64
STAIN Palangka Raya
Penerapan Model Pembelajaran Tematik dalam Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis pada Siswa Sekolah Dasar Atin Supriatin Abstract The experimental design of this study was used the post and pretest control group design. The main purpose of this study is to defferentiate between the students’ mathematics connection ability improvement by using thematic learning applied and habitual learning. It was done to all the students of the third class of SDN 2 Kayuambon Lembang Bandung Barat Regency. The total of the population were 74 students. Based on the data analysis, the improvement of the students mathematics connection between of the classess were different. The differentiation of the students’ ability improvement were tested statatically two way anova test by using the significant level (α) = 0,05. Based on the experimental result, it could be concluded that the students’ mathematics connection ablity improvement by thematic learning was better than the habitual learning. Key words: Thematic Learning, Mathematics Connection.
A. Pendahuluan Upaya peningkatan kualitas pendidikan matematika di Indonesia dilakukan dengan berbagai cara, antara lain melalui pembaharuan kurikulum dan penyediaan perangkat pendukungnya seperti silabus, buku siswa, buku pedoman untuk guru, penyediaan alat peraga, dan memberikan pelatihan bagi guru-guru matematika. Namun berbagai upaya tersebut belum memberikan hasil yang menggembirakan terhadap peningkatan kualitas pendidikan di tanah air. Berbagai penelitian dan hasil survei mengungkapkan bahwa siswa di sekolah mempunyai kinerja yang kurang memuaskan dalam matematika. Misalnya, mengenai data yang diperlihatkan oleh International Achievement Education (IAE) yang menyebutkan bahwa siswa SD di Indonesia menempati peringkat ke-38 dari 39 negara peserta,1 demikian pula dari hasil penelitian TIMSS-R (The Third International Mathematic and Science Study Repeat) tahun 2007 menyebutkan bahwa di antara 48 negara, prestasi siswa SMP Indonesia berada pada urutan 36 untuk matematika.2 Adapun hasil nilai matematika pada ujian nasional, pada semua tingkat dan jenjang pendidikan selalu terpaku pada angka yang rendah. Padahal matematika sebagai ratunya ilmu sangat penting dikuasai oleh siswa dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin maju.
Penulis adalah dosen pada Jurusan Tarbiyah STAIN Palangka Raya. Menyelesaikan pendidikan S2 di Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung dalam Program Studi Pendidikan Dasar dengan konsentrasi Pendidikan Matematika SD, tahun 2009. Alamat Jalan Krisna No. 1 George Obos Km. 6 Palangka Raya Kalimantan Tengah, e-mail
[email protected] 1 Kusumah, Y.S, Konsep, Pengembangan, dan Implementasi Computer-Based Learning dalam Peningkatan Kemampuan High-Order Mathematical Thinking, Disampaikan dalam pidato pengukuhan sebagai guru besar pada FMIPA UPI Bandung, 2008, h. 2. 2 TIMSS, Mathematics Achievement of Fourth-and eighth-Graders in 2007, online http://nces.ed.gov/timss/result07.mat07.asp, 2007.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
65
STAIN Palangka Raya
Bila dilihat dari hakikat matematika, matematika adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang tata cara berpikir dan mengolah logika. Pada matematika diletakkan dasar bagaimana mengembangkan cara berpikir dan bertindak melalui aturan yang disebut dalil (dapat dibuktikan) dan aksioma (tanpa pembuktian). Selanjutnya dasar tersebut dianut dan digunakan oleh bidang studi atau ilmu lain.3 Ketika materi-materi matematika dipandang sebagai sekumpulan keterampilan yang tidak berhubungan satu sama lain, maka pembelajaran matematika hanya sebagai sebuah pengembangan keterampilan belaka. Matematika seharusnya dipandang secara fleksibel dan dapat memahami hubungan serta keterkaitan antara ide atau gagasan-gagasan matematika yang satu dengan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan salah satu standar kurikulum yang dikemukakan oleh NCTM bahwa matematika sebagai hubungan.4 Pengembangan konsep dalam materi-materi matematika seyogyanya tidak dibatasi oleh topik yang sedang dibahas saja, melainkan dikaitkan pula dengan topik-topik yang relevan, bahkan dengan mata pelajaran lain jika memungkinkan secara terpadu. Pembelajaran matematika yang terpadu memfokuskan pada pendekatan pembelajaran antar topik bahkan jika memungkinkan antar mata pelajaran. Konsep pembelajaran matematika terpadu mempertimbangkan siswa sebagai pembelajar dan proses yang melibatkan pengembangan berpikir dan belajar. Karena secara umum, para siswa sulit untuk berpikir parsial tentang apa yang mereka pelajari, tetapi mereka cenderung memandang dunia sekitar secara holistik. Pembelajaran matematika diharapkan berakhir dengan sebuah pemahaman siswa yang komprehensif dan holistik (lintas topik bahkan lintas mata pelajaran jika memungkinkan) tentang materi yang disajikan. Pemahaman siswa yang dimaksud tidak sekadar memenuhi tuntutan pembelajaran secara substantif saja, namun diharapkan muncul efek iringan dari pembelajaran matematika tersebut. Efek iringan tersebut diantaranya: 1) lebih memahami keterkaitan antara satu topik matematika dengan topik matematika yang lain (koneksi matematis), 2) lebih menyadari akan penting dan strategisnya matematika bagi bidang lain, 3) lebih memahami peranan matematika dalam kehidupan manusia, 4) lebih mampu berpikir logis, kritis, dan sistematis, 5) lebih kreatif dan inovatif dalam mencari solusi pemecahan sebuah masalah, dan 6) lebih peduli pada lingkungan sekitarnya. Ketercapaian dua sasaran pembelajaran matematika secara substantif dan efek iringannya akan tercapai manakala siswa diberi kesempatan yang seluasluasnya untuk belajar matematika secara komprehensif dan holistik. Titik berat pemberian materi pelajaran harus digeser menjadi pemberian kemampuan yang relevan dengan kebutuhan siswa untuk belajar. Dalam pembelajaran matematika, seorang guru seyogyanya tidak menyekat secara ekstrim pelajaran matematika sebagai penyajian materi-materi matematika belaka. Hal ini akan mengakibatkan kemampuan koneksi matematis siswa 3
Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: JICA UPI Bandung, 2003, h. 298. 4 National Council of Teacher of Mathematics (NCTM), Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics, Reston, VA: Authur, 1989, h. 84.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
66
STAIN Palangka Raya
