1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan kualitas hidup manusia. Umumnya setiap orang ingin mencapai usia panjang dan tetap sehat, berguna, dan bahagia. Menjadi tua dengan segenap keterbatasannya, merupakan suatu fase yang harus dijalani setiap manusia dalam kehidupannya. Lansia yang sehat dan bugar dapat tercapai apabila mempertahankan status gizi pada kondisi optimum dan konsumsi makanan (Nova Elvia, 2012). Menurut Wirakusumah (2002) lansia merupakan fase kehidupan yang dilalui oleh setiap individu. Kondisi kesehatan pada tahap ini sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas asupan gizi. Gizi yang baik akan berperan dalam upaya penurunan timbulnya penyakit dan angka kematian di usia lanjut. Dilain pihak kemunduran biologis, adaptasi mental yang menyertai proses penuaan sering kali menjadi hambatan bagi para usia lanjut. Masalah fisiologis seperti terjadi gangguan pencernaan, penurunan sensitifitas indera perasa dan penciuman, malabsorpsi nutrisi serta beberapa kemunduran fisik lainnya dapat rendahnya asupan zat gizi. Menurut Khasanah (2012), banyak hal yang menjadi penyebab munculnya
penyakit
degeneratif
(multifaktor),
penyebab
penyakit
2
degeneratif tidak bisa dilepaskan dari faktor penurunan fungsi tubuh atau penuaan. Penyakit degeneratif memiliki hubungan yang sangat kuat dengan bertambahnya umur seseorang, namun penyebab utama yang mempercepat munculnya penyakit degeneratif salah satunya adalah perubahan gaya hidup, yaitu perubahan pola makan. Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007, prevalensi penyakit pada lanjut usia 55-64 tahun salah satunya adalah stroke 20,2%, disamping penyakit lainnya seperti sendi 56,4%, hipertensi 53,7%, penyakit asma 7,3%, jantung 16,1%, diabetes 3,7% dan tumor 8,8%. Penyakit degeneratif telah menjadi penyebab kematian terbesar di dunia hingga saat ini. Menurut laporan World Health Organization (WHO), kematian akibat penyakit degeneratif diperkirakan akan terus meningkat diseluruh dunia. Peningkatan terbesar akan terjadi di negara-negara berkembang dan miskin. Dalam jumlah total, pada tahun 2030 diprediksi akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun atau naik 14 juta jiwa dari 38 juta jiwa pada tahun ini. Lebih dari dua pertiga (70%) dari populasi global akan meninggal akibat penyakit degeneratif (Buletin Kesehatan, 2011). Stroke merupakan penyebab kematian nomer 3 terbesar diseluruh dunia setelah penyakit jantung dan kanker. Data WHO memprediksi setiap tahun terdapat 15 juta orang diseluruh dunia mengalami stroke, dari jumlah tersebut diperkirakan 5 juta orang meninggal dan 5 juta mengalami
3
kecacatan permanen akibat gejala sisa stroke (Mackay, J & Mensah, G 2004). Di negara-negara ASEAN penyakit stroke juga merupakan masalah kesehatan utama penyebab kematian. Dari data South East Asian Medical Information Centre (SEAMIC) diketahui bahwa angka kematian terbesar terjadi di Indonesia yang kemudian diikuti secara berurutan oleh Filipina, Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand (A, Basjiruddin: Darwin Amir 2008). Masalah stroke di Indonesia menjadi semakin penting dan mendesak baik stroke hemoragik maupun stroke non hemoragik. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) prevalensi penderita stroke di Indonesia sekitar 8,3% per 1.000 penduduk dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 % per 1000 penduduk. Sebanyak 13 provinsi berada diatas prevalensi nasional, beberapa provinsi di pulau Jawa termasuk didalamnya yaitu DKI Jakarta 12,5%, Jawa Barat 9,3% dan DI Yogyakarta 8,4%. Salah satu penyebab kejadian stroke adalah sindroma metabolik yaitu sebuah gangguan metabolis yang berkaitan erat dengan retensi urin, hipertensi, dislipidemia serta proses arterosklerosis. Angka kejadian sindroma metabolik penyebab stroke semakin meningkat sejalan dengan terjadinya modernisasi, perubahan pola makan yang tinggi lemak, kurangnya aktifitas fisik serta pengerasan pembuluh darah akibat pengaruh
4
rokok. Insiden sindroma ini terus meningkat di negara-negara maju maupun berkembang seperti Indonesia (Karel, 2013). Menurut jurnal Kesehatan Masyarakat (Aulia Dewi, dkk. 2013), obesitas merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan antara tinggi badan dan berat badan akibat jumlah jaringan lemak tubuh yang berlebihan, umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan, sekitar organ tubuh dan kadang terjadi infiltrasi ke dalam organ tubuh. Obesitas terdiri dari 2 macam yaitu obesitas umum dan obesitas sentral/abdominal. Obesitas umum dapat diketahui melalui indikator IMT 25 kg/m2 (Susce, 2005; Tarpey, 2007; Appleton, 2006. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) didapatkan prevalensi 24,4% kejadian stroke dari 3.429 populasi yang diteliti. Obesitas merupakan komponen utama kejadian sindrom metabolik. Selain sebagai penyimpanan lemak, sel adiposa merupakan organ yang memproduksi molekul biologi aktif (adipokin) seperti sitikin proinlamasi, hormon antiinflamasi dan subtansi biologi lainnya (Karel, 2013). Sedangkan berdasarkan data Riskesdas 2007, prevalensi obesitas secara nasional adalah 10,3%. Ada 14 provinsi memiliki prevalensi obesitas di atas angka prevalensi nasional, beberapa provinsi di pulau Jawa termasuk didalamnya yaitu DKI Jakarta 15%, Jawa Babar 12,8%, Jawa Timur 11,3%.
