MODUL PEMBELAJARAN Mata Kuliah :
INVENTARISASI HUTAN
Disusun oleh : Prof. Dr. Daud Malamassam
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
September, 2009
KATA PENGANTAR Penyusunan Modul Pembelajaran Mata Kuliah Inventarisasi ini merupakan
bagian
yang
tidak
terpisahkan
dari
upaya
untuk
mengoperasionalkan Student Centered Learning di Universitas Hasanuddin. Selesainya penyusunan laporan modul pembelajaran ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, yang penulis tidak dapat sebutkan namanya satu persatu. Sehubungan dengan itu, maka melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada pihak-pihak termaksud. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa modul ini masih perlu dsempurnakan, secara terus menerus. Sehubungan dengan itu, saran-saran yang bersifat konstruktif dari berbagai pihak, tetap penulis nantikan. Semoga modul ini dapat memberi kontribusi yang bermakna bagi peningkatan efektivitas proses dan optimalisasi hasil pembelajaran dalam lingkup Universitas Hasanuddin, dan khususnya dalam lingkup Fakultas Kehutanan, pada masa mendatang. Makasar, 09 September 2009 Pembuat Modul,
Prof. Dr. Daud Malamassam
ii
PETA KEDUDUKAN MODUL Mata Kuliah Inventarisasi Hutan
SASARAN TUJUAN PEMBELAJARAN BELAJAR
MODUL - 6 Riap Tegakan, Tegakan,serta sertaPenaksiran Penaksiran & &Pemodelannya Pemodelannya
PANDUAN TUTOR
MODUL - 5 Tabel Tabel Volume Volume && Penggunaannya Penggunaannya
PANDUAN TUGAS
MODUL - 4 Metode-Metode Metode-Metode Sampling Sampling
MODUL - 2 Pengukuran Pengukuran Pohon Pohon dan dan Tegakan Tegakan
MODUL - 3 Teori Sampling dan Penerapannya dlm IH
MODUL - 1 Pengertian dan Ruang Lingkup
iii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ...............................................................................
ii
KATA PENGANTAR ............................................................................
ii
PETA KEDUDUKAN MODUL .............................................................
iii
DAFTAR ISI ........................................................................................
iv
MODUL - 1 Pengertian, Peranan dan Ruang lingkup ....................... M1 I. Pendahuluan ............................................................ II. Materi Pembelajaran ................................................. III. Indikator Penilaian .................................................... IV. Penutup .....................................................................
1 2 9 9
MODUL - 2 Pengukuran Pohon dan Tegakan .................................. M2 I. Pendahuluan ........................................................ 1 II. Materi Pembelajaran ............................................ 2 III. Indikator Penilaian ................................................ 16 IV. Penutup ................................................................ 16 MODUL - 3 Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan .............................................................................. M3 I. Pendahuluan ............................................................ 1 II. Materi Pembelajaran ................................................. 2 III. Indikator Penilaian .................................................... 19 IV. Penutup .................................................................... 19 MODUL - 4 Metode-Metode Sampling .............................................. M4 4.1 Sampling Acak .................................................. M4.1I. Pendahuluan ............................................................ 1 II. Materi Pembelajaran ................................................. 2 III. Indikator Penilaian .................................................... 13 IV. Penutup .................................................................... 13 4.2 Sampling Sistematik .................................................. M4.2I. Pendahuluan ............................................................ 1 II. Materi Pembelajaran ................................................. 2 III. Indikator Penilaian .................................................... 7 IV. Penutup .................................................................... 7 4.3 Sampling Stratifikasi .................................................. M4.3I. Pendahuluan ............................................................ 1 II. Materi Pembelajaran ................................................. 2 III. Indikator Penilaian .................................................... 12 IV. Penutup .................................................................... 12 iv
4.4 Sampling Berganda .................................................. M4.4I. Pendahuluan ............................................................ 1 II. Materi Pembelajaran ................................................. 1 III. Indikator Penilaian .................................................... 10 IV. Penutup .................................................................... 10 MODUL - 5 Tabel Volume dan Penggunaannya .............................. M5 I. Pendahuluan ............................................................ 1 II. Materi Pembelajaran ................................................. 2 III. Indikator Penilaian .................................................... 17 IV. Penutup .................................................................... 17 MODUL - 6 Riap Tegakan Beserta Penaksiran dan Pemodelannya M6 I. Pendahuluan ............................................................ 1 II. Materi Pembelajaran ................................................. 2 III. Indikator Penilaian .................................................... 28 IV. Penutup .................................................................... 28 ...........................................................................
TP-1
Lampiran 1. Rancangan Pembelajaran Berbasis SCL ....................... Lampiran 2. Tabel-Tabel Statistika ................................................
L-1 L-2
Tinjauan Pustaka LAMPIRAN
v
RENCANA PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI MATAKULIAH : INVENTARISASI HUTAN Kompetensi Utama : 1.1 Mampu mendata potensi dan daya dukung lahan hutan, serta menganalisisnya untuk kepentingan pengelolaan hutan lestari 1.2 Memahami dan mampu menerapkan teknologi komputer dan sistem informasi dalam bidang kehutanan
(Kompetensi FHut No.10)
Kompetensi Pendukung : 2.1 Mampu menganalisis, merencanakan dan mengevaluasi program pembangunan 2.2. Mampu bekerjasama dengan orang lain
(Kompetensi FHut No.7 ) (Kompetensi FHut No.14)
Kompetensi Lainnya : 3.1 Mampu berkomunikasi, bermitra dan bersinergi dengan orang lain (masyarakat)
(Kompetensi FHut No.3 )
(Kompetensi FHut No. 9)
Sasaran Belajar : Mampu menerapkan metode penaksiran potensi hutan Mampu menggunakan model-model pertumbuhan tegakan secara tepat Minggu
Sasaran Pembelajaran
Materi Pembelajaran
1.
Membentuk Klp & memilih Ketua Kelompok Kompetensi MK No.2.2, & 3.1
2.
Pendahuluan Mampu menjelaskan peranan - Pengertian dan inventarisasi dalam Ruang lingkup pengelolaan Hutan Peranan Kompetensi MK No.1.1, 2.2 Inventarisasi Hutan Mampu melakukan Pengukuran pohon dan pengukuran pohon dan tegakan tegakan Kompetensi MK No.1.1, dan 2.2
3–5
Kontrak dan Rencana Pembelajaran
Strategi Pembelajaran
Unit Tugas Mahasiswa
Diskusi Kelompok Kuliah Interaktif Presentasi
Kuliah interaktif PjBL Eksperensial
Kriteria Penilaian (Indikator)
Bobot Nilai
Kerjasama kelompok
Menuliskan ulang & mempresentasikan pengertian Ketepatan penjelasan / ruang lingkup, dan peranan IH
8%
Pembuatan Ketepatan hasil kerja hypsometer Keasrian hasil kerja Pengukuran pohon & tegakan Keaktifan individu
16%
Minggu 6–7
8 - 12
13 - 14
Sasaran Pembelajaran
Materi Pembelajaran
Mampu menjelaskan teori sampling dan bentuk-bentuk penerapannya dalam inventarisasi hutan
Teori Sampling dan Peranannya dalam Inventarisasi Hutan - Populasi & Contoh Kompetensi MK No.1.1, 1,2, - Teori Pendugaan 2.1 dan 3.1 - Pengantar sampling Metode-Metode Sampling dalam Invenyarisasi Hutan : Sampling Acak Kompetensi MK No.1.1,2.1, Sampling Sistimatik 2.2 dan 3.1 Sampling Stratifikasi Sampling Berganda
Strategi Pembelajaran Kuliah Interaktif Presentasi
Mampu merencanakan dan menerapkan Teknik-Teknik Sampling dalam Inventarisasi Hutan
Kuliah Interaktif
Tebel Volume dan Mampu menyusun Tabel penggunaannya Volume Kompetensi MK No.1.1,dan 1,2
Kuliah
15-16 Mampu menjelaskan prinsipprinsip pemodelan / penaksiran pertumbuhan tegakan (Kompetensi MK No.1.1, 1.2, 2.1 dan 3.1)
Pertumbuhan tegakan dan Pemodelannya
Eksperensial
PjBL
Kuliah interaktif Tugas Kelompok Presentasi
Unit Tugas Mahasiswa
Kriteria Penilaian (Indikator)
Menuliskan ulang & mempresentasikan Teori samping / teori pendugaan dengan contoh
Ketepatan penjelasan / ketepatan contoh yang diberikan melalui presentasi
Membandingkan sampling
Ketepatan prosedur dan perbandingan
Merancang sampling
Ketepatan rancangan
Menganalisis Fungsi volume
Ketepatan analisis (prosedur pembuatan)
Membuat Tabel Volume Menuliskan ulang dan mempresentasikan model-model dan tahapan pemodelan pertumbuhan dengan contoh
Bobot Nilai
12%
Keaktifan individu
Ketepatan & Kelengkapan penjelasan Kerjasama kelompok
34% (10%+ 8%+ 8%+ 8%)
12%
16%
Lampiran Tabel-Tabel Statistika SEBARAN PELUANG BINOMIUM Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p)
Χ −0
p n
r
.10
.20
.25
.30
.40
.50
.60
.70
.80
.90
1
0 1
.9000 1.0000
.8000 1.0000
.7500 1.0000
.7000 1.0000
.6000 1.0000
.5000 1.0000
.4000 1.0000
.3000 1.0000
.2000 1.0000
.9000 1.0000
2
0 1 2
.8100 .9900 1.0000
.6400 .9600 1.0000
.5625 .9375 1.0000
.4900 .9100 1.0000
.3600 .8400 1.0000
.2500 .7500 1.0000
.1600 .6400 1.0000
.0900 .5100 1.0000
.0400 .3600 1.0000
.0100 .1900 1.0000
3
0 1 2 3
.7290 .9720 .9990 1.0000
.5120 8960 .9920 1.0000
.4219 .8438 .9844 1.0000
.3430 .7840 .9730 1.0000
.2160 .6480 .9360 1.0000
.1250 .5000 .8750 1.0000
.0640 .3520 .7840 1.0000
.0270 .2160 .6570 1.0000
.0080 .1040 .4880 1.0000
.0010 .0280 .2710 1.0000
4
0 1 2 3 4
.6561 .9477 .9963 .9999 1.0000
.4096 .8192 .9728 .9984 1.0000
.3164 .7383 .9492 .9961 1.0000
.2401 .6517 .9163 .9919 1.0000
.1296 .4752 .8208 .9744 1.0000
.0625 .3125 .6875 .9375 1.0000
.0256 .1792 .5248 .8704 1.0000
.0081 .0837 .3483 .7599 1.0000
.0016 .0272 .1808 .5904 1.0000
.0001 .0037 .0523 .3439 1.0000
5
0 1 2 3 4 5
.5905 .9185 .9914 .9995 1.0000
.3277 .7373 .9421 .9933 .9997 1.0000
.2373 .6328 .8965 .9844 .9990 1.0000
.1681 .5282 .8369 .9692 .9976 1.0000
.0778 .3370 .6826 .9130 .9898 1.0000
.0312 .1875 .5000 .8125 .9688 1.0000
.0102 .0870 .3174 .6630 .9222 1.0000
.0024 .0308 .1631 .4718 .8319 1.0000
.0003 .0067 .0579 .2627 .6723 1.0000
.0000 .0005 .0086 .0815 .4095 1.0000
6
0 1 2 3 4 5 6
.5314 .8857 .9841 .9987 .9999 1.0000
.2621 .6554 .9011 .9830 .9984 .9999 1.0000
.1780 .5339 .8306 .9624 .9954 .9998 1.0000
.1176 .4202 .7443 .9295 .9891 .9993 1.0000
.0467 .2333 .5443 .8202 .9590 .9959 1.0000
.0156 .1094 .3438 .6563 .8906 .9844 1.0000
.0041 .0410 .1792 .4557 .7667 .9533 1.0000
.0007 .0109 .0705 .2557 .5798 .8824 1.0000
.0001 .0016 .0170 .0989 .3447 .7379 1.0000
.0000 .0001 .0013 .0158 .1143 .4686 1.0000
7
0 1 2 3 4 5 6 7
.4783 .8503 .9743 .9973 .9998 1.0000
.2079 .5767 .8520 .9667 .9953 .9996 1.0000
.1335 .4449 .7564 .9294 .9871 .9987 .9999 1.0000
.0824 .3294 .6471 .8740 .9712 .9962 .9998 1.0000
.0280 .1586 .4199 .7102 .9037 .9812 .9984 1.0000
.0078 .0625 .2262 .5000 .7734 .9375 .9922 1.0000
.0015 .0188 .0963 .2849 .5801 .8414 .9720 1.0000
.0002 .0038 .0288 .1260 .3529 .6706 .9176 1.0000
.0000 .0004 .0047 .0333 .1480 .4233 .7903 1.0000
.0000 .0002 .0027 .0257 .1479 .5217 1.0000
L2 - 1
SEBARAN PELUANG BINOMIUM (Sambungan) Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p)
Χ −0
p n
r
.10
.20
.25
.30
.40
.50
.60
.70
.80
.90
8
0 1 2 3 4 5 6 7 8
.4305 .8131 .9619 .9950 .9996 1.0000
.1678 .5033 .7969 .9437 .9896 .9988 .9991 1.0000
.1001 .3671 .6785 .8862 .9727 .9958 .9996 1.0000
.0576 .2553 .5518 .8059 .9420 .9887 .9987 .9999 1.0000
.0168 .1064 .3154 .5941 .8263 .9502 .9915 .9993 1.0000
.0039 .0352 .1445 .3633 .6367 .8555 .9648 .9961 1.0000
.0007 .0085 .0498 .1737 .4095 .6846 .8936 .9832 1.0000
.0001 .0013 .0113 .0580 .1941 .4482 .7447 .9424 1.0000
.0000 .0001 .0012 .0104 .0563 .2031 .4967 .8322 1.0000
.0000 .0004 .0050 .0381 .1869 .5695 1.0000
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
.3874 .7748 .9470 .9917 .9991 .9999 1.0000
.1342 .4362 .7382 .9144 .9804 .9969 .9997 1.0000
.0751 .3003 .6007 .8343 .9511 .9900 .9987 .9999 1.0000
.0404 .1960 .4628 .7297 .9012 .9747 .9957 .9996 1.0000
.0101 .0705 .2318 .4826 .7334 .9006 .9750 .9962 .9997 1.0000
.0020 .0195 .0898 .2539 .5000 .7461 .9102 .9805 .9980 1.0000
.0003 .0038 .0250 .0994 .2666 .5174 .7682 .9295 .9899 1.0000
.0000 .0004 .0043 .0253 .0988 .2703 .5372 .8040 .9596 1.0000
.0000 .0003 .0031 .0196 .0856 .2618 .5638 .8658 1.0000
.0000 .0001 .0009 .0083 .0530 .2252 .6126 1.0000
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
.3478 .7748 .9470 .9917 .9991 .9999 1.0000
.1074 .3758 .6778 .8791 .9672 .9936 .9991 .9999 1.0000
.0563 .2440 .5256 .7759 .9219 .9803 .9965 .9996 1.0000
.0282 .1493 .3828 .6496 .8497 .9527 .9894 .9984 .9999 1.0000
.0030 .0464 .1673 .3823 .6331 .8338 .9452 .9877 .9983 .9999 1.0000
.0010 .0107 .0547 .1719 .3770 .6230 .8215 .9453 .9893 .9990 1.0000
.0001 .0017 .0123 .0548 .1662 .3669 .6177 .8327 .9536 .9940 1.0000
.0000 .0001 .0016 .0106 .0474 .1503 .3504 .6172 .8507 .9718 1.0000
.0000 .0001 .0009 .0064 .0328 .1209 .3222 .6242 .8926 1.0000
.0000 .0002 .0016 .0128 .0702 .2639 .6513 1.0000
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
.3138 .6974 .9104 .9815 .9972 .9997 1.0000
.0859 .3221 .6174 .8369 .9496 .9883 .9980 .9998 1.0000
.0422 .1971 .4552 .7133 .8854 .9657 .9924 .9988 .9999 1.0000
.0198 .1130 .3127 .5696 .7897 .9218 .9784 .9957 .9994 1.0000
.0036 .0302 .1189 .2963 .5328 .7535 .9006 .9707 .9941 .9993 1.0000
.0005 .0059 .0327 .1133 .2744 .5000 .7256 .8867 .9673 .9941 .9995 1.0000
.0000 .0007 .0059 .0293 .0994 .2465 .4672 .7037 .8811 .9698 .9964 1.0000
.0000 .0006 .0043 .0216 .0782 .2103 .4304 .6873 .8870 .9802 1.0000
.0000 .0002 .0020 .0117 .0504 .1611 .3826 .6779 .9141 1.0000
.0000 .0003 .0028 .0185 .0896 .3026 .6862 1.0000
9
10
11
L2 - 2
SEBARAN PELUANG BINOMIUM (Sambungan) Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p)
Χ −0
p n
r
.10
.20
.25
.30
.40
.50
.60
.70
.80
.90
12
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
.2824 .6590 .8891 .9744 .9957 .9995 .9999 1.0000
.0687 .2749 .5583 .7946 .9274 .9806 .9961 .9994 .9999 1.0000
.0317 .1584 .3907 .6488 .8424 .9456 .9857 .9972 .9996 1.0000
.0138 .0850 .2528 .4925 .7237 .8821 .9614 .9905 .9983 .9998 1.0000
.0022 .0196 .0834 .2253 .4382 .6652 .8418 .9427 .9847 .9972 .9997 1.0000
.0002 .0032 .0193 .0730 .1938 .3872 .6128 .8062 .9270 .9870 .9968 .9998 1.0000
.0000 .0003 .0028 .0153 .0573 .1582 .3348 .5618 .7747 .9166 .9804 .9978 1.0000
.0000 .0002 .0017 .0095 .0386 .1178 .2763 .5075 .7472 .9150 .9862 1.0000
.0000 .0001 .0006 .0039 .0194 .0726 .2054 .4417 .7251 .9313 1.0000
.0000 .0001 .0005 .0043 .0256 .1109 .3410 .7176 1.0000
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
.2542 .6213 .8661 .9658 .9935 .9991 .9999 1.0000
.0550 .2336 .5017 .7473 .9009 .9700 .9930 .9980 .9998 1.0000
.0238 .1267 .3326 .5843 .7940 .9198 .9757 .9944 .9990 .9999 1.0000
.0097 .0637 .2025 .4206 .6543 .8346 .9376 .9818 .9960 .9993 .9999 1.0000
.0013 .0126 .0579 .1686 .3530 .5744 .7712 .9023 .9679 .9922 .9987 .9999 1.0000
.0001 .0017 .0112 .0461 .1334 .2905 .5000 .7095 .8666 .9539 .9888 .9983 .9999 1.0000
.0000 .0001 .0013 .0078 .0321 .0977 .2288 .4256 .6470 .8314 .9421 .9874 .9987 1.0000
.0000 .0001 .0007 .0040 .0812 .0624 .1654 .3457 .5794 .7975 .9363 .9903 1.0000
.0000 .0002 .0012 .0070 .0300 .0991 .2527 .4983 .7664 .9450 1.0000
.0000 .0001 .0009 .0065 .0342 .1339 .3787 .7458 1.0000
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
.2288 .5846 .8416 .9559 .9908 .9985 .9998 1.0000
.0440 .1979 .4481 .6982 .8702 .9561 .9884 .9976 .9996 1.0000
.0178 .1010 .2811 .5213 .7415 .8883 .9617 .9897 .9978 .9997 1.0000
.0068 .0475 .1608 .3552 .5842 .7805 .9067 .9685 .9917 .9983 .9998 1.0000
.0008 .0081 .0398 .1243 .2793 .4859 .6925 .8499 .9417 .9825 .9961 .9994 .9999 1.0000
.0001 .0009 .0065 .0287 .0898 .2120 .3953 .6047 .7880 .9102 .9713 .9935 .9991 .9999 1.0000
.0000 .0001 .0006 .0039 .0175 .0583 .1501 .3075 .5141 .7207 .8757 .9602 .9919 .9992 1.0000
.0000 .0002 .0017 .0083 .0315 .0933 .2195 .4158 .6448 .8392 .9525 .9932 1.0000
.0000 .0004 .0024 .0116 .0439 .1298 .3018 .5519 .8021 .9560 1.0000
.0000 .0002 .0015 .0092 .0441 .1584 .4154 .7712 1.0000
13
14
L2 - 3
SEBARAN PELUANG BINOMIUM (Sambungan) Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p)
Χ −0
p n
r
.10
.20
.25
.30
.40
.50
15
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
.2059 .5490 .8159 .9444 .9873 .9978 .9997 1.0000
.0352 .1671 .3980 .6482 .8358 .9389 .9819 .9958 .9992 .9999 1.0000
.0134 .0802 .2361 .4613 .6865 .8516 .9434 .9827 .9958 .9992 .9999 1.0000
.0047 .0353 .1268 .2969 .5155 .7216 .8689 .9500 .9848 .9963 .9993 .9999 1.0000
.0005 .0052 .0271 .0905 .2173 .4032 .6098 .7869 .9050 .9662 .9907 .9981 .9997 1.0000
.0000 .0005 .0037 .0176 .0592 .1509 .3036 .5000 .6964 .8491 .9408 .9824 .9963 .9995 1.0000
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
.1853 .5147 .7892 .9316 .9830 .9967 .9995 .9999 1.0000
.0281 .1407 .3518 .5981 .7982 .9183 .9733 .9930 .9985 .9998 1.0000
.0100 .0635 .1971 .4050 .6302 .8103 .9204 .9729 .9925 .9984 .9997 1.0000
.0033 .0261 .0994 .2459 .4499 .6598 .8247 .9256 .9743 .9929 .9984 .9997 1.0000
.0003 .0033 .0183 .0651 .1666 .3288 .5272 .7161 .8577 .9417 .9809 .9951 .9991 .9999 1.0000
.0000 .0003 .0021 .0106 .0384 .1051 .2272 .4018 .5982 .7728 .8949 .9616 .9894 .9979 .9997 1.0000
16
.60
.70
.80
.90
.0000 .0003 .0019 .0094 .0338 .0951 .2131 .3902 .5968 .7827 .9095 .9729 9948 .9995 1.0000
.0000 .0001 .0007 .0037 .0152 .0500 .1311 .2784 .4845 .7031 .8732 .9647 .9953 1.0000
.0000 .0001 .0008 .0042 .0181 .0611 .1642 .3518 .6020 .8329 .9648 1.0000
.0000 .0003 .0023 .0127 .0556 .1841 .4510 .7941 1.0000
.0000 .0001 .0009 .0049 .0191 .0583 .1423 .2839 .4728 .6712 .8334 .9349 .9817 .9967 .9997 1.0000
.0000 .0003 .0016 .0071 .0257 .0744 .1753 .3402 .5501 .7541 .9006 .9739 .9967 1.0000
.0000 .0002 .0015 .0070 .0267 .0817 .2018 .4019 .6482 .8593 .9719 1.0000
.0000 .0001 .0005 .0033 .0170 .0684 .2108 .4853 .8147 1.0000
L2 - 4
SEBARAN PELUANG BINOMIUM (Sambungan) Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p)
Χ −0
p n
r
.10
.20
.25
.30
.40
.50
17
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
.1668 .4818 .7618 .9174 .9779 .9953 .9992 .9999 1.0000
.0225 .1182 .3096 .5489 .7582 .8943 .9623 .9891 .9974 .9995 .9999 1.0000
.0075 .0501 .1637 .3530 .5739 .7653 .8929 .9598 .9876 .9969 .9994 .9999 1.0000
.0023 .0193 .0774 .2019 .3887 .5986 .7752 .8954 .9597 .9873 .9968 .9993 .9999 1.0000
.0002 .0021 .0123 .0464 .1260 .2639 .4478 .6405 .8011 .9081 .9652 .9894 .9975 .9995 .9999 1.0000
.0000 .0001 .0012 .0064 .0245 .0717 .1662 .3145 .5000 .6855 .8338 .9283 .9755 .9936 .9988 .9999 1.0000
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
.1501 .4503 .7338 .9018 .9718 .9936 .9988 .9998 1.0000
.0180 .0991 .2713 .5010 .7164 .8671 .9487 .9837 .9957 .9991 .9998 1.0000
.0056 .0395 .1353 .3057 .5787 .7175 .8610 .9431 .9807 .9946 .9988 .9998 1.0000
.0016 .0142 .0600 .1646 .3327 .5344 .7217 .8595 .9404 .9790 .9939 .9986 .9997 1.0000
.0001 .0013 .0082 .0328 .0942 .2088 .3743 .5634 .7368 8653 .9424 .9797 .9942 .9987 .9998 1.0000
.0000 .0001 .0007 .0038 .0154 .0481 .1189 .2403 .4037 .5927 .7597 .8811 .9519 .9846 .9962 .9993 .9999 1.0000
18
.60
.70
.80
.90
.0000 .0001 .0005 .0025 .0106 .0348 .0919 .1989 .3595 .5522 .7361 .8740 .9536 .9877 .9979 .9998 1.0000
.0000 .0001 .0007 .0032 .0127 .0403 .1046 .2248 .4032 .6113 .7981 .9226 .9807 .9977 1.0000
.0000 .0001 .0005 .0026 .0109 .0377 .1057 .2418 .4511 .6904 .8818 .9775 1.0000
.0000 .0001 .0008 .0047 .0221 .0826 .2382 .5182 .8332 1.0000
.0000 .0002 .0013 .0058 .0203 .0576 .1347 .2632 .4366 .6257 .7912 .9058 .9672 .9918 .9987 .9999 1.0000
.0000 .0003 .0014 .0061 .0210 .0596 .1407 .2783 .4656 .6673 .8354 .9400 .9858 .9984 1.0000
.0000 .0002 .0009 .0043 .0163 .0513 .1329 .2836 .4990 .7287 .9009 .9820 1.0000
.0000 .0002 .0012 .0064 .0282 .0982 .2662 .5497 .8499 1.0000
L2 - 5
SEBARAN PELUANG BINOMIUM (Sambungan) Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p)
Χ −0
p n
r
.10
.20
.25
.30
.40
19
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
.1351 .4023 .7054 .8850 .9648 .9914 .9983 .9997 1.0000
.0144 .0829 .2369 .4551 .6733 .8369 .9324 .9767 .9933 .9984 .9997 .9999 1.0000
.0042 .0310 .1113 .2631 .4654 .6678 .8251 .9225 .9713 .9911 .9977 .9995 .9999 1.0000
.0011 .0104 .0462 .1332 .2822 .4739 .6655 .8180 .9161 .9674 .9895 .9972 .9994 .9999 1.0000
.0001 .0008 .0055 .0230 .0696 .1629 .3081 .4878 .6675 .8139 .9115 .9648 .9884 .9969 .9994 .9999 1.0000
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
.1216 .3917 .6769 .8670 .9586 .9887 .9976 .9996 .9999 1.0000
.0115 .0692 .2061 .4114 .6296 .8042 .9133 .9679 .9900 .9974 .9994 .9999 1.0000
.0032 .0243 .0913 .2252 .4148 .6172 .7858 .8982 .9591 .9861 .9961 .9991 .9998 1.0000
.0008 .0076 .0355 .1071 .2375 .4164 .6080 .7723 .8867 .9520 .9829 .9949 .9987 .9997 1.0000
.0000 .0005 .0036 .0160 .0510 .1256 .2500 .4159 .5956 .7553 .8725 .9435 .9790 .9935 .9984 .9997 1.0000
20
.50 .0000 .0004 .0022 .0096 .0318 .0835 .1796 .3238 .5000 .6762 .8204 .9165 .9682 .9904 .9978 .9996 1.0000
.0000 .0002 .0013 .0059 .0207 .0577 .1316 .2517 .4119 .5881 .7483 .8684 .9423 .9793 .9941 .9987 .9998 1.0000
.60
.70
.80
.90
.0000 .0001 .0006 .0031 .0116 .0352 .0885 .1861 .3325 .5122 .6919 .8371 .9304 .9770 .9945 .9992 .9999 1.0000
.0000 .0001 .0006 .0028 .0105 .0326 .0839 .1820 .3345 .5261 .7178 .8668 .9538 .9896 .9989 1.0000
.0000 .0003 .0016 .0067 .0233 .0676 .1631 .3267 .5449 .7631 .9171 .9856 1.0000
.0000 .0003 .0017 .0086 .0352 .1150 .2946 .5797 .8649 1.0000
.0000 .0003 .0013 .0051 .0171 .0480 .1133 .2277 .3920 .5836 .7625 .8929 .9645 .9924 .9992 1.0000
.0000 .0001 .0006 .0026 .0100 .0321 .0867 .1958 .3704 .5886 .7939 .9308 .9885 1.0000
.0000 .0001 .0004 .0024 .0113 .0432 .1330 .3231 .6098 .8784 1.0000
.0000 .0001 .0003 .0016 .0065 .0210 .0565 .1275 .2447 .4044 .5841 .7500 .8744 .9490 .9840 .9964 .9995 1.0000
Sumber :
L2 - 6
SEBARAN NORMAL BAKU
Wilayah Luas Di Bawah Kurva Normal Z - 3.4 -3.3 -3.2 -3.1 -3.0
0.00 0.0003 0.0005 0.0007 0.0010 0.0013
0.01 0.0003 0.0005 0.0007 0.0009 0.0013
0.02 0.0003 0.0005 0.0006 0.0009 0.0013
0.03 0.0003 0.0004 0.0006 0.0009 0.0012
0.04 0.0003 0.0004 0.0006 0.0008 0.0012
0.05 0.0003 0.0004 0.0006 0.0008 0.0011
0.06 0.0003 0.0004 0.0006 0.0008 0.0011
0.07 0.0003 0.0004 0.0005 0.0008 0.0011
0.08 0.0003 0.0004 0.0005 0.0007 0.0010
0.09 0.0002 0.0003 0.0005 0.0007 0.0010
-2.9 -2.8 -2.7 -2.6 -2.5
0.0019 0.0026 0.0035 0.0047 0.0062
0.0018 0.0025 0.0034 0.0045 0.0060
0.0017 0.0024 0.0033 0.0044 0.0059
0.0016 0.0023 0.0031 0.0041 0.0055
0.0016 0.0022 0.0030 0.0040 0.0054
0.0015 0.0021 0.0029 0.0039 0.0052
0.0015 0.0021 0.0028 0.0038 0.0051
0.0014 0.0020 0.0027 0.0037 0.0049
0.0014 0.0020 0.0027 0.0037 0.0049
0.0014 0.0019 0.0026 0.0036 0.0048
-2.4 -2.3 -2.2 -2.1 -2.0
0.0082 0.0107 0.0139 0.0179 0.0228
0.0080 0.0104 0.0136 0.0174 0.0222
0.0078 0.0102 0.0132 0.0170 0.0217
0.0075 0.0099 0.0129 0.0166 0.0212
0.0073 0.0096 0.0125 0.0162 0.0207
0.0071 0.0094 0.0122 0.0158 0.0202
0.0069 0.0091 0.0119 0.0154 0.0197
0.0068 0.0089 0.0116 0.0150 0.0192
0.0066 0.0087 0.0113 0.0146 0.0188
0.0064 0.0084 0.0110 0.0143 0.0183
-1.9 -1.8 -1.7 -1.6 -1.5
0.0287 0.0359 0.0446 0.0548 0.0668
0.0281 0.0352 0.0436 0.0537 0.0655
0.0274 0.0344 0.0427 0.0526 0.0643
0.0268 0.0336 0.0418 0.0516 0.0630
0.0262 0.0329 0.0409 0.0505 0.618
0.0256 0.0322 0.0401 0.0495 0.0606
0.0250 0.0314 0.0392 0.0485 0.0594
0.0244 0.0307 0.0384 0.0475 0.0582
0.0239 0.0301 0.0375 0.0465 0.0571
0.0233 0.0294 0.0367 0.0455 0.0559
-1.4 -1.3 -1.2 -1.1 -1.0
0.0808 0.0968 0.1151 0.1357 0.1587
0.0793 0.0951 0.1131 0.1335 0.1562
0.0778 0.0934 0.1112 0.1314 0.1539
0.1762 0.2033 0.2327 0.2643 0.2981
0.1736 0.2005 0.2296 0.2611 0.2946
0.1711 0.1977 0.2266 0.2578 0.2912
0.1685 0.1949 0.2236 0.2546 0.2877
0.1660 0.1922 0.2206 0.2514 0.2843
0.1635 0.1894 0.2177 0.2483 0.2810
0.1611 0.1867 0.2148 0.2451 0.2776
-0.9 -0.8 -0.7 -0.6 -0.5
0.1841 0.2119 0.2420 0.2743 0.3085
0.1814 0.2090 0.2389 0.2709 0.3050
0.1788 0.2061 0.2358 0.2676 0.3015
0.1762 0.2033 0.2327 0.2643 0.2891
0.1736 0.2005 0.2296 0.2611 0.2946
0.1711 0.1977 0.2266 0.2578 0.2912
0.1685 0.1949 0.2236 0.2546 0.2877
0.1660 0.1922 0.2206 0.2514 0.2843
0.1635 0.1894 0.2177 0.2483 0.2810
0.1611 0.1867 0.2148 0.2451 0.2776
-0.4 -0.3 -0.2 -0.1 -0.0
0.3446 0.3821 0.4207 0.4602 0.5000
0.3409 0.3783 0.4168 0.4562 0.4960
0.3372 0.3745 0.4129 0.4522 0.4920
0.3336 0.3707 0.4090 0.4483 0.4880
0.3300 0.3669 0.4052 0.4443 0.4840
0.3264 0.3632 0.4013 0.4404 0.4801
0.3228 0.3594 0.3974 0.4364 0.4761
0.3192 0.3557 0.3936 0.4325 0.4721
0.3156 0.3520 0.3897 0.4286 0.4681
0.3121 0.3483 0.3859 0.4247 0.4641
L2 - 7
SEBARAN NORMAL BAKU (Lanjutan) Wilayah Luas Di Bawah Kurva Normal Z 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4
0.00 0.5000 0.5398 0.5793 0.6179 0.6554
0.01 0.5040 0.5438 0.2832 0.6217 0.6591
0.02 0.5080 0.5478 0.5871 0.6255 0.6628
0.03 0.5120 0.5517 0.5910 0.6293 0.6664
0.04 0.5160 0.5557 0.5948 0.6331 0.6700
0.05 0.5199 0.5596 0.5987 0.6368 0.6736
0.06 0.5239 0.5636 0.6026 0.6406 0.6772
0.07 0.5279 0.5675 0.6064 0.6443 0.6808
0.08 0.5319 0.5714 0.6103 0.6480 0.6844
0.09 0.5359 0.5753 0.6141 0.6517 0.6879
0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
0.6915 0.7257 0.7580 0.7881 0.8159
0.6950 0.7291 0.7611 0.7910 0.8186
0.6985 0.7324 0.7642 0.7939 0.8212
0.7019 0.7357 0.7673 0.7967 0.8238
0.7054 0.7389 0.7704 0.7995 0.8264
0.7088 0.7422 0.7734 0.8023 0.8289
0.7123 0.7454 0.7764 0.8051 0.8315
0.7157 0.7190 0.7486 0.7517 0.7794 0.7823 0.8078 0.8106 0.8340 0..8365
0.7224 0.7549 0.7852 0.8133 0.8389
1.0 1.1 1.2 1.3 1.4
0.8413 0.8643 0.8849 0.9032 0.9192
0.8438 0.8665 0.8869 0.9049 0.9207
0.8461 0.8686 0.8888 0.9066 0.9222
0.8485 0.8708 0.8907 0.9082 0.9236
0.8508 0.8729 0.8925 0.9099 0.9251
0.8531 0.8749 0.8944 0.9115 0.9265
0.8554 0.8770 0.8962 0.9131 0.9278
0.8577 0.8790 0.8980 0.9147 0.9292
0.8599 0.8810 0.8997 0.9162 0.9306
0.8621 0.8830 0.9015 0.9177 0.9319
1.5 1.6 1.7 1.8 1.9
0.9332 0.9452 0.9554 0.9641 0.9713
0.9345 0.9463 0.9564 0.9649 0.9719
0.9357 0.9474 0.9573 0.9656 0.9726
0.9370 0.9484 0.9582 0.9664 0.9732
0.9382 0.9495 0.9591 0.9671 0.9738
0.9394 0.9505 0.9599 0.9678 0.9744
0.9406 0.9515 0.9608 0.9686 0.9750
0.9418 0.9525 0.9616 0.9693 0.9756
0.9429 0.9535 0.9625 0.9699 0.9761
0.9441 0.9545 0.9633 0.9706 0.9767
2.0 2.1 2.2 2.3 2.4
0.9772 0.9821 0.9861 0.9893 0.9918
0.9778 0.9826 0.9864 0.9896 0.9920
0.9783 0.9830 0.9868 0.9898 0.9922
0.9788 0.9834 0.9871 0.9901 0.9925
0.9793 0.9838 0.9875 0.9904 0.9927
0.9798 0.9842 0.9878 0.9906 0.9929
0.9803 0.9846 0.9881 0.9909 0.9931
0.9808 0.9850 0.9884 0.9911 0.9932
0.9812 0.9854 0.9887 0.9913 0.9934
0.9817 0.9857 0.9890 0.9916 0.9936
2.5 2.6 2.7 2.8 2.9
0.9938 0.9953 0.9965 0.9974 0.9981
0.9940 0.9955 0.9966 0.9975 0.9982
0.9941 0.9956 0.9967 0.9976 0.9982
0.9943 0.9957 0.9968 0.9977 0.9983
0.9945 0.9959 0.9969 0.9977 0.9984
0.9946 0.9960 0.9970 0.9978 0.9984
0.9948 0.9961 0.9971 0.9979 0.9985
0.9949 0.9962 0.9972 0.9979 0.9985
0.9951 0.9963 0.9973 0.9980 0.9986
0.9952 0.9964 0.9974 0.9981 0.9986
3.0 3.1 3.2 3.3 3.4
0.9987 0.9990 0.9993 0.9995 0.9997
0.9987 0.9991 0.9993 0.9995 0.9997
0.9987 0.9991 0.9994 0.9995 0.9997
0.9988 0.9991 0.9994 0.9996 0.9997
0.9988 0.9992 0.9994 0.9996 0.9997
0.9989 0.9992 0.9994 0.9996 0.9997
0.9989 0.9992 0.9994 0.9996 0.9997
0.9989 0.9992 0.9995 0.9996 0.9997
0.9990 0.9993 0.9995 0.9996 0.9997
0.9990 0.9993 0.9995 0.9997 0.9998
Sumber :
L2 - 8
SEBARAN t-STUDENT
ν
α 0.10
0.05
0.025
0.01
0.025
1 2 3 4 5
3.078 1.886 1.638 1.533 1.476
6.314 2.920 2.353 2.132 2.015
12.706 4.303 3.182 2.776 2.571
31.821 6.965 4.541 3.747 3.365
63.657 9.925 5.841 4.604 4.032
6 7 8 9 10
1.440 1.415 1.397 1.383 1.372
1.943 1.895 1.860 1.833 1.812
2.447 2.365 2.306 2.262 2.228
3.143 2.998 2.896 2.821 2.764
3.707 3.499 3.355 3.250 3.169
11 12 13 14 15
1.363 1.356 1.350 1.345 1.341
1.796 1.782 1.771 1.761 1.753
2.201 2.179 2.160 2.145 2.131
2.718 2.681 2.650 2.624 2.602
3.106 3.055 3.012 2.977 2.947
16 17 18 19 20
1.337 1.333 1.330 1.328 1.325
1.746 1.740 1.734 1.729 1.725
2.120 2.110 2.101 1.093 2.086
2.583 2.567 2.552 2.539 2.528
2.921 2.898 2.878 2.861 2.845
21 22 23 24 25
1.323 1.321 1.319 1.318 1.316
1.721 1.717 1.714 1.711 1.708
2.080 2.074 2.069 2.064 2.060
2.518 2.508 2.500 2.492 2.485
2.831 2.819 2.807 2.797 2.787
26 27 28 29 Inf
1.315 1.314 1.313 1.311 1.282
1.706 1.703 1.701 1.699 1.645
2.056 2.052 2.048 2.045 1.960
2.479 2.473 2.467 2.462 2.326
2.779 2.771 2.763 2.756 2.576
Sumber :
L2 - 9
SEBARAN F
ƒ0,05(ν1,ν2) ν1
ν2 1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 2 3 4
161.4 18.51 10.13 7.71
199.5 19.00 9.55 6.94
215.7 19.16 9.28 6.59
224.6 19.25 9.12 6.39
230.2 19.30 9.01 6.26
234.0 19.33 8.94 6.16
236.8 19.35 8.89 6.09
238.9 19.37 8.85 6.04
240.5 19.38 8.81 6.00
5 6 7 8 9
6.61 5.99 5.59 5.32 5.12
5.79 5.14 4.74 4.46 4.26
5.41 4.76 4.35 4.07 3.86
5.19 4.53 4.12 3.84 3.63
5.05 4.39 3.97 3.69 3.48
4.95 4.28 3.87 3.58 3.37
4.88 4.21 3.79 3.50 3.29
4.82 4.15 3.73 3.44 3.23
4.77 4.10 3.68 3.39 3.18
10 11 12 13 14
4.96 4.84 4.75 4.67 4.60
4.10 3.98 3.89 3.81 3.74
3.71 3.59 3.49 3.41 3.34
3.48 3.36 3.26 3.18 3.11
3.33 3.20 3.11 3.03 2.96
3.22 3.09 3.00 2.92 2.85
3.14 3.01 2.91 2.83 2.76
3.07 2.95 2.85 2.77 2.70
3.02 2.90 2.80 2.71 2.65
15 16 17 18 19
4.54 4.49 4.45 4.41 4.38
3.68 3.63 3.59 3.55 3.52
3.29 3.24 3.20 3.16 3.13
3.06 3.01 2.96 2.93 2.90
2.90 2.85 2.81 2.77 2.74
2.79 2.74 2.70 2.66 2.63
2.71 2.66 2.61 2.58 2.54
2.64 2.59 2.55 2.51 2.48
2.59 2.54 2.49 2.46 2.42
20 21 22 23 24
4.35 4.32 4.30 4.28 4.26
3.49 3.47 3.44 3.42 3.40
3.10 3.07 3.05 3.03 3.01
2.87 2.84 2.82 2.80 2.78
2.71 2.68 2.66 2.64 2.62
2.60 2.57 2.55 2.53 2.51
2.51 2.49 2.46 2.44 2.42
2.45 2.42 2.40 2.37 2.36
2.39 2.37 2.34 2.32 2.30
25 26 27 28 29
4.24 4.23 4.21 4.20 4.18
3.39 3.37 3.35 3.34 3.33
2.99 2.98 2.96 2.95 2.93
2.76 2.74 2.73 2.71 2.70
2.60 2.59 2.57 2.56 2.55
2.49 2.47 2.46 2.45 2.43
2.40 2.39 2.37 2.36 2.35
2.34 2.32 2.31 2.29 2.28
2.28 2.27 2.25 2.24 2.22
30 40 60 120 ∞
4.17 4.08 4.00 3.92 3.84
3.32 3.23 3.15 3.07 3.00
2.92 2.84 2.76 2.68 2.60
2.69 2.61 2.53 2.45 2.37
2.53 2.45 2.37 2.29 2.21
2.42 2.34 2.25 2.17 2.10
2.33 2.25 2.17 2.09 2.01
2.27 2.18 2.10 2.02 1.94
2.21 2.12 2.04 1.96 1.88
L2 - 10
SEBARAN F (Lanjutan) ƒ0,05(ν1,ν2) ν2
ν1
10
12
15
20
24
30
40
60
120
∞
1 2 3 4
241.9 19.40 8.79 5.96
243.9 19.41 8.74 5.91
245.9 19.43 8.70 5.86
148.0 19.45 8.66 5.80
249.1 19.45 8.64 5.77
250.1 19.46 8.62 5.75
251.1 19.47 8.59 5.72
252.2 19.48 8.57 5.69
253.3 19.49 8.55 5.66
254.3 19.50 8.53 5.63
5 6 7 8 9
4.74 4.06 3.64 3.35 3.14
4.68 4.00 3.57 3.28 3.07
4.62 3.94 3.51 3.22 3.01
4.56 3.87 3.44 3.15 2.94
4.53 3.84 3.41 3.12 2.90
4.50 3.81 3.38 3.08 2.86
4.46 3.77 3.34 3.04 2.83
4.43 3.74 3.30 3.01 2.79
4.40 3.70 3.27 2.97 2.75
4.36 3.67 3.23 2.93 2.71
10 11 12 13 14
2.98 2.85 2.75 2.67 2.60
2.91 2.79 2.69 2.60 2.53
2.85 2.72 2.62 2.53 2.46
2.77 2.65 2.54 2.46 2.39
2.74 2.61 2.51 2.42 2.35
2.70 2.57 2.47 2.38 2.31
2.66 2.53 2.43 2.34 2.27
2.62 2.49 2.38 2.30 2.22
2.58 2.45 2.34 2.25 2.18
2.54 2.40 2.30 2.21 2.13
15 16 17 18 19
2.54 2.49 2.45 2.41 2.38
2.48 2.42 2.38 2.34 2.31
2.40 2.35 2.31 2.27 2.23
2.33 2.28 2.23 2.19 2.16
2.29 2.24 2.19 2.15 2.11
2.25 2.19 2.15 2.11 2.07
2.20 2.15 2.10 2.06 2.03
2.16 2.11 2.06 2.02 1.98
2.11 2.06 2.01 1.97 1.93
2.07 2.01 1.96 1.92 1.88
20 21 22 23 24
2.35 2.32 2.30 2.27 2.25
2.28 2.25 2.23 2.20 2.18
2.20 2.18 2.15 2.13 2.11
2.12 2.10 2.07 2.05 2.03
2.08 2.05 2.03 2.01 1.98
2.04 2.01 1.98 1.96 1.94
1.99 1.96 1.94 1.91 1.89
1.95 1.92 1.89 1.86 1.84
1.90 1.87 1.84 1.81 1.79
1.84 1.81 1.78 1.76 1.73
25 26 27 28 29
2.24 2.22 2.20 2.19 2.18
2.16 2.15 2.13 2.12 2.10
2.09 2.07 2.06 2.04 2.03
2.01 1.99 1.97 1.96 1.94
1.96 1.95 1.93 1.91 1.90
1.92 1.90 1.88 1.87 1.85
1.87 1.85 1.84 1.82 1.81
1.82 1.80 1.79 1.77 1.75
1.77 1.75 1.73 1.71 1.70
1.71 1.69 1.67 1.65 1.64
30 40 60 120 ∞
2.16 2.08 1.99 1.91 1.83
2.09 2.00 1.92 1.83 1.75
2.01 1.92 1.84 1.75 1.67
1.93 1.84 1.75 1.66 1.57
1.89 1.79 1.70 1.61 1.52
1.84 1.74 1.65 1.55 1.46
1.79 1.69 1.59 1.50 1.39
1.74 1.64 1.53 1.43 1.32
1.68 1.58 1.47 1.35 1.22
1.62 1.51 1.39 1.25 1.00
L2 - 11
SEBARAN F (Lanjutan) ƒ0,01(ν1,ν2) ν1
ν2
1 2 3 4
1 4052 98.50 34.12 21.20
2 4999.5 99.00 30.82 18.00
3 5403 99.17 29.46 16.69
4 5625 99.25 28.71 15.98
5 5746 99.30 28.24 15.52
6 5859 99.33 27.91 15.21
7 5928 99.36 27.67 14.98
8 5981 99.37 27.49 14.80
9 60.22 99.39 27.35 14.66
5 6 7 8 9
16.26 13.75 12.25 11.26 10.56
13.27 10.92 9.55 8.65 8.02
12.06 9.78 8.45 7.59 6.99
11.39 9.15 7.85 7.01 6.42
10.97 8.75 7.46 6.63 6.06
10.67 8.47 7.19 6.37 5.80
10.46 8.26 6.99 6.18 5.61
10.29 8.10 6.84 6.03 5.47
10.16 7.98 6.72 5.91 5.35
10 11 12 13 14
10.04 9.65 9.33 9.07 8.86
7.56 7.21 6.93 6.70 6.51
6.55 6.22 5.95 5.74 5.56
5.99 5.67 5.41 5.21 5.04
5.64 5.32 5.06 4.86 4.69
5.39 5.07 4.82 4.62 4.46
5.20 4.89 4.64 4.44 4.28
5.06 4.74 4.50 4.30 4.14
4.94 4.63 4.39 4.19 4.03
15 16 17 18 19
8.68 8.53 8.40 8.29 8.18
6.36 6.23 6.11 6.01 5.93
5.42 5.29 5.18 5.09 5.01
4.89 4.77 4.67 4.58 4.50
4.56 4.44 4.34 4.25 4.17
4.32 4.20 4.10 4.01 3.94
4.14 4.03 3.93 3.84 3.77
4.00 3.89 3.79 3.73 3.63
3.89 3.78 3.68 3.60 3.52
20 21 22 23 24
8.10 8.02 7.95 7.88 7.82
5.89 5.78 5.72 5.66 5.61
4.94 4.87 4.82 4.76 4.72
4.43 4.37 4.31 4.26 4.22
4.10 4.04 3.99 3.94 3.90
3.87 3.81 3.76 3.71 3.67
3.70 3.64 3.59 3.54 3.50
3.56 3.51 3.45 3.41 3.36
3.46 3.40 3.35 3.30 3.26
25 26 27 28 29
7.77 7.72 7.68 7.64 7.60
5.57 5.53 5.49 5.45 5.42
4.68 4.64 4.60 4.57 4.54
4.18 4.14 4.11 4.07 4.04
3.85 3.82 3.78 3.75 3.73
3.63 3.59 3.56 3.53 3.50
3.46 3.42 3.39 3.36 3.33
3.32 3.29 3.26 3.23 3.20
3.22 3.18 3.15 3.12 3.09
30 40 60 120 ∞
7.56 7.31 7.08 6.85 6.63
5.39 5.18 4.98 4.79 4.61
4.51 4.31 4.13 3.95 3.78
4.02 3.83 3.65 3.48 3.32
3.70 3.51 3.34 3.17 3.02
3.47 3.29 3.12 2.96 2.80
3.30 3.12 2.95 2.79 2.64
3.17 2.99 2.82 2.66 2.51
3.07 2.89 2.72 2.56 2.41
L2 - 12
SEBARAN F (Lanjutan) ƒ0,01(ν1,ν2) ν1
ν2
1 2 3 4
10 6056 99.40 27.23 14.55
12 6157 99.42 27.05 14.37
15 6157 99.43 26.87 14.20
20 6029 99.45 26.69 14.02
24 6235 99.46 26.60 13.93
30 6261 99.47 26.50 13.84
40 6287 99.47 26.41 13.75
60 6313 99.48 26.32 13.65
120 6339 99.49 26.22 13.56
∞ 6366 99.50 26.13 13.46
5 6 7 8 9
10.05 7.87 6.62 5.81 5.26
9.89 7.72 6.47 5.67 5.11
9.72 7.56 6.31 5.52 4.96
9.55 7.40 6.16 5.36 4.81
9.47 7.31 6.07 5.28 4.73
9.38 7.23 5.99 5.20 4.65
9.29 7.14 5.91 5.12 4.57
9.20 7.06 5.82 5.03 4.48
9.11 6.97 5.74 4.95 4.40
9.02 6.88 5.65 4.86 4.31
10 11 12 13 14
4.85 4.54 4.30 4.10 3.94
4.71 4.40 4.16 3.96 3.80
4.56 4.25 4.01 3.82 3.66
4.41 4.10 3.86 3.66 3.51
4.33 4.02 3.78 3.59 3.43
4.25 3.94 3.70 3.51 3.55
4.17 3.86 3.62 3.43 3.27
4.08 3.78 3.54 3.34 3.18
4.00 3.69 3.45 3.25 3.09
3.91 3.60 3.36 3.17 3.00
15 16 17 18 19
3.80 3.69 3.59 3.51 3.43
3.67 3.55 3.46 3.37 3.30
3.52 3.41 3.31 3.23 3.15
3.37 3.26 3.16 3.08 3.00
3.29 3.18 3.08 3.00 2.92
3.21 3.10 3.00 2.92 2.84
3.13 3.02 2.92 2.84 2.76
3.05 2.93 2.83 2.75 2.67
2.96 2.84 2.75 2.66 2.58
2.87 2.75 2.65 2.57 2.49
20 21 22 23 24
3.37 3.31 3.26 3.21 3.17
3.23 3.17 3.12 3.07 3.03
3.09 3.03 2.98 2.93 2.89
2.94 2.88 2.83 2.78 2.74
2.86 2.80 2.75 2.70 2.66
2.78 2.72 2.67 2.62 2.58
2.69 2.64 2.58 2.54 2.49
2.61 2.55 2.50 2.45 2.40
2.52 2.46 2.40 2.35 2.31
2.42 2.36 2.31 2.26 2.21
25 26 27 28 29
3.13 3.09 3.06 3.03 3.00
2.99 2.96 2.93 2.90 2.87
2.85 2.81 2.78 2.75 2.73
2.70 2.66 2.63 2.60 2.57
2.62 2.58 2.55 2.52 2.49
2.54 2.50 2.47 2.44 2.41
2.45 2.42 2.38 2.35 2.33
2.36 2.33 2.29 2.26 2.23
2.27 2.23 2.20 2.17 2.14
2.17 2.13 2.10 2.06 2.03
30 40 60 120 ∞
2.98 2.80 2.63 2.47 2.32
2.84 2.66 2.50 2.34 2.18
2.70 2.52 2.35 2.19 2.04
2.55 2.37 2.20 2.03 1.88
2.47 2.29 2.12 1.95 1.79
2.39 2.20 2.03 1.86 1.70
2.30 2.11 1.94 1.76 1.59
2.21 2.02 1.84 1.66 1.47
2.11 1.92 1.73 1.53 1.32
2.01 1.80 1.60 1.38 1.00
Sumber :
L2 - 13
NILAI PARAMETER SEBARAN WEIBULL C
r1
r2
r2/r1
CVX
c
r1
r2
r2/r1
CVX
0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70 0,75 0,80 0,85 0,90 0,95 1,00 1,05 1,10 1,15 1,20 1,25 1,30 1,35 1,40 1,45 1,50 1,55 1,60 1,70 1,75 1,80 1,85 1,90 1,95 2,00 2,05 2,10 2,15 2,20 2,25 2,30 2,35 2,40 2,45 2,50 2,55 2,60 2,65 2,70
24,000 9,2605 5,0292 3,3234 2,4786 2,0000 1,7024 1,5046 1,3663 1,2658 1,1906 1,1330 1,0880 1,0522 1,0234 1,0000 0,9808 0,9808 0,9517 0,9407 0,9314 0,9236 0,9170 0,9114 0,9067 0,9027 0,8994 0,8966 0.8922 0,8906 0,8893 0,8882 0,8874 0,8867 0,8862 0,8859 0,8857 0,8856 0,8856 0,8857 0,8859 0,8862 0,8865 0,8868 0,8873 0,8877 0,8882 0,8887 0,8893
40320,0 2593,57 424,338 120,000 47,8761 24,0000 14,0893 9,2605 6,6142 5,0292 4,0122 3,3233 2,8359 2,4786 2,2088 2,0000 1,8351 1,8351 1,5941 1,5046 1,4296 1,3663 1,3122 1,2658 1,2256 1,1906 1,1600 1,1330 1,0880 1,0691 1,0522 1,0370 1,0234 1,0111 1,0000 0,9899 0,9808 0,9725 0,9649 0,9580 0,9517 0,9459 0,9407 0,9358 0,9314 0,9273 0,9236 0,9201 0,9170
70,0000 30,2431 16,7773 10,8650 7,7931 6,0000 4,8613 4,0908 3,5433 3,1387 2,8302 2,5889 2,3959 2,2388 2,1089 2,0000 1,9076 1,9076 1,7600 1,7004 1,6480 1,6017 1,5606 1,5238 1,4908 1,4610 1,4340 1,4095 1,3666 1,3478 1,3305 1,3145 1,2997 1,2860 1,2732 1,2614 1,2503 1,2399 1,2302 1,2211 1,2126 1,2045 1,1970 1,1889 1,1831 1,1767 1,1707 1,1650 1,1595
8,3066 5,4077 3,9721 3,1409 2,6064 2,2361 1,9650 1,7581 1,5948 1,4624 1,3529 1,2605 1,1815 1,1130 1,0530 1,0000 0,9527 0,9102 0,8718 0,8369 0,8050 0,7757 0,7487 0,7238 0,7006 0,6790 0,6588 0,6399 0,6055 0,5897 0,5749 0,5608 0,5475 0,5348 0,5227 0,5112 0,5003 0,4898 0,4799 0,4703 0,4611 0,4523 0,4438 0,4357 0,4204 0,4204 0,4131 0,4062 0,3994
2,75 2,80 2,85 2,90 2,95 3,00 3,05 3,10 3,15 3,20 3,25 3,30 3,35 3,40 3,45 3,50 3,55 3,60 3,65 6,70 3,75 3,80 3,85 3,90 3,95 4,00 4,05 4,10 4,15 4,20 4,25 4,30 4,35 4,40 4,45 4,50 4,55 4,60 4,65 4,70 4,75 4,80 4,85 4,90 4,95 5,00 5,05 5,10 5,15
0,8868 0,8904 0,8911 0,8917 0,8923 0,8993 0,8936 0,8943 0,8950 0,8956 0,8963 0,8970 0,8977 0,8984 0,8991 0,8997 0,9004 0,9011 0,9018 0,9024 0,9031 0,9038 0,9044 0.9051 0,9058 09064 0,9070 09077 0,9073 0,9089 09096 0,9102 0,9108 0,9114 0,9120 0,9126 0,9132 0,9137 0,9143 0,9149 0,9154 0,9160 0,9165 0,9171 0,9176 0,9182 0,9187 0,9192 0,9197
0,9358 0,9114 0,9090 0,9067 0,9046 0,9027 0,9010 0,8994 0,8979 0,8966 0,8953 0,8942 0,8932 0,8922 0,8914 0,8906 0,8899 0,8893 0.8887 0,8882 0,8878 0,8874 0,8870 0,8867 0,8864 0.8862 0,8864 0,8859 0,8859 0,8857 0,8856 0,8856 0,8856 0,8856 0,8857 0,8857 0,8858 0,8859 0,8860 0,8862 0,8863 0, 8864 0,8867 0,8868 0,8870 0,8873 0,8875 0,8877 0,8880
1,1898 1,1495 1,1448 1,1404 1,1361 1,1321 1,1282 1,1246 1,1210 1,1176 1,1144 1,1113 1,1083 1,1055 1,1028 1,1001 1,0967 1,9052 1,0929 1,0906 1,0884 1,0863 1,0843 1,0824 1,0805 1,0787 1,0770 1,0753 1,0736 1,0720 1,0705 1,0690 1,0676 1,0662 1,0649 1,0636 1,0623 1,0611 1,0598 1,0587 1,0576 1,0565 1,0555 1,0544 1,0534 1,0535 1,0515 1,0506 1,0497
0,4357 0,3866 0,3805 0,3747 0,3690 0,3634 0,3581 0,3529 0,3479 0,3430 0,3383 0,3336 0,3292 0,3248 0,3206 0,3164 0,3124 0,3085 0,3047 0,3010 0,2974 0,2938 0,2904 0,2871 0,2837 0,2806 0,2774 0,2473 0,2714 0,2684 0,2655 0,2628 0,2600 0,2573 0,2547 0,2521 0,2496 0,2471 0,2447 0,2424 0,2400 0,2377 0,2355 0,2333 0.2311 0,2290 0,2270 0,2249 0,2229
L2 - 14
NILAI PARAMETER SEBARAN WEIBULL (Lanjutan) C
r1
r2
r2/r1
CVX
c
r1
r2
r2/r1
CVX
5,20 5,25 5,30 5,35 5,40 5,45 5,50 6,00 6,50 7,00 7,50
0,9202 0,9207 0,9213 0,9217 0,9222 0,9227 0,9232 0,9277 0,9318 0,9354 0,9387
0,8882 0,8885 0,8887 0,8890 0,8893 0,8896 0,8899 0,8929 0,8963 0,8997 0,9031
1,0488 1,0480 1,0472 1,0463 1,0456 1,0449 1,0441 1,0375 1,0324 1,0282 1,0248
0,2210 0,2191 0,2172 0,2153 0,2135 0,2117 0,2099 0,1938 0,1799 0,1680 0,1576
8,00 8,50 9,00 9,50 10,00 12,50 15,00 20,00 50,00 100,00 ∞
0,9417 0,9445 0,9470 0,9492 0,9513 0,9597 0,9657 0,9735 0,9888 0,9943 1,0000
0,9064 0,9096 0,9126 0,9254 0,9182 0,9298 0,9387 0,9513 0,9784 0,9888 1,0000
1,0220 1,0997 1,0176 1,0159 1,0145 1,0095 1,0067 1,0038 1,0006 1,0001 1,0000
0,1484 0,1484 0,1328 0,1263 0,1203 0,0973 0,0818 0,0620 0,0255 0,0122 0,0000
Sumber :
L2 - 15
ANGKA ACAK Baris
Kolom 1-5
6 - 10
11 - 15
16 - 20
21 - 25
26 - 30
31 - 35
36 - 40
1 2 3 4 5
62956 17143 99285 12940 28089
95735 50118 01369 81308 80216
70988 41681 94610 40436 08681
86027 87224 71099 82916 83524
27648 75674 69207 74245 00583
65155 43371 01999 70324 55179
46301 09846 23931 88555 31911
27217 83403 34711 82182 68484
6 7 8 9 10
78709 36009 95695 89221 91937
74747 01306 52933 34158 35854
17626 33858 39459 16364 13168
74930 96930 84218 16532 24642
41300 71087 34670 50070 22369
04858 11354 91542 78159 87396
85634 85891 02186 18445 64367
42398 52644 86134 05884 89259
11 12 13 14 15
07339 73238 87940 46904 02580
63159 34352 32625 92456 92653
94886 81004 44838 64675 33907
51002 95682 39920 66930 54380
85834 13029 57188 54980 00763
94109 76288 41771 11631 60452
56843 22054 43185 54596 18860
03769 54849 74236 50563 48829
16 17 18 19 20
86983 92604 26988 75370 18826
20150 22144 49617 38794 84055
78561 67209 87118 51939 91391
97095 88807 28108 20879 78487
15990 82087 13110 30221 07594
45947 06616 40766 73593 74994
88542 16605 21216 76238 64239
86519 95621 01567 85702 00808
21 22 23 24 25
20198 74784 08050 63096 23099
45182 75807 25691 27123 48428
09914 79881 87992 94686 16697
45305 45290 75747 39205 82597
97352 56117 55031 68047 74983
00516 39798 82704 12108 22452
56804 62617 97667 62144 46283
10931 26912 03734 31291 97617
26 27 28 29 30
84827 97965 96097 77733 73159
81473 30432 51256 98610 81085
19453 92410 61546 86615 96957
95401 42482 93683 19007 48358
01363 31448 46277 29402 90944
40795 78558 30115 26348 58155
86600 55152 37682 96477 73014
78317 27863 15694 97154 79515
31 32 33 34 35
19074 83098 10416 08693 50451
14518 95483 60700 25225 52350
91372 17986 37527 54798 37860
73333 79141 26169 60498 40950
42832 92419 07315 32060 14377
17500 36887 08340 60310 16485
91049 65473 31597 36587 62250
74510 05675 05568 30579 96104
L2 - 16
ANGKA ACAK (Lanjutan) Baris
Kolom 1-5
6 - 10
11 - 15
16 - 20
21 - 25
26 - 30
31 - 35
36 - 40
36 37 38 39 40
73128 89677 67828 30001 14283
88097 39620 36965 63542 75479
01832 49118 63617 05680 39727
19463 49660 60332 12956 79075
28038 96852 10525 96058 87995
00222 71822 78030 80149 74464
83868 66195 06835 79950 49102
74422 28204 59222 39309 93185
41 42 43 44 45
84051 80815 28515 17402 66814
28694 60959 30696 25186 38016
03885 58747 23612 12526 61219
97247 50798 87285 19012 14760
43578 47455 96888 42374 99030
48213 18738 25681 47886 38070
97929 58154 65597 43367 81369
49951 95800 50837 61815 94157
46 47 48 49 50
49751 35597 03026 96637 34324
96432 97760 00712 00092 90440
63666 47288 49279 97446 76224
47760 34700 10272 75109 71230
70192 25569 30083 53899 92581
10367 91920 61603 93915 06794
17197 02045 26715 37789 39559
95801 24344 89026 13073 05362
Sumber :
L2 - 17
Modul Inventarisasi Hutan
MODUL - 1 PENGERTIAN, PERANAN DAN RUANG LINGKUP I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanyaan pertama yang pasti muncul dalam benak setiap peserta didik, pada saat akan mempelajari suatu cabang ilmu tertentu, adalah apa saja yang dipelajari dalam cabang ilmu itu, dan manfaat apa yang dapat diperoleh atau apa gunanya mempelajari cabang ilmu tersebut. Pertanyaan yang sama, patut diduga, akan dikemukakan oleh peserta mata kuliah Inventarisasi Hutan, khususnya oleh mahasiswa yang tergolong cukup kritis. Jawaban terhadap pertanyaan ini, diharapkan dapat menjadi sumber motivasi atau pendorong bagi mahasiswa untuk mempelajari mata kuliah (cabang ilmu) termaksud secara lebih bersungguh-sungguh. Hanya dengan memahami pengertian dan ruang lingkup dari ilmu yang akan dipelajarinya, seseorang dapat memahami posisi relatif dari ilmu yang bersangkutan dalam khasana suatu bidang ilmu tertentu. Selanjutnya, pemahaman tentang peranan suatu cabang ilmu, selain akan lebih memperjelas posisi relatif dari cabang ilmu tersebut dalam khasana bidang ilmu tertentu, juga akan memberi kejelasan tentang kontribusi cabang ilmu yang bersangkutan bagi pembangunan dan atau bagi pendayagunaan sumberdaya alam. Modul ini berisi pembahasan tentang hal-hal yang telah dikemukakan di atas.
