan pemikiran dan pertimbangan sebelum diwujudkan dalam bentuk perilaku yang bisa mencerminkan kondisi mental dan kepribadian seseorang. Ketiga karakter yang ada dalam qalbu tersebut di atas mempunyai kandungan atau muatan kepribadian yang berbeda, yang kemudian megental menjadi bentuk keinginan yang ditampung oleh nafs. Peran dan fungsi nafs yang menampung berbagai potensi qalbu tersebut dijabarkan keseluruhannya dalam bentuk, sikap dan perilaku. Yang kesemuanya dibenturkan pada hubungan manusia terhadap tiga dimensi, yaitu hubungan dengan Allah, (agama) dengan, diri sendiri, dengan manusia lain, dan dengan lingkungan (alam). Kewajiban nafs disini adalah memberikan kontrol agar potensi tersebut terpecah. Nafs juga harus mengatur secara adil hubungan diantara ktiganya tersebut. Karena ketiganya tidak boleh terabaikan, karena ketiganya yang menjadikan ukuran terhadap kesehatan mental, sebab mental seseorang itu bisa dianggap tidak terganggu apabila ketiga dimensi yang mengelilingi manusia tersebut agama, aku dan lingkungan, menyatakan manusia tersebut
159
berjalan pada garis dan koridor yang benar, yakni manusia telah memenuhi kriteria sehat secara holistic yaitu sehat secara “bio-sosio-psycho-spiritual”.54 Untuk mencapai kesehatan secara holistik tersebut terlebih dahulu harus membenahi qalb dan nafs. Dapat dipahami bahwa qalb yang baik akan membentuk nafs yang baik pula, sehingga pada akhirnya dapat membentuk kepribadian dan membentuk mentalitas yang baik (tidak terganggu). Dan ini tidak hanya mencakup sehat dalam satu dimensi saja. Akan tetapi mampu mencapai sehat secara holistic tersebut. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut: Jiwa (nafs) Hati Nilai (Bio- Sosio-Psicho- Spiritual) Keterangan: • • • •
Lingkaran tengah Kotak segi Empat tengah Kotak segi empat luar Garis lurus diantara empat sudut
: Menggambarkan hati : Menggambarkan jiwa : Menggambarkan hasil : Menunjukkan korelasi (hubungan)
Salah satu indikasi seseorang dengan kepribadian dengan mental yang tidak terganggu yaitu sejauh mana cara seseorang dalam memberikan makna dalam hidup yang dijalaninya. Makna hidup adalah cara seseorang untuk memenuhi
atau
mengisi
kehidupannya
dan
memberikan
gambaran
menyeluruh yang menunjukkan arah dalam caranya manusia berhubungan dengan dirinya sendiri, orang lain, dan dengan lingkungan (alam) sekitar atas dasar-dasar mahabbah lillah (cinta pada Tuhan). Memberi mana hidup adalah sebuah proses pembentukan kualitas hidup, sedangkan tujuan hidup ialah merupakan arah, rujukan, dasar pijakan, dan sekaligus hasil yang dicitacitakan (ingin diraih). Seseorang dapat merasakan kebahagiaan (sa’adah, bliss, happiness) apabila dengan sengaja atau benar-benar diusahakan untuk mencapainya dan kebahagiaan ini hanya bisa dirasakan apabila psikologis 54
Ibid., hlm. 118.
160
(psikis) nya terhindar dari konflik. Hanya orang yang memiliki jiwa (nafs) (mental-spiritual) baik (sehat/ tidak sedang terganggu) yang dapat merasakan atau meraih kebahagiaan. Walaupun manusia terkait atau menghadapi keterbatasan karena kondisi biologis dan sosiologis, manusia memiliki kebebasan untuk mengambil sikap dan menentukan posisinya sendiri. Ia mempunyai kebebasan mutlak untuk melepaskan diri dari segala keterikatan bio-sosiologis dan untuk mengatasi segala hambatan atau gangguan somatic dan psikologis agar dapat memasuki dimensi yang ia kehendaki, yaitu dimensi spiritual. Hanya orang yang sehat secara ruhani (jiwa- mental-spiritual) yang sanggup membuat jarak dan mengambil sikap terhadap situasi tertentu, kemudian berhadapan dengan dirinya sendiri (self distance and self detachment). Kemampuannya ini digunakan untuk merealisasikan nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip yang akan memperkaya nilai batiniah, kualitas warna ruhani dan mentalitas diri dalam mengarungi misi hidup di dunia ini.55 Hal ini dapat dipahami bahwa orang yang sehat secara rohaniah (jiwamental-spiritual) mampu mengambil jarak dengan dirinya, ia mampu melihat dirinya secara utuh. Semangat untuk memberi makna hidup merupakan fondasi yang soap menghadapi beban apapun. Tanpa makna dan tujuan yang jelas, kita akan terombang ambing dalam arus inertia yang membingungkan diri kita. Tanpa makna hidup manusia tak lain hanyalah seperangkat kumpulan tulang dan daging yang diberi kehidupan (bagaikan mayat hidup). Hanya orang yang memiliki makna hidup lah yang mampu mengarahkan dan mewarnai perilaku dan pribatinnya untuk keberadaannya (eksistensi) di mana ia tinggal, dan hanya orang yang mampu memberi akan makna hidupnya lah yang dapat dibilang memiliki metal-spiritual yang baik. Tentu saja dalam memenuhi makna hidup, seseorang akan menghadapi tantangan, dan bagi yang memiliki mental sehat, tidak menghindari tantangan (problem) yang dihadapi, justru menjadikan tantangan sebagai sarana untuk mematangkan hidup yang lebih bermakna. Penderitaan yang menyayat jiwa/ 55
Ibid., hlm. 140-141.
161
mental/ psikologis dan kesengsaraan yang menerpa hidupnya tidak lekas membuat diri menjadi putus asa, stress, depresi, bingung dan sebagainya atau tenggelam dan menyerah pada nilai-nilai eksternal tersebut, karena dalam hidupnya dilandasi dengan jiwa yang bersih dan sehat. Sebagaimana yang dikemukakan Rollo May, bahwa gangguan mental pada masyarakat modern sekarang ini diakibatkan adanya krisis spiritual dan kotornya hati dan jiwa, dan mulai kehilangan akan makna hidupnya. Dalam tasawuf dijelaskan bahwa orang yang terganggu mentalnya itu bisa dicermati melalui gejala-gejala umum yang terdapat pada diri individu, dan biasanya dicerminkan melalui moral, etika atau ahklak. Apabila ketiga istilah tersebut condong pada hal-hal yang buruk, berarti menunjukkan kondisi mental seorang itu sedang terganggu (tidak sehat). Barron (1986) mengemukakan “orang yang tidak terganggu mentalnya adalah orang-orang yang mengerjakan apa yang dipandangnya benar. Sedangkan kebenaran menurutnya adalah tidak berbuat dusta, ingkar janji, menipu, khianat, mencuri, mengumpat, mengolok-olok, sirik, mencaci dari belakang, menggunjing, mencemooh, membunuh, memfitnah, dan akhlak-akhlak jelek yang lain. Jelasnya berbuat benar dan wajar yaitu berbuat sesuai dengan hukum yang sesuai dengan hukum agama dan hukum kemasyarakatan yang berlaku. Orang semacam ini lah orang yang memiliki kepribadian dan mental yang baik.56 Indikasi jiwa (mental) yang baik (sehat) dalam konsep tasawuf (Islam) yaitu apabila seorang hamba Allah telah berhasil melakukan pendidikan, penguatan, dan pengembangan, serta pemberdayaan jiwa (mental), dari sini ia akan mencapai tingkat kejiwaan atau mental yang sempurna, yakni integritasnya jiwa mutmainnah (yang tentranm) jiwa râdhiyah (jiwa yang merindai) dan jiwa yang mardhiyah (yang di ridhai). Jiwa mutmainnah ialah jiwa yang selalu mengajak kembali pada fitrah Illâhiyah Tuhannya. Hati, akal dan pikiran, indera an tingkah lakunya senantiasa dalam qudrat dan irâdah Tuhan-nya. Sedangkan jiwa râdhiyah ialah jiwa yang selalu berbuat tulus, 56
304-305.
Hasan Langgulung , Teori-Teori Kesehatan Mental, (Jakarta: al-Husna, 1986), hlm.
162
bening dan lapang dada terhadap kebijaksanaan, qudrat dan irâdah Allah. Jiwa inilah yang mendorong seseorang untuk bersikap lapang dada, sabar, tawakkal, tulus, ikhlas, tidak putus asa, bersikap positif, dan selalu berbuat atau beramal pada jalan Tuhan, dan mampu menerima segala ujian dan cobaan dari Allah, diterimanya dengan lapang dada dan pantang mengeluh. Dan jiwa mardhiyyah adalah jiwa yang telah memperoleh gelar kehormatan dari Allah, dengan gelar itu, keimanan, keislaman, keihsanan dan ketauhidannya tidak akan pernah mengalami erosi, dekadensi, dan distorsi. Jiwa dan kepribadian semacam inilah yang hanya bisa dicapai apabila kondisi mentalnya tidak terganggu.57 Untuk mengetahui sejauh mana kondisi kesehatan mental seseorang, dalam ini tasawuf memandang bahwa kondisi mental seseorang itu bisa buruk tak lain diakibatkan dari kondisi kejiwaan yang buruk, terlebih kondisi qalbu (hati) yang sangat buruk, yakni hatinya dipenuhi oleh penyakit. Kondisi jiwa dan hati yang buruk dengan cepat akan mempengaruhi emosi, pikiran dan perasaan, pada akhirnya menimbulkan ketidaktenangan psikologis (jiwa). Ketidaktenangan itu pada gilirannya akan memunculkan atau menjelma menjadi perilaku-perilaku aneh (tidak baik) dan menyeleweng dari normanorma umum yang berlaku atau telah disepakatinya. Bahkan perilaku pathologis hampir sepenuhnya timbul dari kondisi jiwa yang buruk. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw:
ﺴﺪ ﺠ ﺪ ﺍﹾﻟ ﺴ ﺕ ﹶﻓ ﺪ ﺴ ﻭِﺍﺫﹶﺍﹶﻓ ﻛﹸﻠﱡﻪﺴﺪ ﳉ ﺢ ﺍ َﹶ ﺻﻠﹸ ﺖ ﺤ ﺻﻠﹸ ﻐ ﹰﺔ ِﺍ ﹶﺫ ﻀ ﺴ ِﺪ ﻣ ﳉ ﹶﺍﻟﹶﺎﻭِﺇﻥﱠ ﻓِﻰ ﹾﺍ ﹶ ( )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ ﻭﻣﺴﻠﻢﻲ ﺍﹾﻟ ﹶﻘ ﹾﻠﺐ ﻭ ِﻫ , ﹶﺍﹶﻟﺎ,ﻪ ﹸﻛﻠﱡ “Ketahuilah, di dalam jasad manusia ada suatu mudghah (segumpal daging). Apabila kondisinya baik, akan baik pula semua jasad (manusia). Apabila kondisinya memburuk, akan buruk pula semuanya 58 jasad, ketahuilah mudghah itu adalah hati” (HR. Imam Muslim). Disamping hadits di atas Allah berfirman: 57
M. Solihin, Terapi Sufistik: Penyembuhan Penyakit Kejiwaan Perspektif Tasawuf, op. cit., hlm. 61. 58 Imam Abi’Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim Ibn Mughiroh Ibn Mardzizabah al-Bukhori al-Ja’fi, Shahih Bukhori, (Toha Putra, Semarang, Juz, I, t.th., Hlm. 19.
