BAB II Teori Kontrol H2
4
BAB II Teori Kontrol H2 Bab ini akan membahas teori kontrol H2 ,yang tujuannya adalah menentukan bentuk pengendali yang indeks perfomansinya adalah norm H2. Untuk itu pertama-tama akan dijelaskan tentang norm H2 selanjutnya akan mencari plant diperumumnya, yang kemudian dilanjutkan dengan mencari fungsi transfer loop tertutupnya dan yang terakhir akan ditentukan kontrol yang diperkenankan dan optimal. Secara ringkas suatu kontrol H2 dapat dinyatakan sebagai berikut : ”mencari pengontrol K yang proper dan real-rational yang menstabilkan plant yang diperumum G secara internal dan meminimumkan norm H2 dari matriks transfer dari masukan w ke keluaran z, Tzw.” 2.1.
Norm H2 Mula-mula pada subbagian ini dihitung norm H2 yang selanjutnya akan
kita minimalkan. Oleh sebab itu pertama-tama kita butuhkan definisi yang berkaitan dengan norm H2. Definisi 1: Ruang Hardy H2 adalah ruang bagian (tertutup) dari H 2 ( j ) dengan
fungsi matrik G(s) analitik pada bidang Re(s)>0, artinya setiap elemen matrik dari fungsi matrik G(s) analitik pada bidang Re(s)>0. Ruang bagian real rasional dari H2, yang dinotasikan RH2 yang terdiri dari seluruh matrik transfer yang stabil, yang real rasional, dan strictly proper.
BAB II Teori Kontrol H2
5
Norma yang berkaitan dengan ruang H2 dari suatu fungsi G didefinisikan sebagai: ⎛ 1 ∞ ⎞ 2 G 2 := sup ⎜ trace[G* (σ + jω )G (σ + jω )]d ω ⎟ , ∫ ⎜ ⎟ σ > 0 ⎝ 2π −∞ ⎠
… (2.1.1)
⎛ 1 ∞ ⎞ 2 G 2 := ⎜ trace[G* ( jω )G ( jω )]d ω ⎟ , ∫ ⎜ 2π ⎟ −∞ ⎝ ⎠
… (2.1.2)
⎛ 1 ∞ ⎞ 2 G 2 := ⎜ trace[G ( s )G ( s )]ds ⎟ , ∫ ⎜ 2π j ⎟ −∞ ⎝ ⎠
… (2.1.3)
∞ 2 G 2 = ∫ trace{g * (t ) g (t )}ds . −∞
… (2.1.4)
Contoh 1: Misalkan terdapat suatu sistem dinamik yang mempunyai G ( s) = C ( sI − A) −1 B dengan ⎡0 1⎤ ⎡1 ⎤ ; B = ⎢ ⎥ ; C = [1 0] , A=⎢ ⎥ ⎣ −1 −1⎦ ⎣0⎦ 2
dan akan dihitung G 2 . Jawab Diketahui ⎡0 1⎤ ⎡1 ⎤ ; B = ⎢ ⎥ ; C = [1 0] , A=⎢ ⎥ ⎣ −1 −1⎦ ⎣0⎦ 2
untuk mencari G 2 , sebagai contoh akan digunakan dua buah cara: 1.
Dengan menggunakan persamaan 2.1.3 dimana ⎛ 1 ∞ ⎞ 2 ⎟. G 2 := ⎜ trace [ G ( s ) G ( s )] ds ⎜ 2π j ∫ ⎟ −∞ ⎝ ⎠
Untuk itu sebelumnya akan dicari G ( s ) dan G ( s ) terlebih dahulu. Mula-mula akan dihitung G ( s) dimana … (2.1.5)
BAB II Teori Kontrol H2
6
G ( s ) = C ( sI − A) −1 B Dengan mensubstitusi A, B dan C sehingga −1
⎛ ⎡ s 0 ⎤ ⎡ 0 1 ⎤ ⎞ ⎡1 ⎤ G ( s ) = [1 0] ⎜ ⎢ ⎥ − ⎢ −1 −1⎥ ⎟ ⎢ 0 ⎥ . 0 s ⎣ ⎦ ⎣ ⎦⎠ ⎣ ⎦ ⎝
… (2.1.6)
Berikutnya didapat −1
⎡ s −1 ⎤ ⎡1 ⎤ G ( s ) = [1 0] ⎢ ⎥ ⎢ ⎥, ⎣1 s + 1⎦ ⎣ 0 ⎦
… (2.1.7)
dan karena −1
⎡ s −1 ⎤ ⎡ s + 1 1⎤ 1 ⎢1 s + 1⎥ = s 2 + s + 1 ⎢ −1 s ⎥ , ⎣ ⎦ ⎣ ⎦
… (2.1.8)
maka diperoleh
G ( s ) = [1 0]
⎡ s + 1 1⎤ ⎡1 ⎤ 1 . s + s + 1 ⎢⎣ −1 s ⎥⎦ ⎢⎣0 ⎥⎦
… (2.1.9)
2
Dengan menggunakan operasi perkalian pada matriks
G ( s) =
⎡1 ⎤ 1 [ s + 1 1] ⎢ ⎥ , s + s +1 ⎣0⎦
… (2.1.10)
s +1 . s + s +1
… (2.1.11)
2
diperoleh
G ( s) =
2
Yang kedua akan dicari G ( s) dimana G ( s) = GT (− s) ,
… (2.1.12)
sehingga G ( s) =
−s + 1 . s − s +1
… (2.1.13)
2
Setelah G ( s ) dan G ( s ) didapat, G
2 2
dapat dihitung.
Dari persamaan (2.1.3), diperoleh ⎛ 1 ∞ ⎞ 2 ⎟, G 2 := ⎜ trace [ G ( s ) G ( s )] ds ⎜ 2π j ∫ ⎟ −∞ ⎝ ⎠
BAB II Teori Kontrol H2
7
⎛ 1 ∞ ⎡⎛ − s + 1 ⎞⎛ s + 1 ⎞ ⎤ ⎞ 2 G 2 =⎜ trace ⎢⎜ s 2 − s + 1 ⎟⎜ s 2 + s + 1 ⎟ ⎥ ds ⎟⎟ , ⎜ 2π j ∫ ⎝ ⎠⎝ ⎠⎦ ⎠ ⎣ −∞ ⎝
… (2.1.13)
⎛ 1 ∞ ⎡⎛ 1 − s 2 ⎞ ⎤ ⎞ 2 G 2 =⎜ trace ⎢⎜ 4 2 ⎟ ⎥ ds ⎟ , ∫ ⎜ ⎣⎝ s + s + 1 ⎠ ⎦ ⎠⎟ ⎝ 2π j −∞
… (2.1.14)
sehingga diperoleh ⎛ 1 ∞ ⎡ 1 − s2 ⎤ ⎞ G 2 =⎜ ds ⎟ . ⎜ 2π j ∫ ⎢⎣ s 4 + s 2 + 1 ⎥⎦ ⎟ −∞ ⎝ ⎠ 2
Selanjutnya
akan
diselesaikan
… (2.1.15)
persamaan
(2.1.15)
dimana
akan
dipergunakan teorema residu. Pole-pole
1 − s2 s4 + s2 + 1
adalah
−1 − i 3 1 + i 3 1 − i 3 −1 + i 3 , , ,dan 2 2 2 2
dimana semuanya itu berderajat satu. Selanjutnya akan dihitung residu-residu dari masing pole •
Pada s =
1+ i 3 adalah 2
⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎛ ⎛ 1+ i 3 ⎞ ⎞ ⎟ 1 − s2 … a−1 = lim ⎜ ⎜ s − ⎜⎜ ⎟ ⎟ ⎟ (2.1.16) ⎟⎟ ⎛ ⎛ 1+ i 3 ⎜ 2 ⎞ ⎛ ⎞ ⎞ ⎛ ⎞ s→ i i + − 1 3 1 3 ⎝ ⎠⎠ 2 ⎟ 2 ⎜⎝ ⎜⎜ s − ⎜ ⎟ ⎟⎟ ⎜⎜ s − ⎜ ⎟ ⎟⎟ ( s + s + 1) ⎟ ⎜ ⎝ ⎝ 2 ⎠⎠⎝ ⎝ 2 ⎠⎠ ⎝ ⎠ dimana diperoleh ⎛ 3 i 3 ⎞⎛ 1 i 3 ⎞ ⎜ + ⎟⎜ − ⎟ 2 2 2 2 ⎠ ⎝ ⎠⎝ . a−1 = i 3 1 + i 3 (1)
