METODE UJI VIGOR KEKUATAN TUMBUH BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) SEBAGAI SELEKSI AWAL KETAHANAN TERHADAP TANAH MASAM
INDAH SILVARIANI
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Metode Uji Vigor Kekuatan Tumbuh Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) sebagai Seleksi Awal Ketahanan terhadap Tanah Masam adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Indah Silvariani NIM A24100053
ABSTRAK INDAH SILVARIANI. Metode Uji Vigor Kekuatan Tumbuh Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) sebagai Seleksi Awal Ketahanan terhadap Tanah Masam. Dibimbing oleh MARYATI SARI dan DESTA WIRNAS. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan metode uji vigor yang dapat digunakan untuk seleksi awal ketahanan kedelai terhadap tanah masam pada stadia perkecambahan yang sesuai dengan percobaan lapangan. Percobaan di laboratorium meliputi 2 metode, yaitu metode substrat dan metode rendam dengan konsentrasi AlCl3 yang digunakan pada percobaan terdiri atas 500 ppm, 1 000 ppm, dan 1 500 ppm. Setiap percobaan pada metode dengan konsentrasi Al yang ditentukan disusun dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) 1 faktor yaitu faktor genotipe yang terdiri atas varietas Dering, Gema, Kaba, Sinabung, Tanggamus, galur CG-22-10, PG-57-1, SC-54-1, SC-56-3, SC-54-7, SC-21-5, dan SP-30-4. Pengamatan dilakukan pada stadia perkecambahan di laboratorium. Penanaman pada tanah masam dengan pH 4.90, KTK 20.10 cmol kg-1 dan kejenuhan Al 18.73%. Hasil percobaan menunjukkan bahwa metode rendam 1000 ppm merupakan metode yang paling berpotensi sebagai metode seleksi awal ketahanan kedelai terhadap cekaman Al. Nilai korelasi antara percobaan lapangan dan metode rendam 1000 ppm adalah 0.586. Kata kunci: cekaman Al, pengujian benih, metode substrat, metode rendam
ABSTRACT INDAH SILVARIANI. Early Selection for Acid Soil Tolerancy using Seedling Growth Test Method for Soybean (Glycine max (L.) Merr.). Supervised by MARYATI SARI and DESTA WIRNAS. The research was conducted to find out vigor test for early selection of soybean tolerance to acid soil at germination phase. Laboratory method was divided into 2 method, those were substrate method and submerged method. Concentration of AlCl3 consist of 500 ppm, 1 000 ppm, and 1 500 ppm. Each experiment for method with specified Al concentration were designed in a completely randomized design which soybean genotypes as a treatment. Soybean genotypes consist of Dering, Gema, Kaba, Sinabung, Tanggamus, CG-22-10, PG57-1, SC-54-1, SC-56-3, SC-54-7, SC-21-5, dan SP-30-4. Observation on germination phase was done in laboratory until 5 days after seedling. Field planted on the acid soil on pH 4.90, KTK 20.10 cmol kg-1, Al saturation 18.73% unil seedling phase which was 14 days after planting time, then it used as a comparison method. The research showed that submerged method on 1 000 ppm AlCl3 is potentially high as Al tolerancy early selection of soybean method. The corelation value between submerged 1000 ppm method and field method was 0.586. Keywords: Al toxicity, seed testing, substrate method, submerged method
METODE UJI VIGOR KEKUATAN TUMBUH BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) SEBAGAI SELEKSI AWAL KETAHANAN TERHADAP TANAH MASAM
INDAH SILVARIANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Penelitian : Metode Uji Vigor Kekuatan Tumbuh Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) sebagai Seleksi Awal Ketahanan terhadap Tanah Masam Nama : Indah Silvariani NIM : A24100053
Disetujui oleh
Maryati Sari, SP MSi Pembimbing I
Dr Desta Wirnas, SP MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 sampai Mei 2014 ini adalah Metode Uji Vigor Kekuatan Tumbuh Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) sebagai Seleksi Awal Ketahanan terhadap Tanah Masam. Terima kasih penulis sampaikan kepada Maryati Sari, SP MSi dan Dr Desta Wirnas, SP MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam pelaksanaan penelitian, Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan motivasi serta dukungan, Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc yang telah memberikan izin penggunaan galur-galur di laboratorium pemuliaan tanaman untuk diuji, dan Bapak Jono selaku Kepala UPTD Lahan Kering Jasinga. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan yang tulus serta doa dan kasih sayangnya, serta temanteman A3 “280”, TPB, AGH angkatan 47 yang selalu memberi semangat dan doanya.
Bogor, Agustus 2014 Indah Silvariani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Kedelai
2
Karakteristik Tanah Masam
2
Pengaruh Cekaman Aluminium terhadap Tanaman
3
Vigor Kekuatan Tumbuh
4
METODE PENELITIAN
4
Tempat dan Waktu Penelitian
4
Bahan Penelitian
4
Peralatan Penelitian
5
Prosedur Percobaan
5
Pengamatan
7
Analisis Data
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Pengujian Vigor Kekuatan Tumbuh terhadap Cekaman Tanah Masam di Lapangan
8
Pengujian Vigor Kekuatan Tumbuh terhadap Cekaman Al di Laboratorium
11
Pemilihan Metode Berpotensi
14
Penyeleksian dengan Metode Terpilih
15
KESIMPULAN DAN SARAN
19
Kesimpulan
19
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR TABEL 1 Pengaruh genotipe kedelai terhadap tolok ukur pengamatan pada percobaan lapangan 2 Pengelompokan tingkat toleransi berdasarkan notasi uji DMRT 5% pada percobaan lapangan 3 Daya berkecambah pada kedua metode di laboratorium 4 Indeks vigor pada kedua metode di laboratorium 5 Kecepatan tumbuh pada kedua metode di laboratorium 6 Koefisien korelasi antara daya berkecambah, kecepatan tumbuh, indeks vigor benih kedelai berbagai metode uji vigor di laboratorium dengan bobot kering akar hasil pengujian di tanah masam Jasinga 7 Daya berkecambah berdasarkan faktor konsentrasi AlCl3 pada metode rendam 1000 ppm 8 Pengelompokan tingkat toleransi berdasarkan notasi uji DMRT 5% pada metode rendam 1000 ppm 9 Konsistensi tingkat toleransi berbagai genotipe kedelai pada berbagai metode uji terhadap cekaman Al
10 11 12 13 13 14 16 16 17
DAFTAR GAMBAR 1 Perendaman benih dengan menggunakan larutan AlCl3 pada metode rendam 2 Pertumbuhan kedelai pada percobaan lapangan umur 14 HST 3 Korelasi antara daya berkecambah dan bobot kering akar pada metode rendam 1000 ppm 4 Hasil perkecambahan pada metode rendam 1000 ppm
7 9 15 15
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Analisis tanah UPTD Lahan Kering Tenjo, Jasinga, Bogor Deskripsi varietas Dering Deskripsi varietas Gema Deskripsi varietas Kaba Deskripsi varietas Sinabung Deskripsi varietas Tanggamus Daya berkecambah awal terhadap ke-12 genotipe
22 22 23 24 24 25 26
PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman yang menjadi sumber protein utama bagi masyarakat Indonesia. Hal ini sesuai dengan Margono et al. (2000) yang menyatakan bahwa kedelai memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan kacang hijau, beras dan jagung. Permintaan kedelai pun semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Menurut BPS (2013) produksi kedelai Indonesia pada tahun 2013 sebesar 847.16 ribu ton biji kering. Tahun 2013 kebutuhan kedelai sebesar 2.2 juta ton, baru sekitar 30% yang dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri dan sisanya sebesar 70% dipenuhi dari kedelai impor. Kebutuhan kedelai yang tinggi dapat dipenuhi dengan cara peningkatan produksi kedelai dengan memanfaatkan lahan sub-optimal. Lahan sub-optimal merupakan lahan yang memiliki kesuburan tanah yang rendah (Makarim et al. 2005). Salah satu jenis lahan sub-optimal adalah lahan masam yang dicirikan dengan pH rendah, kandungan Al, Mn, dan Fe yang tinggi serta rendahnya kandungan N, P, K, Ca, S dan Mg (Sumarno 2005). Salah satu kendala dalam pengembangan kedelai di lahan masam adalah cekaman aluminium. Penyelesaian masalah budidaya tanaman di lahan masam untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi dapat dilakukan dengan cara mendapatkan informasi dosis pupuk dan kapur yang sesuai, pemilihan varietas yang sesuai, serta waktu tanam yang tepat (Makarim et al. 2005). Kendala budidaya kedelai pada tanah masam adalah terganggu pertumbuhan dan perkembangannya akibat adanya cekaman Al dan pH rendah. Cekaman Al pada tanaman di lapangan terlihat pada bagian perakaran yang terhambat pertumbuhannya. Cekaman Al dapat menghambat pembelahan sel akibat hilangnya benang-benang gelondong pada proses mitosis (Sivaguru et al. 1999). Kondisi pH rendah juga menyebabkan tidak tersedianya unsur hara bagi tanaman karena sebagian unsur hara dikelat oleh Al. Pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah masam akan menyebabkan pembentukan nodul terhambat, tanaman mudah mendapatkan cekaman kekeringan, pertumbuhan akar yang terhambat tanaman, tanaman tumbuh kerdil, daun berwarna kuning kecokelatan, pertumbuhan perakaran sangat terbatas, bunga yang terbentuk minimal, dan jumlah polong juga minimal, produktivitas juga sangat rendah atau bahkan gagal menghasilkan biji (Sumarno 2005). Pemilihan varietas kedelai yang toleran untuk penanaman di lahan masam dapat dilakukan dengan metode seleksi langsung di lapang maupun di laboratorium. Tingkat toleransi genotipe dapat diukur pada fase perkecambahan dengan melihat tolok ukur vigor benih. Menurut ISTA (2010) bahwa pengujian vigor benih dilakukan untuk mendapatkan informasi respon perkecambahan benih pada lingkungan yang sebenarnya, misalnya dengan melihat kemampuan tumbuh benih pada kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan. Teknik pengujian dalam pengidentifikasian varietas toleran sudah banyak digunakan seperti uji dalam kultur hara dan uji cepat fase kecambah, namun pengujian tersebut masih membutuhkan waktu yang lama. Pengujian vigor benih kedelai pada fase perkecambahan diharapkan dapat menjadi metode seleksi yang
2 lebih cepat dalam menentukan tingkat toleransi dari sekumpulan genotipe baru terhadap cekaman Al. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode uji vigor kekuatan tumbuh yang dapat digunakan untuk seleksi awal ketahanan kedelai terhadap tanah masam pada stadia perkecambahan.
