MODUL
II.
VEGETASI HUTAN
Modul kedua tentang vegetasi hutan membahas mengenai pengertian masyarakat hutan mulai dari tingkatan vegetasi sampai ke habitat, berbagai macam tipe vegetasi hutan di Papua dan komposisi jenis tumbuhan penyusun tiap tipe vegetasi. Kemudian ancaman terhadap keberlanjutan vegetasi.
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir pembelajaran modul vegetasi hutan diharapkan mahasiswa memiliki kemampuan untuk: 1. Mendefinisikan dengan tepat pengertian vegetasi, komunitas, populasi dan habitat. 2. Mengambarkan dengan jelas berbagai macam tipe vegetasi hutan di Papua dan menjelaskan perbedaan dari tiap tipe vegetasi. 3. Mengetahui komposisi jenis tumbuhan penyusun tiap tipe vegetasinya.
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK) Setelah menyelesaikan modul ini mahasiswa dapat: 1. Mengenal secara langsung di lapang dan menjelaskan tipe vegetasinya. 2. Mampu memberikan mendeskripsi dan identifikasi tipe-tipe vegetasi yang terdapat dilokasi tempat belajar maupun lingkungan tempat praktikum secara khusus, dan di Papua secara umum. 3. Mengenal komposisi jenis -jenis tumbuhan penyusun dan struktur tiap tipe vegetasi
II-1
4. Mengetahui persebaran dan keragaman jenis-jenis pohon yang tumbuh pada setiap tipe vegetasi.
2.1.
PENGERTIAN VEGETASI, KOMUNITAS, POPULASI DAN HABITAT
VEGETASI Kumpulan komunitas yang mencirikan tempat hidupnya dan dibatasi oleh ruang. KOMUNITAS Kumpulan populasi suatu jenis pada suatu lingkungan. POPULASI Kumpulan suatu jenis tumbuhan pada habitat yang sama. HABITAT Tempat hidup suatu organisma, yang lingkungannya terdiri dari abiotik dan biotik.
2.2.
KEANEKARAGAMAN VEGETASI HUTAN PAPUA
Secara garis besar diketahui ada 10 tipe vegetasi di Papua yang dimulai dari laut sampai ke pegunungan tinggi yaitu vegetasi: 1) Pantai (Coastal Forest); 2) Payau/ bakau (Mangrove Forest); 3) Rawa Dataran Rendah (Lowland Swamp Forest); 4) Hutan Hujan Dataran Rendah (Lowland Rain Forest); 5) Hutan Merangas (Heath Forest); 6) Hutan Pegunungan Rendah (Lower Montane Forest); 7) Hutan Pegunungan Tengah (MidMontane Forest); 8) Hutan Pegunungan Tinggi (Upper Montane Forest); 9) Hutan SubAlpin (pohon dan perdu) (Sub-Alpine Forest and Shrubbery); dan 10) Padang rumput Sub-Alpin (Sub-Alpine Grasslands) (Johns, 1997). Tipe atau zona vegetasi ini dibedakan
II-2
berdasarkan ketinggian tempat dan jenis tumbuhan yang menyusun komposisi vegetasi dimaksud, pada setiap perubahan vegetasi ada suatu daerah peralihan yang dikenal dengan sebutan daerah ekotone. Lebih lanjut Petocz (1987) menggambarkan dengan lebih rinci tipe vegetasi di Papua yang terurai menjadi 34 tipe ekosistem, dan Papua dikenal sebagai pulau dengan ekosistem terlengkap didunia yang turut menyumbang kepada kekayaan hayati Indonesia. Indonesia terkenal sebagai negara mega biodiversity nomor satu di dunia kemudian diikuti oleh Brazil dan Columbia. Hampir setengah dari kekayaan hayati Indonesia terdapat di Papua dan pulau-pulau sekelilingnya. Fenomena tersebut mengundang para biologist dari seluruh dunia untuk datang dan menjadikan Papua sebagai field station biologinya.
2.3.
