METODE GUIDED DISCOVERY DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR Fitri Rosyanti¹, Komariah², Entang Kartika³ Program Studi PGSD Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi adanya permasalahan yang muncul di lapangan mengenai kegiatan pembelajaran di sekolah dasar yang kurang mengembangkan kemampuan penalaran matematis yang dimiliki oleh siswanya. Oleh karena itu, diperlukan alternatif sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satu alternatifnya yaitu dengan menggunakan metode guided discovery. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa antara pembelajaran matematika dengan menggunakan metode Guided Discovery dengan Konvensional, dengan tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan metode guided discovery, peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional, serta perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan metode guided discovery dan pembelajaran konvensional. Metode guided discovery merupakan metode penemuan pembelajaran yang proses pembelajarannya mengarahkan
siswa untuk menemukan suatu konsep atau memecahkan permasalahan berupa soal-soal yang akan dipelajarinya dengan bimbingan dan arahan dari guru. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuasi eksperimen, populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas V SD pada gugus 39 di Kecamatan Gede Bage, sedangkan sampel dalam penelitian adalah siswa kelas V di SDN Cempaka Arum. Instrumen yang digunakan yaitu instrumen tes berupa lembar soal. Berdasarkan hasil analisis data gain dengan uji one sample t-test diperoleh hasil bahwa terdapat peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan metode guided discovery dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 dan gain sebesar 0,50 berada pada taraf sedang. Sedangkan untuk kelas kontrol terdapat peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 dan gain sebesar 0,29 berada pada taraf rendah. Selain itu, hasil uji perbedaan rata-rata gain menunjukkan taraf signifikansi 0,000, taraf signifikansi ini kurang dari 0,05, sehingga disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan metode guided discovery dengan pembelajaran konvensional. Oleh karena itu, metode guided discovery dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika.
Kata Kunci : Penalaran Matematis, Guided Discovery, Konvensional.
1) 2) 3)
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1101296 Dosen Pembimbing I, Penulis Penanggung Jawab Dosen Pembimbing II, Penulis Penanggung Jawab
GUIDED DISCOVERY METHOD IN LEARNING MATHEMATICS TO INCREASE MATHEMATICAL REASONING ABILITY OF PRIMARY SCHOOL STUDENTS
FITRI ROSYANTI 1101296 ABSTRACT This research is based on the existence of problems which arise in the field of the learning activities in primary schools that is less in developing the mathematical reasoning abilities possessed by students. Therefore, an alternative is needed in order to overcome those problems, one of them is by using guided discovery method. Formulation of the problem in this study is whether there is an increase in students' mathematical reasoning abilities between learning math using the Guided Discovery of Conventional , with the objective to be achieved is to determine the students' mathematical reasoning abilities enhancement that use guided discovery method, and improved students’ mathematical reasoning skills that used conventional teaching, as well as the differences of students’ mathematical reasoning abilities enhancement using guided discovery method and conventional learning. Guided discovery method is a method of learning discovery which the learning process is directing students to find a concept or solve problems in the form of questions to be studied with the guidance and direction of the teacher. The method used is a quasiexperimental research, the population of this study are all students in fifth grade at the elementary school in group 39 Gede Bage District, while the sample is the fifth grade students at SDN Cempaka Arum. The instrument used is a test instrument in the form of a booklet. Based on the results of data analysis gain with test one sample t -test result that there is an increase in students' mathematical reasoning abilities using the method of guided discovery with significant value of 0.000 and a gain of 0.50 is at moderate level . As for the control class there is increasing students' mathematical reasoning abilities that use conventional learning with a significance value of 0.000 and a gain of 0.29 is at a low level . In addition , differences in test results showed an average gain significance level of 0.000 , the significance level is less than 0.05 , so it is concluded that there are differences in improvement of students' mathematical reasoning abilities that use guided discovery method with conventional learning. Therefore, guided discovery method can be used as an alternative in the study of mathematics.
Keywords: Mathematical Reasoning, Guided Discovery, Conventional.