TINJAUAN PUSTAKA Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan tanaman pangan yang kandungan protein nabatinya tinggi dibandingkan dengan kandungan protein kacang-kacangan lainnya. Kandungan protein kedelai lebih tinggi dibandingkan dengan kacang hijau, beras dan jagung (Margono et al. 2000). Kedelai juga bermanfaat sebagai obat pencegah kanker serta jantung koroner karena kedelai memiliki kandungan phenolik dan asam lemak tidak jenuh yang dapat menghalangi munculnya nitrosamin sebagai pemicu kanker (Sirait 2006). Kedelai merupakan tanaman leguminosa yang mempunyai kemampuan dalam membentuk bintil akar yang disebabkan oleh Rhizobium japonicum yang berfungsi dalam menambat nitrogen dan bermanfaat bagi tanaman (Habibah 2008).Tanaman ini pada umumnya dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah dan menyukai tanah yang bertekstur ringan hingga sedang dan berdrainase baik, namun tanaman ini peka terhadap kondisi salin. Kedelai tumbuh baik pada tanah bertekstur gembur, lembab, tidak tergenang air, dan memiliki pH 6-6.8. Karakteristik Tanah Masam Lahan sub-optimal merupakan lahan yang memiliki kesuburan tanah yang rendah, termasuk kandungan unsur kimia tertentu yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman seperti pH rendah, kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), dan C-organik rendah, kandungan aluminium (kejenuhan Al) tinggi, fiksasi P tinggi, kandungan Fe dan Mn yang dapat meracuni tanaman, dan peka erosi. Tingkat pencucian hara yang tinggi terutama basa-basa akibat curah hujan yang tinggi di Indonesia sehingga yang tertinggal dalam kompleks adsorpsi liat dan humus ialah ion H dan Al. Hal ini yang mengakibatkan tanah bereaksi masam dengan kejenuhan basa rendah dan menunjukkan kejenuhan aluminium yang tinggi. Tanah masam yang terbentuk memiliki penampang yang dalam, berwarna merah-kuning, dan kesuburannya rendah (BALITTANAH 2009). Budidaya di lahan sub-optimal membutuhkan lebih banyak input agrokimia seperti pupuk, dan bahan penyubur tanah (amelioran) untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Amelioran adalah bahan yang dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan kondisi fisik dan kimia tanah. Bahan amelioran terdiri atas pupuk organik, tanah mineral, zeolit, fosfat alam, pupuk
3 kandang, kapur pertanian, abu sekam, dan purun tikus (Susilawati et al. 2011). Penyelesaian masalah budidaya tanaman di lahan sub-optimal untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi dapat dilakukan dengan cara mendapatkan informasi dosis pupuk dan kapur yang sesuai, pemilihan varietas yang sesuai, serta waktu tanam yang tepat (Makarim et al. 2005). Pengaruh Cekaman Aluminium terhadap Tanaman Permasalahan dalam budidaya tanaman di lahan sub-optimum khususnya tanah masam adalah cekaman Al. Pengaruh Al bagi tanaman adalah mengurangi kation bervalensi dua yang diserap akar khususnya Ca, menghambat fungsi-fungsi sel pada jaringan meristem akar melalui penetrasi Al ke dalam protoplasma akar dan menghasilkan morfologi akar yang tidak normal serta menurunkan jerapan anion (SO4-2, PO4-3, dan Cl -) oleh akar karena meningkatnya jerapan positif pada rizosfir dan apoplas akar (Agustina et al. 2010). Mekanisme toleransi tanaman terhadap adanya cekaman aluminium berbeda-beda. Toleransi Setaria spledida terhadap toksisitas Al dicapai dengan cara mensekresikan asam oksalat dan asam sitrat dari akar ke larutan eksternal dan dengan mengakumulasikan asam oksalat dan asam malat pada akar dan tajuk (Karti 2011). Cekaman Al terhadap tanaman akan menekan pertumbuhan akar, akar menjadi pendek, tebal dan rapuh. Daerah yang paling peka terhadap keracunan Al terletak pada bagian ujung akar (tudung akar, meristem, dan zona pemanjangan). Tanaman dapat membatasi serapan aluminium dengan cara tanaman membentuk dinding sel tebal pada bagian rambut akar dan bagian ujung akar. Tanaman kedelai yang ditanam pada lahan masam memiliki kemampuan yang rendah dalam membentuk bintil rhizobium. Gejala yang sangat jelas terlihat pada tanaman kedelai tanah masam adalah tanaman tumbuh kerdil, daun berwarna kuning kecoklatan, pertumbuhan perakaran sangat terbatas, bunga serta jumlah polong minimal sehingga produktivitas menjadi rendah dan bahkan gagal menghasilkan biji (Sumarno 2005). Pengembangan kedelai pada tanah masam diarahkan pada tindakan ameliorasi tanah yang meliputi pengapuran, pemberian gypsum pada lapisan subsoil, pengkayaan fosfat dan kalium didalam tanah, pengkayaan bahan organik dan mikroba tanah, serta pengkayaan unsur mikro. Penyediaan varietas tanaman yang adaptif atau toleran terhadap kondisi kemasaman tanah menjadi salah satu pengembangan kedelai yang dapat dilakukan, varietas kedelai yang toleran terhadap tanah masam antara lain varietas Tenggamus, Nanti, Sibayak dan Slamet (Arsyad et al. 2007). Varietas yang agak tahan terhadap tanah masam adalah Wilis, Kerinci, Tidar, Rinjani, dan Dempo (Mugnisjah dan Setiawan 2004). Varietas yang toleran mempunyai mekanisme ketahanan terhadap tanah masam, yaitu akarnya dapat berkembang dengan baik dan akar lateral tidak menunjukkan kerusakan akibat keracunan Al pada tanah masam, serta penyerapan Ca, Mg, dan K tidak terganggu (Syafruddin 2002). Kriteria tanaman yang toleran terhadap keracunan Al antara lain akar sanggup tumbuh terus dan ujung akar tidak rusak, mengurangi absorbsi Al, memiliki berbagai cara untuk menetralkan pengaruh toksik Al yang diserap tanaman, sanggup menciptakan keadaan yang kurang asam di daerah perakaran, serta translokasi ion Al ke bagian atas tanaman sedikit akibat sebagian besar ion Al ditoleran di akar (Sofia 2007).
4 Mekanisme toleransi terhadap toksisitas Al dapat dibedakan menjadi dua yaitu, mekanisme toleransi eksternal dan mekanisme toleransi internal. Mekanisme toleransi eksternal merupakan sistem toleransi yang dibangun oleh tanaman dengan cara mencegah Al3+ masuk ke dalam sistem simplas di akar, bentuknya dapat berupa imobilisasi Al3+ di dinding sel, permeabilitas selektif dari membran plasma, barier pH di daerah rizosfer, eksudasi asam organik pengkelat Al3+, eksudasi P dan efluks Al3+. Mekanisme toleransi internal merupakan mekanisme untuk mencegah Al3+ yang sudah memasuki sistem simplas merusak sel, antara lain dengan cara kelatisasi Al3+ di sitosol, kompartementasi Al3+ di vakuola, sintesis protein pengikat Al3+, sistesis enzim yang tahan Al3+, dan peningkatan aktivitas enzim (Taylor 1991). Vigor Kekuatan Tumbuh Vigor kekuatan tumbuh benih dilakukan untuk mencerminkan vigor benih bila ditanam di lapangan. Vigor kekuatan tumbuh dapat diuji dengan menggunakan tolok ukur vigor. Tolok ukur vigor kekuatan tumbuh benih adalah kecepatan tumbuh benih dan keserempakan tumbuh benih (Widajati et al. 2008). Pengujian dengan tolok ukur vigor seperti indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh benih (KCT) pada kecambah di media optimal, tetapi dapat pula dengan meciptakan lingkungan perkecambahan yang sub-optimal atau spesifik dengan tujuan penelitian. Pengujian vigor dengan lingkungan perkecambahan yang spesifik atau khusus dapat dilakukan misalnya untuk menguji toleransi terhadap salinitas dengan menggunakan media perkecambahan substrat kertas merang dengan konsentrasi NaCl 4 000 ppm (Arzie 2011). Pengujian toleransi terhadap kekeringan dapat dilakukan dengan menggunakan metode kertas merang dengan posisi benih pada ketinggian 17.5 cm dari permukaan air (Haryani 2011).
