PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM UPAYA MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA Aisyah, Edi Tandililing, Dwi Astuti , Program Magister Pendidikan Matematika FKIP Untan, Pontianak Email :
[email protected] Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan penerapan pendekatan kontekstual dalam upaya mengembangkan kemampuan koneksi matematis ditinjau dari Pengetahuan Awal Matematis (PAM) siswa kelas XI SMP Negeri 3 Sungai Raya Kab. Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat. Metode Penelitian yang digunakan adalah eksperimental semu (Quasi eksperimental) dengan rancangan desain faktorial 2 x 3. Sampel penelitian adalah sebanyak dua kelas masing – masing 40 orang untuk kelas eksperimen dan 39 orang dari kelas kontrol. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan : Kemampuan koneksi matematis siswa dengan pendekatan kontekstual lebih baik dari pada pendekatan konvensional; Dilihat dari PAM : kemampuan koneksi matematis siswa dengan PAM tinggi melalui pendekatan kontekstual sama baiknya dengan pendekatan konvensional; pada siswa yang memiliki PAM sedang , pendekatan kontektual, sama baiknya dengan pendekatan konvensional; pada siswa yang memiliki PAM rendah dengan pendekatan kontekstual lebih baik dari pada pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Kata Kunci : Pendekatan kontekstual, Kemampuan koneksi matematis. ABSTRACT :This study is aimed at describing the process of improving students' mathematical connection through contextual approach in term of Basic Knowledge of Mathematical (BKM) of the ninth students at SMP Negeri 3 Sungai Raya, Pontianak regency, West Borneo province. The method used is Quasi Experimental (Eksperiment Semu) which draft 2 x 3 factorial design. The research subject are two classes as the experiment group consist of 40 students for each class and one class as the control group consist of 39 students..The result of this research are; Students' ability at mathematical connection by using contextual approach better than conventional approach; Students' ability who learned mathematical connection by using contextual approach who has great BKM, it does not better than the conventional learning process ; Students' ability who learned mathematical connection by using contextual approach who has average BKM, it does not better than the conventional approach; Students' ability who has low BKM learned between mathematical connection by using contextual approach it better than conventional approach. Key Word: Mathematical connection ability, Contextual approach, Basicknowledge of Mathematical.
1
2
K
emampuan koneksi matematis merupakan bagian integral dari pemecahan masalah matematika. Sedangkan pemecahan masalah merupakan esensi dari proses belajar mengajar matematika. Oleh karena itu, pembelajaran matematika yang mampu meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa menjadi sangat penting untuk dilakukan. Rendahnya kemampuan koneksi matematis siswa akan mempengaruhi kualitas belajar siswa, yang berdampak pula pada rendahnya prestasi belajar siswa di sekolah. Sebagai gambaran berdasarkan laporan Trends in International Mathematics Science Study (TIMSS) prestasi matematika Indonesia masih berada pada peringkat yang belum memenuhi harapan (Hafis , 2012 :1). Dari laporan tersebut disebutkan bahwa pada tahun 1999 Indonesia berada pada peringkat 34 dari 38 negara peserta, tahun 2003 peringkat 35 dari 46 negara peserta dan pada tahun 2007 pada peringkat 36 dari 49 negara peserta. Bahkan laporan terbaru TIMSS pada tahun 2011 (Kompas, 2012 :1) menyebutkan bahwa nilai rata-rata matematika siswa Indonesia menempati urutan ke-38 dari 42 negara. Yang menyebabkkan jengah, ternyata negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura, berada di atas Indonesia. Singapura bahkan berada diurutan kedua. Sedangkan diurutan pertama diduduki Korea dan ketiga adalah Taiwan. Sejalan dengan itu, hasil survey PISA (OECD, 2009) Indonesia menempati peringkat ke57 dengan skor rata-rata kemampuan matematika siswa Indonesia sebesar 371. Skor tersebut masih di bawah rata-rata skor internasional yaitu 496. Selain itu, ada beberapa hasil penelitian yang mengungkapkan masih rendahnya kemampuan koneksi matematis siswa baik di tingkat pendidikan menengah antara lain penelitian Fatimah(2007), Gordah (2009), Kurniawan (2011), Amelia (2012). Mereka mengungkapkan bahwa secara klasikal kemampuan koneksi matematis belum mencapai taraf minimal yang dianggap memuaskan atau kriteria ketuntasan minimal yang telah ditentukan. Belum optimalnya kemampuan koneksi matemtis siswa juga dialami siswa di SMP Negeri 3 Sungai Raya. Siswa mengalami kesulitan dalam menghubungkan materi yang sudah diperoleh dengan materi baru yang akan dipelajari. Siswa cendrung sekedar menghapal rumus yang diberikan dan tidak mengerti bagaimana rumus itu diperoleh. Tidak mampu melihat hubungan antara kenyataan sehari-hari yang ada dengan konsep-konsep dalam matematika dan mata pelajaran yang lain, khususnya pada materi bangun ruang sisi lengkung dalam menentukan volume kerucut. Dari pengamatan lapangan yang dilakukan peneliti, guru sudah berupaya dengan menggunakan alat peraga dalam kelas, tetapi aktivitas pembelajaran di kelas lebih dominan dilakukan oleh guru. Guru menjelaskan materi atau konsep, memberikan contoh soal dengan mencoba menggunakan alat peraga, dan penyelesaiannya, kemudian memberikan soal-soal latihan yang sifatnya rutin.Tetapi siswa tidak melakukan aktifitas secara langsung.Selama proses pembelajaran berlangsung siswa cenderung hanya mendengarkan penjelasan guru, meskipun guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya hanya 1 atau 2 orang saja yang mengajukan pertanyaan. Aktivitas pembelajaran seperti ini mengakibatkan siswa terpaku untuk mengikuti aturan atau prosedur sehingga pembelajaran bermakna tidak terjadi. Menurut Herman (Setiawan, 2011:5),
3
kegiatan pembelajaran seperti ini tidak mengakomodasi pengembangan kemampuan siswa dalam membiasakan diri untuk melakukan koneksi. Masih rendahnya kemampuan koneksi matematis siswa dalam matematika merupakan indikasi bahwa tujuan yang ditentukan dalam kurikulum mtematika belum tercapai secara optimal. Agar tujuan tersebut dapat tercapai sesuai dengan yang diinginkan, satu diantara caranya adalah dengan melaksanakan proses pembelajaran yang berkualitas dan efektif (Nurhadi,dkk, 2003: 1).Kualitas proses pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai faktor. Satu diantara faktor yang mempengaruhinya adalah ketepatan pendekatan yang digunakan. Pendekatan yang digunakan oleh para guru pada umumnya di lapangan, merupakan pendekatan yang berpusat pada guru. Merujuk pada penjelasan sebelumnya, pembelajaran matematika yang mengarah kepada upaya untuk mengembangkan kemampuan koneksi matematis sudah semestinya diupayakan dan diimplementasikan. Untuk mewujudkan tujuan pembelajaran pada KTSP dan menghasilkan lulusan sekolah menengah pertama yang memiliki keunggulan kompetitif sesuai dengan standar mutu nasional khususnya dalam mata pelajaran matematika, proses pembelajaran perlu mendapat perhatian dan penanganan yang serius. Mengingat perkembangan intelektual anak seumur siswa SMP yang secara umum masih berada pada tahap peralihan dari berpikir konkrit ke formal, maka dalam membangun pengetahuan tentang konsep, prinsip, dan aturan dalam matematika seharusnya berangkat dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak. Sehubungan dengan itu, pemanfaatan konteks nyata dipandang sangat relevan digunakan dalam membangun pengetahuan matematika siswa. Satu diantara pendekatan pembelajaran yang diharapkan mampu untuk mengembangkan kemampuan koneksi matematis siswa adalah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Pembelajaran ini diambil dari istilah Contextual Teaching and Learning (CTL). Pendekatan dengan pembelajaran kontekstual menurut Sugiyanto (2010 :4 ) adalah konsep pembelajaran yang mendorong guru untuk menghubungkan suatu materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri. Landasan filosofis CTL adalah kontruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghapal, tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya. Pendekatan ini selaras dengan konsep KTSP yang dilandasi oleh pemikiran bahwa kompetensi akan terbangun secara mantap dan maksimal apabila pembelajaran dilakukan secara kontekstual, yaitu pembelajaran yang didukung situasi dalam kehidupan nyata. (Muslich, 2011:41). Johnson ( 2010 : 67) mengungkapkan bahwa CTL berangkat dari suatu keyakinan bahwa seseorang tertarik untuk belajar apabila ia melihat makna dari apa yang dipelajarinya. Selanjutnya diungkapkan bahwa orang akan melihat makna dari apa yang dipelajarinya apabila ia dapat menghubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan dan pengalamannya terdahulu. Sedangkan Sistem CTL
