MULTI REPRESENTASI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Kartini Hutagaol Prodi Pendidikan Matematika Universitas Advent Indonesia Bandung E-mail:
[email protected]
Abstrak: Sasaran utama dalam pembelajaran matematika adalah pemahaman konsep, merupakan salah satu dan sekaligus yang utama sebagai komponen kecakapan matematika yang perlu dikembangkan dalam matematika. Kemampuan siswa dalam pemahaman konsep matematika akan optimal jika dalam pembelajarannya merujuk pada proses dan produk. Pemahaman konsep dalam matematika berkaitan erat dengan representasi dalam matematika yang merujuk pada proses dan produk. Bentuk representasi merupakan proses kognisi yang berhubungan dengan memori siswa yang disebut representasi internal yaitu ide-ide atau peristiwa-peristiwa dalam pikiran akan dituangkan sebagai produk melalui aktivitas matematika (doing mathematics) yang disebut representasi eksternal. Multi representasi, seperti: verbal, tabel, diagram, grafik, model, simbol, merupakan bagian dari pelajaran matematika, namun representasi tersebut terkadang dipelajari hanya sebagai pelengkap dalam penyelesaian masalah matematika, sebaiknya dilatih sedini mungkin. Strategi multi representasi dapat mendukung siswa dalam memahami setiap konsep-konsep matematika yang dipelajari, dan dapat mengantisipasi terhindar dari kekeliruan konsep dalam matematika. Dengan strategi alternatif multi representasi pemecahan masalah matematika lebih bervariasi, dan dapat memperkecil kekeliruan konsep dalam matematika. Kata Kunci : Multi representasi, Pembelajaran matematika
Representasi adalah sebagai gambaran mental yang merupakan proses belajar yang dapat dipahami dari pengembangan mental yang ada dalam diri seseorang. Proses akan terjadi pada saat berpikir dengan adanya informasi yang datang dari diri sendiri maupun dari orang lain. Informasi tersebut diolah dalam pikiran, sehingga terjadi pembentukan pengertian yang merupakan representasi internal, dan tercermin dalam wujud representasi eksternal yaitu berupa: katakata, gambar, grafik, tabel, model matematika, simbol, dll. Suatu pemahaman ide atau konsep matematika sangat berkaitan dengan keberadaan representasi internal, dan diwujudkan atau dikomunikasikan secara bermakna melalui representasi eksternal. Representasi merupakan komponen proses yang
berkaitan dengan perkembangan kognitif siswa. Representasi internal dari seseorang sulit untuk diamati secara langsung karena merupakan aktivitas mental dari seseorang dalam pikirannya (minds-on). Tetapi representasi internal seseorang itu dapat disimpulkan atau diduga berdasarkan representasi eksternalnya dalam berbagai kondisi; misalnya dari pengungkapannya melalui kata-kata (lisan), melalui tulisan berupa simbol, gambar, grafik, tabel ataupun melalui alat peraga (hands-on). Dengan kata lain terjadi hubungan timbal balik antara representasi internal dan eksternal dari seseorang ketika berhadapan dengan sesuatu masalah. Representasi mempermudah menyelesaikan suatu masalah, dan juga dapat
132
133, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
memberikan gambaran, klarifikasi ataupun perluasan ide matematika. Sebagai contoh dalam NCTM (2000) tentang peran representasi siswa dalam memecahkan permasalahan berikut: Jika panjang sisi sebuah persegi panjang yang baru adalah menjadi dua kali panjang sisi persegi panjang mula-mula. Apa yang terjadi dari luas daerah persegi panjang mula-mula terhadap luas daearah persegi panjang
yang baru? Seorang siswa terkadang tergesa-gesa dalam menduga bahwa luas daerah persegi panjang yang baru akan memiliki luas daerah sebesar dua kali luas daerah persegi panjang mula-mula, tetapi siswa yang lain dapat berpikir lebih dalam. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut diperlukan bantuan representasi dalam bentuk gambar. Bentuk gambar yang diajukan, misalnya sebagai berikut:
= ¼ dari seluruh persegi panjang
Diagram 1. Representasi siswa dari hasil menduakalikan ukuran panjang sisi-sisi Persegi panjang. (Dari NCTM, 2000)
Dari hasil representasi tersebut terlihat bahwa penyelesaian terhadap permasalahan yang diberikan menunjukkan adanya sikap yang lebih hati-hati dan dapat menunjukkan bahwa luas daerah persegi panjang yang baru tidak hanya lebih besar tetapi dapat menunjukkan besarnya empat kali dari ukuran semula. Aktivitas ini selain menunjukkan bagaimana cara siswa menjawab juga ada aktivitas pembenaran terhadap jawaban yang lain. Representasi matematik melibatkan cara yang digunakan siswa untuk mengkomunikasikan bagaimana mereka menemukan jawabannya. Berpikir secara matematika dan untuk mengkomunikasikan ide-ide matematika, seseorang itu perlu merepresentasikannya dalam berbagai bentuk representasi. Siswa dapat membangun kepercayaan dirinya melalui
