PENDAHULUAN Kinerja minyak pelumas yang efektif, dapat menjaga mesin tetap bekerja dengan baik dan awet meskipun beban kerja mesin bertambah berat, kondisi pengoperasian sangat ekstrem, dan digunakan untuk waktu yang lama. Minyak pelumas dasar belum mampu memenuhi kriteria tersebut, maka perlu ditambahkan zat lain ke dalam minyak pelumas sebagai aditif (Martisunu 2010). Aditif dalam minyak pelumas telah digunakan sejak tahun 1930, pemakaiannya dapat mencapai 0.5-1.0% bobot pelumas (Sumartini et al. 1996). Fungsi aditif minyak pelumas, di antaranya ialah sebagai dispersan, menahan tekanan ekstrem, menghambat laju korosi, dan mencegah keausan. Bahan aditif minyak pelumas yang digunakan di Indonesia masih merupakan produk-produk impor (Subiyanto et al. 1995). Salah satu jenis aditif pelumas yang banyak digunakan adalah Zink dialkilditiofosfat (ZDTP), suatu senyawa koordinasi yang terbentuk dari unsur zink yang terikat pada anion asam ditiofosfat. Senyawa ini bersifat multifungsi, sebagai antioksidan, antiaus, antikorosi, dan penghambat lecet. Sementara bahan aditif lain umumnya memiliki fungsi tunggal, seperti trikresil fosfat sebagai antiaus, benzotriazola sebagai antikorosi, butil hidroksi toluena (BHT) sebagai antioksidan, fenotiazina sebagai antioksidan dalam minyak sintetis (O’Brien 1983). Aplikasi ZDTP sebagai aditif pelumas automotif sangat efisien, tidak toksik, dan biaya produksinya cukup murah (Vipper et al. 1995). Sintesis ZDTP telah banyak dilakukan menggunakan berbagai rantai alkil dan telah dikembangkan pula metode sintesisnya. Kirichenko et al. (2009) menyintesis ZDTP dari alkil siklik melalui reaksi 2-metilolbisiklo[2.2.1]-5heptena dengan katalis 1-(N,N-dimetilaminometil)-1,2,4-triazola serta keberadaan sulfur membentuk 8-metilol-3,4,5-tritiatrisiklo[5.2.1.02,6]dekana. Senyawa ini kemudian direaksikan dengan alkohol dan penambahan P2S5 membentuk asam ester ditiofosfat, kemudian direaksikan dengan ZnO sehingga terbentuk zink ditiofosfat yang mengandung substituen trisiklik dengan tritiol. Di samping itu, sintesis ZDTP dengan menggunakan berbagai rantai alkil primer, alkil sekunder, dan aril juga telah dilakukan oleh Spikes (2004) dalam Parekh et al. (2009). Metode lain untuk menyintesis ZDTP juga dilakukan oleh Mamedova et al. (1972), Becchi et al. (2001), dan Dinoui et al. (2007) dengan mereaksikan alkohol dan P2S5, lalu direaksikan dengan senyawa Zn seperti zink oksida untuk membentuk ZDTP. Dinoui et al. (2007) juga mereaksikan alkohol dengan P2S5 yang terdispersi dalam minyak mineral. Dalam penelitian ini, alkohol yang digunakan adalah butanol untuk menyintesis Zink bis(dibutil ditiofosfat) dengan nama IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry), Zink dibutoksi-sulfanilidena-sulfida-λ5-fosfana. Metode sintesis Zink bis(dibutil ditiofosfat) yang digunakan adalah metode non dispersi, yaitu tanpa penggunaan P2S5 yang terdispersi dalam minyak mineral karena metode ini mudah, sederhana, serta pereaksinya mudah diperoleh. Variasi pelarut sebagai mediator reaksi dilakukan untuk melihat pengaruhnya terhadap rendemen sintesis.
2
METODE Sintesis Zink bis(dibutil ditiofosfat) diawali dengan sintesis asam dibutilditiofosfat (ADTP) dari alkohol dengan P2S5 (difosforus pentasulfida) menggunakan variasi pelarut organik. ADTP kemudian direaksikan dengan ZnO. Produk dipisahkan lalu dicirikan menggunakan spektrofotometer inframerah transformasi fourier (FTIR), spektrofotometer serapan atom (AAS), dan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) (Lampiran 1). Bahan-bahan p.a yang digunakan adalah n-butanol, P2S5, berbagai variasi pelarut (n-heptana, dietil eter, dan kloroform), HNO3 pekat, asetonitril, ZDTP autentik komersial. Bahan teknis yang digunakan ialah ZnO (zink oksida), Znasetat, dan NaOH 50%.
