Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 7, No. 1 Januari 2006
MENERAPKAN MODEL MULTICRITERIA DECISION MAKING (MCDM) DALAM PENENTUAN OPTIMASI KEBIJAKAN SUPPLY CHAIN Iksan
Dosen Teknik Industri Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
Abstrak: Problem yang cukup serius yang dihadapi oleh bagian perencana & pengendalian pengadaan PT PLN Persero (APSU). Banyaknya penumpukan persediaan yang terjadi di gudang-gudang menyebabkan biaya persediaan yang cukup tinggi, maka perlu dilakukan analisa tentang problem kebijakan persediaan dalam supply chain yang dimodelkan sebagai problem multikriteria dengan Multiple Decision Maker di PT PLN Persero Wilaya Surabaya Utara. Untuk mengetahui bentuk dari model MCDM untuk optimasi kebijakan persediaan supply chain pada PT PLN Persero, maka penyusun mecoba untuk melakukan solusi kalaborasi untuk menyelesaikan problem supply chain. Penyelesaian MCDM untuk supply chain dimulai dengan problem kebijakan persediaan yang dianalisa sebagai problem MCDM dengan mempertimbangkan dua objektif, yaitu inventory capital dan number of order per bulan.Digunakan metode global kriteria untuk menyelesaikan problem setiap perusahaan yang memanfaatkan pengambilan keputusan tunggal. Kata kunci: Supply Chain, Multicriteria Decision Making , inventory capital, of order The serious problem faced by the Department of PPIC of PT PLN Persero (APSU) is the abundant accumulation of stocks in warehouse causing high maintenance cost. To overcome the problem, it is necessary to analyze the inventory policy in Supply Chain ,which modeled by multi-objective problem with Multiple Decision Maker in PT PLN Persero Wilayah Surabaya Utara. To find the stucture of MCDM model for optimization of Supply Chain inventory in PT PLN Persero, we try to use collaboration solution. The solution of MCDM model for supply chain begins with the problem of inventory policy that analized as MCDM problem by considering two objectives, those are inventory capital and the number of order per month. Global criterion method is used to solve each company problem by using one decision maker. Keywords: Supply Chain, Multicriteria Decision Making , inventory capital, of order
LATAR BELAKANG Persediaan merupakan bagian yang penting dalam perusahaan manufaktur maupun jasa. Persediaan membantu menyediakan suplai bahan baku dan distribusi produk dengan kontinu, tetapi di samping itu persediaan juga membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit. Agar kompetitif, sangat penting bagi PT PLN Persero Area Pelayanan Surabaya Utara (APSU) untuk mengelola sumber daya yang dimilikinya dengan baik. Sumber daya tersebut mencakup bahan baku, tenaga kerja, perlengkapan atau peralatan, uang, informasi, dan sumber daya lainnya. Semakin baik perusahaan tersebut mengelola sumber daya yang dimilikinya, maka semakin baik pula ia dalam berkompetisi dengan perusahaan lain. Pada umumnya, setiap perusahaan mempunyai bagian perencanaan dan pengendalian pengadaan dalam struktur organisasinya yang berada di bawah Biro Pengadaan. Bagian Perencanaan dan Pengendalian Pengadaan ini bertanggung jawab dalam menjamin ketersediaan bahan-bahan yang diperlukan perusahan. Bagian Pengadaan ini sangat vital untuk lancarnya operasional 14
perusahaan secara umum. Banyaknya item yang ditangani mengharuskan pihak manajemen untuk dapat merencanakan dan merancang kebijakan sistem persediaan yang baik, mulai hubungan dengan supplier sampai hubungannya dengan enduser. Pihak manajemen juga dituntut untuk selalu mengevaluasi sistem pengadaan dan persediaannya secara kontinu dan mengamati sejauh mana tingkat efisiensinya. Tuntutan akan pemenuhan kebutuhan pelanggan semakin berkembang. Oleh karena dituntut suatu performa yang baik dari perusahaan untuk memenuhi tuntutan tersebut. Dengan semakin meningkatnya jumlah permintaan akan produk perusahaan, maka perlu kiranya perusahaan melakukan evaluasi terhadap konfigurasi supply chain yang ada saat ini untuk mendapatkan suatu bentuk jaringan yang paling optimal. Kecenderungan perkembangan model persediaan saat ini adalah untuk menginvestigasi supply chain yang terdiri dari multicompany yang masing-masing menyimpan persediaan dalam berbagai bentuk untuk mendukung permintaan konsumen. Pengawasan persediaan
Menerapkan Model Multicriteria Decision... Iksan
tidak dilakukan pada tingkat persediaan pada masing-masing anggota jaringan, tetapi pada tingkat pada semua jaringan sebagai satu kesatuan. Manajemen supply chain juga disebut sebagi teori persediaan multieselon, di mana setiap level atau eselon saling berkaitan. Dengan mempertimbangkan gambaran yang luas dari supply chain, kita dapat menemukan berapa jumlah sebaiknya menyimpan persediaan pada level yang berbeda ini. Berdasarkan studi yang dilakukan, saat ini ada problem yang cukup serius yang sedang dihadapi oleh bagian Perencanaan dan Pengendalian Pengadaan PT PLN Persero (APSU). Problem ini berkaitan dengan adanya inefisiensi persediaan pada gudang-gudang yang ada di perusahaan. Banyaknya penumpukan persediaan yang terjadi di gudang-gudang menyebabkan adanya biaya persediaan yang cukup tinggi. Setelah diamati lebih jauh, problem ini terjadi karena tidak adanya kebijakan persediaan yang baik untuk digunakan oleh bagian pengadaan agar mengetahui berapa sebenarnya jumlah item optimal yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam pemenuhan kebutuhan terhadap pelanggan. Pembuatan model supply chain yang tepat dan sesuai dengan karakteristik perusahaan sangatlah penting untuk menciptakan konfigurasi supply chain yang efektif, efisien, dan fleksibel. Penelitian ini berusaha untuk melakukan pendekatan terhadap perencanaan strategis dan operasional secara simultan, karena jika melakukan perencanaan secara terpisah akan sulit tercipta sinkronisasi pada level strategis dan operasional. Akibatnya hasil yang dicapai belum tentu optimal pada kedua level tersebut. TUJUAN PENELITIAN Menerapkan model kebijakan persediaan yang berbasis MCDM pada pengendalian persediaan di PT PLN Persero (APSU) dalam konteks supply chain. Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah: PT PLN Persero (APSU) dapat menentukan kebijakan persediaan yang optimal dalam konteks supply chain dengan konsep MCDM dan memaksimalkan fungsi pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan persediaan yang optimal.