B. Ruang Lingkup Isi Isi dari modul ini secara garis besar meliputi antara lain hal-hal sebagai berikut : (1) Pengertian Inventarisasi Hutan, (2) Peranan Inventarisasi Hutan, (3) Ruang Lingkup Inventarisasi Hutan C. Sasaran Pembelajaran Modul Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memiliki kompetensi yang diindikasikan oleh kemampuan dalam menjelaskan : (1) Pengertian Inventarisasi Hutan, (2) Peranan Inventarisasi Hutan, dan (3) Ruang Lingkup Inventarisasi Hutan.
Pendahuluan
M1 - 1
Modul Inventarisasi Hutan II. MATERI PEMBELAJARAN A. Pengertian Ilmu Inventarisasi hutan adalah salah satu cabang ilmu kehutanan yang membahas tentang metode penaksiran potensi hutan. Metode penaksiran adalah cara pengukuran sebagian atau seluruh elemen dari suatu obyek yang menjadi sasaran pengamatan untuk mengetahui sifatsifat dari obyek yang bersangkutan. Potensi hutan adalah nilai kekayaan yang terkandung dalam suatu lahan hutan, baik yang secara nyata ada pada saat pengamatan maupun prakiraan pengembangan / pertumbuhannya pada masa mendatang. Potensi hutan meliputi potensi fisik dan potensi hayati (biologis). Potensi fisik terkait dengan kondisi tanah, kondisi iklim dan kondisi topografi lahan hutan. Sedang potensi hayati meliputi stuktur dan komposisi vegetasi (khususnya pohon), serta diversitas dan jumlah satwa dalam lahan hutan yang bersangkutan. Sebagai cabang ilmu, inventarisasi hutan dapat didefenisikan sebagai suatu cabang ilmu kehutanan yang membahas tentang cara pengukuran sebagian atau seluruh elemen-elemen dari suatu lahan hutan untuk mengetahui sifat-sifat dan / atau nilai kekayaan yang ada di atas lahan hutan yang bersangkutan. Istilah lain yang sama pengertiannya dengan inventarisasi hutan antara lain adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bosch Inventarisatie (Bahasa Belanda) Forest Inventory Timber Cruising Cruising Timber Estimation Forest Survey.
Istilah-istilah di atas identik dengan “Penaksiran Potensi Hutan” pada saat tertentu. Khusus untuk penaksiran potensi “pertumuhan hutan” dikenal suatu cabang ilmu kehutanan yang disebut “Growth Modeling and Yield Simulation”. Cabang ilmu ini umumnya dipelajari pada studi lanjutan, yaitu pada program Strata-2 dan Strata-3. Namun prisip-prinsip dari cabang ilmu ini sudah dinilai penting untuk diberikan kepada mahasiswa Strata-1. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pengelolaan hutan sudah semakin menutut peningkatan efisiensi dan
Pendahuluan
M1 - 2
Modul Inventarisasi Hutan efektifitas, dimana hal ini hanya dimungkinkan jika tersedia informasi tentang pertumbuhan / perkembangan hutan yang akurat. Pemanfaatan hutan yang lestari hanya dimungkinkan, jika dan hanya jika, jumlah potensi yang dimanfaatkan seimbang dengan potensi pertumbuhan dari hutan yang bersangkutan. Berkaitan dengan itulah maka pemberian pengetahuan dasar tentang “Growth modeling and Yield Simulation” bagi mahasiswa Strata-1 diarahkan pada peningkatan kemampuan dan keterampilan mahasiswa untuk menerapkan metodemetode pengamatan atau pendataan pertumbuhan atau perkembangan hutan.
B. Peranan Inventarisasi Hutan Berdasarkan pengertian Inventarisasi Hutan yang telah dipaparkan di atas, maka secara singkat dapat dikatakan bahwa “Ílmu” Inventarisasi Hutan adalah suatu “cabang ilmu” yang membahas tentang teori dan metode pendataan kekayaan berupa hutan. Dengan demikian peranan inventarisasi hutan adalah sama dengan peranan dari keberadaan atau ketersediaan data kekayaan hutan itu sendiri. Kekayaan hutan akan mempunyai nilai jika dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam kaitan dengan pemanfaatan inilah maka diperlukan data atau informasi yang menjadi dasar di dalam penyusunan rencana pemanfaatan termaksud. Tanpa adanya data yang cukup, baik dalam hal jumlah maupun dalam hal mutu, maka adalah mustahil untuk menyusun suatu rencana yang dapat mendukung suatu pemanfaatan ‘kekayaan berupa hutan’ secara optimum. Sejalan dengan itu pula, pengumpulan informasi atau data harus mempertimbangkan faktor-faktor efisiensi dan efektifitas. Efisiensi berarti informasi dimaksud harus mempunyai nilai manfaat yang jauh lebih besar daripada nilai pengorbanan tenaga, waktu dan biaya yang digunakan untuk mendapatkannya. Sedang efektif bermakna bahwa keberadaan atau ketersediaan data tersebut harus tepat waktu dan dapat menunjang pencapaian suatu tujuan tertentu secara tepat waktu pula. Dengan demikian, peranan Inventarisasi Hutan dapat disebutkan sebagai berikut : 1. Inventarisasi hutan berperan dalam penyiapan data yang akurat, melalui upaya-upaya yang efisien dan efektif
Pendahuluan
M1 - 3
Modul Inventarisasi Hutan 2. Inventarisasi hutan berperan dalam menentukan tersusunnya rencana pemanfaatan kekayaan hutan secara optimum 3. Inventarisasi hutan berperan sebagai suatu langkah awal yang sangat menentukan dalam pendayagunaan sumberdaya hutan secara lestari.
C. Ruang Lingkup Inventarisasi Hutan Kekayaan yang terdapat pada suatu lahan hutan tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan hutan pada saat pengamatan (saat inventarisasi) dilakukan, tetapi juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor lain. Faktor-faktor tersebut berperan dalam proses terciptanya keadaan hutan yang ada pada saat pengamatan dan juga kemungkinan akan terus mempengaruhi proses pertumbuhan / perkembangan hutan tersebut pada masa mendatang. Keseluruhan faktor-faktor tersebut merupakan elemen-elemen yang perlu diamati atau dicatat melalui inventarisasi hutan. Secara garis besar, elemen-elemen tersebut dapat digolongkan atas tiga kelompok, yaitu : 1. Keadaan lahan hutan, yang antara lain meliputi jenis tanah, kondisi fisik, biologi dan kimia tanah, kondisi iklim, serta kondisi topografi. Faktorfaktor inilah yang telah, sedang dan akan terus mempengaruhi kondisi pertumbuhan / perkembangan vegetasi (khususnya pohon-pohon) yang ada pada suatu lahan hutan. 2. Keadaan tegakan, antara lain meliputi : luas areal (yang produktif dan tidak produktif), struktur tegakan dan komposisi jenis, penyebaran kelas umur, penyebaran ukuran pohon, keadaan pertumbuhan, keadaan permudaan, kerapatan tegakan, penyebaran kelas bonita, dan keadaan tempat tumbuh. 3. Keterangan yang bersangkut-paut dengan pemanfaatan, yang meliputi aksesibilitas dan kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan, termasuk pola penggunaan lahan. Pada uraian di atas, terlihat secara jelas bahwa cakupan bahasan inventarisasi hutan tidak hanya terbatas pada masalah hutan atau pohon saja, tetapi juga meliputi sejumlah elemen-elemen yang telah, sedang dan akan mempengaruhi pertumbuhan atau perkembangan hutan yang bersangkutan. Dalam arti luas, ilmu inventarisasi hutan adalah ilmu yang membahas teori dan metode pengumpulan dan penggunaan data /
Pendahuluan
M1 - 4
Modul Inventarisasi Hutan informasi tentang keseluruhan elemen yang telah dipaparkan di atas, serta keterkaitan masing-masing elemen dengan potensi hutan. Elemen tanah misalnya, akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sesuatu jenis pada sesuatu lahan tertentu. Demikian pula halnya dengan elemen iklim. Selanjutnya, pertumbuhan potensil yang merupakan hasil dari kedua elemen tersebut akan menjadi dasar bagi pihak pengelola dan atau pengguna hutan dalam pemilihan dan penentuan jenis yang dapat dikembangkan, serta dalam penentuan dan pengaturan tindakan-tindakan pembinaan yang dapat diterapkan. Selanjutnya elemen aksesibilitas akan sangat mempengaruhi dapat tidaknya nilai potensil hutan berubah menjadi nilai ril, yang secara langsung akan mendukung peningkatan pendapatan pihak pengelola dan peningkatan kesejahteraan anggota masyarakat yang terkait dengan pendayagunaan hutan yang bersangkutan. Demikian pula halnya dengan elemen kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan, tidak akan dapat dipisahkan dengan keberhasilan dan atau kegagalan upaya pengelolaan hutan. Tingkat keakuratan data dan informasi dari keseluruhan elemenelemen tersebut di atas akan menentukan lengkap tidaknya gambaran tentang potensi hutan (termasuk potensi pengembangan / perkembangannya) yang dapat diperoleh untuk melandasi penyusunan rencana pemanfaatan hutan yang bersangkutan. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa cakupan Inventarisasi Hutan adalah cukup kompleks, sehingga sulit untuk dilaksanakan secara tuntas dalam waktu yang relatif terbatas. Sehubungan dengan itulah, maka dalam banyak hal inventarisasi hutan sering dilakukan dengan memberi penekanan pada aspek-aspek tertentu yang disesuaikan dengan tujuan pelaksanaan inventarisasi yang ingin dicapai. Dalam pengertian sempit Inventarisasi hutan dapat diartikan sebagai penaksiran massa tegakan atau penaksiran volume kayu yang terdapat pada suatu lahan hutan. Pada pengertian ini, penekanan atau perhatian hanya diarahkan pada potensi kayu yang terdapat dalam hutan pada saat pelaksanaan pengamatan. Berdasarkan pada tujuannya dan penekanan elemen yang diamati, dikenal beberapa macam inventarisasi hutan, yang antara lain adalah sebagai berikut :
Pendahuluan
M1 - 5
Modul Inventarisasi Hutan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Inventarisasi Hutan Nasional Inventarisasi Pendahuluan / Pengenalan Inventarisasi untuk Penyusunan Rencana Karya Inventarisasi untuk penyusunan Rencana Penebangan Inventarisasi untuk Penyusunan Rencana Pembangunan Industri Kehutanan Inventarisasi untuk Penaksiran Nilai Tegakan Inventarisasi untuk Penyusunan Tata Guna Lahan Hutan Inventarisasi untuk Pembangunan Hutan Rekreasi Inventarisasi untuk Pengelolaan Daerah Alisan Sungai (DAS)
Tabel 1.
Pendekatan relatif elemen-elemen yang diperlukan dalam Inventarisasi Hutan menurut tujuannya.
Tujuan Inventarisasi
Informasi yang diperlukan Keadaan Lahan Kondisi Pemanfaatan Keadaan Tegakan Luas Topografi Transportasi Sosek Volume Riap
Etat
Pendataan Hutan Nasional
2
2
2
2
2
2
2
Penyusunan Rencana Karya
1
2
2
2
1
1
1
Inventarisasi Pendahuluan
2
3
2/3
2
2 / 3
3
3
Penyusunan Rencana Pembalakan
2
1
1
3
1
3
3
Penyusunan Rencana PIK (*)
2
2
1
2
1
1
1
Penaksiran Nilai Tegakan
1
2
1
3
1
3
3
Penyusunan Tata Guna Lahan Hutan
1
1
1
1
1
2
3
Pembangunan Hutan rekreasi
2
2
1
1
3
3
3
Pengelolaan Watershed
1
1
2
1
2
2
2
Sumber : Hush (1971) dalam Simon (1993)
Keterangan : PIK(*) = Pembangunan Industri Kehutanan 1 = Sangat penting, diperlukan informasi yang akurat dan rinci 2 = Diperlukan Informasi Secara Umum 3 = Tidak terlalu penting (dapat diabaikan) Berdasarkan tujuan dari masing-masing inventarisasi tersebut di atas, maka dilakukan pengumpulan data tentang berbagai elemen dengan tingkat keakuratan yang bervariasi. Untuk tujuan tertentu, diperlukan informasi rinci tentang sesuatu elemen tertentu, sedang elemen lainnya dapat diabaikan. Untuk pendataan potensi hutan nasional, misalnya, diperlukan informasi tentang semua elemen, namun demikian informasi
Pendahuluan
M1 - 6
Modul Inventarisasi Hutan tersebut semuanya bersifat umum. Sebaliknya pada inventarisasi untuk penyusunan rencana penebangan (rencana eksploitasi) diperlukan informasi-informasi rinci tentang kondisi topografi, kondisi prasarana dan sarana transportasi, serta volume atau potensi kayu dalam tegakan, sedang informasi tentang luas dapat bersifat umum dan malahan informasi tentang elemen-elemen riap, etat dan kondisi sosial ekonomi dapat diabaikan. Perincian tentang tingkat keakuratan data yang diperlukan untuk masing-masing elemen, sesuai dengan tujuan inventarisasi, secara lengkap disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan elemen-elemen yang menjadi cakupan Inventarisasi Hutan dalam paparan di atas maka dapat pula dijelaskan bahwa Inventarisasi Hutan tidak dapat dipisahkan dengan cabang-cabang ilmu yang lain. Hubungan antara Inventarisasi Hutan dengan beberapa cabang ilmu, yang sekaligus dapat memberi gambaran tentang posisi Inventarisasi Hutan di dalam rumpun Ilmu-ilmu Kehutanan pada khususnya dan di dalam konteks ilmu pengetahuan secara keseluruhan, dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Perencanaan Hutan dan Manajemen Hutan : Inventarisasi Hutan dapat dikatakan sebagai ilmu yang mendukung peletakan dasar yang kuat bagi tersusunnya suatu rencana pemanfaatan hutan secara efisien dan efektif, serta menjadi salah satu alat dalam upaya mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari. Dapat juga dikatakan bahwa Inventarisasi Hutan adalah bagian dari dan sekaligus dasar bagi Ilmu Perencanaan Hutan dan Ilmu Manajemen Hutan. 2. Silvikultur dan Ekologi : Inventarisasi Hutan dapat memfasilitasi tindakantindakan silvikultur guna mengakomodir kemampuan ekologis dan mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekologi sesuatu lahan. Dengan kata lain, Inventarisasi Hutan dapat mendukung pengambilan keputusan tentang tindakan-tindakan silvikultur yang tepat dan sesuai dengan kondisi ekologis lahan hutan. 3. Ilmu Tanah dan Klimatologi : Inventarisasi Hutan juga mengakomodir metode-metode yang dikembangkan dalam Ilmu Tanah dan Klimatologi, khususnya yang berkaitan dengan pengumpulan data tentang kondisi tanah dan kondisi iklim yang dapat menunjang pertumbuhan atau perkembangan potensi hutan.
Pendahuluan
M1 - 7
Modul Inventarisasi Hutan 4. Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi : Inventarisasi Hutan mengakomodir metodemetode yang dikembangkan dalam bidang sosial ekonomi khususnya yang bersangkut paut dengan metode pengumpulan informasi tentang hubungan antara masyarakat dengan hutan. Pada satu pihak, hubungan yang dimaksudkan berkenaan dengan upaya penigkatan partisipasi masyarakat dalam mendukung upaya-upaya pengelolaan hutan. Pada pihak lain hubungan tersebut juga meliputi upaya untuk meningkatkan peranan hutan dalam mendukung peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat yang berdomisili di dalam dan di sekitar kawasan hutan, langsung ataupun tidak langsung. 5. Matematika dan Statistika : Inventarisasi Hutan memanfaatkan teori dan metode Matematika dan Statistika, terutama yang bersangkut paut dengan teori dan metode penaksiran atau teori dan metode paramalan. Dalam kaitan dengan hal ini, Inventarisasi Hutan dapat dianggap sebagai salah satu cabang (atau mungkin ranting) dari Matematika Terapan. Penggunaan rumus-rumus matematikai, secara khusus banyak dijumpai dalam Growth Modeling dan Yield Simulation yang telah disebutkan sebelumnya sebagai sebuah ranting dari Ilmu Kehutanan atau suatu cabang dari Ilmu Inventarisasi Hutan.
D. Tugas dan Latihan 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan : a. Inventarisasi Hutan b. Potensi Hutan c. Penaksiran Potensi Hutan 2. Sebutkan minimal tiga istilah lain yang sama pengertiannya dengan Inventarisasi Hutan 3. Sebutkan ranting dari Ilmu Inventarisasi Hutan yang secara khusus membahas tentang penaksiran perkembangan atau pertumbuhan hutan 4. Jelaskan peranan Inventarisasi Hutan dalam mendukung pendayagunaan sumberdaya hutan 5. Jelaskan tiga kelompok elemen yang menjadi sasaran pengamatan dalam Inventarisasi Hutan 6. a. Sebutkan satu faktor sebagai contoh untuk masing-masing kelompok elemen yang diamati dalam Inventarisasi Hutan b. Jelaskan keterkaitan antara faktor tersebut dengan potensi hutan
Pendahuluan
M1 - 8
Modul Inventarisasi Hutan 7. a. Sebutkan tiga contoh kegiatan Inventarisasi Hutan b. Jelaskan tingkat keakuratan untuk masing-masing elemen pada setiap contoh kegiatan Inventarisasi yang dimaksudkan pada butir a 8. Ruang lingkup dan cakupan Inventarisasi Hutan dapat dijelaskan melalui hubungan antara Inventarisasi Hutan dengan cabang ilmu yang lain. Sebutkan dan jelaskan hubungan antara Inventarisasi Hutan dengan minimal empat cabang ilmu lain.
III. INDIKATOR PENILAIAN Melalui pemahaman tentang materi bahasan yang telah dikemukakan di atas, setiap mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan atau kompetensi dalam hal-hal sebagai berikut : • Memberi penjelasan tentang pengertian Inventarisasi Hutan • Memberi penjelasan tentang peranan Inventarisasi Hutan, serta • Memberi penjelasan tentang ruang lingkup Inventarisasi Hutan. • Memberi penjelasan tentang hubungan Inventarisasi Hutan dengan cabang ilmu yang lain Indikator penilaian kemampuan atau kompetensi peserta didik adalah : ”ketepatan penjelasan” yang diberikan, dengan bobot nilai sebesar 8%. Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, baik pada waktu penyelenggaraan kuliah maupun melalui laporan pelaksanaan tugas latihan yang dilakukan oleh mahasiswa secara mandiri (perorangan ataupun berkelompok).
IV. PENUTUP Modul ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembelajar dan mahasiswa untuk melakukan penelusuran berbagai sumber belajar, yang terkait dengan inventarisasi hutan, baik dalam bentuk Buku teks, Dokumendokumen atau Laporan hasil penelitian, Internet ataupun sumber-sumber lain. Dengan mengacu pada modul ini maka proses pembelajaran diharapkan dapat berjalan secara efisien dan efektif melalui peran aktif dari semua pihak terkait, khususnya para pembelajar.
Pendahuluan
M1 - 9
Modul Inventarisasi Hutan
MODUL - 2 PENGUKURAN POHON DAN TEGAKAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada modul terdahulu telah dijelaskan bahwa Inventarisasi hutan, secara sederhana, dapat dimaknai sebagai cabang ilmu yang membahas tentang metode penaksiran potensi hutan. Dengan demikian pertanyaan lanjutan ialah komponen apa saja yang harus diukur dan bagaimana melakukan pengukuran komponen-komponen tersebut dalam rangka penaksiran potensi hutan. Pemahaman tentang komponen-komponen yang harus diukur serta penguasaan cara atau metode pengukuran komponen-komponen potensi termaksud, akan memungkinkan dilakukannya kegiatan pengukuran atau penaksiran dengan pengorbanan tenaga, waktu dan biaya yang seminimal mungkin, tanpa harus mengorbankan efektifitas dan ketelitian pengukuran yang bersangkutan. Hal ini penting dipahami setiap pelaksana inventarisasi hutan, untuk menghidari pelaksanaan kegiatan pengukuran / penaksiran potensi hutan dengan pengorbanan (tenaga, waktu dan biaya) yang mengambil porsi yang cukup besar dari nilai potensi hutan yang diukur. Modul ini berisi pembahasan tentang tahapan atau prosedur pengukuran potensi hutan, mulai dari satuan terkecil, yaitu berupa batang atau pohon berdiri beserta komponen-komponennya (diameter dan tinggi), satuan-satuan pengukuran yang juga merupakan kumpulan dari sejumlah tertentu pepohonan, dan hutan secara keseluruhan.
B. Ruang Lingkup Isi Isi dari modul ini secara garis besar meliputi antara lain hal-hal sebagai berikut : (1) Dasar-dasar pengukuran batang, (2) Dasar-dasar pengukuran pohon berdiri, (3) Teknik-teknik pengukuran tinggi pohon, dan (4) Pengukuran volume tegkan.
C. Sasaran Pembelajaran Modul Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memiliki kompetensi yang diindikasikan oleh kemampuan dalam menjelaskan : (1) Pengukuran batang, pengukuran pohon berdiri, dan pengukuran Volume Tegakan, (2) mampu melaksanakan pengukuran batang dan pohon, (3) mampu membuat hypsometer tepat guna.
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 1
Modul Inventarisasi Hutan II. MATERI PEMBELAJARAN A. Dasar-Dasar Pengukuran Batang Pengukuran batang pada dasarnya diarahkan pada pengukuran diameter dan panjang batang, sedangkan besaran volume bukan hasil langsung dari suatu pengukuran tetapi merupakan hasil perhitungan. Untuk tujuan pengukuran tersebut dikenal beberapa alat ukur sebagai berikut : 1. Alat ukur panjang, seperti meteran atau gala (tongkat ukur) yang diberi skala atau notasi-notasi ukuran. 2. Alat ukur diameter, yang terdiri dari meteran, pita ukur (pita pi atau pita diameter), garpu ukur dan calipper. Pengukuran dengan meteran biasa menghasilkan ukuran keliling, dan diameter harus dihitung dengan menggunakan Rumus 2.1. d = k/π atau d = k/(3,14), ……....................………....…..
2.1
dimana d dan k masing-masing adalah notasi untuk diameter dan keliling. Pengukuran dengan pita diameter secara langsung menghasilkan ukuran diameter oleh karena skala pada pita diameter telah disesuaikan dengan hasil konversi dari keliling ke diameter. Pembacaan ukuran diameter secara langsung juga diperoleh melalui pengukuran dengan calipper dan garpu ukur. Pengukuran dilakukan dengan jalan menjepit pohon yang diukur dengan alat ukur. Untuk jelasnya kedua alat ukur tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2.
Gambar 2.1. Calipper
Gambar 2.2. Garpu Ukur
Kedua alat ukur yang tersebut terakhir di atas lebih praktis digunakan di lapangan, namun penggunaannya biasanya terbatas pada batang-batang yang relatif kecil. Juga, penggunaan alat ini pada
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 2
Modul Inventarisasi Hutan pengukuran batang yang bentuknya tidak terlalu bulat memerlukan pengukuran lebih dari satu kali, dengan mengubah posisi jepitan atau posisi pembacaan skala pada alat ukur. Berdasarkan hasil pengukuran diameter, dapat dihitung luas bidang dasar atau luas penampang batang (B) dengan menggunakan Rumus 2.2. atau B = π r2 ..………………………..…… 2.2
B = (π/4)d2
dimana B adalah luas bidang dasar, sedang d dan r masing-masing adalah diameter dan radius penampang batang Berhubung karena bentuk batang umumnya tidak selindris, maka untuk perhitungan volume batang, biasanya diperlukan pengukuran diameter pada beberapa tempat, atau paling tidak pada tiga tempat, yaitu pada pangkal (dp), tengah (dt) dan ujung (du). Dengan demikian, dapat diperoleh tiga nilai bidang dasar yaitu bidang dasar pangkal (Bp), bidang dasar tengah (Bt) dan bidang dasar ujung (Bu). Selanjutnya, volume pohon diperoleh dari hasil perkalian antara rata-rata bidang dasar pada penampang yang diukur dengan panjang batang ( l ). Untuk jelasnya, ukuran-ukuran batang secara skhematis diperlihatkan pada Gambar 2.3.
l
dp
Bp =
π 4
du
dt
dp
π
Bt = dt 4
2
π
Bu = du 4
2
2
Gambar 2.3 Dimensi Batang Berdasarkan nilai-nilai hasil pengukuran yang telah disebutkan di atas maka dapat dihitung volume batang antara lain dengan tiga rumus pendekatan seperti yang tertera pada rumus 2.3, 2.4, dan 2.5. ½ (Bp + Bu) l ; ………..............… 2.3
1. Rumus Smallian
:
V
=
2. Rumus Huber
:
V
=
Bt l ; …………………….........….... 2.4
3. Rumus Newton
:
V
=
1/6 (Bp + 4Bt + Bu)
Pengukuran Pohon dan Tegakan
l
; …....….. 2.5
M2 - 3
Modul Inventarisasi Hutan B. Dasar-Dasar Pengukuran Pohon Berdiri Seperti halnya dengan pengukuran volume batang, pengukuran volume pohon juga bukan merupakan pengukuran langsung. Besaran volume pohon merupakan hasil perhitungan yang didasarkan atas hasil pengukuran diameter dan tinggi pohon (sebagai pengganti panjang pada batang). Dengan kata lain, yang dimaksudkan dengan pengukuran volume pohon adalah pengukuran komponen-komponen penyusun volume, yaitu diameter dan tinggi. Pengukuran diameter pohon dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang sama dengan alat ukur diameter batang. Namun pengukuran tinggi umumnya tidak dilakukan dengan pengukuran langsung seperti halnya pada pengukuran panjang batang, tetapi dilakukan dengan pengukuran tidak langsung, yaitu melalui penggunaan bantuan “prinsip-prinsip ilmu ukur sudut”. Sebelum membahas lebih jauh tentang metode pengukuran tinggi, maka terlebih dahulu akan dipaparkan tentang pengukuran / perhitungan volume pohon. Jika pengukuran diameter batang dengan mudah dapat dilakukan pada beberapa tempat, maka pengukuran diameter pohon (yang masih berdiri) cukup sulit dilakukan, kecuali jika pohon-pohon yang diukur tersebut dipanjat satu per satu. Mudah dipahami bahwa pengukuran melalui pemanjatan tersebut akan memerlukan waktu dan tenaga yang tidak sedikit, sehingga pelaksanaan kegiatan pengukuran menjadi tidak efisien. Sehubungan dengan itu maka pengukuran volume pohon umumnya hanya dilakukan melalui pengukuran diameter pada ketinggian setinggi dada (disingkat : diameter setinggi dada) dan tinggi. Pengukuran diameter setinggi dada (diameter breast height) ini didasarkan pada alasan teknis semata, dan untuk standardisasi pengukuran tersebut ditetapkan pada ketinggian 1,3 meter. Beberapa negara (diantaranya Jepang) menetapkan bahwa ketinggian setinggi dada adalah identik dengan ketinggian 1,2 meter, sebagai pengganti ketinggian 1,3 meter. Pengukuran diameter atas (diameter ujung), biasanya tidak dilakukan. Sehubungan dengan itu maka ‘angka bentuk’ hanya dapat ditentukan melalui penaksiran atau berdasarkan pengalaman yang ada. Selanjutnya, perhitungan volume pohon dilakukan dengan menggunakan suatu faktor pengali, yang dikenal dengan faktor bentuk atau angka bentuk. Faktor bentuk yang dimaksudkan adalah suatu nilai yang digunakan
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 4
Modul Inventarisasi Hutan untuk mengoreksi volume selinder (yang berdiameter sama dengan diameter pohon pada ketinggian setinggi dada) menjadi volume pohon yang sebenarnya, dan lazim dituliskan dengan rumus yang tertera pada persamaan 2.6 dan 2.7. f =
dimana :
Vp ……………………….………………………...………… 2.6 Vs
f = Angka bentuk atau faktor bentuk, yang biasanya bernilai lebih kecil dari 1. Vs = Volume selinder (yang berdiameter sama dengan diameter pohon pada ketinggian setinggi dada)
Untuk jelasnya, ukuran-ukuran pohon secara skhematis diperlihatkan pada Gambar 2.4.
da = diameter atas db = diiameter bawah (diameter setinggi dada) t
= tinggi pohon
f
= Vp / Vs
Vp =
d 2a d 2b 4 2
t
Vs = π/4 (db2) t f
=
d 2a d 2b 2d 2b
........................................... 2.7
Gambar 2.4. Dimensi pohon Penaksiran angka bentuk dilakukan melalui pengukuran sejumlah pohon contoh yang sengaja ditebang untuk memungkinkan pengukuran volume aktual atau volume pohon yang sebenarnya. Untuk tujuan penelitian, pengukuran dapat pula dilakukan dengan jalan memanjat pohon-pohon contoh. Pengukuran (khususnya diameter atas atau diameter ujung) dapat pula dilakukan dengan pengukuran tidak langsung dari suatu jarak tertentu, dengan menggunakan peralatan optik.
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 5
Modul Inventarisasi Hutan Dalam banyak kesempatan, nilai angka bentuk hanya ditetapkan berdasarkan pengalaman cruiser (surveyor atau pelaksana inventarisasi atau pengukur) terdahulu. Nilai angka bentuk yang lazim digunakan, khususnya untuk pohon-pohon hutan alam, adalah sebesar 0,7 meskipun tidak tertutup kemungkinan bahwa pohon-pohon hutan alam tersebut banyak diantaranya yang mempunyai angka bentuk yang lebih besar dari 0,7. Juga, tetap ada kemungkinan bahwa sebagian dari pohon-pohon tersebut akan mempunyai angka bentuk yang lebih kecil dari 0,7. Pada hutan-hutan tanaman yang dikelola secara intensif, khususnya pada tanaman yang dipangkas, nilai angka bentuk dapat mencapai 0,8 atau lebih, sebagai akibat dari semakin selindrisnya pohon, oleh karena ukuran diameter ujung (diameter atas) semakin mendekati ukuran diameter pangkal (diameter bawah) pohon.
C. Teknik-Teknik Pengukuran Tinggi Pohon Pada bagian terdahulu telah disinggung bahwa pengukuran tinggi umumnya dilakukan secara tidak langsung melalui penerapan Prinsip-prinsip Ilmu Ukur Sudut. Secara Skhematis prinsip-prinsip tersebut dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.5. T = tg α J T = tg α J
T = P = α =
T = tg α J T=
t .P t
tinggi pohon, J = jarak antara pengukur dengan pohon panjang alat ukur p = bagian alat ukur yang sejajar dengan ujung alat Bantu sudut yang dibentuk oleh garis datar dengan garis bidikan ke pucuk pohon Gambar 2.5. Skema Pengukuran Tinggi Pohon
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 6
Modul Inventarisasi Hutan Berdasarkan posisi pengukur terhadap kedudukan pohon maka dapat digambarkan teknik pengukuran tinggi pohon sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar 2.6.
a. T = T1 –T2 dimana :
b. T = T1 +T2
T = Tinggi pohon T1 = Pembacaan skala pada saat membidik pucuk pohon T2 = Pembacaan skala pada saat membidik pangkal pohon
c. T = Ta +Tm T = Tinggi Pohon, Ta = Pembacaan skala pada alat ukur Tm = Tinggi mata pengukur (cruiser)
Gambar 2.6. Teknik pengukuran tinggi pohon pada berbagai posisi pengukur
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 7
Modul Inventarisasi Hutan Berdasarkan prinsip-prinsip kerja yang telah dipaparkan di atas maka telah dikembangkan beberapa alat ukur tinggi, yang juga dikenal dengan nama HYPSOMETER. Alat ukur tinggi (hypsometer) yang umumnya digunakan antara lain adalah sebagai berikut : 1. CHRISTENS HYPSOMETER Alat ukur tinggi Christens ini dapat dibuat dari dari bahan logam atau kayu sepanjang 30 cm, dan dalam penggunaannya memerlukan alat bantu berupa ‘gala’ sepanjang 4 meter, yang ditempelkan pada pohon pada saat pengukuran. Prinsip kerja dan cara pemberian skala pada alat ukur ini dapat dijelaskan melalui Gambar 2.7.
Tinggi Skala 4 30 5 24 6 20 8 15 10 12 S =
Tinggi Skala 12 10 16 7,5 20 6 24 5 30 4
120 4 S ;→ = 30 T T
Gambar 2.7. Prinsip kerja dan pemberian skala pada Christen Hypsometer 2. HAGA HYPSOMETER Alat ukur tinggi Haga merupakan alat ukur sudut yang menggunakan prinsip segitga siku-siku, dan untuk penggunaannya diperlukan informasi tentang jarak antara pengukur dengan pohon yang diukur. Alat ini biasanya sudah dilengkapi dengan skala atau nilai pengukuran untuk beberapa alternatif jarak pengukuran, misalnya 15 m, 20 m, 25 m dan 30 m. Pada dasarnya, faktor yang dapat terbaca (pada alat) sewaktu pengukuran adalah sudut yang terbuat antara garis horisontal (setinggi mata pengukur) dengan arah bidikan ke puncak pohon dan / atau pangkal pohon, namun alat tersebut sudah dilengkapi dengan skala yang merupakan hasil konversi dari sudut dan jarak menjadi tinggi berdasarkan Rumus 2.8.
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 8
Modul Inventarisasi Hutan T = J tg α dimana :
T =
……………………………………………..…… 2.8
Tinggi bagian pohon yang berada di sebelah atas atau di sebelah bawah dari ketinggian mata pengukur (dalam meter) Jarak antara pohon dengan pengukur (dalam meter) Sudut yang terbuat antara garis horizontal (setinggi mata pengukur) dengan arah bidikan ke puncak pohon atau pangkal pohon (dalam derajat)
J = α =
Teknik pengukuran secara skhematis mengikuti Gambar 2.6 yang telah dipaparkan di atas. 3. AID SCALE Aid scale, sama halnya dengan alat ukur Haga, menggunakan prinsip segitiga siku-siku dan juga memerlukan informasi tentang jarak antara pengukur dengan pohon yang diukur, namun Aid Scale ini tidak menggunakan alat ukur sudut, tetapi sebagai penggantinya digunakan perbandingan jarak dengan ketinggian. Alat ini dengan mudah dibuat dari potongan kayu atau mistar ukur dengan panjang 30 sampai 50 cm. Pemberian skala pada alat ukur didasarkan atas Rumus 2.9. S =T
dimana
L J
…………………………………………………...……... 2.9
T = Tinggi bagian pohon yang berada di sebelah atas atau sebelah bawah dari ketinggian mata pengukur (dalam meter) J = Jarak antara pohon dengan pengukur (dalam meter) L = Panjang lengan pengukur atau tepatnya jarak antara mata pengukur dengan alat ukur yang digunakan.
Pada sebuah alat ’Aid Scale’, dapat dibuat beberapa macam skala yang disesuaikan dengan jarak pengukuran yang dikehendaki (seperti halnya pada Haga Hypsometer), misanya 15 meter, 20 meter, 25 meter dan/atau 30 meter. Secara skhematis, pengukuran dengan aid scale diperlihatkan pada Gambar 2.8. Pengukuran dilakukan dengan mengikuti salah satu dari teknik yang dinampakkan pada Gambar 2.6, tergantung pada posisi relatif pengukur terhadap pohon yang diukur. Jika tempat berdiri pohon lebih tinggi dari tempat berdiri pengukur, maka teknik pengukuran mengikuti Gambar 2.6a.
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 9
Modul Inventarisasi Hutan Jika tempat berdiri pengukur sama dengan tempat pohon berdiri maka teknik pengukuran mengikuti Gambar 2.6c. Selanjutnya, jika tempat berdiri pengukur lebih tinggi dari tempat pohon berdiri maka teknik pengukuran mengikuti Gambar 2.6b. Untuk kondisi yang tersebut terakhir ini, pengukuran bagian pohon yang berada di bawah ketinggian mata dilakukan dengan membalik posisi Aid Scale.