Antologi ... Vol ... Nomor ... Juni 2015
Seiring dengan berkembangnya jaman, menyebabkan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan berkembang secara cepat di masyarakat. Sehingga untuk menyesuaikan dengan keadaan tersebut dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang bermutu dan berkualitas. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan. Pendidikan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan terencana yang bertujuan untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki oleh peserta didik sehingga dengan begitu peserta didik dapat menyesuaikan dengan lingkungan dan berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat baik dimasa sekarang maupun di masa yang akan datang. Pendidikan Sekolah Dasar merupakan jenjang pendidikan yang menjadi pondasi awal seseorang untuk memperoleh pendidikan secara formal, oleh karena itu pendidikan sekolah dasar memegang peranan penting dalam pembentukan pengetahuan, sikap, dan keterampilan awal peserta didik. Terdapat berbagai macam mata pelajaran yang terdapat di pendidikan sekolah dasar, salah satu materi yang harus dikuasai siswa adalah pelajaran matematika. Berdasarkan kurikulum KTSP, pelajaran matematika memiliki tujuan salah satunya adalah menggunakan penalaran pada pola dan sifat, memanipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Sejalan dengan tujuan tersebut pembelajaran matematika di sekolah dasar juga bertujuan agar peserta didik dapat menerapkan pembelajaran matematika dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, dan
mengembangkan kemampuan anak dalam berpikir kritis, logis, analitis, sistematis, serta kreatif. Banyak persoalan dalam kehidupan yang memerlukan kemampuan matematika, seperti menghitung, mengukur, membandingkan, menalar dan lainlain. Menyadari akan peran penting matematika dalam kehidupan, maka belajar matematika selayaknya merupakan kebutuhan dan menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi peserta didik. Konsep matematika hendaknya dipahami peserta didik sejak dini yaitu sejak sekolah dasar, apabila siswa dapat menguasai konsep dengan baik maka diharapkan siswa akan terampil menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Peran seorang guru dalam pembelajaran matematika sangat penting karena guru dituntut untuk menggali potensi yang dimiliki anak dan dapat mengembangkannya secara maksimal. Tugas guru dalam memberikan pembelajaran matematika bukan hanya membuat peserta didik paham dan hafal, akan tetapi dapat membuat mereka mengerti apa itu fungsi matematika dan bagaimana menggunakan ilmu tersebut agar berguna dalam kehidupannya. Jika melihat dari kondisi di sekolah pada saat ini, pembelajaran matematika di sekolah dasar belum dibiasakan untuk mengembangkan kemampuan penalaran matematis yang dimiliki oleh siswanya. Siswa dalam proses pembelajarannya kurang diberikan pembelajaran yang dapat memaksimalkan kemampuan penalaran matematisnya atau kurang diberikannya latihan-latihan yang dapat mengembangkan kemampuan penalaran yang dimilikinya, biasanya mereka hanya diberikan pembelajaran berupa latihan atau soal-soal yang hanya melihat dari segi hasilnya saja tanpa memperhatikan aspek penalaran yang sebenarnya sangat berkaitan erat dengan pembelajaran matematika. Oleh karena itu,
Fitri Rosyanti, Komariah, Entang Kartika Metode Guided Discovery Dalam Pembelajaran Matematika