Batasan dan Asumsi Penerapan model kebijakan persediaan MCDM ini dibatasi hanya untuk satu output kebutuhan PT PLN Persero (APSU), yaitu kabel jenis Twisted Cable 2x10 Al yang disuplai oleh PT Jembo Cable. Model optimasi kebijakan persediaan MCDM ini dibuat hanya dengan mempertimbangkan dua kriteria, yaitu inventory capital dan number,,, Metode Pemecahan Masalah Data-data sekunder yang diperlukan adalah data permintaan dan data biaya per unit. Data primer diperoleh dengan cara menanyakan kepada decision maker (DM) tentang kriteria dan preferensi DM dalam menentukan solusi efisien. Lalu dilakukan langkah-langkah pemecahan masalah. Dilakukan peramalan permintaan Hasil peramalan ini nantinya akan digunakan sebagai input untuk penyelesaian problem perusahaan individual dan juga digunakan untuk penyelesaian problem perusahaan yang berkolaborasi dalam supply chain. Adapun tahapan peramalan permintaan sebagai berikut: Memplot data-data permintaan ke diagram pencar Pemplotan data-data permintaan ke dalam diagram pencar dimaksudkan untuk memperoleh pola data. Dari diagram pencar dapat diketahui model pola data apakah trend, horisontal, atau musiman. Memilih metode peramalan Pemilihan metode peramalan dilakukan setelah diperoleh model pola data. Dari model pola data dapat diketahui kecenderungan data yang ada. Dari bentuk pola data ini dapat dipilih metode peramalan yang sesuai. Membuat peramalan Berdasarkan pemilihan metode peramalan, selanjutnya dibuat peramalan permintaan produk. Memilih peramalan terbaik Pemilihan peramalan terbaik dilakukan dengan membandingkan kriteria MAD, MSD, dan R2 terkecil. Melakukan validasi model peramalan dengan menggunakan peta kontrol tracking signal. 15
Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 7, No. 1 Januari 2005
Pemodelan Pada tahap ini akan dibuat model matematis dari permasalahan yang ada. Pemodelan ini diawali dengan mendeskripsikan problem yang ada pada PT PLN Persero, lalu dilanjutkan dengan melakukan pemodelan untuk problem multikriteria perusahaan individual dan tahap berikutnya adalah pemodelan untuk problem multi kriteria supply chain.
Kemudian ditarik kesimpulan yang berkaitan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang dibuat merupakan nilai-nilai yang dihasilkan dari pengumpulan dan pengolahan data serta analisis dan interpretasi yang dilakukan pada tahap sebelumnya.
Validasi Model Pada tahap ini akan dilakukan proses validasi di mana akan dilakukan perbandingan output yang diperoleh dari model dengan data pada kondisi nyata. Apabila DM (decision maker) menyatakan bahwa model tidak valid, maka perlu pengecekan ulang pada model yang dibuat sampai output yang dihasilkan dari model oleh DM dinyatakan valid.
Multicriteria Decision Making Keputusan merupakan proses pemilihan alternatif terbaik dari banyak alternatif. Pengambilan keputusan terkadang melibatkan pengalaman. Tidak jarang pula decision maker (DM) mengambil keputusan dengan menggunakan insting atau intuisi, sehingga menghasilkan keputusan yang tidak tepat. Karenanya, untuk menghasilkan yang tepat DM harus memperoleh informasi sebanyak mungkin. Metode MCDM ditujukan untuk pengambilan keputusan yang mengandumg kriteria objek majemuk, juga saling konfliktual dan memiliki ukuran yang tidak bisa saling dibandingkan (Ciptomulyo, 2000). MCDM selalu melibatkan lebih dari satu kriteria yang saling menimbulkan trade off keputusan di mana tingkat kepuasan dari suatu kriteria berakibat pada penurunan kepuasan kriteria lainnya. Dalam menilai tingkat kepentingan dalam multiple criteria, ada beberapa metode yang dapat digunakan. Teknik pada kategori ini melibatkan satu atau sekelompok orang yang pada umumnya terdiri dari para ahli, bisa juga untuk DM. MCDM dianggap sebagai istilah untuk semua model dan teknik yang berhubungan dengan Multiobjective Decision Making (MODM) dan Multiattribute Decision Making (MADM) (Tabucanon, 1988). Tingkat keputusan relatif dari suatu kriteria disebut prioritas (priority) dan bobot (weight). Prioritas mengarahkan pada kasus di mana kriteria diurutkan berdasarkan kepentingan dan jika kepentingan pada tingkat lebih tinggi tidak diperhatikan, maka kriteria pada tingkat bawahnya tidak dilibatkan. Bobot digunakan untuk membedakan tingkat kepentingan dari beberapa kriteria dengan dengan prioritas yang berbeda.
Implementasi Model Tahap implementasi terdiri dari penyelesaian problem perusahaan individual dan selanjutnya penyelesaian problem perusahaan yang berkolaborasi dalam supply chain. - Penyelesaian problem perusahaan individual Pada bagian ini akan dilakukan penyelesaian problem multikriteria perusahaan secara individual. Di akhir proses penyelesaian, setiap perusahaan individual mempunyai solusi terbaik yang akan digunakan sebagai input untuk penyelesaian problem supply chain. - Penyelesaian problem supply chain Pada bagian ini dilakukan penyelesaian problem multikriteria supply chain, sehingga masing-masing perusahaan saling mendapatkan solusi kolaborasi yang optimal dari problem persediaan yang dihadapi. Analisis dan Interpretasi Analisis dan interpretasi dilakukan terhadap hasil optimal yang diperoleh dari pengolahan data. Pembahasan ini bermanfaat untuk mengetahui apakah kebijakan persediaan yang dibuat sesuai dengan prioritas absolut yang diinginkan. Analisis sensitivitas dapat dipakai untuk memprediksi keadaan apabila terjadi suatu perubahan yang cukup berarti. Dalam penelitian ini, uji sensitivitas dilakukan terhadap prioritas dan parameter dari model yang diterapkan, sehingga dapat diketahui sejauh mana perubahan parameter tersebut berpengaruh terhadap model yang dibuat. 16
LANDASAN TEORI
Optimasi Multikriteria Optimasi multikriteria membantu menyelesaikan problem yang berkaitan dengan dua atau lebih objektif yang saling bertentangan.
Menerapkan Model Multicriteria Decision... Iksan
Tujuan utama adalah untuk mencari solusi yang layak di mana objektif yang bertentangan tersebut tidak dapat diperbaiki atau dioptimalkan secara bersama-sama dan juga memaksimalkan fungsi DM. Banyak tersedia metode yang bervariasi untuk menyelesaikan problem multikriteria. Formulasi Masalah Masalah multikriteria dapat diformulasikan berikut ini: Vektor max F (x) = {f1 (x), f2 (x), … , fp (x)} (2.1) subject to gj (x) ≤ 0 ∀j =1, … , M Di mana x adalah n-vektor dari variabel keputusan dan fi (x) dengan i = 1,2,…,p adalah fungsi kriteria yang akan dimaksimalkan secara simultan. Daerah keputusan dari problem adalah: S = {x/gj (x) ≤ 0, ∀ j = 1 ,⋅⋅⋅,Μ} sedangkan daerah objektif diformulasikan sebagai: Υ= {y/ F(x) = y,∀x є S}. Definisi Multikriteria Definisi dari multikriteria dapat diketahui dengan penjabaran berikut ini: - Efisiensi Sebuah solusi x0 Є S dikatakan efisien jika dan hanya jika x Є S dan fk (x) ≥ fk (x0) ∀k = 1,…, p. Titik efisien mempunyai sifat bahwa tidak ada kriteria yang dapat diperbaiki dari nilai yang telah ada tanpa mengorbankan paling tidak satu kriteria. Dan N menjadi sekumpulan setiap solusi yang efisien. - Solusi Ideal Misalkan f1*,∀I=1,…,p merepresentasikan solusi yang ditemukan dengan menyelesaikan problem,.... Max fi (x) subject to x Є S Kemudian vektor solusi merupakan solusi ideal untuk problem tersebut. Solusi ideal untuk sebuah problem multikriteria tidak tercapai bila kriteria bertentangan satu dengan yang lainnya. - Efisiensi yang Tepat (proper efficiency) Dalam banyak kasus, penentuan rangkaian efisien dari solusi tidak efisien menyebabkan orang harus memilih suatu
