Muhammad Yahya, Modifikasi Desain ATBM
MODIFIKASI DESAIN ALAT TENUN BUKAN MESIN (ATBM) PADA INDUSTRI PENGUSAHA KECIL TENUN SUTERA DIKABUPATEN WAJO SULAWESI SELATAN Muhammad Yahya Jurusan Pendidikan Teknik Otomotif Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar e-mail:
[email protected]
Abstrak ATBM adalah salah satu alat tenun yang digunakan untuk menenun kain, Alat ini terbuat dari kayu.yang dipasangi beberapa perlengkapan, sehingga menjadi satu unit ATBM. ATBM digerakkan secara manual dengan menggunakan kaki dan tangan. Sikap kerja penenun duduk di kursi kemudian kaki mengayun pedal dan tangan menarik pengetek/pengungkit. Masalah yang dialami penenun dalam penggunaan ATBM adalah : (1) kualitas basil tenunan masih rendah, (2) produktivitas rendah, dan (3) memerlukan tenaga yang besar untuk mengoperasikannya. Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan ini, adalah : (1) untuk menciptakan ATBM yang ergonomis, sesuai kemampuan dan keterbatasan penenun agar nyaman digunakan, (2) untuk meningkatkan mutu produksi ATBM, (3) untuk meningkatkan produktivitas penenun, dan (4) untuk meningkatkan motivasi kerja penenun menggunakan ATBM. Kerangka kerja dilakukan 5 tahap, yaitu: (1) persiapan alat/bahan, (2) pembuatan ATBM, (3) Uji coba ATBM, dan (4) penyempurnaan. Hasil ATBM yang telah dimodifikasi diperoleh sebagai berikut : (1) ATBM lebih sempurna dan nyaman digunakan (ergonomis), (2) hasil tenunan lebih rata (tidak berkeriput), (3) pengoperasian lebih sederhana, (4) produktivitas penenun meningkat, dan (5) pengopesaian ATBM lebih ringan, sesuai dengan kemampuan penenun wanita, sehingga dapat menarik minat remaja putri untuk menenun. Disarankan ada tindak lanjut modifikasi desain ATBM dengan dilengkapi motor penggerak, sehingga dapat bekerja secara otomatis dan produksi meningkat. Kata kunci: ATBM, Ergonomis, sikap kerja
Daerah Sulawesi Selatan terkenal sebagai daerah industri kerajinan tenun sutera Ihdustri kerajinan tenun sutera di daerah ini tersebar dibeberapa daerah kabupaten yang menjadi pusat industri kerajinan tersebut, seperti: Kabupaten Wajo, Polmas, Bulukumba, dan Soppeng . Di antara kabupaten tersebut, Kabupaten Wajo yang paling terkenal. Didaerah ini terdapat kurang lebih 40 perusahaan tenun sutera dengan 1434 orang penenun. Sedangkan di Kabupaten Polmas terdapat 25 perusahaan dengan 500 orang penenun (BPS, 1998). Sedangkan di Kabupaten Soppeng terdapat
PT. Perhutani yang memperoduksi kokon menjadi benang, selain itu juga terdapat industri kerajinan tenun walaupun jumlahnya tidak sebanyak kedua Kabupaten yang telah disebutkan. Industri kerajinan sutera kebanyakan tenaga kerjanya adalah wanita Tenaga kerja ini berasal dari desa-desa sekitar perusahaan pengrajin. Sistim kerja dari industri tenun sutera ada macam, yaitu (a) tenaga kerja (penenun) borongan, pada umumnya memilih bekerja sendiri dirumahnya Mereka datang mengantar hasil tenunan
Jurnal MEDTEK, Volume 3, Nomor 2, Oktober 2011
keperusahaan tempat mereka bekerja, kemudian mengambil bahan untuk dikerjakan dirumah. Selain itu penenun mendapat bantuan pinjaman alat, berupa Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM), (a) penenun tetap, umumnya menginap diperusahaan atau tinggal sekitar tempat kerjanya. Industri tenun ini menyebar sampai desa-desa terpencil. Secara ekonomi industri kerajinan ini akan berdampak positip terhadap penciptaan lapangan pekerjaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, karena dapat memberikan tambahan penghasilan antara Rp 5.000 sampai Rp 10.000/hari. Kondisi ini dirasakan sangat membantu kebutuhan hidup masyarakat Namun lapangan pekerjaan yang sudah ada sejak jaman pra-merdeka