Sintesis dan Pemisahan Zink bis(dibutil ditiofosfat) Sintesis Zink bis(dibutil ditiofosfat) mengacu pada Dinoui et al. 2007 melalui dua tahap, yaitu tahap pembentukan ADTP dan Zink bis(dibutil ditiofosfat). ADTP diperoleh dengan mereaksikan 0.03 mol P2S5 dengan 0.12 mol n-butanol, ditambahkan pelarut n-heptana sampai pengaduk terendam. Campuran reaksi dimasukkan ke dalam labu bulat yang telah dilengkapi pendingin balik dan disambungkan pada penangkap gas H2S berupa larutan Zn-asetat dengan penambahan NaOH 50% hingga bersifat basa (Lampiran 2). Sintesis ADTP dilakukan pada suhu ±70 °C di atas penangas air selama 12 jam sambil diaduk. ADTP yang dihasilkan direaksikan dengan ZnO sebanyak 0.03 mol sambil diaduk 12 jam. Produk yang dihasilkan diekstraksi dengan 15 mL n-heptana sebanyak 3 kali, kemudian fase organik yang terkumpul dicuci dengan air untuk menghilangkan pengotor. Fraksi organik kemudian diuapkan. Produk Zink bis(dibutil ditiofosfat) yang diperoleh ditimbang dan dihitung persen rendemennya serta dibandingkan dengan produk lainnya hasil dari penggunaan pelarut organik dietil eter, dan kloroform. Pencirian Zink bis(dibutil ditiofosfat) Penetapan Kadar Zn dengan AAS Sampel Zink bis(dibutil ditiofosfat) ditimbang sebanyak 0.5 g dan ditambahkan 10 mL HNO3 pekat:akuades (1:1). Campuran didestruksi dan ditambahkan sejumlah akuades hingga larut. Larutan hasil destruksi disaring ke labu takar 50 mL lalu ditera dengan akuades. Larutan ini kemudian diukur kadar Zn-nya dengan AAS Shimadzu. Profil Produk dengan HPLC Campuran Zink bis(dibutil ditiofosfat) dan asetonitril sebanyak 10 µL diinjeksikan ke dalam HPLC Shimadzu. Kondisi HPLC yang digunakan sebagai berikut: Kolom : C18 Sistem : fase terbalik
3
Fase gerak Laju alir Detektor
: asetonitril : 0.8 mL/menit : UV, λ = 210 nm
Pencirian Gugus Fungsi dengan FTIR Sebanyak 0.01 g sampel Zink bis(dibutil ditiofosfat) dicampurkan dengan 0.1 g KBr. Campuran digerus sampai halus kemudian dianalisis dengan spektrofotometer FTIR Prestige 21 Shimadzu dengan resolusi 8 cm-1.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sintesis dan Pemisahan Zink bis(dibutil ditiofosfat) Sintesis Zink bis(dibutil ditiofosfat) dalam penelitian ini menggunakan variasi pelarut dalam prosesnya. Pelarut yang digunakan dalam sintesis memiliki perbedaan sifat kepolaran: n-heptana, < dietil eter, < kloroform. Pelarut yang baik harus tidak reaktif (lembam) pada kondisi reaksi, dapat melarutkan reaktan dan reagen, memiliki titik didih yang tepat, sehingga mudah dihilangkan pada akhir reaksi (Norman 1978). Pelarut yang mudah melarutkan reaktan dan reagen memiliki prinsip like dissolves like, yaitu reaktan yang nonpolar akan larut dalam pelarut nonpolar sedangkan reaktan yang polar akan larut dalam pelarut polar. Sifat nonpolar pada pelarut n-heptana dapat memudahkan reaksi yang terjadi antara P2S5 yang bersifat nonpolar terhadap butanol yang memiliki gugus alkil meskipun bersifat polar. Sehingga n-heptana dapat melarutkan P2S5 dan butanol dengan lebih baik dibandingkan dengan dietil eter dan kloroform yang bersifat polar. Rendemen sintesis Zink bis(dibutil ditiofosfat) dengan pelarut n-heptana, dietil eter, dan kloroform berturut-turut 97%, 92%, dan 98% (Lampiran 3). Data yang dihasilkan tidak berbeda signifikan, menggambarkan bahwa penggunaan pelarut yang berbeda tidak berpengaruh terhadap nilai rendemen. Hasil uji statistik menggunakan SAS versi 9.0 (Lampiran 4), memberikan nilai koefisien keragaman sebesar 1.49% dengan nilai probabilitas lebih besar dari nilai F. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai rendemen dengan perbedaan pelarut organik tidak berbeda nyata, maka dapat dikatakan bahwa penggunaan pelarut n-heptana, dietil eter, maupun kloroform menghasilkan nilai rendemen yang sama. Sintesis Zink bis(dibutil ditiofosfat) diawali dengan pembentukan ADTP dalam kondisi tertutup untuk mencegah ADTP teroksidasi oleh udara. Oksidasi akan membentuk senyawa dimer ADTP yang kurang stabil, sehingga sulit untuk digunakan pada reaksi tahap selanjutnya. Skema sintesis Zink bis(dibutil ditiofosfat) ditunjukkan pada Gambar 1.