keputusan yang merupakan definisi “terbaik” dari solusi-solusi yang terbaik tersebut. Metode untuk Menghasilkan Titik Efisien Ramanujan Thirumalai (2001) menjelaskan sebuah metode untuk menentukan titik efisien yang diberikan oleh Geoffrion (1968) disebut dengan metode Pλ . P
Problem Pλ :Max subject to x ∈ S
∑ λ f ( x) i =1
i i
Di mana λi adalah parameter non-negatif
λi dapat dinormalisasi dengan menggunakan: P
∑λ i =1
i
=1
- Kondisi cukup (Sufficient Condition) Jika λi > 0 dan x 0 adalah sebuah solusi optimal untuk problem Pλ , maka x 0 adalah sebuah solusi yang cukup. - Kondisi perlu (Necessary Condition) Apabila daerah pembatas S merupakan convex tertutup dan fi adalah concacave dalam S satu dari fi adalah concacave sempurna, maka x0 adalah efisien jika dan hanya jika x0 adalah optimal untuk problem Pλ untuk 0 < λ < 1 . Ketika ruang keputusan tidak berbentuk convex, titik efisien dapat diklasifikasikan sebagai titik efisien yang mendukung dan yang tidak mendukung (supported and unsupported). - Titik efisien yang mendukung dan yang tidak mendukung Ramanujan Thirumalai (2001) memaparkan titik efisien yang mendukung dan tidak mendukung yang didefinisikan oleh Stever (1986) sebagai berikut: Misalkan Zs = permukaan convex dari (N). dan Z ∈ N . Maka, jika Z berada dalam batas-batas Zs, dan dikatakan Z adalah titik efisien yang mendukung. Jika sebaliknya, Z adalah titik efisien yang tidak mendukung. Titik efisien yang mendukung dan tidak mendukung hanya terjadi dalam multikriteria nonlinier dan integer programming. Titik efisien yang tidak mendukung tidak dapat ditemukan dengan menyelesaikan problem Pλ , solusi dari 17
Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 7, No. 1 Januari 2005
problem ditemukan dengan: P
Max
∑ λ f ( x) x ∈ S i =1
i i
Di mana λi adalah bobot untuk setiap objektif, tidak dapat menemukan titik efisien yang tidak mendukung. Metode Penyelesaian Problem MCDM Dalam problem multikriteria, tidak ada solusi optimal global tunggal yang tetap, hanya memaksimalkan semua objektif secara bersamasama. Ada beberapa solusi efisien. DM dibutuhkan untuk membuat trade off di antara objektif untuk memilih solusi efisien terbaik. Diasumsikan bahwa DM membuat trade off menggunakan sebuah fungsi utility implicit yang menggambarkan pilihan (preference) DM. Ada beberapa metode yang sering digunakan, seperti dijelaskan berikut. - Best Compromise Solution Apabila ruang utility DM berupa {P( f1 ( x), f 2 ( x),... f p ( x) } . Maka problem MCDM menjadi: Max U { f1 ( x), f 2 ( x),... f p ( x) } subject to x ∈ S Setiap solusi yang memaksimalkan U disebut dengan best compromise solutions. Dengan demikian, jika fungsi utility DM diketahui apriori, problem MCDM direduksi menjadi sebuah problem objektif tunggal (single objective). Keeny dan Raiffa (1993) dalam Ramanujan Thirumalai (2001) mendiskusikan tentang bagaimana cara memodelkan fungsi utility ini. Bagaimanapun, sungguh sulit untuk memetakan fungsi utility DM, meskipun kita dapat membantu DM tentang informasi preferensi antara titik-titik dalam batas efisien. Bergantung pada saat informasi preferensi ditanyakan dari DM kita mempunyai tiga pendekatan yang berbeda untuk menjelaskan problem MCDM . - Prior Articulation of Preferences Dengan pendekatan ini, DM diberi pertanyaan sebelum problem diselesaikan. Pertanyaan tersebut membantu dalam menyeting prioritas di antara kriteria yang saling konflik dan tingkat kepentingannya. Solusi dari problem akan menghasilkan sebuah titik efisien, yang 18
mana solusi ini paling disukai oleh DM. Ide utama dalam metode global kriteria adalah untuk mengetahui sebuah titik efisien mendekati solusi ideal dari problem yang ada. Teknik penting yang lain dalam kategori ini adalah Goal Programming. Dalam soal programming, DM menambahkan level target untuk mencapai setiap objektif. DM juga menambahkan prioritas relatif untuk mencapai level target tersebut. Problemnya adalah untuk menentukan solusi yang layak (feasible solution) yang mendekati kemungkinan untuk mencapai target DM dengan prioritas yang spesifik. - Post Articultion of Preferences Metode solusi di mana batas efisien diketahui setelah proses penyelesaian solusi yang paling disukai atau dikategorikan dalam bagian ini. Metode yang demikian biasanya digunakan ketika batas efisien terdiri dari bilangan terbatas dan sejumlah real titik yang layak. - Metode Interaktif (Interactive Method) Metode yang menyelesaikan problem multikriteria dengan interaktif yang terus menerus (continous interactive) dengan DM selama proses solusi, dikenal dengan metode interaktif (interactive method). Ide dasarnya adalah untuk menentukan beberapa solusi efisien dan menanyakan DM dengan spesifik preferensi di antara titik efisien tersebut. Berdasarkan respons DM, constrain dimasukkan, yang mereduksi permukaan objektif (objective space) atau permukaan keputusan (decision space) atau keduanya, ini diulangi sampai DM mencapai best compromise solution. Sebuah metode interaktif untuk menyelesaikan problem bi-kriteria adalah yang disebut dengan Pairwise Comparison Method (PCM). - Global Criteria Method Metode ini membangun sebuah fungsi objektif yang berasal dari jumlah deviasi “nilai” dari fungsi objektif individual dari nilai idealnya masing-masing sebagai sebuah rasio untuk nilai ideal. Jadi dari fungsi objektif k yang original, diformulasikan sebuah fungsi tunggal dan problem yang sama dalam menyelesaikan optimasi sebuah objektif tunggal. Formulasi problem tersebut adalah: Minimize F =
k
∑ l =1
⎧ f l ( x∗ ) − f l ( x) ⎫ ⎨ ⎬ f l ( x∗ ) ⎩ ⎭
p
Menerapkan Model Multicriteria Decision... Iksan
subject to g i ( x) ≤ 0, i = 1,2,..., m Di
mana
x≥0 f l ( x ) adalah nilai fungsi *
objektif l pada optimal f l (x) adalah fungsi dari x∗ , pangkat nilai integer yang pentingnya sebuah objektif, fungsi pembatas ke-i.
individual x∗ . P adalah sebuah menggambarkan dan g i adalah
Supply Chain Supply chain (rantai pengadaan) adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan dan yang mempunyai hubungan yang sama, yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang. Konsep Supply Chain Supply chain merupakan konsep baru dalam melihat persoalan logistik. Konsep lama lebih melihat persoalan logistik sebagai persoalan intern masing-masing perusahaan, dan pemecahannya di titik beraturan pada pemecahan secara intern di perusahaan masingmasing. Dalam konsep baru ini, masalah logistik dilihat sebagai masalah yang lebih luas yang terbentang dari bahan dasar sampai barang jadi yang dipakai konsumen akhir, yang merupakan mata rantai penyediaan barang. Oleh karena itu, David Simchi Levi, et al. (2000) dalam Richardus Eko Indrajit, dkk. (2002) mengatakan bahwa manajemen supply chain dapat didefinisikan sebagai “ suatu bentuk pendekatan penggunaan secara efisien yang mengintegrasikan suppliers, manufacture’s ware house, dan store, sehingga barang dagangan diproduksi dan didistribusikan dengan kuantitas yang tepat, pada lokasi yang tepat, dan pada waktu yang tepat, dalam pesanan untuk meminimalkan jaringan yang luas saat memenuhi tingkat pelayanan yang diinginkan”. Melihat definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa supply chain adalah logistics network. Dalam hubungan ini, ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan-perusahaan yang mempunyai kepentingan yang sama: suppliers, manufacturer, distribution, Retail outlets, customers.