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2014 sampai Mei 2014 bertempat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan UPTD Lahan Kering Tenjo, Jasinga, Bogor. Tanah di Jasinga memiliki pH 4.90, KTK 20.10 cmol kg-1 dan kejenuhan Al 18.73% (Lampiran 1). Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan adalah 12 genotipe kedelai, yaitu Dering, Gema, Kaba, Sinabung, Tanggamus, CG-22-10, PG-57-1, SC-54-1, SC-56-3, SC54-7, SC-21-5 dan SP-30. AlCl3 (bahan simulasi cekaman Al dan pH rendah), kertas CD, aquades, plastik, pupuk Urea, pupuk KCl, pupuk SP-36, insektisida
5 furadan dan kertas label. Deskripsi varietas yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2-6. Peralatan Penelitian Alat-alat yang digunakan, yaitu alat pengecambah benih germinator IPB 721, bak plastik, timbangan, alat tulis, oven, gelas takaran, desikator, dan wadah penyimpan. Prosedur Percobaan Pengujian Viabilitas Awal Pengujian viabilitas awal dilakukan untuk mengetahui kondisi fisiologis benih awal yang akan digunakan. Pengujian ini dilakukan dengan menguji nilai daya berkecambah (DB) pada setiap lot benih yang digunakan. Hasilnya menunjukkan bahwa seluruh benih masih memiliki viabilitas yang tinggi dengan nilai DB > 85% (Lampiran 7) Pengujian Vigor Kekuatan Tumbuh terhadap Cekaman Tanah Masam di Lapagan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 1 faktor yaitu genotipe kedelai. Genotipe kedelai yang digunakan terdiri atas 12 taraf, yaitu 5 varietas kedelai yang telah diketahui toleransinya terhadap tanah masam (Dering, Gema, Kaba, Sinabung, dan Tanggamus), dan 7 galur yang belum diketahui toleransinya terhadap tanah masam (CG-22-10, PG57-1, SC-54-1, SC-56-3, SC-54-7, SC-21-5 dan SP-30-4), serta di ulang sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Hasil pengujian ini digunakan sebagai pembanding pada metode di laboratorium dengan melakukan pengujian korelasi. Metode yang digunakan adalah metode uji akar fase kecambah. Percobaan dilakukan di UPTD Lahan Kering, Tenjo, Jasinga, Bogor (pH 4.90). Penanaman dilakukan dengan menggunakan bak plastik berukuran 45 cm x 35 cm x 15 cm, setiap bak berisi 25 tanaman dari 1 genotipe kedelai. Penanaman dilakukan selama 2 minggu. Pemberian pupuk dasar dilakukan pada awal penanaman dengan dosis pupuk urea 100 kg ha-1 dengan pemberian 0.25 g bak-1, SP-36 200 kg ha-1 dengan pemberian 0.5 g bak-1, KCl 150 kg ha-1 dengan pemberian 0.4 g bak-1, dan setiap lubang tanam diberi furadan pada saat penanaman. Model linier yang digunakan adalah Yij = µ + αi + εij
Keterangan: Yij : Nilai pengamatan pada perlakuan varietas kedelai ke-i dan kelompok ke-j µ : Nilai tengah umum αi : Pengaruh perlakuan varietas kedelai ke-i (i: 1, 2, 3,…, 12) εij : Pengaruh galat percobaan dari perlakuan varietas kedelai ke-i dan kelompok ke-j (j: 1, 2, 3)
6 Pengujian Vigor Kekutan Tumbuh terhadap Cekaman Al di Laboratorium Percobaan di Laboratorium terdiri atas 6 percobaan yang dibedakan menjadi 2 metode yaitu metode substrat sebanyak 3 percobaan dan metode rendam sebanyak 3 percobaan. Percobaan dilakukan berdasarkan konsentrasi AlCl3 yaitu, 500 ppm, 1 000 ppm, dan 1 500 ppm. Setiap percobaan dilakukan dengan menggunakan model rancangan acak lengkap (RAL) dengan 1 faktor, yaitu faktor genotipe. Genotipe kedelai yang digunakan terdiri atas 12 taraf meliputi 5 varietas kedelai yang telah diketahui toleransinya terhadap tanah masam (Dering, Gema, Kaba, Sinabung, dan Tanggamus), dan 7 galur yang belum diketahui toleransinya terhadap tanah masam (CG-22-10, PG-57-1, SC-54-1, SC-56-3, SC-54-7, SC-215 dan SP-30-4) dan pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali. Model linier yang digunakan adalah Yij = µ + αi + εij
Yij µ αi εij
Keterangan: : Nilai pengamatan pada perlakuan varietas kedelai ke-i dan kelompok ke-j : Nilai tengah umum : Pengaruh perlakuan varietas kedelai ke-i (i: 1, 2, 3,…, 12) : Pengaruh galat percobaan dari perlakuan varietas kedelai ke-i dan kelompok ke-j (j: 1, 2, 3)
Pelaksanaan pengujian pada masing-masing metode menggunakan metode perkecambahan uji kertas digulung didirikan dalam plastik (UKDdp). Kertas CD digunakan sebagai substrat perkecambahan. a. Metode Substrat Penanaman metode substrat dilakukan dengan cara melembabkan substrat perkecambahan, yaitu kertas CD dengan larutan AlCl3 sesuai dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Benih kedelai kemudian ditanam sebanyak 25 butir pada substrat yang telah dilembabkan tersebut. Pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali, dan setiap ulangan terdiri atas 50 butir benih untuk setiap genotipe tanaman. b. Metode Rendam Penanaman dengan metode rendam dilakukan dengan cara terlebih dahulu melembabkan benih yang akan ditanam selama 12 jam untuk proses imbibisi, kemudian benih tersebut direndam dalam larutan AlCl3 sesuai dengan konsentrasi perlakuan selama 1 jam (Gambar 1). Penanaman dilakukan menggunakan substrat perkecambahan kertas CD yang telah dilembabkan oleh air. Setiap susbtrat ditanam 25 butir benih, dan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Setiap ulangan terdiri atas 50 butir benih untuk setiap genotipe tanaman.
7
Gambar 1 Perendaman benih dengan menggunakan larutan AlCl3 pada metode rendam Pengamatan Percobaan di Lapangan Tolok ukur pengataman terhadap metode di lapangan terdiri atas panjang akar, panjang tunas, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk. yang di amati pada akhir penanaman. Tolok ukur pengamatan tersebut digunakan untuk membedakan tanaman yang toleran atau peka terhadap cekaman Al. a. b. c. d.
Panjang akar Panjang diukur dari pangkal akar hingga ke ujung akar dengan satuan centimeter. Panjang tunas Panjang diukur dari pangkal hingga ujung tajuk dengan satuan centimeter. Bobot kering akar Pengukuran bobot kering akar di akhir pengamatan dengan cara di oven selama 3 × 24 jam pada suhu 60 °C dengan satuan gram. Bobot kering tajuk Pengukuran bobot kering tajuk di akhir pengamatan dengan cara di oven selama 3 × 24 jam pada suhu 60 °C dengan satuan gram.
Percobaan di Laboratorium Pengamatan pada kedua metode di laboratorium baik metode substrat maupun metode rendam dilakukan dengan tolok ukur daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh benih. Hasil pengamatan kedua metode dari semua tolok ukur yang digunakan kemudian diuji korelasinya terhadap percobaan lapangan, untuk mengetahui metode mana yang memiliki hasil toleransi terhadap cekaman Al yang sesuai dengan percobaan lapangan. a.
Daya berkecambah (DB) Pengamatan pada 3 hari setelah tanam (KN I) dan 5 hari setelah tanam (KN II) untuk menghitung benih yang dapat tumbuh menjadi kecambah normal dengan satuan persen. KN I + KN II Daya berkecambah(%)= ×100% Total benih yang ditanam
8 b.
Indeks vigor (IV) Pengamatan dilakukan terhadap jumlah kecambah normal pada hitungan pertama yaitu pada hari ke-3 IV (%)=
c.