tidak heran apabila siswa diberikan pembelajaran berupa latihan-latihan atau soal yang berkaitan dengan kemampuan penalarannya, hasil yang diperoleh mereka masih rendah karena mereka kurang memahami soal tersebut. Sehingga bisa dikatakan bahwa salah satu lemahnya prestasi belajar matematika siswa sekolah dasar dikarenakan guru kurang memberikan pembelajaran yang mampu mengembangkan daya nalar yang dimiliki oleh siswanya. Selain itu, pembelajaran yang dilakukan kurang memberikan kesempatan bagi siswa untuk menemukan sendiri dan memecahkan masalah konsep yang dipelajarinya. Siswa hanya dibiasakan untuk menghafal konsep yang diberikan guru, sehingga ketika mereka diminta untuk memberikan alasan logis terhadap jawaban yang mereka kemukakan mereka tidak dapat menjawabnya. Padahal dalam pembelajaran matematika siswa bukan hanya diharapkan terampil mengerjakan soal, tetapi siswa dalam mengerjakan soal tersebut mampu mengembangkan kemampuan bernalarnya. Dengan sistem pembelajaran yang sering dilakukan guru tersebut maka siswa kurang diberikan kesempatan untuk dapat mengembangkan kemampuan penalaran yang dimilikinya. Padahal, penalaran merupakan salah satu aspek kognitif yang dimiliki setiap manusia, sehingga antara penalaran dan matematika tidak dapat dipisahkan dan saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Kemampuan penalaran merupakan salah satu kemampuan yang harus dikembangkan pada pembelajaran matematika. Seperti yang tercantum dalam “National Council Of Teacher Mathematic (NCTM, 2000) menetapkan ada lima keterampilan proses yang harus dikuasai siswa melalui pembelajaran matematika, yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan pembuktian (reasioning and proof), koneksi (connection), komunikasi (communication), serta representasi
(representation)” (Aprilianti, 2012, hlm. 5). Oleh karena itu, penalaran merupakan salah satu keterampilan proses dalam pembelajaran matematika yang harus dikembangkan. Penalaran matematika memiliki beberapa indikator kemampuan. Menurut Susilawati (2012, hlm. 201) terdapat beberapa kemampuan yang tergolong dalam penalaran matematis yaitu sebagai berikut. a. Menarik kesimpulan secara logik. b. Memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat, dan hubungan. c. Memperkirakan jawaban dan proses solusi. d. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika, menarik analogi, dan generalisasi. e. Memberikan lawan contoh (counter example) atau non contoh. f. Menyusun dan menguji konjektur. g. Mengikuti aturan inferensi (menarik kesimpulan), memeriksa validitas argumen. h. Menyusun argumen yang valid. i. Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung, dan induksi matematik. Berdasarkan uraian di atas, dibutuhkan alternatif pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan penalaran matematis siswa, salah satu metode yang dapat mengembangkan kemampuan penalaran matematis siswa tersebut adalah menggunakan metode guided discovery. Metode penemuan terbimbing (guided discovery) adalah metode penemuan pembelajaran yang proses pembelajarannya mengarahkan siswa untuk menemukan suatu konsep atau memecahkan permasalahan berupa soalsoal yang akan dipelajarinya dengan bimbingan dan arahan yang diberikan oleh guru. Guru membantu dengan memberikan
Antologi ... Vol ... Nomor ... Juni 2015
pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep atau memecahkan permasalahan berupa soalsoal pembelajaran yang dipelajarinya. Pembelajaran dengan menggunakan guided discovery memiliki langkahlangkah pembelajaran. Suprihatiningrum (2013, hlm. 248) mengemukakan langkahlangkah pembelajaran menggunakan guided discovery yaitu “menjelaskan tujuan atau mempersiapkan siswa, orientasi siswa pada masalah, merumuskan hipotesis, melakukan kegiatan penemuan, mempresentasikan hasil kegiatan penemuan, dan mengevaluasi kegiatan penemuan”. Pada tahap menjelaskan tujuan atau mempersiapkan siswa yaitu dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin di capai dan memberikan motivasi siswa untuk terlibat dalam pembelajaran. Tahap orientasi siswa pada masalah yaitu dengan memberikan masalah sederhana yang berkenaan dengan materi pembelajaran. Tahap merumuskan hipotesis, yaitu siswa menemukan hipotesis (jawaban sementara) dari permasalahan yang telah diajukan. Tahap melakukan kegiatan penemuan, yaitu siswa melakukan