(
•
Pada s =
)
… (2.1.17)
1− i 3 2
⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎛ ⎛ 1− i 3 ⎞ ⎞ ⎟ (2.1.18) 1 − s2 … b−1 = lim ⎜ ⎜ s − ⎜⎜ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟⎟ 1− i 3 ⎜ s→ ⎝ 2 ⎠ ⎠ ⎛ ⎛ 1+ i 3 ⎞ ⎞⎛ ⎛ 1− i 3 ⎞ ⎞ 2 ⎟ 2 ⎜⎝ ⎜⎜ s − ⎜ ⎟ ⎟⎟ ⎜⎜ s − ⎜ ⎟ ⎟⎟ ( s + s + 1) ⎟ ⎜ 2 2 ⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎠ ⎝ ⎠⎝ ⎝ ⎠
BAB II Teori Kontrol H2
8
dimana diperoleh ⎛ 3 i 3 ⎞⎛ 1 i 3 ⎞ ⎜ − ⎟⎜ + ⎟ 2 2 ⎠⎝ 2 2 ⎠ ⎝ . b−1 = −i 3 1 − i 3 (1)
(
•
Pada s =
)
… (2.1.19)
−1 + i 3 2
⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎛ ⎛ −1 + i 3 ⎞ ⎞ ⎟ 1 − s2 c−1 = lim ⎜ ⎜ s − ⎜⎜ ⎟⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎜ −1+ i 3 2 ⎛ ⎛ −1 + i 3 ⎞ ⎞ ⎛ ⎛ −1 − i 3 ⎞ ⎞ ⎟ s→ ⎠⎠ 2 ⎜⎝ ⎝ 2 s − s + 1) ⎜ s − ⎜ ( ⎟ ⎟⎟ ⎜⎜ s − ⎜ ⎟ ⎟⎟ ⎟ ⎜ ⎜ 2 2 ⎠⎠⎝ ⎝ ⎠⎠ ⎠ ⎝ ⎝ ⎝ … (2.1.20) dimana diperoleh ⎛ 3 i 3 ⎞⎛ 1 i 3 ⎞ ⎜ − ⎟⎜ + ⎟ 2 2 ⎠⎝ 2 2 ⎠ ⎝ . c−1 = i 3 −1 + i 3 (−1)
(
•
Pada s =
)
… (2.1.21)
−1 − i 3 2
⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎛ ⎛ −1 − i 3 ⎞ ⎞ ⎟ 1 − s2 d −1 = lim ⎜ ⎜ s − ⎜⎜ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ −1− i 3 ⎜ 2 ⎛ ⎛ −1 + i 3 ⎞ ⎞ ⎛ ⎛ −1 − i 3 ⎞ ⎞ ⎟ s→ ⎠⎠ 2 ⎜⎝ ⎝ 2 s − s + 1) ⎜ s − ⎜ ( ⎟ ⎟⎟ ⎜⎜ s − ⎜ ⎟ ⎟⎟ ⎟ ⎜ ⎜ 2 2 ⎠⎠⎝ ⎝ ⎠⎠ ⎠ ⎝ ⎝ ⎝ … (2.1.22) dimana diperoleh ⎛ 3 i 3 ⎞⎛ 1 i 3 ⎞ ⎜ + ⎟⎜ − ⎟ 2 2 ⎠⎝ 2 2 ⎠ ⎝ d −1 = . i 3 −1 − i 3 (−1)
(
)
… (2.1.23)
BAB II Teori Kontrol H2
9
Sehingga ∞ ⎡ 1 − s2 ⎤ ∫ ⎢ 4 2 ⎥ ds = 2π j [ a−1 + b−1 + c−1 + d −1 ] . −∞ ⎣ s + s + 1 ⎦
… (2.1.24)
Dan setelah mensubstitusi dengan hasil dari persamaan (2.1.17), (2.1.19), (2.1.21), dan (2.1.23) maka diperoleh ∞ ⎡ 1 − s2 ⎤ ∫ ⎢ 4 2 ⎥ ds = 2π j [ −1] , −∞ ⎣ s + s + 1 ⎦
… (2.1.25)
sehingga didapat ∞ ⎡ 1 − s2 ⎤ ∫ ⎢ 4 2 ⎥ ds = −2π j . −∞ ⎣ s + s + 1 ⎦
… (2.1.26)
Selanjutnya kembali ke persamaan (2.1.15) G2= 2
∞ ⎡ 1 − s2 ⎤ ∫ ⎢ ⎥ ds 2π j −∞ ⎣ s 4 + s 2 + 1 ⎦ 1
… (2.1.27)
dan berikutnya mensubstitusi persamaan (2.1.26) G2=
1
2
2π j
( −2π j ) ,
… (2.1.28)
sehingga diperoleh G 2 = −1 ,
… (2.1.29)
G 2 =1,
… (2.1.30)
2
dimana 2
dan normnya didapat sebagai G 2 =1.
… (2.1.31)
Perhitungan dengan menggunakan definisi di atas dirasakan cukup rumit sehingga untuk mempermudah dalam perhitungan, diperlukan lemma berikut Lemma 1:
Misalkan matriks transfer
BAB II Teori Kontrol H2
10
⎡ A B⎤ G ( s) = ⎢ ⎥ ⎣C 0 ⎦
… (2.1.32)
dengan A stabil. Maka, didapat G 2 = trace ( B*QB ) = trace ( CPC * ) , 2
… (2.1.33)
dimana Q merupakan matriks keteramatan Gramian dan P merupakan matriks keterkontrolan Gramian yang didapat dari persamaan Lyapunov berikut ini: AP + PA* + BB* = 0,
A*Q + QA + C *C = 0 .
… (2.1.34)
Bukti
Karena G stabil, maka didapat ⎧Ce At B, t ≥ 0 . g (t ) = L G ) = ⎨ t<0 ⎩0, −1(
Matrik ∞
keterobservasian
Q =
… (2.1.35)
∫
∞
0
*
e A t C* Ce At dt
dan
keterkontrolan
P = ∫ e A t BB* e At dt memenuhi persamaan Lyapunov sebagai berikut *
0
AP + PA* + BB* = 0 ,
… (2.1.36)
A*Q + QA + C *C = 0 .
… (2.1.37)
dan
Hal ini dapat diperoleh sebagai berikut ini Pertama perhatikan matriks keteramatan Q ∞
Q = ∫ e A t C* Ce At dt . *
… (2.1.38)
0
Seperti yang telah diketahui bahwa * * d ⎡ A*t * At ⎤ e C Ce = A* e A t C *Ce At + e A t C *Ce At A . ⎦ dt ⎣
… (2.1.39)
Selanjutnya kedua ruas diintegralkan, diperoleh ∞
∞
∞
At * At * At * At At * At ∫ d (e C Ce ) = A ∫ (e C Ce )dt + ∫ (e C Ce )dtA . *
0
*
0
*
0
… (2.1.40)
BAB II Teori Kontrol H2
11
Sekarang yang dikerjakan selanjutnya adalah menyelesaikan persamaan (2.1.40) diatas. Mula-mula menyelesaikan ruas kiri dari persamaan tersebut terlebih dahulu. ∞
s
At * At ∫ d (e C Ce ) = lim ∫ d (e C Ce ) , A*t
*
At
*
s →∞
0
∞
s
At * At At * At ∫ d (e C Ce ) = lim(e C Ce ) , *
*
s →∞
0
… (2.1.41)
0
0
… (2.1.42)
∞
At * At As * As * ∫ d (e C Ce ) = lim(e C Ce ) − C C . *
*
s →∞
0
… (2.1.43)
Karena A stabil, diperoleh lim(e A s C *Ce As ) = 0 . *
… (2.1.44)
s →∞
Setelah mensubstitusi persamaan (2.1.44) ke dalam persamaan (2.1.43), maka hasil ruas kiri didapat ∞
∫ d (e
A*t
C *Ce At ) = −C *C .
