MENDIDIK SISWA SESUAI DENGAN BAKAT, MINAT DAN KECERDASAN Oleh Drs. Rusli, M.Si
Abstrak Tulisan ini ingin menjelaskan bagaimana seharusnya pendidik bersikap profesional dalam menjalankan tugas utamanya dalam mengajar diri siswa yang memiliki bakat, minat, dan kecerdasan yang berbeda-beda. Ada enam prinsip untuk mendidik siswa sebagaimana yang diharapkan : (a) Konteks (b) Fokus (c) Sosialisasi (d) Individualisasi (e) Sequence (f) Evaluasi. Untuk merealisasikan prinsip-prinsip di atas, maka ada sepuluh cara sederhana yang dapat dilakukan : (a) Gunakan metode dan kegiatan yang beragam (b) Jadikan siswa sebagai peserta aktif (c) Buatlah tugas yang menantang namun realistis dan sesuai (d) Ciptakan suasana kelas yang kondusif (e) Berikan tugas secara proporsional (f) Libatkan diri anda untuk membantu siswa dalam mencapai hasil (g) Berikan petunjuk pada para siswa agar sukses dalam belajar (h) Hindari kompetisi antarpribadi (i) Berikan masukan (j) Hargai kesuksesan dan keteladanan. Kata kunci : Bakat, minat, kecerdasan Pendahuluan Sasaran pendidikan adalah manusia. pendidikan bermaksud membantu
peserta didik (siswa) untuk menumbuhkembangkan potensi kemanusiaannya. Potensi kemanusiaan merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia. Tugas mendidik hanya mungkin dilakukan dengan benar dan tepat tujuan jika pendidik memiliki gambaran yang jelas tentang siapa manusia itu sebenarnya. Manusia memiliki ciri khas yang secara prinsipil berbeda dari hewan. Ciri khas manusia yang membedakannya dari hewan terbentuk dari kumpulan terpadu (integrated) dari apa yang disebut sifat hakikat manusia. Disebut sifat hakikat manusia karena secara hakiki sifat tersebut hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan. Pemahaman pendidik terhadap sifat hakikat manusia akan membentuk peta tentang karakteristik manusia. Peta ini akan menjadi landasan serta memberikan acuan baginya dalam bersikap, menyusun strategi, metode dan teknik, serta memilih pendekatan dan orientasi dalam merancang dan melaksanakan komunikasi transaksional di dalam interaksi edukatif. Dengan kata
1
lain, dengan menggunakan peta tersebut sebagai acuan seorang pendidik tidak mudah terkecoh ke dalam bentuk-bentuk transaksional yang patologis dan berakibat merugikan subjek didik.1 Dunia pendidikan dewasa saat ini sudah semakin maju dan berkembang, dengan demikian dampak yang ditimbulkannya pasti akan sangat berpengaruh kepada pendidik maupun peserta didik dalam menjalankan tugas dan fungsinya baik dalam lingkungan pendidikan informal, formal dan nonformal. Namun sayangnya, khusus dalam dunia pendidikan formal dalam hal ini sekolah, masih terdapat sebagian pendidik yang masih sangat minim pengetahuannya mengenai masalah neuropsikologi, karena boleh dikata, sebagian besar mereka yang berkutat dalam bidang pendidikan kurang sekali memahami penemuan-penemuan di bidang neurosains salah satunya menyangkut bakat, minat, serta kecerdasan majemuk manusia. Akibatnya, pendidikan cenderung statis, tidak dinamis. Padahal, yang namanya pendidikan pasti berkaitan erat dengan penggunaan dan optimalisasi otak secara keseluruhan. Perlu juga diketahui, bahwasannya otak merupakan komponen fisik dan fungsional yang mendasari proses belajar. Pengetahuan tentang otak tidak saja penting dalam proses pembelajaran (learning), tetapi keseluruhan dalam proses pendidikan. (education). Selain itu, ada juga sebagian pendidik yang kurang memahami betul 10 hukum dasar otak yang sangat relevan di pakai dalam bidang pendidikan sekaligus menjadi alat epistemologi ilmu bagi manusia yakni, 1) keunikan (unique), 2) kekhususan (specific), 3) sinergisitas, 4) hemisferik dan dominasi, 5) verba-grafis, 6) imajinasi dan fakta, 7) plastisitas sel saraf, 8) kerja serempak (simultaneous), 9) simbiosis rasio-emosi-spritualitas dan 10) otak lelaki-otak perempuan.2 Sehingga berdampak tidak memuaskan bagi output pendidikan di negeri ini.