ini banyak menimbulkan masalah dalam pengoperasiatmya. Penelitian yang dilakukan penulis untuk menilai ATBM ditinjau dari segi ilmu ergonomi di Kabupaten Wajo ditemukan hal sebagai berikut : (a) proses pengoperasian ATBM memerlukan kekuatan fisik yang besar terutama tangan untuk menarik ayunan dan kaki untuk mengayun pedal, masih terlalu berat bagi penenun wanita, (b) ATBM belum efektip, terutama pada sistim pengereman, penggulung benang belum dapat menjaga ketegangan benang yang konstan, sehingga akan menghasilkan kerapatan dan kerataan permukaan kain tidak rata (kain berkeriput), karena peralatan penggulung digerakkan secara manual. Selain itu pemanfaatan suraber daya kurang efektif karena harus selalu turun memutar penggulung benang dan kondisi ini pula dapat menurunkan motivasi pengrajin, (c) produksi penenun 2-3 meter/hari, hal ini masih rendah dan upah yang diperoleh penenun belum mencapai UMR setempat, (d) tempat duduk yang digunakan belum dilengkapi sandaran pinggang, sehingga tidak ada penyanggah untuk menyandarkan tubuh, (e) belum ada pengaturan waktu kerja dan istirahat, untuk menjaga kondisi badan tetap fit untuk bekerja, dan (f) Keluhan yang sering dirasakan penenun, adalah; pegal dan nyeri di daerah bahu, pinggang, leher dan
pembengkakan kaki (Yahya, 1997). Penyebab keluhan ini belum diketahui secara pasti. Suma'mur (1992) menyatakan bahwa penerapan ergonomi pada perusahaan kecil dan sektor informal belum mendapat perhatian yang layak. Interaksi antara sarana prasarana dengan tenaga kerja tidak sepenuhnya diperhatikan, sehingga menyebabkan terjadinya gangguan sistem gerak. Grandjean (1980) menyatakan babwa peralatan yang dirancang tidak sesuai dengan dengan postur pekerja dapat menimbulkan penyakit pinggang atau leher dan lengkungan tulang belakang. Untuk mengatasi hal tersebut maka alternatif terbaik adalah dengan menciptakan peralatan kerja yang ergonomik (sesuai dengan kemampuan pekerja). Dari temuan tersebut disimpulkan bahwa ATBM belum standar, baik ditinjau dari teknik desain maupun dari segi iknu ergonomi. Berdasarkan masalah yang dihadapi tersebut, maka dalam program vucer ini akan dilakukan hal sebagai berikut: (1) perbaikan desain ATBM agar ergonomis dan nyaman dipakai menenun, (2) penyesuaian alat dengan kemampuan dan keterbatasan penenun, dan (3) pengaturan sistim kerja, untuk meningkatkan motivasi dan produktivitas kerja penenun.
KERANGKA PEMECAHAN MASALAH Industri tenun sutera dalam melakukan aktivitasnya memerlukan bahan dan peralatan. Bahan utamanya adalah benang sutera, sedangkan peralatan utamanya adalah ATBM. ATBM ini terbuat dari kayu yang dibangun berdiri dan digerakkan secara manual. Kualitas produk yang dihasilkan akan banyak dipengaruhi oleh alat, artinya bila ATBM dalam kondisi bagus basil tenunannya akan bagus, namun bila sebaliknya akan diperoleh basil yang kurang baik pula Hasil evaluasi terhadap ATBM diperoleh sebagai berikut : (a) tempat duduk yang digunakan penenun kurang memenuhi syarat (Yahya, 1997). Kondisi ini akan
Muhammad Yahya, Modifikasi Desain ATBM
mempengaruhi produktivitas kerja penenun. Pulat (1992) menyatakan bahwa tempat kerja dengan posisi duduk yang baik adalah yang memenuhi syarat sebagai berikut: (1) Semua alat-alat yang diperlukan untuk bekerja, mudah dijangkau sambil duduk di tempat kerja Jaraknya paling jauh 41cm ke kiri dan kanan tempat kerja dan tidak lebih tinggi dari 50 cm (sebaiknya 25cm). (2) Ayunan (tojang) ATBM memerlukan kekuatan yang besar untuk menariknya, sehingga posisi duduk harus baik dan jangkauan yang normal. Pulat (1992) menyatakan kekuatan tangan untuk posisi duduk sebaiknya tidak lebih besar dari 4,5 kg (10 Ib) dan