Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
MODEL PENENTUAN LOKASI FASILITAS GUDANG KESIAPSIAGAAN UNTUK BENCANA ALAM DENGAN MEMPERTIMBANGKAN FAKTOR KERENTANAN WILAYAH Wifqi Azlia, I Nyoman Pujawan, dan Nani Kurniati Program Pasca Sarjana, Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected];
[email protected];
[email protected]
ABSTRAK Kondisi geologi Indonesia menjadikan daerah-daerah di Indonesia rawan terhadap bencana alam. Bencana alam sulit diketahui kapan terjadi, namun daerah potensial bencana alam dan berapa besar kemungkinan terjadinya bencana alam dapat diperkirakan. Agar dampak yang ditimbulkan bencana alam terhadap suatu daerah beserta penduduknya dapat diminimalkan, dirasa penting untuk melakukan tindakan preventif, seperti kesiapsiagaan (preparedness) dalam menghadapi bencana alam. Salah satu cara yang dilakukan untuk kesiapsiagaan adalah menentukan lokasi warehouse/gudang untuk menyimpan logistik bencana. Selama ini penentuan lokasi fasilitas dilakukan setelah bencana alam terjadi. Kenyataan yang ada bahwa penentuan lokasi fasilitas setelah bencana alam terjadi menyebabkan banyak korban tidak terpenuhi kebutuhannya. Hal ini yang mendorong penelitian ini untuk menentukan lokasi fasilitas pra-bencana. Dalam menentukan lokasi fasilitas pra-bencana mempertimbangkan aspek kerentanan yang didekati dengan konsep risiko. Pengembangan model matematis pada metode Covering dilakukan untuk menentukan lokasi gudang penyimpan barang-barang sebagai persiapan penaganan korban bencana alam berdasarkan aspek kerentanan daerah akan tiga jenis bencana alam yaitu banjir, gempa, dan tanah longsor. Percobaan numerik untuk menunjukkan bagaimana model yang diusulkan dapat digunakan untuk mengoptimalkan lokasi fasilitas di Propinsi Jawa Timur. Dari hasil percobaan numerik didapatkan hasil bahwa semakin besar persentase kemampuan layanan suatu fasilitas, maka semakin besar potensi dampak daerah yang ter-cover, semakin banyak Kabupaten dan Kota yang di-cover, serta semakin sedikit Kabupaten dan Kota tidak yang di-cover. Sebaliknya semakin kecil persentase kemampuan layanan suatu fasilitas, maka semakin sedikit potensi dampak daerah yang ter-cover. Hal ini disebabkan karena satu fasilitas tidak mampu melayani secara penuh satu daerah kebutuhan sehingga dibutuhkan lebih dari satu fasilitas. Kata kunci : Bencana alam, Lokasi Fasilitas, Covering model, Kerentanan. PENDAHULUAN Indonesia memiliki kondisi geologi yang merupakan pertemuan lempenglempeng Eurasia, Australia dan Pasifik sehingga menjadikan kawasan Indonesia memiliki kondisi geologi yang sangat kompleks. Konsekuensi logis kekompleksan kondisi geologi menjadikan daerah-daerah di Indonesia memiliki tingkat kerawanan yang tinggi terhadap bencana alam. Bencana alam sendiri bersifat tidak pasti karena tidak dapat diketahui kapan terjadi, sedang yang mungkin dapat diketahui hanya dimana dan seberapa besar kemungkinan terjadinya bencana alam tersebut. Agar dampak yang
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-21-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