KOMPOSISI JENIS TUMBUHAN PENYUSUN TIPE VEGETASI
Gambaran umum jenis tumbuhan yang menyusun komposisi jenis vegetasi dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Hutan Pantai, kawasan ini didominasi Casuarina equisetifolia yang menyebar sepanjang pantai selatan Papua sehingga lebih dikenal dengan sebutan “Casuarina Pantai” . Tipe hutan dimaksud sangat berbeda dengan hutan pantai dibagian lain dari New Guinea dimana jenis hutan hujan yang umum dijumpai. Hutan Casuarina sangat sederhana dalam struktur dan rendah dalam jumlah jenis. Bagian selatan Papua, tipe hutan in akan mencakup beberapa elemen
II-3
hutan hujan dataran rendah karena hutannya terisolasi dari hutan dataran rendah disekitarnya, hutan mangrove yang luas dan hutan rawa dataran rendah.
Pohon Casuarina tumbuh mencapai ketinggian antara 25-30 meter dan kemampuan untuk mengkonversi oksigen dari atmosfir untuk pertumbuhan pohon membuat jenis ini beradaptasi baik sebagai jenis invasi pada edafis yang miskin hara, berpasir di bagian pantai. Jenis pohon lain yang umum ditemui sepanjang pesisir pantai adalah Calophyllum inophyllum, Terminalia catappa, Hernandia oviger dan Hibiscus tiliaceus, dan jenis pohon lain yang tumbuh secara lokal Cordia yang bijinya dipakai sebagai perekat atau lem. Jenis liana berkayu seperti Derris, akarnya digunakan untuk racun ikan, tumbuhan ini berbahaya karena getahnya dapat menyebabkan kebutaan.
Cassytha filiformis, liana parasit, kurang daunnya, tumbuh pada beberapa jenis pohon pantai. Jenis liana lain seperti Flagellaria indica, yang ujung daunnya menggulung dan melingkar untuk menopangnya, sering digunakan untuk mengikat tiang rumah. Jenis paku sarang burung Asplenium, dan beberapa anggrek yang epifit pada pohon. Jenis tumbuhan tanah seperti Acanthus, Scaevola, Ipomoea pes-caprae dan Sesuvium portulacastrum. Jenis ini sering dipanen sebagai sayuran. Ipomoea dan Sesuvium sering membentuk kommunitasnya sendiri pada daerah terbuka. Rumput pantai juga dapat ditemukan sepanjang pesisir pantai Papua.
II-4
2. Hutan Mangrove, Hutan ini melimpah sepanjang pantai selatan Papua, dimana membentuk mangrove terbesar yang masih tersisa di kawasan Asia. Ada 33 jenis pohon mangrove dikenal asal New Guinea, lebih banyak dari yang terdapat dibagian lain benua. Sebagaimana jenis mangrove masing-masing memiliki toleransi yang berbeda terhadap salinitas, membentuk hutan yang memiliki variasi komposisi jenis dari tipe hutan daratan. Pada pinggiran kommunitas mangrove akan dijumpai Avicennia, dibelakangnya Rhizophora yang tumbuh ekstensif, dan hampir murni jenis ini saja. Jenis umum lainnya Aegiceras, Ceriops dan Xylocarpus.
Beberapa jenis buah mangrove akan bertumbuh sementara masih melekat pada pohon induk, semainya akan menjangkar dengan akarnya pada lumpur ketika lepas dari pohon. Sangat mudah mengenal perbedaan jenis mangrove dari system perakarannya karena setiap jenis memiliki perbedaan bentuk akar napas dan tipe kulitnya.
Komunitas mangrove juga dapat ditemui tumbuh dengan baik sepanjang sungai kearah daratan pada wilayah pesisir selatan Papua. Beberapa jenis Sonneratia umum dijumpai pada sisi dalam mangrove dimana kandungan salinitas rendah. Diospyros maritima, Nypa fruticans, Heritiera littoralis dan dua jenis Lumnitzera juga tumbuh di konsentrasi rendah salinitas. Jenis terakhir ini memiliki warna
II-5
bunga yang merah dan kuning cerah. Kemudian jenis pakuan yang berasosiasi dengan mangrove ada 2 yaitu Acrostichum speciosum dijumpai sepanjang pinggiran mangrove pada salinitas tinggi dan Acrostichum aureum tumbuh pada aliran sungai yang banyak air tawar meskipun masih ada sedikit kadar garamnya. Jenis epifit juga dapat dijumpai pada percabangan mangrove seperti Dischidia dan beberapa jenis anggrek.