bentuk representasi yang dipilihnya, siswa tidak kehilangan rasa percaya diri, tidak merasa takut, dan tidak merasa minder dalam memberikan pejelasan atas jawabannya. Istilah representasi ditafsirkan sebagai alat-alat yang dipergunakan untuk penyampaian ide-ide matematika seperti tabel, grafik, dan persamaan (Confrey & Smit dalam Gagatsi & Elia, 2004). McCoy, Baker & Little (dalam Hutagaol, 2007) menyatakan bahwa untuk berpikir secara matematika dan untuk mengkomunikasikan ide-ide matematika, seseorang itu perlu merepresentasikannya dalam berbagai bentuk representasi seperti: bahasa verbal, numerik, model, diagram, tabel, notasi aljabar. Bentuk representasi yang satu merupakan prototipe atau berfungsi sebagai basis pemahaman dan penghubung dalam membantu memahami bentuk
Hutagaol, Multi Representasi, 134
representasi yang lain (Neria dan Amit, 2004). Sehingga akan lebih mudah bagi siswa dalam memahami konsep-konsep matematika. Grafik berperan sebagai prototipe untuk pemahaman representasi verbal dan tabel. Pada saat yang sama tabel merupakan prototipe peralihan ke bentuk simbolik. Even (Amit & Fried, 2004), menyatakan bahwa siswa akan lebih mudah memahami representasi yang satu ke representasi yang lainnya jika dikaitkan dengan pengetahuan sebelumnya, dan tergantung pada strategi dalam membawa siswa ke situasi-situasi matematika. Tetapi sangat perlu diperhatikan bahwa saat peralihan dari bentuk representasi yang satu ke bentuk representasi yang lain memerlukan suatu transisi (Sabandar, 2006). Pada saat peralihan dari bentuk kongkret ke bentuk aljabar perlu penggunaan alat bantu, dan alat bantu belajar merupakan materi yang sengaja dihadirkan (diciptakan) untuk membantu siswa dalam memahami konsep-konsep matematika, mulai dari bentuk yang sederhana, informal, semi kongkrit, sampai dengan formal abstrak. Vigotsky mengungkapkan bahwa representasi yang dibangun oleh siswa pada tingkat awal yang masih sederhana dapat berkembang menjadi yang lebih sempurna melalui aktivitas kognitif dalam masa belajar. Sabandar (2004) menyatakan bahwa suatu representasi tidaklah terjadi dengan sendirinya dalam suatu situasi yang terisolasi dari situasi atau masalah, karena representasi bertumpu pada suatu sistem struktur yang tinggi, apakah secara personal atau secara budaya dan konvesional (misalnya, simbol, yang diakui dan digunakan secara universal). Oleh karena itu, pemunculan suatu representasi dapat dirangsang atau dipicu oleh adanya situasi realistik dan akan lebih baik jika siswa merasa akrap dengan situasi tersebut. Dengan demikian
kehadiran representasi benar-benar sebagai alat yang dipergunakan untuk penyampaian ide-ide matematika, dan dengan strategi alternatif multi representasi pemecahan masalah matematika lebih bervariasi, dan dapat memperkecil kekeliruan konsep dalam matematika. Lesh, dkk (dalam Hwang, 2007) membagi representasi yang digunakan dalam pendidikan matematika dalam lima jenis, meliputi representasi objek dunia nyata, representasi konkret, representasi simbol aritmetika, representasi bahasa lisan atau verbal dan representasi gambar atau grafik. Di antara kelima representasi tersebut, tiga yang terakhir lebih abstrak dan merupakan tingkat representasi yang lebih tinggi dalam memecahkan masalah matematika. Kemampuan representasi bahasa atau verbal adalah kemampuan menerjemahkan sifat-sifat yang diselidiki dan hubungannya dalam masalah matematika ke dalam representasi verbal atau bahasa. Kemampuan representasi gambar atau grafik adalah kemampuan menerjemahkan masalah matematik ke dalam gambar atau grafik. Sedangkan kemampuan representasi simbol aritmatika adalah kemampuan menerjemahkan masalah matematika ke dalam representasi rumus aritmatika. Ide-ide atau konsep matematika yang abstrak dapat menjadi konsep yang nyata dan lebih mudah dipahami jika disiasati atau disengaja secara terencana oleh guru dalam multi representasi, sehingga pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan lancar, dan tujuannya berupa hasil belajar bisa tercapai secara optimal. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam kajian ini, kita mengamati cara-cara yang dipilih siswa dalam mengkomunikasikan jawaban mereka. Melihat langkah-langkah pemecahan
135, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