ditimbulkan bencana alam terhadap suatu daerah beserta penduduknya dapat diminimalkan, dirasa penting untuk melakukan tindakan preventif, seperti kesiapsiagaan (preparedness) dalam menghadapi bencana alam. Salah satu cara yang dilakukan untuk kesiapsiagaan adalah menentukan lokasi fasilitas gudang untuk menyimpan logistik bencana. Kebutuhan logistik merupakan kebutuhan kritis yang harus dipenuhi untuk menjamin kelangsungan hidup korban. Kebutuhan logistik untuk bencana alam dapat berupa makanan, peralatan-peralatan, tenda, obat-obatan dan lain sebagainya. Penentuan lokasi fasilitas merupakan bagian kritis dalam perencanaan strategis yang nantinya akan mempengaruhi banyak keputusan operasional dan logistik. Kemungkinan terjadinya bencana alam di suatu daerah dapat didekati dengan konsep risiko yang dipengaruhi oleh hazard (ancaman) dan vulnerability (kerentanan) dalam konteks manajemen bencana. Ancaman merupakan probabilitas kejadian bencana alam yang terjadi pada periode waktu tertentu pada intensitas dan daerah tertentu (Taubenbock et al. 2008). kerentanan dipahami sebagai kecenderungan untuk terluka akibat suatu peristiwa di luar ambang batas dan berdampak pada masyarakat, aset ekonomi, ekosistem, atau infrastruktur (Birkmann, 2006). Oleh karena itu kerentanan dirasa penting untuk dinilai dan dihitung secara kuantitatif. Penilaian kerentanan akan menjadi komponen penting dari kesiapsiagaan bencana karena memonitor kerentanan dapat digunakan untuk mengidentifikasi daerah dan masyarakat mana yang paling membutuhkan tindakan proaktif. Tindakan proaktif ini dapat dilakukan dengan pendirian fasilitas gudang penyimpanan barang-barang sebagai persiapan penaganan korban bencana alam. Jia et al. (2007) menganalisa karakteristik dari bencana alam dan mengusulkan model penetuan lokasi fasilitas sebelum bencana alam terjadi yang mempertimbangkan tingkat kerusakan akibat terjadinya jenis bencana alam tertentu. Tingkat kerusakan tersebut merupakan nilai relatif terkena dampak antara daerah satu dengan daerah yang lain dan belum mempertimbangkan indikator-indikator potensi dampak yang mempengaruhi tingkat kerusakan tersebut. Padahal antara daerah satu dengan daerah lain mempunyai karakteristik yang berbeda-beda yang direpresentasikan oleh indikatorindikator potensi dampak, sehingga dirasa penting untuk mempertimbangkan indikatorindikator tersebut dalam penentuan lokasi fasilitas gudang kesiapsiagaan. Pada penelitian ini dilakukan pengembangan model untuk menentukan lokasi fasilitas gudang kesiapsiagaan yang mempertimbangkan indikator-indikator potensi dampak bencana alam pada suatu daerah. Indikator-indikator potensi dampak ini didekati dengan kerentanan suatu daerah akan bencana alam. Sebelumnya dilakukan penentuan indikator kerentanan untuk jenis bencana alam yang menjadi obyek amatan. Penentuan indikator ini melibatkan beberapa referensi yang terkait dan ahli penanganan bencana di tingkat lokal. Kemudian indikator kerentanan tersebut akan dimasukkan dalam pengembangan model covering. PERMODELAN Model penentuan lokasi fasilitas untuk bencana alam dalam penelitian ini akan dikembangkan mengikuti langkah-langkah pengembangan model dimulai dari melihat gap yang belum