… (2.1.45)
0
Proses berikutnya adalah menyelesaikan ruas kanan dari persamaan (2.1.40) dengan mensubstitusi persamaan (2.1.38) ke ruas kanannya tersebut sehingga ∞
∞
A ∫ (e C Ce )dt + ∫ (e A t C *Ce At )dtA = A*Q + QA . A*t
*
*
*
At
0
… (2.1.46)
0
Selanjutnya setelah ruas kiri dan kanan dari persamaan (2.1.40) didapat maka … (2.1.47a)
menjadi −C *C = A*Q + QA . Setelah menambahkan C *C pada kedua ruas , diperoleh A*Q + QA + C *C = 0 .
… (2.1.47b)
Kedua perhatikan matriks keterkontrolan P dimana ∞
P = ∫ e At BB* e A t dt . *
0
Seperti yang telah diketahui bahwa
… (2.1.48a)
BAB II Teori Kontrol H2
12
* * d ⎡ At * A*t ⎤ e BB e = Ae At BB* e A t + e At BB* e A t A* . ⎦ dt ⎣
… (2.1.48b)
Selanjutnya kedua ruasnya diintegralkan sehingga ∞
∫ d (e
∞
At
0
∞
BB e ) = A∫ (e BB e )dt + ∫ (e A t BB*e A t ) dtA* . * A*t
At
* A*t
*
0
*
… (2.1.49)
0
Dalam menyelesaikan persamaan (2.1.49) mula-mula menyelesaikan ruas kiri dari persamaan tersebut dimana ∞
s
At At * At * At ∫ d (e BB e ) = lim ∫ d (e BB e ) , *
*
s →∞
0
∞
s
At * At At * At ∫ d (e BB e ) = lim(e BB e ) , *
*
s →∞
0
… (2.1.50)
0
0
… (2.1.51)
∞
∫ d (e
At
BB*e A t ) = lim(e At BB*e A t ) − BB* . *
*
s →∞
0
… (2.1.52)
Karena A stabil, diperoleh lim(e At BB*e A t ) = 0 . *
… (2.1.53)
s →∞
Setelah mensubstitusi persamaan (2.1.53) ke dalam persamaan (2.1.52), maka didapat ∞
At * At * ∫ d (e BB e ) = − BB . *
… (2.1.54)
0
Proses berikutnya adalah menyelesaikan ruas kanan dari persamaan (2.1.49) dengan mensubstitusi persamaan (2.1.48) ke ruas kanannya tersebut sehingga ∞
∞
A∫ (e At BB*e A t )dt + ∫ (e A t BB*e A t )dtA* = AP + PA* . *
0
*
*
… (2.1.55)
0
Selanjutnya setelah ruas kiri dan kanan dari persamaan (2.1.49) didapat maka diperoleh
… (2.1.56)
− BB* = AP + PA* . Setelah menambahkan BB* pada kedua ruas pada persamaan (2.1.21), maka didapat
BAB II Teori Kontrol H2
13
0 = AP + PA* + BB* .
… (2.1.57)
Setelah melihat dari pertama dan kedua di atas, matriks keteramatan Q dan matriks keterkontrolan P terbukti memenuhi
AP + PA* + BB* = 0 ,
… (2.1.58)
A* Q + QA + C* C = 0 .
… (2.1.59)
dan
Dari persamaan (2.1.4) pada Definisi 1 G G G G
G
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
∞
= ∫ trace{g * (t ) g (t )}dt , ∞
= ∫ trace{B* e A t C *Ce At B}dt , *
… (2.1.61)
0
∞
= trace ∫ ( B* e A t C *Ce At B)dt , *
… (2.1.62)
0
∞
= trace( B* ∫ (e A t C *Ce At )dtB) ,
… (2.1.63)
= trace( B*QB) .
… (2.1.64)
*
0
∞
G 2 = ∫ trace{g (t ) g * (t )}dt , 2
… (2.1.60)
0
… (2.1.65)
0
∞
G 2 = ∫ trace{Ce At BB*e A t C *}dt , 2
*
… (2.1.66)
0
∞
G 2 = trace ∫ {Ce At BB*e A t C *}dt , 2
*
… (2.1.67)
0
∞
G 2 = trace(C ∫ {e At BB*e A t }dtC * ) ,
… (2.1.68)
G 2 = trace(CPC * ) .
… (2.1.69)
2
*
0
2
Sehingga terpenuhi bahwa G 2 = trace ( B*QB ) = trace ( CPC * ) . 2
Contoh 2:
… (2.1.70)
BAB II Teori Kontrol H2
14
Misalkan terdapat suatu sistem dinamik yang mempunyai G ( s ) = C ( sI − A) −1 B dengan ⎡0 1⎤ ⎡1 ⎤ ; B = ⎢ ⎥ ; C = [1 0] . A=⎢ ⎥ ⎣ −1 −1⎦ ⎣0⎦ 2
Akan dihitung G 2 . Jawab: Diketahui ⎡0 1⎤ ⎡1 ⎤ ; B = ⎢ ⎥ ; C = [1 0] . A=⎢ ⎥ ⎣ −1 −1⎦ ⎣0⎦ Dari lemma 1, diperoleh G 2 = trace ( CPC * ) , 2
… (2.1.71)
dimana P merupakan matrik keterkontrolan Gramian yang memenuhi … (2.1.72)
AP + PA* + BB* = 0 ⎡ 0 1 ⎤ ⎡ P11 ⎢ −1 −1⎥ ⎢ P ⎣ ⎦ ⎣ 12
P12 ⎤ ⎡ P11 + P22 ⎥⎦ ⎢⎣ P12
⎡ P12 ⎢− P − P ⎣ 11 12
P22
P12 ⎤ ⎡ 0 −1⎤ ⎡1 ⎤ ⎡ 0 0⎤ … (2.1.73) + ⎢ ⎥ [1 0] = ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎥ P22 ⎦ ⎣1 −1⎦ ⎣ 0 ⎦ ⎣0 0⎦
⎤ ⎡ P12 + ⎥ − P12 − P22 ⎦ ⎢⎣ P22
− P11 − P12 ⎤ ⎡ −1 0 ⎤ . = − P12 − P22 ⎥⎦ ⎢⎣ 0 0 ⎥⎦
… (2.1.74)
Selanjutnya dengan menyelesaikan persamaan didapat (2.1.74) sehingga diperoleh 1 1 P11 = 1, P12 = − , dan P22 = , 2 2 dan karena ⎡P P = ⎢ 11 ⎣ P12
P12 ⎤ , P22 ⎥⎦
… (2.1.75)
⎡ ⎢ 1 P=⎢ ⎢− 1 ⎢⎣ 2
1⎤ − ⎥ 2 . ⎥ 1 ⎥ 2 ⎥⎦
… (2.1.76)
maka
Dari lemma 1
BAB II Teori Kontrol H2
15
G 2 = trace ( CPC * ) .
… (2.1.77)
2
dengan mensubstitusi nilai C dan P kedalam persamaan tersebut maka diperoleh ⎛ ⎡ ⎜ ⎢ 1 2 G 2 = trace ⎜ [1 0] ⎢ ⎜ ⎢− 1 ⎜ ⎢⎣ 2 ⎝
1⎤ ⎞ − ⎥ 1 2 ⎡ ⎤ ⎟⎟ . ⎥ 1 ⎥ ⎢⎣0 ⎥⎦ ⎟ ⎟ 2 ⎥⎦ ⎠
… (2.1.78)
sehingga G 2 = trace [1] , 2
… (2.1.79)
dan didapat G 2 =1.
2.2.
… (2.1.80)
Plant yang diperumum
Pada subbab ini akan dicari plant diperumum G(s) dari suatu model dinamik plant P dan beberapa fungsi bobotnya. Pertama, misalkan suatu
sistem dinamik P digambarkan persamaan
diferensial berikut:
x& ( t ) = A x ( t ) + B u ( t ) , x ( t 0 ) = x 0 y (t ) = C x (t ) + D u (t )
… (2.2.1) … (2.2.2)
dimana: x ( t ) ∈ ℜ n disebut variabel keadaan; x ( t 0 ) disebut kondisi awal sistem; y ( t ) ∈ ℜ r adalah keluaran sistem; dan u ( t ) ∈ ℜ m adalah masukan sistem.
dengan: A merupakan matrik n x n merupakan matriks keadaan; B merupakan matrik n x m merupakan matriks masukan; C merupakan matrik r x m merupakan matriks keluaran; D merupakan matrik r x m merupakan matriks transmisi langsung masukan - keluaran
BAB II Teori Kontrol H2
16
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa plant diperumum G terdiri dinamik P dan beberapa fungsi bobotnya. Untuk menggabungkannya, diperlukan operasi pada sistem. Oleh sebab itu selanjutnya akan diperkenalkan beberapa operasi pada sistem.