Gambar 2.8. Skema teknik pengukuran dengan Aid Scale
D. Pengukuran Volume Tegakan Tegakan adalah kumpulan dari sejumlah pohon. Dengan demikian, pengukuran volume tegakan berarti pengukuran volume dari pohon-pohon penyusun tegakan, yang sekaligus bermakna pengukuran diameter dan tinggi pohon-pohon penyusun tegakan. Berdasarkan tingkat kesaksamaan dalam pelaksanaannya, maka pengukuran volume dapat dibedakan atas : 1. Pengukuran diameter dan tinggi semua pohon 2. Pengukuran diameter semua pohon, tetapi pengukuran tinggi hanya dilakukan pada sejumlah pohon pewakil. 3. Pengukuran diameter dan tinggi hanya dilakukan secara terbatas pada pohon-pohon pewakil. Jika pengukuran diameter dan tinggi semua pohon diukur, maka volume setiap pohon dapat dihitung dengan Rumus 2.9, sedang volume tegakan adalah jumlah dari volume semua pohon penyusun tegakan (Rumus 2.10). 2.9 vi = bi x ti x f ; ..............................................................
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 10
Modul Inventarisasi Hutan V dimana : V
= ∑ vi ; ..........................................................................
2.10
3
= Volume tegakan (m )
vi
= Volume pohon ke i (m3)
bi
= Luas bidang dasar pohon ke i (m2)
ti
= Tinggi pohon ke i (m)
f
= Angka bentuk pohon, yang dalam hal ini biasanya digunakan angka bentuk rata-rata.
Selain melalui perhitungan, penetapan volume pohon dapat pula ditetapkan dengan menggunakan Tabel Volume atau Tarif Volume. Tabel volume adalah tabel yang memuat hubungan antara volume dengan diameter dan tinggi. Sedang Tarif Volume atau biasa juga disebut Tabel Volume Lokal (karena penggunaannya bersifat lokal) adalah tabel yang menggambarkan hubungan antara Volume dan Diameter pohon. Pembahasan tentang hal ini secara lebih rinci dapat dilihat pada Modul ‘Penyusunan Tabel Volume’. Untuk kondisi dimana pengukuran diameter dan tinggi hanya dilakukan secara terbatas pada pohon-pohon pewakil, maka perhitungan volume tegakan dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut : a. Perhitungan tinggi rata-rata untuk setiap kelas diameter. b. Perhitungan volume untuk setiap kelas diameter dengan rumus : vk =
nk x bk x tk x f ……………………………..…………
2.11
c. Perhitungan volume tegakan dengan rumus : V = ∑ vk ; ………………………………………………………..
2.12
dimana : vk = Volume pohon-pohon untuk kelas diameter tertentu bk = Jumlah luas bidang dasar pohon-pohon untuk kelas diameter tertentu (∑bki) tk = Tinggi rata-rata dari pohon-pohon untuk kelas diameter tertentu f = Angka bentuk pohon, yang dalam hal ini biasanya digunakan angka bentuk rata-rata, tetapi tidak jarang pula dipakai angka bentuk yang berbeda untuk masing-masing kelas diameter, jika informasi tentang hal ini tersedia. Selanjutnya, pada kondisi dimana pengukuran diameter dan tinggi hanya dilakukan secara terbatas pada pohon-pohon pewakil, panaksiran volume tegakan dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung volume pohon-pohon pewakil. Jika luas seluruh tegakan adalah A, luas areal dimana pohon-pohon pewakil adalah a, dan volume pohon-pohon pewakil adalah v,
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 11
Modul Inventarisasi Hutan maka volume keseluruhan pohon dalam tegakan (V) dapat ditaksir dengan rumus : A V = × v ……………………..…………………………… 2.13 a Pengukuran pohon-pohon pewakil ini biasanya dilakukan pada sejumlah satuan contoh (sampling unit), sehingga dapat dihitung nilai volume untuk masing-masing satuan contoh. Nilai-nilai tersebut akan bervariasi (berbeda satu sama lainnya). Jadi mudah dipahami bahwa nilai yang diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan Rumus 2.13, dapat berbeda dengan volume atau potensi hutan yang sebenarnya, tergantung dari ketepatan dalam pemilihan satuan-satuan contoh atau pewakil yang diukur. Berdasarkan kenyataan inilah maka nilai yang diperoleh melalui penggunaan Rumus 2.13, perlu dikoreksi dengan suatu bilangan yang merupakan taksiran kesalahan yang mungkin terjadi. Pembahasan lebih jauh tentang hal ini diberikan dalam Modul-3. Pada Tabel 2.1. diberikan contoh hasil pengukuran diameter dan tinggi semua pohon, dan pada Tabel 2.2 dipaparkan contoh hasil pengukuran pohon yang dirinci menurut kelas diameter, sedang hasil pengukuran diameter dan tinggi secara terbatas pada pohon-pohon pewakil, diberikan pada Modul lain. Tabel 2.1. Hasil pengukuran diameter dan tinggi pohon, serta hasil perhitungan volumenya. No.
Diameter (cm)
Tinggi (m)
Volume (m3)
No.
Diameter (cm)
Tinggi (m)
Volume (m3)
1.
34
16
1,02
9.
53
22
3,40
2.
49
18
2,37
10.
32
17
0,96
3.
43
19
1,93
11.
41
21
1,94
4.
38
15
1,19
12.
55
21
3,49
5.
45
20
2,23
13.
36
16
1,14
6.
58
23
4,25
14.
57
20
3,57
7.
35
16
1,08
15.
52
19
2,82
8.
47
17
2,06
16.
56
22
3,79
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 12
Modul Inventarisasi Hutan Tabel 2.2. Rekapitulasi hasil pengukuran tegakan yang dirinci menurut kelas diameter. Nomor
Kelas Diameter (cm)
Jumlah Pohon
Tinggi, tk (m)
Volume, Vk (m3)
1.
30 – 40
5
16
5,38
2.
40 – 50
5
19
10,58
3.
50 - 60
5
21
17,46
15
56
33,42
Jumlah Keterangan :
π
2
dk Vk = × t k n k 0,7 4 10 . 000 E. Bentuk dan Luas Satuan Contoh Satuan-satuan pengukuran contoh yang digunakan dalam pengukuran atau tepatnya penaksiran volume tegakan dapat berupa : 1. Petak Ukur, yang menurut bentuknya dibedakan atas a. Petak Ukur Bujur Sangkar b. Petak Ukur Lingkaran c. Petak Ukur Empat Persegi Panjang 2. Jalur Ukur 3. Jalur berpetak, yang merupakan kombinasi antara (1) dan (2) dimana jalur ukur tidak diamati secara keseluruhan tetapi didalamnya dibuat petakpetak ukur dan pohon-pohon dalam petak inilah yang diukur untuk menjadi dasar penaksiran volume tegakan secara keseluruhan. Penyebaran satuan-satuan contoh dalam tegakan dapat bersifat teratur (sistematik), tetapi dapat pula bersifat tidak teratur (random atau acak). Luas petak ukur yang lazim digunakan adalah : 1. 0,04 Ha (20 m x 20 m) untuk petak bujur sangkar 2. 0,1 Ha (20 m x 50 m) untuk petak empat persegi panjang 3. 0,1 Ha (jari-jari 17,8 m) untuk petak lingkaran. Untuk satuan contoh berupa jalur, digunakan ukuran lebar jalur sebesar 20 meter, sedang luasnya akan bervariasi sesuai dengan lebar
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 13
Modul Inventarisasi Hutan hutan. Secara skhematis ‘petak ukur dan jalur ukur’ diperlihatkan pada Gambar 2.3.
a. Petak ukur dan penyebarannya
b. Jalur ukur dan penyebarannya
Gambar 2.3. Skhema bentuk dan penyebaran satuan-satuan contoh untuk penaksiran volume tegakan
F. Tugas Latihan 1. Pada ketinggian berapakah diameter pohon diukur. Jelaskan secara singkat alasan penentuan ketinggian termaksud. 2. Sebutkan dan jelaskan (jika perlu dengan bantuan gambar) alat ukur diameter batang dan diameter pohon. 3. Sebuah batang mempunyai diameter pangkal, tengah dan ujung masingmasing sebesar 50 cm, 40 cm, dan 30 cm. Jika diketahui panjang batang 10 meter, hitunglah volume batang termaksud dengan menggunakan Rumus Smallian, Huber, dan Newton. 4. Menurut pendapat saudara, diantara ketiga hasil perhitungan pada no.3 di atas manakah yang paling tepat. 5. Dengan menggunakan hasil yang dimaksud pada soal No.3, hitunglah angka bentuk dari batang yang bersangkutan. 6. Sebatang pohon mempunyai keliling pada ketinggian tertentu sebesar 110 cm. Berapakah diameter batang pada ketinggian termaksud. 7. Apakah nama dari alat ukur tinggi pohon. Sebutkan pula beberapa alat ukur tinggi yang saudara ketahui. 8. Dengan mengacu pada prinsip-prinsip yang mendasari pengukuran tinggi pohon, bagaimanakah pohon yang condong atau miring seharusnya diukur.
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 14
Modul Inventarisasi Hutan 9. Seseorang bermaksud mengukur pohon setinggi 25,6 m dengan menggunakan Aid Scale sepanjang 50 cm (tidak termasuk bagian yang berada di sebelah bawah tempat pegangan). Jika orang tersebut mempunyai ketinggian mata 1,6 m dan jarak antara mata dengan alat ukur adalah 50 cm, serta pengukuran dilakukan dari tempat kedudukan yang lebih tinggi 2 meter di atas tempat berdiri pohon, maka pada jarak berapa meterkah dari pohon pengukuran seharusnya dilakukan. 10. Pada jarak berapa meterkah dari pangkal (bawah) angka atau skala 40 harus dituliskan pada sebuah alat ukur Christens sepanjang 32 cm, jika alat termaksud dalam penggunaannya menggunakan alat bantu gala sepanjang 5 meter. ( Catatan : Angka atau skala 40 tersebut akan tepat sejajar dengan ujung gala jika pohon yang diukur mempunyai tinggi 40 meter). 11. Jika pada pengukuran tinggi pohon dengan menggunakan alat ukur Haga, diketahui bahwa sudut arah bidikan ke puncak pohon dan pangkal pohon masing-masing adalah 45o dan 15o, sedang pengukuran dilakukan pada jarak 20 meter dari tempat kedudukan pohon, maka berapakah tinggi pohon tersebut. 12. Berdasarkan tingkat kesaksamaan dalam pelaksanaannya, pengukuran volume tegakan dapat dibedakan atas tiga cara. Jelaskan secara singkat ketiga cara pengukuran termaksud. 13. Pengukuran volume tegakan antara lain dapat dilakukan melalui pengukuran sejumlah satuan-satuan pengukuran sebagai pewakil. Sebutkan bentuk satuan-satuan pengukuran termaksud. 14. Dengan pertimbangan kepraktisan penerapannya di lapangan, menurut saudara bentuk satuan pengukuran manakah yang paling baik (paling praktis) untuk digunakan.
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 15
Modul Inventarisasi Hutan III. INDIKATOR PENILAIAN Melalui
pemahaman
tentang
materi
bahasan
yang
telah
dikemukakan di atas, setiap mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan atau kompetensi dalam hal-hal sebagai berikut : 1. Menjelaskan cara pengukuran batang 2. Menjelaskan cara pengukuran pohon berdiri 3. Membuat alat ukur tinggi pohon yang praktis 4. Menjelaskan cara-cara pengukuran volume tegakan berdasarkan tingkat kesaksamaannya Indikator penilaian kemampuan atau kompetensi peserta didik adalah : ketepatan penjelasan (bobot nilai sebesar 5%), keasrian atau kerapihan hypsometer (alat ukur tinggi) yang dibuat (bobot nilai sebesar 8%), dan keaktifan individu (bobot nilai sebesar 3%). Jumlah bobot nilai untuk semua kompetensi capaian melalui pembelajaran modul ini adalah sebesar 16%. Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, baik pada waktu penyelenggaraan kuliah maupun melalui laporan pelaksanaan tugas latihan yang dilakukan oleh mahasiswa secara mandiri (perorangan ataupun berkelompok).
IV. PENUTUP Modul ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembelajar dan mahasiswa untuk melakukan penelusuran berbagai sumber belajar, baik dalam bentuk Buku teks, Dokumen-dokumen atau Laporan hasil penelitian, Internet ataupun sumber-sumber lain. Dengan mengacu pada modul ini maka proses pembelajaran diharapkan dapat berjalan secara efisien dan efektif melalui peran aktif dari semua pihak terkait, khususnya mahasiswa.
Pengukuran Pohon dan Tegakan
M2 - 16
Modul Inventarisasi Hutan
MODUL - 3 TEORI SAMPLING DAN PENERAPANNYA DALAM INVENTARISASI HUTAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inventarisasi hutan pada umumnya dilakukan melalui pengamatan sebagian dari tegakan hutan untuk menjelaskan sifat-sifat dari keseluruhan hutan yang menjadi obyek pengamatan. Seperti telah dikemukakan di depan, cara pengamatan demikian ini disebut sampling, sedang bagian hutan yang diamati disebut sampel (contoh), dan totalitas obyek pengamatan disebut populasi. Sehubungan dengan itu, prosedur inventarisasi hutan harus diawali dengan pemberian batasan secara jelas terhadap populasi yang menjadi obyek yang diamati (termasuk batasan unit populasi yang akan digunakan), dan pemilihan atau penentuan contoh (bagian populasi yang akan diamati). Selanjutnya, dilakukan pendugaan terhadap ukuran-ukuran yang menyatakan sifat populasi berdasarkan hasil pengamatan terhadap ukuran-ukuran yang menyatakan sifat contoh. Modul ini berisi pembahasan tentang batasan populasi tegakan hutan, sampling beserta alasan dan prinsip-prinsip pelaksanaannya, serta teori pendugaan dan penerapannya dalam inventarisasi hutan. Disamping itu juga dipaparkan tentang prinsip-prinsip kerja dari beberapa metode sampling yang umum digunakan dalam inventarisasi hutan.
B. Ruang Lingkup Isi Isi dari modul ini secara garis besar meliputi antara lain hal-hal sebagai berikut : (1) Populasi dan contoh, (2) Sampling, (3) Teori pendugaan dan penerapannya dalam inventarisasi hutan, serta (4) Pengantar Metode-Metode Sampling.
C. Sasaran Pembelajaran Modul Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memiliki kompetensi yang diindikasikan oleh kemampuan dalam hal : (1) Menjelaskan batasan populasi dan contoh, (2) Menjelaskan alasan dilakukannya sampling, (3) Menjelaskan prinsip-prinsip sampling dan merencanakan sampling, (4) Menjelaskan teori pendugaan dengan contohcontoh penerapannya dalam inventarisasi hutan, dan (5) Menjelaskan perbedaan prinsip antara metode-metode sampling yang umum digunakan dalam inventarisasi hutan.
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 1
Modul Inventarisasi Hutan II. MATERI PEMBELAJARAN A. Populasi dan Contoh Pada bab terdahulu telah diuraikan bahwa penaksiran volume tegakan dapat dilakukan melalui pohon-pohon pewakil pada sejumlah satuan contoh. Sehubungan dengan hal maka diperlukan adanya pemahaman tentang pengertian contoh dan populasi dalam inventarisasi hutan. Dalam statistika, populasi adalah salah satu dari tiga hal yang didefinisikan sebagai berikut : 1. Kumpulan individu atau unit 2. Kumpulan nilai-nilai kuantitatif dari sifat individu 3. Kumpulan hasil suatu percobaan yang dapat dinyatakan secara kuantitatif Selanjutnya, contoh dapat didefinisikan sebagai : bagian dari populasi yang diamati untuk menjelaskan sifat-sifat populasi. Berdasarkan hal tersebut inventarisasi hutuan dapat berupa :
di
atas
maka
populasi
dalam
1. Kumpulan pohon-pohon atau kumpulan satuan-satuan luasan tertentu. Jika dalam suatu tegakan terdapat 10.000 pohon, maka dapat dikatakan bahwa ukuran populasi tegakan tersebut adalah 10.000 pohon. Akan tetapi , jika tegakan tersebut menempati areal seluas 500 Ha dan luasan tersebut dibagi menjadi satuan-satuan pengukuran seluas 0,1 Ha, maka ukuran populasi tegakan adalah 500/0,1 = 5.000 satuan luas, dimana masing-masing satuan mempunyai luas sebesar 0,1 Ha. 2. Kumpulan nilai kuantitatif sifat tegakan. Jika sifat tegakan yang diamati adalah umur , maka populasinya adalah jumlah kelas umur. Jika sifat tegakan yang diamati adalah besar kecilnya kayu dalam tegakan maka populasinya adalah kumpulan angka-angka yang menyatakan ukuran diameter dalam tegakan atau kumpulan angka-angka yang menyatakan ukuran tinggi pohon-pohon dalam tegakan. Jika yang diamati adalah tingkat kesuburan tegakan maka populasinya dapat berupa jumlah jumlah dan penyebaran kelas bonita yang ada dalam tegakan. 3. Kumpulan nilai-nilai taksiran pertumbuhan tanaman / tegakan atau kumpulan dan penyebaran nilai-nilai taksiran kelas diameter atau kelas tinggi pohon-pohon dalam tegakan.
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 2
Modul Inventarisasi Hutan Dalam inventarisasi hutan, populasi tegakan lebih banyak diartikan sebagai kumpulan satuan-satuan luasan dari suatu tegakan. Berkaitan dengan itu pula, maka secara umum pengambilan contoh dalam inventarisasi hutan adalah pengamatan terhadap sejumlah satuan luas sebagai pewakil untuk menjelaskan atau menaksir potensi hutan atau tegakan yang bersangkutan. Untuk tujuan-tujuan khusus, pelaksanaan inventarisasi hutan menjadikan kumpulan pohon-pohon sebagai populasi yang menjadi objek pengamatan, dan dalam hal ini yang menjadi satuan pengamatan adalah individu-individu pohon dalam tegakan yang bersangkutan.
B. Sampling B1. Alasan Sampling Di depan telah disinggung bahwa pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat dari suatu populasi umumnya tidak dilakukan terhadap semua anggota populasi secara penuh, tetapi hanya dilakukan terhadap sebagian anggota populasi yang terpilih sebagai pewakil. Demikian pula halnya dengan pengamatan potensi hutan, umumnya dilakukan pada sejumlah satuan pewakil atau contoh, dimana satuan tersebut dapat berupa pohon tetapi dapat pula berupa satuan luas. Proses pemilihan, penetapan dan pengamatan contoh yang mewakili populasi disebut sampling. Terdapat beberapa alasan sehingga pengamatan melalui sampling dilakukan, antara lain sebagai berikut : 1. Alasan efisiensi waktu dan biaya; Pengamatan secara penuh terhadap seluruh objek pengamatan (populasi) umumnya memerlukan waktu yang cukup lama di satu pihak, sedang pada pihak lain, kebutuhan akan informasi yang diperoleh melalui pengamatan termaksud biasanya sangat mendesak untuk kepentingan penyusunan rencana pendayagunaan obyek yang bersangkutan. Juga mudah dipahami bahwa pengamatan akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, padahal pengamatan hanya merupakan salah satu tahap awal dari rangkaian sejumlah tahapan kegiatan yang kesemuanya memerlukan biaya. Melalui sampling, dapat diperoleh informasi dalam waktu yang relatif terbatas dengan pengerahan dana yang terbatas pula. 2. Alasan adanya resiko kerusakan yang dapat timbul dalam pelaksanaan pengamatan;
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 3
Modul Inventarisasi Hutan Terdapat beberapa macam pengamatan yang hanya dapat dilakukan melalui pengrusakan obyek yang diamati. Pengamatan biomas tanaman, misalnya hanya dapat dilakukan jika obyek atau tanamannya dicabut dan dikeringkan untuk seterusnya ditimbang. Pengamatan untuk mengetahui angka bentuk pohon, misalnya juga hanya dapat dilakukan secara saksama jika pohonnya ditebang untuk pengukuran volume pohon yang sebenarnya (bukan volume taksiran). Dengan demikian bisa dibayangkan, jika dilakukan pengamatan secara penuh dan bukan dengan sampling, maka untuk kepentingan pengamatan termaksud semua tanaman harus dicabut, dan semua pohon harus ditebang. Selanjutnya akan menyusul sebuah pertanyaan mengenai tujuan dan manfaat dilakukannya pengamatan tersebut, jika semua tanamannya sudah dicabut atau semua pohonnya sudah ditebang. 3. Alasan ketelitian dalam pelaksanaan pengamatan; Suatu pengamatan memerlukan suatu konsentrasi khusus untuk menjamin ketelitian pengamatan tersebut. Mudah dipahami bahwa konsentrasi akan sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik ‘pengamat’, misalnya kecapekan. Semakin banyak obyek yang diamati berarti semakin banyak waktu dan tenaga yang dihabiskan. Hal ini lambat laun akan menyebabkan menurunnya kondisi fisik dan stamina pengamat yang selanjutnya dapat berdampak pada semakin buyarnya konsentrasi pengamat dan semakin menurunnya tingkat ketelitian pengamatan yang dilakukan. Melalui sampling pengamatan dapat dilakukan terhadap jumlah obyek (pewakil) yang lebih terbatas, sehingga pengamatan tersebut diharapkan dapat dilakukan dengan tingkat ketelitian yang masih realtif stabil. Pengamatan sejumlah kecil anggota populasi secara teliti akan dapat memberi hasil yang lebih baik untuk menjadi dasar dalam menjelaskan sifat-sifat populasi daripada hasil yang diperoleh melalui pengamatan terhadap semua anggota populasi yang dilaksanakan secara kurang atau tidak teliti. 4. Alasan ekonomi atau nilai manfaat Pengamatan umumnya dilakukan untuk mendapatkan informasi yang akan digunakan dalam penyusunan rencana pendayagunaan sesuatu obyek atau sumberdaya, yang tentunya memerlukan pengerahan waktu, tenaga dan biaya. Mudah dipahami bahwa biaya yang dialokasikan untuk pelaksanaan pengamatan ini hanya sebagian kecil dari total biaya
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 4
Modul Inventarisasi Hutan yang dibutuhkan dalam upaya pendayagunaan sumberdaya termaksud. Pengamatan terhadap semua anggota populasi secara penuh akan memerlukan biaya yang cukup besar, dan untuk hal-hal tertentu dapat menyamai dan bahkan melebihi nilai informasi yang akan diperoleh melalui pengamatan termaksud. Pengamatan melalui sampling diharapkan dapat meminimalkan biaya pengamatan tanpa mengabaikan faktor ketelitian hasil pengamatan. B2. Prinsip dan Perencanaan Sampling Prinsip yang paling utama dalam sampling adalah keterwakilan, yaitu bahwa anggota-anggota populasi yang terpilih sebagai contoh harus dapat mewakili populasi yang menjadi obyek pengamatan. Contoh yang diyakini mewakili populasi disebut contoh yang representatif. Hanya melalui pemilihan contoh yang representatif inilah dapat dijamin bahwa ukuran-ukuran atau nilai statistik yang diperoleh akan merupakan penduga tak bias bagi parameter sebagaimana yang telah disinggung di depan. Contoh yang representatif adalah contoh yang dipilih dengan cara yang seobyektif mungkin yang antara lain dapat dilakukan melalui pemberian kemungkinan yang sama bagi setiap anggota populasi untuk terpilih sebagai contoh atau sampel. Sampling dengan cara ini disebut Random Sampling atau Pengambilan Contoh Acak. Sampling ini biasanya dilakukan dengan cara pengundian atau melalui penggunaan Tabel Bilangan Acak (Lampiran 3), setelah penomoran setiap individu anggota populasi atau satu satuan populasi diberi nomor mulai dari nomor 1 sampai N (nomor paling terakhir), dan penentuan jumlah contoh yang akan diamati. Jumlah unit contoh ini biasanya dituliskan dengan lambang ‘n’, sedang perbandingan antara n dan N atau (n/N).100% disebut Intensitas Sampling atau Intensitas Pengambilan Contoh. Prinsip kedua, yang juga berkaitan dengan intensitas sampling adalah ketelitian. Ukuran ketelitian dapat digambarkan melalui Rumus 4.1 berikut ini.
1
............................................……..
3.1
2
Rumus 3.1. menunjukkan bahwa nilai dugaan bagi parameter µ akan semakin teliti jika selisih nilai yang membatasinya, yaitu x1 dan x2 semakin kecil dan hal tersebut dapat diperoleh jika e atau kesalahan pengambilan contoh mempunyai nilai yang kecil. Nilai e dapat diperoleh dengan rumus :
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 5
Modul Inventarisasi Hutan
e = tα/2.
S n
;
……………………………………………..
3.2
Dari rumus 3.2. terlihat bahwa ketelitian pendugaan parameter akan ditentukan oleh keragaman (S) dan jumlah contoh (n). Untuk mendapatkan suatu tingkat ketelitian tertentu, maka populasi yang heterogen atau populasi yang tingkat keragamannya besar memerlukan jumlah contoh yang besar pula, sedang populasi yang relatif homogen membutuhkan jumlah contoh yang lebih terbatas. Prinsip lain yang sering diberi perhatian khusus dalam pelaksanaan sampling adalah kepraktisan, dimana pemilihan unit-unit contoh cenderung dilakukan secara subyektif, yaitu dengan mengandalkan pengalaman dari pelaksana. Pengambilan contoh yang demikian ini disebut Purposive Sampling, atau Pengambilan Contoh dengan Pertimbangan. Bagi pelaksana yang sudah berpengalaman dan paling tidak sudah mempunyai pemahaman secara umum tentang populasi yang akan diamati, sampling pertimbangan ini tetap dapat memberikan nilai dugaan parameter yang tidak bias dengan suatu tingkat ketelitian yang memadai. Namun bagi para pelaksana yang belum atau masih kurang berpengalaman, penggunaan sampling pertimbangan ini tidak dianjurkan. Berdasarkan uraian di atas maka secara ringkas dapat dikatakan bahwa prinsip-prinsip yang perlu diperhatiakan dalam sampling adalah : 1. Ketewakilan (representativeness), yang artinya contoh yang dipilih harus dapat mewakili semua unsur atau kelompok yang ada dalam populasi secara proporsional 2. Ketelitian (accuracy), yang artinya selang taksiran bagi parameter sedapat mungkin tidak melampaui batas-batas tertentu yang ditetapkan sebelumnya, dimana hal tersebut akan dipengaruhi oleh tingkat keragaman populasi dan jumlah contoh atau intensitas sampling 3. Kepraktisan (efficiency), yang bermakna tentang perlunya diupayakan untuk memperoleh suatu tingkat ketelitian tertentu, dengan pengorbanan waktu, tenaga dan biaya yang minimal. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut di atas, maka perencanaan sampling dapat dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut : 1. Perumusan tujuan pengamatan (tujuan dilakukannya sampling), beserta penentuan arspek-aspek yang ingin diketahui 2. Penentuan batasan populasi beserta unit-unitnya
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 6
Modul Inventarisasi Hutan 3. Pengumpulan informasi pendahuluan atau gambaran umum populasi (khususnya mengenai keragamannya), baik melalui pengamatan langsung maupun melalui referensi-referensi yang ada 4. Penentuan jumlah unit contoh yang akan diamati berdasarkan tingkat ketelitian yang diinginkan 5. Penentuan metode sampling yang akan digunakan 6. Penentuan faktor atau peubah yang akan diukur, beserta cara pengukuran dan alat ukur yang akan digunakan 7. Penentuan metode analisis yang akan digunakan 8. Penentuan personil pelaksana, perencanaan kebutuhan biaya dan penyusunan jadwal pelaksanaan.
C. Teori Pendugaan dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan Penaksiran atau pendugaan dapat didefinisikan sebagai sampel untuk mengetahui sifat dari populasi. Populasi adalah keseluruhan objek yang menjadi sasaran pengukuran, sedang sampel atau contoh adalah sedang bagian populasi yang secara kebetulan terpilih untuk diukur atau diamati. Proses pemilihan dan penetapan contoh disebut sampling. Sedang perbandingan antara ukuran contoh dan ukuran populasi disebut intensitas sampling. Melalui pengukuran contoh, dapat diketahui ukuran-ukuran yang menyatakan sifat dari contoh. Ukuran-ukuran ini dikenal dengan nama statistik. Dilain pihak, ukuran-ukuran yang menyatakan sifat populasi (secara keseluruhan) disebut Parameter. Nilai parameter umumnya tidak diketahui secara pasti (kecuali melalui pengukuran populasi secara keseluruhan), tetapi biasanya diduga berdasarkan nilai statistik. Nilai-nilai statistik yang umum digunakan adalah nilai tengah contoh ( X ) dan galat baku ( S x ) serta nilai proporsi contoh (p) dan galat bakunya (Sp). Sedang parameter yang secara umum menjadi sasaran pendugaan adalah nilai tengah populasi (µ) dan nilai proporsi poulasi ( π ). Mekanisme pendugaan secara skhematis dapat dilihat pada Gambar 3.1. Statistik X pada Gambar 3.1. disebut sebagai penduga tak bias bagi parameter µ, sedang statistik p disebut sebagai penduga tak bias bagi parameter π (pada pembahasan selanjutnya µ dan π dituliskan dengan Θ)
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 7
Modul Inventarisasi Hutan
POPULASI
CONTOH
CONTOH
Parameter
Pendugaan
Statistik
µ,
,
π, σp
p, Sp
Gambar 3.1. Skhema Mekanisme Penaksiran Dalam kaitan dengan pendugaan, selain dipersyaratkan bahwa penduga parameter haruslah merupakan penduga tak bias, juga perlu diupayakan penduga yang paling efisien diantara sejumlah penduga tak bias yang mungkin dapat diperoleh. Secara skhematis, penduga tak bias dan penduga paling efisien diperlihatkan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Penduga tak bias dan penduga paling efisien. Keterangan : Θ3 merupakan penduga bias bagi Θ Θ1 dan Θ2 adalah merupakan penduga tak bias bagi Θ Θ1 merupakan penduga paling efisien bagi Θ
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 8
Modul Inventarisasi Hutan Penduga memiliki beberapa sifat sebagai berikut : 1. Penduga tidak memiliki suatu nilai yang pasti dan akan berubah-ubah tergantung pada contoh yang diamati. 2. Sehubungan dengan itu maka nilai-nilai penduga sering dinyatakan dalam bentuk selang dan dituliskan : 3.3 Θ1 ≤ Θ ≤ Θ2 ; …………………….......................……. 3. Nilai penduga Θ akan mengikuti suatu sebaran penarikan contoh dan untuk tingkat peluang tertentu dapat ditentukan nilai yang membatasi selang dugaan yang dituliskan sebagai berikut : P(Θ1 ≤ Θ ≤ Θ2) = 1 - α ; ……………...........………… 3.4 Nilai (1-α)100%, sering pula dituliskan dengan τ, merupakan ukuran ketelitian suatu nilai dugaan dan disebut sebagai taraf kepercayaan. Sedang nilai α dikenal sebagai taraf nyata. Nilai taraf kepercayaan yang umum digunakan adalah 95% atau 99%, yang masingmasing berkaitan dengan taraf nyata (α) sebesar 0,05 dan 0,01. Bila µ merupakan pusat selang taksiran bagi x , maka dikatakan bahwa x menduga µ tanpa galat, dimana nilai galat adalah sebesar |µ- x |. Taraf kepercayaan sebesar 99% artinya 99% dapat diyakini bahwa |µ- x | tidak akan melebihi Z(0,01/2).σ/√n, dimana 0,01 adalah α atau (1 - 99%), sedang n adalah jumlah unit contoh yang diamati. Pendugaan Nilai Tengah Bila dari suatu populasi normal dengan nilai tengah µ diambil contoh (secara acak), maka akan diperoleh nilai tengah contoh x dengan sebaran yang berpusat di µ. Penaksiran selang taksiran bagi µ dapat dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung ragam (σ2) dan galat baku σ x , dengan rumus :
σ x2 =
{
}
1 2 Σx 2 − (Σx ) / n n −1
……………….……………….
3.5
⎛σ 2 ⎞ σ σ x = ⎜⎜ ⎟⎟ = …….………………………..……… 3.6 n ⎝ n ⎠ Berdasarkan nilai x , µ, σx2 maka sebaran nilai-nilai x dapat diubah
menjadi sebaran normal baku atau sebaran Z, dengan menggunakan rumus sebagai berikut : x−µ Z= …..…………………………….......…………. 3.7 σ/ n
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 9
Modul Inventarisasi Hutan Dengan demikian, peluang terdapatnya nilai µ diantara dua nilai (x1 dan x2) pada taraf kepercayaan tertentu dapat dituliskan sebagai berikut : P(x1 ≤ µ ≤ x2) = P(-Z1 ≤ µ ≤ Z2) = 1 - α ; …….......…...... 3.8 Nilai -Z1 dan Z2 dapat diperoleh dari Tabel Z atau Tabel Normal Baku (Lampiran 1), yang masing-masing mempunyai nilai sebesar -Zα/2 dan Zα/2. Selanjutnya, berdasarkan rumus 3.7 dan rumus 3.8 dapat dituliskan rumus 3.9 sebagai berikut : x−µ P ( -Zα/2. ≤ ≤ Zα/2. ) =1- α ……….............….... 3.9 σ/ n Untuk sejumlah unit contoh yang lebih kecil dari 30, sebaran nilai hasil transformasi x (nilai rata-rata peubah) berdasarkan persamaan 3.7, tidak lagi mengikuti sebaran normal baku (sebaran Z) tetapi akan mengikuti sebaran peluang t-Student. Untuk kondisi ini, ragam populasi σ2 diganti dengan S2 dan Zα/2 harus diganti dengan tα/2. Sebaran peluang tstudent ini sangat dipengaruhi oleh jumlah unit contoh (n) yang diamati, dan dituliskan seperti yang tertera pada Persamaan 3.10, dan selanjutnya Persamaan 3.9 berubah menjadi persamaan 3.11. x−µ …………….......…….……………............……. 3.10 t= S/ n P( X - tα / 2 σ/√n ≤ µ ≤ X + tα / 2 σ/√n) = 1 - α …........... 3.11 Teladan 3.1. Melalui pengukuran pada 10 buah petak ukur masing-masing dengan luas 0,1 Ha, pada suatu areal hutan yang luasnya 100 Ha, diperoleh data volume pohon dalam setiap petak ukur sebagai berikut :
No. Petak Ukur
1
Volume pohon/ 4,1 Petak ukur (m3)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
4,0
3,8
3,5
4,0
3,2
3,1
3,7
3,8
3,6
Dari data di atas dapat diperoleh : Volume rata-rata per petak ukur
(4,1 + 4,0 + ...... + 3,6 ΣVi = n 10 = 36,8 / 10 = 3,68 m3 =
3,68 Taksiran volume rata-rata per Ha = Volume / petak ukur = = 36,8 m3 0,1 Luas Petak Ukur
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 10
Modul Inventarisasi Hutan Nilai-nilai di atas ini adalah nilai statistik untuk 10 unit tegakan masing-masing dengan luas 0,1 Ha yang secara kebetulan terpilih sebagai contoh. Jika kita melakukan pada 10 unit contoh yang lain maka kita akan mendapatkan nilai-nilai yang berbeda. Sehubungan dengan itu, maka kita tidak dapat menyatakan bahwa volume rata-rata per Ha untuk seluruh tegakan adalah sama dengan 36,8 m3. Namun dengan mengacu pada teori penaksiran yang telah dipaparkan di atas maka dapat dikatakan bahwa pada tingkat kepercayaan tertentu volume rata-rata per Ha untuk keseluruhan tegakan akan berada di sekitar nilai 36,8 m3. Tahapan perhitungan nilai taksiran adalah sebagai berikut :
(4,1 + 4,0 + ...... + 3,6) − 36,8 2 ΣVi 2 − (ΣVi) 2 / n = 10 − 1 n −1 Simpangan baku (Standard deviation), S = √ S2 = √ 0,1129 = 0,336
Ragam (variance), S2
=
Galat baku (Standard error), SV =
S n
(1 −
10 n 0,336 = = 0,106 (1 − N 1000 10
Kesalahan pengambilan contoh (Sampling error)
= tα/2. SV
= 2,262 x 0,106 = 0,239 m3 Nilai 2,62 adalah tα/2 untuk taraf kepercayaan 95% dan derajat bebas 9 atau n – 1, dimana dalam hal ini n = 10. Dengan menggunakan Rumus 3.9 di atas, maka dapat dihitung volume rata-rata dan volume total tegakan (untuk tingkat populasi) pada taraf kepercayaan 95% sebagai berikut : 1) Taksiran volume rata-rata tegakan (m3) per petak ukur :
3,68
0,239
3,68
0,239
2) Taksiran volume rata-rata tegakan (m3) per Ha adalah : 1 3,68 0,239 3,68 0,239 0,1 34,41 3 39,19 3 3) Jumlah volume untuk keseluruhan tegakan seluas 100 Ha adalah : Taksiran minimum : 100 x 34,41 = 3411 m3 Taksiran maksimum : 100 x 39,19 = 3919 m3 4) Kesalahan taksiran (galat) dalam prosen adalah : 0,239 100% 100% 6,49% 3,68
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 11
Modul Inventarisasi Hutan Pendugaan Proporsi Untuk tujuan-tujuan tertantu, inventarisasi hutan sering pula diarahkan pada penaksiran proporsi potensi-potensi khusus dari suatu kawasan huutan beserta masyarakat yang ada di sekitarnya, misalnya : 1. Proporsi potensi jenis komersil dalam suatu hutan (baik jumlah pohon maupun volume), 2. Proporsi atau prosebtase benih yang berkecambah dalam suatu upaya pembibitan. 3. Proporsi atau prosentase jumlah tanaman yang mati pada suatu kegiatatan reboasasi, 4. Proporsi masyarakat di sekitar hutan yang memiliki sifat tertentu (tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat kesadaran untuk mendukung program, dan lain-lain) dalam penelitian sosial-ekonomi kehutanan. Secara skhematis penaksiran proporsi diperlihatkan pada Gambar 3.2. Pada gambar tersebut diperlihatkan suatu populasi yang berukuran N, dimana X anggotanya memiliki sifat khusus (sifat tertentu). Dari populasi ini, sebanyak n anggotanya dipilih dan diamati sebagai contoh atau pewakil, dimana x diantaranya memiliki sifat khusus atau sifat tertentu. Dengan demikian proporsi contoh (statistik, p) dan proporsi populasi (Parameter, π ), masing-masing dapat dihitung berdasarkan Rumus 3.10 sedang ragam p atau σp2 dapat dihitung dengan Rumus 3.11. p = x / n ; dan π = X / N ; ………………………………. 3.10 2 σp = p.q / n ; ………………………………. 3.11 dimana :
q = 1 – p. P0PUPASI Sampling
Parameter
Pendugaan
Contoh
Statistik
,
µ, π, σp
p, Sp
Gambar 3.2. Skhema penaksiran proporsi
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 12
Modul Inventarisasi Hutan Seperti halnya pada pendugaan nilai tengah, parameter π umumnya juga tidak dapat diketahui secara pasti, kecuali jika diadakan pengamatan penuh atau sensus terhadap semua anggota populasi. Parameter termaksud hanya dapat diduga atau ditaksir berdasarkan nilai statistik, p. Dalam pendugaan mengenai pengambilan contoh kita hanya dapat mengatakan bahwa pada taraf kepercayaan tertentu, nilai π akan berada di antara dua nilai sekitar nilai p. Dapat pula dikatakan bahwa p adalah merupakan penduga tidak bias bagi π, sehingga π akan merupakan pusat selang taksiran bagi p. Sebaran nilai-nilai p mengikuti suatu sebaran yang dinamakan sebaran binomium yang mempunyai nilai tengah π dan ragam (σp2) sebesar p.q / n, dimana q = (1 – p). Sebaran binomium ini dapat dikonversi menjadi sebaran normal baku, Z dengan menggunakan Rumus 3.12. Z =
x − np npq
= atau Z =
p −π pq / n
; ………...………………. 3.12
dimana x adalah jumlah anggota contoh yang memiliki sifat khusus yang menjadi perhatian dalam pengamatan p adalah proporsi x terhadap n atau jumlah contoh q adalah proporsi bukan x terhadap n. Bila π merupakan pusat selang taksiran bagi p, maka dikatakan bahwa p menduga π tanpa galat, dimana nilai galat adalah sebesar ⏐π p⏐. taraf kepercayaan sebesar 95% artinya 95% dapat diyakini bahwa ⏐π p⏐ tidak akan melebihi Z(0,05/2)σ atau (1 - 95%), n adalah jumlah unit contoh yang diamati, sedang σp/√n merupakan galat baku bagi π dengan nilai sebesar p.q /√n. Selang taksiran (1 - α) bagi π dapat dituliskan seperti pada persamaan atau Rumus 3.13. P(p1 ≤ π ≤ p2)
=
P(-Z1 ≤ Z ≤ Z2) = 1 - α ;
………………………
3.13
Nilai -Z1 dan Z2 dapat diperoleh dari Tabel Z atau Tabel Normal Baku (lihat Lampiran), yang masing-masing mempunyai nilai sebesar -Zα/2 dan Zα/2. Dengan mensubsitusi nilai Z pada Rumus 3.13 dengan π berdasarkan
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 13
Modul Inventarisasi Hutan Rumus 3.12, maka taksiran bagi π (proporsi populasi) dapat diperoleh dengan pada Rumus 3.14. p −π P ( -Zα/2 ≤ ≤ Zα/2) = 1 - α atau pq / n P {p - Zα/2 √(pq/n) ≤ π ≤ p + Zα/2 √(pq/n)} = 1 - α ; ……... 3.14 dimana : Zα/2√(pq/n) adalah kesalahan taksiran (galat) atau sampling error atau sering juga disebut bound of error yang biasa dituliskan sebagai b atau e Teladan 3.2. Hasil perhitungan jumlah pohon dalam tegakan pada salah satu bagian dari tegakan (yang dianggap dapat mewakili kondisi seluruh tegakan) menunjukkan bahwa diantara 300 pohon yang berdiameter ≥50 cm, 240 pohon merupakan jenis komersil. Hitunglah taksiran proporsi pohon komersil yang berdiameter ≥ 50 cm dalam tegakan tersebut pada taraf kepercayaan 95%. Penyelesaian : p = 240/300 = 0,8 Dari Tabel Z diperoleh Zα/2 = Z0,025 = 1,96 e = Zα/2√(pq/n) = 1,96 √(0,8 x 0,2/300) = 0,045 Taksiran proporsi jumlah jenis pohon komersil berdiameter ≥50 cm untuk tingkat populasi (π) pada taraf kepercayaan 95% adalah : 0,8 – 0,045 < π < 0,8 + 0,045, atau 0,755 < π < 0,845 Dengan kata lain, pada taraf kepercayaan 95% dapat diyakini bahwa proporsi jumlah jenis pohon komersil berdiameter ≥50 cm dalam tegakan yang diamati akan berkisar antara 75,5% sampai 84,5%.
D. Pengantar Metode-Metode Sampling Sebelum membahas lebih jauh tentang penerapan metode sampling dalam Inventarisasi Hutan, maka akan bermanfaat jika terlebih dahulu diulas secara sepintas tentang sejumlah metode sampling yang umum digunakan. Berdasarkan ada / tidaknya kemungkinan bagi semua anggota populasi untuk terpilih lebih dari satu kali, dikenal :
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 14
Modul Inventarisasi Hutan 1. Sampling tanpa pemulihan, yaitu sampling dimana setiap anggota populasi hanya mempunyai kemungkinan satu kali untuk terpilih sebagai contoh. 2. Sampling dengan pemulihan, yaitu sampling dimana setiap anggota populasi dapat terpilih lebih dari satu kali. Melalui pemulihan, maka suatu populasi terhingga dapat dipandang sebagai populasi tak terhingga. Dalam kaitan dengan sampling ini pula, populasi tidak terhingga diberi suatu pengertian atau batasan yang bersifat relatif. Suatu sampling dianggap dilakukan pada populasi tak terhingga jika perbandingan ukuran contoh (n) dengan ukuran populasi (N) ≤ 5%. Sebaliknya jika n/N >5% maka dikatakan bahwa sampling diperoleh dari suatu populasi terhingga. Untuk populasi terhingga, rumus yang digunakan dalam penaksiran nilai kesalahan pengambilan contoh (sampling error), e adalah seperti yang tertera pada Rumus 3.15. e = tα/2 Nilai
1−
n N
S n
1−
n N
…………………………………...
3.15
pada Rumus 3.15 akan mendekati 0 untuk populasi tak
terhinggga. Berdasarkan obyektivitas / subyektivitas dalam sampling dikenal : 1. Sampling Acak (Random Sampling), yaitu sampling dimana semua anggota populasi diberi kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai contoh. Hal ini juga bermakna bahwa bila populasi terdiri dari sejumlah kelompok maka kelompok yang jumlah anggotanya lebih besar akan mempunyai jumlah pewakil yang lebih besar pula. Seperti telah dikemukakan pada bagian terdahulu, unit-unit pengamatan dalam random sampling ini dipilih dengan cara undian atau menggunakan Tabel Bilangan Acak. Random sampling inilah yang merupakan dasar dari semua metode sampling yang ada. 2. Sampling Pertimbangan (Purposive Sampling), yaitu sampling yang dilakukan berdasarkan pertimbangan subjektivitas dari pelaksananya. Secara statistika, tingkat ketelitian dari sampling pertimbangan ini sulit diukur, namun kadang-kadang digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya pada pengumpulan informasi yang bersifat umum. Berdasarkan keteraturan-keteraturan unit-unit contoh yang terpilih, sampling dapat dibedakan atas :
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 15
Modul Inventarisasi Hutan 1. Sampling Acak (random sampling), yaitu sampling yang unit-unit pengamatannya menyebar secara tidak teratur, baik dilihat dari nomor urut penetapannya, maupun penyebaran unit contohnya di lapangan. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari cara pemilihan contoh, baik melalui pengundian maupun melalui penggunaan Tabel Bilangan Acak seperti telah disinggung di atas. 2. Sampling Sistematik (Systematic Sampling), yaitu sampling yang dilakukan menurut suatu pola tertentu atau pola sistematis, sehingga urutan nomor dan / atau penyebaran unit-unit contoh yang diamati akan terpola dengan suatu interval yang sistematis. Berdasarkan ada / tidaknya perlakuan pendahuluan berupa pengelompokan populasi sebelum pemilihan unit-unit contoh, dikenal : 1. Sampling Sederhana (simple sampling), yaitu sampling yang tidak didahului oleh perlakuan pengelompokan. Sampling ini biasanya dilakukan pada populasi-populasi yang dianggap relatif homogen. 2. Sampling Stratifikasi atau Sampling Berlapis (Stratified Sampling), yaitu sampling yang didahului oleh pengelompokan populasi ke dalam subsub populasi. Sampling ini dilakukan pada populasi yang heterogen. Selain metode sampling yang disebutkan di atas, masih terdapat sejumlah metode sampling lain, dimana dua diantaranya yang kadangkadang digunakan dalam inventarisasi hutan adalah Sampling Berganda dan Sampling Gerombol. Penggunaan sampling ini biasanya dilakukan untuk tujuan efisiensi melalui pemanfaatan sarana-sarana atau informasi pendahuluan yang sudah ada. Sampling berganda (Double Sampling), yaitu sampling yang dilakukan melalui dua tahapan. Pada tahapan pertama umumnya diamati peubah-peubah yang lebih mudah diukur dengan jumlah unit pengamatan yang relatif besar. Misalkan yang diukur adalah peubah X dengan jumlah unit pengamatan n. Pada tahapan kedua dipilih m buah unit pengamatan, yang merupakan bagian dari n unit pengamatan pertama, untuk pengamatan peubah Y (dimana peubah Y inilah yang sebenarnya merupakan sasaran akhir pengamatan). Dengan memanfaatkan hubungan antara Y dan X pada m unit pengamatan, maka nilai Y untuk keseluruhan n unit pengamatan dan selanjutnya untuk keseluruhan populasi dapat ditaksir. Sampling Gerombol (Cluster Sampling) yaitu sampling yang tidak melakukan pemilihan unti-unit contoh secara langsung, akan tetapi
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 16
Modul Inventarisasi Hutan dimulai dengan pemilihan kelompok. Dengan demikian unit-unit contoh atau unit pengamatan akan tampak bergerombol dalam beberapa kelompok, yaitu pada bagian populasi yang kelompoknya terpilih. Misalkan jika kita ingin megetahui potensi DESA di Sulawesi Selatan ini dengan sampling gerombol, maka prosedur samplingnya dapat dimulai dengan pemilihan ‘kabupaten contoh’. Selanjutnya dalam kabupaten-kabupaten contoh tersebut dipilih ‘kecamatan-kecamatan contoh’ dan terakhir dilakukan pemilihan ‘desa-desa contoh’ untuk diamati. Jika seandainya terpilih tiga ‘kabupaten contoh’, dan pada setiap kabupaten terpilih dua ‘kecamatan contoh’ maka desa-desa contoh akan mengelompok dalam keenam kecamatan yang telah terpilih pada tahapan pemilihan sebelumnya. Mudah dipahami bahwa statistik yang diperoleh kemungkinan tidak merupakan penduga terbaik bagi parameter populasi, yang dalam hal ini potensi desa-desa se-Sulawesi Selatan. Namun, dari segi kepraktisan dan efisiensi, metode ini sangat praktis dan sangat efisien oleh karena pelaksana hanya mendatangi enam kecamatan yang terdapat di dalam dua wilayah kabupaten.
E. Tugas dan Latihan 1. Apa yang dimaksud dengan populasi. Jelaskan dan beri contoh, khususnya yang berkaitan dengan hutan dan kehutanan. 2. Apa pula yang dimaksud dengan parameter dan statistik. 3. Jelaskan pengertian penaksiran dan mengapa penaksiran dilakukan. 4. Apa yang dimaksud dengan penduga tak bias. Apa pula yang dimaksud dengan penduga paling efisien. 5. Suatu tegakan mempunyai luas 5.000 Ha ingin diinventarisasi melalui pengukuran-pengukuran petak ukur yang luasnya 0,4 ha. Berapakah ukuran dari populasi tersebut. Berapa pula contoh yang harus diamati jika ditetapkan bahwa intensitas sampling yang akan digunakan adalah 12%. 6. Bila suatu tegakan memiliki lebar (searah garis kontur) 10 km, ingin diinventarusasi melalui pengukuran jalur-jalur ukur selebar 20 m, berapakah ukuran dari populasi tersebut. Berapa pula contoh yang harus diamati jika ditetapkan bahwa intensitas sampling yang akan digunakan adalah 2%.