163
ﺭ ﻲ ﹶﻏﻔﹸﻮﺭﺑ ﻲ ِﺇﻥﱠ ﺑﺭ ﻢ ﺭ ِﺣ ﺎﻮ ِﺀ ِﺇﻻﱠ ﻣﺭ ﹲﺓ ﺑِﺎﻟﺴ ﺎﺲ َﻷﻣ ﻨ ﹾﻔﻧ ﹾﻔﺴِﻲ ِﺇﻥﱠ ﺍﻟ ﺉ ﺑﺮﺎ ﹸﺃﻭﻣ ﻢ ﺭﺣِﻴ :“Sesungguhnya nafsu itu suka menyuruh (mengajak) ke jalan kejelekan, kecuali (nafsu) seseorang yang mendapat Rahmat dari Tuhanku.” (QS. Yusuf: 53).59 Ayat di atas menjelaskan, seseorang yang dirinya dipenuhi oleh nafsu, id, ego, dan alam bawah sadarnya dikuasai oleh keinginan atau perbuatan dan hal-hal yang buruk, dapat dipastikan seseorang akan memiliki kepribadian dan mental yang buruk. Akhlak atau tingkah lakunya dipastikan cenderung pada hal-hal yang tidak baik, yakni pada hal-hal yang tidak dibenarkan oleh lingkungan sosial dan agamanya. Dari ayat tersebut di atas juga dijelaskan bahwa pangkal yang dapat merusak mental yaitu bersumber dari hati. Dalam hati terdapat beberapa karakter (sifat) yang menyertainya, karakter-karakter tersebut yaitu; Sifat, kerakusan dan kekerasan, sifat kebinatangan, sifat kesetanan dan sifat Ketuhanan. Dari keempat karakter tersebut hati manusia lebih banyak didominasi oleh sifat-sifat yang buruk, jadi tidak heran apabila manusia gampang terkena gangguan mental. Dan mental yang sehat yaitu terhindar nya seseorang dari sifat-sifat buruk yang terdapat dalam hati 60 Dalam pandangan tasawuf bahwa terjadinya gangguan mental itu diakibatkan oleh adanya kondisi hati yang sakit (buruk). Hati yang sedang sakit tidak mampu menggambarkan sesuatu, terutama yang samar-samar walaupun ada dalam khaylannya. Akibatnya tidak mampu melihat keadaan yang sebenarnya, dan cenderung pada hal-hal atau perbuatan yang aneh, karena akal sehatnya telah tertutupi oleh hatinya yang sakit tersebut. Dalam kondisi ini perbuatannya lebih cenderung panda pada kebatilan dan kemudaratan. Orang yang hatinya sakit biasanya melihat sesuatu dalam
59
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, op. cit, hlm. 357. H. A. Soetjipto, Hati Manusia, (Yogyakarta: penerbit Fakultas Tarbiyah IAIN SUKA, 1988), hlm. 8-10. 60
164
keadaan samar dan ragu.61 Hal ini sesuai dengan firman Allah yang artinya “ sehingga timbullah keinginan bagi orang-orang yang terdapat penyakit dalam hatinya” (QS: Al-Ahzab: 32).62 Maka dari itu kalau ingin mental kita sehat, kita harus menjauhi hal-hal atau perbuatan yang dapat membuat hati menjadi sakit atau rusak. Adapun bentuk-bentuk penyakit hati yang harus dihindari yaitu sebagaimana yang dikemukakan oleh para sufi, seperti Al-Ghozali, Ibnu Taimiyyah, al-Qusairi dan para sufi yang lain. Penyakit hati tersebut diantaranya adalah, dengki, iri, congkak, angkuh, mengikuti hawa nafsu negatif, riya’ (pamer), sombong, takabur, khianat, picik, curang, hasud, ingkar, kikir (pelit), bohong, kufur, melakukan perbuatan dosa yang lain. Penyakit-penyakit semacam inilah yang terkadang menekan psikologis, sehingga dapat memicu pada tingkah laku yang tidak terpuji. Misal rasa dengki menimbulkan sikap dan pikiran yang sentimentil, ingin menjatuhkan lawan dan pikiran-pikiran jahat yang lain. Apa bila kondisi semacam ini terus berlarut-larut dan ditekan tanpa penyelesaian yang baik, maka akan menimbulkan ketidaktentramaman, gelisah dan benar pada ujungnya membentuk pribadi yang patologis.63 Al-Ghazali menambahkan bahwa ada delapan kategori yang termasuk perilaku merusak yang dapat mengakibatkan gangguan mental ataupun gangguan-gangguan jiwa yang lain (psychopathology), adalah bahaya syahwat perut dan kelamin (seperti memakan makanan yang tidak halal, dan melakukan hubungan seksual yang dilarang dan lain sebagainya), bahaya mulut (seperti; mengolok-olok, berdusta, membicarakan kejelekan orang dan lain sebagainya), bahaya marah, bahaya cinta dunia, bahaya cinta harta dan pelit, bahaya angkuh dan pamer, bahaya sombong dan membanggakan diri, dan bahaya menipu.64 Ibnu Qayyim, menambahkan 61
Ibnu Taimiyah, Penyakit Hati dan Pengobatannya, terj, Djamaluddin Ahmad Al-Buny, (Surabaya: Duta Ilmu, 1999) hlm. 10-11. 62 Ibid., hlm. 10-11. 63 Immun El Blitary, Pandangan Al-Ghozali Tentang Dengki, (Surabaya: Al-Ikhlas, t.th), hlm. 35-50. 64 Imam Al-Ghazali, Ihya’Ulumuddin , Juz I., hlm. 11
165
bahwa ada lima hal yang dapat mengganggu mental yaitu; banyak campur tangan dengan orang lain, sehingga menyebabkan perselisihan dan perpecahan, berangan-angan pada sesuatu yang tidak mungkin terjadi sehingga menimbulkan kemalasan dan bisikan jahat, bergantung pada selain Allah
(Tuhan),
sehingga
dirinya
tidak
memiliki
kebebasan
dan
kemerdekaan, memakan yang berlebih-lebihan dan memakan makanan yang tidak halal, sehingga menimbulkan kemalasan dalam beribadah, dan banyak tidur, sehingga mengurangi rasa kedekatan pada Tuhan. Disamping hal tersebut di atas untuk mendeteksi apakah kondisi mental itu sehat atau tidak bisa dicermati melalui kadar pikiran, perasaan (suasana hati), kecenderungan (sifat) dan sikap, serta perilaku (akhlak), yaitu apakah selalu cenderung pada hal-hal negatif atau tidak, karena tingkah laku yang negatif sebagaimana keterangan diatas adalah merupakan cerminan dari kondisi, jiwa, psikis, psikologis dan mental-spiritual yang buruk atau akibat dari kondisi hati yang tidak sehat. Dan juga bisa dicermati apakah sering berperilaku dan berbuat yang cenderung berpaling atau melupakan serta merasa jauh dari Tuhan. Misalnya sering mengerjakan perbuatan yang dilarang oleh Tuhan. Upaya Pencegahan. Dimana ketika tasawuf dipahami sebagai upaya penyalehan nilainilai spiritual pada diri manusia, tasawuf juga berorientasi untuk membentuk manusia-manusia saleh, manusia sehat yang tersucikan jiwanya.
Dan
tasawuf merupakan jalan untuk memperoleh kesucian diri sehingga siwa selalu terjaga dan terlindung dari hal-hal buruk yang dapat merusak jiwa seperti perbuatan yang menimbulkan dosa, baik dalam keadaan sadar maupun dalam keadaan lalai (lengah). Dengan jalan tasawuf inilah individu akan mendapatkan kesehatan jiwa; mental-spiritual yang muthmainnah (tenang) dan radiatan mardiyyah (rida dan diridai). Pendekatan tasawuf ini bertujuan untuk menghindari individu dari segala yang merugikan mental. Pendekatan ini dilakukan dalam upaya untuk
166
melakukan perawatan dan pencegahan terhadap timbulnya gangguan atau kemerosotan mental. Dengan demikian ketika mental sealalu dalam kondisi sehat, individu dalam menghadapi kehidupan atau bermasyarakat mampu menghadapi gejolak apapun yang menimpa dirinya. Dalam hal ini Al-Ghazali memberikan alternatif bagaimana mencegah diri sendiri dari gangguan kejiwaan (mental), yaitu dengan teori muhasabah. Yang dimaksud dengan muhasabah ialah meneliti perbuatan tingkah lakunya sendiri sehari-hari yang menjadi sebab dan sumber kecemasan dan kegoncangan pikiran. Yang kedua, setelah mengadakan muhasabah, penderita harus muraqqabah. Artinya melakukan pekerjaan apa saja yang dapat mendekatkan diri kepada Allah. Muraqqabah di sini juga dapat berarti penyerahan diri kepada Allah, atas segala kuasa-Nya (menerima qadrat dan iradat-Nya), muraqabah juga bisa berarti merasa diawasi oleh Allah, sehingga dalam melakukan perbuatan tidak melakukan perbuatan tercela, yakni perbuatan yang secara psikologis dapat menyiksa batin, secara sosial dapat celaan, secara spiritual menimbulkan rasa berdosa dan secara biologis terkadang merusak pencernaan, dan begitu juga mengandung makna tobat kepada Allah.65 Jika diteliti lebih jauh mengenai timbulnya gangguan kejiwaan, sesungguhnya berpangkal pada ketidaksadaran diri, bahwa dirinya itu tidak mampu mengejar apa yang di cita-citakan. Mereka tetap memforsir segala potensi akal budinya sehingga kelelahan. Menurut anggapannya, segala keinginan jika diusahakan dengan pengerahan segenap potensi tenaga dan pikiran, mesti akan tercapai. Tidak disadari bahwa kemampuan manusia itu terbatas dan ada kelemahannya, sehingga jika kegagalan menimpanya, terjadilah shock, stress, depresi, frustrasi dan pelbagai macam kekalutan mental lainnya. Pentingnya kesadaran diri dalam menghadapi pelbagai macam tantangan hidup ini, telah diakui
65
Said Hawwa, Jalan Ruhani, Terj., Khairi Rafie M dan Ibn Thaha Ali, (Bandung, Mizan, 1995), hlm. 319.