1
Umar Tirtarahardja & S.L. La Sulo, “Pengantar Pendidikan”, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2005), Cet ke-I, h. 1 2
Taufiq Pasiak, “Unlimited Potency of the Brain”, (Bandung : Mizan, 2009), Cet ke-I, h.-
2
Pembahasan 1. Bakat Bakat adalah kemampuan dasar seseorang untuk belajar dalam tempo yang relatif pendek dibandingkan orang lain, namun hasilnya justru lebih baik. Bakat merupakan potensi yang dimiliki oleh seseorang sebagai bawaan sejak lahir. Menurut Kartini Kartono (1979) bakat mencakup segala faktor yang ada pada individu sejak awal pertama dari kehidupannya yang kemudian menumbuhkan perkembangan keahlian, kecakapan, dan keterampilan khusus tertentu. Bakat bersifat laten potensial (dalam arti dapat berkembang). Sedangkan menurut Bingham bakat adalah kondisi atau seperangkat sifat-sifat yang dianggap sebagai tanda kemampuan individu untuk menerima latihan (respon). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bakat adalah kemampuan dasar yang ada di dalam diri manusia yang dibawa sejak lahir. Bakat ini berupa potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar berkembang menjadi suatu keahlian, kecakapan, dan keterampilan khusus tertentu. Untuk menjadi suatu keahlian, kecakapan, dan keterampilan khusus tersebut, seorang individu perlu menerima rangsangan berupa latihan-latihan yang sesuai dengan kemampuan dasar individu tersebut. 2. Minat Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (1988), minat tidak termasuk istilah populer dalam psikologi karena ketergantungannya yang banyak pada faktor-faktor internal lainnya seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan. Namun terlepas dari masalah populer atau tidak, minat seperti yang dipahami dan dipakai oleh orang selama ini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu.3 Misalnya ada seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap bidang studi fisika, maka otomatis akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada
3
Muhibbin Syah, “Psikologi Belajar”, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet ke-I, h. 136
3
siswa lainnya. Lalu, karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi tersebut yang memungkinkan siswa tadi untuk belajar lebih giat. Dengan demikian, untuk menumbuhkan minat siswa perlu ada usaha dari berbagai komponen yang terkait dengan obyek atau sasaran yang ingin di capai, misalnya seorang guru terampil mengajarkan matematika, manfaat
dan
filosofinya, selain hal tersebut para guru harus mengajar pakai hati, seni dan teknologi
sehingga siswa tertarik dan mudah memahami, mempelajari serta
mempraktekannya. Pelajaran matematika tidak membuat momok bagi siswa, dan guru matematika tidak dianggap guru kiler. Jika pelajaran matematika menjadi momok, sedangkan para gurunya kiler, maka jangan diharap minat siswa akan tumbuh untuk mempelajari matematika, malah sebaliknya mereka menjauhi mata pelajaran tersebut. 3. Kecerdasan
Setelah melakukan penelitian panjang bertahun-tahun lamanya, akhirnya psikolog Howard Gardner menemukan bahwa pada diri manusia bukan hanya kecerdasan verbal dan logis saja. Tetapi sampai sekarang ditemukan sekurangkurangnya ada delapan jenis kecerdasan lain yang juga dimiliki manusia yaitu : (a) Kecerdasan linguistik yaitu kecerdasan dalam mengolah kata. (b) Kecerdasan logis-matematis yaitu kecerdasan dalam hal angka dan logika. (c) Kecerdasan spasial-visual yaitu kecerdasan mencakup berpikir dalam gambar serta kemampuan untuk mencerap, mengubah, dan menciptakan kembali berbagai macam aspek dunia visual-spasial. (d) Kecerdasan musikal yaitu kecerdasan dalam hal mencerap, menghargai, menciptakan irama dan melodi. (e) Kecerdasan kinestetis-jasmani yaitu kecerdasan fisik mencakup bakat dalam mengendalikan gerak tubuh dan keterampilan dalam menangani benda. (f) Kecerdasan interpersonal yaitu kemampuan untuk memahami dan bekerjasama dengan orang lain. (g) Kecerdasan intrapersonal yaitu kecerdasan dalam diri sendiri. (h)