Jumlah kecambah normal pada hitungan I ×100% Jumlah benih yang ditanam
Kecepatan Tumbuh Benih (KCT) Kecepatan tumbuh diukur berdasarkan jumlah tambahan perkecambahan setiap hari atau etmal selama kurun waktu perkecambahan. Pengamatan dilakukan setiap hari setelah munculnya kecambah normal hari pertama pengamatan hingga hari terakhir pengamatan. Kecepatan tumbuh dihitung dengan rumus: tn -1
Kct (% etmal )=
0
N t
Keterangan : t : Etmal (jumlah jam dari saat tanam dibagi 24 jam) N : Presentase kecambah normal setiap waktu pengamatan tn : Waktu akhir pengamatan Analisis Data Hasil pengujian pada ketiga percobaan di analisis dengan uji F dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) menguji beda nyata pada taraf 5% untuk mengetahui efektifitas metode percobaan dalam membedakan ketahanan antar genotipe terhadap tanah masam dan mendapatkan hasil toleransi pada 7 galur yang belum diketahui sifat toleransinya. Uji korelasi dilakukan pada variabel percobaan laboratorium dengan variabel pada percobaan lapangan untuk mengetahui hubungan linear antara kedua variabel tersebut. Nilai r berkisar antara 1 dan -1, nilai r yang mendekati 1 atau -1 menunjukkan semakin erat hubungan linear antara ke-2 peubah tersebut. Nilai r yang mendekati 0 menggambarkan hubungan ke-2 peubah tersebut tidak linear.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Vigor Kekuatan Tumbuh terhadap Cekaman Tanah Masam di Lapangan Cekaman aluminium dapat menghambat pembelahan sel dan proliferasi (Duressa et al. 2010). Aluminium (Al) yang terakumulasi dalam sel yang terdapat pada dinding sel dan membran sel berikatan dengan senyawa fosfolipid yang terdapat di membran sel sehingga mengganggu permeabilitas membran. Menurut Rengel (1997) yang menyatakan bahwa 99% Al yang terakumulasi dalam sel
9 terdapat pada dinding dan membran sel dan menggangu penyerapan hara yang diatur oleh pompa proton. Cekaman Al yang terjadi pada tanaman utamanya menyerang pada perakaran, dan kandungan Al yang terdapat pada tanaman induk tidak diturunkan pada benih yang diproduksinya. Penelitian yang dilakukan oleh Madhan et al. (2014) bahwa perendaman benih Cajanus cajan (L.) Millsp. dengan menggunakan Al selama 24 jam dapat menyebabkan terganggunya perkecambahan dan laju pertumbuhan kecambah. Penelitian yang dilakukan oleh Okekeogbu et al. (2014) menyatakan bahwa pada benih yang matang terdapat protein hidrofilik yang berperan dalam mengatur keseimbangan air intraselular dengan mengontrol penyerapan air dan menyediakan sumber nitrogen untuk perkecambahan embrio. Perlakuan Al pada benih tomat dapat menyebabkan terdapatnya Al pada protein tersebut yang dapat menginduksi katabolisme protein hidrofilik dan menghambat transport protein tersebut dari kotiledon ke radikula yang sedang tumbuh sehingga dapat menyebabkan terganggunya perkecambahan dan laju pertumbuhan kecambah. Hal ini merupakan salah satu mekanisme molekular utama yang disebabkan oleh keracunan aluminium. Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui respon tanaman terhadap cekaman Al yang biasa dilakukan melalui percobaan lapangan dengan menggunakan metode penyeleksian awal melalui uji fase kecambah dengan tolok ukur pengamatan panjang tunas, panjang akar, bobot kering akar dan bobot kering tunas (Wirnas et al. 2002). Pengujian di lapangan dilakukan pada tanah masam dengan pH 4.90, menurut Atman (2006) bahwa pH dengan nilai <5.00 tidak sesuai untuk pertanaman kedelai sehingga diperlukan kedelai dengan varietas yang toleran terhadap tanah masam. Gambar 2 menunjukkan kondisi penanaman kedelai dengan menggunakan metode cepat uji fase kecambah. Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Muhidin (2000) didapatkan bahwa bobot kering akar pada genotipe toleran umumnya lebih besar dibandingkan dengan bobot kering akar pada genotipe peka baik pada pengamatan 10 HST maupun 20 HST.
Gambar 2 Pertumbuhan kedelai pada percobaan lapangan umur 14 HST Pengujian yang dilakukan di lapangan menunjukkan adanya respon yang berbeda antar genotipe yang terlihat pada Tabel 1. Tolok ukur yang nyata dipengaruhi oleh faktor genotipe adalah bobot kering akar dan bobot kering tunas sehingga kedua tolok ukur tersebut dapat digunakan sebagai pendugaan awal toleransi terhadap tanah masam. Di antara kedua tolok ukur, bobot kering akar yang dipilih sebagai tolok ukur pembanding pengujian di laboratorium. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Sudrajat (2010) yang menyebutkan bahwa tolok ukur bobot kering akar dapat digunakan untuk menilai toleransi tanaman terhadap
10 keracunan Al sehingga dapat dijadikan sebagai karakter seleksi pada proses pemuliaan tanaman. Bobot kering akar pada tanaman yang tercekam Al umumnya lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang toleran terhadap cekaman Al. Hal ini disebabkan pembentukan biomassa akar sangat erat kaitannya dengan penambahan sel-sel baru dalam proses pemanjangan akar, namun peubah panjang akar tidak berkorelasi erat terhadap tolok ukur bobot kering akar dan terdapat kecenderungan penurunan bobot kering akar dengan semakin lamanya waktu penelitian (Muhidin 2000). Tabel 1
Pengaruh genotipe kedelai terhadap tolok ukur pengamatan pada percobaan lapangan
Genotipe Dering Gema Kaba Sinabung Tanggamus CG-22-10 PG-57-1 SC-54-1 SC-56-3 SC-54-7 SC-21-5 SP-30-4
Genotipe KK (%)
Panjang tunas (cm) 17.07 16.33 15.84 16.38 15.91 14.54 13.78 13.62 14.03 14.78 15.66 15.55 tn 10.59
Tolok ukur Bobot kering Panjang akar (cm) tunas (g) a 8.19 3.08 11.82 2.92 a 12.00 2.52 b 6.88 2.53 b 9.80 2.39 b 9.10 1.95 cde 7.98 1.61 e 8.29 2.25 bc 8.23 1.81 de 9.01 1.88 cde 7.99 2.13 bcd 10.21 2.23 bc tn ** tr 13.21 9.44
Bobot kering akar (g) bc 0.56 0.89 ab 0.99 a 0.55 bc 0.65 abc 0.49 c 0.50 c 0.53 bc 0.46 c 0.47 c 0.56 bc 0.63 abc * 10.90tr
Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada α = 5%; KK: koefiesien keragaman; tr: hasil transformasi √x+0.5
Tingkat toleransi genotipe kedelai terhadap tanah masam berdasarkan bobot kering akar dijadikan pembanding untuk pengujian tingkat toleransi genotipe terhadap cekaman Al di laboratorium. Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 1 didapatkan bahwa varietas pembanding, yaitu Kaba, Tanggamus, Gema, Sinabung, dan Dering dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok tingkat toleransi terhadap cekaman Al. Kelompok tingkat toleransi tersebut terdiri atas kelompok sangat toleran, toleran, moderat, peka dan sangat peka. Varietas Kaba masuk kedalam kelompok sangat toleran, Gema masuk ke dalam kelompok toleran, dan Tanggamus masuk ke dalam kelompok moderat, kemudian Sinabung dan Dering masuk ke dalam kelompok peka. Galur-galur yang diuji kemudian dikelompokkan berdasarkan hasil dari varietas pembanding. Galur yang masuk ke dalam kelompok sangat peka adalah PG-57-1, CG-22-10, SC-56-3, dan SC-54-7. Galur yang termasuk ke dalam kelompok peka adalah SC-54-1 dan SC-21-5, kemudian galur yang masuk kelompok moderat adalah SP-30-4 (Tabel 2).
11 Tabel 2 Pengelompokan tingkat toleransi berdasarkan notasi uji DMRT 5% pada percobaan lapangan Sangat Moderat Sangat Toleran (ab) Peka (bc) toleran (a) (abc) peka(c) Kaba Gema SP-30-4 Dering CG-22-10 Tanggamus SC-54-1 PG-57-1 SC-21-5 SC-56-3 Sinabung SC-54-7 Kedelai varietas Kaba juga dijadikan sebagai genotipe pembanding yang toleran, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ekawaty (2007) perlakuan varietas kedelai berbeda nyata terhadap jumlah akar terbanyak yang merupakan tolok ukur toleransi terhadap tanah masam, varietas Sibayak memiliki jumlah akar terbanyak, kemudian varietas Kaba lalu varietas Sinabung. Kedelai varietas Sinabung merupakan kedelai yang digunakan sebagai genotipe pembanding dengan toleransi peka, hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Maninemwarba (2011) bahwa tinggi tanaman kedelai dipengaruhi oleh cekaman Al pada tanah masam dan didapatkan bahwa tinggi tanaman kedelai varietas Sinabung paling rendah dibandingkan 7 varietas lainnya. Penggunaan varietas Tanggamus sebagai varietas pembanding yang toleran sesuai dengan deskripsi varietas bahwa kedelai varietas Tanggamus merupakan varietas yang adaptif terhadap lahan kering masam, dengan daya hasil 2.2-2.5 t/ha pada lahan kering agak masam (pH 5.5, Al 30-35%) sehingga pada penelitian ini varietas Tanggamus dijadikan sebagai varietas kontrol toleran terhadap tanah masam. Berdasarkan hasil pengujian pada percobaan lapangan, Tanggamus masuk kedalam kelompok moderat sehingga diperlukan metode untuk memverifikasi kebenaran deskripsi varietas tersebut dengan menggunakan percobaan di laboratorium. Hasil pengujian di lapangan dijadikan acuan untuk mengevaluasi kelayakan metode pengujian benih terhadap cekaman Al di laboratorium. Pengujian Vigor Kekuatan Tumbuh terhadap Cekaman Al di Laboratorium Langkah awal dalam perakitan varietas baru adalah penyeleksian galur dari koleksi yang ada untuk mendapatkan sifat yang diinginkan. Seleksi adalah salah satu tahapan untuk mendapatkan genotipe yang sesuai dengan target lingkungan produksi. Seleksi dapat dilakukan secara langsung dengan karakter daya hasil atau tidak langsung melalui karakter yang berhubungan dengan daya hasil (Wirnas et al. 2006). Seleksi awal dapat dilakukan dengan uji fase kecambah di lapangan untuk menyeleksi koleksi galur yang jumlahnya cukup banyak (Wirnas et al. 2002) sehingga pengujian di laboratorium diharapkan menjadi metode yang lebih cepat dalam menyeleksi galur untuk menguji toleransi tanaman terhadap cekaman Al dan mempunyai kesesuaian yang tinggi dengan percobaan di lapangan. Semua metode pengujian di laboratorium yang dicobakan (6 percobaan) mampu memperlihatkan perbedaan tingkat toleransi yang dialami setiap genotipe (Tabel 3-5). Hasil percobaan di laboratorium yang diuji memiliki sebaran yang normal dan nilai koefisien keragaman yang rendah dibawah 20% sehingga tingkat