167
peranannya oleh Dr. Murtadha Muttahari, seorang Ulama Iran, yang dilansir oleh M. Afif Anshori, berpendapat: Kesadaran diri yang mampu meningatkan seseorang akan jati dirinya, yang mampu menghilangkan kealpaan, yang mampu membarakan jiwa seseorang, dan yang mampu membuat seseorang mampu menanggung derita, bukanlah produk filsafat. Ilmu dan filsafat duniawi menciptakan sifat alpa dan menyebabkan seseorang kehilangan wawasan terhadap dirinya. Itulah sebabnya ada banyak filosof yang tidak sadar akan dirinya, sementara sebaliknya banyak orang buta huruf justru sadar akan dirinya.66 Salah satu fungsi kesadaran diri akan segala kelebihan dan kekurangannya, orang akan sampai kepada Tuhan. Ia akan merasakan betapa kecilnya diri ini di hadapan Yang Maha Kuasa, sehingga semua aktivitas pikiran maupun perbuatan akan senantiasa digantungkan kepada-Nya. Hal yang demikian inilah, yang senantiasa disinggung oleh Nabi Muhammad saw dalam sebuah term, “barangsiapa mengenal dirinya sendiri, maka akan mengenal Tuhannya”. 67 Dalam pandangan tasawuf bahwa kebanyakan orang-orang yang terkena kekalutan mental (mental disorder), karena mereka jauh dari normanorma religius. Sebaliknya, orang yang senantiasa ingat kepada Tuhan (dzikir) akan mampu mengontrol dan mengendalikan segala pikiran, emosi dan perbuatannya, sehingga apabila tidak dapat meraih apa yang diinginkan, tidak akan terganggu jiwanya. Maka, apabila dilihat secara psikologis, orang yang selalu ingat dan merasa diawasi oleh Allah (ihsan) adalah orang yang terjauh dari kegoncangan jiwa akibat derita ataupun kecukupan. Dalam hal ini apa bila dikaitkan dengan teori kepribadian Sigmund Freud, maka terbukti lah bahwa orang yang tidak lupa kepada Tuhan, semua gerak dan irama hidupnya selalu dalam pengaruh ID (Das Es). Ego (Das Ich) manusia akan senantiasa mengikuti pengaruh alam bawah sadar (ID) tadi. Dalam hal yang demikian, pengaruh Superego/ alam moral tidak berperan sama sekali. Salah satu 66
M. Afifi Ansshori, Dzikir Demi Kedamaian Jiwa, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003),
hlm. 77. 67
Ibid., hlm. 78.
168
contoh, karena lapar, perut menuntut untuk diberi makan. Otak memerintahkan tangan untuk mengambil makanan, III mulut pun siap mengunyah apa saja yang masuk. Di sini tidak perlu kesadaran apakah makanan itu halal atau haram, melanggar hal orang lain atau tidak. Semua itu sama saja bagi Ego manusia. Di sinilah pentingnya ingat Tuhan dalam membentuk kepribadian manusia. Dengan senantiasa ingat Tuhan, Superego akan selalu mendapat makanan. Superego akan berfungsi sebagai alat kontrol bagi perilaku manusia secara baik. Dengan pengendalian diri yang disandarkan pada Tuhan manusia akan sejahtera jiwanya, sehingga sejahtera pula tingkah laku individu dan sosialnya. Mereka akan mampu menerima kenyataan yang ada, dan dapat meletakkan hakikat kemanusiaan yang betul-betul insani dan menjadi manusia yang sehat lahir dan batin (mental). Akan tetapi, bagi sementara orang, ketika dihadapkan kepada problema-problema berat yang mengakibatkan timbulnya frustrasi, kekalutan mental, stress, shock dan lain sebagainya, justru mencari pelarian (escape) kepada hal-hal yang dapat melupakan untuk sementara dalam psikologi dikenal dengan istilah reaksi frustasi atau defend of mekanisme. Seperti perjudian, mabok, narkotika, pelacuran dan sebagainya. Di saat lain, ketika semua pelampiasan telah berlalu, ia kembali menghadapi pelbagai persoalan yang menggelisahkan, dalam anggapannya sebagai pencegahan terhadap persoalan-persoalan yang dihadapinya tersebut. Menurut anggapan mereka, dengan melakukan perbuatan-perbuatan di atas tadi, semua problema akan terlupakan, setidak-tidaknya untuk sementara waktu. Sebaliknya, bagi orang yang semangat beragamanya tinggi, ia akan selalu berusaha mengadukan semua persoalannya kepada Tuhan, dengan melalui shalat, doa dan dzikir. Sebagaimana telah disinyalir oleh Al-Qur'an, bahwa mencari pelarian dengan perjudian dan minuman keras, NARKOBA itu, justru tidak akan menyelesaikan persoalan, malahan semakin menjauhkan diri dari Tuhan.
169
ﻢ ﻛﹸﺪﻳﺼﻭ ﺴ ِﺮ ِ ﻴﻤ ﺍﹾﻟﻤ ِﺮ ﻭ ﺨ ﺎﺀ ﻓِﻲ ﺍﹾﻟﻐﻀ ﺒﺍﹾﻟﻭ ﹶﺓ ﻭ ﺍﻌﺪ ﺍﹾﻟﻨﻜﹸﻢﻴﺑ ﻊ ﻮِﻗﻴﻄﹶﺎ ﹸﻥ ﺃﹶﻥ ﻳﺸ ﺪ ﺍﻟ ﻳﺮِﻳ ﺎﻧﻤِﺇ ﻮ ﹶﻥﺘﻬﻨﻢ ﻣﻬ ﹾﻞ ﺃﹶﻧﺘ ﻼ ِﺓ ﹶﻓ ﺼﹶ ﻋ ِﻦ ﺍﻟ ﻭ ﻦ ِﺫ ﹾﻛ ِﺮ ﺍﻟﹼﻠ ِﻪﻋ “Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”. (Q.S. Al-Maidah, 5: 91).68 Apa yang dikatakan Al-Qur'an di atas, merupakan penyebab orang melupakan Tuhan, bahkan lupa kepada dirinya sendiri, sehingga melibatkan diri pada dunia fantasi yang hanya dapat diperoleh melalui minuman keras atau narkotika. Adapun untuk memelihara kesehatan mental agar terhindar dari gangguan-gangguan yang dapat merusak kesehatan mental disini yaitu dengan cara mengikuti bimbingan yang ada dalam ajaran tasawuf. Sebagaimana dalam pengertiannya yang lazim tasawuf mempunyai makna dan tujuan yaitu suatu cara pendekatan seorang hamba kepada Tuhannya. Para sufi dalam menerapkan ajaran-ajaran tasawuf disamping memiliki tujuan untuk pendekatan diri kepada Tuhan, tasawuf juga memiliki makna dan tujuan untuk, membersihakan ruhani (jiwa) dari sifat-sifat kotor (akhlak tercela), membimbing moral, dan mental- spiritual agar menjadi manusia yang sempurna (insan kamil). Yakni manusia yang berguna baik di hadapan manusia dan terlebih dihadapan Tuhan Dengan demikian tasawuf dapat berperan sebagai pelindung (protection), perawatan, (treatment) dan pencegahan (preventive) dari timbulnya gangguan-gangguan mentalda dan gangguan jiwa secara umum. Sebagaimana keterangan diatas telah dijelaskan bahwa object yang diperhatikan tasawuf dalam membina manusia lebih ditekankan pada ruhani/ jiwa. Karena bila kondisi jiwa kita buruk bisa dipastikan dapat berpengaruh pada kondisi psikologis (mental) maupun pada kondisi jasmani (fisik).
68
Departemen Agama, op. cit, hlm. 177
170
Dalam pandangan tasawuf, spritualitas (kedalaman kerohanian) manusia sangat berhubungan dengan hati (qalb) karena hati merupakan inti segala aktivitas jiwa. Jika hati seseorang sakit, maka jiwa (mentalpsikologis) dan raga (psychosomatic) menjadi sakit, aktivitas kerohaniannya. Ada beberapa ayat AI-Qur'an yang menjelaskan bahwa hati manusia sering dihinggapi penyakit. Masih banyak lagi ayat yang menunjukkan hati yang sakit. Hati yang sakit berarti mentalnya pun sakit. Mental yang sakit ini akan mempengaruhi seluruh aktivitas manusia. Oleh karena itu, banyak ahli mencoba merumuskan pendekatan-pendekatan dalam upaya menemukan pengobatan terhadap mental manusia yang sedang terkena penyakit. Dsinilah kemudian dikembangkan psychotherapy. Tujuan psikoterapi adalah. Mengembang kehidupan dengan mental yang sehat (mental health) sedangkan tujuan akhir agama adalah mengembangkan keimanan dan penyelamatan rohani (spiritual salvation). Walaupun mempunyai tujuan utama yang berlainan, yang satu berdimensi psikologis dan yang lain berdimensi spiritual, keduanya berkaitan dalam hal akibat sampingnya. Seseorang yang beriman diharapkan sehat mentalnya walaupun mungkin tidak selalu demikian. Sebaliknya seseorang yang sehat mentalnya diharapkan lebih terbuka baginya untuk beriman, sekalipun tidak selalu demikian kenyataannya. Dengan kata lain. Seseorang yang beriman belum tentu sehat mentalnya dan orang yang sehat mentalnya belum tentu beriman. Mengenai rumusan kesehatan mental ini, berikut ini digambarkan suatu definisinya yang mencakup unsur agama (tasawuf), yakni: kesehatan mental ialah terpenuhinya kesehatan yang sungguh-sungguh antara fungsifungsi kejiwaan dan tercapainya kesesuaian diri antara manusia dengan dirinya dan sosialnya, berdasarkan keimanan dan ketaqwaan serta memiliki
tujuan
akhir
yaitu
tercapainya hidup yang berarti
(bermakna) dan diperolehnya perasaan hidup bahagia baik di dunia maupun di akhirat. Dari
pengertian
di
atas,
sebagaimana
yang
dimaksud
mengenai tasawuf yang dikonotasikan sebagai pembinaan mental.
171
Dalam hal ini para sufi memberikan bimbingan yang di kemas pada “tasawuf
akhlaq”.
