Merupakan salah satu elemen kualitas dalam perencanaan eko-arsitektur, walaupun terdapat beberapa masalah kualitas lainnya yang berhubungan.
Disampaikan oleh : Beta Paramita, MT. pada kuliah Arsitektur dan Lingkungan – Jurusan PendidikanTeknik Arsitektur UPI
Struktur bangunan adalah susunan kegiatan yang dibutuhkan untuk membangun, memelihara, dan membongkar suatu bangunan. Yang berarti bahan bangunan, sistem penggunaan (produksi dan pemasangan) dan teknik serta konstruksi bangunan harus memenuhi tuntutan ekologis. Sehingga nilai kualitas struktur digolongkan menjadi : fungsi antara bentuk, lingkungan dan bangunan integralistik dengan alam kesinambungan pada struktur hubungan antara masa pakai bahan bangunan dengan struktur bangunan
Susunan morfologis menurut teladan ilmu alam berbentuk mineral, logam, kristal, flora dan fauna
Susunan morfologis menurut teladan ilmu geometri berbentuk batang, bidang dan rangka
Hubungan antara masa pakai bahan bangunan dan struktur bangun mempengaruhi baik pilihan struktur maupun penggunaan bahan bangu an menurut prinsip-prinsip kualitas struktur yang dipilih. Pada dasarnya dikenal tiga prinsip: prinsip pembuangan di mana semua unsur dari sebagian bangunan menyesuaikan diri dalam daya tahannya atas unsur-unsur yang paling lemah/paling cepat rusak; prinsip 'Rolls Royce' di mana unsur-unsur yang paling kuat menentukan daya bahan bagian bangunan masing-masing; dan prinsip struktural di mana setiap unsur bangunan yang daya tahannya berbeda dengan bagian bangunan yang lain dapat diganti tanpa merusak bagian bangunan yang lebih kuat. Makin banyak bagian bangunan yang tahan lama, makin kecil
Bahan bangunan yang dapat dibudidayakan kembali (regeneratif), yaitu bahan nabati seperti:
kayu, rotan, rumbia, alang-alang, serabut kelapa, ijuk, kulit kayu. kapas, kapuk, dan lain-lain; bahan hewani seperti: kulit binatang, wol, dsb. Semuanya dapat dibudidayakan kembali (misalnya kayu membusuk atau membakar menjadi karbon yang pada tanah berfungsi sebagai pupuk pohon kayu generasi berikutnya) menurut keperluan dalam suatu peredaran alam yang tertutup. Bahan bangunan ini biasanya murni, dalam arti kata bebas dari alat/bahan pengotor dan dalam keadaan masih hidup dapat juga menampung sebagian alat/bahan pengotor. Persiapan dan penggunaan bahan bangunan it dilakukan pada tempat di mana bangunan akan didirikan dengan penggunaan energi yang minim dan dengan teknologi/kepandaian pertukangan yang sederhana.
Bahan bangunan alam yang dapat digunakan kembali ialah bahan bangunan yang tidak dapat dihasilkan lagi, tetapi dengan memperhatikan kebutuhan, bahan tersebut dengan persiapan khusus dapat digunakan lagi, seperti misalnya:
tanah, tanah liat, lempung, tras, kapur, batu kali, batu alam, dsb. Bahan bangunan buatan yang dapat didaur ulang (recycling) ialah bahan bangunan yang didapat sebagai: limbah, potongan, sampah, ampas, dan sebagainya dari perusahaan industri, dalam bentuk: bahan bungkusan (misalnya kaleng, botol, dsb.)
mobil bekas, ban mobil bekas, serbuk kayu, potongan bahan sintetis, kaca, seng (misalnya dad tempat bangunan yang lain), atau bermacam-macam kain.
Bahan bangunan alam yang mengalami perubahan transformasi sederhana ialah bahan bangunan yang disediakan secara industrial, seperti misalnya: batu buatan (batu merah) dan genting yang dibakar sebagai bahan bangunan tertua yang diciptakan manusia. Bahan mentahnya tanah liat yang terdapat di mana saja (lokal). Pembuatan batu merah dan genting sebagai hasil 'home industri' yang biasanya dilakukan oleh penduduk setempat. Bahan bangunan alam lain yang disediakan secara industrial ialah batu buatan yang tidak dibakar (batako dan conblok) yang sebenarnya sudah masuk golongan bahan bangunan komposit. Di samping bahan bangunan yang dibakar, dapat disini disusun juga bahan bangunan yang dilebur seperti: logam dan kaca. Sebagai bahan perekat di sini dapat digolongkan:
semen merah, kapur mentah, kapur padam, kapur kering, dan semen portland.
Bahan bangunan yang mengalami beberapa tingkat perubahan transformasi ialah bahan bangunan seperti: Plastik dan bahan sintetis yang lain dan yang tentunya tidak dapat dinamakan'ekologis'. Dengan keadaan iklim dan teknologi bangunan di Indonesia, misalnya, baik bahan plastik maupun bahan sintetik sebagai bahan bangunan sekitar 90% dapat diabaikan. Bahan bangunan plastik/sintetik berdasarkan bahan mentah fosil (bekas binatang dan tumbuhan zaman dahulu yang menjadi minyak bumi, arang, atau gas). Bahan bangunan plastik/sintetik membutuhkan banyak energi pada produksinya. Sebagai bahan lepa/perekat di sini dapat digolongkan bahan sintetis seperti: epoksi dsb.
Bahan bangunan komposit merupakan bahan bangunan yang tercampur menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dibagibagikan lagi sebagai bagian bangunan seperti: Beton, pelat serat semen, pelat serutan katyu semen, cat kimia dan perekat (addhesive)
eksploitasi dan pembuatan (produksi) bahan bangunan menggunakan energi sesedikit mungkin tidak mengalami perubahan bahan (transformasi) yang tidak dapat dikembalikan kepada alam eksploitasi dan pembuatan (produksi), penggunaan dan pemeliharaan bahan bangunan, mencemari lingkungan sesedikit mungkin (keadaan entropinya serendah mungkin) bahan bangunan berasal dari sumber alam lokal (setempat)