4
Kecerdasan naturalis yaitu keahlian dalam mengenali dan mengkategorikan spesies, flora, dan fauna di lingkungan sekitar.4
Mendidik siswa sesuai bakat, minat, dan kecerdasan hanya dapat dilakukan dengan efektif apabila pikiran dan hati pendidik menyatu dengan mereka. Setidaknya, ada enam prinsip untuk mendidik siswa sebagaimana yang diharapkan : (a) Konteks. Dalam belajar sebagian besar tergantung pada konteks belajar itu sendiri. Situasi problematis yang mencakup tugas untuk belajar agar dinyatakan dalam kerangka konteks yang dianggap penting dan dapat membuat peserta didik melibatkan diri dan berpartisipasi aktif serta memperoleh kesempatan dalam bereksperimentasi dan bereksplorasi. (b) Fokus. Dalam belajar, siswa harus menemukan kunci dan pembuktian yang diperlukan. Fokus yang baik bila dapat memobilisasi tujuan, terstruktur, menantang untuk mencari penemuan dan pemecahan. (c) Sosialisasi. Pembimbingan belajar siswa hendaknya dapat dikembangkan perilaku sosial melalui paket kerjasama atau diskusi kelompok. Sehingga siswa sebagai mahkluk sosial dapat melakukan interaksi dan komunikasi dengan lingkungan sosialnya dengan lebih baik. (d) Individualisasi. Sebagai mahkluk individual, perbedaan individual agar diperhatikan agar kreativitas siswa tidak terpasung. (e) Sequence. Dalam praktek sequence proses belajar dipandang sebagai suatu pertumbuhan mental. (f) Evaluasi. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui hasil dan proses belajar siswa.5 Untuk merealisasikan prinsip-prinsip di atas, maka penulis menyarankan agar melakukan beberapa cara berikut ini : 1. Gunakan metode dan kegiatan yang beragam Melakukan
hal yang sama secara terus menerus bisa menimbulkan
kebosanan dan menurunkan semangat belajar. Siswa yang bosan cenderung akan 4
Wahyu Suprapti & Sri Ratna, “Pendekatan Kuantum Dalam Proses Pembelajaran”, (Jakarta : Lembaga Administrasi Negara RI, 2005), Cet ke-I, h. 31-33 5
Bambang Sugema & Sri Murtini, “Bimbingan Belajar Orang Dewasa”, (Jakarta : Lembaga Administrasi Negara RI, 2005), Cet ke-I, h. 36-37
5
mengganggu proses belajar. Variasi akan membuat siswa tetap konsentrasi dan termotivasi. Sesekali mencoba sesuatu yang berbeda dengan menggunakan metode belajar yang bervariasi di dalam kelas. Cobalah untuk membuat pembagian peran, debat, transfer pengetahuan secara singkat, diskusi, simulasi, studi kasus, presentasi dengan audio-visual dan kerja kelompok kecil. 2. Jadikan siswa peserta aktif Pada usia muda sebaiknya diisi dengan melakukan kegiatan, berkreasi, menulis, berpetualang, mendesain, menciptakan sesuatu dan menyelesaikan suatu masalah. Jangan jadikan siswa peserta pasif di kelas karena dapat menurunkan minat dan mengurangi rasa keingintahuannya. Gunakanlah metode belajar yang aktif
dengan memberikan siswa tugas berupa simulasi penyelesaian suatu
masalah untuk menumbuhkan motivasi dalam belajar. Jangan berikan jawaban apabila tugas tersebut dirasa sanggup dilakukan oleh siswa 3. Buatlah tugas yang menantang namun realistis dan sesuai Buatlah proses belajar yang cocok dengan siswa dan sesuai minat mereka sehingga menarik karena mereka dapat melihat tujuan dari belajar. Buatlah tugas yang menantang namun realistis. Realistis dalam pengertian bahwa standar tugas cukup berbobot untuk memotivasi siswa dalam menyelesaikan tugas sebaik mungkin, namun tidak terlalu sulit agar jangan banyak siswa yang gagal dan berakibat turunnya semangat untuk belajar. 4. Ciptakan suasana kelas yang kondusif Kelas yang aman, tidak mendikte dan cenderung mendukung siswa untuk berusaha dan belajar sesuai minatnya akan menumbuhkan motivasi untuk belajar. Apabila siswa belajar di suatu kelas yang menghargai dan menghormati mereka dan tidak hanya memandang kemampuan akademis mereka maka mereka cenderung terdorong untuk terus mengikuti proses belajar.