Operasi Pada Sistem
Pada bagian ini, kita akan menunjukan fakta-fakta mengenai interkoneksi pada sistem. Misalkan terdapat suatu sistem dinamik P dengan diagram bloknya sebagai berikut y
u
P
Gambar (2.2.1) : Diagram blok P
dan persamaan ruang keadaan dari sistem dinamik P tersebut seperti diuraikan pada persamaan (2.2.1) dan persamaan (2.2.2). Keterhubungan antara persamaan ruang keadaan dengan matriks transfernya sebagai berikut ⎡A B⎤ P( s ) = ⎢ = C( sI − A )−1 B + D . ⎥ ⎣C D ⎦ Misalkan P1 dan P2 merupakan dua subsistem dengan representasi ruang keadaannya ⎡ A B1 ⎤ ⎡ A B2 ⎤ P1 = ⎢ 1 , P2 = ⎢ 2 ⎥ ⎥. ⎣C1 D1 ⎦ ⎣C2 D2 ⎦ Pertama kita akan memperkenalkan koneksi seri atau ”cascade”. Pada
koneksi seri ini, output dari subsistem kedua menjadi input pada subsistem pertama seperti yang ditunjukan pada diagram blok berikut ini :
y
P1
s
P2
u
BAB II Teori Kontrol H2
17
Gambar (2.2.2) : Diagram blok untuk rangkaian seri atau “cascade”.
Untuk diagram blok pada gambar (2.2.2), persamaan ruang keadaan untuk plant P1 dinyatakan sebagai berikut:
x&1 = A1 x1 + B1s, ; y = C1 x1 + D1s.
… (2.2.3) … (2.2.4)
dan persamaan ruang keadaan untuk plant P2 dinyatakan sebagai berikut :
x&2 = A2 x2 + B2u, . s = C2 x2 + D2u.
… (2.2.5) … (2.2.6)
Diagram blok pada gambar (2.2.2) di atas akan dibentuk menjadi seperti diagram blok pada gambar (2.2.1). Setelah mensubstitusi persamaan (2.2.6) pada persamaan ruang keadaan untuk plant P2 ke persamaan (2.2.3) dan (2.2.4) untuk persamaan ruang keadaan untuk plant P1, diperoleh
x&1 = A1 x1 + B1C2 x2 + B1D2u , y = C1 x1 + D1C2 x2 + D1 D2u.
… (2.2.7) … (2.2.8)
Representasi dari sistem seri ini merupakan gabungan persamaan (2.2.7), (2.2.5), dan (2.2.8) dimana berturut-turut ditunjukan sebagai
x&1 = A1 x1 + B1C2 x2 + B1D2u , x&2 = A2 x2 + B2u, y = C1 x1 + D1C2 x2 + D1 D2u. maka persamaan – persamaan tersebut dapat ditulis dalam bentuk matriks yang dituliskan sebagai berikut : ⎡ x&1 ⎤ ⎡ A1 ⎢ x& ⎥ = ⎢ 0 ⎢ 2⎥ ⎢ ⎢⎣ y ⎥⎦ ⎢⎣C1
B1C2 B1D2 ⎤ ⎡ x1 ⎤ A2 D1C2
B2 ⎥⎥ ⎢⎢ x2 ⎥⎥ . D1 D2 ⎥⎦ ⎢⎣ u ⎥⎦
… (2.2.8)
Sehingga, representasi untuk sistem seri ini merupakan ⎡A P1 P2 = ⎢ 1 ⎣C1
B1 ⎤ ⎡ A2 D1 ⎥⎦ ⎢⎣C2
B2 ⎤ , D2 ⎥⎦
dimana dapat ditunjukan pula sebagai:
… (2.2.9)
BAB II Teori Kontrol H2
⎡ A1 P1 P2 = ⎢⎢ 0 ⎢⎣C1
B1C2 A2 D1C2
18
B1 D2 ⎤ B2 ⎥⎥ . D1 D2 ⎥⎦
… (2.2.10)
Yang kedua yang akan diperkenalkan adalah koneksi paralel atau penjumlahan dari P1 dan P2 dimana dapat ditunjukan dari diagram blok berikut ini: y1
u P1
y y2
P2
u u
Gambar 2.2.3 : Diagram blok untuk rangkaian paralel.
Untuk diagram blok pada gambar (2.2.3) di atas, persamaan ruang keadaan untuk plant P1 dinyatakan sebagai berikut:
x&1 = A1 x1 + B1u, y1 = C1 x1 + D1u,
… (2.2.11) … (2.2.12)
dan persamaan ruang keadaan untuk plant P2 dinyatakan sebagai berikut :
x&2 = A2 x2 + B2u, y2 = C2 x2 + D2u.
… (2.2.13) … (2.2.14)
Selanjutnya P1 dan P2 akan digabung dengan menggunakan operasi paralel atau penjumlahan. Adapun pada operasi paralel ini yang mengalami perubahan adalah pada outputnya dimana
y = y1 + y2 .
… (2.2.15)
dan setelah mensubstitusi dengan persamaan (2.2.12) dan persamaan (2.2.14) maka outputnya diperoleh
y = C1 x1 + C2 x2 + ( D1 + D2 )u .
… (2.2.16)
Sedangkan untuk fungsi keadaan x&1 dan x&2 tidak mengalami perubahan seperti yang berturut – turut ditunjukan persamaan berikut ini … (2.2.17)
BAB II Teori Kontrol H2
19
x&1 = A1 x1 + B1u, x&2 = A2 x2 + B2u.
… (2.2.18)
Berikutnya, persamaan (2.2.17), (2.2.18) dan (2.2.16) dapat dituliskan dalam bentuk matriks sebagai berikut ⎡ x&1 ⎤ ⎡ A1 0 ⎢ x& ⎥ = ⎢ 0 A 2 ⎢ 2⎥ ⎢ ⎢⎣ y ⎥⎦ ⎢⎣C1 C2 ⎡ A1 0 ⎢ dimana ⎢ 0 A2 ⎢⎣C1 C2
B1 ⎤ ⎡ x1 ⎤ B2 ⎥⎥ ⎢⎢ x2 ⎥⎥ , D1 + D2 ⎥⎦ ⎢⎣ u ⎥⎦
… (2.2.19)
B1 ⎤ B2 ⎥⎥ merupakan hasil dari operasi paaralel dari P1 dan P2 . D1 + D2 ⎥⎦
Sehingga secara umum, koneksi paralel atau penjumlahan dari P1 dan P2 didapat ⎡A P1 + P2 = ⎢ 1 ⎣C1
B1 ⎤ ⎡ A2 + D1 ⎥⎦ ⎢⎣C2
B2 ⎤ , D2 ⎥⎦
… (2.2.20)
dimana diperoleh ⎡ A1 0 P1 + P2 = ⎢⎢ 0 A2 ⎢⎣C1 C2
⎤ B2 ⎥⎥ . D1 + D2 ⎥⎦
B1
… (2.2.21)
Selanjutnya akan digunakan operasi diatas untuk mencari plant diperumum dari suatu sistem dinamik dengan beberapa fungsi bobotnya. Dalam hal ini dimisalkan ada plant P dengan fungsi bobot masukan Wi dan fungsi bobot keluaran Wo yang diilustrasikan seperti pada diagram blok berikut ini w2 u
Wi
w
P
s
Wo
z
Gambar 2.2.4 : Diagram blok P dan beberapa fungsi bobotnya
Dari diagram blok diatas, persamaan dinamik untuk Wi, sebagai berikut … (2.2.22)
BAB II Teori Kontrol H2
20
x&i = Ai xi + Bi u, w = Ci xi + Di u.
… (2.2.23)
Sedangkan persamaan dinamik untuk P dinyatakan sebagai berikut: x& p = Ap x p + B p w + B p w2 ,
… (2.2.24)
s = C p x p + D p w + D p w2 ,
… (2.2.25)
dan persamaan dinamik untuk Wu dinyatakan sebagai berikut: x&o = Ao xo + Bo s,
… (2.2.26)
z = Co xo + Do s.