jarak jangkauan tangan paling nyaman 25 cm ke kiri/kekanan. Ayunan ATBM harus di desain seringan mungkin agar mudah digerakkan, (3) Pedal ATBM, harus diperhatikan ketinggiannya dan tekanannya agar tidak berat ditekan penenua Ketinggian permukaan kain, perlu diperhatikan agar sesuai dengan tinggi permukaan pekerjaan. Qrandjean (1980) mengemukakan bahwa kekuatan optimal dorongan kaki bilamana tinggi tempat duduk berada pada ketinggian 20 cm di atas pedal dan menekan pada sudut 75° terhadap bidang vertikal. Lebih lanjut dikatakan bahwa sudut lekukan engkel kaki maksimum 60° dan yang paling nyaman antara 25-30° (4) Rem ATBM, rem ATBM dimodifikasi agar daya pengeremannya sesuai dengan jarak tuas dan beban pemberat, sehingga dihasilkan sistim pengereman yang sempurna Kondisi ini sangat penting untuk menjagaketegangan benang. Berdasarkan uraian di atas tersebut, maka program atau tahapan kerja yang dilakukan sehubungan dengan permasalahan yang diajukan, adalah sebagai berikut: (1) persiapan alat/bahan, (2) desain tempat duduk, (3) desain ATBM; (a) pembuatan pedal, (b) pembuatan ayunan, (c) pembuatan sistim pengereman, (d)
pembuatan sistem penggulungan, (e) pembuatan sistem pengatur ketegangan benang, (4) uji coba, dan (5) penyempurnaan.
PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Realisasi Pemecahan Masalah Langkah-langkah pemecahan masalah yang dilakukan untuk mengatasi pennasalahan yang dialami pengusaha industri kerajian tenun sutera disuiawesi Selatan sebagaimana yang telah dikemukakan pada bab terdahulu, adalah dengan membuat desain ATBM.Materi yang dijadikan dasar dari program vucer ini secaragaris besar meliputi: a. Persiapan Alat/bahan Bahan dan alat yang digunakan untuk membuat peralatan terlebih dahulu dipersiapkan. jenis bahan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada lembaran gambaran teknologi. b. Desain tempat duduk Desain tempat duduk menurut norma ergonomi Hiperkes l978 adalah: (1) tinggi tempat duduk, harus sedikit lebih pendek dari panjang tungkai bawah kira-kira 3438 cm, (2) panjang alas duduk, harus lebih pendek dari panjang tungkai atas kira-kira 36 cm, (3) lebar tempat duduk, harus lebih besar dari lebar pinggul kira-kira 44- 48 cm, (4) sandaran pinggang, bagian atas sandaran tidak melebihi tepi bawah ujung tulang belikat dan bagian bawahnya setinggi garis pinggul, (5) sandaran lengan tidak dianjurkan, dalam hal tertentu diperlukan, misalnya dalam tugas yang memerlukan stabilitas tangan dan lengan yang tinggi, jarak antara ujung sandaran lengan dan tempat duduk sebaiknya 20 cm, (6) sudut alas duduk, alas duduk harus sedemikian rupa sehingga memberikan kemudahan pada penenun untuk melaksanakan pemilihan gerakan dan posisi alas duduk miring kebelakang 3-5° dan (7) tinggi daun meja, tinggi permukaan daun meja dibuat setinggi siku dan disesuaikan dengan
Jurnal MEDTEK, Volume 3, Nomor 2, Oktober 2011
sikap badan, waktu bekerja dengan pekerjaan yang perlu ketelitian dan dilakukan dengan sikap berdiri tinggi meja kerja 10-20 cm di atas tinggi siku, sedanguntuk sikap duduk ukuran tinggi daunmejayangdiusulkan 54-58 cm dari lantai. Menurut Ergonomics in Australian Work place (1979) tinggi kursi antara 38-48 cm, tinggi sandaran dari alas duduk 28-41 cm, sandaran punggung tinggi 13 cm dan lebar 41-46 cm, lebar alas duduk 46 cm dan kedalaman (seat dept) antara 33-38 cm. Menurut Applied Ergonomics Handbook (1970) tinggi kursi antara 38-46. Pulat (1992) menyatakan bahwa cara dan tempat kerja dengan posisi duduk yang baik adalah yang memenuhi syarat sebagai berikut; (1) Semua alat-alat yang diperlukan untuk bekerja, mudah dijangkau sambil duduk di tempat kerja Jaraknya paling