18
METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah Descriptive Study. Penelitian ini bersifat prospektif untuk memproyeksikan kondisi yang akan datang. Penelitian dilakukan di Kota Banjar, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan sampel dilakukan secara purposive dengan alasan: (1) merupakan salah satu wilayah pengembangan baru yang mewakili karakteristik kota dengan potensi pertanian yang masih cukup tinggi, (2) pada tahun 2006 Dinas Kesehatan Kota Banjar melakukan kegiatan
Survey
Status
dan
Konsumsi
Gizi
Masyarakat
Kota
Banjar.
Pengumpulan data dilaksanakan mulai bulan Februari hingga Mei 2007. Cara Penetapan Sampel Cara penetapan sampel data sekunder ini dilakukan dengan purposive. Sampel data Status Gizi dan Konsumsi diperoleh sebanyak 700 Kepala Keluarga (KK) yaitu 176 KK yang dikategorikan miskin dan 524 KK yang dikategorikan tidak miskin. Berikut ini Tabel 3 daftar jumlah sampel Status dan Konsumsi Gizi Kota Banjar. Tabel 3 Daftar jumlah sampel Status dan Konsumsi Gizi Kota Banjar 2006 berdasarkan kecamatan Nama Kecamatan
Jumlah sampel dalam kecamatan (KK)
Purwaharja
21
KK tidak miskin 59
Langensari
53
154
Pataruman
54
161
Banjar
48
150
KK Miskin
Total
Jumlah Sampel Nama Desa KK Miskin Purwaharja Karangpanimbal Raharja Mekarharja Langensari Rejasari Waringinsari Muktisari Bojongkantong Kujangsari Hegarsari Pataruman Mulyasari Batulawang Karyamukti Binangun Banjar Mekarsari Balokang Cibeureum Neglasari Situbatu
8 5 4 4 8 9 8 7 10 11 15 13 9 7 6 4 14 15 8 4 4 3 176
KK tidak miskin 22 13 12 12 24 27 24 18 29 32 45 41 27 19 15 14 44 46 24 12 13 11 524
19
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang meliputi: 1) status gizi dan konsumsi pangan rumah tangga Kota Banjar; 2) jumlah dan laju pertumbuhan penduduk, komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin; 3) jumlah produksi pangan; 4) kesehatan dan status gizi penduduk; 5) keadaan geografis. Data sekunder berupa data aktual serta data time series selama dua tahun terakhir (tahun 2005 dan 2006) yang terkait dengan penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, Perkebunan, dan Kehutanan Kota Banjar, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Satistik Kota Banjar. Berikut adalah uraian jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian Data Jenis Data Sumber Status gizi dan konsumsi Sekunder Dinas Kesehatan pangan rumah tangga Kota Banjar 2006 Jumlah dan laju pertumbuhan Sekunder BPS Kota Banjar penduduk, komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin (2005 dan 2006) Jumlah produksi pangan (2005 Sekunder Dinas Pertanian, dan 2006) ketahanan pangan, perkebunan, dan kehutanan, BPS Kesehatan dan status gizi Sekunder Dinas Kesehatan, BPS penduduk (2006) Kota Banjar Keadaan geografis (2006) Sekunder BPS Kota Banjar Data sekunder yaitu data status gizi dan konsumsi pangan rumah tangga Kota Banjar 2006, data jumlah dan laju pertumbuhan
penduduk, komposisi
penduduk menurut umur dan jenis kelamin, jumlah produksi pangan, kesehatan penduduk dan status gizi, keadaan geografis dan sosial diperoleh dengan mengumpulkan data dari Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, Perkebunan, dan Kehutanan Kota Banjar, Bappeda, dan BPS. Pengolahan dan Analisis Data Data sekunder status gizi dan konsumsi pangan yang dikumpulkan akan diolah dengan menggunakan program microsoft excell dan software “Aplikasi Komputer Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan Wilayah Kabupaten/Kota dan Provinsi” yang dikembangkan oleh Heryatno, Baliwati, Martianto, & Herawati
20
(2005). Sedangkan data jumlah penduduk, komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin, jumlah produksi pangan, jumlah rumah tangga miskin dan penduduk miskin, serta kesehatan penduduk dan gizi buruk digunakan sebagai data pendamping dalam penelitian ini.
Gambar 2
Cover program aplikasi komputer analisis situasi dan kebutuhan konsumsi pangan wilayah propinsi.