dalam Supply Chain Selama dua dasawarsa terakhir ini, ada dua konsep yang banyak digunakan dan dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pergerakan barang tersebut, konsep yang kedua merupakan lanjutan dari konsep yang pertama, yaitu: 1. Mengurangi jumlah supplier 2. Mengembangkan supplier partnership atau strategic alliance Manajemen Arus Barang dalam Supply Chain Mengenai manajemen arus barang, halhal yang perlu diperhatikan terutama adalah: 1. Pengawasan Persediaan Pengawasan persediaan dilakukan antara lain dengan mengubah tolak ukur kinerja, yakni bukan turn over ratio biasa lagi, melainkan rasio antara revenue dan inventory. Dengan demikian, semua anggota jaringan supply chain lebih berorientasi pada revenue. Pengawasan tidak dilakukan pada tingkat persediaan pada masing-masing anggota jaringan, tetapi pada tingkat persediaan pada semua jaringan sebagai suatu kesatuan. Yang diutamakan bukan penyimpanan dan pemeliharaan persediaan di masing-masing organisasi, melainkan kelancaran arus barang dari hulu ke hilir. 2. Sentralisasi Persediaan Untuk berhasilnya kinerja supply chain, diperlukan sentralisasi. Sentralisasi persediaan yang dimaksudkan di sini tidak dalam arti fisik, tetapi dalam arti perencanaan dan pengaturan. Secara fisik, aliran barang dapat dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh biaya logistik yang paling optimal, jadi tidak harus selalu mengikuti urutan jalur distribusi normal. 3. Manajemen Lead Time Manajemen lead time diperlukan agar keinginan pelanggan dapat dipenuhi pada tingkat yang dapat diterima oleh mereka. Secara mendasar dapat dilakukan antara lain dengan meniadakan kegiatan-kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah, dan mempercepat atau sedapat mungkin menyinkronkan kegiatan-kegiatan yang memberikan nilai tambah.
Efisiensi dan Efektifitas Pergerakan Barang 19
Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 7, No. 1 Januari 2005
4. Pengendalian Persediaan Ramanujan Thirumalai (2001) menuliskan bahwa penelitian dalam pengendalian persediaan sampai tahun 1972 dilakukan oleh Clark. Dalam penelitiannya, Clark mendefinisikan bentuk yang bervariasi yang terdapat dalam teori persediaan Multistage. Clark juga menguraikan dasar pengendalian persediaan ke dalam beberapa bagian, dasarnya adalah sangat kompleks dan problem dibuat berdasarkan asumsi yang berbeda seperti tipe demand, jumlah item, tipe produk, dan lain-lain. Berdasarkan asumsi tersebut, problem dalam pengendalian persediaan Multieselon diturunkan sebagai berikut: Deterministik - Stokastik Produk tunggal – Multi produk Stationary – Nonstationary Continous review – Periodic review Consumable product – Renewable product Backlog – No backlog Peramalan Menurut Biegel (1992) peramalan adalah suatu perkiraan tingkat permintaan yang diharapkan untuk suatu produk atau beberapa produk dalam periode waktu tertentu di masa yang akan datang. Menurut Hantoro (1993) yang dimaksud peramalan adalah sesuatu yang akan datang. Untuk mengetahui permintaan produk di masa yang akan datang, maka dalam tugas akhir ini digunakan peramalan. Teknik peramalan yang akan digunakan adalah kuantitatif. Menurut Makridakis, dkk. (1988) peramalan kuantitatif dapat diterapkan apabila terdapat tiga kondisi berikut ini: - Tersedianya informasi masa lalu Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk numerik. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut di masa mendatang. Peramalan kuantitatif yang akan digunakan adalah time series. Tujuan metode peramalan time series untuk menemukan pola dalam deret data historis dan mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa depan. Langkah penting dalam memilih suatu metode deret berkala (time series) yang tepat adalah dengan mempertimbangkan jenis pola datanya. Makridakis, dkk. (1988) menyebutkan bahwa pola data dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu: a. Pola Horisontal (H); terjadi bilamana nilai 20
data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan. b. Pola Musiman (S); terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada minggu tertentu). c. Pola Siklis (C); terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. d. Pola Trend (T); terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data. Setiap hasil dari peramalan pasti mempunyai kesalahan atau error. Untuk menghitung jumlah kesalahan dari peramalan yang diperoleh dapat dilakukan dengan mengurangkan data aktual dengan hasil peramalan. Makridakis, dkk. (1988) merumuskan kesalahan peramalan sebagai berikut:
et = X t − Ft Sedangkan model yang digunakan untuk perhitungan error adalah: 1. MAD = ∑t e (t ) = ∑(absolut dari forecast error) N
N
MAD merupakan rata-rata error yang berharga mutlak, tidak melihat apakah data tersebut di bawah atau di atas nilai demand aktual. 2. MSD
=
∑
e (t )
2
t
N
MSD memberikan bobot yang besar pada error yang besar dan bobot yang kecil pada error yang kecil.
BIAS =
∑ e (t ) t
N
BIAS merupakan nilai rata-rata dari error yang berfungsi untuk melihat apakah model yang digunakan bias atau tidak bias. Untuk model yang ideal, maka nilai bias sama dengan nol.
R2 =
1 − N ⋅ MSD [(N − 1) V ]
Menerapkan Model Multicriteria Decision... Iksan
R2 merupakan pengukuran error secara relatif, dengan memberikan keterangan yang lebih mengenai ukuran error relatif dibandingkan dengan pengukuran yang lain. Untuk validasi model peramalan digunakan tracking signal. Tracking signal adalah suatu ukuran bagaiman baiknya suatu ramalan memperkirakan nilai-nilai aktual. Tracking signal dihitung sebagai running sum of the forecast errors (RSFE) dibagi dengan mean absolute deviation (MAD), sebagai berikut: Tracking
signal
=
RSFE MAD
∑ (actual demand in period i − forecast demand in period i ) MAD
Tracking signal yang positif menunjukkan bahwa nilai aktual permintaan lebih besar daripada ramalan, sedangkan tracking signal yang negatif berarti nilai aktual permintaan lebih kecil daripada ramalan. Suatu tracking signal disebut baik apabila memiliki RSFE yang rendah dan mempunyai positive error yang sama banyak atau seimbang dengan negative error, sehingga pusat dari tracking signal mendekati nol. Bila tracking signal telah dihitung, kita dapat membangun peta kontrol tracking signal sebagaimana halnya dengan peta-peta kontrol dalam pengendalian proses statistik, yang memiliki batas kontrol atas (upper control limit) dan batas kontrol bawah (lower control limit). Vincent Gaspersz (1998) menyebutkan bahwa beberapa ahli dalam sistem peramalan seperti George Plossl dan Oliver Wight, dua pakar production planning and inventory control, menyarankan untuk menggunakan nilai tracking signal maksimum ± 4 , sebagai batasbatas pengendalian untuk tracking signal. Dengan demikian, bila tracking signal berada di luar batas pengendalian, model ramalan perlu ditinjau kembali karena akurasi ramalan tidak dapat diterima. Of order yang akan memberikan informasi tentang kuantitas pemesanan (order quantity sebagai variabel keputusan tunggal). Kendala-kendala seperti modal, kapasitas, dan kendala lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini dianggap tidak mempunyai masalah (terpenuhi). Setiap level dalam supply chain dianggap mempunyai pengambil keputusan (decision maker) tunggal yang independen.