3. Hutan Rawa Dataran Rendah, pada bagian selatan Papua didominasi oleh pertumbuhan ekstensif Campnosperma brevipetiolata. Alstonia spathulata dapat juga membentuk komunitas murni tanpa jenis lain dalam edafis dengan ketebalan genangan air tawar dimana juga djumpai tumbuh bersama jenis liana, Pandanus. Hutan rawa sangat ekstensif dekat daerah pantai, tapi dapat dijumpai juga pada dataran tinggi. Jenis Palem Sagu seperti Metroxylon sago, dapat mendominasi area hutan rawa bahkan sampai ketinggian 200 meter di atas muka laut. Beberapa vegetasi dominasi oleh sagu diperkirakan tumbuh karena ditanam, sebagai hasil dari penebangan jenis pohon pada hutan rawa. Sebagaimana kanopi pohon ditebang, Metroxylon berkembang bahkan dapat mendominasi kawasan dimaksud. Sago adalah makanan pokok bagi banyak penduduk lokal, bahkan sering ditemukan larva dari kumbang disebut ulat sagu pada sagu yang juga dikonsumsi masyarakat karena merupakan sumber protein.
II-6
Jenis epifit umum dijumpai pada hutan ini seperti Dischidia, Hydnophytum, Hoya dan beberpa jenis pakuan seperti Nephrolepis. Hanguana dapat membentuk tegakan murni pada area yang terganggu. Fiksasi Nitrogen, jenis paku apung Azolla umum ditemukan, dan sering membaur dengan ‘gulma bebek’, Lemna, dan jenis ‘lili air tawar’ teratai. Tumbuhan air introduksi seperti ‘Hyacinth’ Eichhornia crassipes, tumbuh cepat pada rawa terbuka. Epifit dan jenis parasit seperti ‘mistletoe’ Decaisnina, melimpah dalam kebanyakan komunitas. Jenis Pakuan merambat Teratophyllum, dan tumbuhan berkantong seperti Nepenthes juga umum dijumpai.
Jenis pohon mangrove seperti Rhizophora apiculata dan Sonneratia caseolaris, dapat membentuk komunitas hutan murni dalam hutan rawa dataran randah. Pada bagian lain hutan rawa sangat seasonal dan tergenang hanya pada musim hujan. Hutan pohon berkulit kertas Melaleuca di Merauke, juga dapat tumbuh bila kedalaman air antara 1- 4 meter hanya pada musim hujan.
4. Hutan Hujan Dataran Rendah, di Papua kawasan ini adalah satu-satunya yang kompleks dan beragam komposisi jenisnya, tetapi sedikit diketahui komunitas tumbuhannya di dunia. Lebih dari 1500 jenis pohon sudah diketahui dari lebih 80 marga di Papua, dan merupakan rumah bagi sejumlah jenis sub-kanopi, tumbuhan parasit, epifit dan merambat yang belum teridentifikasi. Hutan hujan dapat mencapai 45 meter tinggi tegakannya, dengan kanopi tertinggi yang
II-7
didukung oleh banir akar yang kokoh. Marga Ficus spp. adalah pemasok makanan terpenting bagi jenis burung. Marga pohon yang paling sering dijumpai pada hutan ini memiliki daun yang berbentuk sangat lebar contohnya, Pometia, Pterocarpus, Alstonia, Artocarpus, Vitex, Cerbera dan Maniltoa. Beberapa jenis Syzygium memilik daun yang kecil. Kebakaran hutan sering terjadi saat periode musim kering yang panjang (ElNino even). Hutan hujan dataran rendah telah terbakar sebagai hasil dari kebakaran hutan, jenis umum seperti Pometia pinnata dan Intsia bijuga menginvasi area bekas bakaran.