Hasil pengolahan data konsumsi pangan Kota Banjar ini kemudian digunakan sebagai dasar dalam merumuskan alternatif kebijakan perencanaan pangan dan gizi berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH) Kota Banjar menurut keadaan ekonomi. Secara berurutan tahapan-tahapan dalam upaya penyusunan strategi dan langkah-langkah implementasi disajikan pada Gambar 3.
21
Data konsumsi Dinkes, 2006
Evalusi Pola Konsumsi dan Skor PPH (I)
Proyeksi Skor dan Komposisi PPH (II)
Data Ketersediaan 1. Produksi 2. Data penduduk 3. Data lainnya
Penyusunan Target Penyediaan Pangan Pada Taraf Konsumsi Kg/Kap/Th (III)
Penyusunan Target Penyediaan Pangan Pada Taraf Produksi Ton/Th (IV)
Penyusunan Strategi dan Langkah-langkah Implementasi (V)
Gambar 3 Langkah-langkah penyusunan strategi dan implementasi pangan dan gizi I. Evaluasi Pola Konsumsi dan Skor PPH Produksi Pangan Kota Banjar Pada tahapan ini diperlukan data jumlah penduduk. Hasil produksi pangan (ton) dikonversi kedalam satuan energi (kkal) dengan menggunakan rumus : Energi (kkal) = Jumlah produksi (ton/thn) x kandungan energi komoditas x BDD(%) 100 gram kemudian energi (kkal) dikonversi lagi menjadi energi (kkal/kapita/hari) dengan menggunakan rumus : Energi (kkal/kap/hari) =
Energi (kkal) 356 hari/jumlah penduduk tahun 2006
Selanjutnya hasil akhir konversi dibandingkan dengan standar ideal konsumsi energi 2 200 kkal/kap/hari sehingga dapat diketahui apakah produksi Kota Banjar telah memenuhi kebutuhan konsumsi energi penduduknya atau belum memenuhi kebutuhan.
22
Analisis Situasi Konsumsi Pangan dan Gizi Analisis situasi konsumsi pangan yang akan dilakukan meliputi : a. Analisis secara Kuantitaf Analisis ini diukur dengan menggunakan Tingkat Konsumsi Energi (TKE) yang menggambarkan persentase konsumsi energi terhadap Angka Kecukupan Energi Kota Banjar. Hasil yang diperoleh akan diklasifikasikan menurut kriteria Departemen Kesehatan tahun 1996 (PPKP BKP 2005), sebagai berikut : TKE < 70%
: defisit berat
TKE 70-79 %
: defisit tingkat sedang
TKE 80-90%
: defisit tingkat ringan
TKE 90-119 % : normal (tahan pangan) TKE ≥ 120%
: kelebihan/diatas AKE (tahan pangan)
AKE Regional Kota Banjar Angka Kecukupan Energi (AKE) untuk Kota Banjar adalah jumlah energi yang harus dipenuhi oleh rata-rata penduduk Kota Banjar agar hampir semua penduduk dapat hidup sehat dalam menjalankan aktivitasnya. Perhitungan Angka Kecukupan Energi Rata-rata Penduduk (AKERP) suatu wilayah memerlukan informasi mengenai komposisi dan jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin (dalam persen), jumlah wanita hamil (dalam persen), dan jumlah wanita menyusui (dalam persen). Perhitungan AKERP dilakukan dengan cara Unit Konsumen Energi (UKE). Pengelompokan
umur
penduduk
berdasarkan
demografi
yang
dikeluarkan oleh BPS berbeda dengan pengelompokan umur untuk perhitungan AKERP, sehingga perlu diubah menjadi pengelompokan umur kecukupan gizi. Informasi yang biasanya tidak tersedia adalah jumlah bayi usia 0.5-1 tahun, jumlah wanita hamil, dan jumlah wanita menyusui. Jumlah bayi umur 0.5-1 tahun diperkirakan sama dengan setengah jumlah bayi 0-1 tahun, wanita hamil sama dengan 10% lebih banyak dari bayi usia 0-1 tahun, dan wanita menyusui sama dengan jumlah bayi umur 0-0.5 tahun (PPKP BKP 2005). Hingga umur tertentu pengelompokan umur penduduk berdasarkan demografi berbeda dengan pengelompokan umur untuk menghitung AKERP. Salah satu penyelesaian masalah ini adalah dengan menggunakan metode Sprangue Multipliers. Metode ini pada prinsipnya yaitu metode yang digunakan untuk memecah jumlah penduduk menurut kelompok umur lima tahunan (yang