12 validitasnya tinggi. Hasil yang didapatkan dari ketiga tolok ukur yang digunakan terhadap faktor genotipe adalah terdapat kekonsistenan hasil antar tiga tolok ukur setiap genotipe yang diuji pada konsentrasi AlCl3 yang digunakan. Pada varietas pembanding, yaitu Tanggamus mempunyai nilai tertinggi di setiap tolok ukur yang diuji, baik nilai daya berkecambah, indeks vigor maupun kecepatan tumbuh dan hal ini menunjukkan Tanggamus masuk ke dalam kelompok sangat toleran berdasarkan nilai notasi uji DMRT 5%. Pada varietas pembanding, yaitu Sinabung mempunyai nilai terendah di setiap tolok ukur yang diuji yang terdiri atas daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh. Hal ini berarti bahwa Sinabung masuk ke dalam kelompok sangat peka berdasarkan nilai notasi uji DMRT 5%. Cekaman Al mengganggu pembelahan mitosis pada jaringan meristem di tanaman sehingga berdasarkan hal tersebut terganggunya pertumbuhan tanaman baik pada percobaan lapangan maupun percobaan di laboratorium terdapat kesamaan. Cekaman Al pada percobaan di lapangan menggangu pembelahan mitosis pada jaringan meristem di perakaran, dan diduga cekaman Al pada percobaan di laboratorium dapat mengganggu pembelahan mitosis pada jaringan meristem di proses perkecambahan, terutama pada radikula dan plumula. Penentuan metode berpotensi di laboratorium yang sesuai dengan percobaan di lapangan dilakukan dengan menggunakan uji korelasi. Tabel 3 Daya berkecambah pada kedua metode di laboratorium Metode substrat Genotipe Dering Gema Kaba Sinabung Tanggamus CG-22-10 PG-57-1 SC-54-1 SC-56-3 SC-54-7 SC-21-5 SP-30-4 Anova 5% KK (%)
500 ppm 1 000 ppm (%) (%) 96.7 abc 95.3 ab 90.0 bcde 88.0 bcd 98.0 ab 96.0 ab 82.7 e 88.7 bcd a 99.3 98.7 a 90.0 bcde 84.0 cd 94.7 abcd 89.3 bcd 94.7 abcd 92.7 abc 96.0 abc 82.7 d cde 88.7 87.3 bcd 97.3 abc 88.0 bcd 82.7 de 90.0 bcd ** 5.10
** 5.02
Metode rendam 1 500 ppm (%) 91.3 abc 86.7 cd 97.3 a 81.3 d 95.3 ab 67.7 e 91.3 abc 90.7 abc 86.0 cd 86.0 cd 92.7 abc 87.3 bcd
500 ppm (%) 94.7 a 84.7 bc 96.0 a 82.3 c 94.7 a 83.0 bc 83.3 bc 90.7 ab 90.0 abc 82.0 c 85.3 bc 89.3 abc
1 000 ppm (%) 92.7 abc 86.7 bcd 95.3 ab 80.3 d 98.0 a 83.0 cd 85.3 bcd 89.7 abcd 85.3 bcd 80.0 d 86.0 bcd 83.3 cd
1 500 ppm (%) 95.3ab 86.7bcd 96.0a 76.0e 96.0a 84.7cd 86.7bcd 89.3abc 88.7abc 78.0de 88.3abc 85.3cd
** 5.09
** 4.85
** 6.43
** 5.51
Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada α = 5%; KK: koefiesien keragaman
13 Tabel 4 Indeks vigor pada kedua metode di laboratorium Genotipe
500 ppm (%) c 62.3
Dering Gema Kaba Sinabung Tanggamus CG-22-10 PG-57-1 SC-54-1 SC-56-3 SC-54-7 SC-21-5 SP-30-4 Anova 5% KK (%)
d
32.0 a 86.0 d 41.3 a 84.0 bc 66.0 ab 78.7 a 84.7 ab 80.0 abc 72.3 ab 80.0 c 61.0 ** 12.70
Metode substrat 1 000 ppm 1500 ppm (%) (%) e c 47.3 38.7 f
30.7 ab 71.7 e 50.0 a 80.0 de 53.7 bcd 64.0 bc 67.3 cde 58.7 bcd 63.0 e 47.0 de 53.3 ** 10.99
d
20.0 a 80.0 d 10.7 b 65.7 c 33.7 b 61.7 b 68.0 b 61.3 b 61.7 c 39.3 c 38.7 ** 14.37
500 ppm (%) bc 76.7 e
42.7 a 88.7 e 45.3 ab 85.3 d 59.7 c 71.3 ab 83.3 bc 76.7 d 60.7 bc 77.3 abc 81.3 ** 8.39
Metode rendam 1 000 ppm 1500ppm (%) (%) bc bc 76.3 70.7 d
59.7 ab 86.0 e 40.3 a 91.3 cd 63.7 abc 77.3 abc 78.3 bcd 71.7 cd 65.0 bcd 72.3 bc 76.0 ** 10.93
e
46.0 a 90.7 f 29.3 a 89.3 cd 61.7 ab 79.3 ab 82.0 b 75.3 d 57.3 bc 71.3 b 76.7 ** 9.22
Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada α = 5%; KK: koefiesien keragaman
Tabel 5 Kecepatan tumbuh pada kedua metode di laboratorium Genotipe
Metode substrat 500 ppm 1 000 ppm 1500 ppm
Metode rendam 500 ppm 1 000 ppm 1500ppm
(% etmal-1)
(% etmal-1)
(% etmal-1)
(% etmal-1)
(% etmal-1)
Dering
27.6
25.4
23.4
29.2
28.7
Gema Kaba Sinabung Tanggamus CG-22-10 PG-57-1 SC-54-1 SC-56-3 SC-54-7 SC-21-5 SP-30-4 Anova 5% KK (%)
22.3 a 31.1 d 22.1 a 31.1 bc 26.8 ab 29.4 ab 30.2 ab 29.9 bc 27.4 ab 30.1 cd 25.3 ** 6.73
21.7 ab 28.7 de 24.4 a 30.4 e 23.9 cd 26.4 bc 27.5 de 24.4 cde 25.9 e 23.8 de 25.1 ** 4.55
20.0 a 30.1 f 17.7 ab 27.8 f 18.1 bc 26.5 b 27.2 bcd 25.4 d 25.4 cd 23.8 de 22.6 ** 6.51
22.6 a 31.1 f 22.5 ab 30.3 ef 24.5 de 26.2 abc 29.2 bcd 28.2 ef 24.5 cd 27.4 abcd 28.7 ** 5.12
25.3 ab 30.5 f 21.4 a 31.8 de 25.1 bcde 27.4 bcd 28.3 cde 26.6 e 24.6 cde 26.8 cde 26.7 ** 6.77
abc d
de f
d
ef
abc f
abc cde
(% etmal-1) bc
28.5
e
23.5 a 31.3 f 19.1 ab 31.1 de 25.2 cd 27.8 abc 28.8 cd 27.8 e 23.3 cd 27.2 cd 27.3 ** 5.56
Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada α = 5%; KK: koefiesien keragaman
14 Pemilihan Metode Berpotensi Pemilihan metode yang berpotensi untuk menjadi seleksi awal toleransi terhadap tanah masam berdasarkan hasil dari pengujian korelasi antara variabel di percobaan laboratorium dengan percobaan lapangan. Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan antara variabel yang digunakan (Walpole 2005). Variabel yang akan diuji korelasinya adalah tolok ukur daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan indeks vigor pada percobaan laboratorium dengan tolok ukur bobot kering akar pada percobaan lapangan. Hasil pengujian korelasi menentukan percobaan di laboratorium yang memiliki hubungan yang erat dan memiliki hasil yang sesuai dengan percobaan di lapangan (Gambar 3). Berdasarkan Tabel 6, metode perlakuan yang memiliki koefisien korelasi yang besar di atas 0.5 adalah metode substrat 1000 ppm dan metode rendam 1000 ppm pada tolok ukur yang sama, yaitu daya berkecambah. Metode substrat 1000 ppm bernilai 0.566 dan metode rendam 1000 ppm bernilai 0.586, tetapi diantara kedua metode tersebut yang memiliki nilai yang signifikan adalah metode rendam 1000 ppm. Tabel 6 Koefisien korelasi antara daya berkecambah, kecepatan tumbuh, indeks vigor benih kedelai berbagai metode uji vigor di laboratorium dengan bobot kering akar hasil pengujian di tanah masam Jasinga Perlakuan Tolok ukur Koefisien korelasi (r) Metode substrat 500 ppm Metode substrat 1000 ppm Metode substrat 1500 ppm Metode rendam 500 ppm Metode rendam 1000 ppm Metode rendam 1500 ppm
Daya berkecambah Kecepatan tumbuh Indeks vigor Daya berkecambah Kecepatan tumbuh Indeks vigor Daya berkecambah Kecepatan tumbuh Indeks vigor Daya berkecambah Kecepatan tumbuh Indeks vigor Daya berkecambah Kecepatan tumbuh Indeks vigor Daya berkecambah Kecepatan tumbuh Indeks vigor
0.186tn -0.071tn -0.181tn 0.566tn 0.207tn -0.031tn 0.436tn 0.201tn 0.037tn 0.469tn 0.238tn 0.097tn 0.586* 0.415tn 0.262tn 0.479tn 0.288tn 0.165tn
15
Daya berkecambah (%)
100 95 90 85
r = 0.586
80 75 70 0.2
0.25
0.3
Bobot kering akar (g)
Gambar 3 Korelasi antara daya berkecambah dan bobot kering akar pada metode rendam 1000 ppm Koefisien korelasi (r) bernilai mendekati 1 berarti mempunyai korelasi yang positif dan kuat, jika r mendekati -1 maka mempunyai hubungan korelasi yang negatif dan kuat. Koefisien korelasi sama dengan atau mendekati 0 maka tidak mempunyai hubungan korelasi antara 2 peubah tersebut. Oleh karena itu, metode yang memiliki hubungan yang erat dan signifikan terhadap percobaan lapangan adalah metode rendam 1000 ppm sehingga metode ini berpotensi digunakan untuk melakukan evaluasi toleransi genotipe terhadap cekaman Al pada percobaan laboratorium. Penyeleksian dengan Metode Terpilih Metode terpilih adalah metode rendam 1000 ppm dengan tolok ukur mutu fisiologis benih yang digunakan adalah daya berkecambah. Penyeleksian genotipe terhadap cekaman Al dengan metode terpilih terhadap ke-12 genotipe dilakukan berdasarkan notasi hasil uji DMRT. Perkecambahan pada genotipe yang toleran menghasilkan kecambah normal kuat yang lebih banyak dibandingkan dengan genotipe yang rentan, misalnya pada varietas Sinabung yang merupakan genotipe rentan dan Tanggamus yang merupakan genotipe toleran (Gambar 4).