Sub-canopi dari hutan ini juga sangat beragam dan memiliki beberapa genera meliputi jenis Diospyros, Saurauia, Gnetum, Schefflera, Myristica, Neuburgia dan Psychotria. Berbagai jenis palem kipas dan buluh seperti Gronophyllum dan Licuala dan beberapa jenis Pandanus sering dijumpai tumbuh, khususnya pada kondisi tanah yang agak basah. Dillenia dan Octomeles sumatrana dengan percabangan yang lurus dan panjang dan daun lebar berbentuk jantung, tersebar pada kawasan ini dan sepanjang daerah aliran sungai. Kanopinya padat pada hutan dataran rendah dewasa, memberikan sedikit penetrasi cahaya kedalam bagian bawah hutan. Selain hal tersebut, tumbuhan bawah juga umum dijumpai. Sejumlah besar jenis epifit terdapat pada hutan tersebut termasuk jenis tumbuhan pakuan. Di antara tumbuhan merambat, ada beberapa jenis Aeschynanthus, Mucuna, Dimorphanthera, Pothos dan banyak jenis rotan
II-8
(Calamus dan Korthalsia). Liana bertali, Aristolochia, adalah tumbuhan makan bagi kupu-kupu sayap burung.
5. Hutan Kerangas, hutan ini banyak dijumpai tubuh pada bagian selatan Papua yaitu di Merauke, kawasan ini memiliki komposisi jenis yang berbeda dengan hutan lain di Papua karena di dominasi oleh Myrtaceae terutama marga Eucalyptus dan Syzygium. Sangat jarang ditemui jenis berdaun lebar karena kondisi hutannya kering. Diperkirakan pada jaman Pleistocene wilayah ini menyatu dengan benua Australia yang dikenal dengan dangkalan ‘Sahul’. Beranjak dari kondisi habitat yang sangat khas mennyebabkan jenis fauna pun berbeda dengan yang ada di belahan lain pulau Papua karena di hutan tersebut banyak sekali mamalia seperti Kanguru dan Walabi yang hidup dan beradaptasi dengan habitat ini. Sehingga tak jarang jenis satwa dimaksud sangat sedikit bahkan jarang dijumpai hidup secara alam di tipe vegetasi lain.
Jenis pohon yang dijumpai disana Kebanyakan Melaleuca cajuputi, Banksia, Calistemon, Cassia Acacia, Grevillea dan Eucalyptus papuana yang juga dijumpai dibenua Australia. Jenis liana seperti Nepenthes tumbuh pada lantai hutan yang tercampur dengan beberapa jenis pohon tropis seperti Syzygium. Selain itu juga tumbuh ‘giant grass’ Xanthorrhoea yang mendominasi hutan kayu savanna (Bowman, 2000).
II-9
Selanjutnya komposisi jenis dan sturktur dari hutan ini biasanya berbeda dari sekitar hutan hujan dataran rendah. Hutan ini juga dikenal sebagai dengan sebutan hutan ‘kerangas’ di kawasan Malesia, dan persebarannya terbatas di New Guinea. Area persebaran terbesar di New Guinea hanya pada terrace Pleistosin ke bagian selatan Pegunungan Jaya di Irian Jaya yang sekarang dikenal sebagai Papua. Terace ini terbentuk menjulang dengan susunan material putih (glacial outwash) yang biasanya asam. Sungai yang mengairi daerah ini biasanya berwarna seperti the. Area hutan kerangas biasanya sangat jelas Nampak dari udara dan foto satelit karena canopy nya yang berukuran kecil dan rendah. Kebanyakan jenis penyusun kanopi hutannya memiliki daun kecil dan tebal dan bersifat schlerophyllous yang memberikan penampakkannya sangat berbeda di hutan.
Tajuk kanopinya secara umum didominasi oleh kelompok tumbuhan Gymnosperma , yang utama yaitu Podocarpus, Dacrydium, dan juga beberapa jenis pinus, Pandanus. Jenis lain yang sering dijumpai pada area ini antara lain Calophyllum, Elaeocarpus dan beragam jenis pohon hutan dari family Annonaceae dan Cunoniaceae. Jenis kayu oak betina yang diwakili marga Gymnostoma dan mendominasi area hutan kerangas. Beberapa jenis pemanjat berdiameter kecil, jenis epifit dan tumbuhan sarang semut termasuk marga Hydnophytum dan Myrmecodia sangatlah mudah dijumpai. Jenis epifit juga sangat beragam di hutan ini. Tumbuhan berkantong Nepenthes banyak tumbuh
II-10
di area ini. Tumbuhan penutup lantai hutan seperti beragam jenis tumbuhan paku-pakuan, anggrek seperti Spathoglottis yang tumbuh pada area terbuka, Rubiaceae dan Araceae. Beberapa jenis tumbuhan yang disebut rheofit, tumbuh bergerombol di sepanjang daerah aliran sungai dalam hutan ini. Juga termasuk jenis paku-pakuan Dipteris lobbiana, yang sangat jarang tumbuh di New Guinea tetapi melimpah di seluruh kawasan malesiana. Kebanyakan jenis dari hutan kerangas juga tumbuh di hutan pegunungan tengah New Guinea.