6
5. Berikan tugas secara proporsional Jangan hanya berorientasi pada nilai dan coba penekanan pada penguasaan materi. Segala tugas di kelas dan pekerjaan rumah tidak selalu bisa disetarakan dengan
nilai. Hal tersebut dapat menurunkan semangat siswa yang kurang
mampu memenuhi standar dan berakibat siswa yang bersangkutan merasa dirinya gagal. Gunakan mekanisme nilai sepelunya, dan cobalah untuk memberikan komentar atas hasil kerja siswa mulai dari kelebihan mereka dan kekurangan mereka serta apa yang bisa mereka tingkatkan. Berikan komentar anda secara jelas. Berikan kesempatan bagi siswa untuk memperbaiki tugas mereka apabila mereka merasa belum cukup. Jangan mengandalkan nilai untuk merombak sesuatu yang tidak sesuai dengan anda. 6. Libatkan diri anda untuk membantu siswa mencapai hasil Arahkan siswa untuk meningkatkan kemampuan dalam proses belajar mengajar, jangan hanya terpaku pada hasil ujian atau tugas. Bantulah siswa dalam mencapai tujuan pribadinya dan terus pantau perkembangan mereka. 7. Berikan petunjuk pada para siswa agar sukses dalam belajar Jangan biarkan siswa berjuang sendiri dalam belajar. Sampaikan pada mereka apa yang perlu dilakukan. Buatlah mereka yakin bahwa mereka bisa sukses dan bagaimana cara mencapainya. 8. Hindari kompetisi antarpribadi Kompetisi bisa menimbulkan kekhawatiran, yang bisa berdampak buruk bagi proses belajar dan sebagian siswa akan cenderung bertindak curang. Kurangi peluang dan kecendrungan untuk membanding-bandingan antara siswa satu dengan yang lain dan membuat perpecahan diantara para siswa. Ciptakanlah metode mengajar dimana para siswa bisa saling bekerja sama.
7
9. Berikan Masukan Berikan masukan para siswa dalam mengerjakan tugas mereka. Gunakan kata-kata yang positif dalam memberikan komentar. Para siswa akan lebih termotivasi terhadap kata-kata positif dibanding ungkapan negatif. Komentar positif akan membangun kepercayaan diri. Ciptakan situasi dimana anda percaya bahwa seorang siswa bisa maju dan sukses di masa datang. 10. Hargai kesuksesan dan keteladanan Hindari komentar negatif terhadap kelakuan buruk dan performa rendah yang ditunjukan siswa anda. Akan lebih baik bila anda memberikan apresiasi bagi siswayang menunjukan kelakuan dan kinerja yang baik. Ungkapan positif dan dorongan sukses bagi siswa anda merupakan penggerak yang sangat berpengaruh dan memberikan aspirasi bagi siswa yang lain untuk berprestasi. Kesimpulan Tugas mendidik hanya mungkin dilakukan dengan benar dan tepat tujuan jika pendidik memiliki gambaran yang jelas tentang siapa manusia itu sebenarnya. Manusia memiliki ciri khas yang secara prinsipil berbeda dari hewan. bakat adalah kemampuan dasar yang ada di dalam diri manusia yang dibawa sejak lahir. Bakat ini berupa potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar berkembang menjadi suatu keahlian, kecakapan, dan keterampilan khusus tertentu. Sedangkan minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Ada delapan jenis kecerdasan lain yang juga dimiliki manusia yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan logismatematis, kecerdasan spasial-visual, kecerdasan musikal, kecerdasan kinestetis, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan natural. Pada akhirnya ketika bakat, minat, dan kecerdasan siswa dapat disinergikan satu sama lain maka kedepannya Indonesia akan menghasilkan output yang berkualitas dalam segala bidang keilmuan maupun pekerjaan. Sekiranya, bangsa Jepang dan Finlandia sudah membuktikan itu kepada kita. 8
Rekomendasi. Berdasarkan kajian sederhana dengan melihat perkembangan yang cukup luar biasa, maka penulis mengharapkan kepada pemerintah (guru, kepala sekolah,) melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Lakukan tugas mendidik dengan benar dan tepat tujuan. 2. Pelajari kemampuan dasar yang ada di dalam diri siswa yang dibawa sejak lahir. 3. Kembangkan potensi siswa agar menjadi suatu keahlian, kecakapan, dan keterampilan. 4. Tumbuhkan minat siswa, atau kecenderungan, kegairahan , keinginan yang besar terhadap pelajaran. 5. Identifikasi
jenis kecerdasan
yang dimiliki siswa seperti
kecerdasan
linguistik, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan spasial-visual, kecerdasan musikal, kecerdasan kinestetis, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan natural dan kembangkan melalui proses pembelajara, 6. Sinergikan bakat, minat, dan kecerdasan siswa agar menghasilkan output yang berkualitas dalam segala bidang keilmuan maupun pekerjaan.
Daftar Pustaka Pasiak, Taufiq, Unlimited Potency of the Brain, Bandung : Mizan, 2009. Sugema, Bambang & Murtini, Sri “Bimbingan Belajar Orang Dewasa”, Jakarta : Lembaga Administrasi Negara RI, 2005. Suprapti, Wahyu & Ratna, Sri “Pendekatan Kuantum Dalam Proses Pembelajaran”, Jakarta : Lembaga Administrasi Negara RI, 2005. Syah, Muhibbin “Psikologi Belajar”, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999. Tirtarahardja, Umar & La Sulo, S.L. “Pengantar Pendidikan”, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2005
9