dilakukan penelitian oleh Jia et al. (2007). Langkah selanjutnya dengan melakukan identifikasi indikator kerentanan untuk tiga jenis bencana yang melibatkan banyak referensi untuk kemudian dilakukan validasi indikator kerentanan. Langkah berikutnya adalah menghitung Vulnerability Index (VI) yang dilakukan percobaan numerik di Jawa Timur. Langkah-langkah pengembangan model ini dapat dilihat pada Gambar 1. ISBN : 978-602-97491-1-3 A-21-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
Dalam model Jia et al. (2007), penentuan fasilitas untuk gudang penyimpan barang-barang sebagai persiapan penaganan korban bencana alam mempertimbangkan parameter eik yang didefinisikan sebagai tingkat kerusakan akibat terjadinya jenis bencana k yang diderita oleh populasi di lokasi i. Tingkat kerusakan lokasi i relatif terhadap tingkat kerusakan lokasi i lain pada jenis bencana k. Jika semua lokasi i mempunyai tingkat kerusakan yang sama akibat terjadinya jenis bencana k, maka nilai eik akan bernilai 1 untuk semua lokasi i. Tingkat kerusakan merupakan potensi dampak yang dimiliki oleh suatu lokasi atau wilayah saat suatu bencana menimpa daerah tersebut. Nilai potensi dampak suatu wilayah dapat didekati dengan nilai kerentanan. Kerentanan adalah kondisi yang dimiliki oleh suatu wilayah yang ditentukan oleh indikator komponen fisik, demografi, sosial, ekonomi, lingkungan dan politik sehingga dapat meningkatkan potensi dampak dari ancaman bencana alam. Identifikasi Indikator Kerentanan (Melibatkan banyak referensi)
Jia et al. (2007) Validasi Indikator Kerentanan
Menghitung Vulnerability Index (VI) (Connor, 2006) (Percobaan Numerik di Jatim)
Pengembangan Model Penentuan Lokasi Fasilitas gudang kesiapsiagaan yang mempertimbangkan faktor kerenanan
Gambar 1. Langkah-Langkah Pengembangan Model
Pada penelitian ini dilakukan perhitungan indeks kerentanan untuk ketiga jenis bencana pada setiap lokasi. Jenis bencana yang dipertimbangkan dalam model ini sesuai dengan batasan penelitian diatas bahwa hanya mempertimbangkan tiga jenis bencana alam terbesar yang rentan terjadi pada daerah Jawa Timur. Untuk lokasi-lokasi yang diperhatikan indeks kerentanannya adalah Kabupaten-Kabupaten dan Kota-Kota di Jawa Timur. Terdapat 29 Kabupaten dan 9 Kota yang dipertimbangkan untuk di-cover. Untuk setiap jenis bencana, indikator-indikator yang menyusun indeks kerentanan berbeda-beda hal ini disebabkan karena karakteristik setiap bencana berbeda. Setiap lokasi i mempunyai nilai VI yang berbeda untuk setiap jenis bencana k yang berbeda sehingga dapat dinotasikan sebagai VIik . Pada penelitian ini bukan hanya menghitung indeks kerentanan satu bencana saja untuk setiap lokasi, melainkan menghitung indeks kerentanan untuk tiga jenis bencana untuk setiap lokasi. Ketiga jenis bencana tersebut adalah banjir, gempa, dan tanah longsor. Indikator-indikator kerentanan ditentukan berdasarkan literature review dan sintesa untuk masing-masing jenis bencana alam banjir, gempa, dan tanah longsor. Selanjutnya hasil sintesa tersebut divalidasi oleh pakar kebencanaan tingkat lokal. ISBN : 978-602-97491-1-3 A-21-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