Keunikan jenis vegetasi ini yang membedakan secara signifikan dari hutan lain yang ada di Papua dan tipe ini menambah kekayaan tipe vegetasi yang tidak dijumpai di belahan dunia lainnya, Petocz (1987) memperkirakan Papua memiliki 34 tipe ekosistem yang membuat Pulau uni begitu unik dengan keragaman flora faunanya, sehingga menarik ilmuan dari berbagai belahan dunia untuk melakukan ekspedisi botani dan zoologi guna mengungkap kekayaan hayati terkaya didunia.
6. Hutan Pegunungan Rendah, tipe ini juga sangat berbeda dengan vegetasi disekitarnya. Hutan ini sangat basah dengan sub-kanopi terbuka, dan memiliki beberapa jenis bryofita dan tumbuhan paku dibanding hutan di zone pegunungan tengah. Hutan ini didominasi oleh Castanopsis acuminatissima, Lithocarpus dan famili Lauraceae. Kanopi mencapai 20 sampai 25 meter tinggi dan tersusun utamanya dari jenis hutan berdaun lebar. Terkadang jenis pohon
II-11
conifer Araucaria cunninghamii tumbuh dikawasan ini. Galbulimima belgraveana membentuk formasi yang cukup padat. Engelhardtia rigida adalah jenis asosiasi yang umum tumbuh. Di beberapa tempat, jenis conifer seperti Agathis bisa mendominasi. Araucaria cunninghamii dan di PNG Araucaria hunsteinii, dapat membentuk komunitas ekstensif dan bahkan murni, tegak dengan tinggi mencapai 75 meter. Lauraceae diwakili oleh marga Cinnamomum, Litsea dan Cryptocarya. Genera umum lainnya Elmerrillia (Magnoliaceae), Myristica, beberapa jenis Ficus, Xanthomyrtus, dan Weinmannia. Nothofagus jarang ditemukan di hutan tersebut. Pandanus secara local dapat dijumpai pada daerah agak basah tetapi tidak pernah menjadi komponen regular dari subkanopi seperti umumnya di hutan basah pegunungan tengah. Anggota dari famili Ericaceae juga umum dijumpai. Ini adalah zona mayoritas untuk agrikultur dan buah Ficus dammaropsis yang dimakan juga dibudidayakan pada kawasan ini.
Elaeocarpus, Homalanthus, Alphitonia, Sauraria dan Macaranga adalah marga yang umum tumbuh didaerah yang sudah terganggu pada hutan ini. Banyak jenis paku pohon Cyathea hidup pada habitat ini. Epifit tumbuhan paku seperti Hymenophyllum, dan Oleandra dan jenis anggrek juga umum tumbuh, tetapi tidak membentuk komunitas yang padat yang menutupi lantai hutan, percabangan dan batang pohon. Burmannia tumbuh baik pada area terbuka.
II-12
Jenis liana juga umum tumbuh dan pohon berbanir sangat jarang dalam hutan ini.
7. Hutan Pegunungan Tengah, didominasi pohon Nothofagus yang membentuk hutan tertutup dengan tinggi mencapai 25-30 meter. Tipe hutan ini terdapat pada ketinggian 1800 – 3000 meter di atas permukaan air laut pada kebanyakan daerah pinggirannya terjal dan menurun ke 1500 meter pada kondisi cukup dingin, bagian selatan medannya cukup curam. Kanopi pohon di dalam hutan meliputi jenis conifer seperti Phyllocaldus, Calophyllum, dan Macaranga. Jenis perdu yang umum misalnya marga Pittosporum, dengan biji warna hitam dan lengket seperti Musaenda, anggota family jenis kopi dan Seriola, marga yang terbatas dijumpai di New Guinea dan Maluku.