4
didasarkan pada anggapan bahwa makna memancar dari hubungan antara isi dan konteksnya. Apabila siswa dapat semakin banyak menghubungkan pelajaran di sekolah dengan konteks ini, maka lebih banyak makna yang akan mereka peroleh dari pelajaran-pelajaran tersebut. Menemukan makna dalam pengetahuan dan ketrampilan membawa pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan tersebut. Ketika siswa menemukan makna dari pelajaran di sekolah, mereka akan memahami dan mengingat apa yang telah mereka pelajari. Pembelajaran kontekstual memungkinkan siswa mampu menghubungkan pelajaran di sekolah dengan konteks nyata dalam kehidupan sehari-hari sehingga mengetahui makna apa yang dipelajari. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh prinsipprinsip dasar komponen CTL. Seperti yang diungkapkan oleh Muslich (2011:4348) diantaranya adalah: (1) konstruktivisme (Constructivism), siswa mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan mengkonstruksi ide dan strateginya sendiri dalam belajar; (2) bertanya (Questioning), penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan melalui bertanya, konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui lebih efektif melalui tanya jawab, dan pemantapan pemahaman lebih efektif dilakukan lewat diskusi (baik kelompok maupun kelas); (3) menemukan (Inquiry), pengetahuan dan ketrampilan akan lebih lama diingat jika siswa menemukan sendiri; (4) masyarakat belajar (Learning community), pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerja sama atau sharing dengan pihak lain dan sharing akan terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan menerima informasi, ada komunikasi multiarah; (5) pemodelan (Modeling), pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan baik apabila ada model yang bisa ditiru, model ini bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten; (6) perenungan (refleksi ), perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh bisa berupa membuat catatan singkat, diskusi dengan teman sejawat, atau unjuk kerja; (7) penilaian sebenarnya (Authentic Assessment), penilaian autentik untuk mengetahui perkembangan pengalaman belajar siswa yang dilakukan secara komprehensif dan seimbang antara penilaian proses dan hasil. Selain faktor pembelajaran, terdapat faktor lain yang diduga dapat berkontribusi terhadap perkembangan kemampuan koneksi matematis siswa, yaitu Pengetahuan Awal Matematis Siswa (Tandililing, 2011:14 ). Pengetahuan awal matematis dikelompokkan dari tinggi, sedang dan rendah. Anak yang memiliki pengetahuan awal yang tinggi diperkirakan mempunyai kemampuan koneksi yang lebih tinggi dibanding dengan anak yang memiliki pengetahuan awal yang sedang dan rendah. Hal ini sejalan dengan pendapat (Tandililing, 2011:14 ) bahwa pengetahuan awal siswa untuk mempelajari ide-ide baru bergantung pada pengetahuan awal mereka sebelumnya dan struktur kognitif yang sudah ada. Dalam penelitian ini , informasi tentang pengetahuan awal matematis siswa digunakan untuk menentukan tingkat Pengetahuan Awal Matematis (PAM) dengan kategori tinggi, sedang dan rendah dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka studi yang berfokus pada suatu pembelajaran dengan pendekatan kontekstual terhadap kemampuan koneksi matematis siswa dalam matematika yang pada akhirnya akan memperbaiki hasil
5
belajar matematika, menjadi penting untuk dilakukan. Selanjutnya, pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual diharapkan dapat mengembangkan kemampuan koneksi matematis siswa. Kemampuan koneksi matematis ini akan ditinjau dari Pengetahuan Awal Matematis (PAM). METODE Metode Penelitian yang digunakan adalah eksperimental semu (Quasi eksperimental) dengan rancangan desain factorial (factorial desaign) 2 x 3. Rancangan dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 1 Rancangan Penelitian Pengetahuan Awal Matematis
Tinggi (PAM) (bj) (b1)
Sedang (b2)
Rendah (b3)
Pembelajaran (ai) Pembelajaran kontekstual(a1)
(ab)11
(ab)12
(ab)13
Pembelajaran konvensional (a2)
(ab)21
(ab)22
(ab)23