PENGUMPULAN DATA
DAN
PENGOLAHAN
Pengumpulan Data Data yang digunakan untuk peramalan adalah data historis pemakaian twisted cable 2x10 Al oleh unit produksi yang ada di PT PLN Persero (APSU). Data harga twisted cable 2x10 Al berbeda untuk masing-masing perusahaan, yaitu harga per meter (m) yang ada pada PT Jembo Cable Supplier (C1) dan harga per meter (m) pada PT PLN Persero APSU (C2). Adapun besarnya harga untuk masing-masing perusahaan tersebut adalah: C1 = Rp 1.025,00 per meter C2 = Rp 1.745,00 per meter Preferensi DM (decision maker) untuk kuantitas pemesanan maksimum (Qmax). Q1max=70000 m, adalah preferensi DM untuk kuantitas pemesanan twisted cable 2x10 Al PT Jembo Cable Supplier. Q2max = 50000 m, merupakan preferensi DM untuk kuantitas pemesanan maksimum PT PLN Persero APSU kepada PT Jembo Cable setiap periodenya. Preferensi DM untuk kuantitas pemesanan minimum (Qmin). a. Q1min = 100 m, adalah preferensi DM untuk kuantitas pemesanan minimum Twisted Cable 2x10 Al PT. Jembo Cable Supplier. b. Q2min = 100 m, merupakan preferensi DM untuk kuantitas pemesanan minimum yang dilakukan PT PLN Persero APSU setiap periodenya. Pengolahan Data Identifikasi pola data historis dari data aktual Sebelum memilih suatu model peramalan tertentu, terlebih dahulu akan dilakukan identifikasi pola historis dari data aktual pemakaian twisted cable 2x10 Al. Dalam hal ini akan dilakukan penebaran data pemakaian aktual ke dalam diagram pencar Dari grafik diagram pencar dapat diketahui pola historis dari data aktual pemakaian twisted cable 2x10 Al selama periode Januari 2002 s/d Juli 2004 tidak membentuk kecenderungan (trend linier), dengan demikian model-model peramalan yang mempertimbangkan kecenderungan (trend) tidak perlu dipertimbangkan dan kita dapat mempertimbangkan model peramalan rata-rata bergerak (moving average), atau exponential smoothing. Melakukan peramalan dan memilih model 21
Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 7, No. 1 Januari 2005
peramalan terbaik Input untuk peramalan adalah data pada pemakaian twisted cable 2x10 Al. Peramalan dilakukan untuk horison perencanaan 5 periode. Pengolahan data pemakaian produk dilakukan dengan menggunakan software QS 3.0. Pemilihan metode peramalan terbaik dilakukan berdasarkan kriteria MAD, MSD, dan R–square. Peramalan terbaik adalah peramalan yang memiliki kriteria MAD, MSD, dan R-square terkecil. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa peramalan yang memenuhi kriteria tersebut adalah peramalan dengan menggunakan metode Simple Average. Output QS 3.0 untuk peramalan terbaik dengan menggunakan metode simple average. Dari hasil peramalan simple average tersebut dapat dilihat bahwa peramalan dengan horison perencanaan 5 periode ke depan menghasilkan nilai yang konstan yaitu sebesar 8239,483 M twisted cable 2x10 Al yang akan digunakan sebagai input demand (D) dalam penyelesaian problem. Memeriksa keandalan model peramalan yang dipilih berdasarkan peta kontrol tracking signal. Untuk mengetahui sejauh mana keandalan dari model peramalan yang dipilih, digunakan peta kontrol tracking signal. Berdasarkan pengujian keandalan dari model peramalan simple average dengan menggunakan tracking signal, dapat dilihat bahwa nilai-nilai tracking signal berada dalam batas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa akurasi model peramalan simple average dapat diandalkan dan dapat digunakan sebagai model peramalan yang baik dalam penelitian ini Tabel 1 Hasil Peramalan dengan Kriteria MAD, MSD Penyelesaian Problem Perusahaan Individual Untuk penyelesaian problem perusahaan individual digunakan model dan langkahlangkah penyelesaian: Penyelesaian Problem Perusahaan 1 (PT Jembo Cable Supplier) Perhitungan titik ideal untuk fungsi 1,1
objektif 1 maka, menghasilkan Z1 = Rp 51.250,00 dengan nilai Q11 = 100 m. Perhitungan titik ideal untuk fungsi 2, 2
objektif maka, menghasilkan Z1 dengan nilai Q12 = 70000 m. 22
= 0,117
Menyelesaikan problem global kriteria dengan skema pembobotan yang akan menghasilkan titik efisien yang berbeda. Di bawah ini menampilkan nilai skema pembobotan untuk titik efisien dari kedua fungsi objektif. Tabel 2 Skema Pembobotan Titik Efisien untuk Perusahaan 1 dan 2 Skema pembobotan titik efisien untuk perusahaan 1 Bobot input DM untuk inventory capital perusahaan 1 (W11) = 1/5 Bobot input DM untuk number of order perusahaan 1 (W12) = 5 Sehingga berdasarkan metode AHP, maka didapatkan nilai bobot sebagai berikut w11 = 0,167; untuk inventory capital, w12 = 0,833; untuk number of order. Setelah DM memberikan bobot untuk setiap objektif seperti pada tabel di atas, kemudian didapatkan solusi final berdasarkan preferensi DM untuk masing-masing objektif yaitu Z11,*=Rp 8558,75 dan Z12.*=0,097 dengan kuantitas pemesanan (Q12)= 84943,124 m. Penyelesaian Problem Perusahaan 2 (PT. PLN Persero APSU) Perhitungan titik ideal untuk fungsi 1,1
objektif 1 menghasilkan Z 2 = Rp 87.250,00 dengan nilai Q21 = 100 m. Perhitungan titik ideal untuk fungsi 2, 2
objektif 2 menghasilkan Z 2 = 0,165 dengan nilai Q22 = 50000 m. Menyelesaikan problem global dengan skema pembobotan yang akan menghasilkan titik efisien yang berbeda. Di bawah ini menampilkan nilai skema pembobotan untuk titik efisien dari kedua fungsi objektif. Skema pembobotan titik efisien untuk perusahaan 2 Bobot input DM untuk inventory capital perusahaan 2 (W21) = 7 Bobot input DM untuk number of order perusahaan 2 (W22) = 1/7 Sehingga berdasarkan metode AHP, maka didapatkan nilai bobot sebagai berikut: w21 = 0,875; untuk inventory capital, w22 = 0,125; untuk number of order.