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 17
Modul Inventarisasi Hutan 7. Hasil pengamatan terhadap 15 petak ukur yang luasnya masing-masing sebesar 0,04 Ha diketahui bahwa volume rata-rata tegakan adalah 48,6 m3 dengan simpangan baku sebesar 7,29 m3 per petak ukur. Hitunglah nilai taksiran volume rata-rata tegakan per Ha, dan nilai taksiran volume total tegakan yang bersangkutan jika diketahui bahwa luas hutan adalah 10.000 Ha. 8. Seorang mahasiswa mengadakan penelitian mengenai perkecambahan benih Sengon yang dibeli dari masyarakat. Jika melalui penelitian tersebut diketahui bahwa dari 200 benih yang dikecambahkan hanya 116 benih diantaranya yang berkecambah. Berapakah taksiran persentase perkecambahan benih sengon 9. Seorang mahasiswa yang sama juga mengencambahkan benih yang disalurkan oleh Balai Sertifikasi Benih dan ternyata bahwa dari 200 benih yang dikecambahkan 170 diantaranya yang dapat berkecambah. Berapakah taksiran persentase perkecambahan benih sengon yang dijual oleh Balai Sertifikasi Benih termaksud. 10. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sampling 11. Paling tidak terdapat empat alasan kenapa sampling diperlukan. Sebutkan dan jelaskan secara singkat alasan-alasan termaksud. 12. Dalam pelaksanaan sampling terdapat tiga prinsip yang harus diperhatikan. Jelaskan secara singkat prinsip-prinsip yang dimaksud. 13. Jelaskan tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam suatu perencanaan sampling. 14. Ketelitian sampling antara lain dipengaruhi oleh dua faktor utama. Sebutkan kedua faktor yang dimaksudkan dan jelaskan secara singkat tentang pengaruh dari masing-masing faktor yang bersangkutan. 15. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan : a. Sampling acak d. Sampling sederhana f. Sampling berganda b. Sampling sistimatik e. Sampling stratifikasi g. Sampling gerombol c. Sampling purposif
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 18
Modul Inventarisasi Hutan III. INDIKATOR PENILAIAN Melalui
pemahaman
tentang
materi
bahasan
yang
telah
dikemukakan di atas, setiap mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan atau kompetensi dalam hal-hal sebagai berikut : 1. Menjelaskan batasan populasi dan contoh dalam inventarisasi hutan 2. Menjelaskan alasan-alasan dilakukannya sampling 3. Menjelaskan perencanaan sampling dalam inventarisasi hutan 4. Menjelaskan teori pendugaan dengan contoh-contoh penerapannya dalam inventarisasi hutan 5. Menjelaskan perbedaan prinsip antara metode-metode sampling yang umum digunakan. Indikator penilaian kemampuan atau kompetensi peserta didik adalah : ketepatan penjelasan dan ketepatan contoh-contoh yang diberikan (bobot nilai 10%), dan keaktifan individu (bobot nilai 4%). Jumlah bobot nilai untuk semua kompetensi capaian melalui pembelajaran modul ini adalah sebesar 14%. Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, baik pada waktu penyelenggaraan kuliah maupun melalui laporan pelaksanaan tugas latihan yang dilakukan oleh mahasiswa secara mandiri (perorangan ataupun berkelompok).
IV. PENUTUP Modul ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembelajar dan mahasiswa untuk melakukan penelusuran berbagai sumber belajar, yang terkait dengan inventarisasi hutan, khususnya yang terkait dengan teknik sampling atau teknik pengambilan contoh, baik dalam bentuk Buku teks, Dokumen-dokumen atau Laporan hasil penelitian, Internet ataupun sumber-sumber lain. Dengan mengacu pada modul ini maka proses pembelajaran diharapkan dapat berjalan secara efisien dan efektif melalui peran aktif dari semua pihak terkait, khususnya mahasiswa.
Teori Sampling dan Penerapannya dalam Inventarisasi Hutan
M3 - 19
Modul Inventarisasi Hutan
MODUL - 4
METODE-METODE SAMPLING 4.1. PEMILIHAN CONTOH ACAK I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan contoh acak (Complete Random Sampling atau Simple Random Sampling) merupakan pemilihan contoh yang paling obyektif. Pada pemilihan contoh acak, semua anggota populasi (atau lebih tepatnya semua himpunan bagian dari populasi) diberi kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai pewakil populasi yang akan diamati untuk mendasari pendugaan sifatsifat dari populasi yang menjadi obyek pengamatan. Pemilihan contoh acak juga merupakan dasar dari semua metode sampling yang ada. Sehubungan dengan itu, pemahaman tentang sampling acak ini akan lebih memudahkan seseorang untuk memahami metode sampling yang lain. Modul ini berisi pembahasan tentang prinsip kerja dan prosedur pelaksanaan sampling acak.
B. Ruang Lingkup Isi Isi dari modul ini secara garis besar meliputi antara lain hal-hal sebagai berikut : (1) Prosedur pemilihan satuan contoh, (2) Analisis data, dan (3) Penentuan jumlah satuan contoh, dalam sampling acak.
C. Sasaran Pembelajaran Modul Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memiliki kompetensi yang diindikasikan oleh kemampuan merancang, melaksanakan dan menganalisis data hasil sampling acak.
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 1
Modul Inventarisasi Hutan II. MATERI PEMBELAJARAN A. Prosedur Pemilihan Satuan Contoh Pada bagian terdahulu telah disebutkan bahwa pemilihan contoh acak (random sampling) dilakukan dengan cara pengundian atau dengan menggunakan bantuan Tabel Bilangan Acak. Misalkan, jika ditetapkan bahwa satuan pengukuran yang akan digunakan adalah petak, dan ingin dipilih n buah petak contoh dari N buah petak keseluruhan anggota populasi maka pemilihan petak-petak contoh dengan menggunakan Tabel Bilangan Acak dengan tahapan prosedur sebagai berikut : 1. Pemberian nomor bagi semua anggota populasi mulai 1 sampai N 2. Penyiapan tabel atau daftar bilangan acak 3. Pemilihan (penunjukan) salah satu angka yang terdapat pada tabel bilangan acak dengan mata tertutup dan menggunakan pensil runcing 4. Angka-angka yang terpilih adalah angka yang tertunjuk oleh pensil dan semua jajaran angka yang berada di sebelah kanannya. Contoh : angka yang terpilih adalah; 846085558151927808294948115999209, dst. 5. Angka-angka dikelompokkan berdasarkan jumlah digit nomor anggota populasi terbesar. Misalkan nomor anggota yang terbesar adalah 112, seperti yang tertera pada Gambar 4.1, maka angka-angka yang terpilih dikelompokkan menjadi angka-angka yang terdiri dari tiga digit. Jika ditetapkan bahwa intensitas sampling adalah 10% maka jumlah petak yang akan diamati adalah 10% x 112 =11,2 atau 11 buah. Berdasarkan angka acak yang terpilih, dapat ditentukan nomor petak, dengan cara ; Nomor petak = ( angka acak - kN ) dimana k adalah angka yang memberikan nilai kN sebagai kelipatan terbesar dari N yang nilainya masih lebih kecil dari angka bilangan acak terpilih. Dalam contoh ini nilai N adalah 112, sehingga berdasarkan angka-angka acak yang tertulis pada butir 4 di atas, dapat diperoleh nomor petak terpilih sebagai berikut : ANGKA ACAK NOMOR PETAK
: :
864 085 558 151 927 808 294 948 115 999 209 80 85 110 39 31 24 74 52 3 90 97
Penyebaran petak-petak contoh dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 2
Modul Inventarisasi Hutan 8 7 6 5 4 3 2 1
9 10 11 12 13 14 15 16
24 23 22 21 20 21 18 17
25 26 27 28 29 30 31 32
40 39 38 37 36 35 34 33
41 42 43 44 45 44 47 48
56 55 54 53 52 51 50 49
57 58 59 60 61 60 63 64
72 71 70 69 68 67 66 65
73 74 75 76 77 75 79 80
88 87 86 85 84 83 82 81
89 90 91 92 93 94 95 96
104 103 102 101 100 99 98 97
105 106 107 108 109 110 111 112
Gambar 4.1. Skhema penyebaran petak-petak Contoh Acak, yang ditetapkan melalui pemilihan nomor petak secara langsung Jika anggota populasi (N) cukup besar, maka pemilihan nomor-nomor petak yang akan diamati memerlukan jajaran angka yang cukup panjang. Untuk mengatasi hal ini, maka pemilihan petak contoh dilakukan dengan dua tahap, yaitu masing-masing satu kali untuk pemilihan nomor absis dan satu kali untuk pemilihan nomor ordinat (lihat Gambar 4.2 ). Misalkan untuk pemilihan nomor absis diperoleh angka acak sebagai berikut : 4750469302947665594027, dan seterusnya. Sedangkan untuk pemilihan nomor ordinat diperoleh angka-angka acak sebagai berikut : 69285245863, dan seterusnya. Tabel 4.1. Hasil Konversi angka acak menjadi koordinat petak-petak contoh No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Angka Acak Absis 47 50 46 93 02 94 76 65 59 40 27
Pemilihan Contoh Acak
Ordinat 6 9 2 8 5 2 4 5 8 6 3
Hasil Konversi Angka Acak Absis 5 8 4 9 2 10 6 9 3 12 13
Ordinat 6 1 2 8 5 2 4 5 8 6 3
Koordinat Petak Contoh 5 8 4 9 2 10 6 9 3 12 13
, , , , , , , , , , ,
6 1 2 8 5 2 4 5 8 6 3
M4.1 - 3
Modul Inventarisasi Hutan Berhubung karena angka terbesar dari nomor absis terdiri dari dua digit, yaitu 14, maka angka acak untuk pemilihan nomor absis dikelompokan menjadi angka-angka yang terdiri dari dua digit. Di lain pihak, angka-angka acak untuk pemilihan nomor ordinat secara langsung dapat digunakan (satu digit) oleh karena nomor terbesar dari ordinat terdiri dari satu digit, yaitu 8. Dengan demikian, angka-angka acak yang terpilih dapat dikonversi menjadi nomor-nomor petak contoh, seperti yang terdapat pada Tabel 5.1. Ordinat 8 7 6 5 4 3 2 1 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Absis Gambar 4.2. Skhema penyebaran petak-petak Contoh Acak, yang ditetapkan melalui pemilihan absis dan ordinat petak Uraian di atas menunjukkan bahwa untuk penerapan sampling khususnya dalam inventarisasi hutan, diperlukan suatu peta kerja yang menggambarkan areal hutan yang akan diinventarisasi. Secara teoritis peta ini harus dibagi ke dalam petak-petak yang luasnya sama dengan satuan petak contoh yang akan diamati. Untuk areal hutan yang tidak terlalu luas hal ini dapat dilakukan, namun untuk areal hutan yang luas, hal ini sulit dilakukan. Sebagai contoh, jika luas hutan yang akan diinventarisasi adalah 10.000 Ha, dan luas petak pengamatan adalah 0,1 Ha maka petak-petak yang ada dalam hutan termaksud (yang juga merupakan ukuran populasi, N) berjumlah 100.000 unit. Pembuatan 100.000 unit petak di atas sebuah peta kerja bukanlah merupakan suatu hal yang gampang dan kalaupun peta kerja tersebut dapat
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 4
Modul Inventarisasi Hutan dibuat ukurannya mungkin sangat besar sehingga kurang praktis untuk dibawa ke lapangan pada waktu pengukuran. Dengan pertimbangan kepraktisan maka penomoran dan pemilihan petak untuk areal hutan yang cukup luas tidak langsung pada petak-petak seluas petak ukur, tetapi penomoran dan pemilihan dapat dilakukan pada petak dengan luas yang lebih besar. Namun, pengukuran tetap dilakukan pada petak yang luasnya sama dengan petak ukur yang direncanakan semula dan merupakan bagian dari petak yang terpilih. Selain berbentuk petak, satuan contoh dapat juga berbentuk jalur. Pemilihan satuan contoh yang berbentuk jalur relatif lebih muda karena biasanya jumlah satuan contoh yang dipilih jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah satuan petak contoh. Seperti halnya pada pemilihan satuan petak contoh, pemilihan satuan jalur contoh ini didahului dengan pembagian populasi (areal yang akan diinventarisasi) ke dalam satuan-satuan yang sama dengan satuan pengukuran, yaitu jalur selebar 20 meter. Tahapan selanjutnya adalah penomoran setiap satuan atau anggota populasi mulai dari nomor 1 sampai dengan N, dimana untuk contoh yang diperlihatkan pada Gamabr 4.3, N mempunyai nilai 36. Selanjutnya dilakukan pemilihan nomor-nomor satuan atau anggota populasi yang akan menjadi contoh untuk diamati sampai jumlahnya sesuai dengan intensitas sampling yang dikehendaki. Jika Gambar 4.3, dianggap sebagai suatu populasi tegakan hipotesis yang akan diinventarisasi dengan intensitas sampling sebesar 10%, maka jumlah jalur yang harus dipilih untuk diamati sebagai contoh adalah empat buah. Misalkan angka acak yang terpilih adalah : 5899180698109, maka angka ini dikelompokkan menjadi angka-angka yang terdiri dari 2 digit, karena nomor terbesar dari satuan populasi, yaitu 36 terdiri dari 2 digit. Dengan demikian diperoleh angka-angka 58, 99, 18, 06, dan seterusnya. Hal ini berarti jalur yang akan terpilih sebagai contoh untuk diamati adalah jalur-jalur nomor : 22, 27, 18, dan 06.
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 5
Modul Inventarisasi Hutan
Gambar 4.3. Skhema penyebaran jalur-jalur contoh Acak B. Analisis Data Setelah unit-unit contoh terpilih diplotkan atau diproyeksikan di atas peta kerja, maka pelaksana (surveyors ata cruisers) berangkat ke lapangan untuk melaksanakan pengukuran. Faktor-faktor yang diukur secara langsung adalah diameter (d) dan tinggi pohon (t), sedang volume pohon (V) dihitung dengan menggunakan rumus : V = ¼π d2tf, dimana f adalah angka bentuk pohon yang dalam hal ini sering digunakan angka 0,7. Jika satuan pengamatan adalah pohon, maka analisis diarahkan pada pehitungan volume rata-rata per pohon, beserta jumlah volume semua pohon. Namun, secara umum inventarisasi hutan lebih banyak diarahkan pada perhitungan : 1. Volume rata-rata tegakan per petak ukur, 2. Volume rata-rata tegakan per satuan luas (dalam hal ini per Ha), dan 3. Volume total tegakan. Berkaitan dengan tujuan termaksud di atas, maka hasil pengukuran pada setiap unit pengamatan biasanya disajikan dalam bentuk volume ratarata per satuan pengukuran, yang juga dilengkapi dengan ukuran keragamannya, yaitu S2 (ragam) atau S (simpangan baku).
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 6
Modul Inventarisasi Hutan Teladan 4.1. Rekapitulasi hasil perhitungan volume tegakan yang diperoleh melalui pengukuran 15 satuan pengamatan masing-masing seluas 0,1 Ha adalah sebagai berikut : No. Petak Ukur
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15
Volume Pohon per 5,7 5,2 4,2 6,4 7,1 2,1 4,8 7,7 2,9 5,6 8,4 3,5 5,1 6,3 5,4 petak ukur (m3) Berdasarkan data di atas dapat dihitung : (5,7+ 5,2+ …+ 6,3+ 5,4) ΣVi Volume rata-rata per petak ukur = = 15 n = 80,42/15 = 5,36 m3 Taksiran volume rata-rata per Ha =
Volume / petak ukur = Luas Petak Ukur
5,36 = 53,6 m3 0,1
2
2
Ragam (variance), S
ΣVi − (ΣVi ) 2 / n (5,7 2 + 5,2 2 +…+ 5,4 2) - (80,42)2 / 15 = = n −1 15 − 1 = 2,984
Simpangan baku (Standar deviation), S
=
√ S2
= √ 2,984
= 1,727
Jika seandainya, data di atas merupakan hasil pengamatan pada petakpetak contoh dari suatu tegakan yang luasnya 1.000 Ha (N = 10.000), maka selanjutnya dapat pula dihitung : Galat baku (Standar error),
Galat baku (Standar error),
SV SV
=
=
S n 1,727 15
(1 −
n ) N
(1 −
15 ) = 0,446 10.000
Kesalahan pengambilan contoh (Sampling Error) = tα/2 SV = 2,14 x 0,446 = 0,954 Nilai 2,14 adalah tα/2 untuk taraf kepercayaan 95% dan derajat bebas 14 atau n – 1, dimana dalam hal ini n = 15.
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 7
Modul Inventarisasi Hutan Selanjutnya dapat dihitung volume rata-rata dan volume total tegakan seluas 1.000 Ha, untuk tingkat kepercayaan 95% sebagai berikut : (1) Taksiran Volume rata-rata tegakan per petak ukur :
v - tα/2. S V
dan
v + tα/2. SV ,
atau
{5,36 – 0.954 ≤ ( v / pu) ≤ 5,36 + 0,954} m3, atau 4,396 m3
≤ ( v / pu) ≤
6,314 m3
(2) Taksiran Volume rata-rata tegakan per Ha 1 {4,396 ≤ ( v / ha) ≤ 6,314} m3 atau 43,96 m3 ≤ ( v / ha) ≤ 63,14 m3 0,1 (3) Jumlah volume untuk keseluruhan tegakan seluas 1.000 Ha adalah : Taksiran minimum = 1.000 x 43,96 = 43.960 m3 Taksiran maksimum = 1.000 x 63,14 = 63.140 m3 (4) Kesalahan taksiran (galat) dalam prosen adalah : t .S v 0,954 × 100% = × 100% = 17,8% v 5,36 Teladan 4.2. Suatu tegakan yang mempunyai lebar searah kontur 1,0 km, akan diinventarisasi dengan intensitas sampling sebesar 2%. Berapa banyak satuan contoh dalam bentuk jalur yang harus diamati, jika jalur-jalur contoh yang dimaksudkan mempunyai lebar 20 meter. (Catatan tambahan untuk diingat : arah jalur-jalur dalam inventarisasi hutan biasanya diupayakan tegak lurus pada arah garis kontur yang dominan). Jawab : Jumlah anggota populasi, N = 5 km : 20 m = 5.000/20 = 250 jalur Jadi jumlah jalur contoh, n = 2% x 250 jalur = 5 jalur. Teladan 4.3 Hitunglah taksiran potensi tegakan (volume rata-rata per Ha dan volume total tegakan) yang termaksud pada Teladan 4.2 , jika panjang setiap jalur ukur dan rekapitulasi hasil perhitungan volume per jalur ukur adalah sebagai berikut :
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 8
Modul Inventarisasi Hutan No. Jalur
1
2
3
4
5
2,1
2,0
1,7
1,9
1,8
174,72
147,60
162,52
133,76
163,44
Panjang Jalur (km) Volume (m3) Penyelesaian :
Untuk mengetahui volume rata-rata per Ha maka terlebih dahulu perlu dihitung luas setiap jalur (panjang jalur x lebar jalur). Hasil perhitungan adalah sebagai beriku : No Jalur
Luas Jalur (Ha)
Volume (m3)
Volume per Ha (m3)
1 2 3 4 5
4,2 4,0 3,4 3,8 3,6 Σ x = 19,0 Σ x2 = 72,6
174,72 147,60 162,52 133,76 163,44 Σ y = 782,04 Σ y2 = 123.329,96
41,6 36,9 47,8 35,2 45,4 Σ(y/x) = 206,9 Σ xy = 2.973,464
Jumlah
Berdasarkan angka-angka di atas diperoleh : Σy 782,04 1. Volume rata-rata contoh per hektar v = = = 41,16 m3 Σx 19,0 2. Ragam x , Sx2 =
Σxi 2 − (Σxi) 2 / n (72,6 - (19 2 /4) = = 0,1 n −1 4
Σyi 2 − (Σyi) 2 / n = ( 123.329,96 - 782,042/5) = 253,162 n −1 4 Σxy − ΣxΣy / n Peragam xy, Sxy2 = = (2.973,464 - 19 × 782,04/5) = 0,428 n −1 4 Ragam y, Sy2 =
3. Simpangan baku, S = =
2 1 2 ⎡ S y S x2 2Sxy ⎤ v ⎢ + + ⎥ n − 1 ⎣⎢ y 2 x 2 x. y ⎦⎥
⎡ 253,16 1 0,1 2 × 0,428 ⎤ × 41,16 2 ⎢ + 2 + 2 4 3,8 156,408 × 3,8 ⎥⎦ ⎣156,408
= √ (7,9259)
Pemilihan Contoh Acak
= 2,815
M4.1 - 9
Modul Inventarisasi Hutan 4. Galat baku,
SV
=
S n
(1 −
2,815 5 n (1 − = ) = 1,246 250 N 5
5. Taksiran volume rata-rata per Ha pada taraf kepercayaan 95% untuk seluruh tegakan (tα/2 = 2,78 yang diperoleh dari Tabel t), dapat diperoleh sebagai berikut: µV = v ± tα/2 x SV = 41,46 ± 2,78 x 1,246 = 41,46 ± 3.464, atau ( 37,996 ≤ µV ≤ 44,924) m3 6. Jumlah volume untuk keseluruhan tegakan adalah : Taksiran minimum : 250/5 x (37,996) = 1.899,8 m3 Taksiran maksimum : 250/5 x (44,924) = 2.246,2 m3 Kesalahan taksiran (galat) dalam prosen adalah : t.SV 3,464 x 100% = x 100% = 8,42% 41,160 V Angka-angka pada butir 4 dan 5 di atas menjadi indikator tingkat ketelitian suatu pendugaan. Semakin kecil selisih antara nilai taksiran maksimum dan nilai taksiran minimum, berarti semakin teliti pendugaan. Hal yang sama juga diperlihatkan oleh nilai prosentase galat pada butir 6. Semakin kecil nilai ini semakin teliti pula nilai dugaan yang diperoleh. Nilai galat yang lebih kecil termaksud dapat diperoleh dengan memperbesar jumlah contoh yang diamati. C. Penentuan Jumlah Satuan Contoh Ketelitian pendugaan pada dasarnya dapat ditingkatkan dengan jalan memperbanyak jumlah contoh. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa jumlah contoh yang harus diamati dapat ditentukan berdasarkan tingkat ketelitian yang diinginkan. Hal ini dapat dengan jelas dilihat melalui rumus perhitungan galat yang dituliskan sebagai berikut : S n b = t . SV = t. V √ (1 – ) N n 2 SV n 2 2 atau b = t √ (1 – ) n N
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 10
Modul Inventarisasi Hutan Berdasarkan rumus di atas maka dapat dituliskan rumus untuk penentuan atau perhitungan jumlah contoh, n sebagai berikut :
nb 2 = t 2 ( S v − nS v / N ) 2 2 nb 2 N + nt 2 S v = N t 2 S v 2
2
Æ
nb 2 = t 2 ( NS v − nS v ) / N
Æ
(b 2 N + t 2 S v ) n = N t 2 S v
2
2
2
2
2
N . t 2 . Sv n= 2 2 b N + t 2 Sv
Dengan demikian :
Untuk populasi tidak terbatas, dimana n/N relatif kecil sehingga faktor koreksi populasi terbatas menjadi tidak berpengaruh, rumus perhitungan n menjadi lebih sederhana, yang dapat dituliskan sebagai berikut :
b
2
=t
2
Sv n
t 2 Sv n= 2 b
2
Æ
2
Jika jumlah contoh untuk populasi tidak terbatas dilambangkan dengan no, maka jumlah contoh untuk populasi terbatas dapat diperoleh n0 dengan rumus : n =
1 + n0/N
Teladan 4.4. Jika pengamatan pada Teladan 4.1. baru merupakan sampling pendahuluan (untuk mengetahui tingkat keragaman populasi), maka berapakah jumlah contoh yang harus diambil supaya kesalahan pengambilan contohnya tidak lebih dari 10%. Penyelesaian : Dari teladan 4.1. diperoleh bahwa :
v = 5,36 m3 per petak ukur Simpangan baku, S v = 1,727 m3 per petak ukur Volume rata-rata,
b% = 10%; b = 10% x 5,36 = 0,536 m3
n = (t 2 S v ) / b 2 2
= (2,14 2 + 1,727) / 0,536 2 = 27 buah
Jadi untuk mendapatkan tingkat kesalahan yang tidak lebih dari 10% dalam penaksiran potensi tegakan yang dimaksudkan pada Teladan di atas, diperlukan jumlah satuan contoh (satuan pengamatan) minimal sebanyak 27 petak ukur.
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 11
Modul Inventarisasi Hutan D. Tugas Latihan 1. Jelaskan secara singkat tentang prosedur pemilihan satuan pengamatan dalam sampling acak. 2. Rekapitulasi hasil perhitungan volume tegakan yang diperoleh melalui pengukuran 12 satuan pengamatan masing-masing seluas 0,1 Ha adalah sebagai berikut : No. Petak Ukur Volume Pohon per Petak Ukur (m3)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
6,8 5,1 7,7 8,5 2,5 5,8 9,2 3,5 6,7 4,2 7,6 6,5
a. Hitunglah taksiran volume rata-rata tegakan per petak ukur pada taraf kepercayaan 95% b. Hitunglah taksiran volume rata-rata tegakan per Ha pada taraf kepercayaan 95% c. Hitunglah taksiran volume total jika intensitas sampling sebesar 2%. 3. Suatu tegakan diinventarisasi dengan intensitas sampling sebesar 5% dan satuan contoh yang digunakan adalah jalur selebar 20 meter. Rekapitulasi hasil pengukuran dan perhitungan volume adalah sebagai berikut : No. Jalur Panjang Jalur (km) Volume (m3)
1
2
3
4
5
4,2
5,0
3,4
2,8
2,3
131,04
138,40
122,06
95,48
60,72
a. Hitunglah taksiran volume rata-rata tegakan per Ha pada taraf kepercayaan 95% b. Hitung taksiran volume total tegakan pada taraf kepercayaan 95%
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 11
Modul Inventarisasi Hutan 4. Gambar di bawah ini menunjukkan penyebaran potensi suatu kawasan hutan hipotetis. Angka-angka di dalam setiap kotak menunjukkan volume (m3 per Ha) dari bagian hutan yang bersangkutan. Sebaran Potensi Tegakan Hipotetis (m3/Ha) 10
18,6 19,2 23,3 10,8 16,4 27,8 11,9 18,5 21,5 16,2 58,2 61,1 57,2 63,5 62,0
9
16,6 15,9 10,0 11,7 13,0 10,2 11,0 25,8 17,3 24,7 22,3 55,1 55,3 64,8 61,1
8
24,1 11,0 19,0 12,1 25,7 17,3 25,5 14,9 20,0 16,1 58,3 59,0 59,3 54,0 57,4
7
15,9 14,0 27,7 26,6 26,3 26,7 21,4 16,7 13,0 10,4 60,8 52,7 53,1 62,8 54,1
6
29,7 14,8 13,0 19,0 22,3 84,6 81,3 93,4 80,2 92,0 56,3 58,9 52,9 59,2 57,3
5
29,2 20,8 14,3 24,4 18,3 84,5 86,8 85,3 87,8 91,0 60,4 60,3 52,6 54,2 51,5
4
18,6 24,3 15,2 17,9 11,4 93,4 84,9 88,9 90,1 94,6 88,9 90,3 90,1 91,5 94,7
3
29,5 17,2 24,3 16,4 16,0 90,8 90,4 94,0 80,5 81,2 85,7 87,1 87,8 89,6 91,3
2
24,3 15,6 24,4 13,9 15,2 92,6 93,7 88,2 88,7 86,9 87,0 83,0 90,9 87,4 80,5
1
20,8 20,2 24,8 28,0 25,8 87,3 92,6 88,5 95,0 90,3 91,0 94,3 92,8 89,5 87,1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11 12
13 14
15
Gambar L4-1. Sebaran potensi sebuah ‘tegakan hipotetis’ a. Pilihlah contoh acak dari populasi termaksud dengan intensitas sampling 10% b. Hitunglah volume rata-rata tegakan berdasarkan contoh yang terpilih c. Buatlah taksiran volume rata-rata untuk keseluruhan tegakan pada taraf kepercayaan 95% d. Buatlah taksiran volume rata-rata dan volume total tegakan pada taraf kepercayaan 95% e. Hitunglah volume rata-rata dan volume total tegakan (dengan menggunakan semua angka yang terdapat pada Gambar) dan bandingkan dengan nilai yang diperoleh pada butir c di atas. Jelaskan hasil perbandingan tersebut.
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 12
Modul Inventarisasi Hutan III. INDIKATOR PENILAIAN Melalui pemahaman tentang materi bahasan yang telah dikemukakan di atas, setiap mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan atau kompetensi dalam merancang, melaksanakan dan menganalisis data hasil sampling acak. Indikator penilaian kemampuan atau kompetensi peserta didik adalah ketepatan rancangan dan ketepatan prosedur dengan bobot nilai sebesar 8%. Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, baik pada waktu penyelenggaraan kuliah maupun melalui laporan pelaksanaan tugas latihan yang dilakukan oleh mahasiswa secara mandiri (perorangan ataupun berkelompok).
IV. PENUTUP Modul ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembelajar dan mahasiswa untuk melakukan penelusuran berbagai sumber belajar, yang terkait dengan inventarisasi hutan, khususnya yang terkait sampling acak, baik dalam bentuk Buku teks, Dokumen-dokumen atau Laporan hasil penelitian, Internet ataupun sumber-sumber lain. Dengan mengacu pada modul ini maka proses pembelajaran diharapkan dapat berjalan secara efisien dan efektif melalui peran aktif dari semua pihak terkait, khususnya mahasiswa.
Pemilihan Contoh Acak
M4.1 - 13
Modul Inventarisasi Hutan
MODUL - 4
METODE-METODE SAMPLING 4.2. PEMILIHAN CONTOH SISTEMATIK I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan contoh sistematik (Systematik Sampling) adalah pemilihan contoh dengan penyebaran unit-unit contoh yang berpola teratur atau sistematik. Pada sampling sistematik ini, semua anggota populasi (atau lebih tepatnya semua himpunan bagian dari populasi) tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai contoh (pewakil populasi) yang diamati untuk mendasari pendugaan sifat-sifat populasi. Hal ini terjadi oleh karena hanya unit contoh pertama yang dipilih secara acak (Systematic Sampling with Random Start), sedang pemilihan unit contoh kedua dan seterusnya ditentukan pada interval tertentu dari unit contoh sebelumnya. Penyebaran unit contoh yang berpola sistematik menyebabkan sampling sistematik, secara umum, lebih praktis dilaksanakan di lapangan. Modul ini berisi pembahasan tentang prinsip kerja dan prosedur pelaksanaan sampling sistematik.
B. Ruang Lingkup Isi Isi dari modul ini secara garis besar meliputi antara lain hal-hal sebagai berikut : (1) Prosedur pemilihan satuan contoh, (2) Analisis data, dan (3) Penentuan jumlah satuan contoh, dalam sampling sistematik.
C. Sasaran Pembelajaran Modul Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memiliki kompetensi yang diindikasikan oleh kemampuan merancang, melaksanakan dan menganalisis data hasil sampling sistematik.
Pemilihan Contoh Sistematik
M4.2 - 1
Modul Inventarisasi Hutan II. MATERI PEMBELAJARAN A. Prosedur Pemilihan Satuan Contoh Pengambilan / Pemilihan Contoh Sistematik (Systemtic Sampling) dilakukan dengan mengikuti suatu pola tertentu yang sistematik. Akibatnya satuan-satuan contoh yang terpilih mempunyai jarak atau interval yang beragam, maksudnya jarak antara contoh pertama dengan contoh kedua sama dengan jarak antara contoh kedua dengan contoh ketiga, dan demikian pula halnya untuk satuan-satuan contoh selanjutnya. Sampling sistematik ini cukup praktis, namun dapat menghasilkan pendugaan yang bias, khususnya pada populasi-populasi yang memiliki pola penyebaran yang sistematis. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengurangi atau mengatasi terjadinya hal termaksud adalah dengan melakukan pemilihan contoh pertama secara acak, sedang contoh-conoth selanjutnya ditentukan dengan jarak tertentu dari contoh yang terpilih sebelumnya. Secara ringkas prosedur pemilihan satuan contoh sistemtik adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi batasan dan ukuran atau jumlah anggota populasi 2. Penentuan ukuran contoh (intensitas sampling) yang akan digunakan. 3. Perhitungan jarak antara dua unit contoh yang berdekatan, yang biasanya dilambangkan dengan k, yang nilainya diperoleh dari N/n atau kebalikan intensitas sampling. Nilai k juga menyatakan jumlah anggota populasi yang diwakili oleh setiap satuan contoh. 4. Pemilihan contoh yang pertama, yang dapat dilakukan secara acak, tetapi dapat pula dilakukan secara purposif. Sampling sistematik yang contoh pertamanya dipilih secara acak disebut systematic sampling with random start, sedang sampling sistematik yang pemilihan contoh pertamanya dilakukan secara purposif dinamakan systematic sampling with purposive start. 5. Pemilihan contoh kedua dengan jarak k dari contoh pertama, pemilihan ketiga dengan jarak k dari contoh kedua, dan demikian seterusnya hingga pemilihan contoh ke n (contoh terakhir) berjarak k dari contoh ke n-1.
Pemilihan Contoh Sistematik
M4.2 - 2
Modul Inventarisasi Hutan Penyebaran petak-petak contoh dan jalur-jalur contoh sistematik, masingmasing dapat dilihat pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 Pada Gambar 4.4. terlihat bahwa terdapat 15 x 9 atau 135 satuan populasi. Gambar tersebut meperlihatkan bahwa sampling dilakukan dengan intensitas sampling sebesar 6,67%, yang bermakna bahwa setiap 15 satuan populasi diwakili oleh satu unit contoh. Pemilihan diawali dengan pemilihan contoh pertama pada kelompok pertama (yang diberi lambang I). Sedang pemilihan contoh yang kedua sampai contoh yang ke 15 dipilih dengan memperhatikan posisi dan jarak dari contoh sebelumnya. Pemilihan dapat juga dilakukan dengan jalan memberi nomor pada setiap satuan populasi mulai dari nomor 1 sampai dengan nomor 135. Kemudian dilakukan pemilihan contoh pertama diantara satuan contoh yang bernomor 1 sampai dengan nomor 15 (disarankan pemilihan dilakukan dengan cara acak). 9 8 7 II
II
II
II
II
6
II
II
II
II
II
5
II
II
II
II
II
4
I
I
I
I
I
3
I
I
I
I
I
2
I
I
I
I
I
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14 15
Gambar 4.4. Skhema Penyebaran Petak-Petak Contoh Sistematik. Jika seandainya nomor yang terpilih adalah nomor 18, 33, 48, 63, 78, 93, 108, dan terakhir nomor 123. Namun jika penomoran yang demikian ini dilakukan tanpa memperhatikan tata letak satuan-satuan pengukuran dengan bantuan peta atau sketsa, maka ada kemungkinan bahwa dalam
Pemilihan Contoh Sistematik
M4.2 - 3
Modul Inventarisasi Hutan penerapannya di lapangan penyebaran satuan-satuan contoh menjadi tidak sistematis. Pada pihak lain Gambar 4.5 memperlihatkan bahwa terdapat 35 satuan populasi yang merupakan jalur-jalur (dalam inventarisasi hutan, jalur yang digunakan biasanya selebar 20 meter). Gambar tersebut memperlihatkan bahwa sampling dilakukan dengan intensitas sampling 20%, yang artinya setiap 5 satuan populasi diwakili oleh satuan contoh yang akan diamati.
Gambar 4.5. Skhema Penyebaran Jalur-jalur Contoh Sistematis. Dengan demikian, pemilihan satuan contoh pertama dipilih diantara satuan populasi yang bernomor 1 sampai 5, sedang satuan-satuan contoh selanjutnya ditetapkan dengan interval 5 satuan dari contoh sebelumnya. Untuk teladan di atas, satuan populasi (jalur) yang terpilih pertama adalah jalur yang bernomor 3 (tiga), dengan demikian satuan-satuan pengukuran kedua sampai ketujuh adalah nomor-nomor 8, 13, 18, 23, 28 dan terakhir nomor 33.
B. Analisis Data Metode yang digunakan untuk menganalisis data hasil pengukuran melalui sampling sistematik, dapat mengikuti metode yang digunakan pada sampling acak. Tahapan-tahapan adalah sebagai berikut :
Pemilihan Contoh Sistematik
M4.2 - 4
Modul Inventarisasi Hutan 1. Rekapitulasi data dan perhitungan nilai rata-rata (khususnya volume) beserta ragam (S2), simpangan baku (S) dan galat baku ( S v ). 2. Penaksiran nilai rata-rata dan nilai total peubah untuk tingkat populasi. Pengukuran dengan menggunakan jalur sebagai satuan pengukuran, yang kemudian dibagi ke dalam petak-petak (yang biasanya berukuran 20 m x 20 m) untuk keepentingan pencatatan, memungkinkan dilakukannya penggambaran perubahan kondisi tegakan dari petak yang satu ke petak lainnya dalam setiap jalur. Kondisi tersebut tidak hanya menyangkut potensi tegakan pada saat pengukuran, tetapi juga mencakup keterangan-keterangan habitat lainnya yang berkaitan dengan produktivitas dan upaya-upaya pengembangan pada masa mendatang. Lengkap tidaknya pendiskripsian yang termaksud terakhir ini akan sangat tergantung pada kemampuan dan kejelian pelaksana serta tingkat kematangan persiapan atau perencanaan yang dilakukan sebelum pelaksanaan inventarisasi itu sediri.
C. Tugas Latihan 1. Jelaskan secara ringkas prosedur pemilihan satuan pengamatan dalam sampling sistematik. 2. Dibanding dengan sampling acak, apakah kelebihan dari sampling sistematik ini. Apa pula kelemahannya. Jelaskan jawaban saudara secara singkat. 3. Gambar L4-2 menunjukkan penyebaran potensi suatu kawasan hutan hipotetis, dimana angka-angka di dalam setiap kotak menunjukkan volume (dalam m3/Ha). a. Pilihlah contoh sistematik dari polulasi termaksud dengan intensitas samping 10% b. Hitunglah volume rata-rata tegakan berdasarkan contoh yang terpilih c. Buatlah taksiran volume rata-rata untuk seluruh tegakan pada taraf kepercayaan 95% d. Buatlah taksiran volume total tegakan pada taraf kepercayaan 95%
Pemilihan Contoh Sistematik
M4.2 - 5
Modul Inventarisasi Hutan e. Hitunglah volume rata-rata dan volume total tegakan yang sebenarnya ( µ v dan V total) dengan mengunakan semua angka yang terdapat pada Gambar L4-2. Bandingkan hasil ini dengan hasil yang diperoleh pada soal butir (c) dan butir (d) di atas. Jelaskan secara singkat perbandingan hasil tersebut.
Sebaran Potensi Tegakan Hipotetis (m3/Ha)
I
12 18,6 19,2 23,3 10,8 16,4 27,8 11,9 18,5 21,5 16,2 58,2 61,1 52,2 63,5 62,0 11 16,6 15,9 10,0 11,7 13,0 10,2 11,0 25,8 17,3 24,7 22,3 55,1 55,3 64,8 61,1 10 24,1 11,0 19,0 12,1 25,7 17,3 25,5 14,9 20,0 16,1 58,3 59,0 59,3 54,0 57,4 9
15,9 14,0 27,7 26,6 26,3 26,7 27,4 16,7 13,0 10,4 60,8 52,7 53,1 62,8 54.1
8
29,7 14,8 13,0 19,0 22,3 84,6 81,3 93,4 80,2 92,0 56,3 58,9 52,9 59,2 57,3
7
29,2 20,8 14,3 24,4 18,3 84,5 86,8 85,3 87,8 91,0 60,4 60,3 52,6 54,2 51,5
6
18,6 24,3 15,2 17,9 11,4 93,4 84,9 88,9 90,1 94,6 88,9 90,3 90,1 91,5 94,7
5
29,5 17,2 24,3 16,4 16,0 90,8 90,4 94,0 80,5 81,2 85,7 87,1 87,8 89,6 91,3
4
24,3 15,6 24,4 13,9 15,2 92,6 93,7 88,2 88,7 86,9 87,0 83,0 90,9 87,4 80,5
3
20,8 20,2 24,8 28,0 25,8 87,3 92,6 88,5 95,0 90,3 91,0 94,3 92,8 89,5 87,1
2
16,4 24,6 12,4 22,9 26,2 81,6 84,7 97,2 99,7 95,9 98,0 92,0 81,9 96,4 91,5
1
18,1 10,2 18,8 17,0 15,8 96,3 83,6 99,5 86,0 82,3 85,0 83,3 86,8 99,5 97,1
j Æ
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Gambar L4-2. Sebaran Potensi Sebuah Tegakan Hipotesis
Pemilihan Contoh Sistematik
M4.2 - 6
Modul Inventarisasi Hutan III. INDIKATOR PENILAIAN Melalui pemahaman tentang materi bahasan yang telah dikemukakan di atas, setiap mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan atau kompetensi dalam merancang, melaksanakan dan menganalisis data hasil sampling sistematik. Indikator penilaian kemampuan atau kompetensi peserta didik adalah ketepatan rancangan dan ketepatan prosedure pelaksanaan, dengan bobot nilai sebesar 6%. Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, baik pada waktu penyelenggaraan kuliah maupun melalui laporan pelaksanaan tugas latihan yang dilakukan oleh mahasiswa secara mandiri (perorangan ataupun berkelompok).
IV. PENUTUP Modul ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembelajar dan mahasiswa untuk melakukan penelusuran berbagai sumber belajar, yang terkait dengan inventarisasi hutan, khususnya yang terkait dengan sampling sistematik beserta penerapannya dalam inventarisasi hutan, baik dalam bentuk Buku teks, Dokumen-dokumen atau Laporan hasil penelitian, Internet ataupun sumber-sumber lain. Dengan mengacu pada modul ini maka proses pembelajaran diharapkan dapat berjalan secara efisien dan efektif melalui peran aktif dari semua pihak terkait, khususnya mahasiswa.
Pemilihan Contoh Sistematik
M4.2 - 7
Modul Inventarisasi Hutan
MODUL - 4
METODE-METODE SAMPLING 4.3. PEMILIHAN CONTOH STRATIFIKASI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan contoh stratifikasi (Stratified Sampling) adalah pesanding atau ‘lawan’ dari pemilihan contoh sederhana (simple sampling). Pada sampling stratifikasi ini, pemilihan unit-unit contoh didahului pembagian populasi ke dalam sub-sub populasi. Sub-sub populasi ini disebut sebagai strata dan proses pembagian populasi ke dalam sub-sub populasi disebut stratifikasi. Dengan demikian, sampling stratifikasi adalah pemilihan contoh yang didahului dengan stratifikasi populasi, yang umumnya diberlakukan pada populasi-populasi yang heterogen atau populasi-populasi yang memiliki batas-batas antar sub populasi yang jelas. Stratifikasi dimaksudkan untuk : (1) meningkatkan ketelitian sampling, (2) memperoleh informasi tentang sifat-sifat sub-populasi disamping sifat-sifat populasi secara keseluruhan. Setelah stratifikasi, pemilihan unit-unit contoh (pewakil populasi) dapat dilakukan secara acak (Stratified Random Sampling) ataupun secara sistematik (Stratified Systematic Sampling. Modul ini berisi pembahasan tentang prinsip kerja dan prosedur pelaksanaan sampling stratifikasi.
B. Ruang Lingkup Isi Isi dari modul ini secara garis besar meliputi antara lain hal-hal sebagai berikut : (1) Prosedur pemilihan satuan contoh, (2) Analisis data, dan (3) Penentuan jumlah satuan contoh, dalam sampling stratifikasi.
C. Sasaran Pembelajaran Modul Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memiliki kompetensi yang diindikasikan oleh kemampuan merancang, melaksanakan dan menganalisis data hasil sampling stratifikasi.
Pemilihan Contoh Stratifikasi
M4.3 - 1
Modul Inventarisasi Hutan II. MATERI PEMBELAJARAN A. Prosedur Pemilihan Satuan Contoh Pengambilan atau pemilihan contoh stratifikasi adalah pengambilan contoh yang didahului dengan pengelompokan populasi ke dalam beberapa sub-populasi. Metode sampling stratifikasi terutama dilakukan pada populasi yang mempunyai keragaman yang besar atau populasi yang relatif heterogen. Pengelompokan dimaksudkan untuk memperoleh sub-sub populasi atau srata dengan anggoto-anggota yang relative homogen. Melalui stratitifikasi tersebut diharapkan dapat diperoleh nilai dugaan parameter populasi dengan tingkat ketelitian yang lebih tinggi. Selain itu, stratifikasi juga memungkinkan diperolehnya informasi secara lebih rinci untuk masing-masing sub-populasi. Dalam kaitan dengan investasi hutan, pengelompokan dapat dilakukan berdasarkan : (1) kelas umur, (2) jenis tegakan, (3) tipe hutan, (4) kelas bonita, (5) kelas potensi hutan, (6) type perlakuan atau tindakan pemeliharaan yang diberlakukan pada tanaman, dan lain-lain. Prosedur pelaksanaan sampling stratifikasi secara ringkas dapat dituliskan sebagai berikut : 1. Pembagian atau stratifikasi populasi ke dalam beberapa sub-populasi sesuai dengan kondisi populasi yang bersangkutan, dimana batas-batas pemisah antara masing-masing sub-populasi atau stratum, harus jelas. 2. Penentuan jumlah satuan contoh yang akan diamati ( intesitas sampling ), berdasarkan tingkat ketelitian yang diinginkan dan alokasi waktu dan biaya yang tersedia. 3. Pengalokasian jumlah contoh kedalam masing-masing stratum. Untuk pengalokasian ini dikenal beberapa cara, yaitu : (a) Alokasi sama rata, yaitu dengan membagi jumlah contoh secara merat pada setiap stratum (b) Alokasi proporsi, yaitu alokasi jumlah cotoh yang mempertimbangkan ukuran sub-populasi atau stratum. Stratum yang besar diberi alokasi contoh yang besar pula. (c) Alokasi optimum, yaitu alokasi jumlah contoh pada setiap stratum dilakukan dengan mempertimbangkan ukuran stratum dan keragaman setiap stratum. Semakin besar ukuran stratum dan semakin beragam stratum, maka semakin besar pula jumlah contoh yang dialokasikan pada stratum yang nersangkutan.
Pemilihan Contoh Stratifikasi
M4.3 - 2
Modul Inventarisasi Hutan (d) Alokasi optimum untuk biaya pengambilan contoh yang bervariasi, yaitu alokasi jumlah contoh, yang selain mempertimbangkan ukuran dan keragaman masing-masing stratum, juga memperhitungkan biaya penarikan contoh pada masing-masing stratum, dalam rangka efisiensi biaya. Stratum yang biaya penarikan per satuan contohnya yang lebih besar diberi alokasi jumlah contoh yang lebih kecil. 4. Pemilihan contoh pada masing-masing stratum , dapat dilakukan secara acak ataupun secara sistematik. Jika pemilihan contoh pada setiap stratum dilakukan secara acak, maka sampling ini disebut stratified random sampling. Jika pemilihan contoh pada setiap stratum, dilakukan secara sistematik maka sampling ini disebut stratified systematic sampling. Gambar 4.6 memperlihatkan sketsa penarikan contoh stratifikasi (stratified sampling) pada suatu populasi yang terdiri dari tiga sub populasi atau stratum ( misalnya tegakan akasia, eukaliptus, dan albizia ) dengan 2.000 satuan atau unit. Stratum I terdiri atas 570 satuan, stratum II terdiri atas 450 satuan, stratum III terdiri atas 980 satuan. Misalkan pengamatan akan dilakukan dengan intesitas sampling sebesar 6%. Hal ini berarti bahwa akan dipilih untuk diamati satuan contoh sebanyak 6% x 2.000 satuan = 120 satuan. Jumlah satuan contoh sebanyak 120 satuan ini harus dialokasikan pada tiga stratum yang ada dengan mengikuti salah satu dari empat cara atau metode alokasi yang telah disebutkan di atas. Pada alokasi sama rata, jumlah contoh yang dialokasikan untuk setiap stratum (ni) ditentukan dengan rumus : ni = n/L ;
……….....……………………………. 4.1.
dimana L adalah jumlah stratum atau sub populasi yang ada, sedang n adalah jumlah keseluruhan unit contoh yang akan diamati. Dengan demikian, untuk contoh di atas, setiap stratum memperoleh alokasi satuan sebanyak 120/3 atau 40 satuan ( sama untuk semua stratum ). Pada alokasi proporsi, jumlah contoh yang dialokasikan untuk setiap stratum (ni) ditentukan dengan rumus : ni =
Ni n ; ........………..……...................……..…... 4.2 N
Dengan demikian, untuk contoh di atas jumlah alokasi contoh untuk masingmasing stratum dapat dihitung sebagai berikut :
Pemilihan Contoh Stratifikasi
M4.3 - 3
Modul Inventarisasi Hutan n1 =
( 570/2.000 ) x 120
=
34,2 ≈
34 satuan
n2 =
( 450/2.000 ) x 120
=
27,0 ≈
27 satuan
n3 =
( 980/2.000) x 120
=
58,8 ≈
59 satuan.
Pada alokasi optimum, jumlah contoh yang dialokasikan untuk setiap stratum (ni) ditentukan dengan rumus :
ni =
N i .S i n; ∑ N i Si
………………......................………………... 4.3
Pada alokasi optimum dengan biaya penarikan contoh yang bervariasi, jumlah contoh yang dialokasikan untuk setiap stratum (ni) ditentukan dengan rumus : ni =
N i S i / ci
∑N S i
i
/ ci
n …...................……………….....…………. 4.4
Untuk penerapan kedua metode alokasi contoh yang tersebut terkhir di atas diperlukan informasi tambahan berupa simpangan baku (Si) yang merupakan ukuran keragaman setiap stratum dan biaya pengambilan / pengamatan setiap satuan contoh (ci) pada masing-masing stratum atau sub-populasi. Informasi tambahan yang dimaksudkan di atas, biasanya diperoleh melalui pengamatan atau sampling pendahuluan, dengan intensitas sampling yang kecil; ataukah diperoleh dari data sekunder yang sumbernya dapat dipercaya atau dapat dijamin.
