MENGUKUR PENCAPAIAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN KELAPARAN DI INDONESIA MENGGUNAKAN INDEKS KOMPOSIT Faharuddin, M.Si. BPS Provinsi Sumatera Selatan Jl. Kapten Anwar Sastro 1694/1131 Palembang Email:
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Penanggulangan kemiskinan dan kelaparan merupakan isu global di mana melalui MGDs telah disepakati untuk menurunkan angka kemiskinan dan kelaparan hingga setengahnya pada tahun 2015. Makalah ini bertujuan untuk mengukur pencapaian tujuan MDGs yang pertama yaitu menurunkan angka kemiskinan dan kelaparan di Indonesia hingga setengahnya pada tahun 2015 menggunakan suatu indeks komposit yang disebut PHI (Poverty and Hunger Index). PHI merupakan kombinasi dari 5 indikator pada tujuan 1 MDGs, yang dikombinasikan menggunakan cara yang mirip dengan pembuatan indeks komposit IPM. Hasil penghitungan indeks PHI menempatkan provinsi-provinsi dalam 3 kategori yaitu tinggi (2 provinsi yaitu Bali dan DKI Jakarta), menengah (30 provinsi) dan rendah (1 provinsi yaitu Papua Barat). Progres pencapaian tujuan pertama MDGs per provinsi dilihat dengan indeks PHI-P (PHI-Progress) dalam 3 kelompok, progres cepat (11 provinsi), progres lambat (13 provinsi) dan progres mundur (9 provinsi). Kombinasi PHI dan PHI-P menghasilkan klasifikasi provinsi menurut skala prioritas pembangunan dalam kerangka mewujudkan tujuan pertama MDGs yaitu prioritas rendah (9 provinsi), prioritas sedang (13 provinsi) dan prioritas tinggi (11 provinsi). Kata Kunci: Kemiskinan, Kelaparan, MDGs, PHI, PHI-P
ABSTRACT Eradicating poverty and hunger is now become global issue through which the MDGs have been agreed internationally, it was determined that one of the millennium development goals is eradicating poverty and hunger by half in 2015. This paper aims to measure the achievement of the first MDG goal to reduce poverty and hunger in Indonesia by half in 2015 using a composite index called PHI (Poverty and Hunger Index). PHI is a combination of five indicators in MDG Goal 1, which combined using a similar way to construct composite index HDI. PHI index calculations put the provinces into 3 categories: high (2 provinces, Bali and Jakarta), medium (30 provinces) and low (1 province, Papua Barat). Achievement of the first MDG progress by province seen with PHI-P (PHI-Progress) index and classified into 3 groups, fast (11 provinces), slow (13 provinces) and reversing (9 provinces). The combination of PHI and PHI-P produces classification according to provincial development priorities within the framework of achievement of the first MDG goal with a low priority (9 provinces), medium priority (13 provinces) and a high priority (11 provinces). Keywords: Poverty, Hunger, MDGs, PHI, PHI-P
1
1.
Pendahuluan
Penanggulangan kemiskinan dan kelaparan merupakan salah satu isu global di mana melalui MGDs telah disepakati untuk menurunkan angka kemiskinan dan kelaparan di Indonesia hingga setengahnya pada tahun 2015. Secara internasional telah disusun 5 indikator untuk memantau pencapaian tujuan pertama ini (UNDG, 2003), sebagai berikut: a. Proporsi penduduk dengan pendapatan di bawah US$ 1 per hari atau proporsi b. c. d. e.
penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty headcount ratio) Indeks Kedalaman Kemiskinan (poverty gap ratio) Proporsi pendapatan atau konsumsi penduduk termiskin (share of the poorest quantile in national income or consumption) Prevalensi balita kekurangan gizi (prevalence of underweight children under 5 years of age) Proporsi penduduk dengan konsumsi gizi di bawah standar kecukupan gizi (proportion of population below minimum level of dietary energy consumption)
Indikator-indikator tersebut juga digunakan untuk mengukur pencapaian tujuan pertama dari MDGs di Indonesia dengan beberapa penyesuaian (Bappenas, 2007 dan Bappenas, 2010). Di Indonesia, ukuran yang digunakan adalah: (1) persentase penduduk miskin atau yang berada di bawah garis kemiskinan; (2) indeks kedalaman kemiskinan; (3) proporsi konsumsi penduduk termiskin (kuantil pertama – 20 persen terendah); (4) persentase balita kekurang gizi (gizi buruk dan kurang) serta (5) persentase penduduk yang mempunyai konsumsi energi kurang dari 1400 kkal per kapita per hari. Meskipun kelima indikator tersebut dapat digunakan secara terpisah untuk mengukur pencapaian tujuan pertama MDGs, namun masing-masing memberikan informasi yang parsial dan seringkali kontradiktif satu sama lain. Hal ini tentu menyulitkan dalam mengambil kesimpulan mengenai keseluruhan upaya penanggulangan kemiskinan dan kelaparan yang dilakukan. Dengan adanya indikator tunggal juga akan memudahkan dalam memperbandingkan pencapaian pecapaian tujuan pertama MDGs tersebut antar wilayah. Makalah ini bertujuan untuk mengukur pencapaian tujuan MDGs yang pertama tersebut di Indonesia. Ukuran yang digunakan adalah suatu indeks komposit yang disebut PHI (Poverty and Hunger Index) yang merupakan kombinasi dari 5 indikator pada tujuan 1 MDGs. Dalam makalah ini dihitung nilai indeks PHI dan PHI-P (Poverty and Hunger Index Progress) menurut provinsi di Indonesia keadaan tahun 2010.
2.
Metodologi
Metodologi penyusunan indeks PHI (Poverty and Hunger Index) didasarkan pada metodologi penyusunan Human Development Index (HDI) yang dilakukan oleh UNDP (UNDP, 2005), atau sama dengan metodologi penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dilakukan di Indonesia (BPS, 2008). PHI disusun menggunakan rumus sebagai berikut: 5
PHI =
1 ∑ ( x −mini ) / ( maksi −min i ) 5 i=1 i
2
di mana, xi adalah nilai aktual dari indikator ke-i serta maks dan min adalah nilai maksimum dan minimum dari masing-masing indikator (Gentilini dan Webb, 2008). Nilai maksimum dan minim indikator PHI disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai maksimum dan minimum indikator PHI. Indikator
1. Persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan 2. Indeks Kedalaman Kemiskin, dalam persen 3. Proporsi konsumsi penduduk termiskin (kuantil pertama), dalam persen 4. Prevalensi balita dengan kekurangan gizi, dalam persen 5. Proporsi penduduk dengan konsumsi kurang dari 1400 kkal per hari, dalam persen Sumber: Gentilini dan Webb (2008)
Maksimum
Minimum
100
0
100
0
20
0
100
0
100
0
Dalam kerangka evaluasi pencapaian tujuan MDGs pada tahun 2015, maka nilai maksimum dan minimum kemudian disesuaikan dengan nilai awal masing-masing indikator pada tahun 1990 serta target yang akan dicapai pada tahun 2015. Sehingga rumus di atas menjadi: 5
1 PHI −P= ∑ ( xi −1990i ) / ( 2015i−1990i ) 5 i=1 di mana, PHI-P adalah PHI progress, ‘1990’ menunjukan data kondisi awal yang paling dekat dengan tahun 1990 dan ‘2015’ adalah kondisi target yang akan dicapai pada tahun 2015. Berdasarkan target nilai indikator pada tahun 2015 yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia melalui Bappenas (2007 dan 2010) serta kondisi awal indikator pada tahun 1990, ditetapkan nilai maksimum dan nilai minimum untuk kelima indikator di atas. Indikator yang tidak memiliki target angka spesifik, nilai maksimum digunakan setengah dari kondisi awal pada tahun 1990. Dengan demikian, nilai maksimum dan minimum indikator PHI-P disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai awal dan nilai target indikator PHI-P dalam kerangka evaluasi pencapaian tujuan pertama MDGs di Indonesia Indikator
1. Persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan 2. Indeks Kedalaman Kemiskin, dalam persen 3. Proporsi konsumsi penduduk termiskin (kuantil pertama), dalam persen 4. Prevalensi balita kekurangan gizi, dalam persen 5. Proporsi penduduk dengan konsumsi kurang dari 1400 kkal per hari, dalam persen Sumber: Bappenas (2007 dan 2010)
3
Nilai awal
Nilai target
15,10
7,50
2,70
1,35*)
9,30
18,60*)
31,0
15,50
17,00
8,50
Catatan: *) Ditetapkan setengah dari kondisi awal pada tahun 1990
Indeks PHI mempunyai rentang nilai 0 s.d. 1, di mana angka yang mendekati 1 menunjukkan pencapaian yang mendekati sempurna. Nilai indeks PHI dikelompokkan dalam 3 kelas, tinggi jika PHI ≥ 0,85, menengah jika 0,70 ≤ PHI < 0,85, dan rendah jika PHI < 0,70. Sedangkan indeks PHI-P mempunyai rentang nilai dari -∞ hingga 1. Jika nilai komponen PHI-P lebih dari 1, dikoreksi menjadi 1, sehingga nilai maksimal adalah 1. Nilai negatif berarti semakin jauh dari target MDGs dan bahkan lebih rendah dari kondisi nasional pada tahun 1990 (progres mundur). Nilai 1 artinya target MDGs pada tahun 2015 telah tercapai. Nilai PHI-P ≥ 0,5 dapat diartikan sebagai progres cepat sedangkan nilai 0 ≤ PHI-P < 0,5 berarti progres lambat.