Keterangan : (ab)11 : kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai kontekstual dengan PAM tinggi. (ab)12 : kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai kontekstual dengan PAM sedang (ab)13 : kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai menggunakan pendekatan kontekstual dengan PAM rendah (ab)21 : kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai menggunakan pendekatan kontekstual dengan PAM tinggi (ab)22 : kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai konvensional dengan PAM sedang. (ab)23 : kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai konvensional dengan PAM rendah. Bambang Prasetyo (2012:166)
pembelajaran pembelajaran pembelajaran pembelajaran pembelajaran pembelajaran
Sampel penelitian adalah sebanyak dua kelas masing – masing 40 orang untuk kelas eksperimen dan 39 orang dari kelas kontrol yang diambil secara acak dari 8 kelas paralel dengan total jumlah siswa 298 orang. sampling dilakukan dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Metode Dokumentasi , metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data nilai ulangan harian siswa di kelas IX. Nilai ulangan harian siswa digunakan untuk menentukan uji normalitas, homogenitas populasi. Dan juga digunakan untuk
6
menentukan uji keseimbangan rata-rata antara kelompok siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan dengan kelompok siswa yang diberi pembelajaran konvensional. (2) Metode Tes , metode tes adalah cara pengumpulan data yang menghadapkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan atau suruhan-suruhan kepada subjek penelitian. Dalam penelitian ini metode tes digunakan ada dua, yaitu untuk mengukur PAM siswa dan kemampuan koneksi matematis siswa baik yang diberi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual , dan pembelajaran kontekstual . Tes PAM diberikan untuk menentukan pengetahuan awal siswa dan pengkategoriannya. Tes berbentuk objektif tes. Sedangkan tes kemampuan koneksi matematis diberikan setelah kelompok eksperimen dan kontrol diberi perlakuan. Tes yang digunakan berupa tes berbentuk essay. Hasil pengolahan data tes koneksi matematis digunakan untuk menguji kebenaran hipotesis. Sebelum tes digunakan untuk memperoleh data dari sampel sebagai objek penelitian, terlebih dahulu diadakan uji coba tes pada kelas di luar kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk intrumen tes PAM dan tes Kemampuan Koneksi matematis diperoleh data sbb : berdasarkan uji validitas isi hasil validasi bahwa intrumen yang digunakan valid, tingkat kesukaran sedang, Uji daya pembeda baik, tingkat reliabelitas tergolong tinggi. Dalam penelitian ini, untuk menganalisa data digunakan analisis variansi dua jalan ( 2 x 3 ) dengan sel tak sama. Model analisis variansi dua jalan pada penelitian ini adalah: Xijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + Ɛijk Keterangan : Xijk = data ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j µ = rerata dari seluruh data (grand mean) αi = efek baris ke-i pada variabel terikat βj = efek kolom ke-j pada variabel terikat (αβ)ij = µij – (µ + αi + βj ) = interaksi antar baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat Ɛijk = deviasi data Xijk terhadap µij yang berdistribusi normal dengan rataan 0 i = 1, 2 j = 1,2,3 k = 1,2,...,nij ; nij = banyak data tiap sel Prosedur dalam pengujian dengan menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama, yaitu: a. Hipotesis Terdapat tiga pasang hipotesis yang dapat diuji dengan analisis variansi dua jalan yaitu: 1) H0A : αi = 0 untuk setiap i = 1,2 (tidak ada perbedaan efek antara baris terhadap variabel terikat) H1A : Paling sedikit ada satu αi yang tidak nol ( ada perbedaan efek antara baris terhadap variabel terikat) 2) H0B : βj=0 untuk setiap j = 1,2,3 (tidak ada perbedaan efek antara kolom terhadap variabel terikat)
7
H1B 3) H0AB H1AB
: Paling sedikit ada satu βj yang tidak nol ( ada perbedaan efek antara kolom terhadap variabel terikat) : (αβ)ij = 0 untuk setiap i = 1,2 dan j = 1, 2,3 ( tidak ada pengaruh antara baris dan kolom terhadap variabel terikat) : Paling sedikit ada satu (αβ)ij yang tidak nol ( ada pengaruh antara baris dan kolom terhadap variabel terikat) Tabel 2 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan
Sumber Model (A) Model(B) Interaksi (AB) Galat Total b.
JK JKA JKB JKAB JKG JKT
Dk dkA dkB dkAB dkG -
RK RKA RKB RKAB RKG -
Fhitung Fa Fb Fab -
Ftabel Ftabel Ftabel Ftabel -
Keputusan Uji H0A ditolak jika Fa DKa H0B ditolak jika Fb DKb H0AB ditolak jika Fab DKab (Budiyono.2009:228-231)
1.