jauh 41cm ke kiri dan kanan tempat kerja dan tidak lebih tinggi dari 50 cm (sebaiknya 25 cm). (2) Lehman dan Stier (cit Pulat, 1992) mengusulkan agar posisi kepala yang nyaman bagi operator dalam posisi duduk adalah posisi yang memiliki sudut antara garis vertikal dan horisontal 32-34 derajat, (3) Tempat kerja posisi duduk sebaiknya disesuaikan dengan kursi dan sandaran yang tepat Fostur duduk tidak mungkin berhasil menstabilkan sendi-sendi tubuh bila tangan atau lengan mengoperasikan komponen dengan kekuatan torsi yang besar, keadaan ini membuat posisi pekerja akan bergerak memerlukan aktivitas jika berulang-ulang akan menimbulkan kelelahan (Oborne, 1982). c. Desain ATBM 1) Pedal ATBM Pedal ATBM harus diperhatikan ketinggiarmya dan tekanannya agar tidak berat ditekan penenun. Ketinggian permukaan kain, perlu diperhatikan agar sesuai dengan tinggi permukaan pekerjaan. Grandjean (1980) mengemukakan bahwa kekuatan optimal dorongan kaki bilamana tinggi
tempat duduk berada pada ketinggian 20 cm di alas pedal dan menekan pada sudut 75° terhadap bidang vertikal. Lebih lanjut dikatakan bahwa sudut lekukan engkel kaki maksimum 60° dan yang paling nyaman antara 25-30°. 2) Ayunan (tojang) ATBM Ayunan tenun memerlukan kekuatan yang besar untuk menariknya, sehingga posisi duduk harus baik dan jangkauan yang normal. Pulat (1992) menyatakan kekuatan tangan untuk posisi duduk sebaiknya tidak lebih besar dari 4,5 kg (10 Ib) dan jarak jangkauan tangan paling nyaraan 25 cm ke kiri/kekanan. Ayunan ATBM hams di desain seringan mungkin agar mudah digerakkan. 3) Rem ATBM. Rem ATBM dimodifikasi agar daya pengeremannya sesuai dengan jarak tuas dan beban pemberat, sehingga dihasilkan sistim pengereman yang sempurna Kondisi ini sangat penting untuk menjaga ketegangan benang. 4) Penggulung Benang Penggulung benang yang digunakan ATBM sebelum modifikasi digerakkan secara manual dengan jalan; membuka klem penahan, melepas pemberat rem, kemudian memutar roda poros batang penggulung, dan pada saat yang bersamaan penggulung benang ikut pula berputar dengan arah berlawanan dengan putaran penggulung benang (mengurai). Setelah kain hasil tenunan tergulung; klem penahan dipasang lagi, kemudian pemberat dipasang dengan jarak disesuaikan dengan beban yang akan ditahan. Untuk menghasilkan kain yang licin ketegangan benang harus mempunyai ketegangan 6 gr/cm2 Kondisi penggulung benang seperti tersebut di atas, tidak dapat menjaga ketenagan benang terus-menerus, karena pada saat awal penggulungan ketengan benang mengendor, akibatnya dihasilkan tenunan berkeripul Untuk mengatasi hal ini
Muhammad Yahya, Modifikasi Desain ATBM
dilakukan desain untuk penggulung benang. Desain penggulung benang dimodifikasi dengan menggunakan rodagigi cacing. Poros penggulung kain hasil tenunan dan poros penggulung benang dipasangi roda gigi, kemudian antara roda gigi penggulung kain dan benang dihubungkan dengan pipa Ujung poros pipa dilengkapi dengan lengan pemutar yang dipasang di depan kanan penenun. Pada saat lengan pemutar diputar kekanan roda gigi penggulung benang bergerak menggulung dan rodagigi penggulung benang mengurai. Desain ini akan menjaga kesetabilan petmgulungan. Untuk melakukan penggulungan penenun tidak perlu turun dari tempat duduknya. 5) Pembuatan sistem pengatur ketegangan benang. Sistem pengatur ketengan benang berfungsi sebagai pengganti rent Dipasang dibelakang penggulung benang dengan posisi lebih tinggi. Alat ini terbuat dari pipa dengan diameter 3 cm, dilengkapi dengan pegas penekan dan baut penyetel kekencangan. Dipasang pada rangka belakang. Dengan bantuan pengatur ini maka kondisi ketengan benang dapat terjaga secara konsisten.