Model umum permasalahan penentuan lokasi fasilitas mempertimbangkan karakteristik bencana alam. Dalam model ini dipertimbangkan satu set I lokasi dan satu set J fasilitas. Dimana : I = {1, 2, …n} J = {1, 2, …m} Variabel keputusan yang digunakan antara lain : 1 jika sebuah fasilitas ditempatkan pada j
x z u
0 jika tidak 1 jika lokasi i di-cover oleh fasilitas j 0 jika tidak 1 jika lokasi i di-cover 0 jika tidak
Fungsi Tujuan: Max
VIi ui
(1)
i∈I
Dimana VIi =
βik VIik
(2)
k∈K
Fungsi Kendala: Dalam model covering terdapat batasan apabila suatu lokasi dapat di-cover oleh fasilitas. D adalah jarak maksimal coverage. Sedangkan dij adalah jarak antara lokasi i dan fasilitas j. Jika jarak antara lokasi i dan fasilitas j melebihi jarak coverage maka lokasi i tidak di-cover oleh fasilitas j. Jika dij > D maka zij = 0 ∀ i ∈ I, j ∈ J Sebaliknya jika jarak antara lokasi i dan fasilitas j kurang dari atau sama dengan jarak coverage maka lokasi i di-cover oleh fasilitas j. Jika dij ≤ D maka zij = 1 ∀ i ∈ I, j ∈ J Dan Ni = j dij ≤ D adalah set kandidat fasilitas yang mungkin didirikan untuk melayani lokasi i. 1. Kendala yang menyatakan bahwa jumlah fasilitas yang mungkin didirikan dengan kualitas layanan p% untuk lokasi j pada bencana alam k harus dapat meng-cover kebutuhan di lokasi i. xj pjk ≥ Qi ui jϵNi
∀ i ∈ I, ∀ k ∈ K
(3)
2. Kendala yang menyatakan bahwa jumlah fasilitas j yang dibuka tidak boleh melebihi jumlah maksimal fasilitas. xj ≤ P
(4)
jϵJ
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-21-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
3. Kendala yang menyatakan adanya integralitas antara variabel pembukaan fasilitas j dan variabel lokasi i di-cover adalah bernilai 1 atau 0. xj ,ui ϵ {0,1} ∀ i ϵ I, j ϵ J, (5) Keterangan: βik : Kemungkinan terjadinya lokasi i pada jenis bencana k VIik : Indeks kerentanan lokasi i pada jenis bencana k Qi : Jumlah minimum fasilitas yang dibutuhkan agar lokasi i ter-cover pjk : Persentase kemampuan layanan fasilitas j pada jenis bencana alam k terhadap kemampuan normal P : Jumlah maksimal fasilitas yang akan didirikan PERCOBAAN NUMERIK DAN HASIL Percobaan numerik yang bertujuan untuk mengetahui performansi model yang diusulkan dan mengetahui karakteristik sistem. Percobaan numerik pada penelitian ini dilakukan untuk daerah Jawa Timur. Percobaan numerik dilakukan dengan men-set parameter penelitian dengan berbagai nilai dan melibatkan semua data parameter penelitian untuk menghitung potensi dampak yang ter-cover, banyaknya jumlah Kabupaten dan Kota di Jawa Timur yang dapat di-cover dan yang tidak dapat di-cover. Setting parameter dilakukan untuk semua kombinasi nilai D = 50, 75, dan 100; nilai = 0.1 sampai dengan 1; serta nilai P = 10 sampai dengan 38. Hasil komputasi dari Software Lingo dapat digrafikkan pada Gambar 2 sampai 10. Potensi Dampak Ter-Cover untuk D = 50
Potensi Dampak Ter-Cover untuk D = 100 250.000
pjk = 0.1
200
Potensi Dampak Di-Cover
Potensi Dampak Di-Cover
250
pjk = 0.2 pjk = 0.3
150
pjk = 0.4 pjk = 0.5
100
pjk = 0.6
50
pjk = 0.7 pjk = 0.8
0 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38
pjk = 0.9
P
pjk = 1.0