3.
Hasil dan Pembahasan
Data yang digunakan untuk penghitungan diambil dari publikasi resmi beberapa instansi, meskipun umumnya adalah produk BPS. Data persentase penduduk miskin tahun 2010, indeks kedalaman kemiskinan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Pendapatan Per Kapita diambil dari BPS (2012), proporsi konsumsi penduduk termiskin dan proporsi penduduk dengan konsumsi kurang dari 1400 kkal per hari diambil dari Bappenas (2010a), serta prevalensi balita kurang gizi diambil dari Balitbangkes (2010). Data-data tersebut tersaji pada Tabel L1 Lampiran Tabel 3. Nilai dan Peringkat PHI Menurut Provinsi Provinsi
Nilai PHI
Pering -kat
PHI Tinggi: Bali DKI Jakarta
0,86 6 0,85 9
Indonesia 1
Sulawesi Selatan
2
Lampung
PHI Menengah: Banten Jawa Barat Kepulauan Riau Sulawesi Utara Kalimantan Selatan Riau Sumatera Barat Kepulauan Bangka Belitung DI Yogyakarta
0,84 5 0,84 0 0,84 0 0,83 4 0,83 3 0,83 2 0,82 7 0,82 3 0,82 0
Provinsi
Bengkulu 3
Jawa Timur
4
Jambi
5
Kalimantan Tengah
6
Sumatera Utara
7
Sulawesi Barat
8
Jawa Tengah
9 10 11
Kalimantan Timur Sumatera Selatan Kalimantan Barat
4
Nilai PHI 0,81 7 0,81 4 0,81 2 0,81 2
Pering -kat
0,811 0,81 0 0,81 0 0,81 0 0,80 9 0,80 7 0,80 4 0,80 2 0,80 1
12 13
Provinsi Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah
14
Aceh
15
Nusa Tenggara Barat
16
Maluku Utara
17
Gorontalo
18
Nusa Tenggara Timur
19
Maluku
20
Papua
21 22 23 24
Nilai PHI 0,79 1 0,78 4 0,78 1 0,77 9 0,77 0 0,76 4 0,75 2 0,74 7 0,74 4
Perin g-kat 25 26 27 28 29 30 31 32 33
PHI Rendah: Papua Barat
0,68 7
34
Sumber: hasil penghitungan
Analisis Indeks PHI Berdasarkan hasil penghitungan indeks PHI untuk ke-33 provinsi di Indonesia diperoleh bahwa, 2 provinsi memiliki PHI tinggi yaitu Bali dan DKI Jakarta dan hanya 1 provinsi yang memiliki PHI rendah yaitu Papua Barat. Sisanya sebanyak 30 provinsi memiliki PHI menengah (Tabel 3.). Secara keseluruhan Indonesia memiliki PHI menengah dengan nilai sebesar 0,817. Provinsi Bali dan DKI Jakarta ternyata memiliki pencapaian sangat baik (terbaik) pada beberapa indikator seperti persentase persentase penduduk miskin, indeks kedalaman kemiskinan dan status gizi balita. Bahkan Provinsi Bali juga terbaik dalam pencapaian konsumsi energi (Tabel L1, Lampiran). Sebaliknya Provinsi Barat sangat tertinggal dalam pencapaian empat indikator yaitu persentase penduduk miskin, kedalaman kemiskinan, status gizi balita dan konsumsi energi. Menarik memperbandingkan PHI dengan IPM dan Pendapatan Per Kapita menurut provinsi. Meskipun peringkat PHI dan IPM tidak selalu sejalan karena dapat dikatakan PHI hanya salah satu aspek dari IPM, namun korelasi linier antar keduanya sangat signifikan (Tabel L3 dan L4, Lampiran). Demikian juga PHI dan Pendapatan Per Kapita, keduanya memiliki hubungan linier yang sangat signifikan dan meskipun lebih lemah dari hubungan antara PHI dengan IPM (Tabel L4, Lampiran). Meningkatnya pendapatan per kapita tidak serta merta menurunkan kemiskinan dan kelaparan jika tidak diikuti dengan pemerataan pendapatan yaitu meningkatnya pendapatan golongan penduduk pada kuantil terbawah.