terhambat, karena siswa tidak diberikan kesempatan untuk melihat keterkaitanketerkaitan materi matematika dengan unsur lainnya. Topik-topik dalam matematika sebaiknya tidak disajikan sebagai materi secara parsial, tetapi harus diintegrasikan antara satu topik dengan topik lainnya, bahkan dengan mata pelajaran lain. Matematika harus diperkenalkan dan disajikan ke dalam kehidupan nyata. Menyajikan matematika hanya sebagai kumpulan fakta-fakta saja tidak akan menumbuhkan kebermaknaan dan hakikat matematika sebagai queen of the science dan sebagai pelayan bagi ilmu lain. Mengajarkan matematika sekedar sebagai sebuah penyajian tentang faktafakta hanya akan membawa sekelompok orang menjadi penghapal yang baik, tidak cerdas melihat hubungan sebab akibat, tidak pandai memecahkan masalah. Padahal dalam menghadapi perubahan masa depan yang cepat, bukan pengetahuan saja yang diperlukan, tetapi kemampuan mengkaji dan berpikir (bernalar) secara logis, kritis dan sistematis. Saat ini, pelaksanaan kegiatan pembelajaran matematika maupun mata pelajaran lainnya di SD kelas rendah (1, 2 dan 3) dilakukan secara terpisah, misalnya IPA 2 jam pelajaran, Matematika 5 jam pelajaran, dan Bahasa Indonesia 5 jam pelajaran. Dalam pelaksanaan kegiatannya dilakukan secara murni mata pelajaran yaitu hanya mempelajari materi yang berhubungan dengan mata pelajaran itu. Sesuai dengan tahapan perkembangan anak yang masih melihat segala sesuatu sebagai suatu keutuhan (berpikir holistik), pembelajaran yang menyajikan mata pelajaran secara terpisah akan menyebabkan kurang mengembangkan anak untuk berpikir holistik. Demikian juga untuk pelaksanaan kegiatan pembelajaran matematika yang terpisah kurang dapat mengembangkan kemampuan koneksi matematis para siswanya. Karena dengan pembelajaran matematika yang terpisah akan membuat kesulitan bagi anak dalam menemukan keterkaitan-keterkaitan antar mata pelajaran maupun dengan kehidupan sehariharinya. Hal ini dapat dibuktikan dalam beberapa hal, diantaranya: siswa lebih mudah mengerjakan soal matematika yang berbentuk isian langsung daripada mengerjakan soal cerita. Di dalam soal cerita, selain siswa harus mampu menguasai materi matematika juga siswa dituntut untuk memahami bahasanya. Di sinilah letak kemampuan koneksi matematis diperlukan. Selain itu, dengan pelaksanaan pembelajaran yang terpisah, muncul permasalahan pada kelas rendah (1, 2 dan 3) antara lain adalah tingginya angka mengulang kelas. Angka mengulang kelas siswa kelas I SD jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang lain. Data tahun 2000/2001 yang disebutkan Balitbang Depdiknas, memperlihatkan bahwa angka mengulang kelas pada kelas satu sebesar 11,46% sementara pada kelas dua 7,44%, kelas tiga 6,23%, kelas empat 4,71%, kelas lima 3,27%, dan kelas enam 0,41%.5 Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan di atas, perlu diterapkan sistem pembelajaran yang dapat memadukan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya. Sebagaimana disebutkan oleh Iskandar, bagi guru sekolah dasar kelas rendah yang siswanya masih berperilaku dan berpikir kongkrit, 5
Jalal, F, ”Strategi Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini”, Buletin PADU, Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia, Edisi khusus, 2005, h. 80.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
67
STAIN Palangka Raya
pembelajaran sebaiknya dirancang secara terpadu dengan menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran.6 Dengan cara ini maka pembelajaran untuk siswa kelas rendah akan menjadi lebih bermakna, lebih utuh dan sangat kontekstual dengan dunia anak-anak. Alasan pertama yang mendasari hal ini adalah karena latar belakang empiris. Kenyataan dalam kehidupan sehari-hari tidak satupun fenomena alam yang terjadi secara terpisah atau berdiri sendiri, namun justru bersifat kompleks dan terpadu. Alasan kedua, yaitu tuntutan dan perkembangan IPTEK yang begitu pesat dan kompleks, secara ilmiah membutuhkan penyikapan secara realistis. Dengan demikian, peningkatan kualitas pembelajaran dan bahan ajar di sekolah harus diperkaya dengan kenyataan hidup dan tuntutan zaman. Agar proses pembelajaran dapat mengakomodasikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta permasalahan yang begitu kompleks dalam masyarakat, maka dapat diterapkan pembelajaran tematik. Mengingat, dengan pembelajaran tematik siswa tidak terpisah dengan kehidupan nyata dan tidak ‘gagap’ dalam menghadapi perkembangan zaman. Pembelajaran tematik akan menciptakan sebuah pembelajaran terpadu yang akan mendorong keterlibatan siswa dalam belajar, membuat siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran, dan menciptakan situasi pemecahan masalah sesuai dengan kebutuhan siswa. Pembelajaran tematik dapat pula dipandang sebagai upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan, terutama untuk mengimbangi padatnya materi kurikulum. Pembelajaran tematik memberi peluang pembelajaran terpadu yang lebih menekankan keterlibatan anak dalam belajar, membuat anak terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran dan pemberdayaan dalam memecahkan masalah, tumbuhnya kreativitas sesuai kebutuhan siswa. Sehingga diharapkan siswa dapat belajar dan bermain dengan kreativitas yang tinggi. Pendekatan tematik dapat dikatakan sebagai suatu pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman bermakna, karena dalam pembelajaran tematik anak akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengamatan langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang mereka pahami (koneksi). Demikian halnya dalam upaya meningkatkan kemampuan matematika sekolah dasar, pembelajaran tematik merupakan salah satu alternatif untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan diungkap adalah apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang melalui pembelajaran tematik lebih baik daripada peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang melalui pembelajaran biasa bila ditinjau dari tingkat kemampuan matematika siswa. B. Landasan Teori 1. Pembelajaran Tematik
6
Sukayati, Pembelajaran Tematik di SD Merupakan Terapan dari Pembelajaran Terpadu,. Makalah pada Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SD Jenjang Lanjut, Yogyakarta, 2004, h. 1.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
68
STAIN Palangka Raya
Penetapan pendekatan tematik dalam pembelajaran di kelas rendah oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), tidak lepas dari perkembangan akan konsep pembelajaran terpadu. Menilik perkembangan konsep pendekatan terpadu di Indonesia, pada saat ini model pembelajaran yang dipelajari dan berkembang adalah model pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh Fogarty. Menurut Hesty, model pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh Fogarty ini berawal dari konsep pendekatan interdisipliner yang dikembangkan oleh Jacob. Fogarty menyatakan bahwa ada 10 model integrasi pembelajaran, yaitu model fragmented, connected, nested, sequenced, shared, webbed, threaded, integrated, immersed, dan networked. Pembelajaran tematik dalam penelitian ini merupakan pembelajaran terpadu model webbing (jaring laba-laba) yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan.7 Menurut Sa’ud, pendekatan tematik (thematic approach) dalam pembelajaran terpadu merupakan suatu proses dan strategi yang mengintegrasikan isi bahasa (membaca, menulis, berbicara, dan mendengar) dan mengkaitkannya