kegiatan penemuan, hal ini bertujuan untuk memperoleh informasi yang diperlukan. Tahap mempresentasikan hasil kegiatan penemuan yaitu siswa menyajikan hasil kegiatan penemuan dari proses diskusi yang telah dilakukan, merumuskan kesimpulan, dan menemukan konsep atau informasi baru. Tahap mengevaluasi kegiatan penemuan yaitu untuk melihat tingkat ketercapaian siswa dalam pembelajaran, dapat dilakukan dengan cara memberikan soal evaluasi. Dalam penggunaan metode guided discovery ini diperkuat dengan beberapa teori belajar yang mendukung penggunaan metode ini dalam proses pembelajaran, diantaranya teori Piaget, memandang bahwa belajar adalah proses perkembangan kognitif untuk membangun sendiri pengetahuan berdasarkan pengalamanpengalaman yang didapatkan melalui
proses adaptasi yang melibatkan asimilasi dan akomodasi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh (Windayana dkk., 2005, hlm 16) bahwa “asimilasi adalah proses bergabungnya stimulus ke dalam struktur kognitif, sedangkan akomodasi adalah berubahnya pemahaman sebagai hasil dari stimulus baru tersebut”. Selain itu, setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya berdasarkan tahapan yang teratur. Teori selanjutnya adalah teori dari Ausubel yaitu tentang teori belajar bermakna dan pentingnya pengulangan dalam sebuah pembelajaran. “Belajar bermakna menurut Ausubel adalah proses memahami konsep/materi melalui berbagai cara pengembangan sehingga siswa menjadi mengerti” (Windayana dkk., 2005, hlm. 13). Ausubel membedakan antara belajar menerima dan menemukan, pada belajar menerima siswa hanya menerima suatu materi yang diberikan oleh gurunya tanpa ada keterlibatan siswa untuk mengetahui bagaimana konsep materi tersebut didapatkan, sedangkan belajar menemukan yaitu siswa diajak oleh guru bagaimana cara menemukan konsep pembelajarannya tersebut, jadi tidak menerima pembelajarannya begitu saja, akan tetapi siswa harus melalui proses menemukan terlebih dahulu dalam pembelajarannya. Pada pembelajaran guided discovery sangat berkaitan dengan proses menemukan, hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Bruner. Dasar dari teori Bruner adalah siswa terlibat aktif pada saat proses pembelajaran berlangsung, sedangkan “konsepnya adalah belajar dengan menemukan (discovery learning) yaitu belajar pada hakikatnya merupakan proses menemukan yang dilakukan oleh siswa atau kelompok siswa” (Suyono & Hariyanto, 2012, hlm. 88). Kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan metode guided discovery ini dikemas dengan belajar berkelompok.
Fitri Rosyanti, Komariah, Entang Kartika Metode Guided Discovery Dalam Pembelajaran Matematika Pembelajaran berkelompok ini sesuai dengan teori Vigotsky yaitu tentang teori konstruktivisme sosial. Vygotsky meyakini bahwa “anak-anak mengikuti contohcontoh yang diberikan oleh orang dewasa dan secara bertahap mengembangkan kecakapannya untuk melakukan tugastugas tertentu tanpa bantuan atau pendampingan orang lain” (Suyono & Hariyanto, 2012, hlm. 113). Sehingga dalam melaksanakan proses pembelajaran anak membutuhkan bantuan dari orang lain. METODE Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain penelitian kuasi eksperimen. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan desain Quasi Eksperimental Design dengan bentuk Nonequivalent Control Group Design, pada desain ini kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak dipilih secara acak/random. Dalam desain kuasi eksperimen terdapat dua kelas yang akan diteliti yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen akan mendapatkan perlakuan pembelajaran matematika dengan menggunakan metode Guided Discovery dan kelas kontrol mendapatkan pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Berikut desain yang akan digunakan pada saat penelitian (Sugiyono, 2010, hlm.79): O
X
O
..........................................