23
dikeluarkan BPS) menjadi jumlah penduduk umur tunggal dengan menggunakan Faktor Pengali Sprague (FPS). Tabel 5 Pengelompokan umur kecukupan energi Jenis Kelamin
Kelompok Umur 0.5 -1 1–3 4–6 7–9
Cara Perhitungan (0.5) x umur 1 th umur demografi (0-4 th) – umur 1 th - umur 4 th umur 4 th + umur 5 th + umur 6 th umur demografi (5-9 th) – umur 5 th – umur 6 th
Pria 10 – 12 13 – 15 16 – 19 20 – 29 30 – 59 ≥60
umur demografi (10-14 th) – umur 13 th – umur 14 th umur 13 th + umur 14 th + umur 15 th umur demografi (15-19 th) – umur 15 th umur demografi (20-24 th) + (25-29 th) umur demografi (30-34 th) + (35-39 th) + (40-44 th) + (45-49 th) + (50-59 th) + (55-59 th) umur demografi (60-64 th) + (65-69 th) + (70-74 th) + 75 th
Wanita 10 -12 13 – 15 16 – 19 20 – 29 30 – 59 ≥ 60
umur demografi (10-14 th) – umur 13 th – umur 14 th umur 13 th + umur 14 th + umur 15 th umur demografi (15-19 th) – umur 15 th umur demografi (20-24 th) + (25-29 th) umur demografi (30-34 th) + (35-39 th) + (40-44 th) + (45-49 th) + (50-59 th) + (55-59 th) umur demografi (60-64 th) + (65-69 th) + (70-74 th) + 75 th
Hamil Menyusui
10% lebih banyak dari bayi usia 0-1 tahun, sama dengan jumlah bayi umur 0-0,5 tahun
Tambahan
Sumber : Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan & Departemen GMSK (2005)
Kelompok umur demografi yang perlu dipecah menjadi umur tunggal untuk menghitung AKE penduduk yaitu: (1) kelompok umur 0-4 tahun menjadi 0 dan 4 tahun, sisanya umur (1-3) tahun, tanpa dibedakan jenis kelamin (2) kelompok umur (5-9) tahun menjadi umur 5 dan 6 tahun, sisanya (7-9) tahun, tanpa dibedakan jenis kelamin (3) kelompok umur (10-14) tahun menjadi umur 13 dan 14 tahun, sisanya umur (10-12) tahun yang dibedakan menurut jenis kelamin (4) kelompok umur (15-19) tahun menjadi umur 15 tahun, sisanya umur 16-19) tahun yang dibedakan menurut jenis kelamin. Setelah empat kelompok umur dipecah, kemudian disusun dan dihitung jumlah (persentase) penduduk menurut umur kecukupan gizi. Rumus yang digunakan yaitu: Nj = ∑ (FPSi) (Ni) Keterangan:
Nj
= jumlah penduduk umur satu tahunan (umur tunggal) pada umur j, dimana j = umur tunggal
FPSi Ni
= Faktor pengali Sprague pada kelompok umur lima tahunan yang ke i = jumlah penduduk kelompok umur lima tahunan pada kelompok umur ke-i
24
Tabel 6
Faktor Pengali Sprague (FPS) untuk memecah kelompok umur demografi menjadi umur tunggal
Umur tunggal (nj)
Kelompok umur interval lima tahunan (Ni) N1
n0 n1 n2 n3 n4
+0.3616 +0.2640 +0.1840 +0.1200 +0.0704
n0 n1 n2 n3 n4
+0.0336 +0.0086 -0.0086 -0.0160 -0.0176
n0 n1 n2 n3 n4
-0.0128 -0.0016 +0.0064 +0.0064 +0.0016
n0 n1 n2 n3 n4
-0.0144 -0.0080 +0.0000 +0.0080 +0.0144
n0 n1 n2 n3 n4
+0.0176 +0.0160 +0.0080 -0.0080 -0.0144