a Gambar 4
b Hasil perkecambahan pada metode rendam 1000 ppm; a: varietas Sinabung, b: varietas Tanggamus
16 Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT pada tolok ukur daya berkecambah pada metode rendam 1000 ppm maka dapat dilakukan pengelompokan tingkat toleransi terhadap cekaman Al (Tabel 7). Pengelompokan tingkat toleransi dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu sangat toleran, toleran, moderat, peka, dan sangat peka. Genotipe yang masuk ke dalam kelompok sangat toleran adalah Tanggamus. Hasil pengujian varietas Tanggamus menggunakan metode substrat 1000 ppm sesuai dengan deskripsi varietas Tanggamus yang toleran terhadap tanah masam sehingga metode ini juga dapat memverifikasi hasil dari pengujian di lapangan. Genotipe yang masuk kelompok toleran adalah Kaba, dan Dering. Genotipe yang masuk kelompok moderat adalah Gema, PG-57-1, SC-54-1, SC-56-3, dan SC-215, kemudian genotipe yang masuk kelompok peka adalah CG-22-10, dan SP-30-4. Genotipe yang dikelompokkan ke dalam genotipe yang sangat peka adalah Sinabung, dan SC-54-7 (Tabel 8). Tabel 7 Daya berkecambah berdasarkan faktor konsentrasi AlCl3 pada metode rendam 1000 ppm Genotipe Tanggamus Kaba Dering SC-54-1 Gema PG-57-1 SC-56-3 SC-21-5 CG-22-10 SP-30-4 Sinabung SC-54-7 Genotipe (G) KK (%)
Metode perendaman dalam 1 000 ppm AlCl3 98.0 95.3 92.7 89.7 86.7 85.3 85.3 86.0 83.0 83.3 80.3 80.0
a ab abc abcd bcd bcd bcd bcd cd cd d d
** 6.43
Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada α = 5%; KK: koefiesien keragaman
Tabel 8 Pengelompokan tingkat toleransi berdasarkan notasi uji DMRT 5% pada metode rendam 1000 ppm Sangat Moderat Sangat Toleran (ab) Peka (cd) toleran (a) (bc) peka(d) Tanggamus Dering Gema CG-22-10 Sinabung Kaba PG-57-1 SP-30-4 SC-54-7 SC-54-1 SC-56-3 SC-21-5 Kelayakan metode rendam 1000 ppm sebagai metode seleksi dalam mengevaluasi toleransi genotipe kedelai terhadap cekaman Al dapat dilihat
17 dengan membandingkan hasil toleransi genotipe terhadap cekaman Al pada percobaan lapangan dan percobaan di laboratorium (Tabel 9). Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa konsistensi tingkat toleransi pada metode rendam 1000 ppm dan percobaan lapangan memiliki hasil yang relatif sama. Metode rendam 1000 ppm juga masih memiliki kelemahan. Kelemahan metode ini adalah masih belum mampu mengelompokkan genotipe dengan toleransi yang moderat secara konsisten. Kelemahan pada metode ini diduga dapat diatasi dengan memperpanjang masa tanam perkecambahan kedelai tidak hanya hingga 5 hari sesuai standar ISTA, namun dapat diperpanjang untuk melihat pengaruh cekaman Al yang lebih tampak sehingga dapat lebih mudah mengelompokan tingkat toleransi genotipe-genotipe tersebut. Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa toleransi genotipe yang masuk ke dalam kelompok moderat masih bisa dikelompokkan lagi menjadi peka dan toleran. Toleransi genotipe dalam kelompok moderat dapat dikatakan toleran dan juga dapat dikatakan peka. Konsistensi genetik diantara 12 genotipe yang diuji hanya 3 yang hasil pengelompokannya berbeda antara menggunakan metode rendam 1000 ppm dengan pengujian di lapangan, yaitu Dering, PG-57-1, dan SC-56-3 sedangkan 9 genotipe lainnya memiliki hasil tingkat toleransi yang konsisten atau relatif sama antara pengujian dengan percobaan lapangan dan percobaan laboratorium. Tabel 9 Konsistensi tingkat toleransi berbagai genotipe kedelai pada berbagai metode uji terhadap cekaman Al Perlakuan Tanggamus Kaba Dering SC-54-1 Gema PG-57-1 SC-56-3 SC-21-5 CG-22-10 SP-30-4 Sinabung SC-54-7
Literatur
Percobaan lapangan
Metode rendam 1000 ppm
Toleran tanah masam (Deskripsi varietas) Toleran tanah masam (Ekawaty 2007) Toleran kekeringan (BALITKABI 2012)
Moderat
Sangat Toleran
Sangat Toleran
Toleran
Peka
Toleran
Toleran kekeringan (BALITKABI 2014)
Peka
Moderat
Toleran
Moderat
Sangat peka Sangat peka Peka Sangat peka Moderat
Moderat Moderat Moderat Peka Peka
Peka
Sangat Peka
Sangat peka
Sangat peka
Peka tanah masam (Maninemwarba 2011)
Penelitian ini menggunakan genotipe kedelai dengan kulit benih yang seragam berwarna kuning. Karakteristik kedelai kuning mempunyai permeabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai hitam, karena kandungan lignin yang lebih rendah dibandingkan kedelai hitam, permeabilitas kulit benih yang tinggi akan memudahkan masuknya air dan oksigen ke dalam benih yang segera akan mengaktifkan enzim-enzim yang berperan dalam metabolisme benih, seperti
18 enzim respirasi (Purwanti 2004). Kulit benih berfungsi melindungi benih dari kebocoran larutan sel benih yang terjadi selama imbibisi. Genotipe yang peka memiliki persentase daya berkecambah yang lebih kecil dibandingkan dengan genotipe yang toleran, hal ini diduga akibat pengaruh Al terhadap terganggunya permeabilitas membran sel dan terganggunya pembelahan mitosis pada jaringan meristem (Tabel 7). Penelitian yang dilakukan oleh Srimulyati (2007) menyatakan bahwa cekaman aluminium menyebabkan genotipe peka mengalami kehilangan integritas membran lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe toleran. Tatipata et al. (2004) menjelaskan bahwa ketidakteraturan membran karena komponen fosfolipid kurang terikat pada membran menyebabkan traspor elektron dari FADH ke O2 sepanjang rantai respirasi menurun sehingga energi menurun yang berakibat pada menurunnya daya berkecambah dan vigor, ketidakteraturan membran juga menyebabkan permeabilitas membran yang tinggi sehingga banyak metabolit antara lain gula, asam amino, dan lemak yang bocor keluar sel dan menyebabkan substrat untuk respirasi berkurang sehingga energi yang dihasilkan untuk perkecambahan berkurang. Penyebab rendahnya daya berkecambah genotipe peka diduga akibat adanya perubahan aktivitas enzim, pada penelitian yang dilakukan oleh Sirait (2006) menyatakan bahwa penambahan Al pada kedelai dapat mengubah pola pita isoenzim yang merupakan refleksi langsung alterasi sekuens DNA melalui perubahan komposisi asam amino yang berarti perubahan komposisi asam amino akan merubah muatan dan konformasi enzim. Menurut Tatipata et al. (2004) perubahan aktivitas enzim merupakan indikator menurunnya aktivitas mitokondria yang berkaitan dengan terhambatnya perkecambahan pada kedelai. Genotipe kedelai yang telah mengalami penderaan dengan larutan AlCl 3 tetapi masih memiliki persentase daya berkecambah yang tinggi mengindikasikan bahwa genotipe tersebut memiliki vigor kekuatan tumbuh yang tinggi dan termasuk kedalam kelompok genotipe toleran. Perlakuan perendaman dengan Al juga dilakukan pada benih Cajanus cajan (L.) Millsp. pada penelitian yang dilakukan oleh Madhan et al. (2014) yang menyatakan bahwa pada genotipe yang toleran memiliki mekanisme toleransi dengan meningkatkan aktifitas enzim antioksidan seperti katalase, peroksidase, superoksida dismutase dan askorbat peroksidase sehingga dapat mempertahankan perkecambahan dan laju pertumbuhan kecambah. Pengujian cekaman Al di laboratorium dengan menggunakan metode rendam 1000 ppm merupakan pengujian toleransi dasar yang dapat digunakan untuk menyeleksi genotipe yang toleran terhadap cekaman Al berdasarkan pengaruh Al pada perpanjangan dan pembelahan sel. Berdasarkan penelitian ini, metode rendam 1000 ppm memiliki korelasi yang erat dan signifikan terhadap pengujian pertumbuhan akar kecambah. Pengujian ini lebih mudah dan sederhana, dapat dilakukan dengan waktu yang singkat, penyeleksian dapat dilakukan dengan jumlah genotipe yang lebih besar, namun pengujian ini tidak dapat menggambarkan toleransi selanjutnya hingga tanaman berproduksi, sehingga pengujian ini tetap perlu dilanjutkan dengan pengujian di lapangan.