Menerapkan Model Multicriteria Decision... Iksan
Setelah DM memberikan bobot untuk setiap objektif seperti pada tabel di atas, kemudian didapatkan solusi final berdasarkan preferensi DM untuk masing-masing objektif yaitu Z21,* = Rp 76343,75 dan Z22.*= 0,201 dengan kuantitas pemesanan (Q22)= 392356,33 m. Penyelesaian Problem Supply Chain Untuk menyelesaikan problem supply chain digunakan model dan langkah-langkah penyelesaian. Hasil perhitungan dapat dilihat berikut ini: Perhitungan dengan menggunakan persamaan 3.6 menghasilkan nilai parameter
kombinasi convex λ1 = 2.10-9 dan λ2 = 5.10-9. Kedua nilai ini saling mendekati satu dengan yang lain dan selisih antara nilai
λmax dan λmin jauh lebih kecil dari nilai pree
stopping criteria yang ditetapkan (0,25). Dengan demikian maka solusi sudah optimal, dengan nilai yang dihasilkan untuk kedua fungsi objektif adalah SCIC=Rp 78.431161,08 dan SCNO=0,303. Di mana nilai terbaik untuk kuantitas pemesanan masing-masing perusahaan adalah Q12= 84943,124 m dan Q22 = 392356,33 m. Tingkat efisiensi supply chain yang diperoleh berdasarkan perhitungan model kebijakan MCDM adalah 0,578. ANALISIS DAN INTERPRETASI Berdasarkan hasil yang sudah diperoleh pada pengolahan data. Analisis sensitivitas dilakukan dengan melakukan trade off penaikan dan penurunan parameter untuk mengetahui seberapa besar pengaruh terjadinya kenaikan atau penurunan parameter terhadap pencapaian fungsi tujuan. Peramalan dilakukan untuk mengetahui berapa jumlah pemakaian twisted cable 2x10 Al di masa yang akan datang. Pengolahan peramalan menggunakan software QS 3.0 dengan metode-metode peramalan Simple Average, Weighted Moving Average, Moving Average with Linier Trend, Single Exponential Smoothing, Exponential Smoothing with Linier Trend, Double Exponential Smoothing, Double Exponential Smoothing with Linier Trend, Adaptive Exponential Smoothing, Linier Regression, dan Winter’s Model. Pemilihan peramalan berdasarkan kriteria MAD, MSD, dan R-square yang terkecil memberikan hasil metode peramalan terbaik untuk twisted cable 2x10 Al adalah metode
simple average. Output QS 3.0 untuk peramalan terbaik menunjukkan bahwa pemakaian twisted cable 2x10 Al konstan. Analisis Penentuan Prioritas Penentuan prioritas ini dilakukan dengan mengambil preferensi orang yang memiliki otoritas keputusan terkait di bidangnya untuk mendapatkan tujuan yang ingin dicapai perusahaan. Adapun pengambil keputusan yang dipilih untuk pembobotan dalam penelitian skripsi ini yaitu: Kabag Perencanaan dan Pengendalian Pengadaan PT PLN Persero (APSU), Wakil Kepala Sales Area Surabaya PT Jembo Cable Supplier. Berdasarkan hasil pembobotan dari DM diperoleh urutan ,,, Hasil Penentuan Prioritas Dapat dilihat nilai W yang paling besar menunjukkan prioritas yang paling diinginkan untuk dicapai. Jadi urutan prioritas yang ingin dicapai perusahaan berdasarkan pembobotan dari DM adalah; untuk perusahaan 1 prioritas yang pertama adalah meminimumkan number of order dan prioritas yang kedua adalah meminimumkan inventory capital. Perusahaan 2 memberi prioritas, meminimunkan inventory capital sebagai prioritas yang pertama dan meminimumkan number of order sebagai prioritas kedua. Meminimumkan inventory capital merupakan prioritas paling diinginkan PT PLN Persero sebab target utama Bagian Perencanaan dan Pengendalian Pengadaan PT PLN Persero saat ini adalah mengupayakan zero inventory yang bertujuan meminimalkan inventory capital. Meminimumkan number of order menempati prioritas kedua karena DM beranggapan bahwa persentase biaya-biaya yang berkaitan dengan number of order produk twisted cable 2x10 Al lebih rendah dari inventory capital. PT Jembo Cable Supplier menempatkan prioritas tertinggi untuk meminimumkan number of orders. Sementara itu, inventory capital menempati urutan prioritas kedua. Prioritas ini ditentukan DM karena menurut DM selama ini memang biaya-biaya yang berkaitan dengan pemesanan atau pengiriman barang lebih tinggi daripada inventory capital.
23
Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 7, No. 1 Januari 2005
Analisis Hasil Penyelesaian Perusahaan 1 dan 2
Problem
Analisis Penyelesaian Problem Perusahaan 1 Dari Tabel 1.3 dapat dilihat adanya perbedaan yang cukup signifikan antara titik efisien pilihan DM dengan titik ideal, baik untuk objektif 1 maupun untuk objektif 2. Pada titik ideal objektif 1 bisa dilihat adanya selisih inventory capital 5,9 dibandingkan dengan inventory capital pada titik efisien (51250 ÷ 8558,75 = 5,9). Demikian juga dengan titik ideal objektif 2 didapatkan selisih number of orders 1 kali lebih sering bila dibandingkan dengan number of orders pada titik efisien (0,117 ÷ 0,097=1,2). Ini bisa dimaklumi karena perhitungan optimasi setiap fungsi objektif pada titik ideal diperoleh secara sendiri-sendiri, sehingga nilai ideal pada inventory capital menyebabkan pengeluaran yang jauh lebih besar untuk biayabiaya yang berkaitan dengan pemesanan barang (number of orders). Demikian juga sebaliknya, ideal untuk number of orders bisa menimbulkan inventory capital mungkin jauh lebih besar. Analisis l Penyelesaian Problem Perusahaan 2 Dari Tabel 1.3 dapat dilihat adanya perbedaan yang cukup signifikan antara titik efisien pilihan DM dengan titik ideal, baik untuk objektif 1 maupun untuk objektif 2. Titik ideal objektif 1 didapatkan inventory capital satu kali lebih besar bila dibandingkan dengan inventory capital pada titik efisien (87250 ÷ 76343,75 = 1,1). Demikian juga dengan titik ideal objektif 2 didapatkan number of orders delapan kali lebih sering bila dibandingkan dengan number of orders pada titik efisien (0,165 ÷ 0,021 = 8). Analisis Hasil Penyelesaian Problem Supply Chain Solusi Optimal, dengan nilai yang dihasilkan untuk kedua fungsi objektif adalah SCIC = Rp 78.431.161,08 dan SCNO = 0,303, di mana nilai terbaik untuk kuantitas pemesanan masing-masing perusahaan adalah Q1= 84943,124 m dan Q2 = 392356,33 m. Selisih Q1 dengan permintaan (D) hasil peramalan adalah 84.943,124 – 8.239,483 = 76.703,641 m. Ini berarti solusi optimal perusahaan 1 dapat memenuhi kebutuhan twisted cable 2x10 Al dengan sisa sebagai persediaan sebesar 76.703,641 m. Untuk perusahaan 2, selisih Q2 dengan permintaan (D) hasil peramalan adalah 392.356,33 – 8.239,483 = 384116,84 m. Ini 24