Jumlah Kabupaten + Kota Di-Cover
Potensi Dampak Di-Cover
pjk = 0.3 pjk = 0.4 pjk = 0.5 pjk = 0.6
50.000
pjk = 0.7 pjk = 0.8
0.000 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38
pjk = 0.9
P
pjk = 1.0
pjk = 0.5 pjk= 0.6
50.000
pjk = 0.7 pjk = 0.8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38
pjk = 0.9
P
pjk = 1.0
Jumlah Kabupaten + Kota Di-Cover untuk D = 50
pjk = 0.2
100.000
pjk = 0.4
Gambar 4 Grafik Kenaikan Potensi Dampak Ter-cover pada Skenario Persentase Kemampuan Layanan Fasilitas untuk D = 100
pjk = 0.1
150.000
pjk = 0.3
100.000
Potensi Dampak Ter-Cover untuk D = 75 200.000
pjk = 0.2
150.000
0.000
Gambar 2. Grafik Kenaikan Potensi Dampak Ter-cover pada Skenario Persentase Kemampuan Layanan Fasilitas untuk D = 50 250.000
pjk = 0.1
200.000
Gambar 3. Grafik Kenaikan Potensi Dampak Ter-cover pada Skenario Persentase Kemampuan Layanan Fasilitas untuk D = 75
40
pjk = 0.1
35
pjk = 0.2
30
pjk = 0.3
25
pjk = 0.4
20
pjk = 0.5
15
pjk = 0.6
10
pjk = 0.7
5
pjk = 0.8
0 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38
pjk = 0.9
P
pjk = 1.0
Gambar 5 Grafik Kenaikan Jumlah Kabupaten dan Kota yang di-cover pada Skenario Persentase Kemampuan Layanan untuk D = 50
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-21-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010 Jumlah Kabupaten + Kota Tidak di-Cover untuk D = 75
Jumlah Kabupaten + Kota di-Cover untuk D = 75 35
pjk = 0.1
30
pjk = 0.2
Jumlah Kabupaten + Kota Tidak di-Cover
Jumlah Kabupaten + Kota Di-Cover
40
pjk = 0.3
25
pjk = 0.4
20
pjk = 0.5
15
pjk = 0.6
10
pjk = 0.7
5
pjk = 0.8
0 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 P
pjk = 0.9
Jumlah Kabupaten + Kota Tidak di-Cover
Jumlah Kabupaten + Kota Di-Cover
35
pjk = 0.1
30
pjk = 0.2 pjk = 0.3 pjk = 0.4 pjk = 0.5 pjk = 0.6
10
pjk = 0.7
5
pjk = 0.8
0 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 P
pjk = 0.9 pjk = 1.0
Jumlah Kabupaten + Kota Tidak Di-Cover
Jumlah Kabupaten + Kota Tidak di-Cover untuk D = 50 pjk = 0.1
35
pjk = 0.2
30
pjk = 0.3
25
pjk = 0.4
20
pjk = 0.5
15
pjk = 0.6
10
pjk = 0.7
5
pjk = 0.8
0
pjk = 0.4
20
pjk = 0.5
15
pjk = 0.6
10
pjk = 0.7
5
pjk = 0.8
0 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38
pjk = 0.9
P
pjk = 1.0
10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38
pjk = 0.9
P
pjk = 1.0
30
pjk = 0.1
25
pjk = 0.2
20
pjk = 0.3 pjk = 0.4
15
pjk = 0.5
10
pjk = 0.6
5
pjk = 0.7 pjk = 0.8
0 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38
pjk = 0.9
P
pjk = 1.0
Gambar 10 Grafik Penurunan Jumlah Kabupaten dan Kota yang Tidak dicover pada Skenario Persentase Kemampuan Layanan untuk D = 100
Gambar 7 Grafik Kenaikan Jumlah Kabupaten dan Kota yang di-cover pada Skenario Persentase Kemampuan Layanan untuk D = 100 40
pjk = 0.3
25
Jumlah Kabupaten + Kota Tidak di-Cover untuk D = 100
40
15
pjk = 0.2
30
Gambar 9 Grafik Penurunan Jumlah Kabupaten dan Kota yang Tidak dicover pada Skenario Persentase Kemampuan Layanan untuk D = 75
Jumlah Kabupaten + Kota Di-Cover untuk D = 100
20
pjk = 0.1
35
pjk = 1.0
Gambar 6 Grafik Kenaikan Jumlah Kabupaten dan Kota yang di-cover pada Skenario Persentase Kemampuan Layanan untuk D = 75
25
40