masalah dan bagaimana mereka memberikan alasannya. Kenyatannya sebagian besar siswa salah konsepsi dalam menterjemahkan bentuk verbal ke bentuk aljabar, dan siswa sangat sulit memahami bentuk aljabar. Selanjutnya Pengamatan tentang bagaimana siswa memilih cara representasi untuk mengkomunikasikan pemecahan masalahnya, menunjukkan bahwa mayoritas siswa lebih menyukai cara verbal dan numerik. Minoritas siswa menyukai cara aljabar. Siswa lebih memilih representasi non aljabar. Berikut ini adalah contoh kesalahan konsepsi dalam menterjemahkan bentuk verbal ke simbolik “empat kali lebih kecil” ditulis “ 4 ” (Gagatsi & Elia, 2004). Kusumah (2008) menyatakan sering kekeliruan konsep dari guru, misalnya: 3 pensil + 2 pensil = 5 pensil. Guru menuliskan di papan tulis: 3 p 2 p 5 p , dari ilustrasi tersebut bahwa yang benar adalah: 3 2 5 . Kekeliruan konsep dalam kontes tersebut tidak mudah
ke-1 ke-2 ke-3 Selanjutnya hasil penelitian Neria, D. and Amit (2004) dari total 350 jawaban yang benar, 153 siswa (44%) yang menjawab benar dengan cara verbal, 131 siswa (37%) menjawab benar dengan cara aritmetika, 39 siswa (11%) menjawab benar dengan cara aljabar, sisanya siswa yang tidak menjawab. Yang menjawab benar dengan cara aljabar adalah siswa yang berkemampuan tinggi. Kemudian ditemukan bahwa representasi-representasi itu sendiri tidak membantu dalam mengembangkan pemecahan masalah. Mengapa bisa terjadi bahwa representasi-representasi itu sendiri tidak membantu dalam mengembangkan pemecahan masalah? Karena guru tidak
dikenali, disadari ketika memperkenalkan pengertian antara dua bilangan bulat. Hasil penelitian di SMP N. 22 Bandung; y 3x , untuk x 4 sebagai 34, sebab 3 dipahami sebagai puluhan, dan x dipahami sebagai satuan. Sehingga pada persamaan y 3x 8. Apabila siswa diminta untuk menentukan nilai y, jika diketahui x 4 , maka masih ditemukan siswa yang pemahamannya adalah y 34 8, sehingga diperoleh y 26 Sehingga kalau x 4 berarti 3x 34 (Turmudi dkk, 2001). Hasil penelitian pendahuluan (2008) di SMP N. I Cisarua Kab. Bandung Barat dari total 161 jawaban yang benar, hanya 5 siswa (3%) yang menjawab benar dengan cara aljabar, 156 siswa (97%) yang menjawab benar dengan cara verbal dan numerik. Contoh soal sebagai berikut (sumber: UN SMP 2007/2008 Kab. Bandung Barat, paket B no.7). Tentukanlah banyak lingkaran pada pola ke-10
ke-4 ke-5 memperhatikan pengalihan dari bentuk representasi yang satu ke bentuk representasi yang lain, yang merupakan suatu proses psikologis yang memerlukan suatu transisi. Dengan demikian sehingga pengalihan bentuk representasi tersebut menjadi blok penghambat bukan menjadi saling terkait satu sama lain sehingga membantu siswa dalam memahami konsep-konsep matematika. Selanjutnya dalam menanamkan konsep baru kepada siswa haruslah didasari dengan pengetahuan sebelumnya serta pengalaman keseharian siswa. Siswa akan lebih mudah memahami representasi yang satu ke representasi yang lainnya jika dikaitkan dengan pengetahuan sebelumnya, dan
Hutagaol, Multi Representasi, 136
tergantung pada strategi dalam membawa siswa ke situasi-situasi matematika. Setiap sistim representasi memiliki regularitas sendiri, sehingga pengalihan antara sistim representasi yang satu ke representasi yang lain kadangkala menjadi penghambat untuk memperdalam konsep-konsep baru. PENUTUP Berkomunikasi dengan cara aljabar adalah sangat sulit bagi siswa. Penggunaan atau pengalihan dari angka-angka digeneralisasikan ke dalam simbol adalah sesuatu hal yang sukar bagi mereka. Guru harus mampu membantu siswa untuk dapat memberdayakan skemata mereka, artinya harus dapat mengaitkan pengetahuan sebelumnya, tergantung pada strategi
dalam membawa siswa kesituasi-situasi matematik mereka. Bentuk representasi yang satu merupakan prototipe atau berfungsi sebagai basis pemahaman dan penghubung dalam membantu memahami bentuk representasi yang lain. Sehingga akan lebih mudah bagi siswa dalam memahami bentuk representasi yang satu ke yang lain. Grafik berperan sebagai prototipe untuk pemahaman representasi verbal dan tabel. Pada saat yang sama tabel merupakan prototipe pengalihan ke bentuk simbolik. Sebagai contoh; jika guru melibatkan pengetahuan siswa sebelumnya pada soal y 3x ; untuk x 4 , sebagai berikut:
X
Y Dikali Tiga
0
0
1
3
2
6
3
9
4
12
m
3m
Dari contoh tersebut kita melihat peranan diagram panah, untuk menggiring pemahaman siswa, berapakah y jika x sama dengan empat, siswa akan menjawab 12, kemudian siswa dapat menuliskan kembali ke dalam bentuk aljabar. Berkomunikasi dengan cara aljabar adalah sangat sulit bagi siswa. Penggunaan atau pengalihan dari angka-angka digenera-
lisasikan ke dalam simbol adalah sesuatu hal yang sukar bagi mereka. Guru membantu siswa untuk memberdayakan skemata mereka, artinya harus mengaitkan pengetahuan sebelumnya, tergantung pada strategi dalam membawa siswa kesituasisituasi matematik mereka.
137, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
DAFTAR PUSTAKA Amit, M. and Fried, M. N (2004). Multiple Representations in 8TH Grade Algebra Lessons: Are Learner Really Getting it? Proceding of the 29th Conference of the Internasional Group for Psychology of Mathematics Education, Vol 2, pp. 57-64. Melbourne: PME. Ansari, B.I. (2004). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa SMU melalui Strategi Think-TalkWrite. Bandung: Disertasi pada SPs UPI. Tidak diterbitkan. Gagatsi, Christou, and Elia, (2005). The Nature of Multiple Representations in Developing Mathematical Relationships. International Journal for Mathematics Teaching and Learning, Quarderni Ricerca in Didattica, nl 4. Herman, T. (2000). Representasi dan Strategi Mental yang digunakan Siswa SLTP dalam Penyelesaian Soal Cerita yang Memuat Sifat Aljabar dan Urutan. Laporan Hibah Penelitian dalam Rangka Implementasi Program Due-like Universitas Pendidikan Indonesia. Hudiono, B. (2005). Peran Pembelajaran Diskursus Multi Representasi terhadap Pengembangan Kemampuan Matematik dan Daya Representasi pada Siswa SLTP. Bandung: Disertasi pada SPs UPI. Tidak diterbitkan. Hudoyo, H (2002). Representasi Belajar Berbasis Masalah. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya. ISSN: 085-7792. Tahun VII, edisi khusus. Hutagaol, K. (2007). Pembelajaran Matematika Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Komu-
nikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Bandung: Tesis pada SPs UPI. Tidak diterbitkan. Hwang, W. Y., Chen, N. S., Dung, J. J., & Yang, Y. L. (2007). Multiple Representation Skills and Creativity Effects on Mathematical Problem Solving using a Multimedia Whiteboard System. Educational Technology & Society, Vol 10 No 2, pp. 191-212. Jones & Knuth (1991). What does research about mathematics? [on line]. Available: http://www. Ncrl.org/sdrs/areas/stw_esys/2math. html.[12 Februari 2008). NCTM (1989). Curriculumand Evaluastion standard for School Mathematics Education. Reston. Va: NCTM. NCTM (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM. Neria, D. and Amit, M (2004). Students Preference of Non Algebraic Representations in Mathematical Comunication. Proceding of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, Vol. 3 pp 409-416. Polya. (1985). How to Solve It. A New Aspect of Mathematical Method. Second Edition. New Jersey: Princeton University Press. Ruseffendi, E. T. (1991). Pengantar kepada Mengembangkan Kompetensi Guru Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Sabandar, J. (2004). Representasi Matematik. Makalah disajikan pada Seminar Pendidikan MIPA IMSTEP JIKA di FMIPA UPI. Bandung. Sabandar, J. (2006). Model dalam Pembelajaran Matematika Realistik. Jurnal Matematika, Ilmu Penge-
Hutagaol, Multi Representasi, 138
tahuan Alam, dan Pengajarannya. Mipa Tahun 35, No 2, Hlm. 121261, ISSN 0854-8269. Malang. Suherman, E., Turmudi, Suryadi, D., Herman, T., Suhendra, Prabawanto, S., Nurjanah, dan Rohayati, A. (2001). Strategi pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI. Soekisno, B.A. (2002). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika siswa dengan strategi Heuristik. Bandung: Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan. Sudjimat, D.A. (1995). Pembelajaran Pemecahan Masalah. Tinjauan Singkat Berdasarkan Teori Kognitif. Jurnal Pendidikan humaniora dan sains. 1 dan 2. Malang: IKIP Malang.