N2 N3 N4 First End Panel (FEP) -0.2768 +0.1488 -0.0366 -0.0760 +0.0400 -0.0080 +0.0400 -0.0320 +0.0080 +0.1360 -0.0720 +0.0160 +0.1968 -0.0848 +0.0176 First Next to End Panel (FNEP) +0.2272 -0.0752 +0.0144 +0.2320 -0.0480 +0.0080 +0.2160 -0.0080 +0.0000 +0.1840 +0.0400 -0.0080 +0.1408 +0.0912 -0.0144 Mid Panel (MP) +0.0848 +0.1504 -0.0240 +0.0144 +0.2224 -0.0416 -0.0336 +0.2544 -0.0336 -0.0416 +0.2224 +0.0144 -0.0240 +0.1504 +0.0848 Last Next to End Panel (LNEP) +0.0912 +0.1408 -0.0176 +0.0400 +0.1840 -0.0160 -0.0080 +0.2160 -0.0080 -0.0480 +0.2320 +0.0080 -0.0752 +0.2272 +0.0336 Last End Panel (LEP) -0.0848 +0.1668 +0.0704 -0.0720 +0.1360 +0.1200 -0.0400 +0.0400 +0.1840 -0.0960 -0.0960 +0.2640 -0.2768 -0.2768 +0.3616
N5 +0.0144 +0.0080 +0.0000 -0.0080 -0.0144 -
Sumber : Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan & Departemen GMSK (2005)
Keterangan : Ni = Jumlah penduduk pada kelompok umur lima tahunan nj
= Perkiraan jumlah penduduk umur satu tahunan Faktor Pengali Sprangue (FPS) dikelompokkan menjadi lima kelompok,
yaitu First End Panel (FEP), First Next to End Panel (FNEP), Mid Panel (MP), Last Next to End Panel (LNEP) dan Last End Panel (LEP). FPS mana yang akan digunakan tergantung pada kelompok umur mana yang akan dipecah. Bila kelompok umur lima tahunan pertama (N1) yang akan dipecah, maka digunakan FPS FEP, bila kelompok umur lima tahunan kedua (N2) yang akan dipecah maka digunakan FPS FNEP, bila kelompok lima tahunan ketiga (N3) dan keempat (N4)
25
yang akan dipecah maka digunakan FPS MP. Selanjutnya perhitungan AKE regional dihitung dengan cara mengalikan persentase penduduk menurut kelompok umur kecukupan gizi dengan Faktor UKE. Faktor Pengali Sprangue (FPS) untuk memecah kelompok umur demografi menjadi umur tunggal dapat dilihat pada Tabel 6. AKE Regional selain diperoleh dengan menggunakan Multiple Sprangue dapat juga diperoleh dari pengolahan data dengan software “Aplikasi Komputer Analisis kebutuhan Konsumsi Pangan Wilayah Kbupaten/Kota dan Provinsi”. b. Analisis secara kualitatif Kualitas konsumsi pangan akan diukur dengan skor PPH yang memiliki angka maksimal 100. Semakin tinggi skor PPH , maka kualitas konsumsi pangan semakin baik. Hasil olahan data konsumsi pangan dengan menggunakan software “Aplikasi
Komputer
Analisis
kebutuhan
Konsumsi
Pangan
Wilayah
Kabupaten/Kota dan Provinsi” kemudian dianalisis secara deskriptif, yang nantinya
akan
digunakan
sebagai
dasar
dalam
perumusan
kebijakan
perencanaan pangan dan gizi Kota Banjar. Berikut ini langkah-langkah untuk menghitung skor dan komposisi PPH aktual : 1). Konversi bentuk, Jenis, dan satuan Pangan yang dikonsumsi rumah tangga terdapat dalam berbagai bentuk. jenis dengan satuan yang berbeda. Oleh karena itu, perlu dilakukan konversi ke dalam satuan dan jenis komoditas yang sama (yang disepakati). 2). Pengelompokan pangan menjadi 9 kelompok a. Padi-padian meliputi beras dan olahannya, jagung dan olahannya, gandum dan olahannya. b. Umbi-umbian meliputi ubi kayu dan olahannya, ubi jalar, kentang, talas, dan sagu (termasuk makanan berpati) c. Pangan hewani meliputi daging dan olahannya, ikan dan olahanya, telur, serta susu dan olahannya. d. Minyak dan lemak meliputi minyak kelapa, minyak sawit, margarin, dan lemak hewani. e. Buah/biji berminyak meliputi kelapa, kemiri, kenari, dan coklat. f.
Kacang-kacangan meliputi kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, kacang merah, kacang polong, kacang mete, kacang tunggak, kacang lain, tahu, tempe, tauco, oncom, sari kedelai, kecap.
26
g. Gula meliputi gula pasir, gula merah, sirup, minuman jadi dalam botol/kaleng. h. Sayur dan buah meliputi sayur segar dan olahannya, buah segar dan olahannya, dan emping. i.