Gambar 8 Grafik Penurunan Jumlah Kabupaten dan Kota yang Tidak dicover pada Skenario Persentase Kemampuan Layanan untuk D = 50
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-21-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
Dari Gambar 2 sampai dengan Gambar 4 dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai D (jarak coverage), maka akan semakin besar potensi dampak ter-cover hal ini disebabkan karena semakin besar jarak coverage maka akan semakin banyak lokasi yang dapat dijangkau oleh fasilitas (dalam coverage area) sehingga potensi dampak tercover meningkat. Misalnya untuk P = 10 dan = 0.2, nilai potensi dampak yang tercover pada D = 50 sebesar 37.842, D = 75 sebesar 75.611, dan D = 100 sebesar 108.515. Besarnya potensi dampak ter-cover untuk persentase pemenuhan layanan fasilitas sebesar 0.1 pada D = 50 sangat berbeda dengan D = 100 (Gambar 2 dan Gambar 4) yaitu sebesar 0 dan 53.652. Dari hasil output tersebut menunjukkan potensi dampak ter-cover meningkat sangat signifikan, meskipun fasilitas-fasiliras hanya mampu melayani sebesar 10% akan tetapi jarak fasilitas-fasilitas ke lokasi kebutuhan masih dalam coverage area maka akan dapat dilayani walaupun tidak maksimal. Jadi lokasi kebutuhan ini akan dilayani oleh banyak fasilitas bukan hanya satu fasilitas agar potensi dampak lokasi kebutuhan dapat ter-cover. Dari Gambar 2 sampai dengan Gambar 4 dapat disimpulkan bahwa semakin besar persentase kemampuan layanan suatu fasilitas, maka semakin besar potensi dampak ter-cover. Rata-rata persentase kenaikan potensi dampak yang ter-cover akibat semakin besarnya persentase kemampuan layanan suatu fasilitas untuk D = 50, 75, dan 100 untuk nilai P = 10 sampai dengan 15 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Rata-rata Persentase Kenaikan Potensi Dampak Ter-cover
pjk
D
50
0.4
75
100
P
Potensi Dampak ter-cover
10 11 12 13 14 15 10 11 12 13 14 15 10 11 12 13 14 15
81.107 85.465 92.533 101.701 109.480 113.323 121.740 129.793 140.084 148.075 151.918 158.069 176.231 178.987 187.540 190.788 190.788 190.788
pjk
D
P
50
0.5
75
100
10 11 12 13 14 15 10 11 12 13 14 15 10 11 12 13 14 15
Rata-Rata Persentase Kenaikan Persentase Potensi Kenaikan Potensi Kenaikan Dampak potensi Dampak terpotensi ter-cover dampak tercover dampak tercover cover 132.223 63.02% 51.116 142.514 66.75% 57.048 146.573 58.40% 54.040 56.68% 153.951 51.38% 52.250 163.454 49.30% 53.974 171.356 51.21% 58.033 168.978 38.80% 47.238 171.884 32.43% 42.091 182.793 30.49% 42.709 28.58% 183.535 23.95% 35.460 190.046 25.10% 38.128 190.788 20.70% 32.719 205.308 16.50% 29.077 208.121 16.28% 29.134 208.121 10.97% 20.581 11.83% 208.121 9.08% 17.333 208.121 9.08% 17.333 208.121 9.08% 17.333
Dari Gambar 5 sampai dengan Gambar 7 dapat diketahui bahwa semakin besar nilai D (jarak coverage) semakin banyak Kabupaten dan Kota yang di-cover karena dengan D yang besar menyebabkan jangkauan jarak yang dapat di-cover (coverage area) semakin luas sehingga banyak kebutuhan di Kabupaten dan Kota yang di-cover. Misalnya untuk P = 10 dan = 0.2, jumlah Kabupaten dan Kota yang di-cover pada D = 50 adalah 8, D = 75 adalah 15, dan D = 100 adalah 22.