Gambar 4.6. Sketsa Suatu Populasi yang memiliki tiga strata
Pemilihan Contoh Stratifikasi
M4.3 - 4
Modul Inventarisasi Hutan Misalkan melalui suatu survei (sampling pendahuluan diperoleh informasi tentang Simpangan Baku (Si) dan biaya pengambilabn / pengamatan setiap satuan contoh (ci) pada masing-masing stratum atau sub populasi, seperti pada tabel berikut :
Stratum
Simpangan Baku (m3 per Ha)
Biaya per Satuan Contoh (Rp)
I
20
20.000
II
25
15.000
III
15
10.000
Berdasarkan informasi pada tabel di atas, maka dapat dihitung jumlah contoh setiap stratum (ni) dengan alokasi optimum sebagai berikut :
Σ (Ni.Si)
=
(570 x 20) + (450 x 25) + (980 x 15)
=
11.400 + 11.250 + 14.700
=
37.350
n1 =
N 1S1 11 . 400 n= 120 = 36 , 6 ≈ 37 satuan 37 . 350 ∑ N iSi
n2 =
N 2S2 11 . 250 n= 120 = 36 ,1 ≈ 36 satuan 37 . 350 ∑ N iSi
n3 =
N 3S3 14 .700 n= 120 = 47 , 2 ≈ 47 satuan ∑ N i S i 37 .350
Demikian pula halnya untuk alokasi optimum dengan biaya penarikan contoh yang bervariasi, dapat dihitung jumlah contoh untuk setiap stratum (ni) sebagai berikut : Σ (Ni.Si/√ci)
= (570 x 20) /√20000 + (450 x 25) /√15000 + (980 x 15)/ √10000 = 11.400 + 11.250 + 14.700 n1 =
N 1 S1 / c1
∑N S i
n2 =
i
N 2 S 2 / c2
∑N S i
n3 =
/ ci
i
/ ci
N 3 S 3 / c3
∑N S i
i
Pemilihan Contoh Stratifikasi
/ ci
= 37.350
n=
80,6102 120 = 30,28 ≈ 30 satuan 319,466
n=
91,8558 120 = 34,50 ≈ 35 satuan 319,466
n=
147,000 120 = 55,22 ≈ 55 satuan 319,466
M4.3 - 5
Modul Inventarisasi Hutan B. Analisis Data Analisis data yang diperoleh melalui sampling stratifikasi, yang biasa pula disebut sampling berlapis, pada dasarnya juga diawali dengan perhituingan nilai rata-rata dan ragam atau simpangan baku. Tahapantahapannya adalah sebagai berikut : 1. Rekapitulasi data dan perhitungan nilai rata-rata (khususnya volume) beserta ragam (S2) atau simpangan baku (S). Perhitungan dilakukan secara terpisah untuk masing-masing stratum, sehingga diperoleh : ¾ Nilai rata-rata untuk setiap stratum , Vi ¾ Nilai ragam (Si2) dan simpangan baku (Si) untuk setiap stratum 2. Perhitungan nilai rata-rata untuk keseluruhan contoh, dengan rumus :
∑N v
; dimana N = ∑ N i ........................ N Perhitungan galat baku nilai taksiran dengan rumus :
VSt =
S v.st =
i i
1 N2
⎧ N i2 S i ∑⎨ n ⎩ i
⎛ n ⎞⎫ ⎜⎜1 − i ⎟⎟⎬ ............................ N i ⎠⎭ ⎝
4.5
4.6
3. Penaksiran nilai rata-rata dan nilai total populasi dihitung dengan rumus sebagai berikut :
µst = Vst
± t. Sv.st
..............................
4.7
Teladan 4.5 Hasil pengamatan pada suatu tegakan yang terdiri dari tiga strata (hutan Mahoni, Pinus dan Akasia), pada sejumlah petak ukur dengan luas 0,04 Ha adalah sebagai berikut :
Lapisan/ Stratum
Luas Stratum
I
240 Ha
7,1
8,0 6,0 7,2 6,4 7,4 5,4
II
460 Ha
6,5
8,9 9,6 10,5 7,9 9,5 11,2 10,1 10,8 7,3
III
500 Ha
5,3
2,6 3,6 4,4 6,8 2,3 3,3
Data Pengamatan (m3/0,04 Ha) 7,5
4,0
9,8 8,8
3,4 2,5
Berdasarkan data pada tabel di atas, maka dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut :
Pemilihan Contoh Stratifikasi
M4.3 - 6
Modul Inventarisasi Hutan
Vi
= 73,6 / 10 = 7,36
S12 =
1 { Σ V12 - (ΣVi )2 / n } n −1 {556,86 – 736,62 / 10 }/ 9 = 1,685
Vi
= 92,3 / 10 = 9,23
S12 =
{873,91 – 92,32 / 10 }/ 9 = 2,442
Vi
= 38,2 / 10 = 3,82
S12 =
{163,40 – 38,22 / 10 }/ 9 = 1,942
S12 =
Vi = (ΣVi) / n ;
V st =
∑N
i
N
vi
=
(240 × 7 ,36 ) + (460 × 9 , 23 ) + (500 × 3,82 ) 240 + 460 + 500
= 7922,2 / 1200 = 6,60 m3 per petak ukur N i2 S i2 ⎛ n ⎞ ∑ n ⎜⎜1 − Ni ⎟⎟ i i ⎠ ⎝ 2 2 N 1 S1 ⎛ n1 ⎞ 240 2 × 1,685 ⎜ − 1 ∑ N 2 n ⎜ N ⎟⎟ = 1200 2 × 10 × 1 = 0,0067 1 ⎠ 1 ⎝
S v.st =
1 N2
N 22 S 22 ⎛ n2 ⎞ 460 2 × 2,442 ⎜ − 1 ∑ N 2 n ⎜ N ⎟⎟ = 1200 2 × 10 × 1 = 0,0359 2 ⎠ 2 ⎝ 2 2 N 3 S3 ⎛ n3 ⎞ 500 2 × 1,942 ⎜ 1 − ∑ N 2 n ⎜ N ⎟⎟ = 1200 2 × 10 × 1 = 0,0337 3 ⎠ 3 ⎝ S v.st = 0,0067 + 0,0359 + 0,0337 = 0,0763 = 0,276
Dengan demikian untuk taraf nyata 5% pada derajat bebas 9, yaitu 10 – 1, dapat diperoleh hasil akhir analisis sebagai berikut : 1. Taksiran volume tegakan rata-rata per petak ukur :
Vst
±
t½ . Sv. st
=
( 6,6 ± 2,26 x 0,276 ) m3, atau
( 5,976 ≤ Vst per petak ukur ≤ 7,224 ) m3 2. Taksiran volume tegakan rata-rata per Ha :
Vst
per Ha = 1/0,04 ( 6,6 ± 2,26 x 0,276 ) m3 , atau
( 149,40 ≤ Vst per Ha ≤ 180,6 ) m3 3. Taksiran volume total tegakan, yaitu untuk areal seluas 1200 Ha : Vtotal = (1200/0,04) x ( 6,6 ± 2,26 x 0,276 ) m3
= ( 198.000 ± 18.720 ) m3 ,
atau
( 179.280 ≤ Vtotal ≤ 216.720 ) m3 4. Prosentase Kesalahan Pengambilan Contoh (Sampling Error) adalah 2,26 × 0,276 SE% atau b% = x 100% = 9,45% 6,6
Pemilihan Contoh Stratifikasi
M4.3 - 7
Modul Inventarisasi Hutan Catatan : N1, N2, N3, dan N, seharusnya Luas Areal dibagi Luas Petak Ukur. Namun karena koversi tersebut akan berpengaruh sama terhadap pembilang dan penyebut, maka pada perhitungan di atas tidak dilakukan konversi. Berhubung karena nilai n/N sangat kecil maka faktor koreksi populasi terbatas (1 - n/N) akan mempunyai nilai ≈ 1. Jika data di atas dikumpulkan melalui Sampling Acak maka dapat ditaksir potensi tegakan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Volume rata-rata petak ukur contoh adalah : V = ( Σ Vi) / n
=
204,1 / 30 = 6,8
2. Ragam (S2) dan Galat Baku (Sv) ; 1 2 S2 = Vi 2 − (∑ Vi ) / n = {1594,17 – 204,12/30} = 7,09 ∑ n −1
[
Sv
=
S
1−
]
n = N
7,09 = 0,486 30
n Kesalahan Pengambilan Contoh, Se = 2,04 x 0,486 = 0,991 ( 2,04 adalah nilai ttabel pada taraf nyata 0,05 dan derajat bebas 29 ) 3. Taksiran volume rata-rata keseluruhan tegakan per petak ukur;
V atau
± t . Sv = (6,8 ± 0,991 ) m3
( 5,81 ≤ V per petak ukur ≤ 7,79 ) m3
4. Taksiran volume tegakan rata-rata per Ha adalah :
V per Ha = ( 1 / 0,04 ) ( 6,8 ± 0,991 ) m3 atau
(145,23 ≤ V per Ha ≤ 194,78 ) m3
5. Taksiran volume total tegakan, yaitu untuk areal seluas 1200 Ha adalah sebagai berikut : Vtotal = (1200/0,04) x ( 6,8 ± 0,991 ) m3 (204.000 ± 29.730 ) m3 atau ( 174.270 ≤ Vtotal ≤ 233.730 ) m3 6. Prosentase Kesalahan Pengambilan Contoh (Sampling Error) adalah : 0,991 x 100% = 14,57 % Se % atau b % = 6,8
Pemilihan Contoh Stratifikasi
M4.3 - 8
Modul Inventarisasi Hutan Hasil analisis yang dipaparkan di atas menunjukkan bahwa sampling stratifikasi dapat memperkecil nilai prosentase kesalahan pengambilan contoh (Se%) dari 14,57 menjadi hanya 9,45%. Sejalan dengan itu dapat pula dilihat bahwa selang nilai taksiran yang diperoleh pada sampling acak relatif lebih lebar dari selang taksiran yang diperoleh pada sampling stratifikasi, yang menunjukkan bahwa sampling stratifikasi memberikan hasil taksiran yang lebih teliti. C. Penentuan Jumlah Contoh Seperti telah diaparkan di depan bahwa jumlah contoh dalam sampling, akan ditentukan oleh keragaman populasi yang akan diamati dan tingkat ketelitian yang dikehendaki atau tingkat kesalahan yang diperkenankan. Untuk sampling stratifikasi hal tersebut dapat dilihat pada rumus berikut ini :
b = SE = t . Sv.st atau b2 = t2 . Sv.st2 dimana :
1 N2
S v.st =
⎧ N i2 S12 ∑⎨ n ⎩ i
⎛ n ⎞⎫ ⎜⎜1 − i ⎟⎟⎬ ⎝ N i ⎠⎭
dengan demikian :
⎧ N i2 .S i2 ⎛ n ⎞⎫ ∑ ⎨ n ⎜⎜1 − Ni ⎟⎟⎬ i ⎠⎭ ⎩ i ⎝ 2 2 2 2 N .S N .b = ∑ i i − ∑ N i .S i2 2 ni t
b2 = t 2
∑
1 N2
N i2 .S i2 N 2 .b 2 = − ∑ N i .S i2 2 ni t
t 2 .N i2 .S i2 ∑ n / L = N 2 .b 2 − t 2 ∑ N i .S i2 ……………….....…………… 4.8 Untuk alokasi sama rata, persamaan 7.8 menjadi :
t 2 N i2 S i2 ∑ n / L = N2.b2 - t2 Σ (Ni.Si2)
( L/n ) . Σ (t2.Ni2.Si2) = N2.b2 - t2 Σ(Ni.Si2) n =
L. t2 . Σ (Ni2.Si2) N2. b2 - t2 Σ (Ni.Si2)
Pemilihan Contoh Stratifikasi
;
…………………............……… 4.9
M4.3 - 9
Modul Inventarisasi Hutan Untuk alokasi sebanding, persamaan 7.8 menjadi :
`
Σ
t2. Ni2.Si2 n.Ni/L
= N2.b2 - t2 Σ (Ni.Si2)
(N.t2/n).Σ(Ni.Si2) = N2.b2 - t2 Σ(Ni.Si2) n =
t2.N. Σ(Ni2.Si2)
; ……………………………… 4.10
N2.b2 - t2 Σ(Ni.Si2)
Untuk alokasi optimum persamaan 7.8 menjadi :
Σ
t2.Ni2.Si2 n.Ni.Si /
Σ(Ni.Si2)
= N2.b2 - t2 Σ (Ni.Si2)
(t2/n ) . Σ( Ni.Si)2 = N2.b2 - t2Σ (Ni.Si2) n =
t2 . Σ (Ni.Si)2 N2.b2 - t2Σ(Ni.Si2)
; …….............……….....…………… 4.11
Untuk alokasi optimum dengan biaya penarikan contoh yang bervariasi persamaan 7.8 menjadi :
Σ
t2. Ni2.Si2.Σ (Ni.Si) / √ci n.Ni.Si / √ci
= N2.b2 - t2 Σ(Ni.Si2)
(t /n).Σ{(Ni.Si).√ci}. Σ(Ni.Si).√ci = N2.b2 - t2 Σ(Ni.Si2) 2
n =
(t2/n). Σ{(Ni.Si).√ci}.Σ(Ni.Si) .√c N2.b2 - t2 Σ(Ni.Si2)
;
…………...........…… 4.12
Jika nilai n/N cukup kecil, maka faktor penyebut untuk keempat persamaan di atas (persamaan 7.9 sampai 7.12) menjadi lebih sederhana yaitu hanya N2b2 saja, karena unsur bagian kanan yang menjadi faktor pengurang akan mempunyai nilai yang mendekati 0. D. Tugas dan Latihan 1. Pada kondisi populasi yang bagaimanakah, sampling stratifikasi cocok untuk diterapkan. 2. Jelaskan secara ringkas prosedur pemilihan satuan pengamatan dalam sampling stratifikasi.
Pemilihan Contoh Stratifikasi
M4.3 - 10
Modul Inventarisasi Hutan 3. Dibanding dengan sampling sederhana (tanpa stratifikasi), apakah kelebihan dari sampling stratifikasi. 4. Hasil inventarisasi dari suatu tegakan hutan seluas 3200 Ha yang terdiri dari tiga strata adalah sebagai berikut : Stratum
Nomor Petak Ukur (masing-masing dengan luas 0,1 Ha) 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Albizia
16,0 17,9 13,4 15,7 14,3 16,5 18,8 16,8 21,8 19,6 24,2
Leda
14,6 17,6 22,7 19,9 21,3 24,1 21,6 24,9
Acasia
11,8
5,0
5,6
5,9
7,3
9,0
15,1 76,6
-
-
-
9,8
8,1
-
a. Hitunglah taksiran volume rata-rata untuk masing-masing tipe tegakan (stratum) b. Hitunglah taksiran volume rata-rata tegakan untuk keseluruhan tegakan c. Jika dianggap bahwa tidak ada stratifikasi, lakukan perhitungan yang sama dengan bagian a dan b di atas d. Bandingkan kedua hasil perhitungan tersebut. 5. Jika pengambilan contoh yang dimaksudkan pada soal no. 4 di atas masih merupakan pengambilan contoh pendahuluan dan diketahui pula bahwa masing-masing stratum menempati areal seluas 1200 Ha untuk akasia, 600 Ha untuk albizia dan sisanya 1400 Ha untuk leda, maka : a. Tentukanlah jumlah contoh yang harus diamati, untuk masing-masing metode alokasi (alokasi sama rata, alokasi sebanding, dan alokasi optimum) pada tingkat kesalahan dugaan yang tidak lebih dari 5% b. Lanjutkan pula pengalokasian jumlah contoh tersebut ke dalam masing-masing stratum 6. Gambar L4-3 menunjukkan penyebaran potensi suatu kawasan hutan, yang dapat dikelompokkan ke dalam beberapa strata. Angka-angka di dalam setiap kotak menunjukkan volume (m3 per Ha) dari bagian tegakan yang bersangkutan. a. Buatlah stratifikasi dan lakukan pengambilan contoh pada masingmasing stratum dengan intensitas sampling 10% b. Hitunglah volume rata-rata tegakan berdasarkan contoh yang terpilih c. Buatlah taksiran taksiran volume rata-rata untuk keseluruhan tegakan pada taraf kepercayaan 95%
Pemilihan Contoh Stratifikasi
M4.3 - 11
Modul Inventarisasi Hutan 18,6 19,2 23,3 10,8 16,4 27,8 11,9 18,5 21,5 16,2 58,2 61,1 57,2 63,5 62,0
1
16,6 15,9 10,0 11,7 13,0 10,2 11,0 25,8 17,3 24,7 22,3 55,1 55,3 64,8 61,1
2
24,1 11,0 19,0 12,1 25,7 17,3 25,5 14,9 20,0 16,1 58,3 59,0 59,3 54,0 57,4
3
15,9 14,0 27,7 26,6 26,3 26,7 21,4 16,7 13,0 10,4 60,8 52,7 53,1 62,8 54,1
4
29,7 14,8 13,0 19,0 22,3 84,6 81,3 93,4 80,2 92,0 56,3 58,9 52,9 59,2 57,3
5
29,2 20,8 14,3 24,4 18,3 84,5 86,8 85,3 87,8 91,0 60,4 60,3 52,6 54,2 51,5
6
18,6 24,3 15,2 17,9 11,4 93,4 84,9 88,9 90,1 94,6 88,9 90,3 90,1 91,5 94,7
7
29,5 17,2 24,3 16,4 16,0 90,8 90,4 94,0 80,5 81,2 85,7 87,1 87,8 89,6 91,3
8
24,3 15,6 24,4 13,9 15,2 92,6 93,7 88,2 88,7 86,9 87,0 83,0 90,9 87,4 80,5
9
20,8 20,2 24,8 28,0 25,8 87,3 92,6 88,5 95,0 90,3 91,0 94,3 92,8 89,5 87,1 10 16,4 24,6 12,4 22,9 26,2 81,6 84,7 97,2 99,7 95,9 98,0 92,0 81,9 96,4 91,5 11 18,1 10,2 11,8 17,0 15,8 96,3 83,6 99,5 86,0 82,3 85,0 83,3 86,8 99,5 97,1 12 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
12
13
14
15
16
Gambar L4-3. Pola Penyebaran Potensi Suatu Tegakan Hipotesis
III. INDIKATOR PENILAIAN Melalui pemahaman tentang materi bahasan yang telah dikemukakan di atas, setiap mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan atau kompetensi dalam merancang, melaksanakan dan menganalisis data hasil sampling stratifikasi. Indikator penilaian kemampuan atau kompetensi peserta didik adalah ketepatan rancangan dan ketepatan prosedure pelaksanaan, dengan bobot nilai sebesar 8%. Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, baik pada waktu penyeleng-garaan kuliah maupun melalui laporan pelaksanaan tugas latihan yang dilakukan oleh mahasiswa secara mandiri (perorangan ataupun berkelompok).
IV. PENUTUP Modul ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembelajar dan mahasiswa untuk melakukan penelusuran berbagai sumber belajar yang terkait dengan inventarisasi hutan, khususnya yang terkait dengan pengambilan contoh stratifikasi beserta penerapannya dalam inventarisasi hutan, baik dalam bentuk Buku teks, Dokumen-dokumen atau Laporan hasil penelitian, Internet ataupun sumber-sumber lain. Dengan mengacu pada modul ini maka proses pembelajaran diharapkan dapat berjalan secara efisien dan efektif melalui peran aktif dari semua pihak terkait, khususnya para pembelajar.
Pemilihan Contoh Stratifikasi
M4.3 - 12
Modul Inventarisasi Hutan
MODUL - 4
METODE-METODE SAMPLING 4.4. PEMILIHAN CONTOH BERGANDA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan contoh berganda (Double Sampling) atau sampling dua tahap merupakan salah satu pemilihan contoh yang mencoba memaksimalkan penerapan ilmu statistika, khususnya melalui pemanfaatan hubungan fungsional ataupun hubungan korelasional antara peubah-peubah (variabel-variabel) yang datanya tersedia, baik berupa data hasil pengamatan sendiri, maupun data yang disediakan oleh pihak lain. Pemanfaatan hubungan yang dimaksudkan di atas, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan sampling, baik dari segi waktu maupun dari segi biaya, tanpa harus mengorbankan tingkat ketelitian sampling. Efisiensi termaksud dimungkinkan dicapai oleh karena ‘peubah’ yang menjadi indikator sifat populasi yang ingin diketahui dan biasanya lebih sulit diukur (diamati) dapat dipermudah dengan mendekatinya melalui pengamatan ‘peubah lain’ yang lebih mudah diukur, sepanjang kedua pubah tersebut memiliki hubungan yang nyata. Modul ini berisi pembahasan tentang prinsip kerja dan prosedur pelaksanaan sampling berganda.
B. Ruang Lingkup Isi Isi dari modul ini secara garis besar meliputi antara lain hal-hal sebagai berikut : (1) Prosedur pemilihan satuan contoh, (2) Analisis data, dan (3) Penentuan jumlah satuan contoh dalam sampling berganda.
C. Sasaran Pembelajaran Modul Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memiliki kompetensi yang diindikasikan oleh kemampuan merancang, melaksanakan dan menganalisis data hasil sampling berganda.
Pemilihan Contoh Berganda
M4.4 - 1
Modul Inventarisasi Hutan II. MATERI PEMBELAJARAN A. Prosedur Pemilihan Satuan Contoh Pengambilan atau pemilihan Contoh Berganda adalah salah satu pemilihan contoh yang bermaksud untuk lebih meningkatkan efisiensi waktu dan biaya pengamatan dengan jalan memanfaakan hubungan antara dua peubah. Peubah pertama umumnya lebih muda diukur, atau bisa juga merupakan hasil pengukuran yang sudah tersedia. Sedang peubah kedua, yang merupakan sasaran akhir sampling biasanya lebih sulit diukur atau merupakan peubah yang baru akan dicari atau diamati. Individu atau anggota populasi yang diamati pada pengukuran peubah pertama berjumlah lebih banyak. Sedang pengukuran peubah kedua disasrkan pada satuan pengamatan yang berjumlah lebih sedikit untuk efisiensi yang dimaksud di atas. Contoh-contoh berikut ini diharapkan dapat membantu untuk lebih memahami pengertian dan prosedur sampling berganda. 1. Pengukuran diameter sejumlah besar pohon (misalkan n), dan pengukuran tinggi pohon dilakukan secara terbatas pada m batang pohon, dimana m pohon yang tersebut terakhir merupakan bagian dari n pohon yang tersebut pertama. Selanjutnya hubungan antara diameter dan tinggi pohon, dipakai untuk menaksir tinggi semua pohon-pohon yang belum atau tidak diukur. Dengan demikian informasi tentang tinggi pohon, yang secara teknis relative lebih sulit untuk diukur langsung di lapangan, dapat diperoleh dengan mudah melalui pengorbanan waktu, tenaga dan biaya yang lebih terbatas. 2. Pengukuran diameter tajuk terhadap sejumlah besar (misalkan, n batang) pohon pada potret udara, di laboratorium dan pengukuran diameter (mungkin juga volume) terhadap pohon-pohon yang jumlahnya lebih terbatas (misalnya m batang) di lapangan. Selanjutnya diameter (atau volume ) kieseluruhan pohon di lapangan dapat ditaksir berdasarkan hubungan antara diameter tajuk di potret dengan diameter (atau volume) pohon di lapangan. Dengan demikian diameter (atau volume) pohon di lapangan dapat diketahui melalui alokasi waktu, tenaga dan biaya yang relative terbatas untuk pelaksanaan pengukuran secara langsung di lapangan.
Pemilihan Contoh Berganda
M4.4 - 2
Modul Inventarisasi Hutan 3. Pada suatu saat (tahun) tertentu dilakukan pengukuran potensi tegakan pada sejumlah besar (n) pada suatu saat tertentu. Setelah berselang beberapa tahun (misalkan 5 sampai 10 tahun kemudian), dipilih sebanyak m diantara n buah petak ukur untuk diamati kembali. Selanjutnya potensi n buah petak ukur (dan juga potensi keseluruhanh tegakan) pada saat pengukuran kedua dapat ditaksir berdasarkan hubungan antara hasil pengukuran pertama dan pengukuran kedua pada m petak ukur. Dengan cara ini dapat pula diketahui perkembangan atau pertumbuhan selama periode waktu antara saat pengukuran kedua dan saat pengukuran pertama, tanpa harus mengukur seluruh n petak ukur pada saat pengukuran kedua. Metode ini sering digunakan dalam upaya penaksiran pertumbuhan atau riap tegakan dalam suatu periode, melalui inventarisasi berulang yang dikenal dengan nama Continous Forest Inventory with Partial Replacement. Secara ringkas tahapan dalam sampling berganda dapat disebutkan sebagai berikut : 1. Pemilihan n buah contoh untuk pengukuran atau pengamatan peubah X 2. Pemilihan m buah contoh yang merupakan bagian (Sub-sampling) dari n buah contoh yangf termaksud pada butir 1, untuk pengukuran peubah Y. 3. Analisis hubungan antara X dan Y dengan menggunakan analisis regresi, dengan model : sehingga
0
1
0
1
; ………...............………………….. 4.13
4. Penaksiran nilai X untuk n buah contoh , berdasarkan model pada butir 3 di atas yang dapat dituliskan sebaga berikut : Yni = bo + b1Xni + ei dan sehingga
0 0
1
;
..............….........…………………
4.14
1
B. Analisis Data Analisis data yang diperoleh melalui sampling berganda pada dasarnya juga diarahkan pada perhitungan ukuran keragaman populasi dan kesalahan baku atau galat baku, disamping nilai tengahnya. Nilai-nilai hasil perhitungan ini selanjutnya diapaki untuk menaksir nilai tengah populasi.
Pemilihan Contoh Berganda
M4.4 - 3
Modul Inventarisasi Hutan Tahapan analisis ini adalah sebagai berikut :
Ym , Xm , dan Xn
1. Perhitungan nilai rata-rata peubah, yaitu
2. regresi,, yaitu b1 dengan rumus sebagai berikut : ; Dimana :
.............................. 4.15
JHKXY adalah jumlah hasil kali X dan Y, yang juga sering dituliskan sebagai SPxy JKX adalah jumlah kuadrat X yang juga sering dituliskan sebagai SSx.
3. Perhitungan atau penaksiran nilai rata-rata
, dengan rumus :
4. Perhitungan galat baku (Syn), dengan rumus :
SY2
Xm
Xn
1
2
2
.............. 4.16
1
................................................... 4.17
2
1
SY2
1
dimana : Sy2x = Ragam Sisa = {JK(Y) – b1.JHK(XY)} / (n – 2) Sy2 = Ragam Y atau r2
{ Σy2 – (Σy)2 / n } / (n – 1 )
= Koefisien Determinasi, yang diperoleh dengan rumus : ²
2
∑
2
∑ ∑
∑ ²/
∑ / ∑ 2
² ∑
² ²/
2 2
Penarikan nilai rata-rata peubah Y untuk n unit populasi, dengan rumus :
.
………………………......................... 4.18
Teladan 4.6. Hasil invenarisasi 5 tahun yang lalu pada suatu kawasan hutan yang luasnya 300 Ha melalui pengukuran 60 petak ukur msing-masing dengan luas 0,1 Ha menunjukkan bahwa volume rata-rata petak ukur adalah 10,4 m3. Dari 60 petak ukur contoh tersebut diatas dipilih 20 petak dan
Pemilihan Contoh Berganda
M4.4 - 4
Modul Inventarisasi Hutan diinventarisasi ulang pada tahun ini dengan hasil pengamatan pada kedua saat pengukuran untuk ke 20 petak yang pengukurannya dua kali di sajikan pada Tabel 8.1. Tabel 8.1. Hasil Pengamatan No.
Pengamatan I
II
No.
Pengamatan I
II
No.
Pengamatan I
II
No.
Pengamatan I
II
1.
7,8
10,4
6.
11,2
12,9
11.
6,7
8,1
16.
10,6
13,4
2.
11,5
14,6
7.
9,8
12,0
12.
10,1
13,7
17.
10,9
14,0
3.
10,9
14,8
8.
13,4
17,9
13.
6,2
9,2
18.
14,6
18,5
4.
7,6
8,7
9.
13,4
15,1
14.
9,5
11,3
19.
11,8
16,2
5.
10,1
12,6
10.
6,4
7,6
15.
9,8
12,0
20.
9,0
10,7
Ditanyakan : a. Volume rata-rata tegakan pada saat pengukuran kedua berdasarkan data pada tabel diatas. b. Selang taksiran bagi volume rata-rata yang termaksud pada butir (a) untuk taraf kepercayaan 95%. c. Bandingkan selang taksiran pada butir (b) dengan selang taksiran jika tidak ada inventarisasi lima tahun yang lalu. Penyelesaian : Dari data di atas siperoleh dari : m = 20,
n = 60,
dan N = 3.000
Σxm Σym
= 201,3 = 253,7
JKX
=
Σxm2 - (Σxm)2 / m = 2129,43 - 201,32 / 20 = 103,3455
JKY
=
Σym2 - (Σym)2 / m = 3395,77 - 253,72 / 20 = 177,5855
Xm = 10,065 Ym = 12,685
JHKXY = Σxy - (ΣxΣy) / m
Xn = 10,4 Σym2 = 3395,77
= 2683,47 - (201,3 x 253,7) / 20
Sy2 Sx2
= =
JKY / (m -1) JKX / (m -1)
Syx2
=
[ JKY – (JHKXY)2 / JKX ] / (m–2)
=
[177,5855 – {129,9795}2 / 103,3455] / 18 1
= 29,9795
= 177,5855 / 19 = 9,347 = 103,3455 / 19 = 5,439
129,9795 103,3455
Pemilihan Contoh Berganda
Σxy = 2683,47 Σxm2 = 229,43
= 0,7838
1,257
M4.4 - 5
Modul Inventarisasi Hutan Dengan demikian :
Yn
= bo + b1 ( X n – X m ) = 12,685 + 1,2577 (10,4 - 10,065)
= 13,106
Selanjutnya dapat dihitung galat baku (SYn), sebagai berikut : 2
1
1 0,7838 20
1
SY2
10,4 10,065 103,3455
2
1
1
20 60
9,347 1 60
60 3000
0,1805 = 0,4248
Jadi selang taksiran pada taraf kepercayaan 95% bagi potensi tegakan pada saat pengukuran kedua adalah : µy =
Yn ± t. Syn = (13,106 ± 2,09 x 0,4248) m3 per petak ukur,
atau 12,218 m3 ≤ (µy per petak ukur) ≤ 13,994 m3 Sehingga selang taksiran potensi tegakan rata-rata per hektar adalah : (122,18 m3 ≤ µy per Ha ≤ 139,94 m3) Jika penaksiran pada pengukuran kedua dilakukan tanpa memanfaatkan informasi pengukuran pertama maka diperoleh : 2
12,685
/
9,347/20
0,648
Dengan demikian selang taksiran pada taraf kepercayaan 95% bagi potensi tegakan pada saat pengukuran kedua adalah :
atau
12,685
2,09 0,684
3
11,255 m3 ≤ (µy per petak ukur) ≤ 14,115 m3
Dengan demikian selang taksiran potensi tegakan rata-rata per Ha adalah : 112,55 m3 ≤ µy per Ha ≤ 141,15 m3 Besarnya kesalahan pengambilan contoh jika inormasi pengukuran pertama dimanfaatkan adalah : 2,09 x 0,1344 = 0,28 m3 per petak atau 2,14%. Sedang apabila informasi tersebut tidak dimanfaatkan nilai kesalahan pengambilan contoh yang mungkin terjadi adalah 2,09 x 0,684 atau 1,430 m3 per petak atau 11,27%.
Pemilihan Contoh Berganda
M4.4 - 6
Modul Inventarisasi Hutan D. Penentuan Jumlah Contoh Serbagaimana pada sampling-sampling sebelumnya, penentuan jumlah contoh dalam sampling berganda ini ditentukan dengan tingkat ketelitian atau tingkat keragaman nilai taksiran yang diinginkan. Namun untuk sampling berganda ini terdapat satu factor lain yang menjadi dasar pertimbangan, yaitu tentang perlu adanya proporsi yang optimum antara jumlah contoh pada tahapan pertama (n) dan jumlah contoh pada tahap kedua (m). Kedua dasar pertimbangan tersebut dituliskan dalam notasi matematis sebagai berikut : = nC1 + mC2, dan
C
2
2
2
1
2
sehingga
2
1
0
Proses optimalisasi dapat dilakukan, melalui penggabungan kedua fungsi di atas, dengan menambahkan suatu tetapan Langrange (λ), sehingga diperoleh suatu fungsi objektif sebagai berikut : ⎫⎪ ⎧⎪⎡ S 2 ⎛ n − m 2 ⎞⎤ Z = nC1 + mC2 + λ ⎨⎢ y ⎜1 − ⋅ r ⎟⎥ − E ⎬ n ⎠⎦⎥ ⎪⎭ ⎪⎩⎣⎢ m ⎝
Dari fungsi objektif di atas dapat diperoleh turunan parsial ∂Z/∂n, ∂Z/∂m dan ∂Z/dλ, diamana Z akan optimum jika turunan partsial ini bernilai 0. Adapun turunan partsial tersebut adalah sebagai berikut :
∂Z 1 2 = C1 − 2 ⋅ Sy ⋅ r 2 ⋅ λ = 0 ∂n n λ ∂Z 1 2 2 = C 2 − 2 ⋅ Sy ⋅ λ + 2 ⋅ Sy ⋅ r 2 = 0 ; dan ∂m m m 1 ∂Z 1 1 2 2 2 = ⋅ Sy - ⋅ S y ⋅ r 2 - ⋅ S y ⋅ r 2 − E = 0 m ∂λ m n Berdasarkan ketiga persamaan di atas dapat diperoleh nilai n dan m, masing-masing dengan rumus sebagai berikut :
Sy ⋅ r 2 + Sy 2
n=
n
)
{(c
Sy 1 − r + Sy 2
m=
(
2
2
1
E 2
(
c2 )⋅ r 2 ⋅ 1 − r 2
{(c
1
(
)}
c2 )⋅ r 2 ⋅ 1 − r 2
)}
E = Jumlah unit contoh pada pengambilan contoh tahap pertama
Pemilihan Contoh Berganda
M4.4 - 7
Modul Inventarisasi Hutan m c1 c2 E Sy2 r2
= = = = = =
Jumlah unit contoh pada pengambilan contoh tahap kedua Biaya (waktu) pengamatan tiap unit pada tahap pertama Biaya (waktu) pengamatan tiap unit pada tahap kedua Keragaman nilai taksiran yang diinginkan Ragam nilai pengamatan pada tahap kedua Koefisien determinasi antara Ym dan Xm
Teladan 4.7. Jika sampling pada teladan 8.1, masih merupakan sampling pendahuluan, maka tentukanlah jumlah contoh yang optimum, jika dikehendaki Sampling Error (kesalahan penarikan contoh) sebesar 0,1 m3 dan perbandingan biaya pengambilan contoh pada tahap pertama dan kedua adalah 1 : 5. Dari teladan 8.1. diketahui bahwa : n = 60 dan m = 20 Sxy = 6,841 Sy2 = 9,347 ; Sx2 = 5,439 ; r2 = (Sxy)2/Sy2.Sx2) = 0,9206 ;
Yn = 13,106
Selanjutnya diketahui pula bahwa : c1 : c2 = 1 : 8 dan E = 0,2 m3 dengan demikian : Sy ⋅ r 2 + Sy 2
n =
n=
m=
{(c
1
E
{
9,347 ⋅ 0,9206 +
(
c2 )⋅ r 2 ⋅ 1 − r 2
)}
(8 × 0,9206 × 0,0794)} 0,1
(
)
Sy 1 − r 2 + Sy 2
m=
2
{
2
9,347 ⋅ 0,0794 +
Pemilihan Contoh Berganda
{(c
1
(
c2 )⋅ r 2 ⋅ 1 − r 2
= 157,5 = 158
)}
E
(0,2 × 0,9206 × 0,0794)} 0,1
= 18,7 = 19
M4.4 - 8
Modul Inventarisasi Hutan E Tugas dan Latihan 1. Jelaskan secara singkat pengertian sampling berganda. Lengkapi dengan contoh-contoh penerapannya dalam Inventarisasi Hutan. 2. Untuk penerapan sampling berganda, diperlukan suatu kondisi tertentu, karena tidak semua kondisi peubah populasi memungkinkan penerapan sampling berganda, Pada kondisi bagaimanakah penerapan sampling berganda dapat diterapkan? 3. Penerapan jumlah contoh yang optimum pada sampling berganda dipengaruhi oleh dua factor.Sebutkan dan jelaskan secara singkat kedua factor termaksud. 4. Melalui pengkuran diameter tajuk pohon dipotret terhadap 100 pohon, diketahui bahwa diameter rata-rata tajuk adalah sebesar 7,33cm. selanjutnya melalui pengkuran llangsung dilapangan diperoleh pula informasi tentang volume dari 28 pohon.hasil lengkap hasil pengukuran diameter tajuk dan volume dari ke-28 pohon yang termaksud terakhir adalah sebagai berikut : Hasil pengukuran dimeter tajuk (dti) dipotret dan volume pohon (Vi) di lapangan. No.
dti cm
vi m3
No.
dti cm
vi m3
No.
dti cm
vi m3
No.
dti cm
vi m3
1.
7,3
3,66
8.
10,0
5,67
15.
9,0
4,93
22.
10,6
5,49
2.
12,3
6,08
9.
13,5
7,93
16.
10,1
6,91
23.
7,9
5,82
3.
8,3
4,45
10.
6,0
3,20
17.
5,5
3,34
24.
14,6
9,83
4.
7,5
3,90
11.
4,0
2,48
18.
4,0
1,39
25.
5,8
3,62
5.
14,1
8,66
12.
6,0
4,23
19.
9,8
5,68
26.
9,0
5,47
6.
4,0
1,88
13.
5,5
3,12
20.
12,8
7,53
27.
11,8
7,63
7.
6,5
3,16
14.
9,4
5,97
21.
11,3
6,47
28.
8,7
5,17
Ditanyakan: a. Volume rata-rata pohon berdasarkan data pada tabel diatas. b. Selang taksiran bagi volume rata-rata pohon pada butir (a) untuk taraf kepercayaan 95%. c. Bandingkan selang taksiran pad butir (b) dengan selang taksiran volume jika tidak ada informasi tentang diameter tajuk.
Pemilihan Contoh Berganda
M4.4 - 9
Modul Inventarisasi Hutan III. INDIKATOR PENILAIAN Melalui pemahaman tentang materi bahasan yang telah dikemukakan di atas, setiap mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan atau kompetensi dalam merancang, melaksanakan dan menganalisis data hasil sampling berganda. Indikator penilaian kemampuan atau kompetensi peserta didik adalah ketepatan rancangan dam ketepatan prosedur pelaksanaan, dengan bobot nilai sebesar 8%. Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, baik pada waktu penyelenggaraan kuliah maupun melalui laporan pelaksanaan tugas latihan yang dilakukan oleh mahasiswa secara mandiri (perorangan ataupun berkelompok).
IV. PENUTUP Modul ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembelajar dan mahasiswa untuk melakukan penelusuran berbagai sumber belajar, yang terkait dengan inventarisasi hutan, khususnya yang terkait dengan pemilihan contoh berganda beserta penerapannya dalam inventarisasi hutan, baik dalam bentuk Buku teks, Dokumen-dokumen atau Laporan hasil penelitian, Internet ataupun sumber-sumber lain. Dengan mengacu pada modul ini maka proses pembelajaran diharapkan dapat berjalan secara efisien dan efektif melalui peran aktif dari semua pihak terkait, khususnya mahasiswa.
Pemilihan Contoh Berganda
M4.4 - 10
Modul Inventarisasi Hutan
MODUL - 5
TABEL VOLUME DAN PENGGUNAANNYA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel volume (Volume Table) merupakan suatu alat bantu yang digunakan dalam pengolahan data hasil inventarisasi. Tabel volume adalah tabel yang menyajikan nilai-nilai volume pohon yang sesuai dengan diameter dan tinggi pohonnya. Nilai-nilai volume pohon tersebut diperoleh berdasarkan suatu fungsi volume yaitu fungsi yang menyatakan hubungan antara volume dengan diameter dan tinggi pohon. Dipahami pula bahwa fungsi volume termaksud secara implisit telah mengakomodir adanya perbedaan angka bentuk (faktor bentuk) diantara pohon-pohon, khususnya yang memiliki nilai diameter dan atau nilai tinggi yang berbeda. Dengan dukungan peralatan komputer yang sudah sangat meluas saat ini, tabel volume dalam bentuk fisik mungkin tidak terlalu diperlukan lagi, tetapi cukup dalam bentuk fungsi volumenya saja. Nilai volume dan bahkan hasil rekapitulasinya dapat langsung dan mudah diperoleh dengan meng-input fungsi volume dan data diameter dan tinggi pohon ke dalam komputer. Namun untuk kepentingan pembelajaran masih tetap dinilai penting untuk menyajikan Tabel Volume melalui modul ini, termasuk prinsip kerja serta prosedur dan persyaratan-persyaratan penyusunannya.
B. Ruang Lingkup Isi Isi dari modul ini secara garis besar meliputi antara lain hal-hal sebagai berikut : (1) Pengertian dan landasan pemikiran, (2) Fungsi-fungsi volume dan metode kuadrat terkecil, dan (3) Penyusunan tabel volume.
C. Sasaran Pembelajaran Modul Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memiliki kompetensi yang diindikasikan oleh kemampuan menyusunan tabel volume.
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 1
Modul Inventarisasi Hutan II. MATERI PEMBELAJARAN A. Pengertian dan Landasan Pemikiran Tabel volume adalah suatu tabel yang memuat tentang hubungan antara volume dengan peubah-peubah pohon lainnya, seperti diameter dan tinggi pohon. Tabel volume termaksud merupakan suatu sarana atau alat bantu untuk mengetahui volume pohon berdiri secara praktis tanpa harus menghitung, karena nilai volume sacara langsung dapat terbaca pada tabel, berdasarkan nilai hasil pengukuran diameter dan volume. Pada kondisi tertentu terdapat Tabel Volume yang memuat hubungan antara volume dengan diameter tanpa memuat (tanpa tinggi). Tabel yang demikian ini disebut sebagai Tabel Volume Lokal, yang sekaligus memberi indikasi bahwa penggunaan tabel ini harus dibatasi pada tempat atau tegakan yang menjadi dasar penyusunannya. Seperti telah dipaparkan pada Modul-2, bahwa untuk mengetahui volume pohon berdiri, maka disamping informasi tentang diameter dan tinggi diperlukan juga informasi tentang unsur yang ketiga, yaitu faktor bentuk atau angka bentuk. Diantara ketiga unsur atau peubah tersebut, factor bentuk merupakan unsure yang secara teknis paling sulit diukur, oleh karena informasi tentang unsur ini justru baru dapat diketahui setelah volume pohon yang sebenarnya diketahui/diukur terlebih dahulu. Sehubungan dengan itulah maka dalam praktek, sering digunakan suatu tetapan yang diberlakukan pada semua pohon dalam suatu tegakan. Mudah dipahami bahwa pemakaian suatu angka bentuk yang sama untuk semua pohon dalam tegakan, kemungkinan akan memberikan nilai taksiran volume pohon yang kurang/tidak tepat. Hal ini dikemukakan dengan alas an bahwa angka bentuk individu pohon dalam tegakan akan bervariasi sebagai akibat dari berbagai faktor (baik faktor genetik maupun faktor lingkungan, termasuk factor persaingan dengan pohon-pohon yang ada di sekelilingnya), yang mempengaruhi perkembangan atau pertumbuhan pohon sepanjang umurnya. Dengan asumsi bahwa resultante dari semua faktor tersebut akan terjelma dalam pertumbuhan diameter dan tinggi, maka dapat pula diasumsikan bahwa angka bentuk tersebut akan bervariasi (menurut ukuran diameter dan/atau tinggi) pohon. Dengan demikian pengaruh atau peranan angka bentuk dalam menentukan nilai volume dapat dinyatakan melalui diameter dan/atau tinggi.
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 2
Modul Inventarisasi Hutan Uraian di atas menunjukkan bahwa pemanfaatan hubungan antara volume dengan diameter dan tinggi dalam penaksiran volume dalam pohon berdiri diharapkan dapat memberikan nilai yang lebih mendekati volume setiap individu pohon yang sebenarnya, daripada pemanfaatan angka bentuk rata-rata pohon. Berkaitan dengan paparan diatas, maka suatu hal yang perlu dicatat ialah bahwa Tabel Volume yang dibuat berdasarkan data yang diperoleh dari sutu tegakan tertenti tidak dapat dipakai dalam penaksiran volume tegakan di tempat lain, kecuali jika kondisi pertumbuhan tegakan yang akan ditaksir volumenya sama dengan kondisi pertumbuhan.
B. Fungsi-Fungsi Volume dan Metode Kuadrat Terkecil Diatas telah disebutkan bahwa Tabel Volume adalah suatu tabel yang menyatakan hubungan antara volume dengan diameter dan tinggi, atau mungkin volume dengan diameter saja (tanpa tinggi). Hubungan tersebut didasarkan atas hasil analisis data pengukuran diameter, tinggi dan volume dari sejumlah pohon-pohon contoh yang dinilai dapat mewakili semua kelas ukuran phohn dalam tegakan. Analisis dapat dilakukan dengan menggunakan sejumlah fungsi-fungsi volume, dimana untuk setiap tegakan dari jenis tertentu dan pada kondisi pertumbuhan tertentu akan terdapat salah satu fungsi yang paling sesuai. Adapun funsi-fungsi volume yang dimaksudkan antara lainseperti yang tertera pada Tabel 5.1. Dari Ke-13 fungsi yang terdapat pada Tabel 5.1, dua diantaranya yang digunakan secara meluas adalah Fungsi Berkhout (fungsi nomor 2) dan Fungsi Schumacher (fungsi nomor 13). Tabel yang dibuat berdasarkan Fungsi Berkhoat adalah Tabel Volume Lokal. Jika berdasarkan hasil analisis, ternyata bahwa fungsi ini cukup baik untuk digunakan dalam penaksiran volume jenis tegakan pada kondisi pertumbuhan tertentu, maka itu berarti bahwa penaksiran volume dapat dilakukan tanpa perlu mengukur tinggi. Hal yang demikian ini bisa terjadi karena dua alasan yaitu : 1. Tinggi pohon dalam tegakan relative seragam, meskipun diameternya cukup bervariasi 2. Terdapat hubungan yang erat antara diameter dan tinggi sehingga peranan tinggi dalam menentukan volume dapat digantikan oleh diameter.
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 3
Modul Inventarisasi Hutan Tabel 5.1. Beberapa Fungsi Volume Pohon Berdiri
No. V = bo Db1 ;
1. 2.
Penulis / Pengguna
Persamaan
…….....…………………….... Berkhout
Log V = bo + b1 log D ; …….....…………. …... Berkhout
3.
V = bo + b1 D2 ;
4.
V = bo + b1 D + b2 D2 ; …….....…………..... Hohenadl-Krenn
5.
V = b1 D2 H; ……………...……………........ S p u r r
6.
V = bo + b1 D2 T ; …………………………... S p u r r
7.
Log V = bo + b1 log (D2 T) ; ………......……..... S p u r r
………….....…………..... Kopezky-Gehrhart
V = (bo + b1 T). D2 ;
8.
2
9.
…………….....……... Ogaya 2
V = bo + b1 D + b2 D T + b3T; ….....……. Stoate
10.
V = D2 H / (bo + b1 D) ;
11.
V = b1 D2 + b2 D2 T + b3 DT2 + b4 T2; …...… Naslud
12.
V = bo + b1 D + b2 D T + b3 D2 + b4 D2T; ..... Meyer
13.