METODE PENDEKATAN Dalam upaya pemecahan masalah yang dihadapi oleh Industri/Pengusaha tenun sutera, dilakukan metode sebagai berikut: 1. Metode Survei. Metode ini digunakan untuk memperoleh gambaran umum tentang kondisi iodustri tenun sutera dan gambaran khusus mengenai kondisi penenun dan peralatan yang digunakan, yang meliputi; kondisi peralatan, proses penenunan dan kondisi hasil produksi. 2. Metode Eksperimen. Fada tahap ini dilakukan penerapan ergononi dengan memodifikasi desain ATBM, yang
3.
4.
meliputi; tempat duduk penenun, berat ayunan, tinggitoerat dan kemiringan pedal, pengaturan sistim pengereman dan penggulung benang. Selain ini dilakukan pengaturan waktu kerja Untuk memastikan efektivitas ATBM yang dibuat dilakukan ujicoba (ujicoba direncanakan 5 kali) dan setiap ujicoba dilakukan evaluasi untuk merevisi kekurangan-kekurangan desain yang dibuat Hasil akhir ATBM ini diharapkan sampai sempurna. Metode Demonstrasi. Metode ini digunakan untuk mendemonstrasikan cara mendesaian atau membuat ATBM di lokasi industri mitra dan proses kerja ATBM dihadapan penenun kain sutera. Metode Sosialisasi Ada.pta.si peralatan. Metode ini untuk menyesuaikan cara penggunaan kepada penenun. Sosialisasi diharapkan berlangsung satu minggu setiap penenun. Bila ada kekurangankekurangan dilakukan penyempurnaanpenyempurnaan.
HASILKEGIATAN Berdasarkan basil kegiatan dan pembahasan yang telah dibahas sebelumnya, maka dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Desain kursi ATBM, dihasilkan kursi yang ergonomis, dengan kelebihan alas duduk dapat berputar 360° . Alas kursi dapat membentuk kemiringan sesuai dengan posisi panggul penggunanya, sehingga momen gayayang diberikan oleh kaki dapat menekan pedal dengan maksimal. 2. Desain ATBM 3. Pedal, pedal dibuat dengan penampang lebih lebar sehingga kaki paswaktu menginjaknya 4. Ayunan, Ayunan dibuat ringan dan pin penggantung dipasang lebih panjang sehingga lebih ringan diayun. 5. Sistim pengereraan, sistim pengereman dibuat dengan sistem pipa penekan yang hanya memerlukan 1 kali penyetelan. Penyetelan hanya dilakukan pada waktu
Jurnal MEDTEK, Volume 3, Nomor 2, Oktober 2011
pertama memasang benaog padaporos penggulung. 6. Sistem penggulung, penggulung kain dan benang lebih sempurna karena dipasangi roda gigi cacing kemudian kedua rodo gigi dihubungkan dengan pipa Ujung depan pipa dipasang lengan perautar yang dipasang di depan kanan penenun, sehingga penenun mudah memutarnya tanpa turun dari tempat duduknya. 7. Sistem pengatur ketegangan benang, alat ini befungsi sebagai pengganti rent, mudah disetel dan hanya memerlukan 1 kali penyetelan. Dari penjelasan tersebut di atas, maka ATBM hasil modifikasi lebih sempurna, dengan kelebihan sebagai berikut: (1) hasil tenunan lebih rata/halus, (2) kapasitas produksi meningkat, dan (3) nyaman digunakan.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil kegiatan dan pembahasan, maka dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut: 1. Desain ATBM lebih sempurna dan nyaman digunakan (ergonomis) dengan kelebihan sebagai berikut: a. Desain kursi lebih nyaman (ergonomis) dengan kelebihan alas duduk dapat berputar 360° Alas kursi dapat membentuk kemiringan sesuai dengan posisi panggul penggunanya, sehingga dapat menjaga sikap kerja secara alamiah dan momen gaya yang diberikan oleh kaki dapat menekan pedal dengan maksimal. b. Pedal ringan dan nyaman diinjak c. Ayunan ringan diayun d. Sistem pengereman diganti dengan sistim pengatur ketenganan benang yang hanya memerlukan 1 kali penyetelaa Penyetelan hanya dilakukan pada waktu pertama memasang benang pada poros penggulung. e. Sistem penggulung kain dan benang lebih sempuma karena menggunakan sistim roda gigi, kemudian