4
δ-
δδ+
δ-
δ - δ+
δ+ δ-
Gambar 1 Skema sintesis Zink bis(dibutil ditiofosfat) (Dinoui et al. 2007). Produk sintesis masih merupakan campuran dengan zat lain. Pemisahan dilakukan dengan teknik ekstraksi untuk menghilangkan zat pengotor dari produk. Produk yang diperoleh berupa cairan minyak berwarna kuning, dan dianalisis lebih lanjut. Hasil Analisis dengan AAS, HPLC dan FT-IR Analisis logam Zn dengan AAS dilakukan untuk menentukan kesesuaian komposisi unsur Zn hasil sintesis dengan komposisi berdasarkan rumus molekul senyawa yang diharapkan. Hasil analisis ditunjukkan pada Tabel dan Lampiran 5. Tabel Analisis kadar logam Zn produk Zink bis(dibutil ditiofosfat) pada berbagai pelarut Kadar Zn (%) dalam Zink Kadar Zn (%) Pelarut Hasil Percobaan Kenampakan Fisik bis(dibutil ditiofosfat) Organik Rerata (%)
n-heptana Dietil eter Kloroform
11.81 22.98 22.45
Teoretis 11.94
Oily, kuning bening Oily, kuning keruh Oily, kuning keruh
Kadar Zn hasil sintesis dengan pelarut n-heptana mendekati kadar Zn teoretis. Sementara pelarut dietil eter dan kloroform memberikan kadar Zn 2 kali lebih besar dari kadar Zn hasil teoretis dan belum diketahui penyebabnya.
5
Penentuan profil produk hasil sintesis dilakukan dengan metode HPLC menggunakan teknik fase terbalik (reversed phase) dengan fase diam kolom C18, dan fase gerak asetonitril. Hasil analisis dengan HPLC menunjukkan kemiripan waktu retensi dengan aditif standar maupun ADTP (Lampiran 6). Kromatogram ADTP menghasilkan puncak pada waktu retensi 3.163 dan 4.993 menit sementara standar aditif memiliki puncak pada waktu retensi 3.405 dan 5.298 menit memiliki kemiripan dengan puncak pada pelarut n-heptana dengan waktu retensi 3.238 dan 5.191 menit. Dietil eter memiliki kemiripan pada waktu retensi 3.080 dan 4.932 menit dan kloroform pada 3.092 dan 4.929 menit. Spektrum IR yang diperoleh dari hasil analisis produk Zink bis(dibutil ditiofosfat) digunakan untuk mengetahui proses terjadinya reaksi kimia yang diharapkan dari sintesis, diantaranya dengan mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat pada senyawa Zink bis(dibutil ditiofosfat), lalu dibandingkan dengan senyawa asal, yaitu 1-butanol dan ADTP. Spektrum FT-IR 1-butanol (Lampiran 7) menunjukkan adanya regang –OH dan –CH3 pada bilangan gelombang 33333323 cm-1 dan 2960-2934 cm-1. Di samping itu, ikatan CH2 ditunjukkan oleh pita serapan 1466-1434 cm-1. Sementara, pada spektrum Zink bis(dibutil ditiofosfat) yang dihasilkan dari ketiga pelarut (Lampiran 8), keberadaan pita serapan pada daerah 3000-3333 cm-1 hilang menunjukkan tidak adanya gugus – OH dari alkohol, sedangkan ikatan CH3 dan CH2 tetap ada pada bilangan gelombang 2958-2873 cm-1 dan 1462-1431 cm-1. Spektrum FTIR Zink bis(dibutil ditiofosfat) dari ketiga pelarut (Gambar 2) menunjukkan pita-pita serapan sangat menyerupai spektrum asam dibutilditiofosfat (Lampiran 7). Bilangan gelombang di daerah 1056-979 cm-1 menunjukkan adanya ikatan P-O-C. Serapan di 617-547 cm-1 menunjukkan ikatan P-S dan di 1381 cm-1 menunjukkan vibrasi C-H pada –CH3. Keberadaan ikatan Zn-S dapat diketahui di jalur pita serapan 400 – 300 cm-1 diketahui sebagai serapan vibrasi regangan ikatan logam-sulfur (M-S) (Sutriah 2012) dapat dilihat pada Lampiran 9. Hal ini membuktikan bahwa Zink bis(dibutil ditiofosfat) telah berhasil disintesis menggunakan 3 pelarut yang berbeda.