Gambar 1. Hubungan antara PHI dengan IPM dan Pendapatan Per Kapita DKI
Hubungan antara PHI dengan IPM cenderung linier, meskipun terlihat bahwa 3 Kaltim provinsi memiliki pola yang agak berbeda yaitu Papua Barat, Papua dan NTB (Gambar 1). Keprim Papua Barat memiliki IPM yang lebih tinggi dibandingkan PHI. Papua dan NTB sebaliknya Papua Barat Riau memiliki IPM yang lebih rendah dibandingkan nilai PHI-nya. Sedangkan hubungan antara PHI dengan pendapatan per kapita cenderung berpola Baliprovinsi eksponensial. Pada Gambar 1 terlihat 5 provinsi memiliki pola yang berbeda dengan NTB Papua lainnya yaitu DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Riau dan Bali. Empat provinsi (DKI Jakarta, Kaltim, Kepri dan Riau) sangat menonjol dalam pendapatan perkapita. Sebagaimana diketahui Kaltim, Kepri dan Riau adalah daerah penghasil migas, sehingga pendapatan per kapita penduduk (termasuk migas) sangat tinggi. DKI Jakarta sebagai ibukota negara yang juga merupakan pusat ekonomi, memiliki pendapatan per kapita paling tinggi, namun pendapatan yang tinggi belum merata dirasakan oleh masyarakat. Provinsi Bali merupakan kasus yang menarik, di mana kondisi perekonomian sangat optimal diarahkan untuk menunjang pengentasan kemiskinan. Analisis Progres Pencapaian Tujuan Pertama MDGs 5
Hasil penghitungan indeks PHI-P menurut provinsi diklasifikasikan dalam 3 kelompok (Tabel 4.). Provinsi dengan progres cepat yaitu provinsi yang mempunyai nilai PHI-P ≥ 0,50 yang terdiri atas 12 provinsi dengan peringkat teratas adalah Provinsi Bali dan terendah Provinsi Jambi. Kelompok kedua adalah provinsi dengan progres lambat yaitu provinsi yang memiliki nilai 0 ≤ PHI-P < 0,5, yang terdiri atas 13 provinsi dengan posisi teratas adalah Sulawesi Barat dan terendah Sulawesi Tenggara. Indonesia terkategori progres lambat dengan nilai PHI-P 0,371 dan peringkat 17. Kelompok terakhir adalah progres mundur yaitu dengan nilai PHI-P negatif yang terdiri atas 8 provinsi dengan posisi terbawah Papua Barat. Tabel 4. Nilai dan Peringkat PHI-P Menurut Provinsi Provinsi
Nilai PHI-P
Pering -kat
Progres Cepat Bali
Nilai PHI-P
Provinsi
Pering -kat
Progres Lambat
Provinsi Progres Mundur Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah Aceh Nusa Tenggara Barat Gorontalo Nusa Tenggara Timur
Nilai PHI-P
Pering -kat
-0,013
26
-0,122
27
-0,154
28
-0,257
29
-0,414
30
-0,596
31
0,799
1
Jawa Barat
0,493
12
0,758
2
Sulawesi Barat
0,472
13
0,710
3
Kalimantan Barat
0,380
14
Sumatera Barat
0,681
4
Sumatera Utara
0,378
15
DKI Jakarta Kalimantan Selatan Kepulauan Bangka Belitung Sulawesi Utara Riau Kalimantan Tengah Jambi
0,630
5
Sulawesi Selatan
0,366
16
0,626
6
Indonesia
0,336
17
0,624
7
Bengkulu
0,285
18
Maluku
-0,663
32
0,620 0,612
8 9
Jawa Timur Kalimantan Timur
0,253 0,247
19 20
Papua Papua Barat
-1,514 -2,084
33 34
0,592
10
Jawa Tengah
0,232
21
0,581
11
Sumatera Selatan Lampung Maluku Utara DI Yogyakarta
0,196 0,095 0,082 0,011
22 23 24 25
Kepulauan Riau Banten
Sumber: hasil penghitungan