berarti solusi optimal perusahaan 2 dapat memenuhi kebutuhan pemakaian twisted cable 2x10 Al dengan sisa sebagai persediaan sebesar 384.116,84 m. Kemudian pihak manajemen harus menganalisis apakah keuntungan yang didapatkan perusahaan dengan adanya efisiensi persediaan masih dapat diterima, atau bahkan malah menimbulkan kerugian. Pihak manajemen dapat memilih untuk beroperasi pada titik efisien atau mengkaji ulang kembali kebijakan persediaannya. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dalam penelitian ini dilakukan dengan trade off untuk mengetahui seberapa besar perubahan parameter dapat diterima setelah solusi optimum dari model awal diperoleh. Suatu solusi dikatakan sangat sensitif terhadap parameter apabila terjadi perubahan yang cukup berarti terhadap tingkat pencapaian objektif (solusi efisien) sedangkan objektif dikatakan insensitif terhadap parameter apabila berlaku sebaliknya. Analisis Sensitivitas Perusahaan 1 Pada analisis ini akan dibuat beberapa skenario dengan mengubah nilai permintaan, biaya produk per meter, kuantitas pemesanan maksimum (Qmax), dan kuantitas pemesanan minimum (Qmin) dalam beberapa tingkat perubahan. Perubahan Permintaan Pada Perusahaan 1 Perubahan permintaan dilakukan dengan 6 skenario yaitu menaikkan dan menurunkan hasil peramalan permintaan sebesar 10%, 20%, dan 30% dari nilai awal. Sedangkan parameterparameter lainnya tetap, demikian pula dengan bobot fungsi tujuan. Contoh perhitungan: Tingkat perubahan 30% D = 8.239,483 M + (30% x 8.239,438) = 10711,328 M Q1=84943,124 M Z=
D 10711,328 = = 0,126 Q 84943,124
Menerapkan Model Multicriteria Decision... Iksan
Perusahaan 2
Perubahan C2
Obyektif Min Invent ory Capita l (Rp)
Tingkat Perubahan
Solusi Efisiensi
76343 ,75
Order Quanti ty (M) Min Nu mbe r of Ord ers 0,02 1
Obyektif Min Invent ory Capital (Rp)
39235 6,33
Perubahan Q max
76343, 75
Min Nu mbe r of Ord ers 0,02 1
30%
76343, 75
0,02 7
39235 6,33
99246, 87
20%
76343, 75
0,02 5
39235 6,33
91612, 50
10%
76343, 75
0,02 3
39235 6,33
83978, 12
10%
76343, 75
0,01 8
39235 6,33
68709, 37
20%
76343, 75
0,01 7
39235 6,33
61075, 00
30%
76343, 75
0,01 5
39235 6,33
53440, 60
Ord er Qua ntity (M)
Obyektif Min Invent ory Capital (Rp)
Min Nu mbe r of Ord ers 0,02 1
76343, 392 356, 75 33 0,0 3923 76343, 21 56,3 75 3 0,0 3923 76343, 21 56,3 75 3 0,0 3923 76343, 21 56,3 75 3 0,0 3923 76343, 21 56,3 75 3 0,0 3923 76343, 21 56,3 75 3 0,0 21
3923 56,3 3
76343, 75
Perubahan Q min
Ord er Qua ntity (M)
Order Quantity (M)
Obyektif Min Invent ory Capital (Rp)
Min Nu mbe r of Ord ers 0,02 1
76343, 392 356, 75 33 0,01 514 99246, 6 967, 87 68 0,01 484 91612, 7 675, 50 47 83978, 0,01 433 9 657, 13 00 68709, 0,02 358 3 238, 37 39 0,02 329 61075, 5 579, 00 32 0,02 9
284 120, 10
53440, 62
392356, 33
0,02 1 0,02 1 0,02 1 0,02 1 0,02 1 0,02 1
3923 56,3 3 3923 56,3 3 3923 56,3 3 3923 56,3 3 3923 56,3 3 3923 56,3 3
. Perhitungan untuk tingkat perubahan berikutnya, dapat dilakukan dengan cara yang sama. Hasil pencapaian perubahan permintaan dapat dilihat pada tabel. Dari tabel dapat disimpulkan bahwa dengan penambahan dan pengurangan permintaan sebesar 10%, 20%, dan 30% tidak menimbulkan perubahan untuk pencapaian meminimumkan inventory capital akan tetapi mengakibatkan perubahan terhadap pencapaian tujuan meminimumkan number of orders.
Q1min = 100 m
w11 = 0,167
Perubahan Biaya Produk per Meter Pada Perusahaan 1 (C1) Perubahan biaya dilakukan dengan 6 skenario yaitu menaikkan dan menurunkan biaya per meter dengan 10%, 20%, dan 30% dari nilai awal. Sedangkan parameter-parameter lainnya tetap, demikian pula dengan bobot fungsi tujuan.
Perubahan kuantitas pemesanan minimum (Qmin) dilakukan dengan cara yang sama. Ternyata dari nilai awal menimbulkan perubahan yang cukup berarti baik untuk pencapaian meminimumkan inventory capital tetapi tidak mengakibatkan perubahan terhadap pencapaian tujuan meminimumkan number of orders.
Contoh perhitungan: Tingkat perubahan 30% C1 = Rp 1.025,00 + (30% x Rp 1.025,00) = Rp 1.332,5,00
Analisis Sensitivitas Perusahaan 2 Dalam analisis ini akan dibuat beberapa skenario dengan mengubah nilai permintaan, biaya produk per meter, kuantitas pemesanan
⎛ 100 ⋅ 1332,5 ⎞ 1 ⎛ Q ⋅C ⎞ Z = w1 ⎜ ⎟ = 0,167 ⎜ ⎟ = Rp. 11126,37 2 ⎝ 2 ⎠ ⎝ ⎠
Perubahan kuantitas pemesanan maksimum (qmax) dilakukan dengan cara yang sama. ternyata menaikkan dan menimbulkan perubahan yang cukup berarti untuk pencapaian meminimumkan number of orders tetapi tidak mengakibatkan perubahan terhadap pencapaian tujuan meminimumkan inventory capital.
25
Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 7, No. 1 Januari 2005
maksimum (Qmax), dan kuantitas pemesanan minimum (Qmin) dalam beberapa tingkat perubahan dengan cara yang sama seperti yang dilakukan pada Perusahaan 1.
C1 = Rp 1.025,00
Analisis Sensitivitas Supply Chain
SCNO =
Perubahan Permintaan Perubahan permintaan dilakukan dengan 6 skenario, yaitu menaikkan dan menurunkan hasil peramalan permintaan sebesar 10%, 20% dan 30% dari nilai awal, sedangkan parameterparameter lainnya tetap. Contoh perhitungan: Tingkat perubahan 30% D = 8239,483 m + (30% x 8239,483) = 10711,328 m Q1 = 84943,124 m Q2 = 392356,33 m SCNO =
D D 10711 ,328 10711 ,328 + = + = 0,393 Q1 Q2 84943 ,124 392356 ,33
⎛D D⎞ ⎛QC Q C ⎞ ⎟⎟ Min Z (λ ) = λ ⎜ 1 1 + 2 2 ⎟ + (1 − λ )⎜⎜ + 2 2 ⎝ ⎠ ⎝ Q1 Q2 ⎠ 3 , 5 ⋅ 10
= (78431161 = 0,667
−9
, 08
)+
(1 − 3 , 5 ⋅ 10 )(0 , 393 ) −9
Perhitungan untuk tingkat perubahan berikutnya, dapat dilakukan dengan cara yang sama. Hasil pencapaian perubahan permintaan dapat dilihat pada tabel. Dari tabel dapat dilihat bahwa dengan penambahan dan pengurangan permintaan sebesar 10%, 20%, dan 30% dari tidak menimbulkan perubahan untuk pencapaian meminimumkan SCIC akan tetapi mengakibatkan perubahan terhadap pencapaian tujuan meminimumkan SCNO. Perubahan Kuantitas Pemesanan Perusahaan 1 (Q1) Perubahan kuantitas pemesanan dilakukan dengan 6 skenario, yaitu menaikkan dan menurunkan Q1 sebesar 10%, 20%, dan 30% dari nilai awal. Sedangkan parameter-parameter lainnya tetap, demikian pula dengan bobot fungsi tujuan. Contoh perhitungan: Tingkat perubahan 30% D = 8.239,483 m Q1= 84.943,124 m + (30% x 84.943,124) = 110.426,061 Q2 = 392.356,33 m 26
SCIC =
λ1 =
C2 = Rp 1.745,00
Q1C1 Q2C2 110426,061 ⋅ 1025 392356,33 ⋅ 1745 + + = 2 2 2 2 = Rp. 91491165,78
D D 8239,483 8239,483 + = + = 0,280 Q1 Q2 110426,061 392356,33
2D 2(8239,483) = = 1⋅10−9 2 2 Q1 C + 2D 110426,061 ⋅1025 + 2(8239,483)