… (2.2.27)
Selanjutnya, akan disubstitusi persamaan (2.2.23) ke dalam persamaan (2.2.24) x& p = Ap x p + B p ( Ci xi + Di u ) + B p w2 ,
… (2.2.28)
sehingga setelah diuraikan diperoleh
x& p = Ap x p + B p Ci xi + B p Di u + B p w2 ,
… (2.2.29)
dan juga mensubstitusi persamaan (2.2.23) ke dalam persamaan (2.2.25) s = C p x p + D p ( Ci xi + Di u ) + D p w2 ,
… (2.2.30)
sehingga setelah diuraikan juga diperoleh s = C p x p + D p Ci xi + D p Di u + D p w2 .
… (2.2.31)
Dari hasil di atas, selanjutnya akan disubstitusi hasil persamaan (2.2.31) tersebut ke persamaan (2.2.26) sehingga didapat. x&o = Ao xo + Bo ( C p x p + D p Ci xi + D p Di u + D p w2 ) ,
… (2.2.31)
dan setelah mengalikan dengan yang didalam kurung sehingga diperoleh x&o = Ao xo + Bo C p x p + Bo D p Ci xi + Bo D p Di u + Bo D p w2 .
… (2.2.32)
Di samping itu, hasil persamaan (2.2.31) akan disubstitusi ke dalam persamaan (2.2.27) z = Co xo + Do ( C p x p + D p Ci xi + D p Di u + D p w2 ) ,
… (2.2.33)
dan setelah diuraikan maka persamaan (2.2.33) menjadi … (2.2.34)
BAB II Teori Kontrol H2
21
z = Co xo + DoC p x p + Do D p Ci xi + Do D p Di u + Do D p w2 .
Persamaan (2.2.22), (2.2.29), (2.2.32), dan (2.2.33) akan digabung dimana … (2.2.35) x&i = Ai xi + Bi u, … (2.2.36) x& = A x + B C x + B D u + B w , p
p
p
p
i i
p
i
p
2
x&o = Ao xo + BoC p x p + Bo D p Ci xi + Bo D p Di u + Bo D p w2 ,
… (2.2.37)
z = Co xo + DoC p x p + Do D p Ci xi + Do D p Di u + Do D p w2 .
… (2.2.38)
Dari keempat persamaan tersebut didapat persamaan ruang keadaan ⎡ x&i ⎤ ⎡ Ai ⎢ x& ⎥ ⎢ B C ⎢ p⎥ = ⎢ p i ⎢ x&o ⎥ ⎢ Bo D p Ci ⎢ ⎥ ⎢ ⎣ z ⎦ ⎣⎢ Do D p Ci
0
0
Ap BoC p
0 Ao
Do C p
Co
⎤ ⎡ xi ⎤ ⎡ 0 ⎤ B p Di ⎥⎥ ⎢ x p ⎥ ⎢⎢ B p ⎥⎥ ⎢ ⎥+ w . Bo D p Di ⎥ ⎢ xo ⎥ ⎢ Bo D p ⎥ 2 ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥ Do D p Di ⎦⎥ ⎣ u ⎦ ⎣⎢ Do D p ⎦⎥ Bi
… (2.2.39)
Persamaan (2.2.39) dapat dipecah menjadi ⎡ x&i ⎤ ⎡ Ai ⎢ x& = ⎢⎢ x& p ⎥⎥ = ⎢ B p Ci ⎢⎣ x&o ⎥⎦ ⎢⎣ Bo D p Ci
0 Ap Bo C p
⎡ 0 ⎤ 0 ⎤ ⎡ xi ⎤ ⎡ Bi ⎤ ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ 0 ⎥ ⎢ x p ⎥ + ⎢ B p Di ⎥ u + ⎢ B p ⎥ w2 , ⎢ Bo D p ⎥ … (2.2.39) Ao ⎥⎦ ⎢⎣ xo ⎥⎦ ⎢⎣ Bo D p Di ⎥⎦ ⎣ ⎦
dan z = ⎡⎣ Do D p Ci
Do C p
⎡ xi ⎤ Co ⎤⎦ ⎢⎢ x p ⎥⎥ + ⎡⎣ Do D p D ⎤⎦ u + ⎡⎣ Do D p ⎤⎦ w2 . ⎢⎣ xo ⎥⎦
… (2.2.39)
BAB II Teori Kontrol H2
2.3.
22
Fungsi transfer loop tertutup
Subbab ini akan dicari fungsi transfer loop tertutup dari plant diperumum G(s) dari suatu model dinamik plant dan beberapa fungsi bobotnya yang digabungkan dengan pengontrol K(s) seperti yang dilustrasikan seperti pada diagram blok berikut z
w G
y
u K
Gambar 2.3.1 Diagram blok dari plant diperumum G yang digabungkan dengan
pengontrol K Misalkan suatu plant diperumum G(s) dari suatu model dinamik plant dan beberapa fungsi bobotnya secara umum sebagai berikut … (2.3.1)
BAB II Teori Kontrol H2
23
x& (t ) = Ax(t ) + B1w(t ) + B2u (t ) , z (t ) = c1 x(t ) + D11w(t ) + D12u (t ) ,
… (2.3.2)
y (t ) = c2 x(t ) + D21w(t ) + D22u (t ) .
… (2.3.3)
Sedangkan pengontrol K(s) dari model tersebut dapat ditulis dalam bentuk … (2.3.4)
berikut xˆ& (t ) = Aˆ k xˆ (t ) + Bˆ k y (t ) ,
… (2.3.5)
u (t ) = cˆk xˆ (t ) + Dˆ k y (t ) .
Dengan x ∈ ℜ n merupakan variabel keadaan, y ∈ ℜ p merupakan keluaran, z ∈ ℜ q merupakan keluaran terkontrol, u ∈ ℜ m merupakan masukan kontrol, w ∈ ℜl merupakan gangguan, v ∈ ℜk merupakan pengontrol keadaan.
Persamaan (2.3.1), (2.3.2), dan (2.3.3) dapat ditulis dalam bentuk matriks transfer sebagai berikut: ⎡ A G ( s ) = ⎢⎢ C 1 ⎢⎣ C 2
B1 D 11 D 21
B2 ⎤ ⎡G (s) D 12 ⎥⎥ = ⎢ 1 1 G (s) D 22 ⎥⎦ ⎣ 21
G12 ( s ) ⎤ . G 22 ( s ) ⎥⎦
Sehingga realisasi matriks transfer G dari persamaan (2.3.1), (2.3.2), dan (2.3.3) dapat dituliskan dalam bentuk ruang keadaan sebagai berikut: ⎡A G ( s ) = ⎢⎢ C1 ⎢⎣C2
B1 D11 D21
B2 ⎤ ⎡ G ( s ) G12 ( s ) ⎤ . D12 ⎥⎥ = ⎢ 11 G21 ( s ) G22 ( s ) ⎥⎦ ⎣ D22 ⎥⎦
Dari plant diperumum G(s) dan pengontrol K(s) (Persamaan (2.3.1) sampai (2.3.5) ):
BAB II Teori Kontrol H2
•
24
Substitusi persamaan (2.3.3) dan (2.3.5) ke persamaan (2.3.1) maka diperoleh: x& (t ) = ( A + B2 Dˆ k C2 ) x(t ) + B2Cˆ k xˆ (t ) + ( B1 + B2 Dˆ k D21 ) w(t ) + B2 Dˆ k D22u (t ) . … (2.3.6)
•
Substitusi persamaan (2.3.3) ke persamaan (2.3.4) maka diperoleh:
xˆ& (t ) = Bˆ k C2 x(t ) + Ak xˆ (t ) + Bk D21w(t ) + Bk D22u (t ) . •
… (2.3.7)
Substitusi persamaan (2.3.3) dan (2.3.5) ke persamaan (2.3.2) maka diperoleh:
(
)
z (t ) = (C1 + D12 Dˆ k C2 ) x(t ) + D12Cˆ k xˆ (t ) + D11 + D12 Dˆ k D21 w(t ) + D12 Dˆ k D22u (t ) . … (2.3.8)