Uji Komparasi Ganda Uji komparasi ganda merupakan uji tindak lanjut dari analisis variansi apabila hasil analisis variansi menunjukkan bahwa hipotesis nol ditolak. Dalam penelitian ini, uji lanjutan setelah analisis variansi digunakan metode Scheffe’. Alasan digunakan metode Scheffe’ karena metode ini mampu menghasilkan beda rerata dengan tingkat signifikan yang kecil. Langkah-langkah uji komparasi ganda dengan menggunakan metode Scheffe’ adalah sebagai berikut. a. Mengidentifikasikan semua pasangan komparasi rerataa. b. Merumuskan hipotesis yang bersesuaian dengan komparasi tersebut. c. Menentukan taraf signifikansi (α = 0,05) d. Mencari harga statistik uji F dengan rumus sebagai berikut. 1) Komparasi rataan antar kolom Uji Scheffe’ untuk komparasi rataan antar kolom adalah:
F.i . j
X
.i
X .j
2
1 1 RKG n .i n. j
Keterangan : F.i-.j = nilai Fobs pada pembandingan kolom ke-i dan kolom ke-j = rataan pada kolom ke-i X .i X .j =rataan pada kolom ke-j
8
RKG
=rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi = ukuran sampel kolom ke-i = ukuran sampel kolom ke-j
n.i n.j
Daerah kritik : DK =
F F q 1F
; q 1; N pq
2) Komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama Uji Scheffe’ untuk komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama adalah:
Fij kj
X
ij
X kj
2
1 1 RKG n ij n kj
Keterangan: Fij-kj = nilai Fobs pada pembandingan rataan pada sel-ij dan rataan pada sel-kj X ij = rataan pada sel-ij X kj
RKG nij nkj
= rataan pada sel-kj = rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi = ukuran sel-ij = ukuran sel-kj
Daerah kritik : DK =
F F pq 1F
; pq1; N pq
3) Komparasi rataan antar sel pada baris yang sama Uji Scheffe’ untuk komparasi rataan antar sel pada baris yang sama adalah:
Fij ik
X
ij
X ik
2
1 1 RKG n ij nik
Keterangan : Fij-ik = nilai Fobs pada pembandingan rataan pada sel-ij dan rataan pada sel-ik
X ij
= rataan pada sel-ij
X ik
= rataan pada sel-ik = rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi = ukuran sel-ij = ukuran sel-ik
RKG nij nik
Daerah kritik : DK =
F F pq 1F
; pq1; N pq
9
4) Menentukan keputusan uji untuk masing-masing komparasi ganda, yaitu H0 ditolak jika F DK. 5) Menentukan kesimpulan dari keputusan uji yang ada. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014 dalam 3 tahapan yaitu : 1) tahap perencanaan, 2) Pelaksaan, 3)Analisis Data , 4) Tahap Pelaporan. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan ini meliputi pengajuan judul penelitian, penyusunan proposal penelitian, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa (LKS), instrumen penelitian (tes prestasi belajar matematika dan angket aktivitas belajar) termasuk konsultasi kepada dosen pembimbing, dan diakhiri dengan pelaksanaan seminar proposal penelitian, kemudian melakukan perbaikan proposal. Tahap ini dilaksanakan pada bulan April sampai September 2013. Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan meliputi sampling, pengajuan izin penelitian, uji coba instrumen , eksperimen, dan pengumpulan data. Tahap ini dilaksanakan pada bulan September sampai Nopember 2011. Tahap Analisis Data Analisis data penelitian dilaksanakan bulan Desember 2013 s/d Maret 2014. Tahap Pelaporan Penyusunan laporan penelitian dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan analisis data, yakni pada bulan Desember sampai dengan Mei 2014 . HASIL DAN PEMBAHASANNYA Hasil Sesuai dengan penelitian yang telah dilaksanakan, berikut akan disajikan deskripsi data kemampuan koneksi matematis siswa pada masing-masing kategori pembelajaran. Tabel 3 Deskripsi Data Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Pada Masing-Masing Kategori Pembelajaran Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Konvensional
N 40 39
Nilai Min 45 42
Nilai Maks 90 90
Rerata Marginal 78,1 74
S 14,196 16,482
Untuk data PAM, berdasarkan nilai PAM yang diperoleh, selanjutnya PAM belajar siswa digolongkan ke dalam tiga kategori. Penggolongan kategori PAM siswa diperoleh dengan melihat skor tes PAM, dengan rentangan nilai (xi) dengan ketentuan 75 < xi ≤ 100 kategori Tinggi, rentangan 55 < xi ≤ 75 kategori sedang, dan 0 ≤ xi < 55 kategori rendah.