Provinsi Bali memiliki indeks PHI-P tertinggi karena empat dari lima indikator MDGs tujuan pertama telah tercapai. Satu-satunya yang belum tercapai adalah proporsi konsumsi penduduk termiskin. Perkembangan indikator ini (proporsi konsumsi penduduk termiskin) di Provinsi Bali tergolong lambat. Sebaliknya di Provinsi Papua Barat, sebagai provinsi dengan nilai PHI-P terkecil, semua indikator masih jauh dari target MDGs, bahkan 3 diantaranya mempunyai progres yang mundur yaitu kedalaman kemiskinan, persentase penduduk miskin, konsumsi energi serta proporsi konsumsi penduduk termiskin. Ketiga indikator ini sangat jauh dari target pencapaian MDGs bahkan jauh lebih rendah dari kondisi nasional tahun 1990.
6
Gambar 2. Progres Pencapaian Tujuan Pertama MDGs Provinsi Bali, Papua Barat, DIY dan Indonesia
Kelompok dengan progres lambat diwakili oleh Provinsi DI Yogyakarta dan Indonesia. DI Yogyakarta yang berada pada posisi terbawah dalam kelompok progres lambat, memiliki 4 nilai indeks yang negatif yaitu persentase penduduk miskin, kedalaman kemiskinan, proporsi konsumsi penduduk termiskin dan konsumsi energi (Gambar 2). Sebaliknya 1 indikator lainnya yaitu angka kekurangan gizi, telah mencapai target nasional pada tahun 2015. Secara keseluruhan, kondisi Indonesia saat ini memiliki progres yang lambat dalam pencapaian tujuan pertama MDGs. Semua indikator sudah berada di atas kondisi tahun 1990, namun masih cukup jauh dari target MDGs tahun 2015. Terlihat dari indeks komponen PHI-P yang nilainya positif tetapi masih kurang dari 0,5 untuk empat dari lima komponen. Satusatunya yang memiliki progres cepat (nilai indeks komponen PHI-P di atas 0,5) adalah prevalensi kekurangan gizi, di mana angkanya sudah mendekati target MDGs pada tahun 2015. Bali DKI Jakarta
PHI Tinggi
PHI Menengah
Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah Aceh NTB Gorontalo NTT Maluku Papua
PHI Rendah
Papua Barat
Progres mundur
Jawa Barat Sulawesi Barat Kalimantan Barat Sumatera Utara Sulawesi Selatan Indonesia Bengkulu Jawa Timur Kalimantan Timur Jawa Tengah Sumatera Selatan Lampung Maluku Utara DI Yogyakarta
Kep. Riau Banten Sumatera Barat Kalimantan Selatan Kep. Babel Sulawesi Utara Riau Kalimantan Tengah Jambi
Progres Lambat
Progres Cepat
Gambar 3. Provinsi Menurut Skala Prioritas Penanggulangan Kemiskinan dan Kelaparan
Gabungan antara PHI dan PHI-P, sebagaimana dibuat juga oleh Gentilini dan Webb (2008), menghasilkan matriks prioritas wilayah pembangunan (provinsi) dalam kerangka pencapaian tujuan pertama MDGs di Indonesia (Gambar 3.). Tiga prioritas dibuat yaitu prioritas tinggi (warna hitam), prioritas sedang (warna abu-abu) dan prioritas rendah (warna putih). Prioritas tinggi, yang terdiri atas 9 provinsi yaitu Papua Barat, Papua, Maluku, NTT, Gorontalo, NTB, Aceh, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, merupakan daerah dengan indeks PHI rendah atau menengah tetapi mempunyai progres yang mundur. Prioritas sedang terdiri atas 13 provinsi yaitu DI Yogyakarta, Maluku Utara, Lampung, Sumatera Selatan, Jawa 7
Tengah, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Bengkulu, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat dan Jawa Barat. Ketigabelas provinsi ini memiliki PHI menengah tetapi progres lambat dalam pencapaian tujuan pertama MDGs. Kelompok ketiga adalah prioritas rendah yaitu provinsi yang memiliki PHI menengah atau tinggi tetapi mempunyai progres yang cepat. Kelompok ketiga ini terdiri atas 11 provinsi yaitu Bali, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Banten, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Kep. Bangka Belitung, Sulawesi Utara, Riau, Kalimantan Tengah dan Jambi.