Lain-lain meliputi aneka bumbu dan bahan minuman seperti terasi, cengkeh, ketumbar, merica, pala, asam, bumbu mask, terasi, teh dan kopi.
3). Menghitung konsumsi energi menurut kelompok pangan Pada tahap ini perlu dilakukan : a. perhitungan kandungan energi setiap jenis pangan yang dikonsumsi dengan bantuan daftar komposisi bahan makanan (DKBM). b. menjumlahkan kandungan energi setiap jenis pangan yang dikonsumsi menurut kelompok pangan. 4). Menghitung total konsumsi energi dari kelompok pangan 1 sampai dengan 9 Angka ini menunjukkan angka konsumsi pangan wilayah Kota Banjar pada tahun 2006. 5). Menghitung kontribusi energi tiap kelompok pangan ke 1 s/d ke 9 Langkah untuk menilai pola/komposisi konsumsi pangan dengan cara menghitung kontribusi energi menurut AKE dari setiap kelompok pangan. dalam bentuk persen yaitu dengan cara membagi masing-masing energi kelompok pangan dengan AKE sebesar 1 944 kkal/kapita/hari dikalikan 100%. 6). Menghitung Skor PPH
Terdapat perbedaan antara cara perhitungan PPH yang baru (Deptan, 2001) dengan yang lama (Meneg Pangan, 1994). Perhitungan PPH yang lama menggunakan perbandingan antara energi yang dikonsumsi dengan total energinya sedangkan yang baru menggunakan perbandingan antara energi yang dikonsumsi dengan AKEnya. Selain itu, pada perhitungan PPH cara lama tidak dilakukan koreksi terhadap skor maksimal. a. tahap I
: mengalikan % kontribusi energi per AKE dengan bobot/rating
b. tahap II
: memperhatikan batas skor maksimum. Jika skor AKE lebih tinggi dari skor maksimum. maka yang diambil adalah skor maksimum. Jika skor AKE lebih rendah dari skor maksimum. maka yang diambil adalah skor AKE.
Skor PPH setiap kelompok pangan
27
menunjukkan komposisi konsumsi pangan penduduk pada waktu/tahun tertentu. 7). Menghitung Total Skor Mutu Konsumsi Pangan Total skor mutu konsumsi pangan adalah jumlah dari skor kelompok padipadian sampai dengan skor kelompok lain-lain. Angka ini disebut skor konsumsi pangan aktual yang menunjukkan tingkat keragaman konsumsi pangan penduduk pada tahun tertentu. Hasil perhitungan skor dan komposisi PPH aktual (susunan PPH) suatu wilayah pada tahun tertentu. Cara menghitung komposisi pangan aktual dapat digunakan AKE regional berdasarkan UKE (jika datanya tersedia) atau dapat juga menggunakan AKE Nasional berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004. yaitu sebesar 2 000 kkal/kap/hari. II. Proyeksi Skor PPH dan Komposisi PPH Apabila evaluasi terhadap skor mutu pangan wilayah sudah dilakukan, maka selanjutnya dilakukan penyusunan proyeksi skor mutu PPH yang akan di capai. Diharapkan Kota Banjar mampu mencapai skor PPH 100 pada tahun 2020. Penyusunan proyeksi mutu pangan sebelum tahun 2020 antara lain dapat dilakukan dengan menggunakan interpolasi linier. Titik awal skor mutu adalah hasil perhitungan atau evaluasi skor PPH aktual, sedangkan proyeksi akhir skor mutu adalah skor PPH 2020. Skor mutu pangan tahun proyeksi sampai dengan 2020 dihitung dengan menggunakan interpolasi sederhana dengan rumus berikut : St= S0 + n(S2020-S0)/dt Keterangan: St S0 S2020 dt n
= skor mutu pangan tahun t = skor mutu pangan tahun awal = skor mutu pangan tahun 2020 = selisih tahun antara tahun 2020 dengan tahun awal = selisih tahun yang dicari dengan tahun dasar
III. Penyusunan Target Penyediaan Pangan pada Taraf Konsumsi Kg/Kap/Thn Dengan asumsi setahun sama dengan 365 hari, maka kebutuhan konsumsi pangan dalam satuan kg/kap/tahun diperoleh dengan menggunakan rumus : Proyeksi konsumsi (kg/kap/tahun) = gram konsumsi x 365 1 000
28
IV. Penyusunan Target Penyediaan Pangan pada Taraf Produksi Ton/Thn Pada tahapan ini diperlukan data pertumbuhan penduduk. Proyeksi konsumsi pangan dalam satuan ton/tahun dapat dihitung dengan rumus Konsumsi (ton/thn) = 110% x konsumsi (gr/kap/hari) x 365 x jumlah penduduk tahun tersebut 1 000 000 Causal Model Terdapat berbagai macam faktor penyebab terjadinya masalah konsumsi pangan. Beragam faktor penyebab tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu diperlukan analisis “apakah suatu faktor merupakan penyebab langsung atau tidak langsung terjadinya masalah konsumsi pangan?”. Analisis dapat dilakukan melalui pengembangan kerangka pikir (conceptual framework) atau model faktor penyebab
(causal
model)
masalah
konsumsi
pangan.