Di antara jenis tumbuhan terestial yang melimpah dijumpai jenis Begonia, Symbegia dan tumbuhan paku-pakuan termasuk Blechnum. Pipturus dijumpai tumbuh sepanjang sungai. Beberapa tumbuh paku muda yang tumbuh di hutan ini sering dikonsumsi sebagai sayur-sayuran. Pada daerah yang terganggu, bamboo juga hadir merambat, yaitu Racemobambos, dapat tumbuh merapat dan padat. Disebabkan oleh kelembaban yang tinggi jenis epifit cukup melimpah di hutan ini, termasuk paku epifit, anggrek Epiblastus, marga Zingiber (jahejahean), dan banyak Rhododendron dan anggota dari Melastomataceae. Juga
II-13
umum tumbuh jenis parasit marga Amyema. Ciri lain dari hutan ini adalah melimpahnya jenis jamur dan lumut pada permukaan daun.
Pembukaan hutan kecil akibat longsor dan badai member peluang tumbuh bagi berbagai jenis tumbuhan. Khusunya yang umu dijumpai antara lain Rhododendron, tetapi tipe tumbuhan lain seperti jahe-jahean, anggrek tanah, Dianella, Eurya, Drimys, Rhodomyrtus, dan jenis tumbuhan paku seperti Lycopodiaum dan Sticherus. Herba jenis kecil seperti Viola dan Gentiana umum tumbuh pada daerah terbuka. Beberapa jenis regenerasi dengan bebas pada daerah terbuka. Pada gap area besar tumbuh Homalanthus dan Pandanus. Jenis Utricularia pulchra tumbuh sebagai epifit pada cabang pohon disisi sungai yang lembab dan daerah tebing (Johns , 2000).
8. Hutan Pegunungan Tinggi, tipe vegetasi ini berada pada ketinggian 2.800-3.300 meter diatas permukaan laut (rendah pada bagian terisolasi). Biasanya didominasi oleh jenis konifer Dacrycarpus, Phyllocladus, Podocarpus dan Papuacedrus. Kondisi tropisnya ekuivalen dengan hutan konifer di daerah temperat. Pada beberapa lokasi Dacrydium jenis konifer lain juga dapat tumbuh. Kanopi hutan tertutup, umumnya 10-15 (-20) meter tinggi tegakannya. Kebanyakan Podocarpus memiliki sebaran tumbuh altitudinal yang luas dari pegunungan tengah sampai hutan sub-alpin tetapi hanya ekstensif tegakan murni dibagian atas dari kawasan ini. Secara lokal jenis pohon umum tumbuh
II-14
adalah Elaeocarpus dan Nothofagus pullei. Juga yang umum dijumpai adalah Schefflera dan Harmsiopanax, jenis terakhir ini dengan bunga dan batangnya yang berwarna hijau cerah dan tertutup oleh duri tajam dan panjang. Seperti halnya sagu di hutan rawa, tumbuhan Harmsiopanax menggugurkan daunnya ketika berbunga dan mati setelah biji muncul.
Sub-kanopi sangat kaya akan perdu, termasuk jenis Sericolea, Sauraria, Tasmannia, Rhododendron, Dimorphanthera, Vaccinium, Gaultheria dan Pittosporum. Kantong hutan yang terganggu akan didominasi jenis paku pohon. Batang jenis ini menyediakan habitat yang baik untuk jenis anggrek dan jenis paku lainnya tetapi beberapa jenis epifit saja yang dapat tumbuh pada ketinggian kawasan yang demikian. Ada banyak individu tumbuhan tetapi sedikit jenisnya. Tumbuhan bawah juga miskin jenisnya tetapi jenis dari Urticaceae, Lycopodium dan Huperzia umumnya dapat tumbuh. Terdapat beberapa jenis pemanjat dalam hutan tetapi tumbuhan jenis seperti Freycinetia hadir pada daerah terbuka. Daun dari kanopi pohon dapat padat menutupi berasosiasi dengan lumut (Bryofita). Pada kawasan ini bisa hidup jenis satwa, burung cenderawasih elok seperti Macgregoria pulchra (Beehler et al., 2001).