Gambar 4. Peta Prioritas Penanggulangan Kemiskinan dan Kelaparan di Indonesia
4.
Kesimpulan
PHI mengukur pencapaian target MDGs tujuan pertama secara komposit yang menggabungkan kelima indikator pada tujuan pertama tersebut. Karenanya, PHI dapat mencegah timbulnya kesulitan dalam memaknai indikator individual yang terkadang kontradiktif. Bahkan gabungan antara PHI dan PHI-P dapat memberikan informasi kepada para pengambil kebijakan mengenai wilayah-wilayah yang lebih diprioritaskan dalam mempercepat pencapaian tujuan pertama tersebut. Dalam kerangka evaluasi pencapaian tujuan pertama MDGs, indeks PHI-P menghasilkan 3 strata provinsi, yaitu provinsi yang memiliki progres cepat (11 provinsi), progres lambat (13 provinsi) dan progres mundur (9 provinsi). Disilangkan dengan kategorisasi indeks PHI diperoleh 3 kelompok prioritas wilayah penanggulangan kemiskinan dan kelaparan yaitu prioritas tinggi (9 provinsi) dengan indeks PHI rendah atau menengah tetapi mempunyai progres mundur, prioritas sedang (13 provinsi) yang memiliki nilai PHI menengah tetapi memiliki progres yang lambat serta kelompok prioritas rendah (11 provinsi) yang memilki indeks PHI menengah atau tinggi tetapi memiliki progres yang cepat dalam pencapaian tujuan pertama MDGs.
5.
Daftar Pustaka
8
Balitbangkes (2010). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2010. Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Bappenas (2007). Laporan Pencapaian Millennium Development Goals Indonesia 2007. Jakarta, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Bappenas (2010). Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia 2010. Jakarta, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Bappenas (2010a). Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia. Jakarta, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Bappenas (2011). Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015. Jakarta, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. BPS (2008). Indeks Pembangunan Manusia 2006-2007. Jakarta, Badan Pusat Statistik. BPS (2012). Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Eonomi Indonesia, Februari 2012. Jakarta, Badan Pusat Statistik. Foster, J. E., J. Greer, dan E . Thorbecke (1984). A Class of Decomposable Poverty Measures," Econometrica, Vol. 52, hal. 761-776 Gentilini, Ugo dan Patrick Webb (2008). How are We Doing on Poverty and Hunger Reduction? A New Measure of Country Performance. Food Policy, Vol. 33, hal. 521532. LIPI (2004). Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi, Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta, 17-19 Mei 2004. UNDG (2003). Indicators for Monitoring the Millennium Development Goals, Definitions, Rationale, Concepts and Sources. New York. United Nations. UNDP (2005). Human Development Report 2005. New York.