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-21-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
Dari Gambar 5 sampai dengan Gambar 7 dapat disimpulkan bahwa semakin besar persentase kemampuan layanan suatu fasilitas, maka semakin besar potensi dampak ter-cover. Rata-rata persentase kenaikan jumlah Kabupaten dan Kota yang dicover akibat semakin besarnya persentase kemampuan layanan suatu fasilitas untuk D = 50, 75, dan 100 untuk nilai P = 10 sampai dengan 15 dapat dilihat pada Tabel 2. Dari Gambar 8 sampai dengan Gambar 10 menunjukkan adanya penurunan jumlah kabupaten dan kota yang tidak di-cover hal ini dipengaruhi jarak coverage yang semakin besar dan penurunan kemampuan layanan yang semakin kecil. Karena jarak coverage semakin besar berarti coverage area juga semakin besar berarti semakin sedikit Kabupaten dan Kota yang tidak masuk dalam coverage area sehingga mempengaruhi semakin rendahnya jumlah kabupaten yang tidak di-cover oleh fasilitasfasilitas gudang kesiapsiagaan. Dari Gambar 8 sampai dengan Gambar 10 dapat disimpulkan bahwa semakin besar persentase kemampuan layanan suatu fasilitas, maka semakin sedikit jumlah Kabupaten dan Kota yang tidak di cover. Rata-rata persentase penurunan jumlah Kabupaten dan Kota yang tidak di-cover akibat semakin besarnya besarnya persentase kemampuan layanan suatu fasilitas untuk D = 50, 75, dan 100 untuk nilai P = 10 sampai dengan 15 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2 Rata-rata Persentase Kenaikan Jumlah Kabupaten dan Kota yang Di-cover
pjk
D
50
0.4
75
100
P
Jumlah Kabupaten/K ota yang diCover
10 11 12 13 14 15 10 11 12 13 14 15 10 11 12 13 14 15
14 13 15 17 19 20 24 24 25 26 27 29 32 32 34 36 36 36
pjk
D
50
0.5
75
100
P
10 11 12 13 14 15 10 11 12 13 14 15 10 11 12 13 14 15
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-21-8
Rata-rata Persentase Kenaikan Persentase Jumlah Kenaikan Jumlah Kenaikan Kabupaten/K Jumlah Kabupaten Jumlah ota yang diKabupaten/K /Kota yang Kabupaten/Kot Cover ota yang didi-Cover a yang diCover Cover 22 23 23 25 30 31 30 32 33 34 35 36 37 38 38 38 38 38
8.000 10.000 8.000 8.000 11.000 11.000 6.000 8.000 8.000 8.000 8.000 7.000 5.000 6.000 4.000 2.000 2.000 2.000
57.14% 76.92% 53.33% 47.06% 57.89% 55.00% 25.00% 33.33% 32.00% 30.77% 29.63% 24.14% 15.63% 18.75% 11.76% 5.56% 5.56% 5.56%
57.89%
29.15%
10.47%
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010 Tabel 3 Rata-rata Persentase Penurunan Jumlah Kabupaten dan Kota yang Tidak Di-cover
pjk
D
50
0.4
75
100
P
Jumlah Kabupaten/K ota yang Tidak diCover
10 11 12 13 14 15 10 11 12 13 14 15 10 11 12 13 14 15
24 25 23 21 19 18 14 14 13 12 11 9 6 6 4 2 2 2
pjk
D
50
0.5
75
100
P
10 11 12 13 14 15 10 11 12 13 14 15 10 11 12 13 14 15
Penurunan Jumlah Jumlah Kabupaten/K Kabupaten ota yang /Kota yang Tidak diTidak diCover Cover 16 15 15 13 8 7 8 6 5 4 3 2 1 0 0 0 0 0
8.000 10.000 8.000 8.000 11.000 11.000 6.000 8.000 8.000 8.000 8.000 7.000 5.000 6.000 4.000 2.000 2.000 2.000
Persentase Penurunan Jumlah Kabupaten/ Kota yang tidak diCover 33.33% 40.00% 34.78% 38.10% 57.89% 61.11% 42.86% 57.14% 61.54% 66.67% 72.73% 77.78% 83.33% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00%
Rata-rata Persentase Penurunan Jumlah Kabupaten/ Kota yang tidak di-Cover
44.20%
63.12%
97.22%