O
O
Keterangan : O = Pretest (tes awal) dan Posttest (tes akhir) X = Perlakuan (treatment) pembelajaran dengan menggunakan metode Guided Discovery Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V Sekolah Dasar tahun pelajaran 2014-2015
pada gugus 39 yang berada di Kecamatan Gedebage Kota Bandung. Sedangkan sampel yang digunakan adalah siswa kelas V SD Negeri Cempaka Arum. Kelas V yang terdapat pada SDN Cempaka Arum ini mempunyai dua kelas. Oleh karena itu, satu kelas akan dijadikan kelas eksperimen dan satu kelas lagi dijadikan kelas kontrol, sampel dipilih tidak secara acak/random. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes berupa lembar soal tes yang diberikan pada saat pretes dan postes. Lembar soal yang dibuat disesuaikan dengan indikator penalaran matematis yang digunakan dalam penelitian. Instrumen penelitian terlebih dahulu disusun dengan membuat kisi- kisi soal penalaran matematis, kemudian mengujicobakan soal-soal yang telah disusun sebelumnya yang akan dijadikan instrumen penelitian, kemudian diolah dan dianalisis yaitu dengan menguji validitas soal, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukarannya untuk mengetahui apakah soal tersebut sudah layak untuk dijadikan sebagai instrumen penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dimulai dengan pemberian pretes kepada kedua kelas yang dijadikan sampel. Pelaksanaan pretes ini bertujuan untuk mengukur pengetahuan awal kemampuan penalaran matematis siswa sebelum diberikan treatment. Setelah itu, pemberian treatment yang dilakukan selama sembilan kali pembelajaran, dan kegiatan terakhir adalah pemberian postes yang dilaksanakan di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pemberian postes ini bertujuan untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa setelah diberikan sembilan kali pembelajaran baik di kelas eksperimen yang menggunakan metode guided discovery maupun di kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Berikut rekapitulasi hasil analisis data pretes dan postes kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Antologi ... Vol ... Nomor ... Juni 2015
Kelas Pretes Eksp Pretes Kontrol Postes Eksp Postes Kontrol
Mean
Std. Dev
N
Sum
Min
Max
Variance
35
1644
10
77
46,97
17.484
305.676
35
1630
10
77
46,57
17.418
303.370
35
2575
54
95
73,57
12.949
167.664
35
2180
40
88
62,29
13.682
187.210
Analisis data nilai pretes dan postes yang telah diperoleh terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Dalam pengujian normalitas ini menggunakan teknik test of normality dari Shapiro-Wilk. Taraf signifikansi yang digunakan untuk menentukan hasil dari uji normalitas adalah sebesar 0,05. Kriteria pengambilan keputusan dalam pengujian ini adalah H0 diterima jika nilai signifikansi (sig) 0,05 dan H0 ditolak jika nilai signifikansi (sig) < 0,05. Berdasarkan hasil uji normalitas pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh taraf signifikansi kedua kelas tersebut lebih besar dari 0,05, yaitu 0,473 untuk kelas eksperimen dan 0,482 untuk kelas kontrol. Sedangkan hasil uji normalitas postes kelas eksperimen diperoleh taraf signifikansi sebesar 0,062, sedangkan untuk kelas kontrol sebesar 0,153. taraf signifikansi normalitas nilai postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh taraf signifikansi kedua kelas tersebut lebih besar dari 0,05. Berdasarkan hasil uji normalitas kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat disimpulkan bahwa data pretes dan postes berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji homogenitas digunakan untuk memperlihatkan bahwa sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi sama. Pengujian hipotesis homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji-F (Levene’s test). Perumusan hipotesis untuk uji homogenitas adalah sebagai berikut:
H0 : Tidak terdapat perbedaan varians antara kelas eksperimen dan kelas kontrol Ha : Terdapat perbedaan varians antara kelas eksperimen dan kelas kontrol Kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut: a) Apabila nilai signifikansi > taraf signifikansi , maka H0 diterima. b) Apabila nilai signifikansi < taraf signifikansi , maka H0 ditolak. Hasil uji homogenitas pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh taraf signifikansi sebesar 0,832. Sedangkan uji homegenitas postes kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh taraf signifikansi sebesar 0,105. Berdasarkan hasil uji homogenitas pretes dan postes kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki nilai signifikansi homogenitas lebih besar dari 0,05, Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil pretes dan postes kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak terdapat perbedaan variansi, sehingga hasil uji homogenitas antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen. Data yang diperoleh dengan hasil distribusi normal dan homogen, kemudian data dianalisis dengan menggunakan uji perbedaan rerata yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa sebelum dan sesudah diberikan treatment. Uji perbedaan rerata kedua kelas ini menggunakan uji t dua rerata (Independent Sample T-Test) dengan taraf signifikansi α = 0,05. Hasil analisis pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,924. Hal menunjukkan bahwa taraf signifikansi yang diperoleh lebih dari 0,05, oleh karena itu H0 diterima. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan awal penalaran matematis siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Fitri Rosyanti, Komariah, Entang Kartika Metode Guided Discovery Dalam Pembelajaran Matematika Hasil uji perbedaan rerata postes kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa taraf signifikansi yang diperoleh kurang dari 0,05, oleh karena itu H0 ditolak. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan metode guided discovery di kelas eksperimen dengan kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional di kelas kontrol. Berdasarkan dari pemaparan di atas, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa di kelas eksperimen dan di kelas kontrol. Hal ini berarti bahwa siswa yang belajar menggunakan metode guided discovery lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Maka untuk memperjelas pernyataan tersebut berikut akan disajikan diagram yang menunjukkan perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol yang dilihat dari perolehan nilai rata-rata pretes dan postes.