9
Lampiran Tabel L1. Data Input untuk Penghitungan PHI Menurut Provinsi
Provinsi
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kepulauan Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia
Persentase Penduduk Miskin Tahun 2010
Indeks Kedalaman Kemiskinan Tahun 2010
Proporsi Konsumsi Penduduk Termiskin Tahun 2009
20,98 11,31 9,50 8,65 8,34 15,47 18,30 18,94 6,51 8,05 3,48 11,27 16,56 16,83 15,26 7,16 4,88 21,55 23,03 9,02 6,77 5,21 7,66 9,10 18,07 11,60 17,05 23,19 13,58 27,74 9,42 34,88 36,80 13,33
4,11 2,04 1,49 1,38 1,05 2,63 2,75 2,98 0,93 1,05 0,45 1,93 2,49 2,85 2,38 1,00 0,71 3,77 4,74 1,18 1,02 0,69 1,27 1,14 3,09 1,91 3,18 4,14 1,55 5,23 1,47 10,47 9,36 2,21
9,66 9,17 9,70 8,77 10,10 9,26 9,57 8,72 9,89 9,40 8,08 8,19 9,29 7,69 8,93 8,26 9,27 8,27 9,13 8,74 9,71 8,68 8,37 9,51 8,42 8,31 8,97 9,07 9,58 9,84 9,66 9,47 8,63 8,75
10
Prevalensi Balita Kurang Gizi Tahun 2010 23,7 21,4 17,1 16,2 19,6 19,9 15,3 13,4 14,9 14,0 11,3 13,0 15,7 11,2 17,1 18,5 11,0 30,5 29,4 29,1 27,6 22,9 17,1 10,6 26,5 25,0 22,8 26,5 20,5 26,2 23,6 26,5 16,2 17,9
Proporsi Penduduk dengan konsumsi Kalori < 1400 Tahun 2009 12,44 14,48 9,91 14,15 15,34 14,75 9,74 14,86 16,50 9,75 14,63 12,68 15,22 20,68 15,35 9,71 3,88 13,29 21,35 16,69 11,10 11,28 30,09 14,57 18,05 12,71 16,55 18,75 11,90 18,22 32,01 37,16 22,64 14,47
Tabel L2. Indeks Komponen PHI Menurut Provinsi
Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kepulauan Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia
Tingkat Kemiskina n 0,790 0,887 0,905 0,914 0,917 0,845 0,817 0,811 0,935 0,920 0,965 0,887 0,834 0,832 0,847 0,928 0,951 0,785 0,770 0,910 0,932 0,948 0,923 0,909 0,819 0,884 0,830 0,768 0,864 0,723 0,906 0,651 0,632
Kedalaman Kemiskina n 0,959 0,980 0,985 0,986 0,990 0,974 0,973 0,970 0,991 0,990 0,996 0,981 0,975 0,972 0,976 0,990 0,993 0,962 0,953 0,988 0,990 0,993 0,987 0,989 0,969 0,981 0,968 0,959 0,985 0,948 0,985 0,895 0,906
Konsumsi Penduduk Termiskin 0,517 0,542 0,515 0,562 0,495 0,537 0,522 0,564 0,506 0,530 0,596 0,591 0,536 0,616 0,554 0,587 0,537 0,587 0,544 0,563 0,515 0,566 0,582 0,525 0,579 0,585 0,552 0,547 0,521 0,508 0,517 0,527 0,569
0,867
0,978
0,563
11
Kekurang -an Gizi
Konsumsi Energi
PHI
0,763 0,786 0,829 0,838 0,804 0,801 0,847 0,866 0,851 0,860 0,887 0,870 0,843 0,888 0,829 0,815 0,890 0,695 0,706 0,709 0,724 0,771 0,829 0,894 0,735 0,750 0,772 0,735 0,795 0,738 0,764 0,735 0,838
0,876 0,855 0,901 0,859 0,847 0,853 0,903 0,851 0,835 0,903 0,854 0,873 0,848 0,793 0,847 0,903 0,961 0,867 0,787 0,833 0,889 0,887 0,699 0,854 0,820 0,873 0,835 0,813 0,881 0,818 0,680 0,628 0,774
0,781 0,810 0,827 0,832 0,810 0,802 0,812 0,812 0,823 0,840 0,859 0,840 0,807 0,820 0,811 0,845 0,866 0,779 0,752 0,801 0,810 0,833 0,804 0,834 0,784 0,814 0,791 0,764 0,809 0,747 0,770 0,687 0,744
0,821
0,855
0,817
Tabel L3. PHI, IPM dan Pendapatan Per Kapita Menurut Provinsi Tahun 2010
Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kepulauan Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia
Peringkat Pendapata n Per Kapita