Tasawuf
akhlaqi
dalam
upaya
pembinaan
kesehatan mental dan supaya seseorang dapat terhindar dari gangguan mental, yang bisa dijadikan sebagai bentuk upaya pencegahan, dalam konteks ini tasawuf memberikan bimbingan sebagai bentuk pembinaan kesehatan mental yang di kemas dalam beberapa hal, Yaitu: Pembinaan kesehatan mental seseorang harus menjalankan sikap dan sifat yang disebut: 1) Takhalli
(mengosongkan
mengosongkan (akhlak,
moral,
mengosongkan
diri);
(membersihkan) dan dari
diri
beretika) nafsu
yaitu dari
yang
negatif,
selalu
berusaha
perilaku-perilaku
tercela. 69 dan
Misalnya
meninggalkan
kemaksiatan serta meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama, seperti mencuri, korupsi, kolosi, main perempuan,
minum-minuman
keras,
memfitnah,
dan
lain
sebagainya. Dari beberapa contoh tersebut adalah merupakan bentuk atau cerminan dari mental seseorang yang buruk, maka hal-hal tersebutlah yang harus dikosongkan atau dibersihkan. 2) Tahalli (menghiasi diri): yaitu seseorang harus mau dan mampu membiasakan diri dengan sikap, perilaku, dan berakhlak yang terpuji. 70 Yaitu dengan jalan menghiasi diri dengan sifat-sifat yang terpuji, seperti berbuat kebaikan, dan menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi segala larangan Tuhan. Bentuk penghiasan diri ini bisa dilakukan dengan jalan, toubat, khauf dan raja, zuhud, faqr, sabar, ridha dan muraqabbah, (merasa dilihat Allah). 3) Tajalli; yaitu tercapainya kesehatan mental. Dalam konteks tasawuf tajalli ialah limpahan karunia dan rahmat dari Tuhan ke dalam jiwa manusia setelah melaksanakan konsep takhalli dan 69 70
Dr. Mustafa Zahri, Kunci Memahami Tasawuf”, (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), hlm. 74. Ibid., hlm. 82.
172
tahalli. 71 Proses tajalli ini hanya sebagai bentuk tindak lanjut dari konsep sebelumnya (penyempurnaan), yaitu seseorang harus membersihkan jiwanya dengan lebih sungguh-sungguh dengan jalan latihan rohaniah (riyadhah), seperti: sholat, puasa, tobat, zuhud, faqr, sabar, syukur, rida, dan tawakkal. Dengan demikian melalui proses-proses di atas seseorang akan merasa dekat dengan Tuhan. Karena kedekatan dengan Tuhan membuat kondisi kejiawaan menjadi tenang dan merasa terlindungi dengan perasaan semacam inilah sangat kondusif dan efektif bagi terwujudnya mental atau jiwa yang sehat. Membina mental selain memperbaiki, memelihara, dan mengembangkan mental, juga mengembalikan kesehatan mental tersebut merupakan hal yang sangat penting bagi kesehatan jiwa. Orang yang mentalnya sehat akan selalu waspada dan mawas diri (muhasabah dan muraqqabah). Dengan muhasabah dan muraqqabah, seseorang akan merasa dilindungi dan diawasi oleh Allah, sehingga pikiran dan perbuatan selalu pada garis yang benar, dan diridloi Tuhan. Apabila seseorang telah memiliki sifat muhasabah dan muraqqabah, kesehatan mental akan terbangun begitu kuat dan tidak lagi tersentuh oleh berbagai gangguan jiwa, baik -yang datang dari dalam maupun yang datang dari 1uar. Yang datang dari dalam, misalnya segala naluri yang bersifat kebutuhan duniawi atau apa pun yang mengganggu perasaan, pikiran, dan perbuatan. Adapun gangguan dari luar dikarenakan kondisi yang menjadikan tekanan jiwa, misalnya karena stressor sosial, kebudayaan, politik, ekonomi dan Teknologi dan lain sebagainya. Seperti sudah dikemukakan dia atas, takhalli dan tahall, sertai, takhalluq bi akhlaq Allah, merupakan pintu masuk untuk pembinaan kesehatan mental, maka aplikasi takhalli secara teknis dilakukan melalui: Menjaga kebersihan diri baik jasmani maupun ruhani. Menjaga kebersihan ruhani seperti berwudhu, mendirikan shalat, bertobat (memohon ampunan kepada Allah S WT) berdzikir dan menauhidkan Allah yaitu dengan menamkan jiwa Ketuhanan 71
Ibid.
173
dalam diri secara sungguh-sungguh yakni dengan mengikrarkan diri bahwa “tiada yang patut di sembah, kecuali Allah”. Disamping melaksanakan bimbingan di atas, ada hal yang paling penting untuk ditanamkan diri dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh, sebagai bentuk untuk membangun jiwa-mental-spiritual manusia, dan juga sebagai bentuk untuk memelihara, menjaga, dan membangun kesehatan mental. Adapun hal-hal yang perlu ditanamkan dalam diri dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh adalah: 1) Berzikir kepada Allah (Tuhan). Yang dimaksud dengan zikir adalah mengumandangkan asma’ (nama) Allah dan merasakan keagungan Allah dalam semua kondisi. Zikir dapat berupa zikir pikiran, hati, lisan, atau perbuatan. Zikir perbuatan mencakup tilawah, ibadah, dan keilmuan. Dalam pandangan kaum sufi, kedekatan manusia kepada Allah akan menjamin kesehatan jiwanya. Oleh karena itu, tidak ada derita Lagi orang yang selalu bersama Allah dan juga tidak akan ada keresahan dan kegoncangan jiwanya. Karena zikir dapat memberikan ketenangan dan ketenteraman hati. Jika persoalan zikir dibandingkan dengan apa yang disebut oleh pakar ilmu jiwa kontemporer dengan pengobatan jiwa secara kolektif, akan tampak perbedaan yang sangat mendasar orang yang mengingat Allah menghadapkan hatinya kepada Allah sehingga ia akan menghilangkan sifat-sifat yang tercela dan kemudian mengisi hatinya dengan akhlak yang terpuji. Akibatnya, mereka yang ahli zikir dapat membersihkan hatinya dari rasa takut terhadap gangguan dan pengaruh buruk. Lalu tampil di arena kehidupan dengan kondisi jasmani dan ruhani yang sehat, yakni hati yang tidak dipenuhi penyakit waswas, curiga, dengki, iri, sirik, dan sebagainya. Dan tentunya ini harus melalui dengan zikir yang benar, karena hanya dengan zikir yang benar lah yang dapat memberikan ketenangan dan kedamaian pada jiwa dan hati. Sebagaimana dalam
174
firman AllahSWT, dalam Q.S Ar-Rad ayat 28 yang artinya bahwa; ”dengan berdzikir kepada Allah, maka hati akan tenang”. 2) Menjaga qalb (hati) Kalbu (hati) setiap manusia pada dasarnya baik dan jernih. Di dalamnya ada seberkas cahaya (nur) yang bersumber dari cahaya Allah. Oleh sebab itu, setiap manusia memiliki nurani, sesuatu yang bersifat cahaya, jernih dan bening. Adapun tasawuf mengupas tata cara menyucikan hati, mendekatkan diri kepada Allah dengan se dekatdekatnya, dan merasakan berada dalam pengawasan Allah dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sangat berguna untuk mewujudkan integritas moral yang tinggi pada pribadi seseorang. Untuk menjaga kesucian hati, dapat dilakukan melalui pembinaan diri sebagaimana yang diterapkan dalam psiko- sufistik. Pembinaan tersebut dengan cara sebagai berikut: 1. Wara’: meninggalkan yang dilarang agama dan yang syubhat, hal-hal yang tidak berguna, meninggalkan urusan yang tidak berurusan dengan agama. 2. Zuhud, tidak merasa apa yang dimiliki seperti harta kekayaan, karena hartanya adalah titipan Allah, apalagi dibelenggu harta. Demikian pula, segala apa yang ia miliki, ia kembalikan kepada yang memberinya, yaitu Allah SWT. 3. Shabr (sabar) pada hakikatnya adalah berani menghadapi segala kesulitan dan berikhtiar menjalani segala sesuatu dengan bertawakkal kepada Allah. 4. Tawakkal, artinya berserah diri kepada Allah SWT. dalam segala aktivitas. 5. Rida, sikap hati dalam dua sisi ketentuan Allah, baik sisi larangan atau pemberian. 6. Syukur, mengakui nikmat yang diberikan Allah kepadanya.
175
7. Hubb (Cinta), sikap kesetujuan hati sepenuhnya dilimpahkan kepada Allah S WT.72 3) Meningkatkan Keimanan Dalam surat Al A’raf ayat 13 dan 14 dijelaskan: Sesungguhnya mereka yang berkata “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian teguh dan mantap hatinya, maka tidak ada rasa takut yang menimpa mereka dan tidak pula merasa gelisah. Dengan keimanan yang teguh dan mantap telah tertanam keyakinan yang kuat, bahwa tiada Tuhan lain selain Allah yang menjamin dan memberikan ketenteraman dalam jiwa manusia; maka hilanglah semua rasa takut dan gelisah. Bimbingan (Guidance) atau tuntutan yang diajarkan tasawuf yang berdasarkan pada ajaran agama ialah tuntunan hidup yang lebih baik secara mental-spiritual. Dengan keimanan yang mantap orang dengan tekun dan khusuk akan mengerjakan perintah Allah, melaksanakan ibadah wajib, shalat, puasa, zakat, haji dan ibadah-ibadah lainnya. Dalam mengerjakan ibadah ini dan penangkapan makna yang dalam dari tujuan yang lebih jauh dari ibadah, orang meyakini bahwa ibadah wajib bukan hanya sekedar pekerjaan ritual dalam agama; lagi pula keyakinan dan kekhusukan akan merentangkan tali komunikasi yang kuat antara Allah dan hambanya Dengan mengikuti konsep yang ditawarkan tasawuf di atas jiwa-mentalspiritual menjadi hidup dan stabil, karena apa yang dijalankan pada garis yang seimbang dan sesuai apa yang dibutuhkan oleh jiwa. Dewasa ini berbagai terapi (perawatan diri) yang menafikan pendekatan tasawuf belum menyentuh seluruh aspek kemanusiaan, tetapi baru menyentuh aspek mental-psikologi-sosial saja. Padahal, untuk menyentuh seluruh dimensi kemanusiaan, perawatannya tidak hanya sebatas tiga aspek itu saja, tetapi juga harus menyentuh moral-spiritual. Selama itu perawatan diri terhadap problema psikologis masih kering muatan spiritual-agama. Memang, harus diakui,