⎛ D Q C ⎞ D ⎛Q C + Min Z ( λ ) = λ ⎜ 1 1 + 2 2 ⎟ + (1 − λ )⎜⎜ 2 ⎠ Q2 ⎝ 2 ⎝ Q1
⎞ ⎟⎟ ⎠
−9 −9 = 3 ⋅ 10 (91491165 ,78 ) + (1 − 3 ⋅ 10 )(0, 280 ) = 0,554
Perhitungan untuk tingkat perubahan berikutnya, dapat dilakukan dengan cara yang sama. Hasil pencapaian perubahan terhadap solusi efisien dapat dilihat pada tabel Hasil Pencapaian Perubahan Q1. Dari tabel dapat dilihat bahwa dengan penambahan dan pengurangan kuantitas pemesanan sebesar 10%, 20% dan 30% dari nilai awal menimbulkan perubahan yang cukup berarti baik untuk pencapaian meminimumkan SCIC maupun untuk pencapaian tujuan meminimumkan SCNO. Perubahan Kuantitas Pemesanan Perusahaan 2 (Q2) Perubahan kuantitas pemesanan maksimum dilakukan dengan cara yang sama. Dari tabel dapat dilihat bahwa dengan penambahan dan pengurangan kuantitas pemesanan sebesar 10%, 20%, dan 30% dari nilai awal menimbulkan perubahan baik untuk pencapaian meminimumkan SCIC maupun untuk pencapaian tujuan meminimumkan SCNO. Perubahan Biaya Produk per Meter Perusahaan 1 (C1) Perubahan kuantitas pemesanan maksimum dilakukan dengan cara yang sama. Dari tabel dapat dilihat bahwa dengan penambahan dan pengurangan biaya produk sebesar 10%, 20%, dan 30% menimbulkan perubahan yang cukup berarti untuk pencapaian meminimumkan SCIC akan tetapi tidak mengakibatkan perubahan terhadap pencapaian tujuan meminimumkan SCNO. Perubahan Biaya Produk per meter Perusahaan 2 (C2) Perubahan kuantitas pemesanan maksimum dilakukan dengan cara yang sama. Dari tabel dapat dilihat bahwa dengan penambahan dan
Menerapkan Model Multicriteria Decision... Iksan
pengurangan biaya produk sebesar 10%, 20% dan 30% menimbulkan perubahan yang cukup berarti untuk pencapaian meminimumkan SCIC akan tetapi tidak mengakibatkan perubahan terhadap pencapaian tujuan meminimumkan SCNO. Setelah melakukan pengembangan model Multicriteria Decision Making dalam penentuan kebijakan persediaan supply chain dan menerapkannya pada pengendalian persediaan di PT PLN Persero (APSU), maka diperoleh nilai Supply Chain Inventory Capital (SCIC) = Rp 7.431.161,08 per tahun. Sekarang dilakukan perbandingan antara hasil model dengan kondisi sebenarnya yang ada pada PT PLN Persero (APSU). Contoh: 1. PT. PLN Persero (APSU), Q bulan April = 45.566 m, C1 = Rp 1.745,00 D (jumlah pemakaian) = 196 Model supply chain SCIC = Rp78.431.161,08 per th SCIC = Rp 6.535.930,09 per bln Perbandingan =
Rp6335930,09 x100% = 16% Rp.395585325,0
Dari hasil perbandingan dapat dilihat, bahwa dengan menggunakan model supply chain, biaya inventory yang dikeluarkan 16% lebih murah dibandingkan dengan kondisi yang ada saat ini di PT PLN Persero (APSU). KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan serta analisa dari penelitian yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Kebijakan persediaan supply chain dengan model MCDM dengan objektif meminimalkan inventory capital dan meminimalkan number of order menghasilkan titik efisien inventory capital sebesar Rp 8.558,75 perbulan untuk PT Jembo Cable dan Rp 76.343,75 per bulan untuk PT PLN Persero (APSU) Surabaya. Sedangkan titik efisien untuk number of order yang didapatkan adalah 0,097 per bulan untuk PT Jembo Cable dan 0,021 per bulan untuk PT PLN Persero (APSU) Surabaya. 2. Solusi optimal untuk supply chain inventory capital (SCIC) = Rp 78.431.161,08 dan Supply Chain Number Of Order (SCNO) =
0,303 dengan nilai terbaik untuk kuantitas pemesanan produk adalah sebesar 84.943,124 m untuk PT Jembo Cable dan 392356,33 m untuk PT PLN Persero (APSU) Surabaya. Tingkat efisiensi supply chain yang diperoleh perhitungan model kebijakan MCDM ini adalah 0,578. Hal ini mengindikasikan bahwa pencapaian titik efisien supply chain baik untuk kedua objektif SCIC dan SCNO. Dengan melakukan analisis sensitivitas dapat diketahui bahwa parameter yang dapat mengganti fungsi tujuan Supply Chain Inventory Capital (SCIC) adalah perubahan kuantuitas (Qi ) oleh setiap perusahaan dalam supply chain, dan perubahan biaya produk (C) per meter. Sedangkan parameter yang dapat mempengaruhi fungsi tujuan Supply Chain Number of Order (SCNO) adalah perubahan permintaan (D) dan perubahan kuantitas pemesanan (Qi ) oleh setiap perusahaan dalam supply chain. SARAN Saran-saran yang dapat diberikan pada perusahaan dan peneliti lanjutan adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan dapat menggunakan model MCDM ini baik untuk membuat kebijakan persediaan perusahaan secara individual maupun kebijakan persediaan dalam konteks supply chain. 2. Bagi peneliti lanjutan dapat mengembangkan dan menerapkan model MCDM ini untuk kasus stokastik, karena model stokastik ini akan dapat bermanfaat sekali, dan relatif lebih baik dalam menjawab masalah nyata yang ada di lapangan dibandingkan dengan model deterministik yang digunakan dalam penelitian skripsi ini. 3. Dalam penelitian ini, model MCDM untuk optimasi kebijakan persediaan diterapkan pada jaringan supply chain yang sederhana, yaitu serial supply chain. Untuk penelitian selanjutnya dapat dipertimbangkan penerapannya pada jaringan supply chain yang lebih kompleks. 4. Untuk penelitian selanjutnya sangat menarik sekali jika optimasi kebijakan persediaan ini dilakukan dengan memperbanyak kriteriakriteria yang akan dipertimbangkan dan memasukkan batasan batasannya.
27
Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 7, No. 1 Januari 2005
DAFTAR PUSTAKA Agus Supriyanto dan Ida Masruchah, Mene gemen Purchasing (Strategi Pengadaan dan Pengolahan Material untuk Perusahaan manufacturing, PT Gramedia, Jakarta, 2000. Indah Pratiwi, Evaluasi Bullwhip Effect pada Supply Chain , Surabaya 2002. Jeremy F. Shapiro, Modelinng The Supply Chain, Massachusetts Institute Of Technology, USA, 2001. Martin Christopher, Logiistic and Supply Chain Manaizement, Prentice Hal I British Library,British, 2000.
28
Roger
W Schmener, Service Operations Management, Prent'ce Hall, New Jersey, 1995. Roger G Schroeder, Managemen Operasi Pengambilan Keputusan dalam Suatu fungsi Operasi,Erlangga Jakarta 1992. Pengadaan dan Pengolahan Material untuk Perusahaan manufacturing, PT Gramedia, Jakarta, 2000. Donald J. Bowersox and David J Closs, Logistical Management The Integrated, Supply Chain Process, Singapore, 1996. David Taylor and David Brunt, Manufacturing Operations and Supply Chain Management The Lean approach, British Library.