dihubungkan dengan pipa dan lengan pemutar yang dipasang di depan kanan penenun, sehingga penenun mudah memutarnya tanpa turun dari tempat duduknya. 2. ATBM hasil modifikasi dapat meningkatkan mutu hasil tenunan, dengan kelebihan kain hasil tenunan menjadi rata (tidak berkeriput) sehingga permukaannya mejadi lici dan halus, hai ini meningkatkan nilai jualnya. 3. Sistem operasional ATBM basil modifikasi lebih sederhana, sehingga dapat meningkatican produktivitas penenun. 4. Pengoperasian ATBM menjadi ringan dan nyaman digunakan, artinya kekuatan fisik yaog diperlukan untuk mengoperasikan sesuai dengan kemampuan penenun wanita, sehingga dapat menarik minat remaja-remajaputri untuk menenun. Berdasarkan hasil desain, maka dikemukakan beberapa saran, yaitu: (1) perlu dilakukan modifikasi lanjutan ATBM dengan melengkapi motor penggerak, sehingga menjadi ATBM otomatis. Keuntungan yang diperoleh ada beberapa hal, antara lain; (a) kapasitas produksi meningkat, (b) biaya untuk pembuatan jauh lebih murah dibanding dengan mesin tekstil (printing) salain itu nilai seninya tetap terjaga, dan (2) ATBM hasil modifikasi perlu disebarluaskan oleb pihak terkait kepadapengusahatenun sutera, agar kendalayang selama ini dialami dapat diatasi.
DAFTARPUSTAKA Anonim. 1970. Applied Ergonomics Handbook. Ergonomics Society Publishing Company, London. _______, 1978. Norma-Norma Kerja Fisik. Hasil Lokakarya Penyusunan NormaNormaErgonomi di Tempat Kerja, Kerja sama Hiperkes,UNDP dan WHO, Jakarta ______, 1979. Ergonomics in the Australian Workplace. Productivity Promotion
Muhammad Yahya, Modifikasi Desain ATBM
Council of Australia, Melbourne. Atmosoehardjo, H. S. 1994. Penerapan Ergonomi Dalam Rekayasa Manusia Mesin/Peralatan (Man-Machine Design). Forum Dmu Kesehatan MasyarakatXn No.1-2:113-122. Adiputra,N., Manuaba, A, Ngurah, N., Aryana, A, Sutjana, D. P., Tirtayasa, K, (1986). Pendekatan Ergonomi terhadap Penyortir Kopi. Kumpulan Makalah Seminar Ilmiah ke-VIII, Surabaya BPS, 1996. Direktori Perusahaan Industri di Propinsi Sulawesi Setatan. Statistik SulawesiSelatan. Grandjean, K 1980. Fitting the Task to the Man. Taylor & Francis Ltd. London. Manuaba, A (1994). Ergonomics Productivity Enhancement at the Government Owned Sugar Cane Limited Number XXI-XXII in East Java Indonesia. In Ergonomics for Productivity and Safe Work. Abstract Featuring me fourth SEAES Conference, Thailand
Oborne, D.J. 1982. Ergonomics at Work, John Wiley and Sons. Ltd., New York. Pulat, B.M. 1992. Fundamentals of Industrial Ergonomics. Prentice Hall, Englewood Cliffi, New Jersey. Suma'mur. 1987. Hiperkes Keselamatan Kerja dan Ergonomi Dhanna Bakti Muara Agung,Jakarta. ______, 1992. Penerapan Ergonomi pada Industri Mebel. Majalah Hiperkes Vol. XXV No. 4 : 26-32. ______,
1993. Higene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. CV. Hajimasagung Ed. 11, Jakarta
Yahya,M. 1996. Penerapan Ergonomi Dalam Sistem Manusia-Alat Terhadap Kenjamanan Kerja dan Produktivitas Pembatik Tulis Di Kotamadya Yogyakarta. Tests Program Pascasarjana UGM. Yogyakarta. _______, 1997. Menflai Penilai Tenon Kain Sutera Berdasarkan Standar Ergonomi di Kabupaten Wajo. SPP/DPP, Lembaga Penelitian KIP Ujung Pandang.