………….....……. Takata
Log V = bo + b1 log D + b2 log T) ;
Keterangan :
................ Schumacher
V= Volume, T = Tinggi, D = Diameter Bo, b1, b2, b3, b4 adalah parameter
Beberapa diantara fungsi-fungsi volume yang telah di atas merupakan fungsi atau persamaan regresi linier sederhana (Simple Linier Regression), yang bentuk umumnya adalah sebagai berikut : Model Populasi
:
Yi = βo + β1 Xi + εi ,
dengan model dugaan (model contoh)
:
Yi = bo + b1 xi + εi ,
sehingga
:
℮i = yi – (bo + b1xi),
Dengan menggunakan data hasil pengamatan/pengukuran, maka dapat diperoleh nilai-nilai taksiran koefisien regresi bo dan b1, metode yang digunakan untuk maksud tersebut dikenal dengan nama Metode Kuadrat Terkecil, yaitu dengan nilai Σ(℮i)2 menjadi minimum, yang penyelesaiannya adalah sebagai berikut : Σ(℮i)2
= Q = Σ {yi – (bo + b1xi)}2 = Σ yi2 – Σ(bo)2 – Σ(b1xi)2 + 2. Σ(bo.b1.xi) = Σ yi2 – n.bo2 – b12 Σxi2 + 2.bo.b1. Σxi
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 4
Modul Inventarisasi Hutan Nilai Q yang minimum diperoleh jika δQ/δbo = 0 dan δQ/δb1 = 0, atau δQ 2 = 2n.bo + 2b1 .Σxi − 2Σy i = 0 δbo
δQ = 2bo xi + 2b1 .Σxi − 2Σxi y i = 0 δb1 Dengan demikian :
n.bo + b1 Σxi = Σyi bo Σxi + b1 Σxi2 = Σxiyi
Persamaan diatas disebut Persamaan Kuadrat Terkecil, yang dalam catatan matriks dan vector dituliskan sebagai berikut : ⎡ n Σxi ⎤ ⎡bo ⎤ ⎡ Σy i ⎤ ⎢Σx Σx 2 ⎥ ⎢ b ⎥ = ⎢Σx y ⎥ ⎣ i i ⎦ ⎣ 1⎦ ⎣ i i⎦
⎡ n Σx i ⎤ ⎡bo ⎤ ⎢ b ⎥ = ⎢ Σx Σx 2 ⎥ ⎣ 1⎦ ⎣ i i ⎦ b1 =
bo =
−1
2 ⎡ Σy i ⎤ ⎡ Σxi − Σxi ⎤ ⎡ Σy i ⎤ ⎥⎢ ⎢Σ x y ⎥ = ⎢ ⎥ ⎣ i i ⎦ ⎣− Σxi n ⎦ ⎣Σx i y i ⎦
nΣxi y i − Σxi Σy i 2
nΣ x i − ( Σ x i )
2
=
Σxi Σy i − Σxi Σxi y i 2
nΣxi − (Σxi )
Σx i y i − Σx i Σy i / n 2
Σxi − (Σxi ) 2 / n
=
2
= JHK(xy) / JK(x)
Σx i Σy i / n − Σx i Σx i y i / n 2
nΣxi − (Σxi ) 2 / n
2
bo =
y.Σxi − y.(Σxi ) 2 / n + x.(Σxi ) 2 / n − x.Σxi y i 2
nΣ x i − ( Σ x i ) 2 / n 2
bo =
y.{Σxi − (Σxi ) 2 / n} + x.(Σxi ) 2 / n − x.Σxi y i 2
nΣ x i − ( Σ x i ) 2 / n
bo = y − b1 x Dengan cara yang sama , maka untuk model regresi berganda, yang memiliki dua peubah bebas dengan model popuilasi dan model contoh : Model Populasi : Yi = βo + β1 X1i + β2 X2i + εi ; dan model contoh : Yi = bo + b1 x1i + b2 x2i + εi ; atau sehingga : ℮i = yi – (bo + b1x2i+ b2 x2i); Dapat diperoleh persamaan kuadrat terkecil sebagai berikut : Σ x 1i Σ x 2i ⎤ ⎡b0 ⎤ ⎡ n ⎢b ⎥ = ⎢ Σ x Σ x 2 Σ x x ⎥ 1i 1i 2 i ⎥ ⎢ 1⎥ ⎢ 1i ⎢⎣b2 ⎥⎦ ⎢⎣ Σ x 2 i Σ x 1 i x 2 i Σ x 2 i 2 ⎥⎦
Tabel Volume dan Penggunaannya
−1
⎡ Σyi ⎢Σx y 1i i ⎢ ⎢⎣ Σ x 2 i y i
⎤ ⎥ ⎥ ⎥⎦
M5 - 5
Modul Inventarisasi Hutan Atau
⎡ JK ( x1 ) JHK ( x1 x 2 )⎤ ⎡ b1 ⎤ ⎢b ⎥ = ⎢ JHK ( x x ) JK ( x ) ⎥ 1 2 2 ⎣ ⎦ ⎣ 2⎦
−1
⎡ JHK ( x1 y ) ⎤ ⎢ JHK ( x y )⎥ 2 ⎣ ⎦
⎡ b1 ⎤ ⎡ JK( x2 ) − JHK( x1 x2 )⎤ ⎡ JHK ( x1 y ) ⎤ ⎢b ⎥ = ⎢− JHK( x x ) JK(x ) ⎥ ⎢ JHK ( x y )⎥ 2 1 2 1 ⎦ ⎦ ⎣ ⎣ 2⎦ ⎣ Sehingga : b1 =
JK ( x 2 ).JHK ( x1 y ) − JHK ( x 2 y ).JHK ( x1 x 2 ) JK ( x1 ).JK ( x 2 ) − JHK ( x1 x 2 ) 2
b2 =
JK ( x1 ).JHK ( x 2 y ) − JHK ( x1 y ).JHK ( x1 x 2 ) JK ( x1 ).JK ( x 2 ) − JHK ( x1 x 2 ) 2
bo = y − b1 x1 − b2 x 2 Dimana : JHK ( x1 y ) = Σx1i y i − Σx1i Σy i / n ;
2
JK ( x1 ) = Σx1i − (Σx1i ) 2 / n 2
JHK ( x 2 y ) = Σx 2i y i − Σx 2i Σy i / n ; JK ( x 2 ) = Σx 2i − (Σx 2i ) 2 / n JHK ( x1 x 2 ) = Σx1i x 2i − Σx1i Σx 2i / n Persamaan yang telah diperoleh melalui analisis yang telah diuraikan di atas tidak secara otomatis langsung digunakan sebagai dasar dalam penggambaran hubungan antara peubah-peubah bebas dengan peubah tidak bebas, tetapi yang dipakai dalam menentukan dapat tidaknya suatu persamaan digunakan sebagai dasardalam penyusunan Tabel Volume, adalah : 1. Nilai Koefisien Determinasi, yaitu suatu nilai yang menyatakan seberapa jauh suatu model dapat menjelaskan keragaman peubah tidak bebas (y), Koefisien Determinasi dituliskan dengan notasi r2 (untuk persamaan linier sederhana, yang hanya mempunyai satu peubah bebas) atau R2 (untuk persamaan linier berganda yang mempunyai dua atau lebih peubah bebas). Nilai R2 dapat dihitung/diperoleh dengan rumus : R2 =
Σbi .JHK ( x I y ) JK (Regresi) atau JK ( y ) JK (Total )
2. Nilai koefisien korelasi, yaitu nilai yang menyatakan keeratan hubungan antara peubah atau peubah-peubah bebas dengan peubah tidak bebas. Koefisien korelasi dituliskan dengan notasi r atau R, dan dihitung dengan rumus : R = √R2 Koefisien korelasi dapat mempunyai nilai antara -1 dan +1, jika nilai R semakin mendekati -1 atau +1, maka semakin erat hubungan antara
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 6
Modul Inventarisasi Hutan peubah(peubah-peubah) bebas X, dengan peubah tidak bebas Y. Jika nilai R bertanda minus maka dikatakan bahwa terdapat korelasi negative antara X dan Y, dengan makna nilai X yang besar akan berasosiasi dengan nilai Y yang kecil. Sebaliknya, jika nilai R bertanda positif maka hal itu bermakna bahwa nilai X yang besar akan berasosiasi dengan nilai Y yang juga besar, atau semakin besar X akan menyebabkan / menghasilkan Y yang juga semakin besar. 3. Hasil Pengujian Hipotesis (Uji t atau Uji F) Dalam pengujian hipotesis ini yang diuji adalah : H0 : βi = 0 Dengan hipotesis tandingan
H1 : minimal 1 diantara βi ≠ 0
Kriteria pengujian : Jika F-hitung ≤ F-tabel, maka H0 diterima, yang berarti bahwa terdapat hungan yang tidak nyata antara peubah (peubah-peubah) bebas x dengan peubah tidak bebas y. Dalam kaitan dengan penyusunan Tabel Volume, diterimanya H0 mempunyai makna bahwa model yang dianalisis tidak dapat dipakai sebagai dasar penyusunan Tabel Volume. Tetapi jika sebaliknya H1 yang diterima maka berarti bahwa model yang dianalisis dapat dipakai sebagai dasar penyusunan Tabel Volume. F-hitung diperoleh dengan rumus : F =
JK (Regresi) / db(Regresi) JK ( Sisa ) / db( Sisa ) =
KT (Regresi) KT ( Sisa )
dimana : JK = Jumlah Kuadrat dan db = derajat bebas KT = Kuadrat Tengah atau Ragam = JK / db db(Regresi) = jumlah peubah bebas dalam model db(Sisa) = n – 1 – db (Regresi) JK(Regresi) = Σbi.JHK(xiy) JK (sisa) = JK (Total) – JK (Regresi) Pengujian dapat dilanjutkan untuk mengetahui bahwa apakah keberadaan kedua peubah bebas dalam persamaan di atas mempunyai makna yang nyata. Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa jika H1 diterima maka berarti bahwa minimal 1 diantara βi ≠ 0. Jadi masih ada kemungkinan bahwa terdapat βi yang bernilai 0. Peubah yang koefisiennya bernilai 0 ini, perlu dicari untuk selanjutnya dikeluarkan dari
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 7
Modul Inventarisasi Hutan model oleh karena keberadaannya dalam model tidak mempunyai makna, yang artinya pengeluaran peubah tersebut dari model tidak akan menyebabkan penurunan ketelitian model secara nyata. Pengujian dilakukan dengan uji t, dimana: t-hitung = bi / Sbi Sbi = √{KT(Sisa).
1 JK ( xi )(1 − R
2
xj , x1, x 2 ,... xj −1, xj +1..., xk
)
}
Dimana R 2 xj , x1, x 2,... xj −1, xj +1..., xk = Σ{b.JHK(xjxi)} Untuk k = 2, R2x1,x2 =
b.JHK(x 1 x 2 ) JK(x 1 ) . JK (x 2 )
Jika t-hitung ≤ t-tabel, maka keberadaan peubah dalam model itu todak bermakna, dan sebaliknya jika t-hitung > t-tabel maka keberadaan peubah dalam model berpengaruh nyata. Peubah yang tidak bermakna dapat dikeluarkan dari model sedang peubah yang berpengaruh nyata, harus tetap dipertahankan.
C. Penyusunan Tabel Volume Tahapan-tahapan penyusunan tabel volume secara ringkas dapat disebutkan sebagai berikut : 1. Pemilihan dan pengukuran sejumlah pohon contoh yang mewakili semua kelas ukuran pohon dalam tegakan 2. Pengolahan atau analisis data, untuk mengetahui dapat tidaknya sesuatu fungsi atau persamaan untuk digunakan sebagai dasar penyusunan tabel volume. Jika digunakan analisis dengan menggunakan lebih dari satu model, maka penyusunan tabel volume didasarkan pada fungsi atau persamaan yang dinilai terbaik. Analisis dilakukan dengan Analisis Regresi, dengan satu metode yang dikenal sebagai Metode Kuadrat Terkecil (Least Square Method) 3. Berdasarkan persamaan terbaik yang diperoleh maka dapat dihitung nilai taksiran volume, dan untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dimana tabel inilah yang dikenal sebagai Tabel Volume. Untuk lebih jelasnya maka pada bagian berikut ini dipaparkan prosedur analisis yang dilakukan berdasarkan contoh data hasil pengukuran diameter, tinggi dan volume pohon-pohon pewakil yang tercantum pada Tabel 5.2.
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 8
Modul Inventarisasi Hutan Tabel 5.2. Contoh Hasil Pengukuran Diameter, Tinggi Dan Volume Pohon No.
D (cm)
T (m)
V (m3)
No.
D (cm)
T (m)
V (m3)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
22,5 24,5 26,5 28,5 30,0 36,5 37,0 33,5 31,5 32,5 46,3 46,5 46,2 57,2 59,0 56,3 59,5 54,2 56,0 52,3
11,0 10,6 10,0 9,7 16,0 16,5 14,0 14,5 15,8 10,2 17,8 15,0 15,5 16,2 20,0 24,5 19,5 20,3 21,0 16,7
0,286 0,363 0,383 0,469 0,726 1,102 0,984 0,845 0,769 0,559 2,050 1,657 1,877 2,753 3,910 4,310 3,876 3,205 3,280 2,561
21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40.
68,5 65,5 61,5 64,5 63,0 79,1 74,5 76,8 72,5 74,5 82,5 82,6 84,4 89,8 87,8 86,5 93,9 96,5 98,5 95,6
20,3 19,8 24,0 23,0 19,0 22,0 19,0 18,4 26,5 23,2 28,0 23,4 19,5 16,8 26,0 26,0 25,0 23,5 26,5 26,0
5,464 4,714 4,560 4,609 3,983 7,5057 5,947 5,955 7,439 6,781 9,661 8,567 7,797 7,411 11,306 13,184 12,202 11,752 14,280 14,207
Keterangan :
D
=
Diameter; T = Tinggi
V
=
Volume (diperoleh melalui pengukuran pohon, setelah pohon atau batang dibagi menjadi beberapa potongan dengan mengikuti perubahan bentuk batang)
Dengan menggunakan data pada Tabel 5.2, maka dapat dianalisis hubungan antara volume dengan diameter dan tinggi pohon, baik dengan menggunakan data tersebut secara langsung , maupun setelah terlebih dahulu mentransformasi data tersebut ke dalam nilai logaritmanya. Dalam persoalan ini, volume merupakan peubah tidak bebas yang umumnya dituliskan dengan notasi Y, sedang diameter dan tinggi, masingmasing merupakan peubah tidak bebas X1 dan X2. Nilai-nilai yang diperoleh dari data di atas digunakan dalam analisis sebagai berikut : Σ x1i Σ x 2i ⎤ ⎡ 40 ⎡ n ⎢ Σ x Σ x 2 Σ x x ⎥ = ⎢2445,0 1i 1i 2 i ⎥ ⎢ 1i ⎢ ⎢⎣ Σ x 2 i Σ x 1 i x 2 i Σ x 2 i 2 ⎥⎦ ⎢⎣ 770,7
⎡ Σyi ⎢Σx y 1i i ⎢ ⎢⎣ Σ x 2 i y i
⎤ ⎥ ⎥ ⎥⎦
Tabel Volume dan Penggunaannya
=
2445,0 170319,5 50960,10
770,7 ⎤ 50960,10⎥⎥ 15868,37 ⎥⎦
⎡ 203,3 ⎤ ⎢16010,12 ⎥ ⎥ ⎢ ⎢⎣4611,475⎥⎦
M5 - 9
Modul Inventarisasi Hutan ⎡ JK ( x1 ) JHK ( x1 x 2 )⎤ ⎡20868,84 ⎢ JHK ( x x ) JK ( x ) ⎥ = ⎢3851,063 ⎣ 1 2 2 ⎣ ⎦
⎡ JHK ( x1 y ) ⎤ ⎢ JHK ( x y )⎥ 2 ⎦ ⎣
3851,063⎤ 1018,908 ⎥⎦
⎡3582,248⎤ ⎢694,0263⎥ ⎣ ⎦
=
Dengan demikian :
⎡b1⎤ ⎡20868,84 ⎢b2⎥ = ⎢3851,063 ⎣ ⎦ ⎣
−1
3851,063⎤ ⎡3582,248⎤ 1018,908 ⎥⎦ ⎢⎣694,0263⎥⎦
b1
= 0,1519 ; b2 = 0,1070
b0
= y − b1 x1 − b2 x 2
b0
= 5,0825 – (0,1519 x 61,125) – (0,1070 x 19,27) = -6,2638
Berdasarkan hasil ini maka hubungan antara volume dengan diameter dapat dituliskan sebagai berikut : V = -6,2638 + 0,1519 D + 0,107 T Nilai koefisien determinasi (R2) dari persamaan ini adalah : R2 =
0,1519 × 3582,248 + 0,107 × 694,0263 = 0,907 681,711
Nilai ini menunjukkan bahwa melalui penggunaan model di atas, maka peubah-peubah dapat menjelaskan 90,7% keragaman peubah tidak bebas Y. Pengujian hipotesis H0 = 0, dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung besaran-besaran berikut ini : JK (Regresi) = 0,1519 x 3582,248 + 0,107 x 694,0263 = 618,40 JK (Sisa) = JK (Total) – JK(Regresi) = 681,71 – 618,4 = 63,31 = ( 618,4 / 2 ) / (63,31 / 37) = 180,704 FHitung = 4,36 (diperoleh dari Tabel F, pada derajat bebas 2,37 dan Ftabel taraf nyata 0,01) Nilai FHitung yang diperoleh di atas jauh lebih besar dari nilai FTabel, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti terdapat hubungan yang sangat nyata antara peubah (peubah-peubah) bebas X dengan peubah tidak bebas Y. Dengan kata lain, nilai peubah Y dapat ditaksir berdasarkan nilai peubah-peubah bebas X, dengan menggunakan persamaan : V = -6,2638 + 0,1519 D + 0,107 T.
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 10
Modul Inventarisasi Hutan Selanjutnya untuk mengetahui peranan dari masing-masing peubah dalam model maka dilakukan uji t dimana : t-hitung = bi / Sbi Sbi = √{KT(Sisa).
1 JK ( xi )(1 − R
Dimana R 2 xj , x1, x 2,... xj −1, xj +1..., xk
2
xj , x1, x 2 ,... xj −1, xj +1..., xk
)
}
= 3851,0632 / (20868,54 x 1018,908) = 0,6975 1 = 0,0165 20868,84 × (1 − 0,6975)
Dengan demikian : Sb1 = √(1,711) =
Dengan demikian : Sb2 = √(1,711)
1 1018,908 × (1 − 0,6975)
t1
= (01519 / 0,0165)
t2
= (0,1070 / 0,0745) = 1,4362
= 0,0745
= 9,2061
Untuk db = 37 dan taraf nyata 0,05, t-Tabel = 2,02 Untuk db = 37 dan taraf nyata 0,01, t-Tabel = 2,72 Nilai t-hitung yang diperoleh di atas mempunyai makna bahwa peubah yang berperan nyata dalam model hanya peubah X1 atau diameter, sedang peubah X2 berperan tidak nyata. Dengan demikian pengeluaran X2 tidak akan mempengaruhi tingkat ketelitian model secara nyata. Hasil diatas memberi indikasi bahwa dapat dibuat Tabel Volume Lokal dengan menggunakan Persamaan Kudrat Terkecil : ⎡ n Σxi ⎤ ⎡bo ⎤ ⎡ Σy i ⎤ ⎢ Σ x Σx 2 ⎥ ⎢ b ⎥ = ⎢ Σ x y ⎥ ⎣ i i ⎦ ⎣ 1⎦ ⎣ i i⎦
Diperoleh persamaan : V = -5,4095 + 0,1717 D Persamaan ini mempunyai koefisien determinasi r2 sebesar 0,895 yang mana tidak terlalu berbeda dengan koefisien determinasi R2 dari persamaan regresi berganda yang dibahas terdahulu. Yaitu sebesar 0,907. Hasil analisis di atas biasanya disajikan dalam bentuk tabel yang dinamakan Tabel Sidik Ragam atau Tabel Analisis Keragaman, sebagai berikut :
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 11
Modul Inventarisasi Hutan a. Tabel Sidik Ragam untuk fungsi V = -6,456 + 0,149 D + 0,129 T. Sumber Keragaman Regresi Sisa Total (terkoreksi)
Peubah
Jumlah Kuadrat
db
610,013
2
305,007
71.557
37
1,934
681,570
39
Koefisien Regresi
Kuadrat Tengah
Galat Baku (Sbi)
t (db = 37)
F-hitung 157,710
Peluang
D
0,149
0,018
8,422
0,000
T
0,129
0,079
1,642
0,109
Konstant (b0)
-6,456
Galat baku Nilai Taksiran, Sy.x = 1,390 Koefisien Determinasi, R2 = 0,895 Koefisien Korelasi, R = 0,946 b. Tabel Sidik Ragam untuk finsi V = -5,436 + 0,173 D Sumber Keragaman Regresi Sisa Total (terkoreksi)
Peubah
Jumlah Kuadrat
db
604,802
1
604,802
76,768
38
2,020
681,570
39
Koefisien Regresi
D
0,173
Konstant (b0)
-5,436
Kuadrat Tengah
Galat Baku (Sbi) 0,010
t (db = 37) 17,302
F-hitung 299,375
Peluang 0,0000
Galat baku Nilai Taksiran, Sy.x = 1,421 Koefisien Determinasi, R2 = 0,887 Koefisien Korelasi, R = 0,942 Keterangan : Peluang yang tercantum pada tabel di atas juga biasa disebut sebagai taraf nyata atau α. Suatu Peubah dianggap mempunayi peranan dalam model jika nilai α atau peluangnya ≤ 0,05. Berdasarkan persamaan atau fungsi V = -5,436 + 0,173 D maka dapat disusun Tabel Volume Lokal seperti yang tertera pada Tabel 5.3
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 12
Modul Inventarisasi Hutan Tabel 5.3. Tabel Volume Lokal Jenis Krk, di Areal HPH PT. XYZ No.
Diameter (cm)
Volume (m3)
No.
Diameter (cm)
Volume (m3)
1.
34
0,446
18.
68
6,328
2.
36
0,792
19.
70
6,674
3.
38
1,138
20.
72
7,020
4.
40
1,484
21.
74
7,366
5.
42
1,830
22.
76
7,712
6.
44
2,176
23.
78
8,058
7.
46
2,522
24.
80
8,404
8.
48
2,868
25.
82
8,750
9.
50
3,214
26.
84
9,096
10.
52
3,560
27.
86
9,442
11.
54
3,906
28.
88
9,788
12.
56
4,252
29.
90
10,134
13.
58
4,598
30.
92
10,480
14.
60
4,944
31.
94
10,826
15.
62
5,290
32.
96
11,172
16.
64
5,636
33.
98
11,518
17.
66
5,982
34.
100
11,864
Keterangan : Tabel disusun berdasarkan persamaan : V = -5,436 + 0,173 D; Galat Baku Nilai Taksiran, Sy.x = 1,421 Koefisien determinasi R = 0,942 Pada Tabel 5.3 terlihat bahwa nilai diameter terkecil yang disajikan adalah 34, meskipun data yang menjadi dasar nilai analisis terdapat nilai diameter 22,5 cm. Nilai taksiran volume untuk diameter ≤ 32 cm tidak dipaparkan karena bernilai negatif, yang sekaligus menunjukkan bahwa nilai taksiran pohon-pohon yang berdiameter ≤ 32 cm ini adalah sangat jauh dengan nilai volume yang sebenarnya. Dengan kata lain, penaksiran volume untuk pohon-pohon termaksud berdasarkan model : V = -5,436 + 0,173 D ; akan memberikan kesalahan nilai taksiran yang besar. Dalam kaitan dengan hal ini, suatu catatan yang perlu diingat adalah bahwa kesalahan atau
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 13
Modul Inventarisasi Hutan penyimpangan nilai taksiran adalah berbanding lurus dengan jarak nilai yang ditaksir terhadap nilai rata-rata data yang digunakan dalam analisis, dan khususnya bila model yang digunakan adalah model linier. Untuk menjadi bahan pertimbangan berikut ini disajikan hasil analisis dan Tabel Volume yang dibuat berdasarkan model logaritmik, yaitu model fungsi : log V = b0 + b1 log D + b2 log T Tabel Sidik Ragam Fungsi : log V = b0 + b1 log D + b2 log T Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
db
Kuadrat Tengah
Regresi
9,450
2
4,725
Sisa
0,024
37
0,00065
Total (terkoreksi)
9,475
39
Peubah
Koefisien Regresi
Galat Baku (Sbi)
t (db = 37)
F-hitung 7179,548
Peluang
log D
2,119
0,045
47,565
0,000
log T
0,876
0,065
13,503
0,000
Konstant (b0)
-4,317
Galat baku Nilai Taksiran, Sy.x Koefisien Determinasi, R2 Koefisien Korelasi, R
= 0,0256 = 0,997 = 0,999
Nilai-nilai Sy.x, peluang dan koefisien determinasi pada tabel di atas memperlihatkan bahwa penggunaan model logaritmik ini akan memberikan nilai taksiran yang jauh lebih teliti jika dibandingkan dengan model linier yang disajikan terdahulu. Pada tabel juga terlihat bahwa peubah log (D) dan log (T) sama-sama mempunayi peranan yang nyata, sehingga keduaduanya dapat dipertahankan dalam model. Berdasarkan model logaritmik yang tertera pada tabel, yaitu : log V = - 4,317 + 2,119 log D + 0,876 log T maka dapat disusun Tabel Volume Pohon sebagaimana yang tertera pada Tabel 5.4.
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 14
Modul Inventarisasi Hutan Tabel 5.4. Tabel Volume Lokal Jenis Krk, di Areal HPH PT. XYZ.
22 24 26 28 30
8 0,208 0,250 0,297 0,347 0,402
10 0,253 0,305 0,361 0,422 0,489
12 0,297 0,357 0,423 0,495 0,573
Tinggi (meter) 14 16 0,340 0,382 0,409 0,460 0,485 0,545 0,567 0,637 0,656 0,738
18 0,424 0,510 0,604 0,707 0,818
20 0,465 0,559 0,662 0,775 0,897
22 0,505 0,608 0,720 0,842 0,975
32 34 36 38 40
0,461 0,524 0,591 0,663 0,739
0,560 0,637 0,719 0,806 0,899
0,657 0,747 0,844 0,946 1,055
0,752 0,855 0,966 1,083 1,207
0,846 0,962 1,085 1,217 1,357
0,938 1,066 1,203 1,350 1,504
1,028 1,169 1,320 1,480 1,650
1,118 1,271 1,435 1,609 1,794
42 44 46 38 50
0,820 0,905 0,994 0,663 1,186
0,997 1,100 1,209 0,806 1,443
1,170 1,291 1,418 0,946 1,692
1,339 1,477 1,623 1,083 1,937
1,505 1,661 1,825 1,217 2,177
1,668 1,841 2,023 1,350 2,414
1,830 2,019 2,219 1,480 2,647
1,989 2,195 2,412 1,609 2,878
52 54 56 58 60
1,289 1,397 1,508 1,625 1,746
1,568 1,698 1,834 1,976 2,123
1,839 1,992 2,152 2,318 2,490
2,105 2,280 2,463 2,653 2,850
2,366 2,563 2,768 2,982 3,204
2,623 2,842 3,069 3,306 3,552
2,877 3,116 3,366 3,626 3,896
3,127 3,388 3,659 3,942 4,235
62 64 66 68 70
1,871 2,002 2,137 2,276 2,420
2,276 2,434 2,598 2,767 2,943
2,670 2,855 3,048 3,247 3,452
3,056 3,268 3,488 3,716 3,952
3,435 3,674 3,921 4,177 4,442
3,808 4,073 4,347 4,631 4,925
4,176 4,467 4,768 5,079 5,401
4,540 4,856 5,183 5,521 5,871
72 74 76 78 80
2,569 2,723 2,881 3,044 3,212
3,124 3,311 3,503 3,701 3,905
3,665 3,884 4,110 4,342 4,582
4,195 4,445 4,704 4,970 5,244
4,715 4,997 5,288 5,587 5,895
5,228 5,540 5,862 6,194 6,535
5,733 6,076 6,429 6,793 7,167
6,232 6,605 6,989 7,384 7,791
82 84 86 88 90
3,384 3,562 3,744 3,931 4,122
4,115 4,331 4,552 4,779 5,012
4,828 5,081 5,340 5,607 5,880
5,526 5,815 6,112 6,418 6,731
6,211 6,537 6,871 7,214 7,566
6,886 7,247 7,618 7,998 8,388
7,552 7,948 8,354 8,771 9,199
8,210 8,640 9,082 9,535 10,000
92 94 96 98 100
4,319 4,520 4,726 4,938 5,154
5,251 5,496 5,747 6,004 6,266
6,161 6,448 6,742 7,043 7,351
7,051 7,380 7,717 8,062 8,414
7,926 8,296 8,674 9,062 9,458
8,788 9,198 9,617 10,047 10,486
9,638 10,087 10,547 11,018 11,500
10,477 10,965 11,466 11,978 12,502
Diameter (cm)
Keterangan : Tabel disusun berdasarkan persamaan : log V = - 4,317 + 2,119 log D + 0,876 log T Galat Baku,Sy.x = 0,0256, Koefisien determinasi R2 = 0,997
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 15
Modul Inventarisasi Hutan D. Tugas dan Latihan 1. a. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Tabel Volume b. Jelaskan pula manfaat dari tabel volume termaksud 2. Jelaskan secara singkat syarat-syarat penggunaan suatu Tabel Volume. 3. Jelaskan secara singkat tahapn-tahap pembuatan/penyusunan suatu Tabel Volume. 4. Untuk menentukan dapat tidaknya suatu model fungsi) dipakai sebagai dasar penyusunan Tabel Volume, digunakan beberapa ukuran. Sebutkan dan jelaskan secara singkat pengertian dari masing-masing ukuran yang dimaksud. 5. Penyusunan Tabel Volume tidak jarang hanya dilakukan berdasarkan hubungan antara dan diameter saja (tanpa tinggi) a. Pada kondisi yang bagaimanakah hal tersebut dapat terjadi b. Dosebut apakah tabel yang disusun berdasarkan hubungan antara diameter dan volume termaksud. c. Sebutkan kelemahan dan kelebihan dari tabel yang dimaksudkan pada butir b. 6. Dengan menggunakan data pada Tabel 5.2, lakukanlah analisis berdasarkan fungsi-fungsi berikut ini : a. V
=
b0 + b1 D + b2D2
b. V
=
b 0 + b1 D 2 t
c. V
= b0 + b1 D2 + b2D2T = b3 T
d. log V = b0 + b1log(D) e. log V = b0 + b1log(D) + b2log(D) 7. Susunlah suatu Tabel Volume berdasarkan persamaan terbaik diperoleh pada soal no. 6
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 16
Modul Inventarisasi Hutan III. INDIKATOR PENILAIAN Melalui pemahaman tentang materi bahasan yang telah dikemukakan di atas, setiap mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan atau kompetensi dalam melakukan analisis hubungan antara volume dengan diameter dan tinggi pohon, dan menyusun tabel volume. Indikator penilaian kemampuan atau kompetensi peserta didik adalah ketepatan analisis yang mendasari penyusunan tabel volume, dengan bobot nilai sebesar 12%. Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, baik pada waktu penyeleng-garaan kuliah maupun melalui laporan pelaksanaan tugas latihan yang dilakukan oleh mahasiswa secara mandiri (perorangan ataupun berkelompok).
IV. PENUTUP Modul ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembelajar dan mahasiswa untuk melakukan penelusuran berbagai sumber belajar, yang terkait dengan inventarisasi hutan, khususnya yang terkait dengan tabel volume, baik dalam bentuk Buku teks, Dokumen-dokumen atau Laporan hasil penelitian, Internet ataupun sumber-sumber lain. Dengan mengacu pada modul ini maka proses pembelajaran diharapkan dapat berjalan secara efisien dan efektif melalui peran aktif dari semua pihak terkait, khususnya mahasiswa.
Tabel Volume dan Penggunaannya
M5 - 17
Modul Inventarisasi Hutan
MODUL - 6
RIAP TEGAKAN BESERTA PENAKSIRAN DAN PEMODELANNYA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Informasi tentang riap atau pertumbuhan tegakan, termasuk faktorfaktor yang mempengaruhinya, merupakan hal yang sangat penting bagi upaya pelestarian sumberdaya hutan. Jika tindakan-tindakan pengelolaan hutan (meliputi tata waktu, frekuensi dan intensitas dari setiap jenis tindakan) didasarkan atas data atau informasi tentang pertumbuhan tegakan, maka optimalisasi produktivitas tegakan hutan akan dapat diwujudkan yang pada gilirannya akan lebih menjamin upaya pelestarian sumberdaya hutan. Informasi tentang riap yang dimaksudkan di atas seharusnya merupakan informasi yang benar, yang diperoleh melalui metode pendataan dan metode analisis ataupun metode pemodelan yang tepat. Modul ini berisi pembahasan tentang riap beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya, metode penaksirannya dan pemodelannya.
B. Ruang Lingkup Isi Isi dari modul ini secara garis besar meliputi antara lain hal-hal sebagai berikut : (1) Pengertian dan jenis-jenis riap, (2) Faktor-faktor yang mempengaruhi riap atau pertumbuhan tegakan, (3) Metode-metode penaksiran riap, dan (4) Model-model pertumbuhan tegakan
C. Sasaran Pembelajaran Modul Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan : (1) Pengertian riap dan manfaat pengetahuan tentang riap (2) Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tegakan, (3) Penerapan metode-metode penaksiran riap, dan (4) Model-model pertumbuhan tegakan
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 1
Modul Inventarisasi Hutan II. MATERI PEMBELAJARAN A. Pengertian dan Jenis-Jenis Riap Riap atau pertumbuhan pohon didefinisikan sebagai pertambahan dimensi pohon (diameter, tinggi, bidang dasar dan volume) dalam suatu periode waktu tertentu. Dari sudut pandang finansil riap identik dengan bunga modal yang ditanamkan dalam suatu pengusahaan hutan. Riap akan menentukan besar-kecilnya dan cepat-lambatnya pengembalian modal yang diinvestasikan dalam suatu pengusahaan hutan. Sehubungan dengan itulah, maka riap merupakan salah satu faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan dan pendayagunaan potensinya. Pengetahuan tentang riap akan memungkinkan pengelola hutan untuk menetapkan prakiraan luas tebangan dan volume produksi secara lebih tepat. Selain itu, informasi riap atau pertumbuhan merupakan dasar dalam penentuan frekuensi dan intensitas tindakan-tindakan pengelolaan hutan, khususnya kegiatan penebangan, secara tepat dalam rangka lebih mengoptimumkan hasil dan manfaat hutan. Dikenal beberapa istilah terkait dengan riap, seperti : total riap, riap rata-rata tahunan, riap setahun dan persen riap. 1. Total riap atau jumlah riap; adalah pertumbuhan yang dicapai oleh pohon atau tegakan sampai pada umur tertentu. Total riap secara umum dituliskan dengan notasi : Gt. 2. Riap rata-rata tahunan atau riap rata-rata; adalah riap rata-rata per tahun dari pohon atau tegakan sampai pada umur tertentu. Dengan kata lain, riap rata-rata adalah total riap pohon atau tegakan sampai pada umur tertentu dibagi umurnya. Riap rata-rata tahunan, dituliskan dengan notasi: MAIt, yaitu singkatan dari Mean Annual Increment, yang dapat dihitung dengan rumus : MAIt = Gt / t 3. Riap jalan atau riap setahun; adalah pertumbuhan pohon atau tegakan dari tahun ke tahun. Riap jalan atau riap setahun, dituliskan dengan notasi : CAIt, yaitu singkatan dari Current Annual Increment, dan dapat dihitung dengan rumus : CAIt = Gt – Gt-1. Jika fungsi Gt diketahui maka CAI merupakan turunan pertama dari fungsi tersebut (CAI = ∂Gt / ∂t). 4. Riap periodik; adalah riap atau pertumbuhan pohon selama periode tertentu, misalnya selama periode lima tahunan atau sepuluh tahunan. Berhubung karena pertumbuhan pohon atau tegakan sangat lambat,
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 2
Modul Inventarisasi Hutan maka dalam praktek pengukuran riap biasanya ditujukan pada pengukuran riap periodik (Periodic Increment) untuk tenggang waktu lima atau sepuluh tahunan. Dengan demikian riap periodik (PI) dapat diperoleh dengan rumus : PI5 = Gt - Gt-5 dan PAI10 = Gt - Gt-10. 5. Riap rata-rata dalam suatu periode (Periodic annual increment) adalah riap yang diperoleh dari riap periodik dibagi dengan selang waktu antara awal dan akhir periode. PAI10 = {Gt - Gt-10}/10. PI5 = {Gt - Gt-5}/5 dan Dalam kaitan dengan penentuan waktu penebangan atau daur tegakan, perlu dicatat bahwa pohon-pohon, secara umum akan mengawali pertumbuhannya dengan suatu tingkat pertumbuhan yang relatif kecil. Sejalan dengan pertambahan umurnya tingkat pertumbuhan tersebut akan semakin besar sampai pada suatu umur tertentu, dan pada umur-umur selanjutnya akan kembali menurun secara perlahan-lahan hingga mencapai suatu kondisi dimana pohon atau tegakan tidak bertumbuh lagi. Kondisi termaksud di atas secara diagramatik dapat dilihat pada Gambar 6.1, dimana pada taraf awal, riap jalan (CAI) lebih besar dai riap rata-rata (MAI). Juga dapat dilihat bahwa riap jalan mencapai nilai maksimum pada usia yang lebih muda. Pada saat riap jalan sudah mulai menurun, riap rata-rata masih terus mengalami peningkatan, hingga keduanya berpotongan pada saat riap rata-rata mencapai nilai maksimum. Perpotongan antara kurva riap jalan dan riap rata-rata, mempunyai makna khusus dan sangat penting bagi pengusahaan hutan, karena pada saat inilah produksi maksimum dapat dicapai. Daur atau umur pemanenan tegakan yang ditetapkan sama dengan saat terjadinya perpotongan antara CAI dan MAI disebut daur produksi maksimum. Di atas telah dikemukakan bahwa riap identik dengan bunga modal yang ditanamkan dalam pengusahaan hutan, karena itu seperti halnya dengan bunga modal, riap-pun dapat dinyatakan dalam nilai prosentase. Nilai prosentase riap (r%), khususnya riap volume , antara lain dapat ditentukan berdasarkan perhitungan bunga mejemuk sebagai berikut : Jika volume awal dinyatakan sebagai V0 dan volume pada umur tertentu dinyatakan sebagai Vt, maka terdapat hubungan Vt dan V0 yang dituliskan sebagai berikut : Vt = V0(1 + r%)t atau Vt = V0(1 + 0,0p)t
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 3
Modul Inventarisasi Hutan Dengan demikian :
1 + 0,0r = (Vt/V0)(1/t) Æ 0,0r = (Vt/V0)(1/t) – 1 r = 100 {(Vt/V0)(1/t) – 1}
Selain dari cara di atas, Pressler menyatakan prosentase riap (r%) sebagai prsentase riap rata-rata tahunan terhadap nilai tengah riap sepanjang umur pohon atau tegakan, dimana : Riap volume rata-rata tahunan = (Vt – V0) / t Nilai tengah riap volume = (Vt + V0) / 2 Dengan demikian :
0 0
/ /2
100
200
0 0
PERTUMBUHAN (RIAP) UMUR POHON DAN TEGAKAN
Gambar 6.1. Diagram Pertumbuhan Pohon / Tegakan Riap tegakan tidak selamanya sama dengan jumlah riap dari individu-individu pohon penyusun tegakan yang bersangkutan. Riap tegakan merupakan resultante dari tiga unsur yaitu : 1. Pertumbuhan (tambah-tumbuh) individu-individu pohon penyusun tegakan 2. Ingrowth, yaitu pohon-pohon yang semula (pada awal pengamatan) belum diperhitungkan karena belum termasuk kelas ukuran, tetapi bertumbuh menjadi lebih besar selama periode pengamatan sehingga memenuhi atau bahkan melebihi kelas ukuran minimum pada akhir pengamatan. 3. Mortality, pohon-pohon yang mati selama pengelolaan berlangsung. 4. Tebangan, pohon-pohon yang dipanen (misalnya melalui penjarangan komersil) selama periode pengelolaan.
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 4
Modul Inventarisasi Hutan Dengan demikian pertumbuhan tegakan antara dua waktu pengamatan dapat dituliskan sebagai berikut : Riap = Tambah Tumbuh + Ingrowth + Panenan – Mortality Dalam pengertian sehari-hari, pertumbuhan dan riap biasanya dianggap sama, tetapi ada pula beberapa pihak yang membedakannya. Pertumbuhan merupakan terminologi yang bersifat umum dan dianggap sinonim dengan perkataan Growth, sedangkan riap bersifat lebih khusus. Total riap biasanya dianggap sinonim dengan pertumbuhan, sedang riap adalah pertumbuhan dalam suatu satuan waktu tertentu. Riap sering pula dipakai untuk menyatakan pertambahan nilai tegakan. B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Riap Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pohon secara garis besar dapat digolongkan atas : 1. Faktor genetik atau faktor keturunan 2. Faktor lingkungan yang meliputi : tanah, iklim, topografi dan persaingan (adanya pohon-pohon atau vegetasi lain yang menjadi pesaing). 3. Faktor pengelola. Pada hutan-hutan alam yang belum dikelola, faktor genetik dan faktor lingkungan mempunyai peranan yang sangat dominan. Namun pada hutan-hutan tanaman faktor pengelola dapat berperan secara dominan. Dengan kemampuan teknologi yang dimilikinya, pengelola dapat berperan dalam rekayasa genetik untuk menghasilkan jenis-jenis unggul dan produktif atau jenis-jenis yang memiliki riap yang tinggi. Kemampuan dan kesaksamaan pengelola dalam memilih jenis serta penentuan frekuensi dan intensitas tindakan-tindakan silvikultur juga dapat berperan dalam mengoptimal riap. Dalam kaitan dengan hal ini, pengelola harus pandaipandai dalam menyesuaikan diri dengan faktor lingkungan yang ada, sambil tetap berupaya untuk mengatur pendayagunaan faktor-faktor termaksud sesuai dengan kemampuan teknologi yang dimilikinya. Dalam bidang kehutanan, resultante dari semua faktor tempat tumbuh (khususnya tanah dan iklim) dinyatakan sebagai BONITA, atau kelas kualitas tempat tumbuh. Bonita suatu lahan hutan diukur berdasarkan peninggi (tinggi pohon-pohon dominan), dengan pertimbangan bahwa pertumbuhan tinggi pohon-pohon dominan inilah yang kurang dipengaruhi oleh campur tangan manusia. Beberapa Negara menggunakan INDEKS TEMPAT TUMBUH, untuk menyatakan kelas kualitas tempat tumbuh. Indeks tempat tumbuh adalah pertumbuhan peninggi yang dapat dicapai oleh suatu
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 5
Modul Inventarisasi Hutan tegakan pada suatu umur standar. Secara prinsip kedua ukuran termaksud tidak berbeda, namun indeks tempat tumbuh lebih bersifat kuantitatif (berskala rasio), sedang bonita masih bersifat kategorial (berskala ordinal atau interval) . (dikenal : Bonita rendah, sedang dan tinggi atau Bonita I, II, III, IV dan seterusnya). Pengelola dapat berperan dalam mempengaruhi dan atau mengoptimalkan riap tegakan, antara lain melalui : 1. Pemilihan benih dan atau bibit yang unggul dan sehat. 2. Penguasaan teknik-teknik untuk menemukenali kemampaun lahan dan pemilihan jenis yang sesuai dikembangkan pada lahan yang dikelola. 3. Pengaturan frekuensi dan intensitas tindakan-tindakan pengelolaan, khususnya penjarangan atau pengaturan kerapatan tegakan sepanjang umur tegakan yang bersangkutan. Pengaturan kerapatan tegakan didasarkan pada adanya kenyataan bahwa setiap individu pohon dalam tegakan akan memerlukan ruang tumbuh yang semakin besar, sejalan dengan pertambhan umurnya. Dalam kaitan dengan hal ini, suatu hal yang patut dicatat ialah bahwa pengalokasian ruang tumbuh yang lebih besar sampai pada suatu tingkat tertentu akan menyebabkan meningkatnya pertumbuhan diameter individuindividu pohon penyusun tegakan. Namun pengalokasian ruang yang terlalu besar dan melebihi kebutuhan, disamping tidak akan berpengaruh lagi bagi pertumbuhan juga akan mengakibatkan adanya bagian lahan yang tidak dimanfaatkan. Dengan kata lain, setiap individu pohon dari setiap jenis pada umur tertentu akan memerlukan suatu ruang tumbuh tertentu untuk menunjang pertumbuhan optimumnya. Dalam konteks tegakan, ruang tumbuh ini lebih lazim dinyatakan sebagai kerapatan (jumlah pohon per satuan luas), dan ruang tumbuh optimum lebih lazim disebut sebagai kerapatan optimum. Jika tujuan pengelolaan adalah untuk menghasilkan volume kayu dalam jumlah maksimum, maka hutan harus dikelola pada kondisi kerapatan optimum. Namun pada kenyataannya pengelolaan hutan tidak selamanya dapat dilaksanakan pada kondisi tingkat kerapatan optimum, karena dua alasan. Alasan yang pertama adalah karena belum diketahuinya tingkat kerapatan optimum yang dimaksudkan. Sedang alasan yang kedua ialah karena adanya tujuan-tujuan khusus yang ingin dicapai. Misalnya, dari suatu lahan hutan dengan luas tertentu ingin dihasilkan kayu-kayu yang berdiameter besar, maka tegakan harus dikelola pada kondisi tingkat kerapatan yang rendah. Sebaliknya jika yang ingin diproduksi adalah kayu-
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 6
Modul Inventarisasi Hutan kayu yang berdiameter kecil dalam jumlah yang banyak maka tegakan harus dikelola pada kondisi tingkat kerapatan yang tinggi. C. Metode-metode Penaksiran Riap Penaksiran riap dapat dilakukan melalui 3 (tiga) metode, yaitu : (1) penggunaan tabel tegakan, (2) pelaksanaan inventarisasi berulang dan (3) pemanfaatan lingkaran tahun. 1. Penaksiran Riap berdasarkan Tabel Tegakan Metode atau cara ini hanya dapat digunakan pada tegakan seumur yang sudah memiliki tabel tegakan. Dalam tabel tegakan ini tercantum data pertumbuhan tegakan normal, yang merupakan nilai-nilai taksiran berdasarkan hasil analisis dan hasil pemodelan pertumbuhan tegakan yang dilakukan sebelumnya. Tabel tegakan antara lain memuat : umur, jumlah pohon dan persen sela (S%), peninggi, tinggi rata-rata, diameter rata-rata, bidang dasar per hektar, volume per hektar dan juga riap rata-rata (MAI) serta riap jalan (CAI), untuk berbagai kelas bonita. Pertumbuhan tegakan yang menjadi obyek pengamatan dapat diperoleh dengan jalan mengalikan suatu faktor, yang disebut derajat kesempurnaan terhadap nilai yang tercantum pada tabel tegakan. Nilai derajat kesempurnaan adalah hasil perkalian antara nilai kerapatan bidang dasar dengan angka kualitas batang pohon dalam tegakan. Nilai kerapatan adalah hasil perbandingan bidang dasar hasil pengukuran dengan nilai bidang dasar yang tercantum pada tabel untuk tegakan dengan kelas bonita dan umur yang sama. Sedang angka kualitas batang adalah nilai perbandingan bagian volume batang yang dapat dipanen atau dimanfaatkan dengan total volume batang. Teladan : Hasil pengamatan pada petak contoh menunjukkan bahwa bidang dasar suatu tegakan adalah 60,8 m2 per Ha, dan angka kualitas batangnya adalah 0,75. Selanjutnya, dari tabel tegakan diperoleh bahwa bidang dasar, volume dan MAI-volume dari tegakan yang mempunyai bonita dan umur yang sama dengan tegakan obyek pengamatan adalah masing-masing sebesar 80 m2, 520 m3, dan 78 m3 per Ha. Berdasarkan data / informasi ini dapat dihitung : Kerapatan tegakan = 60,8 / 80 = 0,76 Derajat kesempurnaan = 0,75 x 0,76 = 0,57 Volume tagakan = 0,57 x 520 = 296,4 m3 MAI Volume tegakan = 0,57 x 78 = 44,46
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 7
Modul Inventarisasi Hutan 2. Penaksiran Riap melalui Inventarisasi Berulang Penaksiran riap melalui inventarisasi berulang sebenarnya sudah disinggung di depan, karena hal ini berkaitan erat dengan riap periodik. Informasi yang secara langsung diperoleh dari inventarisasi berulang ini adalah riap periodik, yaitu selisih antara hasil pengukuran kedua dengan hasil pengukuran pertama. Dalam pelaksanaannya, inventarisasi berulang mempunyai beberapa variasi yaitu sebagai berikut : a. Pengukuran dilakukan pada petak-petak ukur yang sama dari waktu ke waktu. Petak-petak ini dikenal dengan nama Petak Ukur Permanen (Permanent Sample Plots). Inventarisasi yang dilakukan dengan cara demikian ini dikenal dengan nama Continuous Forest Inventory (CFI). b. Pengukuran dilakukan pada petak-petak yang berbeda dari waktu ke waktu. Metode ini identik dengan pengukuran petak-petak contoh dari kelas umur yang berbeda pada tegakan-tegakan seumur. Untuk menyiapkan informasi pertumbuhan dalam waktu yang relatif terbatas, metode ini cukup ampuh, asalkan tersedia tegakan dengan jumlah kelas umur yang cukup banyak dan bervariasi. c. Pengukuran dilakukan pada petak-petak yang sebagian diantaranya merupakan petak permanen tetapi sebagiannya lagi merupakan petakpetak temporer. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pemeliharaan petak-petak permanen dalam jumlah yang banyak akan memerlukan biaya yang cukup besar. Selain itu, penggunaan metode satistika sebagaimana telah disajikan pada pembahasan Sampling Berganda akan dapat membantu peningkatan ketelitian taksiran, yaitu dengan jalan memanfaatkan hubungan antara hasil pengukuran pertama dan kedua pada petak-petak permanen. Inventarisasi yang dilakukan dengan cara ini dikenal dengan nama Continuous Forest Inventory with Partial Replacement. Jika inventarisasi berulang ini dilakukan berkali-kali, misalnya lebih dari 10 kali, maka disamping dapat diperoleh riap periodik pada setiap interval waktu diantara dua waktu pengamatan yang berdekatan, juga akan dapat dibuat model pertumbuhan tegakan yang sekaligus dapat dipakai sebagai dasar dalam penyusunan Tabel Tegakan empiris. 3. Penaksiran Riap Melalui Pengukuran Lingkaran Tahunan Metode ini hanya dimungkinkan jika pohon-pohon yang diamati mempunyai lingkaran tahun yang jelas. Hal yang demikian ini hanya dapat
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 8
Modul Inventarisasi Hutan dijumpai pada daerah-daerah yang memiliki kondisi iklim tahunan yang dapat dibedakan atas : (a Kondisi yang memungkinkan pohon-pohon dapat bertumbuh, dan (b) Kondisi dimana pohon-pohon tidak dapat bertumbuh tetapi hanya mengalami penebalan sel. Sel-sel yang mengalami penebalan inilah yang terlihat sebagai lingkaran tahun. Kondisi yang dimaksudkan di atas dapat dijumpai pada wilayah-wilayah sub tropis. Sebaliknya pada wilayah tropis seperti di Indonesia hal seperti ini sulit ditemukan. Pada pohon-pohon yang memiliki lingkaran tahun, riap diameter pada ketinggian dada, secara langsung dapat diukur dengan bor riap, (Increment borer), sedang ukuran tinggi dan volume hanya dapat diperoleh melalui analisis batang (stem analysis), yaitu melalui pembacaan lingkaran tahun pada berbagai ketinggian (biasanya pada setiap interval 1 meter) terhadap sejumlah pohon-pohon pewakil. D. Model-model Pertumbuhan Tegakan 1. Dasar-dasar Pemodelan Pertumbuhan Tegakan Di depan telah dikemukakan bahwa pohon-pohon, secara umum akan mengawali pertumbuhannya dengan suatu tingkat pertumbuhan yang relatif kecil. Sejalan dengan pertambahan umurnya, tingkat pertumbuhan tersebut akan semakin besar sampai pada suatu umur tertentu, dan pada umur-umur selanjutnya akan kembali menurun secara perlahan-lahan hingga mencapai suatu kondisi dimana pohon atau tegakan tidak bertumbuh lagi (riap = 0). Berdasarkan gambaran di atas, maka dapat dibayangkan bahwa pertumbuhan pohon tersebut akan berbentuk Sigmoid. Namun, tidak tertutup kemungkinan bahwa pertumbuhan pohon dapat digambarkan dengan model logaritmik ataupun linier, khususnya bila pertumbuhan yang dimaksudkan hanya mencakupi selang waktu (umur) yang relatif terbatas. Untuk penggambaran pertumbuhan pohon secara komprehensip, diperlukan data pertumbuhan pohon dari berbagai kelas umur, mulai dari data pohon yang berumur satu atau dua tahun sampai dengan data pohon yang sudah berumur tua, atau lebih tepatnya data ukuran pohon yang tidak lagi mengalami pertumbuhan karena faktor umur. Namun, data yang lengkap umumnya tidak dapat diperoleh, sedang penggambaran pertumbuhan sangat diperlukan untuk kepentingan perencanaan. Berkaitan dengan hal termaksud di atas inilah maka penggambaran pertumbuhan sering dilakukan dengan beberapa asumsi untuk tujuan penyederhanaan persoalan. Pertumbuhan (total riap), kompnen-komponen
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 9
Modul Inventarisasi Hutan pohon ( tinggi, diameter, bidang dasar dan volume) sering diasumsikan sebagai fungsi dari waktu atau umur. Pada pihak lain, riap atau tingkat pertambahan atau tingkat perubahan dimensi pohon sampai pada umur tertentu, diasumsikan sebagai fungsi dari umurnya dan atau pertumbuhan yang sudah dicapai sampai pada umur yang termaksud. Secara matematis, tingkat pertumbuhan pohon (∂Y/∂t) dapat mengikuti salah satu dari fungsi differensial sebagai berikut : ∂Y/dt = f(t); ………….....……...............………………. 6.1 ∂Y/dt = g(Y); …………......................………………… 6.2 ∂Y/dt = h(Y,t); ………........................………………… 6.3 dimana t dan Y adalah umur dan pertumbuhan yang dicapai pada umur t yang bersangkutan. Fungsi yang paling umum digunakan dalam penggambaran pertumbuhan pohon adalah fungsi 6.2 dengan beberapa variasi bentuk beserta namanya sebagai berikut : g = a (A - Y) ; Mithcherlich ……...................…… 6.2a g = aYln(A - Y) ; Gomperts …….....................…….. 6.2b g = aY2 + bY ; Logisitcs ………....................……. 6.2c ; Richardz ………..................…….. 6.2d g = aYc + bY Selanjutnya salah satu bentuk dari fungsi 6.3, yang juga sering digunakan dalam pemodelan pertumbuhan pohon adalah fungsi Weibull, yang dituliskan sebagai berikut : h = B.c.tc-1.(A - Y); ……..................………………….. 6.3a Bentuk integral dari fungsi-fungsi di atas masing-masing dapat dituliskan sebagai berikut : Y = A{1-B.exp(kt)}; Mithcherlich ….............…… 6.4 Y = A.exp{-B.exp(-kt)}; Gomperts …….............…… 6.5 Y = A/{1+B.exp(-kt)}; Logisitcs ……..............…… 6.6 1/1-m Y = A{1-B.exp(kt)} ; Richardz ……...............…… 6.7 Y = A{1- exp(ktc)}; Weibull …................……… 6.8 Dalam praktek model-model di atas, lebih banyak digunakan untuk pemodelan pertumbuhan individu pohon, meskipun tidak jarang juga digunakan dalam pemodelan tegakan. Fungsi-fungsi di atas menunjukkan bahwa pertumbuhan merupakan fungsi dari umur. Juga terlihat bahwa pertumbuhan yang dicapai di sepanjang umur pohon mempunyai nilai yang proporsional terhadap nilai maksimum yang dapat dicapai, yang disimbolkan dengan A. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya kenaikan tingkat pertumbuhan sebagai akibat dari adanya perlakuan (seperti penjarangan dan/atau pemangkasan) tidak diperlihatkan pada model-model di atas.