5
WHO menyatakan bahwa obesitas merupakan salah satu dari 10 kondisi yang beresiko di seluruh dunia dan salah satu dari 5 kondisi yang beresiko di negara-negara berkembang, Di seluruh dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300 juta adalah obese. Masalah obesitas disebabkan oleh dua faktor yaitu peningkatan asupan makanan dan peningkatan pola hidup sedentariness (Karel, 2013). Gaya hidup modern yang penuh stress, pola makan tinggi lemak dan kurang berolahraga. Ketiganya sebenarnya tergolong dalam faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan, selain itu, ada pula faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan, yaitu antara lain usia, jenis kelamin, genetik dan ras. Sedangkan faktor resiko yang dapat dikendalikan/diubah antara lain hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, kebiasaan merokok dan obesitas. Seharusnya makanan bagi lansia harus lebih diperhatikan karena akan berpengaruh kepada status gizi dan kesehatannya. Pola makan yang dianjurkan makanan yang mudah dikunyah dan dicerna, kaya akan serat, rendah garam dan lemak karena mengingat menurunnya sistem pencernaan pada lansia, sedangkan kebiasaan lansia sering mengkonsumsi jenis makanan yang mengandung gula, tinggi garam lemak yang berlebih, sayuran yang mengandung gas, buah-buahan yang mengandung gas serta minuman kopi dan teh dapat menyebabkan penyakit degeneratif antara lain hipertensi, reumatik, diabetes mellitus, jantung, osteoporosis dan stroke (Nova Elfia, 2012).
6
Konsumsi makanan memberikan kontribusi terbesar terhadap kejadian stroke, utamanya makanan beresiko. Makanan beresiko adalah makanan yang dapat menimbulkan resiko penyakit degeneratif. Makanan yang menjadi pencetus stroke antara lain adalah makanan manis, asin, penyedap, makanan yang diawetkan, berlemak, jeroan dan berkafein (Lovastatin, 2006). Dalam RISKESDAS 2007 pola konsumsi makanan beresiko yang paling banyak dikonsumi oleh penduduk umur lebih dari 10 tahun adalah penyedap (77,8%), manis (68,1%), kafein (36,5%), berlemak (25,8%) dan asin (24,5%). Sehubungan dengan semakin banyaknya kejadian stroke yang terjadi di Indonesia, Penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang kemungkinan adanya hubungan antara obesitas, pola konsumsi makanan beresiko dan kejadian stroke, sehingga angka kejadian stroke dapat dikurangi dan dihindari.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2007 (RISKESDAS), Pulau Jawa memiliki prevalensi stroke yang cukup tinggi. Menurut karakteristik responden,
prevalensi
penyakit
stroke
tampak
meningkat
sesuai
peningkatan umur responden. Selain itu prevalensi obesitas dan prevalensi pola konsumsi makanan beresiko cukup tinggi. Untuk itu peneliti menjadikan obesitas dan pola konsumsi makanan beresiko sebagai variabel independen, sedangkan stroke sebagai variabel dependen.
7
C. Pembatasan Masalah Agar tidak menyimpang dari permasalahan dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, maka penulis membatasi permasalahan obesitas dan pola konsumsi makanan beresiko pada lansia (≥45 tahun) yang menderita stroke di Pulau Jawa.
D. Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas dapat diambil suatu perumusan masalah yaitu apakah obesitas dan pola konsumsi makanan beresiko berpengaruh terhadap kejadian stroke pada lansia (≥ 45tahun) di Pulau Jawa.
E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan obesitas dan pola konsumsi makanan beresiko terhadap kejadian stroke pada lansia (≥45 tahun) di Pulau Jawa. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik responden (umur, jenis kelamin) dan kejadian stroke lansia di Pulau Jawa b. Mengidentifikasi obesitas, pola konsumsi makanan beresiko dan kejadian stroke pada lansia di Pulaui Jawa
8
c. Menganalisis hubungan karakteristik responden (umur, jenis kelamin) dan kejadian stroke pada lansia di Pulau Jawa d. Menganalisis hubungan obesitas dan kejadian stroke pada lansia di Pulau Jawa e. Menganalisis hubungan pola konsumsi makanan/minuman manis dan kejadian stroke orang lansia di Pulau Jawa f. Menganalisis hubungan pola konsumsi makanan asin dan kejadian stroke pada lansia di Pulau Jawa g. Menganalisis hubungan pola konsumsi makanan berlemak dan kejadian stroke pada lansia di Pulau Jawa h. Menganalisis hubungan pola konsumsi minuman berkafein dan kejadian stroke pada lansia di Pulau Jawa i. Menganalisis hubungan pola konsumsi penyedap makanan dan kejadian stroke pada lansia di Pulau Jawa j. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stroke pada lansia di Pulau Jawa
9
F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat Memberikan wawasan dan tambahan informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stroke dan komplikasinya. 2. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi institusi pendidikan sebagai bahan masukan dalam mengembangkan program studi ilmu gizi dalam mencegah ataupun mengatasi stroke. 3. Bagi Peneliti Melalui penelitian ini peneliti dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang telah didapat selama pendidikan. Menambah pengetahuan dan penglaman dalam membuat penelitian ilmiah, selain itu menambah pengetahuan peneliti mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stroke.