18 8 9 3 13 10 11 21 12 6 1 15 14 4 19 24 16 33 32 29 7 27 5 2 23 19 26 25 28 21 31 29 34
Pendapatan Per Kapita atas Dasar Harga Konstan 2000 7,358 9,139 8,018 17,641 5,648 8,555 4,856 5,035 8,883 24,467 41,182 7,476 5,775 6,086 9,133 8,314 7,423 4,457 2,676 6,891 8,494 8,458 31,122 8,091 6,617 6,372 5,476 2,805 4,095 4,457 2,676 2,772 2,924
17
9,349
5
PHI
Peringka t PHI
IPM
Peringka t IPM
0,781 0,810 0,827 0,832 0,810 0,802 0,812 0,812 0,823 0,840 0,859 0,840 0,807 0,820 0,811 0,845 0,866 0,779 0,752 0,801 0,810 0,833 0,804 0,834 0,784 0,814 0,791 0,764 0,809 0,747 0,770 0,687 0,744
27 19 9 8 17 23 15 14 10 5 2 4 21 11 16 3 1 28 31 24 18 7 22 6 26 13 25 30 20 32 29 34 33
71,70 74,19 73,78 76,07 72,74 72,95 72,92 71,42 72,86 75,07 77,60 72,29 72,49 75,77 71,62 70,48 72,28 65,20 67,26 69,15 74,64 69,92 75,56 76,09 71,14 71,62 70,00 70,28 69,64 71,42 69,03 69,15 64,94
0,817
12
72,27
12
17 6 14 4 23 9 26 25 8 3 1 15 22 21 7 12 16 27 33 18 10 11 2 13 19 20 24 31 29 27 33 32 30
Tabel L4. Korelasi antara PHI, IPM dan Pendapatan Per Kapita
Correlations PHI
IPM
Pendapatan_Kapit a **
,465**
,000
,006
34
34
34
**
1
,634**
Pearson Correlation PHI
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
IPM
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
Pendapatan_Kapita
1
Sig. (2-tailed) N
,610
,610
,000
,000
34
34
34
**
**
1
,465
,634
,006
,000
34
34
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
13
34
Tabel L5. Indeks Komponen PHI-P Menurut Provinsi
Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kepulauan Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia
Tingkat Kemiskina n
Kedalaman Kemiskina n
Konsumsi Penduduk Termiskin
Kekurang -an Gizi
Konsumsi Energi
PHI-P
-0,774 0,499 0,737 0,849 0,889 -0,049 -0,421 -0,505 1,000 0,928 1,000 0,504 -0,192 -0,228 -0,021 1,000 1,000 -0,849 -1,043 0,800 1,000 1,000 0,979 0,789 -0,391 0,461 -0,257 -1,064 0,200 -1,663 0,747 -2,603 -2,855
-1,044 0,489 0,896 0,978 1,000 0,052 -0,037 -0,207 1,000 1,000 1,000 0,570 0,156 -0,111 0,237 1,000 1,000 -0,793 -1,511 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 -0,289 0,585 -0,356 -1,067 0,852 -1,874 0,911 -5,756 -4,933
0,039 -0,014 0,043 -0,057 0,086 -0,004 0,029 -0,062 0,063 0,011 -0,131 -0,119 -0,001 -0,173 -0,040 -0,112 -0,003 -0,111 -0,018 -0,060 0,044 -0,067 -0,100 0,023 -0,095 -0,106 -0,035 -0,025 0,030 0,058 0,039 0,018 -0,072
0,471 0,619 0,897 0,955 0,735 0,716 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 0,987 1,000 0,897 0,806 1,000 0,032 0,103 0,123 0,219 0,523 0,897 1,000 0,290 0,387 0,529 0,290 0,677 0,310 0,477 0,290 0,955
0,536 0,296 0,834 0,335 0,195 0,265 0,854 0,252 0,059 0,853 0,279 0,508 0,209 -0,433 0,194 0,858 1,000 0,436 -0,512 0,036 0,694 0,673 -1,540 0,286 -0,124 0,505 0,053 -0,206 0,600 -0,144 -1,766 -2,372 -0,664
-0,154 0,378 0,681 0,612 0,581 0,196 0,285 0,095 0,624 0,758 0,630 0,493 0,232 0,011 0,253 0,710 0,799 -0,257 -0,596 0,380 0,592 0,626 0,247 0,620 -0,122 0,366 -0,013 -0,414 0,472 -0,663 0,082 -2,084 -1,514
0,233
0,363
-0,059
0,845
0,298
0,336
14