Dari persamaan (2.3.6), (2.3.7) dan (2.3.8) dapat dibentuk : ⎡ x& (t ) ⎤ ⎡ A + B2 Dˆ k C2 ⎢& ⎥ ⎢ Bˆ k C2 ⎢ xˆ (t ) ⎥ = ⎢ ⎢ z (t ) ⎥ ⎢C + D Dˆ C ⎣ ⎦ ⎢⎣ 1 12 k 2
⎡ B2 Dˆ k D22 ⎤ ⎤ ⎡ B1 + B2 Dˆ k D21 ⎤ ⎢ ⎥ ⎥ ⎡ x(t ) ⎤ ⎢ ⎥ ˆ ˆ D ( ) B w t B D + + ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ k k 21 k 22 ⎥ u (t ) . ⎢ xˆ (t ) ⎥ ⎢ ⎥ ⎣ ⎦ ⎥ ⎢ ⎥ ˆ D12Cˆ k ⎥⎦ ⎢⎣ D12 Dˆ k D22 ⎥⎦ ⎣⎢ D11 + D12 Dk D21 ⎦⎥ … (2.3.9) B2Cˆ k Aˆ
Persamaan (2.3.9) dapat pula dibentuk menjadi bentuk berikut ini
⎡ x&(t )⎤ ⎡ A + B2 Dˆ k C2 B2Cˆk ⎢& ⎥ ⎢ Bˆk C2 Aˆk ⎢ xˆ(t )⎥ = ⎢ ⎢ z(t )⎥ ⎢ ⎣ ⎦ ⎢⎣C1 + D12 Dˆ k C2 D12Cˆk
B1 + B2 Dˆ k D21 Bˆk D21
D11 + D12 Dˆ k D21
B2 Dˆ k D22 ⎤ ⎡ x(t ) ⎤ ⎥ ⎢ xˆ(t ) ⎥ ˆ Bk D22 ⎥ ⎢ ⎥ . ⎥ ⎢w(t )⎥ D12 Dˆ k D22 ⎥⎦ ⎢ u(t ) ⎥ ⎣ ⎦
… (2.3.10)
Sehingga ruang keadaan matriks transfer dari masukan w ke keluaran z yang dinotasikan Tzw didapat
BAB II Teori Kontrol H2
⎡ A + B2 Dˆ k C2 ⎢ Tzw = ⎢ Bˆ k C2 ⎢ ⎢⎣C1 + D12 Dˆ k C2
25
B2Cˆ k Aˆ
B1 + B2 Dˆ k D21
D12Cˆ k
D11 + D12 Dˆ k D21
Bˆ k D21
k
B2 Dˆ k D22 ⎤ ⎥ Bˆ k D22 ⎥ . ⎥ D12 Dˆ k D22 ⎥⎦
… (2.3.11)
Setelah fungsi transfer untuk keeadaan umum, selanjutnya akan dicari fungsi transfer bentuk khusus dari model yang kita inginkan. Asumsikan plant diperumum G(s) dari suatu model khusus dari dinamik plant dan beberapa fungsi bobotnya tersebut sebagai berikut:
… (2.3.12)
x& (t ) = Ax(t ) + B1w(t ) + B2u (t ) , z (t ) = c1 x(t ) + D12u (t ) ,
… (2.3.13)
y (t ) = c2 x(t ) + D21w(t ) .
… (2.3.14)
Sedangkan pengontrol K(s) dari model khusus tersebut xˆ& (t ) = Aˆ k xˆ (t ) + Bˆ k y (t ) ,
… (2.3.15)
u (t ) = cˆk xˆ (t ) + Dˆ k y (t ) .
… (2.3.16)
Dari plant diperumum G(s) dan pengontrol K(s) dari bentuk khusus di atas (Persamaan (2.3.12) sampai (2.3.16) ): •
Substitusi persamaan (2.3.14) dan (2.3.16) ke persamaan (2.3.12) maka diperoleh:
x& (t ) = ( A + B2 Dˆ k C2 ) x(t ) + B2Cˆ k xˆ (t ) + ( B1 + B2 Dˆ k D21 ) w(t ) .
•
Substitusi persamaan (2.3.14) ke persamaan (2.3.15) maka diperoleh:
x&ˆ (t ) = Bˆ k C2 x(t ) + Aˆk xˆ (t ) + Bˆ k D21w(t ) . •
… (2.3.17)
… (2.3.18)
Substitusi persamaan (2.3.14) dan (2.3.16) ke persamaan (2.3.13) maka diperoleh:
z (t ) = (C1 + D12 Dˆ k C2 ) x(t ) + D12Cˆ k xˆ (t ) + D12 Dˆ k D21w(t ) . Dari persamaan (2.3.6), (2.3.7) dan (2.3.8) dapat dibentuk :
… (2.3.19)
BAB II Teori Kontrol H2
⎡ x& (t ) ⎤ ⎡ A + B2 Dˆ k C2 ⎢& ⎥ ⎢ Bˆ k C2 ⎢ xˆ (t ) ⎥ = ⎢ ⎢ z (t ) ⎥ ⎢C + D Dˆ C ⎣ ⎦ ⎣⎢ 1 12 k 2
26
⎤ ⎡ B1 + B2 Dˆ k D21 ⎤ ⎥ ⎡ x(t ) ⎤ ⎢ ⎥ ˆ D B + ⎥ ⎢ ⎥ w(t ) . k k 21 ⎢ xˆ (t ) ⎥ ⎣ ⎦ ⎥ ⎢ ⎥ ˆ D12Cˆ k ⎦⎥ ⎣⎢ D12 Dk D21 ⎦⎥ B2Cˆ k Aˆ
… (2.3.20)
Persamaan (2.3.20) dapat dibentuk menjadi persamaan berikut
⎡ x&(t )⎤ ⎡ A + B2 Dˆ k C2 B2Cˆk ⎢& ⎥ ⎢ Bˆk C2 Aˆk ⎢ xˆ(t )⎥ = ⎢ ⎢ ⎥ ⎢ ˆ ˆ ⎣ z(t )⎦ ⎢⎣C1 + D12 Dk C2 D12Ck
B1 + B2 Dˆ k D21 ⎤ ⎡ x(t ) ⎤ ⎥ Bˆk D21 ⎥ ⎢⎢ xˆ(t ) ⎥⎥ . ⎥ D12 Dˆ k D21 ⎥⎦ ⎢⎣w(t )⎥⎦
… (2.3.21)
Sehingga ruang keadaan matriks transfer dari masukan w ke keluaran z yang dinotasikan Tzw didapat ⎡ A + B2 Dˆ k C2 ⎢ Bˆ k C2 Tzw = ⎢ ⎢ ˆ ⎢⎣C1 + D12 Dk C2
2.4.
B2Cˆ k Aˆ k
D12Cˆ k
B1 + B2 Dˆ k D21 ⎤ ⎥ Bˆ k D21 ⎥. ⎥ D12 Dˆ k D21 ⎥⎦
… (2.3.22)
Penentuan kontrol yang diperkenankan dan optimal
Setelah matriks transfer didapat selanjutnya akan masuk ke dalam penentuan kontrol yang diperkenankan dan optimal yang meliputi kestabilan internal, eksistensi keterkontrolan, dan pembahasan mengenai transformasi fraksional linier Seperti yang telah diuraikan diatas mengenai permasalahan kontrol H2 dimana akan mencari pengontrol K yang bersifat proper dan real-rational. Maka selanjutnya akan diterangkan terlebih dahulu mengenai proper dan strictly-proper Definisi Proper dan Strictly Proper : •
G(s) dikatakan proper jika G ( j∞) terbatas atau jika derajat tertinggi penyebut dari G(s) lebih besar atau sama dengan derajat tertinggi pembilang G(s)
BAB II Teori Kontrol H2
•
27
G(s) dikatakan strictly proper jika G ( j∞) =0 atau jika derajat tertinggi pembilang G(s) sama dengan derajat tertinggi penyebut G(s).
2.4.1. Kestabilan Internal
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai stabil internal akan dijelaskan dulu beberapa istilah berikut ini (A,B2) dapat distabilkan ekivalen dengan pernyataan berikut i.
Matrik [ A − λ I , B2 ] memiliki rank baris penuh untuk semua Re(λ ) ≥ 0
ii.
Untuk
x dan λ
semua
sedemikian
sehingga x * A = x * λ dan
R e( λ ) ≥ 0 maka x * B ≠ 0 iii.
Terdapat matrik F sedemikian rupa sehingga A + B2F stabil
(C2,A) dapat dideteksi ekivalen dengan pernyataan berikut ini: i. ii.