72
M. Solihin, Terapi Sufistik………,op. cit., hlm. 73.
176
pendekatan yang dilakukan psikologi dapat meringankan penderitaan psikologis, namun tidak menjadikan pasien kembali menemukan jati dirinya secara utuh. Problem psikis sangat mustahil dapat diobati jika hanya bersandar pada psikologi sekuler saja. Untuk itu, kebutuhan akan perawatan diri melalui pendekatan sufistik menjadi alternatif mutakhir masa kini dan mendatang yang banyak dirindukan orang. Dasar pertimbangan hal itu dimaklumi karena tasawuf berusaha membimbing dan menyadarkan manusia agar mampu melihat realitas hakiki, yaitu realitas Ilahiyyah. Untuk itu bertasawuf artinya: Pertama, mematikan nafsu kediriannya secara berangsur-angsur untuk menjadi “diri” sebenarnya melalui pendekatan zikir. Kedua, bertasawuf artinya menempuh perjalanan rohani (as-sayr as-suluk) untuk mendekatkan diri (qurb) kepada Tuhan, sehingga manusia menemukan makna hidup sebagai manusia di hadapan Tuhan, yang merupakan aplikasi dari jiwa yang sehat. Dari sinilah, tasawuf menjadi sangat signifikan dalam perawatan diri terhadap segala problem psikis dan kehampaan spiritual. Kehadiran tasawuf merupakan solusi alternatif bagi krisis manusia modern karena tasawuf memiliki semua unsur yang dibutuhkan manusia, semua yang dibutuhkan bagi realisasi kerohanian yang luhur, bersistem, dan tetap berada dalam koridor yang sesuai dengan hukum agama dan kemasyarakatan. Dalam mencapai kesehatan jiwa, metode mujahadah (kesungguhan) dan niyadhah (latihan jiwa) dapat diterapkan. Kedua metode ini bertujuan memperbaiki, menyempurnakan, dan memurnikan jiwa manusia. Majahadah adalah kesungguhan perjuangan melawan tarikan hawa nafsu di bawah normanorna syariat dan akal. Riyadhah mempunyai pengertian pembebanan diri dengan membiasakan melatih suatu perbuatan baik, yang. pada fase awal merupakan beban yang sangat berat, namun pada fase akhir menjadi sebuah karakter atau kebiasaan yang positif. Hal yang paling penting ialah sering melakukan taubat (memohon ampun kepada Tuhan). Karena manusia setiap hari tidak bisa lepas dari salah dan dosa. Tobat membantu seseorang untuk melepaskan diri dari kegelisahan
177
dan kegoncangan emosional yang dapat mempengaruhi kesehatan. Hakikat tobat adalah menyucikan din dari segala kotoran jiwa untuk kembali pada kebersihan jiwa dan kembali dari sesuatu yang dicela syariat menuju sesuatu yang dipuji syariat serta terjalinnya kembali hubungan yang baik dengan manusia apabila dosa dan kesalahan ada hubungannya dengan manusia. Konflik psikologis yang disebabkan oleh perasaan berdosa karena adanya pertentangan antara hawa nafsu fisik dan kebutuhan spiritual dapat menjadi penyebab gangguan (penyakit) seperti gangguan psikosomatik. 73 Penderita psikosomatik bukan hanya membutuhkan terapi medis dan terapi psikis semata, tetapi juga membutuhkan terapi agama dengan salah satu metodenya. yaitu metode tobat. Dalam metode tobat terdapat perubahan sikap yang terjadi pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Perubahan yang terjadi pada aspek kognitif, yaitu penderita akan menyadari penyebab penyakit yang dideritanya. Kemudian perubahan pada aspek afektif ialah jiwa merasa tenang, damai, dan tentram karena ia telah menjalani hidup yang sesuai dengan norma agama dan kemasyarakatan (sosial). Dan juga secara terus melakukan perawatan jiwa melalui suatu metode yang disebut dengan tazkiat an-nafs”.74 Tazkiatun-nafs merupakan proses penyucian jiwa, pengembalian jiwa pada fitrahnya, dan perawatan jiwa-jiwa yang sakit agar menjadi sehat kembali. Dasar pemikiran tazkiyat an-nafs ini bermula dari keyakinan para sufi bahwa jiwa manusia pada fitrahnya adalah suci. Namun, karena persatuan dan pergulatannya dengan badan, terjadilah interaksi dengan kepentingan-kepentingan
badan.
Interaksi
ini
mengakibatkan
jiwa
terkontaminasi, menjadi tidak suci, bahkan banyak yang menjadi tidak sehat lagi. Dari sini, kemudian tasawuf berupaya untuk mensucikan kembali jiwa dengan proses tazkiyat an-nafs. Pada tataran ini (tazkiyat an-nafs) berfungsi sebagai terapi atau perawan terhadap penyakit jiwa dan sebab-sebabnya. Hal ini sebagaimana termaktub dalam AI-Qur'an Surat Asy-Syams: 9-10: 73 74
Ibid., hlm. 156-161. Ibid., hlm. 175.
178
"Sungguh beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwanya itu dan merugilah orang-orang yang mengotorinya. Dengan jalan taubat dan mendekatkan diri kepada Allah adalah salah satu jalan yang harus ditempuhnya. Melalui metode-metode tersebut di atas gangguan-gangguan jiwa (mental) dapat dicegah sedini mungkin. Dan juga akan tercapainya kesehatan secara utuh dan sempurna yaitu terpenuhinya kesehatan diri baik secara biologik, sosial, psikologis, dan psiko-religius (spiritual). C. Metode Pengukuran Kondisi Gangguan Mental. Untuk mengetahui apakah seseorang sehat atau terganggu mentalnya, tidaklah mudah, karena tidak mudah diukur, diperiksa atau dilihat dengan alatalat seperti halnya dengan kesehatan badan. Biasanya yang dijadikan bahan penyelidikan atau tanda-tanda dari kesehatan mental adalah tindakan, tingkah laku atau perasaan. Karenanya seseorang terganggu kesehatan mentalnya bila terjadi-kegoncangan emosi, kelainan tingkah laku atau tindakannya Adapun Yang dimaksud dengan metode pengukuran kondisi mental disini adalah studi untuk mengetahui terhadap kepribadian atau kejiwaan (mental) seseorang, baik terhadap gejala-gejala atau tanda-tanda, yang berupa perilaku laku, seperti berjalan,
berbicara (berkomunikasi), bersikap,
berpenampilan (stile), berinteraksi, bersosialisasi, gerak isyarat, penampilan wajah, suara dan seterusnya, sebagai bentuk penelusuran terhadap suatu kondisi mental atau kejiwaan seseorang apakah terganggu atau tidak (sehat).75 Pengukuran kondisi mental disebut juga sebagai alat analisa (deteksi), untuk mengetahui sejauh mana kondisi kesehatan mental kita. Metode deteksi ini bisa dilakukan secara mandiri atau meminta bantuan orang lain, seperti; psikolog, psikiater, konselor dan lain sebagainya.76 Dalam penelitian menunjukkan bahwa gejala-gejala timbulnya kekalutan mental sebagian besar diakibatkan oleh kondisi kejiwaan yang tidak 75
M. Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Psikoterapi dan Konseling Islam; Penerapan Metode Sufistik, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2001), hlm. 171. 76 Ibid., hlm. 171.
179
stabil. Faktor pendorong ketidakstabilan jiwa biasanya diakibatkan oleh perasaan cemas, stres, dan depresi. Apabila kondisi perasaan semacam ini tidak segera diatasi dan berlarut-larut dalam diri kita, dipastikan akan memicu terjadinya kekalutan mental (mental disorder). Untuk mengetahui sejauh mana derajat kondisi kesehatan mental kita, apakah dalam kondisi sedang mengalami gangguan, baik ringan, sedang, berat, atau sedang tidak mengalami gangguan sama sekali. Untuk mengetahui hal tersebut kita bisa melakukan diagnosa atau mendeteksi sendiri. Adapun teknik diagnosa yang bisa dilakukan yaitu dengan mengecek kondisi kejiwaan kita melalui beberapa alat ukur (instrumen) diantaranya yaitu menggunakan alat ukur kecemasan, alat ukur depresi dan piktograf kesehatan mental. a. Alat Ukur Kecemasan Alat ukur kecemasan tersebut dikenal dengan nama Hamilton Raiting Scale for Anxiety (HRS-A).77 Alat ukur ini terdiri dari 14 gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4, maksudnya yaitu: O
= Tidak ada gejala (keluhan)
1
= Gejala ringan
2
= Gejala sedang
3
= Gejala berat
4
= Gejala berat sekali
Sedangkan total Nilai (score) masing-masing derajat kondisi mental ialah: 14
= Tidak ada gangguan
14-20 = Gangguan kecemasan ringan 21-27 = Gangguan kecemasan sedang 28- 41 = Gangguan kecemasan berat
77
Disadur dari Bukunya, Dadang Hawari, Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi, op. cit., hlm. 78-83.