Gambar 2
Spektrum FTIR Zink bis(dibutil ditiofosfat) hasil sintesis dengan pelarut yang berbeda.
6
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil sintesis Zink bis(dibutil ditiofosfat) pada media pelarut n-heptana, kloroform, dan dietileter menghasilkan nilai rendemen yang tidak berbeda nyata. Pencirian gugus fungsi Zink bis(dibutil ditiofosfat) dengan FTIR menunjukkan adanya pita-pita serapan yang khas untuk ZDTP dan mirip untuk ketiga pelarut. Hasil Zink bis(dibutil ditiofosfat) sintesis dengan pelarut n-heptana, dietileter, dan kloroform memiliki kemiripan waktu retensi dengan ZDTP autentik komersial.
Saran Pengujian lebih lanjut perlu dilakukan sebagai penunjang aplikasi dari hasil sintesis yang diperoleh seperti uji aktifitas inhibitor korosi, uji kinerja daya tahan pelumas terhadap beban dengan menggunakan mesin four ball, dan kinerja antioksidan.
DAFTAR PUSTAKA Becchi M, Perret F, Carraze B, Beziau JF, Michael JP. 2001. Structural determination of zinc dithiophosphates in lubricating oils by gas chromatography–mass spectrometry with electron impact and electroncapture negative ion chemical ionization. Chromatogr A. 905:207–222. Dinoiu V, Danilian F, Bogatu L. 2007. The influence of synthesis method of zinc dialkyldithiophosphates on the process of additivation. Rev Chim. 58(2):183-185. Gritter R J, Bobbitt J M, Schwarting A E. 1991. Pengantar Kromatografi. Padmawinata K, penerjemah. Bandung (ID): Penerbit ITB. Terjemahan dari: Introduction to Chromatography. Jaenudin. 1998. Pembuatan Zn-diisobutilditiofosfat dan penggunannya sebagai aditif minyak lumas otomotif. [Tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Kirichenko GN, Glazunova VI, Desyatkin AA, Ibragimov AG, Dzhemilev UM. 2009. Synthesis of new polyfunctional additives to lubricating oils. Russian Appl Chem. 82(1):94-97. Mamedova RK, Abbutalybova SM. 1972. The synthesis of Phosphorus and Sulfur Containing Compound and Study of Their Action on The Quality of Lubricating Oil. National Technical Information Service. 79:1-16. Martisunu D. 2000. Studi pembuatan senyawa Zn-ddf sebagai aditif minyak lumas mesin otomotif [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Mistry B D. 2009. A Handbook of Spectroscopic Data Chemistry (UV, IR, PMR, 13 CNMR, and Mass Spectroscopy. India: Oxford Book Company. Norman RO. 1978. Principles of Organic Synthesis. New York (US): Chapman and Hall.
7
O’Brien JA. 1983. Lubricating oil additives. CRC Handbook of Lubricant. 2:301315. Parekh K, Chen X, Aswath PB. 2009. Synthesis of fluorinated ZDDP com pounds. Tribol Lett. 34:141-153. Subiyanto, Napitupulu HR, Karina RM, bambang W. Di dalam: Prosiding Diskusi Ilmiah VIII; Jakarta, 13-14 Juni 1995. PTMGB LEMIGAS; 1995. Sumartini S, Dewi P, Tarif, Sumardi. 1996. Analisa jenis aditif antioksidan dalam minyak pelumas mesin dan perkiraan komposisi contoh paket aditif antioksidan komersial. Di dalam: Prosiding Pemaparan Hasil Litbang Ilmu Pengetahuan Teknik; Bandung, 14-16 Okt 1996. Bandung: Puslitbang Kimia Terapan-LIPI Serpong; 1996. hlm 139-145. Sutriah K. 2012. Pengembangan proses pembuatan aditif pelumas Zndifattyalkyldithiocarbamate berbasis minyak nabati [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Vipper AB, Vilekin AV, Gaisner DA. 1995. Foreign Oils and Additives. Moscow: Himia.