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 10
Modul Inventarisasi Hutan Sehubungan dengan hal inilah maka model-model tersebut umumnya hanya dipakai dalam pemodelan pertumbuhan pohon pada tahap awal dan atau penyusunan model dasar tegakan, khususnya untuk menyatakan pertumbuhan peninggi atau pertumbuhan tinggi pohon-pohon dominan, yang sekaligus menjadi dasar dalam penentuan bonita atau indeks tempat tumbuh pada suatu lahan hutan. Selain pemodelan pertumbuhan peninggi, pemodelan tingkat penurunan jumlah pohon sejalan dengan pertambahan umurnya, juga merupakan model dasar dalam pemodelan pertumbuhan tegakan. Model dasar yang dimaksudkan disini adalah model untuk tegakan tanpa perlakuan pejarangan dan atau tanpa pemangkasan, yang sering diistilahkan sebagai Model Penjarangan Alami. Salah satu model yang umum digunakan untuk menyatakan penjarangan alami adalah sebagai berikut : W.N1,5 = K1 ; Yoda
……………................………………
6.9
dimana W adalah biomassa, N adalah jumlah pohon per satuan luas, sedang k adalah tetapan. Dengan anggapan bahwa tinggi adalah sebanding dengan 1/3 biomassa maka diperoleh suatu rumus yang menyatakan hubungan antara peninggi (H) dengan N, yang dituliskan sebagai berikut : HN0,5 = K2 ;
Yoda
………........................……………
6.10
Model lain yang dapat digunakan untuk menyatakan fenomena penjarangan alami adalah : Nt = NA(N0/NA)exp{-a(h-to)} ; Khilmi
…………......………..
6.11
Berdasarkan kedua model tersebut di atas, Malamassam (1987) mengemukakan suatu model Hibrida yang dituliskan sebagai berikut: St = SA(S0/SA) exp{-a(Ht-Ho)} ;
Malamassam ……….......….
6.12
dimana : St = Nt0,5.Ht ; SA = NA0,5.HA ; S0 = H00,5.H0 ; HA adalah peninggi maksimum atau nilai asimptotik peninggi NA adalah jumlah pohon per hektar pada saat HA tercapai. N0 dan Nt adalah jumlah pohon per hektar, masing-masing pada kondisi awal (pada saat persaingan antar pohon mulai terjadi) dan pada umur t. H0 dan Ht adalah nilai peninggi, masing-masing pada saat persaingan antara pohon mulai terjadi dan pada umur t, yang sekaligus merupakan pengganti t0 dan t pada Rumus Khilmi, sedang a adalah parameter. S adalah kerapatan relatif (Relative spacing ratio), yang sering dinyatakan dalam nilai prosentase (S x 100%) dan lazim disebut sebagai S%
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 11
Modul Inventarisasi Hutan Berdasarkan kedua model dasar tersebut di atas, maka modelmodel pertumbuhan komponen tegakan lainnya, seperti perkembangan tajuk, pertumbuhan tinggi dan diameter (baik nilai rata-rata maupun keragamannya), serta pertumbuhan bidang dasar dan pertumbuhan volume tegakan per satuan luas, dapat dibuat dengan memasukkan faktor-faktor perlakuan berupa tindakan penjarangan dan atau pemangkasan. Dalam kaitan dengan pertumbuhan atau perkembangan nilai ratarata komponen tegakan, perlu diingat dan dipahami bahwa pertumbuhan nilai rata-rata tersebut disebabkan oleh dua faktor yaitu : (1) Bertumbuhnya individu-individu pohon penyusun tegakan (2) Matinya pohon-pohon yang kalah dalam persaingan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dan khususnya hal yang dimaksud pada butir (2), maka penaksiran pertumbuhan yang didasarkan pada model pertumbuhan tinggi rata-rata dan atau diameter rata-rata, berpotensi menghasilkan nilai-nilai taksiran yang lebih besar dari keadaan yang sebenarnya. 2. Klasifikasi Model-Model Pertumbuhan Model pertumbuhan pohon dan tegakan secara garis besar dapat dibedakan atas : a. Model-model yang menggambarkan volume tegakan (per satuan luas) sebagai fungsi dari umur dan indeks tempat tumbuh, baik dengan maupun tanpa peubah kerapatan. b. Model-model yang menggambarkan pertumbuhan rata-rata setiap kelas diameter dalam tegakan. c. Model-model yang menggambarkan pertumbuhan individu-individu pohon penyusun tegakan. Di atas telah diungkapkan bahwa model pertumbuhan tegakan (per satuan luas) dapat dibedakan atas model-model yang mencantumkan peubah kerapatan dan model-model yang tidak memasukkan peubah kerapatan. Tabel Hasil, baik Tabel Hasil Normal maupun Tabel Hasil Empirik, dibuat berdasarkan model tanpa peubah kerapatan. Perkataan normal pada Tabel Hasil Normal, bermakna bahwa nilai-nilai pertumbuhan atau hasil yang tercantum pada tabel berlaku untuk tegakan yang berada pada suatu tingkat kerapatan yang maksimum. Pada pihak lain perkataan empirik pada Tabel Hasil Empirik bermakna bahwa nilai-nilai pertumbuhan atau hasil yang tercantum pada tabel berlaku untuk tegakan yang berada pada suatu kondisi kerapatan rata-rata.
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 12
Modul Inventarisasi Hutan Model-model pertumbuhan dengan peubah kerapatan dibedakan atas model yang digunakan dalam memprediksi volume saat ini (awal periode pengamatan dan pertumbuhan atau volume pada akhir periode pengamatan. Model yang digunakan dalam memprediksi volume pada awal pengamatan dibedakan atas Model-model Ekplisit dan Model-model Implisit. Model-model ekplisit adalah model-model yang secara langsung dapat digunakan untuk menaksir volume tegakan. Sedang Model-model Implisit adalah model yang tidak langsung menggambarkan volume tegakan, tetapi terlebih dahulu menggambarkan fungsi distribusi diameter. Selanjutnya volume pohon digambarkan sebagai fungsi diameter, dan volume tegakan diperoleh dari hasil penjumlahan volume pohon. Model-model yang digunakan dalam memprediksi volume pada akhir pengamatan juga dibedakan atas Model Eksplisit dan Model Implisit. Model eksplisit dibedakan lagi atas : Model yang secara langsung memodel pertumbuhan volume tegakan, dan Model yang diawali dengan pemodelan kerapatan tegakan, kemudian volume tegakan dinyatakan sebagai fungsi dari kerapatan. Sementara itu, Model Implisit tidak menampakkan volume dalam model, tetapi terlebih dahulu memprediksi kerapatan, kemudian distribusi diamater, sedang volume tegakan diperoleh sebagai hasil perhitungan atau hasil penjumlahan dari volume pohon-pohon penyusun tegakan. Model-model kelas diameter menyatakan pertumbuhan pada setiap kelas diameter dengan jalan menghitung volume dan pertumbuhan pohon rata-rata dalam setiap kelas diameter dan mengalikannya dengan jumlah pohon dalam tiap kelas diameter yang bersangkutan. Selanjutnya volume tegakan dapat diperoleh dengan jalan menjumlahkan volume semua kelas diameter yang ada dalam tegakan. Model-model kelas diameter dibedakan atas model yang menggunakan data riap radial (riap diameter) hasil pengukuran langsung terhadap tegakan yang diamati dan model yang menggunakan nilai taksiran riap diameter berdasarkan fungsi pertumbuhan hasil penelitian terdahulu. Model-model individu pohon merupakan model yang paling kompleks, yang memodel setiap pohon yang terdaftar sebagai pohon-pohon contoh. Model-model individu pohon umumnya menghitung dan menggunakan Indeks Kompetisi Tajuk (Crown Competition Index, disingkat CCI) untuk setiap individu pohon dan menggunakannya dalam penentuan apakah suatu pohon akan mati sebelum akhir periode pengamatan ataukah terus hidup, dan sekaligus menentukan pertumbuhan (diameter, tinggi dan ukuran
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 13
Modul Inventarisasi Hutan tajuk) bagi pohon-pohon yang diperkirakan akan tetap hidup sampai akhir periode pengamatan. Penggolongan model-model individu pohon dibedakan berdasarkan cara perhitungan CCI. Jika CCI dihitung berdasarkan jarak antara pohon yang diamati dengan semua pohon yang berada dalam lingkup persaingannya, maka modelnya disebut Model dengan peubah jarak. Sebaliknya, jika CCI hanya didasarkan atas sifat-sifat pohon yang diamati dan sifat-sifat umum tegakan (umur dan indeks tempat tumbuhnya) dimana pohon tersebut berada maka modelnya disebut Model bebas jarak atau Model tanpa peubah jarak. Rumus matematis dari masing-masing model yang telah dipaparkan di atas disajikan pada Tabel 6.1. Tabel 6.1. Klasifikasi Model Pertumbuhan Tegakan No.
Jenis Model
I. MODEL PERTUMBUHAN TEGAKAN A Model Tanpa Faktor Kerapatan 1. Tabel Hasil Nomal 2. Tabel Hasil Empirik untuk Kondisi Ratarata Tegakan B
Model dengan Faktor Kerapatan 1. Model utk Penaksiran Volume Sekarang, V1 a. Model-model Eksplisit b. Model-model Implisit (Distribusi diameter)
Bentuk Hubungan (Fungsi)
VA = f (A,S) VA = f (A,S)
V1 = f (A,S,D) f (di) = f (A,S,D) ; Vi = f(di) Vi = Σ(Vi.ndi)
2. Model untuk Penaksiran Pertumbuhan (g12) dan volume mendatang (V2) a. Model-model Eksplisit i. Penaksiran Pertumbuhan secara langsung g12 = f (S,A,D) ; V2 = V1 + g12 ii. Penaksiran Kerapatan Tegakan b.
II.
Model-model Implisit (distribusi Diameter)
MODEL-MODEL KELAS DIAMETER
A.
Projeksi Tabel Tegakan Empirik
B.
Model-model pertumbuhan Kelas Diameter
III.
D2 = f (S,A1,A2,D1) V2 = f (S, A2,D2) ; D2 = f (S,A1,A2,D1) ; f(di)2 = f (S, A2,D2) ;
g12 = V2 – V1 V2 = Σ(Vi.ndi)2 g12 = V2 – V1
(nd1)2 = f [(nd1)1 . INCRi ; g12 = V2 – V1 V2 = Σ(Vi.ndi)2 (nd1)2 = f [(nd1)1 . S. P12. D] ; Vi = f(di) V2 = Σ(Vi.ndi)2 ; g12 = V2 – V1 V2 = Σ(Vi.ndi)2
MODEL-MODEL IINDIVIDU POHON
A
Model yang memasukkan faktor jarak/kerapatan
B
Model yg tdk dimasukkan faktor jarak/kerapatan
CCIk = f [DISTk. D1.S(dk.hk.Ck)1] (dk.hk.Ck)2 = f [CCIk.D1.S.P12.(dk.hk.Ck)1} Vk = f (dk.hk); V2 = Σ (Vk)2 ; g12 = V2 – V1 CCIk = f (D.S.(dk. hk. Ck)
Sumber : Davis, L.S., and K.N. Johnson (1987). Forest Management
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 14
Modul Inventarisasi Hutan Keterangan : P12 f (di) VA V1 V2 g12 Vi (ndi)1 (ndi)2 INCRi dk,hk ,ck DISTk (dk ,hk,ck)1 (dk,hk,ck)2
= = = = = = = = = = = = = =
Periode pengamatan pertumbuhan S = Indeks tempat tumbuh ; Fungsi distribusi diameter A = Umur tegakan Volume tegakan pada umur A tahun i = Kelas diameter Volume tagakan saat pengukuran awal D = Kerapatan tegakan Volume tegakan pada akhir periode pertumbuhan k = Pohon ke-k Pertumbuhan tegakan selama periode pengamatan Vk = Volume pohon ke-k Rata-rata volume/pohon dalam kelas diameter ke-i Jumlah pohon dalam kelas diameter ke-i pada awal periode pengamatan pertumbuhan Jumlah pohon dalam kelas diameter ke-i pada akhir periode pengamatan pertumbuhan Hasil pengukuran pertumbuhan periodik untuk kelas diameter ke-i diameter, tinggi dan ukuran tajuk ke-k; CCIk = Indeks kompetisi tajuk pohon ke-k Jarak pohon ke-k terhadap pohon-pohon pesaingnya Diameter, tinggi & ukuran tajuk pohon ke-k, pd awal periode pengukuran pertumbuhan Diameter, tinggi & ukuran tajuk pohon ke-k, pd akhir periode pengukuran pertumbuhan
3. Beberapa Contoh Penerapan Model Tegakan MODEL TEGAKAN
Pemodelan tegakan suatu jenis tertentu dapat dilakukan berdasarkan data pertumbuhan volume jenis yang bersangkutan dari sejumlah petak ukur yang mewakili berbagai umur dan kualitas tempat tumbuh, dengan diagram pencar yang tertera pada Gambar 6.2. Hal yang dapat dilihat pada Gambar 6.2 ialah bahwa nilai rata-rata volume beserta keragamannya akan meningkat sejalan dengan pertambahan umur tegakan, dimana kelas kualitas tempat tumbuh yang lebih baik akan menghasilkan tingkat pertumbuhan yang juga lebih baik. Keragaman pertumbuhan tegakan tersebut, disamping disebabkan oleh adanya perbedaan faktor genetik, juga oleh adanya perbedaan kerapatan dan proses perkembangan tegakan yang diakibatkan oleh pengaruh sejumlah faktor lingkungan. Adanya kebakaran hutan, serangan hama dan penyakit serta penebangan yang frekuensi dan intensitasnya berbeda pada setiap tapak, mengakibatkan struktur dan tingkat kerapatan pada setiap bagian tegakan hutan yang berbeda. Dalam penggambaran model perkembangan tegakan, umumnya tidak digunakan data contoh acak, tetapi sebaliknya digunakan data yang secara sengaja dipilih dari tegakan-tegakan yang tumbuh sehat dengan kerapatan maksimum dan memperlihatkan pertumbuhan yang terbaik. Tegakan-tegakan yang termaksud inilah yang dikenal sebagai tegakan normal yang pertumbuhannya ditunjukkan oleh kurva A dan C dan tabel hasilnya disebut sebagai Tabel Hasil Normal. Pada pihak lain, pertumbuhan tegakan secara rata-rata sebagaimana ditunjukkan oleh kurva B dan D merupakan model pertumbuhan empiris dan tabel hasilnya dikenal sebagai Tabel Hasil Empiris.
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 15
Modul Inventarisasi Hutan Analisis model dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu diantara persamaan 6.4 sampai 6.8. Jika masing-masing kelompok data yang dianggap mewakili kelas kualitas tempat tumbuh tertentu dilakukan analisis secara terpisah maka akan diperoleh sejumlah model yang bentuknya berbeda satu sama lain dan disebut sebagai Model-model Polymorphic (Gambar 6.3a) Pada pihak lain beberapa peneliti melakukan analisis berdasarkan semua data yang mewakili berbagai kelas bonita dengan tujuan untuk mendapatkan suatu model umum yang menyatakan kondisi pertumbuhan rata-rata semua kelas bonita yang ada. Selanjutnya kurva pertumbuhan untuk masing-masing kelas bonita diperoleh dengan menggunakan nilai taksiran ragam (S2) atau simpangan baku (S) dan indeks tempat tumbuh (SI). Nilai taksiran S diperoleh berdasarkan suatu fungsi yang menyatakan hubungan antara simpangan baku atau ragam dengan umur (A), yang dituliskan dengan notasi fungsi sebagai berikut : S2 = f (A) atau S = f (A). Dengan cara demikian akan didapatkan kurva-kurva atau modelmodel pertumbuhan tegakan untuk masing-masing kelas kualitas tempat tumbuh yang bentuknya kurang lebih seragam dan dikenal sebagai ModelModel Monomorphic (Gambar 6.3b). VOLUME (M3/HA)
UMUR POHON/TEGAKAN
Gambar 6.2. Diagram pencar data pertumbuhan tegakan
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 16
Modul Inventarisasi Hutan VOLUME (M3/HA)
VOLUME (M3/HA)
UMUR POHON (TAHUN)
UMUR POHON (TAHUN)
a. Model-model Polymorphic
b. Model-model Monomorphic
Gambar 10.3. Model Polymorphic dan Monomorphic Analisis terhadap model-model tersebut di atas (untuk mendapatkan koefisien-koefisien model) dilakukan dengan Metode Kuadrat Terkecil Demming (Demming’s Least Square Method). Namun pembahasan terhadap metode ini tidak akan diberikan secara tuntas di sini, tetapi secara langsung disajikan hasilnya dalam bentuk contoh Tabel Hasil, seperti pada Tabel 6.2. Tabel 6.2. Tabel Hasil Tegakan Albizia falcataria (Cuplikan) Tegakan Tetap (TT) Penjarangan (TP) Volume Bonita / Peninggi CAI MAI Volume Bidang Diameter (TT+TP) Umur Volume Volume Komulatif Jumlah S%(%) Tinggi 3 3 (m) Dasar Rata-rata Rata3/Ha) (m3/Ha) 3/Ha) (m /Ha) (m /Ha) (Tahun) Phn/Ha (m (m (cm) (m2/Ha) rata (m) (m3/Ha) Bonita I 2
4,1
1,240
67,8
2,4
5,3
2,7
5
-
-
2
2,5
17
3
8,6
995
39,6
6,7
8,1
5,2
20
2
2
22
7,3
4
12,4
790
30,8
10,8
10,7
7,3
38
8
10
48
12,0
26
5
15,9
610
27,5
14,4
13,8
9,1
60
15
25
85
17,0
37
6
19,1
465
25,8
17,8
16,9
10,4
82
24
49
131
21,8
46
7
21,9
360
25,6
20,8
19,9
11,2
102
36
85
187
26,7
56
8
24,0
280
26,4
23,2
23,1
11,7
119
46
131
250
31,2
63
9
25,7
230
27,2
25,0
25,8
12,0
132
50
181
313
34,8
63
10
27,2
190
28,6
26,6
28,7
12,3
144
53
234
378
37,8
65
11
28,4
170
29,0
27,8
30,9
12,8
152
54
288
440
40,0
62
12
29,4
160
28,9
28,6
32,5
13,3
161
53
341
502
41,8
62
Sumber : Vadamecum Kehutanan Indonesia, 1976
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 17
Modul Inventarisasi Hutan MODEL PERTUMBUHAN TEGAKAN DENGAN PEUBAH KERAPATAN
Kerapatan tegakan umumnya dinyatakan dengan nilai bidang dasar per satuan luas, tetapi tidak jarang pula dinyatakan dengan volume tegakan per satuan luas atau jumlah pohon per satuan luas. Dengan menggunakan bidang dasar, umur dan indeks tempat tumbuh, Buckman (1982) dalam Davis (1987), menuliskan model penaksiran riap bidang dasar (Y) untuk Red Pine sebagai berikut : Y = b0 + b1 BA2 + b3 A + b4A2 + b5 S, …………...…………
6.13
dimana :
Y = Riap periodik bidang dasar BA = Bidang dasar (Basal Area) dalam m3/Ha A = Umur Tegakan (Age) dalam tahun S = Indeks tempat Tumbuh (Site index) Selanjutnya penaksiran pertumbuhan volume dilakukan dengan mengkombinasikan : (1) persamaan pertumbuhan bidang dasar, (2) persamaan pertumbuhan tinggi dan (3) persamaan volume tegakan, yang dituliskan sebagai berikut : V = f (k, BA, H) dimana : V = Volume tegakan (m3 per Ha) k = Rata-rata angka bentuk pohon dalam tegakan BA = Bidang dasar (Basal Area) dalam m3 per Ha H = Rata-rata tinggi pohon dominan dan kodominan (meter) Brender dan Clutter (1970) dalam Davis (1987) melakukan analisis berdasarkan data hasil inventarisasi berulang terhadap 119 tegakan Loblolly Pine dan mendapatkan persamaan untuk pendugaan pertumbuhan tegakan sebagai berikut : Log V2 = b0 + b1S + b2 (1/A2) + b3 (1 – A1/A2) + b4 log B1 (A1/A2) .............. 6.14 Jika A1 dan A2 dianggap sama maka persamaan untuk V1 menjadi : Log V1 = b0 + b1S + b2 (1/A2) + b4 log B; …………..............…………
6.15
dimana : V1 = Volume sekarang V2 = Taksiran volume setelah beberapa tahun mendatang S = Indeks tempat tumbuh, A1 = Umur tegakan sekarang A2 = Umur tegakan setelah beberapa tahun mendatang B = B1 = Bidang dasar tegakan pada saat sekarang B2 = Bidang dasar tegakan setelah beberapa tahun mendatang Jika model-model di atas dipakai untuk menaksir volume tegakan dan pertumbuhannya, maka Model Distribusi Diameter dapat digunakan untuk menggambarkan secara lebih rinci tentang struktur kelas diameter,
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 18
Modul Inventarisasi Hutan yang selanjutnya dapat menjadi pertimbangan dalam perancanaan dan penaksiran nilai kayu yang akan dihasilkan. Pemodelan ini didasarkan pada suatu anggapan bahwa pohonpohon dalam tegakan akan berdistribusi menurut suatu fungsi matematis yang menghasilkan frekuensi pohon dalam masing-masing kelas diameter yang dituliskan sebagai berikut : F(di) = f (n,A,H) dimana : f(di) = Frekuensi kelas diameter ke-i n = Jumlah pohon dalam tegakan A = Umur tegakan (tahun) H = Peninggi atau rata-rata tinggi pohon dominan dan kodominan (dalam meter) Salah satu fungsi yang dapat digunakan untuk menaksir distribusi diameter dalam suatu tegakan adalah Fungsi Distribusi Weibull yang dituliskan sebagai berikut : f(xi) = (wc/b)(xi/b)c-1.exp{-(xi/b)c,
…………………
6.16
dimana : xi = kelas peubah Weibull X yang ke-i, dan merupakan hasil transpormasi dari kelas diameter ke-i w = Interval kelas b dan c adalah parameter Weibull Parameter Weibull dapat diperoleh dari Tabel Distribusi Weibull, setelah terlebih dahulu menghitung koefisien variasi X berdasarkan koefisien keragaman diameter dengan rumus sebagai berikut : CVx = CVd {d/(d-a)} = CVd (d/x) dimana : CVx = Koefisien keragaman peubah weibull, X, CVd = Koefisien variasi diameter D dan x, masing-masing nilai rata-rata peubah x dan diameter. b = x/Γ1, c dan Γ1, dibaca langsung pada Tabel Distribusi Weibull berdasarkan nilai CVx a = adalah nilai diameter terkecil. Teladan : Melalui pengambilan contoh diketahui bahwa rata-rata dan koefisien variasi diameter suatu tegakan masing-masing adalah sebesar 50 cm dan 0,168 cm. Selanjutnya diketahui pula bahwa nilai minimal diameter adalah 36 cm, dan jumlah pohon dalam tegakan adalah 600 batang. Berdasarkan informasi tersebut di atas dapat diketahui : x = 50 - 36 = 14; CVx = CVd{50/(14)} = 0,60 Selanjutnya dari Tabel Distribusi Weibull diperoleh : c = 1,7 dan Γ1 = 0,8992
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 19
Modul Inventarisasi Hutan Nilai b dihitung dengan rumus : b = x/ Γ1 = 14/0,8922 = 15,69 Dengan menggunakan interval kelas w = 4, maka berdasarkan persamaan 6.16, diperoleh distribusi frekuensi kelas diameter pohon dalam tegakan seperti pada Tabel 6.3. Tabel 6.3. Taksiran distribusi diameter berdasarkan Ditribusi Weibull No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
xi 1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 Jumlah
di 37,5 41,5 45,5 49,5 53,5 57,5 61,5 65,5 69,5 73,5
p(xi) = p(di) 0,0625 0,1687 0,1991 0,1838 0,1457 0,1030 0,0660 0,0389 0,0212 0,0107 0,9995 ≈ 1,0
N(xi) = N(di) 38 101 119 110 87 62 40 23 13 6 600
Dengan menggunakan Fungsi Distribusi Weibull, maka riap atau pertumbuhan pohon dalam setiap kelas diameter pada beberapa tahun mendatang dapat ditaksir jika tersedia model dugaan atau model prediksi bagi rata-rata dan koefisien keragaman diameter (ataupun peubah pohon lainnya) serta taksiran ukuran pohon yang terkecil dan taksiran jumlah pohon dalam tegakan pada tahun yang bersangkutan. Beberapa persamaan yang digunakan oleh Moser (1972) dalam Davis (1987) untuk menyatakan dinamika pertumbuhan hutan alam jenis daun lebar seperti pada Tabel 6.4. Tabel 6.4. Model beberapa komponen pertumbuhan jenis daun lebar di pada hutan alam No. Peubah yang dimodel Komponen Pertumbuhan Bentuk Model 1.
Jumlah pohon (N)
a. Mortality (M) b. Ingrowth ( I )
∂NMt /∂t = a.Nt ∂NIt /∂t = a.exp{b.(Bt / Nt)}
2.
Bidang dasar (B)
a. Mortality (M) b. Ingrowth ( I ) c. Pertumbuhan pohon
∂NMt /∂t = a.Nt {b.log(x)-c} ∂NIt /∂t = a.exp{b.(Bt / Nt)} ∂Gt /∂t = a.Btb + c.Bt
MODEL-MODEL KELAS DIAMETER
Model-model kelas diameter pada dasarnya adalah model-model yang digunakan untuk memprediksi perubahan komposisi kelas diameter beserta pertumbuhan pohon dalam setiap kelas diameter. Hal ini mudah dipahami melalui perincian komponen-komponen pertumbuhan dalam setiap kelas diameter yang terdiri atas :
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 20
Modul Inventarisasi Hutan 1. Jumlah pohon dalam setiap kelas diameter pada awal periode pengamatan (Ni,t1) 2. Jumlah pohon yang bertambah ke dalam kelas diameter yang termasuk hitungan, yang disebut sebagai Ingrowth (Ii) 3. Jumlah pohon yang bertumbuh dan berpindah ke kelas diameter yang lebih besar, yang disebut sebagai Upgrowth (Ui). 4. Jumlah pohon yang mati dalam setiap kelas diameter selama periode pengamatan (Mi) 5. Jumlah pohon yang tertebang selama periode pengamatan (Ci) Berdasarkan komponen komponen tersebut di atas maka jmlah pohon dalam setiap kelas diameter pada saat akhir periode pengamatan (t2) dapat dituliskan sebagai berikut : Ni,t2 = Ni,t1 + Ii - Ui - Mi + Ci ; …….......……………………. 6.17 Hamilton (1974) dalam Davis (1987), mengemukakan suatu persamaan untuk menyatakan peluang kematian dalam suatu kelas diameter (mi) sebagai berikut : 1 ; …..............……………………………….. 6.18 m= 1 + exp( x) dimana X adalah suatu fungsi pohon dan karakteristik tegakan, seperti indeks tempat tumbuh dan bidang dasar. Salah satu fungsi lain yang juga pernah digunakan untuk menyatakan prosentase jumlah pohon yang mati dalam suatu kelas diameter tertentu (Pi) adalah sebagai berikut : Pi = a – b.Di ; …….........…………………………………… 6.19 dimana Di adalah nilai tengah kelas diameter, sedang a dan b adalah koefisien atau tetapan. Adam dan Ek (dalam Davis, 1987) menggunakan beberapa fungsi untuk menghitung komponen pertumbuhan tegakan selama periode lima tahunan, sebagai berikut : 1. Ingrowth, jumlah pohon yang bertumbuh dan masuk ke dalam kelas diameter yang terhitung / terukur ;
⎡ b .n + b 2 .n 2 + ... + b k .n k ⎤ I= a0⎢ 1 1 ⎥ n 1 + n 2 + ... + n k ⎣ ⎦
a1
; …….....……..
6.20
2. Upgrowth, jumlah pohon yang beralih dari kelas diameter i ke kelas diameter (i + 1); Ui = a1(ni)p1(S)(di)p2 exp[-a2.(b1n1 + b2n2 + bknk)] ; …...….
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
6.21
M6 - 21
Modul Inventarisasi Hutan 3. Mortality, jumlah pohon yang mati dalam setiap kelas diameter, M = a.n ; ……………...……………………………………..
6.22
Dengan menggunakan fungsi-fungsi tersebut di atas, selanjutnya dapat ditentukan jumlah pohon dalam setiap kelas diameter pada akhir periode pengamatan t, berdasarkan kondisi awal pada saat t-1 sebagai berikut : (1) Untuk kelas diameter terkecil, n1(t) = n1(t-1) + I - M1 - U1; …………........................... 6.23 (2) Untuk kelas diameter yang lain, n1(t) = n1(t-1) + Ui-1 - Mi - Ui; ………………….............. 6.24 untuk i = 1 sampai k (3) Untuk kelas-kelas diameter terbesar, nk+1(t) = Uk ; ………..............…………………………... 6.25 dimana :
I = Ui = Mi = k =
Ingrowth, dihitung berdasarkan persamaan 6.20 Upgrowth, dihitung berdasarkan persamaan 6.21 Mortality, dihitung berdasarkan persamaan 6.22 Kelas diameter terbesar pada saat t - 1
Selanjutnya volume dalam setiap kelas diameter (vi) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Vi = a0(di)p1(S)p2 ni – a1ni ; ………………….............…………. dimana : a0, a1, p1, p2 adalah tetapan-tatapan
6.26
Di dan ni adalah nilai tengah kelas dan jumlah pohon yang terdapat dalam kelas-kelas diameter ke i MODEL-MODEL INDIVIDU POHON
Pemodelan individu pohon dilakukan dengan jalan meniru perkembangan diameter, tinggi dan tajuk dari setiap individu pohon serta penentuan apakah suatu pohon tertentu akan tetap bertahan hidup sampai akhir suatu periode tertentu ataukah akan mati sebelum akhir periode termaksud. Selanjutnya untuk pohon-pohon yang hidup dilakukan perhitungan volume serta pertumbuhannya, dan pertumbuhan individu-individu pohon dalam luasan yang bersangkutan. Penentuan apakah suatu pohon tertentu dapat tetap bertahan hidup atau akan mati dan perhitungan tingkat perkembangan / pertumbuhannya dilakukan melalui penilaian terhadap posisi pohon yang bersangkutan dalam persaingan yang didasarkan atas ukuran relatif dan/atau jarak pohon tersebut dengan pohon-pohon lain yang ada di sekitarnya.
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 22
Modul Inventarisasi Hutan Sebagaimana telah disinggung di depan bahwa model-model individu pohon dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu : 1. Model-model tanpa peubah jarak, yang memodel setiap pohon secara terpisah melalui penentuan posisi kompetisi setiap pohon berdasarkan perbandingan diameter, tinggi dan ukuran tajuk pohon dengan peubah tegakan seperti : bidang dasar dan diameter rata-rata. Dalam pemodelan ini diasumsikan bahwa semua jenis-jenis dan ukuran pohon akan berdistribusi dengan jarak yang relatif seragam dalam seluruh tegakan. 2. Model-model dengan peubah jarak, yaitu model yang selain memasukkan peubah-peubah diameter, tinggi dan peubah tegakan lain, yang telah digunakan dalam kelompok model-model yang telah disebutkan pertama di atas, juga memetakan jarak setiap pohon dengan pohon-pohon pesaing yang ada di sekitarnya beserta ukuran dari pohon-pohon pesaing tersebut. Mudah dipahami bahwa kelompok model dengan peubah jarak ini, akan dapat menggambarkan secara lebih teliti mengenai potensi persaingan suatu pohon tertentu dengan pohon-pohon pesaingnya dalam hal mendapatkan ruang, mineral dan air tanah untuk menunjang pertumbuhannya secara lebih optimum Pemodelan individu pohon pada umumnya diamati dengan perhitungan Pertumbuhan Potensil atau pertumbuhan pohon-pohon yang tumbuh secara bebas tanpa persaingan dan selanjutnya pertumbuhan setiap pohon dinyatakan secara proporsional terhadap nilai potensi pertumbuhan tersebut dengan jalan mengalikan suatu faktor atau indeks persaingan. Perincian pertumbuhan potensil, beserta dasar penaksirannya adalah seperti pada Tabel 6.5. Tabel 6.5. Potensi pertumbuhan tegakan beserta dasar penaksirannya Peubah Pohon
Defenisi
∆h∗
Potensi pertumbuhan tinggi pohonpohon bebas persaingan (freegrowing trees)
Kurva indeks tempat tumbuh, Analisis batang pohon contoh
∆d∗
Potensi pertumbuhan diameter pohon-pohon bebas persaingan (free-growing trees)
Data riap dari pohon-pohon dominan yang bebas persaingan.
∆c∗
Potensi perkembangan tajuk pohonpohon bebas persaingan (freegrowing trees)
Hasil pengukuran tajuk pohonpohon contoh yang bebas persaingan
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
Sumber atau dasar penaksiran
M6 - 23
Modul Inventarisasi Hutan Kemampuan persaingan dari setiap pohon dapat dihitung dengan bebagai cara, tatapi umumnya dilakukan dengan menggunakan faktor atau indeks pengali, yang bernilai 0 sampai 100, terhadap pertumbuhan pohonpohon yang bebas persaingan. Juga bisa digunakan suatu faktor pengali k dengan kisaran 0 sampai 1. Dengan demikian pertumbuhan setiap individu pohon dituliskan sebagai berikut : ∆h = k1 .∆h* Pertumbuhan tinggi : Pertumbuhan diameter : ∆d = k2 .∆d* Perkembangan tajuk : ∆c = k3 .∆c* Pendekatan di atas dilakukan dengan dua tahap, yaitu pada tahap pertama dilakukan perhitungan pertumbuhan potensi atau pertumbuhan pohon-pohon yang bebas persaingan dan pada tahap kedua dilakukan penaksiran terhadap pengaruh persaingan. Pendekatan lainnya melakukan pemodelan tanpa perhitungan potensil secara terpisah, tetapi langsung mengembangkan persamaan yang didalamnya tercakup indeks persaingan, misalnya :
∆h = f (tinggi, indeks tempat tumbuh, kerapatan tegakan, tinggi rata-rata tegakan, indeks persaingan,…). Selanjutnya, tingkat kematian (mortality) dalam kedua pendekatan pemodelan tersebut di atas biasanya ditaksir berdasarkan fungsi distribusi dan dituliskan dengan fungsi : Prob (m) = f (indeks persaingan, ukuran pohon, peubah tegakan). Dua diantara indeks persaingan (CCI) yang sering digunakan dalam pemodelan tanpa peubah jarak adalah sebagai berikut : CCI = bi /bq ; ………………………………………………….. 6.27 CCI = BALi ; …………………………………………………… 6.28 dimana : bi = bidang dasar dai pohon tertentu (pohon yang diamati) bq = bidang dasar pohon rata-rata BALi = Jumlah bidang dasar pohon-pohon yang lebih besar dari pohon yang diamati Salah satu indeks kompetisi tajuk lainnya, dikemukakan oleh Krumland (1982) dalam Davis (1987) yang didasarkan pada ukuran tajuk. Indeks kompetisi ini dikembangkan dengan dasar pertimbangan bahwa jika jumlah luas penampang tajuk semua pohon dalam tegakan pada ketinggian 2/3 di atas tajuk-hidup dari pohon yang diamati bernilai kecil, maka pohon yang diamati tersebut mempunyai tajuk yang berada pada lapisan atas. Dengan perkataan lain, pohon yang diamati merupakan pohon dominan
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 24
Modul Inventarisasi Hutan yang bertumbuh secara bebas. Pertimbangan yang sama juga digunakan pada penetapan indeks BALi yang telah disebutkan di atas, hanya saja faktor yang digunakan disini adalah bidang dasar tajuk, sebagai pengganti dari bidang dasar batang. Indeks kompetisi yang dimaksudkan terakhir dituliskan sebagai berikut : CC66i = Prosentase luas penutupan tajuk yang diukur pada ketinggian 66% di atas tajuk hidup dari pohon yang diamati. Dapat dibayangkan bahwa pemodelan pertumbuhan dengan menggunakan CC66i ini adalah cukup kompleks karena setiap tajuk pohon dalam petak contoh harus diukur pada berbagai ketinggian. Namun demikian dengan bantuan sarana komputer pemodelan yang demikian ini dapat dilakukan dengan mudah, apalagi jika bentuk dan ukuran tajuk terlebih dahulu dinyatakan dalam suatu model matematis. Selanjutnya, dapat pula dikemukakan tiga contoh diantara indeks kompetisi untuk kelompok model yang menggunakan peubah jarak adalah sebagai berikut : ; Indeks Staebler ……......……….. CIi = Σ(dijCRi /2) CIi = Σ{(Di /Dj).(1/Lij) ; Indeks Hegyi ………...........…….. CIi = Σ{(Oij/Aj).(Dik/Dij) ; Indeks Bella ...………….....…….
6.29 6.30 6.31
dimana : CIi = Indeks kompetisi pohon ke j yang diamati dij = Lebar wilayah tumpang tindih proyeksi tajuk pohon ke j yang diamati dengan proyeksi tajuk pohon pesaing ke i. CRj = Radius tajuk pohon ke j yang diamati Dj = Diameter tajuk pohon ke j yang diamati Di = Diameter tajuk pesaing pohon yang ke i Lij = Jarak antara pohon ke j yang diamati dengan pohon pesaingnya yang ke i Oij = Luas wilayah tumpang tindih proyeksi tajuk proyeksi ke j yang diamati dengan proyeksi tajuk pohon pesaing ke i Aj = Luas proyeksi tajuk pohon ke j yang diamati k = Suatu faktor atau tetapan, dan i = 1 sampai n, yaitu jumlah pohon pesaing. Untuk Indeks Staebler, n = jumlah pohon di sekeliling pohon yang diamati Untuk Indeks Hegyi, n = jumlah pohon yang terpotong oleh alat ukur prisma dengan faktor bidang dasar 10 Untuk Indeks Bella, n = jumlah pohon yang tajuknya tumpang tindih dengan pohon yang diamati.
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 25
Modul Inventarisasi Hutan E. Tugas dan Latihan 1. Jelaskan secara singkat tentang apa yang dimaksud dengan : (a) Riap
(b) Riap Total
(c) Riap rata-rata (d) Riap Jalan (e) Riap Periodik
2. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan Persen Riap, dan jelaskan pula bagaimana cara perhitungannya. 3. Jelaskan secara singkat (dengan bantuan gambar) hubungan antara MAI, CAI dan Total Riap (G). 4. Sebutkan dan jelaskan unsur-unsur yang menentukan riap tegakan. 5. Faktor-faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi pertumbuhan pohon atau tegakan. Jelaskan jawaban saudara secara singkat. 6. Jelaskan tentang apa yang dimaksud dengan bonita. 7. Jelaskan secara singkat tentang hal-hal yang dapat dilakukan oleh pihak pengelola untuk mempengaruhi / meningkatkan riap pohon/tegakan. 8. Sebutkan metode-metode penaksiran riap. 9. Jelaskan apa yang dimaksud dengan : a. Kerapatan Bidang Dasar b. Tabel Tegakan c. Derajat Kesempurnaan d. Continuous Forest Inventory. 10. Untuk penaksiran riap hutan alam di wilayah tropis, metode apakah yang paling cocok digunakan? Jelaskan secara singkat jawaban saudara. 11. Untuk penaksiran riap hutan pada wilayah sub-tropis, metode apakah yang dapat digunakan? Jelaskan secara singkat jawaban saudara. 12. Penaksiran riap dapat juga dilakukan melalui penerapan Sampling Berganda (Double Sampling). Jelaskan secara singkat tahapan-tahapan penerapan Sampling Berganda dalam penaksiran riap tegakan. 13. Pertumbuhan pohon umumnya berbentuk sigmoid. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud sigmoid ini. 14. Kurva pertumbuhan peninggi (tinggi rata-rata pohon dominan) umumnya dipakai sebagai dasar penentuan kualitas tempat tumbuh pada suatu lahan hutan. Jelaskan secara singkat alasan pemakaian peninggi termaksud. 15. Model pertumbuhan peninggi (H) dan penurunan jumlah pohon (N) pada suatu tegakan, masing-masing dapat dinayatakan dengan fungsi sebagai berikut : H = 23,28 {1 – 2.715.exp(-0,065 A) N½.Ht = 1.479 {0,5026exp(-0,122Ht – 1,366)} Berdasarkan kedua fungsi tersebut di atas susunlah tabel yang memuat pertumbuhan peninggi dan perubahan tingkat kerapatan tegakan mulai dari umur 5 tahun sampai 60 tahun (gunakan interval 5 tahunan)
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 26
Modul Inventarisasi Hutan 16. Model pertumbuhan tegakan secara garis besar dapat dibedakan dalam tiga kelompok. Sebutkan ketiga kelompok yang dimaksudkan. 17. Jelaskan secara singkat tentang apa yang dimaksud dengan Tabel hasil Normal dan Tabel Hasil Empirik. 18. Jelaskan apa yang dimaksud dengan CCI dan jelaskan pula cara penentuannya. 19. Jelaskan apa yang dimaksud dengan model-model polimorfik dan apa pula yang dimaksud dengan model-model monomorfik. 20. Hasil inventarisasi sebuah tegakan menunjukkan bahwa peninggi dari tegakan tersebut adalah 24 m pada umur 8 tahun, sedang bidang dasarnya adalah 10 m2 per Ha. Berapakah taksiran volume tegakan yang bersangkutan pada umur 12 tahun (lihat Tabel 6.2). Berapa pula taksiran riap rata-rata tahunannya selama periode pengamatan tersebut. 21. Melalui pengukuran terhadap suatu tegakan yang mempunyai indeks tempat tumbuh 30 pada umur 25 tahun diketahui bahwa bidang dasar tegakan tersebut adalah 43 m3/Ha. Selain itu diketahui pula (berdasarkan hasil penelitian) bahwa fungsi volume tegakan ini adalah sebagai berikut : Log V2 = 1,45 + 0,0025 S – 5,345 (1/A2) + 1,681 (1-A1/A2) + 0,684 log B1(A1/A2)
22.
23.
24.
25.
26.
Berapa taksiran volume tegakan yang bersangkutan setelah 10 tahun mendatang, dan berapa pula riap rata-rata tahunan selama periode 10 tahun tersebut. Melalui pengamatan sejumlah petak contoh diketahui bahwa nilai ratarata dan simpangan baku diameter tegakan, masing-masing adalah 80 cm dan 13,44 cm. Juga diketahui bahwa jumlah pohon dalam tegakan tersebut adalah 1.200 batang dan pohon terkecil berdiameter dengan interval 4 cm. Pemodelan pertumbuhan pada hutan alam dilakukan melalui pemodelan komponen-komponen yang menyusun pertumbuhan tegakan yang bersangkutan. Sebutkan dan jelaskan secara singkat komponenkomponen yang dimaksudkan. Salah satu tipe model pertumbuhan adalah Model kelas Diameter. Jika ingin ditaksir pertumbuhan yang terjadi dalam setiap kelas diameter maka komponen-komponen pertumbuhan apa sajakah yang harus diamati untuk seterusnya mendasari penyusunan model matematis pertumbuhan untuk tagakan yang diamati. Pemodelan pertumbuhan tegakan, juga dapat dilakukan melalui pemodelan individu-individu pohon penyusun tegakan, yang menurut cara pendekatannya dibedakan atas dua kelompok. Sebutkan dan jelaskan kedua kelompok yang dimaksudkan. Pemodelan pertumbuhan individu pohon biasanya dilakukan dengan mengacu pada Pertumbuhan Potensil. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pertumbuhan potensil tersebut.
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 27
Modul Inventarisasi Hutan III. INDIKATOR PENILAIAN Melalui pemahaman tentang materi bahasan yang telah dikemukakan di atas, setiap mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan : (1) pengertian riap serta manfaat pengetahuan tentang riap, (2) upayaupaya yang dapat dilakukan untuk yang mempengaruhi (mengoptimumkan) pertumbuhan tegakan, (3) penerapan metode-metode penaksiran riap, dan (4) model-model pertumbuhan tegakan Indikator penilaian kemampuan atau kompetensi peserta didik adalah keakuratan atau ketepatan penjelasan (6%), kelengkapan penjelasan (6%) dan kerjasama kelompok (4%). Jumlah bobot nilai untuk semua kompetensi capaian melalui pembelajaran modul ini adalah sebesar 16%. Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, baik pada waktu penyeleng-garaan kuliah maupun melalui laporan pelaksanaan tugas latihan yang dilakukan oleh mahasiswa secara mandiri (perorangan ataupun berkelompok).
IV. PENUTUP Modul ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembelajar dan mahasiswa untuk melakukan penelusuran berbagai sumber belajar yang terkait dengan inventarisasi hutan, khususnya yang terkait dengan riap dan pertumbuhan pohon, baik dalam bentuk Buku teks, Dokumen-dokumen atau Laporan hasil penelitian, Internet ataupun sumber-sumber lain. Dengan mengacu pada modul ini maka proses pembelajaran diharapkan dapat berjalan secara efisien dan efektif melalui peran aktif dari semua pihak terkait, khususnya mahasiswa.
Riap Tegakan beserta Penaksiran dan Pemodelannya
M6 - 28
DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 1993. Pedoman dan Petunjuk Teknis Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Ditjen Pengusahaan Hutan, Departemen Kehutanan RI Davis, L.S., and K.N. Johnson, 1987. Forest Management. Third Edition. Mc.Graw-Hill Book Company. Hitam H., 1980. Dasar-dasar Teori dan Teknik Pengambilan Contoh dalam Inventarisasi Hutan. Pradnya Paramita. Husch, B., 1963. Forest Mensuration. The Ronald Press Company. Narioadiredjo, 1979. Ilmu Ukur Kayu II. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Setyarso, A. dan S.Hardjosudiro, 1989. Perencanaan Hutan (Terjemahan dari Planning a Forest Inventory oleh Spurr, S.H., 1962) UI Press. Simon, H. dan A. Setyarso, 1978. Manual Inventore Hutan (Terjemahan dari Lanley, J.P., 1973) UI Press. Simon, H., 1993. Metode Inventore Hutan. Aditya Media. Sudjana, 1991. Teknik Analisis Regresi dan Korelasi. Penerbit Tarsito.