dengan mata pelajaran yang lain. Konsep ini mengintegrasikan bahasa (language arts contents) sebagai pusat pembelajaran yang dihubungkan dengan berbagai tema atau topik pembelajaran.8 Joni mengungkapkan bahwa pembelajaran tematik merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik.9 Sedangkan menurut Hadisubrata, pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik dalam satu bidang studi atau lebih, dan dengan beragam pengalaman belajar anak, maka pembelajaran menjadi lebih bermakna.10 Jika dibandingkan dengan pendekatan konvensional, maka pembelajaran tematik tampak lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam belajar, sehingga siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran untuk pembuatan keputusan. Hal ini sesuai dengan panduan Kurikulum Berbasis Kompetensi Depdikbud yang menyatakan bahwa pengalaman belajar siswa menempati posisi penting dalam usaha meningkatkan kualitas lulusan.11 Dengan demikian, yang dimaksud pembelajaran tematik dalam penelitian ini adalah suatu strategi pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran dalam satu tema, dimana keterpaduannya bersifat longgar dan lebih menonjolkan 7
Departemen Pendidikan Nasional, Model Pembelajaran Tematik Kelas Awal Sekolah Dasar, Jakarta: Puskur Balitbang Depdiknas, 2006, h. 5. 8 Sa’ud, U.S, Pembelajaran Terpadu, Bahan Belajar Mandiri pada Program Peningkatan Kualifikasi Guru SD/MI di Bandung, 2006, h. 12. 9 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007, h. 6. 10 Ibid., h. 7. 11 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Depdikbud, 2004, h. 5.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
69
STAIN Palangka Raya
unsur tematiknya. Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, diantaranya: (1) Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu, (2) Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama, (3) Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan, (4) Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa, (5) Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas, (6) Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain, dan (7) Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan. Dalam pembahasannya, tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran atau lebih dikenal juga dengan bentuk webbing (jaring laba-laba). Sebagai contoh, tema “Air” dapat ditinjau dari mata pelajaran IPA dan matematika. Lebih luas lagi, tema itu dapat ditinjau dari bidang studi lain, seperti IPS, bahasa, dan seni. Pembelajaran tematik menyediakan keluasan dan kedalaman implementasi kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat banyak pada siswa untuk memunculkan dinamika dalam pendidikan. Unit yang tematik adalah epitome dari seluruh bahasan pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk secara produktif menjawab pertanyaan yang dimunculkan sendiri dan memuaskan rasa ingin tahu dengan penghayatan secara alamiah tentang dunia di sekitar mereka. Apabila dikaitkan dengan tingkat perkembangan anak, pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan dan menyesuaikan pemberian konsep sesuai tingkat perkembangan anak. Pendekatan berangkat dari teori pembelajaran yang menolak drill-system sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak.12 Landasan pembelajaran tematik mencakup landasan filosofis, landasan psikologis dan landasan yuridis. Landasan filosofis dalam hal ini yaitu progresivisme, konstruktivisme dan humanisme. Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukkan kreativitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. Aliran kostruktivisme melihat pengalaman langsung siswa sebagai kunci pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masingmasing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Aliran 12
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007, h. 7.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
70
STAIN Palangka Raya
humanisme melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya. Landasan psikologis, yaitu psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar; Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan konstribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarainya. Landasan yuridis, yaitu UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). Landasan yuridis yang kedua adalah UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya (Bab V pasal 1-b). Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran ini dimotori oleh para tokoh psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak. Pembelajaran tematik juga lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Pengalaman belajar yang menunjukan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangan siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik). Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar; (2) Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa diharapkan pada sesuatu yang nyata (kongkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak; (3) Dalam pembelajaran tematik, pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa; (4) Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
71
STAIN Palangka Raya
berbagai mata pelajaran dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari; (5) Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada; (6) Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya; dan (7) Pembelajaran tematik menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.13 Di samping karakteristik di atas, pembelajaran tematik juga memiliki beberapa keistimewaan antara lain: (1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; (2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; (3) Kegiatan belajar-mengajar lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; (4) Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; (5) Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya; dan (6) Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain. Berdasarkan karakteristik dan keistimewaan-keistimewaan di atas, pelaksanaan pembelajaran tematik akan sangat bermanfaat apabila diterapkan pada anak sekolah dasar. Ciri utama dalam pembelajaran tematik adalah penggunaan tema dalam pelaksanaan pembelajarannya. Melalui suatu tema, beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi mata pelajaran dapat digabungkan sehingga akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan. Pemaduan antar mata pelajaran inipun akan membawa dampak bagi siswa yaitu mereka akan mampu melihat hubunganhubungan yang bermakna antar mata pelajaran sebab isi materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir. Dengan melalui tema, pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi yang tidak terpecah-pecah. Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran ini juga maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat. Berikut ini disajikan perbandingan karakteristik antara pembelajaran tematik dengan pembelajaran biasa.