Causal
model
menggambarkan rangkaian faktor yang menyebabkan masalah konsumsi pangan. Causal model disusun berdasarkan jawaban atas pertanyaan “mengapa terjadi faktor penyebab tersebut”, dan seterusnya sehingga terjadi suatu rangkaian faktor penyebab terjadinya masalah konsumsi pangan.
KURANG GIZI
ASUPAN ZAT GIZI RENDAH
Ketersediaan pangan di tingkat RT yang rendah
PENYAKIT INFEKSI TINGGI
Perawatan Anak dan ibu hamil kurang
Pelayanan kesehatan kurang memadai
Penyebab LANGSUNG
Penyebab TAK LANGSUNG
KEMISKINAN, PENDIDIKAN RENDAH, KETERSEDIAAN PANGAN, KESEMPATAN KERJA
Masalah UTAMA
KRISIS POLITIK DAN EKONOMI
Masalah DASAR
Gambar 4 Faktor penyebab masalah kurang gizi pada balita
29
Causal Model pada Gambar 4 disusun atas dasar pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : 1. Mengapa terjadi masalah kurang gizi pada balita? 2. Mengapa terjadi kekurangan asupan zat gizi? Mengapa balita sering menderita penyakit infeksi? 3. Mengapa ketersediaan pangan di tingkat rumahtangga; perawatan anak dan ibu hamil; dan pelayanan kesehatan tidak memadai? 4. Masalah utama tersebut terjadi karena adanya krisis politik dan ekonomi. V. Perumusan Rekomendasi Kebijakan Perencanaan Pangan dan Gizi Tahap perumusan rekomendasi kebijakan pangan dan gizi ini perlunya membandingkan antara konsumsi pangan harapan dan aktual pada setiap kelompok pangan sebagai salah satu acuan dalam menyusun kebijakan perencanaan pangan dan gizi. Selain itu dilakukan pula analisis terhadap kondisi kebijakan pangan dan gizi yang telah ada di daerah, kemudian dibandingkan dengan faktor penyebab pangan dan gizi aktual untuk menentukan rekomendasi kebijakan perencanaan pangan dan gizi Kota Banjar. Apabila kebijakan yang ada masih kurang sesuai dengan permasalahan pangan dan gizi aktual maka perlu direkomendasikan suatu rumusan kebijakan baru sebagai alternatif perbaikan kebijakan yang telah ada.
30
Definisi Operasional Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (recall 24 jam). Pola konsumsi pangan rumah tangga adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per rumah tangga yang umum dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu (recall 24 jam). Keluarga Miskin dan Tidak Miskin adalah pengkategorian keluarga yang dapat dilihat dengan menggunakan 14 variabel yang dimiliki oleh suatu rumah tangga. Pola Pangan Harapan adalah komposisi/susunan pangan atau kelompok pangan yang didasarkan pada kontribusi energinya baik mutlak maupun relatif , yang
memenuhi
kebutuhan
gizi
secara
kuantitas,
kualitas
maupun
keragamannya dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, budaya, agama, dan cita rasa. Skor Pola Pangan Harapan adalah nilai yang menunjukkan kualitas atau tingkat mutu pangan (beragam) yang dikonsumsi oleh rumah tangga Status Gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diukur oleh konsumsi pangan dan antropomentri (BB dan TB). Produksi adalah jumlah keseluruhan hasil masing-masing bahan makanan yang dihasilkan dari sektor pertanian, baik yang belum mengalami proses pengolahan maupun yang sudah mengalami proses pengolahan Ketahanan Pangan adalah suatu kondisi terpenuhinya pangan di tingkat rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Kebijakan konsumsi pangan dan gizi adalah suatu hal yang ditetapkan dan diberlakukan sebagai arahan
atau dasar tindakan
pengambilan keputusan tentang konsumsi pangan dan gizi.
melalui
serangkaian