A − λI⎤ Matrik ⎡⎢ ⎥ memiliki rank kolom penuh untuk semua Re(λ ) ≥ 0 ⎣ C2
⎦
Untuk semua x dan λ sedemikian sehingga A x = λ x dan Re(λ ) ≥ 0 maka Cx ≠ 0
iii.
Terdapat matrik L sedemikian sehingga A + LC stabil
iv.
( A* , C2* ) stabil
Definisi 2 :
Suatu sistem seperti diagram blok di atas dikatakan stabil secara internal jika pada matrik transfer : −1
⎡ ( I − KG ) −1 ⎡ I −K ⎤ ⎢ ⎥ =⎢ −1 ⎣ −G I ⎦ ⎣G ( I − KG )
K ( I − KG ) −1 ⎤ ⎥ ( I − KG ) −1 ⎦
⎡ I + K ( I − GK ) −1 G =⎢ −1 ⎣ ( I − GK ) G
maka keempat fungsi transfernya stabil
K ( I − GK ) −1 ⎤ ⎥ ( I − GK ) −1 ⎦
… (2.4.1.1) … (2.4.1.2)
BAB II Teori Kontrol H2
28
2.4.2. Eksistensi Pengontrol
Eksistensi pengontrol dinyatakan dengan lemma berikut ini : Lemma 2:
Terdapat pengontrol K (Proper) yang mencapai stabilitas secara internal jika dan hanya jika ( A, B2 ) dapat distabilkan dan (C2 , A) dapat dideteksi. Lebih lanjut, misalkan terdapat F dan L sedemikian sehingga A + B2 F dan A + LC2 stabil maka pengontrol dinyatakan oleh ⎡A K ( s) = ⎢ c ⎣Cc
Bc ⎤ ⎡ A + B2 F + LC2 = Dc ⎦⎥ ⎢⎣ F
−L⎤ 0 ⎥⎦
… (2.4.2.3)
Bukti Lemma 2 :
•
(=>) Jika ( A, B2 ) tidak dapat distabilkan dan (C2 , A) tidak dapat dideteksi maka terdapat beberapa nilai eigen dari A% yang berada di bidang Re(s)>0 sehingga tidak ada L dan F sedemikian sehingga A + LC2 dan A + B2 F stabil.
•
(<=) Dengan asumsi dapat distabilkan dan dapat dideteksi, terdapat F dan L sedemikian sehingga A + B2 F dan A + LC2 stabil. Misalkan K(s) adalah pengontrol yang diberikan pada lemma, maka matriks transfer dari w ke z ,Tzw ,didapat.
BAB II Teori Kontrol H2
29
2.4.3. Transformasi Fraksional Linier
Pada bagian ini akan dibahas mengenai transformasi fraksional linier yang akan digunakan untuk parameterisasi pengontrol. Parameterisasi pengontrol merupakan salah satu cara yang digunakan untuk memperoleh bentuk pengontrol K yang optimal dan tunggal. Sebelum melangkah ke penentuan pengontrol yang optimal dan tunggal maka akan diberikan terlebih dahulu mengenai pengertian transformasi fraksional linier terlebih dahulu.
Definisi 3 :
Misalkan M adalah matriks yang dipartisi sebagai berikut:
M 12 ⎤ ⎡M M = ⎢ 11 ⎥∈ ⎣ M 21 M 22 ⎦
( p1 + p2 )×( q1 + q2 )
,
… (2.4.3.1)
BAB II Teori Kontrol H2
dan misalkan Δ l ∈
30
q2 × p2
dan Δ u ∈
q1 × p1
adalah dua buah matrik yang
lain, maka: •
Lower LFT yang terkait dengan Δ l adalah pemetaan yang didefinisikan q2 × p2
sebagai: Fl ( M , •) :
→
q1 × p1
dengan: Fl ( M , Δ l ) = M 11 + M 12 Δ l ( I − M 22 Δ l ) −1 M 21 jika
( I − M 22 Δ l ) −1
ada. •
Upper LFT yang terkait dengan Δ u adalah pemetaan yang didefinisikan sebagai: Fu ( M , •) :
q1 × p1
q2 × p2
→
,
dengan: Fu ( M , Δ u ) = M 22 + M 21Δ u ( I − M 11Δ u ) −1 M 12 jika ( I − M 11Δ l ) −1 ada.
Terminologi lower LFT dan upper LFT diperoleh dari diagram berikut yang merupakan representasi dari Fl ( M , Δ l ) dan Fu ( M , Δ u ) a.
b.
z1
w1
Δu u2
y2
M u1
y1
M
Δl
z2
w2
Gambar 2.4.3.1 : a. Fl ( M , Δ l ) , b. Fu ( M , Δ u ) Selanjutnya dengan mensubstitusi kembali Ac,Bc,Cc,Dc diperoleh:
⎡ A A% = ⎢ ⎣ − LC 2
B2F ⎤ ⎡ A + LC 2 = A + B 2 F + LC 2 ⎥⎦ ⎢⎣ − LC 2
0 ⎤ A + B 2 F ⎥⎦
… (2.4.3.2)
karena seluruh elemen matriks A% stabil, maka A% stabil.
Untuk penentuan pengontrol ini diperlukan beberapa asumsi berikut: a. ( A, B2 ) dapat di stabilkan dan (C2 , A) dapat dideteksi, * >0, b. R1 = D12* D12 >0 dan R1 = D21 D21
BAB II Teori Kontrol H2
31
A − jω I c. ⎡⎢
B2 ⎤ mempunyai rank kolom penuh untuk semua D12 ⎥⎦
⎡ A − jω I d. ⎢ ⎣ C2
B1 ⎤ mempunyai rank baris penuh untuk semua D21 ⎥⎦
⎣
C1
ω,
ω,
Akibat dari keempat asumsi diatas maka diperoleh dua buah matrik Hamiltonian berikut:
⎡ A − B2 R1−1 D12* C1 ⎤ − B2 R1−1 B2* H 2 := ⎢ * , *⎥ −1 * −1 * C ( I D R D ) C ( A B R D C ) − − − − ⎣ 1 12 1 12 1 2 1 12 1 ⎦ * * * −1 −1 ⎡ ( A − B1 D21 R2 C2 ) ⎤ −C2 R2 C2 J 2 := ⎢ ⎥, * * * −1 −1 B ( I D R D ) B ( A B D R C ) − − − − 21 2 21 1 1 21 2 2 ⎦ ⎣ 1
… (2.4.3.3) … (2.4.3.4)
dimana H 2 dan J2 ∈ dom(Ric) dan lebih jauh, X 2 := Ric(H2) ≥ 0 dan Y2:=Ric(J2) ≥ 0 Definisikan F2 := − R1−1 ( B2* X 2 + D12* C1 ) ,
… (2.4.3.4)
L2 := −(Y2C2* + B1 D21* ) R2−1 ,
… (2.4.3.5)
dan
dan juga AF := A + B2 + F2 ,
… (2.4.3.6)
C1F2 := C1 + D12 F2 ,
… (2.4.3.7)
AL2 := A + L2C2 ,
… (2.4.3.8)
B1L2 := B1 + L2 D21 ,
… (2.4.3.9)
2
Aˆ 2 := A + B2 F2 + L2C2 .