KESIMPULAN Semakin besar nilai D (jarak coverage) maka semakin besar potensi dampak tercover hal ini disebabkan karena semakin besar jarak coverage maka akan semakin banyak lokasi yang dapat dijangkau oleh fasilitas (dalam coverage area) sehingga potensi dampak ter-cover meningkat. Semakin rendah persentase kemampuan layanan suatu fasilitas, maka semakin sedikit potensi dampak ter-cover hal ini disebabkan karena satu fasilitas tidak mampu melayani secara penuh satu lokasi kebutuhan sehingga diperlukan lebih dari satu fasilitas untuk melayani secara penuh satu lokasi kebutuhan. Semakin besar persentase kemampuan layanan suatu fasilitas, maka semakin banyak jumlah Kabupaten dan Kota yang di-cover dan semakin sedikit jumlah Kabupaten dan Kota yang tidak di-cover. DAFTAR PUSTAKA Abella, E. A., & Westen, C. J. (2007). Generation of A Landslide Risk Index Map for Cuba Using Spatial Multi-Criteria Evaluation. Landslide , 4, 311–325. Anonymous. (2006b). Indicator Design for Flood Vulnerability Assessment. Germany; Russia: United Nation University Institute for Environment and Human Security; Nizhny Novgorod State University of Architecture and Civil Engineering. At Risk: Natural Hazards, People’s Vulnerability and Disasters. Second edition, 2.1 (5657 2003). BAPPENAS, & BNPB. (2010). Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana 2010-2012. Indonesia: Badan Perencanaan Pembangunan Nasioanal dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-21-9
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Agustus 2010
Birkmann, D.-I. J. (2008). Approaches to Flood Vulnerability Assessment. United Nations: United Nations University - Institute for Environment & Human Security. Birkmann, J. (2006). Measuring Vulnerability to Natural Hazards: Towards Disaster Resilient Societies. New York: United Nations University Press. Connor, R. F. (2006). Flood Vulnerability Index. Japan: Japan Water Forum (JWF). Cutter, S. (1996). Vulnerability to Environmental Hazard. Progress in Human Geography , 39, 529. Dao, H., & Peduzzi, P. (2005). Global Evaluation of Human Risk and Vulnerability to Natural Hazard. Geography Department & UNEP/DEWA/GRID. Geneva: University of Geneva. Downing, T., & Ziervogel, G. (2002). Vulnerability Assessment: Aggregate Measures of Exposure to Climatic Risks. Case study - Honduras. Italy: Stockholm Environment Institute. Jia, H., Ordonez, F., & Dessouky, M. M. (2007). A Modeling Framework for Facility Location of Medical Services for Large-Scale Emergency. IIE Transactions , 39, 41–55. Nagib, L., Asiati, D., Latifa, A., & Mujiyani. (2008). (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)) Retrieved April 19, 2010, from http://opac.geotek.lipi.go.id/index.php?p=show_detail&id=1906 Romdiati, H., Noveria, M., & Handayani, T. (2008). (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)) Retrieved April 19, 2010, from http://opac.geotek.lipi.go.id/index.php?p=show_detail&id=1911 Taubenböck, H., Kemper, T., Roth, A., & Voigt, S. (2006). Assessing Vulnerability In Istanbul: An Example to Support Disaster Management with Remote Sensing at DLR-ZKI. The German Remote Sensing Data Center (DFD), Oberpfaffenhofen, Center for Satellite based Crisis Information (ZKI). German: German Aerospace Center (DLR). Taubenbock, H., Post, J., Roth, A., Zosseder, K., Strunz, G., & Dech, S. (2008). A Conceptual Vulnerability and Risk Framework As Outline to Identify Capabilities of Remote Sensing. Natural Hazards Earth System Science , 8, 409–420. Westen, C. J., & Abella, E. A. (2009). Multi-scale Landslide Risk Assessment: a Contribution to the National System of Multi-hazard Risk in Cuba. ITC School for Disaster GeoInformation Management. The Netherlands; Cuba: The United Nations University; the Institute of Geology and Paleontology.
ISBN : 978-602-97491-1-3 A-21-10