10
Selanjutnya adalah hasil dari kemampuan koneksi matematis siswa pada masing-masing kategori PAM berdasarkan pembelajaran sebagai berikut : Tabel 4 Deskripsi Data Kemampuan Koneksi Matematis Siswa pada Masing-Masing Kategori PAM untuk Setiap Pembelajaran
PAM Pendekatan Pembelajaran Kontekstual N Nilai Min Nilai Maks X S Konvensional N Nilai Min Nilai Maks X S
Tinggi
Sedang
Rendah
12 60 90 87,083 3,059 12 84 90 76,75 11,474
18 63 90 71,5 15,306 16 81 84 76,68 11,223
10 45 76 66,9 16,189 11 45 66 49,909 9,792
Pengujian Hipotesis Penelitian Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pendekatan pembelajaran dan PAM terhadap kemampuan koneksi matematis siswa. Oleh karena hasil uji prasyarat menyimpulkan bahwa semua sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan populasi-populasi yang dibandingkan mempunyai variansi yang sama (homogen), maka pengujian hipotesis ini dapat dilakukan dengan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Dengan taraf signifikansi 0,05, rangkuman hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama disajikan dalam tabel berikut. Tabel 5 Rangkuman Analisis Variiansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama JK Dk RK Fobs Fα Keputusan Uji 1107,85 1 1107,8 7,52 4,001 H0A di tolak 5 7506,46 2 3753,2 25,5 3,15 H0B ditolak 3 1735,85 2 867,93 5,89 3,15 H0AB ditolak 3 10740.9 73 147,13 1 21091,0 78 8 Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama, dengan taraf signifikansi 0,05 diperoleh bahwa: H0A ditolak artinya paling sedikit ada satu αi yang tidak nol (terdapat pengaruh penggunaan pendekatan pembelajaran terhadap kemampuan koneksi matematisnya); H0B ditolak paling sedikit ada satu Pendekatan (A)(B) PAM Interaksi (AB) Galat Total
11
βj yang dinyatakan tidak nol (terdapat pengaruh PAM siswa terhadap kemampuan koneksi matematisnya) ; H0AB ditolak artinya paling sedikit ada satu (αβ)ij yang dinyatakan tidak nol (terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan PAM siswa). Berdasarkan keputusan uji pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama, pada taraf signifikansi 0,05 diperoleh bahwa ; H0A ditolak , Berdasarkan Tabel 4 rerata marginal kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan kontekstual , yakni 75,025 lebih besar dibandingkan rerata marginal kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan konvensional, yakni 68,092. Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik dibandingkan kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Hasil Uji Komparasi Ganda : Tabel 6 Rangkuman Hasil Uji Komparasi Rerata Antar Sel Pada Masing-Masing Kategori Pembelajaran dan PAM Siswa No.