1
SEBARAN PELUANG BINOMIUM Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p )
Χ −0
p n
r
.10
.20
.25
.30
.40
.50
.60
.70
.80
.90
1
0 1
.9000 1.0000
.8000 1.0000
.7500 1.0000
.7000 1.0000
.6000 1.0000
.5000 1.0000
.4000 1.0000
.3000 1.0000
.2000 1.0000
.9000 1.0000
2
0 1 2
.8100 .9900 1.0000
.6400 .9600 1.0000
.5625 .9375 1.0000
.4900 .9100 1.0000
.3600 .8400 1.0000
.2500 .7500 1.0000
.1600 .6400 1.0000
.0900 .5100 1.0000
.0400 .3600 1.0000
.0100 .1900 1.0000
3
0 1 2 3
.7290 .9720 .9990 1.0000
.5120 8960 .9920 1.0000
.4219 .8438 .9844 1.0000
.3430 .7840 .9730 1.0000
.2160 .6480 .9360 1.0000
.1250 .5000 .8750 1.0000
.0640 .3520 .7840 1.0000
.0270 .2160 .6570 1.0000
.0080 .1040 .4880 1.0000
.0010 .0280 .2710 1.0000
4
0 1 2 3 4
.6561 .9477 .9963 .9999 1.0000
.4096 .8192 .9728 .9984 1.0000
.3164 .7383 .9492 .9961 1.0000
.2401 .6517 .9163 .9919 1.0000
.1296 .4752 .8208 .9744 1.0000
.0625 .3125 .6875 .9375 1.0000
.0256 .1792 .5248 .8704 1.0000
.0081 .0837 .3483 .7599 1.0000
.0016 .0272 .1808 .5904 1.0000
.0001 .0037 .0523 .3439 1.0000
5
0 1 2 3 4 5
.5905 .9185 .9914 .9995 1.0000
.3277 .7373 .9421 .9933 .9997 1.0000
.2373 .6328 .8965 .9844 .9990 1.0000
.1681 .5282 .8369 .9692 .9976 1.0000
.0778 .3370 .6826 .9130 .9898 1.0000
.0312 .1875 .5000 .8125 .9688 1.0000
.0102 .0870 .3174 .6630 .9222 1.0000
.0024 .0308 .1631 .4718 .8319 1.0000
.0003 .0067 .0579 .2627 .6723 1.0000
.0000 .0005 .0086 .0815 .4095 1.0000
6
0 1 2 3 4 5 6
.5314 .8857 .9841 .9987 .9999 1.0000
.2621 .6554 .9011 .9830 .9984 .9999 1.0000
.1780 .5339 .8306 .9624 .9954 .9998 1.0000
.1176 .4202 .7443 .9295 .9891 .9993 1.0000
.0467 .2333 .5443 .8202 .9590 .9959 1.0000
.0156 .1094 .3438 .6563 .8906 .9844 1.0000
.0041 .0410 .1792 .4557 .7667 .9533 1.0000
.0007 .0109 .0705 .2557 .5798 .8824 1.0000
.0001 .0016 .0170 .0989 .3447 .7379 1.0000
.0000 .0001 .0013 .0158 .1143 .4686 1.0000
7
0 1 2 3 4 5 6 7
.4783 .8503 .9743 .9973 .9998 1.0000
.2079 .5767 .8520 .9667 .9953 .9996 1.0000
.1335 .4449 .7564 .9294 .9871 .9987 .9999 1.0000
.0824 .3294 .6471 .8740 .9712 .9962 .9998 1.0000
.0280 .1586 .4199 .7102 .9037 .9812 .9984 1.0000
.0078 .0625 .2262 .5000 .7734 .9375 .9922 1.0000
.0015 .0188 .0963 .2849 .5801 .8414 .9720 1.0000
.0002 .0038 .0288 .1260 .3529 .6706 .9176 1.0000
.0000 .0004 .0047 .0333 .1480 .4233 .7903 1.0000
.0000 .0002 .0027 .0257 .1479 .5217 1.0000
2
SEBARAN PELUANG BINOMIUM (Sambungan) Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p )
Χ −0
p n
r
.10
.20
.25
.30
.40
.50
.60
.70
.80
.90
8
0 1 2 3 4 5 6 7 8
.4305 .8131 .9619 .9950 .9996 1.0000
.1678 .5033 .7969 .9437 .9896 .9988 .9991 1.0000
.1001 .3671 .6785 .8862 .9727 .9958 .9996 1.0000
.0576 .2553 .5518 .8059 .9420 .9887 .9987 .9999 1.0000
.0168 .1064 .3154 .5941 .8263 .9502 .9915 .9993 1.0000
.0039 .0352 .1445 .3633 .6367 .8555 .9648 .9961 1.0000
.0007 .0085 .0498 .1737 .4095 .6846 .8936 .9832 1.0000
.0001 .0013 .0113 .0580 .1941 .4482 .7447 .9424 1.0000
.0000 .0001 .0012 .0104 .0563 .2031 .4967 .8322 1.0000
.0000 .0004 .0050 .0381 .1869 .5695 1.0000
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
.3874 .7748 .9470 .9917 .9991 .9999 1.0000
.1342 .4362 .7382 .9144 .9804 .9969 .9997 1.0000
.0751 .3003 .6007 .8343 .9511 .9900 .9987 .9999 1.0000
.0404 .1960 .4628 .7297 .9012 .9747 .9957 .9996 1.0000
.0101 .0705 .2318 .4826 .7334 .9006 .9750 .9962 .9997 1.0000
.0020 .0195 .0898 .2539 .5000 .7461 .9102 .9805 .9980 1.0000
.0003 .0038 .0250 .0994 .2666 .5174 .7682 .9295 .9899 1.0000
.0000 .0004 .0043 .0253 .0988 .2703 .5372 .8040 .9596 1.0000
.0000 .0003 .0031 .0196 .0856 .2618 .5638 .8658 1.0000
.0000 .0001 .0009 .0083 .0530 .2252 .6126 1.0000
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
.3478 .7748 .9470 .9917 .9991 .9999 1.0000
.1074 .3758 .6778 .8791 .9672 .9936 .9991 .9999 1.0000
.0563 .2440 .5256 .7759 .9219 .9803 .9965 .9996 1.0000
.0282 .1493 .3828 .6496 .8497 .9527 .9894 .9984 .9999 1.0000
.0030 .0464 .1673 .3823 .6331 .8338 .9452 .9877 .9983 .9999 1.0000
.0010 .0107 .0547 .1719 .3770 .6230 .8215 .9453 .9893 .9990 1.0000
.0001 .0017 .0123 .0548 .1662 .3669 .6177 .8327 .9536 .9940 1.0000
.0000 .0001 .0016 .0106 .0474 .1503 .3504 .6172 .8507 .9718 1.0000
.0000 .0001 .0009 .0064 .0328 .1209 .3222 .6242 .8926 1.0000
.0000 .0002 .0016 .0128 .0702 .2639 .6513 1.0000
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
.3138 .6974 .9104 .9815 .9972 .9997 1.0000
.0859 .3221 .6174 .8369 .9496 .9883 .9980 .9998 1.0000
.0422 .1971 .4552 .7133 .8854 .9657 .9924 .9988 .9999 1.0000
.0198 .1130 .3127 .5696 .7897 .9218 .9784 .9957 .9994 1.0000
.0036 .0302 .1189 .2963 .5328 .7535 .9006 .9707 .9941 .9993 1.0000
.0005 .0059 .0327 .1133 .2744 .5000 .7256 .8867 .9673 .9941 .9995 1.0000
.0000 .0007 .0059 .0293 .0994 .2465 .4672 .7037 .8811 .9698 .9964 1.0000
.0000 .0006 .0043 .0216 .0782 .2103 .4304 .6873 .8870 .9802 1.0000
.0000 .0002 .0020 .0117 .0504 .1611 .3826 .6779 .9141 1.0000
.0000 .0003 .0028 .0185 .0896 .3026 .6862 1.0000
9
10
11
3
SEBARAN PELUANG BINOMIUM (Sambungan) Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p )
Χ −0
p n
r
.10
.20
.25
.30
.40
.50
.60
.70
.80
.90
12
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
.2824 .6590 .8891 .9744 .9957 .9995 .9999 1.0000
.0687 .2749 .5583 .7946 .9274 .9806 .9961 .9994 .9999 1.0000
.0317 .1584 .3907 .6488 .8424 .9456 .9857 .9972 .9996 1.0000
.0138 .0850 .2528 .4925 .7237 .8821 .9614 .9905 .9983 .9998 1.0000
.0022 .0196 .0834 .2253 .4382 .6652 .8418 .9427 .9847 .9972 .9997 1.0000
.0002 .0032 .0193 .0730 .1938 .3872 .6128 .8062 .9270 .9870 .9968 .9998 1.0000
.0000 .0003 .0028 .0153 .0573 .1582 .3348 .5618 .7747 .9166 .9804 .9978 1.0000
.0000 .0002 .0017 .0095 .0386 .1178 .2763 .5075 .7472 .9150 .9862 1.0000
.0000 .0001 .0006 .0039 .0194 .0726 .2054 .4417 .7251 .9313 1.0000
.0000 .0001 .0005 .0043 .0256 .1109 .3410 .7176 1.0000
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
.2542 .6213 .8661 .9658 .9935 .9991 .9999 1.0000
.0550 .2336 .5017 .7473 .9009 .9700 .9930 .9980 .9998 1.0000
.0238 .1267 .3326 .5843 .7940 .9198 .9757 .9944 .9990 .9999 1.0000
.0097 .0637 .2025 .4206 .6543 .8346 .9376 .9818 .9960 .9993 .9999 1.0000
.0013 .0126 .0579 .1686 .3530 .5744 .7712 .9023 .9679 .9922 .9987 .9999 1.0000
.0001 .0017 .0112 .0461 .1334 .2905 .5000 .7095 .8666 .9539 .9888 .9983 .9999 1.0000
.0000 .0001 .0013 .0078 .0321 .0977 .2288 .4256 .6470 .8314 .9421 .9874 .9987 1.0000
.0000 .0001 .0007 .0040 .0812 .0624 .1654 .3457 .5794 .7975 .9363 .9903 1.0000
.0000 .0002 .0012 .0070 .0300 .0991 .2527 .4983 .7664 .9450 1.0000
.0000 .0001 .0009 .0065 .0342 .1339 .3787 .7458 1.0000
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
.2288 .5846 .8416 .9559 .9908 .9985 .9998 1.0000
.0440 .1979 .4481 .6982 .8702 .9561 .9884 .9976 .9996 1.0000
.0178 .1010 .2811 .5213 .7415 .8883 .9617 .9897 .9978 .9997 1.0000
.0068 .0475 .1608 .3552 .5842 .7805 .9067 .9685 .9917 .9983 .9998 1.0000
.0008 .0081 .0398 .1243 .2793 .4859 .6925 .8499 .9417 .9825 .9961 .9994 .9999 1.0000
.0001 .0009 .0065 .0287 .0898 .2120 .3953 .6047 .7880 .9102 .9713 .9935 .9991 .9999 1.0000
.0000 .0001 .0006 .0039 .0175 .0583 .1501 .3075 .5141 .7207 .8757 .9602 .9919 .9992 1.0000
.0000 .0002 .0017 .0083 .0315 .0933 .2195 .4158 .6448 .8392 .9525 .9932 1.0000
.0000 .0004 .0024 .0116 .0439 .1298 .3018 .5519 .8021 .9560 1.0000
.0000 .0002 .0015 .0092 .0441 .1584 .4154 .7712 1.0000
13
14
4
SEBARAN PELUANG BINOMIUM (Sambungan) Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p )
Χ −0
p n
r
.10
.20
.25
.30
.40
.50
15
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
.2059 .5490 .8159 .9444 .9873 .9978 .9997 1.0000
.0352 .1671 .3980 .6482 .8358 .9389 .9819 .9958 .9992 .9999 1.0000
.0134 .0802 .2361 .4613 .6865 .8516 .9434 .9827 .9958 .9992 .9999 1.0000
.0047 .0353 .1268 .2969 .5155 .7216 .8689 .9500 .9848 .9963 .9993 .9999 1.0000
.0005 .0052 .0271 .0905 .2173 .4032 .6098 .7869 .9050 .9662 .9907 .9981 .9997 1.0000
.0000 .0005 .0037 .0176 .0592 .1509 .3036 .5000 .6964 .8491 .9408 .9824 .9963 .9995 1.0000
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
.1853 .5147 .7892 .9316 .9830 .9967 .9995 .9999 1.0000
.0281 .1407 .3518 .5981 .7982 .9183 .9733 .9930 .9985 .9998 1.0000
.0100 .0635 .1971 .4050 .6302 .8103 .9204 .9729 .9925 .9984 .9997 1.0000
.0033 .0261 .0994 .2459 .4499 .6598 .8247 .9256 .9743 .9929 .9984 .9997 1.0000
.0003 .0033 .0183 .0651 .1666 .3288 .5272 .7161 .8577 .9417 .9809 .9951 .9991 .9999 1.0000
.0000 .0003 .0021 .0106 .0384 .1051 .2272 .4018 .5982 .7728 .8949 .9616 .9894 .9979 .9997 1.0000
16
.60
.70
.80
.90
.0000 .0003 .0019 .0094 .0338 .0951 .2131 .3902 .5968 .7827 .9095 .9729 9948 .9995 1.0000
.0000 .0001 .0007 .0037 .0152 .0500 .1311 .2784 .4845 .7031 .8732 .9647 .9953 1.0000
.0000 .0001 .0008 .0042 .0181 .0611 .1642 .3518 .6020 .8329 .9648 1.0000
.0000 .0003 .0023 .0127 .0556 .1841 .4510 .7941 1.0000
.0000 .0001 .0009 .0049 .0191 .0583 .1423 .2839 .4728 .6712 .8334 .9349 .9817 .9967 .9997 1.0000
.0000 .0003 .0016 .0071 .0257 .0744 .1753 .3402 .5501 .7541 .9006 .9739 .9967 1.0000
.0000 .0002 .0015 .0070 .0267 .0817 .2018 .4019 .6482 .8593 .9719 1.0000
.0000 .0001 .0005 .0033 .0170 .0684 .2108 .4853 .8147 1.0000
5
SEBARAN PELUANG BINOMIUM (Sambungan) Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p )
Χ −0
p n
r
.10
.20
.25
.30
.40
.50
17
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
.1668 .4818 .7618 .9174 .9779 .9953 .9992 .9999 1.0000
.0225 .1182 .3096 .5489 .7582 .8943 .9623 .9891 .9974 .9995 .9999 1.0000
.0075 .0501 .1637 .3530 .5739 .7653 .8929 .9598 .9876 .9969 .9994 .9999 1.0000
.0023 .0193 .0774 .2019 .3887 .5986 .7752 .8954 .9597 .9873 .9968 .9993 .9999 1.0000
.0002 .0021 .0123 .0464 .1260 .2639 .4478 .6405 .8011 .9081 .9652 .9894 .9975 .9995 .9999 1.0000
.0000 .0001 .0012 .0064 .0245 .0717 .1662 .3145 .5000 .6855 .8338 .9283 .9755 .9936 .9988 .9999 1.0000
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
.1501 .4503 .7338 .9018 .9718 .9936 .9988 .9998 1.0000
.0180 .0991 .2713 .5010 .7164 .8671 .9487 .9837 .9957 .9991 .9998 1.0000
.0056 .0395 .1353 .3057 .5787 .7175 .8610 .9431 .9807 .9946 .9988 .9998 1.0000
.0016 .0142 .0600 .1646 .3327 .5344 .7217 .8595 .9404 .9790 .9939 .9986 .9997 1.0000
.0001 .0013 .0082 .0328 .0942 .2088 .3743 .5634 .7368 8653 .9424 .9797 .9942 .9987 .9998 1.0000
.0000 .0001 .0007 .0038 .0154 .0481 .1189 .2403 .4037 .5927 .7597 .8811 .9519 .9846 .9962 .9993 .9999 1.0000
18
.60
.70
.80
.90
.0000 .0001 .0005 .0025 .0106 .0348 .0919 .1989 .3595 .5522 .7361 .8740 .9536 .9877 .9979 .9998 1.0000
.0000 .0001 .0007 .0032 .0127 .0403 .1046 .2248 .4032 .6113 .7981 .9226 .9807 .9977 1.0000
.0000 .0001 .0005 .0026 .0109 .0377 .1057 .2418 .4511 .6904 .8818 .9775 1.0000
.0000 .0001 .0008 .0047 .0221 .0826 .2382 .5182 .8332 1.0000
.0000 .0002 .0013 .0058 .0203 .0576 .1347 .2632 .4366 .6257 .7912 .9058 .9672 .9918 .9987 .9999 1.0000
.0000 .0003 .0014 .0061 .0210 .0596 .1407 .2783 .4656 .6673 .8354 .9400 .9858 .9984 1.0000
.0000 .0002 .0009 .0043 .0163 .0513 .1329 .2836 .4990 .7287 .9009 .9820 1.0000
.0000 .0002 .0012 .0064 .0282 .0982 .2662 .5497 .8499 1.0000
6
SEBARAN PELUANG BINOMIUM (Sambungan) Χ
Jumlah Peluang Binomium
∑ b( x; n , p )
Χ −0
p n
r
.10
.20
.25
.30
.40
19
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
.1351 .4023 .7054 .8850 .9648 .9914 .9983 .9997 1.0000
.0144 .0829 .2369 .4551 .6733 .8369 .9324 .9767 .9933 .9984 .9997 .9999 1.0000
.0042 .0310 .1113 .2631 .4654 .6678 .8251 .9225 .9713 .9911 .9977 .9995 .9999 1.0000
.0011 .0104 .0462 .1332 .2822 .4739 .6655 .8180 .9161 .9674 .9895 .9972 .9994 .9999 1.0000
.0001 .0008 .0055 .0230 .0696 .1629 .3081 .4878 .6675 .8139 .9115 .9648 .9884 .9969 .9994 .9999 1.0000
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
.1216 .3917 .6769 .8670 .9586 .9887 .9976 .9996 .9999 1.0000
.0115 .0692 .2061 .4114 .6296 .8042 .9133 .9679 .9900 .9974 .9994 .9999 1.0000
.0032 .0243 .0913 .2252 .4148 .6172 .7858 .8982 .9591 .9861 .9961 .9991 .9998 1.0000
.0008 .0076 .0355 .1071 .2375 .4164 .6080 .7723 .8867 .9520 .9829 .9949 .9987 .9997 1.0000
.0000 .0005 .0036 .0160 .0510 .1256 .2500 .4159 .5956 .7553 .8725 .9435 .9790 .9935 .9984 .9997 1.0000
20
.50 .0000 .0004 .0022 .0096 .0318 .0835 .1796 .3238 .5000 .6762 .8204 .9165 .9682 .9904 .9978 .9996 1.0000
.0000 .0002 .0013 .0059 .0207 .0577 .1316 .2517 .4119 .5881 .7483 .8684 .9423 .9793 .9941 .9987 .9998 1.0000
.60
.70
.80
.90
.0000 .0001 .0006 .0031 .0116 .0352 .0885 .1861 .3325 .5122 .6919 .8371 .9304 .9770 .9945 .9992 .9999 1.0000
.0000 .0001 .0006 .0028 .0105 .0326 .0839 .1820 .3345 .5261 .7178 .8668 .9538 .9896 .9989 1.0000
.0000 .0003 .0016 .0067 .0233 .0676 .1631 .3267 .5449 .7631 .9171 .9856 1.0000
.0000 .0003 .0017 .0086 .0352 .1150 .2946 .5797 .8649 1.0000
.0000 .0003 .0013 .0051 .0171 .0480 .1133 .2277 .3920 .5836 .7625 .8929 .9645 .9924 .9992 1.0000
.0000 .0001 .0006 .0026 .0100 .0321 .0867 .1958 .3704 .5886 .7939 .9308 .9885 1.0000
.0000 .0001 .0004 .0024 .0113 .0432 .1330 .3231 .6098 .8784 1.0000
.0000 .0001 .0003 .0016 .0065 .0210 .0565 .1275 .2447 .4044 .5841 .7500 .8744 .9490 .9840 .9964 .9995 1.0000
Sumber :
7
SEBARAN NORMAL BAKU
Wilayah Luas Di Bawah Kurva Normal Z - 3.4 -3.3 -3.2 -3.1 -3.0
0.00 0.0003 0.0005 0.0007 0.0010 0.0013
0.01 0.0003 0.0005 0.0007 0.0009 0.0013
0.02 0.0003 0.0005 0.0006 0.0009 0.0013
0.03 0.0003 0.0004 0.0006 0.0009 0.0012
0.04 0.0003 0.0004 0.0006 0.0008 0.0012
0.05 0.0003 0.0004 0.0006 0.0008 0.0011
0.06 0.0003 0.0004 0.0006 0.0008 0.0011
0.07 0.0003 0.0004 0.0005 0.0008 0.0011
0.08 0.0003 0.0004 0.0005 0.0007 0.0010
0.09 0.0002 0.0003 0.0005 0.0007 0.0010
-2.9 -2.8 -2.7 -2.6 -2.5
0.0019 0.0026 0.0035 0.0047 0.0062
0.0018 0.0025 0.0034 0.0045 0.0060
0.0017 0.0024 0.0033 0.0044 0.0059
0.0016 0.0023 0.0031 0.0041 0.0055
0.0016 0.0022 0.0030 0.0040 0.0054
0.0015 0.0021 0.0029 0.0039 0.0052
0.0015 0.0021 0.0028 0.0038 0.0051
0.0014 0.0020 0.0027 0.0037 0.0049
0.0014 0.0020 0.0027 0.0037 0.0049
0.0014 0.0019 0.0026 0.0036 0.0048
-2.4 -2.3 -2.2 -2.1 -2.0
0.0082 0.0107 0.0139 0.0179 0.0228
0.0080 0.0104 0.0136 0.0174 0.0222
0.0078 0.0102 0.0132 0.0170 0.0217
0.0075 0.0099 0.0129 0.0166 0.0212
0.0073 0.0096 0.0125 0.0162 0.0207
0.0071 0.0094 0.0122 0.0158 0.0202
0.0069 0.0091 0.0119 0.0154 0.0197
0.0068 0.0089 0.0116 0.0150 0.0192
0.0066 0.0087 0.0113 0.0146 0.0188
0.0064 0.0084 0.0110 0.0143 0.0183
-1.9 -1.8 -1.7 -1.6 -1.5
0.0287 0.0359 0.0446 0.0548 0.0668
0.0281 0.0352 0.0436 0.0537 0.0655
0.0274 0.0344 0.0427 0.0526 0.0643
0.0268 0.0336 0.0418 0.0516 0.0630
0.0262 0.0329 0.0409 0.0505 0.618
0.0256 0.0322 0.0401 0.0495 0.0606
0.0250 0.0314 0.0392 0.0485 0.0594
0.0244 0.0307 0.0384 0.0475 0.0582
0.0239 0.0301 0.0375 0.0465 0.0571
0.0233 0.0294 0.0367 0.0455 0.0559
-1.4 -1.3 -1.2 -1.1 -1.0
0.0808 0.0968 0.1151 0.1357 0.1587
0.0793 0.0951 0.1131 0.1335 0.1562
0.0778 0.0934 0.1112 0.1314 0.1539
0.1762 0.2033 0.2327 0.2643 0.2981
0.1736 0.2005 0.2296 0.2611 0.2946
0.1711 0.1977 0.2266 0.2578 0.2912
0.1685 0.1949 0.2236 0.2546 0.2877
0.1660 0.1922 0.2206 0.2514 0.2843
0.1635 0.1894 0.2177 0.2483 0.2810
0.1611 0.1867 0.2148 0.2451 0.2776
-0.9 -0.8 -0.7 -0.6 -0.5
0.1841 0.2119 0.2420 0.2743 0.3085
0.1814 0.2090 0.2389 0.2709 0.3050
0.1788 0.2061 0.2358 0.2676 0.3015
0.1762 0.2033 0.2327 0.2643 0.2891
0.1736 0.2005 0.2296 0.2611 0.2946
0.1711 0.1977 0.2266 0.2578 0.2912
0.1685 0.1949 0.2236 0.2546 0.2877
0.1660 0.1922 0.2206 0.2514 0.2843
0.1635 0.1894 0.2177 0.2483 0.2810
0.1611 0.1867 0.2148 0.2451 0.2776
-0.4 -0.3 -0.2 -0.1 -0.0
0.3446 0.3821 0.4207 0.4602 0.5000
0.3409 0.3783 0.4168 0.4562 0.4960
0.3372 0.3745 0.4129 0.4522 0.4920
0.3336 0.3707 0.4090 0.4483 0.4880
0.3300 0.3669 0.4052 0.4443 0.4840
0.3264 0.3632 0.4013 0.4404 0.4801
0.3228 0.3594 0.3974 0.4364 0.4761
0.3192 0.3557 0.3936 0.4325 0.4721
0.3156 0.3520 0.3897 0.4286 0.4681
0.3121 0.3483 0.3859 0.4247 0.4641
8
SEBARAN NORMAL BAKU (Lanjutan) Wilayah Luas Di Bawah Kurva Normal Z 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4
0.00 0.5000 0.5398 0.5793 0.6179 0.6554
0.01 0.5040 0.5438 0.2832 0.6217 0.6591
0.02 0.5080 0.5478 0.5871 0.6255 0.6628
0.03 0.5120 0.5517 0.5910 0.6293 0.6664
0.04 0.5160 0.5557 0.5948 0.6331 0.6700
0.05 0.5199 0.5596 0.5987 0.6368 0.6736
0.06 0.5239 0.5636 0.6026 0.6406 0.6772
0.07 0.5279 0.5675 0.6064 0.6443 0.6808
0.08 0.5319 0.5714 0.6103 0.6480 0.6844
0.09 0.5359 0.5753 0.6141 0.6517 0.6879
0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
0.6915 0.7257 0.7580 0.7881 0.8159
0.6950 0.7291 0.7611 0.7910 0.8186
0.6985 0.7324 0.7642 0.7939 0.8212
0.7019 0.7357 0.7673 0.7967 0.8238
0.7054 0.7389 0.7704 0.7995 0.8264
0.7088 0.7422 0.7734 0.8023 0.8289
0.7123 0.7454 0.7764 0.8051 0.8315
0.7157 0.7190 0.7486 0.7517 0.7794 0.7823 0.8078 0.8106 0.8340 0..8365
0.7224 0.7549 0.7852 0.8133 0.8389
1.0 1.1 1.2 1.3 1.4
0.8413 0.8643 0.8849 0.9032 0.9192
0.8438 0.8665 0.8869 0.9049 0.9207
0.8461 0.8686 0.8888 0.9066 0.9222
0.8485 0.8708 0.8907 0.9082 0.9236
0.8508 0.8729 0.8925 0.9099 0.9251
0.8531 0.8749 0.8944 0.9115 0.9265
0.8554 0.8770 0.8962 0.9131 0.9278
0.8577 0.8790 0.8980 0.9147 0.9292
0.8599 0.8810 0.8997 0.9162 0.9306
0.8621 0.8830 0.9015 0.9177 0.9319
1.5 1.6 1.7 1.8 1.9
0.9332 0.9452 0.9554 0.9641 0.9713
0.9345 0.9463 0.9564 0.9649 0.9719
0.9357 0.9474 0.9573 0.9656 0.9726
0.9370 0.9484 0.9582 0.9664 0.9732
0.9382 0.9495 0.9591 0.9671 0.9738
0.9394 0.9505 0.9599 0.9678 0.9744
0.9406 0.9515 0.9608 0.9686 0.9750
0.9418 0.9525 0.9616 0.9693 0.9756
0.9429 0.9535 0.9625 0.9699 0.9761
0.9441 0.9545 0.9633 0.9706 0.9767
2.0 2.1 2.2 2.3 2.4
0.9772 0.9821 0.9861 0.9893 0.9918
0.9778 0.9826 0.9864 0.9896 0.9920
0.9783 0.9830 0.9868 0.9898 0.9922
0.9788 0.9834 0.9871 0.9901 0.9925
0.9793 0.9838 0.9875 0.9904 0.9927
0.9798 0.9842 0.9878 0.9906 0.9929
0.9803 0.9846 0.9881 0.9909 0.9931
0.9808 0.9850 0.9884 0.9911 0.9932
0.9812 0.9854 0.9887 0.9913 0.9934
0.9817 0.9857 0.9890 0.9916 0.9936
2.5 2.6 2.7 2.8 2.9
0.9938 0.9953 0.9965 0.9974 0.9981
0.9940 0.9955 0.9966 0.9975 0.9982
0.9941 0.9956 0.9967 0.9976 0.9982
0.9943 0.9957 0.9968 0.9977 0.9983
0.9945 0.9959 0.9969 0.9977 0.9984
0.9946 0.9960 0.9970 0.9978 0.9984
0.9948 0.9961 0.9971 0.9979 0.9985
0.9949 0.9962 0.9972 0.9979 0.9985
0.9951 0.9963 0.9973 0.9980 0.9986
0.9952 0.9964 0.9974 0.9981 0.9986
3.0 3.1 3.2 3.3 3.4
0.9987 0.9990 0.9993 0.9995 0.9997
0.9987 0.9991 0.9993 0.9995 0.9997
0.9987 0.9991 0.9994 0.9995 0.9997
0.9988 0.9991 0.9994 0.9996 0.9997
0.9988 0.9992 0.9994 0.9996 0.9997
0.9989 0.9992 0.9994 0.9996 0.9997
0.9989 0.9992 0.9994 0.9996 0.9997
0.9989 0.9992 0.9995 0.9996 0.9997
0.9990 0.9993 0.9995 0.9996 0.9997
0.9990 0.9993 0.9995 0.9997 0.9998
Sumber :
9
SEBARAN t-STUDENT
ν
α 0.10
0.05
0.025
0.01
0.025
1 2 3 4 5
3.078 1.886 1.638 1.533 1.476
6.314 2.920 2.353 2.132 2.015
12.706 4.303 3.182 2.776 2.571
31.821 6.965 4.541 3.747 3.365
63.657 9.925 5.841 4.604 4.032
6 7 8 9 10
1.440 1.415 1.397 1.383 1.372
1.943 1.895 1.860 1.833 1.812
2.447 2.365 2.306 2.262 2.228
3.143 2.998 2.896 2.821 2.764
3.707 3.499 3.355 3.250 3.169
11 12 13 14 15
1.363 1.356 1.350 1.345 1.341
1.796 1.782 1.771 1.761 1.753
2.201 2.179 2.160 2.145 2.131
2.718 2.681 2.650 2.624 2.602
3.106 3.055 3.012 2.977 2.947
16 17 18 19 20
1.337 1.333 1.330 1.328 1.325
1.746 1.740 1.734 1.729 1.725
2.120 2.110 2.101 1.093 2.086
2.583 2.567 2.552 2.539 2.528
2.921 2.898 2.878 2.861 2.845
21 22 23 24 25
1.323 1.321 1.319 1.318 1.316
1.721 1.717 1.714 1.711 1.708
2.080 2.074 2.069 2.064 2.060
2.518 2.508 2.500 2.492 2.485
2.831 2.819 2.807 2.797 2.787
26 27 28 29 Inf
1.315 1.314 1.313 1.311 1.282
1.706 1.703 1.701 1.699 1.645
2.056 2.052 2.048 2.045 1.960
2.479 2.473 2.467 2.462 2.326
2.779 2.771 2.763 2.756 2.576
Sumber :
10
SEBARAN F
ƒ0,05(ν1,ν2) ν1
ν2 1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 2 3 4
161.4 18.51 10.13 7.71
199.5 19.00 9.55 6.94
215.7 19.16 9.28 6.59
224.6 19.25 9.12 6.39
230.2 19.30 9.01 6.26
234.0 19.33 8.94 6.16
236.8 19.35 8.89 6.09
238.9 19.37 8.85 6.04
240.5 19.38 8.81 6.00
5 6 7 8 9
6.61 5.99 5.59 5.32 5.12
5.79 5.14 4.74 4.46 4.26
5.41 4.76 4.35 4.07 3.86
5.19 4.53 4.12 3.84 3.63
5.05 4.39 3.97 3.69 3.48
4.95 4.28 3.87 3.58 3.37
4.88 4.21 3.79 3.50 3.29
4.82 4.15 3.73 3.44 3.23
4.77 4.10 3.68 3.39 3.18
10 11 12 13 14
4.96 4.84 4.75 4.67 4.60
4.10 3.98 3.89 3.81 3.74
3.71 3.59 3.49 3.41 3.34
3.48 3.36 3.26 3.18 3.11
3.33 3.20 3.11 3.03 2.96
3.22 3.09 3.00 2.92 2.85
3.14 3.01 2.91 2.83 2.76
3.07 2.95 2.85 2.77 2.70
3.02 2.90 2.80 2.71 2.65
15 16 17 18 19
4.54 4.49 4.45 4.41 4.38
3.68 3.63 3.59 3.55 3.52
3.29 3.24 3.20 3.16 3.13
3.06 3.01 2.96 2.93 2.90
2.90 2.85 2.81 2.77 2.74
2.79 2.74 2.70 2.66 2.63
2.71 2.66 2.61 2.58 2.54
2.64 2.59 2.55 2.51 2.48
2.59 2.54 2.49 2.46 2.42
20 21 22 23 24
4.35 4.32 4.30 4.28 4.26
3.49 3.47 3.44 3.42 3.40
3.10 3.07 3.05 3.03 3.01
2.87 2.84 2.82 2.80 2.78
2.71 2.68 2.66 2.64 2.62
2.60 2.57 2.55 2.53 2.51
2.51 2.49 2.46 2.44 2.42
2.45 2.42 2.40 2.37 2.36
2.39 2.37 2.34 2.32 2.30
25 26 27 28 29
4.24 4.23 4.21 4.20 4.18
3.39 3.37 3.35 3.34 3.33
2.99 2.98 2.96 2.95 2.93
2.76 2.74 2.73 2.71 2.70
2.60 2.59 2.57 2.56 2.55
2.49 2.47 2.46 2.45 2.43
2.40 2.39 2.37 2.36 2.35
2.34 2.32 2.31 2.29 2.28
2.28 2.27 2.25 2.24 2.22
30 40 60 120 ∞
4.17 4.08 4.00 3.92 3.84
3.32 3.23 3.15 3.07 3.00
2.92 2.84 2.76 2.68 2.60
2.69 2.61 2.53 2.45 2.37
2.53 2.45 2.37 2.29 2.21
2.42 2.34 2.25 2.17 2.10
2.33 2.25 2.17 2.09 2.01
2.27 2.18 2.10 2.02 1.94
2.21 2.12 2.04 1.96 1.88
11
SEBARAN F (Lanjutan) ƒ0,05(ν1,ν2) ν2
ν1
10
12
15
20
24
30
40
60
120
∞
1 2 3 4
241.9 19.40 8.79 5.96
243.9 19.41 8.74 5.91
245.9 19.43 8.70 5.86
148.0 19.45 8.66 5.80
249.1 19.45 8.64 5.77
250.1 19.46 8.62 5.75
251.1 19.47 8.59 5.72
252.2 19.48 8.57 5.69
253.3 19.49 8.55 5.66
254.3 19.50 8.53 5.63
5 6 7 8 9
4.74 4.06 3.64 3.35 3.14
4.68 4.00 3.57 3.28 3.07
4.62 3.94 3.51 3.22 3.01
4.56 3.87 3.44 3.15 2.94
4.53 3.84 3.41 3.12 2.90
4.50 3.81 3.38 3.08 2.86
4.46 3.77 3.34 3.04 2.83
4.43 3.74 3.30 3.01 2.79
4.40 3.70 3.27 2.97 2.75
4.36 3.67 3.23 2.93 2.71
10 11 12 13 14
2.98 2.85 2.75 2.67 2.60
2.91 2.79 2.69 2.60 2.53
2.85 2.72 2.62 2.53 2.46
2.77 2.65 2.54 2.46 2.39
2.74 2.61 2.51 2.42 2.35
2.70 2.57 2.47 2.38 2.31
2.66 2.53 2.43 2.34 2.27
2.62 2.49 2.38 2.30 2.22
2.58 2.45 2.34 2.25 2.18
2.54 2.40 2.30 2.21 2.13
15 16 17 18 19
2.54 2.49 2.45 2.41 2.38
2.48 2.42 2.38 2.34 2.31
2.40 2.35 2.31 2.27 2.23
2.33 2.28 2.23 2.19 2.16
2.29 2.24 2.19 2.15 2.11
2.25 2.19 2.15 2.11 2.07
2.20 2.15 2.10 2.06 2.03
2.16 2.11 2.06 2.02 1.98
2.11 2.06 2.01 1.97 1.93
2.07 2.01 1.96 1.92 1.88
20 21 22 23 24
2.35 2.32 2.30 2.27 2.25
2.28 2.25 2.23 2.20 2.18
2.20 2.18 2.15 2.13 2.11
2.12 2.10 2.07 2.05 2.03
2.08 2.05 2.03 2.01 1.98
2.04 2.01 1.98 1.96 1.94
1.99 1.96 1.94 1.91 1.89
1.95 1.92 1.89 1.86 1.84
1.90 1.87 1.84 1.81 1.79
1.84 1.81 1.78 1.76 1.73
25 26 27 28 29
2.24 2.22 2.20 2.19 2.18
2.16 2.15 2.13 2.12 2.10
2.09 2.07 2.06 2.04 2.03
2.01 1.99 1.97 1.96 1.94
1.96 1.95 1.93 1.91 1.90
1.92 1.90 1.88 1.87 1.85
1.87 1.85 1.84 1.82 1.81
1.82 1.80 1.79 1.77 1.75
1.77 1.75 1.73 1.71 1.70
1.71 1.69 1.67 1.65 1.64
30 40 60 120 ∞
2.16 2.08 1.99 1.91 1.83
2.09 2.00 1.92 1.83 1.75
2.01 1.92 1.84 1.75 1.67
1.93 1.84 1.75 1.66 1.57
1.89 1.79 1.70 1.61 1.52
1.84 1.74 1.65 1.55 1.46
1.79 1.69 1.59 1.50 1.39
1.74 1.64 1.53 1.43 1.32
1.68 1.58 1.47 1.35 1.22
1.62 1.51 1.39 1.25 1.00
12
SEBARAN F (Lanjutan) ƒ0,01(ν1,ν2) ν1
ν2
1 2 3 4
1 4052 98.50 34.12 21.20
2 4999.5 99.00 30.82 18.00
3 5403 99.17 29.46 16.69
4 5625 99.25 28.71 15.98
5 5746 99.30 28.24 15.52
6 5859 99.33 27.91 15.21
7 5928 99.36 27.67 14.98
8 5981 99.37 27.49 14.80
9 60.22 99.39 27.35 14.66
5 6 7 8 9
16.26 13.75 12.25 11.26 10.56
13.27 10.92 9.55 8.65 8.02
12.06 9.78 8.45 7.59 6.99
11.39 9.15 7.85 7.01 6.42
10.97 8.75 7.46 6.63 6.06
10.67 8.47 7.19 6.37 5.80
10.46 8.26 6.99 6.18 5.61
10.29 8.10 6.84 6.03 5.47
10.16 7.98 6.72 5.91 5.35
10 11 12 13 14
10.04 9.65 9.33 9.07 8.86
7.56 7.21 6.93 6.70 6.51
6.55 6.22 5.95 5.74 5.56
5.99 5.67 5.41 5.21 5.04
5.64 5.32 5.06 4.86 4.69
5.39 5.07 4.82 4.62 4.46
5.20 4.89 4.64 4.44 4.28
5.06 4.74 4.50 4.30 4.14
4.94 4.63 4.39 4.19 4.03
15 16 17 18 19
8.68 8.53 8.40 8.29 8.18
6.36 6.23 6.11 6.01 5.93
5.42 5.29 5.18 5.09 5.01
4.89 4.77 4.67 4.58 4.50
4.56 4.44 4.34 4.25 4.17
4.32 4.20 4.10 4.01 3.94
4.14 4.03 3.93 3.84 3.77
4.00 3.89 3.79 3.73 3.63
3.89 3.78 3.68 3.60 3.52
20 21 22 23 24
8.10 8.02 7.95 7.88 7.82
5.89 5.78 5.72 5.66 5.61
4.94 4.87 4.82 4.76 4.72
4.43 4.37 4.31 4.26 4.22
4.10 4.04 3.99 3.94 3.90
3.87 3.81 3.76 3.71 3.67
3.70 3.64 3.59 3.54 3.50
3.56 3.51 3.45 3.41 3.36
3.46 3.40 3.35 3.30 3.26
25 26 27 28 29
7.77 7.72 7.68 7.64 7.60
5.57 5.53 5.49 5.45 5.42
4.68 4.64 4.60 4.57 4.54
4.18 4.14 4.11 4.07 4.04
3.85 3.82 3.78 3.75 3.73
3.63 3.59 3.56 3.53 3.50
3.46 3.42 3.39 3.36 3.33
3.32 3.29 3.26 3.23 3.20
3.22 3.18 3.15 3.12 3.09
30 40 60 120 ∞
7.56 7.31 7.08 6.85 6.63
5.39 5.18 4.98 4.79 4.61
4.51 4.31 4.13 3.95 3.78
4.02 3.83 3.65 3.48 3.32
3.70 3.51 3.34 3.17 3.02
3.47 3.29 3.12 2.96 2.80
3.30 3.12 2.95 2.79 2.64
3.17 2.99 2.82 2.66 2.51
3.07 2.89 2.72 2.56 2.41
13
SEBARAN F (Lanjutan) ƒ0,01(ν1,ν2) ν1
ν2
1 2 3 4
10 6056 99.40 27.23 14.55
12 6157 99.42 27.05 14.37
15 6157 99.43 26.87 14.20
20 6029 99.45 26.69 14.02
24 6235 99.46 26.60 13.93
30 6261 99.47 26.50 13.84
40 6287 99.47 26.41 13.75
60 6313 99.48 26.32 13.65
120 6339 99.49 26.22 13.56
∞ 6366 99.50 26.13 13.46
5 6 7 8 9
10.05 7.87 6.62 5.81 5.26
9.89 7.72 6.47 5.67 5.11
9.72 7.56 6.31 5.52 4.96
9.55 7.40 6.16 5.36 4.81
9.47 7.31 6.07 5.28 4.73
9.38 7.23 5.99 5.20 4.65
9.29 7.14 5.91 5.12 4.57
9.20 7.06 5.82 5.03 4.48
9.11 6.97 5.74 4.95 4.40
9.02 6.88 5.65 4.86 4.31
10 11 12 13 14
4.85 4.54 4.30 4.10 3.94
4.71 4.40 4.16 3.96 3.80
4.56 4.25 4.01 3.82 3.66
4.41 4.10 3.86 3.66 3.51
4.33 4.02 3.78 3.59 3.43
4.25 3.94 3.70 3.51 3.55
4.17 3.86 3.62 3.43 3.27
4.08 3.78 3.54 3.34 3.18
4.00 3.69 3.45 3.25 3.09
3.91 3.60 3.36 3.17 3.00
15 16 17 18 19
3.80 3.69 3.59 3.51 3.43
3.67 3.55 3.46 3.37 3.30
3.52 3.41 3.31 3.23 3.15
3.37 3.26 3.16 3.08 3.00
3.29 3.18 3.08 3.00 2.92
3.21 3.10 3.00 2.92 2.84
3.13 3.02 2.92 2.84 2.76
3.05 2.93 2.83 2.75 2.67
2.96 2.84 2.75 2.66 2.58
2.87 2.75 2.65 2.57 2.49
20 21 22 23 24
3.37 3.31 3.26 3.21 3.17
3.23 3.17 3.12 3.07 3.03
3.09 3.03 2.98 2.93 2.89
2.94 2.88 2.83 2.78 2.74
2.86 2.80 2.75 2.70 2.66
2.78 2.72 2.67 2.62 2.58
2.69 2.64 2.58 2.54 2.49
2.61 2.55 2.50 2.45 2.40
2.52 2.46 2.40 2.35 2.31
2.42 2.36 2.31 2.26 2.21
25 26 27 28 29
3.13 3.09 3.06 3.03 3.00
2.99 2.96 2.93 2.90 2.87
2.85 2.81 2.78 2.75 2.73
2.70 2.66 2.63 2.60 2.57
2.62 2.58 2.55 2.52 2.49
2.54 2.50 2.47 2.44 2.41
2.45 2.42 2.38 2.35 2.33
2.36 2.33 2.29 2.26 2.23
2.27 2.23 2.20 2.17 2.14
2.17 2.13 2.10 2.06 2.03
30 40 60 120 ∞
2.98 2.80 2.63 2.47 2.32
2.84 2.66 2.50 2.34 2.18
2.70 2.52 2.35 2.19 2.04
2.55 2.37 2.20 2.03 1.88
2.47 2.29 2.12 1.95 1.79
2.39 2.20 2.03 1.86 1.70
2.30 2.11 1.94 1.76 1.59
2.21 2.02 1.84 1.66 1.47
2.11 1.92 1.73 1.53 1.32
2.01 1.80 1.60 1.38 1.00
Sumber :
14
NILAI PARAMETER SEBARAN WEIBULL C
r1
r2
r2/r1
CVX
c
r1
r2
r2/r1
CVX
0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70 0,75 0,80 0,85 0,90 0,95 1,00 1,05 1,10 1,15 1,20 1,25 1,30 1,35 1,40 1,45 1,50 1,55 1,60 1,70 1,75 1,80 1,85 1,90 1,95 2,00 2,05 2,10 2,15 2,20 2,25 2,30 2,35 2,40 2,45 2,50 2,55 2,60 2,65 2,70
24,000 9,2605 5,0292 3,3234 2,4786 2,0000 1,7024 1,5046 1,3663 1,2658 1,1906 1,1330 1,0880 1,0522 1,0234 1,0000 0,9808 0,9808 0,9517 0,9407 0,9314 0,9236 0,9170 0,9114 0,9067 0,9027 0,8994 0,8966 0.8922 0,8906 0,8893 0,8882 0,8874 0,8867 0,8862 0,8859 0,8857 0,8856 0,8856 0,8857 0,8859 0,8862 0,8865 0,8868 0,8873 0,8877 0,8882 0,8887 0,8893
40320,0 2593,57 424,338 120,000 47,8761 24,0000 14,0893 9,2605 6,6142 5,0292 4,0122 3,3233 2,8359 2,4786 2,2088 2,0000 1,8351 1,8351 1,5941 1,5046 1,4296 1,3663 1,3122 1,2658 1,2256 1,1906 1,1600 1,1330 1,0880 1,0691 1,0522 1,0370 1,0234 1,0111 1,0000 0,9899 0,9808 0,9725 0,9649 0,9580 0,9517 0,9459 0,9407 0,9358 0,9314 0,9273 0,9236 0,9201 0,9170
70,0000 30,2431 16,7773 10,8650 7,7931 6,0000 4,8613 4,0908 3,5433 3,1387 2,8302 2,5889 2,3959 2,2388 2,1089 2,0000 1,9076 1,9076 1,7600 1,7004 1,6480 1,6017 1,5606 1,5238 1,4908 1,4610 1,4340 1,4095 1,3666 1,3478 1,3305 1,3145 1,2997 1,2860 1,2732 1,2614 1,2503 1,2399 1,2302 1,2211 1,2126 1,2045 1,1970 1,1889 1,1831 1,1767 1,1707 1,1650 1,1595
8,3066 5,4077 3,9721 3,1409 2,6064 2,2361 1,9650 1,7581 1,5948 1,4624 1,3529 1,2605 1,1815 1,1130 1,0530 1,0000 0,9527 0,9102 0,8718 0,8369 0,8050 0,7757 0,7487 0,7238 0,7006 0,6790 0,6588 0,6399 0,6055 0,5897 0,5749 0,5608 0,5475 0,5348 0,5227 0,5112 0,5003 0,4898 0,4799 0,4703 0,4611 0,4523 0,4438 0,4357 0,4204 0,4204 0,4131 0,4062 0,3994
2,75 2,80 2,85 2,90 2,95 3,00 3,05 3,10 3,15 3,20 3,25 3,30 3,35 3,40 3,45 3,50 3,55 3,60 3,65 6,70 3,75 3,80 3,85 3,90 3,95 4,00 4,05 4,10 4,15 4,20 4,25 4,30 4,35 4,40 4,45 4,50 4,55 4,60 4,65 4,70 4,75 4,80 4,85 4,90 4,95 5,00 5,05 5,10 5,15
0,8868 0,8904 0,8911 0,8917 0,8923 0,8993 0,8936 0,8943 0,8950 0,8956 0,8963 0,8970 0,8977 0,8984 0,8991 0,8997 0,9004 0,9011 0,9018 0,9024 0,9031 0,9038 0,9044 0.9051 0,9058 09064 0,9070 09077 0,9073 0,9089 09096 0,9102 0,9108 0,9114 0,9120 0,9126 0,9132 0,9137 0,9143 0,9149 0,9154 0,9160 0,9165 0,9171 0,9176 0,9182 0,9187 0,9192 0,9197
0,9358 0,9114 0,9090 0,9067 0,9046 0,9027 0,9010 0,8994 0,8979 0,8966 0,8953 0,8942 0,8932 0,8922 0,8914 0,8906 0,8899 0,8893 0.8887 0,8882 0,8878 0,8874 0,8870 0,8867 0,8864 0.8862 0,8864 0,8859 0,8859 0,8857 0,8856 0,8856 0,8856 0,8856 0,8857 0,8857 0,8858 0,8859 0,8860 0,8862 0,8863 0, 8864 0,8867 0,8868 0,8870 0,8873 0,8875 0,8877 0,8880
1,1898 1,1495 1,1448 1,1404 1,1361 1,1321 1,1282 1,1246 1,1210 1,1176 1,1144 1,1113 1,1083 1,1055 1,1028 1,1001 1,0967 1,9052 1,0929 1,0906 1,0884 1,0863 1,0843 1,0824 1,0805 1,0787 1,0770 1,0753 1,0736 1,0720 1,0705 1,0690 1,0676 1,0662 1,0649 1,0636 1,0623 1,0611 1,0598 1,0587 1,0576 1,0565 1,0555 1,0544 1,0534 1,0535 1,0515 1,0506 1,0497
0,4357 0,3866 0,3805 0,3747 0,3690 0,3634 0,3581 0,3529 0,3479 0,3430 0,3383 0,3336 0,3292 0,3248 0,3206 0,3164 0,3124 0,3085 0,3047 0,3010 0,2974 0,2938 0,2904 0,2871 0,2837 0,2806 0,2774 0,2473 0,2714 0,2684 0,2655 0,2628 0,2600 0,2573 0,2547 0,2521 0,2496 0,2471 0,2447 0,2424 0,2400 0,2377 0,2355 0,2333 0.2311 0,2290 0,2270 0,2249 0,2229
15
NILAI PARAMETER SEBARAN WEIBULL (Lanjutan) C
r1
r2
r2/r1
CVX
c
r1
r2
r2/r1
CVX
5,20 5,25 5,30 5,35 5,40 5,45 5,50 6,00 6,50 7,00 7,50
0,9202 0,9207 0,9213 0,9217 0,9222 0,9227 0,9232 0,9277 0,9318 0,9354 0,9387
0,8882 0,8885 0,8887 0,8890 0,8893 0,8896 0,8899 0,8929 0,8963 0,8997 0,9031
1,0488 1,0480 1,0472 1,0463 1,0456 1,0449 1,0441 1,0375 1,0324 1,0282 1,0248
0,2210 0,2191 0,2172 0,2153 0,2135 0,2117 0,2099 0,1938 0,1799 0,1680 0,1576
8,00 8,50 9,00 9,50 10,00 12,50 15,00 20,00 50,00 100,00 ∞
0,9417 0,9445 0,9470 0,9492 0,9513 0,9597 0,9657 0,9735 0,9888 0,9943 1,0000
0,9064 0,9096 0,9126 0,9254 0,9182 0,9298 0,9387 0,9513 0,9784 0,9888 1,0000
1,0220 1,0997 1,0176 1,0159 1,0145 1,0095 1,0067 1,0038 1,0006 1,0001 1,0000
0,1484 0,1484 0,1328 0,1263 0,1203 0,0973 0,0818 0,0620 0,0255 0,0122 0,0000
Sumber :
16
ANGKA ACAK Baris
Kolom 1-5
6 - 10
11 - 15
16 - 20
21 - 25
26 - 30
31 - 35
36 - 40
1 2 3 4 5
62956 17143 99285 12940 28089
95735 50118 01369 81308 80216
70988 41681 94610 40436 08681
86027 87224 71099 82916 83524
27648 75674 69207 74245 00583
65155 43371 01999 70324 55179
46301 09846 23931 88555 31911
27217 83403 34711 82182 68484
6 7 8 9 10
78709 36009 95695 89221 91937
74747 01306 52933 34158 35854
17626 33858 39459 16364 13168
74930 96930 84218 16532 24642
41300 71087 34670 50070 22369
04858 11354 91542 78159 87396
85634 85891 02186 18445 64367
42398 52644 86134 05884 89259
11 12 13 14 15
07339 73238 87940 46904 02580
63159 34352 32625 92456 92653
94886 81004 44838 64675 33907
51002 95682 39920 66930 54380
85834 13029 57188 54980 00763
94109 76288 41771 11631 60452
56843 22054 43185 54596 18860
03769 54849 74236 50563 48829
16 17 18 19 20
86983 92604 26988 75370 18826
20150 22144 49617 38794 84055
78561 67209 87118 51939 91391
97095 88807 28108 20879 78487
15990 82087 13110 30221 07594
45947 06616 40766 73593 74994
88542 16605 21216 76238 64239
86519 95621 01567 85702 00808
21 22 23 24 25
20198 74784 08050 63096 23099
45182 75807 25691 27123 48428
09914 79881 87992 94686 16697
45305 45290 75747 39205 82597
97352 56117 55031 68047 74983
00516 39798 82704 12108 22452
56804 62617 97667 62144 46283
10931 26912 03734 31291 97617
26 27 28 29 30
84827 97965 96097 77733 73159
81473 30432 51256 98610 81085
19453 92410 61546 86615 96957
95401 42482 93683 19007 48358
01363 31448 46277 29402 90944
40795 78558 30115 26348 58155
86600 55152 37682 96477 73014
78317 27863 15694 97154 79515
31 32 33 34 35
19074 83098 10416 08693 50451
14518 95483 60700 25225 52350
91372 17986 37527 54798 37860
73333 79141 26169 60498 40950
42832 92419 07315 32060 14377
17500 36887 08340 60310 16485
91049 65473 31597 36587 62250
74510 05675 05568 30579 96104
17
ANGKA ACAK (Lanjutan) Baris
Kolom 1-5
6 - 10
11 - 15
16 - 20
21 - 25
26 - 30
31 - 35
36 - 40
36 37 38 39 40
73128 89677 67828 30001 14283
88097 39620 36965 63542 75479
01832 49118 63617 05680 39727
19463 49660 60332 12956 79075
28038 96852 10525 96058 87995
00222 71822 78030 80149 74464
83868 66195 06835 79950 49102
74422 28204 59222 39309 93185
41 42 43 44 45
84051 80815 28515 17402 66814
28694 60959 30696 25186 38016
03885 58747 23612 12526 61219
97247 50798 87285 19012 14760
43578 47455 96888 42374 99030
48213 18738 25681 47886 38070
97929 58154 65597 43367 81369
49951 95800 50837 61815 94157
46 47 48 49 50
49751 35597 03026 96637 34324
96432 97760 00712 00092 90440
63666 47288 49279 97446 76224
47760 34700 10272 75109 71230
70192 25569 30083 53899 92581
10367 91920 61603 93915 06794
17197 02045 26715 37789 39559
95801 24344 89026 13073 05362
Sumber :
18
19