19
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Percobaan di laboratorium, yaitu metode substrat dan metode rendam dengan konsentrasi AlCl3 500 ppm, 1000 ppm, dan 1500 ppm dapat digunakan untuk membedakan toleransi genotipe terhadap tanah masam. Metode rendam 1000 ppm, yaitu pengecambahan benih yang sebelumnya telah dilembabkan selama 12 jam kemudian direndam dengan larutan AlCl3 konsentrasi 1 000 ppm selama 1 jam dengan metode uji kertas digulung didirikan dalam plastik (UKDdp) berpotensi sebagai metode seleksi awal ketahanan kedelai terhadap cekaman Al. Tolok ukur daya berkecambah (DB) pada benih yang telah mendapat perlakuan tersebut berkorelasi dengan bobot kering akar (BKA) pada metode uji akar fase kecambah pada benih yang ditanam di tanah masam Jasinga (pH 4.90, KTK 20. 10 cmol kg-1, kejenuhan Al 18.73%) dengan nilai r= 0.586. Saran Metode rendam 1000 ppm dapat digunakan sebagai alternatif untuk uji cepat skrinning toleransi kedelai terhadap tanah masam atau cekaman aluminium.
DAFTAR PUSTAKA Agustina K, Sopandie D, Trikoesoemaningtyas, Wirnas D. 2010. Tanggap fisiologi akar sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) terhadap cekaman aluminium dan defisiensi fosfor di dalam rhizostron. J Agron Indonesia. 38(2): 88-94. Arsyad DM, Kuswantoro H, Purwantoro. 2007. Kesesuaian varietas kedelai di lahan kering masam Sumatera Selatan. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 26 (1): 26-31. Arzie D. 2011. Pengujian toleransi genotipe padi (Oryza sativa L.) terhadap salinitas pada stadia perkecambahan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Atman. 2006. Budidaya kedelai di lahan sawah Sumatera Barat. Jurnal Ilmiah Tambua. 5(3): 288-296. [BALITKABI] Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. 2012. Dering 1 varietas unggul baru kedelai toleran kekeringan [Internet]. Malang (ID): [di unduh pada 2014 Juni 08]. Tersedia pada: http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/info-teknologi/965-dering-1-varietasunggul-baru-kedelai-toleran-kekeringan.html. [BALITKABI] Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. 2014. Konsorsium kedelai balitbangtan [Internet]. Malang (ID): [di unduh pada 2014 Mei 26]. Tersedia pada: http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/kilaslitbang/1580-konsorsium-kedelai-balitbangtan.html. [BALITTANAH] Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis: Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah.
20 [BALITTANAH] Balai Penelitian Tanah. 2009. Fosfat Alam: Pemanfaatan Pupuk Fosfat Alam sebagai Sumber Pupuk P. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Tanaman pangan [Internet]. Jakarta (ID): [di unduh 2014 Jul 07]. Tersedia pada: http://www.bps.g o.id/t nmn_pg n.php. Duressa D, Soliman K, Chen D. 2010. Identification of aluminum responsive genes in Al-tolerant soybean line PI 416937. International Journal of Plant Genomics. 2010: 1-13. doi: 10.1155/2010/164862 Ekawaty D. 2007. Studi toleransi varietas kedelai (Glycine max (L.) Merril) pada kandungan AlCl3 secara in vitro [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Habibah H. 2008. Efektifitas simbiotik beberapa galur Bradyrhizobium japonicum toleran asam-aluminium pada tanaman kedelai [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hanum C, Mugnisjah WQ, Yahya S, Sopandie D, Idris K, Sahar A. 2009. Penapisan kedelai toleran cekaman aluminium dan kekeringan. Forum Pascasarjana. 32(4): 295-305. Haryani YD. 2011. Metode uji toleransi padi (Oryza sativa L) terhadap kekeringan pada stadia perkecambahan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [ISTA] International Seed Testing Association. 2010. International Rules for Seed Testing editon 2010. Zuerichstr (CH): ISTA. Karti PDMH. 2011. Mekanisme toleransi aluminium pada tumput pakan Setaria splendida. J. Agron Indonesia. 39(2): 144-148. Madhan M, Mahesh K, Seeta Ram Rao S. 2014. Effect of 24-epibrassinolide on aluminium stress induced inhibition of seed germinatiom and seedling growth of Cajanus cajan (L.) Millsp.. Int.J.Of multidisciplinary and current research. 2: 286-290 Makarim AK, Arsyad DM, Ghozi A. 2005. Model Simulasi peningkatan produksi kedelai lahan sub-optimal. Di dalam: Makarim A, Sumarno, Manshuri AG, Arsyad DM, Ghozi A, Hilman Y, Murkan M, editor. Pengembangan Kedelai di Lahan Sub-Optimal; 2005 Jul 26-27; Malang, Indonesia. Malang (ID): BPPT. 05-12. Maninemwarba D. 2011. Pertumbuhan dan hasil beberapa varietas kedelai pada tanah masam di Kabupaten Monokwari [skripsi]. Monokwari (ID): Universitas Negeri Papua. Margono T, Suryati D, Hartinah S. 2000. Pembuatan bubuk kedelai untuk minuman. Di dalam: Esti, Sediadi A, editor. Buku Panduan Teknologi Pangan [Internet]. Jakarta (ID): Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI; [di unduh 2013 Sept 5]. Tersedia pada: http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu. Mugnisjah WQ, Setiawan A. 2004. Produksi Benih. Chozin MA, editor. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Muhidin. 2000. Evaluasi toleransi beberapa galur/varietas kedelai (Glycine max (L.) Merr.) terhadap cekaman aluminium [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Okekeogbu I, Ye Z, Sangireddy SR, Li H, Bhatti S, Hui D, Zhou S, Howe KJ, Fish T, Yang Y, Thannhauser TW. 2014. Effect of aluminum treatment on
21 proteomes of radicles of seeds derived from Al-treated tomato plants. Proteomes.2: 169-190 Purwanti S. 2004. Kajian suhu ruang simpan terhadap kualitas benih kedelai hitam dan kedelai kuning. Ilmu Pertanian. 11(1): 22-31. Rengel Z. 1997. Role of calcium in aluminium. New Phytol. 21: 499-513. Sirait BA. 2006. Kandungan gizi dan analisis isoenzim kedelai (Glycine max L. Merr. ) toleran aluminium. Info Kesehatan Masyarakat. 10 (2): 174-179. Sivaguru M, Baluska F, Volkmann D, Felle HH, Horst WJ. 1999. Impact of alumunium on the cytoskeleton of the maize root apex short-term effects on the distal part of transition zone. Plant Physiol. 116: 155-163. Sofia D. 2007. Respon tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril.) pada tanah masam [karya tulis]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Srimulyati T. 2007. Keterlibatan protein heterotrimerik G α terhadap cekaman aluminium pada kedelai (Glycine max (L) Merryl) melalui studi histokimia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sudrajat D. 2010. Identifikasi karakter morfofisiologi kedelai adaptif lahan masam. Pertanian Terapan. 10(2) :103-110. Sumarno. 2005. Strategi pengembangan kedelai di lahan masam. Di dalam: Makarim A, Sumarno, Manshuri AG, Arsyad DM, Ghozi A, Hilman Y, Murkan M, editor. Pengembangan Kedelai di Lahan Sub-Optimal; 2005 Jul 26-27; Malang, Indonesia. Malang (ID): BPPT. 27-31. Susilawati HL, Ariani M, Kartikawati R, Setyanto P. 2011. Ameliorasi tanah gambut meningkatkan produksi padi dan menekan emisi gas rumah kaca. Sinartani. 3400 (6): 8-9. Syafruddin. 2002. Fisiologi hara fosfor pada tanaman jagung (Zea mays L.) dalam kondisi cekaman aluminium [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tatipata A, Yudono P, Purwantoro A, Mangoendidjojo W. 2004. Kajian aspek fisiologi dan biokimia deteriorasi benih kedelai dalam penyimpanan. Ilmu Pertanian. 11(2): 76-87. Taylor GJ. 1991. Current views of the aluminium stress respone the physiological basis tolerance. Plant Physiol. 10: 57-93. Walpole RE. 2005. Pengantar Statistik edisi 3. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia. Terjemahan dari: Introduction to Statistics 3rd edition Widajati E, Palupi ER, Murniati E, Suharsi TK, Qadir A, Suhartanto M.R. 2008. Diktat kuliah dan Penuntun Praktikum Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor (ID): IPB Pr. Wirnas D, Makmur A, Sopandie D, Aswidinnoor H. 2002. Evaluasi ketenggangan galur padi gogo terhadap cekaman aluminium dan efisiensi penggunaan hara kalium. Bul. Agron. 30(2): 39-44. Wirnas D, Widodo I, Sobir, Trikoesomaningtyas, Sopandie D. 2006. Pemilihan karakter agronomi untuk menyusun indeks seleksi pada 11 populasi kedelai generasi F6. Bul.Agron. 34: 19-24.