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata pretes pada kelas eksperimen sebesar 46,97 sedangkan untuk kelas kontrol diperoleh nilai rata-rata sebesar 46,57. Dilihat dari hasil perhitungan analisis uji perbedaan rata-rata pretes tersebut menunjukkan bahwa rata-rata hasil
pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak memiliki perbedaan yang signifikan hanya sebesar 0,4, sehingga nilai rata-rata pretes di kedua kelas tersebut relatif sama. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan awal penalaran matematis siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Selain itu, berdasarkan hasil analisis perhitungan nilai postes untuk kelas eksperimen diperoleh nilai rata-rata sebesar 73,57 sedangkan untuk kelas kontrol diperoleh nilai rata-rata sebesar 62,29. Perbedaan rata-rata nilai postes dari kelas eksperimen dan kelas kontrol sebesar 11,28. Sehingga disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa antara siswa yang menggunakan metode guided discovery dengan siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Siswa yang menggunakan metode guided discovery memiliki kemampuan penalaran matematis yang lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa juga dapat dilihat dari perhitungan uji gain yang dilakukan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen kemampuan penalaran matematis diperoleh nilai sebesar 0,50 yaitu berada pada taraf sedang. Hal ini berarti bahwa kemampuan penalaran matematis siswa pada kelas eksperimen setelah diberikan pembelajaran dengan menggunakan metode guided discovery berada pada taraf sedang. Sedangkan pada kelas kontrol kemampuan penalaran matematis siswa berada pada taraf 0,29. Hal ini berarti bahwa perubahan kemampuan penalaran matematis siswa pada kelas kontrol setelah diberikan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional berada pada taraf rendah. Jadi kemampuan penalaran matematis siswa dengan menggunakan metode guided discovery lebih baik
Antologi ... Vol ... Nomor ... Juni 2015
daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat dari hasil uji gain dengan menggunakan uji one sample t-test. Uji one sample t-test dilakukan apabila memenuhi prasyarat yaitu data harus berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Oleh karena itu, berdasarkan dari hasil uji gain kemudian dilakukan pengujian normalitas terhadap perhitungan gain tersebut. Taraf signifikansi yang digunakan untuk menentukan hasil dari uji normalitas adalah sebesar 0,05. Kriteria pengambilan keputusan dalam pengujian ini adalah H0 diterima jika nilai signifikansi (sig) 0,05 dan H0 ditolak jika nilai signifikansi (sig) < 0,05. Berdasarkan hasil uji normalitas diperoleh taraf signifikansi normalitas data gain pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh taraf signifikansi kedua kelas tersebut lebih besar dari 0,05, yaitu 0,163 untuk kelas eksperimen dan 0,255 untuk kelas kontrol. Karena nilai taraf signifikansi normalitas gain dari kedua kelas tersebut lebih dari 0,05 maka dengan begitu H0 diterima, artinya data gain dari kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Setelah data berdistribusi normal, kemudian dilakukan uji one sample t-test. taraf signifikansi yang digunakan untuk menentukan hasil dari uji perbedaan rerata gain kelas eksperimen adalah sebesar 0,05. Kriteria pengambilan keputusan dalam pengujian ini adalah H0 diterima jika nilai signifikansi (sig) 0,05 dan H0 ditolak jika nilai signifikansi (sig) < 0,05. Berdasarkan hasil dari perhitungan dengan uji one sample t-test gain untuk kelas eksperimen diperoleh hasil nilai signifikansi sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa taraf signifikansi yang diperoleh kurang dari 0,05, oleh karena itu H0 ditolak. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan
kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan metode guided discovery, dengan nilai gain berada pada kategori sedang. Pada kelas kontrol taraf signifikansi yang digunakan untuk menentukan hasil dari uji perbedaan rerata gain kelas kontrol 0,05. adalah sebesar Kriteria pengambilan keputusan dalam pengujian ini adalah H0 diterima jika nilai signifikansi (sig) 0,05 dan H0 ditolak jika nilai signifikansi (sig) < 0,05. Berdasarkan hasil dari perhitungan dengan uji one sample ttest gain untuk kelas kontrol menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa taraf signifikansi yang diperoleh kurang dari 0,05, oleh karena itu H0 ditolak. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional, dengan nilai gain pada kategori rendah. Uji perbedaan rerata yang digunakan untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis di kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah menggunakan uji-t perbedaan rerata (Independent Sample T-Test) gain kelas eksperimen dan kelas kontrol. Taraf signifikansi yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah α = 0,05. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa taraf signifikansi yang diperoleh kurang dari 0,05, oleh karena itu H0 ditolak. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan metode guided discovery di kelas eksperimen dengan kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional di kelas kontrol. Pembelajaran dengan menggunakan metode guided discovery ini berkontribusi dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa, khususnya
pada siswa kelas V sekolah dasar pada pembelajaran matematika. Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika antara pembelajaran yang menggunakan metode guided discovery dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dikarenakan dengan belajar menggunakan metode guided discovery, proses pembelajarannya berpusat pada siswa, oleh karena itu siswa aktif mengkonstruksi pengetahuaannya sendiri, sehingga apa yang mereka pelajari dapat lebih lama diingat dalam memorinya. Selain itu, pembelajaran yang dilakukan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memanipulasi sendiri media yang diberikan guru, sehingga mereka lebih mudah dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Dengan adanya keberhasilan ini diharapkan dapat diterapkan dalam proses kegiatan pembelajaran, sehingga kemampuan penalaran matematis siswa menjadi meningkat. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat ditarik beberapa simpulan yaitu sebagai berikut: 1. Kemampuan penalaran matematis siswa pada pembelajaran menyelesaikan soalsoal matematika di kelas V dengan menggunakan metode guided discovery terdapat peningkatan sebesar. Hal ini dapat dilihat berdasarkan pada hasil pengujian one sample t-test gain kelas eksperimen yang menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang diperoleh kurang dari 0,05 yaitu sebesar 0,000, dengan nilai gain sebesar 0,50 berada pada kategori sedang. 2. Kemampuan penalaran matematis siswa pada pembelajaran menyelesaikan soalsoal matematika di kelas V dengan menggunakan model pembelajaran konvensional terdapat peningkatan. Hal
ini dapat dilihat berdasarkan pada hasil pengujian one sample t-test gain kelas kontrol yang menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang diperoleh kurang dari 0,05 yaitu sebesar 0,000 dengan nilai gain sebesar 0,29 berada pada kategori rendah. 3. Kemampuan penalaran matematis siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika antara pembelajaran yang menggunakan metode guided discovery dengan pembelajaran konvensional terdapat perbedaan peningkatan. Hal ini dapat dilihat berdasarkan pada hasil pengujian perbedaan rerata gain kelas eksperimen dan kelas kontrol yang menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang diperoleh kurang dari 0,05 yaitu sebesar 0,000. DAFTAR PUSTAKA Aprilianti, W. W. (2012). Perbedaan Kemampuan Penalaran Matematis Antara Siswa Yang Memperoleh Pembelajaran Melalui Model Kooperatif Tipe NHT Dan Model Konvensional. (Skripsi). PGSD FIP UPI Kampus Cibiru, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Sugiyono (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suprihatiningrum (2013). Strategi Pembelajaran (teori dan aplikasi). Jogjakarta: Ar-ruz Media. Susilawati, W. (2012). Belajar & Pembelajaran Matematika. Bandung: CV. Insan Mandiri. Suyono & Hariyanto (2012). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Windayana, H. dkk. (2005). Modul Pendidikan Matematika 1. Bandung: UPI PRESS.