… (2.4.3.10)
Sebelum masuk ke dalam teorema yang utama maka diperlukan lemma berikut ini :
Lemma 3:
Misalkan U , V ∈ RH ∞ didefinisikan sebagai:
BAB II Teori Kontrol H2
⎡ AF U =⎢ 2 ⎢⎣C1F2
32
B2 R1−1 / 2 ⎤ ⎥ , dan D12 R1−1 / 2 ⎥⎦
⎡ AL V = ⎢ −1 / 22 ⎣ R2 C2
… (2.4.3.11)
⎤ ⎥ D21 ⎦
B1L2 R2
−1 / 2
… (2.4.3.12)
dimana U adalah inner dan V adalah co-inner, U ~ Gc ∈ RH 2⊥ dan G f V ~ ∈ RH 2⊥ Bukti :
Pembuktian menggunakan sifat-sifat dasar aljabar dari perkalian matriks blok. Dari U diperoleh:
⎡ − A*F2 U ( s ) = ⎢ −1 / 2 * ⎣⎢ R1 B2 ~
−C1*F2 ⎤ ⎥. * R1−1 / 2 D12 ⎦⎥
… (2.4.3.13)
Sehingga selanjutnya didapat
⎡ − A*F ⎢ U ~U( s ) = ⎢ 0 ⎢ R1−1 / 2 B2* ⎣
−C1*F C1F AF −1 / 2 1
R
* 12
D C1F
−C1*F ⎤ ⎥ B2 R1−1 / 2 ⎥ , ⎥ I ⎦
… (2.4.3.14)
0⎤ ⎥ I⎥ . 0 ⎥⎦
… (2.4.3.15)
dan ⎡ − A*F ⎢ U ~ Gc ( s ) = ⎢ 0 ⎢ R1−1 / 2 B2* ⎣
−C1*F C1F AF R1
−1 / 2
* 12
D C1F
Dengan menggunakan transformasi similaritas ⎡I − X 2 ⎤ , ⎢0 I ⎥⎦ ⎣ pada U ~U maupun pada U ~ Gc dan akibat persamaan … (2.4.3.16)
AF*2 X 2 + X 2 AF2 + C1*F2 C1F2 = 0 ,
diperoleh ⎡ − A*F ⎢ U ~U( s ) = ⎢ 0 ⎢ R1−1 / 2 B2* ⎣ dan
0 AF 0
0 B2 R1 I
−1 / 2
⎤ ⎥ ⎥=I, ⎥ ⎦
… (2.4.3.17)
BAB II Teori Kontrol H2
33
⎡ − A*F ⎢ U ~ Gc ( s ) = ⎢ 0 ⎢ R1−1 / 2 B2* ⎣
−X2 ⎤ * ⎥ ⎡ − AF I ⎥ = ⎢ −1 / 2 * R B2 0 ⎥⎦ ⎣ 1
0 AF 0
−X2 ⎤ ⊥ ⎥ ∈ RH 2 , … (2.4.3.18) 0 ⎦
dengan sifat dualitas, maka G f V ~ ∈ RH 2⊥ dan V adalah co-inner
Dengan menggunakan lemma ini selanjutnya kita akan masuk ke teorema yang utama.
Teorema 1:
Terdapat kontrol optimal yang tunggal
⎡ Aˆ K opt ( s ) := ⎢ 2 ⎣ F2
− L2 ⎤ ⎥, 0 ⎦
… (2.4.3.19)
dengan: min Tzw
2 2
= Gc B1 2 + R11/ 2 F2G f 2
2 2
= trace( B1* X 2 B1 ) + trace( R1 F2Y2 F2* ).… (2.4.3.20)
Bukti:
Misalkan parameterisasi pengontrol K( s ) = Fl ( M 2 ,Q ) ˆ ⎡A 2 ⎢ M 2( s ) = ⎢ F ⎢ C2 ⎣
− L B2 ⎤ ⎥ 0 I ⎥, I 0 ⎥⎦
,Q ∈ RH 2 dengan
… (2.4.3.21)
maka Tzw = F1 ( N , Q ) dengan ⎡ AF ⎢ 0 N =⎢ ⎢C1F ⎢ ⎣ 0
− B2 F
B1
AL
B1L
− D12 F C2
0 D21
B2 ⎤ 0 ⎥⎥ . D12 ⎥ ⎥ 0 ⎦
… (2.4.3.22)
Berdasarkan teorema di atas, diperoleh bahwa F1 ( G, K ) = Tzw = N11 + N12QN 21 , dengan N11 = G11 + G12 M 2Y%2G21 ,
… (2.4.3.23)
BAB II Teori Kontrol H2
34
N12 = G12 M 2 ,
… (2.4.3.24)
N 21 = M% 2G21 ,
… (2.4.3.25)
⎡A M2 (s) = ⎢ F ⎣F
B2 ⎤ , I ⎥⎦
… (2.4.3.26)
⎡A M% 2 ( s ) = ⎢ L ⎣C
L⎤ , I ⎥⎦
… (2.4.3.27)
⎡A X (s) = ⎢ F ⎣C1F
−L⎤ , I ⎥⎦
… (2.4.3.28)
⎡A X% ( s ) = ⎢ L ⎣F
− B1L ⎤ , I ⎥⎦
… (2.4.3.29)
⎡A Y (s) = ⎢ F ⎣F
−L⎤ , 0 ⎥⎦
… (2.4.3.30)
⎡A Y% ( s ) = ⎢ L ⎣F
−L⎤ . 0 ⎥⎦
… (2.4.3.31)
Sehingga diperoleh Tzw = N11 + N12QN 21 ⎪⎧ ⎡ A = ⎨⎢ ⎪⎩ ⎣C1
B1 ⎤ ⎡ A + 0 ⎥⎦ ⎢⎣C1 ⎡A +⎢ ⎣C1
⎧ ⎪⎡ A = ⎨⎢ ⎪ ⎣C1 ⎩
⎡A B1 ⎤ ⎢ + 0 0 ⎥⎦ ⎢ ⎢⎣C1 ⎡A + ⎢⎢ 0 ⎢⎣C1
⎡A =⎢ F ⎣C1F
B1 ⎤ ⎡ AF + 0 ⎥⎦ ⎢⎣C1F
… (2.4.3.32) B2 ⎤ ⎡ AF D12 ⎥⎦ ⎢⎣ F B2 ⎤ ⎡ AF D12 ⎥⎦ ⎢⎣ F
B2 F AF D12 F B2 F AF D12 F
−L⎤ ⎡ A 0 ⎥⎦ ⎢⎣C2
B2 ⎤ ⎡ AL I ⎥⎦ ⎢⎣ F B2 ⎤ ⎡ AL Q I ⎥⎦ ⎢⎣C2
L ⎤⎡ A D21 ⎥⎦ ⎢⎣C2
B2 ⎤ ⎡ AL B2 ⎥⎥ ⎢⎢ 0 D12 ⎥⎦ ⎢⎣ F
− LC2
B2 ⎤ ⎡ AL B2 ⎥⎥ Q ⎢⎢ 0 D12 ⎥⎦ ⎢⎣C2
LC2
B2 ⎤ ⎡ AL D12 ⎥⎦ ⎢⎣ F
A 0
A C2
B1L ⎤ ⎡ AF + 0 ⎥⎦ ⎢⎣C1F
B1 ⎤ ⎫⎪ ⎬ D21 ⎥⎦ ⎪⎭
… (2.4.3.33)
B1 ⎤ . D21 ⎥⎦
− LD21 ⎤ ⎫ ⎪ B1 ⎥⎥ ⎬ 0 ⎥⎦ ⎪⎭ … (2.4.3.34)
LD21 ⎤ B1 ⎥⎥ D21 ⎥⎦ B2 ⎤ ⎡ AL Q D12 ⎥⎦ ⎢⎣ C2
B1L ⎤ D21 ⎥⎦
… (2.4.3.35)
BAB II Teori Kontrol H2
⎡A =⎢ F ⎣C1F
B1 ⎤ ⎡ AF + 0 ⎥⎦ ⎢⎣C1F
35
B2 ⎤ ⎡ AL F D12 ⎥⎦ ⎢⎣ F
B1L ⎤ ⎡ AF + 0 ⎥⎦ ⎢⎣C1F
B2 ⎤ ⎡ AL Q D12 ⎥⎦ ⎢⎣C2
Tzw = Gc B1 − UR11/ 2 FG f + UR11/ 2QR21/ 2V
B1L ⎤ … . (2.4.3.36) D21 ⎥⎦
… (2.4.3.37)
Dari lemma 3 diperoleh bahwa Gc B1 dan U saling orthogonal. Sehingga Tzw Tzw
2 2 2 2
2
= Gc B1 2 + UR11/ 2 FG f − UR11/ 2QR21/ 2V , 2
2
= Gc B1
2 2
2
+ R11/ 2 FG f − UR11/ 2 QR21/ 2V . 2
… (2.4.3.38) … (2.4.3.39)
Dan karena G f dan V juga orthogonal menurut lemma 3 di atas, maka: Tzw Tzw
2 2 2 2
2
= Gc B1 2 + R11/ 2 FG f − R11/ 2QR21/ 2V , 2
… (2.4.3.40)
2
= Gc B1 2 + R11/ 2 FG f 2
2 2
2
+ R11/ 2QR21/ 2V . 2
… (2.4.3.41)
Persamaan di atas jelas menunjukkan bahwa Q = 0 memberikan kontrol
H 2 yang optimal dan tunggal. Maka K = F1 ( M 2 , 0 ) adalah pengontrol yang optimal dan tunggal.