180
Adapun hal-hal yang dijadikan ukuran atau dinilai dalam alat ukur HRS-A adalah sebagai berikut:
Alat Ukur HRS-A No
Gejala Kecemasan (Anxieties)
1 Perasaan cemas
Nilai Angka (score) 0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
1. Cemas 2. Firasat buruk 3. Takut akan pikiran sendiri 4. Mudah tersinggung 2 Ketegangan 1. Merasa tegang 2. Lesu 3. Tidak bisa istirahat tenang 4. Mudah terkejut 5. Mudah menangis 6. Gemetar 7. Gelisah 3 Ketakutan 1. Pada gelap 2. Pada orang Asing 3. Ditinggal sendiri 4. Pada binatang besar 5. Pada keramaian lalu lintas 6. Pada kerumunan orang banyak 4 Gangguan Tidur
181
1. Sukar masuk tidur 2. Terbangun malam hari tanpa ada niatan apaun 3. Tidur tidak nyenyak 4. Bangun dengan lesu 5. Banyak mimpi 6. Mimpi buruk 7. Mimpi menakutkan 5 Gangguan kecerdasan
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
1. Sukar konsentrasi 2. Daya ingat menurun 3. Daya ingat buruk 4. Minat baca menurun 5. Otak terasa lelah 6 Perasaan depresi (murung) 1. Hilangnya minat 2. Berkurangnya kesenangan pada hobi 3. Sedih 4. Bangun dini hari 5. Perasaan berubah-ubah sepanjang hari 7
Gejala somatic/ fisik (otot) 1. Sakit dan nyeri di otot-otot 2. Kaku 3. Kedutan otot 4. Gigi gemerutuk 5. Suara tidak stabil
8
Gejala somatic / fisik (sensorik)
1. Tinitus (telinga berdenging) 2. Penglihatan kabur
182
3. Muka merah atau pucat 4. Merasa lemas 5. Perasaan di tusuk-tusuk 9
Gejala cardiovascular (Jantung dan pembuluh darah)
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
1. Denyut jantung cepat (takikardia) 2. Berdebar-debar 3. Nyeri di dada 4. Denyut nadi mengeras 5. Rasa/ lesu/as seperti mau pingsan 6. Detak jantung menghilang (berhenti sekejap) 10 Gejala respiratori (pernafasan)
1. Rasa tertekan atau sempit di dada 2. Rasa tercekik 3. Sering menarik nafas 4. Nafas pendek/ sesak 11 Gejala gastrointestinal (pencernaan)
1. Sulit menelan 2. Perut melilit 3. Gangguan pencernaan 4. Nyeri sebelum dan sesudah makan 5. Perasaan terbakar di perut (perut terasa melilit) 6. Rasa penuh atau kembung 7. Mual 8. Muntah 9. Buang air besar lembek 10. Sukar buang air besar (konstipasi0 11. Kehilangan berat badan 12 Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin
1. Sering buang air kecil 2. Tidak dapat menahan air seni
183
3. Tidak datang bulan (tidak ada haid) 4. Darah haid berlebihan 5. Masa haid berkepanjangan 6. Masa haid amat pendek 7. Haid beberapa kali dalam sebulan 1. Menjadi dingin (firgit), hilangnya minat seks 2. Ejakulasi dini 3. Ereksi melemah 4. Ereksi hilang 5. Impotensi 13 Gejala Autonom
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
1. Mulut kering 2. Muka merah atau pucat 3. Mudah berkeringat 4. Kepala pusing 5. Kepala terasa berat 6. Kepala terasa sakit 7. Bulu-bulu berdiri 14 Tingkah laku (sikap)
1. Gelisah 2. Tidak tenang 3. Jari gemetar 4. Kerut kening 5. Muka tegang 6. Otot tegang/ mengeras 7. Nafas pendek dan cepat 8. Muka merah atau pucat 9. Salah tingkah 10. Gagap 11. Lupa
184
Total angka (score)
Alat ukur HRS-A di atas perlu diketahui bahwa alat tersebut tidak dimaksudkan untuk menegakkan status (diagnosa) terhadap gangguan kecemasan. Akan tetapi hanya dijadikan sebagai gambaran atau pengetahuan awal mengenai kondisi mental. Yang salah satunya bisa diakibatkan kecemasan. Dengan mengetahui derajat kecemasan yang kita alami setidaknya kita akan tahu status kondisi mental (kejiwaan kita). Sedangkan gangguan kejiwaan (mental) yang berhak menegakkan status terganggu dan tidaknya yaitu melalui pemeriksaan lebih lanjut melalui pemeriksaan klinis yang ditangani oleh dokter ahli dalam ilmu psychiatry atau psikiater. Adapun cara penghitungannya alat HRS-A tersebut di atas yaitu; dengan cara memberi tanda dari masing-masing gejala terdiri 14 poin tersebut, yang sesuai dengan kondisi yang dialaminya berdasarkan pertanyaanpertanyaan dari masing-masing kriteria dalam alat HRS-A tersebut. Lalu dijumlahkan dari masing-masing poin yang telah ditegakkannya (dipilihnya).
b) Alat Ukur Depresi Alat ukur depresi tersebut dikenal dengan nama Hamilton Raiting Scale for Depression (HRS-D). Alat ukur ini terdiri dari 21 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik.78 Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4, maksudnya yaitu: O
= Tidak ada gejala (keluhan)
1
= Gejala ringan
2
= Gejala sedang
3
= Gejala berat
4
= Gejala berat sekali
Sedangkan total Nilai (score) masing-masing derajat kondisi mental ialah: 17 78
= Tidak ada gangguan
Ibid., hlm. 106-113.
185
18-24
= Gangguan kecemasan ringan
25-34
= Gangguan kecemasan sedang
35- 51
= Gangguan kecemasan berat
52-68
= Kecemasan berat sekali
Adapun hal-hal yang dijadikan ukuran atau dinilai dalam alat ukur HRS-A adalah sebagai berikut:
Alat ukur HRS-D No
Nilai Angka
Gejala Depresi Keadaan perasaan sedih (sedih, putus asa, tak berdaya, tak berguna
(score) 0
1
2 3 4
0
1
2 3 4
1. Perasan ini hanya ada bila ditanya 2. Perasaan ini hanya dinyatakan secara verbal 3. Perasaan yang nyata tanpa komunikasi verbal, misalnya 1
ekspresi muka, bentuk, suara, dan kecenderungan menangis 4. Penderita menyatakan perasaan yang sesungguhnya ini dalam komunikasi baik verbal maupun non verbal secara spontan
2
Perasaan bersalah 1. Menyalahkan diri sendiri, merasa sebagai penyebab penderitaan orang lain
186
2. Ide-ide bersalah atau renungan tentang kesalahankesalahan masa lalu 3. Sakit ini sebagai hukuman, waham bersalah dan berdosa 4. Suara-suara kejaran atau tuduhan san halusinasi penglihatan tentang hal-hal yang mengancam nya 3
Bunuh diri
0
1
2 3 4
0
1
2 3 4
0
1
2 3 4
0
1
2 3 4
0
1
2 3 4
1. Merasa hidup tak ada gunanya 2. Mengharap kematian atau pikiran-pikiran lain ke arah itu 3. Ide-ide bunuh diri atau langkah-langkah ke arah itu 4. Percobaan bunuh diri 4
Gangguan pola tidur (initial insomnia) 1. Keluhan kadang-kadang sukar masuk tidur, misalnya lebih dari setengah jam baru masuk tidur 2. Keluhan tiap malam sukar masuk tidur
5
Gangguan pola tidur (middle insomnia) 1. Penderita mengeluh gelisah dan terganggu sepanjang malam 2. Terjadi sepanjang alam (bangun dari tempat tidur kecuali buang kecil)
6
Gangguan pola tidur (late insomnia) 1. Bangun diwaktu dini hari tetapi dapat tidur lagi 2. Bangun diwaktu dini hari tetapi tidak dapat tidur lagi
7
Kerja dan kegiatan-kegiatannya 1. Pikiran/ perasaan ketidakmampuan, keletihan/ kelemahan yang berhubungan dengan kegiatan kerja atau hobi 2. Hilang minat terhadap pekerjaan/ hobi atau kegiatan lainnya, baik langsung atau tidak pasien menyatakan kelesuan, keragu-raguan dan rasa bimbang
187
3. Berkurangnya waktu untuk aktivitas sehari-hari atau produktivitas menurut. Bila pasien tidak sanggup ber aktivitas sekurang-kurangnya 3 jam sehari dalam kegiatan sehari-hari 4. Tidak bekerja karena sakitnya sekarang. (di rumah sakit) bila pasien tidak bekerja sama sekali, kecuali tugas-tugas di bangsal atau jika pasien gagal melaksanakan kegiatankegiatan di bangsal tanpa bantuan 8
Kelambanan (lambat dalam berfikir, berbicara, gagal berkonsentrasi, aktivitas motorik menurun)
0
1
2 3 4
0
1
2 3 4
0
1
2 3 4
0
1
2 3 4
1. Sedikit lamban dalam wawancara 2. Jelas lamban dalam wawancara 3. Sukar diwawancarai Stupor 9diam sama sekali) 9
Kegelisahan (agitasi) 1. Kegelisahan ringan 2. Memainkan tangan/ jari-jari rambut dan lain-lain 3. Bergerak terus tidak dapat duduk dengan tenang 4. Meremas-remas tangan, menggigit-gigit kuku, menariknarik rambut, menggigit-gigit bibir
10 Kecemasan (ansietas somatic) 1. Sakit/ nyeri di otot-otot, kaku kedutan otot 2. Gigi gemerutuk 3. Suara tidak stabil 4. Penglihatan kabur 5. Muka merah atau pucat 6. Perasaan di tusuk-tusuk 7. Tinitus (telinga berdenging) 11 Kecemasan (ansietas psikiks)
188
1. Ketegangan subyektif dan mudah tersinggung 2. Mengkhawatirkan hal-hal kecil 3. Sikap kekhawatiran yang tercermin di wajah atau pembicaraan nya 4. Ketakutan yang diutarakan tanpa ditanya 12 Gejala somatik (pencernaan)
0
1
2 3 4
0
1
2 3 4
0
1
2 3 4
0
1
2 3 4
0
1
2 3 4
1. Nafsu makan berkurang tetapi dapat makan tanpa dorongan teman, merasa perutnya penuh 2. Sukar makan tanpa dorongan teman, membutuhkan pencahar untuk buang air besar atau obat-obatan untuk saluran pencernaan
13 Gejala somatik (umum) 1. Anggota gerak, punggung atau kepala terasa berat 2. Sakit punggung, kepala dan otot-otot, hilangnya kekuatan dan kemampuan 14 Kelamin (genital) 1. Sering buang air kecil, terutama malam hari di kala tidur 2. Tidak haid, darah haid sedikit sekali 3. Tidak ada gairah seksual/ dingin (frigid) 4. Ereksi menghilang 5. Impotensi 15
Hipokondriasis (keluhan somatik/ fisik yang berpindahpindah) 1. Di hayati sendiri 2. Preokupasi (keterpakuan) mengenai kesehatan sendiri 3. Sering mengeluh membutuhkan pertolongan orang lain 4. Delusi hipokondriasis
16 Kehilangan berat badan (A atau B)
189
A. Bila hanya dari anamnesis (wawancara) 1. Berat badan berkurang berhubungan dengan penyakitnya sekarang 2. Jelas penurunan barat badan 3. Tak terjelaskan lagi penurunan berat badan B. Dibawah pengawasan secara mingguan jelas berat badan berkurang menurut ukuran 1. Kurang dari 0,5 kg seminggu 2. Lebih dari 0,5 seminggu 3. Tidak ternyatakan lagi kehilangan berat badan
17 Insight (pemahaman diri)
0
1
2 3 4
0
1
2 3 4
0
1
2 3 4
0
1
2 3 4
1. Mengetahui sakit tetapi berhubungan dengan penyebabpenyebab iklim, makanan, kerja berlebihan, virus, perlu istirahat dan lain-lain 18 Varian harian 1. Adakah perubahan atau keadaan yang memburuk pada waktu malam atau pagi 19
Dipersonalisasi (perasaan diriberubah0 dan derealisasi (perasaan tidak nyata/ tidak realistis)
20 Gejala-gejala paranoid 1. Kecurigaan 2. Pikiran dirinya menjadi pusat perhatian, atau peristiwa/ kejadian di luar tertuju pada dirinya 9ideas of reference) 3. Waham kejaran 21 Gejala-gejala obsesi dan compulsive
Alat ukur HRS-D di atas adalah sebagai alat untuk mengukur derajat berat ringanya gangguan depresi. Bukan untuk menegakkan diagnosa
190
gangguan depresi, melainkan hanya sekedar untuk alat bantu dalam mendeteksi derajat kondisi mental yang diakibatkan oleh gangguan depresi. Dan Sebaiknya pengukuran atau mendeteksi ada tidaknya gangguan mental dengan menggunakan alat ini sebaiknya meminta bantuan orang yang ahli, seperti psikolog, konselor, psikiter, dan spesialis kejiwaan.