13
Departemen Pendidikan Nasional, Model Pembelajaran Tematik Kelas Awal Sekolah Dasar, Jakarta: Puskur Balitbang Depdiknas, 2006, h. 6.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
72
STAIN Palangka Raya
Tabel 1. Perbandingan Karakteristik antara Pembelajaran Tematik dan Pembelajaran Biasa Pembelajaran Tematik Guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar. Siswa berperan sebagai subjek belajar (student centered) atau siswa yang melakukan kegiatan belajar Siswa memperoleh pengalaman langsung (direct experiences), sehingga siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas karena diarahkan pada pembahasan tema-tema. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran, sehingga siswa mampu memahami konsep-konsep secara utuh. Multi metode dengan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan. Misalnya: problem solving, tanya jawab, eksperimen, latihan, kerja kelompok, dan lain-lain. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
Pembelajaran Biasa Guru lebih mendominasi dalam pembelajaran (teacher center) Siswa lebih banyak mendengar, mencatat/menulis atau mengerjakan perintah guru. Siswa meniru pengetahuan yang telah diterima dan menggunakannya
Pemberian mata pelajaran dilakukan secara terpisah.
Umumnya kombinasi metode ceramah dan ekspositori
Hasil pembelajaran berdasarkan kebutuhan kurikulum
2. Koneksi Matematis Koneksi matematis memberikan gambaran tentang bagaimana sifat materi matematika yang diberikan dalam kegiatan pembelajaran. Pertanyaan ini muncul karena topik-topik dalam matematika banyak memiliki keterkaitan dan juga banyak memiliki relevansi dan manfaat dengan bidang lain, baik dengan mata pelajaran lain maupun dalam kehidupan sehari-hari. Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam pembelajaran matematika perlu adanya penekanan kepada materi yang mengarah kepada adanya keterkaitan baik dengan matematika sendiri maupun dengan bidang lain. Matematika terdiri atas beberapa cabang dan tiap cabang tidak bersifat tertutup yang masing-masing berdiri sendiri namun merupakan suatu keseluruhan yang padu. Melalui koneksi matematis diupayakan agar bagian-bagian itu saling berhubungan sehingga siswa tidak memandang sempit terhadap matematika. Koneksi matematis berasal dari bahasa Inggris yakni mathematical connection. Istilah ini dipopulerkan oleh NCTM dan dijadikan sebagai salah satu standar kurikulum. Menurut NCTM, tujuan koneksi matematis di sekolah adalah “... To help student broaden their perspective, to view mathematics as an integrated whole rather than as an isolated set of topics, and to knowledge its relevance and usefulness both in and out of school”.14 Dari pernyataan ini, terdapat tiga tujuan kehadiran koneksi dalam matematika di sekolah yaitu memperluas wawasan pengetahuan siswa, 14
National Council of Teacher of Mathematics (NCTM), Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics, Reston, VA: Authur, 1989, h. 84.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
73
STAIN Palangka Raya
memandang matematika sebagai suatu keseluruhan yang padu bukan sebagai materi yang berdiri sendiri dan mengenal relevansi dan manfaat matematika baik di sekolah maupun di luar sekolah. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tertuang dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika yakni mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Dari uraian di atas diketahui bahwa kemampuan koneksi matematis merupakan suatu kemampuan yang perlu dimiliki oleh siswa. Menurut Sumarmo, ada beberapa indikator dari kemampuan koneksi matematis yang dapat dikembangkan yaitu: (1) Mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur, (2) Memahami hubungan antar topik matematika, (3) Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari, (4) Memahami representasi ekuivalen konsep atau prosedur yang sama, (5) Mencari koneksi antar topik matematika, dan antara topik matematika dengan topik yang lain.15 Kusumah mengungkapkan bahwa koneksi matematis dapat diartikan sebagai keterkaitan antara konsep-konsep matematika secara internal yaitu berhubungan dengan matematika itu sendiri ataupun keterkaitan secara eksternal, yaitu matematika dengan bidang lain, baik bidang studi lain maupun dengan kehidupan sehari-hari.16 Melalui peningkatan kemampuan koneksi matematis, kemampuan berpikir dan wawasan siswa terhadap matematika dapat menjadi semakin luas dan kokoh. Topik-topik dalam matematika memiliki keterkaitan satu sama lain dan juga memiliki relevansi dan manfaat baik dengan bidang lain maupun dengan kehidupan sehari-hari. Keterkaitan tersebut merupakan koneksi matematis. Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam pembelajaran matematika perlu adanya penekanan terhadap koneksi, baik dengan matematika itu sendiri, dengan pelajaran lain maupun dengan kehidupan sehari-hari. NCTM membagi koneksi matematis menjadi tiga macam, yaitu: (1) koneksi antar topik matematika, (2) koneksi dengan disiplin ilmu yang lain, dan (3) koneksi dalam kehidupan sehari-hari.17 Pembagian ini senada dengan pendapat Mikovch dan Monroe yang menyatakan tiga koneksi matematis yaitu koneksi dalam matematika, koneksi untuk semua kurikulum, dan koneksi dengan konteks dunia nyata.18 Kutz berpendapat hampir serupa, ia menyatakan koneksi matematis berkaitan dengan koneksi internal dan koneksi eksternal. Koneksi internal meliputi koneksi antar topik matematika sedangkan koneksi eksternal meliputi 15
Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: JICA UPI Bandung, 2003, h. 29. 16 Kusumah, Y.S, Konsep, Pengembangan, dan Implementasi Computer-Based Learning dalam Peningkatan Kemampuan High-Order Mathematical Thinking, Disampaikan dalam pidato pengukuhan sebagai guru besar pada FMIPA UPI Bandung, 2008, h. 19. 17 Yaniawati, P, Pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa, Tesis Magister pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan, 2001, h. 24. 18 Mikovch, A.K and Monroe, E.E., “Making Mathematical Connection Across The Curriculum: Activities to Help Teachers Begin”, School Science and Mathematics, 1994, h. 94.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
74
STAIN Palangka Raya
koneksi dengan mata pelajaran lain dan koneksi dengan kehidupan sehari-hari.19 Sedangkan Riedesel membagi koneksi matematika menjadi lima macam, yaitu: (1) koneksi antar topik dalam matematika, (2) koneksi antara beberapa macam tipe pengetahuan, (3) koneksi antara beberapa macam representasi, (4) koneksi dari matematika ke daerah kurikulum lain, dan (5) koneksi siswa dengan matematika. Bruner mengemukakan bahwa dalam matematika setiap konsep itu berkaitan dengan konsep lain. Bagitu pula antara yang lainnya misalnya antara dalil dan dalil, antara teori dan teori, antara topik dengan topik, antara cabang matematika (aljabar dan geometri misalnya).20 Oleh karena itu, agar siswa dalam belajar metematika lebih berhasil, siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melihat kaitan-kaitan itu. Dari beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa koneksi matematika tidak hanya mencakup masalah yang berhubungan dengan matematika saja, namun juga dengan pelajaran lain serta dalam kehidupan sehari-hari. Koneksi matematika yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi koneksi internal dan koneksi eksternal sesuai dengan pendapat Kutz. Sedangkan kemampuan koneksi matematika yang dimaksud adalah kemampuan siswa dalam mengaitkan topik matematika yang sedang dibahas dengan topik matematika lainnya, dengan mata pelajaran lain atau dengan kehidupan sehari-hari. Kemampuan tersebut secara umum dilihat dari kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal koneksi, baik soal koneksi internal maupun soal koneksi eksternal. 1. Koneksi internal (koneksi antar topik matematika) Banyak di antara topik matematika yang sebenarnya memiliki koneksi satu sama lain dalam suatu permasalahan matematika. Contoh soal: Diketahui panjang suatu persegi panjang adalah 10 cm dan lebarnya adalah setengah dari panjangnya. Berapa dm kah keliling persegi panjang tersebut! Topik-topik yang terkait dengan soal di atas adalah geometri bangun datar yaitu persegi panjang, satuan pengukuran dan operasi bentuk pecahan. 2. Koneksi eksternal (koneksi topik matematika dengan topik diluar matematika) Koneksi eksternal terdiri dari koneksi dengan mata pelajaran lain atau koneksi dengan kehidupan sehari-hari. Matematika sebagai suatu disiplin ilmu dapat bermanfaat baik bagi pengembangan disiplin ilmu lain, maupun dalam memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Contoh soal: Ibu pergi ke pasar membeli 3 liter beras dengan harga Rp.2500/liter, gula pasir ½ kg dengan harga Rp.2000, 3 ikat kangkung dengan harga Rp.1000/ikat. Pergi dan pulangnya Ibu naik becak dengan ongkos Rp.3000. Berapa seluruh uang yang ibu keluarkan? Topik matematika tersebut terkait dengan permasalahan sehari-hari dan disiplin ilmu lain yaitu mata pelajaran IPS dengan topik kegiatan jual beli. 19
Kutz, R.E, Annotated Instructor’s Edition, Teaching Elementary Mathematics, Boston: Allyn and Bacon, 1991, h. 19. 20 Ruseffendi, E.T., Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA, Bandung: Tarsito, 1991, h. 152.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
75
STAIN Palangka Raya
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa koneksi matematika merupakan pengaitan matematika dengan pelajaran lain, atau dengan topik lain, yang meliputi: memahami hubungan antar topik matematika; menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari; menggunakan koneksi antar topik matematika, dan antar topik matematika dengan topik lain. C. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan suatu quasi eksperimen tentang penerapan model pembelajaran tematik yang dilakukan melalui desain eksperimen kelompok kontrol pretes-postes. Perbedaan antara kedua kelompok tersebut adalah perlakuan dalam proses pembelajaran, dimana kelompok eksperimen memperoleh pembelajaran tematik, sedangkan kelompok kontrol memperoleh pembelajaran biasa. Sebelum dilakukan proses pembelajaran, kedua kelompok tersebut diberikan pretes. Selanjutnya, kelompok eksperimen melakukan proses pembelajaran tematik sedangkan kelompok kontrol melakukan proses pembelajaran secara biasa. Pada akhir pembelajaran, kedua kelompok tersebut diberikan postes. Sesuai dengan desain penelitian di atas, kegiatan pembelajaran pada kelas kontrol dilakukan seperti biasa dilakukan oleh kebanyakan guru matematika, seperti guru mengawali pembelajaran dengan membahas soal-soal yang telah diajarkan, kemudian memberikan penjelasan konsep yang baru secara informatif dilanjutkan memberikan contoh soal, dan diakhiri dengan memberikan soal-soal rutin untuk latihan serta memberikan pekerjaan rumah. Sementara itu, aspek-aspek pembelajaran pada kelas eksperimen dikembangkan dengan kurikulum sekolah yang berlaku. Misalnya, bahan ajar yang digunakan pada kelas eksperimen didesain agar kemampuan koneksi matematis siswa dalam matematika, seperti: kemampuan mengaitkan antar topik matematika, mengaitkan topik matematika dengan mata pelajaran lain, dan mengaitkan matematika dengan kehidupan sehari-hari, dapat berkembang dengan baik. Aktivitas dan pola interaksi yang dilakukan di dalam kelas dijabarkan dalam bentuk skenario pembelajaran yang meliputi : Silabus, Jaring-jaring tema, RPP, Lembar Aktivitas Siswa dan Latihan Soal. Keseluruhan aspek tersebut dirancang secara tematik dan diarahkan agar kemampuan koneksi matematis siswa dapat berkembang dengan baik. Dengan demikian, pembelajaran tematik menuntut siswa untuk berpikir lebih dari biasa dan beraktivitas mengarah kepada kemampuan koneksi matematis yang diharapkan. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III di SDN 2 Kayuambon Lembang Kabupaten Bandung Barat yang terbagi ke dalam 2 kelas. Data dalam penelitian ini berupa skor-skor yang diperoleh dari hasil pretes dan postes pada kelompok kontrol dan eksperimen melalui tes kemampuan koneksi matematis. Data tersebut dikelompokkan berdasarkan faktor pembelajaran dan tingkat kemampuan matematika siswa. Analisis data yang dilakukan melalui uji anova dua jalur.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
76
STAIN Palangka Raya
D. Hasil dan Pembahasan Peningkatan kemampuan koneksi matematis diperoleh dari hasil n-gain yang berdasarkan pada faktor pembelajaran dan tingkat kemampuan matematika siswa. Tingkat kemampuan matematika siswa dikelompokkan menjadi 3 kelompok siswa yaitu yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata peningkatan kemampuan koneksi matematis pada pembelajaran tematik dan pembelajaran biasa berdasarkan tingkat kemmapuan matematika siswa, sebagaimana pada tabel berikut: Tabel 2. Rata-Rata Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Pembelajaran/ Tingkat Kemampuan Tematik Biasa
Tinggi
Sedang
Rendah
0,61 0,34
0,39 0,17
0,29 0,08
Untuk melihat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis berdasarkan faktor pembelajaran dan tingkat kemampuan matematika siswa, maka dilakukan uji anova dua jalur. Sebelum dilakukan uji anova dua jalur, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas menggunakan uji Chi Square dan uji homogenitas menggunakan uji Levene pada kedua pembelajaran. Hasil uji tersebut dapat terpenuhi untuk kedua kelompok. Berikut disajikan tabel hasil Uji Anova Dua Jalur: Tabel 3. Hasil Uji Anova Dua Jalur Faktor Pembelajaran Tingkat kemampuan Interaksi pembelajaran dan tingkat kemampuan
F 31,844 12,430
Sig. 0,000 0,000
H1 Terima Terima
0,102
0,903
Tolak
Untuk melihat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis antar kelompok siswa berdasarkan faktor pembelajaran/tingkat kemampuan matematika siswa dapat dirumuskan hipotesis yang akan diuji sebagai berikut : Ho : Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis antar kelompok siswa berdasarkan faktor pembelajaran/tingkat kemampuan. H1 : Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis antar kelompok siswa berdasarkan faktor pembelajaran/tingkat kemampuan. Kriteria pengujian adalah : (1) Jika sig. < 0,05 maka H1 diterima; dan (2) Jika sig. ≥ 0,05 maka H1 ditolak. Dari uji anova dua jalur di atas, diperoleh tingkat signifikansi untuk faktor pembelajaran/tingkat kemampuan sebesar 0,000. Artinya 0,000 < 0,05, maka H1 diterima yaitu terdapat perbedaan peningkatan koneksi matematis yang signifikan antar kelompok siswa berdasarkan faktor pembelajaran/tingkat kemampuan matematika siswa. Dengan demikian, faktor pembelajaran/tingkat kemampuan matematika siswa memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematis. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan koneksi matematis yang signifikan antar kelompok siswa yang Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
77
STAIN Palangka Raya
memperoleh pembelajaran berbeda maupun antar siswa dengan tingkat kemampuan matematika yang berbeda. Tampak juga bahwa dari hasil uji anova dua jalur di atas tidak ditemukan adanya interaksi antara faktor pembelajaran dengan tingkat kemampuan matematika siswa. Ini berarti bahwa selisih skor ratarata kemampuan koneksi matematis siswa dengan tingkat kemampuan matematika tinggi, sedang dan rendah yang diajar melalui pembelajaran tematik tidak berbeda secara signifikan dengan siswa yang diajar melalui pembelajaran biasa. Estimated Marginal Means of kemampuan.koneksi
pembelajaran
0.80
biasa
Estimated Marginal Means
tematik
0.60
0.40
0.20
0.00 rendah
sedang
tinggi
kemampuan.siswa
Gambar 1.