H0
Fhit
5•F0,05;5;73
Keputusan Uji
1
µ11=µ21
4,35
5(2,2899)=11,4495
H0 diterima
2
µ12=µ22
1,55
5(2,2899)=11,4495
H0 diterima
3
µ13=µ23
11,75
5(2,2899)=11,4495
H0 ditolak
Pada tabel 6 diperoleh H0 yang pertama , yakni µ11=µ21 diterima. Hal ini berarti bahwa Siswa yang diberi pembelajaran pendekatan kontekstual memberikan kemampuan koneksi matematis sama dengan yang diberi pembelajaran konvensional pada kategori PAM tinggi; H0 yang kedua, yakni µ12=µ22 diterima. Hal ini berarti bahwa Siswa yang diberi pembelajaran pendekatan kontekstual memberikan kemampuan koneksi matematis sama dengan yang diberi pembelajaran konvensional pada kategori PAM sedang; H0 yang ketiga, yakni µ13=µ23 ditolak. Hal ini berarti bahwa Siswa yang diberi pembelajaran pendekatan kontekstual memberikan kemampuan koneksi matematis yang lebih baik dibandingkan dengan yang diberi pembelajaran konvensional pada kategori PAM rendah. Pembahasan Hasil Analisis Data Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis, berikut adalah penjelasan dari hipotesis penelitian: Hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh antar masing-masing kategori pembelajaran terhadap kemampuan koneksi matematis siswa. Oleh karena hanya melibatkan dua kategori,
12
penentuan kategori pembelajaran yang lebih baik cukup dengan membandingkan besarnya rerata marginal masing-masing kategori pembelajaran. Berdasarkan rerata marginal masing-masing kategori pembelajaran, diperoleh simpulan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik dibandingkan kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Hal ini dimungkinkan karena adanya perubahan proses pembelajaran yang semulanya berpusat pada guru kepada pembelajaran yang menekankan pada belajar mandiri dan strategi kognitif yang ditanamkan kepada siswa. Selanjutnya pada pembelajaran cara biasa kurang menempatkan siswa pada posisi yang aktif dan siswa terlihat cepat bosan karena lebih banyak mendengar. Sedangkan pada saat menerapkan pembelajaran matematika kontekstual, siswa mampu menyelesaikan masalah kontekstual, berdiskusi dan membandingkan jawabannya, kemudian menyimpulkan hasil diskusi. Kegiatan mandiri inilah yang dirasakan oleh peneliti sehingga siswa dapat belajar lebih serius dan menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerjasama, keaktifan dalam bertanya dan keterlibatan dalam proses belajar. Dengan demikian, kemampuan koneksi matematis volume kerucut pada siswa yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik dibandingkan pada siswa yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara PAM dan pembelajaran terhadap kemampuan koneksi matematis. Dengan kata lain, perbedaan kemampuan koneksi matematis siswa pada masing-masing kategori PAM tidak konsisten terhadap masing-masing kategori pembelajaran atau perbedaan kemampuan koneksi matematis siswa pada masingmasing kategori pembelajaran tidak konsisten terhadap masing-masing kategori PAM. Berdasarkan hasil komparasi rerata antar sel pada masing-masing kategori PAM dan pembelajaran, diperoleh simpulan bahwa: Pada siswa yang memiliki PAM tinggi, kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan kontekstual tidak lebih baik daripada kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Penerapan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual ini menekankan tanggung jawab yang lebih besar sehingga menuntut keterlibatan atau peran yang lebih aktif dari setiap siswa dalam melakukan diskusi kelompok terutama dalam pembuatan dan penyelesaian soal. Tetapi karena kedua pembelajaran untuk tingkat PAM tinggi mampu mengakomodasi setiap perbedaan karakteristik siswa. Dengan demikiaan, pada siswa yang memiliki PAM tinggi, kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan kontekstual tidak tidak lebih baik dari pada kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Pada siswa yang memiliki PAM sedang, kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan kontekstual tidak lebih baik
13
dari pada kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Penerapan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual ini menekankan tanggung jawab yang lebih besar sehingga menuntut keterlibatan atau peran yang lebih aktif dari setiap siswa dalam melakukan diskusi kelompok terutama dalam pembuatan dan penyelesaian soal. Tetapi karena kedua pembelajaran untuk tingkat PAM tinggi mampu mengakomodasi setiap perbedaan karakteristik siswa. Dengan demikiaan, pada siswa yang memiliki PAM tinggi, tampilam koneksi matematis siswa yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan kontekstual tidak lebih baik dari pada kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Pada siswa yang memiliki PAM rendah, tampilan kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik dari pada kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan konvensional.Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Penerapan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual ini menekankan tanggung jawab yang lebih besar sehingga menuntut keterlibatan atau peran yang lebih aktif dari setiap siswa dalam melakukan diskusi kelompok terutama dalam pembuatan dan penyelesaian soal dan lebih mampu mengakomodasi setiap perbedaaan karakteristik siswa. Dengan demikian, pada siswa yang memiliki PAM sedang, kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik dari pada kemampuan koneksi matematis siswa yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Keterbatasan Penelitian Berdasarkan pada hasil penelitian, teridentifikasi suatu keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian ini. Keterbatasan penelitian ini diduga berdampak pada tidak terbuktinya beberapa hipotesis penelitian yang telah disusun. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1)Guru dan siswa belum terbiasa menggunakan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual sehingga konsep dari materi yang dipelajari kurang tersampaikan dengan baik kepada siswa. (2)Rentang waktu penelitian relatif singkat atau terbatas, sedangkan untuk memperoleh hasil penelitian yang maksimal dibutukan waktu yang relatif lama. Hal tersebut mengakibatkan yang terukur dimungkinkan kurang sesuai dengan hasil penelitian yang jika dilakukan dalam waktu yang lebih lama. (3) Pada saat pemberia tes kemampuan koneksi matematis, siswa terlalu terburu-buru mengerjakan soal, sehingga tampilan kemampuan koneksi matematis yang diperoleh juga kurang maksimal. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disimpulkan bahwa : (1) Kemampuan koneksi matematis siswa yang diberikan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik dari pada pembelajaran dengan pendekatan konvensional; (2) kemampuan koneksi matematis siswa pada siswa yang memiliki
14
PAM tinggi yang diberikan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual sama baiknya dengan pembelajaran konvensional,; (3) Kemampuan koneksi matematis siswa pada siswa yang memiliki PAM sedang yang diberikan pembelajaran dengan pendekatan kontektual, sama baiknya dengan pembelajaran melalui pendekatan konvensional, (4) Kemampuan koneksi matematis pada siswa yang memiliki PAM rendah.antara yang diberikan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, lebih baik dari pada pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Saran Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian, dikemukakan beberapa saran sebagai berikut. (1) Bagi Guru Matematika; Hendaknya termotivasi untuk menerapkan pendekatan pembelajaran inovatif agar proses pembelajaran mampu mengoptimalkan pemahaman siswa terhadap suatu konsep matematika. Salah satu pendekatan pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan untuk mengoptimalkan pemahaman siswa terhadap suatu konsep matematika adalah pendekatan pembelajaran kontekstual; (2).Bagi Siswa ; Hendaknya selalu memperhatikan dengan sungguh-sungguh penjelasan guru tentang tata cara penerapan suatu pendekatan pembelajaran yang akan diterapkan. Hal ini dimaksudkan agar siswa mampu mengikuti kegiatan pembelajaran dengan efektif sehingga memperoleh pemahaman yang optimal; (3) Bagi Peneliti Lain ; yang ingin melanjutkan penelitian ini sebaiknya memperhatikan kelemahan-kelemahan dalam penelitian ini. DAFTAR RUJUKAN Amelia,Sindi. (2012). Pengaruh Accelerated Learning Cycle Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama: Studi Kuasi-Eksperimen Pada Salah Satu Smp Negeri Di Pekanbaru. Tesis pada PPS UPI. Bandung. Budiyono. (2009). Statistika Untuk Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press Fatimah, N Siti . (2007).Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Problem Solving Untuk Meningkatkan Emampuan Koneksi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis Pada PPS UPI. Bandung Gordah, Eka Kasah. (2009). Meningkatkan Kemampuan Koneksi Dan Pemecahan Masalah Matematik Melalui Pendekatan Open Ended : Studi Eksperimen Di Suatu SMAN Di Bandung. Tesis pada PPS UPI. Bandung Kompas, (2012). Kurikulum 2013 vs Kemampuan berfikir anak. Diakses darihttp://edukasi.kompasiana.com/2012/12/19/kurikulum-2013-vskemampuan-berpikir-anak--517937.html. pada tanggal 5 April 2013
15
Kurniawan, Yunda. (2011). Peningkatan Kemampuan Koneksi Dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Di Smp Manba’Ul Ulum Kota Tangerang. Johnson,Elaine B. (2010). C T L (Kontextual Teaching & Learning). Edisi terjemahan. Bandung : Kaifa. Muaddap,
Hafis. (2012). Laporan TIMSS 2011. Diakses dari http://hafismuaddab.wordpress.com/2012/12/17/download-laporantimss-2011/~. Pada tanggal 5 April 2013
Muslich, Mansur. (2011). Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: PT Bumi Aksara. Nurhadi, & Senduk,Agus Gerrad. (2003). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang : Universitas Negeri Malang (UM Press) NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM. OECD. (2009). PISA 2009 Assesment Framework. (online). Tersedia: http://www.oecd.org/dataoecd/11/40/44455820.pdf Prasetyo, Bambang, Jannah, Miftahul, Lina. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Setiawan, Budi. (2011). Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Model Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC). Tesis pada PPS Universitas Pendidikan Indonesia.Bandung. Tidak Diterbitkan. Sugiyanto. (2010). Model-Model Pembelajaran Inovatif, Surakarta:Yuma Pustaka Tandililing,Edy .(2011). Peningkatan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah atas Melalui Strategi PQ4R dan Bacaan Refutation Text. Desertasi pada PPS UPI.Bandung