Adapun cara
penggunaan alat ini yaitu sama dengan pada alat HRS-A. c. Peta Diagnostik Dan Pictograph Kesehatan Mental Alat deteksi (diagnostik) dan Piktograf kesehatan mental Berikut ini, adalah sebuah peta diagnostik dan piktograf kesehatan mental yang dapat digunakan untuk mengecek (test) kondisi kesehatan mental.79 Dan juga dapat dipakai untuk menilai apakah dan bagaimanakah kesehatan mental, sebagai bentuk untuk menilai kondisi mental kita di sepanjang waktu. Peta diagnostik dan pictograph hal-hal yang dinilai adalah berdasarkan karakteristik-karakteristik yang biasanya berpengaruh terhadap kondisi kejiwaan (mental). Adapun karakteristik-karakteristik tersebut adalah sebagai berikut: Karakteristik .I. Ketegangan Tingkah laku dan gejalanya: 1. Ketegangan merupakan penyebab pada saat ini dan masa lampau 2. Dapat melakukan sesuatu yang membantu. 3. Tanda-tanda yang jelas dari ketegangan (agitasi, bernapas dan keluar keringat). 4. 5. 6. 7.
Ketegangan dapat atau tidak menghalangi pekerjaan. Tanda-tanda ketegangan dengan tidak ada sebab yang nyata. Ketegangan menghalangi kerja (sering kali). Bergantung pada pertahanan yang kuat untuk menahan ketegangan.
8. Masa kegelisahan yang hampir tidak tertahankan tanpa sebab yang jelas. 9. Ketegangan terasa tidak tertahankan bila tidak diobati.
79
Ibid., hlm. 106-113.
191
10. Ketegangan hanya berkurang oleh pikiran yang psikotik (penyimpangan, khayalan, rencana-rencana yang terlalu tidak sesuai). Karakteristik ke-2: Suasana Hati Tingkah laku dan gejala-gejalanya 1. Suasana hati berubah-ubah karena suatu sebab. 2. Ada humor. 3. Suasana hati dapat intensif tetapi berlalu dalam waktu singkat. 4. Humor yang eksplosif sebagai pelepas ketegangan. 5. Suasana hati yang bertahan untuk jangka waktu yang panjang. 6. Tingkah laku histeris yang sebentar-sebentar datang. 7. Ekspresi yang sangat emosional tanpa disadari. 8. Ungkapan yang ditandai oleh rasa bermusuhan. 9. Rasa takut dan phobia ringan yang kronis. 10. Tingkah laku kontra phobia dengan resiko tertentu. 11. Emosi-emosi khas yang tertahan 12. Suasana hati yang melatarbelakangi dan mempengaruhi kerja, cinta, bermain. 13. Keadaan depresi kronis dan rasa tidak bahagia. 14. Percobaan- percobaan bunuh diri. 15. Gagasan yang muluk, tetapi sulit untuk melaksanakannya. 16. Tingkah laku kontra phobia yang merusak diri 17. Tingkah laku histeris yang dapat diramalkan. 18. Delusi, gangguan pikiran atau halusinasi. 19. Depresi yang gawat, tidak dapat didekati, sama sekali tidak dapat bekerja atau bercinta. Karakteristik ke-3: Pikiran Tingkah laku dan Gejala-gejala 1. Mampu menjamin dan mengolah informasi. 2. Pikiran-pikiran macam apapun tidak mengganggu dalam waktu yang lama. 3. Pikiran memudahkan tindakan. 4. Pikiran bersemangat, berpusat pada tugas dan problem tertentu. 5. Ketegangan dapat terlepas melalui pikiran pasif, agresif; seksual. 6. Perhatian yang tidak selektif. 7. Kecenderungan untuk menganalisis daripada menghayati perasaan.
192
8. Mempertanyakan kemampuan untuk menghayati emosi-emosi yang penting. 9. Kekhawatiran yang tidak berujung pangkal. 10. Distorsi kronis mengenai realitas. 11. Ber siaga atas bahaya yang tidak diduga. 12. Kekurangan ilmu pengetahuan. 13. Pikiran yang berulang dan menyusahkan mengganggu kehidupan. 14. Ketidakmampuan untuk mengalami pikiran khusus. 15. Ketidakmampuan untuk membuat keputusan. 16. Pikiran yang obsessive. 17. Distorsi yang kasar Karakteristik ke-4: Aktivitas Tingkah laku dan Gejala-gejala: 1. Antusiasme dan interest dalam bekerja, berpartisipasi, merasa mampu 2. Mengambil resiko dan bertahan- berani untuk bersikap sedangsedang saja, atau gagal dan mencoba lagi. 3. Kegiatan bisa tidak seimbang atau berkelanjutan. 4. Sesuai dengan temperamen, banyak atau sedikit aktivitas. 5. Kekhawatiran tentang resiko baru atau beban yang berlebihan 6. Kata-kata dan tingkah laku yang talismanic. 7. Aktivitas berlebihan dengan tidak ada alasan 8. Membutuhkan inspirasi atau umpan balik untuk dapat bekerja adekuat. 9. Pengambilan resiko berkurang. 10. Menghindari aktivitas-aktivitas baru. 11. Aktivitas tidak lagi mengurangi ketegangan. 12. Aktivitas bersifat slitter, tidak senang bila menyelesaikannya, merasa tidak senang jika tidak dilakukannya. 13. Aktivitas ritual yang compulsive (diulang-ulang terus). 14. Sangat sulit untuk mengubah pola-pola aktivitas. Karakteristik ke-5: Organisasi/Kontrol Tingkah laku dan Gejala-gejala: 1. Dapat duduk diam dan melakukan tugas untuk jangka waktu yang semakin panjang. 2. Dapat bekerja tanpa adanya inspirasi atau umpan balik. 3. Merencanakan dan melaksanakan keputusan dari problemproblem yang kompleks.
193
4. Belajar dari pengalaman 5. Kebebasan untuk mengubah kebiasaan dalam bertingkah laku secara luwes. 6. Kecemasan mendorong aktivitas tertentu. 7. Dapat berbohong atau menipu di bawah tekanan. 8. Kekakuan yang meningkat; memerlukan tuntutan yang jelas dan kondisi yang sempurna untuk berfungsi. 9. Kondisi kronis karena terlalu diperpanjang. 10. Kejadian yang tidak diramalkan sangat mengganggu prestasi. 11. Sekali-sekali bertingkah laku impulsif. 12. Ritual-ritual bercampur dengan kerja. 13. Kemampuan yang terbatas untuk memperoleh pengertian dan perubahan. 14. Rasa iri hati terhadap mesin. 15. Peristiwa kecil yang tidak diharapkan menyebabkan pekerjaan terhenti, demikian pula dalam cinta dan permainan. 16. Tata cara keagamaan yang obsessive harus berfungsi. 17. Tingkah laku impulsif mengacaukan rencana; tidak belajar dari Pengalaman. 18. Kontrol diri kecil, mudah dipengaruhi oleh saran atau perasaan dari dalam diri. 19. Perasaan menentukan kapan dan bila pekerjaan mungkin dilakukan. 20. Tingkah laku impulsif dapat diharapkan. Karakteristik ke-6: Interpersonal Tingkah laku dan Gejala-gejala: 1. Menjadi teman maupun berteman. 2. Kemampuan yang meningkat untuk berhubungan akrab. 3. Menarik diri atau tingkah laku agresi mempunyai sebab-sebab yang jelas dan akan berlalu. 4. Dapat menggunakan perasaan yang mengganggu secara manipulative untuk mencari perhatian. 5. Kebebasan untuk menyenangkan orang lain. 6. Tidak bersedia atau tidak mampu untuk bermain 7. Emosi yang berlebih-lebihan dalam hubungan antar individu. 8. Mudah tersinggung. 9. Mendekati, melawan atau menjauhi orang-orang lain dengan cara yang berlebih-lebihan. 10. Harus selalu mengikuti kemauan sendiri, tidak sanggup untuk
194
berkompetisi 11. Dapat dijadikan kambing hitam atau jagoan. 12. Mengadakan hubungan secara kurang matang dengan orang lain tertentu. 13. Persahabatan yang berubah-ubah atau mengalami kemunduran yang sering kali ditandai oleh adanya dendam. 14. Membutuhkan dukungan dari luar secara terus-menerus. 15. Harga diri yang rendah. 16. Tingkah laku antisocial yang lunak atau pengasingan diri. 17. Ketergantungan yang berlebih-lebihan dan/atau manipulasi. 18. Dendam yang berlebih-lebihan. 19. Autisme. 20. Tingkah laku yang sosiopatik. Karakteristik ke-7: Fisik Tingkah laku dan Gejala-gejala: 1. Stabilitas atas sistem saluran pencernaan, kulit, pernapasan, tidur dan berat badan. 2. Kesembuhan yang relatif cepat dari sakit/kecelakaan. 3. Perasaan sehat pada umumnya. 4. Pola makan dan tidur, berat, problem saluran pencernaan kepil, gangguan kulit yang tidak pasti. 5. Perasaan fisik yang berupa ketegangan, kecapean, kehabisan tenaga cadangan fisik. 6. Pemakaian obat bius secara sadar untuk menanggulanginya. 7. Masalah saluran pencernaan. Kegemukan, kurang nafsu makan, gangguan di waktu tidur, sakit kepala, penyakit kulit yang tidak menentu. 8. Menganggap dan physical tics 9. Keluhan tentang kesehatan tanpa gejala-gejala yang jelas. 10. Mencari obat/pertolongan medis agar merasa lebih baik. 11. Penyalahgunaan obat sekali-sekali yang secara sosial diperkuat. 12. Kekakuan dan gejala-gejala fisik lain. 13. Problem psychosomatic yang kronik - seperti radang usus, radang perut, insomnia (penyakit sulit tidur), migren (sakit kepala), haid tidak datang, anorexia - tanpa sebab yang jelas. 14. Penyalahgunaan obat secara kronik sebagai usaha penanggulangan atau cara pengobatan sendiri. 15. Kehabisan tenaga.