Interaksi antara faktor Pembelajaran dan Tingkat Kemampuan Matematika Siswa Terhadap Kemampuan Koneksi Matematis
Berdasarkan gambar di atas juga terlihat dengan jelas bahwa pembelajaran tematik mampu meningkatkan kemampuan koneksi matematis antar kelompok siswa secara lebih baik daripada pembelajaran biasa. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata skor kemampuan koneksi matematis yang diperoleh melalui pembelajarn tematik lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran biasa. Di samping itu, gambar di atas juga menunjukkan bahwa pada siswa yang memiliki tingkat kemampuan matematika tinggi lebih baik secara signifikan daripada kelompok siswa sedang dan rendah dalam peningkatan kemampuan koneksi matematisnya. Sedangkan kelompok siswa yang berkemampuan sedang lebih baik daripada kelompok siswa rendah dalam peningkatan kemampuan koneksi matematisnya. Mencermati hasil penelitian di atas, pembelajaran tematik menunjukkan peran yang sangat berarti dalam meningkatkan kemampuan koneksi matematis apabila dbandingkan dengan pembelajaran biasa. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanti yang menyebutkan bahwa melalui pembelajaran tematik, hasil belajar matematika siswa mengalami peningkatan.21 Bila ditinjau kembali, kemampuan koneksi matematis siswa dapat meningkat atau 21
Susanti, D., Pembelajaran Tematik Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 3 SD Negeri 034 Samarinda Ulu, 2008. Online, http://one.indoskripsi.com/skripsi/judul-skripsijurusan/pendidikan matematika, 2008
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
78
STAIN Palangka Raya
berkembang apabila dalam proses pembelajarannya, siswa diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk melihat keterkaitan-keterkaitan antara konsep-konsep awal yang telah dimilikinya dengan konsep-konsep baru yang dihadapinya. Dalam pembelajaran tematik, proses pembelajaran selalu diarahkan pada aktivitas siswa. Aktivitas yang dilakukan siswa selalu diupayakan agar dekat dengan kehidupan siswa. Dengan demikian siswa akan belajar secara langsung dan tidak merasa seperti dipaksa untuk belajar melainkan memiliki motivasi sendiri untuk belajar. Aktivitas dalam pembelajaran tematik juga selalu dekat dengan kehidupan siswa sehingga membuat siswa dapat belajar dengan bermakna. Hal ini sesuai dengan teori belajar bermakna (meaningful learning), dimana belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspekaspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekedar menghapal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dalam pembelajaran tematik juga, pengembangan konsep dalam materimateri matematika tidak dibatasi oleh topik yang sedang dibahas saja, melainkan dikaitkan pula dengan topik-topik yang relevan, bahkan dengan mata pelajaran lain. Aktivitas yang dikembangkan dalam pembelajaran tematik selalu menuntut siswa agar dapat menghubungkan pengetahuan awal yang dimilikinya dengan aktivitas yang akan dilakukannya, sehingga hal ini dapat mengembangkan kemampuan koneksi matematisnya. Hal ini juga sesuai dengan teori perkembangan kognitif yang dikemukan oleh Piaget. Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut kalau berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Bila memperhatikan tahapan perkembangan berpikir yang dikemukakan oleh Piaget, yaitu bahwa anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi kongkret. Kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu: (1) Konkrit, (2) Integratif, dan (3) hierarkis. Kongkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang kongkret yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba dan diotak-atik, dengan penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang dialami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan. Bila ditinjau dari faktor pembelajaran dan tingkat kemampuan matematika siswa tinggi, sedang dan rendah, peningkatan kemampuan koneksi matematis Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
79
STAIN Palangka Raya
antar kelompok siswa dipengaruhi oleh pembelajaran tematik maupun pembelajaran biasa. Pengujian hipotesis dilakukan melalui uji statistik dengan tingkat signifikansi sebesar 0,05. Berdasarkan hasil temuan di lapangan, secara umum terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh perlakuan melalui pembelajaran tematik dengan pembelajaran biasa. siswa yang memperoleh pembelajaran tematik mengalami pengingkatan kemampuan koneksi matematis yang lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Hal ini mengandung makna bahwa pembelajaran tematik dapat diberikan kepada siswa yang memiliki kemampuan matematika yang beragam, asalkan guru dapat melakukan pembelajaran dengan tepat sesuai dengan kebutuhan dan tingkat kemampuan matematika mereka. Dilihat dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan pada penelitian ini, tingkat kemampuan matematika siswa pada kelas yang meperoleh pembelajaran tematik tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa. Hasil temuan ini menggambarkan bahwa faktor tingkat kemampuan matematika siswa tidak menjadi penghalang untuk mencapai peningkatan hasil belajar siswa sesuai dengan kemampuannya bila dibandingkan dengan pembelajaran biasa. Dengan demikian, pembelajaran tematik sangatlah sesuai bila diterapkan pada setiap tingkat kemampuan siswa, baik tinggi, sedang maupun rendah. Bila memperhatikan beberapa karakteristik yang dikemukakan oleh Sanjaya mengenai kemampuan belajar siswa yang dikelompokkan pada siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah, siswa yang termasuk berkemampuan tinggi biasanya ditunjukkan oleh motivasi yang tinggi dalam belajar, perhatian dan keseriusan dalam mengikuti pelajaran, dan lain-lain. Sebaliknya siswa yang tergolong pada kemampuan rendah ditandai dengan kurang motivasi belajar, tidak adanya keseriusan dalam mengikuti pelajaran, termasuk menyelesaikan tugas dan sebagainya.22 Pembelajaran tematik merupakan salah satu pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa dalam pelaksanaannya. Keaktifan siswa sangat bergantung pada kemampuan guru dalam mengorganisasi materi pembelajaran dan kelas selama pembelajaran berlangsung. Aktivitas-aktivitas yang diberikan dalam pembelajaran tematik selalu menampilkan permasalahan-permasalahan yang menuntut keterampilan dan pengetahuan yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Pemilihan tema yang dekat dengan diri dan lingkungan siswa sangat membantu siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas dan dapat membangkitkan motivasi siswa dalam belajar. Materi-materi dari berbagai mata pelajaran yang dipadukan melalui tema, serta pengalaman belajar yang dapat memperlihatkan keterkaitan-keterkaitan antara materi dalam pembelajaran tematik sangat sesuai dengan tahapan berpikir anak. Pembelajaran tematik sangat relevan bila diberikan pada anak usia sekolah dasar terutama kelas rendah (I, II dan III). Hal ini dapat dibuktikan dari hasil temuan di atas, bahwa pembelajaran tematik dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis pada semua tingkat kemampuan siswa baik tinggi, sedang ataupun rendah. Hal ini juga senada dengan yang diungkapkan oleh Joni bahwa pembelajaran tematik sangat diperlukan terutama untuk sekolah dasar, karena Sanjaya, W, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006, h. 52. 22
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
80
STAIN Palangka Raya
pada jenjang ini siswa menghayati pengalamannya masih secara totalitas serta masih sulit menghadapi pemilahan yang artificial.23 Berbeda halnya dengan pembelajaran biasa. Dalam pembelajaran biasa, pembelajaran masih berpusat kepada guru. Siswa jarang jarang diberi kesempatan untuk mengeksplor kemampuannya dalam menyelesaikan masalah. Siswa tidak diberi kesempatan untuk melihat keterkaitan-keterkaitan antara pengetahuan awal yang telah dimilikinya dengan pengetahuan baru yang akan dipelajarinya. Oleh karena itu, siswa belajaranya kurang bermakna, sehingga mereka mudah lupa terhadap materi yang telah disampaikan oleh guru. Pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru, seperti : guru menjelaskan konsep dan contoh soal kepada siswa dilanjutkan dengan latihan, masih tetap efektif jika matematika masih dipandang sebagai kumpulan rumus, aturan dan prosedur yang harus diingat dan dikuasai siswa. Padahal matematika merupakan alat bantu dalam menyelesaikan berbagai permasalahan sehingga kemampuan koneksi matematis harus dikembangkan. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Carilah, yang mengemukakan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa dapat meningkat melalui perbaikan pembelajaran yaitu melalui pembelajaran melalui pendekatan pecahan masalah.24 E. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa: (1) Terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan koneksi matematis pada siswa yang memperoleh pembelajaran tematik dan pembelajaran biasa. Dengan demikian, kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika melalui pendekatan tematik secara statistik lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar matematika dengan cara biasa; (2) Bila dilihat dari tingkat kemampuan siswa tinggi, sedang dan rendah, terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan antara kemampuan koneksi matematis pada pembelajaran tematik dan pembelajaran biasa. Dengan demikian, peningkatan kemampuan koneksi matematis antar kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran tematik lebih baik daripada peningkatan kemampuan koneksi matematis antar kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.