9. Hutan Sub-Alpin (pohon dan perdu), tipe vegetasi ini berada pada ketinggi lebih dari 3500 meter dpl, sehingga jumlah jenis pohon dan perdu juga tidak banyak, kanopinya juga ditutupi oleh lumut yang umum tumbuh pada daerah tinggi.
II-15
Pada hutan ini banyak ditemui Cycas, suhu cukup dingin sehingga hutan ini dikenal dengan sebutan hutan berdaun jarum yang terjadi sebagai adaptasi pada lingkungan yang kadar oksigen rendah sehingga mengurangi penguapan.
10. Padang Rumput Sub-Alpin, pada tipe ini dapat dijumpai daerah yang tertutup salju sehingga jenis yang ada di kawasan ini kebanyakan didominasi oleh rumput, dan beberapa jenis dari famili Rosaceae. Kawasan in berada pada ketinggian 4000 meter dpl. Sangat jarang ditemukan fauna yang hidup.
Perbedaan tipe vegetasi ini erat kaitannya dengan jenis satwa yang hidup didalamnya yang beradaptasi dengan tipe habitat tersebut, mengingat setiap kawasan merupakan tempat bermain dan mencari makan dari satwa. Dengan demikian ada terjadi spesifikasi jenis pada tipe habitat tertentu, misalnya akan lebih banyak dijumpai jenis bangau dari marga Egretta pada daerah pantai dan mangrove dari pada hutan pegunungan tinggi (Beehler et al., 2001).
2.4.
ANCAMAN PADA KEBERLANJUTAN VEGETASI
Secara global keanekaragaman hayati tertinggi terdapat pada periode geologi masa kini, namun seiring dengan pertambahan populasi kehidupan baik manusia, hewan dan lainnya, sejak saat itu, kekayaan hayati ini mulai berkurang apalagi dengan pertambahan populasi yang cukup tinggi. Efek utama dari kegiatan manusia adalah
II-16
kegiatan perburuan liar, pembakaran hutan dan pembukaan hutan untuk pembangunan infrastruktur. Pada semua benua, terdapat catatan bahwa perubahan atau penghancuran habitat yang dilakukan oleh manusia bersamaan waktunya dengan kepunahan spesies yang tinggi. Ada kecenderungan bahwa kecepatan kepunahan spesies semakin lama semakin cepat dan sebagian besar kepunahan terjadi dalam kurun waktu 150 tahun terkahir ini (Primack et al., 1998). Perkiraan kecepatan kepunahan yang didasarkan hilangnya habitat bervariasi karena tiap-tiap kelompok spesies dan tiap daerah geografis mempunyai hubungan spesies wilayah tersendiri. Ancaman utama pada kepunahan oleh kegiatan manusia adalah: •
Perusakan habitat
•
Fragmentasi hutan
•
Gangguan akibat polusi
•
Penggunaan spesies yang berlebihan
•
Introduksi spesies eksotik, dan
•
Penyebaran penyakit
dan yang disebabkan oleh factor alamiah antara lain: •
Gempa bumi (Earthquake)
•
Tsunami
•
Tanah Lonsor (Landslide)
•
Gunung Meletus (Eruption)
II-17
Pertanyaan: 1. Apa yang dimaksud dengan: a) vegetasi; b) komunitas; c) populasi; dan d) habitat? 2. Jelaskan berapa macam tipe vegetasi di Papua dan bagaimana membedakan tiap tipe vegetasinya? 3. Gambarkan jenis pohon apa yang tumbuh pada tiap tipe vegetasi dan bagaimana dengan penyebarannya?
Pustaka yang direkomendasikan:
Beehler B M, T K Pratt, and D A Zimmerman. 1986. Birds of New Guinea. Princeton University Press. Bowmen D M J S. 2000. Australian Rainforests - Islands of green in a land of fire. NTU Press Darwin. Australia. Molyneux B and S Forrester. 1997. The Austraflora A-Z of Australian Plants. Reed. Australia. Petocz R G. 1987. Konservasi Alam dan Pembangunan di Irian Jaya. WWF Indonesia, Jakarta. Primack R B, J Supriatna, M Indrawan dan P Kramadibrata. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Johns R. 1997. Vegetation Zones of New Guinea (Poster). Royal Botanic Gardens Kew. UK.
II-18