22
LAMPIRAN Lampiran 1 Analisis tanah UPTD Lahan Kering Tenjo, Jasinga, Bogor Unsur pH P2O5 Bray (ppm) C-organik (%) N Kjedahl (%) C/N KTK (cmol(+)/kg) Al3+(cmol(+)/kg) Na (cmol(+)/kg) Mg (cmol(+)/kg) Ca (cmol(+)/kg) KB (%) Kejenuhan Al (%)
Tanah 4.9 7.5 1.04 0.12 8.67 20.10 1.87 0.15 0.80 7.13 42.24 18.73
Hasil pengujian Balai Penelitian Tanah, Bogor
Lampiran 2 Deskripsi varietas Dering Dilepas Tahun : 25 September 2012 SK Mentan : 3259/Kpts/SR.120/9/2012 Nomor galur asal : DV/2984-330 Asal : Silang tunggal var unggul Davros x MLG 2984 Umur berbunga : ±35 hari setelah tanam Umur masak : ±81 hari setelah tanam Tinggi tanaman : ±57 cm Tipe pertumbuhan : Determinit Warna daun : Hijau Warna bulu : Coklat Bentuk daun : Oval Warna hipokotil : Ungu Warna epikotil : Ungu Warna bunga : Ungu Warna kulit polong : Coklat tua Bentuk biji : Oval Warna kulit biji : Kuning Warna hilum biji : Coklat tua Warna kotiledon : Putih Kecerahan kulit biji : Tidak mengkilap Kerebahan : Tahan rebah Percabangan : 2–6 Jumlah polong/tanaman: ±38 Bobot 100 butir : 10,7 gram Kandungan protein : ±34,2% bk
23 Kandungan lemak Potensi hasil Rata-rata hasil biji Ketahanan thd hama/
Keterangan Wilayah adaptasi Pemulia Peneliti Pengusul
: ±17,1% bk : 2,8 ton/ha : 2,0 ton/ha : Tahan hama penggerek polong (Etiella zinckePenyakit nella) dan rentan ulat grayak (Spodoptera litura), tahan penyakit karat daun (Phakopsora pachyrhizi) : Toleran kekeringan selama fase reproduktif : Lahan sawah dan lahan kering (tegal) : Suhartina, Purwantoro, N. Nugrahaeni, Suyamto, Arifin, dan M. Muchlish Adie : A. Taufiq, W. Tengkano, dan Sri Hardaningsih : Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian
Lampiran 3 Deskripsi varietas Gema Dilepas Tahun SK Mentan Nomor galur asal Asal
: 9 Desember 2011 : No. 5039/Kpts/SR.120/12/2011 : Shr/W-60 : Seleksi persilangan galur intoduksi Shirome dengan varietas Wilis Tinggi tanaman : ±55 cm Tipe pertumbuhan : Determinit Warna daun : Hijau Warna bulu : Coklat muda Bentuk daun : Lonjong (triangular) Warna hipokotil : Ungu Warna epikotil : Hijau Umur berbunga : ±36 hari Warna bunga : Ungu Warna kulit polong : Coklat Umur panen : ±73 hari Bentuk biji : Agak bulat Warna kulit biji : Kuning muda Warna hilum biji : Coklat Warna kotiledon : Putih Kecerahan kulit biji : Kusam (tidak mengkilap) Bobot 100 butir : ±11,90 gram Kandungan protein : ±39,07% bk Kandungan lemak : ±19,11% bk Potensi hasil : 3,06 ton/ha Rata-rata hasil biji : 2,47 ton/ha Ketahanan thd penyakit : Peka terhadap virus daun CMMV, moderat penyakit karat Ketahanan thd hama : Peka terhadap hama pengisap polong, agak tahan hama penggerek polong, moderat terhadap hama ulat grayak
24 Wilayah adaptasi Pemulia Instansi pengusul
: Lahan sawah dan lahan kering (tegal) : M. Muchlish Adie, Gatut Wahyu AS, Ayda Krisnawati, Suyamto, Arifin : Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian
Lampiran 4 Deskripsi varietas Kaba Dilepas tahun : 22 Oktober 2001 SK. Mentan : No. 532/Kpts/TP.240/10/2001 Nomor induk : MSC 9524-IV-C-7 Asal : Silang ganda 16 tetua Hasil rata-rata : 2,13 t/ha Warna hipokotil : Ungu Warna epikotil : Hijau Warna kotiledon : Kuning Warna bulu : Coklat Warna bunga : Ungu Warna kulit biji : Kuning Warna polong masak : Coklat Warna hilum : Coklat Bentuk biji : Lonjong Tipe tumbuh : Determinit Umur berbunga : 35 hari Umur saat panen : 85 hari Tinggi tanaman : 64 cm Bobot 100 biji : 10,37 g Ukuran biji : Sedang Kandungan protein : 44,0% Kandungan lemak : 8,0% Kerebahan : Tahan rebah Ketahanan thd penyakit : Agak tahan karat daun Sifat-sifat lain : Polong tidak mudah pecah Wilayah adaptasi : Lahan sawah Pemulia : M. Muchlish Adie, Soegito, Darman MA., dan Arifin Lampiran 5 Deskripsi varietas Sinabung Dilepas tahun SK Mentan Nomor galur Asal Hasil rata-rata Warna hipokotil Warna epikotil Warna bulu Warna bunga Warna kulit biji
: 22 Oktober 2001 : 533/Kpts/TP.240/10/2001 : MSC 9526-IV-C-4 : Silang ganda 16 tetua : 2,16 t/ha : Ungu : Hijau : Coklat : Ungu : Kuning
25 Warna polong masak : Coklat Warna hilum : Coklat Bentuk biji : Lonjong Tipe tumbuh : Determinit Umur berbunga : 35 hari Umur saat panen : 88 hari Tinggi tanaman : 66 cm Bobot 100 biji : 10,68 g Ukuran biji : sedang Kandungan protein : 46,0% Kandungan lemak : 13,0% Kerebahan : Tahan rebah Ketahanan thd penyakit : Agak tahan karat daun Sifat-sifat lain : Polong tidak mudah pecah Wilayah adaptasi : Lahan sawah Pemulia : M. Muchlish Adie, Soegito, Darman MA., dan Arifin Lampiran 6 Deskripsi varietas Tanggamus Dilepas tahun : 22 Oktober 2001 SK Mentan : 536/Kpts/TP.240/10/2001 Nomor induk : K3911-66 Asal : Hibrida (persilangan tunggal) Kerinci x No. 3911 Hasil rata-rata : 1,22 t/ha Warna hipokotil : Ungu Warna epikotil : Hijau Warna kotiledon : Kuning Warna bulu : Coklat Warna bunga : Ungu Warna kulit biji : Kuning Warna polong masak : Coklat Warna hilum : Coklat tua Bentuk biji : Oval Bentuk daun : Lanceolate Tipe tumbuh : Determinit Umur berbunga : 35 hari Umur saat panen : 88 hari Tinggi tanaman : 67 cm Percabangan : 3–4 cabang Bobot 100 biji : 11,0 g Ukuran biji : Sedang Kandungan protein : 44,5% Kandungan lemak : 12,9% Kandungan air : 6,1% Kerebahan : Tahan rebah Ketahanan thd penyakit : Moderat karat daun Sifat-sifat lain : Polong tidak mudah pecah Wilayah adaptasi : Lahan kering masam
26 Pemulia
: Darman MA., M. Muchlish, Adie, Heru Kuswantoro, dan Purwantoro Lampiran 7 Daya berkecambah awal terhadap ke-12 genotipe Perlakuan
Dering Gema Kaba Sinabung Tanggamus CG-22-10 PG-57-1 SC-54-1 SC-56-3 SC-54-7 SC-21-5 SP-30-4 Genotipe (G) KK (%)
DB awal (%) 96.67 ab 90.67 cd 99.33 a 89.33 cd 100.00 a 92.00 bcd 92.00 bcd 94.67 abc 90.00 cd 86.67 d 89.33 cd 91.33 bcd ** 3.21
27
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 27 Januari 1993 dari ayah Dwi Watma Sulistiyono dan ibu Cucu Sriwiati. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Subang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalus Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) serta diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan serta kegiatan non-akademik. Penulis menjadi staff Departemen Eksternal Organisasi Mahasiswa Daerah Subang pada tahun 2010-2011, bendahara Klub Pecinta Sawit Departemen Agronomi dan Hortikultura pada tahun 2012-2013, staf Departemen Komunikasi dan Informasi BEM Fakultas Pertanian Kabinet “Unity”, asisten praktikum Biologi Dasar TPB pada tahun 2013-2014, staf Departemen Internal Himpunan Mahasiswa Agronomi pada tahun 2013-2014. Penulis juga pernah aktif mengajar SD – SMP di bimbingan belajar SBCC. Penulis juga aktif dalam mengikuti lomba karya tulis ilmiah tingkat mahasiswa. Prestasi yang pernah diraih penulis terdiri atas juara harapan 2 Youth Paper Competition Gebyar Indonesia Berkarya tahun 2012, juara harapan 2 Lomba Karya Tulis Ilmiah Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional VI Tahun 2012, peserta konferensi AISC di Taiwan pada tahun 2013.