23
Sa’ud, U.S., Pembelajaran terpadu, Bahan Belajar Mandiri pada Program Peningkatan Kualifikasi Guru SD/MI di Bandung, 2006, h. 3. 24 Carilah, Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan Masalah sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Matematika Siswa SMA di Bandung, Tesis Magister pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan, 2005, h. 121.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
81
STAIN Palangka Raya
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S., Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 1997. Berlin, D.F and Hillen, J., ”Making Connections in Math and Science: Identifying Student Outcomes”. School Science and Mathematics, 1994. Carilah, Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan Masalah Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Matematika Siswa SMA di Bandung. Tesis Magister pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan, 2005. Departemen Pendidikan Nasional, Model Pembelajaran Tematik Kelas Awal Sekolah Dasar. Jakarta: Puskur Balitbang Depdiknas, 2006. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdikbud, 2004. Handal, B and Bobis, J., ”Teaching Mathematics Thematically: Teachers Perspectives”. Mathematics Education Research Journal. Vol. 16, 2004. Henderson R. W. and Landesman E. M., “Effects Of Thematically Integrated Mathematics Instruction On Students Of Mexican Descent”. The Journal Of Educational Research. Vol. 88, 1995. Herman, T., Pembelajaran Berbasis Masalah untuk meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Disertasi Doktor pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan, 2006. Jalal, F.,”Strategi Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini”. Buletin PADU, Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia. Edisi khusus, 2005. Kusumah, Y.S., Konsep, Pengembangan, dan Implementasi Computer-Based Learning dalam Peningkatan Kemampuan High-Order Mathematical Thinking. Disampaikan dalam pidato pengukuhan sebagai guru besar pada FMIPA UPI Bandung, 2008. Kutz, R.E., Annotated Instructor’s Edition, Teaching Elementary Mathematics. Boston: Allyn and Bacon, 1991. Mikovch, A.K and Monroe, E.E., “Making Mathematical Connection Across The Curriculum: Activities to Help Teachers Begin”. School Science and Mathematics, 1994. National Council of Teacher of Mathematics (NCTM), Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: Authur, 1989. Resmini, N., Implementasi Pembelajaran Terpadu di Sekolah Dasar Kelas Rendah Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah dalam Pelatihan Manajemen Kelas dan Pembelajaran Terpadu bagi Guru PD, TK, dan Guru SD Kelas Rendah di Lingkungan Yayasan Pendidikan Salman Alfarisi 23-27 Juni 2003. Ruseffendi, E.T., Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito, 1991. _________, Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press, 1998. Sanjaya, W., Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006. Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009
82
STAIN Palangka Raya
Sa’ud, U.S., Pembelajaran terpadu. Bahan Belajar Mandiri Pada Program Peningkatan Kualifikasi Guru SD/MI di Bandung, 2006. Sawada, D., “Mathematics as Connection Making in Japanese Elementary School”. School Science and Mathematics, 1996. Sherry, R and Ronald, ”Problem Solving: Teachers’ Perceptions, Content Area Models, and Interdisiplinary Connections”. School Science and Mathematics, 1996. Soedjadi, R., Memantapkan Matematika Sekolah Sebagai Wahana Pendidikan dan Pembudayaan Penalaran. Media Pendidikan Matematika Nasional: IKIP Surabaya, 1994. Sugiarto, J. dkk., Terampil Berhitung Mtematika untuk SD Kelas III. Jakarta: Erlangga, 2007. Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI Bandung, 2003. Sukayati, Pembelajaran Tematik di SD Merupakan Terapan dari Pembelajaran Terpadu. Makalah pada Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SD Jenjang Lanjut, Yogyakarta, 2004. Susanti, D., Pembelajaran Tematik sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 3 SD Negeri 034 Samarinda Ulu, 2008. Online. http://one.indoskripsi.com/skripsi/judul-skripsijurusan/pendidikanmatematika. [15 Januari 2009]. Tim Pengembang PGSD, Pembelajaran Terpadu D-II dan S-II Pendidikan Dasar. Jakarrta: Dirjen Dikti, Bagian Proyek Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 1997. TIMSS, Mathematics Achievement of Fourth-and eighth-Graders in 2007. Online, http://nces.ed.gov/timss/result07.mat07.asp. [16 Juni 2009]. Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007. Uyanto, S.S., Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2006. Yaniawati, P., Pembelajaran Dengan Pendekatan Open-Ended dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa. Tesis Magister pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan, 2001.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 3, Nomor 2, Desember 2009