195
16. Sikap fisik yang sangat aneh. 17. Banyak problem fisik. 18. Adiksi (ketergantungan terhadap sesuatu yang berlebih-lebihan). Suasana Hati Ketegangan. Gejala Nilai 1 10 2 10 3 20 4 20 5 30 6 30 7 40 8 40 9 50 10 50
Kegiatan/aktivitas Gejala 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Nilai 10 10 10 20 20 20 20 30 30 40 40 40 50 50
Gejala 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Organisasi/ kontrol Gejala 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Nilai 10 10 10 10 10 20 20 30 30 30 30 30 30 40 40 40 40 50 50
Pikiran
Gejala 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nilai 10 10 10 20 20 30 30 30 30 30 30 30 40 40 40 40 40 40 50
Nilai 10 10 10 20 20 20 20 30 30 30 40 40 40 40 40 40 50
Interpersonal
Fisik
Gejala 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Gejala 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Nilai 10 10 10 20 20 20 20 20 30 30 30 30 30 30 30 30 40 40 50
Nilai 10 10 10 10 10 20 30 30 30 30 30 40 40 40 40 50 50 50
196
Cara penggunaan peta diagnostik dan piktograp di atas ialah berilah tanda (bisa berupa tanda silang (X) atau mengeblok) pada setiap daftar pertanyaan pada masing-masing karakteristik tersebut. Pada masing-masing pertanyaan tersebut pada setiap karakteristik ada nilainya. Adapun nilai masingmasing pertanyaan (gejala) pada setiap karakteristik adalah sebagaimana dalam tabel di atas.: Adapun cara penghitungannya yaitu:
Jumlah skor Jumlah gejala
=
Sekor nilai masing-masing karakteristik)
Misal: Kita menghitung karakteristik I. (ketegangan) Bila anda telah memeriksa gejala ketegangan dan anda menetapkan pilihan 1,2,3,6,9, maka hasilnya yaitu: 10+10+20+30+50: 5= 120: 5= 24. Jadi jumlah skor total 120 dibagi 5-gejala adalah sama dengan skor nilai ketegangan 24. Adapun untuk mengetahui status kondisi mental yaitu kita hitung semua dulu dari masing-masing karakteristik di atas (ketegangan, suasana hati, pikiran, aktivitas, organisasi/ pengendalian, interpersonal dan keadaan jasmani/ fisik). Setelah semua dihitung lalu dijumlahkan dari masing-masing skor lalu di bagi tujuh. Misal: Apa bila kita dapatkan masing-masing karakteristik di atas adalah: 24 untuk skor ketegangan 25 untuk skor suasana hati 23 untuk skor pikiran 27 untuk skor aktivitas 26 untuk skor organisasi/kontrol 22 untuk skor interpersonal 25 untuk skor fisik
197
Jadi: 24+25+23+27+26+22+25= 172: 7= 24,5. Jadi jumlah skor total 172 dibagi 7 yaitu dibagi dari seluruh jumlah karakteristik di atas, adalah sama dengan skor nilai kondisi mental anda 24. Bila Anda sudah menghitung skor total untuk setiap dari ketujuh karakteristik, anda akan mampu untuk mengisi piktograp dengan sebuah gambaran tentang kesehatan mental anda. Hitamkanlah ruangan untuk setiap karakteristik yang terletak disebelah kiri skor nilai anda. Hasilnya adalah sebuah gambaran visual tentang kondisi kesehatan mental yang anda alami. Adapun tabel peta Pictograpnya yang harus ada isi, berfungsi untuk mengetahui sejauh mana derajat kondisi mental yang anda alami adalah sebagai berikut. Peta Pictograph (Penilaian) Kondisi Kesehatan Mental Karakteristik Normal 10
Darurat/ Kesulitan 15
20
25
30
35
Marginal/ Gawat 40
45
50
Ketegangan Perasaan Pikiran Aktivitas Organ/kontrol Interpersonal Fisik Adapun skala perhitungan (nilai) melalui peta pictograph kesehatan mental di atas adalah sebagai berikut: 10-25: Yaitu terletak dalam jenis tingkah laku yang diharapkan, yakni kondisi mental pada taraf normal. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan membutuhkan bantuan untuk problem khusus. Adapun terapinya berbentuk preventive. 26-40: Yaitu kondisi mental dalam taraf yang agak serius (memperhatinkan), pada taraf ini segeralah mencari bantuan pada orang yang profesional. 40-50: Yaitu kondisi mental pada taraf marginal, yakni kondisi mental benarbenar telah mengalami gangguan yang sangat serius (buruk). Maka dari itu dengan segeralah mencari bantuan formal, yakni, datang pada ahli kejiwaan, seperti, konselor, psikolog, psikiatri, atau dibawa ke rumah sakit jiwa. dll.
198
Pengetahuan yang Anda peroleh dalam mempelajari pedoman penilaian-sendiri sebagaimana diatas adalah terapeutik. Introspeksi (mawas diri) merupakan salah satu dasar berkembangnya ilmu pengetahuan Metode ini dapat membantu Anda belajar mengenai diri Anda sadar akan adanya ketegangan-ketegangan
dan
pola-pola
tingkah
laku
yang
merusak
(destruktif) dalam kehidupan sehari-hari. Piktograf Anda yang membaik adalah sesuatu pencerminan dari pengaruh yang telah memantapkan dan adanya kesadaran yang telah ditingkatkan, Bila kondisi mental telah memburuk (mundur), janganlah menjadi panik. Kemunduran kecil ini mungkin hanya mencerminkan kepekaan yang meningkat terhadap tekanan yang normal. Dalam banyak hal, ketidakstabilan mental yang kecil adalah suatu tanda dari diperlukannya penyesuaian diri kembali, yang akanmemperbaiki kehidupan Anda di hari depan. Kemunduran yang besar menunjukkan bahwa lingkungan, fisiologis dan/atau keadaan kehidupan lah berubah dan telah menciptakan tekanan-tekanan baru, atau anda telah dilanda ketegangan dan tekanan dalam kehidupan. Bila demikian maka dengan segeralah upaya-upaya penanggulangan segera dilakukan, karena kalau
dibiarkan
berlarut-larut,
tidak
menutup
kemungkinan
akan
menimbulkan kondisi mental/ kejiwaan terganggu yang lebih parah, bahkan dapat menyebabkan kegilaan. Dengan demikian Piktograf dapat memberikan gambaran tentang kesehatan mental. Piktograf itu akan menunjukkan bidang tingkah laku mana yang akan memberikan masalah-masalah kepada Anda, tingkat keseriusan dari masalah-masalah tersebut, dan di bidang-bidang mana Anda berfungsi dengan baik. Hendaknya diperhatikan bahwa sedikit. sekali skor yang akan berada dalam kategori normal, ialah nilai 10-15, atau dalam kategori gangguan parah, ialah nilai 45-50. Mayoritas skor dan orang-orang berada di antara kedua kategori itu. Mereka mempunyai problem-problem mental yang berbeda tingkatnya, tetapi masih sanggup berfungsi. Merujuk pada skor dalam piktograf kesehatan mental, maka setidaknya kita dapat mengetahui kondisi kesehatan mental menjadi jelas, yakni terganggu atau tidak. Untuk
199
hal-hal yang berada dalam perbatasan mungkin memerlukan nilai evaluasi yang lebih teliti. Perhitungan skor nilai yang tepat sangat menentukan dalam hal ini. Dari ketiga alat test di atas bukanlah menjadi alat ukur untuk menegakkan kondisi kesehatan mental anda, akan tetapi setidaknya dapat diketaui sejauh mana kondisi mental yang kita alami, sehingga kita dapat merencanakan langkah yang terbaik untuk mencegah terjadinya gangguangangguan mental yang lebih parah yang mana gangguan tersebut pada akhirnya dapat merenggut eksistensi kita sebagai manusia, karena kebanyakan orang menganggap bahwa orang yang terganggu mentalnya sudah tidak lagi berharga di tengah-tengah masyarakat layaknya sebagai manusia. Disamping metode di atas untuk mengetahui batas-batas dari keadaan psikis (mental) yang memuncak. Bisa dilakukan dengan cara menjawab beberapa pertanyaan di bawah ini: 1. Apakah
problem-problem
yang
remeh-remeh
dan
kekecewaan-
kekecewaan hati yang kecil-kecil sering menyebabkan anda jadi cermat dan bingung, serta mendorong anda ke dalam ketegangan, lalu membuat anda bergemetaran? 2. Apakah anda menemukan kesukaran-kesukaran dalam bergaul dengan orang lain? 3. Dan apakah orang lain itu menganggap anda seorang yang aneh dan sukar diajak bergaul? 4. Apakah keindahan-keindahan dan kesenangan-kesenangan yang kecil tidak bisa menyentuh hati anda, serta gagal memuaskan hati anda? 5. Apakah anda merasa tidak mampu menghentikan rasa-rasa cemas dan takut yang ada pada diri anda sendiri? 6.
Apakah anda senantiasa merasa takut terhadap orang lain, dan takut pada setiap situasi yang sebenarnya tidak merugikan atau mengganggu anda?
200
7. Apakah anda selalu merasa curiga pada orang lain, dan tidak percaya pada kawan sendiri? 8. Apakah anda senantiasa merasa tidak enak, tidak senang, tidak tepat, tidak pada tempatnya, dan selalu mengalami penderitaan batin (kepedihan dan kesedihan) disebabkan oleh kebimbangan diri?80 Jika jawaban anda “ya” pada pertanyaan tersebut di atas, maka hal ini belum merupakan satu bencana. Akan tetapi anda harus mulai bersikap waspada, dan menanggapi situasi sendiri dengan tindakan-tindakan yang positif, agar supaya kebiasaan-kebiasaan neurosis, berfikir, berbuat yang kurang mapan itu tidak terus berlanjut, tetapi bisa diperbaiki. Metode lain untuk mengetahui sejauh mana kondisi mental dan kepribadian, untuk mengetahuinya bisa menggunakan sebuah alat tes lain yang diantaranya yaitu: test kepribadian, test kecerdasan (inteligensi) atau alat-alat test lain yang disediakan oleh biro jasa kesehatan jiwa, psikologis dan mental seperti biro konsultasi dan rumah sakit jiwa anda bisa datang ke sana untuk mengecek kondisi mental dan kepribadian. Dan apabila sudah diketahui kondisi mental dan mau memelihara selalu dalam kondisi normal (sehat), maka dengan sendirinya kesehatan akan diperolehnya.
80
Disadur dari Bukunya, Kartini Kartono dan Jenny Andari., op. cit, hlm. 243.